bab ii tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri
sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk
mencapai cita-cita bersama. Melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta
diimbangi dengan sikap disiplin mereka mengatasi masalah bersama karyawan
secara efektif dan efisien. Hal itu juga diimbangi oleh interaksi yang positif, yaitu
keterampilan utama dalam mengelola sumber daya manusia. Pemimpin juga harus
sensitif dalam berinteraksi, baik terhadap bahasa verbal, nada suara, maupun
nonverbal atau bahasa tubuh (body language) (Wahjosumidjo, 1987).
Wahjosumidjo (1987) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan
hubungan kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu bentuk
hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dengan yang
dipimpin, di mana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau sekelompok
orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan/kekuasaan yang ada pada
orang yang memimpin. Dalam hal ini orang yang memimpin lebih banyak
mempengaruhi dari pada dipengaruhi.
Menurut Agustian (2001), pemimpin yang dipercaya ialah pemimpin yang
memiliki integritas tinggi dengan penuh keberanian serta berusaha tanpa
mengenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang seseorang cita-citakan. Citacita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan
langkahnya sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk
mengikutinya atau tidak mengikutinya. Integritas akan membuat seseorang
dipercaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Integritas disini
maksudnya ialah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan
kepercayaan.
Siagian (2003) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam konteks suatu
organisasi,adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki
jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga
melalui perilaku yang positif, ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian
tujuan organisasi. Abdulsyani (1987), mendefinisikan kepemimpinan sebagai
suatu proses pemberian pengaruh dan pengarahan dari seorang pemimpin terhadap
orang lain (atau kelompok orang) untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan makna tentang kepemimpinan yaitu
suatu cara mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti apa yang diinginkan
dalam rangka mencapai tujuan bersama.
2.1.2 Karakteristik Pemimpin
Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh
setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Ada empat
karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin
(Sunindhia dan Widiyanti diacu dalam Hakiem 2003):
a. Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saransaran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya.
b. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya.
c. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada
organisasinya.
d. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan
berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan.
Teori kepemimpinan berdasarkan ciri (traits theory) memberi petunjuk
tentang ciri-ciri pemimpin yaitu (Siagian, 2003):
a. Pengetahuan umum yang luas.
b. Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.
c. Kemampuan analitik.
d. Sifat inkuisitif atau rasa ingin tahu.
e. Keterampilan berkomunikasi secara efektif.
f. Kemampuan menentukan skala prioritas.
g. Rasionalitas.
h. Keteladanan.
i. Ketegasan.
j. Orientasi masa depan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa pemimpin
harus memiliki keahlian dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan orangorang yang dipimpin. Keahlian ini terlihat dari sifat, watak dan perilaku yang
tercermin dalam setiap tindakan.
Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa
karakteristik seperti (1) tanggung jawab seimbang, keseimbangan disini adalah
antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab
terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut; (2) model peranan yang
positif, peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang
diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu; (3) memiliki
keterampilan komunikasi yang baik, pemimpin yang baik harus bisa
menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat;
(4) memiliki pengaruh positif, pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap
karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif; (5)
mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin yang sukses
adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan
pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap sudut pandangnya serta
mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut
(Pulungan, 2001).
2.1.3 Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Menurut Siagian (2003), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki
adalah:
1. Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam usaha
pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak
diluar organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai
“stakeholder”.
3. Komunikator yang efektif.
4. Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi
konflik yang mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerja
yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya.
5. Integrator yang rasional dan objektif.
Dengan menjalankan fungsi kepemimpinan yang hakiki tersebut, pemimpin
diharapkan dapat membawa para pengikutnya ketujuan yang hendak dicapai.
Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa kepemimpinan
berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/
organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di
dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala
sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi
sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan
dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002):
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan
(direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau
keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas
pokok kelompok/organisasi.
Seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi harus melaksanakan
berbagai fungsi kepemimpinan. Menurut Frunzi dan Savini diacu dalam Hidayat
(2005) terdapat lima fungsi kepemimpinan yang merupakan karakteristik
kepemimpinan, yaitu:
1. Pengajaran, dengan memberikan pengarahan khusus, saran dan bimbingan
kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
2. Konseling, dengan mewawancarai para karyawan dan membantu mereka
dalam menemukan jawabannya.
3. Evaluasi, dalam melakukan pengawasan, peninjauan, penilaian terhadap
karyawan sebagai timbal-balik terhadap kinerja karyawan.
4. Delegasi, dengan memberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang
kepada karyawan yang dirasa kompeten.
5. Pemberian imbalan, dengan menyediakan pengakuan nyata maupun tidak
nyata kepada karyawan yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
2.1.4 Gaya Kepemimpinan dalam Proses Pengambilan Keputusan
Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan suatu faktor yang
menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi atau perusahaan. Dalam arti
luas, kepemimpin dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas
berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Kepemimpinan mengandung arti
kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain baik perorangan maupun
kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tatakrama
birokrasi karena kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi dan bisa
terjadi
dimana
saja,
asalkan
seseorang
menunjukkan
kemampuannya
mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu (Rivai,
2002).
Thoha (2003) menjelaskan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam
mengambil keputusan, terbagi atas empat gaya kepemimpinan yaitu:
1. Instruksi
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan, yang
dicirikan oleh komunikasi satu arah, pemimpin memberikan batasan
peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang mekanisme
pelaksanaan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan proses
pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin.
2. Konsultatif
Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi
dukungan, masih banyak memberikan pengarahan dan pengambilan
keputusan, tetapi diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua
arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar perasaan pengikut, baik
berupa ide maupun saran mereka tentang keputusan yang dibuat.
3. Partisipatif
Perilaku pemimpin yang tinggi dan rendah pengarahan, dalam hal ini
posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan di
pegang secara bergantian. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan
pemimpin adalah aktif mendengar. Tanggung jawab dan pembuatan
keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut.
4. Delegatif
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan,
pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan,
sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian
proses pembuatan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan.
Pada teori kepemimpinan situasional, terdapat empat gaya
kepemimpinan, yang dapat digunakan pemimpin didalam proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berikut (Likert dalam
Wahjosumidjo, 1987):
1. Gaya kepemimpinan direktif, yang dicirikan oleh:
a. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan
seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya
memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya.
b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan
tugas.
c. Konsultatif Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat.
d. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang
tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan.
e. Hubungan dengan bawahan rendah tidak memberikan motivasi kepada
bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena
pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan konsultatif, yang dicirikan oleh:
a. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh
pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan.
b. Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan
yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan
para bawahan.
c. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka
memberikan motivasi kepada bawahan.
d. Hubungan dengan bawahan baik.
3. Gaya kepemimpinan partisipatif, yang dicirikan oleh:
a. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila
pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran
dan pendapat dari bawahan.
b. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan
pekerjaan.
c. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang
penuh persahabatan dan saling mempercayai.
d. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas
pentingnya
peranan
bawahan
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
organisasi.
4. Gaya kepemimpinan delegatif, yang dicirikan oleh:
a. Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan
bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah dengan bawahan.
b. Bawahan
mempunyai
hak
untuk
menentukan
langkah-langkah
bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan
rendah.
Gaya kepemimpinan adalah cara-cara khas yang digunakan atau
dilaksanakan oleh seseorang dalam rangka menjalankan kepemimpinannya.
Masing-masing pemimpin dapat memiliki gaya yang berbeda. Menurut
Wahjosumidjo (1993), gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas:
a. Pemimpin selalu memberikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang
dipimpin.
b. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap orang
yang dipimpin.
c. Pemimpin meyakinkan kepada orang yang dipimpin bahwa tugas-tugas
harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang yang dipimpin:
a. Pemimpin
lebih
memberikan
motivasi
daripada
mengadakan
pengawasan terhadap orang yang dipimpin.
b. Pemimpin melibatkan orang yang dipimpin dalam mengambil
keputusan.
c. Pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan
kerjasama yang saling menghormati
diantara sesama anggota
kelompok.
