38 bab ii prosedur hukum pelaksanaan pemekaran wilayah kota

advertisement
38
BAB II
PROSEDUR HUKUM PELAKSANAAN PEMEKARAN WILAYAH KOTA
PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 32
TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
A. Prinsip Otonomi Daerah
Secara etimologis pengertian otonomi daerah berasal dari bahasa latin yaitu
autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti aturan. Jadi dapat diartikan bahwa
otonomi daerah adalah mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam
bahasa inggris otonomi berasal dari kata autonomy, dimana auto berarti sendiri dan
nomy sama artinya dengan nomos yang berarti aturan atau Undang-Undang. Jadi
autonomy adalah mengatur/mengurus diri sendiri. Undang-Undang No. 5 Tahun
1974 tentang otonomi daerah mendefenisikan otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu menurut Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 Juncto Undang-undang No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan
daerah, otonomi daerah adalah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 38
Dari berbagai rumusan otonomi daerah tersebut di atas maka dapat dikatakan
otonomi daerah adalah kewenangan dan kemandirian daerah otonom untuk mengatur
38
Akmal Boedianto, Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda, APBD, Partisipatif,
Putra Media Nusantara, Surabaya, 2010, hal 25.
38
Universitas Sumatera Utara
39
dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan pengertian otonomi daerah sebagaimana yang telah diuraikan di
atas maka dapat dikatakan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai 3
(tiga) aspek yaitu :
1. Aspek hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan
nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai
perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama
kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri. Yang dimaksud dengan
hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah
untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan,
pembiayaan serta perangkat pelaksanaanya. Sedangkan kewajiban harus
mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya
wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif
sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta
mengelola keuangan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
40
Dengan demikian, bila dikaji lebih lanjut isi dan jiwa Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan
kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaanya.
3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri
4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Asas desentralisas pada prinsipnya adalah melakukan penyerahan urusan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, disertai personil, peralatan dan
pendanaan contoh proyek-proyek APBD yang dilaksanakan oleh dinas. Pada
dasarnya tujuan penyelenggaraan desentralisasi antara lain adalah
a. Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan.
b. Sebagai wahana pendidikan politik masyarakat di daerah.
c. Dalam rangka memelihara keuntungan negara kesatuan atau integrasi
nasional.
d. Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
dimulai dari daerah
e. Guna memberikan peluang bagi masyarakat untuk membentuk karir dalam
bidang politik dan pemerintahan
Universitas Sumatera Utara
41
f. Sebagai wahana yang diperlukan untuk memberikan peluang bagi
masyarakat
untuk
berpartisipasi
dalam
proses
perencanaan
dan
pelaksanaan pemerintahan.
g. Sebagai sarana yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan di
daerah
h. Guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
Ada beberapa alasan perlunya pemerintah pusat mendensentraliassikan
kekuasaan kepada pemerintah daerah, yaitu :
1. Segi politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mengikutsertakan warga dalam
proses kebijakan, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk
mendukung politik dan kebijakan nasional melalui pembangunan proses
demokrasi di lapisan daerah.
2. Segi manajemen pemerintahan, desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas,
efisien dan akuntabilitas publik terutama dalam penyediaan pelayanan publik.
3. Segi kultural, desentralisasi untuk memperhatikan kekhususan, keistimewaan,
suatu
daerah,
seperti
geografis,
kondisi
penduduk,
perekonomian,
kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
4. Segi kepentingan pemerintah pusat, desentralisasi dapat mengatasi kelemahan
pemerintah pusat dalam mengawasi program-programnya.
5. Segi
percepatan
pembangunan,
densentralisasi
dapat
meningkatkan
persaingan positif antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sehingga meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
42
Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dipandang dari
sudut politik dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan pada
satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. Penyelenggaraan
desentralisasi dipandang sebagai pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta
dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokratis. Dari
sudut teknis organisatoris pemerintahan, desentralisasi adalah untuk mencapai suatu
pemerintahan yang efektif, efisien, berdaya guna dan berhasil guna. Untuk
menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi yang
jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan
yang dikenal dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian dapat dikatakan jenjang
otonomi ada 2 (dua) bagian, walaupun titik berat pelaksanaan otonomi daerah
dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah propinsi berotonomi
secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar / lintas kabupaten/kota serta
kewenangan pusat yang dilimpahkan pada propinsi, dan kewenangan kabupaten/kota
yang belom mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh propinsi. Secara
konsepsional jika dicermati berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan tidak
adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin
mengatur pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota. Di sisi lain
pemerintahan kabupaten/kota yang daerah otonominya terbentuk hanya berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
43
kesejahteraan maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggung jawab
di masa mendatang. Dalam dictum menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang
perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah otonomi luas yaitu
adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup
semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan viskal, agama serta kewenangankewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Di
samping itu keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelasan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang senyata nyata ada dan diperlukan
serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan
otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa berwujudan pertanggungjawaban
sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud
Universitas Sumatera Utara
44
tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah
serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah
yang terbatas.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontribusi Negara sehingga
tetap terjalin hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatan kemandirian daerah
otonomi, dan kerenanya dalam daerah kabupaten/daerah kota tidak ada lagi
wilayah administrasi,
Universitas Sumatera Utara
45
f. Pelaksanaan otonomi daerah haruslebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislative daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
keduduka sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
sebagai wakil daerah.
