BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai cita-cita bersama. Melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta diimbangi dengan sikap disiplin mereka mengatasi masalah bersama karyawan secara efektif dan efisien. Hal itu juga diimbangi oleh interaksi yang positif, yaitu keterampilan utama dalam mengelola sumber daya manusia. Pemimpin juga harus sensitif dalam berinteraksi, baik terhadap bahasa verbal, nada suara, maupun nonverbal atau bahasa tubuh (body language) (Wahjosumidjo, 1987). Wahjosumidjo (1987) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu bentuk hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dengan yang dipimpin, di mana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau sekelompok orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan/kekuasaan yang ada pada orang yang memimpin. Dalam hal ini orang yang memimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi. Menurut Agustian (2001), pemimpin yang dipercaya ialah pemimpin yang memiliki integritas tinggi dengan penuh keberanian serta berusaha tanpa mengenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang seseorang cita-citakan. Citacita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan langkahnya sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk mengikutinya atau tidak mengikutinya. Integritas akan membuat seseorang dipercaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Integritas disini maksudnya ialah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan kepercayaan. Siagian (2003) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam konteks suatu organisasi,adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga melalui perilaku yang positif, ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Abdulsyani (1987), mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses pemberian pengaruh dan pengarahan dari seorang pemimpin terhadap orang lain (atau kelompok orang) untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan makna tentang kepemimpinan yaitu suatu cara mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti apa yang diinginkan dalam rangka mencapai tujuan bersama. 2.1.2 Karakteristik Pemimpin Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Ada empat karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Sunindhia dan Widiyanti diacu dalam Hakiem 2003): a. Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saransaran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya. b. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya. c. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada organisasinya. d. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan. Teori kepemimpinan berdasarkan ciri (traits theory) memberi petunjuk tentang ciri-ciri pemimpin yaitu (Siagian, 2003): a. Pengetahuan umum yang luas. b. Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. c. Kemampuan analitik. d. Sifat inkuisitif atau rasa ingin tahu. e. Keterampilan berkomunikasi secara efektif. f. Kemampuan menentukan skala prioritas. g. Rasionalitas. h. Keteladanan. i. Ketegasan. j. Orientasi masa depan. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa pemimpin harus memiliki keahlian dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan orangorang yang dipimpin. Keahlian ini terlihat dari sifat, watak dan perilaku yang tercermin dalam setiap tindakan. Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik seperti (1) tanggung jawab seimbang, keseimbangan disini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut; (2) model peranan yang positif, peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu; (3) memiliki keterampilan komunikasi yang baik, pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat; (4) memiliki pengaruh positif, pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif; (5) mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut (Pulungan, 2001). 2.1.3 Fungsi-fungsi Kepemimpinan Menurut Siagian (2003), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki adalah: 1. Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. 2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak diluar organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai “stakeholder”. 3. Komunikator yang efektif. 4. Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi konflik yang mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerja yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya. 5. Integrator yang rasional dan objektif. Dengan menjalankan fungsi kepemimpinan yang hakiki tersebut, pemimpin diharapkan dapat membawa para pengikutnya ketujuan yang hendak dicapai. Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002): 1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. 