Laporan Penelitian Penomena Perilaku Sosial Politik

advertisement
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Ungkapan syukur patut diucapkan kepada sang pencipta segala
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku sosial seluruh manusia di jagad
raya ini, sehingga membentuk suatu fenomena sosial yang konstan untuk
dijadikan sebagai obyek penelitian yang bermuara pada terbentuknya suatu teori
sebagai landasan untuk mendeskripsikan, menafsirkan, dan memprediksi
fenomena yang akan terjadi di masa mendatang untuk terbentuknya kehidupan
yang lebih bermakna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beragama.
Sistem kebermasyarakatan dan kenegaraan yang dilandasi oleh nilai-nilai
universal telah diteladankan oleh Baginda Rasulullan SAW, karenanya sanjungan
salam niscaya kita sampaikan kepadanya dengan harapan dapat mewarisi semua
pengetahuan, pandangan, sikap, dan perilaku kemasyarakatannya untuk
diimplementasikan sehingga tercipta masyarakat madani di Indonesia.
Setidaknya terdapat teori utama yang dapat digunakan untuk memahami,
mendeskrepsikan, menjelaskan, dan menganalisis perilaku sosial individu dalam
aktifitas kesehariannya, yaitu teori behavioristik. Setiap perilaku individu
seseorang dalam konteks sosialnya merupakan respon atas stimulan-stimulan
dunia eksternalnya, baik stimulan yang didesain untuk terjadinya perilaku sosial
dimaksud, maupun stimulan yang secara alamiah bersifat given. Prinsip memberi
dan menerima dalam kehidupan sosial dalam beragam bentuknya merupakan
keniscayaan, kualitas pengetahuan, pemikiran, pemahaman, pandangan, sikap,
dan perilaku setiap individu merupakan konsekwensi kemampuannya dalam
memanfaatkan dan mengelola semua potensi eksternalnya untuk disinergikan
dengan potensi internalnya sehingga membentuk kehidupan sosial yang lebih
bermakna. Namun demikian, tidak semua perilaku sosial individu selalu
tergantung dari dunia eksternalnya, ia juga memiliki otoritas yang membentuk
independensi perilaku sosial sehingga ia tetap dapat menampilkan perilaku yang
sesuai dengan pemahaman, pengetahuan, pandangan, dan sikapnya, ia mempunyai
kemampuan mereproduksi pengetahuannya dalam bentuk perilaku sebagai hasil
dari refleksi pengalamannya di masa lalu, karena manusia dilengkapi dengan dua
sistem utama, yaitu; sistem receptor dan sistem efektor. Di satu sisi kita meyakini
kebenaran teori behavioristik, tetapi kita juga tidak bisa menafikan kemampuan
otoritas pengetahuan manusia dapat membentuk dan mempengaruhi perilaku
keindividuan dan sosialnya.
Dua model pemikiran inilah yang dapat dijadikan landasan dalam
memahami fenomena perilaku politik pemilih di Kabupaten Trenggalek bahwa
kita semua memaklumi perilaku pemilih banyak dipengaruhi oleh budaya pemilu
yang kurang bersih; masih adanya praktik pemberian “hadiah” pada pemilih, baik
dalam bentuk material maupun nonmaterial dan pemilihpun memanfaat moment
pemilihan sebagai pesta menerima hadiah dimaksud. Namun toh demikian, kita
tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak juga individu-individu pemilih
yang mempunyai otoritas, kecerdasan, dan mempertahankan idealitas politknya
sebagai warga negara yang menginginkan kebaikan bagi negaranya. Dunia
ii
memang tidak dapat dipisahkan dari dua sisi yang selalu dalam kondisi dikotomi;
ada ujung timur pasti ada ujung barat, ada sisi kebaikan pasti juga ada sisi
kejelakan, ada samping kanan pasti juga ada samping kiri, adanya satu sisi tidak
akan meniadakan sisi lainnya, kedua sisi yang saling berseberangan sejatinya
melahirkan keseimbangan kehidupan bermasyarakat, karenanya justru tiadanya
satu sisi harus diadakan lainnya sampai terbentuk titik equilibrium
kebermasyarakatan dan keberbangsaan.
Satu sisi kebenaran temuan dan analisa dari penelitian ini tidak menafikan
sisi kekurangan lainnya yang banyak terdapat dalam laporan penelitian ini.
Masukan dari semua semua pembaca, baik pada aspek substansi penelitian
maupun dari sisi metodologis dan asesories lainnya sangat dibutuhkan bagi
peneliti untuk membuat penelitian yang lebih berkualitas di masa mendatang. Kita
semua mempunyai tujuan yang sama bahwa secara akademik suatu hasil
penelitian diharapkan mampu memberikan pemahaman teoritik untuk
memecahkan berbagai problem kemasyarakatan, dan kebangsaan. Pemilu yang
diselenggarakan lima tahunan, merupakan ikhtiar untuk mendesain dan
menciptakan kesinambungan kepemimpinan dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakatan, karenanya penting bagi semua pihak untuk bersamasama saling bersinergi untuk mewujudkan cita-cita dimaksud sesuai dengan
kapasitas dan wilayah kerjanya masing-masing, tentu sumbangsih masing-masing
level masyarakat akan bermakna.
Akhirnya, ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada ketua, anggota dan
kesekretariatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Trenggalek yang
telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan ini
dan mempublikasikannya. Semoga semua ini menjadi amal hasanah yang
diridloiNya bagi kita semua, dan menjadi kontribusi bagi terwujudnya
pelaksanaan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber
dan jurdil) di masa mendatang, amin.
Trenggalek, 31 Juli 2015.
Salam,
Ttd
Peneliti
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kekuatan lahir dan batin, sehingga publikasi riset partisipasi masyarakat dalam
pemilu ini dapat terselesaikan. Penelitian dengan judul ”Fenomene Perilaku
Sosial Pemilih Pada Pilpres 2014 Di Kabupaten Trenggalek” ini merupakan
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis yang
dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan. Laporan ini merupakan hasil akhir
dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian setelah dilakukan pemaparan dan
diseminasi oleh peneliti serta revisi atas beberapa kritik, saran dan masukan yang
sisampaikan berbagai pihak.
Atas nama KPU Kabupaten Trenggalek, kami memberikan apresiasi yang
tinggi kepada peneliti yang berhasil memotret perilaku sosial pemilih di
Kabupaten Trenggalek. Selanjutnya kami sangat berharap agar riset ini dapat
digunakan sebagai referensi bagi design kebijakan dan strategi meningkatkan
partisipasi pemilih dalam pemilu-pemilu yang akan datang. Dalam khasanah
demokrasi, partisipasi merupakan salah satu prinsip dasar yang harus
diterapkankan dalam pemilu. Begitu pentingnya partisipasi rakyat dalam pemilu,
maka ia akan menentukan kualitas demokrasi yang dianut oleh suatu negara.
Pemilu akan bermakna bagi demokrasi apabila ada partisipasi yang tinggi dari
semua warga negara. Semakin tinggi tingkat partisipasi rakyat dalam setiap
tahapan pemilu, akan akan dapat meminimalisir penyimpangan yang dapat
menciderai makna demokrasi dan pada gilirannya pemilu memiliki legitimasi
yang kuat dihadapan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Sebaliknya semakin
rendah angka partisipasi rakyat dalam setiap tahapan pemilu akan menunjukkan
bahwa legitimasi pemilu sebagai wahana suksesi kepemimpinan politik dalam
jabatan-jabatan publik menjadi tanda tanya.
Partisipasi semua warga negara adalah faktor penentu utama bagi
keberhasilan suatu pemilu. Pemilu sebagai sebuah proses politik ditentukan oleh
keputusan politik pemilih. Keputusan politik pemilih dalam menentukan
pilihannnya akan menentukan arah politik dan pembangunan yang akan terjadi
setelah pemilu. Demikian juga dengan keputusan politik pemilih untuk
menggunakan hak pilihnya atau tidak akan berakibat tinggi rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pemilu. Kualitas partisipasi politik rakyat, juga menentukan
kualitas demokrasi. Artinya, rakyat yang berpartisipasi berdasarkan kesadran
kritis, pengetahuan dan kemerdekaan rakyat dalam menggunakan hak pilihnya,
seperti: rakyat paham mengapa ada pemilu, mengerti pengaruh partisipasi rakyat
terhadap pemilu tata pemerintahan ke depan dan adanya informasi yang memadai
untuk menentukan pilihan terhadap salah satu calon.
Pemilu yang dilakukan dengan membangun kesadaran politik kritis rakyat
serta pemenuhan hak atas informasi publik akan menjadikan pemilu sebagi
pelaksanaan demokrasi prosedural sekaligus substantif. Sebaliknya pemilu yang
dilakukan sekedar memobilisasi rakyat untuk datang ke TPS untuk mencoblos
pada hari pemungutan suara, tanpa mengetahui apa tujuan dan akibat dari
pilihanya, berdampak pada rentannya rakyat sebagai pemilih mengalami
pembodohan dan menjadi korban money politic. Pemilu yang dilakukan dengan
iv
cara memobilisasi rakyat akan menjadikan pemilu dilaksanakan sekedar sebagai
ritual politik tanpa makna. Dan tidak memberikan sumbangan pada penguatan
demokrasi dalam suatu negara. Pemilu sekedar ritual politik adalah demokrasi
manipulatif.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, sementara ini demokrasi
merupakan sistem pemerintahan yang banyak dianut oleh berbagai negara,
termasuk Indonesia. Karena dalam berbagai hal, demokrasi menempatkan
kedaulatan rakyat sebagai tumpuan, yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Setiap negara yang menganut sistem demokrasi pasti menyelenggarakan pemilu,
tetapi tidak setiap pemilu dapat terselenggara secara demokratis. Pemilu yang
demokratis setidaknya mencakup dua aspek demokrasi sekaligus, yaitu aspek
prosedural dan aspek substansial. Aspek demokrasi prosedural akan turut
menetukan tercapainya demokrasi substansial. Dari sisi prosedural mengacu pada
teknis pelaksanaan pemilu yang bersifat teknis-administratif, pelaksanaannya
bersih dan jurdil serta pemilih yang sadar pilih dan kritis, maka akan berdampak
positif pada legitimasi terhadap hasil pemilu. Legitimasi pemilu yang kuat dan
hasilnya diterima dengan baik oleh semua pihak, menjadikan lembaga demokrasi
hasil pemilu (eksekutif maupun legislatif) akan diakui keberadaannya. Lembaga
yang memiliki legitimasi akan bekerja secara efektif untuk melahirkan kebijakan
publik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga terwujudlah
demokrasi yang substantif.
Trenggalek, 20 Agustus 2015
KOMISI PEMILIHAN UMUN
KABUAPATEN TREGGALEK
Ketua
SURIPTO, SAg, M.Pd.I
v
ABSTRAK
Nur Kholis. Fenomena Perilaku Sosial Politik Pemilih. Penelitian, Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Kabupaten Trenggalek, 2015.
Kata Kunci: Perilaku, Pemilih.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena perilaku sosial politik pemilih dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dengan pendekatan fenomenology.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Trenggalek. Subyek penelitian adalah pemilih
pada pemilu presiden dan wakil presiden 2014, sedangkan obyek penelitiannya
adalah semua fenomena yang menjadi fokus penelitian. Data dikumpulkan
melalui wawancara mendalam, dan dokumentasi, dengan menggunakan instrumen
inti dan bantu. Analisis hasil penelitian dilakukan secara terus menerus mulai dari
penggalian data sampai analisis, menggunakan tahapan open coding, axial coding,
dan selective coding. Untuk memperoleh keabsahan data digunakan langkahlangkah teknik pemeriksaan data yang memenuhi empat kreteria, yaitu;
credibility, transferability, dependability dan confirmability.
Hasil penelitian ini, sebagai berikut: (1). Fenomena perilaku sosial politik
pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat dipahami melalui tiga model yaitu; (a)
Perilaku sosial politik pemilih terbentuk melalui tiga proses tahapan, yaitu:
pengetahuan, pandangan, dan sikap. (b) Unsur eksternal pembentukan perilaku
sosial pemilih melalui proses sosial, interaksi sosial, dan imitasi terhadap perilaku
sosial pemilih di masing-masing komunitasnya. (c). Terdapat ruang kreatifitas
otentik masing-masing pemilih untuk mengaktualisasikan hak-hak politiknya,
yang tidak selalu merupakan bentuk respon atas stimulan eksternalnya (imbalan
material) dari kandidat. (2). Faktor yang mempengaruhi adalah faktor sosial
ekonomi, faktor orang-orang terdekat, dan faktor kedekatan emosional. Faktor
sosial ekonomi adalah semua jenis imbalan yang dijanjikan oleh kandidat atau
team sukses, baik yang berbentuk materi maupun nonmateri. Faktor orang-orang
terdekat adalah semua orang yang memungkinkan mempengaruhi predisposisi
politik pemilih diantaranya orang tua pemilih (ayah dan ibu), suami atau istri,
anggota team sukses kandidat, dan peer group. Sedangkan faktor kedekatan
emosional adalah kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol
pengusung yang didasarkan adanya kesamaan dalam bidang agama, organisasi,
asal daerah, dan sebagainya.
proposisi mayor yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah terbentuknya
perilaku sosial politik pemilih dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, orangorang terdekat, dan kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol
melalui tahapan proses pematangan pengetahuan, pandangan, dan sikap.
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar Peneliti ......................................................................................... ii
Kata Pengantar Ketua KPU Kab. Trenggalek ....................................................... iv
Abstrak .................................................................................................................. vi
Daftar isi ................................................................................................................ vii
Daftar Tabel ......................................................................................................... ix
Daftar gambar....................................................................................................... x
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latara Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ................................................................... 4
C. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................. 4
1. Pengertian Perilaku Sosial .................................................................... 4
2. Teori Perilaku Sosial ............................................................................ 8
D. Manfaat Metode Penelitian ...................................................................... 14
3. Jenis dan Pendekatan Penelitian ........................................................... 14
4. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 16
5. Subyek dan Obyek Penelitian ............................................................... 16
6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 19
a. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 19
b. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 21
7. Keabsahan data ..................................................................................... 21
8. Teknik Analisis Data ............................................................................ 25
BAB II: SEKILAS KABUPATEN TRENGGALEK
A. Kondisi Umum .......................................................................................... 28
B. Kondisi Sosial Ekonomi............................................................................ 30
C. Kondisi Sosial Keagamaan ....................................................................... 34
D. Kondisi Pendidikan ................................................................................... 37
BAB III: FENOMENA PERILAKU SOSIAL PEMILIH
A. Pendahuluan .............................................................................................. 40
B. Pengetahuan Pemilih ................................................................................. 42
C. Pandangan Pemilih .................................................................................... 49
D. Sikap Pemilih ............................................................................................ 53
E. Pola Perilaku Sosial Pemilih ..................................................................... 60
F. Tafsir Perilaku Sosial Pemilih...................................................................67
BAB IV : FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMILIH
A. Pendahuluan ............................................................................................ 79
B. Faktor Sosial Ekonomi ............................................................................ 83
C. Faktor Orang Terdekat ............................................................................ 88
D. Faktor Kedekatan Emosional .................................................................. 95
E. Tafsir Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih............................ 102
vii
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................. 117
B. Saran-Saran ............................................................................................. 118
C. Rekomendasi ........................................................................................... 120
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1:
Perbedaan partisipasi pemilih laki-laki dan
perempuan.................................................................................
ix
66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1:
Warung Kopi, Media Komunikasi Masyarakat.......................
59
Gambar 2:
Warnet, Media Informasi Warga.............................................
62
Gambar 3:
Penggalian data Wawancara....................................................
85
Gambar 4:
Pengaruh Orang-Orang Terdekat.............................................
99
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak reformasi diguliskan oleh Pemerintah Indonesia, agenda besarnya
adalah pembangunan yang demokratis. Demokrasi menjadi konsep yang perlu
diimplementasikan dalam setiap aspek pembangunan di Indoensia, mulai dari
pemilihan pimpinan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Kebijakan
yang dijalankan berkaitan dengan proses demokratisasi salah satunya adalah
diadakannya pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung.
Landasan filosofis dilaksanakan pemilu langsung adalah keinginan bersama
mengembalikan kedaulatan rakyat pada porsi yang sebenarnya. Oleh karena itu
rakyat adalah subyek yang menentukan, bukan obyek yang ditentukan, baik
dalam lingkup perpolitikan nasional (pemilihan presiden) maupun lokal
(pemilihan
kepala
pembangunan,
daerah).
keterlibatan
Rakyat
rakyat
menjadi
mulai
dari
penentu
tahapan
dalam
proses
perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan monitoring dalam pembangunan termasuk
didalamnya pelaksanaan pemilu merupakan konsekwensi yang niscaya sejaka
Indonesia memilih demokrasi sebagai instrument dalam pembangunan. Hal
demikian ditandai dengan perubahan perilaku sosial politik rakyat dari sebagai
obyek yang dimobilisir menjadi subyek yang memobilisir kekuatan internal
dan eksternalnya.
Perilaku sosial dapat dimaknai sebagai suasana saling ketergantungan
antar individu dengan lainnya, ia sejatinya merupakan suatu keniscayaan bagi
2
komunitas manusia untuk melanggengkan eksistensinya. Setiap manusia pada
dasarnya saling membutuhkan antara satu dengan lainnya dalam setiap aspek
kehidupannya, untuk itu ia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati,
saling membantu, saling berbagi, tidak saling menggangu hak orang lain, dan
tentu diperlukan toleransi dalam hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat, perilaku sosial tampak dalam pola respons antar individu satu
dengan lainnya yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi,
perilaku tersebut diimplementasikan didasarkan pada nilai-nilai, keyakinan,
norma, perasaan sosial, tindakan, sikap, atau rasa hormat terhadap orang lain,
karena itu perilaku bersifat relatif dan subyektif.
Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi
orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda sesuai dengan subyektifitas
masing-masing individu. Setiap moment dalam kehidupan bermasyarakat,
selalu ditandai dengan proses sosial yang antara individu satu dengan individu
lainnya saling berinteraksi, saling menstimulan dan merespon, pada moment
pemilu misalnya antara team sukses/kandidat selalu ditandai dengan proses
stimulan dan respon. Stimulan-stimulan yang dilakukan untuk memobilisasi
massa dapat dilakukan oleh kandidat dengan menggunakan berbagai cara dan
media yang memungkinkan dapat mencapai tujuan secara maksimal, baik
media yang bersifat lokal maupun nasional, media cetak maupun online, dan
lain sebagainya. upaya demikian pada dasarnya bentuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, karena tingkat dan kualitas partisipasi masyarakat
dalam moment pemilu merupakan hal penting yang menjadi indikator
3
demokratisasi. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat, maka dapat
dipahami sebagai indikator makin demokrasinya suatu pemilu.
Tingkat partisipasi pemilih dalam suatu pesta Pemilu akan menentukan
kualitas demokrasi suatu Bangsa. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu
menjadi sangat penting, berbagai cara dilakukan oleh pelaksana pemilihan
umum untuk mendorong makin meningkatnya partisiapsi pemilih, diantaranya
adalah: melakukan pendidikan politik; Sosialisasi melalui media cetak,
elektronik, dan sosial; Pembuatan media karikatur; Pemasangan baliho;
penyebaran melalui SMS; bahkan di beberapa daerah panitia pemungutan suara
banyak yang melakukan inovasi dan berkreatifitas dengan misalnya memberi
dorprize, mendekor tempat pemungutan suara dengan topik jaman perjuangan
(jadoel), disinergikan dengan pertunjukan musik, dan lain sebagainya. Apapun
yang dilakukan panitia mulai dari panitia pusat sampai desa patut mendapatkan
apresiasi sehingga partisipasi pemilih dalam moment pemilihan suara dari
periode satu ke berikutnya menunjukkan partisipasi yang baik, meskipun
mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.
Menurut Kompas (10 Mei 2014) berdasarkan data Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menyatakan bahwa partisipasi pemilih pada pemilu legislatif
2014 mencapai 75,11%. Dengan angka partisipasi itu, 24,89% pemilih tidak
menggunakan hak pilihnya. Sementara, pada pemilu presiden partisipasi
pemilih pada Pilpres 2014 berdasarkan data yang dilansir KPU sebesar
69,58%. Perbedaan angka partisipasi dalam pemilihan legislatif dan presiden
patut dikaji, bahkan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya juga
4
menunjukkan perbedaan. Faktor-faktor apa yang diduga mempengaruhi
perbedaan tersebut, apakah ada perbedaan tingkat partisipasi antara laki-laki
dengan perempuan, mengapa terjadi perbedaan dan fluktuasi, dan apa yang
mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi dalam pemilihan
umum. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut penelitian yang diajukan
dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis pokok-pokok masalah
fluktuasi atau kurangnya tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih, dan
diharapkan dapat diketahui dan ditemukan pendekatan-pendekatan untuk
memacu meningkatnya tingkat partisipasi pemilih.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fenomena perilaku sosial politik pemilih dalam penyelenggaraan
pemilu Presiden tahun 2014 di Kabupaten Trenggalek?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku sosial politik pemilih
dalam penyelenggaraan pemilu presiden 2014 di Kabupaten Trenggalek?
C. Kerangka Pemikran
1. Pengertian Perilaku Sosial
Dalam kamus bahasa Indonesia, perilaku diartikan tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan sosial
diartikan berkenaan dengan kehidupan masyarakat. Dengan demikian
perilaku sosial dapat diartikan tanggapan atau reaksi komunitas masyarakat
terhadap ransangan sekitarnya. Perilaku sosial dapat disinonimkan dengan
perilaku kolektif, yaitu kegiatan orang secara bersama-sama dengan cara
tertentu dan mengikuti pola tertentu pula. Menurut Coleman (2008: 241)
5
bahwa perilaku kolektif merupakan pengalihan kontrol yang sederhana (dan
rasional) terhadap tindakan satu pelaku kepada pelaku lain. Setiap tindakan
manusia, baik secara individual maupun kelompok merupakan reaksi atas
rangsangan eksternal yang diterima melalui panca inderanya.
Dalam praktiknya, perilaku sosial merupakan suasana saling
ketergantungan yang merupakan
keniscayaan bagi komunitas manusia
untuk keberlangsungan eksistensinya. Setiap individu manusia pada
dasarnya saling membutuhkan antara satu dengan lainnya dalam setiap
aspek kehidupannya. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama,
saling menghormati, saling membantu, saling berbagi, tidak saling
menggangu hak orang lain, dan tentu diperlukan toleransi dalam hidup
bermasyarakat. Perilaku sosial akan tampak dalam pola respons antar
individu satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan hubungan timbal
balik
antar pribadi. Perilaku tersebut ditunjukkan dengan perasaan,
tindakan, sikap keyakinan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku
sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain
dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja
sama, ada orang yang melakukannya
dengan tekun,
sabar dan selalu
mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya.
Sementara di pihak lain, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran
dan hanya ingin mencari untung sendiri.
Perilaku sosial oleh karenanya
merupakan pengejawantahan dari
hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Sebagaimana diuraikan oleh
6
Fromm (2001: 312-313) bahwa Darwin sangat menyadari bahwa manusia
dicirikan tidak hanya dengan fisik yang khas tetapi juga dengan sifat-sifat
psikis tertentu. Sebanding dengan kecerdasannya yang lebih tinggi, perilaku
manusia lebih lentur (flexible), namun kurang memiliki refleks dan
insting…dibanding
binatang
lain,
manusia
mampu
berfikir
dan
meningkatkan sifat adaptif perilakunya dengan cara-cara yang masuk akal,
manusia merupakan individu yang berbudaya dan bermasyarakat, ia telah
mengembangkan budaya dan masyarakat yang unik, baik jenis maupun
kompleksitasnya.
Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada
aspek eksternal situasi sosial memegang peranan yang cukup penting.
Situasi sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling
hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain
setiap situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi social dapatlah
dikatakan sebagai
situasi sosial. Contoh situasi sosial
misalnya
di
lingkungan pasar, di lingkungan pesantren, di masjid, di tempat rapat, dan
lain sebagainya.
Terdapat beberapa faktor yang setidaknya dapat mempengaruhi
perilaku sosial. Pertama, karakteristik orang-orang sekitarnya. Karakter
teman pergaulan seseorang individu dapat mempengaruhi perilaku sosial
individu bersangkutan. Jika ia lebih sering bergaul dengan orang-orang
yang memiliki karakter positif, baik, santun, maka kemungkinan besar ia
7
akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang lingkungan pergaulannya.
Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter buruk, negatif,
maka kemungkinan besar akan berperilaku seperti orang-orang di
sekitarnya.
Kemauan dan keberanian memilih teman bergaul atau
lingkungan akan menentukan perilaku sosialnya. Ini artinya keteladanan
menjadi modal penting bagi seseorang agar mempunyai perilaku sosial yang
baik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kyai, ustadz, dan santri
sekitarnya memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat
mempengaruhi pembentukan perilaku sosial santri.
Kedua, proses kognitif. Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide,
keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang
akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya santri yang terus
berpikir agar kelak dikemudian hari dapat menghafal al-Qur’an, akan terus
berupaya dan berproses mengidolakan kyainya seraya mengembangkan dan
memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya. Teori ini yang kemudian
dikembangkan para tentor untuk meningkatkan sikap berfikir positif dengan
menanamkan gagasan besar, ide, cita-cita, keinginan, dan tujuan hidup
dalam bawah sadar pasiennya, banyak orang yang berhasil dengan
mengubah mainset dari mimpi menjadi kenyataan, bahkan di Kediri ada
Kiai yang berhasil mempraktikkan terapi pengobatan dengan cara menata
dan menenangkan berikirkan dengan rutin melakukan sholat malam.
Ketiga,
lingkungan.
Lingkungan
alam
terkadang
dapat
mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Misalnya orang yang berasal
8
dari daerah pantai atau pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras,
maka perilaku sosialnya seolah keras pula, ketika berada di lingkungan
masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata. Penelitian
yang dilakukan Nurkholis (2005) menemukan bahwa anak-anak yang
dibesarkan pada lingkungan yang keras tumbuh menjadi pribadi yang
agresip.
Keempat, latar budaya. Latar budaya sebagai tempat perilaku dan
pemikiran sosial itu terjadi, misalnya seseorang yang berasal dari etnis
budaya tertentu akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam
lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Berbagai
bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan
karakter atau ciri kepribadian yang
berinteraksi dengan kelompok lain.
seseorang yang menjadi
dapat
diamati ketika
seseorang
Kecenderungan perilaku
sosial
anggota kelompok akan terlihat jelas diantara
anggota kelompok yang lainnya.
2. Teori Perilaku Sosial
Perilaku merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap
rangsangan dari orang lain atau lingkungan sekitarnya. Keputusan seseorang
untuk melakukan tindakan tertentu umumnya didahului oleh niat untuk
melakukan tindakan tersebut, niat yang kuat akan mendorong terjadinya
suatu tindakan, niat merupakan manifestasi/aktualisasi respon atas stimulanstimulan yang ada, meskipun ada juga munculnya niat atas kemauan sendiri
yang
kemudian
disebut
otoritas
berkehendak.
Faktor-faktor
yang
9
mempengaruhi niat diantaranya adalah sikap dan norma subyektif. Peran
sikap dan norma subyektif dalam menentukan niat berperilaku dan akhirnya
menentukaperilaku dijelaskan oleh teori sikap yang dikembangkan oleh
Fishbein dan Ajzen (dalam Schiffman dan Kanuk, 2007: 240). Sikap
merupakan suatu ekspresi seseorang yang merefleksikan rasa suka atau
tidak suka terhadap suatu objek. Sikap seseorang berhubungan dengan
perilakunya, sikap positif akan menyebabkan perilaku yang positif terhadap
suatu objek dan begitu pula sebaliknya. Hubungan antara sikap, norma
subyektif dan niat seseorang terhadap suatu obyek tertentu pada akhirnya
teraktualisasikan ke dalam perilaku dalam bentuk tindakan, aktifitas dan
kegiatan tertentu.
Teori ini menurut pandangan penulis relevan digunakan untuk
menganalisis perilaku yang sepenuhnya dikendalikan oleh aktor, sedangkan
jika digunakan untuk menganalisis perilaku individu yang tidak sepenuhnya
dikendalikan oleh aktor, maka sebaiknya menggunakan theory of planned
behavior. Teori ini merupakan modifikasi dari teori tindakan rasional
dengan dua faktor utamanya, yaitu; (1) Faktor perilaku (intensi berperilaku).
(2) Norma subjektif dari perilaku. Dalam perkembangannya teori ini kurang
cocok jika digunakan untuk menganalisis perilaku yang tidak sepenuhnya
dikendalikan oleh aktor, maka perlu dimodofikasi. Karena kenyataannya
tidak
semua
perilaku
yang
teraktualisasikan
dalam
keseharian
individu/kelompok di masyarakat ada yang tidak dikendalikan oleh aktor
tetapi merupakan respon atas stumalan sekitarnya. Fishbein dan Ajzen
10
kemudian memodifikasi teori sebelumnya dengan memasukkan faktor ke
tiha, yakni (3) Perceived behavioral control (PBC) yang kemudian teorinya
diganti dengan nama theory of planned behavior.
Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku, sikap
adalah kepercayaan positif atau negatif untuk mengaktualisasikan perilaku
tertentu. Kepercayaan-kepercayaan (beliefs) ini disebut dengan behavioral
beliefs. Seorang individu akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku
tertentu ketika ia menilainya sesuatu itu secara positif. Sikap ditentukan oleh
kepercayaan-kepercayaan individu mengenai akibat atau konsekuensi dari
teraktualisasinya suatu perilaku (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan
hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap
tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku
dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral control.
Norma subjektif dipandang sebagai suatu fungsi dari beliefs yang
secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk mengaktualisasikan
suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk dalam normanorma subjektif disebut juga kepercayaan normatif (normative beliefs).
Seorang individu akan berniat mengaktualisasikan suatu perilaku tertentu
jika ia mempersepsi bahwa orang-orang disekitarnya/lingkungannya berfikir
bahwa ia memang seharusnya melakukan hal itu. Orang lain yang dimaksud
diantaranya bisa pasangan, teman bergaul, teman kerja, atasan, orang tua,
guru, ustadz dan orang yang paling dihormati Kiai. Untuk mengetahui
apakah orang laing menghendaki suatu aktualisasi perilaku tertentu tidak
11
sulit, misalnya kalau di pesantren ada aturan tertulis dan aturan tidak tertulis
yang disosialisasi, dipahami secara turun temurun dari generasi satu ke
generasi berikutnya sehingga menjadi suatu budaya atau kebiasaan.
Perceived behavioral control (PBC) menunjuk suatu derajat di mana
seorang individu merasa bahwa aktualisasi atau tidaknya suatu perilaku
yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak
akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku
tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan
untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia
percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya.
PBC dapat mempengaruhi perilaku secara langsung atau tidak langsung
melalui intensi. Jalur langsung dari PBC ke perilaku diharapkan muncul
ketika terdapat keselarasan antara persepsi mengenai kendali dan kendali
yang aktual dari seseorang atas suatu perilaku. PBC ditentukan oleh dua
faktor yaitu; kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan
(control beliefs) dan persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk
melakukan suatu perilaku (perceived power). PBC mengindikasikan bahwa
motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat
kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika
seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang
ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut
memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku.
Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam
12
mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat
mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku, Persepsi ini dapat
mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan
datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar
individu.
Setiap individu manusia selalu melakukan aktifitas, ritinitas, temporer,
reaksioner, individual dan kolektif. Aktifitas bagi manusia merupakan
bagian
dari
mempertahankan
dan
mengembangkan
potensi-potensi
kemuanisaan. Perilaku demikian menurut Coleman dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori rasional. Gagasan dasar teori ini adalah tindakan
perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan juga
tindakan) ditentukan oleh nilai yang pilihnya (pereferensi). Tujuan bagi
manusia merupakan sumber energi yang dapat menggerakkan aktualisasinya
perilaku seseorang, antara tujuan dengan perilaku merupakan dua unsur
yang saling mempengauhi, tujuan pada suatu ketika berfungsi untuk
menggerakkan, tetapi suatuketika bisa sebaliknya dengan melakukan
kegiatan seseorang dapat mencapai tujuannya.
Teori rasionalisasi perilaku yang berbasis psikologi sosial oleh
Coleman kemudian dielaboasi ke dalam bidang kajian sosial. Menurut
Coleman (1990: 30), ada dua utama teori Coleman, yakni aktor dan sumber
daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat
dikontrol oleh aktor. Menurut Coleman interaksi antara aktor dengan
sumber daya adalah sebagai berikut.
13
Basis minimal untuk sistem sosial tindakan adalah dua aktor,
masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian
pihak yang lain. Perhatian satu orang terhadap sumber daya yang
dikendalikan orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat
dalam tindakan saling membutuhkan...terlibat dalam sistem
tindakan...selaku aktor yang mempunyai tujuan, masing-masing
bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepengtingannya yang
memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistemik terhadap tindakan
mereka (Coleman, 1990: 29).
Tindakan demikian biasanya menyebabkan subordinasi individu satu
terhadap individu lainnya. Menurut Coleman, pengakuan ini menciptakan
fenomena makro paling mendasar, yakni satu tindakan yang terdiri dari dua
orang individu ketimbang dua orang aktor yang bebas. Akibatnya, struktur
berfungsi terbebas dari aktor, ketimbang memaksimalkan ketertarikannya,
dalam kasus ini seorang aktor malah berusaha merealisasikan ketertarikan
aktor yang lain atau unit kolektif independen (Coleman, 1990: 45).
Teori ini dapat menjelaskan arah suatu sikap terhadap aktualisasi
perilaku seseorang. Penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi
untuk berperilaku, Intensi aktualisasi perilaku individu merupakan
kombinasi dari sikap dan norma subjektif. Sikap merupakan perbuatan yang
berdasarkan pada pendirian dan keyakinan, sikap individu terhadap perilaku
meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil
perilaku, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.
