BAB I PENDAHULUAN Ikan Nila merupakan salah satu komoditi penting perikanan budidaya air tawar di Indonesia. Ikan ini sebenarnya bukan asli perairan Indonesia, melainkan ikan yang berasal dari Afrika (Wikipedia, 2007). Menurut sejarahnya, ikan Nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Pemberian nama “Nila” berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal Perikanan tahun 1972, jadi “Nila” adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Nama tersebut diambil dari nama spesies ikan ini, yakni nilotica yang kemudian diubah menjadi Nila. Para pakar perikanan memutuskan bahwa nama ilmiah yang tepat untuk ikan Nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile tilapia (Wikipedia, 2007). Budidaya ikan Nila disukai karena ikan Nila mudah dipelihara, laju pertumbuhan dan perkembangbiakannya cepat, serta tahan terhadap gangguan hama dan penyakit. Selain dipelihara di kolam biasa seperti yang umum dilakukan, ikan Nila juga dapat dibudidayakan di media lain seperti kolam air deras, kantong jaring apung, karamba, dan sawah. Salah satu daerah yang potensial untuk budidaya ikan Nila di Indonesia adalah Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Klaten. Hal ini mengingat ikan Nila selain untuk konsumsi lokal juga merupakan komoditas ekspor terutama ke Amerika Serikat dalam bentuk fillet (daging tanpa tulang dan kulit) sehingga menjadi komoditi unggulan daerah. Tabel 1.1. Realisasi Produksi Ikan Segar di Kabupaten Klaten Tahun 2010 Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Produksi Daerah Sendiri (Klaten) Karper Tawes Nila Mujahir Gurami Lele Gabus Belut Katak Hijau Wader Udang Kali Udang Lobster Bawal Lain-lain Jumlah 47.552 22.799 5.291.502 4.789 96.200 1.754.217 12.431 44.072 30.966 44.915 13.361 3.100 170.400 24.817 7.561.121 Harga Rata-rata produksi 15.000 10.000 14.000 10.500 10.000 10.500 21.000 25.000 12.500 10.000 55.000 14.500 16.000 10.000 Nilai Produksi Daerah Sendiri (Rp000,-) 713.280 227.990 74.081.028 50.285 962.000 18.419.279 261.051 1.101.800 387.075 449.150 734.855 44.950 2.726.400 248.170 100.407.312 Sumber : Bappeda Klaten, 2011 1 Budidaya ikan Nila di wilayah Klaten dilakukan di lahan kolam maupun lahan nonkolam berupa sawah dan perairan umum seperti rawa/waduk, sungai dan genangan air lainnya. Luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan mencapai 483,3 ha (Bappeda Klaten, 2011). Namun demikian, mengingat kedalaman air dan debit air yang terbatas dan cenderung berfluktuasi, maka hanya sebagian dari potensi kolam tersebut yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Sedangkan lahan non-kolam yang kini telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan antara lain adalah sawah, rawa/waduk (karamba dan jaring tancap), dan perairan umum. Sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air kolam adalah berupa mata air (umbul). Tabel 1.2. Realisasi Peredaran Ikan Konsumsi Segar Menurut Jenis, Volume dan Harga di Kabupaten Klaten Tahun 2010 Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Karper Tawes Nila Mujahir Gurami Lele Gabus Belut Katak Hijau Wader Udang Kali Udang Lobster Bawal Lain-lain Jumlah Persediaan(kg) Produksi Dari Daerah Sendiri Daerah (Klaten) Lain 47.552 22.799 5.291.502 4.789 96.200 1.754.217 12.431 44.072 30.966 44.915 13.361 3.100 170.400 24.817 7.561.121 17.820 15.120 293.040 9.233 3.960 152.250 5.880 550.368 21.369 40.080 31.776 n/a 4.140 22.500 1.166.996 Pemasaran (kg) Daerah Keluar Sendiri Daerah 42.141 24.647 3.629.952 9.114 65.104 1.239.204 11.902 386.386 34.018 55.247 29.339 n/a 113.451 30.756 5.671.261 22.691 13.272 1.954.590 4.908 35.056 667.263 6.409 208.054 18.317 29.748 15.798 3.100 61.089 16.561 3.056.856 Harga Rata-rata Konsumsi 16.000 15.000 16.000 16.000 28.000 14.000 12.000 22.000 15.000 10.000 15.000 55.000 18.700 12.000 Sumber : Bappeda Klaten, 2011 Kegiatan pembenihan ikan Nila di kolam sangat ditentukan oleh ketersediaan air yang kontinu dan dalam jumlah yang mencukupi. Di Kabupaten Klaten, Kecamatan Polanharjo, Tulung dan Karanganom memiliki sumber air yang berlimpah berupa mata air, dikenal sebagai penghasil benih ikan nila terbesar di wilayah tersebut dan disebut dengan kawasan minapolitan dengan luas areal perikanan ±50 ha. Namun demikian produksi benih dari daerah dimaksud belum mampu mencukupi kebutuhan para pembudidaya pembesaran ikan Nila setempat, sehingga kekurangan benih harus dipenuhi dari daerah lain antara lain dari Cangkringan Sleman - DIY. Untuk pengembangan usaha pembenihan ikan Nila di masa yang akan datang, Kecamatan Polanharjo memiliki potensi yang jauh lebih tinggi daripada Kecamatan Tulung dan Karanganom. Hal ini disebabkan luas kolam di Kecamatan Polanharjo mencapai +30 ha 2 (60% dari total luas kolam di kawasan minapolitan Kabupaten Klaten) sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai sentra produksi benih. Selain itu secara kelembagaan, usaha pembenihan tersebut juga sangat didukung oleh keberadaan Pusat Pembenihan dan Budidaya Ikan Air Tawar (PBIAT) Janti di Polanharjo yang dikelola oleh Pemprov Jawa Tengah. Saat ini pembiayaan perbankan kepada usaha pembenihan ikan Nila belum cukup besar. Hal ini diantaranya disebabkan prospek usaha pembenihan ikan Nila ini belum cukup baik terinformasi kepada lembaga perbankan, khususnya di Kabupaten Klaten, sementara yang cukup banyak dikenal adalah usaha budidaya/pembesaran ikan Nila. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu menyusun suatu informasi/penelitian/pola pembiayan yang dapat dengan mudah dipahami oleh perbankan maupun lembaga keuangan lainnya untuk keperluan pembiayaan/penyaluran kredit guna pengembangan usaha ini. 1.1. Tujuan a. Lending model dimaksud diharapkan menjadi suatu referensi bagi masyarakat terutama dunia usaha dan perbankan tentang kelayakan usaha pembenihan ikan Nila bilamana ditinjau dari: i. Prospek atau kelayakan berdasarkan aspek pasarnya. ii. Aspek teknis pembenihan yang dilaksanakan iii. Kelayakan dari segi keuangan terutama apabila sebagian dari biaya yang diperlukan akan dibiayai dengan kredit bank iv. Format pengorganisasian pelaksanaan proyek yang dapat menjamin kelancaran dan keamanan pelaksanaan proyek serta menjamin keuntungan bagi semua unsur yang ikut serta dalam pelaksanaan proyek; b. Dengan referensi pola pembiayaan (lending model) tersebut, diharapkan perbankan dapat mereplikasikan pelaksanaan usaha budidaya di daerahdaerah/lokasi yang sesuai/cocok dengan kajian kelayakan yang dimaksud. Dengan demikian tujuan dalam pengembangan usaha kecil melalui peningkatan usaha pembenihan ikan Nila tercapai sasarannya, yaitu yang ditempuh melalui peningkatkan realisasi kredit yang cocok untuk usaha kecil, meningkatkan keamanan pemanfaatan kredit, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku pembenihan ikan Nila. 1.2. Manfaat a. Bagi pelaku bisnis UMKM, informasi yang diperoleh diharapkan dapat melahirkan gagasan mengenai peluang usaha baru yaitu pembenihan ikan Nila yang berkualitas baik dan atau ekspansi usaha. 3 b. Bagi perbankan dan atau lembaga keuangan lainnya, informasi ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai karakteristik dan peluang usaha, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan inovasi dalam penyaluran kredit atau bentuk pembiayaan lainnya. 1.3. Metode penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: a. Pengumpulan data sekunder melalui dinas/lembaga terkait, pelaksana pembenihan PT Aquafarm, dan Dinas Pertanian Bidang Perikanan, dan petugas Pusat Pembenihan Ikan Air Tawar (Balai Benih Ikan) Janti, serta dimungkinkan kepada pelaku pembenihan ikan Nila lainnya yang terkait dengan rantai usaha pembenihan di Kabupaten Klaten b. Data primer diperoleh melalui survei dan wawancara langsung kepada UMKM/pengusaha pembenihan ikan Nila di daerah Karanganom dan Tulung. c. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kriteria: 1) Daerah penelitian meliputi kawasan minapolitan di Kabupaten Klaten, atau masih terkait dengan kawasan minapolitan. 2) Responden telah menekuni usahanya minimal selama 2 tahun 4 BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Usaha Pembenihan Ikan Usaha pembenihan ikan Nila adalah usaha produksi yang menghasilkan benih ikan Nila untuk kemudian benih tersebut dijual kepada para pembudidaya/pengusaha pembesaran ikan Nila. Kegiatan usaha pembenihan dimulai dari persiapan kolam, persiapan induk, pemijahan (kawin), pendederan (pembesaran larva menjadi anak ikan), hingga pemanenan benih ikan dengan panjang rata-rata 9-12 cm dan atau 1215 cm. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Klaten (2010), pelaku usaha pembenihan di kawasan minapolitan terdiri atas 2 jenis pelaku usaha yaitu perorangan (Unit Pembenihan Rakyat/UPR) dan kelompok (Kelompok Pembudidaya Ikan/Pokdakan). Jumlah kelompok yang mengembangkan usaha pembenihan sebanyak 2 kelompok yaitu Kelompok Mina Sejahtera dan Kelompok Bogo Raharjo, sementara jumlah pelaku usaha pembenihan perorangan (UPR) sebanyak 18 UPR dengan total luas lahan kolam pembenihan yang dikelola Pokdakan maupun UPR tersebut seluas +15.860 m2. Rata-rata untuk kolam pembenihan seluas 350 m2 menghasilkan benih 125.000 ekor per tahun, sehingga produksi benih dari kawasan minapolitan tersebut diperkirakan mencapai +5,7 juta ekor benih Nila per tahun. Tenaga kerja yang bekerja di sektor pembenihan sebanyak 640 orang tenaga kerja atau 25,86% dari keseluruhan tenaga kerja yang terlibat di dalam usaha perikanan (pembenihan, pembesaran, pengolahan, dan pemasaran) sebanyak 2.475 orang (Bappeda Kab. Klaten 2011). Usaha pembenihan memerlukan air jernih yang tenang atau arusnya tidak deras karena benih ikan yang masih kecil belum memiliki kekuatan bertahan dari aliran air yang sangat deras. Oleh karena itu daerah yang dikembangkan sebagai kawasan pembenihan adalah Desa Jimus, Sidowayah, Wunut, dan Daleman. Sementara ini pengusaha pembenih juga merupakan pengusaha pembesaran. 