1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Merokok adalah suatu kebiasaan yang sudah umum dan meluas di masyarakat,
dan pada faktanya kebiasaan merokok susah untuk dihilangkan. Merokok telah menjadi
kebiasaan yang umum di lakukan oleh masyarakat dan hal ini telah menyebar di seluruh
dunia dalam skala yg tidak kecil. Saat ini 1 dari 2 orang dewasa atau 1,1 miliar orang telah
merokok. Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan bahwa,
Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi dan
produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data WHO pada tahun 2002 Indonesia sudah
menduduki peringkat ke 5 terbanyak dalam mengkonsumsi rokok di dunia dan pada setiap
tahunnya mengkonsumsi 2,5 miliar batang rokok. Angka kekerapan merokok di Indonesia
yaitu 60%-70% pada laki-laki di perkotaan (Depkes,2008)
Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% – 38% dan lebih sering di negara-negara
berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian
BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (Pantiawati, 2010).
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia
yang pada tahun 1997 sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2003 sebesar 35
per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2005 menurun menjadi 32 per 1000 kelahiran
hidup (Depkes, 2006), sedangkan AKB Yogyakarta tahun 2006 yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 4,97 per 1000 kelahiran hidup
Kematian ibu dan bayi di Indonesia yang masih tinggi merupakan fokus utama
pemecahan masalah kesehatan di Indonesia.Hemoglobin adalah parameter yang
digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia (Supariasa, 2002). Bila kadar
Hb ibu hamil <11 gr % maka ibu hamil tersebut dikatakan anemia (proverawati, 2009).
2
Ada hubungan yang bermakna antara kejadian KEK dengan kejadian anemia pada
ibu hamil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijianto dkk melalui analisis multivariat
regresi logistic menunjukkan bahwa variabel dominan yang berpengaruh terhadap
kejadian anemia adalah risiko KEK dan usia kehamilan. Ibu hamil yang berisiko KEK
berpeluang menderita anemia sebesar 2,96 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
berisiko KEK.Setelah dikontrol dengan variabel usia kehamilan, ibu hamil pada trimester III
berpeluang menderita anemia gizi 1,7 kali dibandingkan dengan ibu hamil trimester I.
Setelah dikontrol dengan variabel risiko KEK. ibu hamil trimester II berpeluang menderita
anemia gizi 1,2 kali dibandingkan dengan usia kehamilan trimester I.
Selain itu dari hasil penelitian Ngare dan Neuman pada 148 wanita hamil di Kenya
pada tahun 1998 yang berjudulPredictors of Low Birthweigt at The Community Level
menyimpulkan bahwa faktor - faktor risiko terjadinya BBLR antara lain, ukuran BMI, LILA,
kadar Hb dan food intake. Bila intake zat gizi kurang memadai maka akan meningkatkan
risiko terjadinya BBLR.
Di Indonesia pada umumnya kadar hb yang kurang disebabkan oleh kekurangan
zat besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel maupun tubuh maupun sel otak. Kadar hb yang tidak normal
dapat mengakibatkan kematian janin dalan kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR,
kadar hb tidak normal pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan kematian perinatal yang lebih tinggi. Pada ibu hamil dengan kadar Hb
yang tidak normal dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas pada ibu dan
bayi serta melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar (kristyanasari, 2010)
Dalam Millenium Development Goals (2005) telah disebutkan pada goal ke 4
bahwa tantangan yang dihadapi untuk dapat menurunkan prevalensi BBLR dan pada goal
ke 5 adalah meningkatkan kesehatan ibu dengan cara memperbaiki perilakukeluarga dan
masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) selama masa kehamilan
seperti menghindari paparan asap rokok pada wanita hamil
Penyebab BBLR adalah riwayat prematur dan BBLR sebelumnya, faktor janin dan
plasenta, usia ibu, paritas, pekerjaan ibu, status gizi, penyakit ibu seperti malaria, anemia,
3
sipilis, TORCH (toxoplasma, rubella, Cyto Megalo Virus/ CMV, herpes), dan komplikasi
pada kehamilan (perdarahan anterpartum, pre-eklamsia). Penyebab lainnya yaitu faktor
pengetahuan, pendidikan, perilaku ibu hamil seperti perokok pasif dan aktif, pengguna
narkoba, alcohol, faktor lingkungan tempat tinggal sekitar dan paparan zat-zat yang
beracun (Chen, 2008)
Tiga penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia yaitu Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) sekitar 29 %, pernafasan tersumbat atau asfiksia 27 % dan tetanus
sekitar 10 %. Selebihnya adalah infeksi sebanyak 5 %, gangguan hematologis 6 %,
masalah pemberian makanan 10 % serta lain-lain sekitar 13 % (Rosdiana, 2007).
BBLR beresiko 40 kali memgalami kematian. Komplikasi yang ditimbulkan antara
lain yaitu hipotermia, hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, paten duktus
arteriosus, infeksi, perdarahan intraventrikuler, dan apnoe. Selanjutnya dari komplikasi
tersebut akan mengalami gangguan pekembangan dan pertumbuhan, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, penyakit paru kronis yang mengakibatkan
peningkatan mortalitas serta tingginya biaya perawatan yang dibutuhkan (WHO, 2007)
Pada tahun 2002-2003 sekitar 57% kematian bayi terjadi pada bayi yang berumur
dibawah 1 tahun yang utmanya disebabkan oleh gangguan perinatal dan bayi berat lahir
rendah, di samping gangguan pada masa perinatal, tingginya angka kematin pada bayi
juga di sebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, malaria, campak dan
gizi rendah yang masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Menurut
perkiraan, setiap tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir dengan berat rendah (Men.Kes. R.I.
