BAB III JADI

advertisement
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan tempat untuk memperoleh data,
informasi, keterangan dan hal–hal lain yang dibutuhkan dalam penelitian.
Tempat penelitian eksperimen ini dilakukan di SLB Negeri Surakarta
yang berada di Jl. Cocak X Rt/Rw 02/08 Sidorejo, Mangkubumen,
Banjarsari, Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran
2015/2016 yaitu antara bulan Desember sampai dengan bulan April
2016. Pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam tiga tahapan, yang
meliputi:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini meliputi pengajuan judul, pembuatan proposal skripsi,
persiapan instrumen dan peralatan penelitian yang dilaksanakan pada
bulan Desember 2015 sampai Februari 2016.
b. Tahap Pelaksanaan
Proses dilakukanya penelitian yang meliputi pelaksanaan baseline 1,
pelaksanaan intervensi, dan pelaksanaan baseline 2 serta pengolahan
dan analisis data yang akan dilakukan pada bulan Maret 2016.
c. Tahap Penyusunan Laporan
Meliputi penyusunan laporan penelitian yang dilaksanakan pada bulan
April 2016.
45
46
B. Desain Penelitian
Bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam
penelitian. Metode penelitian menurut Sugiyono (2014: 3) diartikan sebagai,
“cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu metode penelitian eksperimen.
Menurut Noor (2011: 42) eksperimen didefinisikan sebagai, “metode
sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab
akibat”. McMillan dan Schumacher (2001) dalam Arifin (2012: 73),
“membagi desain penelitian eksperimen menjadi empat kelompok, yaitu pre
eksperimental, true eksperimental, quasi eksperimental, and single subject
experimental”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen
dengan menggunakan desain penelitian Single Subjek Research (SSR) yang
mana menggunakan analisis deskriptif. Arifin (2012) berpendapat bahwa,
“eksperimen subjek tunggal adalah suatu eksperimen dimana subjek atau
partisipannya bersifat tunggal, bisa satu orang, dua orang, atau lebih” (hlm.
75). Pada desain subjek tunggal atau Single Subjek Research pengukuran
variabel terikat atau target behavior dilakukan berulang – ulang dengan
periode waktu tertentu misalnya per minggu, per hari, atau per jam
(Sunanto, 2006: 54).
Terdapat beberapa desain dalam penelitian subjek tunggal antara lain :
1) desain A-B, 2) desain A – B – A, 3) desain A – B – A – B (Sunanto,
2006: 54). Desain SSR yang digunakan dalam penelitian ini adalah A – B –
A. Desain A – B – A dalam penelitian ini digunakan untuk melihat adanya
perubahan atau sebab akibat dari variabel yang ada. Desain A – B – A
memiliki tiga tahapan yaitu baseline 1 (A), intervensi (B), baseline 2 (A).
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sunanto (2006: 59) bahwa,
Prosedur dasar A- B – A pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan
desain A- B, hanya saja telah ada pengulangan fase baseline. Mula –
mula target behavior diukur secara kontinyu pada kondisi baseline
(A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi
(B). Pada desain A – B – A setelah pengukuran pada kondisi
intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2)
diberikan. Penambahan kondisi baseline kedua (A2) dimaksudkan
47
sebagai kontrol untuk fase intervensi sehingga memungkinkan untuk
menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel
bebas dan varibel terikat.
Seperti yang diungkapkan oleh Creswell (2012: 244) bahwa,
Rancangan A – B – A menerapkan observasi terus menerus pada suatu
individu utama. Target perilaku dibangun sepanjang waktu untuk
kemudian dicari perilaku utama yang menjadi garis dasar (baseline)
untuk diteliti. Perilaku dasar ini kemudian dinilai, ditreatment,
sebelum pada akhirnya treatment tersebut dihentikan di tahap akhir
penelitian.
Berikut ini gambaran desain penelitian SSR A1 – B – A2, yaitu :
Baseline 1 (A1)
Target
Intervensi (B)
Baseline 2 (A2)
Behavior
Sesi
Gambar 3.1. Penelitian Single Subject Research (SSR) Desain A – B – A
Keterangan :
A1
= baseline 1 untuk mengetahui kemampuan awal subjek.