Seseorang yang mempunyai keyakinan atau pandangan bahwa hasil dari
menampilkan suatu perilaku tersebut positif, maka ia akan memiliki sikap
yang positif terhadap perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya jika suatu
perilaku difikirkan negatif maka maka ia akan mengaktualisasikan perilaku
14
negatif. Sedangkan yang dimaksud dengan norma subyektif adalah apabila
ia dan orang-orang di sekitarnya memandang bahwa menampilkan perilaku
tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi
untuk memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan. Contohnya, jika
orang-orang lain meyakini atau mengharapkan perilaku yang akan
ditampilkan sesuatu yang negatif dan ia berkeinginan memenuhi harapan
orang-orang lain tersebut, itulah yang dinamakan dengan norma subjektif
negatif.
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang telah peneliti lakukan adalah kualitatif, yang
ditandai dengan beberapa karakteristik, diantaranya; 1) Lokasi penelitian
alamiah. Peneliti menggali data langsung ke lapangan dengan wawancara
kepada semua subyek, observasi terhadap beragam situasi dan aktifitas yang
dilakukan subyek, dan menyalin dokumen-dokumen tertulis atau gambar
yang ada di tempat penelitian; 2) Peneliti merupakan instrumen kunci; 3)
obyek yang digali sebenarnya merupakan makna esensial dari pengalamanpengalaman subyek yang kemudian peneliti analisis secara induktif; dan 4)
bersifat interpretif. Peneliti melakukan interpretasi atas apa yang terlihat,
terdengar, dan terpahami dalam setting alamiah (Creswell, J.W., 1999:
147).
Menurut pandangan peneliti, jenis penelitian ini sesuai untuk
dilakukan karena data-data yang peneliti kaji berkaitan dengan pengetahuan,
15
pemahaman, pandangan, sikap, dan pengalaman-pengalaman subyek
tentang perilaku pemilih dalam pilpres 2014, peneliti juga berusaha
mengungkapkan makna esensial pengalaman-pengalaman mereka dalam
mengembangkan budaya partisipasinya dalam pilpres 2014, dan yang tidak
kalah urgennya adalah berkembangnya budaya-budaya tersebut apakah ada
kaitannya dengan faktor-faktor internal dan eksternal pemilih, apa saja
faktor-faktor dimaksud.
Pendekatan
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
adalah
phenomenology. Peneliti mempelajari peristiwa-peristiwa budaya yang
menjadikan pandangan hidup, pengalaman-pengalaman, pemaknaan, sikap,
dan perilaku subyek. Kemudian berusaha menjelaskan, mengungkapkan
makna konsep atau fenomena tersebut. Peneliti berusaha menafsirkan dan
menjelaskan
tindakan-tindakan,
pengalaman-pengalaman,
pemikiran-
pemikiran subyek dengan cara menggambarkan struktur-struktur dasarnya.
Oleh karena itu, peneliti memusatkan perhatian pada makna dan
pengalaman subyek sehari-hari, yang bertujuan untuk menjelaskan
bagaimana subyek dan pengalaman terciptakan secara penuh makna dan
dikomunikasikan dalam konteks kesehariannya (Holstein, J.A., & Gubrium,
J.F., 1994: 264).
Dalam implementasinya, peneliti juga menunda semua penilaian
tentang persepsi, pandangan, sikap, dan pemaknaan yang alami para subyek
sampai ditemukan dasar tertentu, penundaan ini biasa disebut dengan
epoche. Konsep epoche adalah membedakan wilayah data subjek penelitian
16
dengan interpretasi peneliti terhadap berbagai fenomena. Ia pada dasarnya
menjadi pusat di mana peneliti menyusun, mengelompokkan, dan
menganalisis dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa
yang dikatakan oleh subyek.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Trenggalek, dengan durasi
waktu dua (2) bulan, yakni antara Juni sampai Juli 2015.
3. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek
dalam
penelitian
ini
adalah
masyarakat
Kabupaten
Trenggalek, yang dipilih berdasarkan pembedaan: pemilih pemula, pemilih
sesuai jenis kelamin dan pekerjaan, di wilayah pegunungan, wilayah dataran
rendah, wilayah perkotaan, dan wilayah pinggiran kota. Dalam pandangan
peneliti, subyek yang demikian merupakan pelaku pengembangan budaya
perilaku memilih pada saat pilpres tahun 2014. Istilah subyek, selanjutnya
dalam penelitian ini disebut secara bergantian dengan istilah informan
karena kedua konsep tersebut menurut pandangan peneliti mengandung
makna yang sama, yaitu sama-sama sebagai sumber utama data penelitian
baik yang berjenis kelamin perempuan maupun berjenis kelamin laki-laki.
Sesuai dengan tujuan dan jenis data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini sebagaimana diuraikan di atas, maka satuan kajian datanya
adalah semua masyarakat Kabuptaen Trenggalek dengan ciri dan sifat
sebagaimana diuraikan sebelumnya yang dipilih secara purposive.
Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan; penguasaan obyek penelitian,
17
kuantitas dan kualitas keterlibatan dan peran-perannya didalam proses
pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014, dan kesediaannya
untuk menjadi subyek penelitian.
Untuk mempermudah komunikasi dan ketersediaan layanan informasi,
pertama kali peneliti mencari orang kunci karena peneliti belum kenal
dengan masing-masing subyek. Orang kunci pertama adalah teman peneliti
sendiri, ia memfasilitasi peneliti dengan subyek-subyek lainnya membuat
janji pertemuan berikutnya dengan tujuan untuk memperkuat komunikasi
dan penggalian data lebih dalam dan lebih luas lagi. Setelah beberapa kali
pertemuan dengan subyek pertama, peneliti meminta untuk difasilitasi
pertemuan dengan informan berikutnya yang mereka kenal dan mempunyai
kriteria seperti yang peneliti sampaikan.
Obyek penelitiannya adalah semua gejala yang menjadi fokus
penelitian, yaitu; fenomena perilaku sosial politik pemilih, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku sosial politik pemilih pada saat pilpres tahun
2014. Data-data dikumpulkan peneliti melalui beberapa tahapan, pada tahap
awal dilakukan eksplorasi untuk mendapatkan gambaran secara umum
sebagai dasar untuk menyusun kerangka global konteks penelitian. Pada
tahap ini data dijaring dari subyek kunci yang kemudian diperkuat oleh
subyek ke dua. Pada informan ini diperoleh data-data yang cukup varian,
untuk itu peneliti merasa perlu untuk memilah dan menyusunnya kedalam
kategori-kategori yang dapat mempermudah peneliti dalam proses
penggalian data berikutnya yang lebih mendalam.
18
Pada tahap berikutnya data yang telah terkumpul pada tahap eksplorasi
dideskripsikan, sehingga diperoleh pemetaan sebagai landasan untuk
identifikasi, klasifikasi, dan kategorisasi topik-topik dan/atau masalahmasalah yang relevan dengan fokus penelitian, sebagai dasar untuk
penentuan subyek lainnya yang dianggap dapat memberikan data secara
lebih mendalam sesuai kontek variannya. Pendalaman dalam penggalian
data dilakukan dengan melibatkan informan-informan lainnya sampai
menemukan titik jenuh informasi yang diperlukan sesuai fokus penelitian.
Pendalaman dilakukan beberapa kali, diawali dengan menjaring data dari
kalangan terbatas yang dianggap sebagai subyek yang dapat memberikan
data tentang obyek penelitian, dan akhirnya jumlah subyek penelitian
diperluas kepada subyek lainnya secara mendalam dan holistik. Pada tahap
ini juga data reflektif yang berhasil dideskripsikan dikonfirmasikan kepada
subyek lainnya untuk mendapatkan feedback sehingga diperoleh data yang
valid. Dengan demikian data yang dijaring benar-benar menggambarkan
obyektifitas latar penelitian dan refleksi yang disusun tidak menyimpang
dari makna yang diberikan oleh subyek penelitian atas fenomena yang
diteliti. Pemaknaan data dilakukan secara obyektif dengan merefleksikan
makna-makna yang dipahamai, dirasakan oleh subyek. Pada akhirnya
berdasarkan pada deskripsi data yang berhasil dikumpulkan kemudian
dideskripsikan, dilakukan eksplanasi, dan dianalisis dengan teknis-teknis
yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sehingga dapat disusun
temuan-temuan penelitian dan kesimpulan akhir dalam bentuk proposisi.
19
4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan valid diperlukan
beberapa cara pengumpulan data, kegiatan ini disebut dengan teknik
pengumpulan data, tujuannya untuk memperdalam pemahaman atas
fokus yang diteliti, juga diarahkan sebagai wahana untuk pengecekan
keabsahan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan
untuk saling melengkapi antara teknik yang satu dengan teknik lainnya.
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu;
wawancara dan dokumentasi. Perlu juga disampaikan di sini bahwa
teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam, sementara teknik lainnya bersifat komplementer
terhadap teknik utama. Beberapa teknik pengumpulan data yang
dimaksud dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut.
1) Wawancara mendalam.
Teknik ini dimanfaatkan secara dominan dalam penelitian,
artinya sebagian besar data yang diperoleh dalam penelitian ini
dikumpulkan
melalui
wawancara
mendalam.
Secara
umum
wawancara dilakukan peneliti lebih banyak dilakukan dengan cara
unstructured interview, sebagaimana dikatakan oleh Fontana, A., &
Frey, J.H. (1994: 365) agar data yang diperoleh lebih komprehensif
mengingat peneliti berangkat ke lapangan dengan pemahaman yang
masih kurang atas karakteristik lokasi, obyek dan subyek penelitian.
20
Diharapkan dengan teknik ini diperoleh data yang tidak terduga tetapi
merupakan
temuan
yang
cukup
berharga.
Disamping
itu,
dipertimbangkan pula bahwa sesuai dengan karakteristik subyek
menyangkut; pengetahuan, tingkat pendidikan, kedekatan atau
pemahaman dengan fokus penelitian sangat berwariasi. Pada awal
wawancara, dilakukan secara tidak terarah (non-directed interview)
agar terbangun suasana yang akrab dan bersahabat dengan subyek
penelitian. Setelah tahap eksplorasi ini dapat dilalui dengan baik,
kemudian peneliti menyusun pedoman umum wawancara sesuai
dengan fokus yang hendak dikaji dalam penelitian ini agar wawancara
tidak menyimpang jauh dari fokus yang hendak dikaji. Teknik
wawancara ini dipergunakan untuk mendapatkan data yang terkait
dengan perilaku pemilih pada pilpres 2014.
2) Dokumentasi
Penggunaan teknik dokumentasi ini merupakan pelengkap dari
teknik wawancara mendalam. Meskipun demikian tidak dapat
diingkari bahwa data yang diperoleh dari teknik ini sesuai dengan
masalah yang dikaji, memang sangat berarti. Terutama data tentang
keadaan umum lokasi penelitian, pemilih pemula, pemilih menurut
jenis pekerjaannya, pemilih menurut jenis pendidikannya, dan
sebagainya, termasuk foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan fokus
penelitian. Ini semua merupakan sistem simbol, dan artifak yang
mempunyai makna dan fungsi untuk memperjelas pemahaman peneliti
21
atas fenomena, fakta, dan konsep-konsep yang belum dipahami dalam
wawancara. Semua simbol-simbol ini penting dikumpulkan untuk
membangun pemahaman yang komprehensip terhadap fenomena dan
fakta yang terjadi, sehingga dapat dideskripsikan, dianalisis, dan
disintesiskan sebagai upaya untuk mendapatkan kesimpulan yang
valid.
b. Instrumen Pengumpulan Data
Instrument pengumpulan data pada penelitian ini terbagi menjadi
2 (dua) kategori yaitu instrumen utama dan instrumen bantu;
1) Instrumen utama pada penelitian ini dengan membantu subyek dalam
memaknai
perilaku
sosialnya
melalui
proses
menganalisis,
mensintesiskan dan membuat/menarik kesimpulan/verifikasi terhadap
fenomena yang tampak.
2) Instrumen bantu adalah sarana-sarana dan alat-alat lainnya yang dapat
membantu peneliti dalam menarik kesimpulan atau membuat
verifikasi terhadap fenomena yang diteliti.
5. Keabsahan Data
Setiap penelitian memerlukan adanya standard untuk melihat derajat
kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian. Standard tersebut dalam
penelitian kualitatif disebut dengan keabsahan data. Untuk memperoleh
keabsahan (trustworthiness) data hasil penelitian, peneliti menggunakan
langkah-langkah
teknik
pemeriksaan,
yaitu;
derajat
kepercayaan
22
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability)
dan kepastian (confirmability):
a. Derajat kepercayaan (credibility).
Terpenuhinya
derajat
kepercayaan
yang
ditempuh
dengan
mengamati, mencermati, mengenali secara langsung, serta memahami
dengan baik dan mendalam bagaimana interaksi sosial pemilih pada saat
proses pemilu. Selain itu dilakukan penggalian data melalui dokumendokumen yang ada di kantor KPU Trenggalek yang relevan dengan fokus
penelitian selama kegiatan penggalian data dan analisis penelitian
sebagai upaya untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.
Untuk mengecek kebenaran hasil penelitian dilakukan triangulasi data
terutama pada aspek sumber, metode, dan teori.
Triangulasi sumber misalnya, peneliti membandingkan data yang
diperoleh dari subyek satu dengan subyek lainnya, jika ada perbedaan
data
yang
diperoleh
peneliti
mengkonfirmasi
kembali
sampai
menemukan data yang koheren diantara subyek-subyek penelitian;
Triangulasi metode dalam pelaksanaannya sebagaimana diuraikan di subbab teknik pengumpulan data, yaitu dengan cara peneliti membandingkan
antara data yang diperoleh dari teknik wawancara, dan dokumentasi
sehingga kedua teknik tersebut saling melengkapi untuk menghasilkan
data yang konsisten dan tidak saling bertentangan; Sedangkan triangulasi
teori diterapkan dalam analisis data, baik pada proses pengumpulan data
maupun analisis.
23
Diskusi yang cukup panjang dengan berbagai kalangan (peer
debriefing) dalam rangka negative case analysis, dan member checking
juga dilakukan. Model dari member checking pada penelitian ini adalah
meminta masukan (feedback) dari subyek terkait dengan hasil/temuan
penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk; a) memverifikasi hasil
penelitian ini telah merefleksikan perspektif emik; b) menginformasikan
pada peneliti, bagian mana dari laporan penelitian yang mungkin
menimbulkan masalah politis atau etis manakala dipublis; dan c)
membantu peneliti untuk menemukan interpretasi baru.
b. Derajat keteralihan (transferability).
Tingkat pemahaman peneliti secara rinci terhadap fokus penelitian.
Sehingga hasilnya dapat diuraikan secara lebih fokus, sistematis, dan
detail mengenai segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar
mereka dapat memahami penemuan-penemuan yang diperoleh dalam
penelitian ini. Penemuan dimaksud, tentunya bukan kejadian bagian dari
uraian rinci, melainkan deskripsi dan analisis peneliti atas pemaknaan
subyek
dalam
bentuk
deskripsi
dengan
segala
macam
pertanggungjawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata di lapangan.
Untuk dapat menguraikan secara rinci hasil penelitian ini secara
sistematis,
penelitian
menggunakan
informan
secara
memadai,
membandingkan daya secara konstan, dan mencari kejadian empiris
tentang kesamaan konteks. Meskipun perlu diakui bahwa langkah ini
tidaklah mudah, karena pada penelitian sosial konteks selalu bersifat
24
multidimensional,
dan
multitafsir
sehingga
tidak
mudah
untuk
menemukan konteks yang sama. Oleh karena itu, peneliti memperbanyak
intensitas dan kualitas di lapangan, misalnya memperbanyak dan intens
dalam wawancara mendalam, membandingkannya dengan dokumendokumen tertulis hasil pemilihan pilpres 2014.
c. Kebergantungan (Dependability).
Kebergantungan merupakan konsep yang mempunyai arti sama
(sinonim) dengan consistency yakni keterhandalan atau istiqomah sebuah
penelitian. Untuk meningkatkan keterhandalan, seperti halnya untuk
meningkatkan validitas, peneliti menggunakan teknik triangulasi,
member check, dan penelusuran audit (audit trail) baik pada aspek
proses, dan hasil pilplres 2014. Tentu, penelusuran audit ini dibantu oleh
teman sejawat dengan tahapan-tahapan; praentri, penetapan yang dapat
diaudit, kesepakatan formal dan penentuan keabsahan data. Pada
prinsipnya penelusuran audit ini juga diterapkan untuk menguji aspek
keterpastian
(confirmability),
karena
baik
dependability
maupun
confirmability adalah proses untuk meningkatkan keabsahan data dengan
melakukan auditing ketergantungan dan auditing keterpastian. Diantara
hal yang peneliti minta untuk direviu oleh teman sejawat adalah catatan
lapangan, koding, analisis data, interpretasi data dan langkah-langkah
penelitian, bahkan di akhir penelitian juga perlu direview oleh anggota
KPU Trenggalek yang membidangi.
25
d. Keterpastian (confirmability).
Sebagaimana derajat kebergantungan, teknik untuk mengecek
derajat keterpastian pada penelitian ini adalah auditing (review) dari
sejawat atau komisi promotor. Hal-hal yang dimintakan untuk direviu
diantaranya adalah apakah temuan hasil penelitian benar-benar berasal
dari
data
lapangan
berdasarkan
data
mentah;
wawancara
dan
dokumentasi; apakah kesimpulan yang diambil peneliti itu logis
berdasarkan data, fenomena, dan fakta, dengan melihat teknik analisis
yang digunakan, kecukupan label kategori, kualitas penafsiran, dan
kemungkinan adanya pembanding; juga yang tidak kalah pentingnya
adalah menyangkut ketelitian peneliti, apakah ada kemencengan atau
pembelokan dari fokus yang dikaji, memperhatikan apakah terminologi
yang dibuat berdasarkan teori dari dasar, apakah terlalu menonjolkan
pengetahuan
a-priori
peneliti
atau
tidak
dalam
konseptualisasi
penemuan, dan menelaah kegiatan peneliti dalam melaksanakan
pemeriksaan keabsahan data, misalnya bagaimana peneliti menggunakan
triangulasi, dan member cecking.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan usaha atau proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian dasar.
Semua data yang diperoleh dari hasil wawancara, dan dokumentasi oleh
peneliti diatur, diurutkan, dikelompokkan, diberi kode, dan kemudian
dikategorisasikan sesuai dengan fokus dan/atau pertanyaan penelitian. Kode
26
adalah tanda yang diberikan oleh peneliti sesuai dengan fokus penelitian
yang terdiri dari metode pengumpulan data, subyek, kode, dan
tanggal/bulan/tahun, contohnya adalah W.SW-01.FPP.25062015. Coding
merupakan proses akhir dari pengolahan data, dan merupakan cara memberi
identitas
terhadap
data-data sehingga memudahkan
peneliti
untuk
mengelompokkan untuk kepentingan analisis data sesuai dengan fokus
penelitian,
proses
ini
pada
dasarnya
juga
merupakan
proses
pengorganisasian data. Pengorganisasian dan pengolahan data ini bertujuan
untuk menemukan tema-tema yang sesuai dengan fokus penelitian untuk
dijadikan sebagai konsep-konsep, fakta-fakta yang mendukung
proses
generalisasi temuan penelitian untuk menghasilkan teori substantif.
Ananlisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data,
koleksi data, dan pemaknaan data (Huberman, A.M., & Miles, M.B., 1994:
428-429). Pengumpulan data merupakan proses penggalian data, baik
melalui wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, maupun artikel-artikel
lainnya yang terkait dengan fokus penelitian, dari beberapa penggalian data
tersebut dikompilasi, diedit, disortir, dikoding, dan dipetakan untuk
dideskripsikan, dan dianalisis sesuai dengan urutan fokus penelitian. Inilah
yang dilakukan pada tahap koleksi data. Pada tahap ke dua ini tentu ada
data-data yang saat analisis berlangsung tidak relevan, untuk data yang
demikian oleh peneliti tidak begitu saja dibuang tetapi disisihkan pada file
tersendiri (cadangan) mungkin pada analisis berikutnya dibutuhkan, jadi
intinya tidak ada data yang dibuang hanya direduksi secara tentatif. Tahap
27
berikutnya adalah pemaknaan data, tahap ini merupakan penafsiran terhadap
beberapa data yang menggambarkan fenomena, fakta untuk digeneralisasi
atau disimpulkan kedalam beberapa sub fokus penelitian.
Dalam prakteknya ke tiga tahap tersebut tidak tersegmentasi secara
kaku tahap demi tahap tetapi ketiganya melebur secara luwes, kait
mengkait, silih berganti sampai menghasilkan kesimpulan sesuai subfokus
penelitian. Setelah peneliti menghasilkan kesimpulan awal tidak lantas
penelitian dihentikan, peneliti masih melengkapi data-data dari berbagai
teknik
penggalian
data
lainnya,
mendiskripsikannya
kembali
dan
menganalisisnya sehingga menghasilkan kesimpulan kembali yang mungkin
berbeda dan/atau menguatkan kesimpulan sebelumnya. Hal ini dilakukan
secara siklus secara terus menerus sampai menemukan kesimpulan jenuh
yang dijadikan sebagai kesimpulan akhir oleh peneliti.
28
BAB II
SEKILAS KABUPATEN TRENGGALEK
A. Kondisi Umum
Kabupaten Trenggalek sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Tulungagung, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, dn
sebelah Baratnya Kabupaten Pacitan, sedangkan sebelah selatannya adalah
Laut Samudra India. Luas wilayah Kabupaten Trenggalek adalah 126. 140 Ha,
dimana 2/3 bagian luasnya merupakan tanah pegunungan, Terbagi menjadi 14
Kecamatan dan 157 Desa. Sedangkan luas laut 4 mil dari daratan adalah
711,68 km. Jumlah penduduk tahun 2007 sebanyak 687.477 jiwa terdiri dari
50.17 % wanita dan 49.83 % laki-laki dengan kepadatan penduduk 545 jiwa/
Km² dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.22 % jumlah penduduk tahun
2009 sebanyak 796.966 jiwa terdiri dari 50.49 % wanita dan 49.51 % laki-laki.
Pembangunan sumberdaya manusia di kabupaten Trenggalek terus
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini dapat dilihat dari
beberapa aspeknya, antara lain: kesehatan dan pendidikan. Pertama, aspek
kesehatan. Peningkatan standar kesehatan terus ditingkatkan dengan
melengkapi beberapa fasilitas kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat,
baik yang berupa laboratorium kesehatan, pusata kesehatan masyarakat
(puskesmas), rumah sakit, poliklinik, dan tempat praktik dokter umum maupu
dokter spesial. Saat ini, jumlah rumah sakit yang dimiliki berjumlah 4 buah,
puskesmas sebanyak 22, puskesmas pembatu sebanyak 66, dan jumlah tenaga
medis diantaranya doktor umum 48 orang, spesialis 5 orang, D-III perawat
29
422 orang, D-III bidan 253 orang, serta apoteker 9 orang, proporsi tenaga
kesehatan demikian sebetulnya masih kurang ideal, karena ini menunjukkan
penanganan kesehatan masih didominasi oleh tenaga kelas teknis untuk itu
pemerintahan Kabupaten Trenggalek terus melakukan pembenahan mulai dari
tenaga medis, peralatan dan fasilitas kesehatan, tempat pelayanan kesehatan,
dan obat-obatan. Kedua, aspek pendidikan. beberapa indikator dari aspek ini
yang dapat didalami diantaranya adalah tingkat pendidikan warga masyarakat,
kuantitas dan sebaran fasilitas pendidikan, disparitas lama pendidikan
masyarakat desa dengan kota atau pinggiran, lama pendidikan masing-masing
warga masarakat.
Pembangunan di bidang ekonomi difokuskan pada hal-hal yang bersifat
produksi, misalnya industri, pertanian, dan pemanfaatan obyek-obyek wisata
internak Kabupaten Trenggalek. Pada aspek kegiatan Industri Pengelolaan
tercatat jumlah perusahaan sebesar 20.798 buah dengan nilai investasi Rp
4.146.513.086,- dan nilai produksi sebesar Rp 33.877.783.310,- sedangkan
jumlah Desa yang teraliri listrik sebanyak 157 desa atau sudah menjangkau
seluruh desa yang ada dengan pelanggan sebanyak 106.268 pelanggan. Pada
aspek kegiatan pertanian, luas areal sawah sebesar 12.111 Ha, tanah kering
48.868 Ha, dan perkebunan 1.979 Ha, menghasilkan padi sawah & dan ladang
sebesar 168.898 ton padi, 103.155 ton jagung, 434.365 ton ubi kayu serta
komoditi pertaniaan lainnya. Disamping itu Kabupaten Trenggalek yang
berbatasan dengan laut mempunyai 5.348 nelayan, dan selama tahun 2009
menghasilkan ikan sebayak 23.845,3 ton. Obyek wisata yang dimiliki
30
Kabupaten Trenggalek antara lain di 5 (lima) tempat yang sudah di
berdayakan dengan jumlah pengunjung selama tahun 2009 tercatat 446.283
orang. Sedangkan dari segi prasarana jalan tercepat panjang jalan seluruhnya
999.07 Km dimana 897.90 Km merupakan jalan Kabupaten, dimana 33.66 %
kondisinya baik, 23,13 % kondisi sedang, 23,74 % rusak ringan dan 19,42 %
rusak berat.
Potensi demikian menyumbang perolehan penerimaan daerah, yang
secara umum pendapatannya pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar Rp
714.585.000.000,- dan pengeluaran daerah sebesar Rp. 731.129.000.000.
Pelaksanaan pembangunan ini telah membuahkan hasil yang mengembirakan
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2009 tercatat 5,64 % dimana
sektor pertanian masih mendominasi dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar
34,35 % di susul sector jasa-jasa 21,36 % sector perdagangan, hotel, dan
restauran 18.74 % sedangkan sector lainnya kurang dari 10 %. Pendapatan
perkapita penduduk secara nominal mencapai 4,66 juta rupiah. Sedangkan
secara riil mencapai 2,91 juta rupiah.
B. Kondisi Sosial Ekonomi
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan
hidup
di
wilayah
tertentu,
memperkecil
kesenjangan
pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Sejalan dengan
otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia
No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah,
31
maka daerah kabupaten dan kota memiliki kewenangan yang cukup luas untuk
membuat perencanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing dengan
mempertimbangkan berbagai aspeknya, terutama pendapatan dan belanjanya.
Kewenangan ini mencakup perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan
pembangunan wilayah dan pemanfaatan secara optimal potensi wilayah. Salah
satu tujuan pengembangan wilayah adalah pemerataan kesejahteraan antar
wilayah.
Kesejahteraan
suatu
wilayah
dapat
dilihat
melalui
tingkat
pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di
wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang
terjadi.
Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di
bagian selatan Propinsi Jawa Timur Dengan luas wilayah 126.140 Ha
sebagaimana diuraikan sebelumnya, Kabupaten Trenggalek memiliki potensipotensi sumberdaya alam yang cukup besar. Untuk penggunaan lahan, di
Kabupaten Trenggalek dari tahun ke tahun masih didominasi oleh sektor
pertanian. Sekitar lebih dari 60% luas total wilayah merupakan lahan
pertanian. Luas tersebut meliputi 9,56% tanah sawah, 38,02% tanah kering,
1,57% perkebunan, hutan negara seluas 48,31%, serta sisanya lain-lain seluas
2,54%. Penggunaan lahan di subsektor kehutanan memiliki proporsi yang
besar sebab hampir 2/3 dari luas wilayah Trenggalek merupakan pegunungan,
untuk memanfaat lahan hutan yang luas itu petani bekerjasama dengan
perhutani dalam pemanfaatan lahan untuk pembangunan industri pertanian
32
dengan sistem bagi hasil, banyak dari masyarakat yang memanfaatkan potensi
demikian, baik untuk pertanian, perkebunan, maupun untuk menunjang sektor
peternakan petani. (Kabupaten Trenggalek Dalam Angka 2014).
Salah satu sasaran pengembangan wilayah di bagian selatan Jawa Timur,
Kabupaten Trenggalek memiliki keunggulan dalam sektor pertanian sehingga
perekonomiannya masih dititikberatkan pada kegiatan pada sektor pertanian.
Indikator dari pembangunan sektor pertanian diantaranya adalah produksi
sayuran dan buah-buahan; perkebunan dan kehutanan; peternakan; dan
perikanan. Komoditi cabe terjadi fluktuasi produksi dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2012 produksi cabe sebesar 6.150 kw dan pada tahun berikutnya, 2013
mengalami penurunan menjadi 4.912 kw. Buah-buahan merupakan komoditi
terbanyak produksinya adalah durian, karena jika musim durian Trenggalek
merupakan salah satu barometer di Jawa Timur, yang pada tahun 2013 mampu
memproduksi 452.031 kwintal, disusul buah pisang dengan produksi 260.484
kwintal. Produksi tanaman perkebunan mempunyai kontribusi terbesar adalah
produksi kelapa dan tebu, masing-masing dengan produksi sebesar 8.689, 25
ton dan 490.114,75 ton pada tahun 2013 dari total hutan 66.024,50 ha,
terdapat 17.988,40 ha hutan lindung dan 44.036, 10 ha hutan produksi. Di
bidang peternakan, ayam buras menempati urutan pertama untuk ternak yang
dibudidayakan masyarakat dengan jumlah 824.081 ekor, disusul ayam ras
petelur dengan kapasitas produksi 509.098 ekor, dan berikutnya ayam ras
pedaging, itik manila, dan enthok. Sementara di bidang perikanan, jumlah
tenaga mencapai 2.331 rumah tangga yang terdiri dari 1.204 rumah tangga
33
perikanan laut dan 1.127 rumah tangga perikanan darat, perikanan laut
meliputi; Kecamatan Panggul, Munjungan, dan watulimo. Produksi ikan darat
pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 6,92%, di mana produksi ikan
lele menempati urutan pertama sebesar 2.727, 65 ton, disusul gurameh 15, 46
ton.
Apabila melihat tingkat produksinya serta penyediaan tenaga kerja, pada
sektor pertanian sudah memiliki modal utama yang dapat dikembangkan lagi.
Namun, kondisi sosial masyarakat yang masih tradisional dan rendahnya
teknologi serta informasi tentang pengolahan hasil pertanian menjadi faktor
penghambat dalam optimalisasi pengolahan sumberdaya yang ada. Hal ini
dapat dilihat produk-produk pertanian yang dipasarkan sebagian besar masih
berupa bahan mentah sehingga tidak memiliki nilai tambah (added value)
yang dapat meningkatkan pendapatan petani pada khususnya, serta Kabupaten
pada umumnya. Sebagian besar petani di Kabupaten Trenggalek menjual
produksinya dalam keadaan mentah karena pola pikir petani masih tradisional.
Misalnya pada komoditas ubi kayu, harga jual produk ubi kayu ini dalam
keadaan mentah hanya mencapai Rp.300,00/kg, akan tetapi apabila dilakukan
pengolahan lebih lanjut seperti djadikan keripik singkong atau tepung tapioka,
maka hasil yang diperoleh oleh petani juga akan lebih besar daripada dijual
dalam keadaan mentah. Selain itu, permasalahan lainnya yang dimiliki adalah
pada pemasaran. Hampir seluruh petani di Kabupeten Trenggalek memiliki
posisi tawar yang rendah sehingga harga produk-produk pertanian sangat
ditentukan oleh pedagang/tengkulak yang membuat harga komoditas jatuh.
34
Menurut RPJMD Kabupaten Trenggalek, dengan melihat potensi yang
dimiliki maka arahan pengembangan ekonomi wilayahnya diprioritaskan pada
pengembangan pada sektor pertanian, pertambangan, pariwisata, serta industri
kecil pengolahan. Pada dasarnya, perkembangan sektor pertanian di
Kabupaten Trenggalek belum mampu berperan secara optimal dalam
peningkatan perekonomian wilayahnya. Hal ini ditunjukkan dengan masih
rendahnya tingkat pendapatan penduduk, khususnya yang bekerja sebagai
petani sebagaimana diuraikan di atas. Sementara jika dilihat dari bidang
indistri, industri kayu, barang-barang dari kayu termasuk perabot rumah
tangga dari kayu menempati urutan pertama, yaitu sebesar 36,84%, disusul
industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 21,05%; industri tekstil
sebesar 21,05%, industri kimia dan bahan-bahan dari kimia sebesar 15,79%,
dan industri barang-barang dari logam sebesar 5,26%. (Sumber: Dinas
Koperasi, perdagangan, pertambangan dan energi, tahun 2014).
C. Kondisi Sosial Keagamaan
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk
mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui,
Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak, diantaranya adalah
keragaman budaya, agama, adat, bahasa, seni, dan suku. Dari sisi agama, walau
mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama
lain yang juga dianut masyarakat, yaitu: Kristen Protestan, Kristen Khatolik,
Hindu, dan Budha. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam
beribadah, namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah.
35
Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan
umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang
utuh. Pesan demikian yang dilakukan oleh para tokoh agama, baik pada level
pusat maupun Kabupaten, ini penting agar proses pembangunan berjalan sesuai
perencanaan karena tidak gangguan di internal masyarakat. Kerukunan antar
umat beragama dan antar internal umat bergama di Kabupaten Trenggalek
cukup kondusif, menurut beberapa tokoh bahwa setidaknya selama lima tahun
terakhir tidak ada percekcokan antar umat beragama yang cukup berarti.
Keragaman beragama di kabupaten Trenggalek diantaranya dapat dilihat
pada data berikut. Data tempat ibadah di Kabupaten Trenggalek di dominasi
tempat ibadah umat islam, karena Umat islma menempati urutan pertama,
semua jenis tempat ibadah tiap tahun mengalami menambahan. Berdasarkan
data dari Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek, tahun 2013; jumlah
mushola sebanyak 2.119, masjid 1.197, gereja Katolik 11, dan gereja protestan
2. Penduduk yang menganut agama Islam menyebar secara merata di semua
Kecamatan di Kabupaten Trenggalek, sementara umat Kristiani hanya ada di
beberapa Kecamatan, umat Protestan misalnya hanya ada di Kecamatan Kota,
Trenggalek dengan tempat ibadah 2 buah, sedangkan umat katolik menyebar di
Kecamatan; Panggul (1 buah), Munjungan (1 buah), Kampak 2 buah), Dongko
(1 buah), Gandusari 1 buah), Durenan 1buah), Pogalan 1 buah), dan
Trenggalek 3 buah). Sebagai mayoritas, umat Islam tidak serta merta berlaku
semaunya, penghargaan dan kerjasama dengan umat yang beragama lain
berjalan dengan tertib, lancar, dalam berpartner kerja tidak pilih-pilih, orientasi
36
hanya pada bagaimana saling menguntungkan, tidak ada yang dirugikan dan
tidak ada yang mendominasi dalam kerjasama. Misalnya, pada moment
tertentu umat islam enjoy saja berbelanja ke tokonya orang China yang
notabener beragama selain Islam, begitu pula sebaliknya hubungan orangorang China tidak ada jarak dengan masyarakat Trenggalek.
