Analisis Hubungan Praktek Politik Uang dengan Tingkat

advertisement
LAPORAN RISET
ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT
PARTISIPASI MASYARAKAT FLORES TIMUR
DI DALAM PEMILU TAHUN 2014
(SEBUAH PENDEKATAN EMPIRIK)
KERJASAMA
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN FLORES TIMUR
DENGAN
LEMBAGA PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS (LPLK)
‘SEDA LESTARI’
LARANTUKA
JULI 2015
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
penyertaanNya dalam setiap tahapan penelitian hingga tersusunnya Laporan Hasil
Riset ‘ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT
PARTISIPASI MASYARAKAT FLORES TIMUR DI DALAM PEMILU (Sebuah
Pendekatan Empirik).
Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
di dalam riset ini terisimewa kepada:
1) Pihak Pemerintah Kabupaten Flores Timur yang melalui Bagian KESBANGPOL
telah memberikan ijin terhadap kegiatan riset ini sekaligus memberikan informasi
dan data terkait tujuan penelitian ini.
2) Pihak
Komisi
Pemilihan
Umum
Kabupaten
Flores
Timur
yang
telah
mempercayakan kami untuk melakukan penelitian ini sekaligus telah membantu
kami proses penyusunan laporan riset.
3) Teman-teman Responden yang telah bekerjasama dalam penelitian ini.
4) Bapak/Ibu/Saudaria/I responden dalam penelitian yang telah menyediakan
waktunya demi keberhasilan riset.
5) Para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pendidikan yang telah bersedia
sebagai narasumber dalam penelitian.
6) Teman-teman Lembaga Pendidikan Layanan Khusus (LPLK) SEDA LESTARI
sebagai team dalam penyusunan laporan hasil riset ini.
7) Semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian
Kami mengakui keterbatasan manusiawi kami dalam penyusunan laporan hasil
riset ini. Segala koreksi dari semua sangat kami harapkan demi penyempurnaan
laporan ini.
Larantuka, 8 Juli 2015
Peneliti
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................................
ii
RINGKASAN .................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .....................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
6
1.5 Batasan Masalah Penelitian .........................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
8
2.1 Kajian Teoritik ...............................................................................
8
A. Teori Partisipasi Publik .............................................................
8
B. Bentuk-bentuk Partisipasi Publik ..............................................
12
C. Persepsi Politik ........................................................................
16
D. Perilaku Politik .........................................................................
19
E. Teori Politik Uang .....................................................................
27
2.2 Kajian Pustaka..............................................................................
34
2.3 Kerangka konsep Penelitian .........................................................
38
2.4 Hipotesa Penelitian .......................................................................
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................. ...........................................
40
3.1 Desain Penelitian ......................................................................
40
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................
41
3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ............................
42
3.3.1 Definisi Konseptual ...................................................................
42
3.3.2 Definisi Operasional ..................................................................
44
3.4 Populasi dan Sampel ................................................................
47
3.4.1 Populasi ....................................................................................
47
3.4.2 Sampel dan Sampling ...............................................................
47
3.5 Sumber dan Jenis Data .............................................................
47
3.5.1 Data Primer ...............................................................................
47
3.5.2 Data Sekunder ..........................................................................
48
3.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................
49
3.7 Teknik Analisis Data ..................................................................
52
ii
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN...............................................................................................
55
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Flores Timur...............................
55
4.2 Karakteristik Responden ...........................................................
58
BAB V METODE PRAKTEK POLITIK UANG.................. .............................
66
BAB VI JENIS PRAKTEK POLITIK UANG ...................................................
100
BAB VII PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP
POLITIK UANG ...........................................................................................
112
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT
PARTISIPASI MASYARAKAT...................................................................... 118
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 128
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... 130
iii
RINGKASAN
ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT FLORES TIMUR DI DALAM
PEMILU TAHUN 2014 (Sebuah Pendekatan Empirik).
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran
demokrasi suatu negara. Sistem pemilihan umum secara langsung membuka
maraknya praktik money politics dengan mengatasnamakan bantuan, sedekah,
amal, hadiah dan lain sebagainya. Pada proses demokrasi level akar rumput (grass
root), praktik money politics tumbuh subur. Karena dianggap suatu kewajaran,
masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya.
Responden penelitian diambil berdasarkan tujuan penelitian yang terdiri dari 100
orang yang terdistribusi dalam tiga zonasi yakni zonasi Daratan Pulau Flores,
Zonasi Adonara dan Zonasi Solor. Penelitian difokuskan pada studi korelasional
bivariat untuk menjelaskan hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi
masyarakat di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu tahun 2014. Instrumen
penelitian ini menggunakan survey, observasi dan wawancara. Responden
penelitian bersifat permanen (disesuaikan dengan variabel penelitian) sedangkan
narasumber bersifat pilihan peneliti yang disesuaikan tujuan penelitian. Penelitian
bersifat cross sectional artinya, penelitian dilakukan pada waktu yang
bersamaan.Survey bersifat tertutup (clossing type) demi objektivitas penelitian
sedangkan wawancara dan observasi bersifat terbuka untuk memperoleh data
primer dan data sekunder yang akurat. Analisis korelasional bivariat dilakukan
dengan skala ordinai baik pada variabel independen maupun pada variabel
dependen. Aspek objektivitas dijunjung tinggi demi tercapainya data yang valid,
realiabel dan konsisten.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa Praktek politik uang di seluruh wilayah
Kabupaten Flores Timur. Praktek politik uang dilakukan sebelum pemungutan suara
dan setelah pemungutan suara. Pemberian uang/barang lebih banyak dilakukan
oleh agen meskipun banyak pula kandidat yang memberikan secara langsung.
Praktek politik uang menggunakan metode dan modus yang berbeda-beda. Sasaran
pemberian uang suap/barang bersifat pribadi dan kelompok. Motivasi pemberian
bantuan lebih banyak bersifat politis. Praktek politik uang bersifat masif, terstuktur
dan tersistematis. Persepsi masyarakat tentang politik uang itu wajar tergolong
sedang. Perilaku masyarakat dalam pemilu akibat politik uang masih pada tingkat
rendah. Kontribusi variable politik uang terhadap tingkat pastisipasi masyarakat di
dalam pemilu sebesar 12,90% sedangkan 87,10% dipengaruhi variable lain. Ada
hubungan yang signifikan antara praktek politik uang dengan tingkat partispasi
2
masyarakat Flores Timur di dalam pemilu dimana
ℎ
<
tabel atau
9,43 < 5,991 maka Ha diterima, signifikan.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal
dari, oleh dan untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi.
Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah
keikutsertaan dalam pemilihan umum. Secara umum partisipasi politik merupakan
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Anggota
masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum,
melakukan tindakannya didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu
kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan
bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang
berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat.
Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi. Salah
satu konsepsi modern diajukan oleh Joseph Scumpeter yang menempatkan
penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi
sebuah sistem politik agar dapat disebut sebagai sebuah demokrasi. Partisipasi politik
masyarakat berkaitan erat dengan demokrasi suatu negara. Dalam negara demokratis,
kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, yang melaksanaan melalui kegiatan
bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan, serta masa depan dan untuk menentukan
orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Anggota masyarakat secara
1
langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk di lembaga pemerintahan. Dengan kata
lain, partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan pengejawantahan
dan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah dan oleh rakyat, keikutsertaan
masyarakat
dalam
berpartisipasi
sangatlah
penting
karena
teori
demokrasi
menyebutkan bahwa masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka
kehendaki. Hak-hak sipil dan kebebasan dihormati serta dijunjung tinggi. Tiada
demokrasi tanpa partisipasi politik warga, sebab partisipasi merupakan esensi dari
demokrasi. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran
demokrasi suatu negara.
Sistem pemilihan umum secara langsung membuka maraknya praktik money
politics dengan mengatasnamakan bantuan,sedekah, amal,hadiah dan lain sebagainya.
Dalam situasi yang serba sulit seperti saat ini, uang merupakan alat kampanye yang
cukup ampuh untuk mempengaruhi masyarakat guna memilih calon tertentu.
Kecerdasan intelektual dan martabat pribadi tidak menjadi tolak ukur kelayakan bagi
calon peserta pemilu, tetapi kekayaan finansial yang menjadi penentu pemenangan
dalam pemilu.
Pada proses demokrasi level akar rumput (grass root), praktik money politics
tumbuh subur. Karena dianggap suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap
bahayanya. Mereka membiarkannya, karena tidak merasa bahwa money politics secara
normatif harus dijauhi. Segalanya berjalan dengan wajar. Kendati jelas terjadi
moneypolitics, dan hal itu diakui oleh kalangan masyarakat, namun tidak ada protes.
Budaya money politics merupakan hal lumrah dalam masyarakat opurtunis dewasa ini.
Fenomena money poltics dalam masyarakat bisa dilihat secara langsung dalam proses
2
pemilihan legislatif maupun kepala daerah dan kepala negara. Proses pencalonan
tersebut seringkali tidak lepas dari penggunaan uang sebagai upaya menarik simpati
warga. Dalam skala yang lebih luas, praktik money politics telah melibatkan hampir
seluruh elemen sosial seperti pejabat, politisi, akademisi, pendidik, saudagar, bahkan
kalangan agamawan sekalipun.
Dalam perspektif sosiologi politik, fenomena bantuan politis ini dipahami sebagai
wujud sistem pertukaran sosial yang biasa terjadi dalam realitas permainan politik.
Karena interaksi politik memang meniscayakan sikap seseorang untuk dipenuhi oleh
penggarapan timbal balik (reciprocity). Dengan kata lain, relasi resiprositas merupakan
dasar bagi terciptanya sistem pertukaran sosial yang seimbang.
Perilaku
money
politics,
dalam
konteks
politik
sekarang,
seringkali
diatasnamakan sebagai bantuan, amal, sedekah dan lain-lain. Pergeseran istilah
money politics ke dalam istilahan moral ini secara tidak langsung telah menghasilkan
perlindungan secara sosial melalui norma kultural masyarakat yang memang
melazimkan tindakan itu terjadi. Tatkala masyarakat telah menganggapnya sebagai
tindakan lumrah, maka kekuatan legal formal hukum akan kesulitan untuk
menjangkaunya. Karena itu dibutuhkan kerangka kerja tafsir untuk memahami setiap
makna yang tersimpan di balik perilaku politik (political behaviour) sehingga dapat
memudahkan dalam pemisahan secara analitik antara pemberian yang sarat dengan
nuansa suap, dan pemberian dalam arti sesungguhnya sebagai bantuan (Umam,
2006:47).
Kesulitan mengambil persepsi yang tegas di kalangan pemimpin masyarakat
cukup membingungkan masyarakat. Ketika beberapa agamawan menyatakan bahwa
3
money politics itu haram, penilaian beberapa agamawan yang lain tidak seekstreem itu.
Mantan Menteri Agama Malik Fadjar, seperti yang dikutip oleh Ismawan dalam money
politics Pengaruh Uang dalam Pemilu, tidak mau secara tegas mengatakan hukum
praktik money politics haram. Dia mengaku sulit mengatakan hukumnya dengan dalildalil yang jelas berkaitan langsung dengan soal ini (Ismawan, 1999:2). Akhirnya, sulit
dibedakan antara pemberian yang tergolong suap dan pemberian yang tergolong amal.
Ketidakpastian hukum ini menjadi salah satu penyebab muncul praktik money politics di
Kabupaten Flores Timur yang masyarakatnya tergolong agamis.
Melihat kenyataan bahwa praktik money politics telah begitu melekat dalam
kehidupan masyarakat, mulai dari tingkat bawah hingga atas, maka persoalan yang
pelik ini harus disikapi dengan serius. Persoalan yang terkesan remeh namun memiliki
implikasi negatif yang sangat besar bagi perkembangan demokrasi dan penegakan
hukum(supremacy) di Indonesia. Money politics membuat proses politik menjadi bias.
Akibat penyalahgunaan uang, pemilu sulit menampakkan ciri kejujuran, keadilan serta
persaingan yang fair. Pemilu seperti itu akhirnya menciptakan pemerintah yang tidak
memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyat.
Namun demikian, masyarakat tetap tidak bisa memberikan justifikasi hukum
terhadap semua pemberian politis sebagai suap. Karena ketetapan hukum atas
pemberian politis ini harus melalui proses interprestasi berupa upaya pemahaman
secara mendalam terhadap makna kepentingan yang sesungguhnya di balik perilaku
politik(political behaviour) terlebih dahulu, sehingga publik dapat mengetahui alasan
yang mendasari suatu tindakan atau bantuan tersebut. Dialektika tentang politik uang
dan implikasinya, metode serta modusnya, kontribusi negative serta distribusi mal-
4
prakteknya mendorong peneliti untuk menelusurinya secara lebih mendalam dengan
mengambil lokasi di Kabupaten Flores Timur.
1.2.
Rumusan Masalah
Persoalan politik uang di dalam pemilu meninggalkan diskursus yang hingga
saat ini belum menemukan titik solusinya. Keberadaan mal-praktek politik uang
terkesan sepeleh namun memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan inflasi
kualitas pemilu. Di samping itu politik uang dihadapkan pada tingkat partisipasi
masyarakat yang cenderung menurun. Pilihan golput sering terdengar sering terdengar
di negeri yang menganut paham demokrasi ini. Demokrasi telah kehilangan bentuk dan
kualitasnya di hadapan politik uang. Munculah beberapa persolan
a)
Bagaimana metode dan modus praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur?
b)
Bagaimana persepsi dan perilaku masyarakat Flores Timur terhadap politik uang?
c)
Bagaimana hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat
di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu.
1.3.
Tujuan Penelitian
a) Mengetahui metode dan modus praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur.
b) Memahami persepsi dan perilaku masyarakat Flores Timur terhadap politik uang.
c) Menjelaskan hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakatdi
Kabupaten Flores Timur dalam pemilu.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pengetahuan di bidang
ilmu politik, terutama sebagai pembelajaran dan memberikan informasi mengenai
hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di
Kabupaten Flores Timur dalam pemilu, serta bagi penulis sendiri agar dapat
meningkatkan pengetetahuan tentang manajemen PEMILU.
2. Penelitian ini diharapkan menjadi pengembangan dari teori-teori politik yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis tentang metode dan modus
praktek politik uang, persepsi dan perilaku politik, partisipasi politik sehingga
karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi civitas akademika,
penentu kebijakan politik, dan praktisi politik/politisi,
3. Secara operasional penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
literature bagi Lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada umumnya dan
KPUD Flores Timur pada khususnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi pihak terkait untuk melihat bagaimana hubungan
praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur
dalam pemilu untuk untuk mendorong peran serta masyarakat yang pro aktif
demi terciptanya PEMILU yang berkualitas.
6
1.5 Batasan Masalah Penelitian
a) Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan mulai tanggal 6 Juni s/d 6 Juli
2015 di seluruh wilayah di Kabupaten Flores Timur
b) Responden penelitian diambil berdasarkan tujuan penelitian yang yang
terdiri dari 100 orang yang terdistribusi dalam tiga zonasi yakni zonasi
Daratan Pulau Flores, Zonasi Adonara dan Zonasi Solor
c) Penelitian difokuskan pada studi korelasional bivariat untuk menjelaskan
hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di
Kabupaten Flores Timur dalam pemilu.
d) Instrumen penelitian ini menggunakan survey, observasi dan wawancara
e) Responden penelitian bersifat permanen (disesuaikan dengan variabel
penelitian)
sedangkan
narasumber
bersifat
pilihan
peneliti
yang
disesuaikan tujuan penelitian
f) Penelitian bersifat cross sectional artinya, penelitian dilakukan pada waktu
yang bersamaan.
g) Survey bersifat tertutup (clossing type) demi objektivitas penelitian
sedangkan wawancara dan observasi bersifat terbuka untuk memperoleh
data primer dan data sekunder yang akurat.
h) Analisis korelasional bivariat dilakukan dengan skala ordinai baik pada
variabel independen maupun pada variabel dependen.
i) Aspek objektivitas dijunjung tinggi demi tercapainya data yang valid,
reliabel dan konsisten.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KAJIAN TEORITIK
A. TEORI PARTISIPASI PUBLIK
Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik.
Hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari
sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga
peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Sebagai defenisi umum dapat
dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih
pimpinan dan secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan
pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara
dalam pemilihan umum atau kepala daerah, menghadiri kegiatan (kampanye),
mengadakan hubungan (contakting) dengan pejabat pemerintah, atau anggota
parlement dan sebagainya.
Herbert Meclosky (1994:3), berpendapat bahwa partisipasi politik adalah
kegiatan-kegiatan suka rela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum. Berdasarkan defenisi ini, partisipasi warga masyarakat
menekankan pada keikutsertaan individu maupun kelompok masyarakat untuk
8
melakukan kegiatan politik secara aktif dimana setiap anggota masyarakat, seyogyanya
memberikan suara dalam pemilihan kepala daerah. Dan juga dijelaskan bahwa
kegiatan sukarela adalah dimana dalam pelaksanaan pemberian suara dalam pemilihan
tanpa pengaruh paksaan dari siapapun.
“Norman H. Nie (2002:9), dan Sidney Verba” partisipasi politik adalah kegiatan
pribadi
warga
negara
yang
loyal
sedikit
banyak
langsung
bertujuan
untuk
mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara/tindakan-tindakan diambil oleh mereka,
yang teropong terutama adalah “tindakan-tindakan yang bertujuan mempengaruhi
keputusan-keputusan pemerintah” yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi alokasi nilai
secara otoritatif untuk masyarakat.
Dalam bukunya, Political Sciology : A Critical Introduction, Keith Fauls dalam Pengantar
Sosiologi oleh Damsar, memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan
secara aktif dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.
Beberapa sarjana merumuskan beberapa konsep partisipasi politik, yang disampaikan dalam
tabel berikut
Sarjana
Konsep
Indikator
Kevin
R. Partisipasi politik memberi perhatian pada 1. Terdapat interaksi antara
Hardwick
cara-cara warga negara berinteraksi dengan
warga negara dengan
pemerintah,
warga
negara
berupaya
pemerintah
menyampaikan
kepentingan-kepentingan 2. Terdapat usaha warga
mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar
negara
untuk
mampu
mewujudkan
kepentinganmempengaruhi
pejabat
kepentingan tersebut.
publik.
9
Miriam
Budiardjo
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang 1. Berupa kegiatan individu
atau sekelompok orang untuk ikut serta
atau kelompok
secara aktif dalam kehidupan politik, dengan 2. Bertujuan ikut aktif dalam
jalan memilih pimpinan negara, dan secara
kehidupan politik, memilih
langsung atau tidak langsung mempengaruhi
pimpinan publik atau
kebijakan pemerintah (public policy).
mempengaruhi kebijakan
publik.
Ramlan
Surbakti
Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga 1. Keikutsertaan
warga
negara biasa dalam menentukan segala
negara dalam pembuatan
keputusan menyangkut atau mempengaruhi
dan
pelaksanaan
hidupnya.
Partisipasi
politik
berarti
kebijakan publik
keikutsertaan warga negara biasa (yang 2. Dilakukan oleh warga
tidak mempunyai kewenangan) dalam
negara biasa
mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik.
Michael
Partisipasi politik adalah keterlibatan individu 1. Berwujud
keterlibatan
Rush dan sampai pada bermacam-macam tingkatan di
individu dalam sistem
Philip
dalam sistem politik.
politik
Althoft
2. Memiliki
tingkatantingkatan partisipasi
Huntington Partisipasi politik ... kegiatan warga negara 1. Berupa kegiatan bukan
dan
preman (private citizen) yang bertujuan
sikap-sikap
dan
Nelson
mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh
kepercayaan
pemerintah.
2. Memiliki
tujuan
mempengaruh kebijakan
publik
3. Dilakukan oleh warga
negara preman (biasa)
Herbert
McClosky
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan 1. Berupa kegiatan-kegiatan
sukarela dari warga masyarakat melalui
sukarela
mana mereka mengambil bagian dalam 2. Dilakukan oleh warga
proses pemilihan penguasa, dan secara
negara
langsung atau tidak langsung, dalam proses 3. Warga negara terlibat
pembentukan kebijakan umum.
dalam
proses-proses
politik
Tabel 2.1Defenisi Partisipasi Politik Menurut Beberapa Ahli
Sumber: mjieschool.multiply.com/journal/item/.../BUDAYA_
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan
beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap
partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela
yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi
10
politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolaholah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh nonwarga negara biasa.
Setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah tidak lepas dari campur tangan
warga negara. Dan setiap keputusan yang diambil tersebut secara tidak langsung
mempengaruhi kehidupan warga negara. Oleh karena itu, partisipasi dari masyarakat
itu sendiri penting adanya. Dalam negara-negara demokratis pada umumnya semakin
tinggi partisipasi warga negaranya maka semakin baik pula1, dengan kata lain
masyarakat merasa terbeban untuk ikut berpartisipasi. Karena tingkat partisipasi
masyarakatnya tinggi. Hal ini berarti masyarakat sebagai pemilik mandat peduli
terhadap setiap kebijakan atau peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Begitu
juga sebaliknya apabila tingkat partisipasi masyarakat rendah maka hal ini dianggap
kurang baik, karena masyarakatnya tidak peduli terhadap negaranya dan cenderung
bersikap apatis, dan lebih mementingkan kepentingan pribadi serta kelompoknya.
Kegiatan warga negara biasa dibagi dua yaitu mempengaruhi isi kebijakan umum dan
ikut menentukan pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Dari defenisi ini dapat ditarik beberapa kriteria dari pengertian partisipasi politik2 :
1. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dapat diamati dan bukan sikap atau
orientasi. Jadi, partisipasi politik hanya berhubungan dengan hal yang bersifat
objektif dan bukan subjektif.
2. Kegiatan politik warga negara biasa atau perorangan sebagai warga negara
biasa yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung (perantara).
1
Miriam Budiardjo, op.cit., hal. 3.
Kuskridho Ambardi, op.cit., hal. 288-290.
2
11
3. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah, baik berupa bujukan atau dalam bentuk tekanan bahkan penolakan
juga terhadap keberadaan figur para pelaku politik dan pemerintah.
4. Kegiatan tersebut diarahkan kepada upaya mempengaruhi pemerintah tanpa
peduli efek yang akan timbul gagal ataupun berhasil.
5. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan
(konvensional) maupun dengan cara yang diluar prosedur yang wajar (tak
konvensional) dan berupa kekerasan (violence).
6. Partisipasi politik adalah kegiatan seseoranng atau sekelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau
upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.
B. Bentuk-bentuk partisipasi Publik
Secara umum bentuk-bentuk partisipasi sebagai kegiatan dibedakan sebagai
berikut :
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output.
Artinya setiap orang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada
pemerintah tinggi.
Warga negara secara aktif mengajukan usul mengenai
kebijakan public, mengajukan alternative kebijakan public yang berlainan dengan
kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan
umum, memilih pemimpin pemerintah dan lain-lain.
12
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti
hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap
keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap system politik
yang ada telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan.
Para ahli sosiologi politik telah merumuskan berbagai bentuk partisipasi politik.
Berikut disajikan bentuk-bentuk partisipasi politik menurut beberapa ahli.
1. Michael Rush dan Philip Althoff
Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff yang
dikutip oleh Damsar dalam Pengantar Sosiologi Politik mengidentifikasi bentuk-bentuk
partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi politik
menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau administrative.
Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati
secara total, yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total.
Semakin tinggi hierarki partisipasi politik maka semakin kecil kuantitas dari keterlibatan
orang-orang, seperti yang diperlihatkan oleh Bagan Hierarki Partisipasi Politik3, dimana
garis
vertikal
segitiga
menunjukkan
hierarki,
sedangkan
garis
horizontalnya
menunjukkan kuantitas dari keterlibatan orang-orang.
3
Rush, Althoff, Pengantar Sosioogi Politik dalam Pengantar Sosioogi Politik oleh Damsar Op.cit.,hal. 185.
13
Menduduki jabatan politik atau administrative.
Mencari jabatan politik atau administrative.
Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik.
Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik.
Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik .
Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik.
Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainy.
Partisipasi dalam diskusi politik informal.
Partisipasi dalam pemungutan suara (voting).
Apati total.
Gambar 2.2Hierarki Partisipasi Politik
Sumber: Rush dan Althoff (2003) dalam Damsar (2010), hal. 185.
2. Samuel P.Huntington dan Juan M.Nelson
Samuel P.Huntington dan Juan M. Nelson4 menemukan bentuk-bentuk partisipasi
politik yang berbeda. Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik meliputi :
1. Kegiatan Pemillihan, mencakup suara, juga sumbangan-sumbangan untuk
kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang
calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses
pemilihan.
2. Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi
pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud
4
Ibid., hal. 188-190.
14
mempengaruhi keputusan politik mereka mengenai persoalan-persoalan yang
menyangkut sejumlah besar orang.
3. Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam
suatu
organisasi
yang
tujuannya
yang
utama
adalah
mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah.
4. Mencari koneksi, merupakan tindakan peorangan yang ditujukan terhadap
pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat
bagi hanya satu atau segelintir orang.
5. Tindak kekerasan, merupakan upaya untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah dengan jalan menimbukan kerugian fisik terhadap orangorang atau harta benda.
3. Gabriel A. Almond
Dalam buku Perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Mas’oed dan
MacAndrews dalam Damsar5, Almond membedakan partisipasi atas dua bentuk yaitu :
1. Partisipasi Politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang
“normal“ dalam demokrasi modern.
2. Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang
tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan
illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.
Adapun rincian dari pandagan Almond tentang dua bentuk partisipasi dapat dilihat
pada tabel berikut :
5
Ibid., hal. 186.
15
Konvensional
Pemberian suara (voting)
Diskusi Politik
Membentuk dan bergabung dalam
kelompok kepentingan
Komunikasi individual dengan pejabat
politik dan administratif
Non Konvensional
Pengajuan Petisi
Berdemonstrasi
Konfrontasi
Mogok
Tindak kekerasan politik terhadap
hartabenda(perusakan,pengeboman,pem
bak aran)
Tindakan
kekerasan
politik
terhadp
manusia
(penculikkan,pembunuhan)
perang gerilya dan revolusi.
Tabel 2.3 Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Sumber: Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews (1981) dalam Damsar (2010), hal. 186
C. Persepsi Politik
Pengertian presepsi dalam kamus ilmiah adalah pengamatan, penyusunan
dorongan-dorongan dalam kesatuan-kesatuan, hal mengetahui, melalui indera,
tanggapan (indera) dan daya memahami. Oleh karena itu, kemampuan manusia untuk
membedakan mengelompokkan dan memfokuskan yang ada dilingkungan mereka
disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.17
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh suatu penginderaan yaitu
merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
reseptornya. Untuk lebih memahami persepsi berikut adalah beberapa definisi persepsi
menurut pakar psikologi antara lain sebagai berikut:
Psikologi sosial mengamati kegiatan manusia dari segi-segi ekstern (lingkungan sosial,
fisik, peristiwa-peristiwa, gerakan-gerakan massa) maupun segi intern ( kesehatan fisik
perorangan, semangat, emosi).
Psikologi sosial juga dapat menjelaskan bagaimana kepemimpinan tidak resmi
dapat menentukan keputusan dalam kebijaksanaan politik dan kenegaraan, bagaimana
16
sikap (atitude) dan harapan (expectation) masyarakat dapat melahiran tindakantindakan serta tingkah laku yang berpegang teguh pada tuntutan-tuntutan sosial
(conformity), bagaimana motivasi kerja dapat ditinggkatkan sehingga memperbanyak
produksi kerja melalui penanaman penghargaan terhadap waktu dan usaha. Betapa
nilai-nilai budaya yang bertahun-tahun lamanya diterima masyarakat dapat melahirkan
tingkah laku politik yang relatif stabil. Psikologi sosial juga dapat menerangkan sikap
dan reaksi kelompok terhadap keadaan yang dianggap baru, asing atau yang
bertentangan dengan konsensus masyarakat mengenai suatu gejala sosial tertentu.
Sedangkan
menurut
Bimo
Walgito,
persepsi
adalah
pengorganisasian,
penginterpretasian, terhadap stimulus yang diterima oleh organism atau individu
sehingga merupakan aktivitas yang integrated dalam diri. Persepsi adalah sekumpulan
tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi suatu pola bermakna.
Kemampuan persepsi adalah sesuatu yang sifatnya bawaan dan berkembang pada
masa yang sangat dini. Meskipun kebanyakan kemampuan persepsi bersifat bawaan,
pengalaman juga memaikan peranan penting. Kemampuan bawaan tidak akan
bertahan lama karena sel-sel dalam syaraf mengalami kemunduran, berubah, atau
gagal membentuk jalur sayraf yang layak. Secara keseluruhan, kemampuan persepsi
kita ditanamkan dan tergantung pada pengalaman.
a. Proses terjadinya persepsi
Proses terjadinya persepsi melalui tiga proses yaitu proses fisik, proses fisiologis dan
proses psikologis. Proses fisik berupa obyek menimbulkan stimulus, lalu stimulus
mengenai alat indera atau reseptor. Proses fisiologi berupa stimulus yang diterima oleh
17
indera yang diteruskan oleh oleh saraf sensoris ke otak. Sedangkan proses psikologis
berupa proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.
b. Faktor yang mempengaruhi persepsi
1. Diri yang bersangkutan. Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan
interpretasi tentang apa yang dilihat. Karakteristik individu yang turut
berpengaruh antara lain sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan harapan
2. Sasaran persepsi yang mungkin berupa orang, benda atau peristiwa. Sasaran ini
berpengaruh antara persepsi.
3. Faktor situasi. Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang artinya bahwa
dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu mendapatkan perhatian. Situasi
merupakan faktor yang turut berperan dalam menumbuhkan persepsi
Sementara David Krech dan Richard, menyebutkan sebagai faktor fungsional, faktor
struktural, faktor situasional dan faktor personal.
(1)Faktor Fungsional, adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman
masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor
personal. Faktor personal yang menentukan persepsi adalah objek-objek yang
memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
(2) Faktor Struktural, adalah faktor yang berasal semata-mata dari sifat. Stimulus
fisik efek-efek saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu.
(3) Faktor-faktor situasional, Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal.
Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk para linguistik
adalah beberapa dari faktor situasional yang mempengaruhi persepsi.
18
(4) Faktor personal. Faktor personal ini terdiri atas pengalaman, motivasi dan
kepribadian
Dengan demikian dari beberapa konsep persepsi diatas dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah proses pengorganisasian dan proses penafsiran seorang terhadap
stimulasi yang dipengaruhi oleh berbagai pengetahuan, keinginan dan pengalaman
yang relevan terhadap stimulasi yang dipengaruhi oleh perilaku manusia dalam
menentukan pilihan hidupnya.
D. Perilaku politik
Yang dimaksud dengan perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau
kelompok dalam kegiatan politik. Ramlan Surbakti ( 1992 : 131 ), mengemukakan bahwa
perilaku politik adalah sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan
keputusan politik. Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum,
disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi,
perilaku budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya.
Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap, orientasi dan
keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian suara, protes, lobi dan sebagainya.
Persepsi politik berkaitan dengan gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan,
informasi dari sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan cara
tertentu ( Fadillah Putra, 2003 : 200 ). Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau
pertalian diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi
suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi
oleh proses dan peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis.
Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada individu atau
19
kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik atau ketidakstabilan politik, janji
politik dari calon pemimpin atau calon wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat
mempengaruhi perilaku politik masyarakat.
Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa
paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori tentang perilaku memilih dikategorikan
kedalam dua kubu yaitu; Mazhab Colombia dan Mazhab Michigan ( Fadillah Putra , 2003 :
201 ). Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku
masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu.
Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari
tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Penganut pendekatan ini percaya bahwa
masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial yang berdasarkan atas pengelompokan
sosiologis seperti agama, kelas ( status sosial ), pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap
mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih. Oleh karena
itu preferensi pilihan terhadap suatu partai politik merupakan suatu produk dari karakteristik
sosial individu yang bersangkutan (Gaffar, Affan, 1992 : 43 ).
Kelemahan teori ini antara lain;
a) Sulitnya mengukur indikator secara tetap tentang kelas dan tingkat pendidikan karena
kemungkinan konsep kelas dan pendidikan berbeda antara Negara satu dengan lainnya;
b) Norma sosial tidak menjamin seseorang menentukan pilihannya tidak akan
menyimpang.
Mazhab Michigan menekankan pada faktor psikologis pemilih artinya penentuan pemilihan
masyarakat banyak dipengaruhi oleh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya yang
20
merupakan akibat dari proses sosialisasi politik. Sikap dan perilaku pemilih ditentukan oleh
idealisme, tingkat kecerdasan, faktor biologis, keinginan dan kehendak hati.
1.Karakteristik pemilih
A. Terdapat beberapa daerah/wilayah yang merupakan kumpulan komunitas masyarakat
yang terbentuk atas dasar sistim kekerabatan dan paguyuban berdasarkan keturunan
(emeinschaft by blood), dan yang menjadi pemuka masyarakat tersebut berasal dari
keluarga / kerabat asli keturunan dari orang yang dipandang terkemuka dari segi sosial
ekonomi atau terkemuka karena ketokohannya, sehingga warga masyarakat seringkali
menyandarkan diri dan sikapnya terhadap pemuka/tokoh masyarakat tersebut. Sikap ini
mencerminkan adanya dominasi ketokohan yang berperan untuk menentukan sikap dan
perilaku serta orientasi warga bergantung pada pemuka masyarakat tersebut.
Paternalisme sikap dan perilaku warga masyarakat secara turun temurun dari generasi
ke generasi berikutnya tidak pernah berubah, meskipun terdapat berbagai perubahan
dalam kondisi sosial ekonomi, namun hal tersebut tidak menjadi faktor yang
mempengaruhi adanya perubahan sosial budaya masyarakat setempat.
Kecenderungan untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam
berbagai kehidupan sosial ekonomi, sosial politik maupun sosial budaya, terbatas pada
adanya sistem ide atau gagasan dari pemuka masyarakat untuk memodifikasi sistem
sosial dan sistem budaya yang sudah mapan dalam kehidupan masyarakat disesuaikan
dengan kondisi dan dinamika masyarakat. Faktor ini menjadi kendala bagi kandidat atau
calon legislatif untuk menerobos masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut dalam
rangka sosialisasi atau sekedar silaturahmi. Jika calon legislatif berhasil masuk ke dalam
komunitas masyarakat tersebut, hanya sebatas etika pergaulan masyarakat yaitu
21
menerima setiap tamu yang bersilaturahmi, tetapi tidak akan mengikuti apa yang
diinginkan oleh kandidat/calon legislatif yang bersangkutan.
B. Ikatan primordialisme keagamaan dan etnis menjadi salah satu alasan penting dari
masyarakat dalam menyikapi terhadap elektabilitas calon legislatife. Jika seorang
kandidat memiliki latar belakang ikatan primordialisme yang sama dengan ikatan
primordialisme masyarakat, maka hal tersebut menjadi alternatif pilihan masyarakat.
Ikatan emosional tersebut menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat untuk
menentukan pilihannya. Ikatan emosional masyarakat tidak hanya didasarkan atas sistim
kekerabatan semata, akan tetapi agama menjadi pengikat ikatan emosional, asal daerah
atau tempat tinggal, ras/suku, budaya, dan status sosial ekonomi, sosial budaya juga
menjadi unsur penting dalam ikatan emosinal komunitas masyarakat tertentu.
Hal tersebut terlihat pada basis komunitas masyarakat di daerah pemilihan,
daerah/wilayah atau kantong-kantong basis massa yang ditandai dengan adanya simbolsimbol partai yang memberikan gambaran dan sekaligus sebagai pertanda bahwa di
wilayah tersebut merupakan kantong basis massa partai tertentu.
C. Komunitas masyarakat yang heterogen cenderung lebih bersifat rasional, pragmatis,
tidak mudah untuk dipengaruhi, terkadang memiliki sikap ambivalen, berorientasi ke
materi. Sikap dan pandangan untuk memilih atau tidak memilih dalam proses politik lebih
besar, sehingga tingkat kesadaran dan partisipasi politiknya ditentukan oleh sikap dan
pandangan individu yang bersangkutan, tidak mudah untuk dipengaruhi oleh tokoh atau
ikatan primordialisme tertentu. Kondisi sosial
masyarakat pada strata demikian
diperlukan adanya kandidat / calon yang memiliki kapabilitas yang tinggi baik dari aspek
sosiologis (memiliki kemampuan untuk mudah beradaptasi dengan kelompok
22
masyarakat dan mampu mempengaruhi sikap dan orientasi komunitas masyarakat
tersebut), atau popularitas dan reputasi tinggi pada kelompok masyarakat tersebut. Jika
hal tersebut mampu dilakukan oleh seorang kandidat, maka sangat terbuka perolehan
suara pemilih didapat dari komunitas masyarakat tersebut.
2. Kandidat yang diharapkan
Keterpilihan seorang kandidat
idealnya harus memenuhi standar yang diinginkan
pemilih, artinya pemilih akan menentukan pilihannya didasarkan atas seberapa besar kontribusi
dan partisipasi kandidat terhadap pemilih atau kelompok pemilih. Seberapa besar syarat-syarat
kandidat terpenuhi secara umum seperti ; kapabilitas intelektual, kapabilitas kepemimpinan,
kapabilitas etika dan moral. Kejelasan tentang visi dan misi serta program yang disampaikan
kandidat, apakah pemilih memahami akan visi dan misi dan program yang disampaikan/
dilakukan seorang kandidat sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat
banyak atau tidak. Jika hal tersebut di atas tidak dipenuhi oleh seorang kandidat, maka pemilih
pada suatu saat akan beralih sikap dan orientasinya ke kandidat lain.
Isu Strategis adalah pokok permasalahan yang harus diperhatikan dan dijawab oleh seorang
kandidat. Dinamika masyarakat dewasa ini cenderung lebih rasional dalam menyikapi dan
menentukan pilihan, meskipun tidak dipungkiri masih terdapat pemilih yang emosional
dan tradisional. Figuritas dan popularitas kandidat di tengah masyarakat menjadi
moment penting untuk dijadikan modal dalam mensosialisasikan diri.
Perilaku Pemilih
Perilaku adalah menyangkut sikap manusia yang akan bertindak sesuatu. Oleh karena
itu sangat masuk akal tampaknya apabila sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku. Dengan
23
kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu, kita dapat
memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap
individu.
Dalam kaitan perilaku pemilih (electoral behavior) dalam Pemilu,menurut Asvi Warman
(1999: 34),dijelaskan bahwa paling sedikit ada dua model yang menjelaskan mengapa
orang memilih sebuah pertain Pertama, pada pendekatan sosiologis digambarkan
peta kelompok masyarakat dan setiap kelompok dilihat sebagai basis dukungan
terhadap partai tertentu. Kedua, model psikologi yang menggunakan identifikasi partai
sebagai konsep kunci. Identifikasi partai berarti "rasa keterikatan individu terhadap
partai", sekalipun ia bukan anggota. Pendekatan lain adalah pendekatan rasional.
Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku memilih oleh ilmuwan
politik
sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi, Dalam perilaku memilihnya pun
masyarakat akan dapat bertindak rasional, yakni memberikan suara ke partai yang
dianggap mendatangkan keuntungan dan kemaslahatan yang sebesar-besarnya dan
menekan kerugian atau kemudlaratan yang sekecil-kecilnya.
FAKTOR INDIVIDU
1. Pemantau Diri yang tinggi
2. Tempat Kedudukan Kendali Internal
3. Investasi Organisasional
4. Alternatif Pekerjaan yg dipahami
5. Harapan Sukses
24
FAKTOR ORGANISASIONAL
1. Realokasi Sumber Daya
2. Kesempatan Promosi
3. Kepercayaan Rendah
4. Ambiguitas Peran
5. Sistem Evaluasi Kinerja Tidak Jelas
6. Tekanan Kinerja Tinggi
7. Perilaku Manajer Senior
Menurut Triandis unsur-unsur yang terkandung dalam perilaku politik adalah:
a. Unsur kognitif yang berisi gagasan untuk digunakan berpikir.
b. Unsur efektif yang berisi emosi atau perasaan yang memperkuat gagasan
c. Unsur perilaku yang mengandung kecenderungan untuk bertindak
Perilaku politik seseorang individu, menurut Ramlan Surbakti dipengaruhi oleh :
a) Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi,
media dan masa.
b) Lingkungan sosial politik langsung, yaitu yang mempengaruhi dan membentuk
kepribadian individu,seperti keluarga , agama, dan lain-lain.
c) Kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.
d) Situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, seperti cuaca, keadaan keluarga,
dan lain-lain.
25
JENIS – JENIS PERILAKU POLITIK DI INDONESIA
a) Radikal, Perilaku politik dikategorikan radikal apabila perilaku politik yang
diwujudkan selalu menginginkan adanya perubahan yang sifatnya mendasar,
sampai pada hal yang prinsipil.
b) Liberal, Perilaku politik liberal merupakan wujud perilaku politik yang bersifat
bebas, sesuai dengan akal sehat, serta hukum yang berlaku saat itu.
c) Moderat, Perilaku politik moderat merupakan wujud perilaku politik yang bersifat
selalu menghindarkan diri dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem,
cenderung ke arah dimensi atau jalan tengah, dan mau mempertimbangkan
pandangan orang lain.
d) Status Quo, Perilaku politik yang dikategorikan status quo adalah apabila politik
yang diwujudkan individu bersifat untuk tidak terjadi perubahan dalam kehidupan
politik di negaranya.
e) Reaksioner, Perilaku politik reaksioner apabila perilaku politik yang diwujudkan
bersifat menentang kemajuan atau pembaharuan, berlawanan dengan kebijakan
pemerintah yang sah.
f) Konservatif,
Perilaku politik dapat dikategorikan konservatif apabila perilaku
politik yang diwujudkan berusaha melestarikan apa yang ada, agar terpelihara
status quo dengan sedikit sekali perubahan di hari depan.
26
E. TEORI POLITIK UANG
Politik dan uang merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak dapat
dipisahkan. Untuk berpolitik orang membutuhkan uang dan dengan uang orang dapat
berpolitik. Istilah ‘politik uang’ (dalam bahasa Inggris: ‘money politics’) mungkin
termasuk salah satu istilah yang sudah sangat sering didengar. Istilah ini menunjuk
pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu, entah itu dalam
Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-keputusan
penting. Dalam pengertian seperti ini, ‘uang’ merupakan ‘alat’ untuk mempengaruhi
seseorang dalam menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini maka dapat
dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya
keputusan tersebut bagi orang lain, tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan
tersebut.
Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam buku kamus
besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Menurut pakar hukum Tata Negara
Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni
mempengaruhi
massa
pemilu
dengan
imbalan
materi.
Yusril
mengatakan,
sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bisa di
buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan.
Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya
sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur.
Secara umum money politic biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi
perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money
politic sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan.
27
Pemahaman tentang money politic sebagai tindakan membagi-bagi uang (entah berupa
uang milik partai atau pribadi). Publik memahami money politic sebagi praktik
pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) secara
berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again).
Artinya tindakan money politic itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya.
Praktik money politic dapat disamakan dengan uang sogok alias suap, tapi tidak
semua kalangan berani secara tegas menyatakan haram. Menurut Pendapat Rusdjdi
Hamka, praktik money politic tidak berbeda dengan suap, karena itu haram hukumnya
Money politic seseorang juga biasa menyebutnya dengan politik uang, karena
keduanya merupakan pemberian uang demi kepentingan pribadi atau kelompok yang
berimplikasikan pada kekuasaan.
Selain pengertian tersebut di atas, istilah ‘politik uang’ juga dapat dipakai untuk
menunjuk pada pemanfaatan keputusan politik tertentu untuk mendapatkan uang.
Artinya ialah kalangan tertentu yang memiliki akses pada ‘keputusan politik’ dapat
memanfaatkan keputusan tersebut untuk mendapatkan uang. Kondisi ini disebutkan
oleh Adi Sasono sebagai ‘Kapitalisme dalam tenda Oksigen’, dan dijelaskan sebagai
sebuah kondisi dimana pemerintah (penguasa) ikut ‘bermain’ dalam seluruh tindakan
ekonomi masyarakat dengan melakukan sebuah sistem ekonomi tertutup dan protektif.
Keterlibatan pihak pengambil kebijakan dalam sistem ekonomi seperti ini menghasilkan
ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang tidak menguntungkan rakyat ketika
sekelompok orang tertentu melindungi kepentingan pribadi dan kelompok mereka
dengan mengendalikan arus suplai barang kebutuhan masyarakat
28
Adapun
pengertian
politik
uang
adalah
pertukaran
uang
dengan
posisi/kebijakan/keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi
sesungguhnya demi kepentingan pribadi/kelompok/partai. Politik uang dalam pemilu
legislatif bisa dibedakan berdasarkan factor dan wilayah operasinya yaitu: Pertama,
Lapisan atas yaitu transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan elit politik
(pimpinan partai / calon presiden) yang akan menjadi pengambil kebijakan /keputusan
politik pasca pemilu nanti. Bentuknya berupa pelanggaran dana perseorangan!
Penggalangan dana perusahaan swasta, pengerahan dana terhadap BUMN / BUMD.
Ketentuan yang terkait dengan masalah ini berupa pembatasan sumbangan dana
kampanye. Kedua, Lapisan tengah yaitu transaksi elit politik (fungsionaris partai) dalam
manentukan calon legislatif/eksekutif dan urutan /pasangancalon.
Bentuknya berupa uang tanda jadi caleg, uang harga nomor, uang pindah
daerah pemilihan dan lain-lain. Sayangnya tidak satu pun ketentuan peraturan
perundangan pemilu yang memungkinkan untuk menjerat kegiatan tersebut (politik
uang).Semua aktivitas disini dianggap sebagai masalah internal partai.Ketiga, Lapisan
bawah yaitu transaksi antara elit politik (caleg dan fungsionaris partai tingkat bawah)
dengan massa pemilih.
Bentuknya berupa pembagian sembako, “Serangan fajar”, ongkos transportasi
kampanye, kredit ringan, peminjaman dan lain-lain. Dalam hal ini ada ketentuan
administratif yang menyatakan bahwa calon anggaota DPRD /DPD (pasangan calon
presiden dan /atau tim kampanye yang terbukti menjanjikan dana dan /atau memberi
materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU.
29
Dasar Pertanggungjawaban Pidana Money Politik
Pengertian
pertanggungjawaban
pidana,
Menurut
Simon:
“kemampuan
bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychis sedemikian, yang
membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut
umum maupun orangnya”. Seseorang mampu bertanggungjawab, jika jiwanya sehat,
yakni apabila: Ia mampu unttuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatan nya
bertentangan dengan hukum. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan
kesadaran tersebut. Menurut Van Hamel: kemampuan bertanggung-jawab adalah suatu
keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3(tiga)
kemampuan: Pertama; mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya
sendiri. Kedua; mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan
masyarakat tidak diperbolehkan. Ketiga; mampu untuk menentukan kehendaknya atas
perbuatan-perbuatan itu Van Bemmelen: Seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan ialah orang yang dapat mempertahankan hidupnya dengan cara yang patut
Masalah ada atau tidaknya pertanggungjawaban pidana yang diputuskan oleh hakim.
Menurut Pomple ini merupakan pengertian yuridis bukan medis. Memang medikus yang
memberi
keterangan
kepada
hakim
yang
memutuskan.
Menurutnya
dapat
dipertanggungjawabkan (toerekenbaarheid) itu berkaitan dengan kesalahan (schuld).
Orang yang dapat menyatakan dapat dipertanggungjawabkan itu sendiri merupakan
kesalahan (schuld).
Menurut Pomple selanjutnya dapat dipertanggungjawabkan bukanlah
merupakan
bagian inti (bestanddeel) tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan itu merupakan
dasar peniadaan pidana.
30
Sanksi Hukum Money Politic
Dalam pemaparan berikut sanksi hukum money politic adalah
ketentuan-
ketentuan yang mengatur tentang adanya sanksi terhadap tindak pidana money politic.
Tindak pidana money politic itu sendiri juga merupakan tindak pidana jenis pelanggaran
terhadap Undang-undang yang telah disusun oleh KPU. Dan tindak pidananya
merupakan delik aduan. Karena money politic adalah delik aduan maka pelanggaran
tersebut hanya bisa ditindak lanjuti apabila ada pihakyang dirugikan.
Maka berdasarkan asas hukum Lex Specialis De raget Lex Generalis, artinya bahwa
peraturan khusus dapat mengenyampingkan peraturan umum dan juga atas
pertimbangan tujuan lahirnya Undang-Undang yang baru (Undang-Undang Pemilu),
maka terhadap Tindak Pidana Pemilu yang setelah Undang-Undang Pemilu lahir (sejak
tanggal 17 Desember 1969, untuk pertama sejak Orde Baru), yang akan diterapkan
adalah Undang-Undang Pemilu, bukan KUHP.
Hubungan antara ketentuan pidana dalam Pemilu dan tindak pidana yang diatur
dalam KUHP; Jikalau Undang-Undang diubah setelah perbuatan itu dilakukan, maka
kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya “berarti jika
perbuatan dilakukan setelah Undang-Undang yang baru lahir, tidaklah perlu
dipertimbangkan ketentuan yang manayang lebih menguntungkan si tersangka. Sejalan
dengan asas hukum Lex Posteriori Derogat Lex Priori, yang artinya Undang-Undang
yang datangnya kemudian boleh menyimpang dari Undang-Undang yang dahulu.
Undang-Undang pemilu pasal 139 ayat (2) UU RI No. 12 tahun 2003 tentang
pemilu di dalam ketentuan pidana. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa
31
“Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang kepada seseorang
supaya tidak menggunakan hak pilihnya,atau memilih peserta pemilu tertentu atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak
sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua bulan) atau paling lama 12
(dua belas)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau paling
banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Dalam ketentuan administratif pasal 77 UU No.12 tahun 2003 tentang pemilihan
umum anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan bahwa calon anggota
DPRD/DPD (pasangan calon presiden dan/atau tim kampanye yang terbukti
menjanjikan dana dan /atau memberi materi lainnya untuk untuk mempengaruhi pemilih
dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU, sedangkan ketentuan pidananya pasal 139
ayat 2 UU No.12 tahun 2003 menyatakan, bahwa "setiap orang yang dengan sengaja
memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak
menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan
hak pilihnya dengancara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam
pidana 2-12bulan penjara dan/atau denda Rp 1 – Rp 10 juta"
UU RI No 23 tahun 2003 , Pemilihan Umum Presidan dan Wakil Presiden 2004
tentang kampanye dan dana kampanye dalam pasal 42 ayat 1 yang intinya
menyebutkan bahwa "Pasangan calon dilarang menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih". Dan diperjelas ayat 2 yang
dimaksudkan apabila terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan
32
yang telah mempunyai hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan
calon.
Dalam pasal berikutnya yaitu pasal 90 ayat 2 Bab XII Ketentuan Pidana UU RI
No.23 pemilihan umum presiden dan wakil presiden berbunyi “Setiap orang yang
dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang
supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak
sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12
(dua belas) bulan dan atau denda paling sedikit RP 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau
paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)”
Pasal 149 KUHP pada Bab IV tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban
hak dan kenegaraan, menyebutkan “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan
berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
menyuap Seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu
menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dan pada ayat 2 nya
pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau
janji, mau disuap. Cara tersebut ini biasanya berupa memilih seorang yang dicalonkan
oleh yang menyuap itu.
Pasal di atas diperjelas lagi oleh KUHP pasal 103 yang menyebutkan”pasalpasal dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain.
33
Peraturan yang bersifat yuridis mengenai politik uang (Money Politics) ini, yaitu
larangan bagi para calon kandidat pemilihan baik pemilihan umum legislative maupun
pemilihan kepala daerah yang akan mencalonkan diri mereka dalam ajang pesta
demokrasi yang berlangsung. Peraturan tersebut antara lain:
1. BAB XX Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Dan Perselisihan Hasil Pemilu
Undang-undang No. 10 Tahun 2008 Pasal 247 Ayat 1 sampai Ayat 10.
2. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PELANGGARAN PIDANA
PEMILU Pasal 252, Pasal 253 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 254 Ayat 1 sampai
Ayat 3, Pasal 255 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 256 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal
257 Ayat 1 sampai Ayat 3.
3. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PERSELISIHAN PEMILU Pasal
258 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 259 Ayat 1 sampai Ayat 3.
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah
(yang sudah dilantik atau yang akan dilantik) Pasal 29 Ayat 1 sampai 4, Pasal 30
Ayat 1 smapai 2, Pasal 31 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 32 Ayat 1 sampai Ayat 7,
Pasal 33 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 34 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 35 Ayat 1
sampai Ayat 5, Pasal 36 Ayat 1 sampai Ayat 5.
2.2.
Kajian Pustaka
1. Studi yang dilakukan oleh DsTHalili, S.Pd. dengan judul POLA PRAKTIK POLITIK
UANG DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA (Studi di Pakandangan Barat Bluto
Sumenep Madura.
Hasil penelitian menujukkan bahwa
34
Pertama, pola praktik politik uang meliputi:komponen pelaku, strategi, dan sistem nilai
yang menggerakkannya. 1) Aktor praktik politik uang dapat dikategorikan pada dua
bagian; yakni pelaku langsung (direct actor), yaitu Tim Sukses Calon Kades dan
bandar/pemain judi, dan pelaku tidak langsung (indirect actor),yaitu Calon Kepala Desa
dan Bandar/Pemain judi. 2) Pada aspek strategi, politik uang dalam Pilkades
berlangsung dalam beberapa strategi: a) dengan cara membeli ratusan kartu suara
yang disinyalir sebagai pendukung calon Kades lawan dengan harga yang sangat
mahal oleh panitia penyelenggara, b) menggunakan tim sukses yang dikirim langsung
kepada masyarakat untuk membagikan uang, c) serangan fajar, dan d) penggelontoran
uang besar-besaran secara sporadis oleh pihak di luar kubu calon Kepala Desa, yaitu
bandar/pemain judi. 3) Dari aspek nilai, fenomena politik uang dalam Pilkades
digerakkan oleh sistem nilai yang sama Antara publik atau masyarakat bawah (demos)
dan para elit politik di desa, yaitu nilai non demokratis, yang meruntuhkan tidak saja
demokrasi
prosedural
(procedural
democracy),
akan
tetapi
juga
menyulitkan
perwujudan demokrasi hakiki (substantive democrarcy). Keberagamaan yang kental di
level masyarakat gagal menjadi nilai penghambat praktik politik uang. Kedua, praktik
politik uang yang berlangsung secara ekstensif meningkatkan partisipasi
formal
pemilih. Namun demikian partisipasi tersebut bersifat semu (pseudoparticipation)sebab
nir-rasionalitas. Tidak tampak voluntarisme politik. Politik ongkos mahal berlangsung
untuk memborong suara pemilih. Fenomena tersebut menciptakan pseudodemocracy
(dimana mekanisme demokrasi tidak menjamin terwujudnya demokrasi hakiki) dan
demokrasi hybrid (dimana mekanisme demokrasi berbaur dengan praktik-praktik
nondemokratis). Ketiga, perlu diikhtiarkan implementasi demokrasi yang lebih
35
kontekstual bagi masyarakat desa. Perlu diupayakan implementasi demokrasi
komunitarian yang lebih sesuai dengan situasi sosio-kultural masyarakat desa,
misalnya dalam model demokrasi deliberative.
2. MUHAMMAD BAWONO berjudul PERSEPSI DAN PERILAKU PEMILIH
TERHADAP PARTISIPASI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF
2004 DI KABUPATEN NGANJUK
Hasil penelitian memberikan beberapa rekomendasi:
1 Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk Pemilu
Legislatif 2009 agar untuk melakukan pembenahan dalam pelayanan Pemilu kepada
pemilih, karena terdapat sebagian kecil yang belum terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilu. Dalam melakukan sosialisasi agar melakukandan bekerja sama dengan
pihak luar, yang meliputi lembaga pemerintah atau non pemerintah, organanisasi
masyarakat. Ini dimaksudkan agar dalam melakukan kegiatan sosialisasi akan lebih
mengena kepada sasaran mengingat pemilih juga banyak dari latar belakang
pekerjaan yang berbeda.
2 Para pimpinan partai politik, pengurus agar dapat memberikan pendidikan politik
pada kader ataupun calon anggota legislatif untuk membangun pencitraan bagi partai
atau calon yang bersangkutan. Artinya adalah bahwa adanya persepsi dan
pandangan masyarakat tentang Pemilu tidak ada manfaatnya karena partai politik
dan calon yang telah dipilih dan didukung ternyata begitu terpilih dan memenangkan
Pemilu tidak menepati janji dan program yang dikampanyekan dapat dibantahkan
dengan pencitraan tersebut.Secara umum masyarakat tidak percaya lagi pada partai
dan calon yang telah duduk di lembaga Legislatif. Hal ini tentu akan menjadi
36
preseden buruk pada Pemilu Legislatif 2009 karena dikawatirkan tingkat partisipasi
dalam Pemilu akan cenderung menurun.
3 Pemerintah Daerah agar dapat membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana
yang memadai untuk kelancaran dan keberlangsungan Pemilu. Memberikan
masukan, dorongan dan fasilitasi terkait dengan proses pembentukan KPU
Kabupaten/ Kota, sampai pembentukan kepanitiaan PPK, PPS dan KPPS.
Tujuannya adalah agar panitia pelaksana di lapangan akan mampu bekerja lebih
baik. Pemerintah perlu pula untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dalam
pendidikan politik secara umum dan terpadu melalui lembaga yang dimiliki.
Tujuannya bahwa agar masyarakat akan semakin paham arti pentingnya tentang
Pemilu dalam pembangunan demokrasi bangsa.
37
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
38
2.4.Hipotesa Penelitian
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara Praktek Politik Uang dengan Partisipasi
Masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam PEMILU Tahun 2014.
Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara Praktek Politik Uang dengan Partisipasi
39
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu pendekatan yang digunakan
mencari
jawaban atau menggambarkan permasalahan yang akan dibahas. Metode penelitian
juga
dapat
dikatakan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan
penelitian.
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode campuran (kombinasi) dengan
mengasosiasikan prosedur kerja pada metode kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini
melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, serta pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu
penelitian.
Data kuantitatif dilengkapi dengan data kualitatif dan sebaliknya untuk
dicapai satu analisis yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan objektif. Johnson dan
Cristensen (2007) memberikan definisi tentang metode penelitian kombinasi (mixed
recearch) sebagai suatu pendekatan dalam penelitian yang mengkombinasikan atau
menghubungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hal ini mencakup
landasan
filosofis,
penggunaan
pendekatan
kualitatif
dan
kuantitatif,
dan
Metode kombinasi yang digunakan di dalam penelitian ini mengambil
tipe
mengkombinasikan kedua pendekatan dalam penelitian.
concurrent dimana penggabungan metode dengan cara dicampur dalam waktu yang
sama. Dalam hal ini metode kombinasi digunakan untuk menjawab satu jenis rumusan
masalah atau satu jenis pertanyaan penelitian. Model concurrent dalam penelitian ini
adalah Concurrent Triangulation Strategy dimana peneliti menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif secara bersama – sama, baik dalam pengumpulan data
maupun analisisnya, kemudian dapat ditemukan mana data yang dapat digabungkan
dan dibedakan.
40
Adapun spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif-evaluatif yaitu untuk
mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi sekarang
(ketika penelitian berlangsung) dan penyajiannya apa adanya dengan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan evaluatif. Penelitian ini merupakan penelitian yang
mengarah pada studi korelasional. Studi Korelasi bivariat ini merupakan hubungan
antar dua variabel (satu variabel bebas dan satu variabel terikat), tidak saja dalam
bentuk sebab akibat melainkan juga timbal balik antara dua variabel (Subana, 2005:
36). Dengan metode ini peneliti akan mendeskripsikan tentang korelasi tingkat praktek
politik uang dengan tingkat partisipasi Masyarakat Flores Timur dalam pemilu.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Hatch & Farhady (1981). Variable
didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara
satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.Variabel dapat
dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different
values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang bervariasi. Variabel
memiliki suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan
darinya.
. Variabel penelitian dalam penelitian ini antara lain variabel bebas dan variabel terikat
1.Variabel Bebas (independent variabel)
Variabel bebas atau independent sering disebut juga Variabel Predictor,
Stimulus, Input, Antencendent atau variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas
merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen
(terikat). Sehingga variabel independent dapat dikatakan sebagai variabel yang
mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat praktek politik uang
di Kabupaten Flores Timur.
41
2. Variabel Terikat (dependent variabel)
Variabel dependen atau terikat sering juga disebut variabel criteria, respond an
output (hasil). Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel independent (bebas).Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu.
3.3 Definisi Konseptual Dan Definisi Operasional
3.3.1 Definisi Konseptual
Definisi konseptual yaitu suatu definisi yang masih berupa konsep dan
maknanya masih sangat abstrak walaupun secara intuitif masih bisa dipahami
maksudnya (Azwar, 2007: 72). Definisi konseptual lebih bersifat hipotetikal dan “tidak
dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang
didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk
membuat logika proses perumusan hipotesa.
Definisi Konseptual dalam riset ini antara lain

