LAPORAN RISET ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT FLORES TIMUR DI DALAM PEMILU TAHUN 2014 (SEBUAH PENDEKATAN EMPIRIK) KERJASAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN FLORES TIMUR DENGAN LEMBAGA PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS (LPLK) ‘SEDA LESTARI’ LARANTUKA JULI 2015 Kata Pengantar Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas penyertaanNya dalam setiap tahapan penelitian hingga tersusunnya Laporan Hasil Riset ‘ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT FLORES TIMUR DI DALAM PEMILU (Sebuah Pendekatan Empirik). Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi di dalam riset ini terisimewa kepada: 1) Pihak Pemerintah Kabupaten Flores Timur yang melalui Bagian KESBANGPOL telah memberikan ijin terhadap kegiatan riset ini sekaligus memberikan informasi dan data terkait tujuan penelitian ini. 2) Pihak Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Flores Timur yang telah mempercayakan kami untuk melakukan penelitian ini sekaligus telah membantu kami proses penyusunan laporan riset. 3) Teman-teman Responden yang telah bekerjasama dalam penelitian ini. 4) Bapak/Ibu/Saudaria/I responden dalam penelitian yang telah menyediakan waktunya demi keberhasilan riset. 5) Para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pendidikan yang telah bersedia sebagai narasumber dalam penelitian. 6) Teman-teman Lembaga Pendidikan Layanan Khusus (LPLK) SEDA LESTARI sebagai team dalam penyusunan laporan hasil riset ini. 7) Semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian Kami mengakui keterbatasan manusiawi kami dalam penyusunan laporan hasil riset ini. Segala koreksi dari semua sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini. Larantuka, 8 Juli 2015 Peneliti i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... ii RINGKASAN ................................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6 1.5 Batasan Masalah Penelitian ......................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8 2.1 Kajian Teoritik ............................................................................... 8 A. Teori Partisipasi Publik ............................................................. 8 B. Bentuk-bentuk Partisipasi Publik .............................................. 12 C. Persepsi Politik ........................................................................ 16 D. Perilaku Politik ......................................................................... 19 E. Teori Politik Uang ..................................................................... 27 2.2 Kajian Pustaka.............................................................................. 34 2.3 Kerangka konsep Penelitian ......................................................... 38 2.4 Hipotesa Penelitian ....................................................................... 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................. ........................................... 40 3.1 Desain Penelitian ...................................................................... 40 3.2 Variabel Penelitian .................................................................... 41 3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ............................ 42 3.3.1 Definisi Konseptual ................................................................... 42 3.3.2 Definisi Operasional .................................................................. 44 3.4 Populasi dan Sampel ................................................................ 47 3.4.1 Populasi .................................................................................... 47 3.4.2 Sampel dan Sampling ............................................................... 47 3.5 Sumber dan Jenis Data ............................................................. 47 3.5.1 Data Primer ............................................................................... 47 3.5.2 Data Sekunder .......................................................................... 48 3.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 49 3.7 Teknik Analisis Data .................................................................. 52 ii BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN............................................................................................... 55 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Flores Timur............................... 55 4.2 Karakteristik Responden ........................................................... 58 BAB V METODE PRAKTEK POLITIK UANG.................. ............................. 66 BAB VI JENIS PRAKTEK POLITIK UANG ................................................... 100 BAB VII PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP POLITIK UANG ........................................................................................... 112 BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT...................................................................... 118 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 126 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 128 DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... 130 iii RINGKASAN ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT FLORES TIMUR DI DALAM PEMILU TAHUN 2014 (Sebuah Pendekatan Empirik). Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu negara. Sistem pemilihan umum secara langsung membuka maraknya praktik money politics dengan mengatasnamakan bantuan, sedekah, amal, hadiah dan lain sebagainya. Pada proses demokrasi level akar rumput (grass root), praktik money politics tumbuh subur. Karena dianggap suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya. Responden penelitian diambil berdasarkan tujuan penelitian yang terdiri dari 100 orang yang terdistribusi dalam tiga zonasi yakni zonasi Daratan Pulau Flores, Zonasi Adonara dan Zonasi Solor. Penelitian difokuskan pada studi korelasional bivariat untuk menjelaskan hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu tahun 2014. Instrumen penelitian ini menggunakan survey, observasi dan wawancara. Responden penelitian bersifat permanen (disesuaikan dengan variabel penelitian) sedangkan narasumber bersifat pilihan peneliti yang disesuaikan tujuan penelitian. Penelitian bersifat cross sectional artinya, penelitian dilakukan pada waktu yang bersamaan.Survey bersifat tertutup (clossing type) demi objektivitas penelitian sedangkan wawancara dan observasi bersifat terbuka untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang akurat. Analisis korelasional bivariat dilakukan dengan skala ordinai baik pada variabel independen maupun pada variabel dependen. Aspek objektivitas dijunjung tinggi demi tercapainya data yang valid, realiabel dan konsisten. Hasil Penelitian menunjukan bahwa Praktek politik uang di seluruh wilayah Kabupaten Flores Timur. Praktek politik uang dilakukan sebelum pemungutan suara dan setelah pemungutan suara. Pemberian uang/barang lebih banyak dilakukan oleh agen meskipun banyak pula kandidat yang memberikan secara langsung. Praktek politik uang menggunakan metode dan modus yang berbeda-beda. Sasaran pemberian uang suap/barang bersifat pribadi dan kelompok. Motivasi pemberian bantuan lebih banyak bersifat politis. Praktek politik uang bersifat masif, terstuktur dan tersistematis. Persepsi masyarakat tentang politik uang itu wajar tergolong sedang. Perilaku masyarakat dalam pemilu akibat politik uang masih pada tingkat rendah. Kontribusi variable politik uang terhadap tingkat pastisipasi masyarakat di dalam pemilu sebesar 12,90% sedangkan 87,10% dipengaruhi variable lain. Ada hubungan yang signifikan antara praktek politik uang dengan tingkat partispasi 2 masyarakat Flores Timur di dalam pemilu dimana ℎ < tabel atau 9,43 < 5,991 maka Ha diterima, signifikan. iv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi. Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. Secara umum partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum, melakukan tindakannya didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi. Salah satu konsepsi modern diajukan oleh Joseph Scumpeter yang menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebut sebagai sebuah demokrasi. Partisipasi politik masyarakat berkaitan erat dengan demokrasi suatu negara. Dalam negara demokratis, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, yang melaksanaan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan, serta masa depan dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Anggota masyarakat secara 1 langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk di lembaga pemerintahan. Dengan kata lain, partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan pengejawantahan dan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah dan oleh rakyat, keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi menyebutkan bahwa masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki. Hak-hak sipil dan kebebasan dihormati serta dijunjung tinggi. Tiada demokrasi tanpa partisipasi politik warga, sebab partisipasi merupakan esensi dari demokrasi. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu negara. Sistem pemilihan umum secara langsung membuka maraknya praktik money politics dengan mengatasnamakan bantuan,sedekah, amal,hadiah dan lain sebagainya. Dalam situasi yang serba sulit seperti saat ini, uang merupakan alat kampanye yang cukup ampuh untuk mempengaruhi masyarakat guna memilih calon tertentu. Kecerdasan intelektual dan martabat pribadi tidak menjadi tolak ukur kelayakan bagi calon peserta pemilu, tetapi kekayaan finansial yang menjadi penentu pemenangan dalam pemilu. Pada proses demokrasi level akar rumput (grass root), praktik money politics tumbuh subur. Karena dianggap suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya. Mereka membiarkannya, karena tidak merasa bahwa money politics secara normatif harus dijauhi. Segalanya berjalan dengan wajar. Kendati jelas terjadi moneypolitics, dan hal itu diakui oleh kalangan masyarakat, namun tidak ada protes. Budaya money politics merupakan hal lumrah dalam masyarakat opurtunis dewasa ini. Fenomena money poltics dalam masyarakat bisa dilihat secara langsung dalam proses 2 pemilihan legislatif maupun kepala daerah dan kepala negara. Proses pencalonan tersebut seringkali tidak lepas dari penggunaan uang sebagai upaya menarik simpati warga. Dalam skala yang lebih luas, praktik money politics telah melibatkan hampir seluruh elemen sosial seperti pejabat, politisi, akademisi, pendidik, saudagar, bahkan kalangan agamawan sekalipun. Dalam perspektif sosiologi politik, fenomena bantuan politis ini dipahami sebagai wujud sistem pertukaran sosial yang biasa terjadi dalam realitas permainan politik. Karena interaksi politik memang meniscayakan sikap seseorang untuk dipenuhi oleh penggarapan timbal balik (reciprocity). Dengan kata lain, relasi resiprositas merupakan dasar bagi terciptanya sistem pertukaran sosial yang seimbang. Perilaku money politics, dalam konteks politik sekarang, seringkali diatasnamakan sebagai bantuan, amal, sedekah dan lain-lain. Pergeseran istilah money politics ke dalam istilahan moral ini secara tidak langsung telah menghasilkan perlindungan secara sosial melalui norma kultural masyarakat yang memang melazimkan tindakan itu terjadi. Tatkala masyarakat telah menganggapnya sebagai tindakan lumrah, maka kekuatan legal formal hukum akan kesulitan untuk menjangkaunya. Karena itu dibutuhkan kerangka kerja tafsir untuk memahami setiap makna yang tersimpan di balik perilaku politik (political behaviour) sehingga dapat memudahkan dalam pemisahan secara analitik antara pemberian yang sarat dengan nuansa suap, dan pemberian dalam arti sesungguhnya sebagai bantuan (Umam, 2006:47). Kesulitan mengambil persepsi yang tegas di kalangan pemimpin masyarakat cukup membingungkan masyarakat. Ketika beberapa agamawan menyatakan bahwa 3 money politics itu haram, penilaian beberapa agamawan yang lain tidak seekstreem itu. Mantan Menteri Agama Malik Fadjar, seperti yang dikutip oleh Ismawan dalam money politics Pengaruh Uang dalam Pemilu, tidak mau secara tegas mengatakan hukum praktik money politics haram. Dia mengaku sulit mengatakan hukumnya dengan dalildalil yang jelas berkaitan langsung dengan soal ini (Ismawan, 1999:2). Akhirnya, sulit dibedakan antara pemberian yang tergolong suap dan pemberian yang tergolong amal. Ketidakpastian hukum ini menjadi salah satu penyebab muncul praktik money politics di Kabupaten Flores Timur yang masyarakatnya tergolong agamis. Melihat kenyataan bahwa praktik money politics telah begitu melekat dalam kehidupan masyarakat, mulai dari tingkat bawah hingga atas, maka persoalan yang pelik ini harus disikapi dengan serius. Persoalan yang terkesan remeh namun memiliki implikasi negatif yang sangat besar bagi perkembangan demokrasi dan penegakan hukum(supremacy) di Indonesia. Money politics membuat proses politik menjadi bias. Akibat penyalahgunaan uang, pemilu sulit menampakkan ciri kejujuran, keadilan serta persaingan yang fair. Pemilu seperti itu akhirnya menciptakan pemerintah yang tidak memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyat. Namun demikian, masyarakat tetap tidak bisa memberikan justifikasi hukum terhadap semua pemberian politis sebagai suap. Karena ketetapan hukum atas pemberian politis ini harus melalui proses interprestasi berupa upaya pemahaman secara mendalam terhadap makna kepentingan yang sesungguhnya di balik perilaku politik(political behaviour) terlebih dahulu, sehingga publik dapat mengetahui alasan yang mendasari suatu tindakan atau bantuan tersebut. Dialektika tentang politik uang dan implikasinya, metode serta modusnya, kontribusi negative serta distribusi mal- 4 prakteknya mendorong peneliti untuk menelusurinya secara lebih mendalam dengan mengambil lokasi di Kabupaten Flores Timur. 1.2. Rumusan Masalah Persoalan politik uang di dalam pemilu meninggalkan diskursus yang hingga saat ini belum menemukan titik solusinya. Keberadaan mal-praktek politik uang terkesan sepeleh namun memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan inflasi kualitas pemilu. Di samping itu politik uang dihadapkan pada tingkat partisipasi masyarakat yang cenderung menurun. Pilihan golput sering terdengar sering terdengar di negeri yang menganut paham demokrasi ini. Demokrasi telah kehilangan bentuk dan kualitasnya di hadapan politik uang. Munculah beberapa persolan a) Bagaimana metode dan modus praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur? b) Bagaimana persepsi dan perilaku masyarakat Flores Timur terhadap politik uang? c) Bagaimana hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu. 1.3. Tujuan Penelitian a) Mengetahui metode dan modus praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur. b) Memahami persepsi dan perilaku masyarakat Flores Timur terhadap politik uang. c) Menjelaskan hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakatdi Kabupaten Flores Timur dalam pemilu. 5 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pengetahuan di bidang ilmu politik, terutama sebagai pembelajaran dan memberikan informasi mengenai hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu, serta bagi penulis sendiri agar dapat meningkatkan pengetetahuan tentang manajemen PEMILU. 2. Penelitian ini diharapkan menjadi pengembangan dari teori-teori politik yang berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis tentang metode dan modus praktek politik uang, persepsi dan perilaku politik, partisipasi politik sehingga karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi civitas akademika, penentu kebijakan politik, dan praktisi politik/politisi, 3. Secara operasional penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau literature bagi Lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada umumnya dan KPUD Flores Timur pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak terkait untuk melihat bagaimana hubungan praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu untuk untuk mendorong peran serta masyarakat yang pro aktif demi terciptanya PEMILU yang berkualitas. 6 1.5 Batasan Masalah Penelitian a) Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan mulai tanggal 6 Juni s/d 6 Juli 2015 di seluruh wilayah di Kabupaten Flores Timur b) Responden penelitian diambil berdasarkan tujuan penelitian yang yang terdiri dari 100 orang yang terdistribusi dalam tiga zonasi yakni zonasi Daratan Pulau Flores, Zonasi Adonara dan Zonasi Solor c) Penelitian difokuskan pada studi korelasional bivariat untuk menjelaskan hubungan antara praktek politik uang dengan partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur dalam pemilu. d) Instrumen penelitian ini menggunakan survey, observasi dan wawancara e) Responden penelitian bersifat permanen (disesuaikan dengan variabel penelitian) sedangkan narasumber bersifat pilihan peneliti yang disesuaikan tujuan penelitian f) Penelitian bersifat cross sectional artinya, penelitian dilakukan pada waktu yang bersamaan. g) Survey bersifat tertutup (clossing type) demi objektivitas penelitian sedangkan wawancara dan observasi bersifat terbuka untuk memperoleh data primer dan data sekunder yang akurat. h) Analisis korelasional bivariat dilakukan dengan skala ordinai baik pada variabel independen maupun pada variabel dependen. i) Aspek objektivitas dijunjung tinggi demi tercapainya data yang valid, reliabel dan konsisten. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORITIK A. TEORI PARTISIPASI PUBLIK Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik. Hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pimpinan dan secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum atau kepala daerah, menghadiri kegiatan (kampanye), mengadakan hubungan (contakting) dengan pejabat pemerintah, atau anggota parlement dan sebagainya. Herbert Meclosky (1994:3), berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan suka rela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Berdasarkan defenisi ini, partisipasi warga masyarakat menekankan pada keikutsertaan individu maupun kelompok masyarakat untuk 8 melakukan kegiatan politik secara aktif dimana setiap anggota masyarakat, seyogyanya memberikan suara dalam pemilihan kepala daerah. Dan juga dijelaskan bahwa kegiatan sukarela adalah dimana dalam pelaksanaan pemberian suara dalam pemilihan tanpa pengaruh paksaan dari siapapun. “Norman H. Nie (2002:9), dan Sidney Verba” partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang loyal sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara/tindakan-tindakan diambil oleh mereka, yang teropong terutama adalah “tindakan-tindakan yang bertujuan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah” yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk masyarakat. Dalam bukunya, Political Sciology : A Critical Introduction, Keith Fauls dalam Pengantar Sosiologi oleh Damsar, memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan secara aktif dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan. Beberapa sarjana merumuskan beberapa konsep partisipasi politik, yang disampaikan dalam tabel berikut Sarjana Konsep Indikator Kevin R. Partisipasi politik memberi perhatian pada 1. Terdapat interaksi antara Hardwick cara-cara warga negara berinteraksi dengan warga negara dengan pemerintah, warga negara berupaya pemerintah menyampaikan kepentingan-kepentingan 2. Terdapat usaha warga mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar negara untuk mampu mewujudkan kepentinganmempengaruhi pejabat kepentingan tersebut. publik. 9 Miriam Budiardjo Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang 1. Berupa kegiatan individu atau sekelompok orang untuk ikut serta atau kelompok secara aktif dalam kehidupan politik, dengan 2. Bertujuan ikut aktif dalam jalan memilih pimpinan negara, dan secara kehidupan politik, memilih langsung atau tidak langsung mempengaruhi pimpinan publik atau kebijakan pemerintah (public policy). mempengaruhi kebijakan publik. Ramlan Surbakti Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga 1. Keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala negara dalam pembuatan keputusan menyangkut atau mempengaruhi dan pelaksanaan hidupnya. Partisipasi politik berarti kebijakan publik keikutsertaan warga negara biasa (yang 2. Dilakukan oleh warga tidak mempunyai kewenangan) dalam negara biasa mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Michael Partisipasi politik adalah keterlibatan individu 1. Berwujud keterlibatan Rush dan sampai pada bermacam-macam tingkatan di individu dalam sistem Philip dalam sistem politik. politik Althoft 2. Memiliki tingkatantingkatan partisipasi Huntington Partisipasi politik ... kegiatan warga negara 1. Berupa kegiatan bukan dan preman (private citizen) yang bertujuan sikap-sikap dan Nelson mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh kepercayaan pemerintah. 