B
= pemberian intervensi.
A2
= baseline 2 untuk mengetahui hasil kemampuan anak
setelah diberikan intervensi.
Sunanto (2006: 60) juga berpendapat bahwa pada saat melakukan
penelitian eksperimen A – B – A perlu untuk memperhatikan beberapa hal
berikut :
1. Mendefinisikan target behavior sebagai perilaku yang dapat
diukur secara akurat.
2. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A1)
secara kontinyu sekurang – kurangnya 3 atau 5 atau sampai trend
dan level data menjadi stabil.
3. Memberikan intervensi setelah trend data baseline stabil
4. Mengukur dan mengumpulkan data pada fase intervensi (B) dengan
periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil.
48
5. Setelah kecenderungan dan level data pada fase intervensi (B)
stabil mengulang fase baseline (A2).
Adapun pola skema waktu dalam pelaksanaan penelitian SSR tersebut yaitu:
(A1) – (B) – (A2)
(A1i) (A1ii) (A1iii ) (Bi) (Bii) (Biii) (Biv) (Biv) (Bv) (Bvi) (A2i) (A2ii) (A2iii)
Bagan 3.2. Skema Waktu Pelaksanaan Penelitian SSR
Dengan keterangan sebagai berikut :
1. A – 1 (Baseline – 1 )
Pada baseline – 1 mengukur kemampuan awal anak merawat diri
(mencuci
tangan)
dengan
melakukan
observasi
tanpa
adanya
penggunaan alat bantu visual. Pada baseline – 1 ini dilakukan sebanyak
3 kali sesi atau sampai mendapatkan kecenderungan anak stabil
(Sunanto, 2006: 56). Penelitian menggunakan cara untuk meneliti
khususnya anak autis dalam kemampuan mencuci tangannya, antara
lain :
a. Teknik observasi merupakan pengamatan dari penelitian baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian.
b. Teknik wawancara yang merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan berhadapan langsung dengan narasumber.
c. Dokumentasi merupakan sejumlah data tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi dapat berupa
biodata subjek, prestasi
akademik dalam bina diri.
Observasi dilakukan dengan didampingi oleh guru wali kelas, hal
ini karenakan guru wali kelas lebih mengetahui metode pembelajaran
bina diri, karakteristik anak, perilaku anak pada saat pembelajaran bina
diri, dan kemampuan yang dimiliki anak. Melalui kegiatan observasi ini
peneliti menjadi lebih mengetahui mengenai kemampuan awal merawat
diri (mencuci tangan) yang dimiliki anak dan
pembelajaran.
perilaku anak saat
49
2. B (Intervensi)
Pelaksanaan intervensi ini dilaksanakan sebanyak 6 kali sesi dan
berada di luar jadwal pelajaran lain. Pada saat pelaksanaan intervensi
peneliti sudah menggunakan alat bantu visual dalam bentuk jadwal
visual dalam pembelajaran mencuci tangan. Peneliti menggunakan
instrumen dari tes kinerja (perbuatan).
Tes kinerja dilakukan untuk mendapatkan data
utama dari
peningkatan kemampuan merawat diri (mencuci tangan) anak dalam
bentuk checklist. Penskoran dalam tes kinerja menggunakan rating
scale. Adapun langkah–langkah yang akan dilaksanakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal
1) Peneliti menyiapkan semua alat yang akan digunakan dalam
pembelajaran.
2) Peneliti mempersiapkan dan mengkondisikan suasana belajar
menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.
3) Peneliti melakukan apersepsi sebelum pembelajaran dimulai.
b. Kegiatan Inti
1) Subjek diminta untuk mewarnai gambar dengan menggunakan
crayon sampai selesai.
2) Peneliti meminta subjek untuk mencuci tangan karena tangan kotor
akibat mewarnai.
3) Peneliti mengucapkan “ Romi, tangan kamu kotor. Waktunya cuci
tangan!”
4) Peneliti menunjukan papan jadwal visual kepada subjek
yang
berupa urutan foto cara mencuci tangan secara sederhana.