2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi. Seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi harus melaksanakan berbagai fungsi kepemimpinan. Menurut Frunzi dan Savini diacu dalam Hidayat (2005) terdapat lima fungsi kepemimpinan yang merupakan karakteristik kepemimpinan, yaitu: 1. Pengajaran, dengan memberikan pengarahan khusus, saran dan bimbingan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. 2. Konseling, dengan mewawancarai para karyawan dan membantu mereka dalam menemukan jawabannya. 3. Evaluasi, dalam melakukan pengawasan, peninjauan, penilaian terhadap karyawan sebagai timbal-balik terhadap kinerja karyawan. 4. Delegasi, dengan memberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan yang dirasa kompeten. 5. Pemberian imbalan, dengan menyediakan pengakuan nyata maupun tidak nyata kepada karyawan yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. 2.1.4 Gaya Kepemimpinan dalam Proses Pengambilan Keputusan Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan suatu faktor yang menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi atau perusahaan. Dalam arti luas, kepemimpin dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Kepemimpinan mengandung arti kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tatakrama birokrasi karena kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi dan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu (Rivai, 2002). Thoha (2003) menjelaskan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam mengambil keputusan, terbagi atas empat gaya kepemimpinan yaitu: 1. Instruksi Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan, yang dicirikan oleh komunikasi satu arah, pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang mekanisme pelaksanaan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan proses pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. 2. Konsultatif Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan, masih banyak memberikan pengarahan dan pengambilan keputusan, tetapi diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar perasaan pengikut, baik berupa ide maupun saran mereka tentang keputusan yang dibuat. 3. Partisipatif Perilaku pemimpin yang tinggi dan rendah pengarahan, dalam hal ini posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan di pegang secara bergantian. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah aktif mendengar. Tanggung jawab dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. 4. Delegatif Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan, pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Pada teori kepemimpinan situasional, terdapat empat gaya kepemimpinan, yang dapat digunakan pemimpin didalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berikut (Likert dalam Wahjosumidjo, 1987): 1. Gaya kepemimpinan direktif, yang dicirikan oleh: a. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya. b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan tugas. c. Konsultatif Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat. d. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan. e. Hubungan dengan bawahan rendah tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya. 2. Gaya kepemimpinan konsultatif, yang dicirikan oleh: a. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan. b. Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan para bawahan. c. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan. d. Hubungan dengan bawahan baik. 3. Gaya kepemimpinan partisipatif, yang dicirikan oleh: a. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan. b. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan. c. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai. d. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. 4. Gaya kepemimpinan delegatif, yang dicirikan oleh: a. Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan bawahan. b. Bawahan mempunyai hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan rendah. Gaya kepemimpinan adalah cara-cara khas yang digunakan atau dilaksanakan oleh seseorang dalam rangka menjalankan kepemimpinannya. Masing-masing pemimpin dapat memiliki gaya yang berbeda. Menurut Wahjosumidjo (1993), gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas: a. Pemimpin selalu memberikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang dipimpin. b. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap orang yang dipimpin. c. Pemimpin meyakinkan kepada orang yang dipimpin bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin. 2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang yang dipimpin: a. Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada mengadakan pengawasan terhadap orang yang dipimpin. b. Pemimpin melibatkan orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan. c. Pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling menghormati diantara sesama anggota kelompok. Mengenai ukuran-ukuran gaya kepemimpinan, Fiedler dalam Siagian (2003) mendefinisikan atas dasar tiga orientasi yang dapat diukur, yaitu: 1. Position power (kekuasaan posisi); kemampuan untuk mencapai produktifitas yang tinggi melalui kerja sama. 2. Task structure (struktur tugas); suatu gaya yang mengutamakan adanya kehendak atau keinginan untuk senantiasa menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. 