38 Methanol toxic optic neuropathy (characteristic and evaluation of therapy) ORIGINAL ARTICLE Methanol Toxic Optic Neuropathy (Characteristic and Evaluation of Therapy) Ardiella Yunard, Syntia Nusanti, M. Sidik Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta ABSTRACT Background: Methanol toxic optic neuropathy is and optic neuropathy caused by methanol intoxication. Management of methanol toxic optic neuropathy is a therapeutic challenge and the outcome is often unsatisfying. The aim of this study is to know the characteristics and evaluate the outcome of corticosteroid therapy in methanol toxic optic neuropathy. Methods: Medical records of patients diagnosed with methanol toxic optic neuropathy from January 2013 to December 2014 were reviewed retrospectively. Demographic characteristic, clinical characteristic and visual acuity were evaluated. Results: During the period of January 2013 until December 2014, 31 patients were diagnosed with methanol toxic optic neuropathy. All of them were males. The mean age was 31.87±9.23 years. Ocular symptoms were found in 93.5%, most of them occured in 24-96 hours after methanol consumption. There were 85.4% patients at initial presentation had visual acuity (VA) less than 3 m finger counting, and 72.6% showed optic disc edema. Among the patients, 42% got intravenous high-dose methylprednisolone, 19% got combination of intravenous high-dose methylprednisolone and hemodyalisis, 26% got oral methylprednisolone, and 3% got neuroprotector. VA improvement after therapy occured in 67.7%, no changes in 26.47%, and worsening in 5.88%. All patients who got therapy in 6 days after methanol consumption showed VA improvement. Conclusion: The administration of intravenous high-dose steroids showed an improvement of visual status in most of the patients. Intravenous high-dose steroids gave benefit the visual status of patients with methanol optic neuropathy, especially in patients with short interval between the consumption of methanol and starting the treatment. Keywords: methanol intoxication, optic neuropathy, methylprednisolone N europati optik toksik adalah gangguan penglihatan akibat kerusakan nervus optik yang terjadi setelah terpapar zat toksik. Berbagai jenis zat toksik dapat menyebabkan neuropati optik toksik, seperti metanol, karbon monoksida, sianida, timah, air raksa, etambutol, isoniazid, agen antineoplastik seperti cisplatin dan vinkristin, serta zat toksik lainnya. Metanol merupakan penyebab neuropati optik toksik yang tersering dilaporkan.1,2 Gambaran klinis neuropati optik toksik akibat metanol bervariasi, yaitu turunnya tajam penglihatan secara progresif tanpa nyeri, bilateral, gangguan penglihatan warna, dan skotoma sentral atau sekosentral. Edema diskus optik merupakan gambaran awal yang sering ditemukan, dapat bertahan hingga dua bulan, kemudian diikuti dengan atrofi diskus optik.2,3 Ophthalmol Ina 2016;42(1):38-44 39 Penatalaksanaan intoksikasi metanol adalah langsung dengan menghentikan paparan terhadap metanol. Koreksi asidosis metabolik dan hemodialisis juga memiliki peran yang penting.3,4 Toksisitas metanol sebagian besar merupakan proses inflamasi, sehingga steroid dosis tinggi intravena diberikan pada kasus akut untuk menekan proses inflamasi pada nervus optik dengan menghambat proses demyelinisasi, sehingga diharapkan dapat mencegah kebutaan permanen.5 Penatalaksanaan neuropati optik toksik akibat metanol merupakan suatu tantangan dan sering memberikan hasil yang tidak memuaskan. Efektivitas pemberian terapi steroid dosis tinggi yang selama ini digunakan pun menjadi pertanyaan: apakah terapi steroid dosis tinggi efektif meningkatkan tajam penglihatan? Interval alkohol dengan terapi inisial adalah rentang waktu antara paparan alkohol terakhir hingga mendapatkan terapi, dibagi menjadi ≤6 