penerapan pembelajaran contextual teaching learning

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) DALAM
MENINGKATKAN KOMPETENSI SIKAP SOSIAL SISWA
Rani Epita YK
Sekolah Mentari Bangsa Medan
Corresponding author: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang meningkatnya kompetensi sikap sosial anak melalui penerapan
pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Dalam proses pendidikan, tidak hanya semata-mata
dikembangkan kompetensi pengetahuan anak seperti yang diterapkan oleh kebanyakan instansi pendidikan pada saat ini.
Namun juga harus sejalan dengan kompetensi keterampilan dan kompetensi sikap sosial dan spiritual anak. Pada penelitian
ini berfokus membahas tentang kompetensi sikap keterampilan anak. Dimana untuk mengembangkan kompetensi sikap
sosial siswa guru harus menemukan strategi yang tepat. Penerapan pembelajaran kontekstual merupakan salah satu solusi
untuk mengembangkan kompetensi sikap sosial siswa. Karena melalui penerapan pembelajaran ini memberikan
pembelajaran yang bermakna bagi siswa dimana siswa dapat mengaitkan materi pembelajaran yang ada dengan dunia
nyatanya. Melalui ketujuh komponen yang ada pada pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment), siswa dapat kritis terhadap isu-isu dan fenomena yang ada
dilingkungan mereka sehingga dalam menanggapi isu-isu tersebut siswa dapat menentukan sikap sosial mereka.
Kata kunci : kontekstual, kompetensi, sikap sosial, pembelajaran yang bermakna
PENDAHULUAN
Pasal 3 UU No 20 Sisdiknas tahun 2003 menyatakan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Kompetensi yang terkandung di dalamnya meliputi: a)
pengetahuan/ berilmu; b) keterampilan terdiri kecakapan dan kreatif; c) sikap ada sikap spiritual dan sosial. Jadi
pembelajaran yang diberikan terhadap anak juga tidak hanya semata pengetahuan tetapi harus juga dibarengi dengan
pelatihan keterampilan dan pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sosial. Kenyataannya pembelajaran kebanyakan
yang dilaksanakan saat ini lebih cenderung kepada transfer pengetahuan sehingga siswa tidak dapat mengolah
pengetahuan yang mereka dapatkan dengan lingkungan mereka, terutama lingkungan sosial. Dalam hal ini tentunya harus
dikembangkan kompetensi sosial siswa dengan strategi pembelajaran yang ada.
Kompetensi sosial memegang peran penting bagi perkembangan sosial seseorang sehingga seseorang dapat
mengekspresikan perhatian sosial lebih banyak, lebih simpatik dan lebih suka menolong. Kondisi ini membutuhkan individu
yang mampu menggunakan keterampilan dan pengetahuan untuk melakukan relasi postif dengan orang lain. Dengan
adanya kompetensi sosial yang dimiliki mengakibatkan terjadinya hubungan yang lebih mendaldam antar pribadi. Dengan
melihat kompetensi sosial pada anak tentu saja tidak terlepas dari pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan
terlebih dahulu untuk mengekspresikan pengalaman belajar dan keterampilan mereka dalam dunia sosial. Pengembangan
model-model pembelajaran merupakan suatu keniscayaan yang harus dipersiapkan dan dilakukan guru dalam kegiatan
pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah yang terlibat
langsung dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dilakukan sangat
bergantung pada perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran guru. Tugas guru bukan semata-mata mengajar
(teacher centered), akan tetapi lebih kepada membelajarkan siswa (student centered).
Untuk mengembangkan kompetensi sikap sosial siswa melalui pelaksanaan pembelajaran yang kreatif juga
menuntut guru untuk menentukan pembelajaran seperti apa yang dibutuhkan oleh siswa. Harus adanya kesesuaian antara
model pembelajaran yang diaplikasikan dan materi pelajaran yang diajarkan. Pada kenyataannya pembelajaran yang
diberlakukan oleh guru selama ini hanya untuk meningkatkan kompetensi sosial siswa, sehingga aspek keterampilan dan
sikap sosial siswa kurang diperhatikan. Kepedualian terhadap lingkungannya menjadi kurang. Seyogyanya dengan
diperolehnya pengetahuan oleh siswa dari pembelajaran yang ada kiranya dapat mengasah keterampilan dan sikap sosial
siswa. Sehingga dari proses pendidikan yang ada bukan hanya menghasilkan siswa yang cerdas secara pengetahuan
tetapi cerdas juga secara sosial.
PEMBAHASAN
Pembelajaran Kontekstual
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
159
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
Pembelajaran kontekstual pada awalnya dikembangkan oleh John Dewey dari pengalaman pembelajaran
tradisionalnya. Pada tahun 1918 Dewey merumuskan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan
pengalaman dan minat siswa. Siswa akan belajar dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan pengetahuan dan
kegiatan yang telah diketahuinya dan terjadi di sekelilingnya.
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan
(konteks) ” Adapun pengertian CTL menurut Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai berikut: Pembelajaran Kontekstual
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment).
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan
bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka akan memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal
untuk hidupnya nanti.
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran
yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to
do), dan bahkan tidak hanya sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang
disampaikan guru. Dengan demikian pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau
dunia nyata (real world learning), berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan
masalah, siswa bekajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan (joyfull and quantum learning), dan
menggunakan berbagai sumber belajar.
