Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS KOMUNIKASI INTERPESONAL Ricu Sidiq Jurusan Pendidikan Sejaran, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan Corresponding author: [email protected] Abstrak Aspek kompetensi tidak bisa diajarkan tapi dikembangkan. Jika diajarkan, sehingga semua cability kognitif, afektif, dan psicomotoric hanya menjadi pengetahuan. Inilah yang terjadi di subjek Sejarah di sekolah karena aspek kompetensi cability digunakan sebagai subjek yang harus diajarkan dan menjadi sesuatu yang hafal. Aspek kompetensi cability harus dikembangkan melalui proses pembelajaran ketika siswa membahas tentang setiap hal yang merupakan peristiwa sejarah. Melalui strategi yang tepat pada pengajaran Sejarah siswa dapat mengembangkan setiap cability yang milik dia / dia. komunikasi interpersonal mungkin membiarkan siswa untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang dunia luar yang orang lain, benda-benda di dunia, meskipun peristiwa. komunikasi interpesonal adalah perilaku komunikasi antara mahasiswa pribadi yang meliputi: keterbukaan, empati, daya dukung, positiveness, dan kepercayaan. Kata kunci : trategi pembelajaran sejarah, komunikasi interpersonal PENDAHULUAN Globalisasi informasi telah menuntut guru untuk melakukan perubahan dalam pembelajaran. Guru sebagai pelaku perubahan di kelas, dihadapkan tentang bagaimana memberikan materi pembelajaran kepada siswa agar mudah dapat diterima dan dimengerti siswa. Dengan penerapan teknologi pendidikan, guru dapat memanfaatkan komunikasi dalam pembelajaran. Mata pelajaran Sejarah merupakan bidang studi yang sangat penting dalam upaya menumbuhkembangkan rasa kebangsaan serta semangat dan dedikasi tinggi untuk membela dan memajukan negara dalam diri setiap warga negara melalui jalur pendidikan. Sebagai salah satu mata pelajaran pokok di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), ternyata pemahaman siswa terhadap pelajaran sejarah secara umum masih kurang memuaskan. Rendahnya pemahaman siswa disebabkan selama ini proses pembelajaran sejarah hanya sebatas menghafal peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, maupun tanggal-tanggal kejadian suatu peristiwa sejarah sesuai tuntutan kurikulum. Para guru sejarah cenderung monoton dalam pembelajarannya karena siswa tidak dapat terlibat secara aktif dalam menemukan suatu pengetahuan seperti kurangnya memfungsikan komunikasi dalam pembelajaran. Pembelajaran sejarah seharusnya lebih menekankan pada pemberian makna dari suatu peristiwa masa lampau dan sebagai sumber pengalaman untuk dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masa kini sebagai cerminan sejarah masa depan bangsa yang lebih baik. Dalam upaya meningkatkan keterlibatan aktif siswa selama pembelajaran. Guru dituntut keprofesionalannya dalam menggunakan komunikasi yang tepat. Komunikasi intrapesonal lebih menekankan pada proses penemuan suatu pengetahuan yang lebih memungkinkan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran. Siswa dituntut memiliki kemandirian dalam mencari dan menemukan suatu pengetahuan sehingga dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang dimunculkan dalam pembelajaran, Perlu mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa dalam berkomunikasi antar individu atau lebih dikenal dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal berhubungan dengan cara dan sikap siswa dalam belajar. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam berkomunikasi. Siswa yang memiliki komunikasi interpersonal tinggi cenderung akan mudah berinteraksi dengan siswa yang memiliki komunikasi interpersonal rendah. Dengan demikian, berdasarkan berbagai ulasan tersebut maka diperlukan pengembangan komunikasi interpersonal dalam pembelajaran Sejarah di SMA. PEMBAHASAN Strategi Pembelajaran Sejarah Setiap guru mempunyai cara yang berbeda dalam melaksanakan suatu kegiatan dalam pembelajaran. Biasanya cara tersebut telah direncanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan kegiatan itu dilaksanakan. Bila belum mencapai hasil yang optimal, mereka berusaha mencari cara lain yang dapat mencapai tujuannya. Proses tersebut menunjukkan bahwa guru selalu berusaha mencari cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Guru yang menerapkan cara tertentu dalam suatu kegiatan pembelajaran, menunjukkan bahwa guru tersebut telah melakukan strategi yang digunakan sesuai dengan kondisi waktu dan tempat saat dilaksanakannya kegiatan. Strategi Pembelajaran adalah dua konsep yang sama-sama memiliki arti masing-masing. Untuk menjelaskan strategi pembelajaran, diperlukan definisi tekhnik dan