Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan

advertisement
Rifka, Cahya, Evi dan Undang| Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria Usia 60 Tahun
Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh
Pria usia 60 tahun
1
Rifka Humaida, 2Cahya Ningsih, 1Evi Kurniawati, 2Undang Komarudin
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Departemen Kejiwaan, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung
Abstrak
Kecemasan dapat dikonseptualisasikan sebagai respon normal dan adaptif terhadap ancaman yang mempersiapkan
organisme untuk melawan. Orang yang tampak cemas pada segala sesuatu, diklasifikasikan memeliki gangguan cemas
meneyeluruh. Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) mendefinisikan gangguan cemas
menyeluruh sebagai kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang beberapa acara atau kegiatan untuk sebagian besar
hari selama setidaknya periode 6 bulan. Khawatir sulit untuk mengontrol dan berhubungan dengan gejala somatik, seperti
ketegangan otot, mudah marah, sulit tidur, dan gelisah. Kecemasan tidak terfokus pada gangguan Axis I, tidak disebabkan
oleh penggunaan zat atau kondisi medis umum, dan tidak terjadi hanya selama suasana hati atau gangguan kejiwaan.
Kesulitan dalam menggontrol sikap cemas serta menyebabkan gangguan aktivitas kehidupan seseorang. Prevalensi
gangguan panik pertahunnya adalah 1-2%. Onset tersering adalah pada usia remaja atau pada orang yang berusia pada
pertengahan 30 tahun, sedangkan onset setelah usia 45 tahun jarang terjadi. Tn. S usia 60 tahun, datang dengan keluhan
cemas, nyeri kepala, berkeringat dingin, gangguan gastrointestinal dan sulit tidur. Keluhan ini berlangsung beberapa saat
dan hilang timbul. Keluhan muncul sejak 14 tahun yang lalu, sebelum pasien berobat ke psikiatri. Keluhan tersebut
dirasakan cukup mengganggu bagi pasien. Pasien didiagnosis mengalami gangguan cemas menyeluruh. Pasien diterapi
dengan golongan SSRi fluoxetine 1x10 mg dan golongan benzodiazepin alplazolam 1x10 mg. Serta dilakukan intervensi
psikososial kepada keluarga dan pasiennya.
Kata kunci : benzodiazepim, cemas, gangguan cemas menyeluruh, SSRi
Diagnosis and Therapy for General Anxiety Disorders
of 60 Years Old Male Patient
Abstract
Anxiety can be conceptualized as a normal and adaptive response to threat that prepares the organism for flight or fight.
Person who seem to be anxious about almost everything, however, are likely to be classified as having generalized anxiety
disorder. The text revision of the fourth edition of the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)
defines generalized anxiety disorder as excessive anxiety and worry about several events or activities for most days during
at least a 6-month period. The worry is difficult to control and is associated with somatic symptoms, such as muscle tension,
irritability, difficulty sleeping, and restlessness. The anxiety is not focused on features of another Axis I disorder, is not
caused by substance use or a general medical condition, and does not occur only during a mood or psychiatric disorder. The
anxiety is difficult to control, is subjectively distressing, and produces impairment in important areas of a person's life. The
prevelence of panic disorder is 1-2% per year. Panic disorder is often found in the productive age between 18-45 years and
more common in women. Mr. S, 60 years with complaints of anxiety, headache, cold sweat, gastrointestinal dissorder, and
seleeplessness. Feelings of anxiety lasted sometime and intermitten. Complaints ariese from 14 years ago before meet
psyciatry. Patients treated with psychopharmacology from SSRi agen Fluoxetine 1x10mg dan Benzodiazepin agen
Alpalzolam 1x10mg. Conducted psychosocial interventions to mafamily and patients.
Keywords: anxiety, benzodiazepin, general anxiety disorders, SSRi
Korespondensi: Rifka Humaida, S. Ked., alamat Jl. Karimun Jawa Gg. Al-ikhlas No.5 Sukarame, Bandar Lampung, HP
082179870755, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Kekhawatiran dan kecemasan terhadap
masa depan, pekerjaan, atau keluarga dapat
menjaga anda dari bahaya. Misalnya, dengan
menjaga anda dari membuat keputusan yang
salah sehingga dapat menyebabkan situasi
genting. Tapi ketika ketakutan menang, mereka
dapat menjadi beban nyata. Beberapa orang
akhirnya terus mengkhawatirkan hampir
semua. Jika ketakutan dan kecemasan yang
membayangi segala sesuatu yang lain dan tidak
akan pergi, mungkin orang tersebut telah
mengalami gangguan cemas menyeluruh.