Mata pencaharian penduduk Trenggalek di dominasi oleh bidang olah
pertanian sebagaimana di uraikan di atas. Masyarakat agraris, itulah model type
sesungguhnya di Kabupaten Trenggalek, budaya masyarakat agraris cenderung
mengutamakan keserasian, kegotongrongan, guyub rukun, dan mengutamakan
keharmonisan antara tetangga, antar umat beragama dan antar internal umat
beragama. Budaya seperti ini mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola
perilakunya yang lebih mengutamakan kepentingan umum ketimbang
kepentingan pribadi atau golongan. Nilai-nilai keyakinan agama dan norma
masyarakat telah mendarah daging di dalam pola keseharian mereka sehingga
memudahkan bagi Pemerintah untuk mengembangkan pola kerukunan umat
beragama.
Masyarakat
agraris
juga
mempengaruhi
pola
keberagamaannya,
keyakinannya untuk mengoptimalkan keberagamaannya nampak sekali dengan
tingkat pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh masyarakat Trenggalek,
meskipun tingkat ekonomi dan mata pencahariannya yang didonimasi petani
tingkat permintaan menunaikan ibadah haji cukup tinggi, sebagaimana
didetailkan pada data berikut. Peserta haji di Kabupaten Trenggalek mengalami
fluktuasi dari tahun ke tahun, di mana pada tahun 2011 jumlah peserta haji
37
sebesar 336 jamaah, pada tahun 2012 mengalami menurunan menjadi sebesa
227 jamaah dan pada tahun 2013 mengalami kenaikan lagi menjadi 300
jamaah. (Sumber: Kemenag Kabupaten Trenggalek, 2013).
D. Kondisi Pendidikan
Dinamika pendidikan di Kabupaten Trenggalek dapat dilihat dari
berbagai aspek, diantaranya adalah dari jumlah sekolah mulai dati taman
pendidikan kanak-kanak (TK) samapi sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA),
dan perguruan Tinggi (PT). Antara tahun 2011 s/d 2013 jumlah sekolah TK
mengalami fluktuasi tahun 2011 sebanyak 382 buah, tahun 2012 sebanyak 383
buah, dan tahun 2013 menurun menjadi 380 buah. SD sedikit mengalami
stagnan yaitu pada tahun 2011 berjumlah 440 buah dan pada tahun 2012 dan
2013 berjumlah 441 buah. SLTP stagnan dari tahun 2011 sampai dari 2013
tetap berjumlah 79 sekolah, sedangkan untuk SLTA cenderung naik, yaitu pada
tahun 2011 berjumlah 38 sekolah, tahun 2012 berjumlah 39 sekolah, dan pada
tahun 2013 berjumlah 43 sekolah. (Sumber: Dinan pendidikan dan kebudayaan
Kabupaten Trenggalek, 2013). Sementara, perkembangan madrasah di
kabupaten Trenggalek juga cukup baik, jumlah madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai
tahun 2011 sampai 2013 stagnan berjumlah 110 sekolah, Madrasah Tsnawiyah
(MTs) sedikit mengalami peningkatan, pada tahun 2011 berjumlah 19 sekolah,
pada tahun 2012 dan 2013 meningkat menjadi berjumlah 20 sekolah.
Sedangkan Madrasah Aliyah (MA) pada tahun 2011 berjumlah 10 sekolah,
sementara pada tahun 2012 dan 2013 meningkat menjadi 11 sekolah. (sumber:
Kementrian agama Kabupaten Trenggalek, 2013).
38
Perkembangan guru dari tahun 2011 sampai dari tahun 2013 mulai dari
TK sampai SLTA sebagai berikut; jumlah guru pada tahun 2011 berjumlah 774
guru, tahun 2012 berjumlah 769, dan pada tahun 2013 berjumlah 743 guru; di
SD jumlah guru pada tahun 2011 berjumlah 4.259 orang, tahun 2012 berjumlah
4.056 orang dan pada tahun 2013 berjumlah 4.082 orang; di SLTP jumlah guru
dari tahun 2011 sampai 2013 stagnan berjumlah 1.936 orang; sedangkan di
SLTA mulai tahun 2011 sampai 2013 mengalami peningkatan, misalnya pada
tahun 2011 gurunya berjumlah 1.194 orang, tahun 2012 berjumlah 1.394 orang,
dan pada tahun 2013 naik menjadi berjumlah 1.442 orang. (Sumber: Dinas
pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Trenggalek, 2013).
Tingkat pendidikan tinggi di Kabupaten Trenggalek ada tiga, yaitu
akademi keperawatan dengan jumlah mahasiswa sebesar 232 orang; Sekolah
Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri dengan jumlah mahasiswa 538 orang;
dan STKIP-PGRI, yang terdiri dari dua jurusan yaitu jurusan PIPS/PPKn
dengan jumlah mahasiswa 148 orang, dan jurusan PBS/PBSI dengan jumlah
mahasiswa 485 orang. (Sumber: Perguruan Tinggi di Kabupaten Trenggalek,
2013). Sarana pendidikan tinggi menyumbang terhadap makin besarnya jumlah
lulusan perguruan tinggi masyarakat Trenggalek, hal demikian makin
bertambah banyak jika ditambahkan dengan sumber daya manusia yang
melanjutkan ke perguruan tinggi ke luar daerah. Misalnya, jumlah tenaga kerja
baru di kabupaten Trenggalek yang lulusan perguruan tinggi makin meningkat,
jika pada tahun 2009 berjumlah 4.612 orang, maka pada tahun 2011 berjumlah
5.910 orang, pada tahun 2012 berjumlah 6.336 orang, dan pada tahun 2013
39
berjumlah 6.711 orang. (Sumber: Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan
Sosial kabupaten Trenggalek, 2013).
Salah satu keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia adalah makin
meningkatnya tingkat pendidikan atau lama pendidikan yang dialami oleh
generasi mudah di Kabupaten Trenggalek. Semakin lama, tenaga kerja di
Kabupaten Trenggalek akan didominasi oleh masyarakat terpelajar, ini akan
mempengaruhi pada pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku masyarakat
Trenggalek dalam menanggapi setiap fenomena di masyarakat, termasuk
moment-moment pesta demokrasi, hal ini terlihat dari hasil penelitian
sebagaimana diuraikan pada bab-bab berikutnya. Kelompok masyarakat
menengah ke atas di Kabupaten Trenggalek semakin lama semakin membaik,
masyarakat terpelajar makin meningkat, cara berfikir makin cerdas, cara
bekerja makin bergeser dari yang mengandalkan otot ke mengandalkan otak,
dari cara bekerja yang didominasi kekuatan fisik beralih ke kekuatan startegi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan kepegawaian Daerah Kabupaten
Trenggalek (2013) bahwa PNS yang berpendidikan S1/S2/S3 berjumlah 5.748
orang (57,69%), lulusan D2/D3 berjumlah 1.836 orang (18,43%), lulusan
SLTA/D1 berjumlah 1.847 orang (18,54%), lulusan SLTP berjumlah 349 orang
(3,50%), dan lulusan SD berjumlah 183 orang (1,84%).
40
40
BAB III
FENOMENA PERILAKU SOSIAL PEMILIH
A. Pendahuluan
Fenomena perilaku sosial adalah gejala-gejala, peristiwa-peristiwa
perilaku komunitas masyarakat yang dapat diamati dalam kehidupan sosial.
Fenomena sosial terjadi ketika manusia menganggap segala sesuatu yang
dialaminya sebagai sebuah kebenaran absolut, istilah ini digunakan untuk
menunjukkan suatu gejala tidak biasa yang tengah terjadi di masyarakat.
Fenomena perilaku sosial lahir dari prilaku manusia dalam kehidupan sosialnya
yang membentuk suatu gejala sosial yang akhirnya menjadi sebuah fakta atau
kondisi tertentu. Pembentukan fenomena perilaku sosial tersebut membutuhkan
waktu dan gejala berulang-ulang yang diikuti oleh banyak orang yang
kemudian menjadi perhatian masyarakat luas. Keterkaitan antara perilaku
sosial satu dengan perilaku sosial lainnya antar individu manusia melalui
proses sosial (imitasi sosialisasi, akulturasi, dll) sehingga membentuk perilaku
umum di masyarakat dapat disebut sebagai gejala perilaku sosial umum suatu
masyarakat sesuai dengan sifat umum masyarakatnya.
Sifat manusia yang demikianlah yang akhirnya membuat manusia
menjadi gemar meniru, ketika suatu gejala sosial ditiru oleh beberapa
kelompok manusia, terjadi berulang-ulang, dan semakin banyak maka gejala
inilah yang akan menimbulkan fenomena sosial. Misalnya gejala golongan
putih (golput) dalam suatu pemilu, pada awalnya ada sebagian dari
kelompoknya yang enggan mencoblos ke TPS, lalu sikap ini diikuti atau ditiru
41
oleh teman-temannya sehingga menjadi hal yang lumrah dan makin banyak
yang mepraktikkannya. Semakin banyak yang mengikuti atau meniru sikap dan
perilaku demikian semakin menujukkan bahwa fenomena tersebut sebagai
suatu kebenaran umum yang kuat di masyarakat tertentu. Dengan demikian,
setiap komunitas masyarakat mempunyai fenomena-fenomena yang menarik
untuk diamati sebagai kebenaran komunitasnya yang berkecenderungan
determinan terhadap masyarakat yang lebih luas.
Realitasnya, fenomena sosial yang terjadi di masyarakat kita sangat
beragam, mulai dari yang sederhana sampai kompleks, ada yang negatif dan
ada yang positif, dan meliputi semua aspek kehidupan manusia. Dengan
mempergunakan kemampuan berfikir, berefleksi individu manusia mampu
mengenali dan menseleksi fenomena-fenomena sosial yang memungkinkan
dapat mengembangkan kapasitasnya. Fenomena sosial yang positif dapat
diimitasi, dikembangkan menjadi budaya sosial yang dapat memberikan
dampak lebih baik dan positif bagi diri individu dan masyarakat sekitarbya,
sementara fenomena sosial yang negatif perlu dijauhi dan diminimalisir.
Disinilah letak pentingnya individu perlu mempunyai integritas diri dalam
bingkai untuk kemaslahatan semua warga negara dan makhluk sosial
sekitarnya dengan memanfaatkan potensi internal dan eksternalnya, seperti
media sosial yang berkembang di masyarakat.
Berkembangnya fenomena jejaring sosial, seperti: facebook, twitter, dan
lain sebagainya, dapat berdampak positif bagi pemanfaatan teknologi sebagai
ajang untuk berbisnis, bergaul, penyebaran informasi, sebagai media
42
pembelajaran, dan lain sebagainya. Di era globalisasi sekarang ini dengan
bertambahnya aktifitas kerja dan sosial keagamaan lainnya setiap orang tentu
saja mengurangi waktu bersosialisasi dengan orang lainnya secara fisik
langsung, tetapi dapat dimaksimalkan dengan menggunakan jejaring media
sosial lainnya. Individu manusia berusaha mencari alternatif
lain untuk
meminimalisir waktunya dalam bersosialisasi secara langsung, dengan tetap
berkomunikasi atau bersosialisasi antara individu satu dengan individu lainnya
dengan menggunakan media sosial dan media jejaring sosial.
B. Pengetahuan pemilih
Pengetahuan merupakan hasil tahu, terjadinya tahu setelah individu
bersangkutan mengadakan penginderaan dengan mengoptimalkan panca
keseluruhan inderanya terhadap suatu objek tertentu, yakni: penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pada waktu pengindraan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian
persepsi terhadap obyek, namun demikian secara faktual sebagian besar
pengetahuan individu seseorang diperoleh melalui penglihatan (pengamatan
dan pendengaran. Tingkat pengetahuan seseorang ditentukan oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah tingkat pendidikan formal, pendidikan nonformal,
pergaulan, dan ketekunan individu bersangkutan.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, jika tingkat
pendidikannya tinggi maka semakin luas pula pengetahuannya, semakin luas
pergaulannya, semakin besar jaringannya, dan semakin beragam kemampuan
membangun komunikasinya. Meskipun tidak bisa serta merta terjadi
43
sebaliknya bahwa individu seseorang yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja, akan
tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang
tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin
banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap
makin positif terhadap objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Menurut beberapa kajian
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Terbentuknya pengetahuan
melalui proses sinergi, mulai dari: tahu, memahami, analisis, sistesa,
aplikasi,dan evaluasi. Tahu, maknanya kemampuan mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.”Tahu” adalah
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. Jika individu
seseorang sudah mengetahui tentang suatu obyek, maka tingkat berikutnya
adalah memahami, menguraikan, mengidentifikasi, dan menyatakan suatu
obyek.
44
Kemampuan memahami dapat dimaknai sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan
secara
benar
tentang
obyek
yang
diketahui,
dapat
menginterprestasikan suatu obyek secara benar. Orang yang telah paham
terhadap suatu objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. Pengetahuan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu pengetahuan untuk pengetahuan dan pengetahuan untuk
diterapkan (aplicated).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil.
diantara
contoh
mengaplikasikan
pengetahuan
yang
aplikatif
adalah
kemampuan
atau kemampuan menggunakan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi nyata keidupan
sehari-hari.
Tiga bagian pengetahuan yang penting adalah kemampuan menganalisis,
mensintesiskan, dan mengevaluasi. Kemampuan menganalisis adalah suatu
kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponenkomponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan mensintesiskan yang dimaksud
menunjukkan
pada
suatu
kemampuan
untuk
melaksanakan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi yang ada. Sedangkan kemampuan mengevaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek, penilaian-penilaian demikian didasarkan pada suatu kriteria yang
45
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada yang
secara umum diakui oleh semua orang dalam komunitasnya.
Pengetahuan pemilih tentang pemilihan Presiden dan wakil Presiden di
wilayah Trenggalek bervariasi, ada yang mengetahui lebih detail menyangkut
kualitas dan track record kandidat sampai yang hanya sekedar mengetahui
kandidatnya, itupun sekilas saja (tidak detail), sebagaimana dideskripsikan
berikut ini.
Pada saat itu, ketepatan saya mengetahui lebih detail tentang
masing-masing kandidat, yaitu pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla
dengan pasangan Prabowo Subiyanto dengan Hatta Rajasa. Pengetahuan
itu saya peroleh dari seringnya saya mendapat informasi tentang yang
bersangkutan di warung kopi, ketepatan saya memang sering ngopi dan
kumpul dengan teman-teman sesama tukang makelar mobil. Saya tahu
perihal kelebihan dan kekuarangan masing-masing calon versi pencinta
warung kopi. (W.SW-02.FPP01.01072015).
Hampir sama dengan yang disampaikan oleh subyek berikut bahwa isuisu yang berkembang di kalangan pecinta warung kopi cukup beragam tentang
masing-masing pasangan calon/kandidat. Ada yang menyampaikan sisi positif
suatu calon dan diikuti dengan penjelasan sisi negatif kandidat lainnya,
sebagaimana diuraikan subyek berikut, “perbincangan di warung kopi menurut
saya selalu mengandung makna atau arti untuk mengunggulkan calon satu
dibanding lainnya”, (W.SW-04.FPP01.01072015). Sebagaimana dijelaskan
lebih lanjut, bahwa meski terjadi perbincangan yang hangat bahkan kadang
memanas di warung kopi ketika bertemu dengan pengagum dua kubu, sering
terjadi adu mulut meski tidak samapi fisik, bahkan pembiacaraan kadang lebih
keras, namun demikian pengetahuan masing-masing kubu terhadap kandodat
pilihannya tidak begitu detail, cuma secara emosional klik maka dia mati-
46
matian membela ketika bertemu dengan pengagum kandidat lainnya,
sebagaimana diuraikan berikut ini.
Sebetulnya saya mengetahui masing-masing kandidat ya hanya
melalui televisi (TV) tetapi karena saya merasa cocok ditambah dengan
pengaruh positif dan negatif tentang suatu kandidat, tetapi seakan-akan
saya mengetahui lebih detail dan bertahun-tahun bergaul dengan suatu
kandidat, padahal sesungguhnya saya tahunya ya melalui televisi dan
kesehatan. (W.SW-03.FPP01.01072015).
Berbeda dengan subyek sebelumnya, subyek berikut menuturkan bahwa
dia mempunyai pengetahuan lebih detail tentang kandidat. Ia mengakui bahwa
pengetahuannya didasarkan pada beberapa sumber dan cara memperolehnya,
yaitu: dari membaca di internet, diskusi dengan teman-temannya, dan dengan
beberapa team sukses masing-masing kandidat, sebagaimana detailnya
diutarakan pada peneliti berikut ini.
Saya merasa mengetahui lebih banyak tentang treck record masingmasing kandidat Presiden dan wakil Presiden. Secara berkala sambil
rutin FB-an saya browsing tentang kandidat, misalnya tentang jaringan
pendanaannya, team suksesnya, visi, misi dan programnya, bahkan di
tingkat lokal saya juga banyak diskusi dengan team lokal dan beberapa
teman di forum kajian lembaga saya. Karena itu, saya merasa lebih
beruntung dibandingkan lainnya sehingga saya paham betul tentang
mereka dan bagaimana desaign Indonesia ke depan. (W.SW15.FPP01.01072015).
Hampir sama dengan yang disampaikan oleh subyek berikut bahwa ia
mempunyai kesadaran untuk terus meningkatkan pengetahuannya tentang
pemilu dan para kandidatnya meski ia bertempat tinggal di desa, sebagaimana
disampaikan kepada peneliti sebagai berikut.
Mengetahui pentingnya pemilu untuk kelangsungan bangsa,
termasuk pengetahuan tentang semua kandidat menjadi hal yang tidak
bisa ditawar-tawar, karena itu menurut saya bahwa semua pemilih
penting untuk mengetahui track record kandidat. Saya kira banyak cara
untuk mengetahuinya, misalnya membaca, browsing di internet, diskusi
47
dengan berbagai kalangan. Kita perlu proaktif, tidak perlu menunggununggu sosialisasi oleh panitia pemilihan, banyak dan mudah di era
sekarang ini jika kita mau untuk mengetahui kapasitas dan integritas
kandidat. (W.SW-10.FPP01.01072015).
Pengetahuan tentang pemilu dan para kandidat sepertinya berkorelasi
dengan tingkat pendidikan formal subyek, pendapat yang hampir sama
disampaikan oleh subyek berikut bahwa kesadaran untuk mencari informasi
tentang kandidat dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja asal mau
melakukan, sebagaimana disampaikan kepada peneliti berikut ini.
Di era informasi seperti sekarang ini saya kira tidak ada alasan
untuk tidak mengetahui detail kandidat Presiden dan Wakil Presiden
dalam perhelatan pemilihan umum, karena medianya mudah kita temui,
ada media internet, koran, majalah, media sosial, dan forum-forum
diskusi, baik yang formal maupun jalanan seperti di warung-warung
kopi, cafe dan lain sebagainya. untuk akses internet misalnya tidak sulit
dan tidak mahal. (W.SW-14.FPP01.01072015).
Pengetahuan subyek tentang urgensinya pemilu dalam kelangsungan
kehidupan berbangsa homogin, mereka mengiyakan sebagaimana disampaikan
oleh subyek kepada peneliti, “saya setuju pemilu dilangsungkan secara
demokratis, karena dengan pemilu kesinambungan pembangunan bangsa dapat
dijalankan”. (W.SW-02.FPP01.01072015). Hampir sama dengan pendapat
yang disampakan oleh subyek berikut.
Setiap negara mempunyai periodesasi pembangunan, ada yang
empat tahunan, sedang di Indonesia di kenal dengan lima tahunan. Pada
saat limat tahun terakhir diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden
untuk meneruskan dan merancang ulang pembangunan untuk
mewujudkan pembangunan yang mensejahterakan rakyatnya. Karena itu,
saya kira pemilu layak dan penting untuk diselenggarakan secara
demokratis, jujur, dan adil. (W.SW-15.FPP01.01072015).
Menarik yang disampaikan oleh subyek dalam logat bahasa jawa yang
berasal dari Kecamatan watulimo, berikut, “ket riyen kulo nggih derek
48
coblosan mulai jaman pak Harto ngantos sak meniko, kadose biasa-biasa
mawon
mboten
nate
rame,
bar
coblosan
nggih
bar”.
(W.SW-
02.FPP01.01072015). Sepertinya memang semua subyek mengakui pentinya
pemilu bagi proses demokrasi dan pembangunan, sebagaimana disampaikan
subyek berikut, “pemilu ket riyen nggih enting supados saget memilih presiden,
wakil presiden lan menteri-menteri engkang melaksanakan pembangunan,
kados milih kepala dusun, kapala desa, kulo setuju sanget”. (W.SW03.FPP01.05072015). Hal senada disampaikan oleh subyek berikut.
Pembangunan suatu bangsa harus terus berjalan, cara
menyambungkan antara periode satu dengan berikutnya melalaui proses
pemilu yang demokratis, saya setuju bahwa pemilu penting
diselenggarakan secara bertanggungjawab, demokratis, jujur, dan adil.
Selain setuju saya juga selalu berpartisipasi mendatangi TPS memilih
calon yang menurut saya baik sesuai dengan informasi dan pengetahuan
saya. (W.SW-16.FPP01.03072015).
Semua subyek mengiyakan pentingnya pemilu dan pemahaman tentang
kandidat, begitu juga tentang pentingnya berpartisipasi. Bagi mereka
partisipasinya dapat memberi kontribusi terhadap kualitasnya proses demokrasi
yang sedang dibangun pemerintah dan proses pembangunan lima tahunan,
sebagaimana diungkapkan oleh subyek berikut ini.
Saya kira semua orang berpendapat bahwa berpartisipasi dalam
pemilu adalah hal penting bagi terwujudnya proses demokrasi dan
pembangunan bangsa, setiap bangsa yang saya ketahui juga
melaksanakan pemilu, begitu halnya dengan Indonesia, di jaman orde
baru malah dikenal pembangunan lima tahun (pelita) dan rencana
pembangunan lima tahunan (repelita). (W.SW-14.FPP01.03072015).
Masyarakat Trenggalek pada umumnya mengetahui tentang pentingnya
memahami
kandidat,
pentingnya
pemilihan
umum,
dan
pentingnya
berpartisipasi dalam pemungutan suara datang di TPS. Pengetahuan demikian
49
dapat mendasari tumbuhnya pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan
pemilihan umum, baik pemilu legislatif maupun pemilu eksekutif. Pemilu
merupakan bagian dari proses demokrasi yang dijalankan pemerintah dalam
mewujudkan cita-cita bangsa untuk menjadikan masyarakat lebih makmur dan
sejahtera. Tingginya partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara di
moment pemilu menunjukkan mengetahuan masyarakat telah baik sebagai
pintu pembuka demokrasi, apalagi situasi dalam pemilu berlangsung lancar dan
aman menunjukkan tingkat kedewasaan masyarakat dalam membangun
demokratisasi, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam setiap pemilu
yang berlangsung di Indonesia berjalan lancar, aman, dan terkendali.
C. Pandangan Pemilih
Pandangan individu setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
pengetahuan, nilai-nilai sosial yang diyakini, dan lingkungan sosialnya. Karena
itu pandangan individu seseorang bersifat dinamis, berubah-ubah, sesuai
dengan konteks dengan mengintegrasikan pengetahuan internal individu yang
bersangkutan melalui proses refleksi, sintesis, dan evaluasi. Seseorang yang
memandang suatu obyek sebagai suatu kebenaran belum tentu dimasa
mendatang masih dianggap baik, sesuatu yang dulu dianggap tabu bisa jadi
sekarang dipandang sebagai hal yang lumrah. Nilai-nilai sebagai dasar dari
pandangan suatu komunitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: nilai-nilai
mutlak yang bersifat universal dan nilai-nilai relatif yang bersifat insidental dan
lokalistic. Pandangan-pandangan yang didasarkan pada nilai-nilai universal
tentu bersifat abadi yang tidak terpengaruh oleh situasi sosial, komunitas sosial
50
dan waktu, sementara pandangan-pandangan yang didasarkan pada nilai-nilai
relatif maka pandangan-pandangan demikian bersifat relatif pula. Dengan
demikian, pandangan masyarakat dalam mengkaji fenomena perilaku sosial
masyarakat dalam pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat
didekati dengan kedua nilai-nilai sosial tersebut, tetapi untuk lebih
memudahkan bagi peneliti, sesuai dengan konteks menyajian data ini, nilainilai relatif lebih relevan untuk dipakai dalam penjelasan tema ini.
Nilai-nilai yang mendasari pandangan masyarakat Trenggalek terkait
dengan fenomena perilakunya dalam proses pelaksanaan pemilihan Presiden
dan wakil Presiden dapat dilokalisir didasarkan pada pada nilai-nilai lokalistic,
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah pancasila, sebagaimana
diutarakan oleh subyek berikut, “memilih Presiden dan Wakil Presiden saya
kira penting disadari oleh semua masyarakat, karena partisipasinya merupakan
pengejawantahan dari sila ke empat pancasila”. (W.SW-15.FPP02.04072015).
hal senada juga disampaikan oleh subyek lainnya, “di dalam Pancasila sudah
jelas sebagai nilai dasar kebermasyarakatan kita bahwa pelaksanaan pemilihan
pemimpin dilaksanakan secara permusyawaratan perwakilan”. (W.SW14.FPP02.04072015). Pandangan yang agak detail disampaikan oleh subyek
yang agak kritis bahwa pemilu, baik pemilu legislatif maupun eksekutif
merupakan bagian dari penterjemahan dari pancasila sebagai falsafah dan dasar
negara serta undang-undang dasar 1945, sebagaimana disampaikan kepada
peneliti berikut ini.
51
Saya berpandangan bahwa pemilu penting dilakukan, selain
sebagai penterjemahan dari pancasila dan UUD 1945, juga dimaksudkan
untuk kelangsungan pembangunan bangsa. Karena kita ketahui bersama
bahwa dalam pemilu akan dipilih pemimpin dan para pembantunya yang
akan menentukan jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Jadi tidak
ada alasan tidak hadir dalam pemungutan suara di TPS dalam pemilu,
legislatif atau presiden. (W.SW-10.FPP02.04072015).
Menurut sebagian besar subyek bahwa pandangan selain didasarkan pada
nilai-nilai kebangsaan, juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kaagamaan atau
keyakinan agamanya, agama dalam pendangan mereka memberikan dasar
pengetahuan dan pandangan bahwa pemimpin perlu dipilih dari kalangan
mereka dan mematuhi pemerintahannya (ulil amri mingkum). Mereka
berkeyakinan bahwa dengan memilih pemimpin dari kalangan mereka sendiri
merupakan bagian dari ajaran agama, sebagai proses untuk melanggengkan
pengembangan (dakwah) agama pada generasi berikutnya.
Dalam beragama membutuhkan seorang pemimpin, yang dapat
mengayomi para pengikutnya, yang dapat menyejukkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa, karena itu saya kira agama mengajarkan
kita untuk memilih pemimpin. Memilih pemimpin negera saya kira
sejatinya juga memilih memimpin agama karena di dalam pancasila sila
pertama negara Indonesia berdasarkan atas keTuhanan yang maha Esa.
(W.SW-11.FPP02.04072015).
Sepadan dengan yang disampaikan oleh subyek berikut yang meyakini
bahwa didalam ajaran agamanya mengatur agar taat kepada Allah SWT, Rasul,
dan pemimpinnya. Pemimpin dalam pengertian dapat berupa pemimpin negara,
pemimpin atau perwakilan dalam legislatif, pemimpin Propinsi, pemimpin
Kabupaten, dan pemimpin Desa. Setiap komunitas mempunyai struktur dan
pemimpin, baik komunitas formal maupun nonformal, karena itu memilih
pemimpin untuk menentukan model struktur kelembagaannya merupakan
52
kewajiban untuk kelangsungan komunitasnya, sebagaimana diutarakan subyek
berikut ini, “dalem memahami menawi bilih pemimpin meniko penting kagem
masyarakat, milo memilih kadosepun inggih sae supados masyarakat langkung
sae”. (W.SW-02.FPP02.04072015).
Lingkungan sosial (peer group dan teman kerja) juga berpengaruh
terhadap pandangan para pemilih, sebagaimana disampaikan kepada peneliti,
“awalnya saya ragu untuk memilih suatu kandidat tertentu, tetapi karena sering
ketemu dengan teman-teman di warung kopi akhirnya ikut juga dengan saat
pilihannya”. (W.SW-09.FPP02.04072015). model ikut-ikutan dengan teman
sebaya pada saat pemilu lebih banyak di dominasi oleh pemilih remaja
(pemilih pemula), bisa jadi hal ini disebabkan oleh belum punya pilihan atau
masih pemula jai lebih cenderung mengikuti teman sebayanya yang dominan
sebagai model, sebagaimana diungkapkan subyek kepada peneliti berikut,
“sebagai pemilih pemula saya belum banyak mengetahui tentang pemilu dan
kandidatnya, karena itu saya lebih mengikuti teman yang senior saja”. (W.SW08.FPP02.04072015).
Beberapa pemilih pemula menuturkan bahwa selain di warung kopi
tempat lainnya, tempat biasanya kumpul seperti: alon-alon, warung kopi,
warung makanan, telkom wifi, dll, sebagaimana diutarakan kepada peneliti
berikut,
saya bersama teman-teman sering bertemu bahkan sepertinya tiap
hari di warung kopi atau alon-alon untuk sekedar bertemu, dan ngobrol
kadang disitu kita saling mendiskusikan banyak hal termmasuk kalau
musim pemilu ya tentang kandidat dan keikutsertaan dalam mencoblos di
tempat pemungutan suara (TPS), kadang juga saling olok-olok dan
gojlokan diantara kami, kan sebelumnya diantara kami sudah mempunyai
53
pandangan tentang suatu kandidat, dari pertemuan itu kadang saling tukar
informasi tentang kemungkinan kandidat. (W.SW-10.FPP02.04072015).
Pandangan yang berkembang di kalangan subyek berkaitan dengan
pemilu dan perbincangan pilihan kandidat presiden dan wakil presiden
menunjukkan pandangan yang mengarah mendukung upaya Pemerintah dalam
mengembangkan proses demokratisasi di Indonesia melalui pelaksanaan
pemilu yang bertanggungjawab, transparan, jujur, dan adil. Bagi mereka
pemilu perlu dukungan dari semua pihak, mulai dari masyarakat (pemilih)
pelaksana tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan Pusat agar
tujuan pemilu dapat dicapai dan terlaksana dengan lancar dan tingkat
partisipasi masyarakat meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan
bagi para pemilih pemula, event demikian merupakan ajang untuk melatih dan
menyalurkan hak politiknya, mempraktikkan materi-materi yang telah
dipelajari semasa di bangku sekolah tentang bagaimana menjadi warga negara
yang baik, diantaranya adalah menyalurkan hak politiknya dengan mencoblos
pasangan tertentu dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
D. Sikap Pemilih
Sikap menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
perbuatan yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan. Keyakinan sebagai
landasan dalam bersikap seseorang bermacam-mcam, ada yang berbasis norma
agama, masyarakat/sosial, hukum adat, rasionalitas, mitos, legenda,
dan
sebagainya, begitu halnya dengan sikap. Oleh karena itu, sikap yang dapat kita
amati yang berkembang di masyarakat ada kalanya yang mencerminkan sikap
keagamaan, kemasyarakatan, pengetahuan (rasional), kebiasaan (adat istiadat),
54
mitos, legenda-legenda, dan bahkan ada yang hanya ikut-ikutan yang
berkembang di masyarakat, yang terakhir inipun juga berdasarkan keyakinan,
yaitu keyakinan ikut-ikutan pada umumnya yang ada saat itu. Setiap individu
manusia mempunyai sikap terhadap fenomena di sekitarnya, ada yang bersifat
komplek, sederhana, sedang, dan ringan. Dengan demikian sikap seseorang
dapat kita pahami tidak berdiri sendiri tetapi ada landasannya atau dasarnya
dibalik dari sikap yang nampak itu, dalam suatu penelitian menangkap sesuatu
dibalik sikap yang eksoterik adalah hal yang lebih penting.
Kebiasan dan pengetahuan rasional yang diyakini oleh para pemilih
tersebut bermetamorfosis menghasilkan suatu pandangan, dan sikap yang
positif bagi mereka, seperti; sikap positif dan mengikuti perilaku teman sebaya
(peer group). Rasionalitas pengetahuan yang dimiliki oleh para pemilih
didasarkan
pada
pengetahuan-pengetahuan
masyarakat
lokal
dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip norma sosial yang berkembang saat itu,
adakalanya norma pragmatis dan adakalanya norma sosial dan adakalanya
norma agama. Norma pragmatis adalah norma yang didasarkan pada
kepentingan jangka pendek dan bersifat material, norma sosial adalah norma
yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kelangsungan kehidupan
bersama dalam masyarakat, sementara norma agama adalah norma yang
didasarkan pada nilai-nilai yang diyakininya berdasarkan wahyu
Illahi
(kalamullah). Sikap-sikap yang termanifestasikan dalam irama mindset dan
keyakinan akan nilai-nilai dan berpengaruh terhadap tumbuhnya sikap baru
55
yang positif bagi para pemilih tersebut semuanya bermuara pada lahirnya
norma-norma di kalangan para pemilih.
Situasi sosial kenyataannya tidak serta merta dapat menyebabkan
berfungsinya perilaku sosial seseorang, karena terjadi tidaknya suatu perilaku
sosial tersebut juga sangat tergantung dari sikap dan niat seseorang. Perilaku
sosial erat kaitannya dengan niat, niat ditentukan oleh sikap. Niat seseorang
untuk melakukan sesuatu ditentukan oleh dua hal, yaitu; sesuatu yang datang
dari dalam dirinya sendiri, dan sesuatu yang datang dari luar dirinya yakni
persepsi tentang pendapat orang lain terhadap dirinya dalam kaitannya dengan
perilaku yang diperbincangkan. Sikap merupakan pengejawantahan dari
pengetahuan seseorang, baik pengetahuan yang diperoleh dari membaca,
diskusi, pelajaran suatu lembaga pendidikan formal dan nonformal,
mengalami, pengalaman orang lain maupun refleksi diri. Sikap juga merupakan
pengejawantahan dari keyakinan seseorang bahwa sikap yang akan diambil
merupakan suatu kebenaran yang bersumber dari nilai-nilai dan norma-norma
keagamaan dan kemasyarakatan.
