1 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH KOTA AMBON DALAM MENANGANI PEMUKIMAN YANG BERDAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PESISIR LATERI AMBON RESPONSIBILITY AMBON CITY OF GOVERNMENT IN HANDLING HOUSING DEVELOPMENT WHICH IMPACTS ON THE COASTAL ENVIRONMENT LATERI AMBON Heindra Lekatompessy1, M. Djafar Saidi2, Ambo Tuwo3 1 Bagian Manajemen Lingkungan, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Universitas Hasanuddin 2 Bagian Pajak, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin 3 Bagian Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Heindra Lekatompessy Jl. Dr. Siwabessy. RT/RW : 002/04 Ambon Maluku HP: 081247033312 Email: [email protected] 2 ABSTRAK Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk di kota Ambon mengakibatkan perubahan fungsi hutan meningkat menjadi area perumahan dan kawasan pemukiman. Penelitian ini bertujuan 1) . Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup pesisir. 2). Untuk mnegetahui faktor penghambat pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup pesisir. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Ambon. Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder. Jenis penelitian ini adalah Jenis Penelitian yang digunakan adalah “Deskriptif Analitis”. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi dan mungkin juga dalam bentuk tabel. Hasil Penelitian diperoleh 1. Pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah Kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Ambon berjalan kurang optimal. Terlihat jelas bahwa ada 4 (empat) faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan tanggung pemerintah daerah Kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup baik secara substansial, kelembagaan, peran serta masyarakat maupun fungsi pengawasan Kata Kunci: Masyarakat, Pelaku Usaha, Pemerintah Daerah Kota Ambon ABSTRACT In line with the increase of population in the city of Ambon resulted in increased conversion of forest into residential areas and residential areas . This study aims to 1 ) . To find out how the implementation of the responsibilities of local government in the city of Ambon coastal environmental management . 2 ) . To mnegetahui factors inhibiting the implementation of the responsibilities of local governments in the city of Ambon coastal environmental management . This research was conducted in the city of Ambon . In this study the type of data collected consists of data that is primary and which is secondary . This type of research is the study type used is " Descriptive Analytical " . The process is done by checking , examining the data that have been obtained to ensure whether the data can be accounted for in accordance with reality . Once the data is processed and then the next is enough presented in narrative form and may also be in the form of a table . Results obtained 1 . Implementation of local government responsibilities Ambon in environmental management in the city of Ambon runs less than optimal . It is clear that there are four (4 ) factors that become an obstacle to the implementation of the local government in the city of Ambon good environmental management substantially, institutional , public participation and oversight functions Keywords: Communities, business communities, Local Government Ambon 3 PENDAHULUAN Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk di kota Ambon mengakibatkan perubahan fungsi hutan meningkat menjadi area perumahan dan kawasan pemukiman. Permasalahan tersebut terlihat sangat jelas di daerah pesisir Desa Lateri. Perubahan vegetasi penutup menjadi perumaha dan kawasan pemukiman di daerah hulu mengakibatkan erosi karena curahan air hujan langsung jatuh ke tanah atau menjadi air larian. Hasil dari erosi adalah sedimen. Jika curah hujan tinggi dan pengikisan tanah berlangsung terus menerus maka air larian yang mengandung partikel-partikel dan akan mengancam keberadaan ekosistem pesisir. Berdasarkan