pembelajaran. http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 40 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani, sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata stratos (militer) dan ago (memimpin), sebagai kata kerja, stratego, berarti merencanakan (to plan) (Djamarah, 2006). Secara umum strategi dapat di artikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kemp dalam Sanjaya menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu di perhatikan oleh seorang guru, Widyaiswara menyebutkan paling tidak ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni: (a) strategi pengorganisasian pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan (c) strategi pengelolaan pembelajaran. Reigeluth, Bunderson dan Meril menyatakan strategi mengorganisasi isi pelajaran disebut sebagai struktural strategi, yang mengacu pada cara untuk membuat urutan dan mensintesis fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang berkaitan (Rosyada, 2004). Strategi pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi mikro dan strategi makro. Strategi mikro mengacu kepada metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau prosedur atau prinsip. Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip. Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata urusan, membuat sintesis dan rangkuman isi pembelajaran yang saling berkaitan. Pemilihan isi berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu pada penentapan konsep apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan urutan isi mengacu pada keputusan untuk menata dengan urutan tertentu konsep yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur atau prinsip. Pembuatan rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara melakukan tinjauan ulang konsep serta kaitan yang sudah diajarkan. Strategi penyampaian isi pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Fungsi strategi penyampaian pembelajaran adalah: (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada siswa, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan siswa untuk menampilkan unjuk kerja. Adapun yang dimaksud dengan strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara siswa dengan variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian mana yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling tidak, ada 3 (tiga) klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, yaitu penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi. Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan pula bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Selanjutnya Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain Crooper menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan. Merujuk dari pengertian tersebut, ada dua hal yang patut dicermati yaitu, Pertama, strategi pem-belajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan atau rangkaian kegiatan yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan Istilah pembelajaran menurut Reigelut pem-belajran mengarah kepada suatu proses konstruksi yang menitikberatkan pada peran siswa dalam proses pembelajaran. Penekanan pada teori ini adalah siswa lebih berperan aktif dan apa yang dilakukan bertujuan untuk mefasilitasi siswa dalam belajar (Charles, 2009). Merujuk dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang bersifat konstrusi akan terjadi apabila peran guru terkjadi ketika guru membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai, cara berpikir dan tujuan mengekspresikan diri mereka sendiri. Terkait dengan pembelajaran sejarah, mengacu kepada Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar yang termuat dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, Kompetensi yang dikembangkan dalam mata pelajaran pembelajaran sejarah haruslah mengacu kepada kompetesi yang berkenaan dengan kemampuan pengetahuan (knowledge), nilai (values), dan kecakapan (skill). Kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir kronologis, pemahaman peristiwa sejarah, menerapkan ketrampilan heuristik dan kritik serta mengumpulkan data atau fakta dari sumber sejarah, menganalisis hubungan kausalita dan penafsiran sejarah, mensintesis berbagai fakta dan keterkaitan fakta serta penafsiran untuk membangun suatu cerita http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 41 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 sejarah, berkomunikasi, mengevaluasi cerita sejarah. Adapun kemampuan afektif adalah kemampuan berbuat jujur, kerja keras, kreatif, menghargai kepahlawanan, mencintai bangsa dan tanah air, mau belajar dari peristiwa sejarah, senang membaca, rasa ingin tahu, disiplin), dan kemampuan psikomotorik adalah