2. Memiliki tujuan mempengaruh kebijakan publik 3. Dilakukan oleh warga negara preman (biasa) Herbert McClosky Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan 1. Berupa kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui sukarela mana mereka mengambil bagian dalam 2. Dilakukan oleh warga proses pemilihan penguasa, dan secara negara langsung atau tidak langsung, dalam proses 3. Warga negara terlibat pembentukan kebijakan umum. dalam proses-proses politik Tabel 2.1Defenisi Partisipasi Politik Menurut Beberapa Ahli Sumber: mjieschool.multiply.com/journal/item/.../BUDAYA_ Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi 10 politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolaholah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh nonwarga negara biasa. Setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah tidak lepas dari campur tangan warga negara. Dan setiap keputusan yang diambil tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan warga negara. Oleh karena itu, partisipasi dari masyarakat itu sendiri penting adanya. Dalam negara-negara demokratis pada umumnya semakin tinggi partisipasi warga negaranya maka semakin baik pula1, dengan kata lain masyarakat merasa terbeban untuk ikut berpartisipasi. Karena tingkat partisipasi masyarakatnya tinggi. Hal ini berarti masyarakat sebagai pemilik mandat peduli terhadap setiap kebijakan atau peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Begitu juga sebaliknya apabila tingkat partisipasi masyarakat rendah maka hal ini dianggap kurang baik, karena masyarakatnya tidak peduli terhadap negaranya dan cenderung bersikap apatis, dan lebih mementingkan kepentingan pribadi serta kelompoknya. Kegiatan warga negara biasa dibagi dua yaitu mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Dari defenisi ini dapat ditarik beberapa kriteria dari pengertian partisipasi politik2 : 1. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dapat diamati dan bukan sikap atau orientasi. Jadi, partisipasi politik hanya berhubungan dengan hal yang bersifat objektif dan bukan subjektif. 2. Kegiatan politik warga negara biasa atau perorangan sebagai warga negara biasa yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung (perantara). 1 Miriam Budiardjo, op.cit., hal. 3. Kuskridho Ambardi, op.cit., hal. 288-290. 2 11 3. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, baik berupa bujukan atau dalam bentuk tekanan bahkan penolakan juga terhadap keberadaan figur para pelaku politik dan pemerintah. 4. Kegiatan tersebut diarahkan kepada upaya mempengaruhi pemerintah tanpa peduli efek yang akan timbul gagal ataupun berhasil. 5. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan (konvensional) maupun dengan cara yang diluar prosedur yang wajar (tak konvensional) dan berupa kekerasan (violence). 6. Partisipasi politik adalah kegiatan seseoranng atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. B. Bentuk-bentuk partisipasi Publik Secara umum bentuk-bentuk partisipasi sebagai kegiatan dibedakan sebagai berikut : 1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output. Artinya setiap orang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi. Warga negara secara aktif mengajukan usul mengenai kebijakan public, mengajukan alternative kebijakan public yang berlainan dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan umum, memilih pemimpin pemerintah dan lain-lain. 12 2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam arti hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. 3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap system politik yang ada telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan. Para ahli sosiologi politik telah merumuskan berbagai bentuk partisipasi politik. Berikut disajikan bentuk-bentuk partisipasi politik menurut beberapa ahli. 1. Michael Rush dan Philip Althoff Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff yang dikutip oleh Damsar dalam Pengantar Sosiologi Politik mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau administrative. Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati secara total, yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total. Semakin tinggi hierarki partisipasi politik maka semakin kecil kuantitas dari keterlibatan orang-orang, seperti yang diperlihatkan oleh Bagan Hierarki Partisipasi Politik3, dimana garis vertikal segitiga menunjukkan hierarki, sedangkan garis horizontalnya menunjukkan kuantitas dari keterlibatan orang-orang. 3 Rush, Althoff, Pengantar Sosioogi Politik dalam Pengantar Sosioogi Politik oleh Damsar Op.cit.,hal. 185. 13 Menduduki jabatan politik atau administrative. Mencari jabatan politik atau administrative. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik . Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainy. Partisipasi dalam diskusi politik informal. Partisipasi dalam pemungutan suara (voting). Apati total. Gambar 2.2Hierarki Partisipasi Politik Sumber: Rush dan Althoff (2003) dalam Damsar (2010), hal. 185. 2. Samuel P.Huntington dan Juan M.Nelson Samuel P.Huntington dan Juan M. Nelson4 menemukan bentuk-bentuk partisipasi politik yang berbeda. Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik meliputi : 1. Kegiatan Pemillihan, mencakup suara, juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. 2. Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud 4 Ibid., hal. 188-190. 14 mempengaruhi keputusan politik mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. 3. Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. 4. Mencari koneksi, merupakan tindakan peorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu atau segelintir orang. 5. Tindak kekerasan, merupakan upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbukan kerugian fisik terhadap orangorang atau harta benda. 3. Gabriel A. Almond Dalam buku Perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Mas’oed dan MacAndrews dalam Damsar5, Almond membedakan partisipasi atas dua bentuk yaitu : 1. Partisipasi Politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang “normal“ dalam demokrasi modern. 2. Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner. Adapun rincian dari pandagan Almond tentang dua bentuk partisipasi dapat dilihat pada tabel berikut : 5 Ibid., hal. 186. 15 Konvensional Pemberian suara (voting) Diskusi Politik Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif Non Konvensional Pengajuan Petisi Berdemonstrasi Konfrontasi Mogok Tindak kekerasan politik terhadap hartabenda(perusakan,pengeboman,pem bak aran) Tindakan kekerasan politik terhadp manusia (penculikkan,pembunuhan) perang gerilya dan revolusi. Tabel 2.3 Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Sumber: Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews (1981) dalam Damsar (2010), hal. 186 C. Persepsi Politik Pengertian presepsi dalam kamus ilmiah adalah pengamatan, penyusunan dorongan-dorongan dalam kesatuan-kesatuan, hal mengetahui, melalui indera, tanggapan (indera) dan daya memahami. Oleh karena itu, kemampuan manusia untuk membedakan mengelompokkan dan memfokuskan yang ada dilingkungan mereka disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.17 Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh suatu penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Untuk lebih memahami persepsi berikut adalah beberapa definisi persepsi menurut pakar psikologi antara lain sebagai berikut: Psikologi sosial mengamati kegiatan manusia dari segi-segi ekstern (lingkungan sosial, fisik, peristiwa-peristiwa, gerakan-gerakan massa) maupun segi intern ( kesehatan fisik perorangan, semangat, emosi). Psikologi sosial juga dapat menjelaskan bagaimana kepemimpinan tidak resmi dapat menentukan keputusan dalam kebijaksanaan politik dan kenegaraan, bagaimana 16 sikap (atitude) dan harapan (expectation) masyarakat dapat melahiran tindakantindakan serta tingkah laku yang berpegang teguh pada tuntutan-tuntutan sosial (conformity), bagaimana motivasi kerja dapat ditinggkatkan sehingga memperbanyak produksi kerja melalui penanaman penghargaan terhadap waktu dan usaha. Betapa nilai-nilai budaya yang bertahun-tahun lamanya diterima masyarakat dapat melahirkan tingkah laku politik yang relatif stabil. Psikologi sosial juga dapat menerangkan sikap dan reaksi kelompok terhadap keadaan yang dianggap baru, asing atau yang bertentangan dengan konsensus masyarakat mengenai suatu gejala sosial tertentu. Sedangkan menurut Bimo Walgito, persepsi adalah pengorganisasian, penginterpretasian, terhadap stimulus yang diterima oleh organism atau individu sehingga merupakan aktivitas yang integrated dalam diri. Persepsi adalah sekumpulan tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi suatu pola bermakna. Kemampuan persepsi adalah sesuatu yang sifatnya bawaan dan berkembang pada masa yang sangat dini. Meskipun kebanyakan kemampuan persepsi bersifat bawaan, pengalaman juga memaikan peranan penting. Kemampuan bawaan tidak akan bertahan lama karena sel-sel dalam syaraf mengalami kemunduran, berubah, atau gagal membentuk jalur sayraf yang layak. Secara keseluruhan, kemampuan persepsi kita ditanamkan dan tergantung pada pengalaman. a. Proses terjadinya persepsi Proses terjadinya persepsi melalui tiga proses yaitu proses fisik, proses fisiologis dan proses psikologis. Proses fisik berupa obyek menimbulkan stimulus, lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses fisiologi berupa stimulus yang diterima oleh 17 indera yang diteruskan oleh oleh saraf sensoris ke otak. Sedangkan proses psikologis berupa proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima. b. Faktor yang mempengaruhi persepsi 1. Diri yang bersangkutan. Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihat. Karakteristik individu yang turut berpengaruh antara lain sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan harapan 2. Sasaran persepsi yang mungkin berupa orang, benda atau peristiwa. Sasaran ini berpengaruh antara persepsi. 3. Faktor situasi. Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang artinya bahwa dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu mendapatkan perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam menumbuhkan persepsi Sementara David Krech dan Richard, menyebutkan sebagai faktor fungsional, faktor struktural, faktor situasional dan faktor personal. (1)Faktor Fungsional, adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor personal yang menentukan persepsi adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. (2) Faktor Struktural, adalah faktor yang berasal semata-mata dari sifat. Stimulus fisik efek-efek saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu. (3) Faktor-faktor situasional, Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk para linguistik adalah beberapa dari faktor situasional yang mempengaruhi persepsi. 18 (4) Faktor personal. Faktor personal ini terdiri atas pengalaman, motivasi dan kepribadian Dengan demikian dari beberapa konsep persepsi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pengorganisasian dan proses penafsiran seorang terhadap stimulasi yang dipengaruhi oleh berbagai pengetahuan, keinginan dan pengalaman yang relevan terhadap stimulasi yang dipengaruhi oleh perilaku manusia dalam menentukan pilihan hidupnya. D. Perilaku politik Yang dimaksud dengan perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik. Ramlan Surbakti ( 1992 : 131 ), mengemukakan bahwa perilaku politik adalah sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan keputusan politik. Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum, disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi, perilaku budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya. Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap, orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian suara, protes, lobi dan sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan cara tertentu ( Fadillah Putra, 2003 : 200 ). Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau pertalian diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis. Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada individu atau 19 kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik atau ketidakstabilan politik, janji politik dari calon pemimpin atau calon wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat mempengaruhi perilaku politik masyarakat. Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori tentang perilaku memilih dikategorikan kedalam dua kubu yaitu; Mazhab Colombia dan Mazhab Michigan ( Fadillah Putra , 2003 : 201 ). Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Penganut pendekatan ini percaya bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti agama, kelas ( status sosial ), pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih. Oleh karena itu preferensi pilihan terhadap suatu partai politik merupakan suatu produk dari karakteristik sosial individu yang bersangkutan (Gaffar, Affan, 1992 : 43 ). Kelemahan teori ini antara lain; a) Sulitnya mengukur indikator secara tetap tentang kelas dan tingkat pendidikan karena kemungkinan konsep kelas dan pendidikan berbeda antara Negara satu dengan lainnya; b) Norma sosial tidak menjamin seseorang menentukan pilihannya tidak akan menyimpang. Mazhab Michigan menekankan pada faktor psikologis pemilih artinya penentuan pemilihan masyarakat banyak dipengaruhi oleh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya yang 20 merupakan akibat dari proses sosialisasi politik. Sikap dan perilaku pemilih ditentukan oleh idealisme, tingkat kecerdasan, faktor biologis, keinginan dan kehendak hati. 1.Karakteristik pemilih A. Terdapat beberapa daerah/wilayah yang merupakan kumpulan komunitas masyarakat yang terbentuk atas dasar sistim kekerabatan dan paguyuban berdasarkan keturunan (emeinschaft by blood), dan yang menjadi pemuka masyarakat tersebut berasal dari keluarga / kerabat asli keturunan dari orang yang dipandang terkemuka dari segi sosial ekonomi atau terkemuka karena ketokohannya, sehingga warga masyarakat seringkali menyandarkan diri dan sikapnya terhadap pemuka/tokoh masyarakat tersebut. Sikap ini mencerminkan adanya dominasi ketokohan yang berperan untuk menentukan sikap dan perilaku serta orientasi warga bergantung pada pemuka masyarakat tersebut. Paternalisme sikap dan perilaku warga masyarakat secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya tidak pernah berubah, meskipun terdapat berbagai perubahan dalam kondisi sosial ekonomi, namun hal tersebut tidak menjadi faktor yang mempengaruhi adanya perubahan sosial budaya masyarakat setempat. Kecenderungan untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berbagai kehidupan sosial ekonomi, sosial politik maupun sosial budaya, terbatas pada adanya sistem ide atau gagasan dari pemuka masyarakat untuk memodifikasi sistem sosial dan sistem budaya yang sudah mapan dalam kehidupan masyarakat disesuaikan dengan kondisi dan dinamika masyarakat. Faktor ini menjadi kendala bagi kandidat atau calon legislatif untuk menerobos masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut dalam rangka sosialisasi atau sekedar silaturahmi. Jika calon legislatif berhasil masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut, hanya sebatas etika pergaulan masyarakat yaitu 21 menerima setiap tamu yang bersilaturahmi, tetapi tidak akan mengikuti apa yang diinginkan oleh kandidat/calon legislatif yang bersangkutan. B. Ikatan primordialisme keagamaan dan etnis menjadi salah satu alasan penting dari masyarakat dalam menyikapi terhadap elektabilitas calon legislatife. Jika seorang kandidat memiliki latar belakang ikatan primordialisme yang sama dengan ikatan primordialisme masyarakat, maka hal tersebut menjadi alternatif pilihan masyarakat. Ikatan emosional tersebut menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya. Ikatan emosional masyarakat tidak hanya didasarkan atas sistim kekerabatan semata, akan tetapi agama menjadi pengikat ikatan emosional, asal daerah atau tempat tinggal, ras/suku, budaya, dan status sosial ekonomi, sosial budaya juga menjadi unsur penting dalam ikatan emosinal komunitas masyarakat tertentu. Hal tersebut terlihat pada basis komunitas masyarakat di daerah pemilihan, daerah/wilayah atau kantong-kantong basis massa yang ditandai dengan adanya simbolsimbol partai yang memberikan gambaran dan sekaligus sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut merupakan kantong basis massa partai tertentu. C. Komunitas masyarakat yang heterogen cenderung lebih bersifat rasional, pragmatis, tidak mudah untuk dipengaruhi, terkadang memiliki sikap ambivalen, berorientasi ke materi. Sikap dan pandangan untuk memilih atau tidak memilih dalam proses politik lebih besar, sehingga tingkat kesadaran dan partisipasi politiknya ditentukan oleh sikap dan pandangan individu yang bersangkutan, tidak mudah untuk dipengaruhi oleh tokoh atau ikatan primordialisme tertentu. Kondisi sosial masyarakat pada strata demikian diperlukan adanya kandidat / calon yang memiliki kapabilitas yang tinggi baik dari aspek sosiologis (memiliki kemampuan untuk mudah beradaptasi dengan kelompok 22 masyarakat dan mampu mempengaruhi sikap dan orientasi komunitas masyarakat tersebut), atau popularitas dan reputasi tinggi pada kelompok masyarakat tersebut. Jika hal tersebut mampu dilakukan oleh seorang kandidat, maka sangat terbuka perolehan suara pemilih didapat dari komunitas masyarakat tersebut. 2. Kandidat yang diharapkan Keterpilihan seorang kandidat idealnya harus memenuhi standar yang diinginkan pemilih, artinya pemilih akan menentukan pilihannya didasarkan atas seberapa besar kontribusi dan partisipasi kandidat terhadap pemilih atau kelompok pemilih. Seberapa besar syarat-syarat kandidat terpenuhi secara umum seperti ; kapabilitas intelektual, kapabilitas kepemimpinan, kapabilitas etika dan moral. Kejelasan tentang visi dan misi serta program yang disampaikan kandidat, apakah pemilih memahami akan visi dan misi dan program yang disampaikan/ dilakukan seorang kandidat sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat banyak atau tidak. Jika hal tersebut di atas tidak dipenuhi oleh seorang kandidat, maka pemilih pada suatu saat akan beralih sikap dan orientasinya ke kandidat lain. Isu Strategis adalah pokok permasalahan yang harus diperhatikan dan dijawab oleh seorang kandidat. Dinamika masyarakat dewasa ini cenderung lebih rasional dalam menyikapi dan menentukan pilihan, meskipun tidak dipungkiri masih terdapat pemilih yang emosional dan tradisional. Figuritas dan popularitas kandidat di tengah masyarakat menjadi moment penting untuk dijadikan modal dalam mensosialisasikan diri. Perilaku Pemilih Perilaku adalah menyangkut sikap manusia yang akan bertindak sesuatu. Oleh karena itu sangat masuk akal tampaknya apabila sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku. Dengan 23 kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu, kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Dalam kaitan perilaku pemilih (electoral behavior) dalam Pemilu,menurut Asvi Warman (1999: 34),dijelaskan bahwa paling sedikit ada dua model yang menjelaskan mengapa orang memilih sebuah pertain Pertama, pada pendekatan sosiologis digambarkan peta kelompok masyarakat dan setiap kelompok dilihat sebagai basis dukungan terhadap partai tertentu. Kedua, model psikologi yang menggunakan identifikasi partai sebagai konsep kunci. Identifikasi partai berarti "rasa keterikatan individu terhadap partai", sekalipun ia bukan anggota. Pendekatan lain adalah pendekatan rasional. Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku memilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi, Dalam perilaku memilihnya pun masyarakat akan dapat bertindak rasional, yakni memberikan suara ke partai yang dianggap mendatangkan keuntungan dan kemaslahatan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian atau kemudlaratan yang sekecil-kecilnya. FAKTOR INDIVIDU 1. Pemantau Diri yang tinggi 2. Tempat Kedudukan Kendali Internal 3. Investasi Organisasional 4. Alternatif Pekerjaan yg dipahami 5. Harapan Sukses 24 FAKTOR ORGANISASIONAL 1. Realokasi Sumber Daya 2. Kesempatan Promosi 3. Kepercayaan Rendah 4. Ambiguitas Peran 5. Sistem Evaluasi Kinerja Tidak Jelas 6. Tekanan Kinerja Tinggi 7. Perilaku Manajer Senior Menurut Triandis unsur-unsur yang terkandung dalam perilaku politik adalah: a. Unsur kognitif yang berisi gagasan untuk digunakan berpikir. b. Unsur efektif yang berisi emosi atau perasaan yang memperkuat gagasan c. Unsur perilaku yang mengandung kecenderungan untuk bertindak Perilaku politik seseorang individu, menurut Ramlan Surbakti dipengaruhi oleh : a) Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, media dan masa. b) Lingkungan sosial politik langsung, yaitu yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian individu,seperti keluarga , agama, dan lain-lain. c) Kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. d) Situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, seperti cuaca, keadaan keluarga, dan lain-lain. 25 JENIS – JENIS PERILAKU POLITIK DI INDONESIA a) Radikal, Perilaku politik dikategorikan radikal apabila perilaku politik yang diwujudkan selalu menginginkan adanya perubahan yang sifatnya mendasar, sampai pada hal yang prinsipil. b) Liberal, Perilaku politik liberal merupakan wujud perilaku politik yang bersifat bebas, sesuai dengan akal sehat, serta hukum yang berlaku saat itu. c) Moderat, Perilaku politik moderat merupakan wujud perilaku politik yang bersifat selalu menghindarkan diri dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, cenderung ke arah dimensi atau jalan tengah, dan mau mempertimbangkan pandangan orang lain. d) Status Quo, Perilaku politik yang dikategorikan status quo adalah apabila politik yang diwujudkan individu bersifat untuk tidak terjadi perubahan dalam kehidupan politik di negaranya. e) Reaksioner, Perilaku politik reaksioner apabila perilaku politik yang diwujudkan bersifat menentang kemajuan atau pembaharuan, berlawanan dengan kebijakan pemerintah yang sah. f) Konservatif, Perilaku politik dapat dikategorikan konservatif apabila perilaku politik yang diwujudkan berusaha melestarikan apa yang ada, agar terpelihara status quo dengan sedikit sekali perubahan di hari depan. 