Seseorang
dengan
gangguan
cemas
menyeluruh biasanya menyadari, tetapi
mereka tidak mampu mengendalikannya.1
Tiap manusia pasti mempunyai rasa
cemas, rasa cemas ini terjadi pada saat adanya
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|149
Rifka dan Evi| Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan AnsietasMenyeluruh Pria Usia 60 Tahun
kejadian atau peristiwa tertentu, maupun
dalam menghadapi suatu hal. Misalkan, orang
merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak
orang atau ketika sebelum ujian berlangsung.
Kecemasan yang dimiliki seseorang yang
seperti di atas adalah normal, dan bahkan
kecemasan ini perlu dimiliki manusia. Akan
tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal
ketika kecemasan yang ada di dalam diri
individu menjadi berlebihan atau melebihi dari
kapasitas umumnya.2,3
Individu yang mengalami gangguan
seperti ini bisa dikatakan mengalami anxiety
disorder
(gangguan
kecemasan)
yaitu
ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak
rasional. Seseorang dikatakan menderita
gangguan kecemasan apabila kecemasan ini
mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari
diri individu tersebut, salah satunya yakni
gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan
yang berlebihan ini menghambat diri seseorang
untuk menjalin hubungan akrab antar individu
atau kelompoknya.2,3
Kecemasan adalah respon terhadap
situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru
atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam
menemukan identitas diri dan arti hidup.
Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami
siapapun. Namun cemas yang berlebihan,
apalagi yang sudah menjadi gangguan akan
menghambat
fungsi
seseorang
dalam
kehidupannya. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)
mendefinisikan gangguan cemas meyeluruh
merupakan suatu kecemasan yang berlebihan
tentang suatu kegitan yang berlangsung
setidaknya selama 6 bulan.3
Serangan panik adalah suatu episode
ansietas yang cepat, intens, dan meningkat,
yang berlangsung 15 sampai 30 menit, individu
mengalami ketakutan emosional yang besar
juga ketidaknyamanan fisiologis. Selama
serangan panik individu tersebut sangat
cemas dan
memperlihatkan empat atau
lebih gejala berikut: palpitasi, berkeringat,
tremor, sesak napas, rasa
asfiksi, nyeri
dada, mual, distress abdomen, pusing,
parastesia, meggigil, atau hot flash.4
Pasien dengan gangguan panik sering
ditemukan pada usia produktif yakni antara 1845 tahun. Selain itu penderita gangguan panik
lebih sering ditemukan pada wanita, terutama
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|150
pada wanita yang belum menikah serta pada
wanita post partum.5
Gangguan
cemas
menyeluruh
merupakan suatu kondisi umum dengan
prevalensi kejadian 3-8%. Lebih sering
ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki
dengan rasio 2:1.5
Prevalensi gangguan panik pertahunnya
adalah 1-2%, dengan prevalensi seumur hidup
1,5-3,5%. Onset tersering adalah pada usia
remaja atau pada orang yang berusia pada
pertengahan 30 tahun, sedangkan onset
setelah usia 45 tahun jarang terjadi. Terdapat
bukti mengenai transmisi genetik, orang
kekerabatan tingkat pertama dengan pasien,
beresiko empat hingga tujuh kali lebih besar
daripada populasi umum.5
Kasus
Kasus ini diambil pada tanggal 14 Juni
2016, data diperoleh dari rekam medik,
autoanamnesis tanggal 14 Juni 2016 dan
alloanamnesis dari Ny. N, istri, 57 tahun,
pendidikan terakhir SMP pada tanggal 14 Juni
2016. Tn. S, laki-laki, 60 tahun, Islam, guru SD,
pendidikan terakhir S1 Pendidikan Guru SD,
tinggal di Kalirejo, Lampung Tengah, sudah
menikah, datang ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Provinsi Lampung pada tanggal 3 Juni 2016
bersama istri dan anak pasien. Pasien datang
dengan keluhan sulit tidur. Pasien mengaku
mengalami sulit tidur pada 1 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS). Pasien merasa sulit
untuk memulai tidur. Pasien mengaku sulit
memulai tidur karena merasa cemas, namun
tidak tahu alasan mengapa pasien merasa
cemas. Pasien mengaku, kedua tangan dan kaki
pasien mengeluarkan keringat dan terasa
dingin sejak 1 hari SMRS. Keringat dingin ini
dirasakan sepanjang hari, namun dapat
membaik saat pasien mengoleskan minyak
kayu putih.
