KAJIAN ANALISIS MUTU PENDIDIKAN ACEH 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) ACEH KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT., berkat rahmat dan ridha-Nya laporan penelitian "Kajian Analisis Mutu Pendidikan Aceh" telah selesai dilaksanakan. Salawat dan salam kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah menanamkan risalah kepada para ilmuan masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk memajukan ilmu pengetahuan dan sebagai suatu kebijakan di sektor pendidikan khususnya pada peningkatan mutu pendidikan SMP dan SMA sederajat sekaligus memberikan informasi sebagai pengembangan ilmu. Dengan harapan semoga penelitian ini akan bermanfaat bagi kemajuan pembangunan pendidikan nasional dan daerah. Selanjutnya, kami sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para Tim Peneliti dan Peneliti Ahli yang telah menyusun dokumen "Kajian Analisis Mutu Pendidikan Aceh" ini secara ilmiah dan baik. Penelitian ini dirasakan masih jauh dari kesempurnaan, saran dan kritikan masih sangat diperlukan. Kami berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber data dan informasi yang berguna dalam penyusunan kebijakan pembangunan pendidikan Provinsi Aceh di masa yang akan datang, terutama di sektor yang terkait penelitian ini. Akhirnya, semoga Allah SWT. senantiasa mengiringi setiap derap langkah dan niat baik kita dalam memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan pendidikan masyarakat Provinsi Aceh ke depan. BANDA ACEH, NOVEMBER 2015 KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Drs. ZULKIFLI Hs, MM i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... BAB I BAB II PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................... 11 1.3 Output yang Diharapkan .................................................... 11 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 13 2.1 Mutu Pendidikan ................................................................ 13 2.2 Standar atau Parameter Pendidikan yang Berkualitas ....... 17 2.3 Dimensi Mutu Pendidikan ................................................. 18 2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan ...................................... 22 2.5 Hubungan Sarana Prasarana Pendidikan Dengan Proses Belajar Mengajar................................................................ 2.6 BAB IV Prinsip-Prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan ......................................................................... 23 Kerangka Pemikiran .......................................................... 24 METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 27 3.1 Ruang Lingkup, Populasi dan Sampel Penelitian .............. 27 3.2 Teknik Pengumpulan Data................................................. 30 3.3 Metode dan Desain Penelitian ........................................... 31 3.4 Metode Analisis dan Pembahasan ..................................... 31 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 39 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis ........................................... 39 4.2 Pembahasan Proses Pembelajaran ..................................... 40 4.3 Ketersediaan dan Ketercukupan Sarana dan 2.7 BAB III 23 4.4 Prasarana ............................................................................ 51 Unit Penjaminan Mutu ....................................................... 58 ii 4.5 Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Masyarakat ............... 59 PENUTUP .................................................................................... 65 6.1 Kesimpulan ........................................................................ 65 6.2 Rekomendasi ..................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70 LAMPIRAN .................................................................................................... 72 BAB VI iii DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Angka Partisipasi Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2013........................................................ Tabel 1.2 Angka Kelulusan UN Tingkat SMA Tahun 2014 di Provinsi Aceh .......................................................................................... Tabel 1.3 1 6 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 .......................................................................... 7 Tabel 1.4 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 .......................................................................... 8 Tabel 1.5 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 .......................................................................... 9 Tabel 1.6 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 .......................................................................... 10 Tabel 3.1 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Terendah pada Tahun 2013 ........................ Tabel 3.2 28 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Tertinggi pada Tahun 2013 ........................ 29 Tabel 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis .................................................. 37 Tabel 4.2 Pelajaran yang Kekurangan Guru Menurut Peringkat .............. 47 Tabel 4.3 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah Dengan Hasil UN Tinggi ............................................ Tabel 4.4 60 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah Dengan Hasil UN Rendah ........................................... iv 61 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antarvariabel ........................ 26 Gambar 3.1 Desain Triangulasi Metode Penelitian Campuran .................... 31 Gambar 3.2 Proses Analisis Data Kualitatif ................................................. 33 Gambar 4.1 Persentase Ketercukupan Guru di Sekolah dan Partisipasi Dalam MGMP dan Perencanaan Pembelajaran ....................... Gambar 4.2 Persentase Sekolah Melaksanakan Kegiatan Kesiswaan yang Menonjol................................................................................... Gambar 4.3 42 49 Persentase Sekolah yang Mengalami Kekurangan Sarana dan Prasarana Pembelajaran ............................................................ v 53 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan. Data di bawah menunjukkan bahwa persentase partisipasi sekolah di Provinsi Aceh tahun 2013 meningkat dari partisipasi rata-rata tahun 2012. Namun yang sangat disayangkan adalah setiap tahunnya persentase partisipasi sekolah semakin menurun jika dilihat dari kelompok umur sekolah. Tabel 1.1 Angka Partisipasi Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 7 – 12 13 – 15 16 – 18 98,38 95,31 82,47 99,32 97,20 87,05 99,60 94,95 73,05 99,34 97,51 79,82 99,70 89,82 65,40 99,14 99,22 79,32 99,87 97,36 77,49 100,00 93,40 74,50 100,00 94,29 70,26 99,76 97,70 76,34 100,00 94,40 74,53 99,11 95,11 73,61 98,90 97,42 81,88 100,00 93,61 66,03 100,00 97,64 70,61 99,99 91,80 79,21 99,58 92,94 75,87 100,00 94,61 69,72 1 No. 19 20 21 22 23 Kabupaten/Kota Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam 2013 2012 Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 7 – 12 13 – 15 16 – 18 99,42 95,57 77,29 100,00 100,00 67,66 98,88 96,11 75,51 99,56 98,54 85,22 98,88 98,30 79,13 99,66 95,20 74,60 98,88 94,41 74,44 Sumber: BPS Provinsi Aceh Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Suatu pendidikan dipandang bermutu diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip pendidikan demokratis. Untuk meningkatkan mutu pendidikan kita perlu melihat dari banyak sisi. Telah banyak pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab dan solusi mengatasi kemerosotan mutu pendidikan di lndonesia. Dengan masukan ilmiah ahli itu, pemerintah tak berdiam diri sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Masukan ilmiah yang disampaikan para ahli dari negara-negara yang berhasil menerapkannya, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Singapura selalu memunculkan konsep yang tidak selalu bisa diadopsi dan diadaptasi. Karena berbagai macam latar yang berbeda. Situasi, kondisi, latar budaya dan pola pikir bangsa kita tentunya tidak homogen dengan negara-negara yang diteladani. 2 Theodore Brameld (1965) mengemukakan bahwa pendidikan memiliki fungsi yang luas yaitu sebagai pengayom dan pengubah kehidupan suatu masyarakat jadi lebih baik dan membimbing masyarakat yang baru supaya mengenal tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah sebuah proses yang lebih luas dari sekedar periode pendidikan di sekolah. Pendidikan adalah sebuah proses belajar terus menerus dalam keseluruhan aktifitas sosial sehingga manusia tetap ada dan berkembang. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan perencanaan program pendidikan yang baik. Dalam perencanaan pendidikan untuk mencapai pendidikan yang berkualitas perlu memperhatikan kondisikondisi yang mempengaruhi, strategi-strategi yang tepat, langkah-langkah perencanaan dan memiliki kriteria penilaian (Nurkolis, 2003: 74–78). Suksesnya perencanaan pendidikan diperlukan beberapa kondisi, yakni: 1. Adanya komitmen politik, 2. Perencanaan pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas dan tanggung jawabnya, 3. Harus ada perbedaan yang tegas, antara area politis, teknis, dan administratif, 4. Perhatian lebih besar diberikan pada penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan politis, 5. Perhatian lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan terarah, 6. Tugas utama perencanaan pendidikan adalah pengembangan secara terarah dan memberikan alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik pendidikan, 7. Harus mengurangi politisasi pengetahuan, 8. Harus berusaha lebih besar untuk mengetahui opini publik terhadap perkembangan masa depan dan arah pendidikan, 9. Administrator pendidikan harus lebih aktif mendorong perubahan-perubahan dalam perencanaan pendidikan, 3 10. Ketika pemerintah tidak menguasai lagi semua aspek pendidikan maka harus lebih diupayakan kersama yang saling menguntungkan antara pemerintah, swasta, dan universitas yang memegang otoritas pendidikan. Salah satu negara dengan mutu pendidikan terbaik di dunia adalah Singapura. Kuncinya terletak pada kualitas gurunya sendiri. Di Singapura hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Tidak hanya kualitas guru, metode belajar pun menjadi penunjang mutu pendidikan di negara ini. Jika dibuat urutan posisi 5 besar (dari atas ke bawah) di tingkat internasional saat ini menurut data survei dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang merilis tentang sistem pendidikan terbaik dunia dan urutan negaranya menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan terbaik di bidang pendidikan matematika dan ilmu pendidikan alam (IPA) di dunia saat ini berturut-turut adalah Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan. Sedangkan, negara Indonesia berada pada urutan ke69 dari 76 negara yang disurvei di seluruh dunia. (dikutip dari http://gaya.tempo.co/read/news/2015/05/15/215666403/ini-10-negara-bersistempendidikan-terbaik-dunia, yang diakses pada 10/09/2015). Berdasarkan data The Learning Curve Pearson 2014, Selasa (13/5/2014), sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia, memaparkan jika Indonesia menduduki posisi akhir dalam mutu pendidikan di seluruh dunia. Indonesia menempati posisi ke-40 dengan indeks rangking dan nilai secara keseluruhan yakni minus 1,84. Sementara pada kategori kemampuan kognitif indeks rangking 2014 versus 2012, Indonesia diberi nilai -1,71. Sedangkan untuk nilai pencapaian pendidikan yang dimiliki Indonesia, diberi skor -2,11. Posisi Indonesia ini menjadikan yang terburuk. Di mana Meksiko, Brasil, Argentina, Kolombia, dan Thailand, menjadi lima negara dengan rangking terbawah yang berada di atas Indonesia. Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang mendapatkan dana otonomi khusus (otsus) dari pemerintah pusat. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2013, Provinsi Aceh telah mengelola sekitar Rp 27,3 trilyun dana tersebut. Setiap 4 tahunnya dana yang dianggarkan untuk bidang pendidikan mencapai rata-rata Rp 2,4 trilyun. Dana tersebut berasal dari dana otonomi khusus, dana bagi hasil migas dan dari sumber lain. Saat ini banyaknya pembangunan sektor pendidikan masih mementingkan pembangunan infrastruktur tapi mengesampingkan pembangunan mutu pendidikan. Akibatnya, fasilitas (sarpras pendukung pembelajaran) di sebagian sekolah di Provinsi Aceh sangat memadai tapi mutu pendidiknya sangat kurang. Kurang meratanya distribusi guru menurut mata pelajaran (mapel) ke seluruh pelosok daerah Provinsi Aceh juga diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di daerah Aceh saat ini, di samping rendahnya kualitas guru itu sendiri. Perekrutan guru sudah sangat banyak di daerah Provinsi Aceh, tetapi hanya menumpuk di perkotaan, baik itu di ibukota provinsi dan ibukota kabupaten, sementara di daerah pedalaman mengalami kekurangan guru. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lulusan peserta ujian nasional (UN) tahun 2014 untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dari 34 provinsi di Indonesia, Provinsi Aceh menempati jumlah tertinggi siswa yang tak lulus, yaitu sebanyak 784 (1,38%) siswa dari 56.981 siswa. 5 Tabel 1.2 Angka Kelulusan UN Tingkat SMA Tahun 2014 di Provinsi Aceh No. Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 14 16 17 18 19 20 21 22 23 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Subulussalam Jumlah Jumlah Peserta 1.245 1.325 2.704 2.946 3.268 2.161 2.082 3.398 4.768 5.186 6.248 1.963 1.059 3.076 1.787 734 1.467 1.921 3.915 328 2.203 2.191 1.007 56.982 Jumlah Yang Tidak Lulus 196 47 1 84 7 4 62 64 75 5 28 9 2 40 2 9 12 76 61 784 Persentase (%) 7,25 1,44 0,05 4,03 0,21 0,08 1,20 1,02 3,82 0,47 0,91 1,23 0,14 2,08 0,05 2,74 0,54 3,47 6,06 1,38 Sumber: Hasil Nilai Ujian Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2014 Sedangkan dengan hasil UN jenjang SMP, terjadi penurunan siswa yang tidak lulus. Pada tahun 2013, siswa yang tidak lulus mencapai 1.442 orang dari 81.046 peserta dengan persentase 1,78%. Sedangkan pada tahun 2014, siswa yang tidak lulus hanya 313 orang dari 83.969 peserta dengan persentase 0,37 persen. 6 Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain: Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Operasional Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan Imbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Namun, semua hal tersebut belum dapat menghasilkan atau meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Berikut ini jumlah ketersediaan guru SMP dan SMA di sekolah negeri maupun swasta yang tersebar di Provinsi Aceh. Tabel 1.3 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri, Menurut Kabupaten/ Kota, Tahun 2013/2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Sekolah 40 30 45 35 65 41 36 47 53 61 84 14 24 46 33 29 42 23 Kelas 273 212 366 318 495 315 539 504 924 587 841 183 153 401 839 199 264 214 7 Guru 451 486 881 726 1.278 815 690 1.116 1.823 2.041 2.237 332 297 977 649 410 747 839 Murid 4.533 5.224 9.927 8.442 13.799 6.915 5.974 7.845 13.816 15.462 23.343 5.044 4.108 11.403 7.077 2.579 4.566 4.671 No. 19 20 21 22 23 Kabupaten/Kota Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam 2013 2012 Sekolah 19 8 14 18 15 822 803 Kelas 310 56 239 271 109 8.612 8.275 Guru 723 221 601 620 268 19.228 19,192 Murid 8.045 1.120 7.205 7.730 3.226 182.054 180,948 Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014 Tabel 1.4 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam 2013 2012 Sekolah Kelas 5 6 4 22 6 2 8 17 5 10 25 15 2 9 3 4 10 3 12 1 2 4 4 179 153 11 42 15 90 19 6 29 76 31 82 112 115 9 51 9 16 46 24 59 7 6 15 31 901 795 Guru 53 86 54 276 91 23 126 328 85 253 473 178 28 137 35 51 183 39 191 18 25 66 75 2.874 2,494 Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014 8 Murid 146 1.190 334 2.071 467 136 587 1.835 800 2.951 2.948 1.398 280 1.383 229 435 1.367 166 1.387 150 120 361 1.108 21.849 18,745 Tabel 1.5 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam 2013 2012 Sekolah 14 10 20 16 21 17 17 27 23 23 34 11 12 14 19 9 12 9 16 2 5 8 5 344 336 Kelas 29 48 114 261 263 61 179 89 112 100 454 162 26 247 166 68 133 45 96 34 37 158 20 2.902 4.274 Guru 243 228 560 485 695 497 458 881 1.057 1.168 1.336 339 247 592 433 171 430 493 751 104 308 475 140 12.091 12.060 Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014 9 Murid 3,064 3,421 7,173 6,286 7,495 4,990 5,036 6.673 10.878 9.820 13.540 4.865 3.068 7.564 6.016 1.599 3.154 3.500 7.757 875 4.083 4.302 2.039 127.198 130.773 Tabel 1.6 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam 2013 2012 Sekolah 10 3 5 9 5 2 4 13 5 6 12 3 1 5 1 4 5 1 13 1 3 2 6 119 104 Kelas 11 3 10 39 15 2 18 17 7 22 41 17 1 22 1 13 19 1 27 3 7 10 9 315 529 Guru 105 37 64 127 81 34 68 255 89 166 209 48 15 79 12 58 91 24 271 17 85 32 78 2.045 1.832 Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014 10 Murid 587 208 376 1,366 428 99 423 1,156 539 1,657 1,165 516 71 507 54 285 477 50 1.532 54 659 210 576 12.995 6.283 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, difokuskan pada tiga poin berikut ini: 1. Menganalisis proses belajar mengajar pada siswa SMP dan SMA di daerah Provinsi Aceh; 2. Menganalisis ketersediaan dan ketercukupan sarana dan prasarana sekolah tingkat SMP dan SMA di daerah Provinsi Aceh; 3. Menganalisis kondisi lingkungan sosial ekonomi di sekitar sekolah SMP dan SMA dengan nilai UN rendah dan nilai UN tinggi di daerah Provinsi Aceh. 1.3 Output yang Diharapkan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi basis dalam membuat kebijakan dan merencanakan program-program pendidikan untuk mendukung implementasi kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Aceh. 11 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mutu Pendidikan Beberapa ahli mendefinisikan mutu pendidikan berdasarkan ketercapaian tujuan sebagai mana dikemukakan oleh (Suryadi, 1994), mutu pendidikan dapat diartikan sebagai seseorang yang telah mencapai tujuan kurikulum (objective of curriculum) yang dirancang untuk pengelolaan pembelajaran siswa. Selanjutnya, Suryadi dan Tilaar (1994) menegaskan bahwa kualitas pendidikan merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendaya gunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Pendapat ini, memandang bahwa mutu pendidikan dapat di capai dengan menggunakan sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun sumber daya fisik atau alam untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendapat lain menyebutkan mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari ketercapaian tujuan, namun juga penting dinilai dari manfaat output sistem pendidikan yang dirasakan oleh pengguna lulusan, atau masyarakat umum. Sebagaimana dikemukakan Satori (2006), mutu pendidikan adalah nilai dan manfaat yang sesuai dengan standar nasional pendidikan atas input, proses, output, dan outcome pendidikan yang dirasakan oleh pemakai jasa pendidikan dan pengguna hasil pendidikan. Hoy et. al. (2000) menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah hasil penilaian terhadap proses pendidikan dengan harapan yang tinggi untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan pendidikan melalui proses pendidikan. Senada dengan (Danim, 2008), kualitas pendidikan dilihat dari hasil pendidikan dianggap bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Sejalan dengan pendapat di atas, Coombs (1985) melihat konsep mutu pendidikan tidak hanya diukur dari prestasi belajar, seperti yang dikaitkan dengan kurikulum dan standarnya saja tetapi mutu harus dilihat dari segi relevansi dan 13 sejauh mana apa yang diajarkan dan dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan belajar saat ini dan untuk masa yang akan datang. Lebih jauh dikemukakan bahwa masalah mutu pendidikan hendaknya dikaitkan dengan keseluruhan dimensi mutu secara sistemik yang berubah dari masa ke masa. Dalam perspektif yang lebih luas, mutu pendidikan mencakup kondisi sosial ekonomi masyarakat dan sosiologi, sebagaimana pandangan Beeby (1966) melihat mutu pendidikan dari tiga perspektif yaitu: perspekstif ekonomi, sosiologi dan pendidikan. Berdasarkan perspektif ekonomi, yang bermutu adalah pendidikan yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Lulusan pendidikan secara langsung dapat memenuhi angkatan kerja didalam berbagai sektor ekonomi. Dengan bekerjanya mereka pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi. Menurut pandangan sosiologi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat dilihat dari berbagai kebutuhan masyarakat, seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya, pertumbuhan kesejahteraan dan pembebasan kebodohan. Sedangkan menurut perspektif pendidikan, melihat mutu pendidikan perspektif pendidikan dari sisi pengayaan (richness) dari proses belajar mengajar dan dari segikemampuan lulusan dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis. (Suderadjat, 2005). Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill). Lebih lanjut, Sudrajad mengemukakan pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal. Berkaitan dengan proses atau upaya untuk mencapai mutu pendidikan, yang menghasilkan output berdaya guna dalam masyarakat, ada beberapa pandangan yang dikemukakan para ahli; antara lain Umaedi (1999) dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang bermutu terlibat berbagai input, 14 seperti: bahan ajar (kognitif, efektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber belajar lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam proses belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler. Sedangkan mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis (hasil ulangan atau ujian), dapat pula prestasi bidang lainnya, seperti: olah raga, seni, bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainya. Kemampuan pengelolaan sekolah oleh manajemen sekolah juga menentukan pencapaian kualitas output. Menurut Achmad (1990) mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Engkoswara (2010) melihat mutu/keberhasilan pendidikan dari tiga sisi, yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu sekolah. Slamet (1999) berpendapat bahwa banyak masyarakat yang mengatakan sekolah itu bermutu atau unggul dengan hanya melihat fisik sekolah dan banyaknya ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya tamatan yang diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima di dunia usaha. Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan yaitu: 1. Menciptakan situasi “menang-menang” (win–win solution) dan bukan situasi “kalah–menang” di antara pihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu 15 sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut. 2. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi intrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan. 3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus. 4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsurunsur pelaku prosesmencapai hasil mutu. Janganlah di antara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan standar pendidikan yang telah ditetapkan. Kesesuaian dan ketercapaian standar perlu dievaluasi secara berkala, dan hasil temuan ditindaklanjuti untuk memperbaiki arah pelaksanaan jika pelaksanaan melenceng dari standar, meempertahankan atau meningkatkan satandar jika standar yang ditetapkan telah tercapai. Jadi peningkatan mutu pendidikan perlu ditingkatkan secara berkala dan berkelanjutan oleh institusi penyelenggara pendidikan itu sendiri (internally driven). Mempertahankan ketercapaian dan peningkatan standar perlu dilaksanakan untuk memberikan kepuasan kepada stakeholders baik internal maupun eksternal. Sallis (2002) mengindentifikasikan dan mengelompokkan konsumen atau pelanggan pendidikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal meliputi para pendidik dan staf pendukung. Sedangkan pelanggan eksternal meliputi pelanggan eksternal utama adalah peserta didik; pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua, pemerintah dan employers; serta pelanggan eksternal tersier adalah pasaran kerja, pemerintah 16 dan masyarakat. Sallis menyarankan agar pendidikan dipandang sebagai industri jasa, dan usaha memenuhi kebutuhan peserta didik harus menjadi fokus utama dalam mengelola mutu. Sekalipun demikian menurutnya tidak berarti harus mengabaikan pandangan-pandangan dari kelompok pelanggan lainnya. 2.2 Standar atau Parameter Pendidikan yang Berkualitas Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, ada delapan (8) standar yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu: Pasal 1 ayat 5 sampai 12. 1. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 2. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 3. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. 5. Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 6. Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. 7. Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. 17 8. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik. 2.3 Dimensi Mutu Pendidikan Menurut UNESCO dalam buku EFA Global Monitoring Report 2005 atau Laporan Pemantauan Global Pendidikan untuk semua ada lima dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan, yaitu: 1. Karakteristik pembelajar (learner characteristics) Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah masukan kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production function theory), yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar belakangnya, seperti pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk belajar (perseverance), kesiapan untuk bersekolah (school readiness), pengetahuan siap sebelum masuk sekolah (prior knowledge) dan hambatan untuk pembelajaran (barriers to learning) terutama bagi anak luar biasa. Banyak faktor latar belakang peserta didik yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia sekolah yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga bermasalah (broken home), kesehatan lingkungan, pola asuh anak usia dini dan faktor-faktor lain-lainnya. Dimensi ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu pendidikan. 2. Pengupayaan masukan (enabling inputs) Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang dihasilkan, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya fiskal. Guru atau pendidik, kepala sekolah, pengawas dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa (outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung dengan nyaman dan aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan juga 18 kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. 3. Proses belajar-mengajar (teaching and learning) Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box) masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta didik, pendidik, dan kurikulum. Tanpa peserta didik, siapa yang akan diajar? Tanpa pendidik, siapa yang akan mengajar, dan tanpa kurikulum, bahan apa yang akan diajarkan? Oleh karena itu mutu proses belajar mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar, (2) metode mengajar yang digunakan, (3) penilaian, umpan balik, bentuk penghargaan bagi peserta didik dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas. Ruang kelas di Indonesia sangat kering dengan media dan alat peraga. Pakar pendidikan, Dr. Arif Rahman, M.Pd. sering menyebutkan bahwa ruang kelas kita ibarat menjadi penjara bagi anak-anak. Jika diumumkan ada rapat dewan pendidik, dalam arti tidak ada kelas, maka bersoraklah para siswa, ibarat keluar dari pintu penjara tersebut. Sesungguhnya, di sinilah kelemahan terbesar pendidikan di negeri ini. Proses belajar mengajar di ruang kelas kita sangat kering dari penggunaan teknik penguatan (reinforcement), kering dari penggunaan media dan alat peraga yang menyenangkan. Dampaknya, dapat diterka, yaitu hasil belajar yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan. Sentral permasalahan lemahnya proses belajar mengajar di dalam kelas ini, sebenarnya sudah diketahui, yakni kualifikasi dan kompetensi guru. Setengah guru kita belum memenuhi standar kualifikasi. Apalagi dengan standar kompetensinya. Timbullah istilah ‘guru tak layak’. Belum lagi dengan masalah kesejahteraannya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa semua masalah bersumber dari masalah 19 kesejahteraan. Memang, kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru dapat disebut sebagai profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan masyarakat, (4) punya organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar dengan gaji yang memadai (Suparlan, 2006). 4. Hasil belajar (outcomes) Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di sini memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut. Pihak dunia usaha dan industri (DUDI) mengharapkan lulusan yang siap pakai. Pendidikan kejuruan dipacu agar dapat memenuhi harapan ini. Sedang pihak praktisi pendidikan pada umumnya cukup berharap lulusan yang siap latih. Alasannya agar DUDI dapat memberikan peran lebih besar lagi dalam memberikan pelatihan. Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy) dan kecakapan hidup (life skills) Ini memang pasti. Selain itu, peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional dan sosial intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat. Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan bahwa “satu-satunya sumbangan paling penting untuk perkembangan anak adalah membantunya untuk menemukan bidang yang paling cocok dengan bakatnya” (Goleman, 2005). Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang diperlukan untuk memelihara dan menstransformasikan budaya dan kepribadian bangsa. 5. Konteks (contexts) atau lingkungan (environments) Keempat dimensi yang telah dijelaskan tersebut saling pengaruhmempengaruhi dengan konteks (contexts) atau lingkungan (environments) yang meliputi berbagai aspek alam, sosial, ekonomi, dan budaya. 20 Menurut Townsend-Butterworth (1992) di dalam bukunya Your First Child’s School, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang berkualitas, yaitu: 1. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah; 2. Partisipasi & rasa tanggung jawab guru & staf; 3. Proses belajar mengajar yang efektif; 4. Pengembangan staf yang terprogram; 5. Kurikulum yang relevan; 6. Mempuyai visi serta misi yang terang; 7. Iklim sekolah yang kondusif; 8. Penilaian diri pada kapabilitas serta kelemahan; 9. Komunikasi efektif baik internal ataupun eksternal; dan 10. Keterlibatan orang lanjut usia serta warga dengan cara intrinsik. Manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan. Lingkungan selalu mengitari manusia dari waktu ke waktu, sehingga antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan. Begitu pula dalam proses belajar belajar mengajar, lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antarpersonil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru, siswa dan orangtua serta masyarakat sekitar dalam proses pembelajaran. Lingkungan merupakan sumber belajar yang tidak dapat di abaikan. Beberapa faktor yang datang dari masyarakat dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar meliputi: 1 Media massa; di luar jam sekolah atau disekolah terkadang siswa membaca buku selain buku pelajaran, seperti koran, atau menonton televisi, sehingga 21 lupa akan tugas belajar. Maka bacaan dan tontonan siswa perlu diawasi dan diseleksi. 2 Teman bergaul; setiap manusia selalu berusaha untuk mengembangkan sosialisasinya, anak perlu bergaul dengan anak lain, dan perlu diawasi agar anak bergaul dengan teman yang baik agar dapat memberikan pengaruh baik pula. 3 Cara hidup lingkungan sekitar akan memberikan pengaruh besar pada sikap dan kebiasaan siswa, termasuk kebiasaan belajar. Siswa yang hidup dalam lingkungan yang selalu belajar keras, sikap itu akan mempengaruhi perilakunya. Di sisi lain Heyneman dan Loxley (1983) menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut. Sejalan dengan yang disampaikan Husaini Usman (2009) bahwa ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan, yaitu: 1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten; 2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; dan 3. Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. 2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 PP 19 tahun 2005 (yang tidak berubah dalam PP no. 32 th 2013) dengan tegas disebutkan bahwa: 1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 22 2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 2.5 Hubungan Sarpras Pendidikan Dengan Proses Belajar Mengajar Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contoh papan tulis, atlas, buku dan media dan sumber pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor yang secara tidak langsung digunakan guru dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang langsung digunakan untuk proses belajar mengajar. Seperti ruang kelas, ruang perpustakaan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar secara langsung. Contohnya adalah ruang kantor, kantin sekolah, ruang UKS, kamar kecil, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan. 2.6 Prinsip-Prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut : (Imron, 2003) a. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan 23 oleh personil sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses belajar mengajar; b. Prinsip efisiensi, yaitu bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Dan pemakaiannya pun dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan; c. Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang; d. Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggung jawab. Apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemennya. Maka perlu adanya deskripsi tanggung jawab yang jelas untuk setiap personel sekolah; dan e. Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses yang sangat kompak. 2.7 Kerangka Pemikiran Proses pembelajaran dan hasil dari proses belajar tentu perlu ditunjang oleh layanan manajemen yang teratur. Sejalan dengan Tawnsend-Butterworth (1992) yang mengemukakan bahwa pengelolaan atau manajemen sekolah termasuk pengelolaan proses belajar mengajar yang efektif, pengembangan SDM yang terprogram, komunikasi yang efektif secara internal dan eksternal dan keterlibatan warga dan orang tua, akan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Di samping itu proses pembelajaran yang baik juga memerlukan input yang berkualitas pula di antaranya sarana prasarana dan sumber daya manusia atau guru. Umaedi (1999) mengatakan input dari proses pendidikan adalah sarana prasarana seperti sumber belajar, fasilitas belajar, dan juga guru atau sumber daya manusia dengan berbagai metodogi yang digunakan. 24 Guru dalam proses dan hasil belajar memegang peranan penting dan sentral. Dewasa ini, sebagian guru juga mempunyai tugas tambahan sebagai pengelola baik pada bidang kurikulum, sarpras, kesiswaan dan juga top manajeman sekolah. Imron dkk. (2003) menegaskan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, tidak mungkin ada peningkatan mutu pendidikan tanpa peningkatan performansi gurunya dan ini mutlak dilakukan secara terus menerus. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa guru merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Namun bukan berarti keberadaan unsur unsur lain tidak penting. Peningkatan performa guru memerlukan adanya layanan yang profesional di bidang sarana dan prasarana dalam menerapkan kemampuannya secara maksimal. Hamalik (1994) menegaskan “sudah jelas bahwa di samping dibutuhkannya guruguru yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, juga diperlukan cara-cara bekerja dan sikap yang baru, peralatan yang lengkap, dan sistem administrasi yang lebih teratur. Variabel kesiswaan lebih menekankan pada kegiatan kesiswaan yang bertujuan untuk pengembangan karakter siswa, kegiatan ini juga memerlukan perhatian dan keterlibatan guru secara terintegrasi, yang pada akhirnya mempengaruhi proses dan hasil belajar. Baiknya kegiatan kesiswaan juga terkait dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Lingkungan sosial ekonomi masyarakat secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan merupakan suatu komponen sistem yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Kondisi lingkungan sekolah dan keluarga menjadi perhatian karena faktor ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. ”Di sekolah nilai-nilai kehidupan ditumbuhkan dan dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah menjadi wahana yang sangat dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku, dan prestasi seorang siswa (Tu’u, 2004). Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa keterlibatan orangtua siswa dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah dapat memberikan pengaruh yang baik pada peningkatan proses dan hasil belajar. Uraian ini dapat dikemukakan 25 dalam bentuk diagram di bawah ini. Kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antarvariabel dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini. Pengelolaan Proses Pembelajaran Hasil UN Sosial ekonomi masyarakat SDM Kesiswaan Sarpras Pembiayaan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antarvariabel 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup, Populasi Dan Sampel Penelitian Objek penelitian ini dilaksanakan pada sekolah SMP dan SMA di 12 (dua belas) kabupaten/kota Provinsi Aceh dengan ranking 10 besar angka ketidaklulusan Ujian Nasional (UN) terbanyak. Setiap kabupaten/kota diambil sampel 5 sekolah dengan jumlah ketidaklulusan terbanyak dipilih secara random (acak) dari 10 SMP dan SMA rangking terendah di masing-masing kabupaten tersebut. Selanjutnya sebagai pembanding, penelitian ini juga mengambil sampel sekolah SMP dan SMA dengan hasil nilai rata-rata UN tertinggi di Aceh sebanyak 31 sekolah yang terdapat di 8 (delapan) kabupaten/kota. Total sekolah dari kedua kelompok sekolah ini yang dijadikan sampel adalah sebanyak 158 sekolah, dengan responden 235 responden. Untuk memudahkan mengidentifikasi sekolah sampel penelitian, berikut ini disajikan SMP dan SMA yang menjadi objek penelitian berturut-turut dalam Tabel 3.1 dan 3.2: 27 Tabel 3.1 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Terendah pada Tahun 2013 1 Kabupaten /Kota Aceh Barat 2 No. SMP SMA 1. 2. 3. 4. 5. SMPN 2 Kaway XVI SMPN 5 Kaway XVI SMPN 1 Meureubo SMPN 6 Meureubo SMPN 4 Meureubo 1. 