3. Leader member relations (hubungan pemimpin dengan bawahan); suatu gaya yang menunjukkan perhatian yang mengutamakan hubungan dengan faktor manusia. Dengan melihat uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku pimpinan secara keseluruhan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.2 Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Wahjosumidjo (1993) motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia. Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang berharga, yang tujuannya jelas untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya. Menurut Hasibuan (2003) motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti‘dorongan atau daya penggerak’. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus diberikan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono1 (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, Oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu: a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif. b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999). 2.2.2 Faktor Motivasi Teori Maslow memandang bahwa manusia pada dasarnya melakukan tindakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Maslow mengklasifikasikan kebutuhan manusianya kedalam lima tingkatan (hierarki). 1 Gitosudarmo, dkk.1999.http://elqorni.wordpress.com/2008/05/03/motivasikerja/(diakses tgl 4maret 2009) Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dari tingkat yang paling rendah terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang lebih tinggi lagi. Kebutuhan yang paling dasar yakni kebutuhan fisik atau fisiologis dan yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri (Gambar1). Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan penghargaan Kebutuhan saling memiliki Kebutuhan rasa aman Kebutuhan fisik/fisiologis Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow (Stoner dan Freeman, 1994) Secara ringkas hierarki kebutuhan menurut Maslow dalam Stoner dan Freeman dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisik atau fisiologis mencangkup kebutuhan pokok manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. 2. Kebutuhan rasa aman berwujud pada kebutuhan bebas dari ancaman baik fisik maupun fisiologis, baik ditempat kerja ataupun diluar jam kerja. 3. Kebutuhan rasa memiliki atau sosialisasi mencangkup rasa kasih sayang, rasa memiliki dan diterima dalam pergaulan maupun lingkungannya. 4. Kebutuhan penghargaan berhubungan dengan status yang mencakup akan penghargaan diri serta pengakuan. 5. Kebutuhan aktualisasi diri berupa dorongan untuk menjadi yang diinginkan dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi diri. Herzberg diacu dalam Stoner dan Freeman (1994) mengembangkan teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatifierssatisfier), atau faktor yang membuat orang yang merasa sehat dan faktor yang memotivasi orang (hygiene-motivators), atau faktor ekstrinsik dan intrinsik (extrinsic-intrinsic). Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factors) Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan, apabila kondisi tersebut tidak ada. Kondisi ini adalah faktor yang membuat orang tidak puas atau disebut juga hygiene factor. Faktor ini berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi: gaji/imbalan, hubungan antar karyawan, kondisi kerja, dan administrasi serta kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan. Faktor-faktor ini bukan sebagai motivator, tetapi sebagai keharusan bagi perusahaan. 2. Faktor-faktor Motivasi (Motivation Factors) Faktor-faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya status, prestasi, pengakuan, pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, dan sebagainya.Teori dua faktor ini disebut juga dengan Konsep Higiene. Kedua faktor ini ada yang mempengaruhi kerja para pegawai yaitu faktor yang memberikan kepuasan (faktor-faktor yang memotivasi) dihubungkan dengan faktorfaktor intrinsik yang membuat pekerjaan menjadi menarik, seperti : prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja. Faktor-faktor ketidakpuasan (faktor hygiene) dihubungkan dengan faktor-faktor ekstrinsik mencakup gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, dan semua yang mempengaruhi konteks di mana kerja dilaksanakan. 2.2.3 Perbandingan Teori Maslow dengan Teori Herzberg Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa perbandingan antara teori Maslow dan teori Herzberg adalah sebagai berikut: 1. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima tingkat kebutuhan (kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri) sedangkan Herzberg mengelompokkannya atas dua kelompok (faktor pemuas/motivasi dan bukan pemuas/faktor pemelihara). 