Mengenai ukuran-ukuran gaya kepemimpinan, Fiedler dalam Siagian
(2003) mendefinisikan atas dasar tiga orientasi yang dapat diukur, yaitu:
1. Position power (kekuasaan posisi); kemampuan untuk mencapai produktifitas
yang tinggi melalui kerja sama.
2. Task structure (struktur tugas); suatu gaya yang mengutamakan adanya
kehendak atau keinginan untuk senantiasa menyelesaikan tugas atau
pekerjaannya.
3. Leader member relations (hubungan pemimpin dengan bawahan); suatu gaya
yang menunjukkan perhatian yang mengutamakan hubungan dengan faktor
manusia.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku pimpinan secara
keseluruhan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.2 Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Wahjosumidjo (1993) motivasi adalah dorongan kerja yang
timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar
mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) dimaksudkan
desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan
kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak
lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia. Manusia dalam aktivitas
kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat
menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang
berharga, yang tujuannya jelas untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram,
rasa aman dan sebagainya.
Menurut Hasibuan (2003) motivasi berasal dari kata latin movere yang
berarti‘dorongan atau daya penggerak’. Motivasi ini hanya diberikan kepada
manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena
dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan
antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus diberikan
pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian
pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Menurut Gitosudarmo dan Mulyono1 (1999) motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan
tertentu, Oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor
pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang
manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut.
Motivasi atau dorongan untuk bekerja sangat penting bagi tinggi rendahnya
produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja
untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah
ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar
dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama
demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan
manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).
2.2.2 Faktor Motivasi
Teori Maslow memandang bahwa manusia pada dasarnya melakukan
tindakan
dengan
tujuan
untuk
memenuhi
kebutuhannya.
Maslow
mengklasifikasikan kebutuhan manusianya kedalam lima tingkatan (hierarki).
1
Gitosudarmo, dkk.1999.http://elqorni.wordpress.com/2008/05/03/motivasikerja/(diakses tgl 4maret 2009)
Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dari tingkat yang paling rendah
terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang lebih tinggi
lagi. Kebutuhan yang paling dasar yakni kebutuhan fisik atau fisiologis dan yang
paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri (Gambar1).
Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan saling memiliki
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan fisik/fisiologis
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow (Stoner dan Freeman, 1994)
Secara ringkas hierarki kebutuhan menurut Maslow dalam Stoner dan Freeman
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisik atau fisiologis mencangkup kebutuhan pokok manusia
dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti kebutuhan sandang,
pangan dan papan.
2. Kebutuhan rasa aman berwujud pada kebutuhan bebas dari ancaman baik
fisik maupun fisiologis, baik ditempat kerja ataupun diluar jam kerja.
3. Kebutuhan rasa memiliki atau sosialisasi mencangkup rasa kasih sayang,
rasa memiliki dan diterima dalam pergaulan maupun lingkungannya.
4. Kebutuhan penghargaan berhubungan dengan status yang mencakup akan
penghargaan diri serta pengakuan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri berupa dorongan untuk menjadi yang
diinginkan dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi
diri.
Herzberg diacu dalam Stoner dan Freeman (1994) mengembangkan teori
dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang
merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatifierssatisfier), atau faktor yang membuat orang yang merasa sehat dan faktor yang
memotivasi orang (hygiene-motivators), atau faktor ekstrinsik dan intrinsik
(extrinsic-intrinsic). Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh
dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1. Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factors)
Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu
keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan,
apabila kondisi tersebut tidak ada. Kondisi ini adalah faktor yang membuat
orang tidak puas atau disebut juga hygiene factor. Faktor ini berhubungan
dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman)
badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus karena
kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor
pemeliharaan ini meliputi: gaji/imbalan, hubungan antar karyawan, kondisi
kerja, dan administrasi serta kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan.
