i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Ungkapan syukur patut diucapkan kepada sang pencipta segala pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku sosial seluruh manusia di jagad raya ini, sehingga membentuk suatu fenomena sosial yang konstan untuk dijadikan sebagai obyek penelitian yang bermuara pada terbentuknya suatu teori sebagai landasan untuk mendeskripsikan, menafsirkan, dan memprediksi fenomena yang akan terjadi di masa mendatang untuk terbentuknya kehidupan yang lebih bermakna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beragama. Sistem kebermasyarakatan dan kenegaraan yang dilandasi oleh nilai-nilai universal telah diteladankan oleh Baginda Rasulullan SAW, karenanya sanjungan salam niscaya kita sampaikan kepadanya dengan harapan dapat mewarisi semua pengetahuan, pandangan, sikap, dan perilaku kemasyarakatannya untuk diimplementasikan sehingga tercipta masyarakat madani di Indonesia. Setidaknya terdapat teori utama yang dapat digunakan untuk memahami, mendeskrepsikan, menjelaskan, dan menganalisis perilaku sosial individu dalam aktifitas kesehariannya, yaitu teori behavioristik. Setiap perilaku individu seseorang dalam konteks sosialnya merupakan respon atas stimulan-stimulan dunia eksternalnya, baik stimulan yang didesain untuk terjadinya perilaku sosial dimaksud, maupun stimulan yang secara alamiah bersifat given. Prinsip memberi dan menerima dalam kehidupan sosial dalam beragam bentuknya merupakan keniscayaan, kualitas pengetahuan, pemikiran, pemahaman, pandangan, sikap, dan perilaku setiap individu merupakan konsekwensi kemampuannya dalam memanfaatkan dan mengelola semua potensi eksternalnya untuk disinergikan dengan potensi internalnya sehingga membentuk kehidupan sosial yang lebih bermakna. Namun demikian, tidak semua perilaku sosial individu selalu tergantung dari dunia eksternalnya, ia juga memiliki otoritas yang membentuk independensi perilaku sosial sehingga ia tetap dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan pemahaman, pengetahuan, pandangan, dan sikapnya, ia mempunyai kemampuan mereproduksi pengetahuannya dalam bentuk perilaku sebagai hasil dari refleksi pengalamannya di masa lalu, karena manusia dilengkapi dengan dua sistem utama, yaitu; sistem receptor dan sistem efektor. Di satu sisi kita meyakini kebenaran teori behavioristik, tetapi kita juga tidak bisa menafikan kemampuan otoritas pengetahuan manusia dapat membentuk dan mempengaruhi perilaku keindividuan dan sosialnya. Dua model pemikiran inilah yang dapat dijadikan landasan dalam memahami fenomena perilaku politik pemilih di Kabupaten Trenggalek bahwa kita semua memaklumi perilaku pemilih banyak dipengaruhi oleh budaya pemilu yang kurang bersih; masih adanya praktik pemberian “hadiah” pada pemilih, baik dalam bentuk material maupun nonmaterial dan pemilihpun memanfaat moment pemilihan sebagai pesta menerima hadiah dimaksud. Namun toh demikian, kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak juga individu-individu pemilih yang mempunyai otoritas, kecerdasan, dan mempertahankan idealitas politknya sebagai warga negara yang menginginkan kebaikan bagi negaranya. Dunia ii memang tidak dapat dipisahkan dari dua sisi yang selalu dalam kondisi dikotomi; ada ujung timur pasti ada ujung barat, ada sisi kebaikan pasti juga ada sisi kejelakan, ada samping kanan pasti juga ada samping kiri, adanya satu sisi tidak akan meniadakan sisi lainnya, kedua sisi yang saling berseberangan sejatinya melahirkan keseimbangan kehidupan bermasyarakat, karenanya justru tiadanya satu sisi harus diadakan lainnya sampai terbentuk titik equilibrium kebermasyarakatan dan keberbangsaan. Satu sisi kebenaran temuan dan analisa dari penelitian ini tidak menafikan sisi kekurangan lainnya yang banyak terdapat dalam laporan penelitian ini. Masukan dari semua semua pembaca, baik pada aspek substansi penelitian maupun dari sisi metodologis dan asesories lainnya sangat dibutuhkan bagi peneliti untuk membuat penelitian yang lebih berkualitas di masa mendatang. Kita semua mempunyai tujuan yang sama bahwa secara akademik suatu hasil penelitian diharapkan mampu memberikan pemahaman teoritik untuk memecahkan berbagai problem kemasyarakatan, dan kebangsaan. Pemilu yang diselenggarakan lima tahunan, merupakan ikhtiar untuk mendesain dan menciptakan kesinambungan kepemimpinan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatan, karenanya penting bagi semua pihak untuk bersamasama saling bersinergi untuk mewujudkan cita-cita dimaksud sesuai dengan kapasitas dan wilayah kerjanya masing-masing, tentu sumbangsih masing-masing level masyarakat akan bermakna. Akhirnya, ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada ketua, anggota dan kesekretariatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Trenggalek yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan ini dan mempublikasikannya. Semoga semua ini menjadi amal hasanah yang diridloiNya bagi kita semua, dan menjadi kontribusi bagi terwujudnya pelaksanaan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil) di masa mendatang, amin. Trenggalek, 31 Juli 2015. Salam, Ttd Peneliti iii KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin, sehingga publikasi riset partisipasi masyarakat dalam pemilu ini dapat terselesaikan. Penelitian dengan judul ”Fenomene Perilaku Sosial Pemilih Pada Pilpres 2014 Di Kabupaten Trenggalek” ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis yang dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan. Laporan ini merupakan hasil akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian setelah dilakukan pemaparan dan diseminasi oleh peneliti serta revisi atas beberapa kritik, saran dan masukan yang sisampaikan berbagai pihak. Atas nama KPU Kabupaten Trenggalek, kami memberikan apresiasi yang tinggi kepada peneliti yang berhasil memotret perilaku sosial pemilih di Kabupaten Trenggalek. Selanjutnya kami sangat berharap agar riset ini dapat digunakan sebagai referensi bagi design kebijakan dan strategi meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu-pemilu yang akan datang. Dalam khasanah demokrasi, partisipasi merupakan salah satu prinsip dasar yang harus diterapkankan dalam pemilu. Begitu pentingnya partisipasi rakyat dalam pemilu, maka ia akan menentukan kualitas demokrasi yang dianut oleh suatu negara. Pemilu akan bermakna bagi demokrasi apabila ada partisipasi yang tinggi dari semua warga negara. Semakin tinggi tingkat partisipasi rakyat dalam setiap tahapan pemilu, akan akan dapat meminimalisir penyimpangan yang dapat menciderai makna demokrasi dan pada gilirannya pemilu memiliki legitimasi yang kuat dihadapan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Sebaliknya semakin rendah angka partisipasi rakyat dalam setiap tahapan pemilu akan menunjukkan bahwa legitimasi pemilu sebagai wahana suksesi kepemimpinan politik dalam jabatan-jabatan publik menjadi tanda tanya. Partisipasi semua warga negara adalah faktor penentu utama bagi keberhasilan suatu pemilu. Pemilu sebagai sebuah proses politik ditentukan oleh keputusan politik pemilih. Keputusan politik pemilih dalam menentukan pilihannnya akan menentukan arah politik dan pembangunan yang akan terjadi setelah pemilu. Demikian juga dengan keputusan politik pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau tidak akan berakibat tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilu. Kualitas partisipasi politik rakyat, juga menentukan kualitas demokrasi. Artinya, rakyat yang berpartisipasi berdasarkan kesadran kritis, pengetahuan dan kemerdekaan rakyat dalam menggunakan hak pilihnya, seperti: rakyat paham mengapa ada pemilu, mengerti pengaruh partisipasi rakyat terhadap pemilu tata pemerintahan ke depan dan adanya informasi yang memadai untuk menentukan pilihan terhadap salah satu calon. Pemilu yang dilakukan dengan membangun kesadaran politik kritis rakyat serta pemenuhan hak atas informasi publik akan menjadikan pemilu sebagi pelaksanaan demokrasi prosedural sekaligus substantif. Sebaliknya pemilu yang dilakukan sekedar memobilisasi rakyat untuk datang ke TPS untuk mencoblos pada hari pemungutan suara, tanpa mengetahui apa tujuan dan akibat dari pilihanya, berdampak pada rentannya rakyat sebagai pemilih mengalami pembodohan dan menjadi korban money politic. Pemilu yang dilakukan dengan iv cara memobilisasi rakyat akan menjadikan pemilu dilaksanakan sekedar sebagai ritual politik tanpa makna. Dan tidak memberikan sumbangan pada penguatan demokrasi dalam suatu negara. Pemilu sekedar ritual politik adalah demokrasi manipulatif. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, sementara ini demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang banyak dianut oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena dalam berbagai hal, demokrasi menempatkan kedaulatan rakyat sebagai tumpuan, yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Setiap negara yang menganut sistem demokrasi pasti menyelenggarakan pemilu, tetapi tidak setiap pemilu dapat terselenggara secara demokratis. Pemilu yang demokratis setidaknya mencakup dua aspek demokrasi sekaligus, yaitu aspek prosedural dan aspek substansial. Aspek demokrasi prosedural akan turut menetukan tercapainya demokrasi substansial. Dari sisi prosedural mengacu pada teknis pelaksanaan pemilu yang bersifat teknis-administratif, pelaksanaannya bersih dan jurdil serta pemilih yang sadar pilih dan kritis, maka akan berdampak positif pada legitimasi terhadap hasil pemilu. Legitimasi pemilu yang kuat dan hasilnya diterima dengan baik oleh semua pihak, menjadikan lembaga demokrasi hasil pemilu (eksekutif maupun legislatif) akan diakui keberadaannya. Lembaga yang memiliki legitimasi akan bekerja secara efektif untuk melahirkan kebijakan publik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga terwujudlah demokrasi yang substantif. Trenggalek, 20 Agustus 2015 KOMISI PEMILIHAN UMUN KABUAPATEN TREGGALEK Ketua SURIPTO, SAg, M.Pd.I v ABSTRAK Nur Kholis. Fenomena Perilaku Sosial Politik Pemilih. Penelitian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kabupaten Trenggalek, 2015. Kata Kunci: Perilaku, Pemilih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis fenomena perilaku sosial politik pemilih dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dengan pendekatan fenomenology. Penelitian dilakukan di Kabupaten Trenggalek. Subyek penelitian adalah pemilih pada pemilu presiden dan wakil presiden 2014, sedangkan obyek penelitiannya adalah semua fenomena yang menjadi fokus penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, dan dokumentasi, dengan menggunakan instrumen inti dan bantu. Analisis hasil penelitian dilakukan secara terus menerus mulai dari penggalian data sampai analisis, menggunakan tahapan open coding, axial coding, dan selective coding. Untuk memperoleh keabsahan data digunakan langkahlangkah teknik pemeriksaan data yang memenuhi empat kreteria, yaitu; credibility, transferability, dependability dan confirmability. Hasil penelitian ini, sebagai berikut: (1). Fenomena perilaku sosial politik pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat dipahami melalui tiga model yaitu; (a) Perilaku sosial politik pemilih terbentuk melalui tiga proses tahapan, yaitu: pengetahuan, pandangan, dan sikap. (b) Unsur eksternal pembentukan perilaku sosial pemilih melalui proses sosial, interaksi sosial, dan imitasi terhadap perilaku sosial pemilih di masing-masing komunitasnya. (c). Terdapat ruang kreatifitas otentik masing-masing pemilih untuk mengaktualisasikan hak-hak politiknya, yang tidak selalu merupakan bentuk respon atas stimulan eksternalnya (imbalan material) dari kandidat. (2). Faktor yang mempengaruhi adalah faktor sosial ekonomi, faktor orang-orang terdekat, dan faktor kedekatan emosional. Faktor sosial ekonomi adalah semua jenis imbalan yang dijanjikan oleh kandidat atau team sukses, baik yang berbentuk materi maupun nonmateri. Faktor orang-orang terdekat adalah semua orang yang memungkinkan mempengaruhi predisposisi politik pemilih diantaranya orang tua pemilih (ayah dan ibu), suami atau istri, anggota team sukses kandidat, dan peer group. Sedangkan faktor kedekatan emosional adalah kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol pengusung yang didasarkan adanya kesamaan dalam bidang agama, organisasi, asal daerah, dan sebagainya. proposisi mayor yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah terbentuknya perilaku sosial politik pemilih dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, orangorang terdekat, dan kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol melalui tahapan proses pematangan pengetahuan, pandangan, dan sikap. vi DAFTAR ISI Halaman Judul....................................................................................................... i Kata Pengantar Peneliti ......................................................................................... ii Kata Pengantar Ketua KPU Kab. Trenggalek ....................................................... iv Abstrak .................................................................................................................. vi Daftar isi ................................................................................................................ vii Daftar Tabel ......................................................................................................... ix Daftar gambar....................................................................................................... x BAB I: PENDAHULUAN A. Latara Belakang Masalah .......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian ................................................................... 4 C. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................. 4 1. Pengertian Perilaku Sosial .................................................................... 4 2. Teori Perilaku Sosial ............................................................................ 8 D. Manfaat Metode Penelitian ...................................................................... 14 3. Jenis dan Pendekatan Penelitian ........................................................... 14 4. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 16 5. Subyek dan Obyek Penelitian ............................................................... 16 6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 19 a. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 19 b. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 21 7. Keabsahan data ..................................................................................... 21 8. Teknik Analisis Data ............................................................................ 25 BAB II: SEKILAS KABUPATEN TRENGGALEK A. Kondisi Umum .......................................................................................... 28 B. Kondisi Sosial Ekonomi............................................................................ 30 C. Kondisi Sosial Keagamaan ....................................................................... 34 D. Kondisi Pendidikan ................................................................................... 37 BAB III: FENOMENA PERILAKU SOSIAL PEMILIH A. Pendahuluan .............................................................................................. 40 B. Pengetahuan Pemilih ................................................................................. 42 C. Pandangan Pemilih .................................................................................... 49 D. Sikap Pemilih ............................................................................................ 53 E. Pola Perilaku Sosial Pemilih ..................................................................... 60 F. Tafsir Perilaku Sosial Pemilih...................................................................67 BAB IV : FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMILIH A. Pendahuluan ............................................................................................ 79 B. Faktor Sosial Ekonomi ............................................................................ 83 C. Faktor Orang Terdekat ............................................................................ 88 D. Faktor Kedekatan Emosional .................................................................. 95 E. Tafsir Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih............................ 102 vii BAB V : PENUTUP A. Simpulan ................................................................................................. 117 B. Saran-Saran ............................................................................................. 118 C. Rekomendasi ........................................................................................... 120 Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran viii DAFTAR TABEL Tabel 1: Perbedaan partisipasi pemilih laki-laki dan perempuan................................................................................. ix 66 DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Warung Kopi, Media Komunikasi Masyarakat....................... 59 Gambar 2: Warnet, Media Informasi Warga............................................. 62 Gambar 3: Penggalian data Wawancara.................................................... 85 Gambar 4: Pengaruh Orang-Orang Terdekat............................................. 99 x 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak reformasi diguliskan oleh Pemerintah Indonesia, agenda besarnya adalah pembangunan yang demokratis. Demokrasi menjadi konsep yang perlu diimplementasikan dalam setiap aspek pembangunan di Indoensia, mulai dari pemilihan pimpinan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Kebijakan yang dijalankan berkaitan dengan proses demokratisasi salah satunya adalah diadakannya pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung. Landasan filosofis dilaksanakan pemilu langsung adalah keinginan bersama mengembalikan kedaulatan rakyat pada porsi yang sebenarnya. Oleh karena itu rakyat adalah subyek yang menentukan, bukan obyek yang ditentukan, baik dalam lingkup perpolitikan nasional (pemilihan presiden) maupun lokal (pemilihan kepala pembangunan, daerah). keterlibatan Rakyat rakyat menjadi mulai dari penentu tahapan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring dalam pembangunan termasuk didalamnya pelaksanaan pemilu merupakan konsekwensi yang niscaya sejaka Indonesia memilih demokrasi sebagai instrument dalam pembangunan. Hal demikian ditandai dengan perubahan perilaku sosial politik rakyat dari sebagai obyek yang dimobilisir menjadi subyek yang memobilisir kekuatan internal dan eksternalnya. Perilaku sosial dapat dimaknai sebagai suasana saling ketergantungan antar individu dengan lainnya, ia sejatinya merupakan suatu keniscayaan bagi 2 komunitas manusia untuk melanggengkan eksistensinya. Setiap manusia pada dasarnya saling membutuhkan antara satu dengan lainnya dalam setiap aspek kehidupannya, untuk itu ia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, saling membantu, saling berbagi, tidak saling menggangu hak orang lain, dan tentu diperlukan toleransi dalam hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, perilaku sosial tampak dalam pola respons antar individu satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi, perilaku tersebut diimplementasikan didasarkan pada nilai-nilai, keyakinan, norma, perasaan sosial, tindakan, sikap, atau rasa hormat terhadap orang lain, karena itu perilaku bersifat relatif dan subyektif. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda sesuai dengan subyektifitas masing-masing individu. Setiap moment dalam kehidupan bermasyarakat, selalu ditandai dengan proses sosial yang antara individu satu dengan individu lainnya saling berinteraksi, saling menstimulan dan merespon, pada moment pemilu misalnya antara team sukses/kandidat selalu ditandai dengan proses stimulan dan respon. Stimulan-stimulan yang dilakukan untuk memobilisasi massa dapat dilakukan oleh kandidat dengan menggunakan berbagai cara dan media yang memungkinkan dapat mencapai tujuan secara maksimal, baik media yang bersifat lokal maupun nasional, media cetak maupun online, dan lain sebagainya. upaya demikian pada dasarnya bentuk meningkatkan partisipasi masyarakat, karena tingkat dan kualitas partisipasi masyarakat dalam moment pemilu merupakan hal penting yang menjadi indikator 3 demokratisasi. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat, maka dapat dipahami sebagai indikator makin demokrasinya suatu pemilu. Tingkat partisipasi pemilih dalam suatu pesta Pemilu akan menentukan kualitas demokrasi suatu Bangsa. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu menjadi sangat penting, berbagai cara dilakukan oleh pelaksana pemilihan umum untuk mendorong makin meningkatnya partisiapsi pemilih, diantaranya adalah: melakukan pendidikan politik; Sosialisasi melalui media cetak, elektronik, dan sosial; Pembuatan media karikatur; Pemasangan baliho; penyebaran melalui SMS; bahkan di beberapa daerah panitia pemungutan suara banyak yang melakukan inovasi dan berkreatifitas dengan misalnya memberi dorprize, mendekor tempat pemungutan suara dengan topik jaman perjuangan (jadoel), disinergikan dengan pertunjukan musik, dan lain sebagainya. Apapun yang dilakukan panitia mulai dari panitia pusat sampai desa patut mendapatkan apresiasi sehingga partisipasi pemilih dalam moment pemilihan suara dari periode satu ke berikutnya menunjukkan partisipasi yang baik, meskipun mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Menurut Kompas (10 Mei 2014) berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa partisipasi pemilih pada pemilu legislatif 2014 mencapai 75,11%. Dengan angka partisipasi itu, 24,89% pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Sementara, pada pemilu presiden partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 berdasarkan data yang dilansir KPU sebesar 69,58%. Perbedaan angka partisipasi dalam pemilihan legislatif dan presiden patut dikaji, bahkan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya juga 4 menunjukkan perbedaan. Faktor-faktor apa yang diduga mempengaruhi perbedaan tersebut, apakah ada perbedaan tingkat partisipasi antara laki-laki dengan perempuan, mengapa terjadi perbedaan dan fluktuasi, dan apa yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi dalam pemilihan umum. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut penelitian yang diajukan dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis pokok-pokok masalah fluktuasi atau kurangnya tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih, dan diharapkan dapat diketahui dan ditemukan pendekatan-pendekatan untuk memacu meningkatnya tingkat partisipasi pemilih. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana fenomena perilaku sosial politik pemilih dalam penyelenggaraan pemilu Presiden tahun 2014 di Kabupaten Trenggalek? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku sosial politik pemilih dalam penyelenggaraan pemilu presiden 2014 di Kabupaten Trenggalek? C. Kerangka Pemikran 1. Pengertian Perilaku Sosial Dalam kamus bahasa Indonesia, perilaku diartikan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan sosial diartikan berkenaan dengan kehidupan masyarakat. Dengan demikian perilaku sosial dapat diartikan tanggapan atau reaksi komunitas masyarakat terhadap ransangan sekitarnya. Perilaku sosial dapat disinonimkan dengan perilaku kolektif, yaitu kegiatan orang secara bersama-sama dengan cara tertentu dan mengikuti pola tertentu pula. Menurut Coleman (2008: 241) 5 bahwa perilaku kolektif merupakan pengalihan kontrol yang sederhana (dan rasional) terhadap tindakan satu pelaku kepada pelaku lain. Setiap tindakan manusia, baik secara individual maupun kelompok merupakan reaksi atas rangsangan eksternal yang diterima melalui panca inderanya. Dalam praktiknya, perilaku sosial merupakan suasana saling ketergantungan yang merupakan keniscayaan bagi komunitas manusia untuk keberlangsungan eksistensinya. Setiap individu manusia pada dasarnya saling membutuhkan antara satu dengan lainnya dalam setiap aspek kehidupannya. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, saling membantu, saling berbagi, tidak saling menggangu hak orang lain, dan tentu diperlukan toleransi dalam hidup bermasyarakat. Perilaku sosial akan tampak dalam pola respons antar individu satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku tersebut ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri. Perilaku sosial oleh karenanya merupakan pengejawantahan dari hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Sebagaimana diuraikan oleh 6 Fromm (2001: 312-313) bahwa Darwin sangat menyadari bahwa manusia dicirikan tidak hanya dengan fisik yang khas tetapi juga dengan sifat-sifat psikis tertentu. Sebanding dengan kecerdasannya yang lebih tinggi, perilaku manusia lebih lentur (flexible), namun kurang memiliki refleks dan insting…dibanding binatang lain, manusia mampu berfikir dan meningkatkan sifat adaptif perilakunya dengan cara-cara yang masuk akal, manusia merupakan individu yang berbudaya dan bermasyarakat, ia telah mengembangkan budaya dan masyarakat yang unik, baik jenis maupun kompleksitasnya. Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal situasi sosial memegang peranan yang cukup penting. Situasi sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain setiap situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi social dapatlah dikatakan sebagai situasi sosial. Contoh situasi sosial misalnya di lingkungan pasar, di lingkungan pesantren, di masjid, di tempat rapat, dan lain sebagainya. Terdapat beberapa faktor yang setidaknya dapat mempengaruhi perilaku sosial. Pertama, karakteristik orang-orang sekitarnya. Karakter teman pergaulan seseorang individu dapat mempengaruhi perilaku sosial individu bersangkutan. Jika ia lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter positif, baik, santun, maka kemungkinan besar ia 7 akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter buruk, negatif, maka kemungkinan besar akan berperilaku seperti orang-orang di sekitarnya. Kemauan dan keberanian memilih teman bergaul atau lingkungan akan menentukan perilaku sosialnya. Ini artinya keteladanan menjadi modal penting bagi seseorang agar mempunyai perilaku sosial yang baik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kyai, ustadz, dan santri sekitarnya memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial santri. Kedua, proses kognitif. Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya santri yang terus berpikir agar kelak dikemudian hari dapat menghafal al-Qur’an, akan terus berupaya dan berproses mengidolakan kyainya seraya mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya. Teori ini yang kemudian dikembangkan para tentor untuk meningkatkan sikap berfikir positif dengan menanamkan gagasan besar, ide, cita-cita, keinginan, dan tujuan hidup dalam bawah sadar pasiennya, banyak orang yang berhasil dengan mengubah mainset dari mimpi menjadi kenyataan, bahkan di Kediri ada Kiai yang berhasil mempraktikkan terapi pengobatan dengan cara menata dan menenangkan berikirkan dengan rutin melakukan sholat malam. Ketiga, lingkungan. Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal 8 dari daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata. Penelitian yang dilakukan Nurkholis (2005) menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan pada lingkungan yang keras tumbuh menjadi pribadi yang agresip. Keempat, latar budaya. Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi, misalnya seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang berinteraksi dengan kelompok lain. seseorang yang menjadi dapat diamati ketika seseorang Kecenderungan perilaku sosial anggota kelompok akan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang lainnya. 2. Teori Perilaku Sosial Perilaku merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari orang lain atau lingkungan sekitarnya. Keputusan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu umumnya didahului oleh niat untuk melakukan tindakan tersebut, niat yang kuat akan mendorong terjadinya suatu tindakan, niat merupakan manifestasi/aktualisasi respon atas stimulanstimulan yang ada, meskipun ada juga munculnya niat atas kemauan sendiri yang kemudian disebut otoritas berkehendak. Faktor-faktor yang 9 mempengaruhi niat diantaranya adalah sikap dan norma subyektif. Peran sikap dan norma subyektif dalam menentukan niat berperilaku dan akhirnya menentukaperilaku dijelaskan oleh teori sikap yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (dalam Schiffman dan Kanuk, 2007: 240). Sikap merupakan suatu ekspresi seseorang yang merefleksikan rasa suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap seseorang berhubungan dengan perilakunya, sikap positif akan menyebabkan perilaku yang positif terhadap suatu objek dan begitu pula sebaliknya. Hubungan antara sikap, norma subyektif dan niat seseorang terhadap suatu obyek tertentu pada akhirnya teraktualisasikan ke dalam perilaku dalam bentuk tindakan, aktifitas dan kegiatan tertentu. Teori ini menurut pandangan penulis relevan digunakan untuk menganalisis perilaku yang sepenuhnya dikendalikan oleh aktor, sedangkan jika digunakan untuk menganalisis perilaku individu yang tidak sepenuhnya dikendalikan oleh aktor, maka sebaiknya menggunakan theory of planned behavior. Teori ini merupakan modifikasi dari teori tindakan rasional dengan dua faktor utamanya, yaitu; (1) Faktor perilaku (intensi berperilaku). (2) Norma subjektif dari perilaku. Dalam perkembangannya teori ini kurang cocok jika digunakan untuk menganalisis perilaku yang tidak sepenuhnya dikendalikan oleh aktor, maka perlu dimodofikasi. Karena kenyataannya tidak semua perilaku yang teraktualisasikan dalam keseharian individu/kelompok di masyarakat ada yang tidak dikendalikan oleh aktor tetapi merupakan respon atas stumalan sekitarnya. Fishbein dan Ajzen 10 kemudian memodifikasi teori sebelumnya dengan memasukkan faktor ke tiha, yakni (3) Perceived behavioral control (PBC) yang kemudian teorinya diganti dengan nama theory of planned behavior. Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku, sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk mengaktualisasikan perilaku tertentu. Kepercayaan-kepercayaan (beliefs) ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya sesuatu itu secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai akibat atau konsekuensi dari teraktualisasinya suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral control. Norma subjektif dipandang sebagai suatu fungsi dari beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk mengaktualisasikan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam normanorma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat mengaktualisasikan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang disekitarnya/lingkungannya berfikir bahwa ia memang seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang dimaksud diantaranya bisa pasangan, teman bergaul, teman kerja, atasan, orang tua, guru, ustadz dan orang yang paling dihormati Kiai. Untuk mengetahui apakah orang laing menghendaki suatu aktualisasi perilaku tertentu tidak 11 sulit, misalnya kalau di pesantren ada aturan tertulis dan aturan tidak tertulis yang disosialisasi, dipahami secara turun temurun dari generasi satu ke generasi berikutnya sehingga menjadi suatu budaya atau kebiasaan. Perceived behavioral control (PBC) menunjuk suatu derajat di mana seorang individu merasa bahwa aktualisasi atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. PBC dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung melalui intensi. Jalur langsung dari PBC ke perilaku diharapkan muncul ketika terdapat keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali yang aktual dari seseorang atas suatu perilaku. PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu; kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan (control beliefs) dan persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku (perceived power). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam 12 mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku, Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu. Setiap individu manusia selalu melakukan aktifitas, ritinitas, temporer, reaksioner, individual dan kolektif. Aktifitas bagi manusia merupakan bagian dari mempertahankan dan mengembangkan potensi-potensi kemuanisaan. Perilaku demikian menurut Coleman dapat dijelaskan dengan menggunakan teori rasional. Gagasan dasar teori ini adalah tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan) ditentukan oleh nilai yang pilihnya (pereferensi). Tujuan bagi manusia merupakan sumber energi yang dapat menggerakkan aktualisasinya perilaku seseorang, antara tujuan dengan perilaku merupakan dua unsur yang saling mempengauhi, tujuan pada suatu ketika berfungsi untuk menggerakkan, tetapi suatuketika bisa sebaliknya dengan melakukan kegiatan seseorang dapat mencapai tujuannya. Teori rasionalisasi perilaku yang berbasis psikologi sosial oleh Coleman kemudian dielaboasi ke dalam bidang kajian sosial. Menurut Coleman (1990: 30), ada dua utama teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Menurut Coleman interaksi antara aktor dengan sumber daya adalah sebagai berikut. 13 Basis minimal untuk sistem sosial tindakan adalah dua aktor, masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian pihak yang lain. Perhatian satu orang terhadap sumber daya yang dikendalikan orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat dalam tindakan saling membutuhkan...terlibat dalam sistem tindakan...selaku aktor yang mempunyai tujuan, masing-masing bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepengtingannya yang memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistemik terhadap tindakan mereka (Coleman, 1990: 29). Tindakan demikian biasanya menyebabkan subordinasi individu satu terhadap individu lainnya. Menurut Coleman, pengakuan ini menciptakan fenomena makro paling mendasar, yakni satu tindakan yang terdiri dari dua orang individu ketimbang dua orang aktor yang bebas. Akibatnya, struktur berfungsi terbebas dari aktor, ketimbang memaksimalkan ketertarikannya, dalam kasus ini seorang aktor malah berusaha merealisasikan ketertarikan aktor yang lain atau unit kolektif independen (Coleman, 1990: 45). Teori ini dapat menjelaskan arah suatu sikap terhadap aktualisasi perilaku seseorang. Penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku, Intensi aktualisasi perilaku individu merupakan kombinasi dari sikap dan norma subjektif. Sikap merupakan perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan, sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Seseorang yang mempunyai keyakinan atau pandangan bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif terhadap perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya jika suatu perilaku difikirkan negatif maka maka ia akan mengaktualisasikan perilaku 14 negatif. Sedangkan yang dimaksud dengan norma subyektif adalah apabila ia dan orang-orang di sekitarnya memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan. Contohnya, jika orang-orang lain meyakini atau mengharapkan perilaku yang akan ditampilkan sesuatu yang negatif dan ia berkeinginan memenuhi harapan orang-orang lain tersebut, itulah yang dinamakan dengan norma subjektif negatif. D. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang telah peneliti lakukan adalah kualitatif, yang ditandai dengan beberapa karakteristik, diantaranya; 1) Lokasi penelitian alamiah. Peneliti menggali data langsung ke lapangan dengan wawancara kepada semua subyek, observasi terhadap beragam situasi dan aktifitas yang dilakukan subyek, dan menyalin dokumen-dokumen tertulis atau gambar yang ada di tempat penelitian; 2) Peneliti merupakan instrumen kunci; 3) obyek yang digali sebenarnya merupakan makna esensial dari pengalamanpengalaman subyek yang kemudian peneliti analisis secara induktif; dan 4) bersifat interpretif. Peneliti melakukan interpretasi atas apa yang terlihat, terdengar, dan terpahami dalam setting alamiah (Creswell, J.W., 1999: 147). Menurut pandangan peneliti, jenis penelitian ini sesuai untuk dilakukan karena data-data yang peneliti kaji berkaitan dengan pengetahuan, 15 pemahaman, pandangan, sikap, dan pengalaman-pengalaman subyek tentang perilaku pemilih dalam pilpres 2014, peneliti juga berusaha mengungkapkan makna esensial pengalaman-pengalaman mereka dalam mengembangkan budaya partisipasinya dalam pilpres 2014, dan yang tidak kalah urgennya adalah berkembangnya budaya-budaya tersebut apakah ada kaitannya dengan faktor-faktor internal dan eksternal pemilih, apa saja faktor-faktor dimaksud. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah phenomenology. Peneliti mempelajari peristiwa-peristiwa budaya yang menjadikan pandangan hidup, pengalaman-pengalaman, pemaknaan, sikap, dan perilaku subyek. Kemudian berusaha menjelaskan, mengungkapkan makna konsep atau fenomena tersebut. Peneliti berusaha menafsirkan dan menjelaskan tindakan-tindakan, pengalaman-pengalaman, pemikiran- pemikiran subyek dengan cara menggambarkan struktur-struktur dasarnya. Oleh karena itu, peneliti memusatkan perhatian pada makna dan pengalaman subyek sehari-hari, yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana subyek dan pengalaman terciptakan secara penuh makna dan dikomunikasikan dalam konteks kesehariannya (Holstein, J.A., & Gubrium, J.F., 1994: 264). Dalam implementasinya, peneliti juga menunda semua penilaian tentang persepsi, pandangan, sikap, dan pemaknaan yang alami para subyek sampai ditemukan dasar tertentu, penundaan ini biasa disebut dengan epoche. Konsep epoche adalah membedakan wilayah data subjek penelitian 16 dengan interpretasi peneliti terhadap berbagai fenomena. Ia pada dasarnya menjadi pusat di mana peneliti menyusun, mengelompokkan, dan menganalisis dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh subyek. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek, dengan durasi waktu dua (2) bulan, yakni antara Juni sampai Juli 2015. 3. Subyek dan Obyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Trenggalek, yang dipilih berdasarkan pembedaan: pemilih pemula, pemilih sesuai jenis kelamin dan pekerjaan, di wilayah pegunungan, wilayah dataran rendah, wilayah perkotaan, dan wilayah pinggiran kota. Dalam pandangan peneliti, subyek yang demikian merupakan pelaku pengembangan budaya perilaku memilih pada saat pilpres tahun 2014. Istilah subyek, selanjutnya dalam penelitian ini disebut secara bergantian dengan istilah informan karena kedua konsep tersebut menurut pandangan peneliti mengandung makna yang sama, yaitu sama-sama sebagai sumber utama data penelitian baik yang berjenis kelamin perempuan maupun berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan tujuan dan jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini sebagaimana diuraikan di atas, maka satuan kajian datanya adalah semua masyarakat Kabuptaen Trenggalek dengan ciri dan sifat sebagaimana diuraikan sebelumnya yang dipilih secara purposive. Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan; penguasaan obyek penelitian, 17 kuantitas dan kualitas keterlibatan dan peran-perannya didalam proses pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014, dan kesediaannya untuk menjadi subyek penelitian. Untuk mempermudah komunikasi dan ketersediaan layanan informasi, pertama kali peneliti mencari orang kunci karena peneliti belum kenal dengan masing-masing subyek. Orang kunci pertama adalah teman peneliti sendiri, ia memfasilitasi peneliti dengan subyek-subyek lainnya membuat janji pertemuan berikutnya dengan tujuan untuk memperkuat komunikasi dan penggalian data lebih dalam dan lebih luas lagi. Setelah beberapa kali pertemuan dengan subyek pertama, peneliti meminta untuk difasilitasi pertemuan dengan informan berikutnya yang mereka kenal dan mempunyai kriteria seperti yang peneliti sampaikan. Obyek penelitiannya adalah semua gejala yang menjadi fokus penelitian, yaitu; fenomena perilaku sosial politik pemilih, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial politik pemilih pada saat pilpres tahun 2014. Data-data dikumpulkan peneliti melalui beberapa tahapan, pada tahap awal dilakukan eksplorasi untuk mendapatkan gambaran secara umum sebagai dasar untuk menyusun kerangka global konteks penelitian. Pada tahap ini data dijaring dari subyek kunci yang kemudian diperkuat oleh subyek ke dua. Pada informan ini diperoleh data-data yang cukup varian, untuk itu peneliti merasa perlu untuk memilah dan menyusunnya kedalam kategori-kategori yang dapat mempermudah peneliti dalam proses penggalian data berikutnya yang lebih mendalam. 18 Pada tahap berikutnya data yang telah terkumpul pada tahap eksplorasi dideskripsikan, sehingga diperoleh pemetaan sebagai landasan untuk identifikasi, klasifikasi, dan kategorisasi topik-topik dan/atau masalahmasalah yang relevan dengan fokus penelitian, sebagai dasar untuk penentuan subyek lainnya yang dianggap dapat memberikan data secara lebih mendalam sesuai kontek variannya. Pendalaman dalam penggalian data dilakukan dengan melibatkan informan-informan lainnya sampai menemukan titik jenuh informasi yang diperlukan sesuai fokus penelitian. Pendalaman dilakukan beberapa kali, diawali dengan menjaring data dari kalangan terbatas yang dianggap sebagai subyek yang dapat memberikan data tentang obyek penelitian, dan akhirnya jumlah subyek penelitian diperluas kepada subyek lainnya secara mendalam dan holistik. Pada tahap ini juga data reflektif yang berhasil dideskripsikan dikonfirmasikan kepada subyek lainnya untuk mendapatkan feedback sehingga diperoleh data yang valid. Dengan demikian data yang dijaring benar-benar menggambarkan obyektifitas latar penelitian dan refleksi yang disusun tidak menyimpang dari makna yang diberikan oleh subyek penelitian atas fenomena yang diteliti. Pemaknaan data dilakukan secara obyektif dengan merefleksikan makna-makna yang dipahamai, dirasakan oleh subyek. Pada akhirnya berdasarkan pada deskripsi data yang berhasil dikumpulkan kemudian dideskripsikan, dilakukan eksplanasi, dan dianalisis dengan teknis-teknis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sehingga dapat disusun temuan-temuan penelitian dan kesimpulan akhir dalam bentuk proposisi. 19 4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang akurat dan valid diperlukan beberapa cara pengumpulan data, kegiatan ini disebut dengan teknik pengumpulan data, tujuannya untuk memperdalam pemahaman atas fokus yang diteliti, juga diarahkan sebagai wahana untuk pengecekan keabsahan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan untuk saling melengkapi antara teknik yang satu dengan teknik lainnya. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu; wawancara dan dokumentasi. Perlu juga disampaikan di sini bahwa teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, sementara teknik lainnya bersifat komplementer terhadap teknik utama. Beberapa teknik pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut. 1) Wawancara mendalam. Teknik ini dimanfaatkan secara dominan dalam penelitian, artinya sebagian besar data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Secara umum wawancara dilakukan peneliti lebih banyak dilakukan dengan cara unstructured interview, sebagaimana dikatakan oleh Fontana, A., & Frey, J.H. (1994: 365) agar data yang diperoleh lebih komprehensif mengingat peneliti berangkat ke lapangan dengan pemahaman yang masih kurang atas karakteristik lokasi, obyek dan subyek penelitian. 20 Diharapkan dengan teknik ini diperoleh data yang tidak terduga tetapi merupakan temuan yang cukup berharga. Disamping itu, dipertimbangkan pula bahwa sesuai dengan karakteristik subyek menyangkut; pengetahuan, tingkat pendidikan, kedekatan atau pemahaman dengan fokus penelitian sangat berwariasi. Pada awal wawancara, dilakukan secara tidak terarah (non-directed interview) agar terbangun suasana yang akrab dan bersahabat dengan subyek penelitian. Setelah tahap eksplorasi ini dapat dilalui dengan baik, kemudian peneliti menyusun pedoman umum wawancara sesuai dengan fokus yang hendak dikaji dalam penelitian ini agar wawancara tidak menyimpang jauh dari fokus yang hendak dikaji. Teknik wawancara ini dipergunakan untuk mendapatkan data yang terkait dengan perilaku pemilih pada pilpres 2014. 2) Dokumentasi Penggunaan teknik dokumentasi ini merupakan pelengkap dari teknik wawancara mendalam. Meskipun demikian tidak dapat diingkari bahwa data yang diperoleh dari teknik ini sesuai dengan masalah yang dikaji, memang sangat berarti. Terutama data tentang keadaan umum lokasi penelitian, pemilih pemula, pemilih menurut jenis pekerjaannya, pemilih menurut jenis pendidikannya, dan sebagainya, termasuk foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan fokus penelitian. Ini semua merupakan sistem simbol, dan artifak yang mempunyai makna dan fungsi untuk memperjelas pemahaman peneliti 21 atas fenomena, fakta, dan konsep-konsep yang belum dipahami dalam wawancara. Semua simbol-simbol ini penting dikumpulkan untuk membangun pemahaman yang komprehensip terhadap fenomena dan fakta yang terjadi, sehingga dapat dideskripsikan, dianalisis, dan disintesiskan sebagai upaya untuk mendapatkan kesimpulan yang valid. b. Instrumen Pengumpulan Data Instrument pengumpulan data pada penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu instrumen utama dan instrumen bantu; 1) Instrumen utama pada penelitian ini dengan membantu subyek dalam memaknai perilaku sosialnya melalui proses menganalisis, mensintesiskan dan membuat/menarik kesimpulan/verifikasi terhadap fenomena yang tampak. 2) Instrumen bantu adalah sarana-sarana dan alat-alat lainnya yang dapat membantu peneliti dalam menarik kesimpulan atau membuat verifikasi terhadap fenomena yang diteliti. 5. Keabsahan Data Setiap penelitian memerlukan adanya standard untuk melihat derajat kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian. Standard tersebut dalam penelitian kualitatif disebut dengan keabsahan data. Untuk memperoleh keabsahan (trustworthiness) data hasil penelitian, peneliti menggunakan langkah-langkah teknik pemeriksaan, yaitu; derajat kepercayaan 22 (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability): a. Derajat kepercayaan (credibility). Terpenuhinya derajat kepercayaan yang ditempuh dengan mengamati, mencermati, mengenali secara langsung, serta memahami dengan baik dan mendalam bagaimana interaksi sosial pemilih pada saat proses pemilu. Selain itu dilakukan penggalian data melalui dokumendokumen yang ada di kantor KPU Trenggalek yang relevan dengan fokus penelitian selama kegiatan penggalian data dan analisis penelitian sebagai upaya untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Untuk mengecek kebenaran hasil penelitian dilakukan triangulasi data terutama pada aspek sumber, metode, dan teori. Triangulasi sumber misalnya, peneliti membandingkan data yang diperoleh dari subyek satu dengan subyek lainnya, jika ada perbedaan data yang diperoleh peneliti mengkonfirmasi kembali sampai menemukan data yang koheren diantara subyek-subyek penelitian; Triangulasi metode dalam pelaksanaannya sebagaimana diuraikan di subbab teknik pengumpulan data, yaitu dengan cara peneliti membandingkan antara data yang diperoleh dari teknik wawancara, dan dokumentasi sehingga kedua teknik tersebut saling melengkapi untuk menghasilkan data yang konsisten dan tidak saling bertentangan; Sedangkan triangulasi teori diterapkan dalam analisis data, baik pada proses pengumpulan data maupun analisis. 23 Diskusi yang cukup panjang dengan berbagai kalangan (peer debriefing) dalam rangka negative case analysis, dan member checking juga dilakukan. Model dari member checking pada penelitian ini adalah meminta masukan (feedback) dari subyek terkait dengan hasil/temuan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk; a) memverifikasi hasil penelitian ini telah merefleksikan perspektif emik; b) menginformasikan pada peneliti, bagian mana dari laporan penelitian yang mungkin menimbulkan masalah politis atau etis manakala dipublis; dan c) membantu peneliti untuk menemukan interpretasi baru. b. Derajat keteralihan (transferability). Tingkat pemahaman peneliti secara rinci terhadap fokus penelitian. Sehingga hasilnya dapat diuraikan secara lebih fokus, sistematis, dan detail mengenai segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar mereka dapat memahami penemuan-penemuan yang diperoleh dalam penelitian ini. Penemuan dimaksud, tentunya bukan kejadian bagian dari uraian rinci, melainkan deskripsi dan analisis peneliti atas pemaknaan subyek dalam bentuk deskripsi dengan segala macam pertanggungjawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata di lapangan. Untuk dapat menguraikan secara rinci hasil penelitian ini secara sistematis, penelitian menggunakan informan secara memadai, membandingkan daya secara konstan, dan mencari kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Meskipun perlu diakui bahwa langkah ini tidaklah mudah, karena pada penelitian sosial konteks selalu bersifat 24 multidimensional, dan multitafsir sehingga tidak mudah untuk menemukan konteks yang sama. Oleh karena itu, peneliti memperbanyak intensitas dan kualitas di lapangan, misalnya memperbanyak dan intens dalam wawancara mendalam, membandingkannya dengan dokumendokumen tertulis hasil pemilihan pilpres 2014. c. Kebergantungan (Dependability). Kebergantungan merupakan konsep yang mempunyai arti sama (sinonim) dengan consistency yakni keterhandalan atau istiqomah sebuah penelitian. Untuk meningkatkan keterhandalan, seperti halnya untuk meningkatkan validitas, peneliti menggunakan teknik triangulasi, member check, dan penelusuran audit (audit trail) baik pada aspek proses, dan hasil pilplres 2014. Tentu, penelusuran audit ini dibantu oleh teman sejawat dengan tahapan-tahapan; praentri, penetapan yang dapat diaudit, kesepakatan formal dan penentuan keabsahan data. Pada prinsipnya penelusuran audit ini juga diterapkan untuk menguji aspek keterpastian (confirmability), karena baik dependability maupun confirmability adalah proses untuk meningkatkan keabsahan data dengan melakukan auditing ketergantungan dan auditing keterpastian. Diantara hal yang peneliti minta untuk direviu oleh teman sejawat adalah catatan lapangan, koding, analisis data, interpretasi data dan langkah-langkah penelitian, bahkan di akhir penelitian juga perlu direview oleh anggota KPU Trenggalek yang membidangi. 25 d. Keterpastian (confirmability). Sebagaimana derajat kebergantungan, teknik untuk mengecek derajat keterpastian pada penelitian ini adalah auditing (review) dari sejawat atau komisi promotor. Hal-hal yang dimintakan untuk direviu diantaranya adalah apakah temuan hasil penelitian benar-benar berasal dari data lapangan berdasarkan data mentah; wawancara dan dokumentasi; apakah kesimpulan yang diambil peneliti itu logis berdasarkan data, fenomena, dan fakta, dengan melihat teknik analisis yang digunakan, kecukupan label kategori, kualitas penafsiran, dan kemungkinan adanya pembanding; juga yang tidak kalah pentingnya adalah menyangkut ketelitian peneliti, apakah ada kemencengan atau pembelokan dari fokus yang dikaji, memperhatikan apakah terminologi yang dibuat berdasarkan teori dari dasar, apakah terlalu menonjolkan pengetahuan a-priori peneliti atau tidak dalam konseptualisasi penemuan, dan menelaah kegiatan peneliti dalam melaksanakan pemeriksaan keabsahan data, misalnya bagaimana peneliti menggunakan triangulasi, dan member cecking. 6. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan usaha atau proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian dasar. Semua data yang diperoleh dari hasil wawancara, dan dokumentasi oleh peneliti diatur, diurutkan, dikelompokkan, diberi kode, dan kemudian dikategorisasikan sesuai dengan fokus dan/atau pertanyaan penelitian. Kode 26 adalah tanda yang diberikan oleh peneliti sesuai dengan fokus penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data, subyek, kode, dan tanggal/bulan/tahun, contohnya adalah W.SW-01.FPP.25062015. Coding merupakan proses akhir dari pengolahan data, dan merupakan cara memberi identitas terhadap data-data sehingga memudahkan peneliti untuk mengelompokkan untuk kepentingan analisis data sesuai dengan fokus penelitian, proses ini pada dasarnya juga merupakan proses pengorganisasian data. Pengorganisasian dan pengolahan data ini bertujuan untuk menemukan tema-tema yang sesuai dengan fokus penelitian untuk dijadikan sebagai konsep-konsep, fakta-fakta yang mendukung proses generalisasi temuan penelitian untuk menghasilkan teori substantif. Ananlisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, koleksi data, dan pemaknaan data (Huberman, A.M., & Miles, M.B., 1994: 428-429). Pengumpulan data merupakan proses penggalian data, baik melalui wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, maupun artikel-artikel lainnya yang terkait dengan fokus penelitian, dari beberapa penggalian data tersebut dikompilasi, diedit, disortir, dikoding, dan dipetakan untuk dideskripsikan, dan dianalisis sesuai dengan urutan fokus penelitian. Inilah yang dilakukan pada tahap koleksi data. Pada tahap ke dua ini tentu ada data-data yang saat analisis berlangsung tidak relevan, untuk data yang demikian oleh peneliti tidak begitu saja dibuang tetapi disisihkan pada file tersendiri (cadangan) mungkin pada analisis berikutnya dibutuhkan, jadi intinya tidak ada data yang dibuang hanya direduksi secara tentatif. Tahap 27 berikutnya adalah pemaknaan data, tahap ini merupakan penafsiran terhadap beberapa data yang menggambarkan fenomena, fakta untuk digeneralisasi atau disimpulkan kedalam beberapa sub fokus penelitian. Dalam prakteknya ke tiga tahap tersebut tidak tersegmentasi secara kaku tahap demi tahap tetapi ketiganya melebur secara luwes, kait mengkait, silih berganti sampai menghasilkan kesimpulan sesuai subfokus penelitian. Setelah peneliti menghasilkan kesimpulan awal tidak lantas penelitian dihentikan, peneliti masih melengkapi data-data dari berbagai teknik penggalian data lainnya, mendiskripsikannya kembali dan menganalisisnya sehingga menghasilkan kesimpulan kembali yang mungkin berbeda dan/atau menguatkan kesimpulan sebelumnya. Hal ini dilakukan secara siklus secara terus menerus sampai menemukan kesimpulan jenuh yang dijadikan sebagai kesimpulan akhir oleh peneliti. 28 BAB II SEKILAS KABUPATEN TRENGGALEK A. Kondisi Umum Kabupaten Trenggalek sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, dn sebelah Baratnya Kabupaten Pacitan, sedangkan sebelah selatannya adalah Laut Samudra India. Luas wilayah Kabupaten Trenggalek adalah 126. 140 Ha, dimana 2/3 bagian luasnya merupakan tanah pegunungan, Terbagi menjadi 14 Kecamatan dan 157 Desa. Sedangkan luas laut 4 mil dari daratan adalah 711,68 km. Jumlah penduduk tahun 2007 sebanyak 687.477 jiwa terdiri dari 50.17 % wanita dan 49.83 % laki-laki dengan kepadatan penduduk 545 jiwa/ Km² dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.22 % jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 796.966 jiwa terdiri dari 50.49 % wanita dan 49.51 % laki-laki. Pembangunan sumberdaya manusia di kabupaten Trenggalek terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini dapat dilihat dari beberapa aspeknya, antara lain: kesehatan dan pendidikan. Pertama, aspek kesehatan. Peningkatan standar kesehatan terus ditingkatkan dengan melengkapi beberapa fasilitas kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat, baik yang berupa laboratorium kesehatan, pusata kesehatan masyarakat (puskesmas), rumah sakit, poliklinik, dan tempat praktik dokter umum maupu dokter spesial. Saat ini, jumlah rumah sakit yang dimiliki berjumlah 4 buah, puskesmas sebanyak 22, puskesmas pembatu sebanyak 66, dan jumlah tenaga medis diantaranya doktor umum 48 orang, spesialis 5 orang, D-III perawat 29 422 orang, D-III bidan 253 orang, serta apoteker 9 orang, proporsi tenaga kesehatan demikian sebetulnya masih kurang ideal, karena ini menunjukkan penanganan kesehatan masih didominasi oleh tenaga kelas teknis untuk itu pemerintahan Kabupaten Trenggalek terus melakukan pembenahan mulai dari tenaga medis, peralatan dan fasilitas kesehatan, tempat pelayanan kesehatan, dan obat-obatan. Kedua, aspek pendidikan. beberapa indikator dari aspek ini yang dapat didalami diantaranya adalah tingkat pendidikan warga masyarakat, kuantitas dan sebaran fasilitas pendidikan, disparitas lama pendidikan masyarakat desa dengan kota atau pinggiran, lama pendidikan masing-masing warga masarakat. Pembangunan di bidang ekonomi difokuskan pada hal-hal yang bersifat produksi, misalnya industri, pertanian, dan pemanfaatan obyek-obyek wisata internak Kabupaten Trenggalek. Pada aspek kegiatan Industri Pengelolaan tercatat jumlah perusahaan sebesar 20.798 buah dengan nilai investasi Rp 4.146.513.086,- dan nilai produksi sebesar Rp 33.877.783.310,- sedangkan jumlah Desa yang teraliri listrik sebanyak 157 desa atau sudah menjangkau seluruh desa yang ada dengan pelanggan sebanyak 106.268 pelanggan. Pada aspek kegiatan pertanian, luas areal sawah sebesar 12.111 Ha, tanah kering 48.868 Ha, dan perkebunan 1.979 Ha, menghasilkan padi sawah & dan ladang sebesar 168.898 ton padi, 103.155 ton jagung, 434.365 ton ubi kayu serta komoditi pertaniaan lainnya. Disamping itu Kabupaten Trenggalek yang berbatasan dengan laut mempunyai 5.348 nelayan, dan selama tahun 2009 menghasilkan ikan sebayak 23.845,3 ton. Obyek wisata yang dimiliki 30 Kabupaten Trenggalek antara lain di 5 (lima) tempat yang sudah di berdayakan dengan jumlah pengunjung selama tahun 2009 tercatat 446.283 orang. Sedangkan dari segi prasarana jalan tercepat panjang jalan seluruhnya 999.07 Km dimana 897.90 Km merupakan jalan Kabupaten, dimana 33.66 % kondisinya baik, 23,13 % kondisi sedang, 23,74 % rusak ringan dan 19,42 % rusak berat. Potensi demikian menyumbang perolehan penerimaan daerah, yang secara umum pendapatannya pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar Rp 714.585.000.000,- dan pengeluaran daerah sebesar Rp. 731.129.000.000. Pelaksanaan pembangunan ini telah membuahkan hasil yang mengembirakan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2009 tercatat 5,64 % dimana sektor pertanian masih mendominasi dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 34,35 % di susul sector jasa-jasa 21,36 % sector perdagangan, hotel, dan restauran 18.74 % sedangkan sector lainnya kurang dari 10 %. Pendapatan perkapita penduduk secara nominal mencapai 4,66 juta rupiah. Sedangkan secara riil mencapai 2,91 juta rupiah. B. Kondisi Sosial Ekonomi Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Sejalan dengan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, 31 maka daerah kabupaten dan kota memiliki kewenangan yang cukup luas untuk membuat perencanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, terutama pendapatan dan belanjanya. Kewenangan ini mencakup perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan pembangunan wilayah dan pemanfaatan secara optimal potensi wilayah. Salah satu tujuan pengembangan wilayah adalah pemerataan kesejahteraan antar wilayah. Kesejahteraan suatu wilayah dapat dilihat melalui tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di bagian selatan Propinsi Jawa Timur Dengan luas wilayah 126.140 Ha sebagaimana diuraikan sebelumnya, Kabupaten Trenggalek memiliki potensipotensi sumberdaya alam yang cukup besar. Untuk penggunaan lahan, di Kabupaten Trenggalek dari tahun ke tahun masih didominasi oleh sektor pertanian. Sekitar lebih dari 60% luas total wilayah merupakan lahan pertanian. Luas tersebut meliputi 9,56% tanah sawah, 38,02% tanah kering, 1,57% perkebunan, hutan negara seluas 48,31%, serta sisanya lain-lain seluas 2,54%. Penggunaan lahan di subsektor kehutanan memiliki proporsi yang besar sebab hampir 2/3 dari luas wilayah Trenggalek merupakan pegunungan, untuk memanfaat lahan hutan yang luas itu petani bekerjasama dengan perhutani dalam pemanfaatan lahan untuk pembangunan industri pertanian 32 dengan sistem bagi hasil, banyak dari masyarakat yang memanfaatkan potensi demikian, baik untuk pertanian, perkebunan, maupun untuk menunjang sektor peternakan petani. (Kabupaten Trenggalek Dalam Angka 2014). Salah satu sasaran pengembangan wilayah di bagian selatan Jawa Timur, Kabupaten Trenggalek memiliki keunggulan dalam sektor pertanian sehingga perekonomiannya masih dititikberatkan pada kegiatan pada sektor pertanian. Indikator dari pembangunan sektor pertanian diantaranya adalah produksi sayuran dan buah-buahan; perkebunan dan kehutanan; peternakan; dan perikanan. Komoditi cabe terjadi fluktuasi produksi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 produksi cabe sebesar 6.150 kw dan pada tahun berikutnya, 2013 mengalami penurunan menjadi 4.912 kw. Buah-buahan merupakan komoditi terbanyak produksinya adalah durian, karena jika musim durian Trenggalek merupakan salah satu barometer di Jawa Timur, yang pada tahun 2013 mampu memproduksi 452.031 kwintal, disusul buah pisang dengan produksi 260.484 kwintal. Produksi tanaman perkebunan mempunyai kontribusi terbesar adalah produksi kelapa dan tebu, masing-masing dengan produksi sebesar 8.689, 25 ton dan 490.114,75 ton pada tahun 2013 dari total hutan 66.024,50 ha, terdapat 17.988,40 ha hutan lindung dan 44.036, 10 ha hutan produksi. Di bidang peternakan, ayam buras menempati urutan pertama untuk ternak yang dibudidayakan masyarakat dengan jumlah 824.081 ekor, disusul ayam ras petelur dengan kapasitas produksi 509.098 ekor, dan berikutnya ayam ras pedaging, itik manila, dan enthok. Sementara di bidang perikanan, jumlah tenaga mencapai 2.331 rumah tangga yang terdiri dari 1.204 rumah tangga 33 perikanan laut dan 1.127 rumah tangga perikanan darat, perikanan laut meliputi; Kecamatan Panggul, Munjungan, dan watulimo. Produksi ikan darat pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 6,92%, di mana produksi ikan lele menempati urutan pertama sebesar 2.727, 65 ton, disusul gurameh 15, 46 ton. Apabila melihat tingkat produksinya serta penyediaan tenaga kerja, pada sektor pertanian sudah memiliki modal utama yang dapat dikembangkan lagi. Namun, kondisi sosial masyarakat yang masih tradisional dan rendahnya teknologi serta informasi tentang pengolahan hasil pertanian menjadi faktor penghambat dalam optimalisasi pengolahan sumberdaya yang ada. Hal ini dapat dilihat produk-produk pertanian yang dipasarkan sebagian besar masih berupa bahan mentah sehingga tidak memiliki nilai tambah (added value) yang dapat meningkatkan pendapatan petani pada khususnya, serta Kabupaten pada umumnya. Sebagian besar petani di Kabupaten Trenggalek menjual produksinya dalam keadaan mentah karena pola pikir petani masih tradisional. Misalnya pada komoditas ubi kayu, harga jual produk ubi kayu ini dalam keadaan mentah hanya mencapai Rp.300,00/kg, akan tetapi apabila dilakukan pengolahan lebih lanjut seperti djadikan keripik singkong atau tepung tapioka, maka hasil yang diperoleh oleh petani juga akan lebih besar daripada dijual dalam keadaan mentah. Selain itu, permasalahan lainnya yang dimiliki adalah pada pemasaran. Hampir seluruh petani di Kabupeten Trenggalek memiliki posisi tawar yang rendah sehingga harga produk-produk pertanian sangat ditentukan oleh pedagang/tengkulak yang membuat harga komoditas jatuh. 