Pasien mengaku merasa lemas, jika
keluhan ini muncul. Keluhan ini disertai dengan
sakit kepala yang dirasakan sejak 1 hari SMRS.
Sakit kepala terasa sebagai nyeri pada seluruh
kepala, seperti tertarik, menyebar hingga
bagian tengkuk pasien. Keluhan gangguan
bicara, kesulitan berjalan, maupun kelainan
lainnya disangkal pasien.
Pasien mengaku sering mengalami
keluhan yang sama dan tidak bertambah berat
sejak 10 tahun yang lalu. Pasien mengaku sakit
kepala kali ini sama seperti sebelumnya yaitu
Rifka, Cahya, Evi dan Undang| Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria Usia 60 Tahun
dirasakan muncul biasanya berhubungan
dengan kecemasan dan stress yang dialami
pasien sebelumnya. Sakit kepala ini juga
muncul bersama dengan gejala lain yang juga
diakui bersamaan setiap kali pasien mengalami
sakit kepala. Selain sakit kepala, pasien
mengaku perut terasa kembung, pasien juga
banyak bersendawa, dan terdapat keluhan
nyeri pada ulu hati. Pasien mengaku sering
telat makan dalam dua hari SMRS. Selain itu,
pasien mengaku mengalami sulit konsentrasi
yang dirasakan terjadi selama sekitar 1 hari
SMRS. Sulit konsentrasi terutama dirasakan
saat pasien sedang membaca, atau melakukan
aktivitas. Pasien merasa tidak dapat fokus dan
merasa bingung saat mengerjakan sesuatu.
Dua hari yang lalu, anak pasien
melakukan operasi pengangkatan tumor pada
lehernya, pasien mengaku keluhan sulit tidur,
sakit kepala, nyeri ulu hati, tangan dan kaki
berkeringat
dingin,
dan
kesulitan
berkonsentrasi mulai dirasakan kembali sejak
mengetahui hal tersebut. Pasien juga mengaku
keluhan seperti ini memang sering muncul saat
pasien sedang mengalami stress atau
permasalahan, bahkan tanpa alasan, namun
dapat sama sekali hilang jika pasien dalam
keadaan biasa. Pasien mengaku keluhan ini
muncul pertama kali sejak 14 tahun yang lalu.
Pada tahun 2005 pasien pertama kali datang ke
RSJ Provinsi Lampung.
Dari status mental didapatkan kesadaran
pasien komposmentis, sikap pasien selama
wawancara kooperatif. Selama wawancara
pasien cukup tenang dan melakukan kontak
mata dengan pemeriksa. Pasien berbicara
spontan, lancar, intonasi sedang, volume
cukup, artikulasi jelas, kualitas cukup, kuantitas
cukup. Mood pasien cemas dengan afek
terbatas dengan keserasian appropriate. Tidak
ditemukan adanya gangguan persepsi. Bentuk
pikiran rasional dan realistik, arus pikir
koheran, produktivitas baik dengan kontinuitas
baik dan tidak didaptkan handaya berbahasa.
Pada isi pikir didapatkan adanya waham
kebesaran. Pada penilaian kesadaran dan
kognisi didaptkan pengetahuan umum dan
kecerdasan sesuai dengan taraf pendidikan
pasien, daya konsentrasi baik, orientasi waktu,
tempat dan orang baik. Daya ingat baik. Pikiran
abstrak baik. Daya nilai pasien buruk. Pasien
menyangkal penuh bahwa dirinya sakit. Taraf
kepercayaan
dapat
dipercaya,
pasien
menjawab secara konsisten setiap pertanyaan
yang diberikan. Dari hasil pemeriksaan fisik
tidak didaptkan adanya kelainan.