5) Peneliti meminta subjek untuk melihat foto pertama, “ Lihat
gambar”.
6) Subjek diminta untuk melakukan kegiatan pada foto pertama
dengan bantuan peneliti baik secara verbal maupun non - verbal.
50
7) Peneliti meminta subjek memasukan foto pertama pada amplop
yang bertuliskan sudah selesai yang berada di bawah papan jadwal
visual.
8) Peneliti meminta subjek untuk melihat foto kedua, “Lihat gambar”.
9) Subjek diminta untuk melakukan kegiatan pada foto kedua dengan
bantuan peneliti baik secara verbal maupun non - verbal.
10) Peneliti meminta subjek memasukan foto kedua pada amplop
yang berada di bawah urutan papan jadwal visual begitu
seterusnya sampai seluruh foto kegiatan dalam jadwal visual
dimasukan dalam amplop.
c. Kegiatan Penutup
1) Setiap akhir pembelajaran peneliti memberikan pujian kepada
subjek.
2) Salam
3. A – 2 (Baseline – 2 )
Kegiatan pada baseline–2 ini merupakan kegiatan pengulangan
baseline 1 untuk melihat pengaruh pemberian intervensi dalam tingkat
kemampuan anak mencuci tangan. Baseline–2 terdiri dari 3 sesi yang
bertujuan sebagai evaluasi dari intervensi yang telah diberikan. Teknik
penelitian yang digunakan dalam baseline – 2 berupa tes kinerja. Tes
kinerja digunakan untuk mengukur kemampuan anak setelah diberikan
intervensi berupa alat bantu visual.
Penelitian eksperimen terdapat variabel yang mengandung fenomena
sebab akibat. Variabel penelitian menurut Noor (2011: 47) merupakan,
“kegiatan menguji hipotesis, yaitu menguji kecocokan antara teori dan fakta
empiris di dunia nyata”. Penelitian eksperimen subjek tunggal mengenai
penggunaan alat bantu visual untuk meningkatkan kemampuan merawat
anak gangguan spektrum autis ini terdapat dua variabel penelitian yang
akan menjadi objek penelitian. Adapun variabel yang terdapat dalam
penelitian ini adalah:
51
1. Variabel bebas
Noor (2011: 48) berpendapat bahwa, “variabel bebas atau
independence variabel merupakan sebab yang diperkirakan dari beberapa
perubahan dalam variabel terikat, biasanya dinotasikan dengan simbol
X”. Variabel bebas dalam penelitian subjek tunggal juga disebut sebagai
intervensi atau perlakuan, variabel bebas penelitian ini adalah alat bantu
visual.
2.Variabel Terikat
Menurut Robbins (2009) dalam Noor (2011), “variabel terikat atau
dependent variabel merupakan faktor utama yang ingin dijelaskan dan
diprediksi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, dinotasikan dengan
Y” (hlm. 49). Variabel terikat dalam penelitian subjek tunggal juga
dikenal sebagai perilaku sasaran, dan variabel terikat penelitian ini adalah
kemampuan merawat diri.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2010: 117) populasi adalah “wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa dengan gangguan spektrum autis kelas II
SLB Negeri Surakarta, dengan jumlah siswa kelas II adalah tiga orang
siswa.
2. Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2010: 118) merupakan “bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel
yang diambil adalah seluruh populasi siswa dengan gangguan spektrum
autis kelas II SDLB Negeri Surakarta, dimana terdiri dari 2 anak laki –
laki yang mengalami gangguan spektrum autis. Sampel pertama sulit
untuk memperhatikan dan mudah teralihkan perhatiannya. Sempel kedua
52
menunjukan hambatan dalam berkomunikasi verbal khususnya pada saat
pembelajaran sehingga menghambat kemampuan anak dalam merawat
diri (mencuci tangan).
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan
sampel menurut Sugiyono (2010: 118)
merupakan “teknik pengambilan sampel”. Cara yang digunakan untuk
mengambil sampel dalam satu populasi yang ada. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan oleh peneliti adalah sampling purposive. Sugiyono
(2010: 124) juga menjelaskan bahwa, “sampling purposive merupakan
teknik
penentuan
sampel
dengan
pertimbangan
tertentu.