kemampuan untuk melakukan ketelitian. Proses pembelajaran menurut Permen no. 41 tahun 2007 tentang standar proses antara lain 1) perencanaan, 2) Pelaksanaan proses pembelajaran, 3) Penilaian hasil pembelajaran, 4) Pengawasan proses pembelajaran. Selain itu, setiap proses pembelajaran yang berkenaan dengan kompetensi tersebut terdiri atas kegiatan belajar yang mengarah kepada 1) Pencarian informasi, 2) Pemahaman informasi, 3) Penggunaan informasi, dan 4) Pemanfaatan informasi (Hasan, 2010). Keempat kegiatan pembelajaran tersebut perlu diperhatikan, karena pada saat ini proses pembelajaran sejarah yang terjadi hanya berfokus pada pemahaman informasi. Kegiatan pencarian informasi yang sering terjadi di kelas kebanyakan hanya bersifat satu arah dimana guru menjadi sumber informasi. Buku teks digunakan baru sebagai pengganti guru sebagai sumber informasi. Sumber informasi lain yang memerlukan kemampuan belajar mencari sumber, menentukan informasi yang relevan, dan mengumpulkannya belum menjadi suatu kenyataan umum di kelas sejarah. Guru mata pelajaran sejarah masih harus bekerja keras untuk merealisasikan kegiatan pencarian informasi ini. Komunikasi Interpersonal Menurut (Thoha, 2000) Komunikasi didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain. Sedangkan menurut (Widjaja, 2000) komunikasi dapat diartikan pula sebagai hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses pertukaran informasi atau pesan-pesan baik satu arah maupun timbal balik, menggunakan media atau tanpa media untuk suatu tujuan tertentu. Proses komunikasi melibatkan beberapa unsur atau komponen yakni komunikator, pesan, komunikan, media dan efek. Menurut Effendi, efek atau dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yakni : 1) Dampak kognitif; 2) afektif; dan 3) Dampak behavioral (Onong 2004). Dampak ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran sejarah yang dialami para siswa. Menurut (Mulyana, 2005) komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang tatapmuka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Sedangkan menurut (Bungin, 2006) Interpersonal communication atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi, baik yang terjadi secara langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Dari beberapa definisi diatas, dapat di simpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih dalam latar pribadi atau informal dengan umpan balik langsung dan masing-masing partisipan dalam komunikasi saling bertukar peranan sebagai pengirim dan penerima secara bergantian. Secara sederhana proses komunikasi interpersonal digambarkan sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut terdiri dari enam langkah sebagaimana tertuang dalam gambar berikut : Tabel. 1. Proses Komunikasi Interpersonal Sumber : Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta,Graha Ilmu, 2011), p. 11 Komunikasi interpersonal difokuskan pada parapeserta didik sebagai komunikan (penerima pesan) dalam proses pembelajaran melalui media pembelajaran berbasis komputer yang disampikan dengan model powerpoint dan model film. Beberapa pendapat tersebut dapat diringkaskan bahwa karekteristik utama dari komunikasi interpersonal sebagai berikut : 1) Komunikasi interpersonal melibatkan dua orang atau lebih di mana di dalamnya terjadi proses dialogis diantara pesertanya. Para peserta yang terlibat dalam komunikasi ini sering berganti peran sebagai komunikator dan penerima sekaligus; 2) Komunikasi interpersonal memiliki umpan balik langsung (immediacy feedback) dan masing-masing peserta dapat bertukar peran secara bergantian (peran pengirim dan penerima pesan); 3) Komunikasi interpersonal biasanya terjadi pada latar informal di mana suasana hubungannya bebas, bervariasi dan tidak ada struktur komunikasi yang teratur; dan 4) Pada tingkat yang paling dalam, komunikasi interpersonal menuntut adanya keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesamaan di antara para partisipannya. http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 42 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Beberapa model diringkaskan oleh (Jala-luddin Rakhmat, 2010) yakni: model pertukaran sosial, model peranan, model permainan, dan model interaksional. Model pertukaran sosial yaitu hubungan interpersonal manusia diibaratkan sebagai suatu hubungan dagang di mana orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang lain yang diterima dari hubungan itu. Sementara model peranan mengatakan bahwa hubungan interpersonal itu ibarat sebuah panggung sandiwara di mana di dalam komunikasi terjadi permainan peranan oleh para partisipan. Model permainan mengatakan bahwa hubungan