Penggunaan Metformin sebagai Terapi Awal Diabetes

advertisement
BERITA TERKINI
Penggunaan Metformin sebagai Terapi Awal
Diabetes Tipe 2 Masih Rendah
A
DA (American Diabetes Association),
American College of Physicians
dan beberapa kalangan lain telah
merekomendasikan metformin sebagai
terapi awal diabetes melitus. Pemberiannya
sebagai terapi lini utama didasarkan pada
kemampuannya meningkatkan sensitivitas
insulin. Dalam penelitian lain, metformin menurunkan progresivitas terjadinya diabetes
melitus pada pasien-pasien prediabetes.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
terapi metformin dapat menurunkan berat
badan, bahkan pada pasien obesitas yang
tidak menderita diabetes melitus dan dapat
menurunkan berat badan yang meningkat
karena terapi obat antipsikotik. Selain itu,
banyak penelitian lain memperlihatkan
keuntungan pemberian metformin pada
kasus-kasus
PCOS
(polycistic ovarium
syndrome).
Metformin
merupakan
OHO
(obat
hipoglikemik
oral)
yang
telah
direkomendasikan penggunaannya sebagai
terapi lini pertama pasien diabetes melitus
tipe 2. Tetapi penelitian Dr. Seth A. Berkowitz
dkk. dari Division of Pharmacoepidemiology,
Department of Medicine, Brigham and
Women’s Hospital, Harvard Medical School,
Boston, Massachusetts, Amerika Serikat,
memperlihatkan bahwa hanya 57,8% pasien
diabetes memulai terapi dengan metformin.
Selain itu, sebenarnya pemberian metformin
sebagai terapi awal berhubungan dengan
intensifikasi terapi (pemberian obat ke-2)
yang bermakna lebih rendah dibandingkan
sulfonylurea, thiazolidinedione dan dipeptidyl
peptidase 4 inhibitor. Hasil penelitian ini telah
dipublikasikan dalam JAMA edisi Oktober
2014.
Sebuah
penelitian
dilakukan
untuk
mengetahui apakah pasien sudah meng-
gunakan terapi awal sesuai guideline dan
perbandingannya dengan terapi awal
OHO lainnya. Penelitian yang dilakukan
adalah penelitian retrospektif kohort melibatkan pasien yang dijamin pembiayaan
kesehatannya oleh pihak asuransi. Pasienpasien dalam penelitian kohort ini diterapi
dengan OHO dan data pasien diambil dari
bulan Juli 2009 hingga Juni 2013. Pasien
yang juga dilibatkan adalah pasien yang
telah menerima resep ke-2, dengan obat
golongan yang sama dengan obat yang
diresepkan pertama kali dan pemberian
resep ke-2 90 hari dari pemberian resep
pertama. Pasien yang diberi obat hanya
sementara dieksklusi dari penelitian. Para
ahli meneliti terapi awal yang diberikan
pada pasien, di antaranya adalah metformin,
sulfonylurea, thiazolidinedione, atau golongan
dipeptidyl peptidase 4 inhibitor. Outcome
utama yang diteliti adalah saat pemberian
obat kedua sebagai kombinasi atau insulin,
kejadian hipoglikemia, kunjungan ke unit
gawat darurat yang berhubungan dengan
diabetes dan kejadian kardiovaskuler.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
15516 pasien memenuhi kriteria inklusi,
8964 pasien (57,8%) memulai terapi dengan
metformin, 23% memulai dengan sulfonylurea,
6,1% memulai dengan thiazolidinediones dan
13,1% memulai dengan dipeptidyl peptidase
4 inhibitor. Analisis memperlihatkan bahwa
pasien yang diberi terapi awal metformin lebih
sedikit mengalami kejadian intensifikasi
(penambahan obat ke-2) terapi dibandingkan dengan terapi lain: pemberian metformin
yang memerlukan intensifikasi terapi adalah
24,5%, dibandingkan dengan 37,1% pada
pasien yang diberi sulfonylurea, 39,6% pada
pasien yang diberi thiazolidinedione pada
awal terapi dan 36,2% pada pasien yang
diberi terapi awal dipeptidyl peptidase 4
inhibitor, (p<0,001 untuk metformin vs semua
terapi lainnya). Dalam model propensity score
dan multivariable-adjusted Cox proportional
hazards, memulai terapi dengan sulfonylurea
(hazard ratio [HR], 1,68; 95% CI, 1,57-1,79),
thiazolidinediones (HR, 1,61; 95% CI, 1,431,80), dan dipeptidyl peptidase 4 inhibitors
(HR, 1,62; 95% CI, 1,47-1,79) berhubungan
dengan peningkatan pemberian obat.
Pemberian obat awal selain metformin tidak
berhubungan dengan penurunan risiko
hipoglikemia, kunjungan ke UGD, dan kejadian
kardiovaskuler.
Para ahli menyimpulkan bahwa walaupun
sudah ada tatalaksana terapi diabetes
(guidelines), hanya 57,8% pasien memulai
terapi dengan metformin. Pemberian
metformin sebagai terapi awal berhubungan
dengan penurunan risiko intensifikasi pemberian obat, tanpa perbedaan bermakna
dalam hal hipoglikemia, kunjungan ke
UGD dan kejadian kardiovaskuler. Selain itu,
pemberian metformin sebagai terapi awal
berhubungan dengan penurunan bermakna
kejadian intensifikasi terapi (pemberian obat
ke-2) dibandingkan dengan sulfonylurea,
thiazolidinedione dan dipeptidyl peptidase 4
inhibitor.
Simpulan:
• Walaupun dalam guideline tatalaksana diabetes melitus metformin direkomendasikan sebagai terapi awal, namun
penelitian memperlihatkan bahwa hanya
57,8% pasien diabetes memulai terapi
dengan metformin.
• Pemberian metformin sebagai terapi awal
berhubungan dengan kejadian intensifikasi
terapi (pemberian obat ke-2) yang bermakna lebih rendah dibandingkan dengan
sulfonylurea, thiazolidinedione dan dipeptidyl
peptidase 4 inhibitor. (YYA)
REFERENSI:
1.
Berkowitz SA, Krumme AA, Avorn J, Brennan T, Matlin OS, Spettell CM, et al. Initial choice of oral glucose-lowering medication for diabetes mellitus. A patient-centered comparative
2.
Kitabchi AE, Temprosa M, Knowler WC, Kahn SE, Fowler SE, Haffner SM, et al. The diabetes prevention program research group. Role of insulin secretion and sensitivity in the evolution of
effectiveness study. Abstract. [Internet] [cited 2014 Oct 28]. Available from: http://archinte.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1918925
type 2 diabetes in diabetes prevention program: Effects of lifestyle intervention and metformin. Diabetes 2005;54(8):2404-14.
196
CDK-226/ vol. 42 no. 3, th. 2015
Download