Peneliti
menggunakan teknik sampling purposive dikarenakan sampel penelitian
memiliki karakteristik mengalami hambatan dan permasalahan dalam
kemampuan merawat diri (mencuci tangan), sehingga sesuai dengan
permasalahan penelitian yang ada.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2014: 193) berpendapat bahwa, “Pengumpulan data dalam
suatu penelitian dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber
dan berbagai cara”. Pengumpulan data berdasarkan cara pengumpulannya
dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, kuesioner (angket) atau
gabungan dari ketiganya. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
berupa observasi, wawancara, tes kinerja dan dokumentasi. Adapun
penjelasan cara pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.
Seperti yang dikemukakan Sukmadinata (2008) bahwa, “observasi
(observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang sedang berlangsung” (hlm. 220). Misbahuddin dan Hasan
53
(2013: 27) berpendapat bahwa, “Pengamatan (observasi) adalah cara
pengumpulan data dengan terjun dan melihat langsung ke lapangan (
laboratorium) terhadap objek yang akan diteliti (populasi atau sampel)”.
Siregar (2012: 19) juga berpendapat bahwa observasi atau pengamatan
langsung adalah, “kegiatan pengumpulan data dengan melakukan
penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan objek penelitian yang
mendukung kegiatan penelitian, sehingga didapat gambaran secara jelas
tentang kondisi objek penelitian tersebut”.
Menurut Sugiyono (2014: 204) observasi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, “participant observation ( observasi berperanserta) dan nonparticipant observation”. Adapun penjelasnya sebagai berikut:
a. Observasi berperanserta (Participant Observation)
Peneliti terlibat dalam kegiatan sehari–hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Data
yang diperoleh dalam observasi partisipan akan lebih lengkap, tajam,
dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
nampak.
b. Observasi Nonpartisipan
Observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat
independent.
Peneliti
mencatat,
menganalisis
dan
mengamati sumber data penelitian.
Sukmadinata (2008) juga berpendapat bahwa,
Dalam observasi partisipatif (participation observation) pengamat
ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung, pengamat ikut
sebagai peserta rapat atau peserta pelatihan. Dalam obsevari
nonpartisipatif (non participation observation) pengamat tidak ikut
serta dalam kegiatan, dia hanya mengamati kegiatan, tidak ikut
serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan, tidak
ikut dalam kegiatan (hlm. 220).
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Siregar (2012: 20)
observasi berdasarkan keterlibatan pengamat dibagi menjadi dua
yaitu :
54
a. Observasi partisipasipan
Teknik pengumpulan data dengan cara ini di mana pengamat
ikut serta terlibat dalam kegiatan–kegiatan yang dilakkan subjek
yang diteliti atau yang sedang diamati.
b. Observasi tak partisipan
Di mana pengamat berada di luar subjek yangs edang diteliti
atau diamati.
Observasi
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
menggunakan jenis observasi partispatif, dimana peneliti ikut serta dalam
kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung sambil mengamati
tingkah laku subjek. Observasi dilakukan untuk mencari data mengenai
perilaku anak serta proses pembelajaran di dalam kelas yang diterapkan
oleh guru sehingga dapat menjadi data pendukung tes kinerja. Data yang
diperoleh
dari
observasi
berbentuk
diskriptif.
Observasi
akan
dilaksanakan pada baseline 1.
2. Wawancara
Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2014: 317) mendefinisikan
interview sebagai berikut, “a meeting of two persons to exchange
information and idea through question and responses, resulting in
communication and joint construction of meaning about a particular
topic”. Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna
dalam suatu topik tetentu. Sukmadinata (2008: 216) juga mengemukakan
bahwa, “ wawancara atau interviu (interview) merupakan salah satu
bentuk tenik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian
deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif”.Wawancara menurut
Siregar (2012) adalah, “ proses memperoleh keterangan data untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan panduan wawancara” (hlm.18).