26 E. TEORI POLITIK UANG Politik dan uang merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan. Untuk berpolitik orang membutuhkan uang dan dengan uang orang dapat berpolitik. Istilah ‘politik uang’ (dalam bahasa Inggris: ‘money politics’) mungkin termasuk salah satu istilah yang sudah sangat sering didengar. Istilah ini menunjuk pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu, entah itu dalam Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-keputusan penting. Dalam pengertian seperti ini, ‘uang’ merupakan ‘alat’ untuk mempengaruhi seseorang dalam menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini maka dapat dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya keputusan tersebut bagi orang lain, tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan tersebut. Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur. Secara umum money politic biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. 27 Pemahaman tentang money politic sebagai tindakan membagi-bagi uang (entah berupa uang milik partai atau pribadi). Publik memahami money politic sebagi praktik pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) secara berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again). Artinya tindakan money politic itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya. Praktik money politic dapat disamakan dengan uang sogok alias suap, tapi tidak semua kalangan berani secara tegas menyatakan haram. Menurut Pendapat Rusdjdi Hamka, praktik money politic tidak berbeda dengan suap, karena itu haram hukumnya Money politic seseorang juga biasa menyebutnya dengan politik uang, karena keduanya merupakan pemberian uang demi kepentingan pribadi atau kelompok yang berimplikasikan pada kekuasaan. Selain pengertian tersebut di atas, istilah ‘politik uang’ juga dapat dipakai untuk menunjuk pada pemanfaatan keputusan politik tertentu untuk mendapatkan uang. Artinya ialah kalangan tertentu yang memiliki akses pada ‘keputusan politik’ dapat memanfaatkan keputusan tersebut untuk mendapatkan uang. Kondisi ini disebutkan oleh Adi Sasono sebagai ‘Kapitalisme dalam tenda Oksigen’, dan dijelaskan sebagai sebuah kondisi dimana pemerintah (penguasa) ikut ‘bermain’ dalam seluruh tindakan ekonomi masyarakat dengan melakukan sebuah sistem ekonomi tertutup dan protektif. Keterlibatan pihak pengambil kebijakan dalam sistem ekonomi seperti ini menghasilkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang tidak menguntungkan rakyat ketika sekelompok orang tertentu melindungi kepentingan pribadi dan kelompok mereka dengan mengendalikan arus suplai barang kebutuhan masyarakat 28 Adapun pengertian politik uang adalah pertukaran uang dengan posisi/kebijakan/keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi/kelompok/partai. Politik uang dalam pemilu legislatif bisa dibedakan berdasarkan factor dan wilayah operasinya yaitu: Pertama, Lapisan atas yaitu transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan elit politik (pimpinan partai / calon presiden) yang akan menjadi pengambil kebijakan /keputusan politik pasca pemilu nanti. Bentuknya berupa pelanggaran dana perseorangan! Penggalangan dana perusahaan swasta, pengerahan dana terhadap BUMN / BUMD. Ketentuan yang terkait dengan masalah ini berupa pembatasan sumbangan dana kampanye. Kedua, Lapisan tengah yaitu transaksi elit politik (fungsionaris partai) dalam manentukan calon legislatif/eksekutif dan urutan /pasangancalon. Bentuknya berupa uang tanda jadi caleg, uang harga nomor, uang pindah daerah pemilihan dan lain-lain. Sayangnya tidak satu pun ketentuan peraturan perundangan pemilu yang memungkinkan untuk menjerat kegiatan tersebut (politik uang).Semua aktivitas disini dianggap sebagai masalah internal partai.Ketiga, Lapisan bawah yaitu transaksi antara elit politik (caleg dan fungsionaris partai tingkat bawah) dengan massa pemilih. Bentuknya berupa pembagian sembako, “Serangan fajar”, ongkos transportasi kampanye, kredit ringan, peminjaman dan lain-lain. Dalam hal ini ada ketentuan administratif yang menyatakan bahwa calon anggaota DPRD /DPD (pasangan calon presiden dan /atau tim kampanye yang terbukti menjanjikan dana dan /atau memberi materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU. 29 Dasar Pertanggungjawaban Pidana Money Politik Pengertian pertanggungjawaban pidana, Menurut Simon: “kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychis sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya”. Seseorang mampu bertanggungjawab, jika jiwanya sehat, yakni apabila: Ia mampu unttuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatan nya bertentangan dengan hukum. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut. Menurut Van Hamel: kemampuan bertanggung-jawab adalah suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3(tiga) kemampuan: Pertama; mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri. Kedua; mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan. Ketiga; mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatan itu Van Bemmelen: Seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan ialah orang yang dapat mempertahankan hidupnya dengan cara yang patut Masalah ada atau tidaknya pertanggungjawaban pidana yang diputuskan oleh hakim. Menurut Pomple ini merupakan pengertian yuridis bukan medis. Memang medikus yang memberi keterangan kepada hakim yang memutuskan. Menurutnya dapat dipertanggungjawabkan (toerekenbaarheid) itu berkaitan dengan kesalahan (schuld). Orang yang dapat menyatakan dapat dipertanggungjawabkan itu sendiri merupakan kesalahan (schuld). Menurut Pomple selanjutnya dapat dipertanggungjawabkan bukanlah merupakan bagian inti (bestanddeel) tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan itu merupakan dasar peniadaan pidana. 30 Sanksi Hukum Money Politic Dalam pemaparan berikut sanksi hukum money politic adalah ketentuan- ketentuan yang mengatur tentang adanya sanksi terhadap tindak pidana money politic. Tindak pidana money politic itu sendiri juga merupakan tindak pidana jenis pelanggaran terhadap Undang-undang yang telah disusun oleh KPU. Dan tindak pidananya merupakan delik aduan. Karena money politic adalah delik aduan maka pelanggaran tersebut hanya bisa ditindak lanjuti apabila ada pihakyang dirugikan. Maka berdasarkan asas hukum Lex Specialis De raget Lex Generalis, artinya bahwa peraturan khusus dapat mengenyampingkan peraturan umum dan juga atas pertimbangan tujuan lahirnya Undang-Undang yang baru (Undang-Undang Pemilu), maka terhadap Tindak Pidana Pemilu yang setelah Undang-Undang Pemilu lahir (sejak tanggal 17 Desember 1969, untuk pertama sejak Orde Baru), yang akan diterapkan adalah Undang-Undang Pemilu, bukan KUHP. Hubungan antara ketentuan pidana dalam Pemilu dan tindak pidana yang diatur dalam KUHP; Jikalau Undang-Undang diubah setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya “berarti jika perbuatan dilakukan setelah Undang-Undang yang baru lahir, tidaklah perlu dipertimbangkan ketentuan yang manayang lebih menguntungkan si tersangka. Sejalan dengan asas hukum Lex Posteriori Derogat Lex Priori, yang artinya Undang-Undang yang datangnya kemudian boleh menyimpang dari Undang-Undang yang dahulu. Undang-Undang pemilu pasal 139 ayat (2) UU RI No. 12 tahun 2003 tentang pemilu di dalam ketentuan pidana. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa 31 “Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya,atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua bulan) atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Dalam ketentuan administratif pasal 77 UU No.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan bahwa calon anggota DPRD/DPD (pasangan calon presiden dan/atau tim kampanye yang terbukti menjanjikan dana dan /atau memberi materi lainnya untuk untuk mempengaruhi pemilih dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU, sedangkan ketentuan pidananya pasal 139 ayat 2 UU No.12 tahun 2003 menyatakan, bahwa "setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengancara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam pidana 2-12bulan penjara dan/atau denda Rp 1 – Rp 10 juta" UU RI No 23 tahun 2003 , Pemilihan Umum Presidan dan Wakil Presiden 2004 tentang kampanye dan dana kampanye dalam pasal 42 ayat 1 yang intinya menyebutkan bahwa "Pasangan calon dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih". Dan diperjelas ayat 2 yang dimaksudkan apabila terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan 32 yang telah mempunyai hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon. Dalam pasal berikutnya yaitu pasal 90 ayat 2 Bab XII Ketentuan Pidana UU RI No.23 pemilihan umum presiden dan wakil presiden berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan atau denda paling sedikit RP 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)” Pasal 149 KUHP pada Bab IV tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban hak dan kenegaraan, menyebutkan “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap Seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dan pada ayat 2 nya pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap. Cara tersebut ini biasanya berupa memilih seorang yang dicalonkan oleh yang menyuap itu. Pasal di atas diperjelas lagi oleh KUHP pasal 103 yang menyebutkan”pasalpasal dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. 33 Peraturan yang bersifat yuridis mengenai politik uang (Money Politics) ini, yaitu larangan bagi para calon kandidat pemilihan baik pemilihan umum legislative maupun pemilihan kepala daerah yang akan mencalonkan diri mereka dalam ajang pesta demokrasi yang berlangsung. Peraturan tersebut antara lain: 1. BAB XX Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Dan Perselisihan Hasil Pemilu Undang-undang No. 10 Tahun 2008 Pasal 247 Ayat 1 sampai Ayat 10. 2. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PELANGGARAN PIDANA PEMILU Pasal 252, Pasal 253 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 254 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 255 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 256 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 257 Ayat 1 sampai Ayat 3. 3. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PERSELISIHAN PEMILU Pasal 258 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 259 Ayat 1 sampai Ayat 3. 4. Undang-undang No. 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah (yang sudah dilantik atau yang akan dilantik) Pasal 29 Ayat 1 sampai 4, Pasal 30 Ayat 1 smapai 2, Pasal 31 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 32 Ayat 1 sampai Ayat 7, Pasal 33 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 34 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 35 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 36 Ayat 1 sampai Ayat 5. 2.2. Kajian Pustaka 1. Studi yang dilakukan oleh DsTHalili, S.Pd. dengan judul POLA PRAKTIK POLITIK UANG DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA (Studi di Pakandangan Barat Bluto Sumenep Madura. Hasil penelitian menujukkan bahwa 34 Pertama, pola praktik politik uang meliputi:komponen pelaku, strategi, dan sistem nilai yang menggerakkannya. 1) Aktor praktik politik uang dapat dikategorikan pada dua bagian; yakni pelaku langsung (direct actor), yaitu Tim Sukses Calon Kades dan bandar/pemain judi, dan pelaku tidak langsung (indirect actor),yaitu Calon Kepala Desa dan Bandar/Pemain judi. 2) Pada aspek strategi, politik uang dalam Pilkades berlangsung dalam beberapa strategi: a) dengan cara membeli ratusan kartu suara yang disinyalir sebagai pendukung calon Kades lawan dengan harga yang sangat mahal oleh panitia penyelenggara, b) menggunakan tim sukses yang dikirim langsung kepada masyarakat untuk membagikan uang, c) serangan fajar, dan d) penggelontoran uang besar-besaran secara sporadis oleh pihak di luar kubu calon Kepala Desa, yaitu bandar/pemain judi. 3) Dari aspek nilai, fenomena politik uang dalam Pilkades digerakkan oleh sistem nilai yang sama Antara publik atau masyarakat bawah (demos) dan para elit politik di desa, yaitu nilai non demokratis, yang meruntuhkan tidak saja demokrasi prosedural (procedural democracy), akan tetapi juga menyulitkan perwujudan demokrasi hakiki (substantive democrarcy). Keberagamaan yang kental di level masyarakat gagal menjadi nilai penghambat praktik politik uang. Kedua, praktik politik uang yang berlangsung secara ekstensif meningkatkan partisipasi formal pemilih. Namun demikian partisipasi tersebut bersifat semu (pseudoparticipation)sebab nir-rasionalitas. Tidak tampak voluntarisme politik. Politik ongkos mahal berlangsung untuk memborong suara pemilih. Fenomena tersebut menciptakan pseudodemocracy (dimana mekanisme demokrasi tidak menjamin terwujudnya demokrasi hakiki) dan demokrasi hybrid (dimana mekanisme demokrasi berbaur dengan praktik-praktik nondemokratis). Ketiga, perlu diikhtiarkan implementasi demokrasi yang lebih 35 kontekstual bagi masyarakat desa. Perlu diupayakan implementasi demokrasi komunitarian yang lebih sesuai dengan situasi sosio-kultural masyarakat desa, misalnya dalam model demokrasi deliberative. 2. MUHAMMAD BAWONO berjudul PERSEPSI DAN PERILAKU PEMILIH TERHADAP PARTISIPASI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2004 DI KABUPATEN NGANJUK Hasil penelitian memberikan beberapa rekomendasi: 1 Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk Pemilu Legislatif 2009 agar untuk melakukan pembenahan dalam pelayanan Pemilu kepada pemilih, karena terdapat sebagian kecil yang belum terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu. Dalam melakukan sosialisasi agar melakukandan bekerja sama dengan pihak luar, yang meliputi lembaga pemerintah atau non pemerintah, organanisasi masyarakat. Ini dimaksudkan agar dalam melakukan kegiatan sosialisasi akan lebih mengena kepada sasaran mengingat pemilih juga banyak dari latar belakang pekerjaan yang berbeda. 2 Para pimpinan partai politik, pengurus agar dapat memberikan pendidikan politik pada kader ataupun calon anggota legislatif untuk membangun pencitraan bagi partai atau calon yang bersangkutan. Artinya adalah bahwa adanya persepsi dan pandangan masyarakat tentang Pemilu tidak ada manfaatnya karena partai politik dan calon yang telah dipilih dan didukung ternyata begitu terpilih dan memenangkan Pemilu tidak menepati janji dan program yang dikampanyekan dapat dibantahkan dengan pencitraan tersebut.Secara umum masyarakat tidak percaya lagi pada partai dan calon yang telah duduk di lembaga Legislatif. Hal ini tentu akan menjadi 36 preseden buruk pada Pemilu Legislatif 2009 karena dikawatirkan tingkat partisipasi dalam Pemilu akan cenderung menurun. 3 Pemerintah Daerah agar dapat membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk kelancaran dan keberlangsungan Pemilu. Memberikan masukan, dorongan dan fasilitasi terkait dengan proses pembentukan KPU Kabupaten/ Kota, sampai pembentukan kepanitiaan PPK, PPS dan KPPS. Tujuannya adalah agar panitia pelaksana di lapangan akan mampu bekerja lebih baik. Pemerintah perlu pula untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan politik secara umum dan terpadu melalui lembaga yang dimiliki. Tujuannya bahwa agar masyarakat akan semakin paham arti pentingnya tentang Pemilu dalam pembangunan demokrasi bangsa. 37 2.3. Kerangka Konsep Penelitian 38 2.4.Hipotesa Penelitian Ha : Ada hubungan yang signifikan antara Praktek Politik Uang dengan Partisipasi Masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam PEMILU Tahun 2014. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara Praktek Politik Uang dengan Partisipasi 39 BAB III METODELOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu pendekatan yang digunakan mencari jawaban atau menggambarkan permasalahan yang akan dibahas. Metode penelitian juga dapat dikatakan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan metode campuran (kombinasi) dengan mengasosiasikan prosedur kerja pada metode kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Data kuantitatif dilengkapi dengan data kualitatif dan sebaliknya untuk dicapai satu analisis yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan objektif. Johnson dan Cristensen (2007) memberikan definisi tentang metode penelitian kombinasi (mixed recearch) sebagai suatu pendekatan dalam penelitian yang mengkombinasikan atau menghubungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hal ini mencakup landasan filosofis, penggunaan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan Metode kombinasi yang digunakan di dalam penelitian ini mengambil tipe mengkombinasikan kedua pendekatan dalam penelitian. concurrent dimana penggabungan metode dengan cara dicampur dalam waktu yang sama. Dalam hal ini metode kombinasi digunakan untuk menjawab satu jenis rumusan masalah atau satu jenis pertanyaan penelitian. Model concurrent dalam penelitian ini adalah Concurrent Triangulation Strategy dimana peneliti menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif secara bersama – sama, baik dalam pengumpulan data maupun analisisnya, kemudian dapat ditemukan mana data yang dapat digabungkan dan dibedakan. 40 Adapun spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif-evaluatif yaitu untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi sekarang (ketika penelitian berlangsung) dan penyajiannya apa adanya dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan evaluatif. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengarah pada studi korelasional. Studi Korelasi bivariat ini merupakan hubungan antar dua variabel (satu variabel bebas dan satu variabel terikat), tidak saja dalam bentuk sebab akibat melainkan juga timbal balik antara dua variabel (Subana, 2005: 36). Dengan metode ini peneliti akan mendeskripsikan tentang korelasi tingkat praktek politik uang dengan tingkat partisipasi Masyarakat Flores Timur dalam pemilu. 3.2. Variabel Penelitian Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Hatch & Farhady (1981). Variable didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang bervariasi. Variabel memiliki suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. . Variabel penelitian dalam penelitian ini antara lain variabel bebas dan variabel terikat 1.Variabel Bebas (independent variabel) Variabel bebas atau independent sering disebut juga Variabel Predictor, Stimulus, Input, Antencendent atau variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (terikat). Sehingga variabel independent dapat dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur. 41 2. Variabel Terikat (dependent variabel) Variabel dependen atau terikat sering juga disebut variabel criteria, respond an output (hasil). Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independent (bebas).Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu. 3.3 Definisi Konseptual Dan Definisi Operasional 3.3.1 Definisi Konseptual Definisi konseptual yaitu suatu definisi yang masih berupa konsep dan maknanya masih sangat abstrak walaupun secara intuitif masih bisa dipahami maksudnya (Azwar, 2007: 72). Definisi konseptual lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesa. Definisi Konseptual dalam riset ini antara lain Praktek ‘politik uang’ (dalam bahasa Inggris: ‘money politics’) menunjuk pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu, entah itu dalam Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-keputusan penting. Dalam pengertian seperti ini, ‘uang’ merupakan ‘alat’ untuk mempengaruhi seseorang dalam menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini maka dapat dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya keputusan tersebut bagi orang lain, tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan tersebut. Secara umum money politic biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Pemahaman tentang money politic sebagai tindakan membagi-bagi uang (entah berupa uang milik partai atau pribadi). Publik memahami money politic sebagi praktik pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) 42 secara berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again). Artinya tindakan money politic itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu adalah evaluasi kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam proses pemulihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konstest kehidupan politik. Menurut Max Weber masyarakat melakukan aktivitas politik karena, pertama alasan rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok. Kedua, alasan emosional afektif, yaitu alasan didasarkan atas kebencian atau sukarela terhadap suatu ide, organisasi, partai atau individu. Ketiga, alasan tradisional, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok sosial. Keempat, alasan rasional instrumental, yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi untung rugi secara ekonomi. Namun kegiatankegiatan dibanguun rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik. Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi. Persepsi politik. Pengertian presepsi dalam kamus ilmiah adalah pengamatan, penyusunan dorongan-dorongan dalam kesatuan-kesatuan, hal mengetahui, melalui indera, tanggapan (indera) dan daya memahami. Oleh karena itu, kemampuan manusia untuk membedakan mengelompokkan dan memfokuskan yang ada dilingkungan mereka disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.17 Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh suatu penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. 43 Perilaku Politik..Yang dimaksud dengan perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik . Ramlan Surbakti (1992 : 13 ), mengemukakan bahwa perilaku politik adalah sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan keputusan politik. Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum, disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi, perilaku budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya. Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap, orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian suara, protes, lobi dan sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan cara tertentu ( Fadillah Putra, 2003 : 200 ). Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau pertalian diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis 3.3.2 Definisi operasional Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain1” Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”. Menurut Saifuddin Azwar (2007: 72) definisi operasional adalah suatu definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikatornya tidak tampak. Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristikkarakteristik variabel yang diamati. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam 44 memaknai judul riset ini, maka perlu dijelaskan tentang definisi operasional dari judul tersebut. Adapun definisi operasional operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. 45 Skala No Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur (%) Skala Ukur 1 Praktek Politik Upaya mempengaruhi seseorang dalam memilih di Kuisioner uang 2 pemilu dengan menggunakan uang,materi atau 60-79 : Cukup kekuasaan tertentu <60 >80 : Baik Masyarakat 60-79 : Cukup Pemungutan Suara (TPS) dan menggunakan hak <60 4 suap/materi atau tekanan tertentu Persepsi Politik Cara pandang masyarakat tentang praktek politik Kuisioner >80 : Baik uang dengan berbagai metode dan modus 60-79 : Cukup Perilaku Politik >80 : Baik praktek politik uang 60-79 : Cukup Tabel 3.1. Definisi Operasional 46 Ordinal : Kurang Keputusan masyarakat di dalam memilih akibat Kuisioner <60 Ordinal : Kurang dalam pemilu <60 Ordinal : Kurang Tingkat partisipasi Tingkat kehadiran Masyarakat lembata ke Tempat Kuisioner Flores Timur di suaranya secara benar tanpa dipengaruhi oleh uang 3 >80 : Baik : Kurang Ordinal 3.4 Populasi dan sampel 3.4.1. Populasi Menurut sudjana populasi menjadi sumber asal sampel yang diambil. Populasi adalah kelompok unsurunsur komprehensif dan telah ditentukan (perangkat universal) yang berhubungan dengan pertanyaan atau hipotesis penelitian (Bulaeng,2004: 136). Populasi adalah sebuah keseluruhan yang merupakan totalitas semua nilai yang mungkin, dengan hasil menghitung maupun hasil mengukur, baik kualitatif maupun kuantitatif dari karakteristik mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Polulasi dalam penelitian ini yakni Masyarakat Flores Timur (variabel independen) dan Masyarakat Flores Timur (variabel dependen). 3.4.2 Sampel dan Sampling Andi Bulaeng (2004: 138), menyatakan bahwa sampel adalah subperangkat populasi, yang secara praktis terdiri atas sejumlah kecil unit sampling yang proporsional dan merupakan elemen-elemen target yang dipilih dari kerangka samplingnya. Sampel haruslah representatif atau mewakili populasi yang ada dalam kerangka sampling untuk mencapai hasil yang valid. Teknik pengambilan sampel disebut sampling. Teknik sampling dibedakan berdasarkan responden variabel penelitian. Pada variabel bebas menggunakan Purpossive Random Sampling dengan random yang digunakan antara pembagian zonasi wilayah,jenis kelamin, umum, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. 3.5 Sumber dan Jenis Data Menurut Saifuddin Azwar (2007: 91), bahwa data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data sekunder. 3.5.1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggerakkan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari, seperti observasi yang bersifat langsung 47 sehingga akurasinya lebih tinggi, akan tetapi seringkali tidak efisien karena memperolehnya diperlukan sumber data yang lebih besar. Data Primer dalam penelitian ini disesuaikan dengan variabel penelitian yakni praktek politik uang dan tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur dalam pemilu. Data Primer praktek politik uang antara lain: 1) Banyaknya uang/barang yang diberikan kandidat kepada masyarakat secara perorangan maupun secara kelompok 2) Pola pemberian uang/materi kepada masyarakat secara perorangan maupun secara kelompok 3) Agen pemberian 4) Waktu pemberian 5) Kontrak Pemberian 6) Kemasan yang digunakan 7) Proposal fiktif/non-fiktif 8) Motivasi pemberian 9) Sasaran pemberian Data primer tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur dalam pemilu meliputi: 1) Domain pengetahuan tentang pemilu dan politik uang 2) Persepsi masyarakat politik uang 3) Perilaku di dalam memilih 4) Bebas tidaknya masyarakat di dalam memilih (akibat politik uang) 3.5.2. Data Sekunder Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berbentuk dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia, sehingga mempunyai efisiensi yang tinggi akan tetapi kadang-kadang kurang akurat. Data sekunder dalam penelitian ini disesuakan dengan tujuan penelitian. 48 Data sekunder dari praktek politik uang meliputi: 1) Informasi tentang politik uang di komunitasnya 2) Keterlibatan pihak tertentu di dalam politik uang 3) Pendidikan politik tentang politik uang 4) Evaluasi terhadap kinerja Sentra Gabungan Penegak Hukum Terpadu (SENTRAGAKUMDU) Data sekunder tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu meliputi 1) Sumber informasi tentang pentingnya suara masyarakat di dalam pemilu 2) Gangguan/hambatan luar yang mempengaruhi mereka dalam memilih 3) Kondisi komunitas sekitar tempat tinggal masyarakat 4) Pendidikan politik yang diperoleh Data sekunder juga diambil melalui wawancara dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, KPUD Flores Timur, PANWASLU Kabupaten Flores Timur, Panwascam dan Petugas Pengawas Lapangan (PPL), para calon yang lolos menjadi anggota DPRD II Flotim dan calon yang gagal. Selain itu juga dilakukan penelusuran terhadap beberapa dokumen dan naskah serta literatur ilmiah untuk menambah wawasan peneliti dan melengkapi tujuan penelitian. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam kegiatan penelitian, cara memperoleh data dikenal dengan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain survey,observasi dan wawancara Survey dilakukan melalui cross sectional, dengan pengukuran dan pengamatan dilakukan pada saat bersamaan/sekali waktu (Alimun,2001). Survey dilakukan dengan kuesioner tertutup (clossing) dimana responden diharapkan dengan jujur menjawab pertanyaan yang diberikan. Survey dilakukan dengan memperhatikan tujuan penelitian kepada masyarakat Flores Timur Observasi dilakukan untuk melengkapi tujuan penelitian yang tidak terjawab pada survey. Peneliti mendekatkan tujuan penelitian melalui pengamatan langsung ke 49 masyarakat Flores Timur dengan mempertimbangkan prinsip penelitian dan tujuan penelitian. Wawancara dengan pihak lain sesuai tujuan penelitian seperti dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, KPUD Flores Timur, PANWASLU Kabupaten Flores Timur, Panwascam dan Petugas Pengawas Lapangan (PPL), para calon yang menjadi anggota DPRD II Flotim dan calon yang gagal. Wawancara dilakukan untuk melengkapi data penelitian. Teknik pengumpulan data diawali dengan menggunakan angket. Angket merupakan serangkaian daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian diisi oleh responden, setelah diisi angket dikirim kembali atau dikembalikan ke petugas atau peneliti (Bugin, 2005: 123). Jenis pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan tertutup, yaitu angket yang disusun sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan responden sendiri. Semua alternatif jawaban yang harus dijawab oleh responden telah tertera dalam angket tersebut. Responden harus memilih salah satu jawaban yang menurut pendapatnya paling benar dan tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban yang lain. Angket dipergunakan dalam penelitian ini adalah rating scale. Dalam skala model rating scale, tidak hanya mengukur terhadap sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya. Sebelum angket disebar ke responden peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas dan uji reliabilitas. 1. Uji Validitas Instrumen Validitas berarti kesucian alat ukur artinya alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008: 121). Ada dua macam uji validitas yang peneliti lakukan, yaitu: 50 a. Validitas Kontruks (construct validity) Validitas kontruks dilakukan dengan analisis faktor yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrument dalam suatu faktor, dan mengkorelasikan dengan skor total. Dalam hal ini setelah instrumen dikonstuksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu (Sugiyono, 2008: 125)., selanjutnya dikonsultasikan dengan pihak KPUD Kab. FloresTimur Dalam hal ini peneliti melakukan uji Validitas konstruks melalui dua cara: Pertama dengan memberikan definisi pada aspek yang akan diukur (tentang Pengaruh Politik Uang terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat) berdasarkan aspek yang tertulis dalam literatur. Kedua, untuk memperkuat hasil validitas konstruks tersebut, peneliti mengkonsultasikan aspek tersebut dengan pihak terkait dalam bidang aspek yang akan diukur, dalam hal ini peneliti mengkonsultasikan kepada pihak KPUD Kab. FloresTimur dan hasil yang diperoleh bahwa instrumen tersebut akan dijadikan sebagai alat untuk mengumpulkan data yang valid. b. Uji Validitas Dalam penelitian ini peneliti melakukan pendefinisian terhadap masing-masing variabel, sehingga dapat diketahui dimensi dan indikator yang diukur dari variabel tesebut. Dimensi dan indikator kemudian menjadi tolak ukur untuk menyusun kisi-kisi instrumen yang berupa pernyataan. Setelah instrumen disusun kemudian disebarkan kepada responden untuk uji validitas dan reliabilitas instrumen. Adapun dari uji SPSS diketahui bahwa instrumen praktek politik uang, 4 yang valid dengan koefisien alpha sebesar 0,376. Soal nomor 1,2,3,4, valid sedangkan soal nomor 5 invalid. Untuk instrumen tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur dalam pemilu berjumlah 5 soal, 4 valid dengan koefisien alpha sebesar 0,318. Soal nomor 6,7,8,9 valid, soal nomor 10 invalid. 51 Instrumen Item Evaluasi Praktek Politik Uang Valid Drop (invalid) Hasil Uji Validitas 1,2,3,4, 4 5 1 Jumlah Tingkat partisipasi Masyarakat 5 Valid Flores Timur dalam pemilu Jumlah Drop (invalid) 6,7,8,9 4 10 1 Jumlah 5 Tabel 3.2 uji validitas Instrumen Penelitian Instrumen dapat dikatakan valid, jika (rhitung > rtabel). 2. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas menujuk pada satu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2006: 178). Supaya pengujian hipotesis penelitian dapat mengenai sasaran, maka instrumen (alat ukur) yang digunakan untuk pengumpulan data harus reliabel. Dalam hal ini peneliti mengunakan SPSS untuk mengukur tingkat reliabilitas instrumen (alat ukur) tersebut, hasil pengujian yang diperoleh dapat diringkas pada tabel sebagai berikut Item Pertanyaan Alpha Cronbach Keputusan Evaluasi Praktek Politik Uang 1 sda 20 0,323 Reliable Tingkat partisipasi Masyarakat Flores Timur dalam pemilu 21 sda 35 0,346 Reliable Variabel Tabel 3.3 Uji Reliabilitas instrumen penelitian 3.7 Teknik Analisa Data 1. Editing Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi, meliputi kelengkapan pengisian dari setiap jawaban. Editing dilakukan di 52 lapangan , sehingga bila terjadi kekurangan atau kesalahnnya misalnya ada data yang belum diisi dapat segera dengan mudah melakukan perbaikan. 2. Skoring Setiap item pertanyaan dijawab benar diberi nilai 1 dan bila dijawab salah diberi nilai 0, sehingga setiap responden memiliki total skor pengetahuan, untuk kemudian dihitung persen benar. 3. Pengkodean (coding) Setiap perbuatan dari jawaban responden akan diberikan kode sebelum data dimasukan ke komputer untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Coding dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode angka, kemudian dimasukan dalam lembaran kertas kerja guna memudahkan untuk dibaca. Pertanyaan, dan jawaban yang benar diberi skor 1, dan yang menjawab pertanyaan dan jawaban salah diberi skor 0, kemudian hasilnya dikategorikan menjadi: Baik : skor > 80 % Cukup : skor 60 – 80 % ( Kurang : skor < 60 % (Ali Khomsan,2000) 4. Tabulasi Data (tabulating) Tabulating dilakukan dengan memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam tabel tabulasi data menurut kategori dan kriteria penilaian. 5. Analisis Biivariat Analisa data yan g digunakan nilai minimum, maximum, rata-rata, standar deviasi. Analisis ini untuk mendiskripsikan nilai jumlah variabel dengan ukuran presentase sebagai berikut (Budiarto, 2002) = 100% Keterangan : X : hasil presentase 53 F : frekuensi hasil pencapaian N : total seluruh observasi 6. Analisa tingkat kontribusi variabel independen terhadap variabel depende. = − 1 + 1 Keterangan: Fa = Frekuensi pasangan yang sama F1 = Frekuensi pasangan yang berlawanan 7. Analisa signifikansi hubungan variabel independen terhadap variabel dependen diuji dengan Chi-Square = ∑( − ) Dimana: O = Frekuensi Observasi E = Frekuensi yang diharapkan 54 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARATERISTIK RESPONDEN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Flores Timur Gambar 4.1 Peta Administrasi Kab. Flores Timur Kabupaten Flores Timur terletak pada 8004’ LS - 8004’ LS,122038’ BT 122057’BT, beriklim tropis, dengan musim kemarau berkisar 8 – 9 bulan per tahun dan musim hujan berkiisar 2 -3 bulan. a) Batas Wilayah Kabupaten Flores Timur : Sebelah utara : Laut Flores Sebelah Selatan : Laut Sawu 55 SebelahTimur : Kabupaten Lembata Sebelah Barat : Kabupaten Sikka b) Luas Kabupaten Flores Timur terdiri dari c) LuasDaratan :1.812,85 km2 (31%) LuasLautan :4.170,53 km2 (69%) Luas Wilayah : 5.983,38 km2 Wilayah administrasi terdiri dari 19 Kecamatan dan 229 desa dan 21 kelurahan Sebagian besar wilayah Kabupaten Flores Timur memiliki tingkat kemiringan di atas 12%; daerah perbukitan dengan ketinggian rata-rata di atas 100 m, dan memiliki tekstur tanah antara kasar dan sedang. Kondisi wilayah geografis Flores Timur yang demikian dibarengi dengan keadaan iklim yang kering mengakibatkan wilayah Flores Timur rawan bencana longsor dan banjir. Letak geografis Flores Timur tersebut berdampak pada klimatologi yaitu hanya mengalami 2 musim, sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, yaitu musim kemarau dan musim hujan. sehingga investasi yang cocok untuk daerah Flores Timur adalah sektor Perikanan (NK). Komoditi unggulan Kabupaten Flores Timur yaitu sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan jasa. Sektor pertanian komoditi unggulannya adalah jagung, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu, sub sektor perkebunan dengan komoditi Kakao, Kopi, Kelapa, Cengkeh, Jambu Mete, jarak, kapuk, kemiri, lada, pala, pinang, dan vanili, sub sektor perikanan adalah perikanan tangkap, budidaya laut, 56 Sub sektor peternakan komoditi yang diunggulkan berupa sapi, babi, domba, kambing, kerbau, dan kuda, sub sektor jasa komoditinya yaitu wisata alam. Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di wilayah ini tersedia 1 bandar udara, yaitu Bandara Gewayantana, Untuk transportasi laut tersedia 1 pelabuhan, antara lain Pelabuhan Larantuka. d) Jumlah penduduk berdasarkan kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013 No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Total Wulang Gitang 6.486 6. 652 13.138 Titehena 5.787 5 .943 11.730 Ilebura 3.095 3 .315 6 .410 Tanjung Bunga 6.272 6 .292 12 .564 Lewolema 4.212 4 .383 8 .595 Larantuka 19 .196 19 .412 38 .608 Ile Mandiri 4. 731 4 .768 9 .499 Demon Pagong 2 .058 2 .217 4 .275 Solor Barat 4 .206 5 .250 9 .456 Solor Selatan 2 .268 2 .925 5 .193 Solor Timur 6 .163 6 .997 13 .160 Adonara Barat 5 .960 6 .144 12 .104 Wotanulumado 4 .003 4 .279 8 .282 Adonara Tengah 5 .350 5 .654 11 .004 Adonara Timur 12 .750 14 .102 26 .852 Ile Boleng 6 .618 8 .051 14 .669 Witihama 6 .448 7 .738 14 .186 Kelubagolit 4 .904 5 .909 10 .813 Adonara 4 .900 5 .644 10 .544 Jumlah 115. 407 125. 675 241 082 Tabel 4.1. Jumlah penduduk berdasarkan kecamatan dan jenis kelamin tahun 2013 Sumber: BPS Kab. Flores Timur 57 4.2. Karateristik Responden A. Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Zona Solor Zona Adonara Zona Daratan Flores Total Laki-Laki 13 25 23 61 Perempuan 7 15 17 39 Total (org) 20 40 40 100 Tabel 4.2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Sumber : Data Primer,2015 B. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Zona Zona Solor Adonara Zona Daratan Flores Total SD 12 27 18 57 SMP 3 6 9 18 SMU/Sederajat 3 4 7 14 Diploma/Sarjana 2 3 6 11 Total (0rg) 20 40 40 100 Tabel 4.3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Sumber : Data Primer, 2015 C. Berdasarkan Tingkat Umur Zona Golongan Umur Zona Solor Adonara Zona Daratan Flores Total 20 - 30 tahun 4 10 8 22 31 - 40 tahun 3 11 14 28 41 - 50 tahun 6 12 12 30 51 - 60 tahun 7 7 6 20 Total (0rg) 20 40 40 100 Tabel 4.4. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Umur Sumber : Data Primer, 2015 58 D. Berdasarkan Jenis Pekerjaan Zona Golongan Umur Zona Solor Petani Adonara Zona Daratan Flores Total 12 23 21 56 Nelayan 2 4 3 9 Tukang 1 2 2 5 Pedagang 2 3 4 9 PNS 1 3 6 10 Buruh Pelabuhan 0 2 1 3 Ojek 1 1 1 3 Rohaniwan 1 2 2 5 Total (0rg) 20 40 40 100 Tabel 4.4. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Sumber : Data Primer, 2015 59 E. Karakteristik dan Distribusi Responden No Resp 1 YW TanaLein Solor Barat L Umur (thn) 21 SD Petani 2 RLN Ritaebang Solor Barat L 52 D3 PNS 3 YSK Balaweling I Solor Barat P 43 SD Petani 4 GRK Balaweling II Solor Barat L 55 SMP Petani 5 MI Lohayong Solor Timur P 24 SD Nelayan 6 SA Lamakera Solor Timur L 58 SMU Pedagang L 45 SD Petani L 33 SD Nelayan 7 8 Nama RF MI Nama Desa Watanhura II Lamakera Kecamatan Solor Timur Solor Timur Jenis Kelamin Pendidikan Jenis Pekerjaan 9 MLH Pamakayo Solor Barat P 52 SMP Petani 10 DKK Lewogeka Solor Timur L 55 SD Petani 11 AKH Ongalereng Solor Barat L 27 SD Petani 12 PN Mananga Solor Timur L 58 S1 Rohaniwan 13 MHK Bubuatagamu Solor Selatan L 46 SMP Petani 14 YDL Lewohedo Solor Timur L 25 SD Ojek P 48 SMU Pedagang L 47 SD Petani 15 16 YSJ PAH Lewograran Kalike Aimatan Solor Selatan Solor Selatan 17 MSH Lamanu Solor Selatan P 54 SD Petani 18 WE Kalelu Solor Barat L 35 SD Petani 19 PLK Sulengwaseng Solor Selatan L 47 SMU Petani 20 PGN Nusadani Solor Barat L 32 SD Tukang 21 RBK Lewokeleng Ile Boleng L 23 SD Petani 22 SWS Bungalawan Ile Boleng P 31 SMP Petani L 42 SD Nelayan L 32 SMP Buruh SD Petani SMP Ojek 23 24 MD ASS Waiwuring Waiwerang Kota Witihama AdonaraTimur 25 WAK Nisanulan Adonara L 45 26 VS Tobilota Wotanulumado P 24 60 27 28 DSD PGB Pajinian Kolilanang Adonara Barat Adonara L 47 SD Petani P 33 SD Petani 29 WD Waiwerang Kota AdonaraTimur L 43 SMU PNS 30 SDK Lamahoda Adonara P 48 SD Petani 31 VSG Baniona Wotanulumado L 27 SD Petani 32 KDS Duanur Adonara Barat P 48 SD Petani 33 EDT Bukitsiburi Adonara Barat L 35 SD Petani L 49 SMU Rohaniwan L 26 SD Petani P 46 SD Petani 34 35 36 HMA YB MYT Lamahala Jaya Bliko Hinga AdonaraTimur Wotanulumado Klubagolit 37 MBA Watulolong Witihama L 36 SD Petani 38 SIS Balaweling Witihama P 27 SD Petani 39 ADO Kokotobo Adonara Tengah L 49 SD Petani 40 ANT Nisakarang Klubagolit P 51 SD Petani 41 LKD Watoone Witihama L 25 SMP Pedagang L 53 SD Petani L 38 SD Petani P 29 SMP Nelayan 42 43 44 MKM BDB HBM Redontena Sandosi Boleng Klubagolit Witihama Ile Boleng 45 GPP Tuwagoetobi Witihama L 45 SD Petani 46 FGB Lewopao Ile Boleng L 35 SMU Ojek 47 HKG Nelelamadike Ile Boleng L 26 SD Petani 48 MGD Tuawolo Adonara Timur P 56 SD Petani 49 MLT Helanlangowuto Ile Boleng L 57 SMU Pedagang 50 FKB Karinglamalouk Adonara Timur L 24 SMP Tukang P 34 SD Nelayan L 43 D3 PNS 51 52 KLT RLS Bele Waiwerang Kota Adonara Timur Adonara Timur 53 RDA Nelelamawangi II Ile Boleng L 23 SD Tukang 54 YDG Lite Adonara Tengah L 58 S1 Rohaniwan 55 SSD Pledo Witihama P 34 SD Nelayan 56 YIK Harubala Ile Boleng L 56 SD Petani 61 57 58 AG ARK Baya Waiwadan Adonara Tengah Adonara Barat L 32 SD Petani L 47 SD Pedagang S1 PNS Petani 59 MGB Waiwadan Adonara Barat P 37 60 KLD OeSayang Adonara Tengah L 58 SD 34 SMU Nelayan 61 KS RatuloDong TanjungBunga L 62 MKU Riangkaha Ile Bura P SD Petani 63 FGH Lewotobi Ile Bura L 35 SD Petani 64 VRF Weri Larantuka P 26 SMP Pedagang 65 DSK Bandona TanjungBunga L 41 SD Petani 66 HHK Lewoawang Ile Bura L 37 SMU Petani P 43 SMP Pedagang L 24 SD Petani L 36 D3 PNS 67 68 69 RDK EKH GDB Lewokluo Bantala Kawaliwu Demon Pagong Lewolema Lewolema 70 BYP Klatanlo Wulanggitang P 45 SMP Petani 71 TAU Nurabelen Ile Bura L 42 SD Nelayan 72 KSH Belogili Lewolema L 23 SMP Petani 73 AGB Bama Demon Pagong P 37 SD Nelayan 74 YSK Lato TiteHena L 44 SMU Pedagang P 28 SD Petani L 54 SMU Rohaniwan P 38 SMP Petani 75 76 77 YPK DVF MTK Ile Padung Balela Sinarhadigala Lewolema Larantuka TanjungBunga 78 GHK Blepanawa Demon Pagong L 46 SD Petani 79 MWP BoruKedang Wulanggitang P 37 SMU Pedagang 80 THK Wolo Demon Pagong L 49 SMP Petani 81 MAA Postoh Larantuka L 54 SD Buruh 82 SA Postoh Larantuka P 28 S1 PNS P 46 SD Petani L 58 S1 PNS L 38 SD Petani P 56 SMP Ojek 83 84 85 86 WET FGB MMK YDK Lewohala Waihali Tuakepa Bokang Ile Mandiri Larantuka TiteHena TiteHena 62 87 88 YRM HGP Riangkemie Panteoa Ile Mandiri Wulanggitang L 39 SMU Rohaniwan P 47 SD Petani 89 ILK Waibalun Larantuka L 28 D3 PNS 90 AM Lewolaga TiteHena P 36 SMP Pedagang 91 GHK Leworok TiteHena L 54 SD Petani 92 BHB Tiwatobi Ile Mandiri L 37 S1 PNS 93 YH Sarotari Tengah Larantuka L 56 SD Petani P 35 SMP Petani L 25 SMU Pedagang L 55 SD Petani 94 95 96 HGK MHI KLK Ile Gerong EkaSapta Lewoingu TiteHena Larantuka TiteHena 97 SDS Kobasoma TiteHena P 26 SD Petani 98 WWL Pukentobiwangibao Larantuka L 34 S1 PNS 99 DSS Serinuho Titehena P 46 SD Petani 100 EKH Kolaka TanjungBunga L 33 SD Petani Tabel 4.5. Karakteristik Responden Sumber : Data Primer, 2015 63 Tabel 4.6 Rekapitulasi Daftar Pemilih Pemilihan Umum Legislatif tahun 2014 Sumber: KPUD Kab Flotim 64 Tabel 4. 