Praktek ‘politik uang’ (dalam bahasa Inggris: ‘money politics’) menunjuk pada
penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu, entah itu dalam
Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-keputusan
penting.
Dalam
pengertian
seperti
ini,
‘uang’
merupakan
‘alat’
untuk
mempengaruhi seseorang dalam menentukan keputusan. Tentu saja dengan
kondisi ini maka dapat dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi
berdasarkan baik tidaknya keputusan tersebut bagi orang lain, tetapi keuntungan
yang didapat dari keputusan tersebut. Secara umum money politic biasa
diartikan
sebagai
upaya
untuk
mempengaruhi
perilaku
orang
dengan
menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai
tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Pemahaman
tentang money politic sebagai tindakan membagi-bagi uang (entah berupa uang
milik partai atau pribadi). Publik memahami money politic sebagi praktik
pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters)
42
secara berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis
(political again). Artinya tindakan money politic itu dilakukan secara sadar oleh
pelakunya.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu adalah evaluasi kegiatan-kegiatan
sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam
proses pemulihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam
proses pembentukan kebijakan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku
politik individu seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela
dalam konstest kehidupan politik. Menurut Max Weber masyarakat melakukan
aktivitas politik karena, pertama alasan rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan
atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok. Kedua, alasan
emosional afektif, yaitu alasan didasarkan atas kebencian atau sukarela terhadap
suatu ide, organisasi, partai atau individu. Ketiga, alasan tradisional, yaitu alasan
yang didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu atau tradisi tertentu
dari suatu kelompok sosial. Keempat, alasan rasional instrumental, yaitu alasan
yang didasarkan atas kalkulasi untung rugi secara ekonomi. Namun kegiatankegiatan dibanguun rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun
kelompok masyarakat dalam partisipasi politik. Dengan kegiatan-kegiatan politik
ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat
termanifestasi.

Persepsi politik. Pengertian presepsi dalam kamus ilmiah adalah pengamatan,
penyusunan dorongan-dorongan dalam kesatuan-kesatuan, hal mengetahui,
melalui indera, tanggapan (indera) dan daya memahami. Oleh karena itu,
kemampuan manusia untuk membedakan mengelompokkan dan memfokuskan
yang
ada
dilingkungan
mereka
disebut
sebagai
kemampuan
untuk
mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.17 Persepsi merupakan suatu
proses yang didahului oleh suatu penginderaan yaitu merupakan proses yang
berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya.
43

Perilaku Politik..Yang dimaksud dengan perilaku politik adalah tindakan atau
kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik
. Ramlan Surbakti
(1992 : 13 ), mengemukakan bahwa perilaku politik adalah sebagai kegiatan yang
berkenaan dengan proses pembuatan dan keputusan politik. Perilaku politik
merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum, disamping perilaku
politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi, perilaku
budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya.
Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap, orientasi dan
keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian suara, protes, lobi dan
sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan gambaran suatu obyek tertentu,
baik mengenai keterangan, informasi dari sesuatu hal, maupun gambaran tentang
obyek atau situasi politik dengan cara tertentu ( Fadillah Putra, 2003 : 200 ).
Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau pertalian diantara
keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi
suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku
masyarakat dipengaruhi oleh proses dan peristiwa historis masa lalu dan
merupakan kesinambungan yang dinamis
3.3.2 Definisi operasional
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep
yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala
yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain1”
Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”.
Menurut Saifuddin Azwar (2007: 72) definisi operasional adalah suatu definisi
yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikatornya tidak
tampak. Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristikkarakteristik variabel yang diamati. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
44
memaknai judul riset ini, maka perlu dijelaskan tentang definisi operasional dari judul
tersebut.
Adapun definisi operasional operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
45
Skala
No
Variabel
Defenisi Operasional
Hasil Ukur (%)
Skala
Ukur
1
Praktek
Politik Upaya mempengaruhi seseorang dalam memilih di Kuisioner
uang
2
pemilu dengan menggunakan uang,materi atau
60-79 : Cukup
kekuasaan tertentu
<60
>80 : Baik
Masyarakat
60-79 : Cukup
Pemungutan Suara (TPS) dan menggunakan hak
<60
4
suap/materi atau tekanan tertentu
Persepsi Politik
Cara pandang masyarakat tentang praktek politik Kuisioner
>80 : Baik
uang dengan berbagai metode dan modus
60-79 : Cukup
Perilaku Politik
>80 : Baik
praktek politik uang
60-79 : Cukup
Tabel 3.1. Definisi Operasional
46
Ordinal
: Kurang
Keputusan masyarakat di dalam memilih akibat Kuisioner
<60
Ordinal
: Kurang
dalam pemilu
<60
Ordinal
: Kurang
Tingkat partisipasi Tingkat kehadiran Masyarakat lembata ke Tempat Kuisioner
Flores Timur di suaranya secara benar tanpa dipengaruhi oleh uang
3
>80 : Baik
: Kurang
Ordinal
3.4 Populasi dan sampel
3.4.1. Populasi
Menurut sudjana populasi menjadi sumber asal sampel yang diambil. Populasi
adalah kelompok unsurunsur komprehensif dan telah ditentukan (perangkat universal)
yang berhubungan dengan pertanyaan atau hipotesis penelitian (Bulaeng,2004: 136).
Populasi adalah sebuah keseluruhan yang merupakan totalitas semua nilai yang
mungkin, dengan hasil menghitung maupun hasil mengukur, baik kualitatif maupun
kuantitatif dari karakteristik mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas.
Polulasi dalam penelitian ini yakni Masyarakat Flores Timur (variabel
independen) dan Masyarakat Flores Timur (variabel dependen).
3.4.2 Sampel dan Sampling
Andi Bulaeng (2004: 138), menyatakan bahwa sampel adalah subperangkat
populasi, yang secara praktis terdiri atas sejumlah kecil unit sampling yang proporsional
dan merupakan elemen-elemen target yang dipilih dari kerangka samplingnya. Sampel
haruslah representatif
atau mewakili populasi yang ada dalam kerangka sampling
untuk mencapai hasil yang valid.
Teknik pengambilan sampel disebut sampling. Teknik sampling dibedakan
berdasarkan responden variabel penelitian. Pada variabel bebas menggunakan
Purpossive Random Sampling
dengan random yang digunakan antara pembagian
zonasi wilayah,jenis kelamin, umum, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
3.5 Sumber dan Jenis Data
Menurut Saifuddin Azwar (2007: 91), bahwa data penelitian digolongkan sebagai
data primer dan data sekunder.
3.5.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggerakkan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subjek
sebagai sumber informasi yang dicari, seperti observasi yang bersifat langsung
47
sehingga akurasinya lebih tinggi, akan tetapi seringkali tidak efisien karena
memperolehnya diperlukan sumber data yang lebih besar. Data Primer dalam penelitian
ini disesuaikan dengan variabel penelitian yakni praktek politik uang
dan tingkat
partisipasi masyarakat Flores Timur dalam pemilu.
Data Primer praktek politik uang antara lain:
1) Banyaknya uang/barang yang diberikan kandidat kepada masyarakat secara
perorangan maupun secara kelompok
2) Pola pemberian uang/materi kepada masyarakat secara perorangan maupun
secara kelompok
3) Agen pemberian
4) Waktu pemberian
5) Kontrak Pemberian
6) Kemasan yang digunakan
7) Proposal fiktif/non-fiktif
8) Motivasi pemberian
9) Sasaran pemberian
Data primer tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur dalam pemilu meliputi:
1) Domain pengetahuan tentang pemilu dan politik uang
2) Persepsi masyarakat politik uang
3) Perilaku di dalam memilih
4) Bebas tidaknya masyarakat di dalam memilih (akibat politik uang)
3.5.2. Data Sekunder
Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak
lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder
biasanya berbentuk dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia, sehingga
mempunyai efisiensi yang tinggi akan tetapi kadang-kadang kurang akurat.
Data sekunder dalam penelitian ini disesuakan dengan tujuan penelitian.
48
Data sekunder dari praktek politik uang meliputi:
1) Informasi tentang politik uang di komunitasnya
2) Keterlibatan pihak tertentu di dalam politik uang
3) Pendidikan politik tentang politik uang
4) Evaluasi
terhadap
kinerja
Sentra
Gabungan
Penegak
Hukum
Terpadu
(SENTRAGAKUMDU)
Data sekunder tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu meliputi
1) Sumber informasi tentang pentingnya suara masyarakat di dalam pemilu
2) Gangguan/hambatan luar yang mempengaruhi mereka dalam memilih
3) Kondisi komunitas sekitar tempat tinggal masyarakat
4) Pendidikan politik yang diperoleh
Data sekunder juga diambil melalui wawancara dengan tokoh masyarakat, tokoh
agama, KPUD Flores Timur, PANWASLU Kabupaten Flores Timur, Panwascam dan
Petugas Pengawas Lapangan (PPL), para calon yang lolos menjadi anggota DPRD II
Flotim dan calon yang gagal. Selain itu juga dilakukan penelusuran terhadap beberapa
dokumen dan naskah serta literatur ilmiah untuk menambah wawasan peneliti dan
melengkapi tujuan penelitian.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam kegiatan penelitian, cara memperoleh data dikenal dengan teknik pengumpulan
data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain survey,observasi dan
wawancara

Survey dilakukan melalui cross sectional, dengan pengukuran dan pengamatan
dilakukan pada saat bersamaan/sekali waktu (Alimun,2001). Survey dilakukan
dengan kuesioner tertutup (clossing) dimana responden diharapkan dengan jujur
menjawab pertanyaan yang diberikan. Survey dilakukan dengan memperhatikan
tujuan penelitian kepada masyarakat Flores Timur

Observasi dilakukan untuk melengkapi tujuan penelitian yang tidak terjawab pada
survey. Peneliti mendekatkan tujuan penelitian melalui pengamatan langsung ke
49
masyarakat Flores Timur dengan mempertimbangkan prinsip penelitian dan tujuan
penelitian.