34 Menurut RPJMD Kabupaten Trenggalek, dengan melihat potensi yang dimiliki maka arahan pengembangan ekonomi wilayahnya diprioritaskan pada pengembangan pada sektor pertanian, pertambangan, pariwisata, serta industri kecil pengolahan. Pada dasarnya, perkembangan sektor pertanian di Kabupaten Trenggalek belum mampu berperan secara optimal dalam peningkatan perekonomian wilayahnya. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat pendapatan penduduk, khususnya yang bekerja sebagai petani sebagaimana diuraikan di atas. Sementara jika dilihat dari bidang indistri, industri kayu, barang-barang dari kayu termasuk perabot rumah tangga dari kayu menempati urutan pertama, yaitu sebesar 36,84%, disusul industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 21,05%; industri tekstil sebesar 21,05%, industri kimia dan bahan-bahan dari kimia sebesar 15,79%, dan industri barang-barang dari logam sebesar 5,26%. (Sumber: Dinas Koperasi, perdagangan, pertambangan dan energi, tahun 2014). C. Kondisi Sosial Keagamaan Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak, diantaranya adalah keragaman budaya, agama, adat, bahasa, seni, dan suku. Dari sisi agama, walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut masyarakat, yaitu: Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu, dan Budha. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah, namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. 35 Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh. Pesan demikian yang dilakukan oleh para tokoh agama, baik pada level pusat maupun Kabupaten, ini penting agar proses pembangunan berjalan sesuai perencanaan karena tidak gangguan di internal masyarakat. Kerukunan antar umat beragama dan antar internal umat bergama di Kabupaten Trenggalek cukup kondusif, menurut beberapa tokoh bahwa setidaknya selama lima tahun terakhir tidak ada percekcokan antar umat beragama yang cukup berarti. Keragaman beragama di kabupaten Trenggalek diantaranya dapat dilihat pada data berikut. Data tempat ibadah di Kabupaten Trenggalek di dominasi tempat ibadah umat islam, karena Umat islma menempati urutan pertama, semua jenis tempat ibadah tiap tahun mengalami menambahan. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek, tahun 2013; jumlah mushola sebanyak 2.119, masjid 1.197, gereja Katolik 11, dan gereja protestan 2. Penduduk yang menganut agama Islam menyebar secara merata di semua Kecamatan di Kabupaten Trenggalek, sementara umat Kristiani hanya ada di beberapa Kecamatan, umat Protestan misalnya hanya ada di Kecamatan Kota, Trenggalek dengan tempat ibadah 2 buah, sedangkan umat katolik menyebar di Kecamatan; Panggul (1 buah), Munjungan (1 buah), Kampak 2 buah), Dongko (1 buah), Gandusari 1 buah), Durenan 1buah), Pogalan 1 buah), dan Trenggalek 3 buah). Sebagai mayoritas, umat Islam tidak serta merta berlaku semaunya, penghargaan dan kerjasama dengan umat yang beragama lain berjalan dengan tertib, lancar, dalam berpartner kerja tidak pilih-pilih, orientasi 36 hanya pada bagaimana saling menguntungkan, tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang mendominasi dalam kerjasama. Misalnya, pada moment tertentu umat islam enjoy saja berbelanja ke tokonya orang China yang notabener beragama selain Islam, begitu pula sebaliknya hubungan orangorang China tidak ada jarak dengan masyarakat Trenggalek. Mata pencaharian penduduk Trenggalek di dominasi oleh bidang olah pertanian sebagaimana di uraikan di atas. Masyarakat agraris, itulah model type sesungguhnya di Kabupaten Trenggalek, budaya masyarakat agraris cenderung mengutamakan keserasian, kegotongrongan, guyub rukun, dan mengutamakan keharmonisan antara tetangga, antar umat beragama dan antar internal umat beragama. Budaya seperti ini mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya yang lebih mengutamakan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi atau golongan. Nilai-nilai keyakinan agama dan norma masyarakat telah mendarah daging di dalam pola keseharian mereka sehingga memudahkan bagi Pemerintah untuk mengembangkan pola kerukunan umat beragama. Masyarakat agraris juga mempengaruhi pola keberagamaannya, keyakinannya untuk mengoptimalkan keberagamaannya nampak sekali dengan tingkat pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh masyarakat Trenggalek, meskipun tingkat ekonomi dan mata pencahariannya yang didonimasi petani tingkat permintaan menunaikan ibadah haji cukup tinggi, sebagaimana didetailkan pada data berikut. Peserta haji di Kabupaten Trenggalek mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, di mana pada tahun 2011 jumlah peserta haji 37 sebesar 336 jamaah, pada tahun 2012 mengalami menurunan menjadi sebesa 227 jamaah dan pada tahun 2013 mengalami kenaikan lagi menjadi 300 jamaah. (Sumber: Kemenag Kabupaten Trenggalek, 2013). D. Kondisi Pendidikan Dinamika pendidikan di Kabupaten Trenggalek dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah dari jumlah sekolah mulai dati taman pendidikan kanak-kanak (TK) samapi sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), dan perguruan Tinggi (PT). Antara tahun 2011 s/d 2013 jumlah sekolah TK mengalami fluktuasi tahun 2011 sebanyak 382 buah, tahun 2012 sebanyak 383 buah, dan tahun 2013 menurun menjadi 380 buah. SD sedikit mengalami stagnan yaitu pada tahun 2011 berjumlah 440 buah dan pada tahun 2012 dan 2013 berjumlah 441 buah. SLTP stagnan dari tahun 2011 sampai dari 2013 tetap berjumlah 79 sekolah, sedangkan untuk SLTA cenderung naik, yaitu pada tahun 2011 berjumlah 38 sekolah, tahun 2012 berjumlah 39 sekolah, dan pada tahun 2013 berjumlah 43 sekolah. (Sumber: Dinan pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Trenggalek, 2013). Sementara, perkembangan madrasah di kabupaten Trenggalek juga cukup baik, jumlah madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 2011 sampai 2013 stagnan berjumlah 110 sekolah, Madrasah Tsnawiyah (MTs) sedikit mengalami peningkatan, pada tahun 2011 berjumlah 19 sekolah, pada tahun 2012 dan 2013 meningkat menjadi berjumlah 20 sekolah. Sedangkan Madrasah Aliyah (MA) pada tahun 2011 berjumlah 10 sekolah, sementara pada tahun 2012 dan 2013 meningkat menjadi 11 sekolah. (sumber: Kementrian agama Kabupaten Trenggalek, 2013). 38 Perkembangan guru dari tahun 2011 sampai dari tahun 2013 mulai dari TK sampai SLTA sebagai berikut; jumlah guru pada tahun 2011 berjumlah 774 guru, tahun 2012 berjumlah 769, dan pada tahun 2013 berjumlah 743 guru; di SD jumlah guru pada tahun 2011 berjumlah 4.259 orang, tahun 2012 berjumlah 4.056 orang dan pada tahun 2013 berjumlah 4.082 orang; di SLTP jumlah guru dari tahun 2011 sampai 2013 stagnan berjumlah 1.936 orang; sedangkan di SLTA mulai tahun 2011 sampai 2013 mengalami peningkatan, misalnya pada tahun 2011 gurunya berjumlah 1.194 orang, tahun 2012 berjumlah 1.394 orang, dan pada tahun 2013 naik menjadi berjumlah 1.442 orang. (Sumber: Dinas pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Trenggalek, 2013). Tingkat pendidikan tinggi di Kabupaten Trenggalek ada tiga, yaitu akademi keperawatan dengan jumlah mahasiswa sebesar 232 orang; Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri dengan jumlah mahasiswa 538 orang; dan STKIP-PGRI, yang terdiri dari dua jurusan yaitu jurusan PIPS/PPKn dengan jumlah mahasiswa 148 orang, dan jurusan PBS/PBSI dengan jumlah mahasiswa 485 orang. (Sumber: Perguruan Tinggi di Kabupaten Trenggalek, 2013). Sarana pendidikan tinggi menyumbang terhadap makin besarnya jumlah lulusan perguruan tinggi masyarakat Trenggalek, hal demikian makin bertambah banyak jika ditambahkan dengan sumber daya manusia yang melanjutkan ke perguruan tinggi ke luar daerah. Misalnya, jumlah tenaga kerja baru di kabupaten Trenggalek yang lulusan perguruan tinggi makin meningkat, jika pada tahun 2009 berjumlah 4.612 orang, maka pada tahun 2011 berjumlah 5.910 orang, pada tahun 2012 berjumlah 6.336 orang, dan pada tahun 2013 39 berjumlah 6.711 orang. (Sumber: Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial kabupaten Trenggalek, 2013). Salah satu keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia adalah makin meningkatnya tingkat pendidikan atau lama pendidikan yang dialami oleh generasi mudah di Kabupaten Trenggalek. Semakin lama, tenaga kerja di Kabupaten Trenggalek akan didominasi oleh masyarakat terpelajar, ini akan mempengaruhi pada pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku masyarakat Trenggalek dalam menanggapi setiap fenomena di masyarakat, termasuk moment-moment pesta demokrasi, hal ini terlihat dari hasil penelitian sebagaimana diuraikan pada bab-bab berikutnya. Kelompok masyarakat menengah ke atas di Kabupaten Trenggalek semakin lama semakin membaik, masyarakat terpelajar makin meningkat, cara berfikir makin cerdas, cara bekerja makin bergeser dari yang mengandalkan otot ke mengandalkan otak, dari cara bekerja yang didominasi kekuatan fisik beralih ke kekuatan startegi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan kepegawaian Daerah Kabupaten Trenggalek (2013) bahwa PNS yang berpendidikan S1/S2/S3 berjumlah 5.748 orang (57,69%), lulusan D2/D3 berjumlah 1.836 orang (18,43%), lulusan SLTA/D1 berjumlah 1.847 orang (18,54%), lulusan SLTP berjumlah 349 orang (3,50%), dan lulusan SD berjumlah 183 orang (1,84%). 40 40 BAB III FENOMENA PERILAKU SOSIAL PEMILIH A. Pendahuluan Fenomena perilaku sosial adalah gejala-gejala, peristiwa-peristiwa perilaku komunitas masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan sosial. Fenomena sosial terjadi ketika manusia menganggap segala sesuatu yang dialaminya sebagai sebuah kebenaran absolut, istilah ini digunakan untuk menunjukkan suatu gejala tidak biasa yang tengah terjadi di masyarakat. Fenomena perilaku sosial lahir dari prilaku manusia dalam kehidupan sosialnya yang membentuk suatu gejala sosial yang akhirnya menjadi sebuah fakta atau kondisi tertentu. Pembentukan fenomena perilaku sosial tersebut membutuhkan waktu dan gejala berulang-ulang yang diikuti oleh banyak orang yang kemudian menjadi perhatian masyarakat luas. Keterkaitan antara perilaku sosial satu dengan perilaku sosial lainnya antar individu manusia melalui proses sosial (imitasi sosialisasi, akulturasi, dll) sehingga membentuk perilaku umum di masyarakat dapat disebut sebagai gejala perilaku sosial umum suatu masyarakat sesuai dengan sifat umum masyarakatnya. Sifat manusia yang demikianlah yang akhirnya membuat manusia menjadi gemar meniru, ketika suatu gejala sosial ditiru oleh beberapa kelompok manusia, terjadi berulang-ulang, dan semakin banyak maka gejala inilah yang akan menimbulkan fenomena sosial. Misalnya gejala golongan putih (golput) dalam suatu pemilu, pada awalnya ada sebagian dari kelompoknya yang enggan mencoblos ke TPS, lalu sikap ini diikuti atau ditiru 41 oleh teman-temannya sehingga menjadi hal yang lumrah dan makin banyak yang mepraktikkannya. Semakin banyak yang mengikuti atau meniru sikap dan perilaku demikian semakin menujukkan bahwa fenomena tersebut sebagai suatu kebenaran umum yang kuat di masyarakat tertentu. Dengan demikian, setiap komunitas masyarakat mempunyai fenomena-fenomena yang menarik untuk diamati sebagai kebenaran komunitasnya yang berkecenderungan determinan terhadap masyarakat yang lebih luas. Realitasnya, fenomena sosial yang terjadi di masyarakat kita sangat beragam, mulai dari yang sederhana sampai kompleks, ada yang negatif dan ada yang positif, dan meliputi semua aspek kehidupan manusia. Dengan mempergunakan kemampuan berfikir, berefleksi individu manusia mampu mengenali dan menseleksi fenomena-fenomena sosial yang memungkinkan dapat mengembangkan kapasitasnya. Fenomena sosial yang positif dapat diimitasi, dikembangkan menjadi budaya sosial yang dapat memberikan dampak lebih baik dan positif bagi diri individu dan masyarakat sekitarbya, sementara fenomena sosial yang negatif perlu dijauhi dan diminimalisir. Disinilah letak pentingnya individu perlu mempunyai integritas diri dalam bingkai untuk kemaslahatan semua warga negara dan makhluk sosial sekitarnya dengan memanfaatkan potensi internal dan eksternalnya, seperti media sosial yang berkembang di masyarakat. Berkembangnya fenomena jejaring sosial, seperti: facebook, twitter, dan lain sebagainya, dapat berdampak positif bagi pemanfaatan teknologi sebagai ajang untuk berbisnis, bergaul, penyebaran informasi, sebagai media 42 pembelajaran, dan lain sebagainya. Di era globalisasi sekarang ini dengan bertambahnya aktifitas kerja dan sosial keagamaan lainnya setiap orang tentu saja mengurangi waktu bersosialisasi dengan orang lainnya secara fisik langsung, tetapi dapat dimaksimalkan dengan menggunakan jejaring media sosial lainnya. Individu manusia berusaha mencari alternatif lain untuk meminimalisir waktunya dalam bersosialisasi secara langsung, dengan tetap berkomunikasi atau bersosialisasi antara individu satu dengan individu lainnya dengan menggunakan media sosial dan media jejaring sosial. B. Pengetahuan pemilih Pengetahuan merupakan hasil tahu, terjadinya tahu setelah individu bersangkutan mengadakan penginderaan dengan mengoptimalkan panca keseluruhan inderanya terhadap suatu objek tertentu, yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek, namun demikian secara faktual sebagian besar pengetahuan individu seseorang diperoleh melalui penglihatan (pengamatan dan pendengaran. Tingkat pengetahuan seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tingkat pendidikan formal, pendidikan nonformal, pergaulan, dan ketekunan individu bersangkutan. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, jika tingkat pendidikannya tinggi maka semakin luas pula pengetahuannya, semakin luas pergaulannya, semakin besar jaringannya, dan semakin beragam kemampuan membangun komunikasinya. Meskipun tidak bisa serta merta terjadi 43 sebaliknya bahwa individu seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Menurut beberapa kajian bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Terbentuknya pengetahuan melalui proses sinergi, mulai dari: tahu, memahami, analisis, sistesa, aplikasi,dan evaluasi. Tahu, maknanya kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.”Tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. Jika individu seseorang sudah mengetahui tentang suatu obyek, maka tingkat berikutnya adalah memahami, menguraikan, mengidentifikasi, dan menyatakan suatu obyek. 44 Kemampuan memahami dapat dimaknai sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dapat menginterprestasikan suatu obyek secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. Pengetahuan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengetahuan untuk pengetahuan dan pengetahuan untuk diterapkan (aplicated). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil. diantara contoh mengaplikasikan pengetahuan yang aplikatif adalah kemampuan atau kemampuan menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi nyata keidupan sehari-hari. Tiga bagian pengetahuan yang penting adalah kemampuan menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi. Kemampuan menganalisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponenkomponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan mensintesiskan yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Sedangkan kemampuan mengevaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian demikian didasarkan pada suatu kriteria yang 45 ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada yang secara umum diakui oleh semua orang dalam komunitasnya. Pengetahuan pemilih tentang pemilihan Presiden dan wakil Presiden di wilayah Trenggalek bervariasi, ada yang mengetahui lebih detail menyangkut kualitas dan track record kandidat sampai yang hanya sekedar mengetahui kandidatnya, itupun sekilas saja (tidak detail), sebagaimana dideskripsikan berikut ini. Pada saat itu, ketepatan saya mengetahui lebih detail tentang masing-masing kandidat, yaitu pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan pasangan Prabowo Subiyanto dengan Hatta Rajasa. Pengetahuan itu saya peroleh dari seringnya saya mendapat informasi tentang yang bersangkutan di warung kopi, ketepatan saya memang sering ngopi dan kumpul dengan teman-teman sesama tukang makelar mobil. Saya tahu perihal kelebihan dan kekuarangan masing-masing calon versi pencinta warung kopi. (W.SW-02.FPP01.01072015). Hampir sama dengan yang disampaikan oleh subyek berikut bahwa isuisu yang berkembang di kalangan pecinta warung kopi cukup beragam tentang masing-masing pasangan calon/kandidat. Ada yang menyampaikan sisi positif suatu calon dan diikuti dengan penjelasan sisi negatif kandidat lainnya, sebagaimana diuraikan subyek berikut, “perbincangan di warung kopi menurut saya selalu mengandung makna atau arti untuk mengunggulkan calon satu dibanding lainnya”, (W.SW-04.FPP01.01072015). Sebagaimana dijelaskan lebih lanjut, bahwa meski terjadi perbincangan yang hangat bahkan kadang memanas di warung kopi ketika bertemu dengan pengagum dua kubu, sering terjadi adu mulut meski tidak samapi fisik, bahkan pembiacaraan kadang lebih keras, namun demikian pengetahuan masing-masing kubu terhadap kandodat pilihannya tidak begitu detail, cuma secara emosional klik maka dia mati- 46 matian membela ketika bertemu dengan pengagum kandidat lainnya, sebagaimana diuraikan berikut ini. Sebetulnya saya mengetahui masing-masing kandidat ya hanya melalui televisi (TV) tetapi karena saya merasa cocok ditambah dengan pengaruh positif dan negatif tentang suatu kandidat, tetapi seakan-akan saya mengetahui lebih detail dan bertahun-tahun bergaul dengan suatu kandidat, padahal sesungguhnya saya tahunya ya melalui televisi dan kesehatan. (W.SW-03.FPP01.01072015). Berbeda dengan subyek sebelumnya, subyek berikut menuturkan bahwa dia mempunyai pengetahuan lebih detail tentang kandidat. Ia mengakui bahwa pengetahuannya didasarkan pada beberapa sumber dan cara memperolehnya, yaitu: dari membaca di internet, diskusi dengan teman-temannya, dan dengan beberapa team sukses masing-masing kandidat, sebagaimana detailnya diutarakan pada peneliti berikut ini. Saya merasa mengetahui lebih banyak tentang treck record masingmasing kandidat Presiden dan wakil Presiden. Secara berkala sambil rutin FB-an saya browsing tentang kandidat, misalnya tentang jaringan pendanaannya, team suksesnya, visi, misi dan programnya, bahkan di tingkat lokal saya juga banyak diskusi dengan team lokal dan beberapa teman di forum kajian lembaga saya. Karena itu, saya merasa lebih beruntung dibandingkan lainnya sehingga saya paham betul tentang mereka dan bagaimana desaign Indonesia ke depan. (W.SW15.FPP01.01072015). Hampir sama dengan yang disampaikan oleh subyek berikut bahwa ia mempunyai kesadaran untuk terus meningkatkan pengetahuannya tentang pemilu dan para kandidatnya meski ia bertempat tinggal di desa, sebagaimana disampaikan kepada peneliti sebagai berikut. Mengetahui pentingnya pemilu untuk kelangsungan bangsa, termasuk pengetahuan tentang semua kandidat menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar, karena itu menurut saya bahwa semua pemilih penting untuk mengetahui track record kandidat. Saya kira banyak cara untuk mengetahuinya, misalnya membaca, browsing di internet, diskusi 47 dengan berbagai kalangan. Kita perlu proaktif, tidak perlu menunggununggu sosialisasi oleh panitia pemilihan, banyak dan mudah di era sekarang ini jika kita mau untuk mengetahui kapasitas dan integritas kandidat. (W.SW-10.FPP01.01072015). Pengetahuan tentang pemilu dan para kandidat sepertinya berkorelasi dengan tingkat pendidikan formal subyek, pendapat yang hampir sama disampaikan oleh subyek berikut bahwa kesadaran untuk mencari informasi tentang kandidat dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja asal mau melakukan, sebagaimana disampaikan kepada peneliti berikut ini. Di era informasi seperti sekarang ini saya kira tidak ada alasan untuk tidak mengetahui detail kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam perhelatan pemilihan umum, karena medianya mudah kita temui, ada media internet, koran, majalah, media sosial, dan forum-forum diskusi, baik yang formal maupun jalanan seperti di warung-warung kopi, cafe dan lain sebagainya. untuk akses internet misalnya tidak sulit dan tidak mahal. (W.SW-14.FPP01.01072015). Pengetahuan subyek tentang urgensinya pemilu dalam kelangsungan kehidupan berbangsa homogin, mereka mengiyakan sebagaimana disampaikan oleh subyek kepada peneliti, “saya setuju pemilu dilangsungkan secara demokratis, karena dengan pemilu kesinambungan pembangunan bangsa dapat dijalankan”. (W.SW-02.FPP01.01072015). Hampir sama dengan pendapat yang disampakan oleh subyek berikut. Setiap negara mempunyai periodesasi pembangunan, ada yang empat tahunan, sedang di Indonesia di kenal dengan lima tahunan. Pada saat limat tahun terakhir diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden untuk meneruskan dan merancang ulang pembangunan untuk mewujudkan pembangunan yang mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, saya kira pemilu layak dan penting untuk diselenggarakan secara demokratis, jujur, dan adil. (W.SW-15.FPP01.01072015). Menarik yang disampaikan oleh subyek dalam logat bahasa jawa yang berasal dari Kecamatan watulimo, berikut, “ket riyen kulo nggih derek 48 coblosan mulai jaman pak Harto ngantos sak meniko, kadose biasa-biasa mawon mboten nate rame, bar coblosan nggih bar”. (W.SW- 02.FPP01.01072015). Sepertinya memang semua subyek mengakui pentinya pemilu bagi proses demokrasi dan pembangunan, sebagaimana disampaikan subyek berikut, “pemilu ket riyen nggih enting supados saget memilih presiden, wakil presiden lan menteri-menteri engkang melaksanakan pembangunan, kados milih kepala dusun, kapala desa, kulo setuju sanget”. (W.SW03.FPP01.05072015). Hal senada disampaikan oleh subyek berikut. Pembangunan suatu bangsa harus terus berjalan, cara menyambungkan antara periode satu dengan berikutnya melalaui proses pemilu yang demokratis, saya setuju bahwa pemilu penting diselenggarakan secara bertanggungjawab, demokratis, jujur, dan adil. Selain setuju saya juga selalu berpartisipasi mendatangi TPS memilih calon yang menurut saya baik sesuai dengan informasi dan pengetahuan saya. (W.SW-16.FPP01.03072015). Semua subyek mengiyakan pentingnya pemilu dan pemahaman tentang kandidat, begitu juga tentang pentingnya berpartisipasi. Bagi mereka partisipasinya dapat memberi kontribusi terhadap kualitasnya proses demokrasi yang sedang dibangun pemerintah dan proses pembangunan lima tahunan, sebagaimana diungkapkan oleh subyek berikut ini. Saya kira semua orang berpendapat bahwa berpartisipasi dalam pemilu adalah hal penting bagi terwujudnya proses demokrasi dan pembangunan bangsa, setiap bangsa yang saya ketahui juga melaksanakan pemilu, begitu halnya dengan Indonesia, di jaman orde baru malah dikenal pembangunan lima tahun (pelita) dan rencana pembangunan lima tahunan (repelita). (W.SW-14.FPP01.03072015). Masyarakat Trenggalek pada umumnya mengetahui tentang pentingnya memahami kandidat, pentingnya pemilihan umum, dan pentingnya berpartisipasi dalam pemungutan suara datang di TPS. Pengetahuan demikian 49 dapat mendasari tumbuhnya pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilihan umum, baik pemilu legislatif maupun pemilu eksekutif. Pemilu merupakan bagian dari proses demokrasi yang dijalankan pemerintah dalam mewujudkan cita-cita bangsa untuk menjadikan masyarakat lebih makmur dan sejahtera. Tingginya partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara di moment pemilu menunjukkan mengetahuan masyarakat telah baik sebagai pintu pembuka demokrasi, apalagi situasi dalam pemilu berlangsung lancar dan aman menunjukkan tingkat kedewasaan masyarakat dalam membangun demokratisasi, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam setiap pemilu yang berlangsung di Indonesia berjalan lancar, aman, dan terkendali. C. Pandangan Pemilih Pandangan individu setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: pengetahuan, nilai-nilai sosial yang diyakini, dan lingkungan sosialnya. Karena itu pandangan individu seseorang bersifat dinamis, berubah-ubah, sesuai dengan konteks dengan mengintegrasikan pengetahuan internal individu yang bersangkutan melalui proses refleksi, sintesis, dan evaluasi. Seseorang yang memandang suatu obyek sebagai suatu kebenaran belum tentu dimasa mendatang masih dianggap baik, sesuatu yang dulu dianggap tabu bisa jadi sekarang dipandang sebagai hal yang lumrah. Nilai-nilai sebagai dasar dari pandangan suatu komunitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: nilai-nilai mutlak yang bersifat universal dan nilai-nilai relatif yang bersifat insidental dan lokalistic. Pandangan-pandangan yang didasarkan pada nilai-nilai universal tentu bersifat abadi yang tidak terpengaruh oleh situasi sosial, komunitas sosial 50 dan waktu, sementara pandangan-pandangan yang didasarkan pada nilai-nilai relatif maka pandangan-pandangan demikian bersifat relatif pula. Dengan demikian, pandangan masyarakat dalam mengkaji fenomena perilaku sosial masyarakat dalam pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat didekati dengan kedua nilai-nilai sosial tersebut, tetapi untuk lebih memudahkan bagi peneliti, sesuai dengan konteks menyajian data ini, nilainilai relatif lebih relevan untuk dipakai dalam penjelasan tema ini. Nilai-nilai yang mendasari pandangan masyarakat Trenggalek terkait dengan fenomena perilakunya dalam proses pelaksanaan pemilihan Presiden dan wakil Presiden dapat dilokalisir didasarkan pada pada nilai-nilai lokalistic, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah pancasila, sebagaimana diutarakan oleh subyek berikut, “memilih Presiden dan Wakil Presiden saya kira penting disadari oleh semua masyarakat, karena partisipasinya merupakan pengejawantahan dari sila ke empat pancasila”. (W.SW-15.FPP02.04072015). hal senada juga disampaikan oleh subyek lainnya, “di dalam Pancasila sudah jelas sebagai nilai dasar kebermasyarakatan kita bahwa pelaksanaan pemilihan pemimpin dilaksanakan secara permusyawaratan perwakilan”. (W.SW14.FPP02.04072015). Pandangan yang agak detail disampaikan oleh subyek yang agak kritis bahwa pemilu, baik pemilu legislatif maupun eksekutif merupakan bagian dari penterjemahan dari pancasila sebagai falsafah dan dasar negara serta undang-undang dasar 1945, sebagaimana disampaikan kepada peneliti berikut ini. 51 Saya berpandangan bahwa pemilu penting dilakukan, selain sebagai penterjemahan dari pancasila dan UUD 1945, juga dimaksudkan untuk kelangsungan pembangunan bangsa. Karena kita ketahui bersama bahwa dalam pemilu akan dipilih pemimpin dan para pembantunya yang akan menentukan jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Jadi tidak ada alasan tidak hadir dalam pemungutan suara di TPS dalam pemilu, legislatif atau presiden. (W.SW-10.FPP02.04072015). Menurut sebagian besar subyek bahwa pandangan selain didasarkan pada nilai-nilai kebangsaan, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kaagamaan atau keyakinan agamanya, agama dalam pendangan mereka memberikan dasar pengetahuan dan pandangan bahwa pemimpin perlu dipilih dari kalangan mereka dan mematuhi pemerintahannya (ulil amri mingkum). Mereka berkeyakinan bahwa dengan memilih pemimpin dari kalangan mereka sendiri merupakan bagian dari ajaran agama, sebagai proses untuk melanggengkan pengembangan (dakwah) agama pada generasi berikutnya. Dalam beragama membutuhkan seorang pemimpin, yang dapat mengayomi para pengikutnya, yang dapat menyejukkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, karena itu saya kira agama mengajarkan kita untuk memilih pemimpin. Memilih pemimpin negera saya kira sejatinya juga memilih memimpin agama karena di dalam pancasila sila pertama negara Indonesia berdasarkan atas keTuhanan yang maha Esa. (W.SW-11.FPP02.04072015). Sepadan dengan yang disampaikan oleh subyek berikut yang meyakini bahwa didalam ajaran agamanya mengatur agar taat kepada Allah SWT, Rasul, dan pemimpinnya. Pemimpin dalam pengertian dapat berupa pemimpin negara, pemimpin atau perwakilan dalam legislatif, pemimpin Propinsi, pemimpin Kabupaten, dan pemimpin Desa. Setiap komunitas mempunyai struktur dan pemimpin, baik komunitas formal maupun nonformal, karena itu memilih pemimpin untuk menentukan model struktur kelembagaannya merupakan 52 kewajiban untuk kelangsungan komunitasnya, sebagaimana diutarakan subyek berikut ini, “dalem memahami menawi bilih pemimpin meniko penting kagem masyarakat, milo memilih kadosepun inggih sae supados masyarakat langkung sae”. (W.SW-02.FPP02.04072015). Lingkungan sosial (peer group dan teman kerja) juga berpengaruh terhadap pandangan para pemilih, sebagaimana disampaikan kepada peneliti, “awalnya saya ragu untuk memilih suatu kandidat tertentu, tetapi karena sering ketemu dengan teman-teman di warung kopi akhirnya ikut juga dengan saat pilihannya”. (W.SW-09.FPP02.04072015). model ikut-ikutan dengan teman sebaya pada saat pemilu lebih banyak di dominasi oleh pemilih remaja (pemilih pemula), bisa jadi hal ini disebabkan oleh belum punya pilihan atau masih pemula jai lebih cenderung mengikuti teman sebayanya yang dominan sebagai model, sebagaimana diungkapkan subyek kepada peneliti berikut, “sebagai pemilih pemula saya belum banyak mengetahui tentang pemilu dan kandidatnya, karena itu saya lebih mengikuti teman yang senior saja”. (W.SW08.FPP02.04072015). Beberapa pemilih pemula menuturkan bahwa selain di warung kopi tempat lainnya, tempat biasanya kumpul seperti: alon-alon, warung kopi, warung makanan, telkom wifi, dll, sebagaimana diutarakan kepada peneliti berikut, saya bersama teman-teman sering bertemu bahkan sepertinya tiap hari di warung kopi atau alon-alon untuk sekedar bertemu, dan ngobrol kadang disitu kita saling mendiskusikan banyak hal termmasuk kalau musim pemilu ya tentang kandidat dan keikutsertaan dalam mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS), kadang juga saling olok-olok dan gojlokan diantara kami, kan sebelumnya diantara kami sudah mempunyai 53 pandangan tentang suatu kandidat, dari pertemuan itu kadang saling tukar informasi tentang kemungkinan kandidat. (W.SW-10.FPP02.04072015). Pandangan yang berkembang di kalangan subyek berkaitan dengan pemilu dan perbincangan pilihan kandidat presiden dan wakil presiden menunjukkan pandangan yang mengarah mendukung upaya Pemerintah dalam mengembangkan proses demokratisasi di Indonesia melalui pelaksanaan pemilu yang bertanggungjawab, transparan, jujur, dan adil. Bagi mereka pemilu perlu dukungan dari semua pihak, mulai dari masyarakat (pemilih) pelaksana tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan Pusat agar tujuan pemilu dapat dicapai dan terlaksana dengan lancar dan tingkat partisipasi masyarakat meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan bagi para pemilih pemula, event demikian merupakan ajang untuk melatih dan menyalurkan hak politiknya, mempraktikkan materi-materi yang telah dipelajari semasa di bangku sekolah tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik, diantaranya adalah menyalurkan hak politiknya dengan mencoblos pasangan tertentu dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden. D. Sikap Pemilih Sikap menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai perbuatan yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan. Keyakinan sebagai landasan dalam bersikap seseorang bermacam-mcam, ada yang berbasis norma agama, masyarakat/sosial, hukum adat, rasionalitas, mitos, legenda, dan sebagainya, begitu halnya dengan sikap. Oleh karena itu, sikap yang dapat kita amati yang berkembang di masyarakat ada kalanya yang mencerminkan sikap keagamaan, kemasyarakatan, pengetahuan (rasional), kebiasaan (adat istiadat), 54 mitos, legenda-legenda, dan bahkan ada yang hanya ikut-ikutan yang berkembang di masyarakat, yang terakhir inipun juga berdasarkan keyakinan, yaitu keyakinan ikut-ikutan pada umumnya yang ada saat itu. Setiap individu manusia mempunyai sikap terhadap fenomena di sekitarnya, ada yang bersifat