7 Rekapitulasi Daftar Pemilih Pemilihan Presiden tahun 2014 Sumber: KPUD Kab Flotim 65 BAB V METODE PRAKTEK POLITIK UANG Pergeseran sistem pemilu dari sistem proporsional dengan daftar calon tertutup (tanpa daftar calon) ke sistem proporsional dengan daftar calon terbuka, ternyata belum memberikan adanya perubahan yang berarti. Penelitian terhadap beberapa tokoh masyarakat dan beberapa masyarakat umum, diperoleh suatu gambaran adanya kejenuhan terhadap Pemilu. Alasan lain, adanya anggapan Pemilu itu hanya merupakan kepentingan partai politik, belum bisa menampung kepentingan masyarakat yang mempunyai kedaulatan rakyat. Dilihat dari tingkat partisipasi politik dalam menggunakan hak pilihnya, pada Pemilu 2004, dibandingkan Pemilu 1999, justru masyarakat pemilih yang menggunakan hak pilihnya menurun. Sedangkan yang tidak menggunakan hak pilihnya/golput justru naik. Hal ini memunculkan fenomena yang menarik dan perlu dikaji permasalahan apa yang terjadi di dalam masyarakat termasuk praktek politik uang. Pemilu dalam demokrasi mengalami pergeseran dari instrumen transfromasi sosial kepada bisnis politik. Praktek politik uang menggunakan metode yang strategis-taktis sehingga prosesnya terbebas dari jeratan hukum. Fenomena politik uang di Kabupaten Flores Timur ditandai dengan pemberian uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang tersembunyi dibalik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka pemberian tidak akan dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan. Konsekwensinya para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti terjadinya praktek politik uang akan terjerat undang-undang anti suap. 66 Perpolitikan lokal selalu melahirkan dinamika. Hal ini menuntut partai politik (parpol) sebagai instrumen demokrasi harus menyelaraskan platform politiknya terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat. Tak sedikit, perubahan tersebut menjadi tantangan bagi parpol. Dengan cara Money Politics hanya calon yang memiliki dana besar yang dapat melakukan kampanye dan sosialisasi. Hal ini memperkecil kesempatan bagi kandidat perorangan yang memiliki dana terbatas, walaupun memiliki integritas tinggi sehingga mereka tidak akan dipilih masyarakat. Saat ini, Indonesia membutuhkan pergantian elite politik karena kalangan atas yang ada saat ini luar biasa korupsi. Penegakan hukum saat ini bisa dikatakan terhenti. Namun, format pemilu yang ada saat ini tidak memungkinkan partai kecil dan kandidat perorangan untuk tampil dalam kepemimpinan/legislative lokal atau nasional. Metode praktek politik uang adalah segala cara mempengaruhi keputusan politik seseorang baik pemberian uang/materi kepada masyarakat secara pribadi maupun kelompok mapun dengan penyalahgunaan wewenang/kekuasaan yang dilakukan secara masif, sistematis maupun secara struktural. Metode dan modus saling berhubungan tergantung kondisi dan karakteristik wilayah dan masyarakat. Jenis-jenis metode praktek politik uang dapat dijelaskan di bawah ini: 5.1. Distribusi Pemberian uang dan materi kepada masyarakat a. Pemberian uang kepada masyarakat secara perorangan Politik dan uang seringkali menjadi dua mata uang yang sulit dipisahkan. Besarnya uang yang diberikan kepada masyarakat sangat bervariasi dengan berbagai pertimbangan politis. Hukum ekonomi politik berlaku di pasaran politik ini, semakin 67 besar uang yang diberikan, semakin besar pula peluang yang diperoleh. Kemiskinan menjadi alasan yang cukup memberikan kontribusi bagi terciptanya proses politik uang. Bahkan suara masyarakat dibayar begitu murah. Bagi kebanyakan masyarakat, dari pada tidak sama sekali biar sedikit asal ada. Barter suara dengan uang sepertinya tidak lagi asing di pemilu demokrasi dewasa ini. Di sisi lain, opini masyarakat tentang politik uang dianggap wajar semakin memperkeruh wajah demokrasi. Kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa ada uang ada suara, demikian suara itu terdengar di masyarakat Kabupaten Flores Timur yang konon sangat menghargai demokrasi di pertiwi dan kabupaten ini. Besarnya uang yang diperoleh masyarakat secara pribadi dalam politik uang kepada 100 orang responden dapat dilihat dari table berikut ini. Banyaknya (org) Jumlah Uang Rp.0 – Rp.50.000 43 Rp.51.000 – Rp.100.000 34 Rp.101.000 – Rp.150.000 8 Rp.151.000 – Rp.200.000 24 Rp.201.000 – Rp.250.000 8 Rp.251.000 – Rp.300.000 2 Rp.251.000 – Rp.300.000 1 >Rp.300.000 8 Tidak Menerima 28 Tabel 5.1 Distribusi uang suap yang diterima masyarakat Sumber : Data Primer, 2015 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa seseorang dapat menerima lebih dari satu kali pemberian uang suap baik dari partai yang sama maupun dari partai atau paket yang berbeda. Distribusi uang yang diberikan kepada masyarakat secara pribadi paling 68 banyak berkisar Rp.0 – Rp. 50.000,00. Angka kisaran ini tidak bersifat obsolut untuk setiap orang. Manajemen peroleh suara juga dipengaruhi oleh manajemen uang yang diberikan. Besarnya uang yang diberikan sangat variatif disesuaikan dengan karakteristik pemilih dan wilayah sasaran. Pada wilayah tertentu misalnya di Daerah Pemilihan (Dapil) I transaksi uang dan suara hanya berkisar Rp.20.000 – Rp.30.000. Di Kecamatan Solor Selatan (Dapil) V juga masih dijumpai angka nominal uang suap sebesar Rp. 15.000.00 – Rp.25.000.00. Bila persaingan lawan sangat tinggi maka besarnya uang semakin tinggi bahkan bisa mencapai Rp.250.000 – Rp.500.000,00 per suara atau per kepala keluarga sebagaimana yang dilakukan di Desa Bama Kecamatan Demon Pagong. Angka sebesar itu biasanya dijumpai di daerah yang memiliki calon lebih dari satu orang. Pola pemberian uang pribadi ditemukan hampir di seluruh wilayah kabupaten Flores Timur denga cara-cara yang sangat sulit untuk diketahui dan bersifat rahasia. ‘Serangan fajar’ merupakan amunisi terakhir menjelang pemilu yang sering dilakukan para kandidat. Besarnya uang yang diberikan sangat tergantung dari beberapa aspek: a) Karakteristik pemilih b) Potensi calon lain di suatu desa/wilayah c) Besarnya uang/materi yang diberikan oleh calon lain d) Tingkat kesulitan perolehan suara e) Ketokohan seseorang Besarnya uang yang diberikan juga sangat dipengaruhi oleh analisis potensi basis massa pemilih selain aspek ketokohan di dalam masyarakat. Misalnya calon tersebut memasuki suatu desa/kecamatan yang bukan daerah asalnya maka nominal 69 rupiah yang diberikan lebih tinggi daripada di desa/kecamatan asalnya. Bukan Cuma itu bila dalam daerah yang sama terdapat dua bahkan lebih calon maka besarnya uang yang diberikan juga akan menjadi lebih tinggi. Seorang tokoh masyarakat yang memiliki tingkat pengaruh yang tinggi akan mendapat pemberian uang yang tinggi. Seorang calon dari Dapil V menceritakan bahwa seorang tokoh masyarakat atau tokoh adat di Desa Ritaebang Kecamatan Solor Barat bisa diberi uang sebesar Rp.5.000.000,00 agar bisa mempengaruhi masyarakat memilih calon tertentunya karena dianggap memiliki ketokohan yang disegani masyarakat sekitar. Seorang tokoh agama di Kecamatan Wulanggitang juga menuturkan bahwa ia pernah didatangi seorang kandidat dengan membawa sebuah amplop namun menolak karena tidak tahu persis alasan pemberian uang tersebut. Penelitian juga menemukan bahwa tak jarang kandidat memberikan uang ke kios-kios di sekitar jalan sepanjang jalan yang dilalui dengan alasan yang tidak jelas. Seorang pemilik kios di Desa Wolo mengakui bahwa ia beberapa kali mendapat uang dari seorang team sukses dan kandidat ketika melintas di depan kiosnya yang kebetulan berada di pinggir jalan. Ibu Rini (nama samaran) adalah seorang penjual bensin jalanan di Watowiti menuturkan hal serupa. Ibu Rini diberi uang Rp.100.000,00 oleh seorang calon legislative dengan modus menambah modal usaha bagi ibu Rini. Kejadian serupa juga dijumpai peneliti ketika berbincang-bincang dengan beberapa pedagang seperti di Desa Nusa Dani, Desa Sagu, Desa Lato, Desa Ratu Lodong, Desa Redon Tena dan beberapa pemilik kios kecil di Waiwerang dan Lamakera. Modus lain yang digunakan adalah membeli barang dengan menggunakan lembaran uang tertentu namun uang kembalian tidak diterima. Transaksi ini terkesan 70 remeh namun cukup mengganggu psikologi pemilih konvensional yang sangat mengedepankan emosional dalam memilih. Hasil penuturan lisan Ibu Mensi (nama Samaran) seorang pemilik kios di Desa Lohayong I sebagai berikut: ‘Ada-ada saja calon mereka ini kalau menjelang pemilu. Kadang mereka kasih uang seratus ribu buat beli rokok satu bungkus jo doi kembali mereka te ambil. Mereka pesan kalau pemilu jangan lupa pilih dia eh’. Tuturan di atas menjelaskan bahwa masyarakat menyadari kalau ia sebenarnya sedang disuap dalam urusan politik. Ada barter politik dimana kedua-duanya saling menguntungkan karena si pemilik kios mendapat uang dan si calon mendapatkan suara. Kios menjadi etalase politik dimana mempertontonkan transaksi jual beli suara melalui pendekatan penjual dan pembeli. Demokrasi mendapat kutukan di kios ini. Caleg juga memberikan uang kepada keluarga yang anaknya sedang menjalankan pendidikan menengah atau yang duduk di bangku perguruan tinggi dengan besaran berkisar Rp.500.000,00 – Rp.1.000.000,00 seperti yang dijumpai di Kecamatan Tanjung Bunga. Kandidat tertentu memberikan jam dinding yang dilengkapi dengan atribut tertentu untuk memperjelas identitas si pemberi bantuan tersebut. Pemberian lampu solar sel oleh seorang caleg pusat dari partai tertentu dilengkapi dengan nama caleg tersebut. Lemahnya pengawasan menciptakan kondisi yang kondusif bagi para kandidat untuk melakukan praktek politik uang. 71 b. Pemberian uang suap kepada kelompok Kandidat peserta pemilu juga melakukan praktek uang kepada kelompok yang mudah dijumpai di dalam masyarakat. Metode ini biasa diprakarsai oleh team sukses atau kenalan yang berada dalam kelompok tersebut. Kelompok tersebut dianggap ‘embrio’ yang dapat bertumbuh menjadi kelompok yang lebih luas untuk mempengaruhi simpatisan calon tertentu. Biasanya sumbangan itu diberikan kepada kelompok yang ditentukan oleh team sukses atau kelompok yang beranggotakan team sukses. Distribusi pembagian uang ke kelompok hasil temuan lapangan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Sasaran Kelompok Jenis Kelompok/Usaha Besarnya Sumbangan Kelompok ibu-ibu Kerajinan dan ketrampilan Rp.1.000.000 – Rp.5.000.000 Umat Katolik Rohani Rp.5.000.000 – Rp.500.000.000 Orang Muda Katolik Rohani Rp.500.000 – Rp.10.000.000 Umat Islam Rohani Rp.500.000 – Rp. 10.000.000 Kelompok nelayan Perikanan Rp.1.000.000 – Rp.10.000.000 Gapoktan Pertanian Rp.1.000.000 – Rp.10.000.000 Koperasi/UB Ekonomi Mikro Rp.10.000.000 – Rp.25.000.000 UKM Keterampilan dan bidang usaha Rp.5.000.000 – Rp.10.000.000 Arisan Keluarga Kekeluargaan Rp.500.000 - Rp.1.000.000 Tabel 5.2.distribusi uang suap ke kelompok masyarakat Sumber Data Primer, 2015 Besarnya sumbangan uang ke kelompok sangat dipengaruhi oleh jenis kelompok, bidang usaha atau sifat kelompok, sasaran kelompok serta potensi keperolehan suara di balik praktek politik uang. Sumbangan uang untuk kelompok 72 terbesar dijumpai pada kelompok yakni sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta) untuk pembangunan gereja di dua gereja yakni di Kecamatan Titehena dan Kecamatan Tanjung Bunga. Bantuan untuk koperasi disesuaikan dengan jumlah anggota koperasi tersebut. Kandidat lokal juga tak jarang memberikan sumbangan kepada kelompok arisan keluarga di desa asal dan desa sekitarnya dengan alasan menambah modal arisan. Kelompok usaha bersama (KUB) juga membuat proposal kepada calon tertentu sebagai formalitas untuk memperoleh bantuan melalui team suksesnya. Bantuan UKM juga dengan jalur calon tertentu (caleg kabupaten) untuk memperoleh bantuan dari calon propinsi seperti yang dijumpai di Lato, Waidang dan Ile Gerong kecamatan Titehena. Program pemberdayaan perempuan juga mendapat sumbangan dari pihak tertentu dengan alasan dana pemberdayaan. Ironisnya dana bantuan pemberdayaan tersebut diberikan dalam kunjungan kerja yang dilakukan menjelang pemilu tertentu. Seorang caleg yang gagal dari Desa Lewolaga kecamatan Tite Hena menuturkan sebagai berikut: “program pemberdayaan itu kenapa harus diberikan menjelang pemilu. Apalagi pemberian tersebut melibatkan caleg lokal yang tidak berhubungan dengan instansi atau pihak pemberi bantuan tersebut. Akibatnya pemberian tersebuat langsung dimengerti oleh masyarakat sebagai bantuan politis untuk memenangkan kandidat tertentu”. Seorang calon dari Dapil I memberikan sejumlah uang kepada gereja Eputobi sebesar Rp.20.000.000 namun hanya Rp.7.000.000 yang terserap ke gereja sedangkan yang lainnya hingga saat ini belum diberikan untuk pembangunan gereja. Kenyataan ini 73 menunjukan bahwa praktek politik uang sering kali melibatkan anggota kelompok yang tidak bertanggung jawab. c. 1. Pemberian Materi/Barang Suap Kepada Masyarakat Kepada Perorangan Praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur tidak hanya berbentuk uang. Kandidat juga memberikan barang atau materi kepada masyarakat secara perorangan maupun secara kelompok. Pemberian tersebuat biasanya dilakukan menjelang pemilu dengan berbagai modus termasuk alasan kemanusiaan. Kandidat yang taktis, membentuk kelompok tertentu jauh sebelum pemilu dilangsungkan dan dianggap sebagai investasi politik yang bagus. Barang atau materi tersebut dijadikan sebagai kenang-kenangan sekaligus memberikan ingatan akan si pemberi barang. Jenis barang yang diberikan secara perorangan berbeda dengan kelompok. Barang/materi yang biasa diberikan kepada masyarakat secara perorangan yang dijumpai di lapangan antara lain: Jenis Barang Frekuensi (orang) Kain batik 6 Baju Kostum 4 Jam dinding 13 Parang/cangkul 3 Beras 4 semen 7 seng 4 Paku 2 Lampu solaris 6 Pukat 3 Alat tulis 6 Jam dinding 4 Tabel 5.3.Distribusi Barang Suap yang diterima masyarakat secara pribadi Sumber : Data Primer, 2015 74 Pemberian barang kepada masyarakat secara perorangan hampir ditemukan di seluruh wilayah Kabupaten Flores Timur. Agar terhindar dari pantauan hukum maka pemberian seringkali diberikan jauh sebelum pemilu dilaksanakan. Baju kaos kandidat yang dilengkapi gambar calon dan partai diberikan untuk mengingatkan para pemilih untuk memilih kandidat tersebut. Ada kandidat tertentu di Desa Nobo yang memberikan beras per keluarga masing-masing satu karung berukuran 10 kg. Baju batik dan kain batik biasanya diberikan menjelang hari raya tertentu kepada para simpatisan. Team sukses sangat pandai dalam memilih barang yang disumbangkan caleg agar benarbenar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di Dusun Pagong, Desa Adabang Kecamatan Titehena, seorang caleg memberikan bantuan semen dan seng kepada masyarakat yang sedang membangun rumahnya. Hasil wawancara terhadap masyarakat sekitarnya menunjukan bahwa antara materi pemberian dan waktu pemberian sangat menentukan seberapa besar target suara yang diperoleh di balik pemberian tersebut. Ada budaya politik di masyarakat yang cepat menerima kandidat yang baru dan melupakan kandidat lama yang sudah memberikan investasi politis dalam bentuk dedikasi dan pengabdian. Perilaku politik ini sebenarnya sedang melegitimasi politik uang dimana hanya orang berduit yang bisa memenangkan kompetisi di dalam pemilu. Kualitas kandidat bukan menjadi jaminan. Kelompok masyarakat tertentu tidak membuat pilihan politik yang rasional. Kekecewaan politik terhadap calon di masa lalu membuat mereka secara sadar menggantikan demokrasi suara dengan sembako seperti beras dan mie instan juga dapat ditemukan di wilayah Lewoingu dan Lato dan sekitarnya. Peranan tim sukses juga sangat penting dalam menjaga informasi 75 keamanan. Pemberian parang dan tofa juga dilakukan caleg kepada para petani. Dalam kondisi tertentu, pemberian bisa dilakukan di kebun petani. Seorang petani desa Nusa Dani Kecamatan Solor Barat menceritakan kalau ia mendapat parang sepada dari caleg saat melintas di kebunnya. 2. Pemberian materi/barang kepada kelompok Pola pemberian barang/materi kepada masyarakat seringkali dilakukan kandidat sebelum pemilu. Kelompok tersebuat bersifat permanen dan tidak permanen tergantung seberapa besar kedekatan ikon kelompok terhadap kandidat atau partai tertentu. Seruan moral untuk memilih calon tertentu sering terdengar ketika terjadi pemberian barang/materi oleh kandidat tersebut. Distribusi barang/materi suap dilakukan secara sistematis apalagi bila dilakukan menjelang pemilu. Hasil temuan lapangan menunjukan bahwa pemberian berupa materi/barang suap sangat bervariasi dengan modus yang berbeda-beda pula apalagi dilakukan menjelang pemilu. Praktek money politik kepada kelompok dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk. a) Pemberian berupa fisik Pemberian berupa materi fisik kepada kelompok berarti kelompok mendapat barang tersebut secara langsung baik yang diberikan oleh kandidat maupun melalui team sukses atau agen lainnya. Modal pembelian barang tersebut bisa berasal dari caleg secara perorangan maupun secara kepartaian. Pemberian materi dihadiri oleh anggota kelompok atau diberikan terlebih dahulu sedangkan penerimaan secara simbolis dilakukan pada kemudian hari. Praktek politik uang tipe ini sering dijumpai secara langsung di masyarakat karena menghadirkan 76 anggota masyarakat dalam jumlah yang banyak. Demi efisiensi penyerapan bantuan, beberapa caleg memiliki kelompok binaan yang dibentuk jauh sebelum pemilu diadakan. Beberapa contoh barang/materi yang sering diberikan oleh caleg kepada masyarakat Jenis Barang Target Kelompok Pukat Kelompok Tani Nelayan Deskripsi Diberikan kepada kelompok tani nelayan, kelompok permanen dan non permanen. Kelompok mudah bubar seiring rusaknya pukat. Alat dapur dan Timbangan Kelompok Posyandu Diberikan kepada kelompok binaan, alasan penguatan KIA, Gantung menjadi alasan bagi calon untuk melakukan pendekatan basis. Semen dan Seng Rumah Ibadah (gereja, kapela dan masjid) Diprioritaskan kepada rumah ibadah yang sedang dibangun, kedekatan dengan tokoh agama, penyerahan simbolisnya melibatkan umat, seruan moral untuk mendukung calon tertentu. Kain lampir altar Gereja Diberikan menjelang gerejani, dibacakan perayaan waktu pengumuman di gereja. Pipa Air KBG Distrbusi dilakukan jauh sebelum pemilu penyerahan dilangsungkan, simbolisnya dilakukan menjelang pemilu. Anakan mahoni, jati, Kelompok Tani cendana Kostum olahraga, bola kaki, DIsebut sebagai dana aspirasi, dilakukan oleh calon incumbent. Kelompok anak muda bola volly Sasarannya kepada anak muda, menstimulus anak muda untuk 77 memilih calon tertentu. Kain batik Kelompok Anakan babi/sapi St. Ana dan Mendorong pemilih perempuan Legio Maria untuk memilih calon tertentu Kelompok Tani Ternak Merupakan bantuan sosial untuk Masyarakat Rendah Berpenghasilan (MBR) namun acara penyerahannya melibatkan pihak tertentu yang juga merupakan kandidat pemilu. Kain tenun Kelompok Ibu Diberikan kepada kelompok ibuibu dari dana pemberdayaan bantuan perempuan, diberikan menjelang pemilu. Kursi/bangku Gereja Bantuan sosial yang diberikan kepada gereja, penyerahan simbolisnya melibatkan umat dan tokoh gereja. Alat Band Kelompok Anak Muda Pengembangan kreativitas kawula muda di bidang music, menjadi team sukses. Material Bangunan Wilayah Dusun Semenisasi lorong/rabat jalan. Tabel 5.4.Distribusi Barang Suap yang diterima masyarakat secara Kelompok Sumber Data Primer, 2015 b) Pengkondisian’ Proposal Praktek politik uang seringkali sangat dekat dengan perilaku politik termasuk penyalahgunaan kekuasaan. Kandidat (incumbent) melakukan pendekatan ke instansi atau dinas tertentu lalu menggandeng program bantuan kepada masyarakat. Program normative ini coba dipolitisasi oleh kandidat tertentu dengan maksud pencitraan kepentingan politik. Persoalan yang muncul adalah 78 apakah program normative yang disusun dengan seperangkat instrument perencanaan ini merupakan hasil perjuangan seorang kandidat? Proses pendisposisian proposal marak terjadi Kabupaten Flores Timur. Seorang staf pada salah satu Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) menceritakan intervensi legislatif dalam penentuan proposal sangat tinggi. Konspirasi antara pimpinan SKPD dengan calon tertentu nampak dalam penentuan wilayah dimana program tersebut diimplementasikan. Misalnya bantuan terhadap proposal Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pedesaan pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi terhadap kelompok UKM tertentu seringkali digeneralisasi sebagai bantuan aspirasi oleh sekelompok anggota DPRD Kabupaten Flores Timur. Pencitraan politis dilakukan secara sistimatis karena dilakukan dengan pendekatan regulasi dan administrasi yang cukup. Keberadaan proposal sangat berhubungan dengan eksistensi sebuah kelompok. Menjamurnya kelompok fiktif yang melahirkan proposal fiktif. Tidak jarang pulang kelompok permanen membuat proposal fiktif karena tidak melalui prosedur dan mekanisme yang benar. Kepala Desa Nelelamawangi II Kecamatan Ile Boleng menjelaskan bahwa: “proposal kelompok idealnya melalui mekanisme tertentu. Harus masuk melalui dan mengetahui kepala desa serta camat pada wilayah tersebut. Tapi kenyataan banyak kelompok yang mengajukan proposal di luar jalur tersebut. Biasanya mereka sudah mempunyai ‘orang dalam’ terutama anggota dewan” Di sisi lain keterlibatan pihak tertentu dalam mengakses dana bantuan pusat menjadi alasan yang cukup bagi kandidat untuk menokohkan diri sebagai 79 ikon atau pahlawan di balik terselenggaranya program tersebut. Misalnya bantuan anakan sapi di Desa Ile gerong dan anakan babi di Desa Kobasoma dan Lamablawa merupakan bantuan yang diperuntukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dipolitisasi sebagai bantuan politis yang melibatkan calon tertentu sebagai pahlawannya. Dalam konsteks ini praktek politik uang dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dapat ditemukan di masyarakat. c) Pengkaplingan program Kompleksitas praktek politik uang juga melibatkan penyalahgunaan wewenang. Kandidat tertentu yang mengetahui program pada dinas atau instansi tertentu mendahului instansi memberikan informasi kepada masyarakat. Pada ‘akar rumput’ yang memiliki sumber daya manusia yang terbatas, kondisi ini rentan terjadi hampir di seluruh Kabupaten Flores Timur dengan argumentasi ‘dana aspirasi’. Bantuan program normative, seringkali diklaim oleh calon tertentu sebagai ikon yang menghadirkan program tersebut. Misalnya bantuan anakan jati dan mahoni dari Kementrian Kehutanan di Desa Lewohala diklaim oleh calon incumbent sebagai perjuangan aspirasi masyarakat yang melibatkan dirinya sebagai ikon terselenggaranya program bantuan tersebut. 