Beberapa bentuk sikap masyarakat pemilih di Kabupaten Trenggalek
berdasarkan pada hasil pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
sikap
positif,
negatif,
dan
apatis.
Ketiga
bentuk
sikap
tersebut
dimanisfestasikan dalam bentuk perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan
situasi dan kondisi pemilih, termasuk pengaruh lingkungan sosialnya. Sikap
positif ditunjukkan oleh kemauan mereka mendatangi tempat pemungutan
suara (TPS) dan mencoblos sesuai dengan pilihan subyektifnya, sikap negatif
56
ditunjukkan dalam bentuk perilaku dengan tidak hadir atau golput, sementara
sikap apatis ditunjukkan dalam bentuk perilaku ogah-ogahan. Sikap demikian
menurut sebagian besar dari mereka dimabil didasarkan pada pengetahuan dan
pandangannya terhadap pemilu dan kandidat, pengaruh lingkungan sosial dan
keyakinannya, sebagaimana diutarakan oleh subyek kepada peneliti sebagai
berikut.
Awit riyen kulo nderek pemilu, kulo mboten patek paham politik,
nanging menawi dipun kengken nyoblos nggih kulo coblos dateng TPS,
sak eling kulo, selama meniko kulo nderek terus pemilu, kulo menyambut
positif pelaksanaan pemilu, amergi kulo nggadai keyakinan bilih pemilu
meniko penting kagem poro wargo Trenggalek sebagai bentuk
partisipasi wintenipun pembangunan. (W.SW-02.FPP03.07072015).
Hal senada disampaikan oleh subyek, “menurut saya ikut mencoblos
perlu, meskipun setelah jadi kebanyakan mereka tidak fokus pada janji-janji
politiknya, karena mencblos lain halnya dengan penepatan janji oleh terpilih”.
(W.SW-04.FPP03.07072015). sikap positif lainnya ditunjukkan dengan
kepesertaannya dalam mensosialisasikan pemilu secara nonformal kepada
teman-temannya ketika berkumpul di suatu tempat, mislanya di warung kopi,
cafe, dan tempat-tempat berkumpulnya komunitas sosial lainnya, sebagaimana
disampaikan, “saya berkeyakinan kalo pemilu apapaun hasilnya adalah penting
karena itu kepada teman-teman saya selalu untuk terlibat dalam pencoblosan”.
(W.SW-05.FPP03.07072015).
Bentuk partisipasi masyarakat sebagai manifestasi dari sikap positifnya
terhadap pemilu beragam, menurut penuturan subyek berikut ia selalu
menyampaikan kepada jamaahnya ketika pelaksanaan rutinan yasinan dan
tahlilan, lebih detailnya disampaikannya kepada peneliti berikut ini.
57
Saya sering dititipi panita pemungutan suara (PPS) Desa untuk
menyampaikan informasi terkait pelaksanaan pemilu pada jamaah yasintahlil, biasanya terkait dengan pentingnya pemilu, tanggal
pelaksanaannya, cara-cara mencoblos, dan para kandidat. Informasi ini
tidak terkait dengan mengunggulkan satu kandidat dari lainnya tetapi
hanya bersifat netral. (W.SW-06.FPP03.07072015).
Berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh subyek di atas, beberapa
informasi berikut mencerminkan sikap negatif, diantaranya disampaikan
berikut, “ketika pemilu 1999, saya antusias negikuti pemilu dengan harapan
ada perubahan lebih baik, tetapi kenyataannya para wakil yang terpilih sama
saja kurang bisa dipercaya, karena itu pada pemilu berikutnya saya pilih
golput”. (W.SW-09.FPP03.08072015). Pemilihan sikap golput kadang tidak
berdiri sendiri, pengaruh teman pergaulan cukup kuat, semakin sering bertemu
dan bersosialisasi dengan teman-temannya yang golput maka semakin kuat
pilihan golputnya, sebagaimana diuratakan oleh subyek berikut, teman
merupakan cermin seseorang individu, jika ia berteman dengan orang-orang
yang suka golput maka ia mempunyai kecenderungan untuk golput juga.
Awalnya saya tidak berkeinginan untuk golput, tetapi karena saya
sering berkumpul dengan teman-teman yang bersikap negatif atau
memilih golput maka saya juga ikut-ikutan golput, seingatku pada saat
pemilu presiden yang lalu, bagi teman-teman keberadaan presiden tidak
berpengaruh terhadap mereka, karenanya mereka memilih golput.
(W.SW-11.FPP03.07072015).
Pengetahuan juga mempunyai peran penting dalam menentukan sikap
para pemilih dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana
diakui oleh subyek berikut, “saya cukup memahami masing-masing kandidat
dari profil dan ulasan di beberapa artikel yang saya dapatkan di internet, dari
pberasal dari berbagai bacaan-bacaan itulah saya mempunyai sikap, ketepatan
58
jaringannya yang saya pahami tidak cocok dengan logika saya”, (W.SW13.FPP03.07072015). Pengetahuan tentang kandidat yang diperoleh oleh
subyek berasal dari berbagai sumber, ada yang dari bacaan, dan temantemannya. Disinilah letak pentingnya independensi bangunan kesadaran
pengetahuan yang dimiliki oleh subyek diuji, karena dari proses pengetahuan
memerlukan aspek refleksi dan analisis, tetapi kebanyakan mereka berpendapat
bahwa teman yang dominan cukup signifikan pengaruhnya terhadap sikap
mereka yang berkembang pada saat pemilu.
Pilihan saya ketika pemilu Presiden dan Wakil Presiden banyak
terpengaruh oleh sikap teman-teman saya, karena kadang saling gojlokan
antar teman, apabila kalah dalam gojlokan biasanya disebabkan
pengetahuan terhadap calon tertentu kurang kuat sehingga banyak
terpengaruh oleh teman yang menang dalam gojlokan tersebut. (W.SW01.FPP03.07072015).
Adakalanya sikap yang ditunjukkan oleh pemilih terhadap proses
demokratisasi melalui pemilu mencerminkan sikap acuh tak acuh, ogah-ogahan
untuk datang dan memilih dalam proses pemungutan suara, beberapa diantara
mereka beralasan karena sejak dulu pemilu hasil pembangunan sama saja
hanya menguntungkan kelompok atau orang tertentu, karena itu bersikap
demikian penting, sebagaimana penuturanya berikut, “lha saya itu orang desa,
memilih atau tidak memilih sejak dulu yang begini aja” (W.SW03.FPP03.07072015). sikap yang cukup kritis disampaikan oleh subyek bahwa
Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu memperbaiki kinerja agar
kepercayaan masyarakat bertambah, detailnya sebagai berikut.
Selama ini pemerintah banyak melukai hati masyarakat dengan
hanya mengobral janji ketika pemilu, sementara pelaksanaannya tidak
maksimal atau melenceng dari janji-janjinya, karena itu agar kepercayaan
59
masyarakat meingkat terhadap pemilu, pemerintah dan penyelenggara
kinerja
yang
pro-rakyat
perlu
ditingkatkan.
(W.SW15.FPP03.07072015).
Gambar 1: Warung Kopi, Media Komunikasi Masyarakat
Pemerintah, para wakil rakyat mulai tingkat pusat sampai distrik memang
perlu menunjukkan sikap yang positif agar masyarakat juga makin positif
dalam proses pelaksanaan demokratisasi. Bangunan dasar seperti inilah yang
penting, sebagaimana dikritisi oleh subyek lainnya, “pemerintah itu menjadi
lokomotif dalam membangun masyarakat bangsa, jika Ia baik maka masyarakat
juga baik, selama ini masyarakat sudah baik dengan keikutsertaannya dalam
pemilu melebihi 50%”. (W.SW-12.FPP03.07072015).
Antara sikap dan perilaku politik masyarakat kadang menunjukkan
hubungan yang sebanding lurus, jika sikapnya baik maka perilakunya juga
baik, sementara sebaliknya jika sikapnya negatif maka perilaku politiknya juga
negatif. Tetapi juga bisa berlaku tidak demikian, karena ada faktor lain yang
perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis seperti, faktor: lingkungan
60
pergaulan sosial, pengetahuan, dan pengalaman di masa lalu. Selain faktor
eksternal individu, faktor internal individu mempunyai peran cukup signifikan
karena manusia mempunyai dua faktor yang saling berkelindan dalam
memanifestasikan perilaku kesehariannya, yaitu: faktor receptor dan efektor.
Faktor receptor berfungsi untuk menerima stimulan dari eksternal individu
yang diterima melalui semua inderanya, sedangkan faktor efektor berfungsi
untuk menggeraknya individu menjadi perilaku yang termanifes.
E. Pola Perilaku Sosial Pemilih
Perilaku pemilih sesungguhnya merupakan respon dari system receptor
yang diperoleh melalui panca indera, perilaku sosial individu oleh karenanya
merupakan fungsi dari dunia eksternalnya. Dunia eksternal individu dapat
dibedakan menjadi dua sifat, yaitu: aktif dan pasif. Bersifat aktif jika ia secara
proaktif berusaha mempengaruhi perilaku obyeknya, misalnya aktivitas
seorang penjual (marketing, sales, dll), karenanya ia berwujud individu
manusia. Bersifat pasif jika ia aktifitasnya tidak ditujuan untuk berfungsinya
aktifitas di luarnya, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi perilaku
individu orang lain, misalnya aktifitas orang tertentu yang menginspirasi
tindakan orang lainnya, padahal aktifitas orang tertentu tersebut tidak
dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain. Berdasarkan pada hasil
penelitian, pola perilaku pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu: Pertama, pola perilaku politik pemilih yang bersifat
mandiri, tidak disebabkan oleh faktor eksternal, perilaku politik pemilih yang
tidak disebabkan oleh berfungsinya faktor diluarnya. Kedua, pola perilaku
61
politik pemilih yang bersifat reaksioner atas stimulan eksternalnya, perilaku
politik pemilih yang merupakan fungsi dari perilaku eksternalnya.
Sebagaimana dengan pandangan para pemilih di Kabupaten Trenggalek
seperti dideskripsikan sebelumnya bahwa faktor pendidikan dan pengalaman
berpengaruh terhadap pandangan politik para pemilih, begitu halnya dengan
pola perilaku politik pemilih dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan dan
pergaulan sosialnya. Beberapa subyek yang berpendapat bahwa pola perilaku
sosial politiknya independen, artinya tidak terpengaruh oleh iming-iming
imbalan material kebanyakan berpendidikan lebih tinggi dari lainnya, memiliki
jaringan politik lebih luas, memiliki jaringan informasi sebagaimana dijelaskan
kepada peneliti sebagai berikut.
Mencoblos bagi saya adalah bagian dari hak sebagai warga negara,
ia bersifat bebas dan tertutup. Untuk itu, saya lebih aktif mencari
informasi ke berbagai sumber berkaitan dengan kandidat dan programprogram kerjanya. Terhadap program kerja yang rasional dan prorakyat
saya kira perlu dipilih terlepas dari asal artainya apa saja, karena menurut
saya kepentingan semua partai sama, bukan ditentukan oleh faktor
ideologinya. (W.SW-10.FPP04.11072015).
Pendapat yang hampir sama disampaikan berikut ini, “sumber untuk
mengetahui siapa sejatinya para kandidat, apalagi kandidat Presiden dan Wakil
Presiden untuk sekarang tidak sulit, karena media cetak atau internet sangat
mudah diperoleh”. (W.SW-13.FPP04.10072015). Memang di era modern ini
sumber informasi sangat mudah didapatkan oleh setiap individu, mulai dari
informasi yang bersifat negatif-destruktif sampai pada informasi yang positifkonstruktif, tergantung dari bersangkutan mau memilih informasi mana
diantara sekian banyak yang tersedia di media cetak dan online. Tinggal
62
subyek bersangkutan yang harus mempunyai kemampuan menseleksi dan
merefleksikannya secara rasional dan obyektif, sebagaimana disampaikan
subyek kepada peneliti berikut ini.
Saya lebih suka mencari informasi tentang suatu kandidat Presiden
dan Wakil Presiden dalam pemilu 2014 melalui media online, karena n
mediakebetulan saya bekerja menjaga warung internet (warnet), jadi
setiap saat saya bisa mengkases, untuk itu saya suka membandingkan
antara informasi satu dengan lainnya agar diperoleh informasi yang
obyektif sesuai rasionalitas saya. (W.SW-06.FPP04.11072015).
Banyak media komunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan, ada media verbalkinestetik, media visual, dan media audio. Ketiga kategori media informasi
masyarakat membantu dalam menyebarkan berbagai informasi, sebagaimana
dilakukan oleh sebagian masyarakat Trenggalek yang tampak pada gambar
berikut.
Gambar 2: Warnet, Media Informasi Warga
Kecenderungan subyek mencari informasi sendiri terkait dengan kandidat
dan pemilu merupakan perwujudan kesadaran memilih dan berpartisipasi
secara aktif dalam pesta demokrasi yang sedang berlangsung, menurut mereka
kegiatan
proaktifnya
didasarkan
pada
kesadaran
untuk
mewujudkan
63
pemerintahan yang baik dan transparan, karenanya memilih calon Presiden dan
Wakil Presiden yang baik sesuai dengan nurani dan keyakinan masing-masing
pemilih. Berbagai cara dilakukan oleh subyek untuk mendapatkan informasi
demikian, ada yang dilakukan dengan aktif membaca ada pula yang dilakukan
dengan berdiskusi dengan teman sebayanya, baik diskusi secara formal
maupun nonformal, sebagaimana dituturkan oleh subyek berikut, “saya aktif
mencari informasi tentang kandidat Presiden dan Wakil Presiden untuk
mendapatkan informasi track record kandidat dengan sering diskusi dengan
teman-teman”. (W.SW-14.FPP04.13072015).
Track record sangat penting bagi pemilih, kebanyakan mereka
berpendapat
demikian,
ibaratnya
membeli
sesuatu
harus
mengetahui
keseluruhan aspek barang yang dibeli. Begituhalnya dengan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden sebelum memilih, penting untuk memahami
semua
aspek
yang
terkait
dengan
kepribadian
dan
kecenderungan
kemampuannya dalam memimpin negara ke depan, sebagaimana disampaikan
oleh subyek kepada peneliti berikut ini.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden seminimal mungkin
diusahakan agar tidak seperti membeli kucing dalam karung, karena itu
memahami sisi-sisi kebaikan dan kekurangan dari berbagai perspektif
perlu dilakukan oleh pemilih, banyak cara yang bisa dilakukan oleh
pemilih misalnya dengan membaca media online dan cetak, serta diskusi
dengan berbagai pihak, dengan mengedepankan prinsip netralitas.
(W.SW-15.FPP04.13072015).
Pengetahuan, kesadaran, dan kemauan untuk mencoblos di tempat
pemungutan suara (TPS) merupakan fungsi dari pola perilaku yang
independen, proaktif dalam pelaksanaan pemilu, mandiri dalam meningkatkan
64
pengetahuan dan kapasitasnya untuk memahami track record masing-masing
kandidat sehingga dapat memilih kandidat yang sesuai dengan nuraninya untuk
dapat mengarahkan pembangunan yang mensejahterakan seluruh rakyatnya.
Subyek berikut menuturkan kepada peneliti, “cita-cita dibentuknya negara
adalah supaya menjadikan kehidupan masyarakat lebih sejahtera, makmur, dan
dapat mengembangkan kapasitasnya, karena itu memilih kandidat Presiden dan
Wakil Presiden haruslah hati-hati”. (W.SW-16.FPP04.13072015).
Kategori ke dua adalah pola perilaku politik masyarakat Trenggalek yang
tergantung kepada dunia eksternalnya, tindakannya karena adanya stimulan
yang berkembang di sekitar, baik stimulan yang bersifat aktif maupun yang
bersifat pasif. Kedua bentuk stimulan tersebut memberikan sinyal-sinyal yang
diterima oleh sistem receptor individu untuk diteruskan kepada sistem efektor
yang berfungsi untuk menggerakkan perilaku subyek, memilih atau tidak
memilih, aktif mencari informasi ke berbagai sumber, dan aktif mendiskusikan
pengetahuannya dengan teman-teman sebayanya. Pola perilaku seperti
dijelaskan pada bab IV, pola ke dua ini tindakan individu pemilih didasarkan
pada imbalan yang diterimanya, baik imbalan dalam bentuk material maupun
nonmaterial. Imbalan menjadi faktor determinan yang menggerakan individu
pemilih untuk memilih kandidat tertentu atau tidak, bahkan dalam satu
keluarga pada umumnya menerima lebih dari satu kandidat sehingga
fenomenanya semua imbalan dari berbagai kandidat mereka dengan
konsekwensi membagi suara dalam mencoblos untuk satu keluarga. Pilihan
demikian lebih bersifat pragmatis ketimbang idealis, idealitas mereka sudah
65
tergantikan menjadi bentuk materi yang dijanjikan oleh masing-masing
kandidat, event pemilu dipahami layaknya event pilkades yang jamak
berkembang saat ini yakni dengan membagi imbalan pengganti kerja minimal
setengah hari karena memang mereka meninggalkan setengah hari kerja, pasca
pelaksanaan pemilu apakah kandidat terpilih menepati janji-janji pembangunan
yang mensejahterakan atau tidak, sudah menjadi hal lain.
Secara umum, kehadiran mereka sebagai bentuk partisipasi dalam
pelaksanaan pemilu cukup baik, rata-rata setiap Kecamatan tingkat
kehadirannya berada pada kisaran 75%, baik pemilih laki-laki maupun
perempuan. Kehadiran pemilih yang cukup tinggi ini tidak serta merta dapat
disimpulkan bahwa kesadaran memilihnya cukup kuat, ada banyak faktor
determinan yang diduga mempengaruhinya, baik variabel internal maupun
eksternal. Diantara sub-variabel internal adalah pengetahuan, pandangan,
sikap, dan pola perilaku sosial pemilih, sementara sub-variabel eksternal
diantaranya adalah lingkungan keluarga, lingkungan sosial pergaulannya,
lingkungan sosial pekerjaan, komunitas-komunitas masyarakat (komunitas
hobi, komunitas pecinta obyek tertentu), asosiasi kerja, keyakinan, tujuan,
kecenderungan,
harapan
umum
komunitasnya,
pandangan
subyektif
komunitasnya, dan lain sebagainya. Dalam pandangan Berns (2004:
15)
lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku sosial individu
seseoranga adalah microsystem, exosystem, mesosystem, dan macrosystem.
Analisis terhadap beberapa variabel dan sub-variabel penting dilakukan untuk
mengetahui kecenderungan pola perilaku sosial pemilih di Kabupaten
66
Trenggalek. Lebih detailnya pola perilaku sosial pemilih dengan indikator
kuantitatif kehadiran di TPS pada pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil
Presiden pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Perbedaan Tingkat Partisipasi Pemilih Laki-Laki dan Perempuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kecamatan
Panggul
Munjungan
Pule
Dongko
Tugu
Karangan
Kampak
Watulimo
Bendungan
Gandusari
Trenggalek
Pogalan
Durenan
Suruh
Jumlah Pemilih
terdaftar dalam
DPT, DPTb, DPK,
DPKTb
LakiPerempuan
Laki
30.984
30.582
20.077
19.575
22.277
21.658
26.211
25.156
19.440
20.071
18.865
19.404
14.420
14.410
26.962
26.455
10.814
10.799
19.947
20.083
24.650
25.352
19.785
20.012
19.747
19.792
10.436
10.478
Jumlah Pemilih
LakiLaki
19.273
15.053
14.983
16.639
12.475
12.932
10.512
20.249
7.514
14.819
17.931
13.664
14.057
7.439
Peremp
20.788
15.064
15.499
17.041
14.812
15.383
11.611
19.812
7.815
16.470
20.615
15.988
15.685
7.905
Jumlah Persentase
LakiLaki
62,2%
74,98%
67,26%
63,49%
64,17%
68,56%
72,90%
75,10%
69,48%
74,29%
72,74%
69,06%
71,19%
71,28%
Perempuan
67,98%
76,96%
71,57%
67,74%
73,80%
79,28%
80,58%
74,89%
69,59%
82,01%
81,32%
79,90%
79,25%
75,44%
Sumber: KPU Kabupaten Trenggalek, 2014.
Berdasarkan ada tabel 1 di atas diketahui bahwa tingkat partisipasi
terendah adalah di Kecamatan Dongko (67,74%) dan tingkat partisipasi
tertinggi adalah Kecamatan Gandusari (82, 01%). Ada banyak faktor untuk
mengukur tinfkat partisipasi pemilih, diantaranya adalah pengetahuan,
kesadaran politik, idealitas, kesibukan kerja, akses politik, jaringan informasi.
Kecamatan Dongko merupakan Kecanatan pinggiran yang lebih dekat dengan
type pegunungan, kebanyakan penduduknya bermatapencaharian petani
(ladang, perkebunan cengkeh), perantau, dan sebagainya, patut diduga bahwa
rendahnya tingkat partisipasinya dalam pemilu disebabkan oleh faktor-faktor
67
tersebut. meninggalkan pekerjaan untuk mencoblos dapat mengurangi
kesempatan untuk menyeleseikan pekerjaannya, karena itu sikap acuh terhadap
berbagai kegiatan sosial menjadi hal yang dianggap wajar.
F. Tafsir Fenomena Perilaku Sosial Pemilih
Dalam kamus bahasa Indonesia, perilaku diartikan tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan atau lingkungan, sedangkan sosial diartikan
berkenaan dengan kehidupan masyarakat. Perilaku sosial dapat diartikan
tanggapan atau reaksi individu dalam kehidupan bermasyarakat terhadap
ransangan lingkungan sosial sekitarnya. Perilaku sosial dapat disinonimkan
dengan perilaku kolektif, yaitu kegiatan orang secara bersama-sama dengan
cara tertentu dan mengikuti pola tertentu pula. Menurut Coleman (2008: 241)
bahwa perilaku kolektif merupakan pengalihan kontrol yang sederhana (dan
rasional) terhadap tindakan satu pelaku kepada pelaku lain. Setiap tindakan
manusia, baik secara individual maupun kelompok merupakan reaksi atas
rangsangan eksternal yang diterima melalui panca inderanya.
Perilaku individu seseorang merupakan manifestasi dari respon atas
lingkungan eksternalnya, yang bersumber dari keinginan, harapan, dan tujuan
untuk dapat melakukan penyesuaian dengan situasi yang dinamis. Dinamika
yang terjadi disekitar individu, baik yang bersifat material maupun nonmaterial
memaksa semua orang selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga
tercipta keseimbangan. Sementara, lingkungan sosial sekitar manusia selalu
mengalami dinamisasi yang disebabkan oleh faktor alami dan yang disebabkan
oleh perilaku manusia, secara perorangan maupun secara kolektif. Atas
68
dinamika lingkungan inilah manusia kemudian selalu melakukan penyesuaian,
penyesuaian demikian dalam konteks ini disebut perilaku sosial. Namun
demikian,
perilaku
sosial
tidak
selalu
merupakan
respon
terhadap
lingkungannya, tetapi ia juga dapat merupakan respon atas tujuan, harapan, dan
keinginan individu bersangkutan yang dalam konteks psikologi disebut dengan
motiv internal. Respon tidak bisa berdiri sendiri, karena ia selalu mensyaratkan
adanya stimulan untuk dapat menggerakkan individu, namun sebaliknya
stimulan dapat bersumber dari internal individu maupun eksternal individu
bersangkutan.
Ruang lingkup perilaku seseorang ada yang berskala sempit dan ada yang
berskala luas. Yang berskala sempit tidak banyak melibatkan orang lain atau
bahkan hanya melibatkan dirinya sendiri saja dan yang berimplikasi pada skala
kecil dan/atau diri sendiri, seperti perilaku makan, minum kopi bersama dengan
sejawat dan lain sebagainya. Sementara, perilaku yang berskala luas adalah
apabila perilaku tersebut memerlukan keterlibatan banyak orang untuk dapat
mencapai tujuannya, seperti keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan organisasi
sosial, organisasi remaja, organisasi keagamaan, organisasi profesi, organisasi
minat-hobi, organisasi kepanitiaan, dan lain sebagainya. Perilaku sosial dapat
disinonimkan dengan perilaku kolektif, yaitu kegiatan orang secara bersamasama dengan cara tertentu dan mengikuti pola tertentu pula dengan menjunjung
tinggi prinsip-prinsip kebersamaan. Menurut Coleman (2008: 241) bahwa
perilaku kolektif merupakan pengalihan kontrol yang sederhana (dan rasional)
terhadap tindakan satu pelaku kepada pelaku lain. Dengan demikian, setiap
69
perilaku sosial individu seseorang didasarkan pada pertimbangan rasionalitas
dengan mengikuti prinsip untung rugi, kegiatan yang cenderung mengalami
kerugian lebih rentang ditinggalkan dalam jangka waktu tertentu.
Setiap tindakan manusia, baik secara individual maupun kelompok
merupakan reaksi atas rangsangan eksternal yang diterima melalui panca
inderanya. Panca indera manusia merupakan pintu terhadap munculnya reaksi
seseorang, reaksi ini kemudian oleh syaraf diteruskan ke dalam otak, yang
direaksi dalam bentuk refleksi pemahaman, pengetahuan untuk melahirkan
sikap. Jika pengetahuan, pandangan, dan sikapnya positif maka akan
melahirkan perilaku yang memungkinkan setiap individu bertemu untuk
melakukan kegiatan bersama, namun sebaliknya jika sebaliknya sikap yang
dilahirkan
bersifat
negatif
maka
akan
muncul
penolakan
terhadap
kegiatan/perilaku bersama. Dengan demikian lahirnya perilaku sosial
meniscayakan sikap yang sama antar individu, individu dengan kelompok
dan/atau kelompok dengan kelompok sehingga melahirkan rasa saling
membutuhkan, saling bergantung dan saling membutuhkan untuk bersamasama melakukan tindakan untuk mencapai tujuan bersama.
Perilaku sosial merupakan suasana saling ketergantungan
merupakan
yang
keniscayaan bagi komunitas manusia untuk keberlangsungan
eksistensinya. Setiap individu manusia pada dasarnya saling membutuhkan
antara satu dengan lainnya, antara individu satu dengan kelompok lainnya dan
antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat. Manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati,
70
saling membantu, saling berbagi, tidak saling menggangu hak orang lain, dan
tentu diperlukan toleransi dalam hidup bermasyarakat. Perilaku sosial akan
tampak dalam pola respons antar individu satu dengan lainnya yang dinyatakan
dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku tersebut ditunjukkan
dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, atau rasa hormat terhadap orang
lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang
lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja
sama, ada kalanya seseorang melakukannya dengan sungguh-sungguh, ikhlas,
sabar, dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan
pribadinya, sebaliknya ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan
hanya ingin mencari untung sendiri. Di lain pihak, ada perilaku yang lebih
tergantung pada stimulan eskternal, namun ada kalanya sebaliknya setiap
perilaku sosial didasarkan pada kesadaran sosial yang tinggi, misalnya perilaku
mencoblos atau partisipasi dalam pemilu ada yang dilakukan berdasarkan pada
tingkat kesadaran yang tinggi dan ada yang hanya disebabkan oleh stimulan
atau iming-iming dan janji dari pihak lain.
Perilaku
sosial
dengan
demikian
bisa
dipahami
merupakan
pengejawantahan dari hakekat individu manusia sebagai makhluk sosial
dengan melibatkan semua potensi jasmaniyah dan ruhaniyah yang dimiliki.
Sebagaimana diuraikan oleh Fromm (2001: 312-313) bahwa Darwin sangat
menyadari tentang manusia yang dicirikan tidak hanya dengan fisik yang khas
tetapi juga dengan sifat-sifat psikis tertentu. Secara jasmaniyah, individu
manusia mempunyai potensi yang kompleks yang tergabung dalam
71
kemampuan inderawiyah, sementara secara ruhaniyah melengkapi dan
mensupport kekomplekan potensi jasmaniyahnya seperti kemampuan; berfikir,
berimajinasi, berangan-angan, berharapan, berkeinginan, berefleksi dan lain
sebagainya. Namun demikian, sebanding dengan kecerdasannya yang lebih
tinggi, perilaku manusia lebih lentur (flexible), namun kurang memiliki refleks
dan insting dibanding binatang lainnya, manusia mampu berfikir dan
meningkatkan sifat adaptif perilakunya dengan cara-cara yang masuk akal,
manusia merupakan individu yang berbudaya dan bermasyarakat, ia telah
mengembangkan budaya dan masyarakat yang unik, baik jenis maupun
kompleksitasnya.
Perilaku sosial individu yang berkembang dalam suatu masyarakat
tertentu didasari oleh suatu keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma
kemasyarakatan dan keagamaan. Perilaku sosial yang bertentangan dengan halhal tersebut karenanya akan mendapatkan penolakan dari individu lainnya atau
kalaupun diterima hanya terbatas oleh individu-individu yang mempunyai
kesamaan keyakinan, nilai-nilai dan norma. Keyakinan, nilai-nilai, dan norma
antara individu satu dengan individu lainnya dalam suatu masyarakat dapat
berbeda-berda yang kemudian membentuk pandangan yang khas kelompoknya
masing-masing. Perbedaan pandangan antara individu atau kelompokkelompok dalam masyarakat merupakan suatu keniscayaan yang alami terjadi,
karena setiap individu bebas dalam berfikir dan berkeyakinan. Inilah yang
memungkinkan perbedaan perilaku sosial individu satu dengan individu
lainnya, kebebasan demikian merupakan manifes dari berfungsinya dan
72
berperannya sifat-sifat kemanusiaannya sehingga ia menjadi pribadi yang
berkarakter
dan
merdeka.
Kemerdekaan
secara
individual
demikian
memungkinkan berkembangnya potensi-potensi yang dimilikinya untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakatnya, karenanya kita
memaklumi jika ada individu yang secara otonom dan bebas dalam
menentukan pilihannya dalam pesta pemilu sebagaimana diuraikan pada bagian
atas.
Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Jamak dipahami
bahwa perilaku sosial yang bersifat eksternal atau situasi lingkungan sosial
memegang peranan
yang cukup penting karena intensitas dan kualitas
penggunaan waktu individu seseorang lebih banyak dan lebih berkaulitas di
luar
rumah
sehingga
memungkinkan
mudahnya
terpengaruh.
Situasi
lingkungan sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling
hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain dan antara manusia
dengan lingkungan sosialnya, seperti: kondisi keluarga, pergaulan, organisasi
keagamaan dan organisasi kemasyarakatan, kondisi ekonomi, pemerintahan,
budaya masyarakat sekitar, lingkungan pasar, lingkungan pesantren, masjid,
tempat rapat/pertemuan masyarakat dan lain sebagainya. Situasi eksternal
seperti tersebut di atas mempengaruhi situasi internal individu yang
bersangkutan, misalnya mempengarui; cara pandang, harapan, keinginan, citacita, tujuan dari setiap aktifitas, pola pikir, pola sikap dan pola perilaku yang
73
dimanifeskan. Dengan kata lain setiap situasi yang menyebabkan terjadinya
interaksi sosial dapatlah dikatakan sebagai situasi sosial.
Perilaku sosial demikian menurut Coleman (1990: 30), dapat dianalisis
dengan menganalisis dua faktor utama, yakni aktor dan sumber daya. Sumber
daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh
aktor. Menurut Coleman interaksi antara aktor dengan sumber daya adalah
sebagai berikut.
Basis minimal untuk sistem sosial tindakan adalah dua aktor,
masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian
pihak yang lain. Perhatian satu orang terhadap sumber daya yang
dikendalikan orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat
dalam tindakan saling membutuhkan...terlibat dalam sistem
tindakan...selaku aktor yang mempunyai tujuan, masing-masing
bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepentingannya yang
memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistemik terhadap tindakan
mereka (Coleman, 1990: 29).
Tindakan demikian biasanya menyebabkan subordinasi individu satu
terhadap individu lainnya. Menurut Coleman, pengakuan ini menciptakan
fenomena makro paling mendasar, yakni satu tindakan yang terdiri dari dua
orang individu ketimbang dua orang aktor yang bebas. Akibatnya, struktur
berfungsi terbebas dari aktor, ketimbang memaksimalkan ketertarikannya,
dalam kasus ini seorang aktor malah berusaha merealisasikan ketertarikan
aktor yang lain atau unit kolektif independen (Coleman, 1990: 45). Interaksi
individu satu dengan individu lainnya disebabkan adanya obyek yang menjadi
perhatian bersama, sehingga melahirkan interaksi saling bekerjasama, saling
memperebutkan, dan saling menguatkan.
74
Teori ini dapat menjelaskan arah suatu sikap terhadap aktualisasi perilaku
seseorang. Penentu terpenting perilaku sosial seseorang adalah intensi untuk
berperilaku, intensi aktualisasi perilaku individu merupakan kombinasi dari
sikap dan norma subjektif. Sikap merupakan perbuatan yang berdasarkan pada
pendirian dan keyakinan, sikap individu terhadap perilaku sosialnya meliputi
kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku,
kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Seseorang yang
mempunyai keyakinan atau pandangan bahwa hasil dari menampilkan suatu
perilaku tersebut positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif terhadap
perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya jika suatu perilaku difikirkan negatif
maka ia akan mengaktualisasikan perilaku negatif. Sedangkan yang dimaksud
dengan norma subyektif adalah apabila ia dan orang-orang di sekitarnya
memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif
dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-orang lain
yang relevan. Contohnya, perilaku golput jika orang-orang lain meyakini atau
mengharapkan bahwa perilaku tersebut sebagai sesuatu yang negatif dan ia
berkeinginan memenuhi harapan orang-orang lain tersebut, itulah yang
dinamakan dengan norma subjektif negatif, begitu pula sebaliknya, perilaku
sosial demikian biasanya yang diperolehnya melalui interkasi sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis,
menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang-peroarangan dengan kelompok
manusia (Gillin dan Gillin, 1954: 489). Proses interaksi sosial pada setiap
75
kelompok di masyarakat biasanya berbentuk interaksi sosial verbal dan
interaksi sosial fisik. Interaksi sosial verbal adalah interaksi sosial dalam
bentuk komunikasi, baik secara lisan, tulisan maupun simbol-simbol lainnya
yang sudah biasa mereka pakai dan mudah dipahami oleh masing-masing
anggota kelompok. Sedangkan ineteraksi sosial fisik adalah interaksi sosial
yang melibatkan fisik diantara mereka, misalnya dalam bentuk kerjasama, baik
untuk kepentingan pribadi individu maupun untuk kepentingan masyarakat
secara lebih luas, seperti; gotong royong membangun tempat-tempat ibadah,
membangun fasilitas umum, jalan-jalan, membangun jembatan dan lain
sebagainya untuk mencapai tujuan bersama. Interaksi sosial menjadi suatu
keniscayaan bagi setiap individu dalam kelompok masyarakat sebagai metode
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan
pribadi individu bersangkutan dan tujuan bersama dalam kelompok
masyarakat.