komplek, sederhana, sedang, dan ringan. Dengan demikian sikap seseorang dapat kita pahami tidak berdiri sendiri tetapi ada landasannya atau dasarnya dibalik dari sikap yang nampak itu, dalam suatu penelitian menangkap sesuatu dibalik sikap yang eksoterik adalah hal yang lebih penting. Kebiasan dan pengetahuan rasional yang diyakini oleh para pemilih tersebut bermetamorfosis menghasilkan suatu pandangan, dan sikap yang positif bagi mereka, seperti; sikap positif dan mengikuti perilaku teman sebaya (peer group). Rasionalitas pengetahuan yang dimiliki oleh para pemilih didasarkan pada pengetahuan-pengetahuan masyarakat lokal dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip norma sosial yang berkembang saat itu, adakalanya norma pragmatis dan adakalanya norma sosial dan adakalanya norma agama. Norma pragmatis adalah norma yang didasarkan pada kepentingan jangka pendek dan bersifat material, norma sosial adalah norma yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kelangsungan kehidupan bersama dalam masyarakat, sementara norma agama adalah norma yang didasarkan pada nilai-nilai yang diyakininya berdasarkan wahyu Illahi (kalamullah). Sikap-sikap yang termanifestasikan dalam irama mindset dan keyakinan akan nilai-nilai dan berpengaruh terhadap tumbuhnya sikap baru 55 yang positif bagi para pemilih tersebut semuanya bermuara pada lahirnya norma-norma di kalangan para pemilih. Situasi sosial kenyataannya tidak serta merta dapat menyebabkan berfungsinya perilaku sosial seseorang, karena terjadi tidaknya suatu perilaku sosial tersebut juga sangat tergantung dari sikap dan niat seseorang. Perilaku sosial erat kaitannya dengan niat, niat ditentukan oleh sikap. Niat seseorang untuk melakukan sesuatu ditentukan oleh dua hal, yaitu; sesuatu yang datang dari dalam dirinya sendiri, dan sesuatu yang datang dari luar dirinya yakni persepsi tentang pendapat orang lain terhadap dirinya dalam kaitannya dengan perilaku yang diperbincangkan. Sikap merupakan pengejawantahan dari pengetahuan seseorang, baik pengetahuan yang diperoleh dari membaca, diskusi, pelajaran suatu lembaga pendidikan formal dan nonformal, mengalami, pengalaman orang lain maupun refleksi diri. Sikap juga merupakan pengejawantahan dari keyakinan seseorang bahwa sikap yang akan diambil merupakan suatu kebenaran yang bersumber dari nilai-nilai dan norma-norma keagamaan dan kemasyarakatan. Beberapa bentuk sikap masyarakat pemilih di Kabupaten Trenggalek berdasarkan pada hasil pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: sikap positif, negatif, dan apatis. Ketiga bentuk sikap tersebut dimanisfestasikan dalam bentuk perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi pemilih, termasuk pengaruh lingkungan sosialnya. Sikap positif ditunjukkan oleh kemauan mereka mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) dan mencoblos sesuai dengan pilihan subyektifnya, sikap negatif 56 ditunjukkan dalam bentuk perilaku dengan tidak hadir atau golput, sementara sikap apatis ditunjukkan dalam bentuk perilaku ogah-ogahan. Sikap demikian menurut sebagian besar dari mereka dimabil didasarkan pada pengetahuan dan pandangannya terhadap pemilu dan kandidat, pengaruh lingkungan sosial dan keyakinannya, sebagaimana diutarakan oleh subyek kepada peneliti sebagai berikut. Awit riyen kulo nderek pemilu, kulo mboten patek paham politik, nanging menawi dipun kengken nyoblos nggih kulo coblos dateng TPS, sak eling kulo, selama meniko kulo nderek terus pemilu, kulo menyambut positif pelaksanaan pemilu, amergi kulo nggadai keyakinan bilih pemilu meniko penting kagem poro wargo Trenggalek sebagai bentuk partisipasi wintenipun pembangunan. (W.SW-02.FPP03.07072015). Hal senada disampaikan oleh subyek, “menurut saya ikut mencoblos perlu, meskipun setelah jadi kebanyakan mereka tidak fokus pada janji-janji politiknya, karena mencblos lain halnya dengan penepatan janji oleh terpilih”. (W.SW-04.FPP03.07072015). sikap positif lainnya ditunjukkan dengan kepesertaannya dalam mensosialisasikan pemilu secara nonformal kepada teman-temannya ketika berkumpul di suatu tempat, mislanya di warung kopi, cafe, dan tempat-tempat berkumpulnya komunitas sosial lainnya, sebagaimana disampaikan, “saya berkeyakinan kalo pemilu apapaun hasilnya adalah penting karena itu kepada teman-teman saya selalu untuk terlibat dalam pencoblosan”. (W.SW-05.FPP03.07072015). Bentuk partisipasi masyarakat sebagai manifestasi dari sikap positifnya terhadap pemilu beragam, menurut penuturan subyek berikut ia selalu menyampaikan kepada jamaahnya ketika pelaksanaan rutinan yasinan dan tahlilan, lebih detailnya disampaikannya kepada peneliti berikut ini. 57 Saya sering dititipi panita pemungutan suara (PPS) Desa untuk menyampaikan informasi terkait pelaksanaan pemilu pada jamaah yasintahlil, biasanya terkait dengan pentingnya pemilu, tanggal pelaksanaannya, cara-cara mencoblos, dan para kandidat. Informasi ini tidak terkait dengan mengunggulkan satu kandidat dari lainnya tetapi hanya bersifat netral. (W.SW-06.FPP03.07072015). Berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh subyek di atas, beberapa informasi berikut mencerminkan sikap negatif, diantaranya disampaikan berikut, “ketika pemilu 1999, saya antusias negikuti pemilu dengan harapan ada perubahan lebih baik, tetapi kenyataannya para wakil yang terpilih sama saja kurang bisa dipercaya, karena itu pada pemilu berikutnya saya pilih golput”. (W.SW-09.FPP03.08072015). Pemilihan sikap golput kadang tidak berdiri sendiri, pengaruh teman pergaulan cukup kuat, semakin sering bertemu dan bersosialisasi dengan teman-temannya yang golput maka semakin kuat pilihan golputnya, sebagaimana diuratakan oleh subyek berikut, teman merupakan cermin seseorang individu, jika ia berteman dengan orang-orang yang suka golput maka ia mempunyai kecenderungan untuk golput juga. Awalnya saya tidak berkeinginan untuk golput, tetapi karena saya sering berkumpul dengan teman-teman yang bersikap negatif atau memilih golput maka saya juga ikut-ikutan golput, seingatku pada saat pemilu presiden yang lalu, bagi teman-teman keberadaan presiden tidak berpengaruh terhadap mereka, karenanya mereka memilih golput. (W.SW-11.FPP03.07072015). Pengetahuan juga mempunyai peran penting dalam menentukan sikap para pemilih dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana diakui oleh subyek berikut, “saya cukup memahami masing-masing kandidat dari profil dan ulasan di beberapa artikel yang saya dapatkan di internet, dari pberasal dari berbagai bacaan-bacaan itulah saya mempunyai sikap, ketepatan 58 jaringannya yang saya pahami tidak cocok dengan logika saya”, (W.SW13.FPP03.07072015). Pengetahuan tentang kandidat yang diperoleh oleh subyek berasal dari berbagai sumber, ada yang dari bacaan, dan temantemannya. Disinilah letak pentingnya independensi bangunan kesadaran pengetahuan yang dimiliki oleh subyek diuji, karena dari proses pengetahuan memerlukan aspek refleksi dan analisis, tetapi kebanyakan mereka berpendapat bahwa teman yang dominan cukup signifikan pengaruhnya terhadap sikap mereka yang berkembang pada saat pemilu. Pilihan saya ketika pemilu Presiden dan Wakil Presiden banyak terpengaruh oleh sikap teman-teman saya, karena kadang saling gojlokan antar teman, apabila kalah dalam gojlokan biasanya disebabkan pengetahuan terhadap calon tertentu kurang kuat sehingga banyak terpengaruh oleh teman yang menang dalam gojlokan tersebut. (W.SW01.FPP03.07072015). Adakalanya sikap yang ditunjukkan oleh pemilih terhadap proses demokratisasi melalui pemilu mencerminkan sikap acuh tak acuh, ogah-ogahan untuk datang dan memilih dalam proses pemungutan suara, beberapa diantara mereka beralasan karena sejak dulu pemilu hasil pembangunan sama saja hanya menguntungkan kelompok atau orang tertentu, karena itu bersikap demikian penting, sebagaimana penuturanya berikut, “lha saya itu orang desa, memilih atau tidak memilih sejak dulu yang begini aja” (W.SW03.FPP03.07072015). sikap yang cukup kritis disampaikan oleh subyek bahwa Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu memperbaiki kinerja agar kepercayaan masyarakat bertambah, detailnya sebagai berikut. Selama ini pemerintah banyak melukai hati masyarakat dengan hanya mengobral janji ketika pemilu, sementara pelaksanaannya tidak maksimal atau melenceng dari janji-janjinya, karena itu agar kepercayaan 59 masyarakat meingkat terhadap pemilu, pemerintah dan penyelenggara kinerja yang pro-rakyat perlu ditingkatkan. (W.SW15.FPP03.07072015). Gambar 1: Warung Kopi, Media Komunikasi Masyarakat Pemerintah, para wakil rakyat mulai tingkat pusat sampai distrik memang perlu menunjukkan sikap yang positif agar masyarakat juga makin positif dalam proses pelaksanaan demokratisasi. Bangunan dasar seperti inilah yang penting, sebagaimana dikritisi oleh subyek lainnya, “pemerintah itu menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bangsa, jika Ia baik maka masyarakat juga baik, selama ini masyarakat sudah baik dengan keikutsertaannya dalam pemilu melebihi 50%”. (W.SW-12.FPP03.07072015). Antara sikap dan perilaku politik masyarakat kadang menunjukkan hubungan yang sebanding lurus, jika sikapnya baik maka perilakunya juga baik, sementara sebaliknya jika sikapnya negatif maka perilaku politiknya juga negatif. Tetapi juga bisa berlaku tidak demikian, karena ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis seperti, faktor: lingkungan 60 pergaulan sosial, pengetahuan, dan pengalaman di masa lalu. Selain faktor eksternal individu, faktor internal individu mempunyai peran cukup signifikan karena manusia mempunyai dua faktor yang saling berkelindan dalam memanifestasikan perilaku kesehariannya, yaitu: faktor receptor dan efektor. Faktor receptor berfungsi untuk menerima stimulan dari eksternal individu yang diterima melalui semua inderanya, sedangkan faktor efektor berfungsi untuk menggeraknya individu menjadi perilaku yang termanifes. E. Pola Perilaku Sosial Pemilih Perilaku pemilih sesungguhnya merupakan respon dari system receptor yang diperoleh melalui panca indera, perilaku sosial individu oleh karenanya merupakan fungsi dari dunia eksternalnya. Dunia eksternal individu dapat dibedakan menjadi dua sifat, yaitu: aktif dan pasif. Bersifat aktif jika ia secara proaktif berusaha mempengaruhi perilaku obyeknya, misalnya aktivitas seorang penjual (marketing, sales, dll), karenanya ia berwujud individu manusia. Bersifat pasif jika ia aktifitasnya tidak ditujuan untuk berfungsinya aktifitas di luarnya, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi perilaku individu orang lain, misalnya aktifitas orang tertentu yang menginspirasi tindakan orang lainnya, padahal aktifitas orang tertentu tersebut tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain. Berdasarkan pada hasil penelitian, pola perilaku pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Pertama, pola perilaku politik pemilih yang bersifat mandiri, tidak disebabkan oleh faktor eksternal, perilaku politik pemilih yang tidak disebabkan oleh berfungsinya faktor diluarnya. Kedua, pola perilaku 61 politik pemilih yang bersifat reaksioner atas stimulan eksternalnya, perilaku politik pemilih yang merupakan fungsi dari perilaku eksternalnya. Sebagaimana dengan pandangan para pemilih di Kabupaten Trenggalek seperti dideskripsikan sebelumnya bahwa faktor pendidikan dan pengalaman berpengaruh terhadap pandangan politik para pemilih, begitu halnya dengan pola perilaku politik pemilih dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan dan pergaulan sosialnya. Beberapa subyek yang berpendapat bahwa pola perilaku sosial politiknya independen, artinya tidak terpengaruh oleh iming-iming imbalan material kebanyakan berpendidikan lebih tinggi dari lainnya, memiliki jaringan politik lebih luas, memiliki jaringan informasi sebagaimana dijelaskan kepada peneliti sebagai berikut. Mencoblos bagi saya adalah bagian dari hak sebagai warga negara, ia bersifat bebas dan tertutup. Untuk itu, saya lebih aktif mencari informasi ke berbagai sumber berkaitan dengan kandidat dan programprogram kerjanya. Terhadap program kerja yang rasional dan prorakyat saya kira perlu dipilih terlepas dari asal artainya apa saja, karena menurut saya kepentingan semua partai sama, bukan ditentukan oleh faktor ideologinya. (W.SW-10.FPP04.11072015). Pendapat yang hampir sama disampaikan berikut ini, “sumber untuk mengetahui siapa sejatinya para kandidat, apalagi kandidat Presiden dan Wakil Presiden untuk sekarang tidak sulit, karena media cetak atau internet sangat mudah diperoleh”. (W.SW-13.FPP04.10072015). Memang di era modern ini sumber informasi sangat mudah didapatkan oleh setiap individu, mulai dari informasi yang bersifat negatif-destruktif sampai pada informasi yang positifkonstruktif, tergantung dari bersangkutan mau memilih informasi mana diantara sekian banyak yang tersedia di media cetak dan online. Tinggal 62 subyek bersangkutan yang harus mempunyai kemampuan menseleksi dan merefleksikannya secara rasional dan obyektif, sebagaimana disampaikan subyek kepada peneliti berikut ini. Saya lebih suka mencari informasi tentang suatu kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu 2014 melalui media online, karena n mediakebetulan saya bekerja menjaga warung internet (warnet), jadi setiap saat saya bisa mengkases, untuk itu saya suka membandingkan antara informasi satu dengan lainnya agar diperoleh informasi yang obyektif sesuai rasionalitas saya. (W.SW-06.FPP04.11072015). Banyak media komunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan, ada media verbalkinestetik, media visual, dan media audio. Ketiga kategori media informasi masyarakat membantu dalam menyebarkan berbagai informasi, sebagaimana dilakukan oleh sebagian masyarakat Trenggalek yang tampak pada gambar berikut. Gambar 2: Warnet, Media Informasi Warga Kecenderungan subyek mencari informasi sendiri terkait dengan kandidat dan pemilu merupakan perwujudan kesadaran memilih dan berpartisipasi secara aktif dalam pesta demokrasi yang sedang berlangsung, menurut mereka kegiatan proaktifnya didasarkan pada kesadaran untuk mewujudkan 63 pemerintahan yang baik dan transparan, karenanya memilih calon Presiden dan Wakil Presiden yang baik sesuai dengan nurani dan keyakinan masing-masing pemilih. Berbagai cara dilakukan oleh subyek untuk mendapatkan informasi demikian, ada yang dilakukan dengan aktif membaca ada pula yang dilakukan dengan berdiskusi dengan teman sebayanya, baik diskusi secara formal maupun nonformal, sebagaimana dituturkan oleh subyek berikut, “saya aktif mencari informasi tentang kandidat Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan informasi track record kandidat dengan sering diskusi dengan teman-teman”. (W.SW-14.FPP04.13072015). Track record sangat penting bagi pemilih, kebanyakan mereka berpendapat demikian, ibaratnya membeli sesuatu harus mengetahui keseluruhan aspek barang yang dibeli. Begituhalnya dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebelum memilih, penting untuk memahami semua aspek yang terkait dengan kepribadian dan kecenderungan kemampuannya dalam memimpin negara ke depan, sebagaimana disampaikan oleh subyek kepada peneliti berikut ini. Memilih Presiden dan Wakil Presiden seminimal mungkin diusahakan agar tidak seperti membeli kucing dalam karung, karena itu memahami sisi-sisi kebaikan dan kekurangan dari berbagai perspektif perlu dilakukan oleh pemilih, banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemilih misalnya dengan membaca media online dan cetak, serta diskusi dengan berbagai pihak, dengan mengedepankan prinsip netralitas. (W.SW-15.FPP04.13072015). Pengetahuan, kesadaran, dan kemauan untuk mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) merupakan fungsi dari pola perilaku yang independen, proaktif dalam pelaksanaan pemilu, mandiri dalam meningkatkan 64 pengetahuan dan kapasitasnya untuk memahami track record masing-masing kandidat sehingga dapat memilih kandidat yang sesuai dengan nuraninya untuk dapat mengarahkan pembangunan yang mensejahterakan seluruh rakyatnya. Subyek berikut menuturkan kepada peneliti, “cita-cita dibentuknya negara adalah supaya menjadikan kehidupan masyarakat lebih sejahtera, makmur, dan dapat mengembangkan kapasitasnya, karena itu memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden haruslah hati-hati”. (W.SW-16.FPP04.13072015). Kategori ke dua adalah pola perilaku politik masyarakat Trenggalek yang tergantung kepada dunia eksternalnya, tindakannya karena adanya stimulan yang berkembang di sekitar, baik stimulan yang bersifat aktif maupun yang bersifat pasif. Kedua bentuk stimulan tersebut memberikan sinyal-sinyal yang diterima oleh sistem receptor individu untuk diteruskan kepada sistem efektor yang berfungsi untuk menggerakkan perilaku subyek, memilih atau tidak memilih, aktif mencari informasi ke berbagai sumber, dan aktif mendiskusikan pengetahuannya dengan teman-teman sebayanya. Pola perilaku seperti dijelaskan pada bab IV, pola ke dua ini tindakan individu pemilih didasarkan pada imbalan yang diterimanya, baik imbalan dalam bentuk material maupun nonmaterial. Imbalan menjadi faktor determinan yang menggerakan individu pemilih untuk memilih kandidat tertentu atau tidak, bahkan dalam satu keluarga pada umumnya menerima lebih dari satu kandidat sehingga fenomenanya semua imbalan dari berbagai kandidat mereka dengan konsekwensi membagi suara dalam mencoblos untuk satu keluarga. Pilihan demikian lebih bersifat pragmatis ketimbang idealis, idealitas mereka sudah 65 tergantikan menjadi bentuk materi yang dijanjikan oleh masing-masing kandidat, event pemilu dipahami layaknya event pilkades yang jamak berkembang saat ini yakni dengan membagi imbalan pengganti kerja minimal setengah hari karena memang mereka meninggalkan setengah hari kerja, pasca pelaksanaan pemilu apakah kandidat terpilih menepati janji-janji pembangunan yang mensejahterakan atau tidak, sudah menjadi hal lain. Secara umum, kehadiran mereka sebagai bentuk partisipasi dalam pelaksanaan pemilu cukup baik, rata-rata setiap Kecamatan tingkat kehadirannya berada pada kisaran 75%, baik pemilih laki-laki maupun perempuan. Kehadiran pemilih yang cukup tinggi ini tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa kesadaran memilihnya cukup kuat, ada banyak faktor determinan yang diduga mempengaruhinya, baik variabel internal maupun eksternal. Diantara sub-variabel internal adalah pengetahuan, pandangan, sikap, dan pola perilaku sosial pemilih, sementara sub-variabel eksternal diantaranya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sosial pergaulannya, lingkungan sosial pekerjaan, komunitas-komunitas masyarakat (komunitas hobi, komunitas pecinta obyek tertentu), asosiasi kerja, keyakinan, tujuan, kecenderungan, harapan umum komunitasnya, pandangan subyektif komunitasnya, dan lain sebagainya. Dalam pandangan Berns (2004: 15) lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku sosial individu seseoranga adalah microsystem, exosystem, mesosystem, dan macrosystem. Analisis terhadap beberapa variabel dan sub-variabel penting dilakukan untuk mengetahui kecenderungan pola perilaku sosial pemilih di Kabupaten 66 Trenggalek. Lebih detailnya pola perilaku sosial pemilih dengan indikator kuantitatif kehadiran di TPS pada pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Perbedaan Tingkat Partisipasi Pemilih Laki-Laki dan Perempuan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kecamatan Panggul Munjungan Pule Dongko Tugu Karangan Kampak Watulimo Bendungan Gandusari Trenggalek Pogalan Durenan Suruh Jumlah Pemilih terdaftar dalam DPT, DPTb, DPK, DPKTb LakiPerempuan Laki 30.984 30.582 20.077 19.575 22.277 21.658 26.211 25.156 19.440 20.071 18.865 19.404 14.420 14.410 26.962 26.455 10.814 10.799 19.947 20.083 24.650 25.352 19.785 20.012 19.747 19.792 10.436 10.478 Jumlah Pemilih LakiLaki 19.273 15.053 14.983 16.639 12.475 12.932 10.512 20.249 7.514 14.819 17.931 13.664 14.057 7.439 Peremp 20.788 15.064 15.499 17.041 14.812 15.383 11.611 19.812 7.815 16.470 20.615 15.988 15.685 7.905 Jumlah Persentase LakiLaki 62,2% 74,98% 67,26% 63,49% 64,17% 68,56% 72,90% 75,10% 69,48% 74,29% 72,74% 69,06% 71,19% 71,28% Perempuan 67,98% 76,96% 71,57% 67,74% 73,80% 79,28% 80,58% 74,89% 69,59% 82,01% 81,32% 79,90% 79,25% 75,44% Sumber: KPU Kabupaten Trenggalek, 2014. Berdasarkan ada tabel 1 di atas diketahui bahwa tingkat partisipasi terendah adalah di Kecamatan Dongko (67,74%) dan tingkat partisipasi tertinggi adalah Kecamatan Gandusari (82, 01%). Ada banyak faktor untuk mengukur tinfkat partisipasi pemilih, diantaranya adalah pengetahuan, kesadaran politik, idealitas, kesibukan kerja, akses politik, jaringan informasi. Kecamatan Dongko merupakan Kecanatan pinggiran yang lebih dekat dengan type pegunungan, kebanyakan penduduknya bermatapencaharian petani (ladang, perkebunan cengkeh), perantau, dan sebagainya, patut diduga bahwa rendahnya tingkat partisipasinya dalam pemilu disebabkan oleh faktor-faktor 67 tersebut. meninggalkan pekerjaan untuk mencoblos dapat mengurangi kesempatan untuk menyeleseikan pekerjaannya, karena itu sikap acuh terhadap berbagai kegiatan sosial menjadi hal yang dianggap wajar. F. Tafsir Fenomena Perilaku Sosial Pemilih Dalam kamus bahasa Indonesia, perilaku diartikan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan, sedangkan sosial diartikan berkenaan dengan kehidupan masyarakat. Perilaku sosial dapat diartikan tanggapan atau reaksi individu dalam kehidupan bermasyarakat terhadap ransangan lingkungan sosial sekitarnya. Perilaku sosial dapat disinonimkan dengan perilaku kolektif, yaitu kegiatan orang secara bersama-sama dengan cara tertentu dan mengikuti pola tertentu pula. Menurut Coleman (2008: 241) bahwa perilaku kolektif merupakan pengalihan kontrol yang sederhana (dan rasional) terhadap tindakan satu pelaku kepada pelaku lain. Setiap tindakan manusia, baik secara individual maupun kelompok merupakan reaksi atas rangsangan eksternal yang diterima melalui panca inderanya. Perilaku individu seseorang merupakan manifestasi dari respon atas lingkungan eksternalnya, yang bersumber dari keinginan, harapan, dan tujuan untuk dapat melakukan penyesuaian dengan situasi yang dinamis. Dinamika yang terjadi disekitar individu, baik yang bersifat material maupun nonmaterial memaksa semua orang selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga tercipta keseimbangan. Sementara, lingkungan sosial sekitar manusia selalu mengalami dinamisasi yang disebabkan oleh faktor alami dan yang disebabkan oleh perilaku manusia, secara perorangan maupun secara kolektif. Atas 68 dinamika lingkungan inilah manusia kemudian selalu melakukan penyesuaian, penyesuaian demikian dalam konteks ini disebut perilaku sosial. Namun demikian, perilaku sosial tidak selalu merupakan respon terhadap lingkungannya, tetapi ia juga dapat merupakan respon atas tujuan, harapan, dan keinginan individu bersangkutan yang dalam konteks psikologi disebut dengan motiv internal. Respon tidak bisa berdiri sendiri, karena ia selalu mensyaratkan adanya stimulan untuk dapat menggerakkan individu, namun sebaliknya stimulan dapat bersumber dari internal individu maupun eksternal individu bersangkutan. Ruang lingkup perilaku seseorang ada yang berskala sempit dan ada yang berskala luas. Yang berskala sempit tidak banyak melibatkan orang lain atau bahkan hanya melibatkan dirinya sendiri saja dan yang berimplikasi pada skala kecil dan/atau diri sendiri, seperti perilaku makan, minum kopi bersama dengan sejawat dan lain sebagainya. Sementara, perilaku yang berskala luas adalah apabila perilaku tersebut memerlukan keterlibatan banyak orang untuk dapat mencapai tujuannya, seperti keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan organisasi sosial, organisasi remaja, organisasi keagamaan, organisasi profesi, organisasi minat-hobi, organisasi kepanitiaan, dan lain sebagainya. Perilaku sosial dapat disinonimkan dengan perilaku kolektif, yaitu kegiatan orang secara bersamasama dengan cara tertentu dan mengikuti pola tertentu pula dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebersamaan. Menurut Coleman (2008: 241) bahwa perilaku kolektif merupakan pengalihan kontrol yang sederhana (dan rasional) terhadap tindakan satu pelaku kepada pelaku lain. Dengan demikian, setiap 69 perilaku sosial individu seseorang didasarkan pada pertimbangan rasionalitas dengan mengikuti prinsip untung rugi, kegiatan yang cenderung mengalami kerugian lebih rentang ditinggalkan dalam jangka waktu tertentu. Setiap tindakan manusia, baik secara individual maupun kelompok merupakan reaksi atas rangsangan eksternal yang diterima melalui panca inderanya. Panca indera manusia merupakan pintu terhadap munculnya reaksi seseorang, reaksi ini kemudian oleh syaraf diteruskan ke dalam otak, yang direaksi dalam bentuk refleksi pemahaman, pengetahuan untuk melahirkan sikap. Jika pengetahuan, pandangan, dan sikapnya positif maka akan melahirkan perilaku yang memungkinkan setiap individu bertemu untuk melakukan kegiatan bersama, namun sebaliknya jika sebaliknya sikap yang dilahirkan bersifat negatif maka akan muncul penolakan terhadap kegiatan/perilaku bersama. Dengan demikian lahirnya perilaku sosial meniscayakan sikap yang sama antar individu, individu dengan kelompok dan/atau kelompok dengan kelompok sehingga melahirkan rasa saling membutuhkan, saling bergantung dan saling membutuhkan untuk bersamasama melakukan tindakan untuk mencapai tujuan bersama. Perilaku sosial merupakan suasana saling ketergantungan merupakan yang keniscayaan bagi komunitas manusia untuk keberlangsungan eksistensinya. Setiap individu manusia pada dasarnya saling membutuhkan antara satu dengan lainnya, antara individu satu dengan kelompok lainnya dan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat. Manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, 70 saling membantu, saling berbagi, tidak saling menggangu hak orang lain, dan tentu diperlukan toleransi dalam hidup bermasyarakat. Perilaku sosial akan tampak dalam pola respons antar individu satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku tersebut ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada kalanya seseorang melakukannya dengan sungguh-sungguh, ikhlas, sabar, dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya, sebaliknya ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri. Di lain pihak, ada perilaku yang lebih tergantung pada stimulan eskternal, namun ada kalanya sebaliknya setiap perilaku sosial didasarkan pada kesadaran sosial yang tinggi, misalnya perilaku mencoblos atau partisipasi dalam pemilu ada yang dilakukan berdasarkan pada tingkat kesadaran yang tinggi dan ada yang hanya disebabkan oleh stimulan atau iming-iming dan janji dari pihak lain. Perilaku sosial dengan demikian bisa dipahami merupakan pengejawantahan dari hakekat individu manusia sebagai makhluk sosial dengan melibatkan semua potensi jasmaniyah dan ruhaniyah yang dimiliki. Sebagaimana diuraikan oleh Fromm (2001: 312-313) bahwa Darwin sangat menyadari tentang manusia yang dicirikan tidak hanya dengan fisik yang khas tetapi juga dengan sifat-sifat psikis tertentu. Secara jasmaniyah, individu manusia mempunyai potensi yang kompleks yang tergabung dalam 71 kemampuan inderawiyah, sementara secara ruhaniyah melengkapi dan mensupport kekomplekan potensi jasmaniyahnya seperti kemampuan; berfikir, berimajinasi, berangan-angan, berharapan, berkeinginan, berefleksi dan lain sebagainya. Namun demikian, sebanding dengan kecerdasannya yang lebih tinggi, perilaku manusia lebih lentur (flexible), namun kurang memiliki refleks dan insting dibanding binatang lainnya, manusia mampu berfikir dan meningkatkan sifat adaptif perilakunya dengan cara-cara yang masuk akal, manusia merupakan individu yang berbudaya dan bermasyarakat, ia telah mengembangkan budaya dan masyarakat yang unik, baik jenis maupun kompleksitasnya. Perilaku sosial individu yang berkembang dalam suatu masyarakat tertentu didasari oleh suatu keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan dan keagamaan. Perilaku sosial yang bertentangan dengan halhal tersebut karenanya akan mendapatkan penolakan dari individu lainnya atau kalaupun diterima hanya terbatas oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan keyakinan, nilai-nilai dan norma. Keyakinan, nilai-nilai, dan norma antara individu satu dengan individu lainnya dalam suatu masyarakat dapat berbeda-berda yang kemudian membentuk pandangan yang khas kelompoknya masing-masing. Perbedaan pandangan antara individu atau kelompokkelompok dalam masyarakat merupakan suatu keniscayaan yang alami terjadi, karena setiap individu bebas dalam berfikir dan berkeyakinan. Inilah yang memungkinkan perbedaan perilaku sosial individu satu dengan individu lainnya, kebebasan demikian merupakan manifes dari berfungsinya dan 72 berperannya sifat-sifat kemanusiaannya sehingga ia menjadi pribadi yang berkarakter dan merdeka. Kemerdekaan secara individual demikian memungkinkan berkembangnya potensi-potensi yang dimilikinya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakatnya, karenanya kita memaklumi jika ada individu yang secara otonom dan bebas dalam menentukan pilihannya dalam pesta pemilu sebagaimana diuraikan pada bagian atas. Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Jamak dipahami bahwa perilaku sosial yang bersifat eksternal atau situasi lingkungan sosial memegang peranan yang cukup penting karena intensitas dan kualitas penggunaan waktu individu seseorang lebih banyak dan lebih berkaulitas di luar rumah sehingga memungkinkan mudahnya terpengaruh. Situasi lingkungan sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain dan antara manusia dengan lingkungan sosialnya, seperti: kondisi keluarga, pergaulan, organisasi keagamaan dan organisasi kemasyarakatan, kondisi ekonomi, pemerintahan, budaya masyarakat sekitar, lingkungan pasar, lingkungan pesantren, masjid, tempat rapat/pertemuan masyarakat dan lain sebagainya. Situasi eksternal seperti tersebut di atas mempengaruhi situasi internal individu yang bersangkutan, misalnya mempengarui; cara pandang, harapan, keinginan, citacita, tujuan dari setiap aktifitas, pola pikir, pola sikap dan pola perilaku yang 73 dimanifeskan. Dengan kata lain setiap situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi sosial dapatlah dikatakan sebagai situasi sosial. Perilaku sosial demikian menurut Coleman (1990: 30), dapat dianalisis dengan menganalisis dua faktor utama, yakni aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Menurut Coleman interaksi antara aktor dengan sumber daya adalah sebagai berikut. Basis minimal untuk sistem sosial tindakan adalah dua aktor, masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian pihak yang lain. Perhatian satu orang terhadap sumber daya yang dikendalikan orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat dalam tindakan saling membutuhkan...terlibat dalam sistem tindakan...selaku aktor yang mempunyai tujuan, masing-masing bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepentingannya yang memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistemik terhadap tindakan mereka (Coleman, 1990: 29). Tindakan demikian biasanya menyebabkan subordinasi individu satu terhadap individu lainnya. Menurut Coleman, pengakuan ini menciptakan fenomena makro paling mendasar, yakni satu tindakan yang terdiri dari dua orang individu ketimbang dua orang aktor yang bebas. Akibatnya, struktur berfungsi terbebas dari aktor, ketimbang memaksimalkan ketertarikannya, dalam kasus ini seorang aktor malah berusaha merealisasikan ketertarikan aktor yang lain atau unit kolektif independen (Coleman, 1990: 45). Interaksi individu satu dengan individu lainnya disebabkan adanya obyek yang menjadi perhatian bersama, sehingga melahirkan interaksi saling bekerjasama, saling memperebutkan, dan saling menguatkan. 