h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa
yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya. Adapun tujuan pemberian otonomi
kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan
pemerintah
dan
pembangunan
guna
meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam pemberian otonomi daerah :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggungjawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi
yang terbatas.
Universitas Sumatera Utara
46
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih mengikatkan kemandirian daerah
otonomi
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi
badan legislatif daerah
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai daerah administrasi
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dari pemerintahan dan daerah ke desa
disertai pembiayaan sarana dan prasarana serta SDM dengan kewajiban
melaporkan dan bertanggung jawab kepada yang menugaskan.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak
dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman
seperti penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu
diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervise, pengendalian
koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan
fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada
daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.39
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
merupakan salah satu usaha untuk di suatu pihak mendinginkan euphoria reformasi
dan di lain pihak untuk menjaga keutuhan NKRI. Oleh karena itu, isi dari Undang39
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, 2008, hal 42.
Universitas Sumatera Utara
47
Undang No. 22 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah tersebut seharusnya lebih memberikan kebebasan yang nyata
dan seluas-luasnya bagi daerah untuk menyelenggarakan pemerintahanya sendiri
demi untuk kesejahteraan daerahnya sendiri-sendiri.
Era reformasi yang dimulai dari tahun 1998 telah menggeser paradigma
desentralisasi administratif,
yang dianuat pada masa orde baru, menjadi
desentralisasi politik pasca UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 .
Dengan asas desentralisasi politik maka pemerintah pusat membentuk daerah-daerah
otonom atau daerah-daerah yang mempunyai pemerintahan, yaitu daerah-daerah yang
mempunyai wilayah, masyarakat hukum, kepala daerah, dan anggota DPRD yang
dipilih oleh rakyat, pegawai, dan kewenangan serta keleluasan mengatur dan
mengurus daerah. Kebijakan pemekaran daerah pasca ditetapkannya UU No. 22
Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mempunyai
perbedaan yang signifikan jika dibandingkan pengaturan pemekaran daerah berdasar
UU No. 5 Tahun 1974.
Pelaksanaan kebijakan pemekaran daerah pada orde baru, bersifat elitis dan
memiliki karakter sentralistis, dimana perencanaan dan implementasi pemekarannya
lebih merupakan inisiatif pemerintah pusat ketimbang partisipasi dari bawah. Proses
pemekaran daerah seringkali menjadi proses yang tertutup dan menjadi arena terbatas
di kalangan pemerintah pusat.
Pada orde baru, kebijakan pemekaran lebih bersifat elitis dan sentralistis.
Namun pada masa itu pemerintah telah encoba mendorong upaya penyiapan
Universitas Sumatera Utara
48
infrastruktur birokrasi (bukan infrastruktur politik) sebelum pembentukan daerah
otonom. Masa transisi teknokratis disiapkan sedemikian rupa sebelum menjadi daerah
otonomi baru. Dalam masa transisi, pembentukan daerah baru ini lebih menekankan
pada mekanisme teknokratis daripada mekanisme politik, seperti penyiapan
administrasi birokrasi, infrastruktur, gedung perkantoran, dan sebagainya. Setelah
penyiapan teknokratis dirasa cukup barulah kemudian penyiapan politik dilakukan
yaitu dengan pembentukan DPRD, dari situ barulah kemudian dibentuk DOB. 40
Di masa era reformsi sekarang, proses-proses penyiapan teknokratis tersebut
pada kebijakan pemekaran daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU
No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah tidak ada, tetapi justru lebih
menekankan pada proses-proses politik. Ruang bagi daerah untuk mengusulkan
pembentukan daerah otonomi baru dibuka lebar oleh kebijakan pemekaran daerah
berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Dengan kebijakan yang demikian ini, kebijakan pemekaran
daerah sekarang lebih didominasi oleh proses politik daripada proses teknokratis.
Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi daerah saat ini
adalah terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah yang bertujuan untuk
memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam rangka
pertumbuhan kehidupan demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara
40
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Indonesia, Rajawali Press, Jakarta,
2006, hal 59.