Setiap individu dalam komunitasnya maupun ketika berada dengan
komunitas lainnya selalu melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial
merupakan bagian dari cara manusia untuk mempertahankan dan untuk
mengembangkan kehidupannya yang lebih baik, berkualitas dan bermanfaat
bagi individu atau kelompok lainnya. Dalam peribahasa jawa, “putihe beras
sebab saking gesekan karo beras liane”. Artinya putihnya beras karena
gesekan dengan beras lainnya. Interaksi sosial merupakan keniscayaan bagi
setiap individu manusia untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki,
baik potensi yang bersifat latent maupun potensi yang aktual. Pengembangan
76
potensi hanya dapat terjadi pada kelompok-kelompok yang dinamis sekaligus
sebagai media untuk menutupi kelehaman individu dan kelompok lainnya
sehingga antar individu, antar kelompok dan antar individu dengan kelompok
saling menerima dan memberi (take and give), kelemahan individu atau
kelompok lain dapat ditutupi dengan kelebihan individu atau kelompok
lainnya.
Dinamika individu dalam suatu kelompok masyarakat berdampak
signifikan bagi perkembangan kualitas kapasitas pribadinya, ia akan lebih
dewasa, mudah menyesuaikan diri dan dapat menyelesaikan berbagai problem
yang dihadapi. Dalam konsep Islam, proses interaksi sosial demikian
dikonsepsikan dengan silaturrohim, kegiatan ini dapat memberi manfaat bagi
diri yang bersangkutan dan bagi orang lain, dapat meningkatkan rizki,
memperpanjang usia, dan menambah saudara. Menurut Soekanto (1996: 69)
bahwa berlangsungnya proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor,
antara lain; faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor
tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan
tergabung. Apabila ditinjau secara lebih mendalam, maka faktor imitasi
mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial.
Perilaku yang nampak pada kalangan pemilih di Kabupaten Trenggalek
kebanyakan menunjukkan perilaku imitasi dan/atau identifikasi pada tingkat
partisipasi, memilih kandidat, dan lain sebagainya.
Imitasi dan/atau identifikasi yang terjadi pada kalangan pemilih di
Kabupaten Trenggalek berdasarkan pada hasil penelitian di atas terdiri dari dua
77
kategori, yaitu imitasi yang disengaja dan imitasi yang tidak disengaja. Imitasi
dan/atau identifikasi disengaja merupakan perilaku sosial yang terencana
mengikuti perilaku sosial yang kuat didalam komunitasnya, perilaku demikian
mewakili kelompok-kelompok pemilih yang tingkat kesadaran politiknya
rendah karenanya ia memilih kalau ada imbalannya. Sementara imitasi
dan/atau identifikasi tidak disengaja adalah proses meniru perilaku sosial orang
lain yang secara kebetulan sama sehingga ia makin mantap untuk
melakukannya, misalnya secara tidak sengaja ia berpandangan bahwa memilih
kandidat
tertentu
adalah
baik,
secara
kebetulan
dalam
lingkungan
komunitasnya yang berpandangan kuat seperti pandangan, maka ia makin kuat
kecenderungannya untuk menindaklanjuti pandangannya dalam bentuk
perilaku yang akan diaktualisasikan. Dari hasil pengamatan dalam penelitian
ini, kelompok yang pertama diwakili oleh pemilih yang sama sekali tidak
mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang suatu kandidat, sementara
kelompok kedua mewakili kelompok pemilih yang memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang suatu kandidat tidak terlalu detail. Kelompok yang kedua
inilah yang relevan dianalisis dengan pandangan Coleman (2008: 33) bahwa
pelaku tidak sepenuhnya menguasai kegiatan yang dapat memenuhi
kepentingannya, namun mereka menyadari bahwa beberapa dari kegiatan itu
sebagian atau sepenuhnya berada dibawah kuasa pelaku lain.
Fenomena perilaku sosial pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat
dipahami melalui tiga model yaitu; (1) Perilaku pemilih terbentuk melalui
empat proses tahapan, yaitu: pengetahuan, pandangan, sikap, dan terbentuknya
78
perilaku sosial pemilih. (2) Unsur eksternal pembentukan perilaku sosial
pemilih melalui proses sosial, interaksi sosial, dan imitasi terhadap perilaku
sosial pemilih di masing-masing komunitasnya. (3). Terdapat ruang kreatifitas
otentik masing-masing pemilih sebagai aktualisasi hak-hak politiknya, perilaku
sosial politik pemilih tidak selalu merupakan bentuk respon atas stimulan
eksternalnya. Tahapan-tahapan proses ini dilakukan mulai dari pembentukan
pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran politik, namun demikian ada
perbedaan antara individu pemilih satu dengan lainnya yang tergantung dari
tingkat pendidikan, pengatahuan, pengalaman, dan jaringan komunikasi
masing-masing pemilih.
Berdasarkan pada hasil penelitian dan analisis terhadap pokok bahasan di
atas, maka dapat dirumuskan proposisinya sebagai berikut.
Proposisi 1
Perilaku sosial politik pemilih terbentuk dari unsur internal (pengetahuan,
pandangan, sikap) dan unsur eksternal (proses sosial, interaksi sosial, imitasi).
79
BAB IV
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMILIH
A. Pendahuluan
Pembahasan perilaku pemilih dalam suatu perhelatan pesta demokrasi
seperti pemilihan kepala desa, pemilihan legislatif, pemilihan Dewan
perwakilah Daerah (DPD), dan pemilihan presiden tidak dapat dipisahkan
dengan konsep perilaku politik, perilaku politik berkaitan erat dengan persepsi
politik dan sikap politik. Perilaku politik merupakan tanggapan internal
individu yang membentuk persepsi, sikap, orientasi, keyakinan, dan tindakantindakan nyata dalam pesta demokrasi, baik level lokal maupun nasional
seperti saat pemberian hak suara di bilik suara, protes atas kebijakan penguasa,
proses negoisasi antara rakyat dengan penguasa, proses loby antar anggota
kelembagaan politik. Persepsi politik berkaitan dengan pemahaman tentang
gambaran sesuatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari
sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan cara
tertentu. Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau pertalian
diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk
menanggapi suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan
perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan peristiwa historis masa lalu
dan merupakan kesinambungan yang dinamis sehingga membentuk persepsi
politik seseorang. Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang
menimpa pada individu atau kelompok masyarakat, baik yang menyangkut
sistem politik atau ketidakstabilan politik, janji politik dari calon pemimpin
80
atau calon wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat mempengaruhi
perilaku politik masyarakat, ketidaknyamanan kelompok masyarakat tertentu
berkaitan dengan kebijakan, tindakan, penanganan pemimpin terhadap suatu
masalah, peristiwa yang terjadi di komunitas suatu masyarakat akan
membentuk persepsi politik, sikap politik, dan perilaku politik komunitas suatu
masyarakat.
Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang demokratis,
diantaranya adalah berkewajiban menyelenggarakan proses kaderisasi dan
regenerasi pemimpin bangsa melalui proses penyelenggaraan pemilihan
pemimpin dan wakil rakyat mulai pada level desa, daerah, wilayah, dan
nasional. Dalam pelaksanaannya, setiap individu mempunyai hak untuk
memilih dan dipilih (hak politik), pengebirian suatu hak pada dasarnya
bertentangan dengan hak yang melekat pada setiap individu, hak politik
merupakan hak kodrati karena eksistensinya hak ini tidak bersifat khusus,
misalnya hanya dimiliki oleh orang yang berkuasa saja, orang dengan akses
politik yang kuat saja, orang yang secara ekonomi kuat saja, orang yang
berpendidikan tinggi saja, dan orang yang secara sosial berpengaruh saja.
Optimalisasi pemanfaatan hak politik bagi individu mengindikasikan
eksistensinya dalam organisasi di mana ia berada dan bermanfaat dalam
mengembangkan
organisasinya
itu
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat pada umumnya. Hak politik bersifat mutlak, baik mutlak bagi
dirinya maupun bagi masyarakat sekitarnya, karena itu ada banyak cara
implementasi hak politik bagi warga negara, terutama proses penumbuhan dan
81
pengembangannya dalam proses pemilihan, ada yang tumbuh dan berkembang
secara sukarela, sementara lainnya ada yang karena proses stimulan dari dunia
eksternalnya. Hubungan antara faktor internal seperti: persepsi politik dan
sikap politik dengan faktor eksternal individu seperti: iklan, pendidikan politik,
peristiwa politik, obrolan politik, teman pergaulan, dan keluarga dalam proses
implementasi pemilihan politik suatu individu atau perilaku politik bersifat
simbiosis mutualistik atau reciprocal. Dengan demikian faktor-faktor
determinan pembentuk perilaku politik suatu individu karena faktor eksternal
yang kemudian mempengaruhi persepsi politik, sikap politik, dan perilaku
politik individu.
Menurut Cassirer manusia merupakan animal symbolicum (Daeng, 2008:
80). Kesimpulan Cassirer tersebut didasarkan pada hasil penelitian J.Von
Uexkuell tentang binatang bahwa setiap organisme mutlak dicocokkan dengan
lingkungannya (umwell). Sesuai dengan struktur anatominya, setiap organisme
mempunyai sistem reseptor (merknetz) yang berfungsi sebagai penerima
rangsangan dari luar, terdapat sistem efektor (wirknetz) yang berfungsi sebagai
pereaksi terhadap rangsangan dari luar tersebut. Kedua sistem ini menjalin
kerja saling melengkapi, bahu membahu sebagai prasyarat bagi kehidupan
setiap organisme, dan keterjalinan kedua sistem tersebut disebut sebagai
lingkaran fungsional (funktionskreis) binatang. Lebih lanjut menurut Cassirer
bahwa lingkaran fungsional itu lebih luas, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif setelah mengalami perubahan. Antara sistem reseptor dengan efektor
terdapat sistem simbolik yang membedakan manusia dengan binatang. Setiap
82
manusia mempunyai ketiga sistem fungsi tersebut sesuai dengan tingkat
kualifikasinya sehingga dapat menghasilkan pengetahuan, konsep, teori, ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya dan bahkan perdaban yang dapat dinikmati
oleh generasi berikutnya dan terus mengalami penyempurnaan sampai tak
berbatas waktu.
Perilaku sosial politik pemilih yang ditunjukkan oleh pemilih di
Kabupaten Trenggalek sebagaimana tergambar dalam deskripsi-deskripsi pada
penelitian ini hakikatnya merupakan hasil pergulatan antara faktor internal dan
faktor eksternal individu yang dipadukan dan/atau disinergikan oleh sistem
reseptor, sistem efektor, dan sistem simbolik individu bersangkutan. Dunia
lingkungan eksternal individu pemilih memiliki peran atau faktor determinan
dalam proses pemilihan Presiden terutama pada pemilu tahun 2014. Pengaruh
yang cukup massif dalam proses penentuan pilihan diantaranya adalah imingiming material, pilihan keluarga atau tradisi keluarga yang berasimilasi dengan
organisasi di mana kepala keluarga berafiliasi, dan pengaruh teman pergaulan,
misalnya teman ngopi, nonton bareng bola, dan sebagainya. Ketiga faktor
tersebut dalam kenyataannya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, karena
ketiganya bersifat saling mempengaruhi, saling menguatkan dan memfokuskan
dalam penentuan akhir pilihan warga calon pemilih, lingkungan keluarga
misalnya memberi kontribusi dalam menguatkan pilihan karena ada kecocokan
dengan kuatnya pengaruh dari lingkungan pergaulan dan teman ngopi atau
bahkan ada pula yang bersifat saling mengcounter, yang dikuatkan dengan
informasi-informasi dari berbagai macam media sosial, cetak dan elektronik.
83
B. Faktor Sosial Ekonomi
Fenomena umum di masyarakat saat ini banyak terpengaruh budaya
inderawiyah, hidonis dan materislistik. Banyak aktifitas dan perilaku manusia
terkait dengan pandangan materialis yang memisahkan antara aspek badaniyah
dengan kejiawaan manusia, bagi mereka jasmaniyah atau badaniyah sangat
berbeda dengan kejiwaannya, bagi mereka kematian bagi manusia merupakan
akhir dari segala, tidak ada konsekuensi yang melekat pada manusia setelah
kematiannya, layaknya benda-benda material lainnya di alam jagat raya ini
kematian akhir dari cerita hidupnya, tidak ada pertanggungjawaban setelah
kematiannya. Oleh karena itu, pandangan ini mendasari dibolehkannya
mengeksploitasi
badaniyah
manusia
untuk
kepentingan
kesenangan
duniawiyah. Pada titik inilah, pandangan materialis bertemu dengan pandangan
hidonis, suatu aliran yang berpandangan bahwa kehidupan sejatinya adalah
mementingkan kesenangan, realitas kehidupan adalah kehidupan manusia di
dunia ini, hakikat hidup adalah mempertahankan dan meraih kesenangan
sebanyak-banyaknya. Kedua pandangan ini meligitimasi pentingnya hal-hal
yang bersifat materialisltik dalam kehidupan keseharian manusia.
Pandangan-pandangan
demikian
hampir
menjangkiti
semua
lini
kehidupan manusia, interaksi sosial manusia pada umumnya dilokalisir dan
diorientasikan untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, transaksi
ekonomi melulu diarahkan untuk mendapat materi sebanyak-banyaknya,
bahkan ukuran keberhasilan kegiatan ekonomi adalah jika modal yang
dikeluarkan kecil dengan keuntungan sebanyak-banyaknya, inilah yang
84
kemudian melahirkan prinsip ekonomi, yaitu modal kecil, sedikit dan untung
maksimal atau banyak. Tidak ada aspek lain dalam transaksi ekonomi kecuali
mendapatkan meterial, hubungan antara individu satu dengan individu lainnya
dilokalisir untuk mendapatkan modal sebanyak-banyaknya.
Fenomena demikian hampir merasuki semua lapisan masyarakat,
sebagian besar pemilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden
tahun 2014 dapat dikatakan sebagai pemilih “materialistik”, di mana tindakan
politik, perilaku politik mereka lebih disebabkan iming-iming yang bersifat
material. Pengertian material tidak selalu menunjuk pada pengertian uang,
tetapi meluas pada hal-hal lainnya yang bersifat materialistik, seperti: uang itu
sendiri, kaos bergambar kandidat, topi bergambar kandidat, sembako, rokok,
makan bersama, dan lain sebagainya sebagaimana digambar pada paparan
berikut ini.
Menurut responden yang peneliti temui di Kecamatan Pule pada pemilu
presiden dan wakil presiden tahun 2014 bahwa kehadirannya di tempat
pemungutan suara (TPS) karena ada iming-iming mendapat uang untuk
mengganti waktu berladang, besarannya ya seperti orang yang bekerja setengah
hari, sebagaimana dituturkan kepada peneliti berikut ini.
Saat pemilu bagi masyarakat di sini, kebanyakan orang
berpendapat bahwa dalam pemilihan kepala desa saja mendapatkan uang
dari para kader, apalagi saat pemilihan presdien juga harus mendapatkan
dana, kalau tidak ada uang yang diberikan oleh masing-masing team
suksesnya ya lebih berladang saja, minimal kalau bisa ya sejumlah orang
yang bekerja setengah hari (W.SW-01.FP01-01072015).
Hal senada disampaikan oleh responden dari Kecamatan Watulimo
bahwa rata-rata di TPSnya mendapat tawaran uang dengan alasan sebagai
85
pengganti bensin, sebagaimana dituturkan kepada peneliti, “kulo waktu pemilu
presiden lan wakil presiden diparingi yotro, terise engkang maringgi damel
ganti bensin”. (W.SW-02.FP01-02072015).
Gambar 3: Penggalian Data Wawancara
Tidak jauh berbeda yang disampaikan oleh responden di Kecamatan
Dongko bahwa sebelum pemungutan suara ia didatangi oleh orang yang
mengaku sebagai team sukses dari calon tertentu, setelah berdiskusi panjang
lebar ia diberi uang katanya sebagai pengganti rokok, sebagaimana
disampaikan kepada peneliti, “kulo nate wonten tamu teng griyo saking
tetangga desa piyambak’e ngaku menawi perwakilan saking calon presiden,
terus matur yen kulo ken milih bade, sak sampunipun ngobrol piyambak’e
pamit kulo diparingi yotro damel tumbas rokok” (W.SW-03. FP01-02072015).
Pemberian materi terhadap calon pemilih yang diberikan oleh calon atau
team sukses masing-masing calon cukup beragam, ada yang berupa barang
dalam bentuk kaos sebagaimana disampaikan oleh responden dari Kecamatan
Bendungan sebagaimana dituturkan kepada peneliti, “pada saat pemilu
presiden saya mendapat kaos bergambar calon presiden dan calon wakil
86
presiden, teman-teman lainnya juga dikasih, karena di kasih ya saya ambil aj”,
(W.SW-04. FP01-02072015). Pemberian Kaos bergambar calon sebetulnya hal
yang sudah lazim dan setiap event pemilihan, mulai pemilihan bupati/walikota,
legislatif, dan gubernur terjadi. Memang beragam cara team sukses pada
pemilu presiden yang dilakukan untuk menggaet suara pemilih, sebagaimana
disampaikan oleh responden dari Kecamatan Gandusari, “kulo pas pemilihan
presiden kolo semanten diparingi mug bergambar calon presiden, nggih kulo
terami mawon, sae lho milo kulo remen sanget” (W.SW-05. FP01-05072015).
Beragam cara yang dilakukan oleh masing-masing team sukses menunjukkan
bahwa masing-masing calon mengimplementasikan strategi yang disesuaikan
dengan kondisi lokal di mana calon pemilih bertempattinggal, karena itu pada
masing-masing Kabupaten terdapat team sukses tersendiri.
Pemberian barang dari hasil penggalian data cukup beragam, responden
perempuan yang bertempat tinggal di Kota Trenggalek mengaku mendapatkan
kerudung/jilbab untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden
tertentu (W.SW-06. FP01-07072015). Kreatifitas masing-masing team sukses
yang dikolaborasikan dengan situasi ekonomi lokal menunjukkan bahwa
kemampuan team mengelola kondisi lokal menjadi suatu kemenangan dalam
pemilihan umum. Dalam pandangan mereka, pemilihan umum tidak hanya
memilih calon yang mereka sukai tetapi merupakan moment untuk mendapat
imbalan atas tenaga dan waktu yang diluangkan pergi ke TPS, mereka cukup
simpel sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan pada saat pemilihan kepala
desa, diberi ya memilih, bahkan adakalanya yang satu keluarga mendapatkan
87
sesuatu dari beberapa calon sehingga dalam keluarga tersebut suaranya dibagibagi untuk masing-masing calon, ini adalah kebiasaan yang jamak dilakukan
oleh masyarakat.
Beberapa responden di Kecamatan Pogalan menyampaikan bahwa
pemberian materi waktu pemilihan presiden dan calon wakil presiden agak
unik, yaitu diberi topi bergambar calon, sebagaimana disampaikan berikut,
“saya mendapat topi bergambar calon dan diajak makan oleh team suskses
yang kebetulan saya kenal” (W.SW-07. FP01-07072015). Pendekatan yang
digunakan oleh team sukses pada umumnya dipilih dari orang yang dikenal,
kemudian merembet ke teman-temannya yang dikenal tadi, ibaratnya seperti
ubi jalar sehingga makin lama keanggotaannya makin bertambanh banyak.
Setelah dianggap cukup oleh team, kemudian diperintahkan untuk berkumpul
di suatu rumah makan, orang-orang yang hadir di rumah makan tersebut
kemudian dikukuhkan menjadi team bayangan yang membantu memperbanyak
keanggotaan ubi menjalar tadi, sebagaimana dituturkan respon kepada peneliti
berikut ini.
Rumah makan merupakan tempat yang sering dipakai untuk
mengumpulkan koordinator masing-masing Desa, setelah pertemuan
dianggap cukup, masing-masing koordinator Desa tadi diberi uang
sebagai pengganti bensin atau pulsa. Pemberian demikian lazim
dilakukan oleh masing-masing team calon (W.SW-05. FP01-07072015).
Perilaku pemilih pada setiap event pemilihan mulai dari tingkat Desa,
Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat selalu dibayangi oleh fenomena politik
uang (money politic) dengan beragam bentuk sebagaimana diuraikan di atas,
yaitu mulai dari berupa uang dengan beragam alasan sampai berbentuk barang.
88
Suburnya politik uang tidak lepas dari cara pandang masyarakat pemilih yang
permissif terhadap politik uang itu. Pada proses demokrasi di Indonesia
termasuk proses demokrasi pada level akar rumput (pilkades) praktik politik
uang tumbuh subur karena dianggap suatu kewajaran dan masyarakat tidak
peka terhadap bahayanya jangka panjang, karena dengan praktik politik uang
menyebabkan terjadinya praktik korupsi. Mereka membiarkannya karena tidak
merasa bahwa politik uang secara normatif adalah perilaku yang harus dijauhi
(Mahfud Ali, 2003: 228). Perilaku demikian makin marak di era reformasi,
yang seharusnya mampu mereduksi praktik-praktik korupsi tetapi malah
transparan dilakukan di semua level kehidupan. Dalam pandangan masyarakat
pada umumnya, event pemilu merupakan perayaan sehingga praktik
pragmatisme, lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek makin vulgar
tumbuh subur di masyarakat.
C. Faktor Orang Terdekat
Setiap individu manusia mempunyai pola komunikasi, relasi, sosialisasi,
pemahaman, sikap, dan perilaku yang banyak dipengaruhi oleh individuindividu lainnya. Intensitas dan kualitas hubungan-hubungan tersebut
menetukan perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku masing-masing
individu dalam kehidupan selanjutnya. Individu yang banyak bersosialisasi
dengan individu yang secara kualitas pemikiran baik, maka ia akan terpengaruh
menjadi atau mempunyai pemikiran yang baik, dan begitu pula sebaliknya,
individu yang sering bersosialisasi dengan individu-individu yang kurang baik,
maka ia mempunyai peluang besar menjadi individu yang kurang baik pula.
89
Setiap individu sesungguhnya mempunyai pilihan untuk menentukan dengan
siapa mereka bersosialisasi, dari banyak pilihan itulah seseorang harus selektif
sehingga menemukan teman yang dapat meningkatkan kapasitasnya. Dalam
ajaran agama Islam, kita diperintahkan untuk selalu bersosialisasi dengan orang
yang sholeh agar dapat mengikuti keshalihannya, dan kita dianjurkan untuk
menjauhi individu yang dapat menjerumuskan ke dalam perbuatan yang
dilarang agama. Dengan demikian, setiap individu perlu mempertimbangkan
dengan siapa harus bersosialisasi, perlu mengetahui latar belakang,
kecenderungan, pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya, juga perlu
membatasi intensitas bersosialisasi dengan individu yang tidak mendukung
peningkatan kapasitas dan meningkatkan intensitas pergaulan dengan individu
yang dapat meningkatkan kapasitas kepribadiannya.
Intensitas tempat pergaulan atau sosialisasi dapat dibedakan menjadi tiga
tempat, yaitu: informal, formal, dan non formal. Tempat sosialisasi informal
adalah tempat di mana individu dibesarkan dan secara kodrati ada dengan
sendirinya yang bersifat given, contohnya adalah keluarga. Tempat sosialisasi
formal adalah tempat di mana individu melakukan sosialisasi atas dasar
ketentuan hukum yang berlaku, seperti: sekolah, tempat kerja, asosiasi kerja,
lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga profesi.
Sedangkan tempat sosialisasi nonformal adalah tempat di mana individu
melakukan sosialisasi yang dilakukan untuk mengisi waktu luangnya, misalnya
tempat kegiatan ngopi bareng, tempat kegiatan karaoke, tempat kegiatan olah
raga bersama, tempat rekreasi bersama, tempat makan bersama, dan lain
90
sebagainya. Tempat-tempat demikian selalu memberi dampak bagi dinamika
seseorang, yang sifatnya bervariasi antara individu satu dengan individu
lainnya: ada yang makin baik, ada yang makin jelek, dan ada pula yang
stagnan. Kemampuan individu untuk menseleksi, mereduksi, merefleksi, dan
mengoptimalisasikan informasi-informasi dalam lingkungan pergaulannya
yang disinergikan dengan potensi-potensi internal individunya menjadi sesuatu
yang bermakna akan menentukan capaian kapasitasnya, sehingga dapat
bermanfaat untuk mengetahui dan memahami semua informasi terkait dengan
pemilu dan detail pasangan masing-masing kandidat, mengingat saat ini
mendapatkan informasi yang cepat dan akurat tidak sulit, kapanpun dan
dimanapun bisa dilakukan oleh setiap individu manusia yang mau
melakukannya.
Intensitas dari ketiga tempat sosialisasi individu tersebut berbeda-beda
dari masing-masing individu, ini semua sangat tergantung dari kecenderungan
bergaulnya. Orang yang bertipe introvert, perhatiannya banyak ditujukan
kedalam diri dan keluarganya, ia banyak melakukan sosialisasi di lingkungan
kelarga, baik kelaurga dekat maupun keluarga jauhnya. Sedangkan individu
yang mempunyai tipe ekstrovert, perhatiannya lebih banyak pada luar diri dan
kelaurganya, ia banyak bergaul dengan teman-temannya, baik teman sesama
anggota organisasi profesi, organisasi hobi, organisasi keagamaan, organisasi
kemasyarakatan, maupun asosiasi mengisi waktu luang. Setiap individu selalu
memiliki kecenderungan menonjol dari salah satu kedua tipe tadi, orang yang
introvert akan lemah di aspek ekstrovertnya, begitu pula sebaliknya orang yang
91
ekstrovert akan lemah di aspek introvertnya. Inilah yang menentukan sumbersumber informasi yang mendominasi individu dan menyebabkan perbedaan
dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku individu satu dengan individu
lainnya.
Perilaku pemilih sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan beberapa
subyek penelitian mencerminkan hal-hal yang diuraikan di atas, misalnya
penuturan subyek yang bertempat tinggal di Kecamatan Pule, “di keluarga
kami selalu seragam pilihannya ketika pemilu, toh semuanya bagi kami tidak
mengenal, tahunya cuma dari telivisi”. (W.SW-01.FP02.07072015). Hal
senada juga disampaikan oleh subyek yang mengaku berasal dari Kecamatan
Bendungan, sebagaimana disampaikan kepada peneliti berikut ini.
Sewaktu pilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2014,
kami banyak melihatnya di telivisi, pada saat menonton TV itulah kami
bersama anggota keluarga lainnya kadang saling menyahut, iki lho pantes
dadi presiden, dari saling menyahut itulah kami menemukan titik temu
pikiran untuk memilih calon. (W.SW-04.FP02.07072015).
Lingkungan rumah masih menjadi tempat favorit sosialisasi pilihan yang
berdampak pada perilaku pemilih, terutama bagi pemilih tua, seperti yang
diuraikan subyek dari Kecamatan Dongko, “kulo meniko mboten ngerti noponopo, nggih menawi bade coblosan nggih manut mawon kalean anak kulo,
sebab jarang nonton TV, mboten paham”. (W.SW-03.FP02.05072015). Subyek
dari Kecamatan Watulimo kepada peneliti juga menuturkan hal yang senada,
“kulo meniko pun sepuh, menawi wonten pilihan nopo mawon, pilihan ndeso
lan lintune namung manut teng anak kalian teyang-tiyang sekitar” (W.SW02.FP02.04072015).
92
Teman bergaul dalam mengisi waktu luang juga mempunyai peluang
yang kuat dalam menentukan pengaruh perilaku pemilih pada pemilihan
presiden dan wakil presiden tahun 2014. Sebagaimana disampaikan kepada
peneliti oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Trenggalek berikut ini.
Saya bekerja di lembaga keuangan (finance) disaat bekerja sering
bertemu dengan teman-teman dari berbagai kalangan dan pekerjaan,
mulai dari makelar, anak-anak muda (pemilih pemula), tukang becak,
pemilik show roome sepeda motor bekas di warung kopi tempat kami
sering nongkrong, di tempat itulah kami kadang saling ngobrol tentang
hal-hal yang lagi hit, misal menjelang pilpres tahun 2014, di tempat
itulah pilihan kami terbentuk, banyak dipengaruhi oleh obrolan-obrolan
di tempat tersebut. (W.SW-06.FP02.05072015).
Banyak tempat-tempat favorit bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk
bersosialisasi menyangkut apa saja, mulai dari urusan pekerjaan, hobi, dan
mengisi waktu luang sambil membicarakan tema-tema yang lagi hit di
masyarakat, mulai dari level lokal, nasional, maupun internasional.
Membicarakan pilihan dalam suatu event pemilihan kepala daerah dan nasional
tidak alah menariknya bagi semua kalangan di kalan berada di tempat favorit
itu, misalnya di warung-warung makan, warung kopi dan sebagai. Bagi mereka
tempat itulah cocok, baik pada waktu pagi, siang, sore, dan malam,
sebagaimana dituturkan oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Pogalan,
“saya sering nongkrong di warung, baik untuk makan atau sekedar ngobrol
sambil ngobi dengan teman-teman, membicarakan apa saja termasuk urusan
pilihan
presiden”.
(W.SW-07.FP02.03072015).
Mengembangkan
dan
menguatkan pilihan bagi para calon pemilih di warung makan dan kopi
menjadi tempat yang mengasyikkan bagi para team sukses, sekalian melakukan
93
koordinasi team tingkat akar rumput, sebagaimana disampaikan oleh subyek
yang berasal dari Kecamatan Gandusari berikut ini.
Pada saat itu saya mendapat undangan dari team sukses pilihan
presiden dan wakil presiden di warung makan untuk melakukan
koordinasi dan evaluasi, meskipun sebetulnya saya tidak begitu paham,
karena sebetulnya yang ditugasi untuk mencari dan menggalan calon
pemilih adalah teman saya, karena saya diajak ya saya ikut aj dengan
temanku. (W.SW-05.FP02.08072015).
Warung sebagai tempat untuk melobi calon pemilih banyak tergantung
dari kondisi lingkungannya, jika di kota kebanyakan di lakukan di restoran atau
rumah makan yang cukup representatif, sementara jika wilayahnya di pinggiran
yang dilakukan di warung-warung setempat yang agak bersih dan bagus,
sementara jika di desa, pegunungan maka warung makan yang diplihnya ya di
mana disitu ada warung, entah berbentuk warung kopi, nasi, dan tempat billyad
yang penting enjoy bagi semua, sebagaimana di sampaikan oleh subyek dari
Kecamatan Durenan kepada penelitian berikut ini.
Yang saya alami, saat itu saya bertemu dengan teman yang
rumahnya lain desa dengan saya, ketepatan lama tidak bertemu dengan
dia, karena dia bekerja di Surabaya. Ketika pulang dia mampir ngopi di
warungnya pak Jalil, saya pas disitu ya setelah ngobrol tentang kerjaan,
nyambung membicarakan calon persedin dan wakil presiden, karena saya
kurang begitu paham dengan informasi, pembicarakan demikian terasa
asyik dan mempengaruhi pilihanku saat itu. (W.SW-08.FP02.09072015).
Bagi kalangan yang suka olah raga, maka tempat-tempat olah raga sering
manjdi tempat yang juga asyik untuk membicarakan hal-hal yang sedang hit di
masyarakat, termasuk membicarakan pilihan presiden dan wakil presiden,
seperti yang pernah dialami oleh subyek yang berasal dari Kecamatan Kampak,
berikut ini.
94
Saya rutin olah raga sepak bola di lapangan Kecamatan Kampak,
dekat SMPN itu, pada saat sedang istirahat atau persiapan teman-teman
tidak luput membiacarakan calon presiden favoritnya, karena saya bari
mau ikut pemilu ya saya Cuma menjadi pendengar saja, dan saya
terpengaruh dengan pembicaraan teman-teman itu. (W.SW09.FP02.10072015).
Tempat-tempat yang asyik sebagai sarana untuk membicarakan hal-hal
yang sedang menjadi perhatian masyarakat, pada hakekatnya berdasarkan pada
uraian hasil wawancara sebagaimana dideskripsikan di atas dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu: warung makan, warung kopi, tenpat hobi (billyard dan olah
raga). Tempat-tempat semacam ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
kondisi dan situasi wilayahnya masing-masing, di warung makan misalnya ada
yang dilakukan di warung kecil pinggiran jalan tetapi ada juga ada yang
dilakukan di warung makan atau kelas restoran, begitu juga dengan warung
kopi; ada yang dilakukan di warung kopi pinggir jalan tetapi ada juga yang
dilakukan di warung kopi tempat cangkruk’an anak-anak muda yang ada free
wifi-nya.
Hal demikian menunjukkan bahwa pembicaraan, perekrutan, dan
pendekatan terhadap calon pemilih terhadap calon pemilih dilakukan di mana
saja ada tempat yang mengasyikkan dan menyenangkan untuk dilakukan.
Waktu pelaksanaannya ada yang direncanakan tetapi ada pula yang secara
kebetulan bertemu di suatu tempat. Ada sedikit perbedaan fokus pembicaraan
berkaitan dengan proses kegiatan, jika tempat pembicaraan dilakukan di tempat
yang agak formal dan direncanakan, maka fokus pembicaraan pada topik
pilihan presiden dan wakil presiden dan usaha menggiring pemilih kepada
calon tertentu, dan sebaliknya jika pembicaraan dilakukan secara mendadak
95
yang bersifat kebetulan maka topik pembicaraan tidak mengarah pada topik
pilihan presiden dan wakil presiden dan menggiring pada calon tertentu tetapi
mengalir dan berganti-ganti sesuai ingatan mereka.