interpersonal, masing-masing orang akan memainkan tiga aspek kepribadian yang berbedabeda yakni sebagai orang tua, orang dewasa, dan anak-anak. Sedangkan model interaksional melihat hubungan interpersonal sebagai suatu sistem yang memiliki sifat- sifat cultural dan integrative. Menurut Devito yang dikutip oleh (Suranto, 2011) terdapat lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi interpersonal, meliputi : keterbukaan (openness), empati, dukungan (supportiveness), rasa positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Sikap keterbukaan ditandai adanya kejujuran dalam merespon egala stimuli komunikasi. Tidak berkata bohong, dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang di alami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain. Sikap mendukung adalah masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Sikap positif ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku yang positif dan relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal yaitu secara nyata membantu aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. Kesetaraan ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Berbeda dengan (Rakhmat, 2010) yang mengemukakan terdapat tiga factor dalam komunikasi interpersonal yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik: percaya (trust), sikap suportif (supportiveness), dan sikap terbuka (openmin-dedness). Dari beberapa kajian teoritis di atas, nampaknya bahwa komunikasi interpersonal mengandaikan adanya hubungan langsung atau tatap muka di antara dua orang atau lebih. Desain Model Strategi Pembelajaran Sejarah Berbasis Komuniksi Interpesonal (Seel & Richey, 2004) berpendapat, development is the process of translating the design specification into physical form. Menurut Seel & Richey pengembangan merupakan proses peralihan atau penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisiknya. Pengembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengembangan model strategi pembelajaran berbasis Komunikasi Interapesonal sebagai sebuah pengembangan model dalam pembelajaran sejarah. Di dalam penelitian ini, model desain pembelajaran yang akan digunakan adalah model desain pembelajaran yang berorientasi pada kelas dan menggunakan model ASSURE (Analyze learners, State objectives, Select methods, media, and materials, Utilize materials, Require learners participation, Evaluate and revise). Model ini dikembangkan oleh Sharon E, Smaldino, James D Russel, Robert Heinich, dan Michael Molenda. Pengembangan model ini didasari pada pandangan yang dikembangkan oleh (Robert M Gagne, 2000) yang berpandangan bahwa desain pembelajaran yang efektif dimulai dari upaya yang dapat memicu atau memotivasi seseorang untuk belajar. Langkah ini perlu diikuti dengan proses pembelajaran yang sistematik, penilaian hasil belajar, dan pemberian umpan balik tentang pencapaian hasil belajar secara kontinyu. Mengacu pada pandangan tersebut, dapat diungkap model desain ASSURE memfokuskan pada perencanaan pembelajaran yang digunakan dalam situasi di dalam kelas secara aktual. Adapun langkah penting yang perlu dilakukan dalam desain sistem pembelajaran ini meliputi beberapa aktivitas, yaitu (Benny 2009): 1) Melakukan analisis karakteristik siswa; 2) Menetapkan tujuan pembelajaran; 3) Memilih media, metode pembelajaran, dan bahan ajar; 4) Memanfaatkan bahan ajar; 5) Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran; dan 6) Mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran. Adapun langkah-langkah dalam desain model ASSURE dapat dilihat pada diagram berikut : Tabel 2. Langkah-Langkah dalam Desain Model ASSURE A Analyze Learners, yaitu analisis karakteristik siswa S State Objective, yaitu menetapkan tujuan pembelajaran S Select Methods, Media, and Material, yaitu memilih media, metode, dan bahan ajar U Utilize Materials, yaitu memanfaatkan bahan ajar R Require Laerners Participation, yaitu melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaram E Evaluate and Revise, yaitu evaluasi dan revisi Keterangan : 1. Analisis Karakteristik siswa Langkah awal yang dilakukan dalam penerapan model ini adalah mengidentifikasi karakteristik siswa. Adapun karakteristik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecerdasan yang dimiliki siswa (kecerdasan linguistik, logika matematik, spasial, musik, natural, kinestetik, interpersonall dan intrapersonal) http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 43 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 2. Menetapka tujuan pembelajaran. Langkah selanjutnya dalah menetapkan tujuan pembelajaran yang bersifat spesifik. Tujuan pembelajaran yang berupa rumusan atau pernyataan yang mendeskripsikan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran 3. Memilih Metode, Media, dan Bahan Ajar Ketiga komponen yaiti media, metode, dan bahan ajar merupakan komponen penting dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah digariskan. Dalam memilih ketiga komponen tersebut, ada beberpa piliha yang dapat dilakukan, yaitu memilih media dan bahan ajar yang ada, memodifikasi bahan ajar yang ada dan meproduksi bahan ajar baru. Dalam penelitan ini peneliti terlibat langsung dalam pembuatan bahan ajar yang akan digunakan. 