Wawancara dengan pihak lain sesuai tujuan penelitian seperti dengan tokoh
masyarakat, tokoh agama, KPUD Flores Timur, PANWASLU Kabupaten Flores
Timur, Panwascam dan Petugas Pengawas Lapangan (PPL), para calon yang
menjadi anggota DPRD II Flotim dan calon yang gagal. Wawancara dilakukan
untuk melengkapi data penelitian.
Teknik pengumpulan data diawali dengan menggunakan angket.
Angket
merupakan serangkaian daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian
diisi oleh responden, setelah diisi angket dikirim kembali atau dikembalikan ke petugas
atau peneliti (Bugin, 2005: 123). Jenis pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan
tertutup, yaitu angket yang disusun sedemikian rupa untuk merekam data tentang
keadaan responden sendiri.
Semua alternatif jawaban yang harus dijawab oleh
responden telah tertera dalam angket tersebut.
Responden harus memilih salah satu jawaban yang menurut pendapatnya paling
benar dan tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban yang lain. Angket
dipergunakan dalam penelitian ini adalah rating scale. Dalam skala model rating scale,
tidak hanya mengukur terhadap sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden
terhadap fenomena lainnya.
Sebelum angket disebar ke responden peneliti terlebih dahulu melakukan uji
validitas dan uji reliabilitas.
1. Uji Validitas Instrumen
Validitas berarti kesucian alat ukur artinya alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008: 121). Ada
dua macam uji validitas yang peneliti lakukan, yaitu:
50
a. Validitas Kontruks (construct validity)
Validitas
kontruks
dilakukan
dengan
analisis
faktor
yaitu
dengan
mengkorelasikan antar skor item instrument dalam suatu faktor, dan mengkorelasikan
dengan skor total. Dalam hal ini setelah instrumen dikonstuksi tentang aspek-aspek
yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu (Sugiyono, 2008: 125).,
selanjutnya dikonsultasikan dengan pihak KPUD Kab. FloresTimur
Dalam hal ini peneliti melakukan uji Validitas konstruks melalui dua cara:
Pertama dengan memberikan definisi pada aspek yang akan diukur (tentang
Pengaruh Politik Uang terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat) berdasarkan
aspek yang tertulis dalam literatur.
Kedua, untuk memperkuat hasil validitas konstruks tersebut, peneliti mengkonsultasikan
aspek tersebut dengan pihak terkait dalam bidang aspek yang akan diukur, dalam hal
ini peneliti mengkonsultasikan kepada pihak KPUD Kab. FloresTimur dan hasil yang
diperoleh bahwa instrumen tersebut akan dijadikan sebagai alat untuk mengumpulkan
data yang valid.
b. Uji Validitas
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pendefinisian terhadap masing-masing
variabel, sehingga dapat diketahui dimensi dan indikator yang diukur dari variabel
tesebut. Dimensi dan indikator kemudian menjadi tolak ukur untuk menyusun kisi-kisi
instrumen yang berupa pernyataan. Setelah instrumen disusun kemudian disebarkan
kepada responden untuk uji validitas dan reliabilitas instrumen. Adapun dari uji SPSS
diketahui bahwa instrumen praktek politik uang, 4 yang valid dengan koefisien alpha
sebesar 0,376. Soal nomor 1,2,3,4, valid sedangkan soal nomor 5 invalid.
Untuk instrumen tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur dalam pemilu berjumlah 5
soal, 4 valid dengan koefisien alpha sebesar 0,318. Soal nomor 6,7,8,9 valid, soal
nomor 10 invalid.
51
Instrumen
Item
Evaluasi Praktek Politik Uang
Valid
Drop (invalid)
Hasil Uji Validitas
1,2,3,4,
4
5
1
Jumlah
Tingkat partisipasi Masyarakat
5
Valid
Flores Timur dalam pemilu
Jumlah
Drop (invalid)
6,7,8,9
4
10
1
Jumlah
5
Tabel 3.2 uji validitas Instrumen Penelitian
Instrumen dapat dikatakan valid, jika (rhitung > rtabel).
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas menujuk pada satu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.
Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2006: 178). Supaya
pengujian hipotesis penelitian dapat mengenai sasaran, maka instrumen (alat ukur)
yang digunakan untuk pengumpulan data harus reliabel. Dalam hal ini peneliti
mengunakan SPSS untuk mengukur tingkat reliabilitas instrumen (alat ukur) tersebut,
hasil pengujian yang diperoleh dapat diringkas pada tabel sebagai berikut
Item
Pertanyaan
Alpha
Cronbach
Keputusan
Evaluasi Praktek Politik Uang
1 sda 20
0,323
Reliable
Tingkat partisipasi Masyarakat
Flores Timur dalam pemilu
21 sda 35
0,346
Reliable
Variabel
Tabel 3.3 Uji Reliabilitas instrumen penelitian
3.7 Teknik Analisa Data
1. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi,
meliputi kelengkapan pengisian dari setiap jawaban. Editing dilakukan di
52
lapangan , sehingga bila terjadi kekurangan atau kesalahnnya misalnya ada data
yang belum diisi dapat segera dengan mudah melakukan perbaikan.
2. Skoring
Setiap item pertanyaan dijawab benar diberi nilai 1 dan bila dijawab salah diberi
nilai 0, sehingga setiap responden memiliki total skor pengetahuan, untuk
kemudian dihitung persen benar.
3. Pengkodean (coding)
Setiap perbuatan dari jawaban responden akan diberikan kode sebelum data
dimasukan ke komputer untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Coding
dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode angka,
kemudian dimasukan dalam lembaran kertas kerja guna memudahkan untuk
dibaca.
Pertanyaan, dan jawaban yang benar diberi skor 1, dan yang menjawab
pertanyaan dan jawaban salah diberi skor 0, kemudian hasilnya dikategorikan
menjadi:
Baik
: skor > 80 %
Cukup
: skor 60 – 80 % (
Kurang
: skor < 60 % (Ali Khomsan,2000)
4. Tabulasi Data (tabulating)
Tabulating dilakukan dengan memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam
tabel tabulasi data menurut kategori dan kriteria penilaian.
5. Analisis Biivariat
Analisa data yan g digunakan nilai minimum, maximum, rata-rata, standar
deviasi. Analisis ini untuk mendiskripsikan nilai jumlah variabel dengan ukuran
presentase sebagai berikut (Budiarto, 2002)
=
100%
Keterangan :
X : hasil presentase
53
F : frekuensi hasil pencapaian
N : total seluruh observasi
6. Analisa tingkat kontribusi variabel independen terhadap variabel depende.
=
− 1
+ 1
Keterangan:
Fa = Frekuensi pasangan yang sama
F1 = Frekuensi pasangan yang berlawanan
7. Analisa signifikansi hubungan variabel independen terhadap variabel dependen
diuji dengan Chi-Square
=
∑( − )
Dimana:
O = Frekuensi Observasi
E = Frekuensi yang diharapkan
54
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
DAN KARATERISTIK RESPONDEN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Flores Timur
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kab. Flores Timur
Kabupaten Flores Timur terletak pada 8004’ LS - 8004’ LS,122038’ BT 122057’BT, beriklim tropis, dengan musim kemarau berkisar 8 – 9 bulan per tahun dan
musim hujan berkiisar 2 -3 bulan.
a) Batas Wilayah Kabupaten Flores Timur :
Sebelah utara
: Laut Flores
Sebelah Selatan
: Laut Sawu
55
SebelahTimur
: Kabupaten Lembata
Sebelah Barat
: Kabupaten Sikka
b) Luas Kabupaten Flores Timur terdiri dari
c)
LuasDaratan
:1.812,85 km2 (31%)
LuasLautan
:4.170,53 km2 (69%)
Luas Wilayah
: 5.983,38 km2
Wilayah administrasi terdiri dari 19 Kecamatan dan 229 desa dan 21 kelurahan
Sebagian besar wilayah Kabupaten Flores Timur memiliki tingkat kemiringan di
atas 12%; daerah perbukitan dengan ketinggian rata-rata di atas 100 m, dan
memiliki tekstur tanah antara kasar dan sedang. Kondisi wilayah geografis Flores
Timur yang demikian dibarengi dengan keadaan iklim yang kering mengakibatkan
wilayah Flores Timur rawan bencana longsor dan banjir. Letak geografis Flores
Timur tersebut berdampak pada klimatologi yaitu hanya mengalami 2 musim,
sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, yaitu musim kemarau dan musim
hujan. sehingga investasi yang cocok untuk daerah Flores Timur adalah sektor
Perikanan (NK).
Komoditi unggulan Kabupaten Flores Timur yaitu sektor pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan dan jasa. Sektor pertanian komoditi unggulannya adalah
jagung, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu, sub sektor perkebunan dengan komoditi
Kakao, Kopi, Kelapa, Cengkeh, Jambu Mete, jarak, kapuk, kemiri, lada, pala,
pinang, dan vanili, sub sektor perikanan adalah perikanan tangkap, budidaya laut,
56
Sub sektor peternakan komoditi yang diunggulkan berupa sapi, babi, domba,
kambing, kerbau, dan kuda, sub sektor jasa komoditinya yaitu wisata alam. Sebagai
penunjang kegiatan perekonomian, di wilayah ini tersedia 1 bandar udara, yaitu
Bandara Gewayantana, Untuk transportasi laut tersedia 1 pelabuhan, antara lain
Pelabuhan Larantuka.
d) Jumlah penduduk berdasarkan kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013
No
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Total
Wulang Gitang
6.486
6. 652
13.138
Titehena
5.787
5 .943
11.730
Ilebura
3.095
3 .315
6 .410
Tanjung Bunga
6.272
6 .292
12 .564
Lewolema
4.212
4 .383
8 .595
Larantuka
19 .196
19 .412
38 .608
Ile Mandiri
4. 731
4 .768
9 .499
Demon Pagong
2 .058
2 .217
4 .275
Solor Barat
4 .206
5 .250
9 .456
Solor Selatan
2 .268
2 .925
5 .193
Solor Timur
6 .163
6 .997
13 .160
Adonara Barat
5 .960
6 .144
12 .104
Wotanulumado
4 .003
4 .279
8 .282
Adonara Tengah
5 .350
5 .654
11 .004
Adonara Timur
12 .750
14 .102
26 .852
Ile Boleng
6 .618
8 .051
14 .669
Witihama
6 .448
7 .738
14 .186
Kelubagolit
4 .904
5 .909
10 .813
Adonara
4 .900
5 .644
10 .544
Jumlah
115. 407
125. 675
241 082
Tabel 4.1. Jumlah penduduk berdasarkan kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013
Sumber: BPS Kab. Flores Timur
57
4.2. Karateristik Responden
A. Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Zona Solor
Zona Adonara
Zona Daratan Flores
Total
Laki-Laki
13
25
23
61
Perempuan
7
15
17
39
Total (org)
20
40
40
100
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer,2015
B. Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat
Pendidikan
Zona
Zona Solor
Adonara
Zona Daratan Flores
Total
SD
12
27
18
57
SMP
3
6
9
18
SMU/Sederajat
3
4
7
14
Diploma/Sarjana
2
3
6
11
Total (0rg)
20
40
40
100
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Sumber : Data Primer, 2015
C. Berdasarkan Tingkat Umur
Zona
Golongan Umur
Zona Solor
Adonara
Zona Daratan Flores
Total
20 - 30 tahun
4
10
8
22
31 - 40 tahun
3
11
14
28
41 - 50 tahun
6
12
12
30
51 - 60 tahun
7
7
6
20
Total (0rg)
20
40
40
100
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Umur
Sumber : Data Primer, 2015
58
D. Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Zona
Golongan Umur
Zona Solor
Petani
Adonara
Zona Daratan Flores
Total
12
23
21
56
Nelayan
2
4
3
9
Tukang
1
2
2
5
Pedagang
2
3
4
9
PNS
1
3
6
10
Buruh Pelabuhan
0
2
1
3
Ojek
1
1
1
3
Rohaniwan
1
2
2
5
Total (0rg)
20
40
40
100
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer, 2015
59
E. Karakteristik dan Distribusi Responden
No
Resp
1
YW
TanaLein
Solor Barat
L
Umur (thn)
21
SD
Petani
2
RLN
Ritaebang
Solor Barat
L
52
D3
PNS
3
YSK
Balaweling I
Solor Barat
P
43
SD
Petani
4
GRK
Balaweling II
Solor Barat
L
55
SMP
Petani
5
MI
Lohayong
Solor Timur
P
24
SD
Nelayan
6
SA
Lamakera
Solor Timur
L
58
SMU
Pedagang
L
45
SD
Petani
L
33
SD
Nelayan
7
8
Nama
RF
MI
Nama Desa
Watanhura II
Lamakera
Kecamatan
Solor Timur
Solor Timur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Jenis Pekerjaan
9
MLH
Pamakayo
Solor Barat
P
52
SMP
Petani
10
DKK
Lewogeka
Solor Timur
L
55
SD
Petani
11
AKH
Ongalereng
Solor Barat
L
27
SD
Petani
12
PN
Mananga
Solor Timur
L
58
S1
Rohaniwan
13
MHK
Bubuatagamu
Solor Selatan
L
46
SMP
Petani
14
YDL
Lewohedo
Solor Timur
L
25
SD
Ojek
P
48
SMU
Pedagang
L
47
SD
Petani
15
16
YSJ
PAH
Lewograran
Kalike Aimatan
Solor Selatan
Solor Selatan
17
MSH
Lamanu
Solor Selatan
P
54
SD
Petani
18
WE
Kalelu
Solor Barat
L
35
SD
Petani
19
PLK
Sulengwaseng
Solor Selatan
L
47
SMU
Petani
20
PGN
Nusadani
Solor Barat
L
32
SD
Tukang
21
RBK
Lewokeleng
Ile Boleng
L
23
SD
Petani
22
SWS
Bungalawan
Ile Boleng
P
31
SMP
Petani
L
42
SD
Nelayan
L
32
SMP
Buruh
SD
Petani
SMP
Ojek
23
24
MD
ASS
Waiwuring
Waiwerang Kota
Witihama
AdonaraTimur
25
WAK
Nisanulan
Adonara
L
45
26
VS
Tobilota
Wotanulumado
P
24
60
27
28
DSD
PGB
Pajinian
Kolilanang
Adonara Barat
Adonara
L
47
SD
Petani
P
33
SD
Petani
29
WD
Waiwerang Kota
AdonaraTimur
L
43
SMU
PNS
30
SDK
Lamahoda
Adonara
P
48
SD
Petani
31
VSG
Baniona
Wotanulumado
L
27
SD
Petani
32
KDS
Duanur
Adonara Barat
P
48
SD
Petani
33
EDT
Bukitsiburi
Adonara Barat
L
35
SD
Petani
L
49
SMU
Rohaniwan
L
26
SD
Petani
P
46
SD
Petani
34
35
36
HMA
YB
MYT
Lamahala Jaya
Bliko
Hinga
AdonaraTimur
Wotanulumado
Klubagolit
37
MBA
Watulolong
Witihama
L
36
SD
Petani
38
SIS
Balaweling
Witihama
P
27
SD
Petani
39
ADO
Kokotobo
Adonara Tengah
L
49
SD
Petani
40
ANT
Nisakarang
Klubagolit
P
51
SD
Petani
41
LKD
Watoone
Witihama
L
25
SMP
Pedagang
L
53
SD
Petani
L
38
SD
Petani
P
29
SMP
Nelayan
42
43
44
MKM
BDB
HBM
Redontena
Sandosi
Boleng
Klubagolit
Witihama
Ile Boleng
45
GPP
Tuwagoetobi
Witihama
L
45
SD
Petani
46
FGB
Lewopao
Ile Boleng
L
35
SMU
Ojek
47
HKG
Nelelamadike
Ile Boleng
L
26
SD
Petani
48
MGD
Tuawolo
Adonara Timur
P
56
SD
Petani
49
MLT
Helanlangowuto
Ile Boleng
L
57
SMU
Pedagang
50
FKB
Karinglamalouk
Adonara Timur
L
24
SMP
Tukang
P
34
SD
Nelayan
L
43
D3
PNS
51
52
KLT
RLS
Bele
Waiwerang Kota
Adonara Timur
Adonara Timur
53
RDA
Nelelamawangi II
Ile Boleng
L
23
SD
Tukang
54
YDG
Lite
Adonara Tengah
L
58
S1
Rohaniwan
55
SSD
Pledo
Witihama
P
34
SD
Nelayan
56
YIK
Harubala
Ile Boleng
L
56
SD
Petani
61
57
58
AG
ARK
Baya
Waiwadan
Adonara Tengah
Adonara Barat
L
32
SD
Petani
L
47
SD
Pedagang
S1
PNS
Petani
59
MGB
Waiwadan
Adonara Barat
P
37
60
KLD
OeSayang
Adonara Tengah
L
58
SD
34
SMU
Nelayan
61
KS
RatuloDong
TanjungBunga
L
62
MKU
Riangkaha
Ile Bura
P
SD
Petani
63
FGH
Lewotobi
Ile Bura
L
35
SD
Petani
64
VRF
Weri
Larantuka
P
26
SMP
Pedagang
65
DSK
Bandona
TanjungBunga
L
41
SD
Petani
66
HHK
Lewoawang
Ile Bura
L
37
SMU
Petani
P
43
SMP
Pedagang
L
24
SD
Petani
L
36
D3
PNS
67
68
69
RDK
EKH
GDB
Lewokluo
Bantala
Kawaliwu
Demon Pagong
Lewolema
Lewolema
70
BYP
Klatanlo
Wulanggitang
P
45
SMP
Petani
71
TAU
Nurabelen
Ile Bura
L
42
SD
Nelayan
72
KSH
Belogili
Lewolema
L
23
SMP
Petani
73
AGB
Bama
Demon Pagong
P
37
SD
Nelayan
74
YSK
Lato
TiteHena
L
44
SMU
Pedagang
P
28
SD
Petani
L
54
SMU
Rohaniwan
P
38
SMP
Petani
75
76
77
YPK
DVF
MTK
Ile Padung
Balela
Sinarhadigala
Lewolema
Larantuka
TanjungBunga
78
GHK
Blepanawa
Demon Pagong
L
46
SD
Petani
79
MWP
BoruKedang
Wulanggitang
P
37
SMU
Pedagang
80
THK
Wolo
Demon Pagong
L
49
SMP
Petani
81
MAA
Postoh
Larantuka
L
54
SD
Buruh
82
SA
Postoh
Larantuka
P
28
S1
PNS
P
46
SD
Petani
L
58
S1
PNS
L
38
SD
Petani
P
56
SMP
Ojek
83
84
85
86
WET
FGB
MMK
YDK
Lewohala
Waihali
Tuakepa
Bokang
Ile Mandiri
Larantuka
TiteHena
TiteHena
62
87
88
YRM
HGP
Riangkemie
Panteoa
Ile Mandiri
Wulanggitang
L
39
SMU
Rohaniwan
P
47
SD
Petani
89
ILK
Waibalun
Larantuka
L
28
D3
PNS
90
AM
Lewolaga
TiteHena
P
36
SMP
Pedagang
91
GHK
Leworok
TiteHena
L
54
SD
Petani
92
BHB
Tiwatobi
Ile Mandiri
L
37
S1
PNS
93
YH
Sarotari Tengah
Larantuka
L
56
SD
Petani
P
35
SMP
Petani
L
25
SMU
Pedagang
L
55
SD
Petani
94
95
96
HGK
MHI
KLK
Ile Gerong
EkaSapta
Lewoingu
TiteHena
Larantuka
TiteHena
97
SDS
Kobasoma
TiteHena
P
26
SD
Petani
98
WWL
Pukentobiwangibao
Larantuka
L
34
S1
PNS
99
DSS
Serinuho
Titehena
P
46
SD
Petani
100
EKH
Kolaka
TanjungBunga
L
33
SD
Petani
Tabel 4.5. Karakteristik Responden
Sumber : Data Primer, 2015
63
Tabel 4.6 Rekapitulasi Daftar Pemilih Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014
Sumber: KPUD Kab Flotim
64
Tabel 4. 7 Rekapitulasi Daftar Pemilih Pemilihan Presiden tahun 2014
Sumber: KPUD Kab Flotim
65
BAB V
METODE PRAKTEK POLITIK UANG
Pergeseran sistem pemilu dari sistem proporsional dengan daftar calon tertutup
(tanpa daftar calon) ke sistem proporsional dengan daftar calon terbuka, ternyata belum
memberikan adanya perubahan yang berarti. Penelitian terhadap beberapa tokoh
masyarakat dan beberapa masyarakat umum, diperoleh
suatu gambaran adanya
kejenuhan terhadap Pemilu. Alasan lain, adanya anggapan Pemilu itu hanya
merupakan kepentingan partai politik, belum bisa menampung kepentingan masyarakat
yang mempunyai kedaulatan rakyat. Dilihat dari tingkat partisipasi politik dalam
menggunakan hak pilihnya, pada Pemilu 2004, dibandingkan Pemilu 1999, justru
masyarakat pemilih yang menggunakan hak pilihnya menurun. Sedangkan yang tidak
menggunakan hak pilihnya/golput justru naik. Hal ini memunculkan fenomena yang
menarik dan perlu dikaji permasalahan apa yang terjadi di dalam masyarakat termasuk
praktek politik uang. Pemilu dalam demokrasi mengalami pergeseran dari instrumen
transfromasi sosial kepada bisnis politik. Praktek politik uang menggunakan metode
yang strategis-taktis sehingga prosesnya terbebas dari jeratan hukum.
Fenomena politik uang di Kabupaten Flores Timur ditandai dengan pemberian
uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang tersembunyi
dibalik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka pemberian tidak akan
dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan.
Konsekwensinya para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti terjadinya praktek politik
uang akan terjerat undang-undang anti suap.
66
Perpolitikan lokal selalu melahirkan dinamika. Hal ini menuntut partai politik
(parpol) sebagai instrumen demokrasi harus menyelaraskan platform politiknya
terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat. Tak sedikit, perubahan tersebut
menjadi tantangan bagi parpol. Dengan cara Money Politics hanya calon yang memiliki
dana besar yang dapat melakukan kampanye dan sosialisasi. Hal ini memperkecil
kesempatan bagi kandidat perorangan yang memiliki dana terbatas, walaupun memiliki
integritas tinggi sehingga mereka tidak akan dipilih masyarakat. Saat ini, Indonesia
membutuhkan pergantian elite politik karena kalangan atas yang ada saat ini luar biasa
korupsi. Penegakan hukum saat ini bisa dikatakan terhenti. Namun, format pemilu yang
ada saat ini tidak memungkinkan partai kecil dan kandidat perorangan untuk tampil
dalam kepemimpinan/legislative lokal atau nasional.
Metode praktek politik uang adalah segala cara mempengaruhi keputusan politik
seseorang baik pemberian uang/materi kepada masyarakat secara pribadi maupun
kelompok mapun dengan penyalahgunaan wewenang/kekuasaan yang dilakukan
secara masif, sistematis maupun secara struktural. Metode dan modus saling
berhubungan tergantung kondisi dan karakteristik wilayah dan masyarakat.
Jenis-jenis metode praktek politik uang dapat dijelaskan di bawah ini:
5.1.
Distribusi Pemberian uang dan materi kepada masyarakat
a. Pemberian uang kepada masyarakat secara perorangan
Politik dan uang seringkali menjadi dua mata uang yang sulit dipisahkan.
Besarnya uang yang diberikan kepada masyarakat sangat bervariasi dengan berbagai
pertimbangan politis. Hukum ekonomi politik berlaku di pasaran politik ini, semakin
67
besar uang yang diberikan, semakin besar pula peluang yang diperoleh. Kemiskinan
menjadi alasan yang cukup memberikan kontribusi bagi terciptanya proses politik uang.
Bahkan suara masyarakat dibayar begitu murah. Bagi kebanyakan masyarakat, dari
pada tidak sama sekali biar sedikit asal ada. Barter suara dengan uang sepertinya tidak
lagi asing di pemilu demokrasi dewasa ini. Di sisi lain, opini masyarakat tentang politik
uang
dianggap
wajar
semakin
memperkeruh
wajah
demokrasi.
Kebanyakan
masyarakat beranggapan bahwa ada uang ada suara, demikian suara itu terdengar di
masyarakat Kabupaten Flores Timur yang konon sangat menghargai demokrasi di
pertiwi dan kabupaten ini. Besarnya uang yang diperoleh masyarakat secara pribadi
dalam politik uang kepada 100 orang responden dapat dilihat dari table berikut ini.
Banyaknya (org)
Jumlah Uang
Rp.0
–
Rp.50.000
43
Rp.51.000
–
Rp.100.000
34
Rp.101.000
–
Rp.150.000
8
Rp.151.000
–
Rp.200.000
24
Rp.201.000
–
Rp.250.000
8
Rp.251.000
–
Rp.300.000
2
Rp.251.000
–
Rp.300.000
1
>Rp.300.000
8
Tidak Menerima
28
Tabel 5.1 Distribusi uang suap yang diterima masyarakat
Sumber : Data Primer, 2015
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa seseorang dapat menerima lebih dari satu kali
pemberian uang suap baik dari partai yang sama maupun dari partai atau paket yang
berbeda.
Distribusi uang yang diberikan kepada masyarakat secara pribadi paling
68
banyak berkisar Rp.0 – Rp. 50.000,00. Angka kisaran ini tidak bersifat obsolut untuk
setiap orang. Manajemen peroleh suara juga dipengaruhi oleh manajemen uang yang
diberikan. Besarnya uang yang diberikan sangat variatif
disesuaikan dengan
karakteristik pemilih dan wilayah sasaran. Pada wilayah tertentu misalnya di Daerah
Pemilihan (Dapil) I transaksi uang dan suara hanya berkisar Rp.20.000 – Rp.30.000.
Di Kecamatan Solor Selatan (Dapil) V juga masih dijumpai angka nominal uang suap
sebesar Rp. 15.000.00 – Rp.25.000.00.
Bila persaingan lawan sangat tinggi maka besarnya uang semakin tinggi bahkan
bisa mencapai Rp.250.000 – Rp.500.000,00 per suara atau per kepala keluarga
sebagaimana yang dilakukan di Desa Bama Kecamatan Demon Pagong. Angka
sebesar itu biasanya dijumpai di daerah yang memiliki calon lebih dari satu orang. Pola
pemberian uang pribadi ditemukan hampir di seluruh wilayah kabupaten Flores Timur
denga cara-cara yang sangat sulit untuk diketahui dan bersifat rahasia. ‘Serangan fajar’
merupakan amunisi terakhir menjelang pemilu yang sering dilakukan para kandidat.
Besarnya uang yang diberikan sangat tergantung dari beberapa aspek:
a) Karakteristik pemilih
b) Potensi calon lain di suatu desa/wilayah
c) Besarnya uang/materi yang diberikan oleh calon lain
d) Tingkat kesulitan perolehan suara
e) Ketokohan seseorang
Besarnya uang yang diberikan juga sangat dipengaruhi oleh analisis potensi
basis massa pemilih selain aspek ketokohan di dalam masyarakat. Misalnya calon
tersebut memasuki suatu desa/kecamatan yang bukan daerah asalnya maka nominal
69
rupiah yang diberikan lebih tinggi daripada di desa/kecamatan asalnya. Bukan Cuma itu
bila dalam daerah yang sama terdapat dua bahkan lebih calon maka besarnya uang
yang diberikan juga akan menjadi lebih tinggi. Seorang tokoh masyarakat yang memiliki
tingkat pengaruh yang tinggi akan mendapat pemberian uang yang tinggi. Seorang
calon dari Dapil V menceritakan bahwa seorang tokoh masyarakat atau tokoh adat di
Desa Ritaebang Kecamatan Solor Barat bisa diberi uang sebesar Rp.5.000.000,00 agar
bisa mempengaruhi masyarakat memilih calon tertentunya karena dianggap memiliki
ketokohan yang disegani masyarakat sekitar. Seorang tokoh agama di Kecamatan
Wulanggitang juga menuturkan bahwa ia pernah didatangi seorang kandidat dengan
membawa sebuah amplop namun menolak karena tidak tahu persis alasan pemberian
uang tersebut.
Penelitian juga menemukan bahwa tak jarang kandidat memberikan uang ke
kios-kios di sekitar jalan sepanjang jalan yang dilalui dengan alasan yang tidak jelas.
Seorang pemilik kios di Desa Wolo mengakui bahwa ia beberapa kali mendapat uang
dari seorang team sukses dan kandidat ketika melintas di depan kiosnya yang
kebetulan berada di pinggir jalan. Ibu Rini (nama samaran) adalah seorang penjual
bensin jalanan di Watowiti menuturkan hal serupa. Ibu Rini diberi uang Rp.100.000,00
oleh seorang calon legislative dengan modus menambah modal usaha bagi ibu Rini.
Kejadian serupa juga dijumpai peneliti ketika berbincang-bincang dengan beberapa
pedagang seperti di Desa Nusa Dani, Desa Sagu, Desa Lato, Desa Ratu Lodong, Desa
Redon Tena dan beberapa pemilik kios kecil di Waiwerang dan Lamakera.
Modus lain yang digunakan adalah membeli barang dengan menggunakan
lembaran uang tertentu namun uang kembalian tidak diterima. Transaksi ini terkesan
70
remeh namun cukup mengganggu psikologi pemilih konvensional yang sangat
mengedepankan emosional dalam memilih. Hasil penuturan lisan Ibu Mensi (nama