Berdasarkan
anamnesis
dan
pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, maka
pasien didiagnosis gangguan neurotik (F.41.1)
yaitu gangguan cemas menyeluruh. Pada
pasien didapatkan adanya keluhan yang
menggambarkan tanda kecemasan yaitu
berupa sulit konsentrasi, didapatkan pula
keluhan yang berhubungan dengan ketegangan
motorik yaitu berupa perasaan sakit kepala,
dan adanya gangguan otonomik yang dirasakan
pada pasien yaitu nyeri lambung, perut
kembung dan terasa penuh. Pasien mengaku
keluhan ini dapat muncul pada saat apa saja,
jika ada berita yang menjadi stressor, atau saat
pasien sedang mengkhawatirkan sesuatu, tidak
terbatas pada satu jenis berita tertentu.
Dalam kasus kali ini, pasien mengaku
keluhan muncul setelah mengetahui anak
pasien perlu dilakukan operasi karena adanya
benjolan di lehernya. Pasien diberikan terapi
Golongan SSRi fluoksetin 1x10 mg dan
golongan benzodiazepin aprazolam 1x0,5 mg.
Pasien dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik
RSJ Daerah Provinsi Lampung seminggu
kemudian.
Pembahasan
Pada pasien ini ditemukan adanya
gangguan persepsi yang bermakna serta
menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan
disabilitas (hendaya) dalam pekerjaan dan
kehidupan sosial pasien, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami
gangguan jiwa. Hal ini seusai dengan definisi
gangguan jiwa menurut World Health
Organization (WHO) dimana didapatkan suatu
kelompok gejala atau perilaku yang secara
klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan
distress dan berkaitan dengan disfungsi atau
hendaya.6,7
Berdasarkan data-data yang didapat
memelalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
rekam medik, tidak ditemukan riwayat trauma
kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya
ataupun kelainan organik. Tidak pernah ada
riwayat penggunaan zat psikoaktif. Hal ini
dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental organik (F.0) dan
penggunaan zat psikoaktif (F.1).6-8
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis dengan pasien dan keluarga. Pada
pasien tidak didapatkan halusinasi auditorik,
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|151
Rifka dan Evi| Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan AnsietasMenyeluruh Pria Usia 60 Tahun
visual, maupun taktil. Pada pasien juga tidak
didapatkan adanya keluhan yang berhubungan
dengan gangguan isi pikir. Pasien juga mengaku
tidak pernah mengalami fase sedih atau
senang yang lebih dari biasanya. Hal ini dapat
menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis
skizofrenia (F.2) dan gangguan afektif (F.3).5,9
Pada pasien didapatkan adanya keluhan
yang menggambarkan tanda kecemasan yaitu
berupa sulit konsentrasi, didapatkan pula
keluhan yang berhubungan dengan ketegangan
motorik yaitu berupa perasaan sakit kepala,
dan adanya gangguan otonomik yang dirasakan
pada pasien yaitu nyeri lambung, perut
kembung dan terasa penuh. Pasien mengaku
keluhan ini dapat muncul pada saat apa saja,
jika ada berita yang menjadi stressor, atau saat
pasien sedang mengkhawatirkan sesuatu, tidak
terbatas pada satu jenis berita tertentu. Dalam
kasus kali ini, pasien mengaku keluhan muncul
setelah mengetahui anak pasien perlu
dilakukan operasi karena adanya benjolan di
lehernya. Oleh karena itu ditegakkan diagnosis
gangguan neurotik (F.41.1) yaitu gangguan
cemas menyeluruh.5
Menurut DSMV merupakan suatu
periode
diskret rasa takut atau
ketidaknyamanan yang intens dengan
tiba-tiba muncul 4 gejala dari 13 gejala
berikut dan mencapai puncaknya dalam
10 menit :10,11
 Merasa pusing, tidak stabil
berdiri, hingga pingsan
 Palpitasi, berdebar-debar, denyut
jantung bertambah cepat
 Nyeri dada, rasa tidak nyaman di
dada
 Merasa sesak, bernapas pendek
 Mual atau distress abdominal
 Gemetaran
 Berkeringat
 Rasa panas di kulit, menggigil
 Mati rasa, kesemutan
 Merasa
kehilangan
kontrol,
seperti mau gila
 Takut mati
 Leher serasa dicekik
 Derealisasi,
depersonalisasi
(merasa seperti terlepas dari diri
sendiri)
Sehingga pada pasien telah memenuhi
kriteria panik menurut DSMV karena
telah memenuhi 4 kriteria.8,10
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|152
Menurut PPDGJ-III kriteria diagnosis
gangguan panik, harus ditemukan adanya
beberapa kali seranganan ansietas berat
dalam masa kira-kira satu bulan:2,8,9
1. Pada keadaan dimana sebenarnya
secara objektif tidak ada bahaya.