Universitas Sumatera Utara
49
masyarakat dan pemerintah daerah baru, maka masyarakat sipil akan memperoleh
hak-hak dan kewajiban-kewajibannya secara lebih baik sebagai warga Negara.
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah
ruang kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional, bahwa wilayah
dapat dibedakan berdasarkan cara pandang terkait dengan kondisinya atau
berdasarkan fungsinya, yaitu :
1. Wilayah subjektif, yakni wilayah merupakan alat untuk mengidentifikasi suatu
lokasi yang berdasarkan suatu lokasi dengan kriteria tertentu dan tujuan tertentu.
2. Wilayah objektif, maksudnya wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan
dari ciri-ciri atau gejala alam di setiap wilayah.
Dalam menganalisis wilayah dikenal 3 tipe, yakni :
1. Wilayah fungsional, yaitu adanya saling interaksi antara komponen-komponen
didalam dan diluar wilayahnya. Wujud wilayah sering disebut wilayah modal
yang didasari oleh susunan dari suatu hubungan di antara simpul-simpul
perdagangan.
2. Wilayah homogeny, artinya adanya relatif kemiripan dalam suatu wilayah
3. Wilayah administratif, artinya wilayah ini dibentuk untuk kepentingan wilayah
pengelolaan atau organisasi oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain.
Sebagai suatu usaha untuk menentukan batas-batas daerah yang biasanya
lebih besar daripada daerah struktur pemerintahan lokal, dengan maksud lebih
Universitas Sumatera Utara
50
mengefektifkan dan mengefisienkan pemerintah beserta perencanaan lokal dan
nasionalnya.
Secara umum, pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian
wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan
mempercepat pembangunan. Terdapat beberapa alasan mengapa pemekaran wilayah
sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu : 41
1. Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah
kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan
daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan
cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui proses perencanaan
pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik
sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.
2. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan
kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal. Dengan
dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang
untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak
tergali.
3. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintahan dan bagi-bagi
kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga
mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena
berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi
lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.
B. Konsep Pemekaran Wilayah, Dasar Hukum dan Faktor-faktor yang
Menyebabkan Terjadinya Pemekaran Wilayah
Pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi beberapa kabupaten/kota baru
pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan pada
masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon kabupaten/kota yang baru yang
41
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2010, hal 26.
Universitas Sumatera Utara
51
akan dibentuk perlu memiliki basis sumber daya yang seimbang antara satu dengan
yang lain. Hal ini perlu diupayakan agar tidak timbul disparitas yang mencolok
dimasa mendatang. Selanjutnya dalam suatu usaha pemekaran wilayah akan
diciptakan ruang publik baru yang merupakan kebutuhan kolektif semua warga
wilayah baru. Ruang publik baru ini akan mempengaruhi aktivitas seseorang atau
masyarakat sehingga merasa diuntungkan karena pelayanannya yang lebih maksimal.
Akhirnya pemekaran wilayah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteran
masyarakat, peningkatan sumber daya secara berkelanjutan, meningkatkan keserasian
perkembangan antar wilayah dan antar sektor, memperkuat integrasi nasional yang
secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas hidup. 42
Pemekaran
wilayah
dimaksudkan
untuk
memperkecil
kesenjangan
pertumbuhan dan ketimpangan antar wilayah. Dalam konteks nasional, adanya
pembangunan antar wilayah menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembangunan
nasional secara keseluruhan bahwa pemekaran wilayah dimungkinkan karena adanya
modal yang bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang berlangsung secara kontinyu sehingga menimbulkan arus barang.
Dalam konteks pemekaran wilayah, pendekatan berdasarkan konsep ekonomi
paling banyak digunakan. Tujuan dari konsep ini adalah pembangunan pada sektor-
42
Syaukani, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010,
hal 32.
Universitas Sumatera Utara
52
sektor utama, pada lokasi-lokasi tertentu, sehingga menyebabkan kemajuan keseluruh
wilayah. Ada beberapa konsep pengembangan wilayah, antara lain :43
1. Mendorong dekonsentrasi wilayah, dimana konsep ini bertujuan untuk menekan
tingkat konsentrasi wilayah dan untuk membentuk struktur ruang yang tepat,
terutama pada beberapa bagian dari wilayah non-metropolitan
2. Membangkitkan kembali daerah terbelakang sebagai daerah yang memiliki
karakteristik tingginya tingkat pengangguran, pendapata perkapita yang rendah,
dan rendahnya tingkat fasilitas pelayanan masyarakat
3. Memodifikasi sistem kota, merupakan sebagai pengontrol urbanisasi menuju
pusat-pusat pertumbuhan, yakni dengan adanya pengaturan sistem perkotaan
maka telah memiliki hirarki yang terstruktur dengan baik. Ini diharapkan akan
dapat mengurangi imigrasi penduduk ke kota besar.