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak
terstruktur. Sugiyono (2014: 197) berpendapat bahwa,
55
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh. Pengumpul data sebelum wawancara telah
menyiapkan instrumen penelitian berupa pertayaan–pertanyaan
tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan
wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan
yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Selain membawa
instrumen sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data
juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder,
gambar, brosur atau material lainnya yang dapat membantu
pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
b. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang
bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Dalam wawancara tidak terstruktur,
peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan
diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa
yang diceritakan oleh responden.
Menurut Arikuntoro (2002) dalam Siregar (2012: 27) secara garis
besar ada dua macam pedoman wawancara yaitu sebagai berikut :
a. Pedoman wawancara tidak terstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang
akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat
diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini
lebih banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah
sebagai pengemudi jawaban responden. Sifat pertanyaan pada
spontan dan biasa digunakan oleh orang–orang yang ahli
(expert).
b. Pedoman wawancara terstruktur
Yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci
sehingga menyerupai check list. Pewawancara tinggal
membubuhkan tanda (check) pada nomor yang sesuai.
Terdapat beberapa tipe wawancara lainnya seperti sebagai berikut
(Sarosa, 2012: 46-47) :
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur lebih sesuai digunakan dalam penelitian
kuantitatif. Wawacara terstruktur berupa suatu kuisioner yang sudah
disusun berdasarkan suatu pedoman yang memiliki standar tertentu.
56
Biasanya dalam wawancara terstruktur peneliti telah menyediakan
pertanyaan dan pilihan jawaban, maka data yang dikumpulkan bersifat
standar.
b. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara
terstruktur
bersifat
tidak
formal
dengan
tanpa
menggunakan suatu pedoman wawancara. Wawancara terstruktur
dilakukan dengan mengeskplorasi suatu topik umum. Pewawancara
juga tidak perlu mengggunakan daftar pertanyaan, pertanyaan dibuat
secara langsung saat sesi wawancara dengan partisipan.
c. Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi terstruktur merupakan bentuk wawancara dari
gabungan atau kompromi antara wawancara terstruktur dengan
wawancara tidak terstruktur. Terdapat daftar topik seperti panduan
wawancara. Daftar topik akan digunakan untuk memulai pertanyaan.
Pewawancara perlu menelurusi lebih jauh suatu topik berdasarkan
jawaban yang diberikan partisipan. Pertanyaan yang diajukan juga
tidak perlu urut seperti dalam panduan dapat di bolak balik sesuai
dengan jawaban partisipan. Panduan wawancara digunakan untuk
mengarahkan pewawancara agar tidak menyimpang terlalu jauh dari
topik yang dibahas.
Wawancara
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
berupa
wawancara semi terstruktur dimana peneliti telah menyusun instrumen
sebagai pedoman wawancara terlebih dahulu. Teknik wawancara
dilakukan kepada guru dengan tujuan mendapatkan data yang lebih jelas
tentang kemampuan subjek serta pembelajaran yang dilakukan selama di
SLB Negeri Surakarta dalam peningkatan kemampuan merawat diri
subjek. Adapun data tersebut mengenai kemampuan awal merawat diri
anak, kemampuan mencuci tangan anak, proses pembelajaran di kelas
tentang kemampuan merawat diri anak serta pemahaman waktu
melakukan kegiatan mencuci tangan.
57
3. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui besarnya kemampuan yang
diteliti baik sebelum diberi perlakukan maupun sesudah diberi perlakuan.
Menurut Indrakusuma (1974) dalam Basuki dan Hariyanto (2014: 22)
menjelaskan bahwa, “Tes adalah suatu alat atau prosedure yang
sistematis dan objektif untuk memperoleh data atu keteranganketerangan
yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan
tepat dan cepat”.
Menurut Basuki dan Hariyanto (2014: 30) tes menurut sifatnya
dibedakan menjadi enam, yaitu :
a. Tes verbal (verbal test), yaitu tes yang menggunakan bahasa
sebagai alat medianya, baik secara lisan maupun tertulis.
b. Tes non-verbal (non-verbal test), yaitu tes yang tidak
menggunakan bahasa atau jika menggunakan bahasa amat
terbatas dan tidak berperan penting. Contohnya melihat
persamaan, perbedaan atau hal–hal yang dil luar nalar dari
sebuah gambar.
c. Tes kinerja (performace test), yaitu tes yang terdiri dari tugas–
tugas untuk melakukan sesuatu. Tes kinerja adalah salah
satubentuk tes non-verbal. Penilaiannya dapat meliputi cara
mengerjakannya, wktunya, atau hasil akirnya.
d. Tes kertas dan pena (paper and pencil test), yaitu tes yang
menggunakan kertas dan pensil atau pulpen sebagai alat media.