5.2. Pola dan agen Pemberian Proses praktek politik uang ternyata memperhatikan luasnya wilayah Kabupaten Flores Timur dan jumlah pemilih (the voters) selain aspek pengawasan hukum. Secara teknis lapangan, politik uang memiliki pola pemberian yang sulit dibuktikan secara 80 hukum. Spekulasi dan modus operandi praktek politik uang memiliki pola-pola khusus untuk menghindari pantauan pengawas pemilu dan keterjebakan hukum. Dalam praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur, pola pemberian sangat bervariasi. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. a) Pemberian secara langsung melibatkan kandidat secara langsung ke lokasi kegiatan atau langsung ke masyarakat. Demi kenyamanan secara hukum pemberian langsung sangat berkaitan dengan kondisi dan karakteristik pemilih. Hal ini nampak dalam penyerahan barang dan materi yang melibatkan masyarakat dalam jumlah yang banyak serta dilakukan secara simbolik. Pola ini sebagian besar dilakukan secara sistimatis terutama pemberian tersebut merupakan program normative. Pemberian langsung yang sering dijumpai di masyarakat adalah pemberian yang bersifat kelompok seperti untuk untuk pembangunan gereja dan masjid, untuk kelompok tani dan nelayan, kelompok karang taruna dan kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM). Pemberian secara langsung nampak dalam bantuan sosial yang memiliki sensivitas politik yang kecil seperti bantuan ke rumah ibadah dan balai desa di Desa Pamakayo dan Desa Lewonama. Pemberian langsung biasanya dilakukan terhadap program normative tertentu yang dipolitisasi untuk kepentingan politisi tertentu. Di sisi lain pola ini dianggap memiliki konsekuensi hukum yang kecil bila materi bantuannya bersifat program normative. 81 Pemberian uang dan materi suap langsung memiliki resiko hukum yang tinggi apalagi menjelang hari pencoblosan. Makanya metode ini jarang dipakai karena mudah dipantau dan berindikasi hukum yang tinggi. b) Pemberian tidak langsung Praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur melibatkan agen tertentu sebagai distributornya. Agen memainkan peranan yang cukup tinggi mulai dari pemetaan lapangan hingga pendistribusian uang/materi suap. Dalam kaitan dengan penyalahgunaan wewenang, agen dapat menjadi informan antara kandidat dengan kelompok penerima bantuan. Pemberian tidak langsung dilakukan oleh agen yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Agen yang sering digunakan tidak terlepas dari modus yang digunakan oleh kandidat tersebut. Dalam kondisi tertentu, agen bisa juga menjadi sasaran praktek politik uang. Kenyataan menunjukan bahwa team sukses memilki konstituen sehingga distribusi uang/materi suap lebih efektif bila menggunakan fungsi agen (team sukses). Agen pemberi bantuan tersebuat antara lain: a) Team sukses : b) Keluarga c) Tokoh masyarakat d) Tokoh agama e) Posko partai f) Broker 82 Agen Team sukses Frekuensi 67 Deskripsi Merupakan agen yang paling banyak digunakan, mengidentifikasi potensi, menganalisis karakteristik pemilih, memetakan kondisi lapangan, menjadi agen dan anggota kelompok pemohon proposal, mendistribusikan uang dan materi, agen informasi. Tokoh Masyarakat 54 Aspek ketokohan, menjadi agen sekaligus sasaran distribusi uang dan materi, berpeluang memberikan tekanan terhadap masyarakat, pada komunitas masyarakat yang feodal potensi intervensi politiknya tinggi. Tokoh agama 8 Ketokohan agama, sebagai penerima bantuan uang dan materi mewakili umatnya, berpotensi merasionalisasikan bantuan, melakukan seruan moral. Tokoh pemuda 13 Menganalisis potensi kelompok, membuat proposal, mengarahkan komunitasnya untuk memilih calon tertentu. Posko pendukung 7 Berada pada wilayah basis, pusat informasi ,mengawal kondisi basis, mencegah praktek politik oleh partai lain,menjadi distributor uang dan materi, dalam kondisi emergensi pergerakan melalui posko dianggap tidak mencurigakan. Anak-anak 2 agen yang awam terhadap politik uang, mengantar amplop ke orang tua dari broker. Teman 22 Mengedepankan kedekatan, melakukan distribusi uang ke masyarakat sekitarnya. Keluarga 23 Menjadi team sukses sekaligus agen pendistribusi uang, menciptakan momen untuk menghadirkan kandidat, modus kekeluargaan menghindari kesan politis. Orang mabuk 2 Bersifat momentum, konsekuensi hukumnya rendah. Broker 4 Menerima uang dari calon tertentu (bisa lebih dari satu) lalu membagi di sekitar tetangga menjelang hari pencoblosan. Tabel 5.6.Agen pemberian uang/material suap Sumber Data Primer, 2015 83 Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar kandidat memberikan bantuan melalui team sukses. Team sukses tidak hanya menjadi agen pemberian tetapi sekaligus menjadi sasaran pemberian. Pemberian melalui team sukses bisa diberikan oleh kandidat secara perorangan, bisa dilakukan secara kepartaian. Keluarga juga dilibatkan sebagai agen pemberi bantuan terutama menjelang hari pemilu. Tokoh agama dianggap ikon yang dapat memberikan seruan moral bagi umatnya. Kalau kita tidak bisa mengakui, kita juga tidak bisa memungkiri bahwa keterlibatan tokoh agama juga memprofilkan calon tertentu. Tak luput bantuan juga diberikan kepada rumah ibadah. Misalnya sumbangan berupa kursi dan bangku kepada gereja Lewotobi, gereja Eputobi, gereja Riawale, gereja Lamuda dan gereja Kawalelo. Karakteristik pemilihan Kabupaten Flores Timur yang masih bersifat konvensional, memberikan peluang bagi kandidat untuk memberikan bantuaan melalui tokoh masyarakat dan tokoh adat. Ketokohan seseorang dalam masyarakat menentukan besarnya sumbangan. Peranan tuan tanah dalam mengarahkan masyarakat penggarap tanahnya sangat tinggi terutama pada masyarakat feodalistik yang memiliki ketaatan yang tinggi terhadap pemiliki tanah seperti di wilayah Ritaebang dan Witihama. Beberapa partai memiliki posko partai yang berfungsi sebagai agen informasi sekaligus penyalur materi atau materi bantuan. Hasil penelitian lapangan menunjukan mal-praktek politik uang juga dilakukan melalui para ‘broker’. Para broker adalah kelompok yang membagi uang kepada masyarakat. Ironisnya anggota broker ini dapat memainkan fungsinya terhadap kandidat dan partai yang berbeda sebagai yang dijumpai di beberapa kelurahan Larantuka dan Ile Mandiri. 84 5.3. Waktu Pemberian Secara Umum waktu pembagian politik uang dibagi menjadi dua tahapan besar yakni: 1) Pra pemungutan suara Pada pra pemungutan suara mulai dari seleksi administrasi, masa kampanye, masa tenang dan menjelang pemungutan. Sasarannya adalah para pemilih, terutama mereka yang masih mudah untuk dipengaruhi. Sebagian besar proses politik uang terjadi sebelum pemungutan suara dengan sasaran pemilih. Masa pra pemungutan suara ditandai dengan distribusi uang dan material suap yang didahului dengan pemetaan karakteristik masyarakat dan wilayah. Proses penyalahgunaan wewenang untuk mendapat simpati public dilakukan dalam tempo waktu yang cukup lama. Negosiasi antara kandidat dengan panitia pemungutan sering terjadi sebelum pemilu sedangkan eksekusinya terjadi setelah pencoblosan dengan sasaran elite politik dan panitia penyelenggara. 2) Pasca pemungutan suara Praktek politik uang pasca pemungutan suara berhubungan dengan panitia penyelenggara pemilu misalnya penyuapan terhadap panitia penyelenggara untuk melakukan barter suara seperti yang terjadi di desa Kokotobo Kecamatan Adonara Tengah. Seorang caleg yang gagal dari Daerah Pemilihan (Dapil) I menceritakan money politik yang dilakukan di dalam anggota partainya. Para saksi di dalam partainya dibagi berdasarkan kecamatan asalnya bukan ditentukan secara bersama berdasarkan 85 daerah pemilihan. Money politik sangat rawan terjadi di tempat terutama barter suara di dalam partai yang sama. Bahkan tak jarang saksi berdiri jauh dari tempat berdirinya KPPS yang bertendensi tinggi melakukan rekayasa perhitungan suara. Waktu pemberian uang dan atau materi suap sebagian besar dilakukan menjelang pemilu terutama yang berwujud uang tunai. Agar tidak mendapat teguran dari petugas pengawasan pemilu, pemberian berwujud materi diberikan 1-6 bulan sebelum pemilu dilakukan. Pola pemberian jenis ini biasanya merupakan alokasi program yang melibatkan korporasi antara caleg dan dinas tertentu. Sehari menjelang pemilu intensitas dan frekuensi praktek uang mengalami peningkatan yang mencapai puncaknya pada sebelum fajar menyingsing pada hari ‘H’ pemilu dilaksanakan. Evaluasi lapangan menunjukan bahwa sepanjang malam menjelang hari pencoblosan, team dan kandidat bergerilya membagi uang secara tunai kepada masyarakat. Gerakan yang sangat rahasia ini biasanya dilakukan secara sistimatis agar tidak mencurigakan petugas pemilu dan pantauan kandidat atau partai lain. TABEL DESKRIPSI WAKTU PRAKTEK POLITIK UANG Waktu Deskripsi Jangka Panjang Penggunaan wewenang tertentu untuk mengamankan proposal dan kebijakan (1- 5 tahun) program, penyiapan dana bantuan normative dengan melibatkan pihak tertentu sebagai ikon, identifikasi kebutuhan kelompokan, intervensi penempatan personal panitia penyelenggara terutama di tingkat desa, pembentukan kelompok penerima bantuan,masih bersifat investasi politik , pembagian kalender calon, pendataan potensi kelompok baru 86 Jangka Menengah Pendistribusian program ke lapangan, pencitraan politik di balik sumbangan, (6 – 10 bulan) pengawalan kelompok sekaligus pembentukan kelompok baru, penguatan team sukses dan pemetaan potensi praktek uang, pemberian material ke masyarakat Jangka Pendek 3 – 6 bulan Frekuensi sumbangan semakin tinggi, komunikasi politik ditingkatkan, dana stimulus mulai diberikan kepada masyarakat, didominasi juga oleh penyerahan simbolis, pendekatan ke tokoh tertentu mulai diperkuat, komunikasi dengan SKPD terkait program tertentu, dana sosialisasi mulai ditingkatkan, alasan reses dan dana trasportasi reses 1 – 3 bulan Incumbent melakukan kunjungan lapangan untuk mempertegas dana aspirasi, sumbangan ke rumah ibadah dan kelompok masyarakat, alokasi dana bantuan UKM dan penitipan proposal dan kelompok fiktif, turun ke masyarakat dengan alasan program dinas/SKPD 1 – 4 minggu Distribusi uang suap ke masyarakat, penyerahan simbolis bantuan, alokasi dana melalui agen/team sukses, adanya gerakan pulang kampong, Minggu Alokasi uang suap,membagi uang ke team, penyerahan uang suap dari agen PEMILU ke masyarakat, adanya serangan fajar. Jam rawan dalam minggu ini adalah malam hari dan pagi hari menjelang pemilu . .Tabel 5.7 Deskripsi Waktu Praktek Politik Uang Sumber : Data Primer,2015 Hasil evaluasi lapangan menunjukan bahwa waktu yang paling rawan terhadap praktek money politik adalah seminggu menjelang hari ‘H’ pencoblosan apalagi sehari sebelumnya. Secara sosio-politik, sebagaian besar masyarakat mengetahui hal tersebut namun tidak memberikan reaksi terhadap fenomena negative ini. Dalam asumsi peneliti, persepsi masyarakat tentang politik uang sudah mengalami pergeseran dari hal yang salah menjadi sebuah kewajaran. Panwaslu Kecamatan Ilebura 87 menceritakan pengalaman tugasnya sebagai berikut: ‘masyarakat kita ni susah sekali. Mereka tahu kalau ada yang bagi doi juga mereka tidak lapor atau omong ke petugas. Makanya saya kasih bonus kepada masyarakat yang memberikan informasi tentang ada pembagian uang atau praktek politik uang lainnya dengan harganya Rp.50.000,00 per informasi. Buktinya saya bisa bubarkan kampanye satu partai yang mau membeli motor ikan (bodi/perahu ikan) dan pukat di Nurebelen pada masa kampanye dalam kampanye tertutup’. Kesadaran tentang pelanggaran money politik dianggap wajar bahkan sebagian besar mengamininya sebagai bagian dari proses politik. 5.4. Kontrak Pemberian Praktek politik uang seringkali menggunakan kontrak pemberian. Hal ini untuk memberikan ketegasan politis baik bagi masyarakat maupun bagi calon tertentu. Secara umum kontrak pemberian dilakukan melalui dua bentuk yakni: a) Kontrak Tertulis Jarang sekali dijumpai kontrak pemberian dalam bentuk kontrak tertulis. Kontrak tertulis memiliki konsekuensi hukum sehingga seringkali tidak digunakan oleh para kandidat karena bisa dijadikan sebagai bukti hukum. Contoh kasus yang berkaitan dengan kontrak politik adalah kasus kontrak politik yang dilakukan Mellyana Kudji di Desa Lewohala. b) Kontrak Lisan Kontrak lisan biasanya bersifat seruan moral oleh kandidat atau agen pemberian untuk mendukung kandidat tertentu. Agar kontrak lisan bisa mengikat konstituen maka pendampingan dan pengawalan pun seringkali dilakukan secara rutin. 88 Kontrak lisan biasanya berupa janji politik yang dilakukan caleg terhadap kelompok atau masyarakat tertentu. Kontrak lisan memiliki konsekuensi hukum yang rendah. Kondisi masyarakat yang telah jenuh terhadap janji-janji politik membuat para caleg seringkali merasionalisasi janji yang sangat rasional. 5.5. Kemasan Kandidat juga menggunakan kemasan tertentu sebagai indikasi di dalam pemberian uang atau materi. Dalam kondisi tertentu kemasan biasanya tidak digunakan. Model kemasan yang dijumpai dalam penelitian ini Antara lain : 1. Amplop yang berisi uang yang bertuliskan nama kandidat tertentu 2. Nama partai atau nama kandidat yang tertulis pada baju partai 3. Cap di balik barang yang bertuliskan nama partai tertentu 4. Label yang sering adalah kartu nama yang ditempelkan pada barang pemberian tersebut. Misalnya foto kandidat yang ditempelkan pada jam dinding dan nama kandidat yang tertulis pada lampu solar sel. 5. Tidak menggunakan cap bila: berbentuk uang tunai, pada pekan kampanye dan masa tenang, sudah ada komunikasi sebelumnya antara team dan masyarakat. Bila proses pengawasan terhadap money politik cukup tinggi maka distribusi uang suap dan materi dapat diantisipasi. Misalnya penahanan terhadap 200 semen di desa Sagu oleh pemerintahan karena tidak menyertakan identitas pengirim yang jelas. 89 5.6. Proposal Pola praktek politik uang dengan menggunakan cara pengajuan proposal ke instansi atau SKPD tertentu melibatkan calon incumbent sebagai ikonnya. Di Kabupaten Flores Timur temuan proposal fiktif yang merupakan titipan calon tertentu. Idealnya pengajukan proposal bantuan melibatkan peran pemerintah desa dan kecamatan. Dalam kenyataan banyak proposal yang tidak mengikuti prosedur dan mekanisme yang benar. Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan melalui Kepala Bidang Bimbingan dan Bantuan Sosial menegaskan bahwa penentuan besarnya quota kelompok penerima bantuan sosial, misalnya alokasi dana Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pedesaan dan Perkotaan dari Kementrian Sosial mengikuti beberapa kelengkapan administrative seperti Kartu Perlindungan Sosial dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Kasus penyalahgunaan dana bantuan terhadap kelompok simponi di Desa Kalike Kecamatan Solor Selatan menunjukan adanya keterlibatan tokoh tertentu dalam penyusunan proposal mengatasnamakan kelompok masyarakat yang memiliki sumber daya yang rendah. Contoh lain dari modus proposal adalah kasus hilangnya dana bantuan pembangunan masjid di Desa Sagu oleh sekelompok oknum menunjukan lemahnya mekanisme bantuan dengan modus proposal. Pola praktek dengan menggunakan metode proposal sangat berhubungan dengan eksistensi sebuah kelompok. Secara umum proposal dibagi menjadi dua model antara lain a) Proposal non fiktif: Proposal non fiktif adalah proposal yang dilakukan melalui mekanisme dan prosedur secara baik dan benar. Proposal non fiktif dilakukan 90 oleh kelompok yang memiliki identitas kelompok yang jelas, terdaftar secara resmi di desa atau kelurahan atau dinas terkait, tidak bersifat dadakan, memiliki rencana dan komitmen kelompok yang jelas, telah dibentuk jauh sebelum pemilu dilangsungkan. Kelompok ini memiliki konsistensi dan orientasi usaha yang jelas. b) Proposal fiktif. Proposal fiktif dilakukan oleh kelompok fiktif yang dibentuk dengan motif politis. Keberadaan kelompok ini biasanya diboncengi oleh kepentingan politik yang dimotori oleh calon tertentu. Proposal fiktif juga dilakukan oleh kelompok permanen. Pola ini biasanya dilakukan oleh calon incumbent yang mengetahui program tertentu. Kasus hilangnya dana bantuan masjid di desa Sagu yang ditemukan oleh pihak inspektorat Kabupaten Flores Timur memberi contoh bahwa proposal fiktif dengan mudah dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan politisi. Proposal fiktif seringkali dibungkus dengan bahasa aspirasi. 5.7. Motivasi pemberian Motivasi pemberian berkaitan dengan alasan yang mendorong seseorang melakukan pemberian uang/barang serta tanggapan masyarakat terhadap pemberian tersebut. Mal-praktek politik uang berupa suap dan penyalagunaan wewenang seringkali menimbulkan kesan tentang motif di balik pemberian tersebut. Motivasi pemberian tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok yakni motif amal/bantuan dan motif politis/suap. Tanggapan masyarakat terhadap motif pemberian tersebuat dapat dilihat dalam table berikut ini. 91 Motivasi Pemberian Persentasi Indikator Tanggapan (%) Amal/sosial 23 Diberikan tidak dalam momen politik, merupakan aspirasi masyarakat, pemberinya bukan seorang yang sedang mencalonkan diri dalam pemilu Politis 77 Diberikan menjelang pemilu, oleh calon peserta pemilu, ada kontrak lisan, orientasinya kepada basis pemilih atau team sukses, Tabel 5.8. Motivasi Pemberian dan Indikator tanggapan Sumber : Data Primer,2015 5.8. Sasaran Pemberian Secara umum sasaran pemberian uang/materi suap dibagi menjadi dua sasaran yakni secara pribadi dan sasaran secara kelompok. a) Sasaran secara pribadi : berbentuk uang dan barang, bersifat masif dan distribusinya dapat dilakukan kapan saja sesuai situasi dan kondisi. b) Sasaran kelompok : sasaran secara kelompok dapat dibagi menjadi kelompok permanen dan kelompok dadakan. Kelompok Permanen : dibentuk melalui mekanisme dan prosedur yang benar, memiliki kesamaan dalam orientasi, konsistensi anggota kelompok tinggi, tidak bersifat temporal atau momentum, sudah dibentuk jauh sebelum pemilu, bersifat independen dan bebas dari intervensi politik, memiliki rencana, agenda dan kegiatan konkret yang jelas. 92 Kelompok dadakan : bersifat temporal dan momentum, dibentuk menjelang pemilu, mudah diintervensi secara politis, dibentuk tidak melalui prosedur dan mekanisme yang tidak benar, keberadaannya tidak bersifat situasional, muncul menjelang hajatan politis, keanggotaannya tidak bertahan lama. Kasus kelompok dadakan ini sering muncul di banyak desa di Kabupaten Flores Timur yang disponsori oleh anggota dewan tertentu. Misalnya kasus pembentukan kelompok petani nelayan penerima bantuan motor ikan dan pukat di Ritaebang dan bantuan kelong di Bama kecamatan Demon Pagong. 5.9. Modus yang sering Digunakan Para mafia politik uang seringkali menggunakan modus yang sulit dibuktikan secara hukum. Dengan demikian konsekuensi hukum yang dilahirkan sangat kecil. Modus dan metode praktek politik uang memiliki hubungan yang sangat erat bahkan sulit untuk dipisahkan. Beberapa modus yang sering digunakan antara lain: Modus Bantuan Sosial Deskripsi/Argumentasi Diberikan secara simbolis, memiliki anggota sasaran yang jelas, didasarkan pada proposal, diberikan sebelum pemilu, tidak bersifat rahasia. Dana Aspirasi Dihasilkan dari sebuah proposal (fiktif dan non-fiktif), diberikan secara normative, memiliki konsekuensi hukum yang kecil, kontennya merupakan aspirasi dari masyarakat, bersifat kelompok, Reses Prinsip reses sebagai instrumen mendengar aspirasi masyarakat, alasan uang makan dan uang trasportasi, normative karena merupakan agenda resmi. 93 Kunjungan/Pertemuan Dilakukan menjeleng pemilu dengan mengambil kesempatan atau Keluarga momen keluarga seperti ulang tahun,urusan adat dsb. Peningkatan Diberikan kepada kelompok, alasan peningkatan kapasitas kelompok Kapasitas Kelompok dan dana usaha kelompok. Tabel 5.9. Motivasi Modus yang sering digunakan dalam praktek politik uang Sumber : Data Primer, 2015 5.10. Sanksi Hukum Kasus politik uang di Kabupaten Flores Timur sebagian besar belum mendapatan penanganan yang serius dari pihak pengawas pemilu. Hasil temuan lapangan menunjukan bahwa banyak kasus yang bisa dibuktikan secara hukum namun memiliki potensi praktek yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan: 1) Sifat apatisme masyarakat terhadap praktek politik uang. Lemahnya peranan masyarakat sebagai agen informasi menyebabkan praktek ini berjalan dengan pesatnya. Masyarakat menganggap praktek politik uang seringkali dianggap sebagai sebuah kewajaran dalam hajatan politik. 