4. Pencapaian terhadap keseimbangan wilayah. Hal ini muncul akibat kurang
memuaskannya struktur ekonomi inter-regional yang biasanya dengan
mempertimbangkan tingkat kesejahteraan serta yang berhubungan dengan belum
dimanfaatkannya sumber daya alam pada beberapa daerah.
Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau
pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18 bahwa,
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah
propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur oleh undang-undang”
Selanjutnya, Pasal 18a ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa,
“Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah propinsi,
kabupaten, kota atau antar propinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhsusan dan keragaman daerah”. Pasal 18a ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, “Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan
43
Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, Erlangga, Jakarta, 2011, hal 46.
Universitas Sumatera Utara
53
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang”.
Secara lebih khusus di dalam, UU No. 32 Tahun 2004 diatur tentang
pembentukan daerah yakni dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan
Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang
lingkup pembentukan daerah. UU No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa
pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan Undang-Undang tersendiri.
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama
menyebutkan :”Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan
menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan pejabat kepala daerah,
pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan,
dokumen, serta perangkat daerah.”
Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat
berikutnya ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pembentukan daerah dapat berupa
penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Dan ayat (4)
menyebutkan “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dapat dilakukan setelah mencapai batas
minimal usia penyelenggaraan pemerintahan”.
Namun demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi propinsi, syarat
Universitas Sumatera Utara
54
administrative yang wajib meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah propinsi bersangkutan,
persetujuan DPRD provinsi induk gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam
Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus
dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota
bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari
Menteri Dalam Negeri.44
Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor
yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di bawah ini,
antara lain :
1. Kemampuan ekonomi, merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian
yang berlangsung disuatu daerah propinsi, kabupaten/kota, yang dapat diukur dari
Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) dan penerimaan daerah sendiri
2. Potensi Daerah, merupakan cerminan tersediannya sumber daya yang dapat
dimanfaatkan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari lembaga
keuangan, sarana ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana
transportasi dan komunikasi, sarana pariwisata dan ketenagakerjaan.
3. Sosial budaya, merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan
pola budaya masyarakat, kondisi sosial masyarakat yang dapat diukur dari tempat
peribadatan, tempat kegiatan institusi sosial dan budaya, serta sarana olahraga.
44
Muhammad Djafar Saidi, Latar Belakang Pemekaran Wilayah Dalam Sistem Otonomi
Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal 27.
Universitas Sumatera Utara
55
4. Sosial politik, merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat
diukur dari partisipasi masyarakat dalam politik dan organisasi kemasyarakatan.
5. Kependudukan, merupakan jumlah total penduduk suatu daerah
6. Luas daerah, merupakan luas tertentu suatu daerah
7. Pertahanan dan keamanan
8. Faktor-faktor lain yang memungkinkan terselenggarannya otonomi daerah
Faktor-faktor lain yang dimaksud harus meliputi paling sedikit 5
kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, dan paling sedikit 5 kecamatan untuk
pembentukan kabupaten, dan 4 kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon
ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Dari sisi pemerintah pusat, proses pembahasan pemekaran wilayah yang
dating dari berbagai daerah melalui dua tahapan besar yaitu proses teknokratis (kajian
kelayakan teknis dan administratif), serta proses politik karena selain harus
memenuhi persyaratan teknokratis yang telah diatur dalam UU dan Peraturan
Pemerintah, proposal pemekaran harus didukung secara politis oleh DPR. Berikut
akan digambarkan tentang skema proses pengusulan pemekaran di tingkat daerah.
Universitas Sumatera Utara
56
Gambar 1. Proses Pengusulan Pemekaran Wilayah di Tingkat Daerah
Penjaringan
aspirasi
Aspirasi
masyarakat
Pembentukan
Tim Teknis
Pengkajian
Kelayakan
Lobby dan
dialog politik
Daerah
Persiapan
Pengesahan
oleh DPRD
dan Bupati
Pengesahan
oleh DPRD
dan Gubernur
Pengajuan
usulan ke
Propinsi
Pengajuan
usulan ke
Pemerintah
Daerah
Persiapan
Presentasi
oleh Daerah
Persiapan
dan induk
Daerah
Persiapan
Sumber : Sie Infokum – Pembinaan dan Pengembangan Hukum DPRD Tingkat I, 2012
Dari gambar di atas dijelaskan bahwa persiapan dalam pemekaran wilayah
dimulai dari wilayah yang mengusulkan. Usulan-usulan tersebut berbentuk proposal
yang sudah memiliki pertimbangan-pertimbangan di dalamnya dan kajian-kajian
ilmiah, sehingga ketika proposal rencana pemekaran wilayah tersebut diajukan ke
DPRD kabupaten/kota dan kemudian ke propinsi, dapat dipertanggungjawabkan
dengan berlandaskan peraturan-peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
57
Faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia
diantarannya adalah :
1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Daerah
Faktor paling dominan sebagai pemicu terjadinya pemekaran wilayah adalah
ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Termasuk juga ke dalam aspek ini
adalah ketimpangan dalam ketersediaan sumber daya manusia dan alam, seperti
minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang selanjutnya akan mendorong terjadinya
ketimpangan kemakmuran antar daerah. Ketimpangan ini selanjutnya mendorong
terjadinya kecemburuan sosial dan merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat
sehingga akhirnya muncul keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Indikasi
terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah dapat diketahui dengan
menghitung data PDRB perkapita dan jumlah penduduk sebagai indikator utama
melalui Indeks Wiliamson.