Hal ini mensyaratkan kemamuan testee dalam hal baca tulis.
e. Tes individu (individu test), yaitu tes yang pada pelaksanaannya
seorang tester (penguji) dalam waktu yang sama hanya menguji
seorang testee saja.
f. Tes kelompok (group test), yaitu tes yang pada pelaksanaanya
dalam waktu yang sama seorang penguji menguji sekelompok
testee. Misalnya dalam berbagai testing pada umumnya.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kinerja atau tes
perbuatan. Tes kinerja bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan anak dalam merawat diri terutama dalam kemampuan
mencuci tangan baik sebelum intervensi, saat intervensi dan sesudah
diberikan intervensi.
58
4. Dokumentasi
Menurut Noor (2011: 141) menyatakan bahwa, “ sejumlah besar
fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi”.
Oleh karena itu peneliti juga menggunakan dokumentasi dalam
pengumpulan data. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data
subjek kelas II autis SLB Negeri Surakarta yang meliputi : identitas
subjek dan nilai pelajaran bina diri yang diperoleh subjek sebelum
penelitian dilakukan.
F. Teknik Uji Validasi Dan Reliabilitas Instrumen
1. Validitas Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan metode eksperimen dengan desain subjek
tunggal yang pada prinsipnya melakukan suatu pengukuran, maka untuk
melakukan pengukuran dibutuhkan adanya alat ukur. Alat ukur yang
digunakan tentu saja harus baik dan sesuai dengan sasaran yang diukur
atau yang diamati. Alat ukur dalam penelitian disebut sebagai instrumen.
Sugiyono (2014) berpendapat bahwa, “instrumen penelitian adalah suatu
alat yang digunakan mengukur fenomena alam amupun sosial yang
diamati” (hlm. 148).
Instrumen penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah tes
perbuatan (tes kinerja) mencuci tangan, penilaian yang digunakan berupa
rating scale. Instrumen observasi yang berupa panduan observasi serta
wawancara yang berupa panduan wawancara. Hal ini bertujuan untuk
mengukur sejauhmana pengaruh penggunaan alat bantu visual dalam
kemampuan subjek mencuci tangan anak autis kelas II. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes perbuatan pada
baseline satu,
intervensi dan baseline kedua. Teknik observasi dan
wawancara dilakukan pada kondisi baseline 1.
Instrumen penelitian yang digunakan harus valid sehingga data
yang diperoleh relevan dengan tujuan pengukuran. Azwar (2014)
menyebutkan bahwa, “validitas berasal dari kata vallidity yang
59
mempunyai arti sejauhmana akurasi suatu tes atau skala dalam
menjalankan fungsi pengukurannya”(hlm. 9). Siregar (2012: 46)
berpendapat bahwa “Validitas atau kesahihan adalah menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur”.
Validitas data dapat dibedakan menjadi beberapa, yaitu validitas konstrak
(construst validity), validitas isi (content validity) dan validitas eksternal
(Sugiyono, 2013: 177). Validitas dapat dibedakan menjadi 3 (Siregar,
2012: 46) :
1. Validitas rupa (face validity )
Validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen ,
validitas ini menunjukan apakah alat pengukur/instrumen peneltian
dari segi rupa nampak mengukur apa yang ingin diukur. Validitas rupa
baik digunakan pada instrumen yang mengukur bakat, kecerdasaan,
kejujuran.
2. Validitas isi (content validity)
Validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur
isi (konsep) yang harus diukur. Suatu alat ukur harus mampu
mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak di ukur.
3. Validitas konstruk (construct validity )
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk lebih
yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur
pengertian suatu konsep ukurnya.