Samaran) seorang pemilik kios di Desa Lohayong I sebagai berikut:
‘Ada-ada saja calon mereka ini kalau menjelang pemilu. Kadang mereka kasih uang
seratus ribu buat beli rokok satu bungkus jo doi kembali mereka te ambil. Mereka pesan
kalau pemilu jangan lupa pilih dia eh’.
Tuturan di atas menjelaskan bahwa masyarakat menyadari kalau ia sebenarnya
sedang disuap dalam urusan politik. Ada barter politik dimana kedua-duanya saling
menguntungkan karena si pemilik kios mendapat uang dan si calon mendapatkan
suara. Kios menjadi etalase politik dimana mempertontonkan transaksi jual beli suara
melalui pendekatan penjual dan pembeli. Demokrasi mendapat kutukan di kios ini.
Caleg juga memberikan uang kepada keluarga yang anaknya sedang menjalankan
pendidikan menengah atau yang duduk di bangku perguruan tinggi dengan besaran
berkisar Rp.500.000,00 – Rp.1.000.000,00 seperti yang dijumpai di Kecamatan Tanjung
Bunga. Kandidat tertentu memberikan jam dinding yang dilengkapi dengan atribut
tertentu untuk memperjelas identitas si pemberi bantuan tersebut. Pemberian lampu
solar sel oleh seorang caleg pusat dari partai tertentu dilengkapi dengan nama caleg
tersebut. Lemahnya pengawasan menciptakan kondisi yang kondusif bagi para
kandidat untuk melakukan praktek politik uang.
71
b. Pemberian uang suap kepada kelompok
Kandidat peserta pemilu juga melakukan praktek uang kepada kelompok yang
mudah dijumpai di dalam masyarakat. Metode ini biasa diprakarsai oleh team sukses
atau kenalan yang berada dalam kelompok tersebut. Kelompok tersebut dianggap
‘embrio’ yang dapat bertumbuh menjadi kelompok yang lebih luas untuk mempengaruhi
simpatisan calon tertentu. Biasanya sumbangan itu diberikan kepada kelompok yang
ditentukan oleh team sukses atau kelompok yang beranggotakan team sukses.
Distribusi pembagian uang ke kelompok hasil temuan lapangan dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Sasaran Kelompok
Jenis Kelompok/Usaha
Besarnya Sumbangan
Kelompok ibu-ibu
Kerajinan dan ketrampilan
Rp.1.000.000 – Rp.5.000.000
Umat Katolik
Rohani
Rp.5.000.000 – Rp.500.000.000
Orang Muda Katolik
Rohani
Rp.500.000 – Rp.10.000.000
Umat Islam
Rohani
Rp.500.000 – Rp. 10.000.000
Kelompok nelayan
Perikanan
Rp.1.000.000 – Rp.10.000.000
Gapoktan
Pertanian
Rp.1.000.000 – Rp.10.000.000
Koperasi/UB
Ekonomi Mikro
Rp.10.000.000 – Rp.25.000.000
UKM
Keterampilan dan bidang usaha
Rp.5.000.000 – Rp.10.000.000
Arisan Keluarga
Kekeluargaan
Rp.500.000 - Rp.1.000.000
Tabel 5.2.distribusi uang suap ke kelompok masyarakat
Sumber Data Primer, 2015
Besarnya sumbangan uang ke kelompok sangat dipengaruhi oleh jenis
kelompok, bidang usaha atau sifat kelompok, sasaran kelompok serta potensi
keperolehan suara di balik praktek politik uang. Sumbangan uang untuk kelompok
72
terbesar dijumpai pada kelompok yakni sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta) untuk
pembangunan gereja di dua gereja yakni di Kecamatan Titehena dan Kecamatan
Tanjung Bunga. Bantuan untuk koperasi disesuaikan dengan jumlah anggota koperasi
tersebut. Kandidat lokal juga tak jarang memberikan sumbangan kepada kelompok
arisan keluarga di desa asal dan desa sekitarnya dengan alasan menambah modal
arisan. Kelompok usaha bersama (KUB) juga membuat proposal kepada calon tertentu
sebagai formalitas untuk memperoleh bantuan melalui team suksesnya. Bantuan UKM
juga dengan jalur calon tertentu (caleg kabupaten) untuk memperoleh bantuan dari
calon propinsi seperti yang dijumpai di Lato, Waidang dan Ile Gerong kecamatan
Titehena.
Program pemberdayaan perempuan juga mendapat sumbangan dari pihak
tertentu dengan alasan dana pemberdayaan. Ironisnya dana bantuan pemberdayaan
tersebut diberikan dalam kunjungan kerja yang dilakukan menjelang pemilu tertentu.
Seorang caleg yang gagal dari Desa Lewolaga kecamatan Tite Hena menuturkan
sebagai berikut: “program pemberdayaan itu kenapa harus diberikan menjelang pemilu.
Apalagi pemberian tersebut melibatkan caleg lokal yang tidak berhubungan dengan
instansi atau pihak pemberi bantuan tersebut. Akibatnya pemberian tersebuat langsung
dimengerti oleh masyarakat sebagai bantuan politis untuk memenangkan kandidat
tertentu”.
Seorang calon dari Dapil I memberikan sejumlah uang kepada gereja Eputobi
sebesar Rp.20.000.000 namun hanya Rp.7.000.000 yang terserap ke gereja sedangkan
yang lainnya hingga saat ini belum diberikan untuk pembangunan gereja. Kenyataan ini
73
menunjukan bahwa praktek politik uang sering kali melibatkan anggota kelompok yang
tidak bertanggung jawab.
c.
1.
Pemberian Materi/Barang Suap Kepada Masyarakat
Kepada Perorangan
Praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur tidak hanya berbentuk uang. Kandidat
juga memberikan barang atau materi kepada masyarakat secara perorangan maupun
secara kelompok. Pemberian tersebuat biasanya dilakukan menjelang pemilu dengan
berbagai modus termasuk alasan kemanusiaan. Kandidat yang taktis, membentuk
kelompok tertentu jauh sebelum pemilu dilangsungkan dan dianggap sebagai investasi
politik yang bagus. Barang atau materi tersebut dijadikan sebagai kenang-kenangan
sekaligus memberikan ingatan akan si pemberi barang. Jenis barang yang diberikan
secara perorangan berbeda dengan kelompok. Barang/materi yang biasa diberikan
kepada masyarakat secara perorangan yang dijumpai di lapangan antara lain:
Jenis Barang
Frekuensi (orang)
Kain batik
6
Baju Kostum
4
Jam dinding
13
Parang/cangkul
3
Beras
4
semen
7
seng
4
Paku
2
Lampu solaris
6
Pukat
3
Alat tulis
6
Jam dinding
4
Tabel 5.3.Distribusi Barang Suap yang diterima masyarakat secara pribadi
Sumber : Data Primer, 2015
74
Pemberian barang kepada masyarakat secara perorangan hampir ditemukan di
seluruh wilayah Kabupaten Flores Timur. Agar terhindar dari pantauan hukum maka
pemberian seringkali diberikan jauh sebelum pemilu dilaksanakan. Baju kaos kandidat
yang dilengkapi gambar calon dan partai diberikan untuk mengingatkan para pemilih
untuk memilih kandidat tersebut. Ada kandidat tertentu di Desa Nobo yang memberikan
beras per keluarga masing-masing satu karung berukuran 10 kg. Baju batik dan kain
batik biasanya diberikan menjelang hari raya tertentu kepada para simpatisan. Team
sukses sangat pandai dalam memilih barang yang disumbangkan caleg agar benarbenar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di Dusun Pagong, Desa Adabang
Kecamatan Titehena, seorang caleg memberikan bantuan semen dan seng kepada
masyarakat yang sedang membangun rumahnya. Hasil wawancara terhadap
masyarakat sekitarnya menunjukan bahwa antara materi pemberian dan waktu
pemberian sangat menentukan seberapa besar target suara yang diperoleh di balik
pemberian tersebut.
Ada budaya politik di masyarakat yang cepat menerima kandidat yang baru dan
melupakan kandidat lama yang sudah memberikan investasi politis dalam bentuk
dedikasi dan pengabdian. Perilaku politik ini sebenarnya sedang melegitimasi politik
uang dimana hanya orang berduit yang bisa memenangkan kompetisi di dalam pemilu.
Kualitas kandidat bukan menjadi jaminan. Kelompok masyarakat tertentu tidak
membuat pilihan politik yang rasional. Kekecewaan politik terhadap calon di masa lalu
membuat mereka secara sadar menggantikan demokrasi suara
dengan sembako
seperti beras dan mie instan juga dapat ditemukan di wilayah Lewoingu dan Lato dan
sekitarnya. Peranan tim sukses juga sangat penting dalam menjaga informasi
75
keamanan. Pemberian parang dan tofa juga dilakukan caleg kepada para petani. Dalam
kondisi tertentu, pemberian bisa dilakukan di kebun petani. Seorang petani desa Nusa
Dani Kecamatan Solor Barat menceritakan kalau ia mendapat parang sepada dari
caleg saat melintas di kebunnya.
2.
Pemberian materi/barang kepada kelompok
Pola pemberian barang/materi kepada masyarakat seringkali dilakukan kandidat
sebelum pemilu. Kelompok tersebuat bersifat permanen dan tidak permanen tergantung
seberapa besar kedekatan ikon kelompok terhadap kandidat atau partai tertentu.
Seruan moral untuk memilih calon tertentu sering terdengar ketika terjadi pemberian
barang/materi oleh kandidat tersebut. Distribusi barang/materi suap dilakukan secara
sistematis apalagi bila dilakukan menjelang pemilu. Hasil temuan lapangan menunjukan
bahwa pemberian berupa materi/barang suap sangat bervariasi dengan modus yang
berbeda-beda pula apalagi dilakukan menjelang pemilu.
Praktek money politik kepada kelompok dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk.
a) Pemberian berupa fisik
Pemberian berupa materi fisik kepada kelompok berarti kelompok mendapat
barang tersebut secara langsung baik yang diberikan oleh kandidat maupun
melalui team sukses atau agen lainnya. Modal pembelian barang tersebut bisa
berasal dari caleg secara perorangan maupun secara kepartaian. Pemberian
materi dihadiri oleh anggota kelompok atau diberikan terlebih dahulu sedangkan
penerimaan secara simbolis dilakukan pada kemudian hari. Praktek politik uang
tipe ini sering dijumpai secara langsung di masyarakat karena menghadirkan
76
anggota masyarakat dalam jumlah yang banyak. Demi efisiensi penyerapan
bantuan, beberapa caleg memiliki kelompok binaan yang dibentuk jauh sebelum
pemilu diadakan. Beberapa contoh barang/materi yang sering diberikan oleh
caleg kepada masyarakat
Jenis Barang
Target Kelompok
Pukat
Kelompok Tani Nelayan
Deskripsi
Diberikan kepada kelompok tani
nelayan, kelompok permanen dan
non permanen. Kelompok mudah
bubar seiring rusaknya pukat.
Alat dapur dan Timbangan
Kelompok Posyandu
Diberikan
kepada
kelompok
binaan, alasan penguatan KIA,
Gantung
menjadi alasan bagi calon untuk
melakukan pendekatan basis.
Semen dan Seng
Rumah
Ibadah
(gereja,
kapela dan masjid)
Diprioritaskan
kepada
rumah
ibadah yang sedang dibangun,
kedekatan dengan tokoh agama,
penyerahan
simbolisnya
melibatkan umat, seruan moral
untuk mendukung calon tertentu.
Kain lampir altar
Gereja
Diberikan
menjelang
gerejani,
dibacakan
perayaan
waktu
pengumuman di gereja.
Pipa Air
KBG
Distrbusi dilakukan jauh sebelum
pemilu
penyerahan
dilangsungkan,
simbolisnya
dilakukan menjelang pemilu.
Anakan
mahoni,
jati,
Kelompok Tani
cendana
Kostum olahraga, bola kaki,
DIsebut sebagai dana aspirasi,
dilakukan oleh calon incumbent.
Kelompok anak muda
bola volly
Sasarannya kepada anak muda,
menstimulus anak muda untuk
77
memilih calon tertentu.
Kain batik
Kelompok
Anakan babi/sapi
St.
Ana
dan
Mendorong pemilih perempuan
Legio Maria
untuk memilih calon tertentu
Kelompok Tani Ternak
Merupakan bantuan sosial untuk
Masyarakat
Rendah
Berpenghasilan
(MBR)
namun
acara
penyerahannya melibatkan pihak
tertentu yang juga merupakan
kandidat pemilu.
Kain tenun
Kelompok Ibu
Diberikan kepada kelompok ibuibu
dari
dana
pemberdayaan
bantuan
perempuan,
diberikan menjelang pemilu.
Kursi/bangku
Gereja
Bantuan sosial yang diberikan
kepada
gereja,
penyerahan
simbolisnya melibatkan umat dan
tokoh gereja.
Alat Band
Kelompok Anak Muda
Pengembangan
kreativitas
kawula muda di bidang music,
menjadi team sukses.
Material Bangunan
Wilayah Dusun
Semenisasi lorong/rabat jalan.
Tabel 5.4.Distribusi Barang Suap yang diterima masyarakat secara Kelompok
Sumber Data Primer, 2015
b) Pengkondisian’ Proposal
Praktek politik uang seringkali sangat dekat dengan perilaku politik termasuk
penyalahgunaan kekuasaan. Kandidat (incumbent) melakukan pendekatan ke
instansi atau dinas tertentu lalu menggandeng program bantuan kepada
masyarakat.
Program normative ini coba dipolitisasi oleh kandidat tertentu
dengan maksud pencitraan kepentingan politik. Persoalan yang muncul adalah
78
apakah program normative yang disusun dengan seperangkat instrument
perencanaan ini merupakan hasil perjuangan seorang kandidat? Proses
pendisposisian proposal marak terjadi Kabupaten Flores Timur. Seorang staf
pada salah satu Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) menceritakan intervensi
legislatif dalam penentuan proposal sangat tinggi. Konspirasi antara pimpinan
SKPD dengan calon tertentu nampak dalam penentuan wilayah dimana program
tersebut diimplementasikan. Misalnya bantuan terhadap proposal Kelompok
Usaha Bersama (KUB) Pedesaan pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja
dan
Transmigrasi terhadap kelompok UKM tertentu seringkali digeneralisasi sebagai
bantuan aspirasi oleh sekelompok anggota DPRD Kabupaten Flores Timur.
Pencitraan politis dilakukan secara sistimatis karena dilakukan dengan
pendekatan regulasi dan administrasi yang cukup.
Keberadaan proposal sangat berhubungan dengan eksistensi sebuah
kelompok. Menjamurnya kelompok fiktif yang melahirkan proposal fiktif. Tidak
jarang pulang kelompok permanen membuat proposal fiktif karena tidak melalui
prosedur dan mekanisme yang benar. Kepala Desa Nelelamawangi II
Kecamatan Ile Boleng menjelaskan bahwa:
“proposal kelompok idealnya melalui mekanisme tertentu. Harus masuk
melalui dan mengetahui kepala desa serta camat pada wilayah tersebut. Tapi
kenyataan banyak kelompok yang mengajukan proposal di luar jalur tersebut.
Biasanya mereka sudah mempunyai ‘orang dalam’ terutama anggota dewan”
Di sisi lain keterlibatan pihak tertentu dalam mengakses dana bantuan
pusat menjadi alasan yang cukup bagi kandidat untuk menokohkan diri sebagai
79
ikon atau pahlawan di balik terselenggaranya program tersebut. Misalnya
bantuan anakan sapi di Desa Ile gerong dan anakan babi di Desa Kobasoma
dan Lamablawa merupakan bantuan yang diperuntukan bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dipolitisasi sebagai bantuan politis yang
melibatkan calon tertentu sebagai pahlawannya. Dalam konsteks ini praktek
politik uang dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dapat
ditemukan di masyarakat.
c) Pengkaplingan program
Kompleksitas praktek politik uang juga melibatkan penyalahgunaan wewenang.
Kandidat tertentu yang mengetahui program pada dinas atau instansi tertentu
mendahului instansi memberikan informasi kepada masyarakat. Pada ‘akar rumput’
yang memiliki sumber daya manusia yang terbatas, kondisi ini rentan terjadi hampir
di seluruh Kabupaten Flores Timur dengan argumentasi ‘dana aspirasi’. Bantuan
program normative, seringkali diklaim oleh calon tertentu sebagai ikon yang
menghadirkan program tersebut. Misalnya bantuan anakan jati dan mahoni dari
Kementrian Kehutanan di Desa Lewohala diklaim oleh calon incumbent sebagai
perjuangan
aspirasi
masyarakat
yang
melibatkan
dirinya
sebagai
ikon
terselenggaranya program bantuan tersebut.
5.2.
Pola dan agen Pemberian
Proses praktek politik uang ternyata memperhatikan luasnya wilayah Kabupaten
Flores Timur dan jumlah pemilih (the voters) selain aspek pengawasan hukum. Secara
teknis lapangan, politik uang memiliki pola pemberian yang sulit dibuktikan secara
80
hukum. Spekulasi dan modus operandi praktek politik uang memiliki pola-pola khusus
untuk menghindari pantauan pengawas pemilu dan keterjebakan hukum.
Dalam
praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur, pola pemberian sangat bervariasi.
Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
a) Pemberian secara langsung
melibatkan kandidat secara langsung ke lokasi kegiatan atau langsung ke
masyarakat. Demi kenyamanan secara hukum pemberian langsung sangat
berkaitan dengan kondisi dan karakteristik pemilih. Hal ini nampak dalam
penyerahan barang dan materi yang melibatkan masyarakat dalam jumlah yang
banyak serta dilakukan secara simbolik. Pola ini sebagian besar dilakukan
secara sistimatis terutama pemberian tersebut merupakan program normative.
Pemberian langsung yang sering dijumpai di masyarakat adalah pemberian yang
bersifat kelompok seperti untuk untuk pembangunan gereja dan masjid, untuk
kelompok tani dan nelayan, kelompok karang taruna dan kelompok Usaha Kecil
Menengah (UKM). Pemberian secara langsung nampak dalam bantuan sosial
yang memiliki sensivitas politik yang kecil seperti bantuan ke rumah ibadah dan
balai desa di Desa Pamakayo dan Desa Lewonama.
Pemberian langsung biasanya dilakukan terhadap program normative tertentu
yang dipolitisasi untuk kepentingan politisi tertentu. Di sisi lain pola ini dianggap
memiliki konsekuensi hukum yang kecil bila materi bantuannya bersifat program
normative.
81
Pemberian uang dan materi suap langsung memiliki resiko hukum yang tinggi
apalagi menjelang hari pencoblosan. Makanya metode ini jarang dipakai karena
mudah dipantau dan berindikasi hukum yang tinggi.
b) Pemberian tidak langsung
Praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur melibatkan agen tertentu sebagai
distributornya. Agen memainkan peranan yang cukup tinggi mulai dari pemetaan
lapangan hingga pendistribusian uang/materi suap. Dalam kaitan dengan
penyalahgunaan wewenang, agen dapat menjadi informan antara kandidat
dengan kelompok penerima bantuan. Pemberian tidak langsung dilakukan oleh
agen yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Agen yang sering digunakan
tidak terlepas dari modus yang digunakan oleh kandidat tersebut. Dalam kondisi
tertentu, agen bisa juga menjadi sasaran praktek politik uang. Kenyataan
menunjukan bahwa team sukses memilki konstituen sehingga distribusi
uang/materi suap lebih efektif bila menggunakan fungsi agen (team sukses).
Agen pemberi bantuan tersebuat antara lain:
a) Team sukses :
b) Keluarga
c) Tokoh masyarakat
d) Tokoh agama
e) Posko partai
f) Broker
82
Agen
Team sukses
Frekuensi
67
Deskripsi
Merupakan agen yang paling banyak digunakan, mengidentifikasi potensi, menganalisis karakteristik pemilih,
memetakan kondisi lapangan, menjadi agen dan anggota kelompok pemohon proposal, mendistribusikan uang dan
materi, agen informasi.
Tokoh Masyarakat
54
Aspek ketokohan, menjadi agen sekaligus sasaran distribusi uang dan materi, berpeluang memberikan tekanan
terhadap masyarakat, pada komunitas masyarakat yang feodal potensi intervensi politiknya tinggi.
Tokoh agama
8
Ketokohan agama, sebagai penerima bantuan uang dan materi mewakili umatnya, berpotensi merasionalisasikan
bantuan, melakukan seruan moral.
Tokoh pemuda
13
Menganalisis potensi kelompok, membuat proposal, mengarahkan komunitasnya untuk memilih calon tertentu.
Posko pendukung
7
Berada pada wilayah basis, pusat informasi ,mengawal kondisi basis, mencegah praktek politik oleh partai lain,menjadi
distributor uang dan materi, dalam kondisi emergensi pergerakan melalui posko dianggap tidak mencurigakan.
Anak-anak
2
agen yang awam terhadap politik uang, mengantar amplop ke orang tua dari broker.
Teman
22
Mengedepankan kedekatan, melakukan distribusi uang ke masyarakat sekitarnya.
Keluarga
23
Menjadi team sukses sekaligus agen pendistribusi uang, menciptakan momen untuk menghadirkan kandidat, modus
kekeluargaan menghindari kesan politis.
Orang mabuk
2
Bersifat momentum, konsekuensi hukumnya rendah.
Broker
4
Menerima uang dari calon tertentu (bisa lebih dari satu) lalu membagi di sekitar tetangga menjelang hari pencoblosan.
Tabel 5.6.Agen pemberian uang/material suap
Sumber Data Primer, 2015
83
Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar kandidat
memberikan bantuan melalui team sukses. Team sukses tidak hanya menjadi agen
pemberian tetapi sekaligus
menjadi sasaran pemberian. Pemberian melalui team
sukses bisa diberikan oleh kandidat secara perorangan, bisa dilakukan secara
kepartaian. Keluarga juga dilibatkan sebagai agen pemberi bantuan terutama
menjelang hari pemilu. Tokoh agama dianggap ikon yang dapat memberikan seruan
moral bagi umatnya. Kalau kita tidak bisa mengakui, kita juga tidak bisa memungkiri
bahwa keterlibatan tokoh agama juga memprofilkan calon tertentu. Tak luput bantuan
juga diberikan kepada rumah ibadah. Misalnya sumbangan berupa kursi dan bangku
kepada gereja Lewotobi, gereja Eputobi, gereja Riawale, gereja Lamuda dan gereja
Kawalelo.
Karakteristik pemilihan Kabupaten Flores Timur yang masih bersifat
konvensional, memberikan peluang bagi kandidat untuk memberikan bantuaan melalui
tokoh masyarakat dan tokoh adat. Ketokohan seseorang dalam masyarakat
menentukan besarnya sumbangan. Peranan tuan tanah dalam mengarahkan
masyarakat penggarap tanahnya sangat tinggi terutama pada masyarakat feodalistik
yang memiliki ketaatan yang tinggi terhadap pemiliki tanah seperti di wilayah Ritaebang
dan Witihama.
Beberapa partai memiliki posko partai yang berfungsi sebagai agen informasi
sekaligus penyalur materi atau materi bantuan. Hasil penelitian lapangan menunjukan
mal-praktek politik uang juga dilakukan melalui para ‘broker’. Para broker adalah
kelompok yang membagi uang kepada masyarakat. Ironisnya anggota broker ini dapat
memainkan fungsinya terhadap kandidat dan partai yang berbeda sebagai yang
dijumpai di beberapa kelurahan Larantuka dan Ile Mandiri.
84
5.3.
Waktu Pemberian
Secara Umum waktu pembagian politik uang dibagi menjadi dua tahapan besar
yakni:
1)
Pra pemungutan suara
Pada pra pemungutan suara mulai dari seleksi administrasi, masa kampanye,
masa tenang dan menjelang pemungutan. Sasarannya adalah para pemilih, terutama
mereka yang masih mudah untuk dipengaruhi. Sebagian besar proses politik uang
terjadi sebelum pemungutan suara dengan sasaran pemilih. Masa pra pemungutan
suara ditandai dengan distribusi uang dan material suap yang didahului dengan
pemetaan karakteristik masyarakat dan wilayah. Proses penyalahgunaan wewenang
untuk mendapat simpati public dilakukan dalam tempo waktu yang cukup lama.
Negosiasi antara kandidat dengan panitia pemungutan sering terjadi sebelum pemilu
sedangkan eksekusinya terjadi setelah pencoblosan dengan sasaran elite politik dan
panitia penyelenggara.
2)
Pasca pemungutan suara
Praktek politik uang pasca pemungutan suara berhubungan dengan panitia
penyelenggara pemilu misalnya penyuapan terhadap panitia penyelenggara untuk
melakukan barter suara seperti yang terjadi di desa Kokotobo Kecamatan Adonara
Tengah.
Seorang caleg yang gagal dari Daerah Pemilihan (Dapil) I menceritakan money
politik yang dilakukan di dalam anggota partainya. Para saksi di dalam partainya dibagi
berdasarkan kecamatan asalnya bukan ditentukan secara bersama berdasarkan
85
daerah pemilihan. Money politik sangat rawan terjadi di tempat terutama barter suara di
dalam partai yang sama. Bahkan tak jarang saksi berdiri jauh dari tempat berdirinya
KPPS yang bertendensi tinggi melakukan rekayasa perhitungan suara.
Waktu pemberian uang dan atau materi suap sebagian besar dilakukan
menjelang pemilu terutama yang berwujud uang tunai. Agar tidak mendapat teguran
dari petugas pengawasan pemilu, pemberian berwujud materi diberikan 1-6 bulan
sebelum pemilu dilakukan. Pola pemberian jenis ini biasanya merupakan alokasi
program yang melibatkan korporasi antara caleg dan dinas tertentu. Sehari menjelang
pemilu intensitas dan frekuensi praktek uang mengalami peningkatan yang mencapai
puncaknya pada sebelum fajar menyingsing pada hari ‘H’ pemilu dilaksanakan.
Evaluasi lapangan menunjukan bahwa sepanjang malam menjelang hari pencoblosan,
team dan kandidat bergerilya membagi uang secara tunai kepada masyarakat. Gerakan
yang sangat rahasia ini biasanya dilakukan secara sistimatis agar tidak mencurigakan
petugas pemilu dan pantauan kandidat atau partai lain.
TABEL DESKRIPSI WAKTU PRAKTEK POLITIK UANG
Waktu
Deskripsi
Jangka Panjang
Penggunaan wewenang tertentu untuk mengamankan proposal dan kebijakan
(1- 5 tahun)
program, penyiapan dana bantuan normative dengan melibatkan pihak
tertentu
sebagai
ikon,
identifikasi
kebutuhan
kelompokan,
intervensi
penempatan personal panitia penyelenggara terutama di tingkat desa,
pembentukan kelompok penerima bantuan,masih bersifat investasi politik ,
pembagian kalender calon, pendataan potensi kelompok baru
86
Jangka Menengah
Pendistribusian program ke lapangan, pencitraan politik di balik sumbangan,
(6 – 10 bulan)
pengawalan kelompok sekaligus pembentukan kelompok baru, penguatan
team sukses dan pemetaan potensi praktek uang, pemberian material ke
masyarakat
Jangka Pendek