2.
Luas Daerah
Luas daerah dapat pula memicu timbulnya keinginan untuk melakukan
pemekaran wilayah. Alasannya adalah karena wilayah yang besar akan cenderung
menyebabkan pelayanan publik tidak dapat dilakukan secara efektif dan merata ke
seluruh pelosok daerah. Sementara tugas pemerintah daerah adalah memberikan
pelayanan publik kepada seluruh masyarakat di daerahnya. Dalam rangka
memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, maka salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah dengan melakukan pemekaran daerah.
Universitas Sumatera Utara
58
Gambar 2. Prosedur Pengesahan Pemekaran Wilayah di Tingkat Pemerintah Pusat
Pro/
Kontra
?
Ada Kontra
Proses Berhenti
Aspirasi
Masyarakat
yang
berkembang di
Kedua Wilayah
Sudah
diselesaikan
Cakupan
Wilayah Tidak
ada Enclave
Tim
Independen
?
Sidang
DPOD
RUU
Ada
Tidak Disetujui
Proses Berhenti
Ibu Kota
Kabupaten
Baru
STOP
Sudah
diselesaikan
?
Tidak ada
Proses Berhenti
Sumber : Sie Infokum – Ditama Binbangkum, 2012
Gambar diatas menjelaskan tentang tahapan dan prosedur pembentukan
daerah kabupaten/kota menurut pasal 16 PP No. 129 Tahun 2000, yang terdiri dari :
1. Ada kemauan politik dari pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan.
2. Pembentukan daerah harus didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah
3. Usul pembentukan kabupaten/kota disampaikan kepada pemerintah cq. Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur dengan dilampirkan hasil
Universitas Sumatera Utara
59
penelitian daerah dan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta persetujuan
propinsi, yang dituangkan dalam keputusan DPRD
4. Dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan
observasi ke daeah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah Berdasarkan rekomendsi pada huruf d, Ketua
Dewan Pertimbangan Otonomi Deaerah meminta tanggapan para anggota Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut di
lapangan
5. Para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan
pendapat secara tertulis kepada Dewan Pertimbangan otonomi Daerah. Usul
pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah.
6. Apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan Daerah, Menteri Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
mengajukan usul pembentukan daerah tersebut beserta Rancangan UndangUndang Pembentukan Daerah kepada Presiden.
Universitas Sumatera Utara
60
7. Apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang
pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan.45
Pemekaran wilayah diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah.
Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan perundangan
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :
1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban
6. Peningkatan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah
C. Pelaksanaan Pemekaran Wilayah Kota Pekanbaru
Pemekaran wilayah merupakan fenomena yang mengiringi penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia.
Sebagian besar daerah yang mengalami
pemekaran berada di wilayah luar Pulau Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir
2008, pertambahan daerah otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu
terdiri dari 7 provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam triwulan akhir tahun
2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru. Sehingga, jumlah daerah otonom di
45
Sabian Usman, Menuju Pemerintahan Dengan Sistem Otonomi Daerah Yang Diperluas,
Refika Aditama, Bandung, 2010, hal 40.