2. 3. 4. 5. Aceh Jaya 1. 2. 3. 4. SMPN 1 Teunom SMPN 1 Darul Hikmah SMPN 3 Sampoinet SMPN 2 Jaya 1. SMAN 2 Sampoinet 2. SMA 5 Darul Abrar 3. SMAN 1 Setia Bakti 4. SMAN 1 Calang 5. SMAN 1 Panga 6. SMP Swasta Darunnizam 3 Aceh Timur 1. 2. 3. 4. 5. SMPN 1 Idi Tunong SMPN 1 Darul Ikhsan SMPN 2 Peureulak SMPN 4 Peureulak SMPN 6 Birem Bayeun 1. SMAN 1 Simpang Ulim 2. SMAN 1 Birem Bayeun 3. SMAN 1 Ranto Peureulak 4. SMAN 1 Nurussalam 5. SMAS Bungong Jeumpa (bubar) 4 Aceh Utara 1. 2. 3. 4. 5. SMP Negeri 1 Tanah Pasir SMP Negeri 6 Lhoksukon SMP 2 Negeri Jambo Aye SMP 4 Negeri Lhoksukon SMP Alwaliyah 1. SMA Negeri 1 Baktiya Barat 2. SMA 2 Baktiya 3. SMA 2 Negeri Seuneudon 4. SMA Sidomulyo (tidak bisa diakses karena ada insiden bersenjata) 5. SMA Meurah Mulia (tidak bisa diakses karena ada insiden bersenjata) 5 Bireuen 1. SMPN 1 Pandrah 2. SMPN 2 Peudada 3. SMPN 2 Jeunib 4. SMPN 2 Peulimbang 5. SMPN 4 Peudada 1. 2. 3. 4. 5. SMAN 1 Peulimbang SMAN 1 Pandrah SMAN 1 Simpang Mamplam SMAN 1 Samalanga SMAN 2 Samalanga 6 Pidie 1. 2. 3. 4. 5. SMPN 2 Peukan Pidie SMP Darussa'dah SMPN 1 Simpang Tiga SMP Sukma Bangsa SMPN 4 Sigli 1. 2. 3. 4. 5. SMA Darussa'dah SMAN 1 Padang Tiji SMAS Islam Tgk. Chik Di Beureueh SMAN 1 Keumala SMAN 2 Sigli 7 Pidie Jaya 1. 2. 3. 4. 5. SMP Negeri 1 Bandar Baru SMP Negeri 2 Bandar Baru SMP Negeri 2 Trienggadeng SMP N 2 Bandar Dua SMP Negeri 3 Bandar Dua 1. SMA Negeri 1 Pante Raja 2. SMA Negeri 1 Jangka Buya 3. SMA Negeri 1 Trienggadeng 4. SMA Negeri 2 Bandar Baru 5. SMA Negeri 2 Meureudu 28 SMAN 1 Bubon SMAN 1 Kaway XVI SMA Muhammadiyah 6 Meulaboh SMAN 1 Meureubo SMAN 1 Panton Reu No. Kabupaten /Kota SMP SMA 6. SMP Negeri 3 Bandar Baru 8 Sabang 1. SMP N 7 Sabang 2. SMP N 3 Sabang 3. SMP N 4 Sabang 1. SMA N 1 Sabang 2. SMA N 2 Sabang 3. SMA Al-Mujaddid 9 Aceh Tamiang 1. 2. 3. 4. 5. SMP Negeri 3 Karang Baru SMP Negeri 5 Bendahara SMP Swasta Al-Washliyah Seumadam SMP Swasta Harum Sari SMP Negeri 7 Karang Baru 1. SMA Negeri 3 Kejuruan Muda 2. SMA Swasta Darul Muklisin 3. SMA Swasta Syakirah 4. SMA Swasta Al-Hidayah 10 Lhokseumawe 1. 2. 3. 4. 5. SMP I Serambi Mekkah SMP Negeri Satap Ujong Pacu SMP Negeri 4 Lhokseumawe SMP Negeri 9 Lhokseumawe SMP Swasta Islam Pase 1. SMA Negeri 7 Lhokseumawe 2. SMA Negeri 6 Lhokseumawe 3. SMA Negeri 5 Lhokseumawe 4. SMA Negeri 3 Lhokseumawe 5. SMA Negeri 4 Lhokseumawe 11 Aceh Selatan 1. 2. 3. 4. 5. 12 Aceh Barat Daya 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah Sekolah SMP Negeri 3 Labuhan Haji Timur SMP Negeri 1 Kluet Utara SMP Negeri 3 Pasie Raja SMP Negeri 1 Bakongan SMP Negeri 3 Kluet Utara SMP Negeri 4 Manggeng SMP Negeri 1 Manggeng SMP Negeri 1 Susoh SMP Negeri 2 Susoh SMP Negeri 1 Lembah Sabil 58 SMP 1. 2. 3. 4. 5. SMA Negeri 3 Kluet Utara SMA Negeri 1 Kluet Timur SMA Negeri 1 Meukek SMA Negeri 1 Labuhan haji SMA Negeri 1 Pasie Raja 1. 2. 3. 4. 5. SMA Negeri 3 Abdya SMA Negeri 4 Abdya SMA Negeri 2 Abdya SMA Negeri 8 Abdya SMA Negeri 9 Abdya 55 SMA Banyaknya sekolah dengan hasil nilai UN peringkat sepuluh terendah adalah 113, yaitu 58 SMP dan 55 SMA. Sedangkan, banyaknya sekolah dengan peringkat sepuluh tertinggi adalah 31, yaitu 13 SMP dan 18 SMA, sebagaimana terdistribusi dalam Tabel 3.2 berikut ini. Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat Sepuluh Tertinggi pada Tahun 2013 No. 1 Kabupaten /Kota Aceh Timur SMP SMA SMPN 1 Simpang Ulim SMAN Unggul Aceh Timur 29 2 Kabupaten /Kota Langsa 3 No. SMP SMA - SMAN 1 Langsa Aceh Utara - 1. SMA Iskandar Muda 2. SMA Modal Bangsa Arun 4 Lhokseumawe - SMAN 1 Lhokseumawe 5 Aceh Tengah 1. SMPN 1 Takengon Aceh Tengah 2. SMPN 2 Takengon Aceh Tengah 3. SMPN 4 Aceh Tengah 1. SMAN 1 Takengon Aceh Tengah 2. SMAN 8 Aceh Tengah 3. SMAN 15 Takengon Aceh Tengah 6 Bener Meriah 1. SMPN 6 Satu Atap Permata Bener Meriah 2. SMPN 3 Wih Pesam Bener Meriah 3. SMPN 3 Timang Gajah Bener Meriah 4. SMPN 4 Takengon Aceh Tengah 5. SMPN 5 Takengon Aceh Tengah 6. SMPN 2 Wih Pesam Bener Meriah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 Aceh Besar 1. SMPN Al-Falah 2. SMP 3 Lembah Seulawah 1. SMA Modal Bangsa 8 Banda Aceh SMP Fatih Bilingual School Lam Yong Banda Aceh 1. SMA 3 Banda Aceh 2. SMA 1 Banda Aceh 3. SMA Fajar Harapan Jumlah Sekolah 3.2 SMAN 1 Timang Gajah Bener Meriah SMAN 1 Bandar Bener Meriah SMAN 2 Bandar Bener Meriah SMAN 1 Bukit Bener Meriah SMA Bustanul Ulum Bener Meriah SMAN Unggul Binaan Bener Meriah 13 SMP 18 SMA Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pedoman wawancara kepada para responden, terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, kepala tata usaha dan pegawai tata usaha. Survei dilakukan terhadap SMP dan SMA berdasarkan jumlah ketidaklulusan UAN melalui observasi lapangan dan wawancara dengan responden yang bersangkutan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang terdiri dari jurnal, laporan ilmiah, laporan resmi pemerintah, dan bahan-bahan lain yang relevan. 30 3.3 Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode analisis secara deskriptif kualitatif (analisis statistik inferensial). Metode analisis deskriptif dilakukan dengan analisis secara umum melalui grafik, tabel, gambar dan peta. Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods) dengan desain triangulasi yang dapat digambarkan sebagai berikut (Creswell, 2008): QUAN (Data dan Results) + QUAL (Data dan Results) Interpretasi Gambar 3.1. Desain Triangulasi Metode Penelitian Campuran 3.4 Metode Analisis dan Pembahasan 1. Analisis data kuantitatif Penelitian ini akan menggunakan metode analisis secara deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan inferensia statistik. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan analisis secara umum melalui grafik, tabel, dan gambar. Sedangkan analisis statistik inferensia, menggunakan analisis regresi untuk persamaan simultan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengujian keberartian koefisen regresi dengan uji-t, dengan kriteria nilai t lebih besar atau sama dengan satu, berarti koefisien regresi signifikan. Selain itu, secara kualitatif penarikan kesimpulan didasarkan pada hubungan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang di padu pada penyajian data yang informatif. Model Analisis. PROS = a0 + a1 SDM + a2 SRP + a3 SW + a4 MJM + a5 UN + a6 D + e1 31 SRP = b0 + b1 DN + b2 MJM + b3 SW + b4 D + e2 UN = d0 + d1 PROS + d2 SRP + d3 SW + d4 SDM + d5 MJM + d6 KM+ d7 D + e3 Keterangan: PROS = proses pembelajaran SDM = sumber daya manusia SRP = sarana dan prasarana SW = kesiswaan MJM = manajemen DN = pembiayaan UN = hasil ujian nasional KM = kondisi soaial ekonomi masyarakat D = variabel dummy, nilai 1 untuk sekolah dengan nilai UN tinggi nilai 0 untuk sekolah dengan UN rendah Reduced form: PROS - a2 SRP - a6 UN SRP = a0 + a1 SDM + a3 SW + a4 MJM + a7D + e1 = b0 + b1 DN + b2 MJM + b4D + e2 - d1 PROS - d2 SRP + UN = d0 + d3 SW + d4 SDM + d5 MJM + d6KM + d7D + e3 Bentuk reduced dapat dituliskan dalam bentuk matrik berikut: 1 [0 -d1 -a1 1 -d2 a0 -a6 0 ] = [bo d0 1 a1 0 d4 1 SDM a3 a4 0 0 a7 e1 SW 0 b2 b1 b4 b5 ] MJM + [e2 ] e3 d3 d5 0 d6 d7 DN KM [ D ] Matriks variabel endogen bukan matriks segitiga, yang menunjukkan model yang dibangun merupakan model simultan dengan kata lain terdapat saling 32 mempengaruhi antar variabel penelitian. Model ini dapat diestimasi dengan metode Two State Least Square (2TLS) (Gujarati, 1993). 2. Analisis data kualitatif Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan model analisis yang dikemukakan oleh Creswell (2008) yang digambarkan sebagai berikut: Mengkode teks untuk deskripsi yang digunakan pada laporan penelitian Mengkode teks untuk tema-tema yang digunakan pada laporan penelitian Peneliti mengkode data (yakni, menentukan bagian-bagian teks dan memberikan label kode pada mereka) Bolak-balik Serentak Peneliti membaca keseluruhan data (yakni, mendapatkan pemahaman umum dari material) Peneliti mempersiapkan data untuk analisis (yakni, mentranskrip catatan lapangan) Peneliti mengumpulkan data (yakni, file teks seperti catatan lapangan, transkripsi, atau bahan yang dipindai secara optik) Gambar 3.2 Proses Analisis Data Kualitatif Proses analisis sesuai dengan langkah-langkah di atas, diawali dengan pengumpulan data, pembuatan transkrip hasil dokumentasi dan wawancara. Kemudian melakukan analisis diawali dengan mendapatkan pemahaman umum dari transkrip itu, dilanjutkan dengan mensegmentasi transkrip untuk menentukan kode-kode pada setiap segmen tersebut. Setelah mengumpulkan semua kode, dilakukan reduksi untuk kode-kode yang tumpang tindih atau berulang. Hasil reduksi kode diklasifikasikan kode-kode tertentu yang membentuk tema. 33 Tema-tema yang diperoleh digunakan untuk membuat deskripsi yang akan digunakan pada laporan penelitian. Dalam analisis, juga dicari keterkaitan antar tema-tema yang ada untuk melihat keterkaitan antara mereka. Dengan serangkaian proses analisis ini, peneliti melahirkan hasil penelitian dan menginterpretasi untuk melahirkan kesimpulan dan rekomendasi dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan sekolah menengah di Provinsi Aceh. Definisi Operasional Variabel 1. Proses pembelajaran adalah kriteria dalam menjalankan pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 : Sebagian besar pembelajaran dilakukan tanpa RPP, hanya sebagian kecil prosedur penilaian yang terlaksan, dan proses pembelajaran tidak diawasi dan evaluasi. Skala 2 : Sebagian pembelajaran dilakukan tanpa RPP, sebagian prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian diawasi dan evaluasi. Skala 3 : Sebagian besar pembelajaran tidak mengikuti RPP, sebagian prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian diawasi dan evaluasi. Skala 4 : Sebagian besar pembelajaran tidak mengikuti RPP, sebagian prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian besar diawasi dan evaluasi. Skala 5 : Sepenuhnya pembelajaran mengikuti RPP, sebagian besar prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian besar diawasi dan evaluasi. 2. Sumber daya manusia adalah kriteria guru yang meliputi kompetensi dan kesesuaian dengan pelajaran yang diampu, serta pembinaan profesional, yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 : Ada pelajaran ujian nasional yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Skala 2 : Ada pelajaran selain mata pelajaran yang di-UN-kan yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi yang tidak sesuai, dan 34 aktif pada MGMP. Skala 3 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Kurang dari 25% guru bersertifikat, kurang dari 25% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan guru aktif pada forum MGMP. Skala 4 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Kurang dari 50% guru bersertifikat, lebih dari 50% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif mengikuti MGMP. Skala 5 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Lebih dari 75% guru telah bersertifikat. Lebih dari 75% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif dalam MGMP dan ada MGMP internal. 3. Kecukupan sarana dan prasarana adalah kriteria fisik dan pemanfaatannya sarpras yang secara langsung maupun tidak langsung digunakan dalam proses belajar mengajar, meliputi kecukupan ruang kelas beserta mobiler, ruang laboratorium beserta peralatan dan jenisnya, peralatan kegiatan ekstrakurikuler dan sumber belajar, yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sangat sedikit terpenuhi dan tanpa SOP. Skala 2 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian kecil terpenuhi dan tanpa SOP. Skala 3 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras separuhnya terpenuhi berdasarkan SOP. Skala 4 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian besar terpenuhi berdasarkan SOP. Skala 5 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras terpenuhi berdasarkan SOP. 4. Kesiswaan adalah kriteria mengenai kegiatan kesiswaan dalam membina karakter siswa yang meliputi kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 : Tidak ada kegiatan kokurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Skala 2 : Ada 1 jenis kegiatan kokurikuler atau ekstrakurikuler. 35 Skala 3 : Ada 2-3 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Skala 4 : Ada 4-5 Jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Skala 5 : Ada lebih dari lima kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. 5. Pembiayaan adalah kriteria mengenai dan sumber pembiayaan sekolah meliputi pembiayaan operasional rutin dan program untuk mendukung prestasi siswa dan guru, yang diukur dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 : Pembiayaan hanya dengan dana BOS. Skala 2 : Selain dana BOS, ada pembiayaan yang bersumber dari APBA. Skala 3 : Selain dana BOS ada pembiayaan lain yang bersumber dari APBA dan APBK. Skala 4 : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber dari APBA, APBK, dan Komite Sekolah. Skala 5 : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber dari APBK, dan Komite Sekolah, dan sumber lainnya. 6. Hasil ujian nasional adalah nilai rata-rata ujian nasional tahun 2013, yang diukur dengan skala 1 sampai 10. Skala 1 : Nilai rata-rata UN adalah < 4 Skala 2 : Nilai rata-rata UN adalah 4 sampai < 5 Skala 3 : Nilai rata-rata UN adalah 5 sampai < 6 Skala 4 : Nilai rata-rata UN adalah 6 sampai 7 Skala 5 : Nilai rata-rata UN adalah > 7 7. Kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah kriteria mengenai keadaan lingkungan sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah yang diukur dengan persentase penduduk miskin di sekitar sekolah atau pada kecamatan dimana sekolah berlokasi. Skala 1 : Tidak mampu menyediakan fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. Skala 2 : Mampu menyediakan sebagian kecil fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan 36 ekstrakurikuler anaknya. Skala 3 : Mampu menyediakan sebagian fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. Skala 4 : Mampu menyediakan sebagian besar fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. Skala 5 : Mampu menyediakan seluruh fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. 37 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mengacu kepada tujuan penelitian, yaitu: (1) menganalisis proses pembelajaran pada siswa sekolah jenjang SMP dan SMA di Aceh; (2) menganalisis ketersediaan dan keterkucupan sarana dan prasarana sekolah tingkat SMP dan SMA sederajat di Aceh; dan (3) menganalisis kondisi lingkungan sosial ekonomi di sekitar sekolah SMP dan SMA sederajat yang angka kelulusan UN menurun di Aceh, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian ini difokuskan pada sub-sub bab berikut ini: 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis Tabel 4.1 di bawah ini memperlihatkan hasil estimasi model analisis data, dengan menggunakan EViews versi 6 yang digunakan pada penelitian ini. Tabel 4.1 Hasil Estimasi Model Analisis Proses 1,405173* 0,040362 0,261821* 0,028347* 0,034136 0,333620* 0,552022** 0,198940* 0,4893 Konstanta Ujian Nasional (UN) Sarpras (SRP) SDM Pengelolaan (MJM) Kesiswaan (SW) Pembiayaan (DN) Proses (PROS) Sosial ekonomi masy (KM) Dummy (DY) Manajemen Sekolah UN Tinggi (DMJM) Proses Pembelajaran sekolah UN Tinggi (DPROS) Sarpras Sekolah UN Tinggi (DSRP) Koefisien determinasi Sarpras 0,534030* 0,016979 0,423082* 0,289502* 0,148675 0,2123 UN 6,280496* -0,027007 0,060267* 0,103072* -0,056208 0,100304* -2,727108* 0,650735* -0,089397 0,7196 Ket; *(signifikan), **t=0,99 mendekati satu Sumber: Hasil Estimasi Model (lampiran 2a) Model fungsi pembelajaran mempunyai koefisien determinasi R2 = 0,4893, artinya secara keseluruhan variabel bebas dalam model proses pembelajaran hanya dapat menjelaskan 48,9% variasi yang terjadi dalam proses 39 pembelajaran di SMP dan SMA, selebihnya adalah akibat faktor gangguan yang tidak diperhitungkan dalam model. Koefisien determinasi R2 untuk fungsi sarana dan prasana 0,2123, yang relatif kecil. Namun demikian, dari banyak studi yang menggunakan observasi individual dengan jumlah sampel yang relatif besar, dalam penelitian ini jumlah sampel adalah 235, selalu menghasilkan koefisien determinasi yang rendah. Jika diperoleh R2 = 0,2 atau 0,3 sudah dapat dianggap cukup tinggi, karena pada kenyataannya banyak sekali faktor-faktor yang tidak terobservasi tetapi turut mempengaruhi prilaku individu. Lagi pula R2 akan selalu meningkat jika kita menambah satu atau lebih variabel ke dalam model, akibat mengecilnya kesalahan pengganggu (e), tetapi dibarengi dengan mengecilnya derajat kebebasan yang dapat mengakibatkan koefisen regresi tidak berarti. Jadi koefisien determinasi yang tinggi tidak selalu mencerminkan garis regresi yang baik. Pemilihan model yang tepat dengan didasarkan pada koefisein determinasi yang tinggi, sebenarnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pemilihan model yang terbaik. Terlebih lagi penelitian ini tidak bermaksud melakukan forecasting, maka R2 yang rendah tidak perlu dirisaukan. (Asmawati,1999). 4.2 Pembahasan Proses Pembelajaran Proses pembelajaran, secara umum terlaksana dengan baik untuk sekolah- sekolah tingkat SMP dan SMA, dan mempengaruhi hasil UN secara signifikan. Namun demikian proses pembelajaran berlangsung lebih baik pada sekolahsekolah dengan hasil UN tertinggi dibandingkan dengan sekolah yang hasil UNnya terendah di Provinsi Aceh. Hal ini ditunjukkan oleh signifikannya variabel dummy (Dy) dan variabel proses pembelajaran pada sekolah UN tinggi (DMJM) diperlihatkan pada Tabel 4.1. Artinya proses pembelajaran disekolah dengan UN tinggi lebih baik dibandingkan sekolah dengan hasil UN rendah. Fungsi proses pembelajaran di sekolah dengan UN tinggi mempunyai intersep yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,552022 dibandingkan dengan sekolah UN rendah. Selain itu variabel pengelolaan pada sekolah UN tinggi (DMJM) signifikan, sementara variabel pengelolaan untuk keseluruhan sekolah (MJM) tidak signifikan, ini 40 artinya proses pembelajaran di sekolah UN tinggi di kelola dengan baik dengan koefisien sebesar 0.198940, lebih baik dari pada sekolah dengan UN rendah. Peran pimpinan sekolah cukup baik pada sekolah dengan UN tinggi dalam memastikan proses pembelajaran berjalan sesuai dengan kurikulum dan kalender pendidikan. Namun, proses pembelajaran pada sekolah-sekolah tertentu, terutama sekolah yang termasuk kelompok sekolah dengan hasil UN terendah, tidak berjalan dengan arahan dan kontrol yang memadai dari pimpinan sekolah (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 5 tentang pengelolaan dan lampiran 2.e poin 3 tentang standar proses). 1. Perencanaan proses pembelajaran Proses BM atau proses pembelajaran yang baik seyogianya dilaksanakan dengan perencanaan yang baik pula. Seorang guru semestinya menyususn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas. RPP yang dilengkapi dengan perangkat pembelajaran akan menuntun guru untuk melaksanakan pembelajaran kreatif, dan menyenangkan. RPP berisi langkah-langkah proses pembelajaran, sebagai berikut: - Diawali dengan pembukaan, biasanya berisi motivasi dan appersepsi yang merupakan stimulus khusus pada awal proses pembelajaran untuk meraih perhatian siswa. Appersepsi yang umum dilakukan guru adalah pemanasan (warm-up) biasanya dengan beberapa pertanyaan mengenai pelajaran yang telah lalu. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat disampaikan dengan menyenangkan sehingga siswa siap untuk belajar, dan hal ini perlu direncanakan dengan baik; - Langkah kedua adalah merencanakan kegiatan inti, dilengkapi dengan pendekatan, model dan metode pembelajaran. Dilengkapi dengan sintak-sintak sesuai model yang digunakan, untuk menuntun setiap kegiatan dikelas yang bertujuan mengekplorasi dan mengelaborasi pengetahuan siswa. Menentukan sumber belajar, seperti Lembar Kegiatan Siswa (LKS); - Kegiatan penutup, biasanya merupakan kegiatan refleksi, mengkonfirmasi kembali pemahaman siswa, menarik kesimpulan dan melaksanakan remidial 41 jika ada siswa yang masih belum memahami, topik pembelajaran yang telah dilaksanakan; - Membuat media dan alat peraga sederhana pembelajaran sederhana, atau memanfaatkan lingkungan belajar sebagai media dan sumber belajar; dan - Menyusun instrumen evaluasi yang dilengkapi dengan rubrik penilaian. Hasil survei pada sampel sekolah dengan nilai ujian nasional rendah, menunjukkan bahwa masih ada sekolah yang proses pembelajarannya belum direncanakan dengan baik. Persentase sekolah yang mempunyai mata pelajaran tidak memiliki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) relatif besar, yaitu sebesar 32,5%, diperlihatkan pada Gambar 5.1. Pada sekolah dengan hasil ujian nasional tinggi. Perangkat pembelajaran yang disusun juga telah dilengkapi dengan rubrik penilaian yang baik. Meskipun demikian, pada sekolah ini juga mempunyai mata pelajaran yang proses pembelajarannya belum direncanakan dengan baik (tidak memiliki RPP) sebesar 6,8% sekolah, umumnya pada pelajaran muatan lokal. 93.1 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 73.3 UN rendah 48.3 Un Tinggi 32.5 20.6 6.8 Guru yang mengajar Keikutsertaan dalam bukan bidangnya Forum MGMP Pelajaran yang belum memiliki RPP Gambar 4.1 Persentase Ketercukupan Guru di Sekolah dan Partisipasi dalam MGMP dan Perencanaan Pembelajaran 42 2. Pelaksanaan proses pembelajaran Pada sekolah dengan UN tinggi pelaksanaan proses pembelajaran umumnya merujuk pada RPP, kecuali ada hal-hal tertentu. Misalnya listrik mati yang menyebabkan penggunaan media pembelajaran berbasis IT tidak dapat digunakan,. Media pembelajaran yang umum digunakan adalah slide yang memerlukan infokus dan laptop. Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga cukup baik dan hampir merata untuk berbagai mata pelajaran. Hanya saja LKS masih terkesan seperti soal evaluasi, padahal seyogianya LKS adalah sumber belajar, yang berisi langkan dan petunjuk agar siswa dapat menemukan kembali konsep yang sedang dipelajari. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan LKS yang baik, akan melibatkan proses mental, sehingga pemahaman konsep akan lebih baik. Tentu saja, proses pembelajaran seperti ini memerlukan kesabaran guru untuk tidak langsung memberitahukan, tetapi membiarkan siswa mengalami proses penemuan konsepnya. Hal ini memerlukan waktu, inilah kemudian menjadi alasan guru untuk mengabaikan proses mental ini, karena khawatir tidak mencapai target kurikulum. Sebagian guru disekolah dengan UN rendah, meskipun menyususn RPP namun tidak memedomaninya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. RPP biasanya di buat bukan pada awal pembelajaran, namun hanya dibuat untuk melengkapi administrasi yang perlu dilaporkan kepada kepala sekolah, atau sebagai syarat penilaian DP3 guru. Alasan lainnya, kenapa guru tidak melaksanakan pembelajaran sesuai RPP adalah waktu pembelajaran yang dianggap sempit atau kekurangan waktu. Dalam hal ini sangat diperlukan pembinaan profesional guru secara berkala, memberikan bimbingan teknis menyusun perencanaan dan melaksanakannya di kelas. Upaya ini dapat dilaksanakan di sekolah dengan koordinasi dari pimpinan sekolah. Forum MGMP dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan MGMP internal sekolah yang dilaksanakan pada sebagian sekolah dengan hasil UN tinggi, dapat dijadikan praktek baik yang dapat ditularkan pada sekolah-sekolah lain. Pengelolaan proses pembelajaran oleh pimpinan sekolah, memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran 43 berjalan baik pada sekolah dengan hasil UN tinggi dan memberikan pengaruh positif serta singnifikan terhadap hasil UN yang tinggi, (diperlihatkan pada Tabel 4.1, signifikannya variabel Dy pada fungsi Proses pembelajaran dan variabel DPROS pada fungsi UN), lebih disebabkab oleh manajemen yang lebih baik. Pimpinan sekolah yang peduli pada pelaksanaan proses pembelajaran, akan berdampak pada pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan guru. Hal ini terlihat suasana pembelajaran atau suasana akademik yang lebih baik. Karenanya sangat diperlukan untuk meregulasi pengelolaan sekolah terutama pada pengelolaan proses pembelajaran di kelas. Selama ini proses pembelajaran di kelas, seperli melihat dalam kotak hitam, tidak ada yang terlihat, yang mengetahui proses yang terjadi hanya guru dan siswa. 3. Supervisi, pengawasan dan evaluasi proses pembelajaran Hasil wawancara dengan responden mengindikasikan bahwa evaluasi terhadap proses pembelajaran, sangat kurang dilaksanakan dengan benar, terutama pada sekolah dengan UN rendah. Pimpinan sekolah hanya memantau proses pembelajaran dari luar kelas saja, sambil lewat. Belum menggunakan instrumen yang terukur. Apalagi dengan membentuk tim secara berkala, yang bertugas untuk mengevaluasi proses yang dilaksanakan guru di kelas, mengevaluasi RPP yang disusun guru. Namun sebagian besar pimpinan sekolah pada kelompok UN tertinggi proses tersebut dilaksanakan relatif lebih baik. Mereka membentuk tim secara berkala, yang terdiri dari Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, dan guru senior untuk melaksanakan evaluasi proses pembelajaran di kelas, meskipun belum optimal dari sisi umpan balik, dan tindak lanjut. Supervisi, pengawasan, dan evaluasi dalam berbagai aspek dan tahapan proses belajar-mengajar sangat diharapkan terlaksana dengan baik. Dengan supervisi, pengawasan, dan evaluasi, setiap tahapan proses belajar-mengajar akan segera dapat diberikan masukan untuk diperbaiki sebelum melanjutkan ke tahapan berikutnya. Namun, ditemui bahwa supervisi dan evaluasi agak jarang dilakukan atau kalaupun dilakukan sangat jarang menghasilkan output yang langsung disampaikan untuk digunakan sebagai dasar perbaikan proses belajar-mengajar. 44 Guru menyatakan bahwa supervisi dan evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan dan pengawas sekolah jarang sekali bisa memberikan masukan bagaimana memperbaiki kekurangan atau kelemahan dalam proses belajar-mengajar oleh guru. Supervisor paling sering hanya bisa menuliskan catatan kelemahan atau kekurangan dalam proses belajar-mengajar tanpa disertai dengan bagaimana cara atau langkah-langkah konkrit untuk memperbaikinya. Kesenjangan seperti itu dapat terlihat pada setiap langkah atau aspes proses belajar-mengajar (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). - Pertama, untuk perencanan pembelajaran (khususnya penyusunan RPP), para kepala sekolah tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa semua RPP yang disusun oleh guru, adalah sesuai dengan kesiapan peserta didik, ketersediaan sumber belajar dan media, dan dukungan sarana dan prasarana. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mengarahkan penyusunan RPP yang memastikan bahwa proses pembelajaran terlaksana secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik sehingga bisa melahirkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat mereka; dan (2) mengevaluasi kualitas perangkat pembelajaran yg disusun guru. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk memantapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh setiap guru dengan mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai dengan arahan pimpinan sekolah, (2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback sebagai dasar untuk direvisi, (3) RPP disahkan apabila sudah direvisi sesuai dengan koreksi dan feedback yang diberikan; - Kedua, untuk pelaksanaan proses pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa pembelajaran di ruangan kelas, di laboratorium, dan di luar ruangan kelas. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mensupervisi proses pelaksanaan pembelajaran untuk memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran benar-benar sesuai dengan RPP; dan (2) mengawasi proses pembelajaran. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran, dengan mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang dijadikan 45 sampel supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai dengan peran mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership), yaitu memperbaiki teknik atau metode penyampaian dan isi bahan ajar, (3) meminta guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada feedback yang diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah melakukan supervisi kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan kualitas daripada pembelajaran pada supervisi pertama; dan - Ketiga, untuk penilaian hasil pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa penilaian direncanakan dengan baik, ditentukan teknik yang sesuai, dikembangan instrumen yang valid dan reliabel, diadministrikan pelaksanaannya dengan baik, dan ditentukan nilai setiap peserta didik untuk setiap ranah tujuan pembelajaran secara objektif dan akurat. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan penilaian yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif, dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik penilaian untuk setiap ranah tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur pengembangan instrumen penilaian yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur penentuan skor dan nilai peserta didik. Dengan menjalankan mekanisme-mekanisme di atas, diyakini bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan kondisi yang ada. Bagaimanapun, proses pembelajaran yang baik selalu memerlukan peran yang baik pula dari faktor-faktor pendukungnya. Beberapa faktor yang dikaji dalam penelitian ini, disajikan berikut ini: a. Faktor tenaga pendidik Hasil estimasi yang diperlihatkan pada Tabel 4.1, menunjukkan bahwa proses pembelajaran sangat signifikan dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM) atau tenaga pendidik, dengan arah positif, meskipun koefisiennya relatif kecil yaitu 0,028347. Variabel ini juga signifikan mempengaruhi hasil UN dengan koefisien yang relatif lebih besar. Artinya pembinaan profesionalisme guru melalui pelatihan, sertifikasi guru, forum MGMP cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Materi 46 pelatihan dan materi yang dibahas pada forum MGMP, menurut guru cukup bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan kemampuan keilmuan, meskipun peningkatannya relatif kecil. Gambar 5.1 memperlihatkan partisipasi guru dalam forum MGMP lebih besar pada sekolah dengan nilai UN tinggi dibandingkan sekolah dengan UN rendah yairu 93,1% berbanding 73,3%. Selain itu, di sekolah UN tinggi dibentuk juga MGMP internal sekolah, yang terdiri dari guru bidang studi yang sama. Kegiatan dalam MGMP internal antara lain berkolaborasi dalam menyusun RPP, membahas materi yang dianggap sulit, atau bertukar pikiran untuk itu dan menyusun rubrik penilaian, serta validasi soal dan uji coba rubrik penilaian. Menurut pengelola sekolah, MGMP internal sangat bermanfaat, jika ada guru yang berhalangan, maka guru yang dalam tim MGMP tersebutlah yang menggantikan tanpa mengalami kesulitan berarti. Guru seyogianya akan sangat menguasai materi pelajaran yang memang menjadi kompetensi sesuai ijazah yang dimikili. Namun sangat disayangkan, masih ada guru yang mengajar pelajaran di luar kompetensinya. Artinya, masih terdapat kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu. Distribusi guru masih belum merata menurut kebutuhan mata pelajaran, meskipun angka rasio guru murid sudah sangat bagus yaitu 9–10. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa 48,3% sekolah UN rendah dan 20,6 sekolah dengan hasil UN tinggi yang memiliki mata pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan pendidikan yang tidak sesuai, serti didajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pelajaran yang Kekurangan Guru Menurut Peringkat Urutan Mata Pelajaran 1 Kesenian 2 Teknologi Informasi dan Komputer 3 Sosiologi 4 PPKN 5 Geografi Urutan Mata Pelajaran 6 Matematika 7 Penjas dan Bahasa Indonesia 8 Sejarah 9 IPS Sumber : Laporan bulanan sekolah (diolah) 47 Tabel 4.2 memperlihatkan beberapa pelajaran yang kekurangan guru. Pejajaran kesenian yang paling banyak diajarkan oleh guru yang tidak sesuai kompetensi, disusul oleh pelajaran TIK, sosiologi PPKN, geografi, matematika, Pendidikan Jasmani, Bahasa Indonesia, Sejarah dan terakhir IPS. Ternyata pelajaran yang di-UN-kan juga mengalami kekurangan guru. Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan profesional guru sangat penting dalam menghasilkan proses pembelajaran yang baik dan bermutu, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil UN. Peningkatan kemampuan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pelatihan pembinaan profesionalisme guru seperti pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran, yang dilengkapi dengan real teching. 2. Mengefektifkan forum MGMP antarsekolah 3. Melaksanakan MGMP internal sekolah, dan membentuk tim teching. 4. Memberikan tugas kepada guru sesuai kompetensi yang dimiliki. 5. Memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran dengan perencanaan yang baik. b. Faktor kesiswaan Faktor kegiatan kesiswaan (SW) juga memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap proses pembelajaran dengan pengaruh yang relatif besar. Tetapi tidak signifikan mempengaruhi hasil UN. (Tabel 4.1). Pembinaan karakter siswa melalui penerapan disiplin, menggalakkan kegiatan-kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler telah dapat memberikan pengaruh positif pada proses pembelajaran. Tentu saja dengan karakter siswa yang mengacu pada peningkatan disiplin, kerja keras, kerja tim, teliti dan pengamalan nilai-nilai keagamaan akan memudahkan bagi guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan. Kedekatan guru dan siswa terjalin baik melalui pembinaan kegiatan kesiswaan oleh guru. Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga kependidikan, meskipun terdapat wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, namun itu hanya bersifat koordinatif. Guru merupakan tenaga kependidikan yang kerap kali berhadapan dengan peserta didik dalam proses 48 pendidikan. Sebagai pendidik. guru bertanggung jawab atas terselenggaranya proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan keteladanan. Apabila guru hanya menjalankan salah satu bagian dari tanggung jawabnya, maka perkembangan peserta didik tidak mungkin optimal. Dengan kata lain, pencapaian hasil pada diri peserta didik yang optimal, mempersyaratkan pelayanan dari guru yang optimal pula, termasuk pelayanan dalam bidang kesiswaan. Kegiatan kesiswaan, umumnya ditujukan untuk pembinaan karakter siswa, ataupun kemampuan afektif siswa. Sikap yang baik akan menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas dan secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adapun kegiatan kesiswaan yang menonjol di laksanakan antara lain, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.2. 70 60.8 60 50 44.8 41.3 40 35.8 37.9 42.5 41.4 UN Rendah 30 UN Tinggi 20 13.3 10.8 10.3 10 0 Pramuka Kesenian Olimpiade Olah Raga PMR Gambar 4.2. Persentase Sekolah Melaksanakan Kegiatan Kesiswaan yang Menonjol Sekolah dengan nilai Ujian Nasional tinggi mempunyai kegiatan yang menonjol pada bimbingan untuk mengikuti olimpiade berbagai bidang, kegiatan olah raga dan kegiatan pramuka. Umumnya, sekolah dengan UN tinggi mempunyai prestasi pada ajang olimpiade, seperti olimpiade matematika, fisika, atau olimpiade sain. Sementara pada sekolah dengan nilai UN rendah, kegiatan yang menonjol adalah pramuka, kesenian dan juga olah raga. Kegiatan olah raga 49 antara lain bola voli, tenis meja, pencak silat. Sedangkan kegiatan kesenian kebanyakan bernuansa islami sepersi rebana, dan rohis. Di samping itu, masih banyak kegiatan kesiswaan lainnya yang dilaksanakan di sekolah antara lain kegiatan pertanian, UKS, kustum, otomotif, tata boga, pengajian, tahfizul Quran dan bakti sosial. c. Faktor pelajaran yang di-Ujian Nasionalkan Hasil UN tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa adanya pelajaran yang di-UN-kan belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran untuk pelajaran tersebut. Dengan kata lain tidak ada perlakuan khusus oleh guru dalam proses pembelajaran untuk pelajaran yang di-UN-kan. Selain itu, faktor pengelolaan (MJM) juga tidak signifikan mempengaruhi proses pembelajaran, namun faktor ini signifikan mempengaruhi hasil UN, (Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa capaian hasil ujian nasional menjadi prioritas manajemen sekolah. Adanya target pencapaian hasil ujian nasional yang ditetapkan oleh dinas atau institusi lainnya di luar sekolah, menjadi beban manajemen sekolah untuk mencapai target tersebut. Pimpinan sekolah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut, antara lain dengan menambah jam belajar pada siang sampai sore hari yang ditujukan untuk pelajaran yang diujian nasionalkan, terutama untuk siswa kelas tiga. Melaksanakan ujicoba (try out) menjawab soalsoal ujian nasional tahun lalu atau yang dirancang khusus oleh guru atau institusi lainnya, 100% sekolah melaksanakan try out dalam menghadapi ujian nasional.Sedangkan pengelolaan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran masih belum menjadi perhatian serius. Sedangkan, pada sekolah dengan hasil UN tinggi, mereka tidak merasa terbebani dengan target kelulusan dan hasil UN, mereka justru memasang target agar lulusannya dapat diterima pada universitas terkemuka, didalam maupun luar negeri. Pengelolaan proses pembelajaran menjadi sasaran sebagian besar pimpinan sekolah untuk mengejar hasil belajar yang lebih baik. Pelaksanaan jam tambahan (les) dan pelaksanaan try out ujian nasional, bertujuan agar siswa dapat menyelesaikan soal-soal dengan cepat dan tepat. 50 Target kelulusan UN yang mesti dicapai, membuat manajemen sekolah lebih terfokus untuk mengejar target tersebut, dengan proses pembelajaran yang melatih siswa untuk mengerjakan dengan cepat. Kondisi ini dapat berakibat kurang baik pada proses pembelajaran yang ditujukan untuk penguasaan konsep untuk peningkatan kemampuan analisis siswa, karena guru cenderung mengabaikan proses pelibatan mental dalam penemuan ilmu pengetahuan sehingga kemampuan analisis dan kemampuan evaluasi yang dimiliki siswa rendah. Kenyataan ini, sejalan dengan hasil tes PISA (Program for Internasional Student Asesment) tahun 2009 untuk literasi matematika pada soal dengan level 5 dan 6, Indonesia hanya mendapat nilai 0,1 jauh di bawah rata-rata Negara OECD (Organitation for Economic Cooperation and Development) yaitu 12,7, padahal untuk soal di bawah level 2, Indonesia memperoleh nilai 76,7 jauh di atas rata-rata 22,01 (Stacey, 2011). Padahal penguasaan matematika pada level 5 dan 6 justru yang mengantarkan siswa untuk mampu bekerja dengan pemikiran dan penalaran matematika yang luas dan mampu menghubungkan pengetahuan dengan ketrampilan matematikanya dalam menghadapi suatu situasi. Ini artinya, proses pembelajaran yang saat ini lebih fokus untuk melatih (drill) siswa untuk menguasai ketrampilan menyelesaikan soal dengan cara cepat, tanpa didukung pemahaman konsep dengan baik. Fenomena ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan UN dan soal-soal ujian nasional perlu dikaji kembali. 