2. Menurut Maslow jumlah tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang menurut Herzberg (gaji, upah dan yang sejenisnya) merupakan alat pemelihara bukan alat motivasi, yang merupakan motivator adalah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu sendiri. 3. Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja belum diuji coba kebenarannya, sedang teori Herzberg didasarkan atas hasil penelitiannya. Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan cara terbaik dalam memotivasi semangat kerja agar mereka mau bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal 2.3 Kerangka Pemikiran Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya. Pemimpin yang berhasil bukanlah yang berhasil dari sisi luas tidaknya kekuasaan, namun lebih karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Perwujudan dari setiap kata dan langkah senantiasa mampu memberi pengaruh kuat kepada orang lain. Seorang pemimpin akan membimbing orang lain, mengarahkan orang lain, dan akan memberikan kekuatan pada orang lain, akan memikul tanggung jawab yang paling besar dimana ia harus menanggung resiko dari pemikiran dan tindakan orang lain akibat pengaruh yang ia tanamkan. Dalam hal ini efektifitas kepemimpinan dapat membantu sebuah organisasi dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Dimana diduga bahwa terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan sehingga memberikan semangat dalam bekerja dan pencapaian tujuan organisasi. Gaya Kepemimpinan : 1. Direktif 2. Konsultatif 3. Partisipatif 4. Delegatif Indikator gaya kepemimpinan : a. Komunikasi b. Pemecahan masalah Faktor-faktor motivasi : 1. Gaji 2. Peraturan dan Kebijakan 3. Hubungan Rekan Kerja 4. Hubungan AtasanBawahan 5. Prestasi 6. Pengakuan 7. Tanggung Jawab Pencapaian tujuan organisasi Indikator motivasi kerja : a. Bekerja keras b. Bekerjasama c. Tanggung jawab Motivasi Kerja Gambar 2.Kerangka Pemikiran Keterangan : Hubungan mempengaruhi Yang diteliti 2.3.1 Hipotesis 1. Diduga terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. 2. Diduga faktor-faktor motivasi mempunyai hubungan dengan motivasi kerja karyawan. 2.3.2 Definisi Konseptual 1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku bawahan. 2. Gaya direktif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atas berbagai permasalahan yang dihadapi organisasi, dengan tidak melibatkan para bawahannya, yang dilanjutkan dengan pemberian perintah kepada bawahannya. 3. Gaya konsultatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin melaksanakan proses diskusi dan konsultasi dengan mendengarkan berbagai pertimbangan ataupun keluhan dari para bawahannya, yang dilanjutkan dengan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh pemimpin. 4. Gaya partisipatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat didalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 5. Gaya delegatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai pemimpin memberikan pelimpahan/pendelegasian wewenang pada bawahan, untuk membuat/menetapkan keputusan dalam pemecahan suatu masalah, untuk kemudian dilaksanakannya. 6. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan tujuan perusahaan. 7. Gaji yaitu kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas penghargaannya dalam bekerja, dalam berupa upah, tambahan bonus (upah lembur), dan tunjangan-tunjangan lainnya. 8. Peraturan dan kebijakan perusahaan adalah cara yang ditetapkan oleh perusahaan untuk menjalankan program-program perusahaan yang mendukung karyawan untuk bertingkah laku dalam menghadapi pekerjaannya. 9. Hubungan dengan rekan kerja adalah bentuk kerjasama yang dibina dengan baik antar satu karyawan dengan karyawan lain baik dalam menghadapi pekerjaan maupun dalam hubungan diluar pekerjaan. 10. Hubungan atasan dengan bawahan adalah hubungan timbal-balik antara atasan dengan bawahan, baik didalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan. 11. Prestasi adalah pentingnya pencapaian prestasi sehingga prestasi ini menjadi salah satu pendorong, pembangkit semangat kerja karyawan. 12. Pengakuan adalah imbalan yang diberikan perusahaan sebagai penghargaan atas pencapaian prestasi sesuai dengan standar yang ditentukan oleh perusahaan. 13. Tanggung jawab adalah kepercayaan yang diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya. 14. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. 