Universitas Sumatera Utara
61
Indonesia mencapai 522 buah, yang terdiri dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92
kota. 46
“Sungguh disayangkan terbentuknya daerah baru itu tidak berbanding lurus
dengan peningkatan dan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah. Bahkan sebaliknya, di hamper sebagian besar daerah otonom baru itu,
pertumbuhan kesejahteraan cenderung menurun, pelayanan publik cenderung
stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka.47
Usulan pemekaran yang terjadi sekarang lebih banyak karena prakarsa
maupun pernyataan orang tertentu. Jumlah terbanyak usulan pemekaran daerah
selama ini berasal dari legislatif/kepala daerah. Kenyataanya, keinginan atau usulan
pemekaran daerah selama ini minim dari kajian yang semestinya dilakukan.48
Beberapa ahli mengingatkan, banyaknya komplikasi yang timbul sebagai
akibat dari pelaksanaan pemekaran di Indonesia, maka persetujuan untuk dapat
melakukan pemekaran di masa mendatang perlu dilakukan secara ketat dan sangat
hati-hati. Untuk keperluan ini, maka kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah
menentukan jumlah provinsi, serta kabupaten/kota yang dapat dimekarkan sampai
Tahun 2025 mendatang. Kajian ini perlu dilakukan agar pengambil keputusan, baik
eksekutif maupun legislatif, dapat menentukan sampai jumlah berapa sebaiknya
pemekaran daerah dapat dilakukan di Indonesia pada Tahun 2025 mendatang. Khusus
46
Kurniawan T. Arief, Pemekaran Wilayah Permasalah dan Solusinya, Pustaka Ilmu,
Surabaya, 2010, hal. 56
47
Arvian Syahril, Pembentukan Daerah Baru Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah,
Bumi Aksara, Bandung, 2008, hal. 16
48
Josef RIho Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Press,
Jakarta, 2007, hal. 33
Universitas Sumatera Utara
62
untuk kajian bidang sosial ekonomi, maka jumlah provinsi maksimum untuk
Indonesia sampai Tahun 2025 mendatang adalah tidak lebih dari 39 provinsi. Jumlah
provinsi yang telah ada di Indonesia sampai Tahun 2009 adalah 33 provinsi.
Menurut Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan Dan Penggabungan Daerah sebagai implementasi
Otonomi daerah diharapkan dapat tercapai :
1. Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan pusat dan daerah.
Maksudnya adalah bahwa dengan dilaksanakannya pembentukan, penghapusan
dan penggabungan daerah sasaran pemekaran daerah tidak lagi terjadi
pertentangan antara peraturan perundang-undangan pusat dan daerah diharapkan
terjadi sinkronitasi antara peraturan pusat dan peraturan daerah dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah.
2. Peningkatan
kerjasama
antara
pemerintah
daerah.
Dengan
terjadinya
pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 78 Tahun 2007 diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar
pemerintah daerah sehingga tugas-tugas dibidang pemerintahan terutama dibidang
pelayanan publik dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien dengan
terjadinya kerjasama tersebut.
3. Terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efisien, dan
akuntabel.
Dengan
terjadinya
penggabungan
daerah
maka
diharapkan
terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang lebih efektif dan efisien serta
Universitas Sumatera Utara
63
akuntabel sehingga tidak terjadi lagi tugas-tugas pemerintahan yang saling
tumpang tindih antar lembaga pemerintah daerah.
4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumber daya aparatur pemerintah daerah
yang profesional dan kompeten. Dengan terjadinya penggabungan daerah maka
sasaran yang diharapkan adalah peningkatan kualitas sumber daya aparatur
pemerintah daerah menuju kearah profesionalitas yang kompeten dalam
melaksanaan tugas-tugas pemerintahan khususnya dibidang pelayanan publik
dalam rangka meningkatkan kecepatan dan ketepatan pelayanan terhadap
masyarakat.
5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara transparan,
akuntabel, dan professional. Penggunaan dana yang efektif dalam pembiayaan
pembangunan secara transparan, akuntabel dan profesional hanya dapat dilakukan
apabila organisasi pemerintah tersebut memiliki struktur yang efektif dan efisien
sehingga pemerintah daerah tidak mengeluarkan dana yang cukup besar untuk
pelaksanaan pembiayaan pembangunan bila pengelolaan dana untuk pembiayaan
pembangunan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah secara
transparan akuntabel dan profesional.
6. Tertatannya daerah otonom baru. Penataan daerah otonomi baru hanya dapat
dicapai apabila kwalitas sumber daya aparatur pemerintah daerah benar-benar
berkualitas, profesional dan kompeten dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
dibidang pemerintahan khususnya dalam rangka melakukan pelayanan terhadap
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
64
Ada beberapa alasan yang muncul ketika sebuah daerah dimekarkan ; bila
dikaitkan dengan rentang kendali suatu wilayah daerah yang dianggap terlalu luas,
sehingga untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang bertempat di ibu kota
pemerintahan daerah) dengan masyarakat, dipandang perlu menghadirkan suatu
institusi dan struktur pemerintahan daerah baru. Alasan ini terkait dengan upaya
meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakatnya. Dalam
rangka menciptakan pemerataan pembangunan, karena kenyataanya konsentrasi
kegiatan dan pertumbuhan pembangunan (ekonomi) selalu berada di ibu kota
pemerintahan daerah dan wilayah sekitarnya.