Teknik validitas data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian adalah validitas isi. Peneliti menggunakan validitas isi
dikarenakan instrumen akan dianalisis oleh ahli dalam bidangnya
sehingga
dapat melihat sejauhmana keterkaitan antara instrumen
dengan kemampuan yang ingin diukur.
Hasil validasi instrumen penelitian berdasarkan ahli dalam
bidang isi bahwa instrumen dapat digunakan dengan revisi sedikit
pada bagian editing dan tata kalimat. Hasil validasi instrumen
penelitian berdasarkan ahli dalam bidang konstruk bahwa instrumen
60
dapat digunakan tanpa adanya revisi. Berdasarkan ahli dalam bidang
bahasa bahwa instrumen dapat digunakan tanpa adanya revisi.
Berdasarkan dari ketiga ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
instrumen penelitian valid sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur
dalam penelitian. Selain validasi dari ketiga ahli mengenai alat ukur
(panduan wawancara, pedoman observasi dan rating scale), peneliti
juga melakukan validasi variabel bebas yaitu (alat bantu visual). Hal
ini dilakukan karena alat bantu visual yang digunakan telah
dimodifikasi oleh peneliti. Hasil validasi alat bantu visual berdasarkan
ahli pengembangan teknologi yaitu alat bantu visual dapat digunakan
dalam penelitian dengan revisi sedikit pada bagian tata tulis. Hasil
validasi isi dapat dibuktikan pada bagian lampiran halaman 126.
2. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Reliabilitas diartikan sebagai suatu kepercayaan, konsistensi, dan
keajegan dari suatu hasil pengukuran. Selaras dengan pendapatnya
Mardapi (2012: 51) bahwa, “ reliabilitas atau konsistensi merupakan
koefiesien yang menunjukan tingkat keajegan atau konsistensi hasil
pengukuran suatu tes”. Hasil pengukuran dikatakan reliabel apabila skor
atau hasil penilaian relatif sama.
Penelitian ini menggunakan reliabilitas interrater yang mana penilai
memberikan penilaian terhadap suatu objek ukur atau instrumen
berdasarkan suatu indikator atau aspek tertentu. Rating menurut Azwar
(2014: 88) adalah, “prosedur pemberian skor berdasarkan jugment
subjektif terhadap aspek atau atribut tertentu, yang dilakukan melalui
pengamatan sistematik secara langsung maupun tidak langsung”.
Peneliti menggunakan reliabilitas interrater dikarena pengumpulan
data berupa tes kinerja, pengamatan serta wawancara terhadap perilaku
dan kemampuan merawat diri subjek. Selain itu, penelti menggunakan
reliabilitas interater karena dengan melibatkan para ahli instrumen
penelitian yang digunakan dapat relevan dengan apa yang diukur dalam
penelitian ini. Azwar (2014: 88) berpendapat bahwa dikatakan reabilatas
61
interrater, “bila rating dilakukan oleh beberapa orang raters maka makna
reliabilitas hasil rating lebih merupakan konsisten diantara para rater”.
Penelitian ini menggunakan beberapa korektor atau yang disebut sebagai
rater untuk memberikan penilaian pada instrumen tes kinerja, panduan
observasi serta panduan wawancara. Penelitian dengan reliabilitas yang
melibatkan rater biasanya dinamakan kesepakatan antar rater (interrater
reliability).
Tabel. 3. 1. Hasil Reliabilitas Interrater
No
Nama
Bidang
keahlian
Saran
Kesimpulan
1.
Sugini,
M.Pd
Isi
2.
Priyono Konstruk
,S.Pd.,
M.Si
3.
Dra.
Bahasa
Rukaya
h, M.
Hum
Dapat digunakan • Kaidah
reliabilitas,
dalam penelitian
bahwa
dikatakan
dengan
revisi
reliabilitas
interrater
sedikit
pada
bila
rating
yang
bagian tata tulis
dilakukan
oleh
dan editing
beberapa orang raters
merupakan
sebuah
konsisten diantara para
rater (Azwar, 2014:
88).