2.2. Pola Pembiayaan Kebutuhan modal pembiayaan untuk usaha pembenihan ikan terdiri dari dua komponen yaitu biaya investasi dan biaya modal kerja. Pembiayaan oleh perbankan yang saat ini banyak dijumpai di kawasan minapolitan adalah pembiayaan untuk usaha pembesaran, hal ini karena sifat usaha pembenihan yang ada di lapangan saat ini masih belum dikelola secara intensif dibandingkan dengan usaha pembesaran. 5 Perbankan yang memiliki portofolio kredit/pembiayaan di lokasi meliputi Bank Umum maupun BPR. Selain pembiayaan oleh perbankan, sumber permodalan yang juga tersedia di kawasan minapolitan adalah dari Koperasi Unit Desa (KUD) setempat dan dari dana hibah pemerintah lewat program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) yang dikelola oleh Pokdakan. Jenis sumber permodalan yang dinilai sesuai dengan kebutuhan petani ikan adalah yang pola angsurannya tidak bulanan namun menyesuaikan masa panen ikan/musiman. Biasanya pengusaha perikanan menggunakan pinjaman tersebut untuk pembelian pakan ikan dan benih ikan. 2.3. Kerja sama/Kemitraan antar Jaringan Usaha Ada beberapa pola kerjasama antar jaringan usaha yang dapat dijumpai di kawasan minapolitan. Pola kerja sama yang paling banyak dijumpai adalah pola dagang umum yaitu antara pembenih ikan dengan pembudidaya pembesaran ikan dimana pembeli langsung membeli benih ikan di lokasi pembenihan. Tidak jarang calon pembeli benih harus memesan dulu benih yang dikehendakinya jauh-jauh hari sebelumnya agar benih sudah tersedia pada saat diperlukan. Kemudian pola inti plasma, kemitraan terjalin ini adalah dari perusahaan eksportir filet ikan, yaitu PT. Aquafarm bekerjasama dengan sebagian pembenih lokal di Kecamatan Wunut dan Sidowayah untuk mengerjakan fase pendederan benih. Nener (benih Nila) dan pakan dipasok dari PT. Aquafarm, kemudian pembenih menyediakan kolam dan tenaga kerja untuk membesarkan benih tersebut, dan setelah besar (menjadi gelondong) dibeli lagi oleh PT. Aquafarm untuk dibesarkan di karamba-karamba PT. Aquafarm. Kemitraan inti plasma juga terjadi pada usaha pembesaran ikan Nila antara masyarakat pembudidaya yang bermodal besar dengan pembudidaya yang bermodal lebih kecil. Pembudidaya bermodal besar menyediakan benih dan pakan serta pembelian kembali hasil ikan, sedangkan pembudidaya yang bermodal lebih kecil menyediakan kolam dan tenaga kerja, dengan sistem bagi hasil. 6 BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Aspek pasar menguraikan tentang permintaan, penawaran, serta analisis persaingan dan peluang usaha pembenihan ikan Nila. Sedangkan pada aspek pemasaran akan dibahas mengenai harga, jalur pemasaran produk, serta kendala pemasarannya. 3.1. Aspek Pasar 3.1.1. Permintaan dan Penawaran Permintaan benih ikan Nila terutama berasal dari sentra-sentra budidaya ikan Nila seperti kawasan minapolitan Kabupaten Klaten sendiri, juga di Kabupaten sekitar seperti di Waduk Cengklik-Boyolali, dan Waduk Kedungombo di perbatasan antara Kabupaten Boyolali dan Sragen. Namun demikian, kebutuhan benih untuk kawasan minapolitan sendiri saja saat ini selalu kekurangan, hal ini diketahui dari informasi langsung para pembudidaya ikan Nila, maupun secara visual banyaknya kolam yang kosong karena tidak mendapatkan pasokan benih ikan, padahal pembudidaya ikan sudah memburu benih ikan hingga ke sentra pembenihan di daerah Cangkringan, Sleman -DIY. Selain informasi langsung dari para pelaku usaha, belum seimbangnya antara penawaran dan permintaan benih Nila di kawasan minapolitan juga bisa didekati secara kuantitatif. Produksi Nila di kawasan minapolitan pada tahun 2010 sebesar + 5.292 ton (Bappeda Klaten, 2011). Apabila diasumsikan rata-rata ikan dijual pada bobot 3,5 ons per ekor, berarti kawasan tersebut membutuhkan benih Nila sebanyak + 15,12 juta ekor benih Nila. Sementara itu produksi benih dari pembenih di kawasan minapolitan sendiri baru mencapai + 5,7 juta ekor benih Nila per tahun. Rendahnya produksi benih di internal kawasan minapolitan tersebut terutama disebabkan karena barrier to entry usaha pembenihan lebih tinggi dibanding usaha pembesaran yaitu usaha pembenihan secara teknis memerlukan penguasaaan ilmu/teknologi yang lebih rumit, dan juga memerlukan intensitas alokasi waktu untuk usaha yang lebih tinggi. Sementara ini kekurangan pasokan benih tersebut dipasok dari luar daerah terutama dari Sleman Yogyakarta, namun demikian masih banyaknya kolam yang kosong dan keluhan petani terkait masalah kekurangan bibit menunjukkan bahwa penawaran dan permintaan benih Nila masih belum seimbang. 7 3.1.2. Persaingan dan Peluang Usaha Dengan melihat deskripsi penawaran dan permintaan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa persaingan usaha pembenihan di kawasan minapolitan relatif masih longgar akibat masih terjadinya over demand atas benih. Namun demikian karena benih merupakan sarana produksi strategis bagi usaha pembesaran ikan Nila, maka keunggulan dari benih yang dihasilkan juga merupakan faktor tersendiri yang turut mempengaruhi laku tidaknya benih yang dihasilkan tersebut diserap pasar. Menurut pembudidaya setempat, kriteria benih unggul adalah benih yang responsif terhadap pemberian pakan (rasio konversi pakan/Food Convertion Ratio-nya tinggi) sehingga nantinya ikan cepat besar/tidak boros pakan, serta dari sisi penampilan luar kulitnya berwarna merah dengan noktah hitam yang sekecil mungkin. Dengan demikian peluang usaha pembenihan ikan Nila masih terbuka lebar, namun demikian calon pengusaha pembenihan perlu menguasai teknis pembenihan terlebih dahulu agar menghasilkan benih yang unggul dan sesuai dengan yang dikehendaki pembeli. 3.2. Aspek Pemasaran 3.2.1. Harga Harga benih ikan Nila relatif stabil di wilayah Klaten, peningkatan harga biasanya hanya sebatas penyesuaian apabila terjadi kenaikan harga pakan. Stabilnya harga tersebut terjadi karena adanya hubungan kerjasama yang sudah cukup lama antara para pembenih dengan para pembudidaya pembesaran. Harga benih ikan Nila bervariasi ditentukan oleh besarnya/umur anak ikan Nila. Semakin besar fisik benih ikan maka harga per ekor akan semakin mahal. Ukuran benih yang siap ditebar di kolam pembesaran dikatakan dengan gelondong, yaitu ukuran 9 –15 cm. Benih ikan tersebut dijual dengan satun per bobot (kg). Apabila benih ikan dijual dalam ukuran lebih kecil (sebelum ukuran gelondong), benih ikan dijual per ekor. 8 Tabel 3.1.Harga Jual Benih Ikan Nila Pada Berbagai Umur/Ukuran di Kawasan Minapolitan (harga adalah harga pada saat survei dilakukan) No. Umur Anak Ikan (dihitung sejak telur menetas) Kesetaraan ukuran 1 3 minggu – 1,5 bulan (benih kecil/kebul/nener) 2 2,5 – 3 bulan (gelondong kecil) 4 bulan (gelondong besar) 2 - 3 cm 3 - 5 cm 5 – 7 cm 7 - 9 cm 9 – 12 cm (80 -60 ekor per kg) 12 – 15 cm (60 – 40ekor per kg) 3 Harga Rp35,- per ekor Rp45,- per ekor Rp55,- per ekor Rp60,- per ekor Rp16.000,- s.d. Rp18.000,- per kg Rp23.000,- per kg Sumber: wawancara 3.2.2. Jalur Pemasaran Produk Jalur pemasaran benih Nila tidak terlalu rumit, yaitu pembenih individu maupun pembenih kelompok langsung bertransaksi dengan para pembudidaya ikan Nila selaku pembeli benih untuk dibesarkan. Pada kasus di lokasi kawasan minapolitan Kabupaten Klaten, pembudidaya ikan Nila dapat dibagi dua berdasar kekuatan modalnya yaitu para pembudidaya Nila bermodal kecil dan pembudidaya Nila bermodal besar/juragan. Jalur pemasaran benih Nila tersebut dapat digambarkan seperti berikut : Gambar 3.1. Rantai Pemasaran Benih Ikan Nila di Kawasan Minapolitan Kabupaten Klaten Petani Nila Bermodal Kecil/Plasma Pembudidaya Nila Bermodal Besar/inti Pembenih/ Kelompok Pembenih Petani Nila Bermodal Kecil/Plasma Petani Nila Bermodal Kecil/Plasma - Petani Nila Bermodal Kecil lainnya/ bukan Plasma Masyarakat Umum Pembudiaya Nila Bermodal Kecil adalah petani Nila yang melakukan budidaya ikan Nila di kolamnya sendiri dengan modal kerja sendiri pula. 9 Sedangkan pembudiaya Nila bermodal besar selain memiliki kolam sendiri juga memiliki jaringan kemitraan inti-plasma dengan beberapa pembudiaya Nila yang bermodal kecil, pembudidaya Nila bermodal besar berperan sebagai perusahaan inti yang menyediakan bibit dan pakan serta pembelian hasil ikan, sedangkan pembudidaya Nila bermodal kecil berperan sebagai plasma yang menyediakan kolam dan tenaga kerja. Hasil ikan nantinya kembali dibeli pembudidaya Nila bermodal besar dengan harga pasar dan hasilnya dibagi dua dengan persentase sesuai kesepakatan, biasanya adalah 50%:50% atau 60%:40% sesuai kesepakatan. Karena membutuhkan benih dalam skala yang lebih besar, maka biasanya para pembenih sudah dipesan oleh para juragan agar mendapatkan prioritas untuk pembelian benih ikan Nilanya. Selain itu, biasanya pembudidaya Nila bermodal besar atau juragan ini adalah sekaligus berperan sebagai pengepul/pedagang yang menjual ikan Nila ke luar kawasan. 