74 Teori ini dapat menjelaskan arah suatu sikap terhadap aktualisasi perilaku seseorang. Penentu terpenting perilaku sosial seseorang adalah intensi untuk berperilaku, intensi aktualisasi perilaku individu merupakan kombinasi dari sikap dan norma subjektif. Sikap merupakan perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan, sikap individu terhadap perilaku sosialnya meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Seseorang yang mempunyai keyakinan atau pandangan bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif terhadap perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya jika suatu perilaku difikirkan negatif maka ia akan mengaktualisasikan perilaku negatif. Sedangkan yang dimaksud dengan norma subyektif adalah apabila ia dan orang-orang di sekitarnya memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan. Contohnya, perilaku golput jika orang-orang lain meyakini atau mengharapkan bahwa perilaku tersebut sebagai sesuatu yang negatif dan ia berkeinginan memenuhi harapan orang-orang lain tersebut, itulah yang dinamakan dengan norma subjektif negatif, begitu pula sebaliknya, perilaku sosial demikian biasanya yang diperolehnya melalui interkasi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang-peroarangan dengan kelompok manusia (Gillin dan Gillin, 1954: 489). Proses interaksi sosial pada setiap 75 kelompok di masyarakat biasanya berbentuk interaksi sosial verbal dan interaksi sosial fisik. Interaksi sosial verbal adalah interaksi sosial dalam bentuk komunikasi, baik secara lisan, tulisan maupun simbol-simbol lainnya yang sudah biasa mereka pakai dan mudah dipahami oleh masing-masing anggota kelompok. Sedangkan ineteraksi sosial fisik adalah interaksi sosial yang melibatkan fisik diantara mereka, misalnya dalam bentuk kerjasama, baik untuk kepentingan pribadi individu maupun untuk kepentingan masyarakat secara lebih luas, seperti; gotong royong membangun tempat-tempat ibadah, membangun fasilitas umum, jalan-jalan, membangun jembatan dan lain sebagainya untuk mencapai tujuan bersama. Interaksi sosial menjadi suatu keniscayaan bagi setiap individu dalam kelompok masyarakat sebagai metode untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan pribadi individu bersangkutan dan tujuan bersama dalam kelompok masyarakat. Setiap individu dalam komunitasnya maupun ketika berada dengan komunitas lainnya selalu melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan bagian dari cara manusia untuk mempertahankan dan untuk mengembangkan kehidupannya yang lebih baik, berkualitas dan bermanfaat bagi individu atau kelompok lainnya. Dalam peribahasa jawa, “putihe beras sebab saking gesekan karo beras liane”. Artinya putihnya beras karena gesekan dengan beras lainnya. Interaksi sosial merupakan keniscayaan bagi setiap individu manusia untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, baik potensi yang bersifat latent maupun potensi yang aktual. Pengembangan 76 potensi hanya dapat terjadi pada kelompok-kelompok yang dinamis sekaligus sebagai media untuk menutupi kelehaman individu dan kelompok lainnya sehingga antar individu, antar kelompok dan antar individu dengan kelompok saling menerima dan memberi (take and give), kelemahan individu atau kelompok lain dapat ditutupi dengan kelebihan individu atau kelompok lainnya. Dinamika individu dalam suatu kelompok masyarakat berdampak signifikan bagi perkembangan kualitas kapasitas pribadinya, ia akan lebih dewasa, mudah menyesuaikan diri dan dapat menyelesaikan berbagai problem yang dihadapi. Dalam konsep Islam, proses interaksi sosial demikian dikonsepsikan dengan silaturrohim, kegiatan ini dapat memberi manfaat bagi diri yang bersangkutan dan bagi orang lain, dapat meningkatkan rizki, memperpanjang usia, dan menambah saudara. Menurut Soekanto (1996: 69) bahwa berlangsungnya proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor, antara lain; faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila ditinjau secara lebih mendalam, maka faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Perilaku yang nampak pada kalangan pemilih di Kabupaten Trenggalek kebanyakan menunjukkan perilaku imitasi dan/atau identifikasi pada tingkat partisipasi, memilih kandidat, dan lain sebagainya. Imitasi dan/atau identifikasi yang terjadi pada kalangan pemilih di Kabupaten Trenggalek berdasarkan pada hasil penelitian di atas terdiri dari dua 77 kategori, yaitu imitasi yang disengaja dan imitasi yang tidak disengaja. Imitasi dan/atau identifikasi disengaja merupakan perilaku sosial yang terencana mengikuti perilaku sosial yang kuat didalam komunitasnya, perilaku demikian mewakili kelompok-kelompok pemilih yang tingkat kesadaran politiknya rendah karenanya ia memilih kalau ada imbalannya. Sementara imitasi dan/atau identifikasi tidak disengaja adalah proses meniru perilaku sosial orang lain yang secara kebetulan sama sehingga ia makin mantap untuk melakukannya, misalnya secara tidak sengaja ia berpandangan bahwa memilih kandidat tertentu adalah baik, secara kebetulan dalam lingkungan komunitasnya yang berpandangan kuat seperti pandangan, maka ia makin kuat kecenderungannya untuk menindaklanjuti pandangannya dalam bentuk perilaku yang akan diaktualisasikan. Dari hasil pengamatan dalam penelitian ini, kelompok yang pertama diwakili oleh pemilih yang sama sekali tidak mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang suatu kandidat, sementara kelompok kedua mewakili kelompok pemilih yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang suatu kandidat tidak terlalu detail. Kelompok yang kedua inilah yang relevan dianalisis dengan pandangan Coleman (2008: 33) bahwa pelaku tidak sepenuhnya menguasai kegiatan yang dapat memenuhi kepentingannya, namun mereka menyadari bahwa beberapa dari kegiatan itu sebagian atau sepenuhnya berada dibawah kuasa pelaku lain. Fenomena perilaku sosial pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat dipahami melalui tiga model yaitu; (1) Perilaku pemilih terbentuk melalui empat proses tahapan, yaitu: pengetahuan, pandangan, sikap, dan terbentuknya 78 perilaku sosial pemilih. (2) Unsur eksternal pembentukan perilaku sosial pemilih melalui proses sosial, interaksi sosial, dan imitasi terhadap perilaku sosial pemilih di masing-masing komunitasnya. (3). Terdapat ruang kreatifitas otentik masing-masing pemilih sebagai aktualisasi hak-hak politiknya, perilaku sosial politik pemilih tidak selalu merupakan bentuk respon atas stimulan eksternalnya. Tahapan-tahapan proses ini dilakukan mulai dari pembentukan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran politik, namun demikian ada perbedaan antara individu pemilih satu dengan lainnya yang tergantung dari tingkat pendidikan, pengatahuan, pengalaman, dan jaringan komunikasi masing-masing pemilih. Berdasarkan pada hasil penelitian dan analisis terhadap pokok bahasan di atas, maka dapat dirumuskan proposisinya sebagai berikut. Proposisi 1 Perilaku sosial politik pemilih terbentuk dari unsur internal (pengetahuan, pandangan, sikap) dan unsur eksternal (proses sosial, interaksi sosial, imitasi). 79 BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMILIH A. Pendahuluan Pembahasan perilaku pemilih dalam suatu perhelatan pesta demokrasi seperti pemilihan kepala desa, pemilihan legislatif, pemilihan Dewan perwakilah Daerah (DPD), dan pemilihan presiden tidak dapat dipisahkan dengan konsep perilaku politik, perilaku politik berkaitan erat dengan persepsi politik dan sikap politik. Perilaku politik merupakan tanggapan internal individu yang membentuk persepsi, sikap, orientasi, keyakinan, dan tindakantindakan nyata dalam pesta demokrasi, baik level lokal maupun nasional seperti saat pemberian hak suara di bilik suara, protes atas kebijakan penguasa, proses negoisasi antara rakyat dengan penguasa, proses loby antar anggota kelembagaan politik. Persepsi politik berkaitan dengan pemahaman tentang gambaran sesuatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau pertalian diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis sehingga membentuk persepsi politik seseorang. Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada individu atau kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik atau ketidakstabilan politik, janji politik dari calon pemimpin 80 atau calon wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat mempengaruhi perilaku politik masyarakat, ketidaknyamanan kelompok masyarakat tertentu berkaitan dengan kebijakan, tindakan, penanganan pemimpin terhadap suatu masalah, peristiwa yang terjadi di komunitas suatu masyarakat akan membentuk persepsi politik, sikap politik, dan perilaku politik komunitas suatu masyarakat. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang demokratis, diantaranya adalah berkewajiban menyelenggarakan proses kaderisasi dan regenerasi pemimpin bangsa melalui proses penyelenggaraan pemilihan pemimpin dan wakil rakyat mulai pada level desa, daerah, wilayah, dan nasional. Dalam pelaksanaannya, setiap individu mempunyai hak untuk memilih dan dipilih (hak politik), pengebirian suatu hak pada dasarnya bertentangan dengan hak yang melekat pada setiap individu, hak politik merupakan hak kodrati karena eksistensinya hak ini tidak bersifat khusus, misalnya hanya dimiliki oleh orang yang berkuasa saja, orang dengan akses politik yang kuat saja, orang yang secara ekonomi kuat saja, orang yang berpendidikan tinggi saja, dan orang yang secara sosial berpengaruh saja. Optimalisasi pemanfaatan hak politik bagi individu mengindikasikan eksistensinya dalam organisasi di mana ia berada dan bermanfaat dalam mengembangkan organisasinya itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Hak politik bersifat mutlak, baik mutlak bagi dirinya maupun bagi masyarakat sekitarnya, karena itu ada banyak cara implementasi hak politik bagi warga negara, terutama proses penumbuhan dan 81 pengembangannya dalam proses pemilihan, ada yang tumbuh dan berkembang secara sukarela, sementara lainnya ada yang karena proses stimulan dari dunia eksternalnya. Hubungan antara faktor internal seperti: persepsi politik dan sikap politik dengan faktor eksternal individu seperti: iklan, pendidikan politik, peristiwa politik, obrolan politik, teman pergaulan, dan keluarga dalam proses implementasi pemilihan politik suatu individu atau perilaku politik bersifat simbiosis mutualistik atau reciprocal. Dengan demikian faktor-faktor determinan pembentuk perilaku politik suatu individu karena faktor eksternal yang kemudian mempengaruhi persepsi politik, sikap politik, dan perilaku politik individu. Menurut Cassirer manusia merupakan animal symbolicum (Daeng, 2008: 80). Kesimpulan Cassirer tersebut didasarkan pada hasil penelitian J.Von Uexkuell tentang binatang bahwa setiap organisme mutlak dicocokkan dengan lingkungannya (umwell). Sesuai dengan struktur anatominya, setiap organisme mempunyai sistem reseptor (merknetz) yang berfungsi sebagai penerima rangsangan dari luar, terdapat sistem efektor (wirknetz) yang berfungsi sebagai pereaksi terhadap rangsangan dari luar tersebut. Kedua sistem ini menjalin kerja saling melengkapi, bahu membahu sebagai prasyarat bagi kehidupan setiap organisme, dan keterjalinan kedua sistem tersebut disebut sebagai lingkaran fungsional (funktionskreis) binatang. Lebih lanjut menurut Cassirer bahwa lingkaran fungsional itu lebih luas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif setelah mengalami perubahan. Antara sistem reseptor dengan efektor terdapat sistem simbolik yang membedakan manusia dengan binatang. Setiap 82 manusia mempunyai ketiga sistem fungsi tersebut sesuai dengan tingkat kualifikasinya sehingga dapat menghasilkan pengetahuan, konsep, teori, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan bahkan perdaban yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya dan terus mengalami penyempurnaan sampai tak berbatas waktu. Perilaku sosial politik pemilih yang ditunjukkan oleh pemilih di Kabupaten Trenggalek sebagaimana tergambar dalam deskripsi-deskripsi pada penelitian ini hakikatnya merupakan hasil pergulatan antara faktor internal dan faktor eksternal individu yang dipadukan dan/atau disinergikan oleh sistem reseptor, sistem efektor, dan sistem simbolik individu bersangkutan. Dunia lingkungan eksternal individu pemilih memiliki peran atau faktor determinan dalam proses pemilihan Presiden terutama pada pemilu tahun 2014. Pengaruh yang cukup massif dalam proses penentuan pilihan diantaranya adalah imingiming material, pilihan keluarga atau tradisi keluarga yang berasimilasi dengan organisasi di mana kepala keluarga berafiliasi, dan pengaruh teman pergaulan, misalnya teman ngopi, nonton bareng bola, dan sebagainya. Ketiga faktor tersebut dalam kenyataannya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, karena ketiganya bersifat saling mempengaruhi, saling menguatkan dan memfokuskan dalam penentuan akhir pilihan warga calon pemilih, lingkungan keluarga misalnya memberi kontribusi dalam menguatkan pilihan karena ada kecocokan dengan kuatnya pengaruh dari lingkungan pergaulan dan teman ngopi atau bahkan ada pula yang bersifat saling mengcounter, yang dikuatkan dengan informasi-informasi dari berbagai macam media sosial, cetak dan elektronik. 83 B. Faktor Sosial Ekonomi Fenomena umum di masyarakat saat ini banyak terpengaruh budaya inderawiyah, hidonis dan materislistik. Banyak aktifitas dan perilaku manusia terkait dengan pandangan materialis yang memisahkan antara aspek badaniyah dengan kejiawaan manusia, bagi mereka jasmaniyah atau badaniyah sangat berbeda dengan kejiwaannya, bagi mereka kematian bagi manusia merupakan akhir dari segala, tidak ada konsekuensi yang melekat pada manusia setelah kematiannya, layaknya benda-benda material lainnya di alam jagat raya ini kematian akhir dari cerita hidupnya, tidak ada pertanggungjawaban setelah kematiannya. Oleh karena itu, pandangan ini mendasari dibolehkannya mengeksploitasi badaniyah manusia untuk kepentingan kesenangan duniawiyah. Pada titik inilah, pandangan materialis bertemu dengan pandangan hidonis, suatu aliran yang berpandangan bahwa kehidupan sejatinya adalah mementingkan kesenangan, realitas kehidupan adalah kehidupan manusia di dunia ini, hakikat hidup adalah mempertahankan dan meraih kesenangan sebanyak-banyaknya. Kedua pandangan ini meligitimasi pentingnya hal-hal yang bersifat materialisltik dalam kehidupan keseharian manusia. Pandangan-pandangan demikian hampir menjangkiti semua lini kehidupan manusia, interaksi sosial manusia pada umumnya dilokalisir dan diorientasikan untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, transaksi ekonomi melulu diarahkan untuk mendapat materi sebanyak-banyaknya, bahkan ukuran keberhasilan kegiatan ekonomi adalah jika modal yang dikeluarkan kecil dengan keuntungan sebanyak-banyaknya, inilah yang 84 kemudian melahirkan prinsip ekonomi, yaitu modal kecil, sedikit dan untung maksimal atau banyak. Tidak ada aspek lain dalam transaksi ekonomi kecuali mendapatkan meterial, hubungan antara individu satu dengan individu lainnya dilokalisir untuk mendapatkan modal sebanyak-banyaknya. Fenomena demikian hampir merasuki semua lapisan masyarakat, sebagian besar pemilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014 dapat dikatakan sebagai pemilih “materialistik”, di mana tindakan politik, perilaku politik mereka lebih disebabkan iming-iming yang bersifat material. Pengertian material tidak selalu menunjuk pada pengertian uang, tetapi meluas pada hal-hal lainnya yang bersifat materialistik, seperti: uang itu sendiri, kaos bergambar kandidat, topi bergambar kandidat, sembako, rokok, makan bersama, dan lain sebagainya sebagaimana digambar pada paparan berikut ini. Menurut responden yang peneliti temui di Kecamatan Pule pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 bahwa kehadirannya di tempat pemungutan suara (TPS) karena ada iming-iming mendapat uang untuk mengganti waktu berladang, besarannya ya seperti orang yang bekerja setengah hari, sebagaimana dituturkan kepada peneliti berikut ini. Saat pemilu bagi masyarakat di sini, kebanyakan orang berpendapat bahwa dalam pemilihan kepala desa saja mendapatkan uang dari para kader, apalagi saat pemilihan presdien juga harus mendapatkan dana, kalau tidak ada uang yang diberikan oleh masing-masing team suksesnya ya lebih berladang saja, minimal kalau bisa ya sejumlah orang yang bekerja setengah hari (W.SW-01.FP01-01072015). Hal senada disampaikan oleh responden dari Kecamatan Watulimo bahwa rata-rata di TPSnya mendapat tawaran uang dengan alasan sebagai 85 pengganti bensin, sebagaimana dituturkan kepada peneliti, “kulo waktu pemilu presiden lan wakil presiden diparingi yotro, terise engkang maringgi damel ganti bensin”. (W.SW-02.FP01-02072015). Gambar 3: Penggalian Data Wawancara Tidak jauh berbeda yang disampaikan oleh responden di Kecamatan Dongko bahwa sebelum pemungutan suara ia didatangi oleh orang yang mengaku sebagai team sukses dari calon tertentu, setelah berdiskusi panjang lebar ia diberi uang katanya sebagai pengganti rokok, sebagaimana disampaikan kepada peneliti, “kulo nate wonten tamu teng griyo saking tetangga desa piyambak’e ngaku menawi perwakilan saking calon presiden, terus matur yen kulo ken milih bade, sak sampunipun ngobrol piyambak’e pamit kulo diparingi yotro damel tumbas rokok” (W.SW-03. FP01-02072015). Pemberian materi terhadap calon pemilih yang diberikan oleh calon atau team sukses masing-masing calon cukup beragam, ada yang berupa barang dalam bentuk kaos sebagaimana disampaikan oleh responden dari Kecamatan Bendungan sebagaimana dituturkan kepada peneliti, “pada saat pemilu presiden saya mendapat kaos bergambar calon presiden dan calon wakil 86 presiden, teman-teman lainnya juga dikasih, karena di kasih ya saya ambil aj”, (W.SW-04. FP01-02072015). Pemberian Kaos bergambar calon sebetulnya hal yang sudah lazim dan setiap event pemilihan, mulai pemilihan bupati/walikota, legislatif, dan gubernur terjadi. Memang beragam cara team sukses pada pemilu presiden yang dilakukan untuk menggaet suara pemilih, sebagaimana disampaikan oleh responden dari Kecamatan Gandusari, “kulo pas pemilihan presiden kolo semanten diparingi mug bergambar calon presiden, nggih kulo terami mawon, sae lho milo kulo remen sanget” (W.SW-05. FP01-05072015). Beragam cara yang dilakukan oleh masing-masing team sukses menunjukkan bahwa masing-masing calon mengimplementasikan strategi yang disesuaikan dengan kondisi lokal di mana calon pemilih bertempattinggal, karena itu pada masing-masing Kabupaten terdapat team sukses tersendiri. Pemberian barang dari hasil penggalian data cukup beragam, responden perempuan yang bertempat tinggal di Kota Trenggalek mengaku mendapatkan kerudung/jilbab untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu (W.SW-06. FP01-07072015). Kreatifitas masing-masing team sukses yang dikolaborasikan dengan situasi ekonomi lokal menunjukkan bahwa kemampuan team mengelola kondisi lokal menjadi suatu kemenangan dalam pemilihan umum. Dalam pandangan mereka, pemilihan umum tidak hanya memilih calon yang mereka sukai tetapi merupakan moment untuk mendapat imbalan atas tenaga dan waktu yang diluangkan pergi ke TPS, mereka cukup simpel sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan pada saat pemilihan kepala desa, diberi ya memilih, bahkan adakalanya yang satu keluarga mendapatkan 87 sesuatu dari beberapa calon sehingga dalam keluarga tersebut suaranya dibagibagi untuk masing-masing calon, ini adalah kebiasaan yang jamak dilakukan oleh masyarakat. Beberapa responden di Kecamatan Pogalan menyampaikan bahwa pemberian materi waktu pemilihan presiden dan calon wakil presiden agak unik, yaitu diberi topi bergambar calon, sebagaimana disampaikan berikut, “saya mendapat topi bergambar calon dan diajak makan oleh team suskses yang kebetulan saya kenal” (W.SW-07. FP01-07072015). Pendekatan yang digunakan oleh team sukses pada umumnya dipilih dari orang yang dikenal, kemudian merembet ke teman-temannya yang dikenal tadi, ibaratnya seperti ubi jalar sehingga makin lama keanggotaannya makin bertambanh banyak. Setelah dianggap cukup oleh team, kemudian diperintahkan untuk berkumpul di suatu rumah makan, orang-orang yang hadir di rumah makan tersebut kemudian dikukuhkan menjadi team bayangan yang membantu memperbanyak keanggotaan ubi menjalar tadi, sebagaimana dituturkan respon kepada peneliti berikut ini. Rumah makan merupakan tempat yang sering dipakai untuk mengumpulkan koordinator masing-masing Desa, setelah pertemuan dianggap cukup, masing-masing koordinator Desa tadi diberi uang sebagai pengganti bensin atau pulsa. Pemberian demikian lazim dilakukan oleh masing-masing team calon (W.SW-05. FP01-07072015). Perilaku pemilih pada setiap event pemilihan mulai dari tingkat Desa, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat selalu dibayangi oleh fenomena politik uang (money politic) dengan beragam bentuk sebagaimana diuraikan di atas, yaitu mulai dari berupa uang dengan beragam alasan sampai berbentuk barang. 88 Suburnya politik uang tidak lepas dari cara pandang masyarakat pemilih yang permissif terhadap politik uang itu. Pada proses demokrasi di Indonesia termasuk proses demokrasi pada level akar rumput (pilkades) praktik politik uang tumbuh subur karena dianggap suatu kewajaran dan masyarakat tidak peka terhadap bahayanya jangka panjang, karena dengan praktik politik uang menyebabkan terjadinya praktik korupsi. Mereka membiarkannya karena tidak merasa bahwa politik uang secara normatif adalah perilaku yang harus dijauhi (Mahfud Ali, 2003: 228). Perilaku demikian makin marak di era reformasi, yang seharusnya mampu mereduksi praktik-praktik korupsi tetapi malah transparan dilakukan di semua level kehidupan. Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, event pemilu merupakan perayaan sehingga praktik pragmatisme, lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek makin vulgar tumbuh subur di masyarakat. C. Faktor Orang Terdekat Setiap individu manusia mempunyai pola komunikasi, relasi, sosialisasi, pemahaman, sikap, dan perilaku yang banyak dipengaruhi oleh individuindividu lainnya. Intensitas dan kualitas hubungan-hubungan tersebut menetukan perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku masing-masing individu dalam kehidupan selanjutnya. Individu yang banyak bersosialisasi dengan individu yang secara kualitas pemikiran baik, maka ia akan terpengaruh menjadi atau mempunyai pemikiran yang baik, dan begitu pula sebaliknya, individu yang sering bersosialisasi dengan individu-individu yang kurang baik, maka ia mempunyai peluang besar menjadi individu yang kurang baik pula. 89 Setiap individu sesungguhnya mempunyai pilihan untuk menentukan dengan siapa mereka bersosialisasi, dari banyak pilihan itulah seseorang harus selektif sehingga menemukan teman yang dapat meningkatkan kapasitasnya. Dalam ajaran agama Islam, kita diperintahkan untuk selalu bersosialisasi dengan orang yang sholeh agar dapat mengikuti keshalihannya, dan kita dianjurkan untuk menjauhi individu yang dapat menjerumuskan ke dalam perbuatan yang dilarang agama. Dengan demikian, setiap individu perlu mempertimbangkan dengan siapa harus bersosialisasi, perlu mengetahui latar belakang, kecenderungan, pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya, juga perlu membatasi intensitas bersosialisasi dengan individu yang tidak mendukung peningkatan kapasitas dan meningkatkan intensitas pergaulan dengan individu yang dapat meningkatkan kapasitas kepribadiannya. Intensitas tempat pergaulan atau sosialisasi dapat dibedakan menjadi tiga tempat, yaitu: informal, formal, dan non formal. Tempat sosialisasi informal adalah tempat di mana individu dibesarkan dan secara kodrati ada dengan sendirinya yang bersifat given, contohnya adalah keluarga. Tempat sosialisasi formal adalah tempat di mana individu melakukan sosialisasi atas dasar ketentuan hukum yang berlaku, seperti: sekolah, tempat kerja, asosiasi kerja, lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga profesi. Sedangkan tempat sosialisasi nonformal adalah tempat di mana individu melakukan sosialisasi yang dilakukan untuk mengisi waktu luangnya, misalnya tempat kegiatan ngopi bareng, tempat kegiatan karaoke, tempat kegiatan olah raga bersama, tempat rekreasi bersama, tempat makan bersama, dan lain 90 sebagainya. Tempat-tempat demikian selalu memberi dampak bagi dinamika seseorang, yang sifatnya bervariasi antara individu satu dengan individu lainnya: ada yang makin baik, ada yang makin jelek, dan ada pula yang stagnan. Kemampuan individu untuk menseleksi, mereduksi, merefleksi, dan mengoptimalisasikan informasi-informasi dalam lingkungan pergaulannya yang disinergikan dengan potensi-potensi internal individunya menjadi sesuatu yang bermakna akan menentukan capaian kapasitasnya, sehingga dapat bermanfaat untuk mengetahui dan memahami semua informasi terkait dengan pemilu dan detail pasangan masing-masing kandidat, mengingat saat ini mendapatkan informasi yang cepat dan akurat tidak sulit, kapanpun dan dimanapun bisa dilakukan oleh setiap individu manusia yang mau melakukannya. Intensitas dari ketiga tempat sosialisasi individu tersebut berbeda-beda dari masing-masing individu, ini semua sangat tergantung dari kecenderungan bergaulnya. Orang yang bertipe introvert, perhatiannya banyak ditujukan kedalam diri dan keluarganya, ia banyak melakukan sosialisasi di lingkungan kelarga, baik kelaurga dekat maupun keluarga jauhnya. Sedangkan individu yang mempunyai tipe ekstrovert, perhatiannya lebih banyak pada luar diri dan kelaurganya, ia banyak bergaul dengan teman-temannya, baik teman sesama anggota organisasi profesi, organisasi hobi, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, maupun asosiasi mengisi waktu luang. Setiap individu selalu memiliki kecenderungan menonjol dari salah satu kedua tipe tadi, orang yang introvert akan lemah di aspek ekstrovertnya, begitu pula sebaliknya orang yang 91 ekstrovert akan lemah di aspek introvertnya. Inilah yang menentukan sumbersumber informasi yang mendominasi individu dan menyebabkan perbedaan dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku individu satu dengan individu lainnya. Perilaku pemilih sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan beberapa subyek penelitian mencerminkan hal-hal yang diuraikan di atas, misalnya penuturan subyek yang bertempat tinggal di Kecamatan Pule, “di keluarga kami selalu seragam pilihannya ketika pemilu, toh semuanya bagi kami tidak mengenal, tahunya cuma dari telivisi”. (W.SW-01.FP02.07072015). Hal senada juga disampaikan oleh subyek yang mengaku berasal dari Kecamatan Bendungan, sebagaimana disampaikan kepada peneliti berikut ini. Sewaktu pilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2014, kami banyak melihatnya di telivisi, pada saat menonton TV itulah kami bersama anggota keluarga lainnya kadang saling menyahut, iki lho pantes dadi presiden, dari saling menyahut itulah kami menemukan titik temu pikiran untuk memilih calon. (W.SW-04.FP02.07072015). Lingkungan rumah masih menjadi tempat favorit sosialisasi pilihan yang berdampak pada perilaku pemilih, terutama bagi pemilih tua, seperti yang diuraikan subyek dari Kecamatan Dongko, “kulo meniko mboten ngerti noponopo, nggih menawi bade coblosan nggih manut mawon kalean anak kulo, sebab jarang nonton TV, mboten paham”. (W.SW-03.FP02.05072015). Subyek dari Kecamatan Watulimo kepada peneliti juga menuturkan hal yang senada, “kulo meniko pun sepuh, menawi wonten pilihan nopo mawon, pilihan ndeso lan lintune namung manut teng anak kalian teyang-tiyang sekitar” (W.SW02.FP02.04072015). 92 Teman bergaul dalam mengisi waktu luang juga mempunyai peluang yang kuat dalam menentukan pengaruh perilaku pemilih pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2014. Sebagaimana disampaikan kepada peneliti oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Trenggalek berikut ini. Saya bekerja di lembaga keuangan (finance) disaat bekerja sering bertemu dengan teman-teman dari berbagai kalangan dan pekerjaan, mulai dari makelar, anak-anak muda (pemilih pemula), tukang becak, pemilik show roome sepeda motor bekas di warung kopi tempat kami sering nongkrong, di tempat itulah kami kadang saling ngobrol tentang hal-hal yang lagi hit, misal menjelang pilpres tahun 2014, di tempat itulah pilihan kami terbentuk, banyak dipengaruhi oleh obrolan-obrolan di tempat tersebut. (W.SW-06.FP02.05072015). Banyak tempat-tempat favorit bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk bersosialisasi menyangkut apa saja, mulai dari urusan pekerjaan, hobi, dan mengisi waktu luang sambil membicarakan tema-tema yang lagi hit di masyarakat, mulai dari level lokal, nasional, maupun internasional. Membicarakan pilihan dalam suatu event pemilihan kepala daerah dan nasional tidak alah menariknya bagi semua kalangan di kalan berada di tempat favorit itu, misalnya di warung-warung makan, warung kopi dan sebagai. Bagi mereka tempat itulah cocok, baik pada waktu pagi, siang, sore, dan malam, sebagaimana dituturkan oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Pogalan, “saya sering nongkrong di warung, baik untuk makan atau sekedar ngobrol sambil ngobi dengan teman-teman, membicarakan apa saja termasuk urusan pilihan presiden”. (W.SW-07.FP02.03072015). Mengembangkan dan menguatkan pilihan bagi para calon pemilih di warung makan dan kopi menjadi tempat yang mengasyikkan bagi para team sukses, sekalian melakukan 93 koordinasi team tingkat akar rumput, sebagaimana disampaikan oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Gandusari berikut ini. Pada saat itu saya mendapat undangan dari team sukses pilihan presiden dan wakil presiden di warung makan untuk melakukan koordinasi dan evaluasi, meskipun sebetulnya saya tidak begitu paham, karena sebetulnya yang ditugasi untuk mencari dan menggalan calon pemilih adalah teman saya, karena saya diajak ya saya ikut aj dengan temanku. (W.SW-05.FP02.08072015). Warung sebagai tempat untuk melobi calon pemilih banyak tergantung dari kondisi lingkungannya, jika di kota kebanyakan di lakukan di restoran atau rumah makan yang cukup representatif, sementara jika wilayahnya di pinggiran yang dilakukan di warung-warung setempat yang agak bersih dan bagus, sementara jika di desa, pegunungan maka warung makan yang diplihnya ya di mana disitu ada warung, entah berbentuk warung kopi, nasi, dan tempat billyad yang penting enjoy bagi semua, sebagaimana di sampaikan oleh subyek dari Kecamatan Durenan kepada penelitian berikut ini. Yang saya alami, saat itu saya bertemu dengan teman yang rumahnya lain desa dengan saya, ketepatan lama tidak bertemu dengan dia, karena dia bekerja di Surabaya. Ketika pulang dia mampir ngopi di warungnya pak Jalil, saya pas disitu ya setelah ngobrol tentang kerjaan, nyambung membicarakan calon persedin dan wakil presiden, karena saya kurang begitu paham dengan informasi, pembicarakan demikian terasa asyik dan mempengaruhi pilihanku saat itu. (W.SW-08.FP02.09072015). Bagi kalangan yang suka olah raga, maka tempat-tempat olah raga sering manjdi tempat yang juga asyik untuk membicarakan hal-hal yang sedang hit di masyarakat, termasuk membicarakan pilihan presiden dan wakil presiden, seperti yang pernah dialami oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Kampak, berikut ini. 94 Saya rutin olah raga sepak bola di lapangan Kecamatan Kampak, dekat SMPN itu, pada saat sedang istirahat atau persiapan teman-teman tidak luput membiacarakan calon presiden favoritnya, karena saya bari mau ikut pemilu ya saya Cuma menjadi pendengar saja, dan saya terpengaruh dengan pembicaraan teman-teman itu. (W.SW09.FP02.10072015). Tempat-tempat yang asyik sebagai sarana untuk membicarakan hal-hal yang sedang menjadi perhatian masyarakat, pada hakekatnya berdasarkan pada uraian hasil wawancara sebagaimana dideskripsikan di atas dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: warung makan, warung kopi, tenpat hobi (billyard dan olah raga). Tempat-tempat semacam ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi wilayahnya masing-masing, di warung makan misalnya ada yang dilakukan di warung kecil pinggiran jalan tetapi ada juga ada yang dilakukan di warung makan atau kelas restoran, begitu juga dengan warung kopi; ada yang dilakukan di warung kopi pinggir jalan tetapi ada juga yang dilakukan di warung kopi tempat cangkruk’an anak-anak muda yang ada free wifi-nya. Hal demikian menunjukkan bahwa pembicaraan, perekrutan, dan pendekatan terhadap calon pemilih terhadap calon pemilih dilakukan di mana saja ada tempat yang mengasyikkan dan menyenangkan untuk dilakukan. Waktu pelaksanaannya ada yang direncanakan tetapi ada pula yang secara kebetulan bertemu di suatu tempat. Ada sedikit perbedaan fokus pembicaraan berkaitan dengan proses kegiatan, jika tempat pembicaraan dilakukan di tempat yang agak formal dan direncanakan, maka fokus pembicaraan pada topik pilihan presiden dan wakil presiden dan usaha menggiring pemilih kepada calon tertentu, dan sebaliknya jika pembicaraan dilakukan secara mendadak 95 yang bersifat kebetulan maka topik pembicaraan tidak mengarah pada topik pilihan presiden dan wakil presiden dan menggiring pada calon tertentu tetapi mengalir dan berganti-ganti sesuai ingatan mereka. D. Faktor Kedekatan Emosional. Setiap individu mempunyai otoritas untuk menentukan pikiran, pendapat, sikap, dan perilaku yang merupakan hasil dari proses refleksi dan perenungan mendalam terhadap fenomena atau stimulan di sekitarnya. Setiap stimulan eksternal individu merupakan obyek yang dari keseluruhan pancainderanya di terima, diolah oleh sistem pikirannya, direfleksikan, direnungkan, dan diproduksi kembali dalam bentuk keputusan final. Keputusan final yang diperoleh dari kegiatan tersebut bentuknya beragam, diantaranya adalah pemahaman, sikap, dan perilaku, ketiga yang terakhir ini merupakan rangkaian logic karena tida mungkin perilaku tanpa didahului oleh pemahaman dan sikap terhadap suatu obyek. Seseorang yang menyukai suatu lukisan misalnya didahului oleh pengetahuan tentang detail lukisan tersebut atau lukisan secara umum, setelah mempertimbangkan tentang lukisan tersebut dengan pengetahuan teoritisnya secara umum suatu lukisan yang baik, ia kemudian dapat memahami bahwa suatu lukisan tersebut mempunyai kriteria penilaian baik tidaknya, layak tidaknya untuk dimiliki, maka lahirlah sikap dan keputusan untuk membeli atau tidak membeli lukisan tersebut. Suatu keputusan yang diambil seseorang terhadap suatu obyek merupakan suatu proses yang melibat keseluruhan panca indera dan kejiawaannya yang kemudian ditransformasikan kedalam bentuk perilaku sosialnya. 