Faktor-faktor ini bukan sebagai motivator, tetapi sebagai keharusan bagi
perusahaan.
2. Faktor-faktor Motivasi (Motivation Factors)
Faktor-faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan, misalnya status, prestasi, pengakuan,
pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, dan sebagainya.Teori dua
faktor ini disebut juga dengan Konsep Higiene. Kedua faktor ini ada yang
mempengaruhi kerja para pegawai yaitu faktor yang memberikan
kepuasan (faktor-faktor yang memotivasi) dihubungkan dengan faktorfaktor intrinsik yang membuat pekerjaan menjadi menarik, seperti :
prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang
berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja. Faktor-faktor
ketidakpuasan
(faktor hygiene) dihubungkan dengan faktor-faktor
ekstrinsik mencakup gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, dan semua
yang mempengaruhi konteks di mana kerja dilaksanakan.
2.2.3 Perbandingan Teori Maslow dengan Teori Herzberg
Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa perbandingan antara teori
Maslow dan teori Herzberg adalah sebagai berikut:
1. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu
terdiri dari lima tingkat kebutuhan (kebutuhan fisik, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan,
kebutuhan aktualisasi diri) sedangkan Herzberg mengelompokkannya
atas dua kelompok (faktor pemuas/motivasi dan bukan pemuas/faktor
pemelihara).
2. Menurut Maslow jumlah tingkat kebutuhan itu merupakan alat
motivator, sedang menurut Herzberg (gaji, upah dan yang sejenisnya)
merupakan alat pemelihara bukan alat motivasi, yang merupakan
motivator adalah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu
sendiri.
3. Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja belum diuji
coba kebenarannya, sedang teori Herzberg didasarkan atas hasil
penelitiannya.
Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan
cara terbaik dalam memotivasi semangat kerja agar mereka mau bekerja giat
untuk mencapai prestasi kerja yang optimal
2.3 Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat
orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha
mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau
bimbingan, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi
menjadi
renggang
(lemah).
Keadaan
ini
menimbulkan
situasi
dimana
perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu
keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya.
Pemimpin yang berhasil bukanlah yang berhasil dari sisi luas tidaknya
kekuasaan, namun lebih karena kemampuannya memberikan motivasi dan
kekuatan kepada orang lain. Perwujudan dari setiap kata dan langkah senantiasa
mampu memberi pengaruh kuat kepada orang lain. Seorang pemimpin akan
membimbing orang lain, mengarahkan orang lain, dan akan memberikan kekuatan
pada orang lain, akan memikul tanggung jawab yang paling besar dimana ia harus
menanggung resiko dari pemikiran dan tindakan orang lain akibat pengaruh yang
ia tanamkan. Dalam hal ini efektifitas kepemimpinan dapat membantu sebuah
organisasi dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Dimana diduga bahwa
terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan
sehingga memberikan semangat dalam bekerja dan pencapaian tujuan organisasi.
Gaya Kepemimpinan :
1. Direktif
2. Konsultatif
3. Partisipatif
4. Delegatif
Indikator gaya
kepemimpinan :
a. Komunikasi
b. Pemecahan masalah
Faktor-faktor motivasi :
1. Gaji
2. Peraturan dan Kebijakan
3. Hubungan Rekan Kerja
4. Hubungan AtasanBawahan
5. Prestasi
6. Pengakuan
7. Tanggung Jawab
Pencapaian
tujuan
organisasi
Indikator motivasi
kerja :
a. Bekerja keras
b. Bekerjasama
c. Tanggung jawab
Motivasi Kerja
Gambar 2.Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Hubungan mempengaruhi
Yang diteliti
2.3.1 Hipotesis
1. Diduga terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja
karyawan.
2. Diduga faktor-faktor motivasi mempunyai hubungan dengan motivasi
kerja karyawan.
2.3.2 Definisi Konseptual
1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan
perilaku bawahan.