Departemen Dalam Negeri sesungguhnya pernah melakukan evaluasi
terhadap daerah otonom baru itu. Berdasarkan hasil evaluasi Depdagri tahun 2007,
terhadap 149 daerah otonom baru yang dibentuk mulai tahun 1999 sampai 2005,
diperoleh gambaran banyaknya daerah otonom baru yang tidak atau belum mampu
menunjukkan kemajuan yang berarti. Sebenarnya, pemerintah telah mengantisipasi
dari obsesi tuntutan pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom itu. Salah
satunya yaitu pemerintah memperketat persyaratan pembentukan daerah pemekaran
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Untuk membentuk sebuah
provinsi minimal harus ada lima 5 (lima) kabupaten/kota.
Peraturan Pemerintah No. 78/2007 itu merupakan penyempurnaan dari PP No.
129/2000.PP No. 129/2000 tentang Persyaratan dan Pembentukan Daerah
Pemekaran,
mensyaratkan,
pembentukan
provinsi
minimal
harus
ada
3
Universitas Sumatera Utara
65
kabupaten/kota, pembentukan kabupaten/kota minimal 3 kecamatan. Pengaturan
lainnya yakni batas usia daerah otonom baru dapat dimekarkan kembali jika telah
berusia 10 tahun untuk provinsi, dan tujuh tahun untuk kabupaten/kota. PP itu pun
tentang persyaratan pembentukan daerah pemekaran itu nantinya akan memuat pula
tentang kajian daerah yang akan dimekarkan. Pada PP No. 129/2000, kajian terhadap
daerah pemekaran itu hanya memuat tujuh kriteria kuantitatif. Maka dalam rencana
pelaksanaan pemekaran wilayah akan memuat 11 penilaian kuantitatif terhadap kajian
daerah pemekaran.
49
Pasal 6 PP No. 78 Tahun 2007 mensyaratkan ada 11 penilaian
kuantitatif yaitu yakni faktor :
1. Kependudukan
2. Kemampuan Keuangan
3. Kemampuan Ekonomi masyarakat
4. Sosial Budaya
5. Sosial Politik
6. Potensi Daerah
7. Luas Daerah
8. Pertahanan
9. Keamanan
10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
11. Rentang kembali penyelenggaraan pemerintahan
49
Ridwan Halim, Dasar Hukum Pembentukan Pemekaran Wilayah dalam Sistem Pemerintah
Otonomi Daerah, Eresco Bandung, 2009, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
66
Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah otonom baru dilaksanakan
dengan dua cara yaitu :
a. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui pemerintah
b. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui hak Inisiatif DPR/DPRD
Mekanisme pemekaran daerah melalui pemerintah didasarkan pada UU
Nomor 22 Tahun 1999 sebagamana direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004
tenang Pemerintah Daerah. Kedua UU tersebut mengatur mengenai pembentukan
daerah dan sebagai aturan pelaksanaanya diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000
tenang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, penghapusan, dan
Penggabungan Daerah. Karena UU Nomor 22 Tahun 1999 telah direvisi menjadi UU
Nomor 32 Tahun 2004, maka pelaksanaan pembentukan daerah juga sekarang
mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2007. Dalam UU dan peraturan tersebut
dinyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi persyaratan administratif,
teknis dan fisik kewilayahan. Mekanisme pemekaran daerah melalui hak inisiatif
DPR didasarkan pada hak legislasi DPR dalam membentuk UU yang salah satunya
adalah UU Pembentukan Daerah. DPR mengajukan usulan UU Pembentukan Daerah
berdasarkan usulan msyarakat yang disampaikan kepada DPR. Dalam beberapa tahun
terakhir, usulan pembentukan beberapa daerah dilakukan melalui mekanisme hak
inisiatif DPR sehingga alasan politis lebih dominan dibandingkan alasan teknis.
Bahkan dari hasil wawancara terungkap bahwa Kepala Pemerintah dari daerah induk
sendiri awalnya tidak tahu adanya usaha pemekaran daerah dari masyarakatnya yang
disampaikan ke DPR.
Universitas Sumatera Utara
67
Sebagaimana diketahui dalam PP No. 78 Tahun 2007 tentang syarat
pembentukan daerah baru yaitu :
Pasal 4
(2) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan penggabungan
beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda
harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahannya
(3) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan
penggabungan
beberapa
kecamatan
yang
bersandingan
pada
wilayah
kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan
fisik kewilayahan.
Pasal 5
(1) Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) meliputi :
a. Keputusan masing-masing DPRD Kabupaten/kota yang akan menjadi
cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna
b. Keputusan
bupati/walikota
ditetapkan
dengan
keputusan
bersama
bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan
calon provinsi
c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon
provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi, dan
Universitas Sumatera Utara
68
e. Rekomendasi Menteri
(2) Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2), meliputi :
i. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota
j. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota
k. Keputusan
DPRD
provinsi
tentang
persetujuan
pembentukan
calon
kabupaten/kota
l. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota,
dan
m. Rekomendasi Menteri
(3) Keputusan DPRD kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan ayat (2) huruf a diproses berdasarkan asirasi sebagian besar masyarakat
setempat.