96 Perilaku sosial merupakan pengejawantahan dari otoritas kepribadian individu dalam interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Otoritas kepribadian seseorang didasarkan pada pengalaman teoritik, praktik, dan keberaniannya untuk mengekspresikan dalam bentuk gagasan, sikap dan perilaku sehingga terlihat kapasitas kepribadiannya. Keberanian mengekspresikan kemampuan diri merupakan hal penting agar seseorang dapat menunjukkan kapasitasnya dan agar orang-orang sekitarnya dapat mengenalinya, kadang ada inidvidu yang cakap, cerdas tetapi karena ia pemalu maka orang lain sulit mengenali kapasitas yang sesungguhnya, di sisi lain ada orang yang kemampuannya sedang-sedang saja tetapi karena keberanian berekspresi tinggi maka ia dikenal orang-orang sekitarnya sebagai berkepribadian yang unggul. Untuk menjadi kepribadian yang unggul, perlu mensinergikan kemampuan internal yang meliputi kapasitas fisik dan psikis, dan kemampuan eksternal yaitu lingkungan sosial sekitarnya baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Sinergisitas antara potensi internal: fisik dan psikis dengan potensi eksternal: lingkungan sosial dan lingkungan fisik menghasilkan kepribadian yang dinamis dan merdeka sebagai modal sosialnya untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial menyediakan beragam informasi dan fenomena-fenomena sosial alamiah yang apabila dikelola dengan baik akan menghasilkan sistem simbol, sistem simbol inilah kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi dihasilkan oleh manusia akademik untuk kepentingan manusia pada umumnya, baik kepentingan teoritis maupun praktis, sehingga masyarakat makin dinamis, 97 progresif, dan berperadaban tinggi. Dedikasi oleh individu atau kelompokkelompok untuk menghasilkan IPTEK itu didorong oleh dua sistem instrumen yang secara alami dimiliki oleh manusia, yaitu dorongan internal dan dorongan eksternal. Kedua dorongan ini disebabkan oleh pengetahuan, kesadaran atas pengetahuan itu yang kemudian mewujud dalam tindakan nyata, seperti tindakan memilih dalam suatu pemilihan kepemimpinan mulai pada tingkat desa, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Nasional merupakan sistem simbol, kemampuan dan kemauan merealisasikan hak politiknya merupakan ukuran kebaikan pribadinya, kebaikan kepribadian dapat diukur dari berbagai indikator aspek jasmaniyah dan aspek ruhaniyah, perilaku demikian diperlukan sebagai wujud kemauannya merealisasikan amanat sebagai pemakmur atas kekholifahannya di dunia. Tindakan memilih yang berkembang di Kabupaten Trenggalek misalnya dari hasil pengumpulan data terhadap subyek penelitian ada yang dilakukan karena adanya dorongan internal masing-masing, sebagaimana diakui oleh subyek berikut, “saya memilih ketika pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 karena kesadaran dan tidak mau diiming-imingi materi oleh team suksesnya”. (W.SW-10.FP03.11072015). Senada dengan pendapat tersebut disampaikan oleh subyek yang mengaku baru memilih tahun 2014, “sejak awal saya suka kepada calon presiden tertentu melalui siaran televisi”. (W.SW11.FP03.11072015). Yang juga menarik adalah pandangan subyek sebagai berikut. 98 Sejak dulu saya fanatik terhadap pantai politik tertentu, meskipun saya bukan seorang partai, siapapun yang dicalonkan sebagai Presiden dan wakil presiden oleh partai politik yang saya sukai pasti mendukung dalam bentuk memilih calon presiden dan wakilnya. Saya tidak peduli siapapun yang dicalonkan, karena menurut saya pengurus partai pasti mempunyai pertimbangan yang menurutnya akan dapat mensejahterakan masyarakat, mereka tidak mungkin gegabah dalam menentukan calonnya. (W.SW-12.FP03.11072015). Menarik untuk lebih banyak mencari sumber informasi (subyek) penelitian pada kalangan tertentu, misalnya yang berkarakter pemilih cerdas untuk mengetahui lebih detail faktor apakah yang determinan menentukan perilakunya. Untuk itu, peneliti mewawancarai beberapa subyek yang terpelajar, memiliki pengetahuan tentang demokrasi, hal ini dimaksudkan sebagai pengimbang data yang diperoleh sebelumnya, sebagaimana dituturkan oleh subyek berikut, “saya kira tidak semua pemilih tertarik dengan imingiming dalam suatu pemilihan umum apapun, sejak awal menjadi pemilih saya tidak pernah tertarik dengan iming-iming seperti itu, karena itu sampai sekarang tidak ada team yang berani memberiku sesuatu”. (W.SW13.FP03.12072015). Senada dengan yang disampaikan oleh subyek yang mengaku sudah kali mengikuti pemilihan Presiden dan wakil Presiden, ia tiga tahun lalu telah menamatkan studinya di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Malang, kepada peneliti ia menyampaikan sebagai berikut. Dua kali saya mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pada saat pertama kali mengikuti pemilu saya dikasih uang rokok oleh salah seorang yang mengaku dari team calon, kebetulan saat itu kami bersama teman-teman bertemu di sebuah warung kopi. Tetapi untuk pemilu yang kedua saya menolak untuk menerima sesuatu dari team calon, karena menurut pandangan saya hal tersebut tidak baik dan apalagi 99 kebetulan saya tidak suka dengan calonnya tersebut. (W.SW14.FP03.12072015). Gambar 4: Pengaruh Orang-Orang Terdekat Kedekatan emosional antara pemilih dengan calon Presiden dan Wakil Presiden tidak semata-mata faktor emosional dengan kandidatnya tetapi juga karena team di tingkat lokal, sebagaimana diutarakan oleh subyek ini, “saya mengenal sekali beberapa team dari salah satu kandidat, saya tahu sepak terjangnya selama ini, karena itu meskipun menurut orang lain kandidatnya baik saya tidak mau mencoblos kandidat tersebut, saya tidak suka dengan teamnya”. (W.SW-15.FP03.13072015). Lain halnya dengan subyek berikut, ia tidak suka kepada calon Presidennya tetapi karena merasa cocok dengan wakilnya ya dengan merasa terpaksa ia memilihnya, berikut penuturannya. Awalnya saya tertarik terhadap suatu artikel yang pernah saya baca tentang calon presiden dan team pusatnya dan sinerginya dengan jaringan Internasional, sejak itu saya tidak tertarik dengannya, tetapi saya dillema karena calon wakilnya secara emosional keorganisasian keagamaan dekat atau sama dengan saya, oleh karena itu dengan merasa terpaksa saya tetap memilihnya. (W.SW-16.FP03.13072015). Ketidaksukaan pemilih terhadap suatu calon atau kandidat dipengaruhi oleh bacaannya, hasil dari bacaan masing-masing orang menghasilkan sikap 100 yang sebelumnya dilalui melalui proses merenung dan mereproduksi menjadi sikap, sikap pada akhirnya menentukan perilaku yang diambil memilih atau tidak memilih. Yang terakhir inilah akan mengembang kepada teman-teman pergaulan lainnya (peer group) sehingga menjadi suatu sikap dan perilaku umum dalam peer group tersebut. Antara individu satu dengan individu lainnya selalu mengalami proses menerima dan memberi (take and give), proses demikian merupakan hal yang lazim pada suatu perkumpulan, baik yang formal maupun nonformal, bahkan individu yang sebelumnya berfungsi sebagai pemberi pada suatu saat akan berbalik menjadi penerima, disinilah konsep asimilasi, imitasi, dan sosialisasi, menemukan konteksnya. Dalam konteks ini relavan dengan apa yang disampaikan oleh subyek berikut ini. Sebagai pemilih pemula, jujur saya sebetulnya tidak memahami pemilihan dan masing-masing calon presiden dan wakil presiden pada waktu itu, suatu saat ketika kami berkumpul di suatu warung kopi, ada teman datang dan kebetulan membawa suatu selebaran berbentuk artikel tentang latar belakang organisasi keagamaan masing-masing team suksesnya, kemudian kami terlibat dalam diskusi yang cukup mengasyikkan, dari diskusi dan membaca selebaran itulah saya mengetahui dan memahami masing-masing kandidat dan berpengaruh terhadap pilihan saya ketika itu. (W.SW-17.FP03.13072015). Setiap hal yang dikaitkan dengan konteks sosial selalu mewujud dalam bentuk yang cukup kompleks, yang jika awalnya sesuatu itu terlihat sederhana tetapi mengembangkan menjadi kompleks, yang awalnya nampak monolistik berubah menjadi dualistik, yang awalnya berdimensi tunggal bisa berkembang menjadi berdimensi banyak. Banyaknya teman-teman yang dekatnya dengan individu bersangkutan makan memperbanyak ragam informasi ang diterima sehingga memungkinkan banyak pilihan informasi yang kadang 101 membingungkan subyek. Berikut penuturan subyek betapa ia makin bingung ketika memahami orang-orang, baik yang secara langsung terlibat dalam team sukses masing-masing kandidat maupun yang terlibat secara tidak langsung, baik yang terlibat di level Nasional, Propinsi, disktrik (Kabupaten) maupun pada level akar rumput. Terus terang pemilu presiden dan wakil presiden cukup membingungkan dan dillematis bagi pemilih, seperti saya selalu mempertimbangkan banyak hal dalam memilih, misalnya aspek visi, misi dan program; sepak terjang dalam jabatan sebelumnya; jaringan politiknya; jaringan orang-orang terdekatnya; jaringan pendanaannya; team sukses mulai dari pusat hingga akar rumput. Tentu hal ini cukup membingungkan, tetapi dari semua faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan tersebut, saya lebih fokus mempertimbangkan integritasnya. (W.SW-15.FP03.13072015). Faktor suka dan tidak suka (like and dislike) terhadap calon sebagaimana dideskripsikan di atas dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologis, seseorang memilih karena ada beberapa hal, diantaranya adalah visi misi dan program kandidat, kedekatan emosional dengan partai pengusungnya, team suksesnya (level Pusat, Propinsi, Kabupaten, dan Desa), jaringan pendanaannya, dan sebagainya. Beberapa indikator kesukaan dan ketidaksukaan pemilih terhadap kandidat tersebut merupakan sumber pengetahuannya, yang darinya melahirkan suatu “sikap”, sikap memilih atau tidak memilih, yang bermuara pada perilaku pemilih. Kita dapat menyaksikan beragam perilaku pemilih dalam setiap proses pemilihan presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi seperti sekarang ini. Kemerdekaan pemilih dalam menentukan sikap dan perilakunya telah mendapatkan porsi yang tinggi, 102 tidak ada paksaan, tidak ada intimidasi, tidak ada tekanan dan lain sebagainya dari beberapa pihak. Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Perilaku memilih (voting behavior) dalam suatu pemilu merupakan suatu respons psikologis dan emosional yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik mendukung suatu partai politik atau kandidat dengan cara mencoblos surat suara. Mencoblos kandidat tertentu atau tidak mencoblos sekalipun merupakan wujud dari perilaku pemilih, yang merupakan pengejawantahan dari pengetahuan detailnya terhadap situasi, kondisi, dan fakta kandidat dan kesleruhan indikator sebagaimana diuraikan di atas. E. Tafsir Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih Secara umum perilaku pemilih di Kabupaten Trenggalek tumbuh disebabkan oleh adanya stimulan-stimulan eksternal sehingga menumbuhkan motiv-motiv internal pada diri individu pemilih. Kata motiv berasal dari bahasa inggris, “motion” yang berarti gerakan atau sesuatu yang menggerakkan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), motiv adalah alasan atau sebab seseorang melakukan sesuatu. Motivasi dapat dipahami sebagai dorongan yang timbul dalam diri seseorang individu secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Setidaknya terdapat tiga hal timbulnya motivasi, yaitu: kesadaran, tujuan (dalam bentuk keinginan, nafsu, kebutuhan dll) dan proses/usaha untuk merealisasikannya. Kesadaran merupakan kondisi kejiawan dari hasil pengetahuan, dan pemahaman atas 103 realitas situasi dan kondisi tertentu dari suatu obyek yang menjadi awal perlunya melakukan tindakan untuk berubah. Kebutuhan atau tujuan merupakan media penggerak atau pendorong terjadinya kesadaran untuk melakukan gerakan atau usaha-usaha secara sistematis sebagai upaya merealisasikannya dalam kehidupan nyata keseharain individu. Namun juga perlu dipahami bahwa keinginan, kebutuhan, dan tujuan saja tanpa diikuti sikap bergerak untuk merealisasikannya hanya akan menjadi impian saja, dengan demikian dapat dipahami bahwa motif berkaitan erat antara kesadaran, kebutuhan/tujuan, dan gerak. Motiv juga dapat dipahami sebagai suatu keadaan dari dalam diri seorang individu yang dapat memberi kekuatan, menggiatkan dan menggerakkan yang kemudian disebut dengan motivasi, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan-tujuan. Memotivasi berarti membangkitkan motiv, membangkitkan daya gerak, menggerakkan seseorang atau diri sendiri melakukan sesuatu untuk mencapai suatu kepuasan atau tujuan. Gerakan mencapai tujuan atau kepuasan adalah gerakan yang sadar dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, baik potensi internal maupun eksternal, gerakan yang tidak tersadarkan tidak bisa dinamakan motif tetapi sebuah gerakan ketepatan atau reflektif. Setiap individu manusia sesungguhnya mempunyai kebutuhan, keinginan sebagai media untuk mempertahankan eksistensi diri dan mendapatkan tujuannya. Bentuk-bentuk keinginan atau tujuan realitasnya bermacam-macam, yaitu: bersifat jasmaniah dan ruhaniah, kedua bentuk ini pada prinsipnya terus mengalami perubahan sesuai dengan 104 tingkat, status, sosio-geografis, dan dinamika lingkungan sosialnya. Semakin dinamis lingkungan sosial seseorang maka semakin dinamis bentuk-bentuk keinginan dan tujuan hidup seseorang, baik tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Proses interaksi timbal balik antar ketiga unsur tersebut terjadi didalam diri individu, namun dapat dipengaruhi oleh hal-hal diluar diri individu. Motif tidak selalu terjadi dengan sendirinya, ia kadang merupakan bentuk reaksi yang tersadarkan atau tidak tersadarkan atas stimulan dari pihak luar. Reaksi tersebut yang kemudian membentuk dorongan (impuls) yang pada dasarnya merupakan refleksi atas pemaknaan subyek terhadap simbol-simbol yang ditangkapnya melalui inderanya. Reaksi ini dapat berbentuk negatif dan juga sebaliknya, hal ini sangat tergantung dari kesadaran subyektif individu dan dinamika eksternal. Kenyataannya, bisa saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu yang relatif singkat jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin tercapai. Perspektif hambatan atau tidak dalam mencapai tujuan atau keinginan pada dasarnya bersifat relatif, tergantung dari bagaimana subyek memaknai realitas yang dihadapi. Pemaknaan ini dipengarui oleh tingkat kualitas pengalaman subyektif individu dan kemampuannya menemukan solusi alternatif. Bagi mereka yang terbiasa dengan situasi yang tidak menentu akan lebih mudah menemukan alternatif tindakan, sebaliknya bagi yang tidak terbiasa mengalami dinamika hidup maka akan lebih rentan, inilah yang akhirnya melahirkan tingkah laku atau sikap baru terhadap realitas. 105 Pemahaman demikian menghasilkan makna bahwa setiap tingkah laku individu manusia merupakan hasil dari hubungan dinamika timbal balik antara tiga faktor di atas. Dalam implementasinya ketiga faktor tersebut berperan menghasilkan perilaku walaupun faktor yang satu lebih besar peranannya dibandingkan faktor-faktor lainnya. Ketika mereaksi suatu fenomena yang sama, tingkah laku subyektif antara individu satu dengan individu lainnya bisa berbeda-beda, perbedaan tersebut disebabkan kondisi energi positif dan energi negatif internal subyektif individu bersangkutan. Energi negatif adalah dorongan yang memancarkan aura buruk dan gelap, seperti: kebencian, negativistic, rasialisme, pemaksaan kehendak, arogansi, iri hati, dengki, sikap tidak peduli dan fatalistis, malas, paranoia, feodalisme, ekslusivisme, ekstrimisme, fitnah, apatis, pesimis dan lain sebagainya. Sedangkan, energi positif adalah dorongan yang memancarkan aura sehat dan terang, seperti; sikap positivistic, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang lain, altruisme, gotong royong, suka menolong orang lain, sikap moderat, sikap inklusif, pluralisme, multi-kulturalisme, humanisme, filantropi, egalitarianisme, sikap sportif, toleransi, harmoni dan lain sebagainya. Dalam praktik keseharian, kita selalu bertemu dengan orang yang didalamnya terdapat kedua energi ini, ada orang yang selalu menjelek-jelekkan orang lain, tidak bisa melihat orang lain maju, selalu menggerutu, selalu psimis. Sebaliknya juga ada orang yang selalu positif, dinamis, simple, progresif, fleksibel, optimis, suka membantu orang lain, dan selalu cenderung berbuat baik kepada orang lain baik ketika dalam kondisi sulit maupun mudah. 106 Energi, baik positif maupun yang negatif berfungsi sebagai salah satu stimulan, pendorong, atau pembangkit energi bagi terjadinya tingkah laku individu subyek. Semua tingkah laku yang diaktualisasikan oleh setiap individu disebut sebagai tingkah laku yang bermotif, tingkah laku yang dilatarbelakangi oleh adanya keinginan, kebutuhan, dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan agar suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan. Selain itu, motif bagi manusia dapat menjadi perantara untuk menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan lingkungan sosial sekitarnya. Setiap perbuatan seseorang dimulai dengan adanya suatu ketidakseimbangan pada diri individu bersangkutan, keadaan tidak seimbang ini tidak menyenangkan bagi individu tersebut sehingga timbul keinginan dan/atau kebutuhan untuk meniadakan ketidakseimbangan tersebut. Kebutuhan-kebutuhan diterima oleh sistem reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsangan dari luar kemudian dialihkan ke sistem efektor yang berfungsi untuk menggerakkan, yang dimulai dari gerakan ruhaniyah (otak timbul niat) diikuti dengan gerakan jasmani sebagai bentuk respon atau kerjasama antara otak dengan anggota tubuh manusia sehingga melahirkan perilaku seseorang individu bersangkutan, jika simbol yang diterima dari otak menandakan negatif maka sikap dan perilakunya negatif, dan begitu pula sebaliknya. Menurut Cassirer (dalam Hans J. Daeng, 2008: 80) bahwa manusia merupakan animal symbolicum. Kesimpulan Cassirer tersebut didasarkan pada hasil penelitian J.Von Uexkuell tentang binatang bahwa setiap organisme mutlak dicocokkan dengan lingkungannya (umwell). Sesuai dengan struktur 107 anatominya, setiap organisme mempunyai sistem reseptor (merknetz) yang berfungsi sebagai penerima rangsangan dari luar, dan terdapat sistem efektor (wirknetz) yang berfungsi sebagai pereaksi terhadap rangsangan dari luar tersebut. Kedua sistem ini menjalin kerja saling melengkapi, bahu membahu sebagai prasyarat bagi kehidupan setiap organisme, dan keterjalinan kedua sistem ini disebut sebagai lingkaran fungsional (funktionskreis) binatang. Lebih lanjut menurut Cassirer bahwa lingkaran fungsional itu lebih luas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif setelah mengalami perubahan. Antara sistem reseptor dengan efektor terdapat sistem simbolik yang membedakan manusia dengan binatang. Setiap manusia mempunyai ketiga sistem fungsi tersebut sesuai dengan tingkat kualifikasinya sehingga dapat menghasilkan pengetahuan, konsep, teori, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan bahkan peradaban yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya dan terus mengalami penyempurnaan sampai tak berbatas waktu. Fenomena perilaku pemilih yang diaktualisasi oleh para pemilih di Kabupaten Trenggalek diantaranya dapat dianalisa dengan menggunakan tiga asumsi dasar, yaitu: 1). Pandangan tentang sebab akibat (causality), bahwa tingkah laku manusia itu sesungguhnya ditimbulkan oleh penyebab, sebagaimana tingkah laku benda-benda alam yang disebabkan oleh kekuatan yang bergerak pada benda-benda alam tersebut. Sebab, merupakan hal yang mutlak bagi suatu paham bahwa lingkungan dan keturunan mempengaruhi tingkah laku dan bahwa apa yang ada di luar mempengaruhi apa yang ada di dalam. 2). Pandangan tentang arah, tujuan (directedness) dari suatu perilaku, 108 bahwa perilaku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu tetapi juga mengarah pada sesuatu tujuan tertentu, karena manusia pada hakekatnya ingin menuju sesuatu. 3). Konsep tentang motivasi yang melatarbelakangi perilaku, yang dikenal juga sebagai suatu desakan, keinginan (want), kebutuhan (need) dan dorongan (drive). Berdasarkan pada pandangan dan analisis di atas berikut ini peneliti bahas beberapa konsep yang berdasarkan data dari hasil wawancara berpengaruh atau menjadi penyebab perilaku sosial pemilih di Kabupaten Trenggalek, yaitu: Faktor sosial ekonomi, orang terdekat, dan kedekatan emosional. Ketiga faktor ini jika dianalisis menggunakan teori behavioristik, maka dapat disederhanakan menjadi dua faktor utama, yaitu: Pertama, faktor stimulan yang berada di luar individu pemilih yakni faktor sosial ekonomi dan orang-orang terdekat pemilih. Kedua, faktor respon yang berada di internal jiwa pemilih yakni faktor emosional. Sebagaimana dipahami dari hasil penelitian di atas, faktor sosial ekonomi yang dimaksud adalah hal-hal di luar pemilih yang bersifat material sebagai instrumen untuk menggerakkan atau membentuk perilaku pemilih, baik menggerakkan untuk mencoblos maupun menggerakkan untuk memilih kandidat tertentu. Sementara faktor orang-orang terdekat dipahami tidak saja orang yang setiap hari berada dekat dengan pemilih tetapi juga orang-orang yang berada di sekitar kandidat yang dipahami dan dikenal oleh calon pemilih. Sedangkan faktor emosional adalah menunjuk kepada hubungan emosional antara pemilih dengan kandidat, baik aspek wilayah kepribadiannya maupun aspek wilayah partai pemngusungnya. 109 Ada banyak faktor penyebab dari perilaku pemilih sebagaimana dijelaskan sebelumnya, faktor inilah yang dalam konsep teori behavioristic dipahami sebagai hal penting yang menggerakkan perilaku pemilih, diantaranya adalah berupa iming-iming dari kontestan (kandidat), baik yang bersifat material maupun nonmaterial. Bagi kelompok ini, hanya ada dua pilihan, yaitu: datang ke TPS mencoblos atau tidak datang ke TPS atau golput. Dalam kajiannya Novel Ali (1999: 22), kelompok ini disebut sebagai golput awam yakni kelompok yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan politik tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. kelompok inilah yang rentan hak politiknya ditukar dengan uang (money politic), dalam konsep mereka harus ada pengganti transport dan biaya meninggalkan pekerjaan, ibaratnya kalu bekerja setengah hari biasanya mendapat Rp. 25.000,- maka dengan diberi uang sebesar itu atau lebih hak bisa ditukar, bahkan ada yang hanya diganti dengan kaos, topi, atau kerudung sebagaimana hasil penelitian di atas. Faktor penyebab dapat berbentuk dua hal, yaitu: Individu orang lain (peer gorup, team sukses, dan orang terdekat), dan hadiah atau imbalan. Predisposisi politik orang-orang terdekat pemilih sebagaimana data di atas juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemilih, orang terdekat dalam konteks penelitian ini diantaranya adalah ayah, ibu, peer group, team sukses yang dikenal, orang-orang yang sering ketemu di warung kopi, atau tempat-tempat lainnya yang memungkinkan pemilih dapat bertemu dan diskusi secara nonformal sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan, pemahaman, 110 pandangan, dan sikap pemilih. Relevan dengan hasil penelitian ini adalah hasil penelitiannya Gerald Pomper (1978) yang berhasil memerinci tentang pengaruh pengelompokan sosial dalam studi tentang voting behavior ke dalam dua variabel, yaitu: variabel predisposisi sosial ekonomi keluarga pemilih dan predisposisi sosial eknomi pemilih (voter). Kedua variabel ini mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku memilih seseorang. Artinya, preferensi politik keluarga, apakah preferensi ayah atau ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak. Sedangkan imbalan yang diterima pemilih berupa material dan nonmaterial, pemberian semacam sudah jamak terjadi pada setiap event pemilihan, baik pilkades, pilkada, pileg, dan/atau pilpres yang dalam konsep penelitian ini dipahami sebagai money politic. Bahkan istilah money politic diperhalus supaya terkesan wajar dengan istilah biaya politik, karena dimasukkan dengan kategori biaya politk maka diharapkan semua masyarakat (penerima dan pemberi) menganggap sebagai hal yang wajar dan biasa sebagai modal politik kandidat. Tujuan dari perilaku pemilih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: material pragmatisme dan nonmaterial idealisme. Kelompok pertama berpandangan atau beranggapan bahwa event pemilu merupakan sarana transaksi antara kandidat dengan pemilih, biasanya kelompok ini didominasi oleh pemilih yang secara pendidikan formalnya rendah sebagaimana hasil penelitian di atas atau dalam konsep di atas disebut sebagai pemilih awam. Mendapatkan imbalan merupakan tujuan jangka pendek pilihan politiknya yang harus diraihnya dalam pesta demokrasi, misalnya mendapat uang 111 transport, uang ganti meninggalkan pekerjaan, kaos, topi, dan kerudung, uang rokok, uang makan, dan lain sebagainya. Sedangkan kelompok kedua didominasi oleh kelompok pemilih yang berpendidikan formal tinggi, relasinya luas, jaringannya kuat ke atas, mempunyai akses politik, dan mempunyai akses informasi. Implementasi perilaku politknya diarahkan atau ditujukan untuk merealisasikan idealisme pengetahuan, pandangan, dan sikapnya berpartisipasi dalam rangka mewujudkan proses demokrasi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Kelompok kedua ini mewakili dari kelompok pemilih rasional, yang didasarkan pada asumsi bahwa memilih adalah berusaha memaksimalkan manfaat yang diharapkannya dari kesempatan dalam persaingan pilihan. Model ini memandang ke depan berkaitan dengan implikasi dari pilihan yang dibuatnya. Pemilih dari model ini mengandalkan kepada orientasi informal yang diperolehnya saat itu. (Himmelweit, dkk, 1981: 34). Model ini tidak hanya mengandalkan aspek ideologi semata dan latar belakang pilihannya terdahulu, tetapi juga memperhatikan dinamka politik yang terjadi saat itu dengan mengaitkannya dengan keadaan diri dan lingkungannya. Dengan demikian, rasionalisasi yang dilakukan pemilih lebih merujuk kepada keuntungan yang akan didapatnya yang lebih luas, kalau memilih suatu partai politik. Rasionalisasi politik adalah suatu proses penggunaan pikiran oleh individu untuk memikirkan, menimbang dan memutuskan suatu tindakan politik yang sesuai dengan realitas politik yang berlangsung dan mampu memperkirakan kemanfaatannya keputusan yang dibuat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. (Robert E Goddin, 1976: 103). 