3 – 6 bulan
Frekuensi sumbangan semakin tinggi, komunikasi politik ditingkatkan, dana
stimulus mulai diberikan kepada masyarakat, didominasi juga oleh penyerahan
simbolis, pendekatan ke tokoh tertentu mulai diperkuat, komunikasi dengan
SKPD terkait program tertentu, dana sosialisasi mulai ditingkatkan, alasan
reses dan dana trasportasi reses

1 – 3 bulan
Incumbent melakukan kunjungan lapangan untuk mempertegas dana aspirasi,
sumbangan ke rumah ibadah dan kelompok masyarakat, alokasi dana
bantuan UKM dan penitipan proposal dan kelompok
fiktif, turun ke
masyarakat dengan alasan program dinas/SKPD

1 – 4 minggu
Distribusi uang suap ke masyarakat, penyerahan simbolis bantuan, alokasi
dana melalui agen/team sukses, adanya gerakan pulang kampong,

Minggu
Alokasi uang suap,membagi uang ke team, penyerahan uang suap dari agen
PEMILU
ke masyarakat, adanya serangan fajar. Jam rawan dalam minggu ini adalah
malam hari dan pagi hari menjelang pemilu .
.Tabel 5.7 Deskripsi Waktu Praktek Politik Uang
Sumber : Data Primer,2015
Hasil evaluasi lapangan menunjukan bahwa waktu yang paling rawan terhadap
praktek money politik adalah seminggu menjelang hari ‘H’ pencoblosan apalagi sehari
sebelumnya. Secara sosio-politik, sebagaian besar masyarakat mengetahui hal
tersebut namun tidak memberikan reaksi terhadap fenomena negative ini. Dalam
asumsi peneliti, persepsi masyarakat tentang politik uang sudah mengalami pergeseran
dari hal yang salah menjadi sebuah kewajaran. Panwaslu Kecamatan Ilebura
87
menceritakan pengalaman tugasnya sebagai berikut: ‘masyarakat kita ni susah sekali.
Mereka tahu kalau ada yang bagi doi juga mereka tidak lapor atau omong ke petugas.
Makanya saya kasih bonus kepada masyarakat yang memberikan informasi tentang
ada pembagian uang atau praktek politik uang lainnya dengan harganya Rp.50.000,00
per informasi. Buktinya saya bisa bubarkan kampanye satu partai yang mau membeli
motor ikan (bodi/perahu ikan) dan pukat di Nurebelen pada masa kampanye dalam
kampanye tertutup’. Kesadaran tentang pelanggaran money politik dianggap wajar
bahkan sebagian besar mengamininya sebagai bagian dari proses politik.
5.4.
Kontrak Pemberian
Praktek politik uang seringkali menggunakan kontrak pemberian. Hal ini untuk
memberikan ketegasan politis baik bagi masyarakat maupun bagi calon tertentu.
Secara umum kontrak pemberian dilakukan melalui dua bentuk yakni:
a) Kontrak Tertulis
Jarang sekali dijumpai kontrak pemberian dalam bentuk kontrak tertulis. Kontrak
tertulis memiliki konsekuensi hukum sehingga seringkali tidak digunakan oleh
para kandidat karena bisa dijadikan sebagai bukti hukum. Contoh kasus yang
berkaitan dengan kontrak politik adalah kasus kontrak politik yang dilakukan
Mellyana Kudji di Desa Lewohala.
b) Kontrak Lisan
Kontrak lisan biasanya bersifat seruan moral oleh kandidat atau agen pemberian
untuk mendukung kandidat tertentu. Agar kontrak lisan bisa mengikat konstituen
maka pendampingan dan pengawalan pun seringkali dilakukan secara rutin.
88
Kontrak lisan biasanya berupa janji politik yang dilakukan caleg terhadap
kelompok atau masyarakat tertentu. Kontrak lisan memiliki konsekuensi hukum
yang rendah. Kondisi masyarakat yang telah jenuh terhadap janji-janji politik
membuat para caleg seringkali merasionalisasi janji yang sangat rasional.
5.5.
Kemasan
Kandidat juga menggunakan kemasan tertentu sebagai indikasi di dalam
pemberian uang atau materi. Dalam kondisi tertentu kemasan biasanya tidak
digunakan. Model kemasan yang dijumpai dalam penelitian ini Antara lain :
1. Amplop yang berisi uang yang bertuliskan nama kandidat tertentu
2. Nama partai atau nama kandidat yang tertulis pada baju partai
3. Cap di balik barang yang bertuliskan nama partai tertentu
4. Label yang sering adalah kartu nama yang ditempelkan pada barang
pemberian tersebut. Misalnya foto kandidat yang ditempelkan pada jam
dinding dan nama kandidat yang tertulis pada lampu solar sel.
5. Tidak menggunakan cap bila: berbentuk uang tunai, pada pekan kampanye
dan masa tenang, sudah ada komunikasi sebelumnya antara team dan
masyarakat.
Bila proses pengawasan terhadap money politik cukup tinggi maka distribusi
uang suap dan materi dapat diantisipasi. Misalnya penahanan terhadap 200
semen di desa Sagu oleh pemerintahan karena tidak menyertakan identitas
pengirim yang jelas.
89
5.6.
Proposal
Pola praktek politik uang dengan menggunakan cara pengajuan proposal
ke instansi atau SKPD tertentu melibatkan calon incumbent sebagai ikonnya. Di
Kabupaten Flores Timur temuan proposal fiktif yang merupakan titipan calon
tertentu. Idealnya pengajukan proposal bantuan melibatkan peran pemerintah
desa dan kecamatan. Dalam kenyataan banyak proposal yang tidak mengikuti
prosedur dan mekanisme yang benar. Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan melalui
Kepala Bidang Bimbingan dan Bantuan Sosial menegaskan bahwa penentuan
besarnya quota kelompok penerima bantuan sosial, misalnya alokasi dana
Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pedesaan dan Perkotaan dari Kementrian
Sosial
mengikuti
beberapa
kelengkapan
administrative
seperti
Kartu
Perlindungan Sosial dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Kasus penyalahgunaan dana bantuan terhadap kelompok simponi di
Desa Kalike Kecamatan Solor Selatan menunjukan adanya keterlibatan tokoh
tertentu dalam penyusunan proposal mengatasnamakan kelompok masyarakat
yang memiliki sumber daya yang rendah. Contoh lain dari modus proposal
adalah kasus hilangnya dana bantuan pembangunan masjid di Desa Sagu oleh
sekelompok oknum menunjukan lemahnya mekanisme bantuan dengan modus
proposal. Pola praktek dengan menggunakan metode proposal sangat
berhubungan dengan eksistensi sebuah kelompok.
Secara umum proposal dibagi menjadi dua model antara lain
a) Proposal non fiktif: Proposal non fiktif adalah proposal yang dilakukan melalui
mekanisme dan prosedur secara baik dan benar. Proposal non fiktif dilakukan
90
oleh kelompok yang memiliki identitas kelompok yang jelas, terdaftar secara
resmi di desa atau kelurahan atau dinas terkait, tidak bersifat dadakan, memiliki
rencana dan komitmen kelompok yang jelas, telah dibentuk jauh sebelum pemilu
dilangsungkan. Kelompok ini memiliki konsistensi dan orientasi usaha yang jelas.
b) Proposal fiktif.
Proposal fiktif dilakukan oleh kelompok fiktif yang dibentuk dengan motif politis.
Keberadaan kelompok ini biasanya diboncengi oleh kepentingan politik yang
dimotori oleh calon tertentu. Proposal fiktif juga dilakukan oleh kelompok
permanen. Pola ini biasanya dilakukan oleh calon incumbent yang mengetahui
program tertentu. Kasus hilangnya dana bantuan masjid di desa Sagu yang
ditemukan oleh pihak inspektorat Kabupaten Flores
Timur memberi contoh
bahwa proposal fiktif dengan mudah dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan
politisi. Proposal fiktif seringkali dibungkus dengan bahasa aspirasi.
5.7.
Motivasi pemberian
Motivasi pemberian berkaitan dengan alasan yang mendorong seseorang
melakukan pemberian uang/barang serta tanggapan masyarakat terhadap
pemberian tersebut. Mal-praktek politik uang berupa suap dan penyalagunaan
wewenang seringkali menimbulkan kesan tentang motif di balik pemberian
tersebut. Motivasi pemberian tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok
yakni motif amal/bantuan dan motif politis/suap. Tanggapan masyarakat
terhadap motif pemberian tersebuat dapat dilihat dalam table berikut ini.
91
Motivasi Pemberian
Persentasi
Indikator Tanggapan
(%)
Amal/sosial
23
Diberikan
tidak
dalam
momen
politik,
merupakan aspirasi masyarakat, pemberinya
bukan seorang yang sedang mencalonkan diri
dalam pemilu
Politis
77
Diberikan
menjelang
pemilu,
oleh
calon
peserta pemilu, ada kontrak lisan, orientasinya
kepada basis pemilih atau team sukses,
Tabel 5.8. Motivasi Pemberian dan Indikator tanggapan
Sumber : Data Primer,2015
5.8.
Sasaran Pemberian
Secara umum sasaran pemberian uang/materi suap dibagi menjadi dua sasaran
yakni secara pribadi dan sasaran secara kelompok.
a) Sasaran secara pribadi : berbentuk uang dan barang, bersifat masif dan
distribusinya dapat dilakukan kapan saja sesuai situasi dan kondisi.
b) Sasaran kelompok : sasaran secara kelompok dapat dibagi menjadi
kelompok permanen dan kelompok dadakan.

Kelompok Permanen : dibentuk melalui mekanisme dan prosedur yang
benar, memiliki kesamaan dalam orientasi, konsistensi anggota kelompok
tinggi, tidak bersifat temporal atau momentum, sudah dibentuk jauh sebelum
pemilu, bersifat independen dan bebas dari intervensi politik, memiliki
rencana, agenda dan kegiatan konkret yang jelas.
92