rencana umum tata ruang kota Ambon, maka kegiatan pengembangan terhadap perumahan dan kawasan pemukiman terus digalakan guna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat golongan menengah dan golongan atas. Dengan dilakukannya pengembangan besar – besaran terhadap perumahan dan kawasan pemukiman di Desa Lateri oleh pengembang perumahan dengan tidak melihat pada norma-norma lingkungan sehingga terjadi alih fungsi hutan, maka timbul permasalahan yang merupakan dampak dari kegiatan tersebut yaitu erosi dan sedimentasi yang berdampak langsung terhadap lingkungan pesisir laut. Pengusuran hutan untuk dijadikan perumahan dan kawasan pemukiman telah merusakan lingkungan hidup sekitarnya, apalagi dengan curah hujan yang tinggi dan pengikisan tanah berlangsung terus-menerus maka air akan membawah partikel-partikel tanah dan akan mengancam keberadaan ekosistem darat maupun laut di wilayah kelurahan Lateri Ambon. Berdasarkan Penelitian Tahun 2006 oleh Fakultas Perikanan Unpatti Ambon, telah membuktikan Bahwa akibat kepentingan pembangunan perumahan dan pemukiman di lahan atas telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hingga ke laut khususnya pada dampak yang sudah terlihat adalah tingginya tingkat sedimentasi dibagian pesisir pantai Lateri Kota Ambon, dimana dapat teramati saat curah hujan tinggi dan berlangsung lama maka warna air laut berubah menjadi kocoklatan. Hal ini disebabkan karena banyaknya partikel-partikel padat yang terlarut dalam kolom air akibat hilangnya vegetasi penutup lahan. Bila curah hujan tinggi dan berlangsung lama maka proses pengikisan tanah lebih cepat terjadi. Sesuai dengan hasil pengukuran konsentrasi sedimen, arus, debit sedimen dan curah hujan di Waiyate Kelurahan Lateri pada bulan Juni 2006, menunjukan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 26 Juni 2006 sebesar 165.8 mm dengan debit sedimen 4 sebesar 4443 kg/hari atau 16.2%. curah hujan memang mempengaruhi debit sedimen walaupun tidak secara langsung. Curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi air larian. Air larian adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Jika tidak ada vegetasi penutup tanah maka semua hujan yang jatuh ke permukaan akan langsung berubah menjadi air larian (Tuhumury, dkk. 2006). Tuhumury, dkk (2007) mengatakan bahwa debit sedimen dari sungai Waiyate yang masuk ke laut pada Juni 2006 (12 hari) sebesar 27.361 kg sedangkan Juni-Juli 2007 (18 hari) sebesar 13.966 kg. Besarnya sedimen yang masuk ke laut mengakibatkan perubahan pada substrat yang berwarna coklat kemerahan. Hal ini menyebabkan terjadinya kekeringan pada pohon mangrove yang berada dekat hilir sungai Waiyate. Terlepas dari penelitian Tahun 2006 ada juga penelitian yang dilakukan pada Tahun 2008 dimana Total debit sedimen (Qs) untuk kategori sedimen tersuspensi pada bulan Juli 2008 sebesar 12,2160 ton/23 hari pengamatan (rata-rata 0,5311 ton/hari) dengan rerata konsentrasi sedimen (Cs) sebesar 878,02 mg/l. Nilai Qs tertinggi terjadi pada tanggal 23 Juli 2008 sebesar 4,9205 ton/hari dengan nilai Cs sebesar 1722,22 mg/l dan nilai Q sebesar 19,84 m3/det. Nilai Qs yang tinggi disebabkan oleh adanya curah hujan yang tinggi di hari tersebut yaitu 83,6 mm yang mengakibatkan besarnya nilai Q (debit sungai). Berdasarkan data BMG, curah hujan pada bulan Juli merupakan tertinggi kedua setelah bulan Agustus yaitu sebesar 811 mm dengan 27 hari hujan (Tuhumury, dkk. 2008). Penelitian ini bertujuan : 1) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup pesisir. 2) Untuk mengetahui faktor penghambat pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup pesisir 5 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Ambon Provinsi Maluku, karena kota Ambon merupakan salah satu kota yang mulai berkembang baik dari segi pembangunan dan penataan kota untuk mewujudkan Ambon kota yang berwawasan lingkungan. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data di lapangan (field research). Data primer ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan observasi. Analisis Data Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum dapat ditarik kesimpulan guna mencapai tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi dan mungkin juga dalam bentuk tabel. Setelah data terkumpul lengkap dan telah diolah dengan menggunakan narasi ataupun tabel maka selanjutnya dianalisis secara kualitatif melalui tahap-tahap konseptualisasi, kategorisasi, relasi dan eksplanasi. HASIL Pelakasanaan Tanggung Jawab Pemerintah Kota Ambon Dalam Pengelolaan Lingkungan Pesisir Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Kota Ambon (La Acha, 17 Juni 2013 ) mengatakan bahwa upaya pelestarian lingkungan hidup wilayah pesisir yang serasi dan seimbang dilakukan dengan upaya menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam wawancara tersebut Acha juga mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup kota Ambon untuk menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup di kota Ambon, dilakukan dengan menggunakan upaya preventif. Upaya preventif yang dilakukan oleh Badan Pengendalian 6 Dampak Lingkungan Hidup agar tidak terjadi kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup adalah: a) Penyuluhan (sosialisasi) bidang hukum kepada masyarakat dan pelaku usaha yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Penyulahan ini biasanya dilakukan secara bertahap dalam setiap tahunnya yakni setiap 6 (enam) bulan sekali dalam setahun. Terlepas dari pada penyuluhan, juga diadakan pembinaan dan masukan kepada pelaku usaha mengenai perlu dan pentingnya pencegahan terhadap pencemaran lingkungan hidup. b) Servei Langsung yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali dalam setahun yang sepenuhnya ditangani oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup kota Ambon. Survei yang dilakukan berjuan untuk mengetahui apakah pelaku usaha dan masyarakat telah benar-benar paham dan mengerti tentang pentingnya pelestarian lingkunga hidup. Hasil tersebut disajikan pada tabel 1. Faktor Penghambat Pelaksanaan Tanggung Jawab Pemerintah Kota Ambon Dalam Pengelolaan Lingkungan Pesisir Faktor Penegakan Hukum, Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Penegakan Hukum Lingkungan dan Kemitraan Kota Ambon, Semuel Matulessy dalam wawancara 17 Juni 2013 mengatakan bahwa penegakan hukum lingkungan yang dilakukan di Kota Ambon berjalan tidak seimbang, karena sanksi hukum yang sering diberikan kepada pelaku usaha hanyalah sanksi hukum adminitratif, sedangkan sanksi hukum perdata dan sanksi hukum pidana hampir tidak pernah di terapkan. Terkait dengan penegakan hukum lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Ambon, maka dapat dilihat tanggapan para responden pada tabel 2. Kelembagaan Lingkungan Hidup, Berdasarkan data yang diperoleh dengan menggunakan metode pengisian kuisioner dapat dikatakan bahwa fungsi dari kelembagaan lingkungan hidup sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat ke daerah tidak sinergik. Hasil tersebut di sajikan pada tabel 3. Peran Serta Masyarakat, Dari data yang diperoleh dengan menggunakan metode pengisian kuisioner dapat di dikatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Ambon tidak optimal. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Kota Ambon, La Acha, dalam wawancara 17 Juni 2013 mengatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Ambon sangat minim, hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan dimasa kini maupun kehidupan di masa mendatang. Meraka hanya memanfaatkan lingkungan hidup untuk kepentingan diri meraka sendiri tanpa 7 memikirkan dampak yang akan terjadi terhadap orang lain maupun lingkungan hidup itu sendiri. Hasil tersebut disajikan pada tabel 4. Fungsi Pengawasan, Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode pengisian kuisioner oleh tiga instansi pemerintah Kota Ambon dapat di dikatakan bahwa pengawasan yang dilakukan di Kota Ambon kurang optimal. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Kota Ambon, La Acha, dalam wawancara 17 Juni 2013 mengatakan bahwa lemahnya pemerintah daerah Kota Ambon dalam melakukan pengawasan, hal ini disebabkan karena kurangnya sarana dan prasarana penunjang untuk melakukan pengawasan (transportasi darat dan laut). Untuk itu sangat diharapkan kepada pemerintah agar dapat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pemerintah daerah maupun pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap suatu kegiatan/usaha yang memanfaatkan sumber daya alam mengingat kondisi setiap daerah itu sangat berbeda topografinya. Hasil tersebut disajikan pada tabel 5 PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tanggung jawab pemerintah kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan pesisir dengan menggunakan upaya preventif berjalan kurang optimal. Dimana pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diimbangi dengan ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktivitas manusia (Salim, dkk. 2011). Menurut Sriyanto (2007) Untuk melindungi lingkungan hidup dari kerusakan akibat berbagai upaya aktivitas pembangunan maka perlu adanya upaya pengelolaan lingkungan hidup. Berhitu (2010), menyatakan pola lingkungan permukiman/kawasan perumahan yang banyak dibangun saat mi adalah berpola grid, yang dalam perkembangannya pembangunan kawasan perumahan tersebut cenderung memanfaatkan daerah-daerah perbukitan yang terletak pada kemiringan lereng antara 15-30%. Keadaan ini perlu diwaspadai, untuk mencegah terjadmnya menurunnya daya dukung/kerusakan lingkungan. untuk itu 8 diperlukan adanya kegiatan pengawasan dan pengendalian yang lebih kontinu terhadap segala bentuk kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan dalam skala besar. Lainnya dengan Sihasale (2013), mengatakan bahwa sebagian besar penduduk kota ambon hidup di wilayah pesisir dan laut dan kehidupan mereka bergantung pada sumberdaya hayati laut dan pesisir. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan harus ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. (Sudarmadji, 2008). Menurut Machmud pada waktu hukum diterapkan oleh lembaga penerapan hukum sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial dan pribadi yang diluar hukum. Kekuatan sosial dan pribadi disini adalah dominasi kekuasaan dalam proses penegakan hukum pidana lingkungan, intervensi kekuasaan, merosotnya kinerja peradilan, konflik kepentingan, intervensi politik, ketergantungan penerapan hukum pidana pada hukum administratif (Machmud, 2012). Panjaitan (2007) juga mengatakn rendahnya peraturan dan penegakan hukum tidak terlepas dari rendahnya kualitas SDM baik dikalangan masyarakat maupun aparat hukum yang berada di wilayah pesisir. Lemahnya peraturan dan penegakan hukum tercermin dari sikap dan pengetahua masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan dengan UU No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Demikian juga halnya dengan penaatan terhadap peraturan tentang jalur-jalur penangkapan ikan yang tertuang dalam Kepmentan No. 392/kpts/IK 120/4/99. Menurut Helmy (2011), organisasi kelembagaan dapat digunakan sebagai pendekatan efektif untuk mengontrol pekerjaan manusia sehingga sampai pada sasarannya, karena organisasi kelembagaan punya struktur yang jelas tentang kekuasaan dan orang yang punya kekuasaan mempunyai pengaruh sehingga dapat memberi perintah untuk mendistribusikan tugas kepada orang lain. Hal senada diungkapkan oleh Nugroho (2004) bahwa kelembagaan dalam praktek dijabarkan sebagai pegawai negeri sipil. Ungkapan ini menekankan pentingnya peran sumber daya manusia dalam konteks kelembagaan. Kelembagaan merupakan lembaga yang memiliki kemampuan besar dalam menggerakkan organisasi, karena kelembagaan ditata secara formal untuk melahirkan tindakan rasional dalam sebuah organisasi. Kelembagaan merupakan sarana dan alat dalam menjalankan kegiatan pemerintahan di era masyarakat yang semakin modern dan kompleks (Sinambela, 2008). 