3.2.3. Kendala Pemasaran Para pembenih ikan di kawasan Janti selama ini tidak begitu menghadapi kendala yang berarti dalam pemasaran benih Nila. Di samping faktor jangkauan pemasaran yang masih relatif jarak dekat (kurang dari 4 jam perjalanan) karena masih di lingkup lokal dan regional, teknologi pengangkutan benih Nila dengan sistem terbuka maupun tertutup dengan pasokan oksigen relatif sudah dikuasai oleh para pembenih. Kendala pemasaran yang dikeluhkan justru datang dari faktor cuaca/musim, karena pada musim-musim tertentu cuaca sangat ekstrim sehingga berdampak pada penurunan habit memijah ikan yang dapat mengakibatkan penurunan produksi benih ikan yang dihasilkan dan mengganggu kontinuitas penjualan. 10 BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1. Lokasi Usaha Lokasi usaha pembenihan ikan Nila sangat menentukan keberhasilan dan kondisi benih yang dihasilkan. Terdapat beberapa kriteria lokasi pembenihan ikan Nila yang baik, antara lain : a. Lokasi hendaknya dekat dengan sumber air, dimana sumber air bisa berasal dari saluran irigasi, sungai, sumur ataupun umbul, dan air tersebut tersedia sepanjang tahun. a. Ikan Nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m di atas permukaan laut). b. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan Nila adalah jenis tanah liat/lempung. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga tinggal membuat pematang/dinding kolam. b. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untukmemudahkan pengairan kolam secara gravitasi. c. Air jangan terlalu keruh, kejernihan air sebaiknya masih terlihat hingga kedalaman 50 cm dan tidak tercemar baik dari limbah industri ataupun rumah tangga. d. Ikan Nila dewasa memerlukan debit air antara 8-15 liter/detik, untuk benih ikan memerlukan debit air yang lebih kecil berkisar 0,5 liter/detik. e. Ikan Nila juga memerlukan padat tebar tertentu untuk dikembangbiakkan, dimana lokasi hendaknya memiliki luasan dan/atau kedalaman kolam yang cukup, sehingga selain perlu diproyeksikan kebutuhan kolam yang luas, juga perlu dipikirkan posisi ketinggian antara titik sumber air dengan dasar kolam. f. Kisaran suhu air normal untuk hidup Nila merah adalah 20-32 0C, namun demikian kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah 25 – 30 0C. Ikan Nila hidup pada kisaran pH air 5-11, namun titik optimumnya adalah pada kisaran pH 7-8. Sedangkan kadar garam optimumya adalah 15 per mil, walaupun ikan Nila dapat hidup pada kisaran kadar garam 0-35 permil. Selain itu kualitas air untuk ikan Nila harus memiliki oksigen terlarut >3 mg/I dan kadar amonia (NH3)< 0,1 mg/I. 4.2. Fasilitas dan Peralatan Tempat pembenihan dapat berupa kolam atau bak, keramba, dan kolam sawah. Wadah pemeliharaan induk di kolam/keramba berbentuk empat persegi panjang/bujur 11 sangkar, relatif luas, dalam dan tertutup. Luasan kolam menyesuaikan terhadap tingkat kepadatan ikan yang merupakan variabel dari umur ikan dan jumlah populasi ikan, yaitu semakin besar ikan dan semakin banyak populasinya maka akan memerlukan kolam yang lebih luas. Sedangkan kedalaman kolam antara 100-150 cm, dengan ketinggian muka air antara 70-100 cm sesuai dengan kebutuhan. Dasar kolam dibuat miring dari sisi air masuk ke arah sisi air keluar dengan kemiringan 0,5 – 1%, di tengah kolam dibuat saluran atau caren yang melebar mendekati pintu air keluar untuk penangkapan benih (saat panen). Dalam satu kegiatan pembenihan diperlukan beberapa jenis kolam dengan peruntukan yang berbeda dan keseluruhannya dinamai dengan Unit Kolam Pembenihan (UKP) dengan rincian sebagai berikut: - Yang pertama adalah 2 unit kolam conditioning atau pematangan yaitu untuk memberok atau memisahkan antara ikan Nila jantan dan ikan Nila betina sebelum dan sesudah perkawinan/pemijahan. - Yang kedua adalah 1 unit kolam pemijahan fungsinya sebagai tempat untuk mengawinkan ikan jantan dengan ikan betina. Yang ketiga adalah kolam pendederan I, yaitu fungsinya adalah sebagai tempat untuk membesarkan larva (anak ikan yang baru pecah/keluar dari telur) hingga anak ikan berukuran 3-5-8 cm (gelondong kecil, per kg terdiri atas 80-60 ekor anak ikan) yaitu selama kurang lebih 1,5-2 bulan pemeliharaan. Kolam pendederan I ini dapat hanya berjumlah 1 unit, namun memiliki luasan yang sesuai dengan standar kepadatan populasi ikan. Untuk memudahkan pemantauan, biasanya kolam pendederan I ini disekat-sekat menggunakan jaring/hapa yang dapat digeser-geser untuk memudahkan pemisahan antara anak ikan yang baru keluar dari telur dengan anak ikan yang sudah agak besar (dikelompokkan per 5-10 hari pengambilan berturut-turut) untuk menghindari terjadinya kompetisi bahkan kanibalisme. - Terakhir adalah kolam pendederan II, yaitu untuk membesarkan benih Nila hingga ukuran 8-12 cm (gelondong besar, per kg terdiri atas < 60 ekor anak ikan). Namun demikian karena kolam pendederan II ini memerlukan luasan kolam yang lebih luas, biasanya pendederan II dilakukan dengan meminjam kolam/sawah milik petani secara kerjasama. Peralatan yang diperlukan dalam usaha pembenihan ikan Nila dapat dipilah menurut tahap-tahap kegiatan usahanya. Untuk tahapan kegiatan pemijahan, penetasan dan pemeliharaan larva, peralatan yang diperlukan meliputi alat pengukuran kualitas air dan termometer, serta peralatan lapangan seperti ember, baskom, gayung, selang plastik, saringan, plankton net, serok, timbangan, aerasi dan instalasinya. 12 Kemudian untuk tahapan kegiatan pendederan dan pemanenan, peralatan yang diperlukan cukup peralatan lapangan seperti termometer, ember, baskom, saringan, serok, waring, cangkul, hapa penampung benih, dan timbangan. Sedangkan untuk tahapan pengiriman benih, peralatan yang diperlukan meliputi plastik untuk pengemasan, oksigen, karet gelang, dan box/kardus bila diperlukan. 4.3. Sarana Produksi Sarana produksi sebagai bahan baku dalam usaha pembenihan ikan Nila meliputi induk ikan Nila dan pakan. Ikan Nila mulai dapat dijadikan induk ketika sudah mulai memiliki bobot kurang lebih 0,4 kg, baik induk Nila betina maupun induk Nila jantan. Perbandingan antara populasi induk jantan dan betina untuk dikawinkan adalah 1 : 3, biasanya 1 paket induk Nila berjumlah 400 ekor ikan yang terdiri atas 300 ekor induk Nila betina dan 100 ekor induk Nila jantan. Perawatan induk dilakukan dengan memberikan pakan terutama pelet, dapat juga diberikan pakan tambahan seperti dedak. Pelet sebagai pakan untuk induk seyogyanya memiliki kadar protein 28-35% dengan kandungan lemak tidak lebih dari 3%. Pada pemeliharaan induk, pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya sehinga perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang diris-iris. Banyaknya pelet sebagai pakan induk berkisar 1-3% berat biomasa par hari, namun demikian untuk prakteknya di lapangan berkisar antara 0,1% - 1% berat biomasa per hari tergantung tahapan kegiatan pembenihan yang sedang dilakukan dan ketersediaan pakan alami. Agardiketahui berat bio massa, maka diambil sempel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di kolam. Sebagai contoh, berat rata-rata ikan 220 gram dengan jumlah ikan 90 ekor, maka berat bio massa 220 x 90 = 19.800 gram. Jumlah ransum per hari 3% x 19.800 gram = 594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak separti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan, terlebih jika barang tersebut sudah barbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam. Penambahan pakan alami dikolam dilakukan dengan cara menggantungkan karung pupuk di bagian kolam tertentu, dengan terlebih dahulu melubanginya. Cara ini dimaksudkan agar pembusukan yang berlangsung di dalam karung tidak mengganggu kualitas air kolam. Selang beberapa hari biasanya disekitar karung akan tumbuh plankton. 13 Gambar 4.1. Pakan Ikan Nila Bentuk Pelet 4.4. Tenaga Kerja Dalam usaha pembenihan ikan Nila, biasanya petani ikan mengerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan dalam usaha pembenihan yaitu mengangkut pakan, mengangkut/memindah anak dan induk ikan dari kolam satu ke kolam yang lain, menebar pakan, mengambil/menyapih anak ikan dari induknya, serta memanen benih ikan dan pengirimannya. Dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut, bisa juga melibatkan tenaga kerja tambahan yang diupah secara harian untuk membantu pada saat pemindahan anak/induk ikan, pemanenan, dan pengiriman benih. Dalam pembenihan ikan Nila tersebut, relatif tidak diperlukan keahlian khusus, kecuali kemampuan untuk membedakan antara ikan jantan dan ikan betina. Keahlian ini diperlukan ketika pembenih memisahkan kembali antara induk jantan dengan induk betina setelah tahap pemijahan selesai.Untuk memperoleh keahlian ini diperlukan proses pembelajaran dan terutama pengalaman dari para pembenih sebelumnya maupun dari pelatihan. 