4.3 Ketersediaan dan Ketercukupan Sarana dan Prasarana Ketersediaan dan ketercukupan sarana dan prasarana, baik untuk sekolah- sekolah tingkat SMP dan SMA yang termasuk dalam kelompok sekolah dengan hasil UN tertinggi dan terendah di Provinsi Aceh, belum sepenuhnya terpenuhi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara sarpras disekolah dengan UN rendah dengan sarpras di sekolah dengan UN tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh tidak signifikannya variabel dummy pada fungsi sarpras. (Tabel 4.1). Faktor sarpras secara langsung signifikan mempengaruhi proses pembelajaran dalam arah positif dengan koefisien 0,261821, tetapi tidak signifikan mempengaruhi hasil UN secara 51 langsung. Dengan demikian, ketercukupan dan ketersediaan sarpras saja belum cukup untuk meningkatkan mutu pendidikan atau kualitas hasil UN. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana sarpras itu dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung proses pembelajaran. Sarpras yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah sarpras yang dimanfaatkan secara langsung dalam proses pembelajaran, yaitu: 1. Ruang belajar, mobiler, peralatan dan lingkungan sekolah Beberapa sekolah dengan hasil UN tertinggi sekalipun, terlihat kondisi sarana dan prasarananya agak rendah, rendah dan bahkan sangat rendah. Sebagai contoh, SMPN4 Takengon memiliki mobiler ruangan kelas dengan kondisi yang sangat jauh dari kriteria yang harus dipenuhi. Sebagain besar meja siswa di empat ruangan kelas kondisinya berlubang dan permukaannya kasar dan tidak rata. Beberapa jendela gedung rungan kelas, kacanya sudah pecah. Hal berbeda, hanya terlihat pada sebagian sekolah, antara lain SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1 Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, SMA Fajar Harapan dan Modal Bansa Aceh. Terbatasnya sumber pendanaan berakibat sarana dan prasarana vital sekolah masih dirasakan kurang. Kondisi sarana prasarana vital di sekolah seperti ruang kelas dan peralatan di dalam ruangan masih memprihatinkan, pada sekolah dengan UN rendah, terdapat kondisi ruang belajar yang masih kurang, kurang baik kondisinya dialami oleh 15,8% sekolah, kekurangan peralatan ruangan seperti bangku, kursi, lemari, atau kondisi mobiler yang tidak lagi bagus dialami oleh 18,3% sekolah, (Gambar 4.3). Sedangkan pada sekolah dengan UN tinggi, persentase kekurangan sarana dan prasarana pembelajaran lebih rendah, kekurangan atau tidak baik kondisi ruang belajar 3,4% dan kekurangan mobiler 10,3%. Pada sekolah pinggiran juga ditemui bahwa tim guru harus turun tangan memperbaiki meja dan bangku yang rusak semampu mereka, dan mereka melakukannya dengan senang hati, hal ini tentu pantas diteladani. 52 54.2 60 48.3 50 41.4 40.8 34.5 40 30 20 10 24.1 18.3 10.3 15.8 6.7 3.4 0 0 UN rendah UN Tinggi Gambar 4.3. Persentase Sekolah yang Mengalami Kekurangan Sarana dan Prasarana Pembelajaran 2. Laboratorium Laboratorium merupakan sarana vital dalam melaksanakan proses pembelajaran. Jenis laboratorium yang diperlukan sekolah SMP atau SMA adalah laboratorium, bahasa, biologi, kimia, fisika, atau laboratorium IPA., komputer dan multimedia, matematika, dan pendidikan Agama Islam. Namun kebutuhan laboratorium ini, sampai kini belum merata untuk semua sekolah, terutama pada sekolah pinggiran. Ketiadaan laboratorium akan mengganggu proses pembelajaran. Tanpa laboratorium, maka siswa sering hanya belajar teori saja tanpa didukung pembuktian yang memadai di laboratorium, sehingga tidak terjadi proses mental dalam pemahaman konsep, kondisi ini menghambat untuk lahirnya kreativitas dan inovasi baru dari siswa. Pada sekolah dengan nilai UN rendah terdapat (48.3%) sekolah tidak memiliki gedung laboratorium dan sebanyak 40,8%, kekurangan alat-alat laboratorium. Pada sekolah yang hasil UN tinggi juga mengalami kekurangann laboratorium, namun persentasenya lebih rendah. (Gambar 4.3). Sekolah-sekolah yang memiliki laboratorium yang relatif lengkap, umumnya adalah sekolah unggul dan sekolah favorit. SMA Modal Bangsa misalnya, tersedia laboratorium yang relatif lengkap termasuk laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) yang 53 salah satu materi praktiknya adalah tajhiz mayat, sehingga labratoriumnya dilengkapi dengan model/ boneka jenazah. Beberapa sekolah memiliki peralatan laboratorium namun tidak memiliki ruang laboratorium, mereka menyiasati kekurangan gedung laboratorium dengan membawa peralatan laboratorium ke ruang kelas, dan melaksanakan praktek yang diperlukan di ruang kelas, atau menggunakan ruang kelas sebagai laboratorium jika ada ruang kelas yang tidak digunakan. Begitupun, ada juga sekolah yang memiliki gedung laboratorium, namun tidak memiliki peralatan laboratorium, kondisi ini tentu tidak dapat disiasati. 3. Sumber belajar Sumber belajar baik yang tersedia di perpustakaan, di lingkungan sekolah, dan di media-media cetak maupun elektronik di sebagian besar sekolah yang menjadi kajian penelitian ini tidak bisa disediakan dengan memadai. Sekolah dalam kategori ini menyatakan bahwa penyediaan melalui dinas pendidikan sering sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar dari sumber belajar untuk setiap siswa. Walaupun sudah berupaya menambah pengadaannya melalui partisipasi orang tua, namun tetap saja tidak bisa menutupi kebutuhan tersebut. Beberapa kondisi yang ditemui: - Pertama, di perpustakaan pada sebagian besar sekolah tidak tersedia buku referensi yang memadai walaupun hanya untuk buku paket yang harusya bisa dipinjamkan kepada siswa secara penuh untuk setiap semester, apalagi, bukubuku referensi pengayaan. Pengadaan buku paket sering sekali tidak memenuhi sesuai dengan jumlah siswa sehingga sekolah harus meminjamkan secara bergiliran dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan, buku-buku pengayaan yang diusulkan pengadaannya sering sekali tidak dipenuhi sama sekali. Gambar 4.3 memperlihatkan hasil temuan lapangan bahwa lebih 50% sekolah mengalami kekurangan sumber belajar berupa buku pelajaran, bahkan ada sekolah yang tidak memiliki perpustakaan; - Kedua, di lingkungan sekolah pada sebagian besar sekolah juga tidak menanam tanaman tertentu atau memelihari tanaman alam dengan baik yang bisa digunakan untuk sumber belajar. Dengan kondisi demikian, hewan atau 54 burung-burung liar yang bervariasi jenisnya juga jarang sekali terlihat melintas di lingkungan sekolah; dan - Ketiga, media cetak pada sebagian besar sekolah tidak menyediakan majalah dan koran sebagai sumber pengayaan pengetahuan bagi siswa. Di sebagian kecil sekolah ada berlangganan koran, tetapi hanya untuk pimpinan, guru dan karyawan sekolah. Lebih-lebih lagi, untuk media elektronik, tingkat ketersediaannya adalah sangat rendah. Hanya sebagian kecil sekolah, itupun yang “diklaim” sebagai sekolah unggul oleh pemerintah kabupaten/kota yang mampu menyediaan sumber belajar elektronik, baik melalui laboratorium maupun melalui penyediaan akses Internet. Penyediaan akses Internet di sebagian sekolah dalam ketegori ini, diakui hanya bisa diakses oleh siswa dan guru secara sangat terbatas dengan kecepatan yang sangat rendah sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh guru bersama siswa dalam proses belajarmengajar di kelas. (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). Penelitian ini, mengevaluasi beberapa faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi ketercukupan sarpras, yaitu : a. Faktor Pembiayaan Hasil estimasi fungsi sarana dan prasarana (Tabel 4.1), memperlihatkan bahwa kecukupan sarana dan prasarana signifikan dipengaruhi oleh pembiayaan dengan koefisienn 0,289502. Umumnya sekolah mengandalkan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) untuk mendukung kebutuhan sumber belajar seperti buku, media pembelajaran, serta perawatan ringan mobiler. Di samping itu ada juga sekolah yang mendapat pembiayaan dari APBK, APBN, komite dan Yayasan. Pada sekolah dengan UN tinggi 20,6% sekolah mengakui ada peran atau keterlibatan komite sekolah dalam pembiayaan, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah UN rendah dimana hanya 10,0% sekolah yang menyatakan ada keterlibatan komite sekolah dalam pembiayaan. Umumnya sekolah mengemukakan bahwa pembiayaan masih dirasakan terkendala. Ketercukupan sarpras juga terkendala dengan biaya perawatan yang masih dirasakan sangat terbatas. Sehingga jika ada peralatan yang rusak sulit 55 untuk memperbaiki, lab komputer misalnya, banyak sekolah yang mengakui bahwa sebagian komputer ada yang telah rusak dan tidak ada pergantian. Pemanfaatan dana BOS untuk perawatan, diakui pimpinan sekolah sangat terbatas, dan terkendala aturan yang menyulitkan pengelola sekolah. b. Faktor kesiswaan Variabel kesiswaan secara signifikan mempengaruhi kecukupan sarana prasarana dengan koefisien yang relatif besar yaitu 0,423082. Kegiatan- kegiatan seperti olah raga, kesenian, pembinaan OSN, PMR dan sebagainya, ternyata memberikan pengaruh untuk mencukupi kebutuhan sarana prasarana guna mendukung kegiatan-kegiatan tersebut, dan juga kegiatan pembelajaran. Umumnya sekolah yang kegiatan kesiswaan cukup beragam, akan ditunjang oleh tersedia sarana dan prasarana yang mencukupi untuk mendukung kegiatan tersebut, seperti lapangan olah raga, alat alat kesenian, buku sumber untuk mendukung pembinaan OSN. Ketersediaan sarpras tersebut tentu tidak terlepas dari dukungan orang tua siswa dan komite sekolah. c. Faktor pengelolaan Variabel pengelolaan belum memberikan pengaruh signifikan untuk mendukung kecukupan sarana prasarana. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pendayagunaan sarana prasarana belum optimal mempengaruhi kecukupan sarana prasarana. Untuk mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan pengendalian sarana dan prasarana, diperlukan penyesuaian manajemen sarana dan prasarana. Kenyataannya dilapangan, sekolah umumnya belum memiliki SOP untuk pendayagunaan sarana prasarana, demikian juga SOP perawatan sarpras. Umumnya sekolah mengemukakan, bahwa mereka mengalami kesulitan dalam perawatan sarana prasarana, karena minimnya pembiayaan. Sehingga sebagian sarana prasarana tidak dapat digunakan lagi sesuai fungsinya, sementara sulit mendapat pergantian untuk sarana prasarana yang baru. Pemanfaatan laboratorium atau alat-alat laboratorium, umumnya mempunyai frekuensi yang relatif tinggi pada sekolah dengan UN tinggi, mereka mengakui hampir setiap hari laboratorium digunakan. Penggunaan lab secara 56 bergantian tergantung jam pelajaran. Sementara pada sekolah dengan UN rendah kebanyakan pemanfatan lab satu atau dua kali seminggu. Tidak adanya SOP untuk pengadaan, pemanfaatan dan perawatan sarpras, dapat membuat sarpras yang ada tidak termanfaatkan secara optimal. Peran pimpinan sekolah memastikan terlaksananya: (1) pengadaan sarana dan prasarana, (2) perawatan sarana dan prasarana; dan (3) peningkatan ketersediaan dan kondisi sarpras, belum berjalan dengan baik. Beberapa kepala dan wakil kepala sekolah memainkan peran yang sangat baik dalam merencanakan penambahan dan peningkatan sarana dan prasarana, yang ditndaklanjuti dengan pembuatan pengajuan proposal ke dinas pendidikan kota dan/atau provinsi. Namun, peran komunikasi dengan pejabat-pejabat di kantor dinas pendidikan kurang terlaksana. Sehingga, tidak mengherankan kalau ditemukan banyak sekolah sampel penelitian yang tingkat ketercukupan sarana dan prasarana rendah atau sangat rendah. Selanjutnya, peran pimpinan sekolah untuk memastikan bahwa sarana dan prasarana sekolah terawat dengan baik juga kurang terlaksana. Sebagian sarana dan prasarana kondisinya jauh dari standar, contohnya toilet, lapangan olahraga, gedung laboratorium, ruang kelas, ruang guru, ruang tata usaha, dan bahkan ruang kepala sekolah. Gedung-gedung yang seharusnya dirawat dengan mengecat kembali secara berkala, misalnya setiap lima tahun, lapangan olahraga yang seharusnya diperhalus kembali permukaan secara berkala, misalnya setiap dua tahun, umumnya tidak terlaksana. Tidak terlaksananya perawatan tersebut terutama sekali disebabkan tidak adanya SOP untuk perawatan sarpras di sekolah. Terakhir, peran untuk memastikan terencana pemenuhan kebutuhan peningkatan sarana dan prasarana melalui penilaian kebutuhan (need assessment), juga tidak terlaksana dengan baik. Peran pimpinan sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana, seharusnya dapat dijalankan dengan mekanisme: (1) meminta laporan berkala tentang kebutuhan peningatan sarana dan prasarana dari setiap guru bidang studi, kepala laboratorium, dan wakil kepala sekolah yang lain, (2) menyusun rekapitulasi berdasarkan analisis kebutuhan didasarkan pada laporan pada nomor 1, dan (3) membuat skala prioritas untuk 57 pengajuan pengadaannya. Disayangkan mekanisme ini tidak berjalan dengan baik, padahal dengan mekanisme ini dapat menekan kekurangan sarana dan prasarana dan dapat mensiati kekurangan ini dengan berbagai cara sehingga proses pembelajaran secara maksimal dengan kondisi apa adanya. 4.4 Unit Penjaminan Mutu Setiap unit pendidikan seharusnya memiliki unit penjaminan mutu. Dengan unit ini, sekolah dapat mengontrol pelaksanaan proses belajar-mengajar secara terus menerus. Mutu lembaga-lembaga pendidikan yang terlibat dalam kajian ini adalah sangat bervariasi mulai dari sangat rendah sampai dengan tinggi. Variasi mutu ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan karena idealnya setiap sekolah memiliki mutu yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara harus mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama dalam proses pendidikannya. Sungguhpun situasi ideal sangat sulit diwujudkan oleh sekolahsekolah di Provinsi Aceh khususnya bahkan di Indonesia pada umumnya, namun setiap sekolah harus berupaya secara maksimal dengan berbagai perbaikan untuk mewujudkannya. Kesulitan yang dihadapi sebagian besar sekolah dalam kajian penelitian ini pada umumnya dikarenakan tidak memadainya mutu SDM, rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana, dan tidak memadainya dukungan pembiayaan operasional sekolah baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari orang tua siswa. Sebagian besar sekolah dengan kesulitan-kesulitan ini, berupaya keras mengatasinya terutama kesulitan pada tidak memadainya mutu SDM dengan mendorong para guru meningkatkan profesionalisme mereka melalui partisipasi maksimal pada MGMP pada berbagai tingkatan, membangun jaringan dengan guru-guru mapel atau rumpun ilmu yang sama, dan memperoleh informasi tentang perkembangan bidang mapel masing-masing. Sekolah-sekolah dalam kategori ini selalu optimis bahwa dengan semangat dan usaha seperti itu, maka mutu SDM mereka tidak terlalu senjang dengan kualitas yang harus diwujudkan. Walaupun unit jaminan mutu tidak ada, tetapi pelaksanaan tugas penjaminan mutu dapat 58 diemban dengan baik oleh pimpinan sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan bidang sarana dan prasarana. Di lain pihak, sebagain kecil sekolah seperti “menerima” saja kondisi di atas dengan pesimisme yang terungkap pada pernyataan-pernyataan pimpinan sekolah. Upaya mengontrol mutu hampir sama sekali tidak dilakukan. Sekolah dalam kategori ini cenderung menyalahkan kebijakan penempatan guru yang tidak mempertimbangkan pemerataan bidang dan kualitas mereka (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). 4.5 Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Masyarakat Variabel kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah memberikan pengaruh yang signifikan dalam arah negatif terhadap pencapaian hasil UN. Ini artinya semakin rendah persentase penduduk miskin di kecamatan tempat sekolah berdiri, akan semakin baik capaian hasil UN. Dukungan sumberbelajar, kursus di luar jam sekolah, ketersediaan waktu untuk belajar, bahkan pembiayaan lainnya akan lebih baik jika tingkat kesejahteraan keluarga juga baik. Umumnya sekolah yang berada di lingkungan sosial ekonomi kurang sejahtera atau persentase penduduk miskinnya besar, umumnya menghadapi masalah waktu belajar anak di luar kelas yang minim, karena para siswa umumnya harus membantu orang tuanya mencari nafkah sepulang sekolah. Para guru juga menghadapi masalah siswa yang sering tidak masuk, orang tua kurang memberi perhatian pada prestasi anak di sekolah. Usaha melibatkan orang tua dalam mendukung prestasi siswa relatif sulit dilakukan, mengingat kesibukan orang tua mencari nafkah, kekurangan biaya untuk melengkapi buku-buku pelajaran yang diperlukan anak. Selain itu, lingkungan merupakan sumber belajar yang berpengaruh dalam pola belajar dan perkembangan anak, lingkungan mempengaruhi dan membentuk pola interaksi antarwarga sekolah, dan antara warga sekolah dengan masyarakat sekitar. Lingkungan sekolah yang kondusif, maka hasil belajar siswa akan baik, interaksi berjalan baik. Pada sekolah-sekolah yang berada dalam lingkungan 59 sosial ekonomi dimana persentase penduduk miskin besar, biasanya komite sekolah juga kurang berperan, dalam mendukung program-program yang disusun sekolah. Sebaliknya pada sekolah dalam lingkungan sosial ekonomi baik, komunikasi dengan komite sekolah cukup lancar. Sehingga komite dapat memberikan perannya secara lebih baik, dalam mendukung program , dalam memberikan ide-ide kreatif dan memberikan dukungan pembiayaan kegiatan siswa dan kegiatan pembelajaran. Tabel 4.3 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah Dengan Nilai UN Tinggi Kabupaten Kecamatan Langsa Langsa Baro Simpang Ulim Bireum Bayeun Banda Sakti Aceh Timur Lhokseumawe Aceh Utara Aceh Tengah Persentase Kemiskinan 0,07 Kabupaten 0,09 0,06 Bener Meriah 0,06 Muara Satu 0,07 Dewantara 0,08 Bebesen 0,05 Lut Tawar 0,04 Kebayakan Pegasing Jagong Jeget 0,06 0,09 0,11 Aceh Besar Bukit Persentase Kemiskinan 0,10 Permata 0,10 Bandar 0,09 Wih Pesam Timang Gajah Lembah Seulawah Ingin Jaya Blang Bintang Baiturrahman Meuraxa Kuta Alam Syiah Kuala 0,07 Kecamatan 0,14 0,04 0,07 0,07 0,03 0,04 0,04 0,03 Sumber: Aceh Dalam Angka Tabel 4.3 memperlihatkan persentase penduduk miskin di kecamatan tempat sekolah sampel untuk kelompok sekolah hasil UN tinggi, sedangkan pada Tabel 4.4 memperlihatkan persentase penduduk miskin di kecamatan tempat sekolah sampel untuk kelompok sekolah hasil UN rendah. Rata-rata jumlah penduduk miskin di kecamatan sekolah UN rendah adalah 0,11 sedangkan di sekitar sekolah dengan UN tinggi rata-rata penduduk miskin adalah 0,6. Angka ini persentase penduduk miskin lebih rendah pada sekolah dengan hasil UN tinggi. 