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2002 : 13), ada 8 komponen yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran
kontekstual, yaitu sebagai berikut : a) Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection). Siswa dapat
mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang
yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing); b)
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah
dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat; c) Belajar
yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya
dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata; d)
Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, guru
membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi; e) Berpikir kritis dan
kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif :
dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan buktibukti; f) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya : mengetahui,
memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri; g) Mencapai standar
yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan
memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”;
dan h) Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam
konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang
telah mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.
Adapun dalam pelaksanaannya langkah-langkah yang ditempuh pembelajaran CTL antara lain : a)
Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya; b) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk
semua topic; c) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya; d) Menciptakan masyarakat belajar; e)
Menghadirkan model sebagia contoh belajar; f) Melakukan refleksi diakhir pertemuan; dan g) Melakukan penialain yang
sebenarnya dengan berbagai cara.
Kompetensi Sikap Sosial Siswa
Kompetensi sosial terdiri dari kata kompetensi dan sosial. Umumnya kompetensi dalam kamus besar bahasa
Indonesia sering artinya disamakan dengan kemampuan, kecakapan, dan keahlian. Kompetensi sosial memegang peran
penting bagi perkembangan sosial seseorang sehingga dapat mengekspresikan perhastian sosial lebih banyak, lebih
simpatik dan lebih suka menolong. Kondisi ini membutuhkan individu yang mampu menggunakan keterampilan dan
pengetahuan untuk melakukan relasi positif dengan orang lain. Kompetensi sosial sebagai kemampuan yang cenderung
menetap untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dalam interaksi sosial dan menjaga hubungan yang positif dengan orang lain
dalam berbagai situasi. Pencapaian tujuan pribadi dengan tetap menjaga hubungan yang positif dengan orang lain
merupakan inti penegrtian efektifitas sosial dan interaksi sosial yang positif. Kemampuan yang diistilahkan cenderung
menetap menegaskan keberadaan kompetensi sosial adalah bagian dari kepribadian.
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
160
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017
Kompetensi sosial merupakan proses belajar yang diperoleh individu melalui pengalamannya di dalam
berinteraksi sosial dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial, mausia tidak lepas dari individu lain karena secara kodrati
manusia akan selalu hidup bersama. Dalam pelaksanaan pembelajaran, seharusnya tidak hanya berfokus pada kompetensi
pengetahuan saja, tetapi tidak terlepas pada kompetensi keterampilan dan kompetensi sosial siswa. Maka dari itu, belajar
dari pelaksanaan pembelajaran yang ada pada saat ini dimana kompetensi yang dikembangkan hanya kompetensi
pengetahuan. Jadi guru harus dapat merancang pembelajaran yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kompetensi
sikap sosial siswa, agar nantinya terlahir generasi yang bukan hanya cerdas secara pengetahuan tetapi juga cerdas secara
emosional dan sosial.
Dalam pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL) proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses
pembelajaran lebih dipertimbangkan daripada hasil. Unsur-unsur dalam praktik pembelajaran kontekstual meliputi hubungan
dunia nyata, pengetahuan terdahulu, pemecahan masalah, kontribusi kepada masyarakat. Pembelajaran dikatakan
mengunakan pendekatan kontekstual jika materi pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja,
dengan melibatkan ketujuh komponen utama pada pembelajaran kontekstual sehinggga pembelajaran menjadi bermakna
bagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun akan
lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum
berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai
rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini. Jadi RPP
lebih cenderung berfungs mengingatkan guru sendiri dalam menyapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkahlangkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana. Beberapa model pembelajaran yang merupakan
aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif
(cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning). Melalui pembelajaran kontekstual siswa
bukan hanya belajar tentang materi-materi pelajaran yang ada, tetapi juga siswa dilibatkan langsung dengan lingkungan
mereka. Dari hal tersebut, siswa paham akan isu-isu sosial yang ada dilingkungan mereka dan juga dapat menanggapi halhal tersebut.
Pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kompetensi sikap sosial anak adalah dengan pembelajaran
kontekstual siswa dibawa kedalam lingkungan nyata dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh. Karena
setiap materi pelajaran yang diberikan kepada anak tidak hanya memuat tentang pengetahuan melainkan juga memuat
tentang aspek keterampilan dan sosial. Dengan harapan untuk mengembangkan kompetensi sikap sosial pada anak
kiranya pembelajaran dapat merubah sikap dan tingkah laku anak dengan ditanamkannya terlebih dahulu nilai-nilai sosial
melalui proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
SIMPULAN
Pembelajaran Kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment). Dengan melaksanakan
ketujuh komponen dalam pembelajaran tersebut kiranya memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
Bukan hanya mengembangkan kompetensi pengetahuan pada siswa, tetapi juga dapat memberikan sumbangan dalam
pembentukan sikap sosial siswa. Dengan penerapan model pembelajaran kontekstual, siswa dapat melihat dan
menanggapi isu-isu dan permasalah yang ada dilingkungan mereka, dan mengaitkannya dengan materi pelajaran yang
telah mereka peroleh, siswa dapat memperoleh jawaban dan solusi atas permasalahan tersebut.
REFERENSI
Ibrahim, M. & Nur, M. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa-University Press
Lukmanul Hakim. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Mulyasa, H.E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat PLP
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers
http://semnasfis.unimed.ac.id
e-ISSN: 2549-5976
p-ISSN: 2549-435X
161
Download