hari dan >6 hari. Jenis minuman adalah jenis alkohol terakhir yang pasien konsumsi. Jenis minuman dikategorikan menjadi alkohol, oplosan, campuran alkohol dengan minuman bersoda atau minuman berenergi, brendi dan wiski. Terapi inisial yang diberikan dikategorikan menjadi metilprednisolon intravena, metilprednisolon intravena kombinasi dengan hemodialisis, metilprednisolon oral, dan neurotropik. Keberhasilan terapi ditandai dengan adanya peningkatan tajam penglihatan setelah terapi, baik berupa lambaian tangan atau hitung jari atau peningkatan 1 baris Snellen chart. MATERIAL DAN METODE Tabel 1. Karakteristik demografis pasien neuropati optik toksik metanol di RSCM tahun 2013-2014 Desain penelitian ini adalah deskriptif retrospektif berdasarkan penelusuran rekam medis di Divisi Neuro Oftalmologi Poli Mata, Poli Penyakit Dalam, dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Waktu penelitian dari Desember 2014 – Januari 2015. Kriteria inklusi adalah seluruh pasien neuropati optik toksik metanol di RSCM periode Januari 2013 – Desember 2014. Data akan dieksklusi bila rekam medis tidak dapat ditelusuri atau tidak ada data tajam penglihatan awal dan setelah terapi (untuk data evaluasi terapi). Kategori tajam penglihatan berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) terbagi dalam 3 kategori: pertama adalah ≥6/18, kedua adalah 3/60 – 6/18, dan terakhir adalah <3/60. Onset adalah interval waktu setelah paparan alkohol terakhir hingga timbul keluhan penurunan tajam penglihatan ataupun keluhan sistemik lain (keluhan gastrointestinal, sistem saraf pusat, ataupun respiratori). Onset dibagi menjadi 3 kategori: <24 jam, 24-96 jam, dan >96 jam. Variabel Jenis kelamin Laki-laki Usia rerata ±SD Onset <24 jam 24-96 jam >96 jam Tidak ada data Interval alkoholterapi inisial ≤6 hari >6 hari Tidak ada data Jenis minuman Oplosan Campuran (alkohol+minuma n berenergi/soda) Brendi Alkohol Jumlah pasien (n=31) Persentase (%) atau rerata 31 31 100% 31,87±9,23 tahun 2 18 5 6 6,5% 58,1% 16,0% 19,4% 15 9 7 48,4% 29,0% 22,6% 7 9 22,6% 29% 9 6 29% 19,4% HASIL Penelitian retrospektif ini melibatkan 31 pasien, dengan 6 pasien tidak terdapat data tajam penglihatan awal maupun setelah Methanol toxic optic neuropathy (characteristic and evaluation of therapy) 40 terapi, 1 pasien tidak terdapat data tajam penglihatan awal, dan 7 pasien tidak terdapat data tajam penglihatan setelah terapi. Dengan demikian terdapat 17 pasien (34 mata) untuk dilakukan pengolahan data evaluasi hasil terapi. Sebaran karakteristik demografis pasien neuropati optik toksik metanol dipaparkan pada tabel 1. Seluruh pasien pada penelitian ini berjenis kelamin lakilaki, dengan rerata usia 31,87±9,23 tahun. Sebanyak 58,1% pasien timbul keluhan dalam 24-96 jam setelah meminum alkohol. Interval waktu antara minum alkohol hingga mendapatkan terapi pada 48,4% pasien adalah 1 hingga 6 hari. Sebanyak masing-masing 29% pasien meminum alkohol berjenis brendi dan alkohol campuran. Gejala okular ditemukan pada 93,55% pasien, diikuti oleh gejala sistem pencernaan dan saraf pusat masing-masing pada lebih dari 40% pasien (tabel 2). Gejala saluran pernapasan hanya ditunjukkan oleh kurang dari 10% pasien. Tabel 2. Gejala klinis awal pasien neuropati optik toksik metanol di RSCM tahun 2013-2014 Okular Saluran pencernaan Sistem saraf pusat Saluran pernapasan Jumlah pasien 29 15 14 3 Persentase (%) 93,55% 48,39% 45,16% 9,86% Gambaran tajam penglihatan sebelum dan setelah terapi dijabarkan pada tabel 3. Dari total 31 pasien, terdapat 7 pasien tidak memiliki data tajam penglihatan sebelum terapi, sehingga didapatkan dapat tajam penglihatan sebelum terapi pada 24 pasien (48 mata). Tajam penglihatan sebelum terapi sebagian besar menunjukkan lebih buruk dari 3/60, dengan nilai tengah 0,0033. Data tajam penglihatan setelah