4.5. Teknologi Pertumbuhan Ikan Nila jantan dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, karena Nila jantan 40% lebih cepat dari pada Nila betina. Nila betina, jika sudah mencapai ukuran 200 gr pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan produksi. Beberapa waktu lalu, telah ditemukan teknologi proses jantanisasi; yaitu membuat populasi ikan jantan dan betina maskulin melalui sexreversal; dengan cara pemberian hormon 17 Alpa Methyltestosteron selama perkembangan larva sampai umur 17 hari. Saat ini teknologi sex reversal telah berkembang melalui hibridisasi antar jenis tertentu untuk dapat menghasilkan induk jantan super dengan kromosom YY; sehingga jika dikawinkan dengan betina kromosom XX akan menghasilkan anakan jantan XY. 14 4.6. Teknik Operasional Gambar 4.2. Bagan Alir Proses Produksi Benih Ikan Nila Persiapan Induk/Pematangan Gonad Pengadaan/ Seleksi Induk Pendederan II (Gelondong Besar) Pendederan II (Gelondong Kecil) Pemijahan Pendederan I (Nener) Penjualan Pasar (Usaha Pembesaran Ikan Nila) 4.6.1. Pengadaan/Seleksi Induk Tahap pertama dari proses pembenihan adalah pengadaan/seleksi induk unggul. Induk unggul adalah induk ikan Nila yang apabila dikawinkan akan menghasilkan anakan yang memiliki sifat-sifat unggul, yaitu responsif terhadap pemberian pakan/cepat besar, sehat, dan memiliki penampilan fisik/warna yang sesuai dengan selera pasar. Langkah pengadaan induk dapat ditempuh dengan membeli induk unggul ke Balai Benih milik Pemerintah atau membeli induk unggul ke perusahaan pembenihan yang menyediakan broodstock/calon induk. Petani sebenarnya dapat juga mengadakan induk sendiri dengan cara menyeleksi ikan-ikan yang dinilai bagus yang ada di kolamnya, namun demikian langkah ini tidak dianjurkan karena bisa jadi ikan tersebut secara genetis sudah bukan merupakan induk unggul sehingga keunggulan tersebut tidak akan menurun ke anakannya, di samping juga bahaya terjadinya inbreeding sehingga kualitas anakannya justru diprediksi lebih buruk dari yang sudah ada. 4.6.2. Persiapan Induk/Pematangan Gonad Setelah diperoleh induk-induk unggul, maka induk ikan tersebut harus dipisah dulu antara induk ikan jantan dengan yang betina. Masyarakat biasa 15 menyebut langkah ini dengan “pem-berok-an”. Tujuan dari langkah ini adalah agar sel-sel benih (gonad)-nya induk tersebut matang, sehingga tahap ini juga disebut dengan tahap “pematangan gonad”, diharapkan agar ketika jantan dan betina dipertemukan (dipijahkan/dikawinkan) akan menghasilkan pemijahan yang serempak dengan tingkat keberhasilan pembuahan yang tinggi sehingga menghasilkan banyak anakan. Gambar 4.3. Kolam Conditioning (Pemberokan), Induk Nila Jantan Dengan Betina Dipisahkan Untuk Proses Pematangan Gonad (Sel Kelamin) Pada tahap pematangan gonad ini, induk Nila diberi pakan bermutu tinggi dalam jumlah yang cukup dan sudah didesinfeksi agar bebas dari jasad penyakit. Biasanya tahap pematangan gonad dilakukan selama 2 minggu. Induk yang telah matang gonad akan memiliki warna yang lebih kuat, pada induk jantan ditambahi dengan alat kelamin yang meruncing. Agar benih yang dihasilkan selalu bagus, maka induk harus diafkir setelah memijah maksimal 12 kali. Induk yang paling sering dipergunakan di kawasan minapolitan Kabupaten Klaten selama ini adalah induk-induk lokal, ditambah dengan induk unggul seperti ikan Pandu dan Kunti (hitam dan merah) yang dapat menghasilkan ikan Nila hibrid yaitu Larasati (Nila Merah Strain Janti), serta sedang diuji coba induk unggul Mentaris dari Pasuruan yang berwarna merah. Setelah selesai masa pemijahan dalam satu siklus (30 hari/1 bulan), indukinduk betina diistirahatkan dan dipisahkan dari induk jantan selama 3-4 minggu dan diberi pakan dengan kandungan protein di atas 35 %. 16 4.6.3. Pemijahan Proses perkawinan induk jantan dan betina sampai menghasilkan larva disebut pemijahan. Ikan Nila dapat dipijahkan secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon), semi buatan (dengan pemberian rangsangan hormon dengan proses ovulasi secara alamiah), dan buatan (dengan pemberian rangsangan hormon dengan proses ovulasi dan pembuahan dilakukan secara buatan). Rangsangan agar induk dapat memijah dilakukan dengan cara manipulasi lingkungan seperti pengeringan kolam, pengaliran air baru dan pemberian lumpur pada dasar kolam atau dengan cara hormonal/teknik hipofisasi. Gambar 4.4. Kolam Pemijahan Ikan Nila Nila jantan akan membuat sarang pada dasar kolam kemudian mengundang betina untuk bertelur pada sarang, ketika telur-telur Nila keluar, Nila jantan akan membuahi dengan cara menyemprotkan “cairan jantan” ke telur-telur. Setelah telur dibuahi oleh si jantan maka betina kembali menyimpan telur-telur ke dalam mulutnya. Nila mulai dapat memijah pada umur 4 bulan atau bobot sekitar 100 – 150 gram tetapi produksi telurnya masih sedikit. Induk yang paling produktif bobotnya antara 500 – 600 gram. Apabila bobot induk sudah melebihi 1 kg (umur sudah 1 tahun lebih), induk dianggap sudah terlalu tua sehingga kualitas anaknya kurang baik. Pembiakan terjadi setiap tahun tanpa adanya musim tertentu. Induk betina matang kelamin dapat menghasilkan telur antara 300 -1.500 butir tergantung ukuran induk betina tersebut. Dalam beberapa hari telur akan menetas menghasilkan anak ikan kecil yang disebut dengan larva hingga umur 1-5 hari. Pada usia ini, induk Nila 17 akan terus menjaga anak-anak ikan dengan menyimpan dan mengamankan dalam mulutnya (masuk-keluar mulut). Setelah usia 4-5 hari, larva mulai terbentuk seperti ikan dewasa dan pada usia ini, induk akan mulai membiasakan anak-anaknya untuk mencari makan sendiri. Pada sistem sapih benih, anak ikan yang telah dilepas dari induk ini kemudian oleh petani diambil dengan jaring setiap pagi dan sore untuk dipindahkan ke kolam penderan I. Sedangkan pada sistem ketek, induk Nila dipaksa untuk segera melepaskan anak-anak ikan dari mulutnya ke media wadah dengan cara diberi kejutan agar segera mengeluarkan telur yang dierami di dalam mulutnya. Telur yang telah ditetaskan, ditempatkan dalam media wadah, dan induk kemudian dimasukkan ke kolam conditioning untuk dilakukan proses pematangan gonad kembali. Gambar 4.5. Larva Ikan Nila (umur 1 hari s.d. 5 hari) 4.6.4. Pendederan I (Nener) Pendederan I adalah pemisahan larva dengan induknya. Pemeliharaan larva dimaksudkan untuk disiapkan menjadi anak-anak ikan yang lebih besar yang dinamakan Nener. Pendederan I dilakukan sejak larva dilepaskan dari mulut induk Nila s.d. +1,5 bulan. Pemindahan larva ke kolam pendederan dimulai ketika larva berusia 5-7 hari. Pada 10 hari pertama, pakan diberikan dengan kandungan protein tinggi yang berbentuk tepung 4-5 kali sehari masing-masing satu sendok teh pakan ikan berbentuk tepung yang 18 dicairkan. 1Kebutuhan pakan pada tahap ini tidak terlalu signifikan karena biasanya kebutuhan pakan untuk anak ikan dianggap sudah tercukupi dari pekan alami yang ada dalam air kolam terutama untuk kolam yang sudah disuburkan dengan pupuk kolam yang ditandai dengan air kolam berwarna hijau gelap. Sebenarnya setelah masa pemeliharaan 21 hari, anak ikan (nener) dengan bobot rata-rata 1,25 gr ( ukuran panjang 2-3 dan 3-5 cm ) sudah bisa dipanen, namun biasanya petani terus memeliharanya hingga 1s.d. 1,5 bulan agar anak ikan menjadi lebih besar dan memberikan keuntungan yang lebih besar. Gambar 4.6. Nener Ikan Nila (umur 6 hari s.d. + 1,5 bulan, ukuran 5-9 cm) 4.6.5. Pendederan II (Gelondong) Setelah pendederan I selama 1 s.d. 1,5 bulan atau 5-6 minggu, anak ikan sudah berukuran rata-rata 5-7 cm, dan kemudian anak ikan dapat dipindahkan ke kolam pendederan II agar lebih leluasa tumbuh. Pendederan II dimaksudkan untuk mempersiapkan anak ikan tumbuh lebih besar selama sekitar 4-6 minggu lagimenjadi ukuran 10 - 14 cm (ukuran gelondong kecil) dan siap untuk dijual ke pengusaha pembesaran. Beberapa pembenih malah memperlama masa pendederan II ini mencapai 8 – 12 minggu sehingga anak ikan mencapai ukuran 16 – 18 cm (ukuran gelondong besar). Hal ini karena pengusaha pembesaran ikan Nila bersedia menerima benih ukuran kedua-duanya yaitu gelondong kecil maupun gelondong besar untuk dibesarkan menjadi ikan Nila siap konsumsi. Pada pendederan II, pakan yang 1 Cara yang paling mudah dengan merebus 1 butir telur dan ambil bagian kuningnya saja, dilarutkan merata dalam 500 ml atau ½ liter air. Masukkan ke dalam botol semprotan kecil dan semprotkan 100 ml ke dalam kolam pendederan sekali makan. Larutan kuning telur dapat memberi makan 100.000 ekor anak ikan. 19 diberikan berukuran 1,5 mm dengan kandungan protein 30-35% yang sudah tersedia di toko penjual pakan ternak. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari. Gambar 4.7. Benih Ikan Nila Siap Panen (Gelondong, ukuran 12 – 15 cm) 4.6.6. Pemanenan Ikan Nila dapat dipanen mulai dari ukuran nener maupun gelondong tergantung kebutuhan, namun secara umum benih ikan Nila dijual ke pengusaha pembesaran ikan pada ukuran gelondong, baik itu gelondong kecil maupun gelondong besar. Pada penjualan benih dengan ukuran yang lebih kecil, keuntungan bagi pembenih adalah turnover usaha menjadi lebih pendek, sedangkan kerugiannya adalah pembenih kehilangan opportunity cost karena apabila benih tersebut dibesarkan sedikit lagi hingga ukuran gelondong/gelondong besar maka pembenih akan mendapatkan marjin usaha yang lebih besar. Pertimbangan lain bagi pembenih sehingga memilih menjual benihnya pada ukuran lebih kecil adalah biasanya karena tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk membesarkan anak ikan hingga ukuran gelondong/gelondong besar, karena semakin besar anak ikan memerlukan ruang gerak/kolam yang makin luas. Panen benih ikan biasanya dilakukan pada awal pagi hari dan sudah harus selesai sebelum sekitar jam 10 pagi. Panen harus sudah selesai sebelum tengah hari karena benih ikan bisa mati akibat kepanasan selama proses panen tersebut. Panen diawali dengan penyiapan bak penampungan nener di sebelah lubang drainasi kolam, bak penampungan dapat berupa ember besar (blong), dapat pula berupa jaring/hapa yang direndam dalam air. 20 Selanjutnya adalah proses pengaturan air kolam dengan cara pembukaan lubang drainasi dan penutupan saluran air masuk (intake). Agar benih ikan tidak hanyut, maka lubang drainase dilingkupi dengan jaring. Selanjutnya setelah air tinggal sedikit (kira-kira ketinggian 10 cm, dibuat tanggul dari lumpur mengelilingi lubang drainase dan kemudian dipasang jaring “sandhat” di mulut tanggul lumpur tersebut.Saat itu air akan terus mengalir menuju lubang drainase dan anak ikan akan terhanyut di dalamnya serta mengumpul di depan jaring “sandhat”, kemudian anak ikan tersebut diambil dengan jaring “seser” untuk di pindah ke bak penampungan. Hal ini dilakukan terus menerus hingga benih ikan terpindahkan semua. Kolam pembenihan dibiarkan mengering, dan tidak boleh ada anak ikan yang tertinggal dalam keadaan hidup (karena nantinya dapat menjadi hama bagi anak ikan yang lebih kecil). Gambar 4.8. Pengambilan Ikan Nila dengan Jaring Seser dari Depan Jaring Sandhat (gambar kiri) dan Pemindahannya ke Bak Penampungan (gambar kanan) Setelah anak ikan dipindahkan ke bak penampungan semua, maka ikan dibiarkan selama sehari dan tetap dipuasakan agar tidak stres. Proses selanjutnya dilakukan keesokan harinya lagi selama sehari dan tetap dipuasakan agar tidak stres. Proses selanjutnya dilakukan keesokan harinya lagi. Setelah didiamkan sehari, kemudian anak ikan di-grading, yaitu anak ikan dipisah-pisahkan sesuai kelompok ukurannya. Anak ikan dikelompokkan dalam 3 ukuran yaitu 3-5 cm, 5-7 cm dan 7-9 cm. Anak ikan yang berukuran lebih kecil dibuang (biasanya jenisnya kerdil/di bawah 21 normal), sedangkan yang melebihi ukuran normal itu juga dibuang atau dipelihara tersendiri untuk uji coba dijadikan calon indukan. Selanjutnya setelah di-grading, masing-masing kelompok anak ikan tersebut ditimbang atau dihitung jumlahnya, dan selanjutnya dijual. Gambar 4.9. Proses grading anak ikan Nila (gambar kiri) dan penimbangan anak ikan Nila (gambar kanan) 4.7. Kendala Produksi Kendala umum yang terjadi pada produksi benih yaitu ketersediaan benih yang tidak sesuai dengan waktu kebutuhan pembudidaya. Selain itu kualitas benih mengalami penurunan yang disebabkan terjadinya kawin kerabat (inbreeding) yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik. Turunnya kualitas genetik dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat, matang kelamin di usia muda, dan kematian yang tinggi akibat penurunan daya tahan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan. Alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yaitu mendatangkan induk baru atau melakukan pembenihan terprogram melalui upaya pemuliaan, khususnya dengan persilangan untuk memperbaiki karakter yang diinginkan. Kendala lainnya yang sering dijumpai dalam produksi benih Nila adalah faktor musim. Pada puncak musim penghujan (sekitar bulan Januari-Feruari) dan puncak musin kemarau (sekitar bulan Juli-Agustus), produksi benih ikan biasanya turun, karena pada bulan-bulan tersebut suhu lingkungan menjadi ekstrim sehingga tingkat metabolisme ikan menurun dan produksi telur dari induk ikan Nila berkurang. 22 4.8. Pengiriman Benih Ikan Pengiriman benih ikan harus memperhatikan beberapa hal, karena proses persiapan hingga pengiriman jika tidak diperhatikan dengan seksama dan hatihati akan menyebabkan benih ikan yang kita kirim tidak sampai dengan selamat sampai tangan pembeli. Kantong plastik saat ini menjadi alternatif yang banyak digunakan dalam pengirimian benih ikan. Udara dalam kantong plastik akan diganti dengan oksigen murni. Plastik ditutup rapat, ditempatkan dalam wadah terisolasi dan akhirnya ke dalam kotak kardus/box pengiriman lalu dikirim baik lewat darat, udara, maupun laut. Pengiriman menggunakan kantong plastik mungkin pilihan terbaik untuk pengirim karena beberapa alasan. Pertama, ikan sangat kecil dan dapat rusak jika dikirim dengan tangki besar. Kedua, karena jarak yang sangat jauh sehingga dapat menekan biaya pengiriman. Kesehatan ikan dipengaruhi oleh perubahan parameter kualitas air sementara dalam kantong plastik selama proses pengiriman. Parameter yang harus dipertimbangkan adalah suhu, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida, amonia dan keseimbangan garam darah ikan. Tingkat perubahan setiap parameter dipengaruhi oleh berat dan ukuran ikan yang akan diangkut dan lama waktu pengiriman. Ikan adalah hewan berdarah dingin, sehingga tingkat metabolisme ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Tingkat metabolisme ikan o akan berlipat ganda untuk setiap kenaikan 18 F dalam suhu dan dikurangi o setengahnya untuk setiap penurunan 18 F pada suhu. Tingkat metabolisme berkurang akan menurunkan konsumsi oksigen, produksi amonia dan produksi karbondioksida. Oleh karena itu, sangat penting untuk pengiriman ikan sebagai suhu rendah. Untuk spesies air dingin dan hangat suhu 55o sampai 60o F dianjurkan. Apabila jarak antara lokasi panen benih dengan kolam pembesaran relatif dekat, biasanya benih ikan Nila cukup diangkut dengan ember biasa (ember besar/blong). Namun apabila jaraknya cukup jauh, maka benih ikan harus dikemas dalam kantong plastik berbentuk bola yang diisi dengan oksigen. Pengangkutan benih ikan juga sebaiknya menghindari saat-saat terik matahari agar anak ikan tidak mati, sehingga benih ikan diangkut biasanya pada malam hari, awal pagi hari, atau sore hari. 23 BAB V ASPEK KEUANGAN Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pembenihan ikan Nila. 5.1. Pemilihan Pola Usaha Pola usaha yang dipilih adalah usaha pembenihan ikan Nila dengan skala rakyat, dimana proses perkawinan tanpa zat buatan/tambahan, dan tidak menggunakan peralatan yang bersifat mekanis seperti pembuatan gelembung oksigen atau pengolah air, sehingga tidak diperlukan investasi yang besar dengan kapasitas produksi sebesar 4,6 juta ekor benih per tahun. Pasar yang akan dipenuhi diutamakan pasar domestik lokal yang berasal dari klaster minapolitan tersebut. Pembenih ikan Nila memasok benih ikan Nila sesuai dengan spesifikasi yang diminta pembudidaya karena keterkaitan dukungan modal dan pengetahuan yang diberikan, serta komitmen pembudidaya untuk menjual ikan kepada buyer yang tidak hanya diperuntukkan bagi usaha makanan/rumah makan, maupun budidaya untuk filet ikan. 5.2. Asumsi dan Parameter Perhitungan Analisis kelayakan keuangan usaha digunakan untuk memperoleh gambaran finansial mengenai biaya dan pendapatan usaha, kemampuan usaha untuk membayar kredit, serta kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal tersebut memerlukan dasar-dasar perhitungan yang diasumsikan berdasarkan hasil survei dan pengamatan lapangan. Analisis aspek keuangan diawali dengan menetapkan berbagai asumsi yang berhubungan dengan rencana pengembangan usaha dan aspek teknis produksi seperti pada tabel 5.1. Selanjutnya dilakukan penyusunan kebutuhan biaya baik untuk modal kerja maupun investasi dalam usaha tersebut dan proyeksi laba rugi serta arus kas usaha. Dengan mengetahui hasil analisis keuangan, yaitu analisis net present value (NPV) dari setiap rupiah yang diperoleh pada masa datang, lamanya masa kembali modal (payback period), serta berapa besar tingkat rasio perolehan dibanding biaya (benefit and cost ratio) sehingga prospek pembiayaan usaha ini di kemudian hari dapat diketahui. Analisa kelayakan menggunakan asumsi parameter teknologi proses produksi dan biaya sebagaimana berikut ini: 24 Tabel 5.1. Asumsi Dasar No. Asumsi A Aspek Pasar 1. B Untuk prediksi ke depan, permintaan produk dianggap tidak mengalami penurunan dalam jangka waktu 8 tahun yang merupakan rencana umur ekonomis proyek (walaupun ada siklus tahunan yang fluktuatif). Persaingan dianggap tetap sehingga volume produksi maupun volume penjualan dapat 2. dipertahankan 3. Tingkat persaingan di antara pelaku usaha sejenis tidak saling menjatuhkan harga jual produk 4. Untuk perhitungan analisis diambil contoh benih ikan nila ukuran 8-12 cm (pendederan II) dengan kualitas rata-rata (tidak ada pembedaan grade) 5. Tidak ada peraturan yang mengurangi kebebasan berusaha Aspek Teknis dan Produksi 1. 2. 3. Diasumsikan tingkat kegagalan panen sebanyak 3 per 24 (12,5%) yaitu 3 kali gagal dari 24 kali panen dalam 1 tahun, sementara benih ikan yang mati karena faktor hama/penyakit diasumsikan sebesar 12% pada tahap Pendederan I, dan 8% pada tahap Pendederan II. Sementara untuk induk diasumsikan mortalitas terjadi terutama karena proses transportasi saat mendatangkan dan saat adaptasi, dengan demikian diasumsikan untuk kebutuhan tiap 1 paket induk maka yang perlu didatangkan adalah 1,3 paket untuk tujuan cadangan/pengganti induk yang mati (cadangan 30%) 4. Setiap 1 paket induk yaitu 400 induk dengan perbandingan 1:3 (satu jantan dan 3 betina) menghasilkan 200.000 ekor benih dalam satu periode pemijahan Produksi benih ikan nila menggunakan metode sapih benih, benih dijual pada ukuran 9-13 cm (pendederan II) dengan bobot rata-rata 12,5 gr/ekor benih Setiap periode pemijahan yaitu dari pemberokan/pematangan gonad (sel kelamin) sampai penjualan benih memerlukan waktu 4 bulan 2 minggu Biaya pembelian induk sudah termasuk biaya pengangkutan ke lokasi pembeli Kebutuhan pakan induk per hari saat pemberokan sebesar 2% berat tubuh, kemudiaan saat pemijahan 0,5% berat tubuh. Untuk anak ikan per hari membutuhkan pakan 3 kg/200.000 ekor anak ikan saat pendederan I (umur 0-1,5 bulan), dan 2% berat tubuh saat pendederan II (umur 1,5 - 3 bulan) dengan acuan FCR (food conversion ratio) anak ikan ~ 1. 