(4) Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berdasarkan aspirasi sebagaian besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam
keptuusan DPRD Kabupaten/Kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Pasal 6
(1) Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
Universitas Sumatera Utara
69
kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan,
tinkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan
pemerintahan daerah
(2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian
daerah terhadap indikator sebagamana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan pemerintah ini
(3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru
apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai
seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor
kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan
dengan kategori sangat mampu atau mampu.
Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi Riau merupakan salah satu kota di
luar Pulau Jawa yang mengalami perubahan batas wilayah ke arah perluasan kota.
Dasar pertimbangan terjadinya perubahan batas wilayah kota pekanbaru kearah
perluasan wilayah adalah sebagai berikut : 50
a. Mengingat meningkatnya perkembangan pembangunan di provinsi Daerah Riau
pada umummya dan Kota Pekanbaru pada khususnya yang menyebabkan fungsi
dan peranan kota Pekanbaru meningkat pula, sehingga dalam kegiatan
pembangunan telah melampaui batas wilayah administratif kota tersebut.
b. Dalam rangka tertib administratif pemerintahan dan dalam upaya menampung
gerak kegiatan pembangunan yang terus meningkat di wilayah kota Pekanbaru
dipandang perlu batas wilayah Kota Pekanbaru diubah, yaitu dengan
memasukkan sebagian wilayah Kampar
50
Muhammad Arief Ridwan, Pemekaran Wilayah Kota Pekanbaru Permasalahan dan
Solusinya (Kajian Yuridis Normatif), Sarana Media, Pekanbaru, 2009, hal. 30
Universitas Sumatera Utara
70
c. Bahwa pemerintah Daerah Tk II Kabupaten Kampar telah menyetujui untuk
menyerahkan sebagian dari wilayahnya untuk keperluan perluasan wilayah kota
Pekanbaru
d. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, perubahan batas wilayah kota
Pekanbaru dan wilayah Kabupaten Kampar dalam lingkungan Provinsi Daerah
Tingkat I Riau, harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dengan terjadinya perluasan wilayah kota Pekanbaru dengan mengambil
sebagian wilayah Kabupaten Kampar maka menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 1987 tersebut maka, “Semua Peraturan Daerah Kabupaten
Kampar dan keputusan Bupati Kampar yang mengatur Kelurahan/Kelurahan sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 ini tetap berlaku sampai diubah
dan diatur dikembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini”.
Pasal 8 ayat (2) PP Nomor. 19 Tahun 1987 menyebutkan, “Peraturan Daerah
dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diubah
atau dicabut dengan Peraturan Kota Pekanbaru dan Keputusan Walikota Pekanbaru”.
Pasal 8 ayat (3) PP No. 19 Tahun 1987 menyebutkan bahwa, “masalah yang
menyangkut bidang kepegawaian, kependudukan, penghasilan daerah, keuangan,
prasarana, sarana kantor, administrasi pertahanan, dan lain-lain yang timbul sebagai
akibat perubahan batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah
No. 19 Tahun 1987 ini, diselesaikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau
dan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, semua peraturan yang
sebelumnya mengatur batas wilayah Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar yang
Universitas Sumatera Utara
71
bertentangan dengan peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1987 ini dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Dengan berlakunya PP No. 19 Tahun 1987 yang mengatur tentang perubahan
batas wilayah Kota Pekanbaru dengan Kampar maka dapat dikatakan bahwa luas
wilayah administrasi pemerintah Kota Pekanbaru menjadi lebih luas sedangkan luas
wilayah administrasi Daerah Kabupaten Kampar menjadi kecil dalam hal
kewenangan di bidang pengaturan wilayah pemerintahan termasuk di dalamnya
adalah kewenangan di bidang pertanahan yang dalam hal ini kewenangannya
dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Daerah Kota Pekanbaru.
Sesuai dengan teori/ajaran dalam penelitian ini yaitu teori penyerahan
kewenangan maka untuk wilayah Kecamatan Siahulu PW dan Kecamatan Kampar
yang sebelum pemekaran menjadi kewenangan dari pemerintah Kabupaten Kampar,
maka setelah terjadinya perluasan wilayah Kota Pekanbaru terhadap kedua wilayah
kecamatan tersebut di atas pemerintah Kabupaten Kampar harus melakukan
penyerahan kewenangan pemerintahan termasuk di bidang administrasi pendaftaran
tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar
kepada Pemerintah Kota
Pekanbaru dan juga Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.
Universitas Sumatera Utara
Download