9 Berdasarkan hasil pengisian kuesioner terlihat jelas bahwa terjadi disharmonisasi atau kurang sinerjik antara instansi yang satu dengan instansi lain, dimana tidak ada koordinasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Untuk mensinergirkan tugas dari kelembagaan tersebut maka dibutuhkan kerja sama yang baik dari semua pihak, dalam hal ini Badan Pengendalian Dampak Lingkungan hidup daerah Kota Ambon, Dinas Kelautan dan Perikanan Dearah Kota Ambon, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Ambon maupun Dinas Tata Kota sehingga fungsi dari kelembagaan lingkungan hidup ini benar-benar dapat berjalan sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing setiap instansi. Perlunya peran serta msyarakat telah pula diungkapkan oleh Koesnadi Hardjasoemantri bahwa selain itu memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peran serta masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. Selanjutnya, peran serta masyarakat akan membantu perlindungan hukum. Bila suatu keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan. Karena masih ada alternatif pemecahan yang dapat diambil sebelum sampai pada keputusan akhir. Menurut Sudarwanto (2010) mengatakan bahwa pembentukan kelompok atau organisasi masyarakat yang menjadi penyalur peran serta masyarakat membutuhkan inisiator atau stimulator. Berdasarkan hasil analisa dapat diindikasikan bahwa tidak ada kerja sama antara pemerintah daerah kota ambon dengan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, dimana pemerintah Kota Ambon sebagai pihak yang berkompoten seharusnya membuat suatu kebijakan yang berorintasi kepada masyarakat, sehingga dapat merangsang partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Karena masyarakat menganggap bahwa pengelolaan lingkungan hidup itu bukan menjadi tanggung jawab mereka melainkan tanggung jawab pemerintah daerah Kota Ambon. Untuk itu perlu dilakukan kesadaran masyarakat lewat sosialisasi yang dibawakan oleh pemerintah Kota Ambon dengan melibatkan pemerintah desa, tokoh-tokoh adat maupun tokoh-tokoh agama. Menurut Gosety (2012) pengawasan dalam konteks manajemen pada dasarnya merupakan upaya yang sistematis untuk menentukan standar kinerja (performance standards), merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi aktual dengan standar yang ditentukan, menentukan apakah terdapat penyimpangan dan mengukur besarnya, serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin bahwa seluruh 10 sumberdaya organisasi digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memeriksa dan mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup termasuk di dalamnya pengawasan terhadap ketaatan yang diatur dalam perizinan maupun dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) (Hamid, dkk, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah Kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Ambon berjalan kurang optimal. Terlihat jelas bahwa ada 4 (empat) faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan tanggung pemerintah daerah Kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup baik secara substansial, kelembagaan, peran serta masyarakat maupun fungsi pengawasan. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tanggung jawab pemerintah daerah Kota Ambon dalam pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah Kota Ambon harus menggunakan 3 (tiga) upaya dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu upaya preventif, upaya represif dan upaya preemtif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UUD NRI 1945, UUPPLH, UU PEMDA, serta Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan). 