112 Motivasi merupakan dorongan internal individu pemilih sebagai bentuk respon atas stimulan eksternal individu pemilih, motivasi pemilih sebagaimana hasil penelitian di atas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: motiv material dan motiv nonmaterial. Motiv material adalah setiap imbalan materi yang diinginkan oleh pemilih atau dijanjikan oleh kandidat sehingga dapat mendorong perilaku pemilih untuk merealisasikan hak politiknya, ada banyak varian motiv material ini sebagaimana disinggung di atas. Motiv nonmaterial adalah setiap imbalan yang mungkin dapat direalisasikan jika hak politiknya ditunaikan, diantaranya adalah idealisasi negara kebangsaan, terwujudnya kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, transparansi pemerintahan, dan sebagainya. Kedua bentuk motiv ini memiliki peran cukup signifikan dalam menggerakkan individu manusia dalam merealisasikan hak politiknya, bedanya motiv pertama dicapai dalam jangka pendek bahkan dapat terjadi seketika sedangkan motiv yang kedua membutuhkan waktu yang cukup bahkan jangka panjang. Motiv-motiv ini dalam perkembangannya mengalami dinamika yang cukup massif ketika euforia politik terjadi, ia tidak saja menjadi energi yang mampu mendorong pikiran dan tindakanya nyata dalam mewujudkan hak-hak politiknya, tetapi dapat berubah menjadi tujuan dari semua tindakan individu pemilih bersangkutan. Unsur-unsur yang pembentuk perilaku sosial pemilih dapat disenrgikan analisisnya dengan karakteristik pemilih di Kabupaten Trenggalek, yang dapat dipetakan menjadi tiga golongan, yaitu: Pertama, Beberapa pemilih berada di wilayah yang merupakan kumpulan komunitas masyarakat yang terbentuk atas 113 dasar sistem kekerabatan (gemeinschaft by blood ), dan yang menjadi pemuka masyarakat tersebut berasal dari keluarga terkemuka dari segi sosial ekonomi atau ketokohannya, sehingga warga masyarakat seringkalinya. Sikap ini mencerminkan adanya dominasi ketokohan yang berperan untuk menentukan sikap dan perilaku serta orientasi warga bergantung pada pemuka masyarakat tersebut. Sikap dan model perilaku paternalistik warga masyarakat secara turun temurun tidak pernah berubah meskipun terdapat berbagai perubahan dalam kondisi sosial ekonomi, tidak terpengaruh perubahan sosial budaya masyarakat setempat. Kecenderungan untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berbagai kehidupan sosial ekonomi, sosial politik maupun sosial budaya, terbatas pada adanya sistem ide atau gagasan dari pemuka masyarakat untuk memodifikasi sistem sosial dan sistem budaya yang sudah mapan dalam kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi dan dinamika masyarakat. Faktor ini menjadi kendala bagi kandidat untuk menerobos masuk ke dalam komunitas masyarakat langsung. Jika kandidat berhasil masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut, hanya sebatas etika pergaulan masyarakat yaitu menerima setiap tamu yang bersilaturahmi, tetapi tidak akan mengikuti apa yang diinginkan oleh kandidat yang bersangkutan. Kedua, ikatan primordialisme keagamaan. Jika seorang kandidat memiliki latar belakang ikatan primordialisme yang sama dengan ikatan primordialisme masyarakat, maka hal tersebut menjadi alternatif pilihan masyarakat. Ikatan primordial keagamaan ini bermetamorfosis menjadi ikatan emosional yang tentu menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat untuk 114 menentukan pilihannya. Indikator dari ikatan emosional masyarakat antara lain; sistem kekerabatan, agama, asal daerah, tempat tinggal, ras/suku, budaya, status sosial ekonomi, dan sosial budaya. Hal tersebut terlihat pada basis komunitas masyarakat di daerah pemilihan atau kantong-kantong basis massa yang ditandai dengan adanya simbol-simbol partai yang memberikan gambaran dan sekaligus sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut merupakan kantong basis massa partai tertentu. Ketiga, komunitas masyarakat yang heterogen cenderung lebih bersifat rasional, pragmatis, tidak mudah untuk dipengaruhi, terkadang memiliki sikap ambivalen, berorientasi ke materi. Sikap dan pandangan untuk memilih atau tidak memilih dalam proses politik lebih besar, sehingga tingkat kesadaran dan partisipasi politiknya ditentukan oleh sikap dan pandangan individu yang bersangkutan, tidak mudah untuk dipengaruhi oleh tokoh atau ikatan primordialisme tertentu. Kondisi sosial masyarakat pada strata demikian diperlukan adanya kandidat yang memiliki kapabilitas yang tinggi baik dari aspek sosiologis (memiliki kemampuan untuk mudah beradaptasi dengan kelompok masyarakat dan mampu mempengaruhi sikap dan orientasi komunitas masyarakat tersebut), atau popularitas dan reputasi tinggi pada kelompok masyarakat tersebut. Jika hal tersebut mampu dilakukan oleh seorang kandidat, maka sangat terbuka perolehan suara pemilih didapat dari komunitas masyarakat tersebut. Kelompok terakhir ini banyak diwakili oleh pemikih dari kalangan terpelajar di Kabupaten Trenggalek. Tingkat keterpilihan seorang kandidat 115 idealnya pada kelompok demikian harus memenuhi standar yang diinginkannya, yakni: Seberapa besar kontribusi dan partisipasi kandidat terhadap pemilih atau kelompok pemilih, kapabilitas intelektual, kapabilitas kepemimpinan, kapabilitas etika dan moral, kejelasan tentang visi dan misi serta program yang disampaikan kandidat, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat banyak atau tidak. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka pemilih pada kelompok ini akan beralih sikap dan orientasinya ke kandidat lain. Berdasarkan pada analisis terhadap hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya perilaku sosial politik pemilih di Kabupaten Trenggalek adalah faktor sosial ekonomi, faktor orang-orang terdekat, dan faktor kedekatan emosional. Faktor sosial ekonomi adalah semua jenis imbalan yang dijanjikan oleh kandidat atau team sukses, baik yang berbentuk materi maupun nonmateri. Faktor orang-orang terdekat adalah semua orang yang memungkinkan mempengaruhi predisposisi politik pemilih diantaranya orang tua pemilih (ayah dan ibu), suami atau istri, anggota team sukses kandidat, dan peer group. Sedangkan faktor kedekatan emosional adalah kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol pengusung yang didasarkan adanya kesamaan dalam bidang agama, organisasi, asal daerah, dan sebagainya. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi para pemilih pada tataran pengetahuan, pandangan, sikap, dan bermuara pada perubahan perilaku sosial politik pemilih, dari tidak mengetahui tentang penting dan perlunya masingmasing warga negara menyalurkan hak politiknya menjadi paham tentang 116 urgennya setiap warga menyalurkan hak politiknya, dari tidak tertarik mencoblos ke tempat pemungutan suara (TPS) menjadi bersedia ke TPS sehingga tingkat partisipasi pada masing-masing Kecamatan cukup tinggi, dari tidak tertarik pada pasangan tertentu menjadi tertarik untuk memilihnya. Dalam analisis ini juga ditemkan bahwa faktor sosial ekonomi, faktor orang-oramg terdekat, dan faktor kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat dalam dinamikanya bermetamorfosis menjadi penyebab, tujuan, dan motivasi para pemilih dalam mengaktualisasikan hak-hak politiknya. Berdasarkan hasil analisis ini, maka dapat disusun proposisinya sebagai berikut. Proposisi 2 Perilaku sosial politik pemilih dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, orang-orang terdekat, dan kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol. Proposisi Mayor Terbentuknya perilaku sosial politik pemilih dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, orang-orang terdekat, dan kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol melalui tahapan proses pematangan pengetahuan, pandangan, dan sikap. 117 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Fenomena perilaku sosial politik pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat dipahami melalui tiga model yaitu; (a) Perilaku sosial politik pemilih terbentuk melalui tiga proses tahapan, yaitu: pengetahuan, pandangan, dan sikap. (b) Unsur eksternal pembentukan perilaku sosial pemilih melalui proses sosial, interaksi sosial, dan imitasi terhadap perilaku sosial pemilih di masing-masing komunitasnya. (c). Terdapat ruang kreatifitas otentik masing-masing pemilih untuk mengaktualisasikan hak-hak politiknya, yang tidak selalu merupakan bentuk respon atas stimulan eksternalnya (imbalan material) dari kandidat. 2. Beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya perilaku sosial politik pemilih di Kabupaten Trenggalek adalah faktor sosial ekonomi, faktor orang-orang terdekat, dan faktor kedekatan emosional. Faktor sosial ekonomi adalah semua jenis imbalan yang dijanjikan oleh kandidat atau team sukses, baik yang berbentuk materi maupun nonmateri. Faktor orangorang terdekat adalah semua orang yang memungkinkan mempengaruhi predisposisi politik pemilih diantaranya orang tua pemilih (ayah dan ibu), suami atau istri, anggota team sukses kandidat, dan peer group. Sedangkan faktor kedekatan emosional adalah kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol pengusung yang didasarkan adanya kesamaan dalam bidang agama, organisasi, asal daerah, dan sebagainya. 118 B. Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disusun saran-saran kepada berbagai pihak yang terkait dengan topik penelitian, yaitu: Kepada para pemilih hendaknya, selalu meningkatkan kapasitas diri melalui proses membangun jejaring komunikasi dan informasi sehingga dapat ditingkatkan pengetahuan, pandangan, dan sikapnya sebagai warga negara yang baik sehingga dapat berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan negara bangsa, khususnya dalam event pemilu sebagai langkah awal untuk mewujudkan negara yang demokratis, adil dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Kepada parpol peserta pemilu, hendaknya serius melakukan pendidikan politik bagi warga masyarakat (konstituen) agar partisipasi mereka berkualitas dan berfungsi tidak hanya sebagai pemasok suara tetapi lebih dari itu mampu menjadi sparing partner untuk membangun parpol yang kredibel. Pendidikan politik bagi warga tidak hanya bersifat lima tahunan yang cenderung bersifat memobilisasi massa semata tetapi dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan berorientasi pada tujuan terbentuknya parpol dan warga masyarakat yang baik. Kepada team sukses kandidat, dalam bekerja hendaknya tidak hanya berorientasi pada pemenangan kandidat yanf bersifat janga\kan pendek dengan menghalalkan segala cara, tetapi akan lebih elegant jika pesta demokrasi tersebut dipahami sebagai pesta rakyat yang bersifat edukasi, seni politik yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan kecintaan warga negara untuk terlibat langsung dalam proses demokrasi yang berkualitas, masyarakat 119 menjadi memahami urgensinya pesta demokrasi sebagai bagian dari proses pembangunan negara yang mensejahterakan masyarakatnya, masyarakat bersedia meluangkan waktu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya terhadap setiap kandidat sehingga pemilu tidak hanya terkesan sebagai pasar politik. Kepada panitia penyelenggara pemilu (KPU) Kabupaten, hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan pemilu yang mampu memobilisasi massa secara sukarela mencari informasi yang mendukung pengetahuan, pandangan, dan sikapnya terhadap kandidat, dan menggerakkan perilaku sosial politiknya sebagai warga negara yang baik. Pemilu yang tidak hanya luber dan jurdil tetapi juga dapat memampukan warga masyarakat terlibat secara aktif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pembagian kerja, dan evaluasi penyelenggaraan di masing-masing komunitasnya. Kepada pengawas Kabupaten, hendaknya mampu mengawasi pelaksanaan pemilu secara transparan, profesional, dan adil. Menampilkan fungsi kepengawasan yang dapat memampukan pengetahuan, pandangan, sikap, dan pola perilaku sosial politik warga masyarakat bahwa keterlibatannya tidak parsial sebagai pemilih saja tetapi juga secara profesional terlibat dalam pengawasan di komunitasnya masing-masing, karenanya pembelajaran kepengawasan pemilu bagi warga menjadi urgen. Kegiatan panwas tidak sekedar menjalankan program sesuai dengan tupoksi dan juknis administratif tetapi juga dapat merangsang budaya kepengawasan warga masyarakat. 120 C. Rekomendasi 1. Memanfaatkan media-media komunikasi masyarakat untuk pendidikan politik dan pengawasan pemilu berbasis komunitas, yaitu: (a). Paguyubanpaguyuban komunitas (contoh: paguyuban bejak, paguyuban ojek, paguyuban vespa, paguyuban motor tua, paguyuban mobil tua, paguyuban petani, paguyuban peternak, warung kopi dan karambol, dan lain sebagainya sebagai media pendidikan politik dan pengawasan pemilu berbasis komunitas agar pemilu dapat berjalan langsung umum bebas, rahasis, jujur, dan adil (luber dan jurdil). (b). Lembaga-lembaga nonformal di masyarakat, seperti: penggerak PKK, posyandu, kelompok arisan, kelompok jam’iyah keagamaan, dan sebagainya dimanfaatkan untuk mensosialisasikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan dan pengawasan pemilu. (c). Bersinergi dengan berbagai media cetak dan online untuk pendidikan politik dan pengawasan pemilu, yang tidak hanya pada moment tertentu untuk memobilisasi massa tetapi juga dilakukan secara terencana, terstruktur, dan berkelanjutan agar warga masyarakat memahami hak-hak dan kewajiban politiknya sebagai warga masyarakat yang baik. 2. Bersinergi dengan berbagai pihak (perorangan dan kelembagaan) di Kabupaten untuk menyusun kurikulum pendidikan politik warga masyarakat dan mengimplementasikannya. Implementasi kurikulum pendidikan politik warga misalnya dikaitkan dengan kurikulum pendidikan kewarganegaraan (PPKn) pada tingkat sekolah menengah atas (SLTA) untuk meningkatkan partisipasi politik pemilih pemula. Bersinergi dengan percetakan dan/atau 121 pelukis untuk membuat komik bergambar (cetak dan online) bertema pendidikan politik warga masyarakat. 3. Meningkatkan peran-peran parpol dalam pendidikan politik warga masyarakat (konstituen). Pendidikan politik dalam konteks ini harus dipahami dalam pengertian yang lebih luas, bukan sekedar sosialisasi dan mobilisasi massa hanya pada event-event pesta demokrasi, tetapi dilakukan secara terpola dan berjenjang mulai dari penyusunan kurikulum, emplementasi, dan evaluasi. Mengembangkan pola dialog politik antara parpol dengan parpol, parpol dengan pemerintah, dan parpol dengan masyarakat dengan mengedepankan pemikiran-pemikiran yang ideal, progresif, dan berkemajuan untuk pembangunan dan pengembangan kapasitas warga masyarakat. Tokoh-tokoh politi perlu memposisikan diri sebagai “penjual” gagasan keummatan dan kebangsaan yang ideal, memahami konsep dasarnya, metodologinya, dan kemampuan mengimplementasikan dalam bentuk penyusunan visi, misi, program, dan kegiatan yang mencerminkan prinsip smart dalam model penyusunan program. 122 DAFTAR PUSTAKA Ali, Mahfud. (2003). “Money Politic dalam Pilkada”. Jurnal Hukum, volume XII, nomor 2, Oktober 2003, hal 227-234. Ali, Novel. (1999). Peradaban Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Badan Pusat Statistik. (2014). Kabupaten Trenggalek dalam Angka. Trenggalek: BPS Kabupaten Trenggalek. Berns, R.M. (2004). Child, family, school, community socialization and support. (6rd ed). United States: Thomson Wadsworth. Coleman, James, S. (2008). Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa Media. Coleman, James, S.(2008). Dasar-Dasar Teori Sosial Referensi bagi Reformasi, Restorasi dan Revolusi. Bandung: Nusa Media. Coleman, James. (1990). Foundation of Social Theory. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. Creswell, J.W. (1999). Research Design Qualitatif, Quantitative, And Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks California: Sage Publications. Fontana, A., & Frey, J.H. (1994). Interviewing The Art Of Science. (edit), Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook Of Qualitatif Research. Thousand Oaks California: Sage Publications. Fromm, Erich. (2001). Akar Kekerasan, Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fromm, Erich. (2001). Akar Kekerasan, Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gillin dan Gillin. (1954). Cultural Sociology, A Revision of an Introduction to Sociology. New York: The Macmillan Company. Goddin, Robert E. (1976). The Politics of Rational Man. Great Britain: The Pitmat Press Hans J. Daeng. 2008. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Himmelweit, H.T., Humpreys, P., Jaeger, M., & Katz, M. (1981). How Voters Decided: a Longitudinal Study of Political Attitudes and Voting Extending Over Fifteen Years. London: Academic Press. Holstein, J.A., & Gubrium, J.F. (1994). Phenomenology, Ethnomethodology, And Interpretive Practice. (edit) Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook Of Qualitative Research. Thousand Oaks: Sage Publications. 122 Huberman, A.M., & Miles, M.B. (1994). Data Management and Analysis Methods. (edit). (edit), Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook of Qualitatif Research. Thousand Oaks California: Sage Publications. Pomper, Gerald. (1978). Votres Choice: Varieties of American Electoral Behavior. New York: Dodd Mead Company. Schiffman, Leon G. and Leslie Lazar Kanuk. (2007). Consumer Behavior. Ninth Edition. New Jersey: Prentice Hall Internationa. 123 PEDOMAN WAWANCARA Petunjuk 1. Wawancara dilakukan secara terfokus, mendalam, dan bersifat terbuka. 2. Subyek penelitian yang dipilih diharapkan beragam, sehingga dapat mewakili semua kalangan di Kabupaten Trenggalek, baik dari aspek usia, area tempat tinggal, gender, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Fokus Wawancara 1. Fenomena Perilaku Pemilih, dengan indikator sebagai berikut: a). Pengetahuan, b). Pemahaman, c). Pandangan, d). Sikap, e). Perilaku 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih, dengan indikator sebagai berikut: a). Internal pemilih, b). Eksternal pemilih, c). Sifat stimulan, d). Sifat respon-respon pemilih. 124 Tanggal interview Tempat FILE NOTES : ...Juli 2015. : Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama : Sugianto Kode : SW-01 Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 40 tahun Jenis pekerjaan : Petani. Saya ikut pemilu sudah berapa kali ya mas...kok sudah lupa, seingatku dulu kalau pemilu yang mencoblos partai tidak ramai seperti sekarang ini. Dulu damai, enak, kalu sekarang heboh, banyak gambar caleg, banyak gambar parti....jadi bingung mas. Saya dan istri kalu pemilu ya biasa-biasa saja ga ikut-ikuatan seperti orang-orang, ya mas...maklum petani ga ada kaitannya pemilu dengan hasil pertanian, apalagi di Pule jauh dari kota, kalau ga kerja ya ga makan, kalau ga merumput ya mesakke sapine. Pilihan saya ketika pemilu Presiden dan Wakil Presiden banyak terpengaruh oleh sikap teman-teman saya, karena kadang saling gojlokan antar teman, apabila kalah dalam gojlokan biasanya disebabkan pengetahuan terhadap calon tertentu kurang kuat sehingga banyak terpengaruh oleh teman yang menang dalam gojlokan tersebut. Saat pemilu bagi masyarakat di sini, kebanyakan orang berpendapat bahwa dalam pemilihan kepala desa saja mendapatkan uang dari para kader, apalagi saat pemilihan presdien juga harus mendapatkan dana, kalau tidak ada uang yang diberikan oleh masing-masing team suksesnya ya lebih berladang saja, minimal kalau bisa ya sejumlah orang yang bekerja setengah hari. Di keluarga kami selalu seragam pilihannya ketika pemilu, toh semuanya bagi kami tidak mengenal, tahunya cuma dari telivisi. Selama mengikuti pemilu, saya bersama ini kadang beda pilihan, ini tergantung dari beberapa hal, diantaranya siapa dari team calon mendekati terlebih dahulu dan cocok, atau memberi imbalan. Kalau diberi dari dari dua team, ya suara kami bagi...saya untuk team satu dan istri untuk team yang kedua. Meskipun demikian, saya dan istri tidak pernah beramtem masalah pilihan dalam pemilu, begitu juga dalam pemilukada, pilihan kepala desa, dan sebagainya. Bagi kami pemilu hanyalah pesta yang katanya orang-orang pesta demokrasi. Demokrasi kuwi ya pilihan kita berbeda tetapi kita tetap rukun, guyub, teposeliro, tandang gawe, ora perlu tukaran sebab pilihan, toh setelah terpilih mereka juga tidak kenal kita, apa yang mau dibela mati-matian, mereka saja tidak membela kita, hanya untuk meraih suara rakyat, setelah pemilu ya lupa, dada...ngono kuwi wes ket niyen mas... 125 Tanggal interview Tempat FILE NOTES : ...Juli 2015. : Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama : Mukaji Kode : SW-02 Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 58 tahun Jenis pekerjaan : Pedagang Pada saat itu, ketepatan saya mengetahui lebih detail tentang masing-masing kandidat, yaitu pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan pasangan Prabowo Subiyanto dengan Hatta Rajasa. Pengetahuan itu saya peroleh dari seringnya saya mendapat informasi tentang yang bersangkutan di warung kopi, ketepatan saya memang sering ngopi dan kumpul dengan teman-teman sesama tukang makelar mobil. Saya tahu perihal kelebihan dan kekuarangan masing-masing calon versi pencinta warung kopi..teng Watulimo biasa waring kopi dijadikan tempat ngobrol ya apa saja lah mas yang dibicarakan, kadang bola, nelayan, BBM, politik, pemilu dan sebagainya. Menurut saya kok saya setuju pemilu dilangsungkan secara demokratis, karena dengan pemilu kesinambungan pembangunan bangsa dapat dijalankan. Lha kalao tidak ada pemilu njur pie? Sopo seng arep mimpin negoro...kan malah amoh to...pemilu lima tahunan sudah bagus, tertib, damai, aman, kalau ada ramairamai yang biasanya sebentar, hanya letupan emosional yang kalah dan kegembiraan bagi yang menang. Pertama kali kulo nderek pemilu milai jaman pak suharto, ket riyen kulo nggih derek coblosan mulai jaman pak Harto ngantos sak meniko, kadose biasabiasa mawon mboten nate rame, bar coblosan nggih bar. Sejak jaman saya masih muda, pemilu ya berlangsung damai, ora neko-neko, ora emosi-emosian, penting nderek nyoblos bar mggih wangsung, lanjutaken kerjo. Dalem memahami menawi bilih pemimpin meniko penting kagem masyarakat, milo memilih kadosepun inggih sae supados masyarakat langkung sae”. Awit riyen kulo nderek pemilu, kulo mboten patek paham politik, nanging menawi dipun kengken nyoblos nggih kulo coblos dateng TPS, sak eling kulo, selama meniko kulo nderek terus pemilu, kulo menyambut positif pelaksanaan pemilu, amergi kulo nggadai keyakinan bilih pemilu meniko penting kagem poro wargo Trenggalek sebagai bentuk partisipasi wintenipun pembangunan. Kulo waktu pemilu presiden lan wakil presiden diparingi yotro, terise engkang maringgi damel ganti bensin”. Kulo meniko pun sepuh, menawi wonten pilihan nopo mawon, pilihan ndeso lan lintune namung manut teng anak kalian teyangtiyang sekitar. Sak saget-sagete kulo selalu menyampaikan pada konco-konco yen perlu ngikuti coblosan sebagai warga masyarakat, baik coblosan presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati, dan kepala desa. Kalau tidak memahami calonnya ya 126 dipilih semampunya, ikut-ikutan teman atau melihat televisi, sekarang banyak yang menyiarkan tentang pemilu, ada radio, televisi, koran, majalah, gambargambar di jalan, dan kumpulan-kumpulan di desa lainnya, banyak orang memanfaatkan forum tersebut untuk mendiskusikan berbagai hal termasuk pemilu. Dari segi usia memang saya termasuk sudah tua, tetapi saya masih sering kumpul dengan lainnya, ya ga mesti, kadang di warung, kadang di warung kopi, kadang ya di jalan-jalan atau di pinggir laut. Koncone akeh mas dadi ya di manamana ketemu bisa ngobrol banyak hal, sepanjang yang saya tahu, teman-teman mendukung adanya pemilu, mereka sadar kalau mencoblos itu penting dilakukan karena itu menunjukkan sebagai warga yang baik, selain juga untuk mendukung pemerintah dalam pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan. Tanggal interview Tempat FILE NOTES : ...Juli 2015. : Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama : Suwito Kode : SW-03 Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 53 tahun Jenis pekerjaan : Pedagang Ngapunten mas, kahanane griyo kados mekaten reget, ngapunten meniko saking merumput, maklum kambing katah nggih merumput kedah katah ben kaminginpu saget lemu-lemu, kulo gadah kambing 10 ekor, menawi butuh kados kagem mbayar sekolahnipun Rangga mboteb keteteran Sejatosipun kulo nderek pemilu sampun sering, nangin manwi riyen pemilu kadose namong pesta lima tahunan, mboten ngertos masing-masing calon, benten kalian sakmeniko sedoyo negrtos calonipun. Sebetulnya saya mengetahui masingmasing kandidat ya hanya melalui televisi (TV) tetapi karena saya merasa cocok ditambah dengan pengaruh positif dan negatif tentang suatu kandidat, tetapi seakan-akan saya mengetahui lebih detail dan bertahun-tahun bergaul dengan suatu kandidat, padahal sesungguhnya saya tahunya ya melalui televisi dan kesehatan. Pemilu ket riyen nggih enting supados saget memilih presiden, wakil presiden lan menteri-menteri engkang melaksanakan pembangunan, kados milih kepala dusun, kapala desa, kulo setuju sanget. Lha saya itu orang desa, memilih atau tidak memilih sejak dulu yang begini aja. Kulo nate wonten tamu teng griyo saking tetangga desa piyambak’e ngaku menawi perwakilan saking calon presiden, terus matur yen kulo ken milih bade, sak sampunipun ngobrol piyambak’e pamit kulo diparingi yotro damel tumbas rokok. Kulo meniko mboten ngerti nopo-nopo, nggih menawi bade coblosan nggih manut mawon kalean anak kulo, sebab jarang nonton TV, mboten paham. 127 FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama : Mustain Kode : SW-04 Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 47 tahun Jenis pekerjaan : Petani Saya mengetahui tentang pemilihan presiden dan bisa dikatakan saya juga cukup “melek” dengan pemilihan presiden yang merupakan hajat lima tahunan yang rutin dilaksanakan oleh negara kita tercinta ini. Dalam pandangan saya... pemilihan presiden sangat penting untuk dilaksanakan karena sebagai sarana untuk memilih dan mendapatkan pemimpin, yang harapannya adalah pemimpin tersebut dapat memimpin negara Indonesia ini lebih baik dari pemimpin sebelumnya. Presiden yang terpilih diharapkan mampu menyelesaikan masalahmasalah yang pada periode sebelumnya belum bisa dituntaskan, sehingga rakyat pun menjadi lebih makmur dan sejahtera... Sebagai warga negara yang baik, sudah menjadi kewajiban saya untuk memilih pemimpin/presiden. Dengan menyumbangkan 1 suara, maka saya sama halnya dengan memberikan 1 perubahan. Dan biasanya sebelum memilih presiden... saya mempertimbangkan profil calon presiden melalui pengalamannya, sepak terjangnya, orang-orang yang ada dibelakangnya, partai yang mendukungnya dan mungkin juga prestasi yang pernah diraihnya. Hal itu bisa saya dapatkan dari browsing melalui internet, tv, surat kabar dan juga media-media cetak lainnya... Di zaman yang serba canggih ini, saya mencari profil serta visi misinya dari calon presiden dengan lebih mudah, karena saya mempunyai smartphone yang bisa membantu. Walaupun nanti hasil pilihan saya akan berbeda, tapi setidaknya saya bisa sedikit mengetahui tentang pribadi dan pengalaman calon yang akan saya pilih. Selain itu, saya juga mempunyai kemantaban hati atau pilihan hati yang tidak bisa dibohongi. Terkadang walaupun ternyata dalam pemberitaan media dicitrakan buruk, akan tetapi saya mengidolakannya. Menurut pemahaman saya... agar calon pemimpin ini bisa dikenal oleh rakyat, maka perlu adanya sosialisasi intens kepada masyarakat itu sendiri. Karena memang pilpres ini bagi saya benar-benar menjadi penentu bagi masa depan negara Indonesia kita ini. Walaupun saya sendiri juga tidak tahu, apakah pilihan saya sudah benar atau belum, karena mungkin bisa jadi tidak ada calon pemimpin yang benar atau calon pemimpin yang salah, akan tetapi setidaknya masyarakat lebih mengetahui siapa yang akan dipilih dan bukan memilih karena dasar ikutikutan saja. Saya kira setiap warga negara Indonesia wajib menyumbangkan suaranya atau mencoblos dalam pemilihan presiden karena tentunya satu suara yang disumbangkan akan menentukan nasib negeri ini lima tahun kedepannya. 128 Saya kemarin juga ikut mencoblos dalam pemilihan presiden, nama saya juga ada dalam daftar pemilih tetap dan saya juga dapat surat undangan untuk nyoblos, kalau tidak salah sebutannya C6. Nah saya juga dapat informasi dari tetangga saya yang biasa didapuk jadi ketua KPPS, kalau untuk pemilihan presiden tahun ini misalkan nama kita tidak terdaftar dalam DPT atau tidak dapat panggilan C6, kita atau yang bersangkutan bisa nyoblos dengan syarat membawa KTP, KK dan identitas lainnya yang sah secara perundang-undangan. Saya sangat setuju dengan ketentuan ini karena cara ini bisa meminimalisir angka golput atau memfasilitasi rakyat yang tidak mempunyai identitas pada saat pendataan pemilih untuk bisa milih pada saat hari H pemilihan. Perbincangan di warung kopi menurut saya selalu mengandung makna atau arti untuk mengunggulkan calon satu dibanding lainnya. Menurut saya ikut mencoblos perlu, meskipun setelah jadi kebanyakan mereka tidak fokus pada janji-janji politiknya, karena mencblos lain halnya dengan penepatan janji oleh terpilih. Pada saat pemilu presiden saya mendapat kaos bergambar calon presiden dan calon wakil presiden, teman-teman lainnya juga dikasih, karena di kasih ya saya ambil aja. Sikap saya sendiri dalam menghadapi pemilihan presiden kemarin dengan memperkaya pengetahuan saya tentang calon presiden yang ada. Kemudian tidak fanatik buta hanya kepada satu pasangan calon presiden saja, akan tetapi saya bersikap netral dan berusaha mencari berbagai informasi tentang calon-calon tersebut. Jika saya bersikap netral, maka dalam mencari informasipun saya akan mendapatkan lebih banyak lagi, saya bisa berfikir jernih, dan akhirnya saya bisa menentukan pilihan setelah mempertimbangakan profil calon presiden yang ada. Pengalaman dan capaian di jabatan yang sebelumnya, background pendidikan, partai yang mengusung dan mungkin juga prestasi yang pernah diraihnya. Itu merupakan pertimbangan saya pribadi, dan saya berharap orang-orang di sekitar saya dan masyarakat Indonesiapun juga demikian. Ada pertimbangan cedas dan matang sebelum memilih presiden. Jadi walaupun ada kampanye hitam yang sudah menjadi rahasia umum, tetap bisa menentukan pilihan berdasarkan fakta dan akal yang jernih. Sewaktu pilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2014, kami banyak melihatnya di telivisi, pada saat menonton TV itulah kami bersama anggota keluarga lainnya kadang saling menyahut, iki lho pantes dadi presiden, dari saling menyahut itulah kami menemukan titik temu pikiran untuk memilih calon. Saya sendiri kemarin dengan penuh kesadaran datang ke TPS untuk menyumbangkan suara saya dengan harapan masa depan Indonesia yang lebih baik lagi, menjadi negara maju dan rakyatnya makmur. Walaupun saya juga saya tahu akibat kampanye-kampanye yang kurang jujur sebagian kecil tetangga saya pergi ke TPS karena dorongan dari orang lain dan tentunya saya kira pilihan mereka pun tidak berdasarkan pada hati nurani mereka sendiri, wallohu a’lamu. 129 FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama : Amir Kode : SW-05 Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 47 tahun Jenis pekerjaan : Petani Saya berkeyakinan kalo pemilu apapaun hasilnya adalah penting karena itu kepada teman-teman saya selalu untuk terlibat dalam pencoblosan. Kulo pas pemilihan presiden kolo semanten diparingi mug bergambar calon presiden, nggih kulo terami mawon, sae lho milo kulo remen sanget. Rumah makan merupakan tempat yang sering dipakai untuk mengumpulkan koordinator masing-masing Desa, setelah pertemuan dianggap cukup, masingmasing koordinator Desa tadi diberi uang sebagai pengganti bensin atau pulsa. Pemberian demikian lazim dilakukan oleh masing-masing team calon. Pada saat itu saya mendapat undangan dari team sukses pilihan presiden dan wakil presiden di warung makan untuk melakukan koordinasi dan evaluasi, meskipun sebetulnya saya tidak begitu paham, karena sebetulnya yang ditugasi untuk mencari dan menggalan calon pemilih adalah teman saya, karena saya diajak ya saya ikut aj dengan temanku. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan/Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Ida Nuryani : SW-06 : Perempuan : 38 tahun : Pedagang Saya sering dititipi panita pemungutan suara (PPS) Desa untuk menyampaikan informasi terkait pelaksanaan pemilu pada jamaah yasin-tahlil, biasanya terkait dengan pentingnya pemilu, tanggal pelaksanaannya, cara-cara mencoblos, dan para kandidat. Informasi ini tidak terkait dengan mengunggulkan satu kandidat dari lainnya tetapi hanya bersifat netral. 130 Saya lebih suka mencari informasi tentang suatu kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu 2014 melalui media online, karena kebetulan saya bekerja menjaga warung internet (warnet), jadi setiap saat saya bisa mengkases, untuk itu saya suka membandingkan antara informasi satu dengan lainnya agar diperoleh informasi yang obyektif sesuai rasionalitas saya.Pemberian barang dari hasil penggalian data cukup beragam, responden perempuan yang bertempat tinggal di Kota Trenggalek mengaku mendapatkan kerudung/jilbab untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu. Saya bekerja di lembaga keuangan (finance) disaat bekerja sering bertemu dengan teman-teman dari berbagai kalangan dan pekerjaan, mulai dari makelar, anak-anak muda (pemilih pemula), tukang becak, pemilik show roome sepeda motor bekas di warung kopi tempat kami sering nongkrong, di tempat itulah kami kadang saling ngobrol tentang hal-hal yang lagi hit, misal menjelang pilpres tahun 2014, di tempat itulah pilihan kami terbentuk, banyak dipengaruhi oleh obrolanobrolan di tempat tersebut. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Havid Luke Kristianto : SW-07 : Laki-laki : 33 tahun : Nelayan Nama saya Havid Luke Kristianto. Pekerjaan utama saya adalah sebagai nelayan. Saya berangkat melaut dari sekitar pukul 20.00 dan pulang sekitar pukul 06.00. Jika tidak musim ikan saya tidak melaut dan berganti pekerjaan menjadi petani. Saya menanam padi di sawah kepunyaan bapak saya. Saya sudah berkeluarga dengan seorang anak perempuan berusia 2 tahun 2 bulan. Istri saya seorang Ibu Rumah Tangga. Walaupun anak seorang nelayan akan tetapi saya belajar sampai pada jenjang perkuliahan dan mendapatkan gelar S1 jurusan olahraga. Sebenarnya saya berniat untuk bekerja sesuai dengan gelar akademik saya, akan tetapi peluang belum ada. Saya sudah berulang kali melamar ke sekolah-sekolah di sekitar daerah saya tp ya...mungkin belum rejeki jadi belum ada sekolah yang memanggil saya. Ya.. saya tidak putus asa, yang penting saya sudah berikhtiar. Karena saya sudah berkeluarga, maka saya harus mengutamakan peluang dan kesempatan yang ada dan membuang jauh-jauh sifat sungkan dan minder. Tujuan saya adalah biar saya bisa mandiri dalam menafkahi keluarga kecil saya. 131 Dalam pemilihan presiden kemarin saya juga ikut serta, ya.. walaupun pada saat itu sedang musim ikan. Karena biasanya kalau sedang musim ikan para nelayan atau masyarakat yang tinggal disekitar daerah pantai atau tetangga saya yang kebayakan nelayan atau buruh kapal lebih cenderung mendahulukan pergi kelaut untuk ngadem dari pada pergi ke TPS, karena dalam pemikiran mereka hasil yang akan diperoleh lebih banyak dari pada pergi ke TPS mas... ketika mereka pergi ke laut, mereka akan mendapatkan uang minimal 300 ribu mas per malam, sedangkan ketika mereka pergi ke TPS, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa mas. Toh kehidupan mereka sebagai nelayan juga tidak akan berubah lebih baik ketika mereka andil dalam memilih presiden. Hal itu mungkin yang menjadi pertimbangan mereka mas...dan itu kayaknya benar kan mas...hehehe. Kehidupan masyarakat disekitar pantai memang seperti itu, pertimbangan rasional tentang pemenuhan kebutuhan akan hari esok selalu menjadi dasar dalam bersikap dan bertindak mas.. Saya mendapat topi bergambar calon dan diajak makan oleh team suskses yang kebetulan saya kenal. Saya sering nongkrong di warung, baik untuk makan atau sekedar ngobrol sambil ngopi dengan teman-teman, membicarakan apa saja termasuk urusan pilihan presiden. Saya mendapat topi bergambar calon dan diajak makan oleh team suskses yang kebetulan saya kenal. Saya sering nongkrong di warung, baik untuk makan atau sekedar ngobrol sambil ngopi dengan temanteman, membicarakan apa saja termasuk urusan pilihan presiden. Bagi saya pemilihan presiden itu penting untuk perubahan. Pesta demokrasi yang diselenggarakan lima tahun sekali itu merupakan momen penting untuk memilih pemimpin (maksudnya presiden dan wakil presiden) lima tahun kedepan, karena kalau pilihan kita salah maka kita baru bisa memilihnya lagi setelah lima tahun lagi. Sejauh ini saya melihat profil calon presiden dari media cetak maupun elektronik mas... saya sering mendengar visi misinya calon presiden dari TV, kemarin saja pada saat debat yang difasilitasi oleh KPU saya juga lihat mas.. Ya kalau mendengar dan melihat apa yang disampaikan oleh para calon tidak ada yang buruk, semuanya berbicara dan menawarkan konsep bagaimana membangun dan memajukan negara kita ini mas... Tapi saya juga tidak tahu ya, bagaimana mereka akan memulainya, sedangkan masalah yang sedang dialami oleh Indonesia ini sangatlah komplek dan multi ya mas... Dan sekarangpun saya bisa merasakan mas, bahwa mereka hanya mengumbar janji-janji kampaye untuk menarik simpati masyarakat kecil seperti saya ini, coba mas pikirkan... Hal apa yang sudah dikerjakan oleh presiden terpilih, toh kebutuhan barang pokok dan BBM harganya juga tidak stabil, setiap detik harganya berganti. Kadang kalau tidak ada modal untuk beli solar dan harganya lagi naik, para nelayan tidak bisa pergi kelaut mas, ya terpaksa libur mas.. walaupun lagi musim ikan. Di lingkungan saya tinggal baik keluarga ataupun masyarakat sekitar kalau saya perhatikan juga banyak terpengaruh oleh media elektronik, maksudnya media TV mas... ya biasa orang desa mas, tidak bisa terlepas dari media TV. Sebenarnya tidak ada paksaan dari keluarga ataupun tetangga sekitar untuk memilih calon A atau B, dan juga saya tidak mempengaruhi mas..hehe, saya milih presiden kemarin berdasarkan pertimbangan hati nurani saya pribadi, ya walaupun saya banyak mendapatkan informasi tentang profil calon presiden itu dari TV 132 mas, ya tapi saya kira itu cukup ideal kan mas dari pada meng ela-elu tanpo pertimbangan yang jelas dan cerdas. Hehe..Seharusnya KPU sendiri selain sosialisasi dalam hal waktu pencoblosan dan tehnis penyelenggaraan, seharusnya juga sosialisasi tentang profil masing-masing calon presiden baik mengenai visi dan misinya, saya kug belum pernah tahu ya mas KPU mengerjakan itu, eh tapi.. saya yang tidak tahu atau memang itu bukan tugasnya KPU ya mas..hehhe, Kalau media, khususnya TV pastinya berkampanye sesuai pesanan ya mas, dan ditakutkan ada kecondongan ke salah satu pihak atau tidak netral. Dan kalau sudah begini, masyarakat yang mengandalkan media TV juga akan terpengaruh. Jika kebetulan yang mempengaruhi adalah sosok yang benar-benar baik maka akan untung di kemudian hari, akan tetapi kalau sebaliknya pasti merasa kecewa. Ya walaupun saya kira disini ga ada yang pantas disalahkan, tapi saya berfikiran untuk lebih baiknya buat masyarakat Indonesia mas...hehe Saya kemarin dengan kesadaran saya sendiri sebagai warna negara Indonesia yang mengharapkan perubahan datang ke TPS untuk menggunakan hak pilih saya demi perubahan Indonesia yang lebih baik. Jika ada yang memberi amplop ya saya terima tapi pilihan ya tetap pilihan hati nurani saya sendiri.. kan menolak pemberian rejeki dari orang tidak baik kan mas, ya itung-itung bisa buat beli rokok, lumayan kan mas.. ya saya selalu berharap agar Indonesia selalu berbenah untuk menjadi lebih baik dari masa ke masa mas, ya kita hanya bisa ikut andil menciptakannya lewat momen pilihan lima tahunan itu, dengan cara memilih presiden, urusan presiden pilihan kita itu salah yang penting kalau saya sudah ikut menentukan mas..Tidak kemudian wes ra melu nyoblos pas pilihan tapi lek enek salahe negoro ngene ki di clatu ae, hemm... Nyatu angel wong Indonesia iki di ajak maju mas... (menghela nafas, sembil bilang ke saya, monggo mas kopine di unjuk.. ) FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Wika : SW-08 : Perempuan : 18 tahun : Karyawan Saya biasa dipanggil wika, saat ini umur saya sudah mencapai delapan belas tahun, saya bekerja sebagai karyawan disebuah toko pakaian dalam di Trenggalek, bekerja dengan menggunakan sistem shift (gantian), terkadang bekerja antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00, atau jika pas kebagian shift malam bekerja anatara jam 16.00 sampa dengan jam 20.00. setiap hari saya bekerja selain hari 133 jum’at, karena pada hari itu saya diberikan waktu untuk istirahat dan refresing tentunya... Sebagai pemilih pemula saya belum banyak mengetahui tentang pemilu dan kandidatnya, karena itu saya lebih mengikuti teman yang senior saja.Yang saya alami, saat itu saya bertemu dengan teman yang rumahnya lain desa dengan saya, ketepatan lama tidak bertemu dengan dia, karena dia bekerja di Surabaya. Ketika pulang dia mampir ngopi di warungnya pak Jalil, saya pas disitu ya setelah ngobrol tentang kerjaan, nyambung membicarakan calon persedin dan wakil presiden, karena saya kurang begitu paham dengan informasi, pembicarakan demikian terasa asyik dan mempengaruhi pilihanku saat itu. Setahu saya pilpres adalah singkatan dari Pemilihan Presiden Indonesia yang dipilih setiap lima tahun sekali melalui pemilihan umum (pemilu) yang laksanakan oleh KPU sebagai penyelenggaranya, seperti pemilihan pemilihan presiden baru-baru ini saya juga ikut menyumbangkan suara untuk calon presiden pilihan saya. selain yang saya tahu bahwa moment ini adalah waktu yang sangat menentukan untuk Indonesia lima tahun kedepan, dan tentunya untuk kemajuan pembangunan Indonesia baik dalam segi manusianya ataupun infrastrukturnya. Namun saya kira untuk efek kepada diri saya sendiri tidak begitu terlihat. Secara detail saya tidak tahu apa fungsi dari pemilihan presiden itu sendiri, la wong saya baru memilih sekali ini seumur hidup saya, jadi kalau tidak salah saya ini termasuk pemilih pemula kan. Datang ke TPS bersama mbok saya adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Mbokku bilang ke saya sebelum berangkat ke TPS, Ti...Septi, awakmu wes ngerti sopo seng arep kug coblos engko, jale pikirno, engko gek teko TPS bingung arep nyoblos sopo...seng jelas calone andak meng loro... (terj. Ti...Septi, kamu sudah mengerti siapa yang akan kamu coblos nanti, coba pikirkan, nanti sampai ke TPS jadi bingung siapa yang akan kamu coblos... yang jelas calonnya cuman dua...) Perkataan mbokku tidak aku tanggapi, aku malah asik memainkan sisir merapikan rambutku. Pemilihan presiden melalui pemilu sih... Menurut saya bagus karena masyarakat langsung bisa menentukan siapa presiden yang akan mereka pilih dan memimpin mereka, tapi kalau diukur dari tingkat efektifnya saya rasa sangat tidak efektif, bayangkan berapa banyak biaya yang dihabiskan KPU untuk menyiapkan pilpres kemarin, kalau saya sih.. sendiri sebenarnya tidak tahu berapa kisaran nominal biaya untuk mengadakan pesta rakyat atau orang biasa menyebut demokrasi ini, ya... maklum lah karena saya hanya keryawan kecil dan rakyat biasa, hehehe... Dengan menghabiskan biaya yang banyak namun faktanya pemimpin yang dihasilkan juga tidak bisa dijadikan jaminan bahwa dia (yang terpilih) adalah pemimpin baik dan mampu, saya banyak melihat berita di TV ternyata banyak sekali kekacauan yang disebabkan oleh presiden yang dipilih secara demokrasi ini. Walaupun saya hanya tahu dari TV sih.. dan kalau untuk memastikan kebenarannya saya sendiri tidak tahu, lebih baik saya nonton sinetron dari pada terus mengikuti berita yang kadang menjelekan presiden pilihan saya.hehe... Saya mengetahui calon presiden dari TV atau dari gambar-gambar yang dipasang di pinggir jalan itu lo... namanya saya lupa apa (red. banner) dan juga 134 dari selebaran kertas, musim pemilihan lalu saya selalu dikasih kertas itu sama orang, kalau tidak salah pas sedang bekerja di toko. Karena saya sedang tidak ada pekerjaan saya baca kertas itu dan ternyata berisi tentang profil calon presiden, setelah itu saya bisa lebih jelas mengetahu profil presiden ketika di rumah, kertas yang saya baca sebelumnya ternyata sama dengan yang ada di TV, nah dari situ saya bisa menentukan siapa presiden yang layak untuk saya pilih, namun selain itu saya juga selalu meminta pendapat kepada orang tua, tetangga, dan teman untuk mengetahui siapa calon yang paling banyak dikehendaki mereka, namun saya akui saya tidak terpengaruh dengan hal itu, ya... karena saya punya pilihan. hehe Menurut saya setelah memilih kemarin dan karena itu merupakan pilihan saya yang pertama saya sangat mendukung adanya pemilihan presiden ini, terlepas dari banyaknya biaya yang harus dikeluarkan, saya tidak peduli dengan itu, yang penting saya difasilitasi untuk memilih. Dan Tentunya ini adalah cara positif untuk menentukan presiden kita, kalau disekolah saya dulu negara indonesia ini memakai sistem demokrasi untuk memilih seorang presiden, legislatif, yudikatif dan apa ya namanya yang satu, eeem... saya lupa pokoknya tif tif gitu lo akhirannya (red. Eksekutif). Jadi demokrasi itu kan dari rakyat untuk rakyat to..., menurut guru saya dulu ini adalah sistem terbaik untuk kita rakyat Indonesia bisa menentukan presiden yang tepat dan saya juga setuju dengan hal itu. Tetapi saya mulai merasa kecewa dengan presiden pilihanku, tidak seperti apa yang di beritakan di TV dan juga tidak sesuai janji-janji calon presiden ketika berpidato di TV, kok sampai sekarang janji itu belum ditepati yah..., itu yang katanya mau memberi desa duit 1 milyar, kok sampai sekarang saya ndak dapat duitnya mas, hehehe. Ahh tapi tak apalah, yang penting saya udah nyoblos sesuai hati nurani saya pribadi dan tidak atas suruhan orang lain, urusan pilihan saya salah atau kurang tepat itu akan menjadi pelajaran saya, kedepannya saya akan lebih berhati-hati dan mencari informasi lebih banyak lagi tentang profil calon presiden sebelum saya coblos. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Darmidi : SW-09 : Laki-laki : 25 tahun : Wirausaha Awalnya saya ragu untuk memilih suatu kandidat tertentu, tetapi karena sering ketemu dengan teman-teman di warung kopi akhirnya ikut juga dengan saat 135 pilihannya. Ketika pemilu 1999, saya antusias negikuti pemilu dengan harapan ada perubahan lebih baik, tetapi kenyataannya para wakil yang terpilih sama saja kurang bisa dipercaya, karena itu pada pemilu berikutnya saya pilih golput. Saya rutin olah raga sepak bola di lapangan Kecamatan Kampak, dekat SMPN itu, pada saat sedang istirahat atau persiapan teman-teman tidak luput membiacarakan calon presiden favoritnya, karena saya bari mau ikut pemilu ya saya Cuma menjadi pendengar saja, dan saya terpengaruh dengan pembicaraan teman-teman itu. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Darmidi : SW-10 : Laki-laki : 25 tahun : Wirausaha Mengetahui pentingnya pemilu untuk kelangsungan bangsa, termasuk pengetahuan tentang semua kandidat menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar, karena itu menurut saya bahwa semua pemilih penting untuk mengetahui track record kandidat. Saya kira banyak cara untuk mengetahuinya, misalnya membaca, browsing di internet, diskusi dengan berbagai kalangan. Kita perlu proaktif, tidak perlu menunggu-nunggu sosialisasi oleh panitia pemilihan, banyak dan mudah di era sekarang ini jika kita mau untuk mengetahui kapasitas dan integritas kandidat. Saya berpandangan bahwa pemilu penting dilakukan, selain sebagai penterjemahan dari pancasila dan UUD 1945, juga dimaksudkan untuk kelangsungan pembangunan bangsa. Karena kita ketahui bersama bahwa dalam pemilu akan dipilih pemimpin dan para pembantunya yang akan menentukan jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Jadi tidak ada alasan tidak hadir dalam pemungutan suara di TPS dalam pemilu, legislatif atau presiden. saya bersama teman-teman sering bertemu bahkan sepertinya tiap hari di warung kopi atau alon-alon untuk sekedar bertemu, dan ngobrol kadang disitu kita saling mendiskusikan banyak hal termmasuk kalau musim pemilu ya tentang kandidat dan keikutsertaan dalam mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS), kadang juga saling olok-olok dan gojlokan diantara kami, kan sebelumnya diantara kami sudah mempunyai pandangan tentang suatu kandidat, dari pertemuan itu kadang saling tukar informasi tentang kemungkinan kandidat. Mencoblos bagi saya adalah bagian dari hak sebagai warga negara, ia bersifat bebas dan tertutup. Untuk itu, saya lebih aktif mencari informasi ke berbagai sumber berkaitan dengan kandidat dan program-program kerjanya. Terhadap program kerja yang rasional dan prorakyat saya kira perlu dipilih terlepas dari asal artainya apa saja, karena menurut saya kepentingan semua partai 136 sama, bukan ditentukan oleh faktor ideologinya. Saya memilih ketika pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 karena kesadaran dan tidak mau diimingimingi materi oleh team suksesnya. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Iswandi : SW-11 : Laki-laki : 33 tahun : Wirausaha Dalam beragama membutuhkan seorang pemimpin, yang dapat mengayomi para pengikutnya, yang dapat menyejukkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, karena itu saya kira agama mengajarkan kita untuk memilih pemimpin. Memilih pemimpin negera saya kira sejatinya juga memilih memimpin agama karena di dalam pancasila sila pertama negara Indonesia berdasarkan atas keTuhanan yang maha Esa. Awalnya saya tidak berkeinginan untuk golput, tetapi karena saya sering berkumpul dengan teman-teman yang bersikap negatif atau memilih golput maka saya juga ikut-ikutan golput, seingatku pada saat pemilu presiden yang lalu, bagi teman-teman keberadaan presiden tidak berpengaruh terhadap mereka, karenanya mereka memilih golput. Sejak awal saya suka kepada calon presiden tertentu melalui siaran televisi. Sebagai pemilih pemula, jujur saya sebetulnya tidak memahami pemilihan dan masing-masing calon presiden dan wakil presiden pada waktu itu, suatu saat ketika kami berkumpul di suatu warung kopi, ada teman datang dan kebetulan membawa suatu selebaran berbentuk artikel tentang latar belakang organisasi keagamaan masing-masing team suksesnya, kemudian kami terlibat dalam diskusi yang cukup mengasyikkan, dari diskusi dan membaca selebaran itulah saya mengetahui dan memahami masing-masing kandidat dan berpengaruh terhadap pilihan saya ketika itu. 137 FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Sariono : SW-12 : Laki-laki : 36 tahun : Wirausaha Cobi njenengan tangkletne asmo Lasimun kepada orang-orang disekitar, poro tongo tebih misale rejowinangun mriko, nami kulo sampun katah engkang sumerep, biasane tiyang-tiyang niku nyebut kulo Lasimun LGB (Lembah gunung bendil). Amargi riyen kulo niku jualan roti, sampun sekitar lima tahun kulo jualan, mbeto sepedah pancal kaleh kulo tumpangi rombong, alhamdulillah mboten nate kekurangan. Tapi sak niki kulo sampun leren mas... amargi yugo kulo sampun mentas (red. nikah) sedoyo, dados kulo sampun rodok nyantai mawon, hehehe. Kulo riyen niku atlit Trenggalek lo mas, la wong kulo niki rumiyen waktu taksih muda dadi atlit pelari no satu se-Kabupaten Trenggalek, bahkan kulo pernah makili trenggalek lomba lari dateng Provinsi dan alhamdulillah kulo juara setunggal, masio ngoten kulo kok dereng niku di paringi penghargaan saking Kabupaten, tapi yowes kersane mas, ngeten mawon kulo sampun bangga kaleh awak kulo niki, sampun migunani dateng Trenggalek. Le lek njenengan kulo kinten kok dereng, hehe... Nopo njenegan ngertos nopo niku Pilpres pak lasimun? Nopo mas kepres, la dalah, hahahahahahaha. Ngapunten mas, kulo niki nggeh ngeten niki biasa guyon ben awet enom. Jadi ngeten mas, Pemilihan Presiden niku lek mboten keliru adalah pemilihan presiden yang dilakukan oleh seluruh warga negara indonesia niki, babakan pilpres diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum lan diawasi oleh bawaslu. Kabeh iku biasane lek aku ngistilahne demokrasi, yoiku soko rakyat kanggo rakyat lan oleh rakyat. Jane pener opo ora leh ku ngendiko ki, aku sek pinter to ternyata, la wong mantan atlit to mas, hehe.. guyon mas guyon, ojo dilebone yang ati yo.. Menurut njenengan pak lasimun, fungsinipun pemilihan presiden niku nopo? Ya seperti ngendikan saya tadi, fungsi dari pilpres ngeneki ki yo intine menentukan siapa presiden dan wakil presiden yang akan menduduki kursi kepresidenan selam lima tahun, oleh pilihan rakyat sendiri, tapi calon seng dipilih rakyat akeh dewe lo mas engko seng dadi. Aku ki ya rodok heran, urep teko semene ki mesti lek pemilihan presiden kon milih diantara beberapa pilihan calon, la aku milih calon sijine masananu seng dadi calon yang lain, la terus aku ra milih wong iku mergane aku ra demen, la nyatane wong iku gek wes kepilih dadi dokter 138 eeh salah dadi presiden mas. Mosok aku dadi rakyate presiden kui, padahal kui kan dudu pilihanku, heeem..., emboh lah..., wong duwur ki padahal kan pinterpinter to tapi kok ra mikir teko semono, jal koe to mas... kon milih klambi, klambi lanang karo wedok, gek baturmu milih wong 4, seng loro wedok, siji banci, siji lanang sampean kui, la seng telu milih klambi wedok, la sampean milih klambi lanang, iki kan demokrasi banget, opo yo sampean kui tego gawe wedok kui maeng seng nyoto-nyoto mendapatkan suara terbanyak, kan yo lucu. Pak lasimun, dugi sakmenten menurut njenengan pilpres ni ki nopo cocok/efektif? Ya ngeten mas, karek dipandang dari sudut ngendi, tiarani cocok yo cocok, tiarani ora cocok yo ora cocok, cocoke lek iki dilakukan secara demokrasi, berdasarkan suara terbanyak. Mas.. umpomo suara terbanyak e kui suorone demet (orang jahat) opo yo kui kenek disebut bener. Tapi iki pendapatku lo yo. Terus ora cocoke kui yo koyo seng tak sebutne nek duwor maeng, iku lo tentang klambi wedok. Saking pundi pak njenengan mengetahui profil calon presiden? Tak dudoi opo ora yo? Hehe... guyon maneh mas. Heem masio aku ki wes tuo, tapi aku ki mesti ndilok berita, dadi aku luweh akeh eroh profile calon presiden ko TV mas, mergane yo jarang metu liwat dalan gede mas, la penggawean ku ae mung nek alas to... Sak njane pemilihan presiden kwi tak kiro maksute yo apik mas, tujuane gen enek regenerasi kepemimpinan. La lek pemimpine wes ganti otomatis pola dan carane ngembangne negoro iki mesti bedo antara presiden satu dengan presiden sebelumnya. Yo waloupun enek presiden seng mikirne jamaahe dewe tanpo mikirne piye carane ngembangne negoro baik dalam semua segi. Seng perlu dingerteni sak bare presiden kwi terpilih menjadi presiden berdasarkan perolehan suara terbanyak, dia (presiden) kudu siap dadi pelayane seluruh rakyat NKRI dari sabang sampai merauke, dia harus memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat Indonesia, bukan hanya menjadi presiden untuk rakyat yang memilih dia. Rakyo ngunu to mas..hehee Pesene Njenegan pak Lasimun terkait Pilpres? Iki pesenku kanggo presiden lo yo, awas lek ndak kok sampekne. Kanggo noto negoro yo pancene perlu sistem pemerintahan seng apik, lek sak iki nek indonesia gawe sistem demokrasi, demokrasi iki yo garakne efek negatif kanggo poro calon pemimpin, durung due opo opo, durung njabat opo opo tapi wes wani njanjeni masyarakat, ngono kui tujuane kango ngerah suorone rakyat ben milih dewek e. Yo jenengen rakyat indonesia, opo maneh seng bagian jowo, lek jenenge tijanjeni kui paling demen, tapi masan ngerti lek janjine kui mek kakean apus apus dadine masyarakat sak iki belajar ko pemimpine dewe. Sampean ngerti to yen patrape manungso iki sebagian maleh apik lek wes musim coblosan. Hehehehe. Pemerintah itu menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bangsa, jika Ia baik maka masyarakat juga baik, selama ini masyarakat sudah baik dengan keikutsertaannya dalam pemilu melebihi 50%. Sejak dulu saya fanatik terhadap pantai politik tertentu, meskipun saya bukan seorang partai, siapapun yang dicalonkan sebagai Presiden dan wakil presiden oleh partai politik yang saya sukai pasti mendukung dalam bentuk memilih calon presiden dan wakilnya. Saya tidak peduli siapapun yang dicalonkan, karena menurut saya pengurus partai pasti 139 mempunyai pertimbangan yang menurutnya akan dapat mensejahterakan masyarakat, mereka tidak mungkin gegabah dalam menentukan calonnya. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Suruh, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Imam Rofii : SW-13 : Laki-laki : 25 tahun : Wirausaha Saya lulus dari sarjana masih satu tahun yang lalu, seingatku mengikuti pemilu sudah dua kali. Saya mempunyai pengalaman yang menarik pada pemilupemilu sebelumnya, yaitu ada team kandidat yang mengajak ngobrol di warung kopi kemudian ada janjian untuk bertemu lagi di rumah ketepatan memang saya kenal dengan orang yang bersangkutan. Pada pertemuan di rumah itu intinya saya diminta untuk mencoblos kandidatnya, karena saya kenal maka saya menyampaikan, coba disampaikan analisanya Indonesia ke depan bagaimana jika yang bersangkutan terpilih, setelah dia menyampaikan analisanya kemudian dia menambahi bahwa jika saya bersedia menjadi bagian dari penyampai informasi pada teman-teman saya, saya akan diberi imbalan begini begini dan begini. Saya berpandangan bahwa saya cukup memahami masing-masing kandidat dari profil dan ulasan di beberapa artikel yang saya dapatkan di internet, dari pberasal dari berbagai bacaan-bacaan itulah saya mempunyai sikap, ketepatan jaringannya yang saya pahami tidak cocok dengan logika saya”. Sumber-sumber untuk mengetahui siapa sejatinya para kandidat, apalagi kandidat Presiden dan Wakil Presiden untuk sekarang tidak sulit, karena media cetak atau internet sangat mudah diperoleh”. Saya kira tidak semua pemilih tertarik dengan iming-iming dalam suatu pemilihan umum apapun, sejak awal menjadi pemilih saya tidak pernah tertarik dengan iming-iming seperti itu, karena itu sampai sekarang tidak ada team yang berani memberiku sesuatu. Teman saya kebanyakan menyampaikan pengalamannya bahwa terutama pada pemilukada dan pemilu kegislatif selalu mendapat tawaran untuk memilih calon tertentu dan akan diberi imbalan yang sepantasnya, ada yang menwari kaos, gelas, topi dan duit, sebagian besar teman-teman saya memahami akibat atau dampak dalam jangka panjang jika hal demikian dibudayakan, yaitu bahwa money politik dalam suatu pesta demokrasi akan dipahami sebagai hal yang lumrah atau dalam ungkapan asli orang Trenggalek disebut dengan, “salah kaprah”. Salah kaprah menunjuk suatu konsep hal secara normatif dan logic salah tetapi dimasyarakatkan. 140 FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Slamet Daroini : SW-14 : Laki-laki : 27 tahun : Guru sukuhan Dua tahun yang lalu saya lulus dari Universitas Negeri Malang, jurusan pendidikan Biologi. Saat ini saya bekerja menjadi guru sukuhan di salah satu sekolah menenah pertama. Pengalaman mengikuti pemilu yan kalau tidak salah sudah dua kali, alhamdulillah saya tetap mempunyai pendirian untuk tidak terlalu tergiur dengan iming-iming dari pada team sukses masing-masing kandingat. Pada saat pertama kali mengikuti pemilu saya mendapatkan kaos, tetapi karena saya tidak meminta dan tidak ada komitment apapun maka saya mencoblos kandidatnya karena memang saya tahu siapa sesungguhnya calon yang bersangkutan melalui membaca artikel dari internet dan/atau koran dan televisi. Di era informasi seperti sekarang ini saya kira tidak ada alasan untuk tidak mengetahui detail kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam perhelatan pemilihan umum, karena medianya mudah kita temui, ada media internet, koran, majalah, media sosial, dan forum-forum diskusi, baik yang formal maupun jalanan seperti di warung-warung kopi, cafe dan lain sebagainya. untuk akses internet misalnya tidak sulit dan tidak mahal. Saya kira semua orang berpendapat bahwa berpartisipasi dalam pemilu adalah hal penting bagi terwujudnya proses demokrasi dan pembangunan bangsa, setiap bangsa yang saya ketahui juga melaksanakan pemilu, begitu halnya dengan Indonesia, di jaman orde baru malah dikenal pembangunan lima tahun (pelita) dan rencana pembangunan lima tahunan (repelita). Di dalam Pancasila sudah jelas sebagai nilai dasar kebermasyarakatan kita bahwa pelaksanaan pemilihan pemimpin dilaksanakan secara permusyawaratan perwakilan”. Saya aktif mencari informasi tentang kandidat Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan informasi track record kandidat dengan sering diskusi dengan teman-teman”. Dua kali saya mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pada saat pertama kali mengikuti pemilu saya dikasih uang rokok oleh salah seorang yang mengaku dari team calon, kebetulan saat itu kami bersama temanteman bertemu di sebuah warung kopi. Tetapi untuk pemilu yang kedua saya menolak untuk menerima sesuatu dari team calon, karena menurut pandangan saya hal tersebut tidak baik dan apalagi kebetulan saya tidak suka dengan calonnya tersebut. 141 FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan / Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Aziz Hakim : SW-15 : Laki-laki : 24 tahun : Wiraswasta Saya merasa mengetahui lebih banyak tentang treck record masing-masing kandidat Presiden dan wakil Presiden. Secara berkala sambil rutin FB-an saya browsing tentang kandidat, misalnya tentang jaringan pendanaannya, team suksesnya, visi, misi dan programnya, bahkan di tingkat lokal saya juga banyak diskusi dengan team lokal dan beberapa teman di forum kajian lembaga saya. Karena itu, saya merasa lebih beruntung dibandingkan lainnya sehingga saya paham betul tentang mereka dan bagaimana desaign Indonesia ke depan. Setiap negara mempunyai periodesasi pembangunan, ada yang empat tahunan, sedang di Indonesia di kenal dengan lima tahunan. Pada saat limat tahun terakhir diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden untuk meneruskan dan merancang ulang pembangunan untuk mewujudkan pembangunan yang mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, saya kira pemilu layak dan penting untuk diselenggarakan secara demokratis, jujur, dan adil. Memilih Presiden dan Wakil Presiden saya kira penting disadari oleh semua masyarakat, karena partisipasinya merupakan pengejawantahan dari sila ke empat pancasila. Selama ini pemerintah banyak melukai hati masyarakat dengan hanya mengobral janji ketika pemilu, sementara pelaksanaannya tidak maksimal atau melenceng dari janji-janjinya, karena itu agar kepercayaan masyarakat meingkat terhadap pemilu, pemerintah dan penyelenggara kinerja yang pro-rakyat perlu ditingkatkan. Memilih Presiden dan Wakil Presiden seminimal mungkin diusahakan agar tidak seperti membeli kucing dalam karung, karena itu memahami sisi-sisi kebaikan dan kekurangan dari berbagai perspektif perlu dilakukan oleh pemilih, banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemilih misalnya dengan membaca media online dan cetak, serta diskusi dengan berbagai pihak, dengan mengedepankan prinsip netralitas. Saya mengenal sekali beberapa team dari salah satu kandidat, saya tahu sepak terjangnya selama ini, karena itu meskipun menurut orang lain kandidatnya baik saya tidak mau mencoblos kandidat tersebut, saya tidak suka dengan teamnya. Terus terang pemilu presiden dan wakil presiden cukup membingungkan dan dillematis bagi pemilih, seperti saya selalu mempertimbangkan banyak hal dalam memilih, misalnya aspek visi, misi dan program; sepak terjang dalam jabatan sebelumnya; jaringan politiknya; jaringan orang-orang terdekatnya; jaringan pendanaannya; team sukses mulai dari pusat hingga akar rumput. Tentu 142 hal ini cukup membingungkan, tetapi dari semua faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan tersebut, saya lebih fokus mempertimbangkan integritasnya. FILE NOTES Tanggal interview Tempat : ...Juli 2015. : Kecamatan / Kabupaten Trenggalek. Data demografi Nama Kode Jenis kelamin Usia Jenis pekerjaan : Frendi : SW-16 : Laki-laki : 24 tahun : Wiraswasta Awal saya mengikuti pemilu pada saat baru tahun pertama kuliah, saya menggunakan hak suara saya di Surabaya, TPS dekat kampus Unair. Karena tidak memungkinkan saya untuk pulang dan tidak efektif. Beberapa minggu sebelum pemungutan suara saya memang pulang dan bertemu dengan beberapa team sukses atau orang partai pendukung calon pasangan presiden tertentu, mereka mengajak ngobrol, dan berdiskusi tentang banghsa Indonesia, masyarakatm situasi sosial ekonomi masyarakat Indonesia dan lokal. Saya juga sempat ditawari untuk ikut membantunya dengan mengumpulkan teman-teman desa dan waktu sekolah SMA. Ketepatan saya memang mempunyai komunitas sepeda motor vespa anggotanya 30an. Pada moment tertentu komunitas ini berkumpul di sekitaran alon-alon untuk begadang dan mendiskusi tentang banyak hal, lumayan untuk mengasah otan dan berjejaring. Dari banyak pertemuan itulah kami menemukan ide, gagasan pencerahan mengkritisi berbagai aspek pembangunan masuarakat lokal dan nasional. Menarik memang pendapat teman-teman karena latar belakang pendidikannya juga beragam. Pembangunan suatu bangsa harus terus berjalan, cara menyambungkan antara periode satu dengan berikutnya melalaui proses pemilu yang demokratis, saya setuju bahwa pemilu penting diselenggarakan secara bertanggungjawab, demokratis, jujur, dan adil. Selain setuju saya juga selalu berpartisipasi mendatangi TPS memilih calon yang menurut saya baik sesuai dengan informasi dan pengetahuan saya. Cita-cita dibentuknya negara adalah supaya menjadikan kehidupan masyarakat lebih sejahtera, makmur, dan dapat mengembangkan kapasitasnya, karena itu memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden haruslah hati-hati. Awalnya saya tertarik terhadap suatu artikel yang pernah saya baca tentang calon presiden dan team pusatnya dan sinerginya dengan jaringan Internasional, sejak itu saya tidak tertarik dengannya, tetapi saya dillema karena calon wakilnya secara emosional keorganisasian keagamaan dekat atau sama dengan saya, oleh karena itu dengan merasa terpaksa saya tetap memilihnya. 143