• Berdasarkan
kaidah
tersebut, ketiga ahli
Dapat digunakan
telah konsisten secara
dalam penelitian
berturut-turut
menyatakan
semua
item layak digunakan
sebagai
instrumen
Dapat digunakan
penelitian.
dalam penelitian
• Sehingga
instrumen
penelitian
reliabel
dengan
tingkat
kekonsistenan tinggi.
Hasil reliabilitas dari beberapa rater tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa instrumen penelitian reliabel
karena ketiga rater
62
memiliki kekonsistenan yang cukup tinggi bahwa instrumen dapat
digunakan dengan revisi sedikit.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Sunanto (2006: 93) “analisis data merupakan tahap terakhir
sebelum menarik kesimpulan”. Data yang telah diperoleh di lapangan
kemudian di analisis atau diolah dengan menggunakan suatu teknik
sehingga diperolehlah suatu kesimpulan. Data diperoleh dari hasil penelitian
dengan memberikan intervensi alat bantu visual kepada subjek, untuk
mengetahui adanya suatu pengaruh terhadap kemampuan mencuci tangan
yang sudah ditentukan. Teknik analisis data pada penelitian subjek tunggal
menurut Sunanto dkk (2006) “ menyebutkan ada tiga hal utama, yaitu
pembuatan grafik, penggunaan statistik diskriptif dan menggunakan analisis
visual” (hlm.118). Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan
menggunakan analisis visual grafik (visual analisis of grafik data).
Teknik analisis visual grafik merupakan teknik analisis dengan cara
melaporkan data ke dalam grafik. Analisis data dengan visual grafik
terdapat beberapa komponen baik analisis visual dalam kondisi maupun
analisis visual antar kondisi. Menurut Sunanto (2006: 104) komponen
analisis visual dalam kondisi meliputi, “ 1. Panjang kondisi, 2. Estimasi
kecenderungan arah, 3. Kecenderungan stabilitas, 4. Jejak data, 5. Level
stabilitas dan rentang, 6. Level perubahan”. Sunanto (2006: 104) juga
berpenapat bahwa komponen dari analisis visual antar kondisi meliputi, “1.
Jumlah variabel yang diubah, 2. Perubahan kecenderungan dan efeknya, 3.
Perubahan stabilitas, 4. Perubahan level, 5. Data overlap”. Data yang
terkumpul dari observasi, wawancara, dokumentasi dan tes kinerja disajikan
dan dianalisis berdasarkan data yang diperoleh tiap subjek secara individual
kemudian disimpulkan.
63
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan suatu langkah–langkah yang dilakukan
dalam penelitian sejak dari awal sampai akhir penelitian. Tahap penelitian
ini meliputi :
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap pra lapangan adalah merencenakana dan mempersiapkan
segala keperluan dalam penelitian. Tahap ini meliputi :
a. Menyusun rancangan penelitian
b. Mengurus perizinan
c. Menyiapkan perlengkapan penelitian
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan merupakan tahap dimana penelitian sudah
dimulai di lapangan sampai selesai. Tahap ini meliputi :
a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri
b. Memasuki lapangan
c. Mengumpulkan data, pengumpulan data dilakukan dengan penilaian
mulai dari fase baseline A, pemberian intervensi (B) sampai fase
baseline A.
d. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang terkumpulkan
dan melakukan refleksi.
3. Tahap analisis data
Tahap ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan yang tidak diperlukan. Data
yang dianalisis dalam tahap ini adalah seluruh data yang diperoleh dalam
pengumpulan data di lapangan dan merupakan data yang sangat
mendukung tujuan penelitian.
4. Tahap penarikan kesimpulan
Setelah semua data dianalisis sesuai dengan penelitian subjek
tunggal, tahap selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari hasil analisis
data. Penarikan kesimpulan tersebut didasarkan pada tujuan penelitian
64
yang didukung oleh data yang valid sehingga data penelitian tersebut
dapat dipertanggungjawabkan.
5. Tahap penulisan
Semua data dan hasil yang telah diperoleh dari awal hingga
kesimpulan ditulis dan dilaporkan kepada pihak–pihak yang berkepentingan
dan membutuhkan. Bentuk laporan disesuaikan dengan aturan yang sudah
ditetapkan.
Download