2. Gaya direktif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin
melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atas berbagai
permasalahan yang dihadapi organisasi, dengan tidak melibatkan para
bawahannya, yang dilanjutkan
dengan pemberian perintah kepada
bawahannya.
3. Gaya konsultatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin
melaksanakan proses diskusi dan konsultasi dengan mendengarkan
berbagai pertimbangan ataupun keluhan dari para bawahannya, yang
dilanjutkan dengan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh
pemimpin.
4. Gaya partisipatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin dan
bawahan sama-sama terlibat didalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah.
5. Gaya delegatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai pemimpin
memberikan pelimpahan/pendelegasian wewenang pada bawahan, untuk
membuat/menetapkan keputusan dalam pemecahan suatu masalah, untuk
kemudian dilaksanakannya.
6. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang
karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan
tujuan perusahaan.
7. Gaji yaitu kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas
penghargaannya dalam bekerja, dalam berupa upah, tambahan bonus
(upah lembur), dan tunjangan-tunjangan lainnya.
8. Peraturan dan kebijakan perusahaan adalah cara yang ditetapkan oleh
perusahaan untuk menjalankan program-program perusahaan yang
mendukung karyawan untuk bertingkah laku dalam menghadapi
pekerjaannya.
9. Hubungan dengan rekan kerja adalah bentuk kerjasama yang dibina
dengan baik antar satu karyawan dengan karyawan lain baik dalam
menghadapi pekerjaan maupun dalam hubungan diluar pekerjaan.
10. Hubungan atasan dengan bawahan adalah hubungan timbal-balik antara
atasan dengan bawahan, baik didalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan.
11. Prestasi adalah pentingnya pencapaian prestasi sehingga prestasi ini
menjadi salah satu pendorong, pembangkit semangat kerja karyawan.
12. Pengakuan
adalah
imbalan
yang
diberikan
perusahaan
sebagai
penghargaan atas pencapaian prestasi sesuai dengan standar yang
ditentukan oleh perusahaan.
13. Tanggung jawab adalah kepercayaan yang diberikan atasan kepada
bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga bawahan merasa
mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya.
14. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu
organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.
2.3.3 Definisi Operasional
1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan
perilaku bawahan. Gaya kepemimpinan pun dibagi menjadi empat (Thoha,
2003), diantaranya yaitu instruksi, konsultasi, partisipasi, dan delegasi.
Pengukuran gaya kepemimpinan dilihat dari jumlah skor indikator
komunikasi
dan
pemecahan
masalah.
Gaya
kepemimpinan
pun
mempunyai skor maksimal berjumlah 50, sedangkan skor minimumnya
ialah 10, yang dibagi atas empat bagian, yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Range Skor untuk Gaya Kepemimpinan
Skor
10-19
20-29
30-39
40-50
Gaya Kepemimpinan
Delegatif
Partisipatif
Konsultatif
Direktif
Adapun indikator dari gaya kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut:
a) Komunikasi:
suatu
proses
berbagi
pesan
melalui
kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan. Komunikasi pun terbagi atas 5
bagian, yang masing-masing mempunyai skor, yaitu:
1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1
2. Tidak Sering dengan skor 2
3. Biasa dengan skor 3
4. Sering dengan skor 4
5. Sangat Sering dengan skor 5
b) Pemecahan masalah: keputusan yang diambil oleh atasan dalam
memecahkan suatu permasalahan. Pemecahan masalah pun terbagi
dalam 5 bagian yang masing-masing mempunyai skor, yaitu:
1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1
2. Tidak Sering dengan skor 2
3. Biasa dengan skor 3
4. Sering dengan skor 4
5. Sangat Sering dengan skor 5
2. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang
karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan
tujuan perusahaan. Adapun indikator motivasi yaitu bekerja keras,
bekerjasama dan bertanggung jawab. Motivasi pun mempunyai skor
maksimal berjumlah 75, sedangkan skor minimumnya ialah 15, dan
dikelompokkan menjadi 3 bagian yang mempunyai skor masing-masing,
yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Range Skor untuk Tingkat Motivasi
Skor
15-34
35-54
55-75
Tingkat Motivasi
Rendah
Sedang
Tinggi
3. Gaji, dalam hal ini dikategorikan berdasarkan:
1) Rendah: pengharapan berupa upah pokok yang diberikan perusahaan
(skor 5-11).