Kelompok dadakan : bersifat temporal dan momentum, dibentuk menjelang
pemilu, mudah diintervensi secara politis, dibentuk tidak melalui prosedur dan
mekanisme yang tidak benar, keberadaannya tidak bersifat situasional,
muncul menjelang hajatan politis, keanggotaannya tidak bertahan lama.
Kasus kelompok dadakan ini sering muncul di banyak desa di Kabupaten
Flores Timur yang disponsori oleh anggota dewan tertentu. Misalnya kasus
pembentukan kelompok petani nelayan penerima bantuan motor ikan dan
pukat di Ritaebang dan bantuan kelong di Bama kecamatan Demon Pagong.
5.9.
Modus yang sering Digunakan
Para mafia politik uang seringkali menggunakan modus yang sulit dibuktikan
secara hukum. Dengan demikian konsekuensi hukum yang dilahirkan sangat
kecil. Modus dan metode praktek politik uang memiliki hubungan yang sangat
erat bahkan sulit untuk dipisahkan. Beberapa modus yang sering digunakan
antara lain:
Modus
Bantuan Sosial
Deskripsi/Argumentasi
Diberikan secara simbolis, memiliki anggota sasaran yang jelas,
didasarkan pada proposal, diberikan sebelum pemilu, tidak bersifat
rahasia.
Dana Aspirasi
Dihasilkan dari sebuah proposal (fiktif dan non-fiktif), diberikan secara
normative, memiliki konsekuensi hukum yang kecil, kontennya
merupakan aspirasi dari masyarakat, bersifat kelompok,
Reses
Prinsip reses sebagai instrumen mendengar aspirasi masyarakat,
alasan uang makan dan uang trasportasi, normative karena
merupakan agenda resmi.
93
Kunjungan/Pertemuan
Dilakukan menjeleng pemilu dengan mengambil kesempatan atau
Keluarga
momen keluarga seperti ulang tahun,urusan adat dsb.
Peningkatan
Diberikan kepada kelompok, alasan peningkatan kapasitas kelompok
Kapasitas Kelompok
dan dana usaha kelompok.
Tabel 5.9. Motivasi Modus yang sering digunakan dalam praktek politik uang
Sumber : Data Primer, 2015
5.10. Sanksi Hukum
Kasus politik uang di Kabupaten Flores Timur sebagian besar belum
mendapatan penanganan yang serius dari pihak pengawas pemilu. Hasil temuan
lapangan menunjukan bahwa banyak kasus yang bisa dibuktikan secara hukum
namun memiliki potensi praktek yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan:
1) Sifat apatisme masyarakat terhadap praktek politik uang. Lemahnya peranan
masyarakat sebagai agen informasi menyebabkan praktek ini berjalan dengan
pesatnya. Masyarakat menganggap praktek politik uang seringkali dianggap
sebagai sebuah kewajaran dalam hajatan politik.
2) Praktek politik uang seringkali menggunakan metode dan praktek yang sulit
dikategorikan sebagai praktek politik uang.
3) Metode dan modus yang digunakan sangat bervariasi dan bersifat rahasia
terutama yang bersifat struktural dan sistematis sehingga sulit dipantau oleh
pengawas pemilu.
4) Sulit dibedakan antara bantuan politis dan bantuan sosial.
5) Waktu pemberian bantuan jauh sebelum pemilu dilangsungkan.
94
6) Jumlah Petugas Pengawal Pemilu Lapangan (PPL) dan penyelenggara pemilu
masih terlalu sedikit sementara kompleksitas praktek politik uang begitu tinggi.
Beberapa kasus praktek politik yang sudah ditangani secara hukum dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
95
NO
KASUS/PERSOALAN
HUKUM
PELAKU
1
Pelaksana Kampanye pemilu
dengan sengaja menjanjikan
atau memberikan uang atau
materi
lainnya
sebagai
imbalan
kepada
peserta
kampanye pemilu secara
langsung
ataupun
tidak
langsung ( Lokasi : Desa Boru
Kecamatan
Wulanggitang
Kabupaten Flores Timur,
Tanggal 28 Pebruari 2014)
2
Pelaksana Kampanye pemilu
dengan sengaja menjanjikan
atau memberikan uang atau
materi
lainnya
sebagai
1. Kudu
Ipir
Marthinus (Caleg
DPRD Kabupaten
Flores
Timur
Partai
NasDem/Dapil
Flotim 1)
2. Alexander
Take
Ofong
(Caleg
DPRD
Propinsi
NTT
Partai
NasDem
(Dapil
NTT 6)
3. Benediktus Baran
Liwu
(Caleg
DPRD Kabupaten
Flores
Timur
Partai
NasDem/Dapil
Flotim 1)
4. Getrudis Lamury
(Caleg
DPRD
Kabupaten Flores
Timur
Partai
NasDem/Dapil
Flotim 1)
5. Meliana
Kudji
(Caleg
DPRD
Kabupaten Flores
Timur
Partai
TINDAK
LANJUT
HASIL/PUTUSAN
KETERANGAN
Disidang di
Larantuka
PN Putusan Pengadilan
Negeri
Larantuka
tanggal 15 April 2014
yakni
Penuntutan
terhadap perkara atas
nama
Kudi
Ipir
Marthinus dan kawan
kawan
dinyatakan
tidak dapat diterima
karena Jaksa tidak
dapat menghadirkan
para
terdakwa.
Barang
Bukti
dikembalikan ke Jaksa
Penuntut
Umum
untuk dipergunakan
dalam
pembuktian
perkara lain.
KPU Flores Timur
dimintai keterangan
sebagai SAKSI AHLI
oleh Gakumdu
Disidang di
Larantuka
PN Putusan
sidang
tanggal 23 April 2014
yakni hukuman 3
bulan penjara, denda
KPU Flores Timur
dimintai keterangan
sebagai
SAKSI
AHLI oleh Gakumdu
96
3
4
imbalan
kepada
peserta
Demokrat/Dapil
kampanye pemilu secara
Flotim 2)
langsung
ataupun
tidak
langsung (Lokasi : Desa
Lewohala Kecamatan Ile
Mandiri Kabupaten Flores
Timur, Tanggal 14 Maret
2014)
Pelaksana Kampanye pemilu 6. Daniel
David
dengan sengaja menjanjikan
(Caleg
DPRD
atau memberikan uang atau
Kabupaten Flores
materi
lainnya
sebagai
Timur
PDI
imbalan
kepada
peserta
Perjuangan/Dapil
kampanye pemilu secara
Flotim 3)
langsung
ataupun
tidak
langsung (Lokasi : Desa
Tobilota Kecamatan Wotan
Ulu Mado Kabupaten Flores
Timur, Tanggal 11 Maret
2014)
Pelaksana Kampanye pemilu 7. Yosefina
Nebo
dengan sengaja menjanjikan
Kerans
(Caleg
atau memberikan uang atau
DPRD Kabupaten
materi
lainnya
sebagai
Flores
Timur
imbalan
kepada
peserta
Partai
kampanye pemilu secara
Golkar/Dapil
langsung
ataupun
tidak
Flotim 2)
langsung (Lokasi : Asrama
Putri SMU Podor Larantuka
Kecamatan
Larantuka
Kabupaten Flores Timur,
Tanggal 8 April 2014)
Rp. 5 juta, dengan
subsider
2
bulan
kurungan. (terdakwa
melarikan diri)
Penyidikan
terhadap kasus ini
dihentikan setelah
mendapat
petunjuk
dari
Kejaksaan karena
dianggap
tidak
layak dituntut.
Disidang di
Larantuka
97
Penghentian
Penyidikan Perkara
oleh
Kepolisian
karena tidak cukup
bukti.
KPU Flores Timur
dimintai keterangan
sebagai SAKSI AHLI
oleh Gakumdu
PN Putusan
sidang
tanggal 30 Juni 2014
yakni hukuman 3
bulan penjara, denda
Rp. 2 juta, dengan
subsider
1
bulan
kurungan.
KPU Flores Timur
dimintai keterangan
sebagai SAKSI AHLI
oleh Gakumdu
5
6
Setiap orang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang
menyebabkan suara seorang
pemilih
menjadi
tidak
bernilai atau menyebabkan
peserta
pemilu
tertentu
mendapat tambahan suara
atau perolehan suara peserta
pemilu
menjadi
berkurang/memanipulasi
suara
pemilih
dengan
mengalihkan perolehan suara
caleg/partai lain ke Caleg
atas nama Yoseph Philipe
Daton,
SH
dari
Partai
Demokrat. Lokasi
Desa
Wailolong Kecamatan Ile
Mandiri tanggal 10 April
2014.
Setiap orang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang
menyebabkan suara seorang
pemilih
menjadi
tidak
bernilai atau menyebabkan
peserta
pemilu
tertentu
mendapat tambahan suara
atau perolehan suara peserta
pemilu
menjadi
berkurang/memanipulasi
suara
pemilih
dengan
mengalihkan perolehan suara
caleg/partai Gerindra ke
Caleg atas nama Budi Sucipto
Bin Nordin dari Partai
8. Marselinus
Badi Disidangkan di PN
Daton
(Ketua Larantuka
KPPS TPS III Desa
Wailolong
9. Ignasius Igo Ritan
(Sekretariat
PPS
Desa Wailolong)
10. Yoseph
Ratu
Hurint
Ketua
KPPS TPS I Desa
Wailolong
Putusan sidang di PN
Larantuka tanggal 7
Mei 2014 : 4 bulan
Kurungan, denda Rp.
5 Juta, subsider 1
bulan kurangan
KPU Flores Timur
dimintai keterangan
sebagai SAKSI AHLI
oleh Gakumdu
11. Marianus
Ola Disidangkan di PN
Mangu
(Ketua Larantuka
PPS
Desa
Kokotobo)
Putusan sidang di PN
Larantuka tanggal 26
Mei 2014 : 4 bulan
Kurungan, denda Rp.
5 Juta, subsider 1
bulan kurangan
KPU Flores Timur
dimintai keterangan
sebagai SAKSI AHLI
oleh Gakumdu
98
Hanura.Lokasi
Desa Desa
Kokotobo
Kecamatan
Adonara Tengah. Ditemukan
saat Pleno PPK Adonara
Tengah
tanggal 16 April
2014
Tabel.5.10 Daftar kasus politik uang yang diselesaikan melalui jalur hukum
Sumber : Dokumentasi Pengadilan Negeri Larantuka
99
BAB VI
JENIS PRAKTEK POLITIK UANG
Secara umum jenis praktek politik uang dapat dikelompokan dalam tiga kelompok besar yakni:
1. Masif
Politik uang bersifat masif berarti dilakukan secara menyeluruh, menggunakan
metode yang lasim digunakan, dengan frekuensi yang tinggi, melibatkan banyak orang
serta seringkali dijumpai di masyarakat. Para kandidat biasanya menggunakan metode
ini karena dianggap wajar oleh masyarakat serta tidak memiliki konsekuensi hukum
yang tinggi. Metode yang sering digunakan adalah membagi-bagikan material atau
uang suap ke masyarakat dengan modus yang berbeda-beda. Distribusi uang dengan
pola ‘door to door’ merupakan contoh praktek politik uang mudah dijumpai di Kabupaten
Flores Timur. Contoh lainnya adalah pembagian sembako melalui team sukses atau
keluarga menjelang hari pencoblosan.
Karena seringkali dilakukan oleh kandidat dalam setiap kali pemilu maka politik
uang bersifat masih seringkali diamini oleh masyarakat tidak dilihat sebagai politik uang.
Misalnya sumbangan terhadap rumah ibadah, pembagian sembako, uang transport
atau uang ketika menghadiri rapat bersama caleg, bantuan sosial berupa bahan
material untuk lorongnisasi atau rabat jalan, sumbangan pipa air serta uang tunai
menjelang pemilu. Data penelitian menunjukan bahwa masyarakat jarang sekali
melaporkan kasus politik uang ke pihak yang berwajib. Fenomena ini memberi
pemahaman baru bahwa politik uang dengan metode masih tidak dilihat sebagai
100
pelanggaran dalam pemilu. Peranan Petugas Pengawas Lapangan (PPL) sangat
penting untuk memberi tekanan terhadap pendistribusian uang dan materi menjelang
pemilu.
Beberapa bentuk politik uang bersifat masif antara lain.
1. Pendistribusian uang dan barang menjelang pemilu
Hajatan pemilu lima tahunan dirindukan masyarakat bukan sebagai hajatan
demokrasi tetapi menjadi kesempatan memperoleh uang/barang sebagai
bentuk balas budi terhadap akumulasi suara yang diberikan. Hubungan
antara konstituen dengan kandidat terukur dari seberapa besar uang yang
diberikan kandidat atau yang diterima masyarakat. Tidak jarang seseorang
menerima lebih dari satu calon. Logika ekonomi muncul di sini bahwa yang
memberi lebih banyak akan memperoleh suara lebih banyak pula.
Pengakuan seorang ibu dari Desa Lewopao Kecamatan Ile Boleng sebagai
berikut:
‘team sukses datang antar uang ada yang lima puluh ribu, ada yang seratus
ribu jadi kami pilih yang lebih banyak’
Pendistribusian uang/barang menjelang pemilu seringkali dilakukan pemilu
terutama beberapa hari menjelang pemilu.
2. Serangan fajar/door to door
Amunisi terakir sebelum pemilu yang sering dilakukan oleh kandidat adalah
distribusi ‘serangan fajar’ yang didahului dengan gerilya pada malam
sebelumnya. Serangan fajar ditandai gerakan ‘door to door’ yang melibatkan
101
peranan agen yang cukup tinggi. Untuk kondisi tertentu, nominal uang yang
diberikan semakin tinggi terutama ada persaingan politik uang yang dilakukan
oleh kandidat lain.
Praktek politik uang bersifat masif sudah dianggap sebagai kewajaran dalam
setiap hajatan politik. Kondisi ini diperkeruh
oleh mental masyarakat yang
mempertanyakan uang sogok kepada team sukses. Seorang team sukses dari partai
tertentu di desa Wailebe Kecamatan Wotanulumado menceritakan sebagai berikut:
‘Opini masyarakat
tentang politik uang di Flores Timur sudah menjadi
kewajaran. Ada masyarakat yang datang ke saya kalau ada uang dari calon maka kalau
bisa diberikan kepada mereka. Mereka bilang berapa saja yang penting ada kalau tidak
ada mereka tidak mau pilih’
Narasi di atas menunjukan bahwa politik uang juga dirindukan masyarakat
karena seringkali dilakukan pada setiap hajatan pemilu. Hakekat ‘partisipasi’ dalam
pemilu bergeser menjadi ‘mobilisasi’ karena masyarakat memilih di dalam pemilu
karena dimobilisasi oleh uang. Hal ini menggambarkan bagaimana kualitas pemilu di
Kabupaten Flores Timur akibat politik uang.
2. Terstruktur
Praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur dilakukan secara struktur. Hal ini
terlihat dari penjenjangan yang hirarkis dari tingkat masyarakat hingga pihak pemegang
kekuasaan pada tingkatan yang lebih tinggi. Keterlibatan pihak/lembaga/instansi
menjadi aktor yang mendesain prakek politik uang secara profesional. Kelompok ini
102
memiliki pengetahuan yang memadai dan ketrampilan yang cukup dalam memetakan
praktek politik uang. Di sisi lain
politik uang direncanakan, dilakoni, dikendalikan
bahkan dirumuskan dalam kebijakan secara regulative dan administrative. Mal-praktek
ini memiliki pertimbangan teknis yang mantap serta memiliki tingkat analisis yang
mendalam. Praktek politik uang jenis ini hampir sering sulit dipahami bagaimana modus
dan metodenya karena dibungkus dalam kebijakan dan program tertentu.
Politik uang terstruktur melibatkan pihak/instansi/pimpinan yang memiliki
wewenang dan kekuasaan yan lebih tinggi. Kelompok ini memiliki kemampuan untuk
mengintervensi bawahannya termasuk melalui agenda kedinasan. Agenda politik uang
dapat dilakukan melalui pendekatan kepartaian maupun melalui hirarki pemerintahan.
Beberapa contoh metode praktek politik uang terstuktur antara lain:
1) Hirarki partai
Dewan pimpinan cabang partai mengidentifikasi kebutuhan masyarakat
baik melalui
proposal yang diperoleh maupun hasil temuan (biasanya melalui reses oleh calon
incumbent). Tak jarang juga melalui informasi dari team sukses dan pimpinan ranting
partai. Bila kebutuhan masyarakat tersebut kecil maka dapat diantisipasi oleh DPC Partai
tersebut. Namun bila kebutuhan tersebut berjumlah banyak maka pihak DPC partai akan
membangun komunikasi dengan pihak Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan
Pusat. Lobi dan garansi politik memainkan peran di sini. Besarnya sumbangan sangat
dipengaruhi oleh:

kebutuhan yang diperlukan,

besarnya komunitas atau kelompok sasaran bantuan,
103

Kapan bantuan tersebut diberikan

Bagaimana memberikan bantuan

Investasi politik yang diperoleh.
Bantuan yang diberikan biasanya diberikan menjelang pemilu dengan penyerahan
simbolis yang menghadirkan masyarakat dalam jumlah yang banyak. Di balik bantuan
tersebut terbersit harapan politis agar masyarakat berkontribusi dalam memilih anggota
partai tersebut .Modus yang digunakan antara lain: keberpihakan partai pada rakyat,
aspirasi rakyat dijunjung tinggi oleh partai, partai adalah rakyat dan berbagai
bentuk
kamuflase lainya. Demi kepentingan politis tersebut, partai tak sungkan memberikan
bantuan dalam jumlah yang banyak.
Hasil temuan penulis di beberapa desa menunjukan bahwa partai tertentu bisa mengoceh
saku dompetnya hingga mencapai ratusan juta setelah melakukan kalkulasi politik di balik
bantuan tersebut. Barter suara dan uang mempertontonkan bagaimana aspirasi
masyarakat bisa dibayar dengan uang dan materi.
Data lapangan menunjukan bahwa bantuan tersebut biasanya diberikan kepada rumah
ibadah seperti bantuan uang tunai kepada gereja Lewolaga kecamatan Titehena oleh
Partai Golkar.
Di Pulau Solor bantuan serupa juga diberikan oleh Partai PAN yang
memberikan semen untuk pembangunan gereja di Desa Pamakayo dan balai desa Desa
Lewonama. Sebagian besar bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat pada
beberapa bulan atau minggu menjelang pemilu.
104
Kandidat peserta pemilu dari kabupaten ‘menumpangi’ kehadiran kandidat pada di
atasnya baik pada level propinsi maupun pada level pusat
dengan argumentasi
kekompakan. Ironisnya, kandidat pada level propinsi bersinggungan langsung dengan
kekuasaan sehingga modus yang digunakan adalah bantuan untuk kelompok tertentu.
Misalnya bantuan uang dan kain tenun kepada kelompok ibu-ibu di Desa Ile Gerong.
Partai Kebangkitan Bangsa melalui calon pusat misalnya, memberikan bantuan sapi
kepada petani di desa Ile Gerong padahal desa ini tidak memiliki lahan tidur yang baik
untuk dijadikan pakan ternak sapi.
2) Instansi pemerintahan
Di instansi pemerintahan praktek politik uang dengan mudah ditemukan. Politik selalu
kembaran dengan kekuasaan. Pimpinan dengan mudah memainkan wewenang dan
jabatannya untuk mempertahankan kursi jabatan yang dimilikinya. Untuk mencapai
tujuannya secara politis, berbagai upaya dilakukan untuk memuluskan tujuan tersebut.
Untuk kepentingan pemilu tak jarang pimpinan daerah pada level tertentu mengakomodir
Pegawai Negeri Sipil pada lingkaran kekuasaannya untuk kembali ke kampung
halamannya dengan modus agenda kedinasan tertentu.
Andi (nama samaran), salah satu staf pada Dinas Pertanian Propinsi menceritakan
perjalanan dinas dengan agenda fiktif menjelang pemilu. Andi bersama kawan-kawannya
di instansi yang berbeda diminta bantuan untuk melakukan perjalanan dinas ke daerah.
Andi mengantongi SPPD yang dikeluarkan oleh kepala dinas sebagai salah satu
kelengkapan perjalanan dinas dengan agenda mengevaluasi pembibitan jati di Kelompok
Benih Rakyat (KBR) di desanya. Di samping agenda kedinasan, Andi cs dititipkan pesan
105
untuk mempengaruhi keluarganya untuk memilih calon tertentu. Gerakan ‘pulang
kampung’ menjelang pemilu ini dilakukan hampir secara rutin baik dalam pemilu kepala
daerah maupun pada pemilu legislative. Teka-teki seputar kehadiran mereka seringkali
menjadi pertanyaan masyarakat desa karena dilakukan secara terus menerus pada setiap
kali pemilu.
3) Di samping gerakan ‘kota ke desa’ ada juga gerakan ‘desa ke kota’ yang ditandai dengan
mobilisasi aparat pemerintahan dari desa ke kota dengan agenda kedinasan juga. Hasil
wawancara peneliti dengan seorang saksi menjelaskan bahwa kelompok camat
dikerahkan ke sebuah kota untuk mengikuti serangkaian agenda kedinasan. Setelah
mengikuti agenda tersebut kelompok di arahkan ke sebuah restoran untuk mendengar
‘amanat khusus’ yang disampaiikan oleh seorang pejabat. Setelah kepulangan mereka,
kelompok ini bekerja keras
untuk memenangkan calon tersebut sekaligus untuk
menyelamatkan jabatan yang mereka miliki bila calon tersebut memenangkan pemilu.
4) Pengamanan jabatan tertentu. Praktek politik uang jenis ini terkesan sangat profesional.
Pejabat pemerintah kecamatan pada wilayah tertentu menggunakan wewenangnya
dengan mengamankan posisi di beberapa desa. Aparat pemerintahan kecamatan yang
bermasalah atau telah menghabisi masa kerjanya digantikan posisinya dengan pejabat
sementara yang juga adalah pejabat kecamatan. Hampir sulit ditemukan praktek politik
uang di tempat sini bila masyarakatnya tidak pekah untuk melihatnya. Manajemen malpraktek kekuasaan ini menciptakan atmosfer desa yang tidak kondusif terutama
menjelang pemilu karena pejabat yang bersangkutan tidak menetap di desa tersebut.
Lebih menarik lagi, Pejabat Sementara (PJS) Desa digantikan lagi oleh Pejabat
106
Sementara (PJS) Desa lagi bukan dengan kepala desa definif. Seorang tokoh muda Desa
Lewotala Kecamatan Lewolema menjelaskan bahwa kondisi PJS Desa yang menginap di
luar desa sepertinya direncanakan agar lemah dalam pengawasan dan pengontrolan
menjelang pemilu. Dalam kondisi desa yang tidak kondusif ini masyarakat dengan mudah
dipengaruh dengan praktek politik uang.
“kami di Lewotala ini bingung dengan pemerintahan desa kami. Kami dulu sudah punya
PJS lalu digantikan dengan PJS lagi, bukan kepala desa definitive. PJS tinggal di luar
desa jadi kontrol
langsung terhadap masyarakat sangat lemah. Partai datang siang
malam masuk desa tidak ada yang berani tegur. Mereka datang membagi uang dan
barang malam-malam siapa yang mau tegur. Sepertinya ini direncanakan sehingga
masyarakat tidak bisa curiga.
Beberapa tokoh masyarakat lain di desa ini juga mengamini hal serupa. Bagi mereka, ada
keterlibatan tokoh atau partai tertentu ke wilayah kecamatan sehingga mereka dengan
mudah melakukan praktek politik uang karena kelompok ini meresa dilindungi.
Manajemen politik uang sangat dekat dengan manajemen birokrasi.
3.Tersistimatis
Praktek politik uang juga dilakukan secara sistimatis. Manajemen dan prosedurnya sangat
penting agar terhidar dari jeratan hukum.
1. Disposisi Proposal
Relasi kuat antara ‘politik dan uang’ (money politics) dipengaruhi oleh, dan
mempengaruhi, hubungan antara pihak politisi, keanggotaan partai dan para pemilih.
107
Politik uang menjadi tantangan tersendiri di Kabupaten Flores Timur karena
menggunakan metode yang sulit dibuktikan secara hukum, salah satunya adalah
‘disposisi proposal’. Perilaku politik tipe ini biasanya dilakukan oleh calon incumbent
yang masih berkuasa atau yang sedang menduduki posisi tertentu. Kelompok dibekali
dengan sejumlah pengetahuan dan ketrampilan sehingga menggunakan cara-cara
yang terkesan sangat normative. Kelompok mengajukan proposal kepada pemerintah
dengan melengkapi sejumlah persyaratan yang ditentukan. Praktek politik dengan
modus proposal meninggalkan persoalan di masyarakat ketika kelompok tersebut
bersifat dadakan lalu kemudian dipermanenkan atau hilang ketika materi bantuan
tersebut rusak.
Pengusulan proposal secara normative tersebut dipolitisasi dengan menghadirkan
calon tertentu sebagai pahlawan proposal. Caleg bersama team sukses membentuk
opini public bahwa terealisasinya proposal tersebut diprakarsai dan diperjuangkan oleh
calon tersebut. Pencitraan dan pembentukan opini tentang caleg tersebut. Misalnya
pengadaan motor ikan bagi kelompok tani nelayan di Desa Bama dan Desa Ritaebang
yang mengfigurkan caleg tertentu sebagai pahlawannya.
2. Jalur Dana Aspirasi
Timbulnya masalah uang dalam demokrasi karena banyaknya kegiatan politik
demokratis yang tidak bisa dilaksanakan tanpa uang. Dalam hal ini, ‘politik uang’
cenderung diartikan secara sempit karena hanya berfokus pada dana kampanye dan
108
partai politik. Padahal, banyak pihak pelaku luar yang terlibat dalam persaingan politik
dengan tujuan membentuk agenda ‘kebijakan publik’.
Mal-praktek politik uang dengan menggunakan metode dana aspirasi banyak dijumpai
di Kabupaten Flores Timur. Hasil evaluasi menunjukan bahwa hampir sebagian besar
masyarakat Flores Timur mengakui bahwa sebagian pembangunan fisik di wilayahnya
adalah dana aspirasi dari anggota legislative di Kabupaten Flores Timur. Pembangunan
rabat
jalan
dan
bantuan
anakan
tanaman
tertentu
ke
Gapoktan
seringkali
mengatasnamakan calon tertentu dengan argumentasi dana aspirasi. Bahkan bantuan
normative dari dinas tertentu seringkali diklaim sebagai dana aspirasi yang
diperjuangkan oleh caleg tertentu.
Kepala Desa Lewohala Kecamatan Ile Mandiri menuturkan sebagai berikut.
“kami di desa ini hampir tidak pernah mendapat bantuan dari partai atau calon tertentu.
Bantuan di desa Lewohala ini hanya dari pemerintah saja. Namun ada caleg incumbent
yang kemudian hari mengatakan bahwa bantuan tersebut adalah dana aspirasi yang ia
perjuangkan”
Tidak sungkan-sungkan anggota legislative menginvestasikan bukti-bukti perjuangan
kepada konstituennya. Caleg membangun kerja sama dengan dinas tertentu kemudian
memperjuangkan kebutuhan konstituennya melalui program yang dimiliki dinas
tersebut. Penyerahan bantuan dan pelaksanaan program melibatkan caleg tertentu
sehingga memberi kesan politik bahwa keberhasilan program tersebut adalah
perjuangan aspirasi rakyat yang ia perjuangkan ke dinas tertentu.
109
Politik uang dengan menggunakan modus dana aspirasi meninggalkan beberapa
persoalan antara lain:
a) Bagaimana pola komunikasi yang dibangun antara anggota legislatif dan dinas
tertentu?
b) Apakah ada nomenklatur rekening bank dan kode anggaran
terkait dana
aspirasi dalam item pencairan keuangan daerah
3. Dana Reses
Praktek money politik dengan dana reses DPRD Kabupaten Flores Timur juga dijumpai
di masyarakat baik dari calon incumbent kabupaten, propinsi maupun pusat.
Pembagian dana reses seringkali dilakukan menjelang pemilu terutama kepada
konstituen dengan modus dana transportasi dan uang makan. Dana reses diperuntukan
untuk biaya operasional seorang ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah
pemilihannya. Namun dana tersebut seringkali dijadikan sebagai uang suap untuk
mengarahkan masyarakat untuk memilih dirinya kembali. Panwaslu Kabupaten Flores
Timur pernah membubarkan seorang anggota Dewan Propinsi NTT yang juga adalah
seorang calon ketika melakukan reses sambil mengarahkan masyarakat memilihnya
dalam pileg mendatang.
4. Barter Suara
Mal-praktek politik uang dalam barter suara melibatkan panitia penyelenggara pemilu
sebagaimana yang terjadi di Desa Kokotobo Kecamatan Adonara. Kandidat tertentu
110
bekerja sama dengan pihak penyelenggara pemilu untuk melakukan barter suara antaranggota dalam partai atau antar-partai.
111
BAB VII
PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP POLITIK UANG
1. Persepsi Politik
Pengertian persepsi menurut Japri (1983), ialah kemampuan individu untuk
mengamati (mengenal) perangsang
(stimulus) sesuatu sehingga berkesan menjadi
pemahaman, pengetahuan, sikap dan tanggapan-tanggapan. Politik uang telah lama
terjadi di masyarakat dengan metode dan modus yang berbeda pula. Hubungan timbal
balik antara kandidat dan masyarakat diukur dari transaksi jual beli yang dilakukan
dalam setiap hajatan pemilu. Ada keruntuhan demokrasi yang ditandai dengan harga
suara yang dibeli dengan uang suap dan material. Masyarakat mendapat uang/materi,
di sisi lain kandidat memperoleh suara. Karena sama-sama diuntungkan maka praktek
politik uang ini dianggap wajar oleh masyarakat.
Secara umum , persepsi masyarakat tentang politik uang dari 100 seratus
responden yang diwawancarai dapat dilihat dari tablel berikut ini
Kategori Persepsi
Persentasi %
Politik Uang itu wajar
65
Politik uang itu tidak wajar
35
Total
100
Tabel 7.1. Persepsi Masyarakat tentang politik uang
Sumber: Data Olahan, 2015
112
Dari data di atas dapatlah dikatakan bahwa persepsi masyarat tentang politik
uang itu wajar sebesar 65 % atau berkategori sedang. Sedangkan yang
menganggap politik uang tidak wajar sebesar 35%
Persepsi Masyarakat tentang politik uang dapat dilihat berdasarkan karateristik
kelompok di bawah ini :
A. Berdasarkan Jenis Kelamin
Politik Uang Tidak
Jenis kelamin
Politik uang wajar (%)
Wajar (%)
Total (%)
Laki- Laki
40
21
61
Perempuan
25
14
39
Total
65
33
100
Tabel 7.2. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan jenis kelamin
Sumber: Data Olahan,2015
B. Berdasarkan tingkat pendidikan
Jenis kelamin
Politik uang wajar (%)
Politik Uang Tidak
Wajar (%)
Total(%)
SD
43
14
57
SMP
9
9
18
SMU/Sederajat
5
9
14
Diploma/Sarjana
8
3
11
Total
65
33
100
Tabel 7.3. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan Tingkat Pendidilan
Sumber: Data Olahan. 2015
113
C. Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Politik uang wajar (%)
39
Politik Uang Tidak
Wajar (%)
17
Total (%)
56
Nelayan
6
3
9
Tukang
4
1
5
Pedagang
3
6
9
PNS
7
3
10
Buruh Pelabuhan
3
0
3
Ojek
3
0
3
Rohaniwan
0
5
5
Total
65
35
100
Jenis Pekerjaan
Petani
Tabel 7.4. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan jenis pekerjaan
Sumber: Data Olahan. 2015
D. Berdasarkan Tingkat Umur
Politik Uang Tidak
Umur
Politik uang wajar (%)
Wajar (%)
Total (%)
20 - 30 tahun
16
6
22
31 - 40 tahun
14
14
28
41 - 50 tahun
19
11
30
51 - 60 tahun
16
4
20
Total
65
35
100
Tabel 7.5. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat umur
Sumber: Data Olahan.2015
114
2. Perilaku Politik
Yang dimaksudkan dengan perilaku politik adalah keputusan masyarakat untuk
memilih calon tertentu akibat dari praktek politik yang diperoleh menjelang
pemilu. Secara umum perilaku politik dalam pemilu dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Kategori Perilaku
Persentasi (%)
Menerima dan memilih calonnya
48
Menerima dan tidak memilih calonnya
18
Tidak menerima dan memilih calonnya
15
Tidak menerima dan Tidak memilih calonnya
19
Total
100
Tabel 7.6. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang
Sumber: Data Olahan. 2015
Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat yang memilih karena uang sebesar
48% dan terkategori rendah. Sedang yang menerima dan tidak memilih calon sebesar
18%, yang tidak menerima dan memilih calon sebesar 15% serta tidak menerima dan
tidak memilih calon sebesar 19%.
a. Berdasarkan jenis kelamin
Menerima
Tidak
Menerima dan
dan Tidak
Tidak Menerima
Menerima dan
Jenis
memilih
Memilih
dan memilih
tidak memilih
kelamin
Calonnya (%)
Calonnya (%)
Calonnya (%)
calonnya (%)
Laki- Laki
31
11
8
11
Perempuan
17
7
7
8
Total
48
18
15
19
Tabel 7.7. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan jenis kelamin
Sumber: Data Olahan. 2015
115
b. Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat
Menerima
Menerima dan
Tidak
Tidak
Pendidikan
dan memilih
Tidak Memilih
Menerima dan
Menerima dan
Calonnya
Calonnya (org)
memilih
tidak memilih
Calonnya (org)
calonnya (org)
(org)
SD
34
8
7
8
SMP
9
3
3
3
SMU/Sederajat
4
3
3
4
Diploma/Sarjana
1
4
2
4
Total
48
18
15
19
Tabel 7.8. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat
pendidikan
Sumber: Data Olahan. 2015
c.Berdasarkan Tingkat Umur
Tingkat Umur
Menerima
Menerima dan
Tidak
Tidak
dan memilih
Tidak Memilih
Menerima dan
Menerima dan
Calonnya
Calonnya (org)
memilih
tidak memilih
Calonnya (org)
calonnya (org)
(org)
20 – 30 tahun
12
4
4
2
31 – 40 tahun
15
3
3
7
41 – 50 tahun
13
7
7
3
51 – 60 tahun
8
4
4
7
Total
48
18
15
19
Tabel 7.9. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat Umur
Sumber: Data Olahan. 2015
116
d.Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Menerima dan
memilih
Calonnya
(%)
Menerima
dan Tidak
Memilih
Calonnya
(%)
8
Tidak Menerima
dan memilih
Calonnya (%)
Tidak
Menerima dan
tidak memilih
calonnya (%)
5
7
Petani
36
Nelayan
4
2
3
0
Tukang
2
1
1
1
Pedagang
1
2
4
2
PNS
3
2
2
3
Buruh Pelabuhan
1
2
0
0
Ojek
1
1
0
1
Rohaniwan
0
0
0
5
Total
48
18
15
19
Tabel 7.9. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat Umur
Sumber: Data Olahan. 2015
117
BAB VIII
ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG
DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT
1. Tingkat Praktek Politik Uang
Kategori Praktek
Jumlah (orang)
Prosentasi %
49
49
25
25
26
26
100
100
Politik Uang
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Tabel 8.1. Tingkat praktek politik uang
Sumber data olahan
Dari tabel di atas diketahui bahwa tingkat praktek politik uang di Kabupaten
Flores Timur tergolong tinggi yakni sebesar 49 orang atau 49 %.
2. Tingkat Partisipasi politik
Tingkat Partisipasi
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Jumlah (orang)
Prosentasi %
54
54
27
27
19
19
100
100
Tabel 8.2. Tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam
pemilu
Sumber data olahan, 2015
118
Dari tabel di atas diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Kabupaten
Flores Timur di dalam pemilu tergolong tinggi yakni sebesar 54 orang atau 54 %.
3. Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat
Flores Timur di dalam pemilu
Praktek Politik
Tingkat Partisipasi Masyarakat
uang
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Tinggi
34
8
7
49
Sedang
10
9
6
25
Rendah
10
10
6
26
Total
54
27
19
100
Tabel 8.3. Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi
masyarakat Flores Timur di dalam pemilu
Sumber data olahan, 2015
4. Kontibusi Variabel praktek politik uang dengan tingkat partisipasi
masyarakat Flores Timur di dalam pemilu
A. Perhitungan signifikansi antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi
masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu
Rumus Umum Menghitung signifikansi Variabel independen dengan variabel
dependen :
=
− 1
+ 1
Keterangan:
Fa = Frekuensi pasangan yang sama
F1 = Frekuensi pasangan yang berlawanan
119
Langkah 1: Tabulasi silang hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat
partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu
Tingkat Partisipasi Masyarakat
Praktek Politik
uang
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Tinggi
34
8
7
49
Sedang
10
9
6
25
Rendah
10
10
6
26
Total
54
27
19
100
Langkah 2 : Membuat Ha dan Ho dalam kalimat dan statistik
Ha
: Terdapat Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat
partisipasi
masyarakat
Kabupaten
Flores
Timur
di
dalam
pemilu.....Ha: G ≠ 0
Ho : Tidak terdapat Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat
partisipasi
masyarakat
Kabupaten
Flores
Timur
pemilu.....Ho: G = 0
Langkah 3 : Menghitung
Fa : Frekuensi Pasangan yang sama
Fi : Frekuensi pasangan yang berlawanan
120
di
dalam
Tinggi
Baik
Cukup
Kurang
Sedang
Baik
Cukup
Kurang
9
10
6
6
Sedang
Rendah
Baik
Cukup
Kurang
Sedang
Rendah
10
Tinggi
10
6
Sedang
Rendah
Baik
Cukup
Kurang
9
6
: 34 (9+6+10+6)
: 8 (6+6)
: 10(10+6)
: 9 (6)
Jumlah Fa
10
= 1054
= 96
= 160
= 54 +
= 1364
Mencari Fi
Sedang Rendah
8
7
10
Tinggi
Baik
Cukup
Kurang
Sedang Rendah
7
6
Tinggi
Baik
Cukup
Kurang
7
6
10
Baik
Cukup
Kurang
6
6
Sedang Rendah
8
9
Tinggi
8
Tinggi
Mencari Fa
Tinggi
34
Tinggi
Baik
Cukup
Kurang
Rendah
Sedang Rendah
7
9
: 10 (8+7+9+6)
: 10 (7+6)
: 10 (8+7)
: 9(7)
Jumlah Fi
= 300
= 130
= 150
= 63 +
= 643
Langkah 4 : Menghitung Gamma
=
=
=0,359
Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat
Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu sebesar 0,359 dan terkategori rendah.
Kontribusi variabel praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat
Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu sebesar 0,3592 x100 % = 12,90. Berarti
kontribusi praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten
121
Flores Timur di dalam pemilu 12,90% sedang 87,10% ditentukan oleh variabel
lain.
5. Menguji signifikansi antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi
masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu
Langkah 1 : Membuat Ha dan Ho dalam kalimat dan statistik
Ha :
Terdapat hubungan praktek politik uang dengan tingkat partisipasi
masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu.
Ho
: Tidak Terdapat hubungan praktek politik uang dengan tingkat
partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu.
Langkah 2 : Menghitung Chi-Square (X2):
=
∑(
)
Dimana:
O = Frekuensi Observasi
E = Frekuensi yang diharapkan
Praktek Politik
Tingkat Partisipasi Masyarakat
uang
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Tinggi
34
8
7
49
Sedang
10
9
6
25
Rendah
10
10
6
26
Total
54
27
19
100
122
Menghitung Chi-Square (X2):
Ea =
Ea =
Ea =
25 54
54
=26,46
Ed =
= 13,50
Ea =
=10,04
Ea =
=13,23
Eg =
25 27
= 6,75
Ea =
27
= 7,02
Ea =
49 19
= 9,31
= 4,75
19
= 4,94
Tabel frekuensi yang diharapkan (E) dari hasil (O) untuk hubungan praktek politik
uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam
pemilu
Sel
O
A
34
B
10
C
10
D
8
E
9
F
10
G
7
H
6
I
6
∑( − )
E
O-E
( − )
26.46
7.54
56.8516
2.148586546
13.5
-3.5
12.25
0.907407407
14.04
-4.04
16.3216
1.162507123
13.23
-5.23
27.3529
2.067490552
6.75
2.25
5.0625
0.75
7.02
2.98
8.8804
1.265014245
9.31
-2.31
5.3361
0.573157895
4.75
1.25
1.5625
0.328947368
4.94
1.06
1.1236
0.227449393
9,43
Langkah 3 : Membandingkan
ℎ
dengan
1
1
( − 1)( − 1). = (3 − 1)(3 − 1). = 2
2
2
123
ℎ
:
= 5,991
Dasar pengambilan keputusan dengan membandingan X2 hitung dan X2
tabel sebagai berikut :
Jika
ℎ
>
maka Ho ditolak artinya signifikan
Jika
ℎ
<
maka Ho diterima artinya tidak signifikan
Ternyata
ℎ
<
2
tabel
atau 9,43 < 5,991 maka Ha diterima,
signifikan.
Kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara praktek politik uang
dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu
6. Alasan tingginya praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur
1. Alasan ekonomi
Kondisi kemiskinan (ekonomi) menjadi alasan mengapa praktek politik uang
di masyarakat Flores Timur tergolong cukup tinggi. Kondisi ini dimanfaatkan
oleh para kandidat untuk memberikan uang/barang suap dengan alasan
bantuan sosial.
2. Alasan antroplogis
Masyarakat Flores Timur tergolong masyarakat sosialis yang sangat
menghargai jasa atau pemberian orang. Hal ini menyebabkan indepedensi
masyarakat di dalam pemilu sangat rendah karena cenderung memilih orang
yang memberi uang atau barang.
3. Alasan institusional
Alasan institusional nampak dalam penyalahgunaan wewenang terkait dana
bantuan dan hibah yang cenderung dipolitisasi yang berakumulasi pada
pencitraan politik.
124
4. Aspek Pengawasan
Lemahnya pengawasan di lapangan menciptakan kondisi yang kondusif bagi
praktek politik uang.
7. Dampak politik uang
a) Inflasi kualitas pemilu baik terutama pergeseran pemilu dari instrument
perubahan sosial menjadi pasar politik.
b) Masyarakat menjadi komoditi pemilu karena aspek partisipasi berubah
menjadi aspek mobilisasi.
c) Perubahan pola pikir tentang pemilu di masyarakat yang berdampak pada
tradisi pemilu yang tidak berkualitas.
d) Hanya kelompok yang memiliki dana atau uang yang cukup yang bisa
memenangkan pemilu.
e) Kehilangan kader potensial yang tidak memiliki dana/uang
8. Solusi
a) Pendidikan politik tentang pentingnya aspirasi masyarakat dalam pemilu
yang bertujuan menentukan masa depan mereka sendiri.
b) Peningkatan pengawasan mulai dari pra-pemungutan suara hingga
pasca-pemungutan suara.
c) Sanksi hukum yang tegas yang memberikan efek jera terhadap praktek
politik uang.
125
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
1)
Praktek politik uang terjadi di seluruh wilayah Kabupaten Flores Timur.
2)
Praktek politik uang dilakukan sebelum pemungutan suara dan setelah
pemungutan suara.
3)
Pemberian uang/barang lebih banyak dilakukan oleh agen meskipun banyak
pula kandidat yang memberikan secara langsung.
4)
Praktek politik uang menggunakan metode dan modus yang berbeda-beda.
5)
Sasaran pemberian uang suap/barang bersifat pribadi dan kelompok.
6)
Motivasi pemberian bantuan lebih banyak bersifat politis.
7)
Praktek politik uang bersifat masif, terstuktur dan sistimatis.
8)
Persepsi masyarakat tentang politik uang itu wajar tergolong sedang.
9)
Perilaku masyarakat dalam pemilu akibat politik uang masih pada tingkat
rendah.
10) Kontribusi variable politik uang terhadap tingkat pastisipasi masyarakat di
dalam pemilu sebesar 12,90% sedangkan 87,10% dipengaruhi variable lain.
11) Ada hubungan yang signifikan antara praktek politik uang dengan tingkat
partispasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu.
9.2. Saran
a) Pendidikan politik tentang pentingnya aspirasi masyarakat dalam pemilu yang
bertujuan menentukan masa depan mereka sendiri.
126
b) Peningkatan pengawasan mulai dari pra-pemungutan suara hingga pascapemungutan suara
c) Sanksi hukum yang tegas yang memberikan efek jera terhadap praktek politik
uang
d) Terkait dana aspirasi perlu mendapat penegasan terkait nomenklatur dan kode
anggaran dalam pengeluaran anggaran dan pembelanjaan daerah.
127
Daftar Pustaka
Agustino, Leo, Pilkada dan Dinamika Politik Lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Alexander, Herbert E, Financing Politics, Politik uang dalam Pemilu Presiden Secara
Langsung, Pengalaman Amerika Serikat, (Terj). Yogyakarta: Narasi, 2003 Duncan,
Hugh Dalziel, Sosiologi Uang, Terj. 1997. Hal.13
Ambardi. Kuskrido,Mengungkapkan politik Kartel,Jakarta:Kepustakaan Populer
Gramedia,2009
Budiarjo.Miriam,Dasar-Dasar Ilmu Politik,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2000
Garna, Judistira, Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar Konsep dan Posisi, Bandung : Primako
Akademika, 2001
Ismawan, Indra, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta: Media
Pressindo, 1999
Nugroho, Heru, Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
Piliang, Indra J., Korupsi dan Demokrasi, Kompas, 5 November 2001.
Rush.Althof,Pengantar sosiologi Politik dalam Pengantar Sosiologi Politik oleh
Damsar.Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10. Ibid.
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10. Ibid.
Silvia Bolgherini, "Participation" dalam Mauro Calise and Theodore J. Lowi,
Hyperpolitics: An Interactive Dictionary of Political Science Concept (Chicago: The
University of Chicago, 2010) p. 169.
128
Oscar Garcia Luengo, E-Activism New Media and Political Participation in Europe,
(CONFines 2/4 agosto-diciembre 2006)
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi ... op.cit.
Thomas M. Magstadt, Understanding Politics (Belmont: Cengage Learning, 2012) pp.
273-82.
Christina Holtz-Bacha, Political Disaffection, dalam dalam Lynda Lee Kaid and Christina
Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California : Sage Publications,
2008) p.577-9.
Jan W. van Deth, Political Participation, dalam Lynda Lee Kaid and Christina HoltzBacha, Encyclopedia ..., ibid., p.531-2.
Kai Arzheimer, Political Efficacy, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha,
Encyclopedia ..., ibid., p.531-2. p. 579-80.
129
Lampiran 1. REKOMENDASI FGD
1. Central Pendidikan Politik Terpadu yang melibatkan lintas elemen seperti KPUD,
Pemerintah, LSM, Parpol, Perguruan Tinggi, Pers, Relawan Demokrasi, melalui
pembentukan “Posko Pemilih Cerdas” yang dilakukan secara rutin.
2. Peningkatan kapasitas dan sumber daya team Relawan Demokrasi baik secara
pribadi maupun secara kolegial di tingkat desa/kelurahan.
3. Peningkatan kapasitas, indepedensi, dan kapabilitas pengawasan pemilu.
4. Meningkatan peran SENTRA GAKUMDU demi terciptanya kondisi yang kondusif
menjelang pelaksanaan pemilu terutama pada masa kampanye dan masa
tenang.
5. Mengoptimalkan dukungan anggaran baik APBN maupun APBD terkait
sosialisasi pendidikan pemilih dan kerja multipihak.
6. Mengevaluasi kembali mekanisme perekrutan panitia penyelenggara pemilu
terkhusus di tingkat PPS dan KPPS baik dari sisi regulasi, teknik/implementasi
maupun dari sisi anggaran agar direkrut oleh KPU Kabupaten.
7. Penegakan sanksi hukum yang tegas untuk memberikan efek jera terhadap
praktek politik uang.
8. Mengeliminasi kebijakan-kebijakan anggaran yang kontradiktif dimana satu kode
anggaran yang seharusnya untuk satu anggaran tetapi diduplikasi untuk
kepentingan politik.
130
Lampiran 2. PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth..Bapak/Ibu/Saudara/i ................................................
Di Tempat
Dengan Hormat.
Sehubungan dengan diadakannya RISET yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Flores Timur tentang Analisis Hubungan Praktek Politik Uang Dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat Flores Timur Di Dalam Pemilu Tahun 2014, maka dengan ini kami
memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjadi responden di dalam penelitian ini.
Kejujuran Bapak/Ibu/Saudara/i di dalam menjawab pertanyaan ini sangat kami harapkan demi
tercapainya hasil riset yang berkualitas.
Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas partispasi Bapak/Ibu/Saudara/i,
kami sampaikan limpah terima kasih.
Larantuka, 6 Juni 2015
Responden
(
Pemohon/Peneliti
)
(
131
)
Lampiran 3. KISI-KISI PENELITIAN
1. Pemahaman tentang politik uang/Pengertian politik uang .
2. Jumlah uang/materi yang diberikan:
a. Data tentang pemberian uang/materi
b. Jumlah uang yang diterima
c. Jenis barang dan jumlah yang diterima
3. Pola Pemberian :
a. Pemberian langsung uang kepada pemilih
b. Pemberian langsung materi kepada pemilih
c. Pemberian uang secara tidak langsung
d. Pemberian barang secara tidak langsung
e. Pemberi
f.
Kapasitas pemberi
4. Kemasan
5. Berjanji secara lisan/tertulis:
a. Berjanji secara lisan
b. Berjanji dengan kontrakan
c. Yang berjanji kandidat atau tim sukses
d. Jaminan janjian
6. Motif pemberian:
a. Amal
b. Suap
c. Sedekah
7. Sasaran:
Siapa saja
Orang kecil
Anak gelandangan
Keluarga Tim Sukses
8. Waktu pemberian uang/materi:
Jangka panjang
Jangka menengah
Jangka pendek
132
ANGKET PRAKTEK POLITIK UANG
Nama
=
Jenis Pekerjaan
=
Jenis Kelamin =
Desa
=
Umur
=
Kec/zonasi
=
Pendidikan
=
Keterangan
=
Pertanyaan Terbuka
1. Jumlah uang/materi yang diuangkan

UANG
 Pribadi
Rp.0
Rp.51.000
Rp.101.000
Rp.151.000
Rp.201.000
Rp.251.000
Rp.251.000
>Rp.300.000

–
–
–
–
–
–
–
Rp.50.000
Rp.100.000
Rp.150.000
Rp.200.000
Rp.250.000
Rp.300.000
Rp.300.000
Kelompok
Nama Kelompok
Sifat Kelompok
Jumlah Kelompok
Jumlah uang
Rerata perorang

Materi
 Pribadi
Nama Barang
sembako
Bahan
Bangunan
Unit (kg,bungkus)
beras
Gula
Kopi
Mie
Seng
Semen
Besi
Lain-lain
133
Harga

Kelompok
Nama Barang
sembako
Bahan
Bangunan
Seragam/
Kostum
Unit (kg,bungkus)
Harga
beras
Gula
Kopi
Mie
Seng
Semen
Besi
Baju olahraga
Seragam kelompok
Nama Kelompok :
1
2
3
. ......................................................
........................................................
2. Pola Pemberian
Uang
Pribadi
Kelompok
Materi
Pribadi
Kelompok
Pemberi
Langsung
Tidak langsung
Langsung
Tidak langsung
Langsung
Tidak langsung
Langsung
Tidak langsung
Calon Dewan Kabupaten
Calon Dewan Propinsi
Calon Dewan Pusat
Calon Bupati
Calon Gubernur
Calon Presiden
Lain-lain
3. Agen pemberian
Uang
Normatif
Calon Bersangkutan
Team sukses
Tokoh Masyarakat
Tokoh agama
Tokoh pemuda
Posko pendukung
Lain-lain
Anak-anak
Teman
Keluarga
Orang mabuk
Teman Kerja
134
Materi
Agensi
Calon Bersangkutan
Team sukses
Tokoh Masyarakat
Tokoh agama
Tokoh pemuda
Posko pendukung
Lain-lain
Anak-anak
Teman
Keluarga
Orang mabuk
Teman Kerja
4. Waktu pemberian
Jangka Panjang/menengah
1 – 2 tahun
2 – 3 tahun
3 – 4 tahun
4 – 5 tahun
Jangka pendek
9 – 12 bulan
6 – 9 bulan
3 – 6 bulan
1 – 3 bulan
Menjelang pemilu
0 – 1 bulan
3 – 4 minggu
1 – 3 minggu
Minggu pemilu
Hari/jam rawan :...........................................
5. Kontrak Pemberian
Uang
Lisan
Tertulis
Material
Lisan
Tertulis
Pribadi
Lisan
Tertulis
Kelompok
Lisan
Tertulis
Besar
Tergantung Besarnya sumbangan
Kecil
135
Lisan
Tertulis
Lisan
Tertulis
6. Kemasan
Amplop
Ada Cap
Berlabel
Tulisan nama calon tertentu
7. Proposal Fiktif
Uang
Kelompok sasaran
Barang
Kelompok sasaran
8. Motif Pemberian
Bantuan
Amal
Politis
sedekah
9. Sasaran Pemberian
Pribadi
Siapa saja
Orang susah secara ekonomi
Orang sakit
Berpendidikan Rendah
Gelandangan
Orang Muda
Kelompok
Kelompok orang muda
Karang Tarung
OMK
Pemuda GMIT
Remaja Masjid
Kelompok ibu-ibu
Kelompok Bapa-bapa
Kelompok Tani
Kelompok Nelayan
Gereja
Masjid
136
Pertanyaan Tertutup
1. Apakah Anda mengetahui PEMILU?
a. Tahu
b. Tidak tahu
2. Apakah anda tahu pentingnya PEMILU?
a. Tahu
b. Tidak tahu
3. Apakah anda tahu kalau suara anda penting dalam pemilu?
a. Tahu
b. Tidak tahu
4. Apakah anda tahu tentang praktek uang dalam pemilu?
a. Tahu
b. Tidak tahu
5. Apakah anda setuju kalau politik uang itu wajar pada pemilu sekarang?
a. Setuju
b. Tidak setuju.....................................................................persepsi
6. Pernah tidak anda didatangi tim sukses/sahabat/calon yang membawa uang/sembako/materi
untuk mempengaruhi anda memilih salah seorang calon?
a. Pernah
b. Tidak pernah
7. Apakah anda menerima uang/materi yang diberikan oleh tim sukses tersebut
a. Ya..menerima
b. Tidak menerima
8. Bila anda mengetahui ada prakek politik uang apakah anda memberikan teguran dan atau
melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak penyelenggara pemilu/LINMAS/polisi?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah anda bebas dalam memilih tanpa tekanan pihak lain akibat bantuan yang diberikan
secara pribadi/kelompok?
a. Ya..bebas memilih
b. Tidak karena ada pengaruh/tekanan orang lain
10. Yang anda lakukan terhadap pemberian uang/materi adalah
a. Menerima dan memilih calon tersebut
b. Menerima tetapi tidak memilih calon tersebut
c. Tidak menerima dan memilih calon tersebut
d. Tidak menerima dan tidak memilih calon tersebut......................perilaku
137
Download