5. 6. 7. 8. C Pengelolaan dilakukan secara intensif, sehingga produksi benih diasumsikan sama pada setiap musim Harga pembelian sarana produksi diperhitungkan adanya kenaikan sebesar 6% per tahun Aspek Keuangan 1. 2. Harga-harga yang dijadikan acuan perhitungan adalah harga pada tahun dasar, diperhitungkan adanya kenaikan harga jual produk dan biaya produksi rata-rata 6% per tahun karena faktor inflasi Suku bunga kredit perbankan tidak naik dan diperhitungkan sebesar 13% per tahun menurun (mengacu suku bunga KUR Ritel) 3. Tidak ada penundaan pembayaran di antara pelaku usaha (pembayaran selalu tunai/tidak tempo) 4. Komposisi dana yang berasal dari modal sendiri dibanding dengan kredit bank tergantung kemampuan masing-masing usaha. Pengadaan lahan tidak menggunakan sistem beli atau sewa, namun menggunakan sistem bagi hasil dengan pemilik kolam/lahan dengan persentasi 60% pengusaha dan 40% pemilik kolam dari laba bersih setelah pajak termasuk biaya bunga bank 5. Sumber : data sekunder (diolah) 25 5.3. Kebutuhan biaya Kebutuhan biaya bagi suatu usaha dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu biaya investasi dan biaya operasional (modal kerja). Biaya investasi merupakan kelompok biaya untuk memenuhi kebutuhan pengadaan fisik usaha seperti lahan/tanah, bangunan, mesin dan peralatan, kendaraan untuk transportasi, perizinan usaha, yang semuanya itu secara akuntansi dimasukkan dalam pos-pos harta tetap yang umur ekonomisnya lebih dari 1 tahun. Di dalam proyeksi arus kas pada tahun ke-8 atau tahun terakhir, sisa nilai buku dari harta tetap diperhitungkan sebagai nilai sisa yang menambah pos penerimaan usaha Tabel 5.2. Biaya Investasi Uraian No. 1. 2. Jumlah Bangunan Proyek Pembangunan talud kolam + 900 mtr lari 900 Pemasangan jaringan pralon inlet-outlet 1 Biaya persiapan kolam : + Pemupukan + Pengapuran 1 1 3. Induk Nila 4. Peralatan Produksi - Tabung oksigen - Skopenet halus - Seser induk - Seser halus - Waring ukuran 1 x 1 m, - Jaring memanjang untuk menangkap induk - Jaring pemisah deder I tiap 5 hari 6 minggu) - Alat angkut induk (ember blong dan pikulan) - Ember penampung larva - Kalo Aluminium - Alat grading benih - Timbangan - Cangkul 1 4 4 4 2 3 1 5 4 1 3 1 2 Perizinan usaha (SIUP - TDP) 1 5. 3,9 Satuan unit Biaya per Total Biaya Umur pakai Penyusutan Unit (Rp) (tahun) per tahun 30.000 27.000.000 8 3.375.000 0 10.000.000 10.000.000 8 1.250.000 0 500.000 1.000.000 500.000 1.000.000 2 2 250.000 500.000 0 0 paket 4.000.000 15.600.000 2,0 0 12.000.000 unit unit unit unit unit unit roll unit unit unit unit unit unit 1.000.000 25.000 70.000 50.000 20.000 200.000 400.000 150.000 20.000 25.000 25.000 250.000 70.000 1.000.000 100.000 280.000 200.000 40.000 600.000 400.000 750.000 80.000 25.000 75.000 250.000 140.000 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 8 8 8 926.875 250.000 25.000 70.000 50.000 10.000 150.000 100.000 187.500 20.000 6.250 9.375 31.250 17.500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 400.000 4 100.000 0 6.401.875 12.000.000 paket paket unit 400.000 Total Biaya Investasi Sumber Dana - Dana Sendiri (Rp) - Kredit (Rp) Nilai sisa 58.440.000 50% 50% 29.220.000 29.220.000 Sumber : data primer (diolah) Sedangkan biaya operasional yang juga disebut modal kerja merupakan komponen biaya untuk pembelian bahan baku, bahan penolong, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik (termasuk di dalamnya biaya listrik, pemeliharaan, dan penyusutan), biaya administrasi dan umum, biaya pemasaran, serta biaya bahan bakar untuk transportasi. Dalam usaha pembenihan ikan Nila, biaya modal kerja yang ada antara lain meliputi biaya pembelian 26 pakan dan obat-obatan, peralatan dengan masa pakai < 1 tahun, serta bahan-bahan habis pakai. Tabel 5.3. Biaya Modal Kerja No. A Uraian Jumlah - Biaya pakan dan obat-obatan Pakan untuk induk Pakan untuk nener (pendederan 1) Pakan untuk gelondong kecil (pendederan 2) + Obat-obatan B. - Tenaga kerja langsung per hari (HOK) C. - Biaya-biaya umum/overhead + Ember plastik, ciduk pakan + Biaya transportasi pakan dan saprodi + Pengisian ulang tabung Oksigen + Alat kemas (kantong plastik dan karet gelang) + Iuran air + Perawatan kolam Satuan 2.883 1.512 18.129 1 kg kg kg paket 2 orang 30 1 1 1 1 1 unit unit truk paket paket paket paket Harga per Satuan(Rp) 7.433 14.000 10.500 100.000 30.000 5.000 50.000 80.000 100.000 0 100.000 Total Biaya Periode Jumlah Biaya (Rp) Bayar atau per Tahun (Rp) Umur 467.101.296 21.429.408 6 bulan 42.858.816 21.168.000 6 bulan 42.336.000 190.353.240 6 bulan 380.706.480 100.000 1 bulan 1.200.000 1.500.000 1 bulan 150.000 50.000 80.000 100.000 0 100.000 6 1 2 6 1 1 Total biaya operasional (pakan yang diambil yang 6 bulan keempat) bulan bulan bulan bulan bulan bulan 18.000.000 2.780.000 300.000 600.000 480.000 200.000 0 1.200.000 487.881.296 Rata-rata waktu yang diperlukan untuk siklus perputaran kas usaha pembenihan ikan Nila adalah 4,7 bulan terdiri atas pemberokan 2 minggu pemijahan 1 bulan, pendederan I 1,5 bulan, pendederan II 1,5 bulan, dan masa tunggu hasil panen habis terjual dan piutang 1 minggu. Namun demikian karena pencairan kredit bank ditangguhkan 1 bulan dari saat awal usaha, serta untuk kelancaran usaha maka diperlukan da cadangan untuk alasan penundaan tersebut serta untuk keperluan cadangan biaya 1 bulan pada bulan keenam antara lain untuk membeli stok pakan, oleh karena itu modal kerja permanen yang diperlukan adalah sejumlah cukup untuk 6 bulan 243.940.648 Sehingga kebutuhan modal kerja : Sumber Dana modal sendiri kredit bank 30% 70% = = 73.182.194 170.758.454 Sumber : data primer (diolah) Dengan demikian dapat dihitung bahwa besarnya biaya untuk usaha pembenihan ikan Nila sebesar Rp302,3 juta yang terdiri atas biaya investasi Rp58,4 juta dan biaya modal kerja Rp243,8 juta. Dalam lending model ini diasumsikan biaya tersebut akan dipenuhi dengan modal sendiri sebesar Rp102,4 juta (34%), sedangkan kekuranganya yaitu Rp199,9 juta (66%) akan menggunakan kredit perbankan (table 5.4) dengan skim kredit modal kerja Rp170,7 juta dan skim kredit investasi Rp29,2 juta. Tabel 5.4. Kebutuhan Modal dan Sumber Pembiayaan Uraian Biaya (Rp) Biaya investasi Biaya modal kerja 58.440.000 243.838.000 Total Biaya Modal sendiri Kredit Bank 302.278.000 102.371.400 199.906.600 Sumber : data primer (diolah) 27 Adapun fitur atau ketentuan masing-masing kredit tersebut seperti pada tabel 5.5. Tabel 5.5. Ketentuan Kredit Modal Kerja dan Investasi Parameter Sistem angsuran kredit Jangka waktu kredit Suku bunga per tahun Kredit Modal Kerja 4 bulanan Kredit Investasi 4 bulanan 36 bulan 60 bulan 13% menurun per tahun Sumber : data sekunder 5.4. Keterangan Dicairkan pada bulan pertama setelah proyek berjalan, sehingga bulan angsuran pertama bersamaan dengan bulan panen perdana Mengacu ke skim KUR retail 13% menurun per tahun Mengacu ke skim KUR retail Produksi dan Pendapatan Dengan menggunakan 3 paket induk ikan Nila yang penebarannya dibuat berurutan dengan jeda 2 minggu, maka nantinya panen benih akan dapat dilakukan secara rutin setiap 2 minggu juga. Panen perdana benih dilakukan setelah induk gelombang pertama melewati tahap berok (pematangan gonad), pemijahan, dan pendederan keseluruhan selama 4,5 bulan, sehingga pada tahun petama proyek tersebut panen benih hanya berlangsung selama 8 bulan. Namun demikian setelah itu setiap 2 minggu sekali akan dapat dilakukan panen benih terus menerus. Pada tahun pertama tersebut diperkirakan akan diperoleh benih sebanyak 28 ton, sedangkan pada tahun kedua hingga ke delapan akan diperoleh benih sebanyak 42 ton. Tabel 5.6. Proyeksi Penjualan No. Uraian Satuan Tahun ke 1 2 3 4 5 6 7 8 2,240,000 3,360,000 3,360,000 3,360,000 3,360,000 3,360,000 3,360,000 3,360,000 1 Produksi benih Nila pendederan II ekor benih 2 Produksi benih Nila pendederan II kg 28,000 42,000 42,000 42,000 42,000 42,000 42,000 42,000 3 Harga Rp/ Kg 18,000 19,080 20,225 21,438 22,725 24,088 25,533 27,065 4 Pendapatan penjualan benih Rp 504,000,000 801,360,000 849,441,600 900,408,096 954,432,582 1,011,698,537 1,072,400,449 1,136,744,476 Sumber : data primer (diolah) 5.5. Analisis dan Proyeksi Laba/Rugi Usaha Dari analisis aspek keuangan diketahui bahwa sejak tahun pertama usaha sudah mampu menghasilkan laba. Untuk skala kapasitas produksi penebaran 1 paket induk Nila (300 betina 100 jantan) per 2 minggu, nantinya kan dihasilkan 200.000 ekor benih ukuran 812 cm atau setara dengan 4,4 ton per 2 minggu, dan laba bersih setelah pajak (EAT) serta 28 telah dikurangi bagi hasil ke pemilik kolam, masih manyisakan laba sebesar Rp35,5 juta pada tahun I dan kemudian meningkat antara Rp132,7 juta per tahun hingga 202,5 juta per tahun. Pada tahun pertama labanya sangat kecil karena ada masa kosong 4,5 bulan menunggu panen perdana, sedangkan pada tahun kedua sesudahnya juga relatif lebih kecil karena adanya beban membayar angsuran kredit ke bank dengan bunga yang menurun sehingga beban bunga di awal-awal tersebut masih cukup besar. Tabel 5.7. Proyeksi Laba Rugi Uraian Pendapatan Penjualan benih ikan Harga pokok penjualan - Biaya pakan dan obat-obatan - Tenaga kerja langsung per hari (HOK) - Biaya-biaya umum/overhead Penyusutan Bunga Kredit KMK