2) Praktek politik uang seringkali menggunakan metode dan praktek yang sulit dikategorikan sebagai praktek politik uang. 3) Metode dan modus yang digunakan sangat bervariasi dan bersifat rahasia terutama yang bersifat struktural dan sistematis sehingga sulit dipantau oleh pengawas pemilu. 4) Sulit dibedakan antara bantuan politis dan bantuan sosial. 5) Waktu pemberian bantuan jauh sebelum pemilu dilangsungkan. 94 6) Jumlah Petugas Pengawal Pemilu Lapangan (PPL) dan penyelenggara pemilu masih terlalu sedikit sementara kompleksitas praktek politik uang begitu tinggi. Beberapa kasus praktek politik yang sudah ditangani secara hukum dapat dilihat pada tabel berikut ini: 95 NO KASUS/PERSOALAN HUKUM PELAKU 1 Pelaksana Kampanye pemilu dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung ( Lokasi : Desa Boru Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur, Tanggal 28 Pebruari 2014) 2 Pelaksana Kampanye pemilu dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai 1. Kudu Ipir Marthinus (Caleg DPRD Kabupaten Flores Timur Partai NasDem/Dapil Flotim 1) 2. Alexander Take Ofong (Caleg DPRD Propinsi NTT Partai NasDem (Dapil NTT 6) 3. Benediktus Baran Liwu (Caleg DPRD Kabupaten Flores Timur Partai NasDem/Dapil Flotim 1) 4. Getrudis Lamury (Caleg DPRD Kabupaten Flores Timur Partai NasDem/Dapil Flotim 1) 5. Meliana Kudji (Caleg DPRD Kabupaten Flores Timur Partai TINDAK LANJUT HASIL/PUTUSAN KETERANGAN Disidang di Larantuka PN Putusan Pengadilan Negeri Larantuka tanggal 15 April 2014 yakni Penuntutan terhadap perkara atas nama Kudi Ipir Marthinus dan kawan kawan dinyatakan tidak dapat diterima karena Jaksa tidak dapat menghadirkan para terdakwa. Barang Bukti dikembalikan ke Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam pembuktian perkara lain. KPU Flores Timur dimintai keterangan sebagai SAKSI AHLI oleh Gakumdu Disidang di Larantuka PN Putusan sidang tanggal 23 April 2014 yakni hukuman 3 bulan penjara, denda KPU Flores Timur dimintai keterangan sebagai SAKSI AHLI oleh Gakumdu 96 3 4 imbalan kepada peserta Demokrat/Dapil kampanye pemilu secara Flotim 2) langsung ataupun tidak langsung (Lokasi : Desa Lewohala Kecamatan Ile Mandiri Kabupaten Flores Timur, Tanggal 14 Maret 2014) Pelaksana Kampanye pemilu 6. Daniel David dengan sengaja menjanjikan (Caleg DPRD atau memberikan uang atau Kabupaten Flores materi lainnya sebagai Timur PDI imbalan kepada peserta Perjuangan/Dapil kampanye pemilu secara Flotim 3) langsung ataupun tidak langsung (Lokasi : Desa Tobilota Kecamatan Wotan Ulu Mado Kabupaten Flores Timur, Tanggal 11 Maret 2014) Pelaksana Kampanye pemilu 7. Yosefina Nebo dengan sengaja menjanjikan Kerans (Caleg atau memberikan uang atau DPRD Kabupaten materi lainnya sebagai Flores Timur imbalan kepada peserta Partai kampanye pemilu secara Golkar/Dapil langsung ataupun tidak Flotim 2) langsung (Lokasi : Asrama Putri SMU Podor Larantuka Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Timur, Tanggal 8 April 2014) Rp. 5 juta, dengan subsider 2 bulan kurungan. (terdakwa melarikan diri) Penyidikan terhadap kasus ini dihentikan setelah mendapat petunjuk dari Kejaksaan karena dianggap tidak layak dituntut. Disidang di Larantuka 97 Penghentian Penyidikan Perkara oleh Kepolisian karena tidak cukup bukti. KPU Flores Timur dimintai keterangan sebagai SAKSI AHLI oleh Gakumdu PN Putusan sidang tanggal 30 Juni 2014 yakni hukuman 3 bulan penjara, denda Rp. 2 juta, dengan subsider 1 bulan kurungan. KPU Flores Timur dimintai keterangan sebagai SAKSI AHLI oleh Gakumdu 5 6 Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang/memanipulasi suara pemilih dengan mengalihkan perolehan suara caleg/partai lain ke Caleg atas nama Yoseph Philipe Daton, SH dari Partai Demokrat. Lokasi Desa Wailolong Kecamatan Ile Mandiri tanggal 10 April 2014. Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang/memanipulasi suara pemilih dengan mengalihkan perolehan suara caleg/partai Gerindra ke Caleg atas nama Budi Sucipto Bin Nordin dari Partai 8. Marselinus Badi Disidangkan di PN Daton (Ketua Larantuka KPPS TPS III Desa Wailolong 9. Ignasius Igo Ritan (Sekretariat PPS Desa Wailolong) 10. Yoseph Ratu Hurint Ketua KPPS TPS I Desa Wailolong Putusan sidang di PN Larantuka tanggal 7 Mei 2014 : 4 bulan Kurungan, denda Rp. 5 Juta, subsider 1 bulan kurangan KPU Flores Timur dimintai keterangan sebagai SAKSI AHLI oleh Gakumdu 11. Marianus Ola Disidangkan di PN Mangu (Ketua Larantuka PPS Desa Kokotobo) Putusan sidang di PN Larantuka tanggal 26 Mei 2014 : 4 bulan Kurungan, denda Rp. 5 Juta, subsider 1 bulan kurangan KPU Flores Timur dimintai keterangan sebagai SAKSI AHLI oleh Gakumdu 98 Hanura.Lokasi Desa Desa Kokotobo Kecamatan Adonara Tengah. Ditemukan saat Pleno PPK Adonara Tengah tanggal 16 April 2014 Tabel.5.10 Daftar kasus politik uang yang diselesaikan melalui jalur hukum Sumber : Dokumentasi Pengadilan Negeri Larantuka 99 BAB VI JENIS PRAKTEK POLITIK UANG Secara umum jenis praktek politik uang dapat dikelompokan dalam tiga kelompok besar yakni: 1. Masif Politik uang bersifat masif berarti dilakukan secara menyeluruh, menggunakan metode yang lasim digunakan, dengan frekuensi yang tinggi, melibatkan banyak orang serta seringkali dijumpai di masyarakat. Para kandidat biasanya menggunakan metode ini karena dianggap wajar oleh masyarakat serta tidak memiliki konsekuensi hukum yang tinggi. Metode yang sering digunakan adalah membagi-bagikan material atau uang suap ke masyarakat dengan modus yang berbeda-beda. Distribusi uang dengan pola ‘door to door’ merupakan contoh praktek politik uang mudah dijumpai di Kabupaten Flores Timur. Contoh lainnya adalah pembagian sembako melalui team sukses atau keluarga menjelang hari pencoblosan. Karena seringkali dilakukan oleh kandidat dalam setiap kali pemilu maka politik uang bersifat masih seringkali diamini oleh masyarakat tidak dilihat sebagai politik uang. Misalnya sumbangan terhadap rumah ibadah, pembagian sembako, uang transport atau uang ketika menghadiri rapat bersama caleg, bantuan sosial berupa bahan material untuk lorongnisasi atau rabat jalan, sumbangan pipa air serta uang tunai menjelang pemilu. Data penelitian menunjukan bahwa masyarakat jarang sekali melaporkan kasus politik uang ke pihak yang berwajib. Fenomena ini memberi pemahaman baru bahwa politik uang dengan metode masih tidak dilihat sebagai 100 pelanggaran dalam pemilu. Peranan Petugas Pengawas Lapangan (PPL) sangat penting untuk memberi tekanan terhadap pendistribusian uang dan materi menjelang pemilu. Beberapa bentuk politik uang bersifat masif antara lain. 1. Pendistribusian uang dan barang menjelang pemilu Hajatan pemilu lima tahunan dirindukan masyarakat bukan sebagai hajatan demokrasi tetapi menjadi kesempatan memperoleh uang/barang sebagai bentuk balas budi terhadap akumulasi suara yang diberikan. Hubungan antara konstituen dengan kandidat terukur dari seberapa besar uang yang diberikan kandidat atau yang diterima masyarakat. Tidak jarang seseorang menerima lebih dari satu calon. Logika ekonomi muncul di sini bahwa yang memberi lebih banyak akan memperoleh suara lebih banyak pula. Pengakuan seorang ibu dari Desa Lewopao Kecamatan Ile Boleng sebagai berikut: ‘team sukses datang antar uang ada yang lima puluh ribu, ada yang seratus ribu jadi kami pilih yang lebih banyak’ Pendistribusian uang/barang menjelang pemilu seringkali dilakukan pemilu terutama beberapa hari menjelang pemilu. 2. Serangan fajar/door to door Amunisi terakir sebelum pemilu yang sering dilakukan oleh kandidat adalah distribusi ‘serangan fajar’ yang didahului dengan gerilya pada malam sebelumnya. Serangan fajar ditandai gerakan ‘door to door’ yang melibatkan 101 peranan agen yang cukup tinggi. Untuk kondisi tertentu, nominal uang yang diberikan semakin tinggi terutama ada persaingan politik uang yang dilakukan oleh kandidat lain. Praktek politik uang bersifat masif sudah dianggap sebagai kewajaran dalam setiap hajatan politik. Kondisi ini diperkeruh oleh mental masyarakat yang mempertanyakan uang sogok kepada team sukses. Seorang team sukses dari partai tertentu di desa Wailebe Kecamatan Wotanulumado menceritakan sebagai berikut: ‘Opini masyarakat tentang politik uang di Flores Timur sudah menjadi kewajaran. Ada masyarakat yang datang ke saya kalau ada uang dari calon maka kalau bisa diberikan kepada mereka. Mereka bilang berapa saja yang penting ada kalau tidak ada mereka tidak mau pilih’ Narasi di atas menunjukan bahwa politik uang juga dirindukan masyarakat karena seringkali dilakukan pada setiap hajatan pemilu. Hakekat ‘partisipasi’ dalam pemilu bergeser menjadi ‘mobilisasi’ karena masyarakat memilih di dalam pemilu karena dimobilisasi oleh uang. Hal ini menggambarkan bagaimana kualitas pemilu di Kabupaten Flores Timur akibat politik uang. 2. Terstruktur Praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur dilakukan secara struktur. Hal ini terlihat dari penjenjangan yang hirarkis dari tingkat masyarakat hingga pihak pemegang kekuasaan pada tingkatan yang lebih tinggi. Keterlibatan pihak/lembaga/instansi menjadi aktor yang mendesain prakek politik uang secara profesional. Kelompok ini 102 memiliki pengetahuan yang memadai dan ketrampilan yang cukup dalam memetakan praktek politik uang. Di sisi lain politik uang direncanakan, dilakoni, dikendalikan bahkan dirumuskan dalam kebijakan secara regulative dan administrative. Mal-praktek ini memiliki pertimbangan teknis yang mantap serta memiliki tingkat analisis yang mendalam. Praktek politik uang jenis ini hampir sering sulit dipahami bagaimana modus dan metodenya karena dibungkus dalam kebijakan dan program tertentu. Politik uang terstruktur melibatkan pihak/instansi/pimpinan yang memiliki wewenang dan kekuasaan yan lebih tinggi. Kelompok ini memiliki kemampuan untuk mengintervensi bawahannya termasuk melalui agenda kedinasan. Agenda politik uang dapat dilakukan melalui pendekatan kepartaian maupun melalui hirarki pemerintahan. Beberapa contoh metode praktek politik uang terstuktur antara lain: 1) Hirarki partai Dewan pimpinan cabang partai mengidentifikasi kebutuhan masyarakat baik melalui proposal yang diperoleh maupun hasil temuan (biasanya melalui reses oleh calon incumbent). Tak jarang juga melalui informasi dari team sukses dan pimpinan ranting partai. Bila kebutuhan masyarakat tersebut kecil maka dapat diantisipasi oleh DPC Partai tersebut. Namun bila kebutuhan tersebut berjumlah banyak maka pihak DPC partai akan membangun komunikasi dengan pihak Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Pusat. Lobi dan garansi politik memainkan peran di sini. Besarnya sumbangan sangat dipengaruhi oleh: kebutuhan yang diperlukan, besarnya komunitas atau kelompok sasaran bantuan, 103 Kapan bantuan tersebut diberikan Bagaimana memberikan bantuan Investasi politik yang diperoleh. Bantuan yang diberikan biasanya diberikan menjelang pemilu dengan penyerahan simbolis yang menghadirkan masyarakat dalam jumlah yang banyak. Di balik bantuan tersebut terbersit harapan politis agar masyarakat berkontribusi dalam memilih anggota partai tersebut .Modus yang digunakan antara lain: keberpihakan partai pada rakyat, aspirasi rakyat dijunjung tinggi oleh partai, partai adalah rakyat dan berbagai bentuk kamuflase lainya. Demi kepentingan politis tersebut, partai tak sungkan memberikan bantuan dalam jumlah yang banyak. Hasil temuan penulis di beberapa desa menunjukan bahwa partai tertentu bisa mengoceh saku dompetnya hingga mencapai ratusan juta setelah melakukan kalkulasi politik di balik bantuan tersebut. Barter suara dan uang mempertontonkan bagaimana aspirasi masyarakat bisa dibayar dengan uang dan materi. Data lapangan menunjukan bahwa bantuan tersebut biasanya diberikan kepada rumah ibadah seperti bantuan uang tunai kepada gereja Lewolaga kecamatan Titehena oleh Partai Golkar. Di Pulau Solor bantuan serupa juga diberikan oleh Partai PAN yang memberikan semen untuk pembangunan gereja di Desa Pamakayo dan balai desa Desa Lewonama. Sebagian besar bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat pada beberapa bulan atau minggu menjelang pemilu. 104 Kandidat peserta pemilu dari kabupaten ‘menumpangi’ kehadiran kandidat pada di atasnya baik pada level propinsi maupun pada level pusat dengan argumentasi kekompakan. Ironisnya, kandidat pada level propinsi bersinggungan langsung dengan kekuasaan sehingga modus yang digunakan adalah bantuan untuk kelompok tertentu. Misalnya bantuan uang dan kain tenun kepada kelompok ibu-ibu di Desa Ile Gerong. Partai Kebangkitan Bangsa melalui calon pusat misalnya, memberikan bantuan sapi kepada petani di desa Ile Gerong padahal desa ini tidak memiliki lahan tidur yang baik untuk dijadikan pakan ternak sapi. 2) Instansi pemerintahan Di instansi pemerintahan praktek politik uang dengan mudah ditemukan. Politik selalu kembaran dengan kekuasaan. Pimpinan dengan mudah memainkan wewenang dan jabatannya untuk mempertahankan kursi jabatan yang dimilikinya. Untuk mencapai tujuannya secara politis, berbagai upaya dilakukan untuk memuluskan tujuan tersebut. Untuk kepentingan pemilu tak jarang pimpinan daerah pada level tertentu mengakomodir Pegawai Negeri Sipil pada lingkaran kekuasaannya untuk kembali ke kampung halamannya dengan modus agenda kedinasan tertentu. Andi (nama samaran), salah satu staf pada Dinas Pertanian Propinsi menceritakan perjalanan dinas dengan agenda fiktif menjelang pemilu. Andi bersama kawan-kawannya di instansi yang berbeda diminta bantuan untuk melakukan perjalanan dinas ke daerah. Andi mengantongi SPPD yang dikeluarkan oleh kepala dinas sebagai salah satu kelengkapan perjalanan dinas dengan agenda mengevaluasi pembibitan jati di Kelompok Benih Rakyat (KBR) di desanya. Di samping agenda kedinasan, Andi cs dititipkan pesan 105 untuk mempengaruhi keluarganya untuk memilih calon tertentu. Gerakan ‘pulang kampung’ menjelang pemilu ini dilakukan hampir secara rutin baik dalam pemilu kepala daerah maupun pada pemilu legislative. Teka-teki seputar kehadiran mereka seringkali menjadi pertanyaan masyarakat desa karena dilakukan secara terus menerus pada setiap kali pemilu. 3) Di samping gerakan ‘kota ke desa’ ada juga gerakan ‘desa ke kota’ yang ditandai dengan mobilisasi aparat pemerintahan dari desa ke kota dengan agenda kedinasan juga. Hasil wawancara peneliti dengan seorang saksi menjelaskan bahwa kelompok camat dikerahkan ke sebuah kota untuk mengikuti serangkaian agenda kedinasan. Setelah mengikuti agenda tersebut kelompok di arahkan ke sebuah restoran untuk mendengar ‘amanat khusus’ yang disampaiikan oleh seorang pejabat. Setelah kepulangan mereka, kelompok ini bekerja keras untuk memenangkan calon tersebut sekaligus untuk menyelamatkan jabatan yang mereka miliki bila calon tersebut memenangkan pemilu. 4) Pengamanan jabatan tertentu. Praktek politik uang jenis ini terkesan sangat profesional. Pejabat pemerintah kecamatan pada wilayah tertentu menggunakan wewenangnya dengan mengamankan posisi di beberapa desa. Aparat pemerintahan kecamatan yang bermasalah atau telah menghabisi masa kerjanya digantikan posisinya dengan pejabat sementara yang juga adalah pejabat kecamatan. Hampir sulit ditemukan praktek politik uang di tempat sini bila masyarakatnya tidak pekah untuk melihatnya. Manajemen malpraktek kekuasaan ini menciptakan atmosfer desa yang tidak kondusif terutama menjelang pemilu karena pejabat yang bersangkutan tidak menetap di desa tersebut. Lebih menarik lagi, Pejabat Sementara (PJS) Desa digantikan lagi oleh Pejabat 106 Sementara (PJS) Desa lagi bukan dengan kepala desa definif. Seorang tokoh muda Desa Lewotala Kecamatan Lewolema menjelaskan bahwa kondisi PJS Desa yang menginap di luar desa sepertinya direncanakan agar lemah dalam pengawasan dan pengontrolan menjelang pemilu. Dalam kondisi desa yang tidak kondusif ini masyarakat dengan mudah dipengaruh dengan praktek politik uang. “kami di Lewotala ini bingung dengan pemerintahan desa kami. Kami dulu sudah punya PJS lalu digantikan dengan PJS lagi, bukan kepala desa definitive. PJS tinggal di luar desa jadi kontrol langsung terhadap masyarakat sangat lemah. Partai datang siang malam masuk desa tidak ada yang berani tegur. Mereka datang membagi uang dan barang malam-malam siapa yang mau tegur. Sepertinya ini direncanakan sehingga masyarakat tidak bisa curiga. Beberapa tokoh masyarakat lain di desa ini juga mengamini hal serupa. Bagi mereka, ada keterlibatan tokoh atau partai tertentu ke wilayah kecamatan sehingga mereka dengan mudah melakukan praktek politik uang karena kelompok ini meresa dilindungi. Manajemen politik uang sangat dekat dengan manajemen birokrasi. 3.Tersistimatis Praktek politik uang juga dilakukan secara sistimatis. Manajemen dan prosedurnya sangat penting agar terhidar dari jeratan hukum. 1. Disposisi Proposal Relasi kuat antara ‘politik dan uang’ (money politics) dipengaruhi oleh, dan mempengaruhi, hubungan antara pihak politisi, keanggotaan partai dan para pemilih. 107 Politik uang menjadi tantangan tersendiri di Kabupaten Flores Timur karena menggunakan metode yang sulit dibuktikan secara hukum, salah satunya adalah ‘disposisi proposal’. Perilaku politik tipe ini biasanya dilakukan oleh calon incumbent yang masih berkuasa atau yang sedang menduduki posisi tertentu. Kelompok dibekali dengan sejumlah pengetahuan dan ketrampilan sehingga menggunakan cara-cara yang terkesan sangat normative. Kelompok mengajukan proposal kepada pemerintah dengan melengkapi sejumlah persyaratan yang ditentukan. Praktek politik dengan modus proposal meninggalkan persoalan di masyarakat ketika kelompok tersebut bersifat dadakan lalu kemudian dipermanenkan atau hilang ketika materi bantuan tersebut rusak. Pengusulan proposal secara normative tersebut dipolitisasi dengan menghadirkan calon tertentu sebagai pahlawan proposal. Caleg bersama team sukses membentuk opini public bahwa terealisasinya proposal tersebut diprakarsai dan diperjuangkan oleh calon tersebut. Pencitraan dan pembentukan opini tentang caleg tersebut. Misalnya pengadaan motor ikan bagi kelompok tani nelayan di Desa Bama dan Desa Ritaebang yang mengfigurkan caleg tertentu sebagai pahlawannya. 2. Jalur Dana Aspirasi Timbulnya masalah uang dalam demokrasi karena banyaknya kegiatan politik demokratis yang tidak bisa dilaksanakan tanpa uang. Dalam hal ini, ‘politik uang’ cenderung diartikan secara sempit karena hanya berfokus pada dana kampanye dan 108 partai politik. Padahal, banyak pihak pelaku luar yang terlibat dalam persaingan politik dengan tujuan membentuk agenda ‘kebijakan publik’. Mal-praktek politik uang dengan menggunakan metode dana aspirasi banyak dijumpai di Kabupaten Flores Timur. Hasil evaluasi menunjukan bahwa hampir sebagian besar masyarakat Flores Timur mengakui bahwa sebagian pembangunan fisik di wilayahnya adalah dana aspirasi dari anggota legislative di Kabupaten Flores Timur. Pembangunan rabat jalan dan bantuan anakan tanaman tertentu ke Gapoktan seringkali mengatasnamakan calon tertentu dengan argumentasi dana aspirasi. Bahkan bantuan normative dari dinas tertentu seringkali diklaim sebagai dana aspirasi yang diperjuangkan oleh caleg tertentu. Kepala Desa Lewohala Kecamatan Ile Mandiri menuturkan sebagai berikut. “kami di desa ini hampir tidak pernah mendapat bantuan dari partai atau calon tertentu. Bantuan di desa Lewohala ini hanya dari pemerintah saja. Namun ada caleg incumbent yang kemudian hari mengatakan bahwa bantuan tersebut adalah dana aspirasi yang ia perjuangkan” Tidak sungkan-sungkan anggota legislative menginvestasikan bukti-bukti perjuangan kepada konstituennya. Caleg membangun kerja sama dengan dinas tertentu kemudian memperjuangkan kebutuhan konstituennya melalui program yang dimiliki dinas tersebut. Penyerahan bantuan dan pelaksanaan program melibatkan caleg tertentu sehingga memberi kesan politik bahwa keberhasilan program tersebut adalah perjuangan aspirasi rakyat yang ia perjuangkan ke dinas tertentu. 109 Politik uang dengan menggunakan modus dana aspirasi meninggalkan beberapa persoalan antara lain: a) Bagaimana pola komunikasi yang dibangun antara anggota legislatif dan dinas tertentu? b) Apakah ada nomenklatur rekening bank dan kode anggaran terkait dana aspirasi dalam item pencairan keuangan daerah 3. Dana Reses Praktek money politik dengan dana reses DPRD Kabupaten Flores Timur juga dijumpai di masyarakat baik dari calon incumbent kabupaten, propinsi maupun pusat. Pembagian dana reses seringkali dilakukan menjelang pemilu terutama kepada konstituen dengan modus dana transportasi dan uang makan. Dana reses diperuntukan untuk biaya operasional seorang ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah pemilihannya. Namun dana tersebut seringkali dijadikan sebagai uang suap untuk mengarahkan masyarakat untuk memilih dirinya kembali. Panwaslu Kabupaten Flores Timur pernah membubarkan seorang anggota Dewan Propinsi NTT yang juga adalah seorang calon ketika melakukan reses sambil mengarahkan masyarakat memilihnya dalam pileg mendatang. 4. Barter Suara Mal-praktek politik uang dalam barter suara melibatkan panitia penyelenggara pemilu sebagaimana yang terjadi di Desa Kokotobo Kecamatan Adonara. Kandidat tertentu 110 bekerja sama dengan pihak penyelenggara pemilu untuk melakukan barter suara antaranggota dalam partai atau antar-partai. 