11 DAFTAR PUSTAKA Berhitu, P. T dan Matakupan, Y. (2010). Kajian Kelayakan Pengembangan Kawasan Pesisir Kota Ambon Sebagai Kota Pantai (Ambon Water Front City) Jurnal TEKNOLOGI, Volume 7 Nomor 1, 2010; 767 -781 Goesty, P. A. (2012). Analisis Penaatan Pemrakarsa Kegiatan Bidang Kesehatan Di Kota Magelang Terhadap Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 10 Issue 2: 89-94(2012) : ISSN 1829-8907 Hamid, H dan Pramudyanto, B. (2007). Pengawasan Industri Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Edisi I, Granit, Jakarta Helmy. (2011). Membangun Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup Di Indonesia. JurnaL Dinamika Hukum VoL. 11 No. 1 Januari 2011 Machmud, S. (2012). Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia ; Penegakan Hukum Administrasi, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2009, Edisi Kedua, Graha Ilmu : Yogyakarta Nugroho dan Riant. (2004). Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Elex Media Komputindo, Jakarta. Panjaitan, P. (2007) Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat. Artikel 15 (3) 273-288 Salim, A. R, Purnaweni, H dan Hidayat, W. (2011) Kajian Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Kabupaten Bone Bolango Yang Berwawasan Lingkungan. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol.9, No. 1, April 2011 Sihasale, D. A. (2013). Keanekaragaman Hayati Di Kawasan Pantai Kota Ambon dan Konsekuensi Untuk Pengembangan Pariwisata Pesisir. J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 Sinambela. (2006) Reformasi Pelayanan Publik, Teori Kebijakan, dan Implementasi, Bumi Aksara, Jakarta. Sudarmadji. (2008). Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta. Sudarwanto, A. S. (2010). Peran strategis perempuan Dalam pengelolaan limbah padat Bernilai ekonomi, Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 Sriyanto. (2007). Kondisi Lingkungan Hidup Di Jawa Tengan Dan Prospek Pembangunan Ke Depan, Jurusan Geografi FIS-UNNES Volume 4 No. 2 Juli 2007 Tuhumury, N. CH, Sahetapy, J. M .F dan Louhenapessy, D. G. (2006). Permasalahan Sedimentasi dan Pengelolaanya di Pesisir Lateri, Kota Ambon. Jurnal Ichthyos, Vol. 6, No. 1, Januari 2007 : 17-22 ------------. Uneputty, P. A dan Tupan, Ch. I. (2008) Sedimentasi dan Ekosistem Mangrove di sungai wairekang, Lateri Ambon. Jurnal Ichthyos, Vol. 8 No. 2, Juli 2009: 8794 12 Tabel 1 : Pandangan responden terhadap upaya preventif dalam pengelolaan lingkungan hidup oleh pemerintah kota Ambon (N = 50) No Kategori Jawaban 1 Optomal 2 3 4 Kurang Optimal Tidak Optomal Tidak Menjawab Jumlah Karakteristik Responden Dinas Kelautan Dinas Kebersihan Bapeldalda dan Perikanan dan Pertamanan F P 5 3 7 15 30% 7 6 9 22 44% 3 4 4 11 22% - 2 - 2 4% 15 15 20 50 100% Tabel 2 : Pandangan responden terhadap penegakan hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup oleh pemerintah kota Ambon (N = 50) No Kategori Jawaban 1 Optomal 2 3 4 Kurang Optimal Tidak Optomal Tidak Menjawab Jumlah Karakteristik Responden Dinas Kelautan Dinas Kebersihan Bapeldalda dan Perikanan dan Pertamanan F P 2 - - 2 4% 5 6 2 13 26% 7 9 14 30 60% 1 - 4 5 10% 15 15 20 50 100% 13 Tabel 3 : Pandangan responden terhadap kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah kota Ambon (N = 50) No Kategori Jawaban 1 Sinergik 2 3 4 Kurang Sinergik Tidak Sinergik Tidak Menjawab Jumlah Karakteristik Responden Dinas Kelautan Dinas Kebersihan Bapeldalda dan Perikanan dan Pertamanan F P 2 - 2 4 8% 4 6 8 18 36% 6 8 9 23 46% 3 1 1 5 10% 15 15 20 50 100% Tabel 4 : Pandangan responden terhadap peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup di kota Ambon (N = 50) No Kategori Jawaban 1 Optomal 2 3 4 Kurang Optimal Tidak Optomal Tidak Menjawab Jumlah Karakteristik Responden Dinas Kelautan Dinas Kebersihan Bapeldalda dan Perikanan dan Pertamanan F P - - - - - 8 8 7 23 46% 7 7 12 26 52% - - 1 1 2% 15 15 20 50 100% 14 Tabel 5 : Pandangan responden terhadap peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup di kota Ambon (N = 50) No Kategori Jawaban 1 Optomal 2 3 4 Kurang Optimal Tidak Optomal Tidak Menjawab Jumlah Karakteristik Responden Dinas Kelautan Dinas Kebersihan Bapeldalda dan Perikanan dan Pertamanan F P 2 3 3 8 16% 8 7 10 25 50% 5 3 7 15 30% - 2 - 2 4% 15 15 20 50 100%