2. Tidak terbatas pada situasi yang telah
diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya
(unpredictable
situation).
3. Dengan keadaan yang relatif dari gejalagejala ansietas pada periode diantara
serangan-serangan panik (meskipun
demikian umumnya dapat terjadi juga
“ansietas antipsikotik” yaitu ansietas
yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan
terjadi.
Pada Aksis II, pasien memiliki ciri
kepribadian dependen, pasien cenderung
meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah
dari orang lain, pasien merasa membutuhkan
dukungan dari orang lain untuk menentukan
keputusan sehari-hari dan juga enggan untuk
mengajukan permintaan kepada orang lain.
Pada pasien didapatkan tumbuh kembang baik
pada saat anak anak. Pasien mampu
menyelesaikan pendidikan sampai tamat SMA
dan tidak pernah tinggal kelas dengan nilai
rata-rata. Hal ini menyingkirkan diagnosis
retardasi mental (F.70).5,12
Pada Aksis IV pasien memiliki masalah
dalam hal perekonomian, karena hanya ibu
yang bekerja sehingga hanya cukup untuk
kebutuhan sehari-hari. Pasien juga memiliki
masalah sosial yaitu jarang melakukan aktivitas
interaksi sosial dengan lingkungan, hanya
dengan keluarga pasien. Penilaian terhadap
kemampuan pasien untuk berfungsi dalam
kehidupannya menggunakan skala Global
Assessment of Functioning (GAF). Pada saat
dilakukan wawancara, skor GAF 60-51 (gejala
sedang, disabilitas sedang). GAF tertinggi
selama satu tahun terakhir adalah 70-61
(beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
masih baik).1,5
Pada pasien ini dipulangkan dan rencana
terapi yang diberikan adalah alprazolam dan
amitriprilin. Menurut Guideline American
Psychiatric Assosiation 2010 tentang panic
disorder, kriteria rawat inap untuk pasien
panik adalah terdapat kelainan yang disertai
Rifka, Cahya, Evi dan Undang| Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria Usia 60 Tahun
bunuh diri (melukai diri sendiri), pada kasus
berat dimana terapi rawat jalan tidak efektif.
Sehingga pada pasien ini tidak memenuhi
kriteria rawat inap.5
Alprazolam merupakan obat ansiolitik
golongan benzodiazepin yang paling sering
digunakan. Alprazolam memiliki waktu paruh
sekitar 6,3-26,9 jam, dengan onset of action
yang relatif cepat, sekitar 1-2 jam. Di Amerika,
alprazolam digunakan dalam manajemen
gangguan cemas atau untuk mengatasi gejala
kecemasan dalam jangka pendek. Di Inggris,
alprazolam direkomendasikan sebagai terapi
jangka pendek untuk kecemasan akut berat
dengan waktu terapi 2-4 minggu yang
diberikan untuk mengurangi gejala-gejala
ansietas pada pasien. Alprazolam terbukti
efektif dalam mengontrol gangguan panik,
terutama dalam uji klinis terkontrol jangka
pendek, tetapi tidak lagi direkomendasikan
sebagai terapi farmakologis utama, karena
risiko terjadinya toleransi, ketergantungan, dan
kemungkinan penyalahgunaan.3,4 Terapi yang
dipilih pada pasien dengan gangguan cemas
menyeluruh
adalah
pemberian
obat
antidepresan, yaitu fluoksetin. Penelitian
menunjukkan bahwa obat-obatan dari
golongan SSRi seperti fluoksetin merupakan
obat yang baik pada gangguan cemas
menyeluruh.1,2,5
Obat ini membutuhkan waktu selama
mingguan sampai bulanan untuk memberikan
efek. Obat ini diberikan pada pagi hari, dengan
makanan. Dosis awalnnya 2.5-5 mg per hari,
dinaikkan bertahap hingga 20 mg per hari.