terapi hanya didapatkan pada 18 pasien (36 mata), karena dua pasien meninggal, dua pasien pergi tanpa terapi, dan 9 pasien lost to follow-up. Terdapat peningkatan tajam penglihatan setelah terapi, dilihat dari nilai tengah yang meningkat menjadi 0,0125 dan persentase pasien dengan tajam penglihatan kurang dari 3/60 menurun menjadi 63,9%. Lebih dari 70% mata menunjukkan gambaran fundus awal berupa edema papil (gambar 1). Gambaran fundus setelah terapi didapatkan pada 18 pasien (36 mata), karena 13 pasien (26 mata) lost to follow up. Setelah terapi didapatkan gambaran fundus sebagian besar berupa papil atrofi. Edema papil setelah terapi jauh berkurang dibandingkan sebelum terapi. Tabel 3. Tajam penglihatan pasien neuropati optik toksik metanol di RSCM tahun 2013-2014 Persentase Jumlah (%)/Mean/ mata Median Tajam penglihatan 48 Median: awal (dalam desimal) 0,0033 (0,0-1,0) Kategori tajam penglihatan awal (dalam Snellen chart) 1 2,1% ≥6/18 6 12,5% 3/60 - <6/18 41 85,4% <3/60 Tajam penglihatan pasca terapi (dalam desimal) Kategori tajam penglihatan pasca terapi (dalam Snellen chart) ≥6/18 3/60 - <6/18 <3/60 72.58% 36 Median: 0,0167 (0,0-1,0) 5 8 23 13,9% 22,22% 63,9% Edema papil Papil atrofi Papil normal tidak ada data 38.71% 12.90%14.52% 41.94% 12.90% 6.45% 0.00% Sebelum terapi Setelah terapi Gambar 1. Gambaran fundus awal dan sesudah terapi pada pasien neuropati optik toksik Ophthalmol Ina 2016;42(1):38-44 41 Sebagian besar pasien mendapatkan terapi metilprednisolon intravena (tabel 4), diikuti dengan metilprednisolon oral dan terapi metilprednisolon intravena kombinasi dengan hemodialisis. Terdapat 3 pasien tanpa terapi, di antaranya 1 pasien meninggal dan 2 lainnya tidak diberikan terapi. Tabel 4. Jenis terapi pasien neuropati optik toksik metanol di RSCM tahun 2013-2014 Jumlah Persentase Jenis Terapi Pasien (%) (n=31) Metilprednisolon 6 19,35% intravena + hemodialisis Metilprednisolon 13 41,94% intravena Metilprednisolon oral 8 25,81% Neurotropik 1 3,22% Tanpa terapi 3 9,65% Data tajam penglihatan setelah terapi didapatkan pada 17 pasien (34 mata) karena 14 pasien lost to follow up. Sebagian besar menunjukkan perbaikan tajam penglihatan (gambar 2). Terapi metilprednisolon intravena memberikan hasil perbaikan tajam penglihatan terbanyak, yaitu 14 mata (gambar 3). Terdapat 2 mata menunjukkan perburukan tajam penglihatan setelah terapi, yaitu masing-masing 1 mata pada jenis terapi metilprednisolon intravena dan metilprednisolon oral (gambar 3). 67.65% 26.47% 5.88% Perbaikan Menetap Perburukan Gambar 2. Perubahan tajam penglihatan setelah terapi Perubahan tajam penglihatan setelah terapi berdasarkan interval alkohol dengan terapi inisial didapatkan pada 13 pasien (26 mata), sedangkan 18 pasien dieksklusi karena data yang tidak lengkap. Perbaikan tajam penglihatan setelah terapi sebagian besar, yaitu 38,46% mata dengan interval terapi inisial kurang dari 6 hari (tabel 5). Perburukan tajam penglihatan setelah terapi ditunjukkan pada sebagian kecil, yaitu 7,7% mata, dan merupakan kelompok mata yang mendapatkan terapi inisial lebih dari 6 hari. 14 6 5 2 2 Perbaikan 3 0 0 Menetap 0 1 1 0 Perburukan Metilprednisolon iv + HD Metilprednisolon iv Metilprednisolon oral Neurotropik Gambar 3. Perubahan tajam penglihatan berdasarkan terapi Tabel 5. Perubahan tajam penglihatan setelah terapi berdasarkan interval alkohol hingga terapi inisial (n=26 mata) Perbaikan Menetap Perburukan ≤6 hari 10 (38,46%) 0 (0%) 0 (0%) >6 hari 7 (26,92%) 7 (26,92%) 2 (7,7%) DISKUSI Keracunan alkohol merupakan suatu keadaan yang berbahaya karena sering menyebabkan kelainan yang serius, seperti penurunan tajam penglihatan hingga kebutaan, gangguan metabolik, kelainan neurologi, bahkan kematian.6 Angka kejadian neuropati optik toksik metanol pada penelitian ini adalah sebanyak 31 kasus selama 