4. Penggunaan Metode, Media, dan Bahan Ajar Setelah metode, media dan bahan ajar telah terpilih, maka langkah selanjutnya adalah penggunaan ketiga konponen tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum digunakan, maka seblelumnya dilakukan dahulu uji coba untuk memastikan ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan 5. Keterlibatan Siswa Proses pembelajaran emerlukan keterlibatan mental dan kemampuan siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran akan dengan mudah meelajari materi pembelajaran. 6. Evaluasi dan Revisi Tahap evaluasi dalam model ini dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses pembelajaran dan juga komponen pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas strategi yang telah dirancang. Model ini dianggap sesuai karena untuk menjalankan strategi pembelajaran, terlebih dahulu guru harus mampu mengidentifikasi karakteristik siswa yang akan melakukan aktivitas pembelaaran. Pemahaman yang baik akan karakteristik siswa akan membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Positifnya respon siswa terhadap startegi pembebelajaran yang dikembangkan disebabkan oleh strategi pembelajaran berorientasi terhadap penghargaan terhadap pendapat masing-masing siswa. SIMPULAN Kemampuan pemahaman adalah kemampuan yang harus terlatih pada diri siswa setiap saat siswa membaca, mengamati, atau kegiatan pembelajaran lainnya dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Memahami informasi bukan menghafal dan dapat dimulai dari memahami data, fakta, istilah, definisi, konsep, penafsiran, kausalita, makna, pelajaran sejarah, teori bahkan keseluruhan cerita sejarah (Widya, 1999). Siswa yang belajar sejarah harus dapat mengidentifikasi berbagai jenis informasi yang diperoleh dari suatu sumber: fakta, konsep, generalisasi, teori, prosedur, proses, nilai, ketrampilan psikomotorik dan sebagainya. Kemampuan yang diperoleh dari pelajaran sejarah harus dapat digunakan dalam kehidupan siswa sehari-hari di luar lingkungan sekolah. Strategi pembelajaran sejarah bertujuan untuk siswa dapat belajar tentang kehidupan masyarakat di masa lalu. Kemampuan berpikir kritis, kausalitas, nilai, dan ketrampilan yang dipelajarinya di kelas haruslah dapat digunakan setelah keluar dari kelas tersebut. Nilai dan sikap menghargai kepahlawanan menjadi nilai dan sikap yang ditunjukkan ketika bergaul dengan anggota masyarakat. Komunikasi interpersonal siswa akan membantu mewujudkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam berkomunikasi. Siswa yang memiliki komunikasi interpersonal tinggi cenderung akan mudah berinteraksi dengan siswa yang memiliki komunikasi interpersonal rendah. Dalam forum diskusi siswa yang memiliki komunikasi interpersonal tinggi memiliki karakteristik seperti rasa percaya diri yang tinggi, rasa ingin tahu, jiwa kepemimpinan, kemampuan bekerja sama dan kemampuan untuk mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain, sedangkan siswa yang memiliki komunikasi interpersonal rendah akan difasilitasi dan dimotivasi untuk mengemukakan pendapat serta pemberian penghargaan atau reward setiap berhasil mengemukakan pendapat. Dengan demikian rendahnya komunikasi interpersonal saat pembelajaran tidak menjadi hambatan bagi siswa untuk membangun kebersamaan dan pribadi yang santun. REFERENSI AW, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hasan, Hamid S.”Pendidikan sejarah:Kemana dan Bagaimana”. Makalah,. Disajikan pada seminar Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Jakarta, 6 Maret 2010. Pribady, Benny. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Rakhmat, Jallaludin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Reigeluth, Charles M. dan Alison A. Carr-Chellman (Editor). 2009. Instructional Design Theory and Models : Building a Common Knowledge Base, Volume III. New York: Routledge. Richey. 2000. The Legacy of Robert M Gagne. New York : Syracuse University. Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta : Kencana. Syaiful Bahri, Djamarah dan Aswan, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 44