Bunga Kredit Investasi Jumlah Biaya Laba sebelum pajak Gross Profit Margin (%) Pajak 15% Laba/rugi setelah pajak Bagi hasil untuk pemilik lahan Laba yang dinikmati pengusaha Net Profit Margin BEP (Rp) BEP (Kg) Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 504.000.000 801.360.000 849.441.600 900.408.096 954.432.582 1.011.698.537 1.072.400.449 1.136.744.476 418.020.627 523.338.435 554.354.629 587.231.794 622.081.589 659.022.372 698.179.602 739.686.265 390.838.752 18.000.000 494.909.760 19.080.000 524.604.346 20.224.800 556.080.606 21.438.288 589.445.443 22.724.585 624.812.169 24.088.060 662.300.899 25.533.344 702.038.953 27.065.345 2.780.000 6.401.875 2.946.800 6.401.875 3.123.608 6.401.875 3.311.024 6.401.875 3.509.686 6.401.875 3.720.267 6.401.875 3.943.483 6.401.875 4.180.092 6.401.875 13.971.014 2.447.987 14.792.839 3.038.880 7.396.419 2.279.160 821.824 1.519.440 759.720 84.413 434.439.628 69.560.372 13,80% 10.434.056 59.126.316 23.650.526 35.475.790 7,04% 135.589.242 7.533 541.170.154 260.189.846 32,47% 39.028.477 221.161.369 88.464.548 132.696.822 16,56% 75.795.184 3.972 564.030.208 285.411.392 33,60% 42.811.709 242.599.683 97.039.873 145.559.810 17,14% 53.544.039 2.647 589.573.058 310.835.038 34,52% 46.625.256 264.209.782 105.683.913 158.525.869 17,61% 33.614.214 1.568 622.841.309 331.591.273 34,74% 49.738.691 281.852.582 112.741.033 169.111.549 17,72% 29.757.910 1.310 659.106.785 352.591.752 34,85% 52.888.763 299.702.989 119.881.196 179.821.793 17,77% 28.461.977 1.182 698.179.602 374.220.847 34,90% 56.133.127 318.087.720 127.235.088 190.852.632 17,80% 28.849.042 1.130 739.686.265 397.058.211 34,93% 59.558.732 337.499.479 134.999.792 202.499.687 17,81% 29.508.850 1.090 Sumber : data primer (diolah) 5.6. Analisa Kelayakan Usaha/Proyek: Untuk memastikan apakah suatu usaha itu layak dijalankan atau tidak sangat tergantung dari prospek masa depan usaha tersebut. Untuk mengestimasikan masa depan usahamaka penetapan berbagai asumsi harus dilakukan secara realistis, baik asumsi mengenai kondisi pasar, aspek teknis, serta aspek lainnya. Setelah asumsi-asumsi tersebut yang didasarkan pada pengalaman saat ini ditetapkan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis aspek keuangan dengan memperhitungkan adanya perubahan nilai uang yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pengurangan nilai uang disebut dengan discounted factor. Perangkat analisis kelayakan aspek keuangan adalah sebagai berikut: NPV, IRR. 29 5.6.1. NPV (Net Present Value) Adalah suatu metode penilaian investasi dengan mendiskontokan aliran kas di masa depan dengan suatu discounted factor tertentu yang merefleksikan biaya kesempatan modal. NPV diperoleh dengan cara mengurangkan semua pengeluaran investasi awal dengan aliran kas bersih di masa depan yang dinilai sekarang (present value). Apabila diperoleh nilai NPV positif, dapat dikatakan bahwa usaha layak untuk dibiayai atau diteruskan. Jika nilai NPV negatif, proyek tersebut tidak layak untuk dibiayai. Dari rencana proyeksi arus kas usaha pembenihan Nila selama 8 (delapan) tahun tersebut dengan discounted factor 18%, diperoleh hasil perhitungan NPV sebesar Rp271.866.392,00. Hasil NPV tersebut adalah positif, berarti bahwa usaha pembenihan ikan Nila dengan gabungan modal dari keuangan sendiri serta dari bank dengan proposri 34% dan 66% dengan tingkat suku bunga kredit 13% menurun per tahun tersebut layak diteruskan. Tabel 5.8. Proyeksi Arus Kas Uraian Penerimaan 1. Penjualan 2. Nilai sisa Total inflow Pengeluaran 1. Investasi 2. Biaya MK 3. Bunga KI 4. Bunga KMK 5. Pajak 6. Bagi hasil ke pemilik lahan Total Outflow Surplus/Defisit Kas awal (modal sendiri) Kredit Investasi Kredit MK Angsuran KI + KMK Kas Akhir Total Investasi Tahun 0 0 Tahun 1 Tahun 2 504.000.000 504.000.000 801.360.000 12.720.000 814.080.000 411.618.752 2.447.987 13.971.014 10.434.056 23.650.526 462.122.335 41.877.665 243.838.000 58.440.000 -58.440.000 102.371.400 29.220.000 170.686.600 243.838.000 302.278.000 849.441.600 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 849.441.600 954.432.582 1.011.698.537 16.058.707 954.432.582 1.027.757.244 516.936.560 3.038.880 14.792.839 39.028.477 88.464.548 662.261.303 151.818.697 243.889.309 19.213.560 547.952.754 2.279.160 7.396.419 42.811.709 97.039.873 716.693.475 132.748.125 332.968.472 580.829.919 1.519.440 821.824 46.625.256 105.683.913 735.480.352 179.219.936 402.977.064 22.758.514 615.679.714 759.720 0 49.738.691 112.741.033 801.677.672 152.754.910 557.387.823 652.620.497 84.413 0 52.888.763 119.881.196 825.474.868 202.282.375 704.298.732 24.256.677 691.777.727 0 0 56.133.127 127.235.088 899.402.619 172.997.830 904.633.108 41.826.356 243.889.309 62.739.533 332.968.472 62.739.533 402.977.064 24.809.178 557.387.823 5.844.000 704.298.732 1.948.000 904.633.108 1.077.630.938 1.072.400.449 899.402.619 172.997.830 731.421.538 1.154.788.039 927.842.913 226.945.126 958.366.663 0,314 54.308.350 211.490.327 0,266 60.376.064 271.866.392 Untuk analisa kelayakan usaha Cash - Inflow Cash Outflow Net Cashflow IRR AKUMULASI 0 302.278.000 -302.278.000 -302.278.000 504.000.000 462.122.335 41.877.665 -260.400.335 814.080.000 662.261.303 151.818.697 -108.581.639 849.441.600 716.693.475 132.748.125 24.166.486 914.700.288 735.480.352 179.219.936 203.386.423 954.432.582 1.027.757.244 801.677.672 825.474.868 152.754.910 202.282.375 356.141.332 558.423.708 Discount Factor 18% Net Cashflow PV (Present Value) Kumulatif Net Cashflow PV 1,000 (302.278.000) (302.278.000) 0,847 35.489.546 (266.788.454) 0,718 109.033.824 (157.754.630) 0,609 80.794.607 (76.960.022) 0,516 92.439.649 15.479.627 0,437 66.770.579 82.250.206 NPV IRR BC ratio PBP = 2 tahun 271.866.392 38,4% 1,90 9,8 bulan 0,370 74.931.772 157.181.977 1.072.400.449 Tahun 8 900.408.096 14.292.192 914.700.288 58.440.000 0 Tahun 3 1.072.400.449 Jumlah 1.136.744.476 7.230.485.739 18.043.563 61.114.462 1.154.788.039 7.291.600.201 0 124.668.751 733.284.390 4.750.700.312 0 10.129.600 0 36.982.097 59.558.732 357.218.810 134.999.792 809.695.968 927.842.913 6.089.395.538 226.945.126 1.202.204.663 1.077.630.938 102.371.400 29.220.000 170.686.600 199.906.600 1.304.576.063 1.304.576.063 302.278.000 Sumber : data primer (diolah) 30 5.6.2. IRR (Internal Rate of Return) Dengan membandingkan nilai IRR dan tingkat suku bunga atau tingkat keuntungan dari suatu investasi (biasanya yang dipakai sebagai pembanding tersebut adalah suku bunga bank), akan dapat diketahui kelayakan suatu usaha. IRR diperoleh pada suatu posisi dimana nilai NPV = 0. Jika dari hasil perhitungan diperoleh nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga bank, maka proyek ini layak diteruskan. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank, maka proyek dianggap tidak layak. Pada saat buku ini disusun, suku bunga bank (Bank Umum) rata-rata adalah sebesar 14% efektif. Dari analisis keuangan diketahui bahwa IRR usaha pembenihan Nila mencapai 38,4%, berarti usaha ini layak untuk dijalankan. 5.6.3. Analisis Sensitivitas Selanjutnya dalam perhitungan IRR ini juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengantisipasi adanya perubahan pendapatan atau pengeluaran. Analisis sensitivitas dilakukan dalam 3 (tiga) kondisi yaitu: a. Pengeluaran tetap seperti rencana, tetapi penerimaan berkurang 7%. Dari kondisi ini diperoleh nilai IRR sebesar 19%. Nilai IRR lebih besar dari suku bunga kredit berarti usaha masih layak dijalankan. Tabel 5.9. Analisis Sensitivitas (Pengeluaran Tetap, Penerimaan Berkurang) Uraian Cash - Inflow Cash Outflow Net Cashflow IRR AKUMULASI NPV IRR BC ratio PBP = 4 tahun Tahun 0 0 302.278.000 -302.278.000 -302.278.000 Tahun 1 468.720.000 462.122.335 6.597.665 -295.680.335 Tahun 2 757.094.400 662.261.303 94.833.097 -200.847.239 Tahun 3 789.980.688 716.693.475 73.287.213 -127.560.026 Tahun 4 850.671.268 735.480.352 115.190.916 -12.369.110 Tahun 5 887.622.301 801.677.672 85.944.629 73.575.520 Tahun Tahun 6 7 955.814.237 1.073.952.876 825.474.868 927.842.913 130.339.368 146.109.963 203.914.888 350.024.850 7.156.525 19% 1,02 1,7 bulan Sumber : data primer (diolah) b. Penerimaan tetap seperti rencana, tetapi pengeluaran meningkat sebesar 7%. Dari kondisi ini diperoleh nilai IRR sebesar 20%. Nilai IRR lebih besar dari suku bunga kredit berarti usaha masih layak dijalankan. 31 Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas (Pengeluaran Meningkat, Penerimaan Tetap) Uraian Cash - Inflow Cash Outflow Net Cashflow IRR AKUMULASI NPV IRR BC ratio PBP = 3 tahun Tahun 0 0 323.437.460 -323.437.460 -323.437.460 Tahun 1 504.000.000 494.470.899 9.529.101 -313.908.359 Tahun 2 814.080.000 708.619.595 105.460.405 -208.447.953 Tahun 3 849.441.600 766.862.018 82.579.582 -125.868.372 Tahun 4 914.700.288 786.963.976 127.736.312 1.867.940 Tahun 5 954.432.582 857.795.109 96.637.473 98.505.413 Tahun 6 1.027.757.244 883.258.109 144.499.134 243.004.547 Tahun 7 1.154.788.039 992.791.917 161.996.122 405.000.669 23.146.327 20% 1,07 11,8 bulan Sumber : data primer (diolah) c. Kombinasi antara penerimaan berkurang 3% dan pengeluaran bertambah 3%. Dari kondisi ini diperoleh nilai IRR sebesar 22%. Nilai IRR lebih besar dari suku bunga kredit berarti usaha masih layak dijalankan. Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas (Pengeluaran Bertambah, Penerimaan Berkurang) Uraian Cash - Inflow Cash Outflow Net Cashflow IRR AKUMULASI NPV IRR BC ratio PBP = 3 tahun Tahun 0 0 311.346.340 -311.346.340 -311.346.340 Tahun 1 488.880.000 475.986.005 12.893.995 -298.452.345 Tahun 2 789.657.600 682.129.142 107.528.458 -190.923.888 Tahun 3 823.958.352 738.194.279 85.764.073 -105.159.815 Tahun 4 887.259.279 757.544.762 129.714.517 24.554.702 Tahun 5 925.799.604 825.728.002 100.071.602 124.626.304 Tahun Tahun 6 7 996.924.526 1.120.144.398 850.239.114 955.678.201 146.685.412 164.466.197 271.311.716 435.777.913 45.619.184 22% 1,15 10 bulan Sumber : data primer (diolah) Dari nilai IRR tersebut dapat diketahui bahwa usaha pembenihan ikan Nila masih layak diteruskan walaupun sisi pengeluaran naik 7%, atau sisi penjualan turun 7%, atau sisi pengeluaran dan penjualan naik atau turun bersama-sama hingga hanya 3%. Dari angka sensitivitas tersebut nampak bahwa usaha pembenihan ikan Nila relatif tahan terhadap kenaikan biaya dan/atau penurunan pendapatan. Karena biaya terbesar berasal dari komponen biaya bahan baku pakan, maka untuk meningkatkan stabilitas usaha dari faktor kenaikan harga pakan maka pengusaha harus dapat mencari berbagai alteratif pakan ikan Nila baik itu dari perusahaan pakan yang lain maupun dari pakan alteratif buatan sendiri yang harganya lebih rendah lagi namun tidak mempengaruhi produksi ikan Nila. Atau cara yang lain adalah pengusaha harus aktif 32 dalam mencari pasar baru bagi produk ikan mereka sehingga stabilitas harga jual dapat dipertahankan dan/atau dinaikkan. 5.7. Payback Period Pemberian kredit kepada suatu usaha mempunyai risiko di dalam pengembalian kreditnya karena adanya ketidakpastian di masa depan. Semakin lama jangka waktu kredit semakin besar risikonya. Semakin singkat jangka waktu kredit, semakin kecil risiko yang dihadapi bank. Apabila jangka waktu kreditnya terlalu panjang, selain risiko pada bank akan meningkat, dari sisi debitur sebenarnya juga dirugikan karena akan membayar akumulasi bunga yang lebih banyak. Begitu juga apabila jangka waktu kredit terlalu pendek, pada sisi bank potensi risiko akan menurun, tetapi pada sisi nasabah dapat dirugikan karena terkena beban membayar angsuran yang melebihi kemampuan bayar sehingga berisiko mengganggu arus kas yang berdampak balik pada kemampuan pembayaran angsuran kredit. Oleh karena itu, dalam menentukan jangka waktu kredit sebaiknya memperhatikan kepentingan sisi bank dan kondisi calon debitur sekaligus. Dengan melihat lamanya periode pengembalian investasi atau Payback Period, dikombinasikan dengan likuiditas keuangan usaha debitur (tabel arus kas baris kas akhir), bank akan dapat memprediksi jangka waktu pengembalian kredit dan bunganya. Setelah memprediksi jangka waktu kredit, langkah selanjutnya adalah memperhatikan likuiditas keuangan yang dapat dilihat dari posisi Kas Akhir pada tahun bersangkutan dalam proyeksi arus kas dengan merubah jangka waktu kredit. Apabila posisi kas akhir tersebut masih lebih besar dari modal kerja permanen, maka kredit dengan jangka waktu tersebut dapat direalisasikan. Untuk usaha pembenihan ikan Nila, payback period-nya adalah sekitar 1 tahun 8 bulan, sehingga jangka waktu pemberian kredit selama 3 tahun dapat diberikan. Namun demikian dari proyeksi arus kas tersebut titik kritis nampak pada 1 (satu) tahun pertama karena 6 bulan pertama periode proyek karena saat itu usaha belum menghasilkan yang ditandai dengan kas akhir sangat kecil yaitu Rp243,89 juta, hampir sama dengan kebutuhan modal kerja permanennya sebesar Rp243,84 juta sehingga arus kas masih aman untuk pembayaran kredit yang berjangka waktu 3 tahun tersebut. 33 BAB VI ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial Manfaat ekonomi dari usaha pembenihan ikan Nila dapat dilihat dari manfaatnya secara langsung bagi pengusaha dan masyarakat sekitarnya, maupun secara tidak langsung bagi usaha-usaha ikutannya yaitu pengusaha pembesaran ikan Nila. Dengan luas kolam 11.500 m2 dengan kapasitas induk 3 paket dengan pergiliran pemijahan 2 minggu dengan menghasilkan 160.000 ekor benih ikan Nila, atau setara dengan 2 ton per 2 minggu. Ratarata kebutuhan benih Ikan Nila per 100 m2 kolam pembesaran di Klaster Minapolitan adalah ± 2 kuintal, maka benih tersebut mampu untuk mencukupi 900 – 1.100 m2 kolam. Bila diasumsikan tiap kolam dipanen 5 bulan sekali, maka kolam benih tersebut mampu melayani 9.000 m2 -11.000 m2 kolam pembesaran. Setelah 5 bulan dibesarkan benih ikan tersebut akan menjadi ikan Nila dewasa dengan bobot rata-rata 0,5 kg per ekor, sehingga dari 160.000 benih ikan akan menjadi ± 80.000 kg atau 80 ton ikan senilai + Rp1,28 miliar per 2 minggu. Sehingga untuk 5 bulan dari keseluruhan kolam tersebut akan dihasilkan Nila total + 800 ton senilai + Rp12,8 miliar. Contoh kasus dampak ekonomi keberadaan usaha pembenihan dapat dilihat di kawasan minapolitan Kabupaten Klaten. Menurut data Bappeda Kabupaten Klaten, produksi ikan Nila di kawasan minapolitan selama tahun 2009 sebesar 3.177 ton, atau + 1.600 ton dalam waktu 6 bulan. Dengan demikian dari kolam benih dengan kapasitas produksi 3 paket induk Nila (setara dengan 160.000 benih per 2 minggu) tersebut diperkirakan sudah mampu mencukupi hampir separuh dari kebutuhan benih di kawasan minapolitan saat ini. Dengan demikian keberadaan usaha pembenihan ikan Nila tersebut sangat bermanfaat bagi ekonomi masyarakat sekitarnya. 6.2. Aspek Dampak Lingkungan Hingga saat ini belum ada informasi maupun penelitian yang melaporkan bahwa usaha pembenihanikan Nila memiliki dampak negatif atau dampak buruk terhadap lingkungan. Usaha pembenihan ikan Nila tidak mengakibatkan kerusakan lahan, menimbulkan bau, juga tidak menghasilkan limbah berbahaya. 34 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Sebagai penutup dari analisis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah produksi ikan Nila, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: a. Usaha produksi benih ikan Nila memiliki prospek pasar yang masih terbuka, hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat/ rumah tangga, juga dapat dilihat dari meningkatnya pendirian restoran atau lokasi-lokasi wisata dan pemancingan yang dipenuhi pengunjung, maupun peluang ekspor. b. Pasar benih ikan Nila unggul saat ini sebenarnya masih sangat terbuka seiring dengan berkembangnya usaha budidaya dan konsumsi ikan Nila, barrier to entry usaha ini yang lebih tinggi dari pada pembesaran ikan Nila, yang bisa memenbus barrier to entry menjadi pengusaha pembenihan pun kebanyakan masih belum menggunakan induk unggul. Namun demikian usaha pembenihan Nila ini hendaknya bekerja sama dengan perusahaan/lembaga riset yang selalu mendatangkan/menyediakan induk unggul (F1), sehingga keunggulan benih yang diusahakan di kolam pembenihan dapat termonitor. c. Usaha pembenihan ikan Nila dapat dilaksanakan cukup dengan menggunakan teknologi/peralatan yang sederhana, namun demikian tetap diperlukan ketekunan dan keseriusan dari pengusahanya agar rangkaian proses pembenihan tidak gagal. d. Usaha pembenihan ikan Nila dapat menjadi pasar kredit perbankan karena usaha tersebut mampu mencetak laba yang cukup baik untuk memberikan keuntungan kepada pengusaha maupun untuk membayar bunga kredit. Usaha ini masih mampu memberikan keuntungan bagi pengusahanya sebesar rata-rata 17% dari penjualan walaupun usaha dilakukan dengan struktur pembiayaan 34% modal pengusaha dan 66% modal kredit bank dengan tingkat bunga pasar, laba tersebut sudah dikurangi bagi hasil dengan pemilik lahan. e. Analisis aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan juga menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan Nila layak dikembangkan karena menguntungkan, menciptakan lapangan kerja di pedesaan, memberikan multiplier efek yang tinggi bagi perekonomian kawasan, dan tidak menghasilkan limbah yang dapat merusak lingkungan. 35 7.2. Saran a. Usaha pembenihan ikan Nila termasuk sensitif terhadap peningkatan biaya produksi yang hampir 90%-nya disumbangkan oleh komponen biaya pakan, oleh karena itu disarankan agar pengusaha pembenihan selalu berusaha menemukan formula pakan yang murah namun tetap berkualitas. b. Usaha pembenihan ikan Nila juga sensitif terhadap penurunan nilai penjualan karena faktor nilai Food Convertion Ratio (FCR) yang tinggi, jumlah anakan yang sedikit, atau banyak anakan yang mati. Oleh karena itu dalam usaha pembenihan ikan Nila agar diusahakan pengusaha benar-benar menggunakan induk unggul yang menghasilkan keturunan yang unggul pula. Keunggulan benih yang dihasilkan nantinya bukan hanya menguntungkan pengusaha benih, namun juga akan menguntungkan pengusaha pembesaran ikan Nila nantinya. --oOo-- 36 Daftar Pustaka Anonim. 2012. Pemijahan, Pendederan, http://ikannila.com/Pemijahan%20Ikan%20Nila.htm Pembenihan Ikan Nila. Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Panduan SPO Nila merah Strain Janti (Oreochromis niloticus). Semarang: Balai Benih dan Budidaya Ikan Air tawar Muntilan Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. 2012. Petunjuk Teknis Pembenihan dan Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus). http://www.smecda.com/Files/Budidaya/ikan_nila.pdf. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Budidaya Pembesaran Ikan Nila. Jakarta: Bank Indonesia. Kemal Prihatman. 2000. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Jakarta: BAPPENAS. Suyanto, R. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Jakarta: Penebar Swadaya 37