2 tahun (20132014). Terjadi peningkatan dibandingkan penelitian yang dilaporkan oleh Hidayati7, yaitu hanya sebanyak 24 kasus selama 4 tahun (2002-2006). Adanya peningkatan ini mungkin disebabkan oleh semakin bebasnya peredaran dan semakin mudahnya mendapatkan minuman beralkohol. Rerata usia pasien pada penelitian ini adalah 31,87±9,23 tahun, dengan usia termuda 15 tahun dan usia tertua 53 tahun. Hal ini serupa dengan penelitian lainnya, di antaranya penelitian oleh Sanaei-Zadeh et al8 yang melaporkan rerata usia pasien adalah 34 tahun dan Triningrat et al9 menunjukkan rerata usia penderita keracunan 42 Methanol toxic optic neuropathy (characteristic and evaluation of therapy) metanol sedikit lebih muda, yaitu 28,8±8,7 tahun. Berbeda dari penelitian lainnya, Sharma et al2 dan Brent et al10 memiliki rerata usia pasien yang lebih tua, yaitu 48,75 tahun dan 40 tahun. Semua pasien dalam penelitian ini adalah laki-laki. Sesuai dengan penelitian lainnya, Sanaei-Zadeh et al8 di Teheran, Triningrat et al9 di Bali, Paasma et al11 di Parnu, dan penelitian sebelumnya di RSCM oleh Hidayati7 yang menunjukkan sebagian besar kasus neuropati optik toksik metanol didapatkan pada pria. Kemungkinan penyebabnya adalah karena laki-laki lebih sering mengkonsumsi minuman beralkohol dibandingkan perempuan. Adanya paparan terhadap metanol menyebabkan depresi sistem saraf pusat inisial sementara, diikuti periode laten asimtomatik yang berlangsung 12-24 jam, atauh bahkan 96 jam, apabila terdapat campuran dengan etanol. Periode laten diikuti timbulnya gejala akibat akumulasi asam format berupa metabolik asidosis, gangguan penglihatan, koma, bahkan kematian. Gangguan penglihatan pada umumnya muncul dalam 18-48 jam setelah konsumsi minuman beralkohol. Gangguan penglihatan yang ditimbulkan dapat bervariasi, mulai dari fotofobia ringan, penglihatan buram atau berkabut, penurunan tajam penglihatan berat, hingga kebutaan.6,9,12,13 Pada penelitian ini, onset keluhan sebagian besar yaitu sebanyak 58,1% timbul dalam 24-96 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Sharma et al2 dan Shah et al14 yang menjelaskan kebanyakan pasien mendapatkan keluhan pada 24-48 jam setelah konsumsi alkohol. Salah satu pasien pada studi oleh Pakravan et al12 memiliki onset keluhan yang lebih lama, yaitu 6 hari setelah konsumsi alkohol. Gejala okular merupakan gejala awal terbanyak yang ditunjukkan pada penelitian ini, yaitu sebesar 93,55%, diikuti gejala saluran pencernaan (48,39%). Hal ini sesuai dengan studi oleh Sharma et al2 yang menunjukkan gejala awal terbanyak adalah okular, yaitu sebesar 100%, diikuti 87,5% gejala saluran pencernaan. Terdapat 2 pasien pada penelitian ini yang tidak dapat ditentukan adanya gejala okular atau tidak, karena pasien tidak sadarkan diri sejak awal dan pasien meninggal dunia dalam pengobatan. Gambaran saraf optik yang ditemukan pada neuropati optik toksik metanol dapat berupa papil normal, edema papil, atau papil atrofi. Lebih dari 70% pasien menunjukkan gambaran awal edema papil. Sharma et al2 juga menyatakan lebih dari 60% pasien dengan edema papil pada presentasi awal. Papil yang edema atau hiperemis menunjukkan proses perusakan masih berlangsung. Keadaan ini dapat bertahan selama 6-12 minggu, kemudian diikuti perubahan papil menjadi atrofi.2,5 Gambaran papil setelah terapi pada penelitian ini dinilai pada 1 minggu hingga 3 bulan setelah terapi menunjukkan sebagian besar adalah papil atrofi. Gambaran papil edema sebelum terapi sebagian besar berubah menjadi papil atrofi, sedangkan gambaran papil normal pada penelitian ini tidak menunjukkan perubahan selama waktu follow-up. Fujihara et al15 menyatakan pemberian steroid dosis tinggi intravena dapat memperbaiki tajam penglihatan, namun perubahan saraf optik menjadi atrofi tidak dapat dicegah. Penelitian oleh Hidayati7 menunjukkan sebagian besar pasien, yaitu 77%, memiliki tajam penglihatan awal <3/60. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini didapatkan 85,4% pasien memiliki tajam penglihatan awal <3/60, 12,5% dengan tajam penglihatan awal 3/60 - <6/18, dan 2,1% dengan tajam penglihatan awal ≥6/18. Secara umum, terdapat perbaikan tajam penglihatan setelah terapi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai median dan bila dilihat berdasarkan kategori WHO, terdapat penurunan jumlah pasien dengan tajam penglihatan <3/60, sebaliknya terjadi peningkatan jumlah pasien dengan tajam penglihatan 3/60 - <6/18 dan ≥6/18. Studi oleh Sharma et al2 yang dilakukan selama 1 tahun follow-up didapat- Ophthalmol Ina 2016;42(1):38-44 kan sebanyak 87,5% pasien terjadi perbaikan tajam penglihatan. Surhio et al6 melaporkan perbaikan tajam penglihatan setelah terapi pada 90% pasien. Samantha et al4 juga menyatakan hasil yang serupa, sebesar 90% pasien menunjukkan perbaikan tajam penglihatan dengan waktu follow-up hingga 6 minggu setelah terapi. Jauh berbeda dengan penelitian lainnya, Hidayati7 melaporkan hanya sebanyak 15% pasien terjadi perbaikan tajam penglihatan. Sebagian besar pasien pada penelitian, yaitu 67,65%, menunjukkan tajam penglihatan setelah terapi sesuai dengan penelitian lain pada umumnya. Tiga prinsip utama tata laksana intoksikasi metanol terdiri dari koreksi asidosis metabolik, menghambat metabolisme metanol, dan eliminasi metabolit toksik. Asidosis metabolik dikoreksi dengan pemberian bikarbonat. Metabolisme metanol dihambat dengan pemberian fomepizol atau etanol. Metabolisme dan eliminasi asam format ditingkatkan dengan pemberian asam folat. Hemodialisis dibutuhkan untuk mengoreksi kelainan metabolik berat dan meningkatkan eliminasi metanol dan asam format. Indikasi hemodialisis terutama pada pasien dengan gagal ginjal, asidosis dengan pH <7,3, atau konsentrasi metanol melebihi 50 mg/dl.14,17 Pemberian metilprednisolon intravena dosis tinggi diharapkan mencegah efek toksisitas dari metanol terhadap saraf optik. Reaksi toksisitas metanol terutama merupakan proses inflamasi. Pemberian steroid berperan dalam menghambat proses demyelinisasi dan pembengkakan optic nerve sheath akibat anoksia histotoksik sehingga dapat mengembalikan fungsi penglihatan dan mencegah kebutaan permanen. Tata laksana neuropati optik toksik metanol dengan steroid dosis tinggi harus segera diberikan agar dapat mencegah proses demyelinisasi.5,12 Studi oleh Fujihara et al15 menyatakan pemberian steroid melewati 6 hari setelah konsumsi alkohol tidak efektif mencegah kebutaan. Pada penelitian ini, kelompok pasien dengan kategori interval alkohol 43 hingga terapi 6 hari atau kurang, sesuai dengan Fujihara et al15, kelompok ini seluruhnya menunjukkan perbaikan tajam penglihatan setelah terapi. Sebaliknya, pada pasien yang mendapatkan terapi inisial lebih dari 6 hari setelah konsumsi alkohol menunjukkan hasil yang bervariasi, yaitu 43,75% pasien dengan perbaikan tajam penglihatan, 43,75% tidak ada perubahan, dan 12,5% bahkan dengan penurunan tajam penglihatan. Terapi inisial neurotropik pada penelitian ini yaitu sitikolin diberikan pada 1 pasien. Walaupun sitikolin diberikan lebih dari 6 hari setelah konsumsi alkohol, ternyata pasien menunjukkan perbaikan tajam penglihatan setelah terapi. Penelitian eksperimental in vivo dan in vitro menunjukkan sitikolin merupakan neuroprotektor. Hingga saat ini belum ada studi yang melaporkan efek sitikolin terhadap neuropati optik toksik metanol, namun telah dilaporkan sitikolin memberikan manfaat pada beberapa penyakit neurodegeneratif.18,19 Ottobeli et al19 melaporkan adanya perlambatan, stabilisasi, atau bahkan perbaikan fungsi penglihatan pada pasien glaukoma yang diberikan sitikolin. Kelemahan penelitian ini adalah keluaran evaluasi hasil terapi hanya berupa tajam penglihatan dan gambaran fundus, sedikitnya jumlah pasien, dan besarnya angka lost to follow-up. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat peningkatan angka kejadian neuropati optik toksik metanol selama periode Januari 2013 – Desember 2014 dibandingkan periode 2002-2006. Pemberian terapi steroid dosis tinggi memiliki manfaat dalam memperbaiki tajam penglihatan neuropati optik toksik metanol terutama bila diberikan dalam 6 hari setelah konsumsi alkohol. Referensi 1. Grzybowski A, Zulsdorff M, Wilhelm H, Tonagel F. Toxic optic neuropathies: an updated review. Acta Ophthalmologica 2014. 2. Sharma P, Sharma R. Toxic optic neuropathy. Indian Journal of Ophthalmology 2011;59(2):137-41 3. Kline LB, Bhatti MT, Chung SM, Eggenberger E, Foroozan R, Golnik KC, et al. Neuro-ophthalmology. 44 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Methanol toxic optic neuropathy (characteristic and evaluation of therapy) San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2011.p.154-7 Samanta S, Fariduddin K, Mahapatra N, Bhunia J, Mondal P. Hooch blindness: a community study report on a few indoor patients of toxic optic neuropathy following consumption of adulterated alcohol in West Bengal. Nepal J Ophthalmol 2012;4(7):162-4 Abrishami M, Khalifeh M, Shoayb M, Mojtaba A. Therapeutic effects of high-dose intravenous prednisolone in methanol-induced toxic optic neuropathy. Journal of Ocular Pharmacology and Therapeutics 2011;27(3):261-3 Moschos MM, Gouliopoulos NS, Rouvas A, Ladas I. Vision loss after accidental methanol intoxication: a case report. BMC Research Notes 2013;6:479 Hidayati A. Karakteristik klinis dan hasil terapi pasien intoksikasi metanol di divisi neurooftalmologi departemen mata FKUI RS Ciptomangunkusumo tahun 2002-2006 (penelitian deskriptif). Jakarta: Universitas Indonesia; 2007 Sanaei-Zadeh H, Zamani N, Shadnia S. Outcomes of visual disturbances after methanol poisoning. Clinical Toxicology 2011;49(2):102-7 Triningrat AMP, Rahayu NMK, Manuaba IP. Visual acuity of methanol intoxicated patients before and after hemodialysis, methylprednisolone and prednisone therapy. Jurnal Oftalmologi Indonesia 2010;7(4):12932 Brent J. Fomepizole for ethylene glycol and methanol poisoning. The New England Journal of Medicine 2009;360(21):2216-23 Paasma R, Hovda KE, Jacobsen D. Methanol poisoning and long term sequelae – a six years follow-up after a large 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. methanol outbreak. BMC Clinical Pharmacology 2009;9:5 Pakravan M, Sanjari N. Erythropoietin treatment for methanol optic neuropathy. J Neuro Ophthalmol 2012;325-8 Seme MT, Summerfelt P, Neitz J, Eells JT, Henry MM. Differential recovery of retinal function after mitochondrial inhibition by methanol intoxication. Investigative Ophthalmology & Visual Science 2001;42(3):834-41 Shah S, Pandey V, Thakore N, Mehta I. Study of 63 cases of methyl alcohol poisoning (hooch tragedy in Ahmedabad). The Journal of the Association of Physicians of India 2012;60:34-6 Fujihara M, Kikuchi M, Kurimoto Y. Methanolinduced retinal toxicity patient examined by optical coherence tomography. Japanese Journal of Ophthalmology 2006;50(3):239-41 Surhio SA, Memon S, Memon M, Nizamani NB, Talpur KI. Alcohol related toxic optic neuropathy case series. Pak J Ophthalmol 2013;29(3):173-6 Gee P, Martin E. Toxic cocktail: methanol poisoning in a tourist to Indonesia. Emergency Medicine Australasia 2012;24(4):451-3 Grieb P. Neuroprotective properties of citicoline: facts, doubts and unresolved issues. CNS Drugs 2014;28(3):185-93 Ottobelli L, Manni GL, Centofanti M, Iester M, Allevena F, Rossetti L. Citicoline oral solution in glaucoma: is there a role in slowing disease progression? Ophthalmologica Journal International 2013;229(4):219-26