111 BAB VII PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP POLITIK UANG 1. Persepsi Politik Pengertian persepsi menurut Japri (1983), ialah kemampuan individu untuk mengamati (mengenal) perangsang (stimulus) sesuatu sehingga berkesan menjadi pemahaman, pengetahuan, sikap dan tanggapan-tanggapan. Politik uang telah lama terjadi di masyarakat dengan metode dan modus yang berbeda pula. Hubungan timbal balik antara kandidat dan masyarakat diukur dari transaksi jual beli yang dilakukan dalam setiap hajatan pemilu. Ada keruntuhan demokrasi yang ditandai dengan harga suara yang dibeli dengan uang suap dan material. Masyarakat mendapat uang/materi, di sisi lain kandidat memperoleh suara. Karena sama-sama diuntungkan maka praktek politik uang ini dianggap wajar oleh masyarakat. Secara umum , persepsi masyarakat tentang politik uang dari 100 seratus responden yang diwawancarai dapat dilihat dari tablel berikut ini Kategori Persepsi Persentasi % Politik Uang itu wajar 65 Politik uang itu tidak wajar 35 Total 100 Tabel 7.1. Persepsi Masyarakat tentang politik uang Sumber: Data Olahan, 2015 112 Dari data di atas dapatlah dikatakan bahwa persepsi masyarat tentang politik uang itu wajar sebesar 65 % atau berkategori sedang. Sedangkan yang menganggap politik uang tidak wajar sebesar 35% Persepsi Masyarakat tentang politik uang dapat dilihat berdasarkan karateristik kelompok di bawah ini : A. Berdasarkan Jenis Kelamin Politik Uang Tidak Jenis kelamin Politik uang wajar (%) Wajar (%) Total (%) Laki- Laki 40 21 61 Perempuan 25 14 39 Total 65 33 100 Tabel 7.2. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan jenis kelamin Sumber: Data Olahan,2015 B. Berdasarkan tingkat pendidikan Jenis kelamin Politik uang wajar (%) Politik Uang Tidak Wajar (%) Total(%) SD 43 14 57 SMP 9 9 18 SMU/Sederajat 5 9 14 Diploma/Sarjana 8 3 11 Total 65 33 100 Tabel 7.3. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan Tingkat Pendidilan Sumber: Data Olahan. 2015 113 C. Berdasarkan Jenis Pekerjaan Politik uang wajar (%) 39 Politik Uang Tidak Wajar (%) 17 Total (%) 56 Nelayan 6 3 9 Tukang 4 1 5 Pedagang 3 6 9 PNS 7 3 10 Buruh Pelabuhan 3 0 3 Ojek 3 0 3 Rohaniwan 0 5 5 Total 65 35 100 Jenis Pekerjaan Petani Tabel 7.4. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan jenis pekerjaan Sumber: Data Olahan. 2015 D. Berdasarkan Tingkat Umur Politik Uang Tidak Umur Politik uang wajar (%) Wajar (%) Total (%) 20 - 30 tahun 16 6 22 31 - 40 tahun 14 14 28 41 - 50 tahun 19 11 30 51 - 60 tahun 16 4 20 Total 65 35 100 Tabel 7.5. Persepsi Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat umur Sumber: Data Olahan.2015 114 2. Perilaku Politik Yang dimaksudkan dengan perilaku politik adalah keputusan masyarakat untuk memilih calon tertentu akibat dari praktek politik yang diperoleh menjelang pemilu. Secara umum perilaku politik dalam pemilu dapat dilihat pada tabel berikut ini. Kategori Perilaku Persentasi (%) Menerima dan memilih calonnya 48 Menerima dan tidak memilih calonnya 18 Tidak menerima dan memilih calonnya 15 Tidak menerima dan Tidak memilih calonnya 19 Total 100 Tabel 7.6. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang Sumber: Data Olahan. 2015 Dari tabel di atas diketahui bahwa masyarakat yang memilih karena uang sebesar 48% dan terkategori rendah. Sedang yang menerima dan tidak memilih calon sebesar 18%, yang tidak menerima dan memilih calon sebesar 15% serta tidak menerima dan tidak memilih calon sebesar 19%. a. Berdasarkan jenis kelamin Menerima Tidak Menerima dan dan Tidak Tidak Menerima Menerima dan Jenis memilih Memilih dan memilih tidak memilih kelamin Calonnya (%) Calonnya (%) Calonnya (%) calonnya (%) Laki- Laki 31 11 8 11 Perempuan 17 7 7 8 Total 48 18 15 19 Tabel 7.7. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan jenis kelamin Sumber: Data Olahan. 2015 115 b. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Menerima Menerima dan Tidak Tidak Pendidikan dan memilih Tidak Memilih Menerima dan Menerima dan Calonnya Calonnya (org) memilih tidak memilih Calonnya (org) calonnya (org) (org) SD 34 8 7 8 SMP 9 3 3 3 SMU/Sederajat 4 3 3 4 Diploma/Sarjana 1 4 2 4 Total 48 18 15 19 Tabel 7.8. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat pendidikan Sumber: Data Olahan. 2015 c.Berdasarkan Tingkat Umur Tingkat Umur Menerima Menerima dan Tidak Tidak dan memilih Tidak Memilih Menerima dan Menerima dan Calonnya Calonnya (org) memilih tidak memilih Calonnya (org) calonnya (org) (org) 20 – 30 tahun 12 4 4 2 31 – 40 tahun 15 3 3 7 41 – 50 tahun 13 7 7 3 51 – 60 tahun 8 4 4 7 Total 48 18 15 19 Tabel 7.9. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat Umur Sumber: Data Olahan. 2015 116 d.Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Menerima dan memilih Calonnya (%) Menerima dan Tidak Memilih Calonnya (%) 8 Tidak Menerima dan memilih Calonnya (%) Tidak Menerima dan tidak memilih calonnya (%) 5 7 Petani 36 Nelayan 4 2 3 0 Tukang 2 1 1 1 Pedagang 1 2 4 2 PNS 3 2 2 3 Buruh Pelabuhan 1 2 0 0 Ojek 1 1 0 1 Rohaniwan 0 0 0 5 Total 48 18 15 19 Tabel 7.9. Perilaku Politik Masyarakat tentang politik uang berdasarkan tingkat Umur Sumber: Data Olahan. 2015 117 BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN PRAKTEK POLITIK UANG DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT 1. Tingkat Praktek Politik Uang Kategori Praktek Jumlah (orang) Prosentasi % 49 49 25 25 26 26 100 100 Politik Uang Tinggi Sedang Rendah Total Tabel 8.1. Tingkat praktek politik uang Sumber data olahan Dari tabel di atas diketahui bahwa tingkat praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur tergolong tinggi yakni sebesar 49 orang atau 49 %. 2. Tingkat Partisipasi politik Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total Jumlah (orang) Prosentasi % 54 54 27 27 19 19 100 100 Tabel 8.2. Tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu Sumber data olahan, 2015 118 Dari tabel di atas diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu tergolong tinggi yakni sebesar 54 orang atau 54 %. 3. Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu Praktek Politik Tingkat Partisipasi Masyarakat uang Tinggi Sedang Rendah Total Tinggi 34 8 7 49 Sedang 10 9 6 25 Rendah 10 10 6 26 Total 54 27 19 100 Tabel 8.3. Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu Sumber data olahan, 2015 4. Kontibusi Variabel praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu A. Perhitungan signifikansi antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu Rumus Umum Menghitung signifikansi Variabel independen dengan variabel dependen : = − 1 + 1 Keterangan: Fa = Frekuensi pasangan yang sama F1 = Frekuensi pasangan yang berlawanan 119 Langkah 1: Tabulasi silang hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu Tingkat Partisipasi Masyarakat Praktek Politik uang Tinggi Sedang Rendah Total Tinggi 34 8 7 49 Sedang 10 9 6 25 Rendah 10 10 6 26 Total 54 27 19 100 Langkah 2 : Membuat Ha dan Ho dalam kalimat dan statistik Ha : Terdapat Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu.....Ha: G ≠ 0 Ho : Tidak terdapat Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur pemilu.....Ho: G = 0 Langkah 3 : Menghitung Fa : Frekuensi Pasangan yang sama Fi : Frekuensi pasangan yang berlawanan 120 di dalam Tinggi Baik Cukup Kurang Sedang Baik Cukup Kurang 9 10 6 6 Sedang Rendah Baik Cukup Kurang Sedang Rendah 10 Tinggi 10 6 Sedang Rendah Baik Cukup Kurang 9 6 : 34 (9+6+10+6) : 8 (6+6) : 10(10+6) : 9 (6) Jumlah Fa 10 = 1054 = 96 = 160 = 54 + = 1364 Mencari Fi Sedang Rendah 8 7 10 Tinggi Baik Cukup Kurang Sedang Rendah 7 6 Tinggi Baik Cukup Kurang 7 6 10 Baik Cukup Kurang 6 6 Sedang Rendah 8 9 Tinggi 8 Tinggi Mencari Fa Tinggi 34 Tinggi Baik Cukup Kurang Rendah Sedang Rendah 7 9 : 10 (8+7+9+6) : 10 (7+6) : 10 (8+7) : 9(7) Jumlah Fi = 300 = 130 = 150 = 63 + = 643 Langkah 4 : Menghitung Gamma = = =0,359 Hubungan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu sebesar 0,359 dan terkategori rendah. Kontribusi variabel praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu sebesar 0,3592 x100 % = 12,90. Berarti kontribusi praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten 121 Flores Timur di dalam pemilu 12,90% sedang 87,10% ditentukan oleh variabel lain. 5. Menguji signifikansi antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu Langkah 1 : Membuat Ha dan Ho dalam kalimat dan statistik Ha : Terdapat hubungan praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu. Ho : Tidak Terdapat hubungan praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu. Langkah 2 : Menghitung Chi-Square (X2): = ∑( ) Dimana: O = Frekuensi Observasi E = Frekuensi yang diharapkan Praktek Politik Tingkat Partisipasi Masyarakat uang Tinggi Sedang Rendah Total Tinggi 34 8 7 49 Sedang 10 9 6 25 Rendah 10 10 6 26 Total 54 27 19 100 122 Menghitung Chi-Square (X2): Ea = Ea = Ea = 25 54 54 =26,46 Ed = = 13,50 Ea = =10,04 Ea = =13,23 Eg = 25 27 = 6,75 Ea = 27 = 7,02 Ea = 49 19 = 9,31 = 4,75 19 = 4,94 Tabel frekuensi yang diharapkan (E) dari hasil (O) untuk hubungan praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu Sel O A 34 B 10 C 10 D 8 E 9 F 10 G 7 H 6 I 6 ∑( − ) E O-E ( − ) 26.46 7.54 56.8516 2.148586546 13.5 -3.5 12.25 0.907407407 14.04 -4.04 16.3216 1.162507123 13.23 -5.23 27.3529 2.067490552 6.75 2.25 5.0625 0.75 7.02 2.98 8.8804 1.265014245 9.31 -2.31 5.3361 0.573157895 4.75 1.25 1.5625 0.328947368 4.94 1.06 1.1236 0.227449393 9,43 Langkah 3 : Membandingkan ℎ dengan 1 1 ( − 1)( − 1). = (3 − 1)(3 − 1). = 2 2 2 123 ℎ : = 5,991 Dasar pengambilan keputusan dengan membandingan X2 hitung dan X2 tabel sebagai berikut : Jika ℎ > maka Ho ditolak artinya signifikan Jika ℎ < maka Ho diterima artinya tidak signifikan Ternyata ℎ < 2 tabel atau 9,43 < 5,991 maka Ha diterima, signifikan. Kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara praktek politik uang dengan tingkat partisipasi masyarakat Kabupaten Flores Timur di dalam pemilu 6. Alasan tingginya praktek politik uang di Kabupaten Flores Timur 1. Alasan ekonomi Kondisi kemiskinan (ekonomi) menjadi alasan mengapa praktek politik uang di masyarakat Flores Timur tergolong cukup tinggi. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para kandidat untuk memberikan uang/barang suap dengan alasan bantuan sosial. 2. Alasan antroplogis Masyarakat Flores Timur tergolong masyarakat sosialis yang sangat menghargai jasa atau pemberian orang. Hal ini menyebabkan indepedensi masyarakat di dalam pemilu sangat rendah karena cenderung memilih orang yang memberi uang atau barang. 3. Alasan institusional Alasan institusional nampak dalam penyalahgunaan wewenang terkait dana bantuan dan hibah yang cenderung dipolitisasi yang berakumulasi pada pencitraan politik. 124 4. Aspek Pengawasan Lemahnya pengawasan di lapangan menciptakan kondisi yang kondusif bagi praktek politik uang. 7. Dampak politik uang a) Inflasi kualitas pemilu baik terutama pergeseran pemilu dari instrument perubahan sosial menjadi pasar politik. b) Masyarakat menjadi komoditi pemilu karena aspek partisipasi berubah menjadi aspek mobilisasi. c) Perubahan pola pikir tentang pemilu di masyarakat yang berdampak pada tradisi pemilu yang tidak berkualitas. d) Hanya kelompok yang memiliki dana atau uang yang cukup yang bisa memenangkan pemilu. e) Kehilangan kader potensial yang tidak memiliki dana/uang 8. Solusi a) Pendidikan politik tentang pentingnya aspirasi masyarakat dalam pemilu yang bertujuan menentukan masa depan mereka sendiri. b) Peningkatan pengawasan mulai dari pra-pemungutan suara hingga pasca-pemungutan suara. c) Sanksi hukum yang tegas yang memberikan efek jera terhadap praktek politik uang. 125 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan 1) Praktek politik uang terjadi di seluruh wilayah Kabupaten Flores Timur. 2) Praktek politik uang dilakukan sebelum pemungutan suara dan setelah pemungutan suara. 3) Pemberian uang/barang lebih banyak dilakukan oleh agen meskipun banyak pula kandidat yang memberikan secara langsung. 4) Praktek politik uang menggunakan metode dan modus yang berbeda-beda. 5) Sasaran pemberian uang suap/barang bersifat pribadi dan kelompok. 6) Motivasi pemberian bantuan lebih banyak bersifat politis. 7) Praktek politik uang bersifat masif, terstuktur dan sistimatis. 8) Persepsi masyarakat tentang politik uang itu wajar tergolong sedang. 9) Perilaku masyarakat dalam pemilu akibat politik uang masih pada tingkat rendah. 10) Kontribusi variable politik uang terhadap tingkat pastisipasi masyarakat di dalam pemilu sebesar 12,90% sedangkan 87,10% dipengaruhi variable lain. 11) Ada hubungan yang signifikan antara praktek politik uang dengan tingkat partispasi masyarakat Flores Timur di dalam pemilu. 9.2. Saran a) Pendidikan politik tentang pentingnya aspirasi masyarakat dalam pemilu yang bertujuan menentukan masa depan mereka sendiri. 126 b) Peningkatan pengawasan mulai dari pra-pemungutan suara hingga pascapemungutan suara c) Sanksi hukum yang tegas yang memberikan efek jera terhadap praktek politik uang d) Terkait dana aspirasi perlu mendapat penegasan terkait nomenklatur dan kode anggaran dalam pengeluaran anggaran dan pembelanjaan daerah. 127 Daftar Pustaka Agustino, Leo, Pilkada dan Dinamika Politik Lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) Alexander, Herbert E, Financing Politics, Politik uang dalam Pemilu Presiden Secara Langsung, Pengalaman Amerika Serikat, (Terj). Yogyakarta: Narasi, 2003 Duncan, Hugh Dalziel, Sosiologi Uang, Terj. 1997. Hal.13 Ambardi. Kuskrido,Mengungkapkan politik Kartel,Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2009 Budiarjo.Miriam,Dasar-Dasar Ilmu Politik,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2000 Garna, Judistira, Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar Konsep dan Posisi, Bandung : Primako Akademika, 2001 Ismawan, Indra, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta: Media Pressindo, 1999 Nugroho, Heru, Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Piliang, Indra J., Korupsi dan Demokrasi, Kompas, 5 November 2001. Rush.Althof,Pengantar sosiologi Politik dalam Pengantar Sosiologi Politik oleh Damsar.Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10. Ibid. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10. Ibid. Silvia Bolgherini, "Participation" dalam Mauro Calise and Theodore J. Lowi, Hyperpolitics: An Interactive Dictionary of Political Science Concept (Chicago: The University of Chicago, 2010) p. 169. 128 Oscar Garcia Luengo, E-Activism New Media and Political Participation in Europe, (CONFines 2/4 agosto-diciembre 2006) Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi ... op.cit. Thomas M. Magstadt, Understanding Politics (Belmont: Cengage Learning, 2012) pp. 273-82. Christina Holtz-Bacha, Political Disaffection, dalam dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California : Sage Publications, 2008) p.577-9. Jan W. van Deth, Political Participation, dalam Lynda Lee Kaid and Christina HoltzBacha, Encyclopedia ..., ibid., p.531-2. Kai Arzheimer, Political Efficacy, dalam Lynda Lee Kaid and Christina Holtz-Bacha, Encyclopedia ..., ibid., p.531-2. p. 579-80. 129 Lampiran 1. REKOMENDASI FGD 1. Central Pendidikan Politik Terpadu yang melibatkan lintas elemen seperti KPUD, Pemerintah, LSM, Parpol, Perguruan Tinggi, Pers, Relawan Demokrasi, melalui pembentukan “Posko Pemilih Cerdas” yang dilakukan secara rutin. 2. Peningkatan kapasitas dan sumber daya team Relawan Demokrasi baik secara pribadi maupun secara kolegial di tingkat desa/kelurahan. 3. Peningkatan kapasitas, indepedensi, dan kapabilitas pengawasan pemilu. 4. Meningkatan peran SENTRA GAKUMDU demi terciptanya kondisi yang kondusif menjelang pelaksanaan pemilu terutama pada masa kampanye dan masa tenang. 5. Mengoptimalkan dukungan anggaran baik APBN maupun APBD terkait sosialisasi pendidikan pemilih dan kerja multipihak. 6. Mengevaluasi kembali mekanisme perekrutan panitia penyelenggara pemilu terkhusus di tingkat PPS dan KPPS baik dari sisi regulasi, teknik/implementasi maupun dari sisi anggaran agar direkrut oleh KPU Kabupaten. 7. Penegakan sanksi hukum yang tegas untuk memberikan efek jera terhadap praktek politik uang. 8. Mengeliminasi kebijakan-kebijakan anggaran yang kontradiktif dimana satu kode anggaran yang seharusnya untuk satu anggaran tetapi diduplikasi untuk kepentingan politik. 130 Lampiran 2. PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth..Bapak/Ibu/Saudara/i ................................................ Di Tempat Dengan Hormat. Sehubungan dengan diadakannya RISET yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Flores Timur tentang Analisis Hubungan Praktek Politik Uang Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Flores Timur Di Dalam Pemilu Tahun 2014, maka dengan ini kami memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjadi responden di dalam penelitian ini. Kejujuran Bapak/Ibu/Saudara/i di dalam menjawab pertanyaan ini sangat kami harapkan demi tercapainya hasil riset yang berkualitas. Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas partispasi Bapak/Ibu/Saudara/i, kami sampaikan limpah terima kasih. Larantuka, 6 Juni 2015 Responden ( Pemohon/Peneliti ) ( 131 ) Lampiran 3. KISI-KISI PENELITIAN 1. Pemahaman tentang politik uang/Pengertian politik uang . 2. Jumlah uang/materi yang diberikan: a. Data tentang pemberian uang/materi b. Jumlah uang yang diterima c. Jenis barang dan jumlah yang diterima 3. Pola Pemberian : a. Pemberian langsung uang kepada pemilih b. Pemberian langsung materi kepada pemilih c. Pemberian uang secara tidak langsung d. Pemberian barang secara tidak langsung e. Pemberi f. Kapasitas pemberi 4. Kemasan 5. Berjanji secara lisan/tertulis: a. Berjanji secara lisan b. Berjanji dengan kontrakan c. Yang berjanji kandidat atau tim sukses d. Jaminan janjian 6. Motif pemberian: a. Amal b. Suap c. Sedekah 7. Sasaran: Siapa saja Orang kecil Anak gelandangan Keluarga Tim Sukses 8. Waktu pemberian uang/materi: Jangka panjang Jangka menengah Jangka pendek 132 ANGKET PRAKTEK POLITIK UANG Nama = Jenis Pekerjaan = Jenis Kelamin = Desa = Umur = Kec/zonasi = Pendidikan = Keterangan = Pertanyaan Terbuka 1. Jumlah uang/materi yang diuangkan UANG Pribadi Rp.0 Rp.51.000 Rp.101.000 Rp.151.000 Rp.201.000 Rp.251.000 Rp.251.000 >Rp.300.000 – – – – – – – Rp.50.000 Rp.100.000 Rp.150.000 Rp.200.000 Rp.250.000 Rp.300.000 Rp.300.000 Kelompok Nama Kelompok Sifat Kelompok Jumlah Kelompok Jumlah uang Rerata perorang Materi Pribadi Nama Barang sembako Bahan Bangunan Unit (kg,bungkus) beras Gula Kopi Mie Seng Semen Besi Lain-lain 133 Harga Kelompok Nama Barang sembako Bahan Bangunan Seragam/ Kostum Unit (kg,bungkus) Harga beras Gula Kopi Mie Seng Semen Besi Baju olahraga Seragam kelompok Nama Kelompok : 1 2 3 . ...................................................... ........................................................ 2. Pola Pemberian Uang Pribadi Kelompok Materi Pribadi Kelompok Pemberi Langsung Tidak langsung Langsung Tidak langsung Langsung Tidak langsung Langsung Tidak langsung Calon Dewan Kabupaten Calon Dewan Propinsi Calon Dewan Pusat Calon Bupati Calon Gubernur Calon Presiden Lain-lain 3. Agen pemberian Uang Normatif Calon Bersangkutan Team sukses Tokoh Masyarakat Tokoh agama Tokoh pemuda Posko pendukung Lain-lain Anak-anak Teman Keluarga Orang mabuk Teman Kerja 134 Materi Agensi Calon Bersangkutan Team sukses Tokoh Masyarakat Tokoh agama Tokoh pemuda Posko pendukung Lain-lain Anak-anak Teman Keluarga Orang mabuk Teman Kerja 4. Waktu pemberian Jangka Panjang/menengah 1 – 2 tahun 2 – 3 tahun 3 – 4 tahun 4 – 5 tahun Jangka pendek 9 – 12 bulan 6 – 9 bulan 3 – 6 bulan 1 – 3 bulan Menjelang pemilu 0 – 1 bulan 3 – 4 minggu 1 – 3 minggu Minggu pemilu Hari/jam rawan :........................................... 5. Kontrak Pemberian Uang Lisan Tertulis Material Lisan Tertulis Pribadi Lisan Tertulis Kelompok Lisan Tertulis Besar Tergantung Besarnya sumbangan Kecil 135 Lisan Tertulis Lisan Tertulis 6. Kemasan Amplop Ada Cap Berlabel Tulisan nama calon tertentu 7. Proposal Fiktif Uang Kelompok sasaran Barang Kelompok sasaran 8. Motif Pemberian Bantuan Amal Politis sedekah 9. Sasaran Pemberian Pribadi Siapa saja Orang susah secara ekonomi Orang sakit Berpendidikan Rendah Gelandangan Orang Muda Kelompok Kelompok orang muda Karang Tarung OMK Pemuda GMIT Remaja Masjid Kelompok ibu-ibu Kelompok Bapa-bapa Kelompok Tani Kelompok Nelayan Gereja Masjid 136 Pertanyaan Tertutup 1. Apakah Anda mengetahui PEMILU? a. Tahu b. Tidak tahu 2. Apakah anda tahu pentingnya PEMILU? a. Tahu b. Tidak tahu 3. Apakah anda tahu kalau suara anda penting dalam pemilu? a. Tahu b. Tidak tahu 4. Apakah anda tahu tentang praktek uang dalam pemilu? a. Tahu b. Tidak tahu 5. Apakah anda setuju kalau politik uang itu wajar pada pemilu sekarang? a. Setuju b. Tidak setuju.....................................................................persepsi 6. Pernah tidak anda didatangi tim sukses/sahabat/calon yang membawa uang/sembako/materi untuk mempengaruhi anda memilih salah seorang calon? a. Pernah b. Tidak pernah 7. Apakah anda menerima uang/materi yang diberikan oleh tim sukses tersebut a. Ya..menerima b. Tidak menerima 8. Bila anda mengetahui ada prakek politik uang apakah anda memberikan teguran dan atau melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak penyelenggara pemilu/LINMAS/polisi? a. Ya b. Tidak 9. Apakah anda bebas dalam memilih tanpa tekanan pihak lain akibat bantuan yang diberikan secara pribadi/kelompok? a. Ya..bebas memilih b. Tidak karena ada pengaruh/tekanan orang lain 10. Yang anda lakukan terhadap pemberian uang/materi adalah a. Menerima dan memilih calon tersebut b. Menerima tetapi tidak memilih calon tersebut c. Tidak menerima dan memilih calon tersebut d. Tidak menerima dan tidak memilih calon tersebut......................perilaku 137