2) Sedang: pengharapan berupa upah yang berasal dari upah pokok dan
tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan (skor 12-18).
3) Tinggi: pengharapan berupa upah pokok dan upah tambahan yang
berasal bonus dan tunjangan-tunjangan dari perusahaan (skor 19-25).
4. Peraturan dan kebijakan perusahaan, dalam hal ini dikategorikan sebagai
berikut :
1) Kurang disiplin: kurangnya pengawasan dalam bekerja dari perusahaan,
baik berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 5-11).
2) Cukup disiplin: adanya pengawasan dari perusahaan pada waktu-waktu
tertentu saja (skor 12-18).
3) Disiplin: adanya pengawasan yang sangat ketat dari perusahaan, baik
berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 19-25).
5. Hubungan dengan rekan sekerja, digolongkan menjadi beberapa kategori,
diantaranya yaitu :
1) Kurang baik: kurangnya kerjasama yang baik antar sesama pekerja
sehingga tercipta kondisi yang kurang harmonis (skor 5-11).
2) Cukup baik: terjalinnya kerjasama yang baik tetapi hanya sebatas
hubungan kerja (skor 12-18).
3) Baik: terjalinnya persahabatan yang erat antar sesama pekerja baik
dalam bekerja maupun di luar pekerjaan (skor 19-25).
6. Hubungan atasan dengan bawahan, dalam hal ini digolongkan menjadi
beberapa kategori yaitu:
1) Kurang
baik:
atasan
pujian/penghargaan,
tidak
pernah
memberikan
pengarahan,
motivasi dalam bekerja dan tidak menjalin
persahabatan dengan bawahan, baik dalam bekerja maupun di luar
pekerjaan (skor 5-11).
2) Cukup
baik:
atasan
hanya
sekedar
memberikan
pengarahan,
pujian/penghargaan, motivasi hanya sebatas hubungan kerja tetapi tidak
menjalin persahabatan di luar pekerjaan (skor12-18).
3) Baik: atasan sering memberikan pengarahan, pujian/penghargaan,
motivasi, perhatian terhadap ide bawahan dan hubungan saling
mempercayai dalam bekerja serta terciptanya hubungan persahabatan
antara atasan dengan bawahan didalam bekerja maupun diluar
pekerjaan (skor 19-25).
7. Prestasi, dalam hal ini, digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu:
1) Kurang baik: tidak mencapainya target sesuai dengan apa yang
diharapkan (skor 5- 11).
2) Cukup baik: mendekatinya pencapaian target sesuai dengan apa yang
diharapkan (skor 12-18).
3) Baik: tercapainya target sesuai dengan yang apa yang diharapkan (skor
19-25).
8. Pengakuan, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1) Pengakuan yang rendah: tidak adanya penghargaan dari atasan dan
perusahaan atas prestasi kerja (skor 5-11).
2) Pengakuan yang sedang: adanya penghargaan atas prestasi kerja hanya
berupa pujian dari atasan (skor12-18).
3) Pengakuan yang tinggi: adanya penghargaan atas prestasi kerja baik
berupa pujian dari atasan maupun penghargaan yang diberikan
perusahaan (skor 19-25).
9. Tanggung jawab, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1) Tanggung jawab yang rendah: pekerja tidak bersungguh-sungguh dalam
bekerja dan tidak menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 5-11).
2) Tanggung jawab yang sedang: pekerja biasa-biasa saja dalam bekerja,
tidak terlalu buruk dan tidak terlalu baik (skor 12-18).
3) Tanggung jawab yang tinggi: pekerja bersungguh-sungguh dalam
bekerja dan menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 19-25).
10. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu
organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Download