Dinaikkan sampai berespon dengan dosis
maksimal adalah 80 mg per hari.2,5,6 Selain itu,
pasien juga diberikan obat-obat simtomatik
yang diberikan untuk mengurangi keluhan,
yaitu dengan pemberian analgetik paracetamol
dan antasida.1,5
Selain psikofarmaka, psikoterapi, dan
edukasi juga sangat diperlukan. Menurut
penelitian pengobatan hanya dengan obat
tidak cukup untuk kesembuhan pasien, tetapi
juga harus diiringi oleh lingkungan keluarga
yang mendukung dan sikap pasien terhadap
penyakit yang diderita. Pada kasus ini dimana
pasien kontrol tidak teratur dan sulit minum
obat dikarenakan perhatian yang kurang dari
keluarga, sehingga penyakit sering mengalami
kekambuhan, maka itu harus selalu diberikan
edukasi kepada keluarga dan pasien tentang
pentingnya interaksi sosial untuk mengalihkan
kecemasan.5
Prognosis kondisi vitalnya baik, secara
fungsi masih ke arah baik, namun terkait
kekambuhan pasien adalah dubia ad malam
karena pasien sangat mudah tersensitisasi
untuk menimbulkan keluhan saat ada stressor,
dengan kondisi istri yang sibuk bekerja, dan
pasien tinggal di rumah saja bersama anaknya
yang masih SD dan ibu kandungnya.13
Simpulan
Gangguan kecemasan merupakan suatu
ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak
rasional. Seseorang dikatakan menderita
gangguan kecemasan apabila kecemasan ini
mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari
diri individu tersebut, salah satunya yakni
gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan
yang berlebihan ini menghambat diri
seseorang untuk menjalin hubungan akrab
antar
individu
atau
kelompoknya.
Penatalaksan gangguan cemas menyeluruh
terdiri dari non medikamentosa dan
medikamentosa.
Penatalaksanaan
non
medikamentosa adalah dilakukan psikoterapi.
Psikoterapi yang terpilih adalah CBT.
Sedangkan, penatalaksanaan medikamentosa
diberikan obat golongan benzodiazepin,
merupakan obat pilihan pertama untuk
gangguan kecemasan menyeluruh.
Daftar Pustaka
1.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis
psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis jilid 1. Edisi ke-7. Jakarta:
Binarupa Aksara; 2010.
2.
Amir N. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2.
Jakarta: FKUI; 2013.
3.
American Psychiatric Assosiation. Practice
guideline for the treatment of patients
with panic disorder second edition. New
York: American Psychiatric Assosiation;
2010.
4.
Barlow DH, Craske MG. Mastery of your
anxiety and panic: patient workbook.
USA: Oxford University Press; 2006.
5.
American
Psyciatric
Association.
Diagnostic and statistical manual of
mental disorder. Edisi ke-5. USA:
American Psychiatric Publishing; 2013.
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|153
Rifka dan Evi| Diagnosis dan Terapi pada Pasien Gangguan AnsietasMenyeluruh Pria Usia 60 Tahun
6.
7.
8.
9.
10.
Atkinson RL, Atkinson R, Smith, Edward.
Hilgard's introduction to psychology.
New York: Harcourt College Publishers;
2002.
McLean PD, Woody SR. Panic disorder
and agoraphobia. Dalam: Anxiety
disorders in adults. Vancouver: Oxford
University Press; 2001.
Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan HI. Kaplan
& sadock's synopsis of psychiatry:
behavioral sciences/clinical psychiatry.
Edisi ke-10. Philladelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007.
Redayani P. Gangguan cemas
menyeluruh. Dalam: Buku ajar psikiatri.
Jakarta: FKUI; 2010.
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR,
Crushman WC. The seventh report of
the joint national committee on
prevention, detection, evaluation, and
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|154
11.
12.
13.
treatment of high blood pressure: the
JNC
7
report.
JAMA.
2003;
289(19):2560-72.
Greist JH, Jefferson JW. Anxiety
disorder. Review of general psychiatry.
Baltimore: Vishal Cp21; 2000.
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa:
rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya; 2001.
Spett M. Cognitive-behaviour therapy
for panic attacks [internet]. New Jersey:
NJ-ACT; 2008 [diperbarui 2008; diakses
tanggal 2 April 2016]. Tersedia dari:
http://www.nj- act.org/panic.html.
Download