60 Fakta ini, sejalan dengan hasil estimasi pengaruh variabel persentase kemiskinan terhadap hasil UN, yang negatif. Artinya semakin sedikit penduduk miskin atau semakin baik kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah akan semakin baik dukungannya terhadap sekolah, sehingga memberikan pengaruh baik terhadap pencapaian hasil UN. Tabel 4.4 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah dengan UN Rendah Kabupaten Aceh Timur Aceh Utara Pidie Aceh Tamiang Pidie Jaya Aceh Barat Daya Kecamatan Peureulak Idi Tunong Birem Bayeun Simpang Ulim Ranto Peureulak Nurussalam Baktiya Barat Baktiya Seuneudon Tanoh Jambo Aye Lhoksukon Tanah Pasir Pekan Pidie Gelumpang Tiga Simpang Tiga Indrajaya Kota Sigli Padang Tiji Mutiara Keumala Kejuruan Muda Karang Baru Bendahara Tamiang Hulu Bandar Baru Pante Raja Meureudu Jangka Buya Trienggadeng Bandar Dua Manggeng Blang Pidie Susoh Persentase Kemiskinan 0,09 0,11 0,06 0,09 0,07 0,11 0,09 0,09 0,16 0,12 0,10 0,16 0,13 0,16 0,15 0,16 0,09 0,13 0,13 0,14 0,07 0,11 0,09 0,04 0,11 0,13 0,11 0,09 0,14 0,11 0,14 0,11 0,11 Kabupaten Aceh Barat Daya Aceh Barat Aceh Selatan Lhokseumawe Aceh Jaya Bireuen Sabang Sumber: Aceh Dalam Angka 61 Kecamatan Lembah Sabil Setia Kuala Batee Kaway XVI Meureubo Bubon Johan Pahlawan Panton Reu Labuhan Haji Timur Bakongan Kluet Utara Kluet Timur Meukek Labuhan haji Pasie Raja Blang mangat Muara Dua Banda Sakti Muara Satu Teunom Darul Hikmah Sampo Iniet Jaya Setia Bakti Panga Peudada Jeunib Peulimbang Pandrah Simpang Mamplam Samalanga Suka Jaya Suka Karya Persentase Kemiskinan 0,16 0,21 0,17 0,11 0,10 0,15 0,05 0,14 0,14 0,06 0,09 0,09 0,10 0,09 0,09 0,11 0,07 0,06 0,07 0,06 0,11 0,11 0,11 0,04 0,11 0,13 0,12 0,12 0,13 0,12 0,08 0,07 0,10 Fakta umum menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat banyak ditentukan oleh beberapa faktor: a. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara orang tua mengarahkan anak-anak mereka untuk memilih jenis pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan pengetahuan dan pengalaman pendidikan mereka disertai dengan keseriusan dalam membimbing, anak-anak mereka akan terarah dengan baik dalam memilih jenis dan jenjang pendidikan mereka. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang mencapai level perguruan tinggi walaupun hanya tingakat strata-1, mereka bisa mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman mereka dalam mengarahkan pendidikan anak mereka dari awal sejak pendidikan menengah. Kenyataan bahwa tingkat pendidikan orang tua pada sekolah-sekolah sampel pada umumnya adalah sekolah menengah atas, terlihat menyulitkan mereka dalam mengarahkan dan membimbing anak-anak mereka dalam belajar (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi sosial masyarakat). Kelemahan orang tua ini mengakibatkan anak-anak mereka kurang berprestasi yang salah satu di antaranya ditunjukkan pada hasil UN yang pada umumnya adalah rendah. Di samping itu, tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap status sosial dan peluang memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memberikan peluang besar untuk mampu membiaya pendidikan anak-anak mereka. Terdapat beberapa kasus yang orang tua siswa yang berprestasi merasa rendah diri dan tidak memiliki “pengaruh” yang cukup untuk meminta dukungan pihak lain, terutama berupa beasiswa agar anaknya yang berprestasi bisa memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan setinggi mungkin. Tidak bisa dipungkuri bahwa siswa dari keluarga kurang mampu sering terabaikan dari perhatian pemerintah atau pihak lain untuk memperoleh dukungan disebabkan oleh kemampuan komunikasi atau keengganan memberikan informasi tentang prestasi anak-anak mereka. Data pada lampiran 2.c poin 1 juga memperlihatkan bahwa secara umum orang tua siswa berpenghasilan rendah atau status sosial ekonomi mereka berada apada kategori kelas bawah. 62 b. Jenis pekerjaan dan pendapatan Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah pada umunya rendah, hanya beberapa sekolah yang kondisi sosial ekonomi masyarakatnya tinggi, contohnya SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1 Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, dan SMA Fajar Harapan. Pada sekolah-sekolah yang disebutkan di atas dengan kondisi sosial ekonomi tinggi (golongan menengah ke atas), sangat memudahkan sekolah merencanakan jam belajar tambahan, seperti jam belajar sore, les tambahan, dan kegiatan ekstrakurikuler (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi sosial masyarakat). Di lain pihak, sekolah-sekolah lainnya yang kondisi sosial ekonomi masyarakatnya rendah, sangat menyulitkan sekolah memprogramkan kegiatankegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler seperti di atas. Pada sekolah-sekolah ini, pekerjaan orang tua siswa umumnya adalah petani, sebagaian lainnya tukang becak, hanya sedikit yang PNS dan wiraswastawan atau secara umum mereka termasuk golongan menengah ke bawah (lihat lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi sosial masyarakat). Kondisi seperti ini kadang-kadang memaksa orang tua mengajak anaknya membantu mereka mengerjakan tugas-tugas dalam memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan di rumah dan di sekolah. Dengan demikian, juga menyulitkan sekolah mengajak apalagi memaksan siswa berpartisipasi dalam setiap kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Guna menyikapi masing-masing kondisi di atas, peran pimpinan sekolah untuk menyesuaikan program belajar kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler sangat penting dimainkan untuk memastikan bahwa dengan kondisi sosial ekonomi bagaimanapun, ketiga jenis program tersebut semaksimal mungkin harus berjalan. Memang tidak bisa dipungkiri, ditengah-tengah usaha menyesuaikan program-program belajar tersebut, pihak sekolah sering kehilangan semangat untuk “memaksa” siswa dari keluarga sosial ekonomi rendah yang tiba-tiba meminta anak-anak mereka untuk berhenti dari kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. 63 64 BAB V PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh SDM, sarana prasarana, dan kegiatan kesiswaan. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses pembelajaran belum dilaksanakan dengan baik pada sebagian sekolah, terutama pada sekolah dengan tingkat UN rendah. 2. Pengelolaan proses pembelajaran pada sekolah dengan nilai UN tinggi, lebih baik dibandingkan dengan pada sekolah dengan nilai UN rendah. Partisipasi dalam forum MGMP cukup tinggi pada sekolah dengan UN tinggi, dan juga melaksanakan MGMP internal sekolah. Pengelolaan proses pembelajaran akan lebih baik, apabila pimpinan sekolah peduli dan fokus melaksanakan evaluasi secara berkala. 3. Peran untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran pada semua sekolah, dengan mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang dijadikan sampel supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai dengan peran mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership), yaitu memperbaiki penyampaian dan isi bahan ajar, (3) meminta guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada feedback yang diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah melakukan supervisi kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan kualitas daripada pembelajaran pada supervisi pertama, tidak berjalan dengan baik. 4. Peran pimpinan sekolah (manajemen) untuk memantapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh setiap guru pada semua sekolah, dengan mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai dengan arahan pimpinan sekolah, (2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback sebagai dasar untuk direvisi, (3) RPP disahkan apabila sudah direvisi sesuai dengan koreksi dan feedback yang diberikan, tidak berjalan dengan baik. 5. Peran pimpinan sekolah (manajemen) untuk menjamin kualitas pelaksanaan penilaian yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif pada semua 65 sekolah, dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik penilaian untuk setiap ranah tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur pengembangan instrumen penilaian yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur penentuan skor dan nilai peserta didik, tidak berjalan dengan baik. 6. Kecukupan sarana prasarana pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tersedianya pembiayaan, dan kegiatan kesiswaaan. Kesulitan biaya untuk perawatan sarana prasarana, menyebabkan perawatan sarana prasarana tidak berjalan baik, sehingga banyak sarana prasarana yang tidak dapat digunakan lagi. Tidak ada perbedaan yang signifikan ketersediaan sarana prasarana antara sekolah dengan UN tinggi dan sekolah dengan UN rendah. Namun pemanfaatan sarana prasarana pada sekolah dengan UN tinggi lebih baik. 7. Peran pimpinan sekolah melalu wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana, dengan mekanisme: (1) meminta laporan berkala tentang kebutuhan peningatan sarana dan prasarana dari setiap guru bidang studi, kepala laboratorium, dan wakil kepala sekolah yang lain, (2) menyusun rekapitulasi berdasarkan analisis kebutuhan didasarkan pada laporan pada nomor 1, dan (3) membuat skala prioritas untuk pengajuan pengadaannya, tidak berjalan dengan baik. 8. Manajemen sarana prasarana belum dilaksanakan dengan baik dan belum memberikan pengaruh positif terhadap kecukupannya. Pada umumnya sekolah belum memiliki SOP pengadaan, pemanfaatan dan perawatan sarana prasarana. 9. Unit penjaminan mutu belum terbentuk pada sebagian besar sekolah, baik pada sekolah dengan UN tinggi maupun UN rendah. Hal ini berdampak pada rendahnya pengelolaan akademik dan non akademik di sekolah. 10. Semakin baik kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah semakin baik interaksi yang terjadi antara siswa, orang tua siswa, dan pihak sekolah, sehingga memberikan pengaruh yang baik terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Peran komite sekolah juga cukup baik pada lingkungan sosial ekonomi yaang lebih baik. Pada lingkungan sosial ekonomi yang rendah, dukungan 66 orang tua terhadap pendidikan dan proses belajar anak, terutam a secara finansial sangat terbatas. 11. Peran pimpinan sekolah untuk menyesuaikan program belajar kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, sekolah dengan kondisi sosial ekonomi rendah cenderung tidak atau sangat sedikit melaksanakan kegitan kokurikuler dan ekstra kurikuler. 6.2 Rekomendasi 1. Perlu pembinaan dan pendampingan untuk meningkatkan profesionalisme guru secara berkelanjutan dalam menyusun perencanaan pembelajaran (RPP), membuat perangkat pembelajaran, menyiapkan sumber belajar, alat peraga dan media, dan melaksanakan real teaching atau mengimplementasikan RPP, dibawah koordinasi kepala sekolah dan bimbingan pengawas sekolah; 2. Pembinaan dan pendampingan guru bisa dilakukan melalui penyediaan Program Pelatihan dan Pendampingan dengan rincian kegiatan: (a) pelatihan penyusunan RPP beserta materi ajar, alat peraga dan media pembelajaran; (b) pendampingan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan RPP yang disusun pada pelatihan. Program ini dilaksanakan di setiap kabupaten/kota dengan diawali berfokus pada sekolah-sekolah yang sangat membutuhkan (nilai kualitas RPP dan implementasinya yang disusun rendah), dilajutkan berturutturut pada sekolah dengan tingkat kebutuhan di bawahnya (sesusi dengan hasil need assessment); 3. Memperluas dan memperkuat pelaksanaan MGMP internal sekolah dan antar sekolah, kabupaten/kota dan antar provinsi; 4. Penguatan MGMP bisa dilakukan melalui penyediaan Progran Optimalisasi Peran MGMP oleh dinas pendidikan dengan rincian kegiatan: (a) penyusunan program kerja tahunan MGMP internal, antar sekolah, kabupaten/kota, dan propinsi; dan (b) program pendampingan pembahasan materi ajar, penyiapan media dan alat peraga pembelajaran, serta strategi pembelajaran; 67 5. Memperbaiki sistem rekrutmen guru sehingga benar-benar berorientasi kepada prestasi akademik, bakat keguruan, dan integritas, serta berbasis kebutuhan. Mekanisme untuk perbaikan sistem ini dirinci: (a) pemetaan kebutuhan guru setiap sekolah yang terus-menerus di-update langsung oleh dinas pendidikan kab./kota untuk setiap sekolah; (b) penentuan syarat yang kompetitif untuk merekrut calon guru unggul; dan (c) wawancara yang melibatkan ahli psikologi dan pakar pendidikan; 6. Pemetaan dan pembenahan berkelanjutan distribusi guru, sampai mencapai pemerataan guru setiap mata pelajaran di suatu kabupaten/kota. Mekanisme pembenahan yang diusulkan: (a) analisis keterlaksanaan pembelajaran setiap mapel di setiap sekolah; (b) pembuatan roadmap redistribusi guru didukung dengan peraturan daerah; dan (c) mendorong kesediaan ditempatkan di sekolah yang sangat butuh atau butuh melalui pemberian reward percepatan kenaikan pangkat, pengembangan profesionalisme dan promosi pembinaan karir; 7. Memperbaiki sistem rekrutmen kepala sekolah sehingga benar-benar berorientasi kepada prestasi akademik, bakat kepemimpinan, dan integritas. Mekanisme untuk perbaikan sistem ini dirinci: (a) pemetaan kebutuhan tipe kepemimpinan untuk memajukan sekolah tertentu; (b) penentuan syarat akademik dan karir untuk merekrut calon kepala sekolah yang unggul; dan (c) wawancara yang melibatkan ahli psikologi dan pakar pendidikan; 8. Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme kepala sekolah melalui Program Pelatihan dan Pendampingan yang bercirikan keunggulan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri, dan melibatkan LPMP dan MPD ; 9. Pemetaan dan pembenahan berkelanjutan terhadap ketersediaan dan kecukupan sarana dan prasarana sekolah setiap tahun dengan memperhatikan tingkat kemutakhiran sarana prasarana sesuai dengan SNP. Pembenahan ini dapat dilakukan melalui mekanisme: (a) pemetaan kebutuhan sarana dan prasarana setiap sekolah yang terus-menerus di-update langsung oleh dinas pendidikan kab./kota di setiap sekolah, dan (b) pendampingan perawatan 68 sarana dan prasarana setiap sekolah dengan menyiapkan SOP dan alokasi dana perawatan dan pemutakhiran sarana dan prasarana; 10. Good practices dalam pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran yang berjalan di suatu sekolah bercirikan keunggulan, perlu didorong dan difasilitasi untuk bisa diterapkan pada sekolah-sekolah lainnya. Transfer praktik ini dilakukan melalui mekanisme: (a) identifikasi dan ‘pembukuan’ poin-poin keunggulan pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran, (b) piloting penerapan poin-poin keunggulan di beberapa sekolah melalui pendampingan yang melibatkan kepala sekolah berciri keunggulan dan pakar administrasi pendidikan, dan (c) evaluasi keefektivan pilot project yang akan melahirkan feedback perbaikan dan rekomendasi perluasan penerapan di sekolah-sekolah lainnya; 11. Dukungan penganggaran dan pembiayaan yang akurat untuk mendukung sekolah-sekolah dengan kondisi lingkungan sosial ekonomi rendah dalam melaksanakan pembelajaran. Dukungan pembiayaan ini dilakukan melalui mekanisme: (a) pemberian prioritas alokasi anggaran operasional (APBD dan APBN) yang lebih besar untuk sekolah dengan kondisi lingkungan sosial ekonomi rendah sesuai dengan tingkatan kondisinya, (b) pendampingan dalam pemanfaatan dana alokasi khusus, dan (c) pelaporan dan penyediaan alokasi tahun berikutnya sesuai dengan kemampuan menjalankan program pembelajaran; 12. Dukungan Dinas Syariat Islam, Badan Dayah, dan MPD untuk sosialisasi tentang peran orang tua dan masyarakat dalam mendukung operasional pembelajaran sekolah. Dukungan ini bisa dilaksanakan melalui program: (a) penyediaan da’i dalam pertemuan komite dan orang tua siswa di sekolah dan masyarakat untuk memberikan pencerahan tentang peran pendidikan dalam mendukung pendidikan, (b) penyediaan motivator dalam pertemuan awal semester pimpinan sekolah, pengawas sekolah, orang tua, dan siswa, dan (c) menjembatani komunikasi orang tua siswa dengan guru atau sekolah untuk menggugah peran orang tua dalam mengembangkan kesadaran berpendidikan dalam keluarga. 69 DAFTAR PUSTAKA Asmawati. 1999. Analisis Pengangguran Perguruan Tinggi Negeri di Wilayah Sumatera. Tesis. PPs Unsyiah. Beeby, C. E. 1966. The Quality of Education in Developing Countries. Massachusetts: HarvardUniversity Press. Carter V. Good. 1959. Dictionary of Education. Mc. Graw Hill Book Company, Inc. New York. Coombs, P. H. 1985. The World Crisis and Education. Oxford: Oxford UniversityPress. Cresswell, John W. 2008. Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research (3rd ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson. Danim, Sudarwan. 2008. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Driyarkara. 1950. Driyarkara tentang Pendidikan, Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Engkoswara. 1986. Kecenderungan Kehidupan di Indonesia Menjelang Tahun 2000 dan Implikasinya Terhadap Sistem Pendidikan. Jakarta: CV. Intermedia. Engkoswara. 1986. Membina Indonesia Merdeka Melalui Pendidikan. Bandung: Yayasan Amal Keluarga. Goleman, David. 2005. Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Tenth Edition. New York: Bantam Dell, A Division of Random House Inc. Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Heyneman, Stephen P. and William A. Loxley. 1983. The Effect of PrimarySchool Quality on Academic Achievement Across Twenty-nine High-and Low-Income Countries. Illinois: The University of Chicago Press. Hoy, Charles et. al. 2000. Improving Quality in Education. London: Longman Publishing Company. Imron dkk, A. 2003. Manajemen Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang. 70 Sallis, Edward. 2002. Total Quality Management in Education. Third Edition. London: Kogan Page Ltd. Sanusi, Achmad. 1990. Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan. Bandung: FPS IKIP. Satori, Djam’an. 2006. Supervisi Akademik dan Penjaminan Mutu dalam Pendidikan Persekolahan. Bandung: Koleksi Materi Perkuliahan Supervisi Pendidikan IPA SPs: Tidak Diterbitkan. Slamet, Margono. 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: IPB. Stacey, K. 2011. The View of Mathematics Literacy in Indonesia. Mathematics Education, 1-24. Suderadjat, Hari. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK. Bandung: Cipta Lekas Garafika. Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing. Suryadi, Ace et. al. 2001. Indikator Mutu dan Efisiensi Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia, dalam Fasli Jalal dan Dedi Supriyadi (ed.), Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Suryadi, Ace dan H. A. R. Tilaar, 1994. Analisis Kebijakan Pendidikan; Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tawnsend-Butterworth, D. 1992. Your First Child's School: A Handbook For Parents. USA: Walker and Company. Tu'u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo. Umaedi. 1999. Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdikbud. Usman, Husaini. 2009. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran I: Instrumen Pengumpulan Data Lampiran 1.a: Kuesioner Penelitian Analisis Mutu Pendidikan 1. Profil Responden Nama Nama Sekolah Umur Jenis Kelamin Alamat Kecamatan Kabupaten/Kota : : : : : : : Berilah jawaban/ pendapat anda dengan memberikan tanda √ pada kolom tingkat capaian yang sesuai pendapat anda. Nilai satu (1) menunjukkan kondisi sangat kurang dan nilai 5 mewakili kondisi yang sangat baik. Pada kolom pertanyaan pendukung mohon tuliskan jawaban anda sesuai kondisi yang terjadi atau yang anda ketahui Keterangan: 1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = sangat baik No. Tingkat Capaian 1 2 3 4 5 Pernyataan Pertanyaan 1 Kecukupan jumlah ruang belajar dan bangku dalam mendukung proses pembelajaran 2 Kecukupan jumlah dan jenis buku sesuai mata pelajaran yang tersedia di pustaka sekolah dalam mendukung proses pembelajaran Buku apa saja yg tidak tersedia; 3 Kecukupan jenis laboratorium dan alat-alat laboratorium yang tersedia untuk mennunjang kebutuhan pembelajaran. Laboratorium apa saja yg ada: Alat laboratorium yang ada: 72 4 Kecukupan dan kesuaian kompetensi guru untuk pembelajaran setiap mata pembelajaran Pelajaran yg diasuh oleh guru yang tidak sesuai kompetensi/ ijazah ……………………… ……………………… Tuliskan kelemahannya jika ada: 5 Peningkatan kemampuan guru yang bersertifikat dalam proses pembelajaran 6 Transparansi dan pemerataan dalam pemilhan peserta (guru) yang dikirim untuk mengikuti pelatihan Tuliskan mekanisme singkat, atau SOP jika ada: 7 Keefektifan materi pelatihan dalam mendukung proses pembelajaran Beri saran jika ada: 8 Keefektifan forum MGMP Jumlah pertemuan per bulan: Materi yang dibicarakan: 9 Kegiatan ekstrakurikuluer sudah mendukung pembinaan karakter anak Jenis kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan: 10 Upaya yang telah dilakukan untuk mendorong minat dan prestasi belajar siswa (kokurikuler) Upaya yang dilakukan: 73 Saran jika ada: 11 Kecukupan dan kefektifan pendanaan operasional dalam mendukung proses pembelajaran Apa saja sumber dana operasional: 12 Kefektifan pendanaan program atau kegiatan dalam mendukung prestasi siswa dan guru Tuliskan apa saja program yang telah dilaksanakan, dan sumber dananya: 13 Kurikulum muatan lokal Pelajaran muatan lokal: 14 Kesuaian pelaksanaan pembelajaran (materi) dengan kurikulum dan silabus Tuliskan materi yang tidak diajarkan jika ada: 14 Penggunaan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran Jumlah penggunaan per minggu; 15 Perencanaan perangkat pembelajaran yang dilakukan semua guru dalam mendukung pembelajaran di kelas Pelajaran yang belum memiliki RPP:………………… ……………………… Adakah Pembuatan Media: 74 Adakah rubrik penilaian: 16 Kesesuaian pelaksanaan proses pembelajaran dengan RPP yang dibuat Beri komentar jika ada: 17 Tingkat kedisiplinan siswa di lingkungan sekolah dan dalam proses pembelajaran Apakah ada tata tertib: Bagaimana mensosialisasikan tata tertib: 18 Prosedur pengaturan pemanfaatan sarpras, dilengkapi SOP yang jelas Tuliskan SOP yang ada 19 Prosedur pelaksanaan proses pembelajaran dengan SOP yang jelas Tuliskan SOP yang ada 20 Upaya meningkatkan kepedulian orang tua murid terhadap pencapaian prestasi anak Jumlah pertemuan dengan wali murid: Tuliskan upaya melibatkan wali murid, jika ada (selain pertemuan): 21 Pelaksanaan try out dalam mendukung prestasi UN Berapa kali jumlah try out: 75 Tuliskan saran untuk peningkatan mutu pendidikan : Rubrik penentuan skor: A. Proses pembelajaran Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Sebagian besar pembelajaran dilakukan tanpa RPP, hanya sebagian kecil prosedur penilaian yang terlaksan, dan proses pembelajaran tidak diawasi dan evaluasi. : Sebagian pembelajaran dilakukan tanpa RPP, sebagian prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian diawasi dan evaluasi. : Sebagian besar pembelajaran tidak mengikuti RPP, sebagian prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian diawasi dan evaluasi. : Sebagian besar pembelajaran tidak mengikuti RPP, sebagian prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian besar diawasi dan evaluasi. : Sepenuhnya pembelajaran mengikuti RPP, sebagian besar prosedur penilaian terlaksana, dan proses pembelajaran sebagian besar diawasi dan evaluasi. B. Sumber daya manusia Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Ada pelajaran ujian nasional yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai : Ada pelajaran selain mata pelajaran yang di-UN-kan yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi yang tidak sesuai, dan aktif pada MGMP. : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Kurang dari 25 % guru bersertifikat, kurang dari 25% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan guru aktif pada forum MGMP : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. kurang dari 50% guru bersertifikat, lebih dari 50% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif mengikuti MGMP : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi tidak sesuai. Lebih dari 75 % guru telah bersertifikat. Lebih dari 75% guru telah mengikuti pelatihanpelatihan, dan aktif dalam MGMP dan ada MGMP internal. 76 C. Sarana dan prasarana Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sangat sedikit terpenuhi dan tanpa SOP : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian kecil terpenuhi dan tanpa SOP : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras separuhnya terpenuhi berdasarkan SOP : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian besar terpenuhi berdasarkan SOP : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras terpenuhi berdasarkan SOP D. Kesiswaan Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : : : : : Tidak ada kegiatan kokurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler Ada 1 jenis kegiatan kokurikuler atau ekstrakurikuler Ada 2–3 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler Ada 4–5 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler Ada lebih dari lima kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler E. Pembiayaan Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Pembiayaan hanya dengan dana BOS : Selain dana BOS, ada pembiayaan yang bersumber dari APBA : Selain dana BOS ada pembiayaan lain yang bersumber dari APBA dan APBK : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber dari APBA, APBK, dan Komite Sekolah : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber dari APBK, dan Komite Sekolah, dan sumber lainnya F. Hasil ujian nasional Skala 1 Skala 2 Skala 3 : Nilai rata-rata UN adalah < 4 : Nilai rata-rata UN adalah 4 sampai < 5 : Nilai rata-rata UN adalah 5 sampai < 6 Skala 4 Skala 5 : Nilai rata-rata UN adalah 6 sampai 7 : Nilai rata-rata UN adalah > 7 G. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Skala 1 : Tidak mampu menyediakan fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. 77 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Skala 5 : Mampu menyediakan sebagian kecil fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. : Mampu menyediakan sebagian fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. : Mampu menyediakan sebagian besar fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. : Mampu menyediakan seluruh fasilitas penunjang pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler anaknya. 78 Lampiran 1.b: Pedoman Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi Proses Penyusunannya: Instrumen Wawancara untuk Perluasan Penelitian Analisis Mutu Pendidikan – Bappeda Aceh 8 Poin Standar Nasional Pendidikan – BSNP Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Standar Kompetensi Lulusan Standar Isi Standar Proses Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Standar Sarana dan Prasarana Standar Pengelolaan Standar Pembiayaan Pendidikan Standar Penilaian Pendidikan PENGEMBANGAN INSTRUMEN (PERTANYAAN WAWANCARA) Tabel 1: Spesifikasi dan Kisi-Kisi Pengembangan Instrumen Wawancara No. Topik 1. Standar Kompetensi Lulusan Subtopik a. Standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan b. Standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran c. Standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran Poin Pertanyaan 1) Penentuan SKLM tingkat sekolah dan madrasah 2) Penentuan SKLM kelompok mapel 3) Penentuan SKLM mapel 2. a. Kerangka dasar dan struktur kurikulum 1) Kerangka dan struktur kurikulum yang berlaku 2) Penentuan mulok pada kurikulum Standar Isi 79 b. Beban belajar c. Kurikulum tingkat satuan pendidikan d. Kalender pendidikan 3) Penentuan kalender pendidikan 3. Standar Proses a. Perencanaan proses pembelajaran b. Pelaksanaan proses pembelajaran c. Penilaian hasil pembelajaran d. Pengawasan proses pembelajaran 1) Arahan/sosialisasi dalam perencanaan proses pembelajaran agar diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat. 2) Evaluasi kualitas perangkat pembelajaran yg disusun guru 3) Supervisi dalam pelaksanaan proses pembelajaran 4) Perencanan penilaian hasil belajar (tabel spesifikasi dan kisikisi) 5) Validasi instrumen penilaian hasil belajar 6) Pengelolaan Proses Belajar Mengajar 7) Peran dan fungsi Unit Penjaminan Mutu 8) Kegiatan Kokurikuler siswa 9) Kegiatan ekstrakurikuler dalam membangun karakter siswa 10) Peranan orang tua dalam mendukung kegiatan siswa 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi sosial. 1) Rumusan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan kebutuhan daerah 2) Sistem rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan 3) Pembinaan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan 4) Pengawasan rekrutmen dan pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan 80 5) Kesesuaian kompetensi guru dengan mapel yang emban 6) Peranan MGMP dalam meningkatkan kompetensi guru 5. Standar Sarana dan Prasarana a. Pengadaan sarpras b. Perawatan sarpras c. Meningkatkan (mengupgrade) sarpras 1) Sistem atau prosedur pengadaan sarpras 2) Kelengkapan sarpras 3) Prosedur perawatan sarpras 4) Menentukan kebutuhan peningkatan sarpras 5) Keragaman peralatan lab yang tersedia 6) Jumlah peralatan yang tersedia 7) Jumlah dan jenis buku teks yang tersedia 8) Ketersediaan sumber belajar lainnya mis: internet, dll. 6. Standar Pengelolaan a. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, b. Standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah c. Standar pengelolaan oleh Pemerintah. 1) Penentuan visi, misi dan tujuan sekolah 2) Penyusunan rencana kerja sekolah 3) Pelaksanaan rencana kerja sekolah: pedoman, struktur organisasi, kegiatan, kesiswaan, kurikulum, dan pembelajaran (efektivitas kerja kelompok guru mapel melalui MGMP/promoting school learning climate), pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, pendanaan, budaya dan lingkungan, peran serta masyarakat dan kemitraan sekolah 4) Pengawasan dan evaluasi 5) Kepemimpinan sekolah (reward and punishment kepada guru dan tenaga kependidikan) 7. Standar Pembiayaan Pendidikan a. Biaya investasi b. Biaya operasi c. Biaya personal 1) Sumber biaya investasi dan operasi 2) Sumber gaji dan tunjangan 3) Pengadaan bahan dan peralatan habis pakai 4) Sumber dana untuk biaya operasi pendidikan tidak langsung: listrik, air, komunikasi, pemeliharaan, dsb. 81 5) Peran komite sekolah dalam mendukung pembiayaan kegiatan 6) Peran komite dalam pengadaan sarana dan prasarana belajar 7) Tingkat penghasilan orang tua siswa 8. Standar Penilaian Pendidikan a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah 82 1) Arahan dalam perencanaan, penentuan teknik penilaian dan pengembangan instrumen penilaian 2) Kelas dan sekolah yang didasarkan pada kompetensi lulusan 3) Pengawasan dalam pelaksanaan penilaian 4) Penilaian BSNP atau hasil nilai UN …………… Tabel 2: Daftar Pertanyaan Wawancara Pertanyaan 1. Kurikulum apa yang diberlakukan di sekolah ini? Jawaban 2. Bagaimana cara menentukan mapel/materi mulok pada kurikulum? 3. Bagaimana penentuan kalender pendidikan? 4. Bagaimanakah arahan/sosialisasi dalam perencanaan proses pembelajaran? 5. Adakah mekanisme evaluasi kualitas perangkat pembelajaran yang disusun guru? 6. Adakah supervisi dan pengawasan dalam pelaksanaan proses pembelajaran? Kalau ada, siapa saja yang melakukannya 7. Bagaimana mekanisme Pengelolaan Proses Belajar Mengajar? 8. Adakah peran dan fungsi Unit Penjaminan Mutu dalam pengelolaan proses belajarmengajar? 9. Apa saja dan bagaimana pelaksanaan kegiatan kokurikuler siswa? 10. Apa saja dan bagaimana kegiatan ekstrakurikuler dalam membangun karakter siswa? 11. Bagaimana peranan orang tua dalam mendukung kegiatan siswa? 83 12. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat lingkungan sekolah? 13. Bagaimanakah sistem rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan? 14. Bagaimanakah upaya Pembinaan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan? 15. Adakah mapel yang diemban oleh guru dengan ijazah/ kompetensi yang tidak sesuai? 16. Bagaimana peran MGMP dalam meningkatkan kompetensi guru di sekolah ini? 17. Bagimana prosedur pengadaan sarana prasarana? 18. Bagaimana prosedur perawatan sarana prasarana? 19. Bagaimana menentukan kebutuhan peningkatan sarana prasarana? 20. Apakah jenis peralatan laboratorium (IPA, Bahasa, Komputer, IPS) yang tersedia cukup lengkap? 21. Apakah siswa memperoleh akses internet di sekolah untuk memperoleh sumber belajar? 22. Bagaimana menyusun perencanan penilaian hasil belajar (tabel spesifikasi dan kisi-kisi)? 84 23. Adakah instrumen penilaian hasil belajar divalidasi, sebelum digunakan? 85 Tabel 3: Pedoman Pencatatan Hasil Observasi No. Jenis Observasi 1. Kondisi lingkungan sekolah 2. Kondisi ruang laboratorium 3. Kondisi ruang kepela sekolah, guru dan tata usaha 4. ……………….. Tanggal Observasi Deskripsi hasil observasi Tabel 4: Pedoman Pencatatan Hasil Dokumentasi No. Jenis dokumen 1. Tata Tertib Sekolah 2. Distribusi guru dan tenaga kependidikan 3. SOP peningkatan kompetensi guru 4. …………….. Tanggal dikeluarkan dokumen 86 Isi dokumen Lampiran II: Deskripsi dan Hasil Analisis Data Lampiran 2: PRINT OUT HASIL ESTIMASI MODEL ANALISIS DENGAN EVIEWS VERSI 6 A. Hasil estimasi fungsi proses pembelajaran Dependent Variable: PROS Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/13/15 Time: 20:24 Sample: 1 235 Included observations: 235 Instrument list: PROS SRP SW MJM UN DY SDM DN KM Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C SDM SRP SW UN DY MJM 1.372056 0.028221 0.263950 0.336898 -0.044205 0.180961 0.046521 0.461173 0.009720 0.035984 0.071423 0.073762 0.190346 0.053703 2.975145 2.903578 7.335219 4.716921 -0.599299 1.050693 0.866263 0.0032 0.0041 0.0000 0.0000 0.5496 0.1428 0.3873 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.485311 0.471766 0.509285 35.83093 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR 3.327830 0.700725 59.13658 1.715465 59.13658 B. Hasil estimasi fungsi sarana dan prasarana Dependent Variable: SRP Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/13/15 Time: 20:43 Sample: 1 235 Included observations: 235 Instrument list: SRP SDM SW PROS DN DY MJM UN KM Variable C DN MJM SW DY R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 0.534030 0.289502 0.016979 0.423082 0.148675 0.327446 0.100188 0.095482 0.140089 0.183774 1.630895 2.889573 0.177820 3.020093 0.809007 0.1043 0.0042 0.8590 0.0028 0.4193 0.212353 0.198655 0.922283 15.50225 0.000000 87 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR 3.027362 1.030277 195.6392 1.216461 195.6392 C. Hasil estimasi fungsi ujian nasional Dependent Variable: UN Method: Two-Stage Least Squares Date: 08/17/15 Time: 22:49 Sample: 1 235 Included observations: 235 Instrument list: PROS SRP SDM SW MJM UN DN DY KM Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PROS SRP SDM MJM KM SW 6.584371 0.012337 0.004674 0.048498 0.166814 -10.41445 -0.031136 0.333077 0.101649 0.061429 0.013919 0.082394 1.616216 0.114861 19.76832 0.121374 0.076081 3.484195 2.024577 -6.443726 -0.271073 0.0000 0.9035 0.9394 0.0006 0.0441 0.0000 0.7866 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.231169 0.210936 0.782693 11.42566 0.000000 88 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR 6.260606 0.881120 139.6745 0.040409 139.6745 Lampiran 2.b: Sampel Transkrip Hasil Wawancara untuk Penentuan Kode dan Tema pada Analisis Data Kualitatif Tabel 2.b.1: Menentukan Kode untuk Transkrip Wawancara Tentang Proses Pengadaan Sarana Prasarana (Sarpras) Sekolah dan Penataan Lingkungan Sekolah Kode P : Ruangan ini seperti bekas laboratorium. Kenapa harus dirubah fungsinya? W : Benar. Untuk menfungsikannya sebagai laboratorium, kami tidak memiliki peralatan dan tidak memiliki dana untuk membeli bahan praktikum. Kebetulan sekolah kami tidak memiliki ruang guru dan perpustakaan. Kami juga masih kekurangan satu ruang kelas. Maka, kami manfaatkan saja dengan sedikit merubah tata letak perabotan dan bagianbagian bangunannya. Ya… mau bagaimana lagi? Kami sudah beberapa kali mengajukan proposal untuk pengadaan ruang guru dan perpustakaan, tapi tidak mendapat respon dalam beberapa tahun ke belakang, baru tahun ini, kami memperoleh respon untuk pengadaan satu ruangan kelas. Sedangkan, untuk ruangan perpustakaan dan guru tetap belum ada jawaban pengadaanya. P : Berapa kali proposal sudah diajukan dan apakah diajukan ke pemerintah kabupaten, provinsi atau pemerintah pusat? Dan bagaimana pendekatan atau lobi-lobi yang dilakukan? W : Empat kali dalam empat tahun terakhir dan kami ajukan ke pemerintah provinsi melalui Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dengan tembusan kepada Bupati Abdya, DPRK Kabupaten Abdya, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Abdya. Bagaimana ya, kami memang tidak “pandai” melobi, tetapi kami sudah beberapa kali datang ke Dinas Pendidikan Kabupaten Abdya untuk menjelaskan tentang kebutuhan yang sangat mendesak ini. Kami juga menyampaikan bahwa orang tua para siswa dan masyarakat di sekitar sekolah sudah kami ajak menyumbang untuk pengadaan ruang-ruang tersebut. Kami sampaikan juga bahwa masyarakat hanya “mampu” menyatakan keprihatinan mereka! Jadi, kami pikir pemerintahlah satu-satunya pihak yang harus memikirkan dan bertanggung jawab untuk pengadaan ruangan-ruangan itu. Tapi, pejabat-pejabat di kantor sana sepertinya hanya saling menyalahkan dan mengelak ya … P : Uh … memang memprihatinkan pak ya! Coba kita cermati lebih luas lagi termasuk lingkungan sekolah. Ketika masuk tadi, kami juga melihat tumpukan-tumpakan kotoran sapi di halaman depan beberapa ruangan kelas dan di sekitar tiang bendera. W : Itu lagi masalah besarnya. Masyarakat secara umum menyampaikan keprihatinan mereka terhadap kondisi ruangan Prasarana sekolah kurang Pengadaan prasarana terbatas Birokrasi berteletele 89 Tema Prasarana vital sekolah Susahnya menata lingkungan dan lingkungan sekolah. Namun, segelintir di antara mereka menganggap biasa saja dengan kotoran sapi “kececer” di manamana termasuk di pekarangan sekolah. Kami sudah beberapa kali mencoba berbicara dengan sebagian peternak di desa ini. Mereka hanya menjawab bahwa mereka tidak punya pilihan kecuali melepas ternak-ternak mereka untuk mendapatkan makanan. Begitulah pak, betul-betul memprihatinkan memang … tapi, mau bagaimana lagi kecuali menghadapinya saja. Jangankan memohon pengadaan pengadaan pagar, pengadaan ruang guru dan ruang perpustakaan yang lebih vital saja belum dipenuhi. Lingkungan sekolah Sumber:Hasil Wawancara Dengan Wakil Kepala Sekolah SMPN Labuhan Haji Timur 90 Tabel 2.b.2: Menentukan Kode untuk Transkrip Wawancara Tentang Proses Pengadaan Sarana Prasarana (Sarpras) Sekolah Kode P : Apakah ruangan kantor dan ruang belajar beserta perabotannya sudah mencukupi? K : Ruangan kantor khususnya untuk Tata Usaha dan Ruang Kerja Guru masih belum memadai. Kami membutuhkan penambahan masing-masing satu ruang atau perluasan ruang-ruang yang sudah ada. Ruang belajar juga masih kurang satu. Menyangkut perabotannya, kursi dan meja di ruang belajar sudah memadai. Tetapi, kursi, meja dan lemari untuk ruang TU dan ruang guru perlu penambahan. Di samping itu, juga sangat diinginkan pengadaan locker untuk ruang siswa dan guru. Kurangnya ruang TU dan guru Kurangnya ruang belajar Tema Prasarana dan sarana kurang Ketersediaan laboratorium dan peralatannya? P Laboratoriu m IPA dan Bahasa belum ada K P K Buku paket kurang : Laboratorium satupun belum kami miliki. Kami sudah : beberapa kali membuat proposal pengadaannya dan yang terakhir kami usulkan pengadaan pada tahun 2016. * Laboratorium yang ada adalah laboratorium TIK beserta komputernya.