2004)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini
adalah :
1. Apakah ada hubungan antara paparan asap rokok dengan terjadinya BBLR?
2. Apakah ada hubungan antara status gizi ibu hamil dengan terjadinya BBLR?
3. Apakah ada hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan terjadinya BBLR?
4
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisa atau mengetahui
pengaruh paparan asap rokok, status gizi, dan anemia pada ibu hamil terhadap kejadian
Berat Lahir Rendah Bayi di Yogyakarta. Sedangkan tujuan khususnya yaitu mengetahui
seberapa besar pengaruh paparan asap rokok, status gizi dan anemia pada ibu hamil
terhadap kejadian BBLR.
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis, sebagai sumber informasi bagi penentu kebijakan dalam upaya
meningkatkan program pelayanan dan penanganan ibu hamil yang terpapar asap
rokok dengan anemia dan status gizi yang kurang baik agar kejadian BBLR dapat
diturunkan.
2. Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi tentang
pengaruh asap rokok dengan anemia dan status gizi yang kurang baik dengan
kejadian BBLR.
E. Keaslian Penelitian
1. Irnawati dkk.(2011), dalam penelitinnya yang berjudul ibu hamil perokok pasif
sebagai faktor risiko bayi berat lahir rendah mengatakan bahwa hasil penelitian
menggambarkan ibu hamil perokok pasif yang terpapar asap rokok 1-10 batang
per hari berisiko 2,4 kali lebih sering untuk terjadinya bayi berat lahir rendah
(BBLR) dengan Ibu hamil yang terpapar asap rokok lebih dari atau sama dengan
11 batang per hari berisiko 3,1 kali lebih sering mengalami BBLR dibanding ibu
yang tidak terpapar. Persamaan penelitian yaitu sama-sama meneliti efek paparan
asap rokok dengan BBLR. Sedangkan perbedaannya adalah pada tujuannya yaitu
mengetahui pengaruh jumlah rokok yang di hisap di dalam rumah terhadap risiko
terjadinya BBLR, sedangkan pada penelitian ini adalah si peneliti ingin melihat
seberapa besar pengaruh paparan asap rokok terhadap risiko terjadinya BBLR.
2. Sirajuddi dkk. (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Paparan Asap
Rokok Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Bayi di Sulawesi Selatan mengatakan
bahwa berdasarkan hasil penelitian jika jumlah batang rokok yang diisap > 25
batang/hari maka risiko kejadian BBLR > 1. Artinya adalah jika seseorang merokok
5
> 1 bungkus sehari maka sudah dapat menyebabkan berat lahir bayi < 2500 gram.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti efek paparan asap rokok dan kejadian
BBLR, sedangkan perbedaannya adalah pada metodenya yaitu cross sectional,
sedangkan pada penelitian ini metodenya menggunakan case control
3. Mustika dkk. (2005), dalam penelitiannya yang berjudul Kurang Energi Kronis dan
Anemia Ibu Hamil Sebagai Faktor Risiko Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di Kota
Mataram Kota Nusa Tenggara Barat mengatakan bahwa pada kelompok umur
berisiko yang terpapar KEK yang melahirkan BBLR berjumlah 17 orang (54,8%)
dan non BBLR sebanyak 13 orang (39,4%), sedangkan yang tidak terpapar KEK
berjumlah 14 orang (45,2%) dan 20 orang (60,6%). Umur berisiko terpapar KEK
1,87 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR dari pada yang tidak terpapar KEK.
Persamaannya yaitu sama-sama meneliti faktor risiko KEK dengan kejadian BBLR.
Sedangkan untuk perbedaannya lokasi berada di
Kota Nusa Tenggara Barat,
sedangkan pada penelitian ini lokasi berada di Yogyakarta
4. Edwi S., dkk. (1992), pada penelitiannya yang berjudul Risiko Ibu hamil KEK dan
Anemia melahirkan Bayi BBLR mengatakan bahwa pada kelompok normal dari
125 bayi yang di lahirkan terdapat 14 bayi BBLR (11,2%), pada ibu hamil KEK
20,0% dan ibu hamil anemia 8,1% dan pada ibu hamil KEK-Anemia adalah 14,6%
bayi BBLR. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti status anemia dan KEK pada
ibu hamil. Sedangkan perbedaannya adalah pada metode penelitian menggunakan
kohort, sedangkan pada penelitian ini menggunakan case control
5. Eddyman W. (2011), pada penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Status
Gizi Ibu Berdasarkan Ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan Berat Badan
Lahir Bayi di RSUD Daya Kota Makassar mengatakan status gizi ibu berdasarkan
LILA ≥ 23,5 cm (77,1%), sedangkan status gizi ibu berdasarkan LILA < 23,5 cm
(22,9%). Berat badan lahir bayi ≥ 2500 gram (79,7%), dan berat badan lahir bayi <
2500 gram (20,3%). Sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara status gizi ibu berdasarkan ukuran LILA dengan berat badan lahir
bayi. Persamaan’nyasama-sama meneliti status anemia dan KEK pada ibu hamil.
Perbedaannya pada penelitian ini menggunakan metode cross sectional
sedangkan si peneliti menggunakan metode case control
Download