2.3.3 Definisi Operasional 1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku bawahan. Gaya kepemimpinan pun dibagi menjadi empat (Thoha, 2003), diantaranya yaitu instruksi, konsultasi, partisipasi, dan delegasi. Pengukuran gaya kepemimpinan dilihat dari jumlah skor indikator komunikasi dan pemecahan masalah. Gaya kepemimpinan pun mempunyai skor maksimal berjumlah 50, sedangkan skor minimumnya ialah 10, yang dibagi atas empat bagian, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Range Skor untuk Gaya Kepemimpinan Skor 10-19 20-29 30-39 40-50 Gaya Kepemimpinan Delegatif Partisipatif Konsultatif Direktif Adapun indikator dari gaya kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut: a) Komunikasi: suatu proses berbagi pesan melalui kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan. Komunikasi pun terbagi atas 5 bagian, yang masing-masing mempunyai skor, yaitu: 1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1 2. Tidak Sering dengan skor 2 3. Biasa dengan skor 3 4. Sering dengan skor 4 5. Sangat Sering dengan skor 5 b) Pemecahan masalah: keputusan yang diambil oleh atasan dalam memecahkan suatu permasalahan. Pemecahan masalah pun terbagi dalam 5 bagian yang masing-masing mempunyai skor, yaitu: 1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1 2. Tidak Sering dengan skor 2 3. Biasa dengan skor 3 4. Sering dengan skor 4 5. Sangat Sering dengan skor 5 2. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan tujuan perusahaan. Adapun indikator motivasi yaitu bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Motivasi pun mempunyai skor maksimal berjumlah 75, sedangkan skor minimumnya ialah 15, dan dikelompokkan menjadi 3 bagian yang mempunyai skor masing-masing, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Range Skor untuk Tingkat Motivasi Skor 15-34 35-54 55-75 Tingkat Motivasi Rendah Sedang Tinggi 3. Gaji, dalam hal ini dikategorikan berdasarkan: 1) Rendah: pengharapan berupa upah pokok yang diberikan perusahaan (skor 5-11). 2) Sedang: pengharapan berupa upah yang berasal dari upah pokok dan tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan (skor 12-18). 3) Tinggi: pengharapan berupa upah pokok dan upah tambahan yang berasal bonus dan tunjangan-tunjangan dari perusahaan (skor 19-25). 4. Peraturan dan kebijakan perusahaan, dalam hal ini dikategorikan sebagai berikut : 1) Kurang disiplin: kurangnya pengawasan dalam bekerja dari perusahaan, baik berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 5-11). 2) Cukup disiplin: adanya pengawasan dari perusahaan pada waktu-waktu tertentu saja (skor 12-18). 3) Disiplin: adanya pengawasan yang sangat ketat dari perusahaan, baik berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 19-25). 5. Hubungan dengan rekan sekerja, digolongkan menjadi beberapa kategori, diantaranya yaitu : 1) Kurang baik: kurangnya kerjasama yang baik antar sesama pekerja sehingga tercipta kondisi yang kurang harmonis (skor 5-11). 2) Cukup baik: terjalinnya kerjasama yang baik tetapi hanya sebatas hubungan kerja (skor 12-18). 3) Baik: terjalinnya persahabatan yang erat antar sesama pekerja baik dalam bekerja maupun di luar pekerjaan (skor 19-25). 6. Hubungan atasan dengan bawahan, dalam hal ini digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu: 1) Kurang baik: atasan pujian/penghargaan, tidak pernah memberikan pengarahan, motivasi dalam bekerja dan tidak menjalin persahabatan dengan bawahan, baik dalam bekerja maupun di luar pekerjaan (skor 5-11). 2) Cukup baik: atasan hanya sekedar memberikan pengarahan, pujian/penghargaan, motivasi hanya sebatas hubungan kerja tetapi tidak menjalin persahabatan di luar pekerjaan (skor12-18). 3) Baik: atasan sering memberikan pengarahan, pujian/penghargaan, motivasi, perhatian terhadap ide bawahan dan hubungan saling mempercayai dalam bekerja serta terciptanya hubungan persahabatan antara atasan dengan bawahan didalam bekerja maupun diluar pekerjaan (skor 19-25). 7. Prestasi, dalam hal ini, digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu: 1) Kurang baik: tidak mencapainya target sesuai dengan apa yang diharapkan (skor 5- 11). 2) Cukup baik: mendekatinya pencapaian target sesuai dengan apa yang diharapkan (skor 12-18). 3) Baik: tercapainya target sesuai dengan yang apa yang diharapkan (skor 19-25). 8. Pengakuan, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu : 1) Pengakuan yang rendah: tidak adanya penghargaan dari atasan dan perusahaan atas prestasi kerja (skor 5-11). 2) Pengakuan yang sedang: adanya penghargaan atas prestasi kerja hanya berupa pujian dari atasan (skor12-18). 3) Pengakuan yang tinggi: adanya penghargaan atas prestasi kerja baik berupa pujian dari atasan maupun penghargaan yang diberikan perusahaan (skor 19-25). 9. Tanggung jawab, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu : 1) Tanggung jawab yang rendah: pekerja tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja dan tidak menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 5-11). 2) Tanggung jawab yang sedang: pekerja biasa-biasa saja dalam bekerja, tidak terlalu buruk dan tidak terlalu baik (skor 12-18). 3) Tanggung jawab yang tinggi: pekerja bersungguh-sungguh dalam bekerja dan menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 19-25). 10. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.