D. Faktor Kedekatan Emosional.
Setiap individu mempunyai otoritas untuk menentukan pikiran, pendapat,
sikap, dan perilaku yang merupakan hasil dari proses refleksi dan perenungan
mendalam terhadap fenomena atau stimulan di sekitarnya. Setiap stimulan
eksternal individu merupakan obyek yang dari keseluruhan pancainderanya di
terima, diolah oleh sistem pikirannya, direfleksikan, direnungkan, dan
diproduksi kembali dalam bentuk keputusan final. Keputusan final yang
diperoleh dari kegiatan tersebut bentuknya beragam, diantaranya adalah
pemahaman, sikap, dan perilaku, ketiga yang terakhir ini merupakan rangkaian
logic karena tida mungkin perilaku tanpa didahului oleh pemahaman dan sikap
terhadap suatu obyek. Seseorang yang menyukai suatu lukisan misalnya
didahului oleh pengetahuan tentang detail lukisan tersebut atau lukisan secara
umum,
setelah
mempertimbangkan
tentang
lukisan
tersebut
dengan
pengetahuan teoritisnya secara umum suatu lukisan yang baik, ia kemudian
dapat memahami bahwa suatu lukisan tersebut mempunyai kriteria penilaian
baik tidaknya, layak tidaknya untuk dimiliki, maka lahirlah sikap dan
keputusan untuk membeli atau tidak membeli lukisan tersebut. Suatu keputusan
yang diambil seseorang terhadap suatu obyek merupakan suatu proses yang
melibat keseluruhan panca indera dan kejiawaannya yang kemudian
ditransformasikan kedalam bentuk perilaku sosialnya.
96
Perilaku sosial merupakan pengejawantahan dari otoritas kepribadian
individu dalam interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Otoritas kepribadian
seseorang didasarkan pada pengalaman teoritik, praktik, dan keberaniannya
untuk mengekspresikan dalam bentuk gagasan, sikap dan perilaku sehingga
terlihat kapasitas kepribadiannya. Keberanian mengekspresikan kemampuan
diri merupakan hal penting agar seseorang dapat menunjukkan kapasitasnya
dan agar orang-orang sekitarnya dapat mengenalinya, kadang ada inidvidu
yang cakap, cerdas tetapi karena ia pemalu maka orang lain sulit mengenali
kapasitas yang sesungguhnya, di sisi lain ada orang yang kemampuannya
sedang-sedang saja tetapi karena keberanian berekspresi tinggi maka ia dikenal
orang-orang sekitarnya sebagai berkepribadian yang unggul. Untuk menjadi
kepribadian yang unggul, perlu mensinergikan kemampuan internal yang
meliputi kapasitas fisik dan psikis, dan kemampuan eksternal yaitu lingkungan
sosial sekitarnya baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
Sinergisitas antara potensi internal: fisik dan psikis dengan potensi
eksternal: lingkungan sosial dan lingkungan fisik menghasilkan kepribadian
yang dinamis dan merdeka sebagai modal sosialnya untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial menyediakan beragam informasi dan
fenomena-fenomena sosial alamiah yang apabila dikelola dengan baik akan
menghasilkan sistem simbol, sistem simbol inilah kemudian menghasilkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi dihasilkan
oleh manusia akademik untuk kepentingan manusia pada umumnya, baik
kepentingan teoritis maupun praktis, sehingga masyarakat makin dinamis,
97
progresif, dan berperadaban tinggi. Dedikasi oleh individu atau kelompokkelompok untuk menghasilkan IPTEK itu didorong oleh dua sistem instrumen
yang secara alami dimiliki oleh manusia, yaitu dorongan internal dan dorongan
eksternal. Kedua dorongan ini disebabkan oleh pengetahuan, kesadaran atas
pengetahuan itu yang kemudian mewujud dalam tindakan
nyata, seperti
tindakan memilih dalam suatu pemilihan kepemimpinan mulai pada tingkat
desa, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Nasional merupakan sistem simbol,
kemampuan dan kemauan merealisasikan hak politiknya merupakan ukuran
kebaikan pribadinya, kebaikan kepribadian dapat diukur dari berbagai indikator
aspek jasmaniyah dan aspek ruhaniyah, perilaku demikian diperlukan sebagai
wujud
kemauannya
merealisasikan
amanat
sebagai
pemakmur
atas
kekholifahannya di dunia.
Tindakan memilih yang berkembang di Kabupaten Trenggalek misalnya
dari hasil pengumpulan data terhadap subyek penelitian ada yang dilakukan
karena adanya dorongan internal masing-masing, sebagaimana diakui oleh
subyek berikut, “saya memilih ketika pemilu presiden dan wakil presiden tahun
2014 karena kesadaran dan tidak mau diiming-imingi materi oleh team
suksesnya”. (W.SW-10.FP03.11072015). Senada dengan pendapat tersebut
disampaikan oleh subyek yang mengaku baru memilih tahun 2014, “sejak awal
saya suka kepada calon presiden tertentu melalui siaran televisi”. (W.SW11.FP03.11072015). Yang juga menarik adalah pandangan subyek sebagai
berikut.
98
Sejak dulu saya fanatik terhadap pantai politik tertentu, meskipun
saya bukan seorang partai, siapapun yang dicalonkan sebagai Presiden
dan wakil presiden oleh partai politik yang saya sukai pasti mendukung
dalam bentuk memilih calon presiden dan wakilnya. Saya tidak peduli
siapapun yang dicalonkan, karena menurut saya pengurus partai pasti
mempunyai pertimbangan yang menurutnya akan dapat mensejahterakan
masyarakat, mereka tidak mungkin gegabah dalam menentukan
calonnya. (W.SW-12.FP03.11072015).
Menarik untuk lebih banyak mencari sumber informasi (subyek)
penelitian pada kalangan tertentu, misalnya yang berkarakter pemilih cerdas
untuk mengetahui lebih detail faktor apakah yang determinan menentukan
perilakunya. Untuk itu, peneliti mewawancarai beberapa subyek yang
terpelajar, memiliki pengetahuan tentang demokrasi, hal ini dimaksudkan
sebagai pengimbang data yang diperoleh sebelumnya, sebagaimana dituturkan
oleh subyek berikut, “saya kira tidak semua pemilih tertarik dengan imingiming dalam suatu pemilihan umum apapun, sejak awal menjadi pemilih saya
tidak pernah tertarik dengan iming-iming seperti itu, karena itu sampai
sekarang tidak ada team yang berani memberiku sesuatu”. (W.SW13.FP03.12072015).
Senada dengan yang disampaikan oleh subyek yang mengaku sudah kali
mengikuti pemilihan Presiden dan wakil Presiden, ia tiga tahun lalu telah
menamatkan studinya di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Malang, kepada
peneliti ia menyampaikan sebagai berikut.
Dua kali saya mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
pada saat pertama kali mengikuti pemilu saya dikasih uang rokok oleh
salah seorang yang mengaku dari team calon, kebetulan saat itu kami
bersama teman-teman bertemu di sebuah warung kopi. Tetapi untuk
pemilu yang kedua saya menolak untuk menerima sesuatu dari team
calon, karena menurut pandangan saya hal tersebut tidak baik dan apalagi
99
kebetulan saya tidak suka dengan calonnya tersebut. (W.SW14.FP03.12072015).
Gambar 4: Pengaruh Orang-Orang Terdekat
Kedekatan emosional antara pemilih dengan calon Presiden dan Wakil
Presiden tidak semata-mata faktor emosional dengan kandidatnya tetapi juga
karena team di tingkat lokal, sebagaimana diutarakan oleh subyek ini, “saya
mengenal sekali beberapa team dari salah satu kandidat, saya tahu sepak
terjangnya selama ini, karena itu meskipun menurut orang lain kandidatnya
baik saya tidak mau mencoblos kandidat tersebut, saya tidak suka dengan
teamnya”. (W.SW-15.FP03.13072015). Lain halnya dengan subyek berikut, ia
tidak suka kepada calon Presidennya tetapi karena merasa cocok dengan
wakilnya ya dengan merasa terpaksa ia memilihnya, berikut penuturannya.
Awalnya saya tertarik terhadap suatu artikel yang pernah saya baca
tentang calon presiden dan team pusatnya dan sinerginya dengan jaringan
Internasional, sejak itu saya tidak tertarik dengannya, tetapi saya dillema
karena calon wakilnya secara emosional keorganisasian keagamaan dekat
atau sama dengan saya, oleh karena itu dengan merasa terpaksa saya
tetap memilihnya. (W.SW-16.FP03.13072015).
Ketidaksukaan pemilih terhadap suatu calon atau kandidat dipengaruhi
oleh bacaannya, hasil dari bacaan masing-masing orang menghasilkan sikap
100
yang sebelumnya dilalui melalui proses merenung dan mereproduksi menjadi
sikap, sikap pada akhirnya menentukan perilaku yang diambil memilih atau
tidak memilih. Yang terakhir inilah akan mengembang kepada teman-teman
pergaulan lainnya (peer group) sehingga menjadi suatu sikap dan perilaku
umum dalam peer group tersebut. Antara individu satu dengan individu
lainnya selalu mengalami proses menerima dan memberi (take and give),
proses demikian merupakan hal yang lazim pada suatu perkumpulan, baik yang
formal maupun nonformal, bahkan individu yang sebelumnya berfungsi
sebagai pemberi pada suatu saat akan berbalik menjadi penerima, disinilah
konsep asimilasi, imitasi, dan sosialisasi, menemukan konteksnya. Dalam
konteks ini relavan dengan apa yang disampaikan oleh subyek berikut ini.
Sebagai pemilih pemula, jujur saya sebetulnya tidak memahami
pemilihan dan masing-masing calon presiden dan wakil presiden pada
waktu itu, suatu saat ketika kami berkumpul di suatu warung kopi, ada
teman datang dan kebetulan membawa suatu selebaran berbentuk artikel
tentang latar belakang organisasi keagamaan masing-masing team
suksesnya, kemudian kami terlibat dalam diskusi yang cukup
mengasyikkan, dari diskusi dan membaca selebaran itulah saya
mengetahui dan memahami masing-masing kandidat dan berpengaruh
terhadap pilihan saya ketika itu. (W.SW-17.FP03.13072015).
Setiap hal yang dikaitkan dengan konteks sosial selalu mewujud dalam
bentuk yang cukup kompleks, yang jika awalnya sesuatu itu terlihat sederhana
tetapi mengembangkan menjadi kompleks, yang awalnya nampak monolistik
berubah menjadi dualistik, yang awalnya berdimensi tunggal bisa berkembang
menjadi berdimensi banyak. Banyaknya teman-teman yang dekatnya dengan
individu bersangkutan makan memperbanyak ragam informasi ang diterima
sehingga
memungkinkan
banyak
pilihan
informasi
yang
kadang
101
membingungkan subyek. Berikut penuturan subyek betapa ia makin bingung
ketika memahami orang-orang, baik yang secara langsung terlibat dalam team
sukses masing-masing kandidat maupun yang terlibat secara tidak langsung,
baik yang terlibat di level Nasional, Propinsi, disktrik (Kabupaten) maupun
pada level akar rumput.
Terus terang pemilu presiden dan wakil presiden cukup
membingungkan dan dillematis bagi pemilih, seperti saya selalu
mempertimbangkan banyak hal dalam memilih, misalnya aspek visi, misi
dan program; sepak terjang dalam jabatan sebelumnya; jaringan
politiknya; jaringan orang-orang terdekatnya; jaringan pendanaannya;
team sukses mulai dari pusat hingga akar rumput. Tentu hal ini cukup
membingungkan, tetapi dari semua faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan tersebut, saya lebih fokus mempertimbangkan
integritasnya. (W.SW-15.FP03.13072015).
Faktor suka dan tidak suka (like and dislike) terhadap calon sebagaimana
dideskripsikan di atas dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan
psikologis, seseorang memilih karena ada beberapa hal, diantaranya adalah visi
misi dan program kandidat, kedekatan emosional dengan partai pengusungnya,
team suksesnya (level Pusat, Propinsi, Kabupaten, dan Desa), jaringan
pendanaannya,
dan
sebagainya.
Beberapa
indikator
kesukaan
dan
ketidaksukaan pemilih terhadap kandidat tersebut merupakan sumber
pengetahuannya, yang darinya melahirkan suatu “sikap”, sikap memilih atau
tidak memilih, yang bermuara pada perilaku pemilih. Kita dapat menyaksikan
beragam perilaku pemilih dalam setiap proses pemilihan presiden dan wakil
presiden terutama di era reformasi seperti sekarang ini. Kemerdekaan pemilih
dalam menentukan sikap dan perilakunya telah mendapatkan porsi yang tinggi,
102
tidak ada paksaan, tidak ada intimidasi, tidak ada tekanan dan lain sebagainya
dari beberapa pihak.
Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan
pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Perilaku memilih
(voting behavior) dalam suatu pemilu merupakan suatu respons psikologis dan
emosional yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik mendukung suatu
partai politik atau kandidat dengan cara mencoblos surat suara. Mencoblos
kandidat tertentu atau tidak mencoblos sekalipun merupakan wujud dari
perilaku pemilih, yang merupakan pengejawantahan dari pengetahuan
detailnya terhadap situasi, kondisi, dan fakta kandidat dan kesleruhan indikator
sebagaimana diuraikan di atas.
E. Tafsir Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemilih
Secara umum perilaku pemilih di Kabupaten Trenggalek tumbuh
disebabkan oleh adanya stimulan-stimulan eksternal sehingga menumbuhkan
motiv-motiv internal pada diri individu pemilih. Kata motiv berasal dari bahasa
inggris, “motion” yang berarti gerakan atau sesuatu yang menggerakkan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), motiv adalah alasan atau sebab
seseorang melakukan sesuatu. Motivasi dapat dipahami sebagai dorongan yang
timbul dalam diri seseorang individu secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Setidaknya terdapat tiga hal
timbulnya motivasi, yaitu: kesadaran, tujuan (dalam bentuk keinginan, nafsu,
kebutuhan dll) dan proses/usaha untuk merealisasikannya. Kesadaran
merupakan kondisi kejiawan dari hasil pengetahuan, dan pemahaman atas
103
realitas situasi dan kondisi tertentu dari suatu obyek yang menjadi awal
perlunya melakukan tindakan untuk berubah. Kebutuhan atau tujuan
merupakan media penggerak atau pendorong terjadinya kesadaran untuk
melakukan gerakan atau usaha-usaha secara sistematis sebagai upaya
merealisasikannya dalam kehidupan nyata keseharain individu. Namun juga
perlu dipahami bahwa keinginan, kebutuhan, dan tujuan saja tanpa diikuti sikap
bergerak untuk merealisasikannya hanya akan menjadi impian saja, dengan
demikian dapat dipahami bahwa motif berkaitan erat antara kesadaran,
kebutuhan/tujuan, dan gerak.
Motiv juga dapat dipahami sebagai suatu keadaan dari dalam diri seorang
individu yang dapat memberi kekuatan, menggiatkan dan menggerakkan yang
kemudian disebut dengan motivasi, dan yang mengarahkan atau menyalurkan
perilaku ke arah tujuan-tujuan. Memotivasi berarti membangkitkan motiv,
membangkitkan daya gerak, menggerakkan seseorang atau diri sendiri
melakukan sesuatu untuk mencapai suatu kepuasan atau tujuan. Gerakan
mencapai tujuan atau kepuasan adalah gerakan yang sadar dengan
mempertimbangkan berbagai aspeknya, baik potensi internal maupun
eksternal, gerakan yang tidak tersadarkan tidak bisa dinamakan motif tetapi
sebuah gerakan ketepatan atau reflektif. Setiap individu manusia sesungguhnya
mempunyai kebutuhan, keinginan sebagai media untuk mempertahankan
eksistensi diri dan mendapatkan tujuannya. Bentuk-bentuk keinginan atau
tujuan realitasnya bermacam-macam, yaitu: bersifat jasmaniah dan ruhaniah,
kedua bentuk ini pada prinsipnya terus mengalami perubahan sesuai dengan
104
tingkat, status, sosio-geografis, dan dinamika lingkungan sosialnya. Semakin
dinamis lingkungan sosial seseorang maka semakin dinamis bentuk-bentuk
keinginan dan tujuan hidup seseorang, baik tujuan jangka pendek, menengah,
dan panjang.
Proses interaksi timbal balik antar ketiga unsur tersebut terjadi didalam
diri individu, namun dapat dipengaruhi oleh hal-hal diluar diri individu. Motif
tidak selalu terjadi dengan sendirinya, ia kadang merupakan bentuk reaksi yang
tersadarkan atau tidak tersadarkan atas stimulan dari pihak luar. Reaksi tersebut
yang kemudian membentuk dorongan (impuls) yang pada dasarnya merupakan
refleksi atas pemaknaan subyek terhadap simbol-simbol yang ditangkapnya
melalui inderanya. Reaksi ini dapat berbentuk negatif dan juga sebaliknya, hal
ini sangat tergantung dari kesadaran subyektif individu dan dinamika eksternal.
Kenyataannya, bisa saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu yang relatif
singkat jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak
mungkin tercapai. Perspektif hambatan atau tidak dalam mencapai tujuan atau
keinginan pada dasarnya bersifat relatif, tergantung dari bagaimana subyek
memaknai realitas yang dihadapi. Pemaknaan ini dipengarui oleh tingkat
kualitas pengalaman subyektif individu dan kemampuannya menemukan solusi
alternatif. Bagi mereka yang terbiasa dengan situasi yang tidak menentu akan
lebih mudah menemukan alternatif tindakan, sebaliknya bagi yang tidak
terbiasa mengalami dinamika hidup maka akan lebih rentan, inilah yang
akhirnya melahirkan tingkah laku atau sikap baru terhadap realitas.
105
Pemahaman demikian menghasilkan makna bahwa setiap tingkah laku
individu manusia merupakan hasil dari hubungan dinamika timbal balik antara
tiga faktor di atas. Dalam implementasinya ketiga faktor tersebut berperan
menghasilkan perilaku walaupun faktor yang satu lebih besar peranannya
dibandingkan faktor-faktor lainnya. Ketika mereaksi suatu fenomena yang
sama, tingkah laku subyektif antara individu satu dengan individu lainnya bisa
berbeda-beda, perbedaan tersebut disebabkan kondisi energi positif dan energi
negatif internal subyektif individu bersangkutan. Energi negatif adalah
dorongan yang memancarkan aura buruk dan gelap, seperti: kebencian,
negativistic, rasialisme, pemaksaan kehendak, arogansi, iri hati, dengki, sikap
tidak peduli dan fatalistis, malas, paranoia, feodalisme, ekslusivisme,
ekstrimisme, fitnah, apatis, pesimis dan lain sebagainya. Sedangkan, energi
positif adalah dorongan yang memancarkan aura sehat dan terang, seperti;
sikap positivistic, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang lain,
altruisme, gotong royong, suka menolong orang lain, sikap moderat, sikap
inklusif, pluralisme, multi-kulturalisme, humanisme, filantropi, egalitarianisme, sikap sportif, toleransi, harmoni dan lain sebagainya. Dalam praktik
keseharian, kita selalu bertemu dengan orang yang didalamnya terdapat kedua
energi ini, ada orang yang selalu menjelek-jelekkan orang lain, tidak bisa
melihat orang lain maju, selalu menggerutu, selalu psimis. Sebaliknya juga ada
orang yang selalu positif, dinamis, simple, progresif, fleksibel, optimis, suka
membantu orang lain, dan selalu cenderung berbuat baik kepada orang lain
baik ketika dalam kondisi sulit maupun mudah.
106
Energi, baik positif maupun yang negatif berfungsi sebagai salah satu
stimulan, pendorong, atau pembangkit energi bagi terjadinya tingkah laku
individu subyek. Semua tingkah laku yang diaktualisasikan oleh setiap individu
disebut sebagai tingkah laku yang bermotif, tingkah laku yang dilatarbelakangi
oleh adanya keinginan, kebutuhan, dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan
agar suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan. Selain itu,
motif bagi manusia dapat menjadi perantara untuk menyesuaikan diri dengan
dinamika perubahan lingkungan sosial sekitarnya. Setiap perbuatan seseorang
dimulai dengan adanya suatu ketidakseimbangan pada diri individu
bersangkutan, keadaan tidak seimbang ini tidak menyenangkan bagi individu
tersebut sehingga timbul keinginan dan/atau kebutuhan untuk meniadakan
ketidakseimbangan tersebut. Kebutuhan-kebutuhan diterima oleh sistem
reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsangan dari luar kemudian
dialihkan ke sistem efektor yang berfungsi untuk menggerakkan, yang dimulai
dari gerakan ruhaniyah (otak timbul niat) diikuti dengan gerakan jasmani
sebagai bentuk respon atau kerjasama antara otak dengan anggota tubuh
manusia sehingga melahirkan perilaku seseorang individu bersangkutan, jika
simbol yang diterima dari otak menandakan negatif maka sikap dan
perilakunya negatif, dan begitu pula sebaliknya.
Menurut Cassirer (dalam Hans J. Daeng, 2008: 80) bahwa manusia
merupakan animal symbolicum. Kesimpulan Cassirer tersebut didasarkan pada
hasil penelitian J.Von Uexkuell tentang binatang bahwa setiap organisme
mutlak dicocokkan dengan lingkungannya (umwell). Sesuai dengan struktur
107
anatominya, setiap organisme mempunyai sistem reseptor (merknetz) yang
berfungsi sebagai penerima rangsangan dari luar, dan terdapat sistem efektor
(wirknetz) yang berfungsi sebagai pereaksi terhadap rangsangan dari luar
tersebut. Kedua sistem ini menjalin kerja saling melengkapi, bahu membahu
sebagai prasyarat bagi kehidupan setiap organisme, dan keterjalinan kedua
sistem ini disebut sebagai lingkaran fungsional (funktionskreis) binatang. Lebih
lanjut menurut Cassirer bahwa lingkaran fungsional itu lebih luas, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif setelah mengalami perubahan. Antara sistem
reseptor dengan efektor terdapat sistem simbolik yang membedakan manusia
dengan binatang. Setiap manusia mempunyai ketiga sistem fungsi tersebut
sesuai
dengan
tingkat
kualifikasinya
sehingga
dapat
menghasilkan
pengetahuan, konsep, teori, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan bahkan
peradaban yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya dan terus mengalami
penyempurnaan sampai tak berbatas waktu.
Fenomena perilaku pemilih yang diaktualisasi oleh para pemilih di
Kabupaten Trenggalek diantaranya dapat dianalisa dengan menggunakan tiga
asumsi dasar, yaitu: 1). Pandangan tentang sebab akibat (causality), bahwa
tingkah laku manusia itu sesungguhnya ditimbulkan oleh penyebab,
sebagaimana tingkah laku benda-benda alam yang disebabkan oleh kekuatan
yang bergerak pada benda-benda alam tersebut. Sebab, merupakan hal yang
mutlak bagi suatu paham bahwa lingkungan dan keturunan mempengaruhi
tingkah laku dan bahwa apa yang ada di luar mempengaruhi apa yang ada di
dalam. 2). Pandangan tentang arah, tujuan (directedness) dari suatu perilaku,
108
bahwa perilaku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu tetapi juga
mengarah pada sesuatu tujuan tertentu, karena manusia pada hakekatnya ingin
menuju sesuatu. 3). Konsep tentang motivasi yang melatarbelakangi perilaku,
yang dikenal juga sebagai suatu desakan, keinginan (want), kebutuhan (need)
dan dorongan (drive).
Berdasarkan pada pandangan dan analisis di atas berikut ini peneliti
bahas beberapa konsep yang berdasarkan data dari hasil wawancara
berpengaruh atau menjadi penyebab perilaku sosial pemilih di Kabupaten
Trenggalek, yaitu: Faktor sosial ekonomi, orang terdekat, dan kedekatan
emosional. Ketiga faktor ini jika dianalisis menggunakan teori behavioristik,
maka dapat disederhanakan menjadi dua faktor utama, yaitu: Pertama, faktor
stimulan yang berada di luar individu pemilih yakni faktor sosial ekonomi dan
orang-orang terdekat pemilih. Kedua, faktor respon yang berada di internal
jiwa pemilih yakni faktor emosional. Sebagaimana dipahami dari hasil
penelitian di atas, faktor sosial ekonomi yang dimaksud adalah hal-hal di luar
pemilih yang bersifat material sebagai instrumen untuk menggerakkan atau
membentuk perilaku pemilih, baik menggerakkan untuk mencoblos maupun
menggerakkan untuk memilih kandidat tertentu. Sementara faktor orang-orang
terdekat dipahami tidak saja orang yang setiap hari berada dekat dengan
pemilih tetapi juga orang-orang yang berada di sekitar kandidat yang dipahami
dan dikenal oleh calon pemilih. Sedangkan faktor emosional adalah menunjuk
kepada hubungan emosional antara pemilih dengan kandidat, baik aspek
wilayah kepribadiannya maupun aspek wilayah partai pemngusungnya.
109
Ada banyak faktor penyebab dari perilaku pemilih sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, faktor inilah yang dalam konsep teori behavioristic
dipahami sebagai hal penting yang menggerakkan perilaku pemilih,
diantaranya adalah berupa iming-iming dari kontestan (kandidat), baik yang
bersifat material maupun nonmaterial. Bagi kelompok ini, hanya ada dua
pilihan, yaitu: datang ke TPS mencoblos atau tidak datang ke TPS atau golput.
Dalam kajiannya Novel Ali (1999: 22), kelompok ini disebut sebagai golput
awam yakni kelompok yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena
alasan politik tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya.
kelompok inilah yang rentan hak politiknya ditukar dengan uang (money
politic), dalam konsep mereka harus ada pengganti transport dan biaya
meninggalkan pekerjaan, ibaratnya kalu bekerja setengah hari biasanya
mendapat Rp. 25.000,- maka dengan diberi uang sebesar itu atau lebih hak bisa
ditukar, bahkan ada yang hanya diganti dengan kaos, topi, atau kerudung
sebagaimana hasil penelitian di atas.
Faktor penyebab dapat berbentuk dua hal, yaitu: Individu orang lain
(peer gorup, team sukses, dan orang terdekat), dan hadiah atau imbalan.
Predisposisi politik orang-orang terdekat pemilih sebagaimana data di atas juga
mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemilih, orang terdekat dalam konteks
penelitian ini diantaranya adalah ayah, ibu, peer group, team sukses yang
dikenal, orang-orang yang sering ketemu di warung kopi, atau tempat-tempat
lainnya yang memungkinkan pemilih dapat bertemu dan diskusi secara
nonformal
sehingga
dapat
mempengaruhi
pengetahuan,
pemahaman,
110
pandangan, dan sikap pemilih. Relevan dengan hasil penelitian ini adalah hasil
penelitiannya Gerald Pomper (1978) yang berhasil memerinci tentang
pengaruh pengelompokan sosial dalam studi tentang voting behavior ke dalam
dua variabel, yaitu: variabel predisposisi sosial ekonomi keluarga pemilih dan
predisposisi sosial eknomi pemilih (voter). Kedua variabel ini mempunyai
hubungan yang signifikan dengan perilaku memilih seseorang. Artinya,
preferensi politik keluarga, apakah preferensi ayah atau ibu akan berpengaruh
pada preferensi politik anak. Sedangkan imbalan yang diterima pemilih berupa
material dan nonmaterial, pemberian semacam sudah jamak terjadi pada setiap
event pemilihan, baik pilkades, pilkada, pileg, dan/atau pilpres yang dalam
konsep penelitian ini dipahami sebagai money politic. Bahkan istilah money
politic diperhalus supaya terkesan wajar dengan istilah biaya politik, karena
dimasukkan dengan kategori biaya politk maka diharapkan semua masyarakat
(penerima dan pemberi) menganggap sebagai hal yang wajar dan biasa sebagai
modal politik kandidat.
Tujuan dari perilaku pemilih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
material pragmatisme dan nonmaterial idealisme. Kelompok pertama
berpandangan atau beranggapan bahwa event pemilu merupakan sarana
transaksi antara kandidat dengan pemilih, biasanya kelompok ini didominasi
oleh pemilih yang secara pendidikan formalnya rendah sebagaimana hasil
penelitian di atas atau dalam konsep di atas disebut sebagai pemilih awam.
Mendapatkan imbalan merupakan tujuan jangka pendek pilihan politiknya
yang harus diraihnya dalam pesta demokrasi, misalnya mendapat uang
111
transport, uang ganti meninggalkan pekerjaan, kaos, topi, dan kerudung, uang
rokok, uang makan, dan lain sebagainya. Sedangkan kelompok kedua
didominasi oleh kelompok pemilih yang berpendidikan formal tinggi, relasinya
luas, jaringannya kuat ke atas, mempunyai akses politik, dan mempunyai akses
informasi. Implementasi perilaku politknya diarahkan atau ditujukan untuk
merealisasikan idealisme pengetahuan, pandangan, dan sikapnya berpartisipasi
dalam rangka mewujudkan proses demokrasi dan kesejahteraan masyarakat
yang lebih luas. Kelompok kedua ini mewakili dari kelompok pemilih rasional,
yang didasarkan pada asumsi bahwa memilih adalah berusaha memaksimalkan
manfaat yang diharapkannya dari kesempatan dalam persaingan pilihan. Model
ini memandang ke depan berkaitan
dengan implikasi dari pilihan yang
dibuatnya. Pemilih dari model ini mengandalkan kepada orientasi informal
yang diperolehnya saat itu. (Himmelweit, dkk, 1981: 34). Model ini tidak
hanya mengandalkan aspek ideologi semata dan latar belakang pilihannya
terdahulu, tetapi juga memperhatikan dinamka politik yang terjadi saat itu
dengan mengaitkannya dengan keadaan diri dan lingkungannya. Dengan
demikian, rasionalisasi yang dilakukan pemilih lebih merujuk kepada
keuntungan yang akan didapatnya yang lebih luas, kalau memilih suatu partai
politik. Rasionalisasi politik adalah suatu proses penggunaan pikiran oleh
individu untuk memikirkan, menimbang dan memutuskan suatu tindakan
politik yang sesuai dengan realitas politik yang berlangsung dan mampu
memperkirakan kemanfaatannya keputusan yang dibuat dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. (Robert E Goddin, 1976: 103).
112
Motivasi merupakan dorongan internal individu pemilih sebagai bentuk
respon atas stimulan eksternal individu pemilih, motivasi pemilih sebagaimana
hasil penelitian di atas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: motiv
material dan motiv nonmaterial. Motiv material adalah setiap imbalan materi
yang diinginkan oleh pemilih atau dijanjikan oleh kandidat sehingga dapat
mendorong perilaku pemilih untuk merealisasikan hak politiknya, ada banyak
varian motiv material ini sebagaimana disinggung di atas. Motiv nonmaterial
adalah setiap imbalan yang mungkin dapat direalisasikan jika hak politiknya
ditunaikan, diantaranya adalah idealisasi negara kebangsaan, terwujudnya
kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, transparansi pemerintahan, dan
sebagainya. Kedua bentuk motiv ini memiliki peran cukup signifikan dalam
menggerakkan individu manusia dalam merealisasikan hak politiknya, bedanya
motiv pertama dicapai dalam jangka pendek bahkan dapat terjadi seketika
sedangkan motiv yang kedua membutuhkan waktu yang cukup bahkan jangka
panjang. Motiv-motiv ini dalam perkembangannya mengalami dinamika yang
cukup massif ketika euforia politik terjadi, ia tidak saja menjadi energi yang
mampu mendorong pikiran dan tindakanya nyata dalam mewujudkan hak-hak
politiknya, tetapi dapat berubah menjadi tujuan dari semua tindakan individu
pemilih bersangkutan.
Unsur-unsur yang pembentuk perilaku sosial pemilih dapat disenrgikan
analisisnya dengan karakteristik pemilih di Kabupaten Trenggalek, yang dapat
dipetakan menjadi tiga golongan, yaitu: Pertama, Beberapa pemilih berada di
wilayah yang merupakan kumpulan komunitas masyarakat yang terbentuk atas
113
dasar sistem kekerabatan (gemeinschaft by blood ), dan yang menjadi pemuka
masyarakat tersebut berasal dari keluarga terkemuka dari segi sosial ekonomi
atau ketokohannya, sehingga warga masyarakat seringkalinya. Sikap ini
mencerminkan adanya dominasi ketokohan yang berperan untuk menentukan
sikap dan perilaku serta orientasi warga bergantung pada pemuka masyarakat
tersebut. Sikap dan model perilaku paternalistik warga masyarakat secara turun
temurun tidak pernah berubah meskipun terdapat berbagai perubahan dalam
kondisi sosial ekonomi, tidak terpengaruh perubahan sosial budaya masyarakat
setempat. Kecenderungan untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku
masyarakat dalam berbagai kehidupan sosial ekonomi, sosial politik maupun
sosial budaya, terbatas pada adanya sistem ide atau gagasan dari pemuka
masyarakat untuk memodifikasi sistem sosial dan sistem budaya yang sudah
mapan dalam kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi dan
dinamika masyarakat. Faktor ini menjadi kendala bagi kandidat untuk
menerobos masuk ke dalam komunitas masyarakat langsung. Jika kandidat
berhasil masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut, hanya sebatas etika
pergaulan masyarakat yaitu menerima setiap tamu yang bersilaturahmi, tetapi
tidak akan mengikuti apa yang diinginkan oleh kandidat yang bersangkutan.
Kedua, ikatan primordialisme keagamaan. Jika seorang kandidat
memiliki latar belakang ikatan primordialisme yang sama dengan ikatan
primordialisme masyarakat, maka hal tersebut menjadi alternatif pilihan
masyarakat. Ikatan primordial keagamaan ini bermetamorfosis menjadi ikatan
emosional yang tentu menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat untuk
114
menentukan pilihannya. Indikator dari ikatan emosional masyarakat antara
lain; sistem kekerabatan, agama, asal daerah, tempat tinggal, ras/suku, budaya,
status sosial ekonomi, dan sosial budaya. Hal tersebut terlihat pada basis
komunitas masyarakat di daerah pemilihan atau kantong-kantong basis massa
yang ditandai dengan adanya simbol-simbol partai yang memberikan gambaran
dan sekaligus sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut merupakan kantong
basis massa partai tertentu.
Ketiga, komunitas masyarakat yang heterogen cenderung lebih bersifat
rasional, pragmatis, tidak mudah untuk dipengaruhi, terkadang memiliki sikap
ambivalen, berorientasi ke materi. Sikap dan pandangan untuk memilih atau
tidak memilih dalam proses politik lebih besar, sehingga tingkat kesadaran dan
partisipasi politiknya ditentukan oleh sikap dan pandangan individu yang
bersangkutan, tidak mudah untuk dipengaruhi oleh tokoh atau ikatan
primordialisme tertentu. Kondisi sosial masyarakat pada strata demikian
diperlukan adanya kandidat yang memiliki kapabilitas yang tinggi baik dari
aspek sosiologis (memiliki kemampuan untuk mudah beradaptasi dengan
kelompok masyarakat dan mampu mempengaruhi sikap dan orientasi
komunitas masyarakat tersebut), atau popularitas dan reputasi tinggi pada
kelompok masyarakat tersebut. Jika hal tersebut mampu dilakukan oleh
seorang kandidat, maka sangat terbuka perolehan suara pemilih didapat dari
komunitas masyarakat tersebut.
Kelompok terakhir ini banyak diwakili oleh pemikih dari kalangan
terpelajar di Kabupaten Trenggalek. Tingkat keterpilihan seorang kandidat
115
idealnya
pada
kelompok
demikian
harus
memenuhi
standar
yang
diinginkannya, yakni: Seberapa besar kontribusi dan partisipasi kandidat
terhadap pemilih atau kelompok pemilih, kapabilitas intelektual, kapabilitas
kepemimpinan, kapabilitas etika dan moral, kejelasan tentang visi dan misi
serta program yang disampaikan kandidat, kebutuhan, dan kepentingan
masyarakat banyak atau tidak. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka pemilih
pada kelompok ini akan beralih sikap dan orientasinya ke kandidat lain.
Berdasarkan pada analisis terhadap hasil penelitian di atas dapat
dipahami bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya perilaku
sosial politik pemilih di Kabupaten Trenggalek adalah faktor sosial ekonomi,
faktor orang-orang terdekat, dan faktor kedekatan emosional. Faktor sosial
ekonomi adalah semua jenis imbalan yang dijanjikan oleh kandidat atau team
sukses, baik yang berbentuk materi maupun nonmateri. Faktor orang-orang
terdekat adalah semua orang yang memungkinkan mempengaruhi predisposisi
politik pemilih diantaranya orang tua pemilih (ayah dan ibu), suami atau istri,
anggota team sukses kandidat, dan peer group. Sedangkan faktor kedekatan
emosional adalah kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat/parpol
pengusung yang didasarkan adanya kesamaan dalam bidang agama, organisasi,
asal daerah, dan sebagainya.
Ketiga faktor tersebut mempengaruhi para pemilih pada tataran
pengetahuan, pandangan, sikap, dan bermuara pada perubahan perilaku sosial
politik pemilih, dari tidak mengetahui tentang penting dan perlunya masingmasing warga negara menyalurkan hak politiknya menjadi paham tentang
116
urgennya setiap warga menyalurkan hak politiknya, dari tidak tertarik
mencoblos ke tempat pemungutan suara (TPS) menjadi bersedia ke TPS
sehingga tingkat partisipasi pada masing-masing Kecamatan cukup tinggi, dari
tidak tertarik pada pasangan tertentu menjadi tertarik untuk memilihnya. Dalam
analisis ini juga ditemkan bahwa faktor sosial ekonomi, faktor orang-oramg
terdekat, dan faktor kedekatan emosional antara pemilih dengan kandidat
dalam dinamikanya bermetamorfosis menjadi penyebab, tujuan, dan motivasi
para pemilih dalam mengaktualisasikan hak-hak politiknya.
Berdasarkan hasil analisis ini, maka dapat disusun proposisinya sebagai
berikut.
Proposisi 2
Perilaku sosial politik pemilih dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi,
orang-orang terdekat, dan kedekatan emosional antara pemilih dengan
kandidat/parpol.
Proposisi Mayor
Terbentuknya perilaku sosial politik pemilih dipengaruhi oleh faktor
sosial ekonomi, orang-orang terdekat, dan kedekatan emosional antara pemilih
dengan kandidat/parpol melalui tahapan proses pematangan pengetahuan,
pandangan, dan sikap.
117
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Fenomena perilaku sosial politik pemilih di Kabupaten Trenggalek dapat
dipahami melalui tiga model yaitu; (a) Perilaku sosial politik pemilih
terbentuk melalui tiga proses tahapan, yaitu: pengetahuan, pandangan, dan
sikap. (b) Unsur eksternal pembentukan perilaku sosial pemilih melalui
proses sosial, interaksi sosial, dan imitasi terhadap perilaku sosial pemilih di
masing-masing komunitasnya. (c). Terdapat ruang kreatifitas otentik
masing-masing pemilih untuk mengaktualisasikan hak-hak politiknya, yang
tidak selalu merupakan bentuk respon atas stimulan eksternalnya (imbalan
material) dari kandidat.
2. Beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya perilaku sosial politik
pemilih di Kabupaten Trenggalek adalah faktor sosial ekonomi, faktor
orang-orang terdekat, dan faktor kedekatan emosional. Faktor sosial
ekonomi adalah semua jenis imbalan yang dijanjikan oleh kandidat atau
team sukses, baik yang berbentuk materi maupun nonmateri. Faktor orangorang terdekat adalah semua orang yang memungkinkan mempengaruhi
predisposisi politik pemilih diantaranya orang tua pemilih (ayah dan ibu),
suami atau istri, anggota team sukses kandidat, dan peer group. Sedangkan
faktor kedekatan emosional adalah kedekatan emosional antara pemilih
dengan kandidat/parpol pengusung yang didasarkan adanya kesamaan
dalam bidang agama, organisasi, asal daerah, dan sebagainya.
118
B. Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disusun saran-saran kepada berbagai
pihak yang terkait dengan topik penelitian, yaitu:
Kepada para pemilih hendaknya, selalu meningkatkan kapasitas diri
melalui proses membangun jejaring komunikasi dan informasi sehingga dapat
ditingkatkan pengetahuan, pandangan, dan sikapnya sebagai warga negara
yang baik sehingga dapat berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan
negara bangsa, khususnya dalam event pemilu sebagai langkah awal untuk
mewujudkan negara yang demokratis, adil dalam kemakmuran dan
kesejahteraan.
Kepada parpol peserta pemilu, hendaknya serius melakukan pendidikan
politik bagi warga masyarakat (konstituen) agar partisipasi mereka berkualitas
dan berfungsi tidak hanya sebagai pemasok suara tetapi lebih dari itu mampu
menjadi sparing partner untuk membangun parpol yang kredibel. Pendidikan
politik bagi warga tidak hanya bersifat lima tahunan yang cenderung bersifat
memobilisasi massa semata tetapi dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan
berorientasi pada tujuan terbentuknya parpol dan warga masyarakat yang baik.
Kepada team sukses kandidat, dalam bekerja hendaknya tidak hanya
berorientasi pada pemenangan kandidat yanf bersifat janga\kan pendek dengan
menghalalkan segala cara, tetapi akan lebih elegant jika pesta demokrasi
tersebut dipahami sebagai pesta rakyat yang bersifat edukasi, seni politik yang
dalam jangka panjang dapat meningkatkan kecintaan warga negara untuk
terlibat langsung dalam proses demokrasi yang berkualitas, masyarakat
119
menjadi memahami urgensinya pesta demokrasi sebagai bagian dari proses
pembangunan negara yang mensejahterakan masyarakatnya, masyarakat
bersedia
meluangkan
waktu
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
pemahamannya terhadap setiap kandidat sehingga pemilu tidak hanya terkesan
sebagai pasar politik.
Kepada panitia penyelenggara pemilu (KPU) Kabupaten, hendaknya
menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan pemilu
yang mampu memobilisasi massa secara sukarela mencari informasi yang
mendukung pengetahuan, pandangan, dan sikapnya terhadap kandidat, dan
menggerakkan perilaku sosial politiknya sebagai warga negara yang baik.
Pemilu yang tidak hanya luber dan jurdil tetapi juga dapat memampukan warga
masyarakat terlibat secara aktif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pembagian
kerja,
dan
evaluasi
penyelenggaraan
di
masing-masing
komunitasnya.
Kepada
pengawas
Kabupaten,
hendaknya
mampu
mengawasi
pelaksanaan pemilu secara transparan, profesional, dan adil. Menampilkan
fungsi kepengawasan yang dapat memampukan pengetahuan, pandangan,
sikap, dan pola perilaku sosial politik warga masyarakat bahwa keterlibatannya
tidak parsial sebagai pemilih saja tetapi juga secara profesional terlibat dalam
pengawasan di komunitasnya masing-masing, karenanya pembelajaran
kepengawasan pemilu bagi warga menjadi urgen. Kegiatan panwas tidak
sekedar menjalankan program sesuai dengan tupoksi dan juknis administratif
tetapi juga dapat merangsang budaya kepengawasan warga masyarakat.
120
C. Rekomendasi
1. Memanfaatkan media-media komunikasi masyarakat untuk pendidikan
politik dan pengawasan pemilu berbasis komunitas, yaitu: (a). Paguyubanpaguyuban komunitas (contoh: paguyuban bejak, paguyuban ojek,
paguyuban vespa, paguyuban motor tua, paguyuban mobil tua, paguyuban
petani, paguyuban peternak, warung kopi dan karambol, dan lain sebagainya
sebagai media pendidikan politik dan pengawasan pemilu berbasis
komunitas agar pemilu dapat berjalan langsung umum bebas, rahasis, jujur,
dan adil (luber dan jurdil). (b). Lembaga-lembaga nonformal di masyarakat,
seperti: penggerak PKK, posyandu, kelompok arisan, kelompok jam’iyah
keagamaan,
dan
sebagainya
dimanfaatkan
untuk
mensosialisasikan
kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan dan pengawasan
pemilu. (c). Bersinergi dengan berbagai media cetak dan online untuk
pendidikan politik dan pengawasan pemilu, yang tidak hanya pada moment
tertentu untuk memobilisasi massa tetapi juga dilakukan secara terencana,
terstruktur, dan berkelanjutan agar warga masyarakat memahami hak-hak
dan kewajiban politiknya sebagai warga masyarakat yang baik.
2. Bersinergi dengan berbagai pihak (perorangan dan kelembagaan) di
Kabupaten untuk menyusun kurikulum pendidikan politik warga masyarakat
dan mengimplementasikannya. Implementasi kurikulum pendidikan politik
warga misalnya dikaitkan dengan kurikulum pendidikan kewarganegaraan
(PPKn) pada tingkat sekolah menengah atas (SLTA) untuk meningkatkan
partisipasi politik pemilih pemula. Bersinergi dengan percetakan dan/atau
121
pelukis untuk membuat komik bergambar (cetak dan online) bertema
pendidikan politik warga masyarakat.
3. Meningkatkan peran-peran parpol dalam pendidikan politik warga
masyarakat (konstituen). Pendidikan politik dalam konteks ini harus
dipahami dalam pengertian yang lebih luas, bukan sekedar sosialisasi dan
mobilisasi massa hanya pada event-event pesta demokrasi, tetapi dilakukan
secara terpola dan berjenjang mulai dari penyusunan kurikulum,
emplementasi, dan evaluasi. Mengembangkan pola dialog politik antara
parpol dengan parpol, parpol dengan pemerintah, dan parpol dengan
masyarakat dengan mengedepankan pemikiran-pemikiran yang ideal,
progresif, dan berkemajuan untuk pembangunan dan pengembangan
kapasitas warga masyarakat. Tokoh-tokoh politi perlu memposisikan diri
sebagai “penjual” gagasan keummatan dan kebangsaan yang ideal,
memahami
konsep
dasarnya,
metodologinya,
dan
kemampuan
mengimplementasikan dalam bentuk penyusunan visi, misi, program, dan
kegiatan yang mencerminkan prinsip smart dalam model penyusunan
program.
122
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mahfud. (2003). “Money Politic dalam Pilkada”. Jurnal Hukum, volume XII,
nomor 2, Oktober 2003, hal 227-234.
Ali, Novel. (1999). Peradaban Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Badan Pusat Statistik. (2014). Kabupaten Trenggalek dalam Angka. Trenggalek:
BPS Kabupaten Trenggalek.
Berns, R.M. (2004). Child, family, school, community socialization and support.
(6rd ed). United States: Thomson Wadsworth.
Coleman, James, S. (2008). Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa Media.
Coleman, James, S.(2008). Dasar-Dasar Teori Sosial Referensi bagi Reformasi,
Restorasi dan Revolusi. Bandung: Nusa Media.
Coleman, James. (1990). Foundation of Social Theory. Cambridge: Belknap Press
of Harvard University Press.
Creswell, J.W. (1999). Research Design Qualitatif, Quantitative, And Mixed
Methods Approaches. Thousand Oaks California: Sage Publications.
Fontana, A., & Frey, J.H. (1994). Interviewing The Art Of Science. (edit), Denzin,
N.K., & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook Of Qualitatif Research. Thousand
Oaks California: Sage Publications.
Fromm, Erich. (2001). Akar Kekerasan, Analisis Sosio-Psikologis atas Watak
Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fromm, Erich. (2001). Akar Kekerasan, Analisis Sosio-Psikologis Atas Watak
Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gillin dan Gillin. (1954). Cultural Sociology, A Revision of an Introduction to
Sociology. New York: The Macmillan Company.
Goddin, Robert E. (1976). The Politics of Rational Man. Great Britain: The Pitmat
Press
Hans J. Daeng. 2008. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Himmelweit, H.T., Humpreys, P., Jaeger, M., & Katz, M. (1981). How Voters
Decided: a Longitudinal Study of Political Attitudes and Voting Extending
Over Fifteen Years. London: Academic Press.
Holstein, J.A., & Gubrium, J.F. (1994). Phenomenology, Ethnomethodology, And
Interpretive Practice. (edit) Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (1994).
Handbook Of Qualitative Research. Thousand Oaks: Sage Publications.
122
Huberman, A.M., & Miles, M.B. (1994). Data Management and Analysis
Methods. (edit). (edit), Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook of
Qualitatif Research. Thousand Oaks California: Sage Publications.
Pomper, Gerald. (1978). Votres Choice: Varieties of American Electoral
Behavior. New York: Dodd Mead Company.
Schiffman, Leon G. and Leslie Lazar Kanuk. (2007). Consumer Behavior. Ninth
Edition. New Jersey: Prentice Hall Internationa.
123
PEDOMAN WAWANCARA
Petunjuk
1. Wawancara dilakukan secara terfokus, mendalam, dan bersifat terbuka.
2. Subyek penelitian yang dipilih diharapkan beragam, sehingga dapat mewakili
semua kalangan di Kabupaten Trenggalek, baik dari aspek usia, area tempat
tinggal, gender, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
Fokus Wawancara
1. Fenomena Perilaku Pemilih, dengan indikator sebagai berikut: a). Pengetahuan,
b). Pemahaman, c). Pandangan, d). Sikap, e). Perilaku
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih, dengan indikator sebagai
berikut: a). Internal pemilih, b). Eksternal pemilih, c). Sifat stimulan, d). Sifat
respon-respon pemilih.
124
Tanggal interview
Tempat
FILE NOTES
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
: Sugianto
Kode
: SW-01
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia
: 40 tahun
Jenis pekerjaan
: Petani.
Saya ikut pemilu sudah berapa kali ya mas...kok sudah lupa, seingatku dulu
kalau pemilu yang mencoblos partai tidak ramai seperti sekarang ini. Dulu damai,
enak, kalu sekarang heboh, banyak gambar caleg, banyak gambar parti....jadi
bingung mas. Saya dan istri kalu pemilu ya biasa-biasa saja ga ikut-ikuatan seperti
orang-orang, ya mas...maklum petani ga ada kaitannya pemilu dengan hasil
pertanian, apalagi di Pule jauh dari kota, kalau ga kerja ya ga makan, kalau ga
merumput ya mesakke sapine.
Pilihan saya ketika pemilu Presiden dan Wakil Presiden banyak terpengaruh
oleh sikap teman-teman saya, karena kadang saling gojlokan antar teman, apabila
kalah dalam gojlokan biasanya disebabkan pengetahuan terhadap calon tertentu
kurang kuat sehingga banyak terpengaruh oleh teman yang menang dalam
gojlokan tersebut.
Saat pemilu bagi masyarakat di sini, kebanyakan orang berpendapat bahwa
dalam pemilihan kepala desa saja mendapatkan uang dari para kader, apalagi saat
pemilihan presdien juga harus mendapatkan dana, kalau tidak ada uang yang
diberikan oleh masing-masing team suksesnya ya lebih berladang saja, minimal
kalau bisa ya sejumlah orang yang bekerja setengah hari. Di keluarga kami selalu
seragam pilihannya ketika pemilu, toh semuanya bagi kami tidak mengenal,
tahunya cuma dari telivisi.
Selama mengikuti pemilu, saya bersama ini kadang beda pilihan, ini
tergantung dari beberapa hal, diantaranya siapa dari team calon mendekati terlebih
dahulu dan cocok, atau memberi imbalan. Kalau diberi dari dari dua team, ya
suara kami bagi...saya untuk team satu dan istri untuk team yang kedua. Meskipun
demikian, saya dan istri tidak pernah beramtem masalah pilihan dalam pemilu,
begitu juga dalam pemilukada, pilihan kepala desa, dan sebagainya.
Bagi kami pemilu hanyalah pesta yang katanya orang-orang pesta
demokrasi. Demokrasi kuwi ya pilihan kita berbeda tetapi kita tetap rukun, guyub,
teposeliro, tandang gawe, ora perlu tukaran sebab pilihan, toh setelah terpilih
mereka juga tidak kenal kita, apa yang mau dibela mati-matian, mereka saja tidak
membela kita, hanya untuk meraih suara rakyat, setelah pemilu ya lupa,
dada...ngono kuwi wes ket niyen mas...
125
Tanggal interview
Tempat
FILE NOTES
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
: Mukaji
Kode
: SW-02
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia
: 58 tahun
Jenis pekerjaan
: Pedagang
Pada saat itu, ketepatan saya mengetahui lebih detail tentang masing-masing
kandidat, yaitu pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan pasangan Prabowo
Subiyanto dengan Hatta Rajasa. Pengetahuan itu saya peroleh dari seringnya saya
mendapat informasi tentang yang bersangkutan di warung kopi, ketepatan saya
memang sering ngopi dan kumpul dengan teman-teman sesama tukang makelar
mobil. Saya tahu perihal kelebihan dan kekuarangan masing-masing calon versi
pencinta warung kopi..teng Watulimo biasa waring kopi dijadikan tempat ngobrol
ya apa saja lah mas yang dibicarakan, kadang bola, nelayan, BBM, politik, pemilu
dan sebagainya.
Menurut saya kok saya setuju pemilu dilangsungkan secara demokratis,
karena dengan pemilu kesinambungan pembangunan bangsa dapat dijalankan.
Lha kalao tidak ada pemilu njur pie? Sopo seng arep mimpin negoro...kan malah
amoh to...pemilu lima tahunan sudah bagus, tertib, damai, aman, kalau ada ramairamai yang biasanya sebentar, hanya letupan emosional yang kalah dan
kegembiraan bagi yang menang.
Pertama kali kulo nderek pemilu milai jaman pak suharto, ket riyen kulo
nggih derek coblosan mulai jaman pak Harto ngantos sak meniko, kadose biasabiasa mawon mboten nate rame, bar coblosan nggih bar. Sejak jaman saya masih
muda, pemilu ya berlangsung damai, ora neko-neko, ora emosi-emosian, penting
nderek nyoblos bar mggih wangsung, lanjutaken kerjo. Dalem memahami menawi
bilih pemimpin meniko penting kagem masyarakat, milo memilih kadosepun
inggih sae supados masyarakat langkung sae”.
Awit riyen kulo nderek pemilu, kulo mboten patek paham politik, nanging
menawi dipun kengken nyoblos nggih kulo coblos dateng TPS, sak eling kulo,
selama meniko kulo nderek terus pemilu, kulo menyambut positif pelaksanaan
pemilu, amergi kulo nggadai keyakinan bilih pemilu meniko penting kagem poro
wargo Trenggalek sebagai bentuk partisipasi wintenipun pembangunan. Kulo
waktu pemilu presiden lan wakil presiden diparingi yotro, terise engkang
maringgi damel ganti bensin”. Kulo meniko pun sepuh, menawi wonten pilihan
nopo mawon, pilihan ndeso lan lintune namung manut teng anak kalian teyangtiyang sekitar.
Sak saget-sagete kulo selalu menyampaikan pada konco-konco yen perlu
ngikuti coblosan sebagai warga masyarakat, baik coblosan presiden dan wakil
presiden, gubernur, bupati, dan kepala desa. Kalau tidak memahami calonnya ya
126
dipilih semampunya, ikut-ikutan teman atau melihat televisi, sekarang banyak
yang menyiarkan tentang pemilu, ada radio, televisi, koran, majalah, gambargambar di jalan, dan kumpulan-kumpulan di desa lainnya, banyak orang
memanfaatkan forum tersebut untuk mendiskusikan berbagai hal termasuk
pemilu.
Dari segi usia memang saya termasuk sudah tua, tetapi saya masih sering
kumpul dengan lainnya, ya ga mesti, kadang di warung, kadang di warung kopi,
kadang ya di jalan-jalan atau di pinggir laut. Koncone akeh mas dadi ya di manamana ketemu bisa ngobrol banyak hal, sepanjang yang saya tahu, teman-teman
mendukung adanya pemilu, mereka sadar kalau mencoblos itu penting dilakukan
karena itu menunjukkan sebagai warga yang baik, selain juga untuk mendukung
pemerintah dalam pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan.
Tanggal interview
Tempat
FILE NOTES
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
: Suwito
Kode
: SW-03
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia
: 53 tahun
Jenis pekerjaan
: Pedagang
Ngapunten mas, kahanane griyo kados mekaten reget, ngapunten meniko
saking merumput, maklum kambing katah nggih merumput kedah katah ben
kaminginpu saget lemu-lemu, kulo gadah kambing 10 ekor, menawi butuh kados
kagem mbayar sekolahnipun Rangga mboteb keteteran
Sejatosipun kulo nderek pemilu sampun sering, nangin manwi riyen pemilu
kadose namong pesta lima tahunan, mboten ngertos masing-masing calon, benten
kalian sakmeniko sedoyo negrtos calonipun. Sebetulnya saya mengetahui masingmasing kandidat ya hanya melalui televisi (TV) tetapi karena saya merasa cocok
ditambah dengan pengaruh positif dan negatif tentang suatu kandidat, tetapi
seakan-akan saya mengetahui lebih detail dan bertahun-tahun bergaul dengan
suatu kandidat, padahal sesungguhnya saya tahunya ya melalui televisi dan
kesehatan.
Pemilu ket riyen nggih enting supados saget memilih presiden, wakil
presiden lan menteri-menteri engkang melaksanakan pembangunan, kados milih
kepala dusun, kapala desa, kulo setuju sanget. Lha saya itu orang desa, memilih
atau tidak memilih sejak dulu yang begini aja.
Kulo nate wonten tamu teng griyo saking tetangga desa piyambak’e ngaku
menawi perwakilan saking calon presiden, terus matur yen kulo ken milih bade,
sak sampunipun ngobrol piyambak’e pamit kulo diparingi yotro damel tumbas
rokok. Kulo meniko mboten ngerti nopo-nopo, nggih menawi bade coblosan
nggih manut mawon kalean anak kulo, sebab jarang nonton TV, mboten paham.
127
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
: Mustain
Kode
: SW-04
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia
: 47 tahun
Jenis pekerjaan
: Petani
Saya mengetahui tentang pemilihan presiden dan bisa dikatakan saya juga
cukup “melek” dengan pemilihan presiden yang merupakan hajat lima tahunan
yang rutin dilaksanakan oleh negara kita tercinta ini. Dalam pandangan saya...
pemilihan presiden sangat penting untuk dilaksanakan karena sebagai sarana
untuk memilih dan mendapatkan pemimpin, yang harapannya adalah pemimpin
tersebut dapat memimpin negara Indonesia ini lebih baik dari pemimpin
sebelumnya. Presiden yang terpilih diharapkan mampu menyelesaikan masalahmasalah yang pada periode sebelumnya belum bisa dituntaskan, sehingga rakyat
pun menjadi lebih makmur dan sejahtera... Sebagai warga negara yang baik,
sudah menjadi kewajiban saya untuk memilih pemimpin/presiden. Dengan
menyumbangkan 1 suara, maka saya sama halnya dengan memberikan 1
perubahan. Dan biasanya sebelum memilih presiden... saya mempertimbangkan
profil calon presiden melalui pengalamannya, sepak terjangnya, orang-orang yang
ada dibelakangnya, partai yang mendukungnya dan mungkin juga prestasi yang
pernah diraihnya. Hal itu bisa saya dapatkan dari browsing melalui internet, tv,
surat kabar dan juga media-media cetak lainnya... Di zaman yang serba canggih
ini, saya mencari profil serta visi misinya dari calon presiden dengan lebih mudah,
karena saya mempunyai smartphone yang bisa membantu. Walaupun nanti hasil
pilihan saya akan berbeda, tapi setidaknya saya bisa sedikit mengetahui tentang
pribadi dan pengalaman calon yang akan saya pilih. Selain itu, saya juga
mempunyai kemantaban hati atau pilihan hati yang tidak bisa dibohongi.
Terkadang walaupun ternyata dalam pemberitaan media dicitrakan buruk, akan
tetapi saya mengidolakannya.
Menurut pemahaman saya... agar calon pemimpin ini bisa dikenal oleh
rakyat, maka perlu adanya sosialisasi intens kepada masyarakat itu sendiri. Karena
memang pilpres ini bagi saya benar-benar menjadi penentu bagi masa depan
negara Indonesia kita ini. Walaupun saya sendiri juga tidak tahu, apakah pilihan
saya sudah benar atau belum, karena mungkin bisa jadi tidak ada calon pemimpin
yang benar atau calon pemimpin yang salah, akan tetapi setidaknya masyarakat
lebih mengetahui siapa yang akan dipilih dan bukan memilih karena dasar ikutikutan saja. Saya kira setiap warga negara Indonesia wajib menyumbangkan
suaranya atau mencoblos dalam pemilihan presiden karena tentunya satu suara
yang disumbangkan akan menentukan nasib negeri ini lima tahun kedepannya.
128
Saya kemarin juga ikut mencoblos dalam pemilihan presiden, nama saya juga ada
dalam daftar pemilih tetap dan saya juga dapat surat undangan untuk nyoblos,
kalau tidak salah sebutannya C6. Nah saya juga dapat informasi dari tetangga saya
yang biasa didapuk jadi ketua KPPS, kalau untuk pemilihan presiden tahun ini
misalkan nama kita tidak terdaftar dalam DPT atau tidak dapat panggilan C6, kita
atau yang bersangkutan bisa nyoblos dengan syarat membawa KTP, KK dan
identitas lainnya yang sah secara perundang-undangan. Saya sangat setuju dengan
ketentuan ini karena cara ini bisa meminimalisir angka golput atau memfasilitasi
rakyat yang tidak mempunyai identitas pada saat pendataan pemilih untuk bisa
milih pada saat hari H pemilihan.
Perbincangan di warung kopi menurut saya selalu mengandung makna atau
arti untuk mengunggulkan calon satu dibanding lainnya. Menurut saya ikut
mencoblos perlu, meskipun setelah jadi kebanyakan mereka tidak fokus pada
janji-janji politiknya, karena mencblos lain halnya dengan penepatan janji oleh
terpilih. Pada saat pemilu presiden saya mendapat kaos bergambar calon presiden
dan calon wakil presiden, teman-teman lainnya juga dikasih, karena di kasih ya
saya ambil aja.
Sikap saya sendiri dalam menghadapi pemilihan presiden kemarin dengan
memperkaya pengetahuan saya tentang calon presiden yang ada. Kemudian tidak
fanatik buta hanya kepada satu pasangan calon presiden saja, akan tetapi saya
bersikap netral dan berusaha mencari berbagai informasi tentang calon-calon
tersebut. Jika saya bersikap netral, maka dalam mencari informasipun saya akan
mendapatkan lebih banyak lagi, saya bisa berfikir jernih, dan akhirnya saya bisa
menentukan pilihan setelah mempertimbangakan profil calon presiden yang ada.
Pengalaman dan capaian di jabatan yang sebelumnya, background pendidikan,
partai yang mengusung dan mungkin juga prestasi yang pernah diraihnya. Itu
merupakan pertimbangan saya pribadi, dan saya berharap orang-orang di sekitar
saya dan masyarakat Indonesiapun juga demikian. Ada pertimbangan cedas dan
matang sebelum memilih presiden. Jadi walaupun ada kampanye hitam yang
sudah menjadi rahasia umum, tetap bisa menentukan pilihan berdasarkan fakta
dan akal yang jernih.
Sewaktu pilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2014, kami banyak
melihatnya di telivisi, pada saat menonton TV itulah kami bersama anggota
keluarga lainnya kadang saling menyahut, iki lho pantes dadi presiden, dari saling
menyahut itulah kami menemukan titik temu pikiran untuk memilih calon. Saya
sendiri kemarin dengan penuh kesadaran datang ke TPS untuk menyumbangkan
suara saya dengan harapan masa depan Indonesia yang lebih baik lagi, menjadi
negara maju dan rakyatnya makmur. Walaupun saya juga saya tahu akibat
kampanye-kampanye yang kurang jujur sebagian kecil tetangga saya pergi ke TPS
karena dorongan dari orang lain dan tentunya saya kira pilihan mereka pun tidak
berdasarkan pada hati nurani mereka sendiri, wallohu a’lamu.
129
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
: Amir
Kode
: SW-05
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia
: 47 tahun
Jenis pekerjaan
: Petani
Saya berkeyakinan kalo pemilu apapaun hasilnya adalah penting karena itu
kepada teman-teman saya selalu untuk terlibat dalam pencoblosan. Kulo pas
pemilihan presiden kolo semanten diparingi mug bergambar calon presiden,
nggih kulo terami mawon, sae lho milo kulo remen sanget.
Rumah makan merupakan tempat yang sering dipakai untuk mengumpulkan
koordinator masing-masing Desa, setelah pertemuan dianggap cukup, masingmasing koordinator Desa tadi diberi uang sebagai pengganti bensin atau pulsa.
Pemberian demikian lazim dilakukan oleh masing-masing team calon. Pada saat
itu saya mendapat undangan dari team sukses pilihan presiden dan wakil presiden
di warung makan untuk melakukan koordinasi dan evaluasi, meskipun sebetulnya
saya tidak begitu paham, karena sebetulnya yang ditugasi untuk mencari dan
menggalan calon pemilih adalah teman saya, karena saya diajak ya saya ikut aj
dengan temanku.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan/Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Ida Nuryani
: SW-06
: Perempuan
: 38 tahun
: Pedagang
Saya sering dititipi panita pemungutan suara (PPS) Desa untuk
menyampaikan informasi terkait pelaksanaan pemilu pada jamaah yasin-tahlil,
biasanya terkait dengan pentingnya pemilu, tanggal pelaksanaannya, cara-cara
mencoblos, dan para kandidat. Informasi ini tidak terkait dengan mengunggulkan
satu kandidat dari lainnya tetapi hanya bersifat netral.
130
Saya lebih suka mencari informasi tentang suatu kandidat Presiden dan
Wakil Presiden dalam pemilu 2014 melalui media online, karena kebetulan saya
bekerja menjaga warung internet (warnet), jadi setiap saat saya bisa mengkases,
untuk itu saya suka membandingkan antara informasi satu dengan lainnya agar
diperoleh informasi yang obyektif sesuai rasionalitas saya.Pemberian barang dari
hasil penggalian data cukup beragam, responden perempuan yang bertempat
tinggal di Kota Trenggalek mengaku mendapatkan kerudung/jilbab untuk memilih
pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
Saya bekerja di lembaga keuangan (finance) disaat bekerja sering bertemu
dengan teman-teman dari berbagai kalangan dan pekerjaan, mulai dari makelar,
anak-anak muda (pemilih pemula), tukang becak, pemilik show roome sepeda
motor bekas di warung kopi tempat kami sering nongkrong, di tempat itulah kami
kadang saling ngobrol tentang hal-hal yang lagi hit, misal menjelang pilpres tahun
2014, di tempat itulah pilihan kami terbentuk, banyak dipengaruhi oleh obrolanobrolan di tempat tersebut.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Havid Luke Kristianto
: SW-07
: Laki-laki
: 33 tahun
: Nelayan
Nama saya Havid Luke Kristianto. Pekerjaan utama saya adalah sebagai
nelayan. Saya berangkat melaut dari sekitar pukul 20.00 dan pulang sekitar pukul
06.00. Jika tidak musim ikan saya tidak melaut dan berganti pekerjaan menjadi
petani. Saya menanam padi di sawah kepunyaan bapak saya. Saya sudah
berkeluarga dengan seorang anak perempuan berusia 2 tahun 2 bulan. Istri saya
seorang Ibu Rumah Tangga. Walaupun anak seorang nelayan akan tetapi saya
belajar sampai pada jenjang perkuliahan dan mendapatkan gelar S1 jurusan
olahraga. Sebenarnya saya berniat untuk bekerja sesuai dengan gelar akademik
saya, akan tetapi peluang belum ada. Saya sudah berulang kali melamar ke
sekolah-sekolah di sekitar daerah saya tp ya...mungkin belum rejeki jadi belum
ada sekolah yang memanggil saya. Ya.. saya tidak putus asa, yang penting saya
sudah berikhtiar. Karena saya sudah berkeluarga, maka saya harus mengutamakan
peluang dan kesempatan yang ada dan membuang jauh-jauh sifat sungkan dan
minder. Tujuan saya adalah biar saya bisa mandiri dalam menafkahi keluarga
kecil saya.
131
Dalam pemilihan presiden kemarin saya juga ikut serta, ya.. walaupun
pada saat itu sedang musim ikan. Karena biasanya kalau sedang musim ikan para
nelayan atau masyarakat yang tinggal disekitar daerah pantai atau tetangga saya
yang kebayakan nelayan atau buruh kapal lebih cenderung mendahulukan pergi
kelaut untuk ngadem dari pada pergi ke TPS, karena dalam pemikiran mereka
hasil yang akan diperoleh lebih banyak dari pada pergi ke TPS mas... ketika
mereka pergi ke laut, mereka akan mendapatkan uang minimal 300 ribu mas per
malam, sedangkan ketika mereka pergi ke TPS, mereka tidak akan mendapatkan
apa-apa mas. Toh kehidupan mereka sebagai nelayan juga tidak akan berubah
lebih baik ketika mereka andil dalam memilih presiden. Hal itu mungkin yang
menjadi pertimbangan mereka mas...dan itu kayaknya benar kan mas...hehehe.
Kehidupan masyarakat disekitar pantai memang seperti itu, pertimbangan rasional
tentang pemenuhan kebutuhan akan hari esok selalu menjadi dasar dalam bersikap
dan bertindak mas..
Saya mendapat topi bergambar calon dan diajak makan oleh team suskses
yang kebetulan saya kenal. Saya sering nongkrong di warung, baik untuk makan
atau sekedar ngobrol sambil ngopi dengan teman-teman, membicarakan apa saja
termasuk urusan pilihan presiden. Saya mendapat topi bergambar calon dan diajak
makan oleh team suskses yang kebetulan saya kenal. Saya sering nongkrong di
warung, baik untuk makan atau sekedar ngobrol sambil ngopi dengan temanteman, membicarakan apa saja termasuk urusan pilihan presiden.
Bagi saya pemilihan presiden itu penting untuk perubahan. Pesta demokrasi
yang diselenggarakan lima tahun sekali itu merupakan momen penting untuk
memilih pemimpin (maksudnya presiden dan wakil presiden) lima tahun kedepan,
karena kalau pilihan kita salah maka kita baru bisa memilihnya lagi setelah lima
tahun lagi. Sejauh ini saya melihat profil calon presiden dari media cetak maupun
elektronik mas... saya sering mendengar visi misinya calon presiden dari TV,
kemarin saja pada saat debat yang difasilitasi oleh KPU saya juga lihat mas.. Ya
kalau mendengar dan melihat apa yang disampaikan oleh para calon tidak ada
yang buruk, semuanya berbicara dan menawarkan konsep bagaimana membangun
dan memajukan negara kita ini mas... Tapi saya juga tidak tahu ya, bagaimana
mereka akan memulainya, sedangkan masalah yang sedang dialami oleh
Indonesia ini sangatlah komplek dan multi ya mas... Dan sekarangpun saya bisa
merasakan mas, bahwa mereka hanya mengumbar janji-janji kampaye untuk
menarik simpati masyarakat kecil seperti saya ini, coba mas pikirkan... Hal apa
yang sudah dikerjakan oleh presiden terpilih, toh kebutuhan barang pokok dan
BBM harganya juga tidak stabil, setiap detik harganya berganti. Kadang kalau
tidak ada modal untuk beli solar dan harganya lagi naik, para nelayan tidak bisa
pergi kelaut mas, ya terpaksa libur mas.. walaupun lagi musim ikan.
Di lingkungan saya tinggal baik keluarga ataupun masyarakat sekitar kalau
saya perhatikan juga banyak terpengaruh oleh media elektronik, maksudnya
media TV mas... ya biasa orang desa mas, tidak bisa terlepas dari media TV.
Sebenarnya tidak ada paksaan dari keluarga ataupun tetangga sekitar untuk
memilih calon A atau B, dan juga saya tidak mempengaruhi mas..hehe, saya milih
presiden kemarin berdasarkan pertimbangan hati nurani saya pribadi, ya walaupun
saya banyak mendapatkan informasi tentang profil calon presiden itu dari TV
132
mas, ya tapi saya kira itu cukup ideal kan mas dari pada meng ela-elu tanpo
pertimbangan yang jelas dan cerdas. Hehe..Seharusnya KPU sendiri selain
sosialisasi dalam hal waktu pencoblosan dan tehnis penyelenggaraan, seharusnya
juga sosialisasi tentang profil masing-masing calon presiden baik mengenai visi
dan misinya, saya kug belum pernah tahu ya mas KPU mengerjakan itu, eh tapi..
saya yang tidak tahu atau memang itu bukan tugasnya KPU ya mas..hehhe, Kalau
media, khususnya TV pastinya berkampanye sesuai pesanan ya mas, dan
ditakutkan ada kecondongan ke salah satu pihak atau tidak netral. Dan kalau
sudah begini, masyarakat yang mengandalkan media TV juga akan terpengaruh.
Jika kebetulan yang mempengaruhi adalah sosok yang benar-benar baik maka
akan untung di kemudian hari, akan tetapi kalau sebaliknya pasti merasa kecewa.
Ya walaupun saya kira disini ga ada yang pantas disalahkan, tapi saya berfikiran
untuk lebih baiknya buat masyarakat Indonesia mas...hehe
Saya kemarin dengan kesadaran saya sendiri sebagai warna negara
Indonesia yang mengharapkan perubahan datang ke TPS untuk menggunakan hak
pilih saya demi perubahan Indonesia yang lebih baik. Jika ada yang memberi
amplop ya saya terima tapi pilihan ya tetap pilihan hati nurani saya sendiri.. kan
menolak pemberian rejeki dari orang tidak baik kan mas, ya itung-itung bisa buat
beli rokok, lumayan kan mas.. ya saya selalu berharap agar Indonesia selalu
berbenah untuk menjadi lebih baik dari masa ke masa mas, ya kita hanya bisa ikut
andil menciptakannya lewat momen pilihan lima tahunan itu, dengan cara
memilih presiden, urusan presiden pilihan kita itu salah yang penting kalau saya
sudah ikut menentukan mas..Tidak kemudian wes ra melu nyoblos pas pilihan
tapi lek enek salahe negoro ngene ki di clatu ae, hemm... Nyatu angel wong
Indonesia iki di ajak maju mas... (menghela nafas, sembil bilang ke saya, monggo
mas kopine di unjuk.. )
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Wika
: SW-08
: Perempuan
: 18 tahun
: Karyawan
Saya biasa dipanggil wika, saat ini umur saya sudah mencapai delapan belas
tahun, saya bekerja sebagai karyawan disebuah toko pakaian dalam di Trenggalek,
bekerja dengan menggunakan sistem shift (gantian), terkadang bekerja antara jam
08.00 sampai dengan jam 16.00, atau jika pas kebagian shift malam bekerja
anatara jam 16.00 sampa dengan jam 20.00. setiap hari saya bekerja selain hari
133
jum’at, karena pada hari itu saya diberikan waktu untuk istirahat dan refresing
tentunya...
Sebagai pemilih pemula saya belum banyak mengetahui tentang pemilu dan
kandidatnya, karena itu saya lebih mengikuti teman yang senior saja.Yang saya
alami, saat itu saya bertemu dengan teman yang rumahnya lain desa dengan saya,
ketepatan lama tidak bertemu dengan dia, karena dia bekerja di Surabaya. Ketika
pulang dia mampir ngopi di warungnya pak Jalil, saya pas disitu ya setelah
ngobrol tentang kerjaan, nyambung membicarakan calon persedin dan wakil
presiden, karena saya kurang begitu paham dengan informasi, pembicarakan
demikian terasa asyik dan mempengaruhi pilihanku saat itu.
Setahu saya pilpres adalah singkatan dari Pemilihan Presiden Indonesia yang
dipilih setiap lima tahun sekali melalui pemilihan umum (pemilu) yang
laksanakan oleh KPU sebagai penyelenggaranya, seperti pemilihan pemilihan
presiden baru-baru ini saya juga ikut menyumbangkan suara untuk calon presiden
pilihan saya. selain yang saya tahu bahwa moment ini adalah waktu yang sangat
menentukan untuk Indonesia lima tahun kedepan, dan tentunya untuk kemajuan
pembangunan Indonesia baik dalam segi manusianya ataupun infrastrukturnya.
Namun saya kira untuk efek kepada diri saya sendiri tidak begitu terlihat. Secara
detail saya tidak tahu apa fungsi dari pemilihan presiden itu sendiri, la wong saya
baru memilih sekali ini seumur hidup saya, jadi kalau tidak salah saya ini
termasuk pemilih pemula kan. Datang ke TPS bersama mbok saya adalah
pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Mbokku
bilang ke saya sebelum berangkat ke TPS, Ti...Septi, awakmu wes ngerti sopo
seng arep kug coblos engko, jale pikirno, engko gek teko TPS bingung arep
nyoblos sopo...seng jelas calone andak meng loro... (terj. Ti...Septi, kamu sudah
mengerti siapa yang akan kamu coblos nanti, coba pikirkan, nanti sampai ke TPS
jadi bingung siapa yang akan kamu coblos... yang jelas calonnya cuman dua...)
Perkataan mbokku tidak aku tanggapi, aku malah asik memainkan sisir merapikan
rambutku.
Pemilihan presiden melalui pemilu sih... Menurut saya bagus karena
masyarakat langsung bisa menentukan siapa presiden yang akan mereka pilih dan
memimpin mereka, tapi kalau diukur dari tingkat efektifnya saya rasa sangat tidak
efektif, bayangkan berapa banyak biaya yang dihabiskan KPU untuk menyiapkan
pilpres kemarin, kalau saya sih.. sendiri sebenarnya tidak tahu berapa kisaran
nominal biaya untuk mengadakan pesta rakyat atau orang biasa menyebut
demokrasi ini, ya... maklum lah karena saya hanya keryawan kecil dan rakyat
biasa, hehehe... Dengan menghabiskan biaya yang banyak namun faktanya
pemimpin yang dihasilkan juga tidak bisa dijadikan jaminan bahwa dia (yang
terpilih) adalah pemimpin baik dan mampu, saya banyak melihat berita di TV
ternyata banyak sekali kekacauan yang disebabkan oleh presiden yang dipilih
secara demokrasi ini. Walaupun saya hanya tahu dari TV sih.. dan kalau untuk
memastikan kebenarannya saya sendiri tidak tahu, lebih baik saya nonton sinetron
dari pada terus mengikuti berita yang kadang menjelekan presiden pilihan
saya.hehe...
Saya mengetahui calon presiden dari TV atau dari gambar-gambar yang
dipasang di pinggir jalan itu lo... namanya saya lupa apa (red. banner) dan juga
134
dari selebaran kertas, musim pemilihan lalu saya selalu dikasih kertas itu sama
orang, kalau tidak salah pas sedang bekerja di toko. Karena saya sedang tidak ada
pekerjaan saya baca kertas itu dan ternyata berisi tentang profil calon presiden,
setelah itu saya bisa lebih jelas mengetahu profil presiden ketika di rumah, kertas
yang saya baca sebelumnya ternyata sama dengan yang ada di TV, nah dari situ
saya bisa menentukan siapa presiden yang layak untuk saya pilih, namun selain
itu saya juga selalu meminta pendapat kepada orang tua, tetangga, dan teman
untuk mengetahui siapa calon yang paling banyak dikehendaki mereka, namun
saya akui saya tidak terpengaruh dengan hal itu, ya... karena saya punya pilihan.
hehe
Menurut saya setelah memilih kemarin dan karena itu merupakan pilihan
saya yang pertama saya sangat mendukung adanya pemilihan presiden ini,
terlepas dari banyaknya biaya yang harus dikeluarkan, saya tidak peduli dengan
itu, yang penting saya difasilitasi untuk memilih. Dan Tentunya ini adalah cara
positif untuk menentukan presiden kita, kalau disekolah saya dulu negara
indonesia ini memakai sistem demokrasi untuk memilih seorang presiden,
legislatif, yudikatif dan apa ya namanya yang satu, eeem... saya lupa pokoknya tif
tif gitu lo akhirannya (red. Eksekutif). Jadi demokrasi itu kan dari rakyat untuk
rakyat to..., menurut guru saya dulu ini adalah sistem terbaik untuk kita rakyat
Indonesia bisa menentukan presiden yang tepat dan saya juga setuju dengan hal
itu.
Tetapi saya mulai merasa kecewa dengan presiden pilihanku, tidak seperti
apa yang di beritakan di TV dan juga tidak sesuai janji-janji calon presiden ketika
berpidato di TV, kok sampai sekarang janji itu belum ditepati yah..., itu yang
katanya mau memberi desa duit 1 milyar, kok sampai sekarang saya ndak dapat
duitnya mas, hehehe. Ahh tapi tak apalah, yang penting saya udah nyoblos sesuai
hati nurani saya pribadi dan tidak atas suruhan orang lain, urusan pilihan saya
salah atau kurang tepat itu akan menjadi pelajaran saya, kedepannya saya akan
lebih berhati-hati dan mencari informasi lebih banyak lagi tentang profil calon
presiden sebelum saya coblos.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Darmidi
: SW-09
: Laki-laki
: 25 tahun
: Wirausaha
Awalnya saya ragu untuk memilih suatu kandidat tertentu, tetapi karena
sering ketemu dengan teman-teman di warung kopi akhirnya ikut juga dengan saat
135
pilihannya. Ketika pemilu 1999, saya antusias negikuti pemilu dengan harapan
ada perubahan lebih baik, tetapi kenyataannya para wakil yang terpilih sama saja
kurang bisa dipercaya, karena itu pada pemilu berikutnya saya pilih golput.
Saya rutin olah raga sepak bola di lapangan Kecamatan Kampak, dekat
SMPN itu, pada saat sedang istirahat atau persiapan teman-teman tidak luput
membiacarakan calon presiden favoritnya, karena saya bari mau ikut pemilu ya
saya Cuma menjadi pendengar saja, dan saya terpengaruh dengan pembicaraan
teman-teman itu.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Darmidi
: SW-10
: Laki-laki
: 25 tahun
: Wirausaha
Mengetahui pentingnya pemilu untuk kelangsungan bangsa, termasuk
pengetahuan tentang semua kandidat menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar,
karena itu menurut saya bahwa semua pemilih penting untuk mengetahui track
record kandidat. Saya kira banyak cara untuk mengetahuinya, misalnya membaca,
browsing di internet, diskusi dengan berbagai kalangan. Kita perlu proaktif, tidak
perlu menunggu-nunggu sosialisasi oleh panitia pemilihan, banyak dan mudah di
era sekarang ini jika kita mau untuk mengetahui kapasitas dan integritas kandidat.
Saya berpandangan bahwa pemilu penting dilakukan, selain sebagai
penterjemahan dari pancasila dan UUD 1945, juga dimaksudkan untuk
kelangsungan pembangunan bangsa. Karena kita ketahui bersama bahwa dalam
pemilu akan dipilih pemimpin dan para pembantunya yang akan menentukan
jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Jadi tidak ada alasan tidak hadir
dalam pemungutan suara di TPS dalam pemilu, legislatif atau presiden.
saya bersama teman-teman sering bertemu bahkan sepertinya tiap hari di
warung kopi atau alon-alon untuk sekedar bertemu, dan ngobrol kadang disitu kita
saling mendiskusikan banyak hal termmasuk kalau musim pemilu ya tentang
kandidat dan keikutsertaan dalam mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS),
kadang juga saling olok-olok dan gojlokan diantara kami, kan sebelumnya
diantara kami sudah mempunyai pandangan tentang suatu kandidat, dari
pertemuan itu kadang saling tukar informasi tentang kemungkinan kandidat.
Mencoblos bagi saya adalah bagian dari hak sebagai warga negara, ia
bersifat bebas dan tertutup. Untuk itu, saya lebih aktif mencari informasi ke
berbagai sumber berkaitan dengan kandidat dan program-program kerjanya.
Terhadap program kerja yang rasional dan prorakyat saya kira perlu dipilih
terlepas dari asal artainya apa saja, karena menurut saya kepentingan semua partai
136
sama, bukan ditentukan oleh faktor ideologinya. Saya memilih ketika pemilu
presiden dan wakil presiden tahun 2014 karena kesadaran dan tidak mau diimingimingi materi oleh team suksesnya.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Iswandi
: SW-11
: Laki-laki
: 33 tahun
: Wirausaha
Dalam beragama membutuhkan seorang pemimpin, yang dapat mengayomi
para pengikutnya, yang dapat menyejukkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa, karena itu saya kira agama mengajarkan kita untuk memilih pemimpin.
Memilih pemimpin negera saya kira sejatinya juga memilih memimpin agama
karena di dalam pancasila sila pertama negara Indonesia berdasarkan atas
keTuhanan yang maha Esa.
Awalnya saya tidak berkeinginan untuk golput, tetapi karena saya sering
berkumpul dengan teman-teman yang bersikap negatif atau memilih golput maka
saya juga ikut-ikutan golput, seingatku pada saat pemilu presiden yang lalu, bagi
teman-teman keberadaan presiden tidak berpengaruh terhadap mereka, karenanya
mereka memilih golput. Sejak awal saya suka kepada calon presiden tertentu
melalui siaran televisi.
Sebagai pemilih pemula, jujur saya sebetulnya tidak memahami pemilihan
dan masing-masing calon presiden dan wakil presiden pada waktu itu, suatu saat
ketika kami berkumpul di suatu warung kopi, ada teman datang dan kebetulan
membawa suatu selebaran berbentuk artikel tentang latar belakang organisasi
keagamaan masing-masing team suksesnya, kemudian kami terlibat dalam diskusi
yang cukup mengasyikkan, dari diskusi dan membaca selebaran itulah saya
mengetahui dan memahami masing-masing kandidat dan berpengaruh terhadap
pilihan saya ketika itu.
137
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Sariono
: SW-12
: Laki-laki
: 36 tahun
: Wirausaha
Cobi njenengan tangkletne asmo Lasimun kepada orang-orang disekitar,
poro tongo tebih misale rejowinangun mriko, nami kulo sampun katah engkang
sumerep, biasane tiyang-tiyang niku nyebut kulo Lasimun LGB (Lembah gunung
bendil). Amargi riyen kulo niku jualan roti, sampun sekitar lima tahun kulo
jualan, mbeto sepedah pancal kaleh kulo tumpangi rombong, alhamdulillah
mboten nate kekurangan. Tapi sak niki kulo sampun leren mas... amargi yugo
kulo sampun mentas (red. nikah) sedoyo, dados kulo sampun rodok nyantai
mawon, hehehe.
Kulo riyen niku atlit Trenggalek lo mas, la wong kulo niki rumiyen waktu
taksih muda dadi atlit pelari no satu se-Kabupaten Trenggalek, bahkan kulo
pernah makili trenggalek lomba lari dateng Provinsi dan alhamdulillah kulo juara
setunggal, masio ngoten kulo kok dereng niku di paringi penghargaan saking
Kabupaten, tapi yowes kersane mas, ngeten mawon kulo sampun bangga kaleh
awak kulo niki, sampun migunani dateng Trenggalek. Le lek njenengan kulo
kinten kok dereng, hehe...
Nopo njenegan ngertos nopo niku Pilpres pak lasimun?
Nopo mas kepres, la dalah, hahahahahahaha. Ngapunten mas, kulo niki
nggeh ngeten niki biasa guyon ben awet enom. Jadi ngeten mas, Pemilihan
Presiden niku lek mboten keliru adalah pemilihan presiden yang dilakukan oleh
seluruh warga negara indonesia niki, babakan pilpres diselenggarakan oleh
Komisi Pemilihan Umum lan diawasi oleh bawaslu. Kabeh iku biasane lek aku
ngistilahne demokrasi, yoiku soko rakyat kanggo rakyat lan oleh rakyat. Jane
pener opo ora leh ku ngendiko ki, aku sek pinter to ternyata, la wong mantan atlit
to mas, hehe.. guyon mas guyon, ojo dilebone yang ati yo..
Menurut njenengan pak lasimun, fungsinipun pemilihan presiden niku nopo?
Ya seperti ngendikan saya tadi, fungsi dari pilpres ngeneki ki yo intine
menentukan siapa presiden dan wakil presiden yang akan menduduki kursi
kepresidenan selam lima tahun, oleh pilihan rakyat sendiri, tapi calon seng dipilih
rakyat akeh dewe lo mas engko seng dadi. Aku ki ya rodok heran, urep teko
semene ki mesti lek pemilihan presiden kon milih diantara beberapa pilihan calon,
la aku milih calon sijine masananu seng dadi calon yang lain, la terus aku ra milih
wong iku mergane aku ra demen, la nyatane wong iku gek wes kepilih dadi dokter
138
eeh salah dadi presiden mas. Mosok aku dadi rakyate presiden kui, padahal kui
kan dudu pilihanku, heeem..., emboh lah..., wong duwur ki padahal kan pinterpinter to tapi kok ra mikir teko semono, jal koe to mas... kon milih klambi, klambi
lanang karo wedok, gek baturmu milih wong 4, seng loro wedok, siji banci, siji
lanang sampean kui, la seng telu milih klambi wedok, la sampean milih klambi
lanang, iki kan demokrasi banget, opo yo sampean kui tego gawe wedok kui
maeng seng nyoto-nyoto mendapatkan suara terbanyak, kan yo lucu.
Pak lasimun, dugi sakmenten menurut njenengan pilpres ni ki nopo
cocok/efektif?
Ya ngeten mas, karek dipandang dari sudut ngendi, tiarani cocok yo cocok,
tiarani ora cocok yo ora cocok, cocoke lek iki dilakukan secara demokrasi,
berdasarkan suara terbanyak. Mas.. umpomo suara terbanyak e kui suorone demet
(orang jahat) opo yo kui kenek disebut bener. Tapi iki pendapatku lo yo. Terus ora
cocoke kui yo koyo seng tak sebutne nek duwor maeng, iku lo tentang klambi
wedok.
Saking pundi pak njenengan mengetahui profil calon presiden?
Tak dudoi opo ora yo? Hehe... guyon maneh mas. Heem masio aku ki wes
tuo, tapi aku ki mesti ndilok berita, dadi aku luweh akeh eroh profile calon
presiden ko TV mas, mergane yo jarang metu liwat dalan gede mas, la
penggawean ku ae mung nek alas to... Sak njane pemilihan presiden kwi tak kiro
maksute yo apik mas, tujuane gen enek regenerasi kepemimpinan. La lek
pemimpine wes ganti otomatis pola dan carane ngembangne negoro iki mesti
bedo antara presiden satu dengan presiden sebelumnya. Yo waloupun enek
presiden seng mikirne jamaahe dewe tanpo mikirne piye carane ngembangne
negoro baik dalam semua segi. Seng perlu dingerteni sak bare presiden kwi
terpilih menjadi presiden berdasarkan perolehan suara terbanyak, dia (presiden)
kudu siap dadi pelayane seluruh rakyat NKRI dari sabang sampai merauke, dia
harus memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat Indonesia, bukan hanya
menjadi presiden untuk rakyat yang memilih dia. Rakyo ngunu to mas..hehee
Pesene Njenegan pak Lasimun terkait Pilpres?
Iki pesenku kanggo presiden lo yo, awas lek ndak kok sampekne. Kanggo
noto negoro yo pancene perlu sistem pemerintahan seng apik, lek sak iki nek
indonesia gawe sistem demokrasi, demokrasi iki yo garakne efek negatif kanggo
poro calon pemimpin, durung due opo opo, durung njabat opo opo tapi wes wani
njanjeni masyarakat, ngono kui tujuane kango ngerah suorone rakyat ben milih
dewek e. Yo jenengen rakyat indonesia, opo maneh seng bagian jowo, lek jenenge
tijanjeni kui paling demen, tapi masan ngerti lek janjine kui mek kakean apus apus
dadine masyarakat sak iki belajar ko pemimpine dewe. Sampean ngerti to yen
patrape manungso iki sebagian maleh apik lek wes musim coblosan. Hehehehe.
Pemerintah itu menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bangsa,
jika Ia baik maka masyarakat juga baik, selama ini masyarakat sudah baik dengan
keikutsertaannya dalam pemilu melebihi 50%. Sejak dulu saya fanatik terhadap
pantai politik tertentu, meskipun saya bukan seorang partai, siapapun yang
dicalonkan sebagai Presiden dan wakil presiden oleh partai politik yang saya
sukai pasti mendukung dalam bentuk memilih calon presiden dan wakilnya. Saya
tidak peduli siapapun yang dicalonkan, karena menurut saya pengurus partai pasti
139
mempunyai pertimbangan yang menurutnya akan dapat mensejahterakan
masyarakat, mereka tidak mungkin gegabah dalam menentukan calonnya.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Suruh, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Imam Rofii
: SW-13
: Laki-laki
: 25 tahun
: Wirausaha
Saya lulus dari sarjana masih satu tahun yang lalu, seingatku mengikuti
pemilu sudah dua kali. Saya mempunyai pengalaman yang menarik pada pemilupemilu sebelumnya, yaitu ada team kandidat yang mengajak ngobrol di warung
kopi kemudian ada janjian untuk bertemu lagi di rumah ketepatan memang saya
kenal dengan orang yang bersangkutan. Pada pertemuan di rumah itu intinya saya
diminta untuk mencoblos kandidatnya, karena saya kenal maka saya
menyampaikan, coba disampaikan analisanya Indonesia ke depan bagaimana jika
yang bersangkutan terpilih, setelah dia menyampaikan analisanya kemudian dia
menambahi bahwa jika saya bersedia menjadi bagian dari penyampai informasi
pada teman-teman saya, saya akan diberi imbalan begini begini dan begini.
Saya berpandangan bahwa saya cukup memahami masing-masing kandidat
dari profil dan ulasan di beberapa artikel yang saya dapatkan di internet, dari
pberasal dari berbagai bacaan-bacaan itulah saya mempunyai sikap, ketepatan
jaringannya yang saya pahami tidak cocok dengan logika saya”. Sumber-sumber
untuk mengetahui siapa sejatinya para kandidat, apalagi kandidat Presiden dan
Wakil Presiden untuk sekarang tidak sulit, karena media cetak atau internet sangat
mudah diperoleh”. Saya kira tidak semua pemilih tertarik dengan iming-iming
dalam suatu pemilihan umum apapun, sejak awal menjadi pemilih saya tidak
pernah tertarik dengan iming-iming seperti itu, karena itu sampai sekarang tidak
ada team yang berani memberiku sesuatu.
Teman saya kebanyakan menyampaikan pengalamannya bahwa terutama
pada pemilukada dan pemilu kegislatif selalu mendapat tawaran untuk memilih
calon tertentu dan akan diberi imbalan yang sepantasnya, ada yang menwari kaos,
gelas, topi dan duit, sebagian besar teman-teman saya memahami akibat atau
dampak dalam jangka panjang jika hal demikian dibudayakan, yaitu bahwa
money politik dalam suatu pesta demokrasi akan dipahami sebagai hal yang
lumrah atau dalam ungkapan asli orang Trenggalek disebut dengan, “salah
kaprah”. Salah kaprah menunjuk suatu konsep hal secara normatif dan logic salah
tetapi dimasyarakatkan.
140
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Slamet Daroini
: SW-14
: Laki-laki
: 27 tahun
: Guru sukuhan
Dua tahun yang lalu saya lulus dari Universitas Negeri Malang, jurusan
pendidikan Biologi. Saat ini saya bekerja menjadi guru sukuhan di salah satu
sekolah menenah pertama. Pengalaman mengikuti pemilu yan kalau tidak salah
sudah dua kali, alhamdulillah saya tetap mempunyai pendirian untuk tidak terlalu
tergiur dengan iming-iming dari pada team sukses masing-masing kandingat. Pada
saat pertama kali mengikuti pemilu saya mendapatkan kaos, tetapi karena saya
tidak meminta dan tidak ada komitment apapun maka saya mencoblos
kandidatnya karena memang saya tahu siapa sesungguhnya calon yang
bersangkutan melalui membaca artikel dari internet dan/atau koran dan televisi.
Di era informasi seperti sekarang ini saya kira tidak ada alasan untuk tidak
mengetahui detail kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam perhelatan
pemilihan umum, karena medianya mudah kita temui, ada media internet, koran,
majalah, media sosial, dan forum-forum diskusi, baik yang formal maupun
jalanan seperti di warung-warung kopi, cafe dan lain sebagainya. untuk akses
internet misalnya tidak sulit dan tidak mahal.
Saya kira semua orang berpendapat bahwa berpartisipasi dalam pemilu
adalah hal penting bagi terwujudnya proses demokrasi dan pembangunan bangsa,
setiap bangsa yang saya ketahui juga melaksanakan pemilu, begitu halnya dengan
Indonesia, di jaman orde baru malah dikenal pembangunan lima tahun (pelita) dan
rencana pembangunan lima tahunan (repelita). Di dalam Pancasila sudah jelas
sebagai nilai dasar kebermasyarakatan kita bahwa pelaksanaan pemilihan
pemimpin dilaksanakan secara permusyawaratan perwakilan”.
Saya aktif mencari informasi tentang kandidat Presiden dan Wakil Presiden
untuk mendapatkan informasi track record kandidat dengan sering diskusi dengan
teman-teman”. Dua kali saya mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
pada saat pertama kali mengikuti pemilu saya dikasih uang rokok oleh salah
seorang yang mengaku dari team calon, kebetulan saat itu kami bersama temanteman bertemu di sebuah warung kopi. Tetapi untuk pemilu yang kedua saya
menolak untuk menerima sesuatu dari team calon, karena menurut pandangan
saya hal tersebut tidak baik dan apalagi kebetulan saya tidak suka dengan
calonnya tersebut.
141
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan / Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Aziz Hakim
: SW-15
: Laki-laki
: 24 tahun
: Wiraswasta
Saya merasa mengetahui lebih banyak tentang treck record masing-masing
kandidat Presiden dan wakil Presiden. Secara berkala sambil rutin FB-an saya
browsing tentang kandidat, misalnya tentang jaringan pendanaannya, team
suksesnya, visi, misi dan programnya, bahkan di tingkat lokal saya juga banyak
diskusi dengan team lokal dan beberapa teman di forum kajian lembaga saya.
Karena itu, saya merasa lebih beruntung dibandingkan lainnya sehingga saya
paham betul tentang mereka dan bagaimana desaign Indonesia ke depan.
Setiap negara mempunyai periodesasi pembangunan, ada yang empat
tahunan, sedang di Indonesia di kenal dengan lima tahunan. Pada saat limat tahun
terakhir diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden untuk meneruskan dan
merancang ulang pembangunan untuk mewujudkan pembangunan yang
mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, saya kira pemilu layak dan penting untuk
diselenggarakan secara demokratis, jujur, dan adil. Memilih Presiden dan Wakil
Presiden saya kira penting disadari oleh semua masyarakat, karena partisipasinya
merupakan pengejawantahan dari sila ke empat pancasila.
Selama ini pemerintah banyak melukai hati masyarakat dengan hanya
mengobral janji ketika pemilu, sementara pelaksanaannya tidak maksimal atau
melenceng dari janji-janjinya, karena itu agar kepercayaan masyarakat meingkat
terhadap pemilu, pemerintah dan penyelenggara kinerja yang pro-rakyat perlu
ditingkatkan. Memilih Presiden dan Wakil Presiden seminimal mungkin
diusahakan agar tidak seperti membeli kucing dalam karung, karena itu
memahami sisi-sisi kebaikan dan kekurangan dari berbagai perspektif perlu
dilakukan oleh pemilih, banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemilih misalnya
dengan membaca media online dan cetak, serta diskusi dengan berbagai pihak,
dengan mengedepankan prinsip netralitas. Saya mengenal sekali beberapa team
dari salah satu kandidat, saya tahu sepak terjangnya selama ini, karena itu
meskipun menurut orang lain kandidatnya baik saya tidak mau mencoblos
kandidat tersebut, saya tidak suka dengan teamnya.
Terus terang pemilu presiden dan wakil presiden cukup membingungkan
dan dillematis bagi pemilih, seperti saya selalu mempertimbangkan banyak hal
dalam memilih, misalnya aspek visi, misi dan program; sepak terjang dalam
jabatan sebelumnya; jaringan politiknya; jaringan orang-orang terdekatnya;
jaringan pendanaannya; team sukses mulai dari pusat hingga akar rumput. Tentu
142
hal ini cukup membingungkan, tetapi dari semua faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan tersebut, saya lebih fokus mempertimbangkan integritasnya.
FILE NOTES
Tanggal interview
Tempat
: ...Juli 2015.
: Kecamatan / Kabupaten Trenggalek.
Data demografi
Nama
Kode
Jenis kelamin
Usia
Jenis pekerjaan
: Frendi
: SW-16
: Laki-laki
: 24 tahun
: Wiraswasta
Awal saya mengikuti pemilu pada saat baru tahun pertama kuliah, saya
menggunakan hak suara saya di Surabaya, TPS dekat kampus Unair. Karena tidak
memungkinkan saya untuk pulang dan tidak efektif. Beberapa minggu sebelum
pemungutan suara saya memang pulang dan bertemu dengan beberapa team
sukses atau orang partai pendukung calon pasangan presiden tertentu, mereka
mengajak ngobrol, dan berdiskusi tentang banghsa Indonesia, masyarakatm situasi
sosial ekonomi masyarakat Indonesia dan lokal. Saya juga sempat ditawari untuk
ikut membantunya dengan mengumpulkan teman-teman desa dan waktu sekolah
SMA. Ketepatan saya memang mempunyai komunitas sepeda motor vespa
anggotanya 30an. Pada moment tertentu komunitas ini berkumpul di sekitaran
alon-alon untuk begadang dan mendiskusi tentang banyak hal, lumayan untuk
mengasah otan dan berjejaring. Dari banyak pertemuan itulah kami menemukan
ide, gagasan pencerahan mengkritisi berbagai aspek pembangunan masuarakat
lokal dan nasional. Menarik memang pendapat teman-teman karena latar belakang
pendidikannya juga beragam.
Pembangunan suatu bangsa harus terus berjalan, cara menyambungkan
antara periode satu dengan berikutnya melalaui proses pemilu yang demokratis,
saya setuju bahwa pemilu penting diselenggarakan secara bertanggungjawab,
demokratis, jujur, dan adil. Selain setuju saya juga selalu berpartisipasi
mendatangi TPS memilih calon yang menurut saya baik sesuai dengan informasi
dan pengetahuan saya. Cita-cita dibentuknya negara adalah supaya menjadikan
kehidupan masyarakat lebih sejahtera, makmur, dan dapat mengembangkan
kapasitasnya, karena itu memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden haruslah
hati-hati.
Awalnya saya tertarik terhadap suatu artikel yang pernah saya baca tentang
calon presiden dan team pusatnya dan sinerginya dengan jaringan Internasional,
sejak itu saya tidak tertarik dengannya, tetapi saya dillema karena calon wakilnya
secara emosional keorganisasian keagamaan dekat atau sama dengan saya, oleh
karena itu dengan merasa terpaksa saya tetap memilihnya.
143
Download