** Bagaimanakah dengan kecukupan sumber-sumber belajar, : khususnya buku paket? Sumber belajar kurang Buku paket untuk K-13 (kelas 1 dan kelas 2) masih kurang. : Sedangkan untuk kelas 3 (yang tahun ajaran ini masih menggunakan KTSP) sama sekali belum diantisipasi pengadaan buku paket K-13 yang akan diberlakukan tahun ajaran selanjutnya. *Sumber 1 : Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 2 Peudada **Sumber 2 : Hasil Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah dan Salah Seorang Guru Laboratorium TIK 91 Tabel 2.b.3: Menentukan Kode untuk Transkrip Wawancara Tentang Dana Operasional Sekolah (Standar Pembiayaan) Kode P : Apakah dana operasional sekolah tersedia dengan baik dan memadai dari berbagai sumber? K : Sejauh ini, dana operasional sekolah satu-satu yang konsisten tersedia adalah dari BOS. Jadi, itulah sumber yang harus pandai-pandai kami siasati penggunaannya agar bisa teratasi Terbatasnya semua kebutuhan utama. Kadang-kadang kami kebingungan dana menghadapi kebutuhan-kebutuhan dana penunjang kegiatan operasinal pembinaan peningkatan kemampuan berkompetisi di kalangan siswa, baik yang kurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler.1 Di samping dana BOS, kami juga menerima bantuan dana dari Yayasan dan dukungan orang tua. Namun, jumlah keseluruhannya tidak bisa mencukupi seluruh biaya operasional sehingga disiati dengan sangat menghemat. Misalnya dana dari orang tua adalah terfokus penggunaannya untuk biaya hidup siswa terutama biaya makan harian yang juga dikelola dengan sangat berhemat sehingga kadangkadang terabaikan keterpenuhan gizinya.2 P : Untuk kebutuhan kegiatan penunjang, apakah tidak diajukan untuk memperoleh bantuan dari dinas pendidikan kabupaten? K : Diajukan juga, tetapi tidak memperoleh komitmen untuk tetap menyediakannya. Misalnya, untuk kegiatan pembinaan kegiatan kesiswaan, ketika kita membutuhkan untuk mengirimkan siswa mengikuti perlombaan keolahragaan dan kepramukan, kami sering sakali kebingunan karena sering sekali tidak tersedia alokasi dana yang mencukupi di dinas pendidikan kabupaten. Kondisi demikian, mengharuskan sekolah mensiasati dengan mengambil “agak berlebihan” dari dana BOS dan sedikit “memaksa” orang tua memberikan dukungan mereka.1,2 P : Bagaimana dengan ketersediaan dana untuk pembinaan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan? W : Itu juga kondisinya sama saja ya. Kami memang selalu harus mensiasatinya. Dan sering sekali, untuk kegiatan pembinaan yang kami rencanakan tidak berjalan sama sekali. Pembinaan yang paling memungkinkan adalah menunggu kesempatan atau quota yang disediakan oleh dinas pendidikan kabupaten atau provinsi. 1,2 Alokasi dana terbatas Sulit menutupi kebutuhan siswa Dana penunjang kegiatan kurang Dana pembinaan profesionalis me terbatas Sumber: Tema Komitmen alokasi dana operasional Hasil Wawancara dengan Kepala SMAN 2 Bandar Bener Meriah1. Hasil Wawancara dengan Kepala SMA Bustanul Ulum Bener Meriah.2 92 Lampiran 2.c: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif Tabel 2.c.1: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Terendah di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh No 1 Kondisi sekolah Kondisi sosial masyarakat: 2 Sarpras 3 SDM 4 Kesiswaan 5 Pengelolaan Kode (1) relatif baik1,7;(2) cukup baik3,4,5;(3) kurang baik2, Tema (1) tingkat pendidikan (2) jenis pekerjaan (3) kemampuan ekonomi (1) sarpras vital sekolah (2) lingkungan sekolah (3) sumber belajar (1)Kurangnya gedung laboratorium3, (2)Memadainya gedung laboratorium1,4,6,7 (3)Kurangnya peralatan laboratorium2,5, (4)Memadainya peralatan laboratorium4,6,7 (5)Adanya prosedur pengadaan sarpras1,2,3,5,7 (6)Pemanfaatan sarpras sesuai prosedur* (7)Adanya prosedur perawatan sarpras* (8) Akses internet dengan kapasitas cukup memadai3,4,7 (9)Tidak ada jaringan internet1,2, (10)jaringan internet hanya untuk TU5 (11)kurangnya jaringan internet5 (1)Adanya MGMP yang memadai1,7 ; (1) guru (2) Adanya pelatihan guru3,7; profesional (3) Adanya pelaksanaan MGMP* ; (2) guru (4) Mengajar mapel yang bukan bidangnya1,2,5,7; mismatch (5) MGMP sangat berperan dalam meningkatkan (3) peran kompetensi guru* MGMP (4) pelatihan pembelajara n (1)Adanya kegiatan Olah raga1,5,6,7 (1) pembinaan (2)Adanya kegiatan Keterampilan1,3,6,7 karakter 1,6,7 (3)Adanya kegiatan Kesenian (2) kegiatan (4)Adanya kegiatan PKS5, kokurikuler 3, (5)Adanya kegiatan Keagamaan (3) kegiatan (6)Adanya kegiatan PMR5, ekstrakurikul (7)Adanya kegiatan pramuka2, er 1,4,7 (8) Adanya kegiatan OSN (9) Adanya kegiatan PMI, (10)Adanya pembinaan Olimpiade1,2,4 (1)Adanya sosialisasi perencanaan (1) sosialisasi pembelajaran*; (2) evaluasi, (2) Adanya evaluasi kualitas perangkat supervisi, 93 6 Kurikulum (muatan lokal) pembelajaran*; (3)Adanya supervisi dalam proses pembelajaran*; (4)Adanya pengawasan dalam proses pembelajaran1,2,7; (5)Adanya pelibatan Kepsek/wakasek dalam pengawasan*; (5)Adanya pelibatan guru dalam pengawasan2,4,7,; (6) Adanya sistem pengelolaan proses belajar mengajar1,2,7; ;(7)Adanya unit penjaminan mutu4,5,7;(8)Tidak adanya unit penjaminan mutu1,2,3,6;(9) Adanya peranan orang tua yang efektif*;(10)komite sekolah berperan baik3,4,5,7,;(11) komite sekolah tidak berperan dengan baik1,2;(12)Adanya proses penilaian yang ikut prosedur*;(13) Adanya validasi instrumen penilaian*;(14) Adanya pengawasan pelaksanaan penilaian*;(15); Terbebani dengan target kelulusan UN dari luar2, (16)Tidak terbebani dengan target kelulusan UN1,3,4,5,7 (1) KTSP1,2;(2) Kurikulum 20133,4,5,7; (3) keterampilan dan prakarya4,;(4) Bahasa dan tulisan Arab1,;(5) Keagamaan1,2,;(6)Bahasa Daerah6 (7) Budi Pekerti2,;(8) kalender pendidikan ikut Provinsi* 1 SMPN Al-Falah SMP 3 Lembah Seulawah 3 SMA Modal Bangsa 4 SMA Fajar Harapan 5 SMA 3 Banda Aceh 6 SMA 1 Banda Aceh 7 SMP Fatih Bilingual School Lam Yong Banda Aceh *Semua 2 94 pengawasan (3) penjaminan mutu (4) peran komite sekolah (1) KTSP atau K13 (2) Muatan lokal (3) Kalender pendidikan Tabel 2.c.2: No 1. Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Terendah di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh Timur, Langsa, Kabupaten Aceh Utara, dan Lhokseumawe Kondisi sekolah Kondisi sosial masyarakat: a. pekerjaan Kode Tema (1) tingkat pendidikan (2) jenis pekerjaan (3) kemampuan ekonomi PNS1,3,4,5, Wiraswasta* Petani* pedagang kecil3 b. pendidikan Mayoritas SMA1,2,3,5,6 S-11,3,4,5 S-23, c. Penghasilan 1-2 juta6 1,5-2 juta2, 3-4 juta5 3-5 juta3, 4-5 juta1, ≥5 juta4, 2 Sarpras (1)Kurangnya gedung laboratorium1, (1) sarpras vital (2)Memadainya gedung laboratorium5 sekolah (3)Kurangnya peralatan laboratorium2,4,5 (2) lingkungan (4)Memadainya peralatan laboratorium3,6 sekolah (5)Adanya prosedur pengadaan sarpras* (3) sumber belajar (6)Pemanfaatan sarpras sesuai prosedur1,2,3,4 (7)Adanya prosedur perawatan sarpras1,2,3,4,6 (8)Adanya TIM yang mengatur peningkatan sarpras1 (9)Adanya pengajuan proposal peningkatan sarpras2,6 (10)Adanya kapasitas akses internet yang memadai1,3,4 (11)Tidak ada jaringan internet2 (12)Didukung dengan penggunaan modem2,6 3 SDM (1)Adanya MGMP yang memadai1, ;(2)Adanya rapat akademis2,4;(3)Adanya pelatihan guru3 ;(4)Adanya pengawasan penyusunan RPP5,;(5)Adanya upaya pembinaan profesionalisme guru1,2,3,4,5;(6)Adanya pelaksanaan MGMP1,2,5,6;(7)Adanya penggunaan 95 (1) guru profesional (2) guru mismatch (3) peran MGMP (4) pelatihan pembelajaran IT5;(8)Adanya pelatihan administrasi6 (9)Mengajar mapel yang bukan bidangnya* (10)MGMP sangat berperan dalam meningkatkan kompetensi guru* 4 Kesiswaan (1)Adanya kegiatan Olah raga1,2,3,4,5,6 (2)Adanya kegiatan Keterampilan1,4 (3)Adanya kegiatan Kesenian1,2,4,5,6 (4)Adanya kegiatan PKS1 (5)Adanya kegiatan Keagamaan1 (6)Adanya kegiatan PMR1,3 (7)Adanya kegiatan pramuka1,2,3,4,5 (8) Adanya kegiatan OSN1,3 (9) Adanya kegiatan PMI4 (1) pembinaan karakter (2) kegiatan kokurikuler (3) kegiatan ekstrakurikuler 5 Pengelolaan (1)Adanya evaluasi kualitas perangkat pembelajaran* ;(2)Adanya supervisi dalam proses pembelajaran*;(3)Adanya pengawasan dalam proses pembelajaran*;(4)Adanya pelibatan Kepsek/wakasek dalam pengawasan2,3,4,5;(5)Adanya pelibatan guru senior dalam pengawasan1,;(6) Adanya pengelolaan proses belajar mengajar1,3,4,5,6; ;(7)Adanya unit penjaminan mutu3;(8)Tidak adanya unit penjaminan mutu1,2,4,5,6;(9)Adanya penambaham jam belajar1,3,4,5,6 ;(10)Adanya bimbingan olimpiade2,3,;(11)Adanya remedial2,;(12)Adanya pengayaan2, (13)Adanya sumbangan orang tua1, (14)Tidak adanya pelibatan komite3, (15)Adanya komunikasi komite dengan masyarakat6 (16)Adanya dukungan dari pihak orang tua* (17)Adanya Perumusan sistem recruitment3, (18)Adanya pelaksanaan sistem recruitment2,3,4,5,6 (19)Tidak ada recruitment1, (20Adanya proses penilaian yang ikut prosedur* (21)Adanya validasi isi1 (22)Adanya validitas konstruk1 (23)Adanya validasi instrumen penilaian2,4,5,6 (24)Tidak ada validitas instrumen penitian3 (25)Adanya pengawasan pelaksanaan penilaian1,2,3,4,5,6 (1) sosialisasi (2) evaluasi, supervisi, pengawasan (3) penjaminan mutu (4) peran komite sekolah 96 (26)Target kelulusan UN tidak terbebani1,2,3,5,6 (27)Terbebani pada target kelulusan UN4 6 Kurikulum (muatan lokal) (1) KTSP1,2,4,6;(2) Kurikulum 20133,5;(3) keterampilan dan prakarya1,;(4) Bahasa dan tulisan Arab1,2,4,6;(5)TIK2,4,;(6)Keagamaan3,5,; (7)Bahasa Asing3,;(8)Bahasa Daerah6,;(9)Budi Pekerti6,; (10) kalender pendidikan ikut kabupaten1,4,;(11)kalender pendidikan ikut Provinsi2,3,4,5,6;(12)adanya kalender pendidikan pribadi3,4,;(13)penambahan pada kalender pendidikan2 1 SMA 1 Langsa SMA Iskandar Muda 3 SMAN 1 Lhok seumawe 4 SMA Modal Bangsa Arun 5 SMAN Unggul Aceh Timur 6 SMPN 1 Simpang Ulim *Semua 2 97 (1) KTSP atau K13 (2) Muatan lokal (3) Kalender pendidikan Tabel 2.c.4: No 1 Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Terendah di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah Kondisi sekolah Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kode Menengah keatas1,4,18 Menengah kebawah2,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17 Tema (1) tingkat pendidikan (2) jenis pekerjaan (3) kemampuan ekonomi 2 Sarpras (1)Kurangnya gedung laboratorium8,11,16,17,18 (1) sarpras vital (2)Memadainya gedung laboratorium1,2,3,4,5,7,13 sekolah 3,5,6,7,8,13,16,17,18 (3)Kurangnya peralatan laboratorium (2) lingkungan (4)Memadainya peralatan laboratorium10,14,15 sekolah (5) Adanya prosedur pengadaan sarpras* (3) sumber belajar (6) Adanya pengajuan proposal peningkatan sarpras* (7) Adanya prosedur perawatan sarpras2,3,6,8,9,10,11,12,13,14,15,18 (8) Adanya kapasitas akses internet yang memadai5,13,14,15,17 (9)Tidak ada Jaringan internet6,7,8,9,10,11,12, (10) Kapasitas akses internet yang kurang memadai18,16 3 SDM (1)MGMP yang berperan aktif1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17; (2) Mengajar mapel yang bukan bidangnya4,5,6,8,9,11,12,16, (3) Adanya pengawasan penyusunan RPP* (4)Adanya validasi instrumen1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17 ; (5) Tidak ada validasi instrumen penilaian4,18 ;(6)Adanya rapat dewan guru11,12,;(7)Adanya penggunaan IT1,2,;(8)Adanya pengawasan oleh kepsek/guru senior1,3,5,;(9) Adanya pengawasan pelaksanaan penilaian*;(10)Adanya sistem recruitmen SDM16,17,18;(11) MGMP yang kurang berperan18 (1) guru profesional (2) guru mismatch (3) peran MGMP (4) pelatihan pembelajaran 4 Siswa (1)Adanya kegiatan Olah Raga1,2,3,5,6,7,8,10,11,12,13,16,18 (2)Adanya kegiatan Keterampilan12,18 (3)Adanya Kesenian2,3,4,5,6,8,11,12,13,14,15,16,17,18 (4) Adanya kegiatan OSN7,14 (5)Adanya kegiatan Keagamaan11,16,17 (6)Adanya kegiatan PMR2,10 (1) pembinaan karakter (2) kegiatan kokurikuler (3) kegiatan ekstrakurikuler 98 (7)Adanya kegiatan pramuka1,2,4,5,9,10,12,13,14,15,18 1 5 Sistem (1)Adanya sosialisasi perencanaan pembelajaran* pengelolaan (2) Adanya evaluasi kualitas perangkat pembelajaran* ;(3)Adanya supervisi dalam proses pembelajaran*;(4)Adanya pengawasan dalam proses pembelajaran*;(5)Adanya pelibatan guru dalam pengawasan2,10,11,18;(6) Adanya sistem pengelolaan proses belajar mengajar2,4,10,11,12,13,114,15,18 ;(7)Adanya unit penjaminan mutu3,16,17,18;(8)Tidak adanya unit penjaminan mutu1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15 ;(9)Adanya penambaham jam belajar2,4,5,6,7,8,9,10,11, 12,13,14,15,16,17 ;(10)Adanya bimbingan 8,11, olimpiade ;(11)Adanya remedial3,6,;(12)Adanya pengayaan5, (13) Adanya peranan orang tua yang efektif* (14)Tidak terbebani dengan target kelulusan UN1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,18;(15) Terbebani dengan target kelulusan UN17 6 Kurikulum (muatan lokal) (1) KTSP1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,17; (2) Kurikulum 201318; (3)kewirausahaan4,;(3) keterampilan dan prakarya2,17,18;(4) Bahasa dan tulisan Arab6,7,8,18;(5)TIK1,8,17;(6)Keagamaan5,9,15,17; (7)Bahasa Asing,;(8)Bahasa Daerah11,;(9)Budi Pekerti1,3,4,10,11,14; (10) Lingkungan5,6,10,12,13,16,17;(11) kalender pendidikan ikut kabupaten4,16;(12)kalender pendidikan ikut Provinsi1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,17,18 (13)Kebudayaan16 SMPN 1 Takengon Aceh Tengah 2 SMPN 2 Takengon Aceh Tengah 3 SMPN 4 Aceh Tengah 4 SMAN 8 Aceh Tengah 5 SMAN 1 Bandar Bener Meriah 6 SMAN 2 Bandar Bener Meriah 7 SMAN 1 Bukit Bener Meriah 8 SMA Bustanul Ulum Bener Meriah 9 SMPN 6 Satu Atap Permata Bener Meriah 10 SMPN 3 Wih Pesam Bener Meriah 11 SMPN 3 Timang Gajah Bener Meriah 12 SMAN 1 Timang Gajah Bener Meriah 13 (1) sosialisasi (2) evaluasi, supervisi, pengawasan (3) penjaminan mutu (4) peran komite sekolah (1) KTSP atau K-13 (2) Muatan lokal (3) Kalender pendidikan SMPN 4 Takengon Aceh Tengah SMPN 5 Takengon Aceh Tengah 15 SMAN 15 Takengon Aceh Tengah 16 SMAN Unggul Binaan Bener Meriah 17 SMPN 2 Wih Pesam Bener Meriah 18 SMAN 1 Takengon Aceh Tengah *Semua 14 99 Tabel 2.c.5: No 1 1 Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Pidie Kondisi sekolah Sarpras Kode (1) Ruang belajar kurang baik1,3; (2) kurangnya fasilitas ruang belajar1;(3) kurangnya gedung laboratorium1,2,6,8,10 ;(4) kurangnya peralatan laboratorium3,5,7,8,9,10 ;(5) memadainya gedung laboratorium5,7 (6) memadainya peralatan laboratorium4 ;(7) memadainya ruang belajar5,9,10;(8) memadainya sumber belajar1,5 (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya1,7,8,9 ; (2) kurangnya jam mengajar guru yang bersertifikasi1,9,10;(3) belum ada guru bersertifikasi4,;(4) kurangnya guru8,; (5) mapel yang tidak memiliki RPP5,7; (6) adanya jam tambahan/les4,8; (7) adanya remedial5; (8) adanya ekskul5; (9) adanya pelaksanaan MGMP1,3,4,5,8,9 Tema (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar 2 SDM 3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,5,8,10; (2) (1) Kegiatan ekstra 1,2,3,4,5,9,10 adanya olahraga ; (3) adanya kurikuler kegiatan kesenian1,4; (4) adanya kegiatan (2) Sosialisasi tata tertib keagamaan1; (5) (OSN, O2SN, FLS2N, (3) Pelibatan ortu pembinaan bahasa inggris dan pembinaan keagamaan)7; (6)PMR9; (7) adanya tata tertib*;(8) adanya sosialisasi1,2,3,4,5,7,9,10; (9) adanya pelibatan wali murid*; (10) memadainya pelaksanaan try out* 4 Pendanaan 5 Kurikulum (muatan lokal) (1) BOS*; (2) DAU5,6; (3) BOSDA9; (4) Yayasan6; (1) Bahasa daerah1,2,6; (2) keterampilan dan prakarya1,9; (3)tulisan arab3,4,5,9; (4) TIK3,4; (5) budi pekerti1,3; (6) keagamaan1,7; (7) wirausaha9 SMPN 2 Peukan Pidie 2 SMP Darussa’adah 3 SMPN 1 Simpang Tiga 4 SMP Sukma Bangsa 5 SMPN 4 Sigli 6 SMA Darussa’adah 7 SMAN 1 Padang Tiji 8 SMAS Islam Tgk. Chik Dibeureueh 100 9 (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial Sumber dana operasional Jenis mapel mulok SMAN 1 Keumala SMAN 2 Sigli *Semua 10 Tabel 2.c.6: No 1 Kondisi sekolah Sarpras 2 Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh Barat Daya Kode tema (1) kurangnya fasilitas ruang belajar1,2,7;(2)kurangnya mobiler5; (3)memadainya ruang belajar4,9;(4)kurangnya sumber belajar2,4,5,8,9,10,11;(5)memadainya sumber belajar7; (6)kurangnya gedung laboratorium1,2,4,7,9,11; (7)kurangnya peralatan laboratorium1,5,7,8,9,10;(8)memadainya gedung laboratorium6; (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya2,4,5,7,8,9,10,11;(2) kurangnya jam mengajar guru yang bersertifikasi5,7;(3)kurangnya pelatihan guru8; (4)mapel yang tidak memiliki RPP1,2,4,8,9,10; (5)adanya pelaksanaan MGMP1,2,3,4,5,8,9,10,11; (6)adanya jam tambahan/les2,3,5,7,9,11; (7)adanya remedial5,7; (8)adanya ekskul5,7,10;adanya pemberian reward7;(9)adanya konsultasi dengan wali murid8;(10)adanya pemberian motivasi9; 3 Kesiswaan (1) adanya olimpiade1,; (2)adanya O2SN1,2,7,9;(3)adanya OSN7,9;(4)adanya FLS2N2,;(5) adanya kegiatan pramuka2,4,5,6,8,9,10,11;(6)adanya olahraga4,5,6,8,9,10;(7)adanya kegiatan kesenian2,3,4,5,8,9,10;(8)adanya PMR2,8;(9)adanya UKS6; (10)adanya kegiatan keagamaan7,;(11)adanya KIR10;(12)adanya bakti sosial11; (13)adanya tata tertib dan sosialisasinya*; (14)adanya pertemuan dengan wali murid*;(15)memadainya pelaksanaan try out* (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikas i; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu 4 Pendanaan (1) BOS*; (2) DAK2; (3) BOSDA7; (4)DBO7,9,10 5 Kurikulum (muatan lokal) (1) Bahasa daerah3,4; (2) keterampilan dan prakarya2,11; (3)tulisan arab1,5,6,8,10,11; (4) keagamaan5,7,8,9; (5) budi pekerti9,10 Sumber dana operasional Jenis mapel mulok 1 4 7 10 2 5 8 11 SMPN 4 Manggeng SMPN 1 Manggeng 3 SMPN 3 Labuhan Haji Timur SMPN1 Susoh SMPN 2 Susoh 6 SMPN 1 Lembah Sabil 101 SMAN 3 Abdya SMAN 4 Abdya 9 SMAN 2 Abdya SMAN 8 Abdya SMAN 9 Abdya *Semua Tabel 2.c.7: No Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh Barat 1 Kondisi sekolah Sarpras 2 SDM 3 Siswa 4 Pendanaan (1) BOS*; (2) APBK2,7,8; (3) DAK2,; (4) Otsus/APBA2,7 5 Kurikulum (muatan lokal) Kode (1) Kurangnya ruang belajar7,10; kurangnya peralatan ruang3,; kurangnya mobiler6,10; kurangnya sumber belajar1,2,3,5,8,9,10; kurangnya gedung laboratorium1,2,3,5,8,9,10; memadainya peralatan laboratorium1,2,4,6,7,8,9,10 (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya9,10; kekurangan guru6,7; kurangnya guru bersertifikasi3,5,10; adanya les1,; adanya perlombaan3; adanya pemberian reward bagi siswa berprestasi4,6; adanya MGMP* (1) adanya kegiatan pramuka1,2,4,6,7,8,9,10; (2) adanya olahraga1,9,10; (3) adanya kegiatan kesenian1,8,9,10; adanya tata tertib dan sosialisasinya*; adanya pertemuan dengan wali murid*; adanya try out*; (1) Bahasa daerah5,; (2) keterampilan dan prakarya10 (3)tulisan arab2,4; (4) TIK1,; (5) budi pekerti2,4,5,6; (6) tidak ada mapel mulok3,9; (7) keagamaan7,8 1 SMPN 2 Kaway XVI SMPN 5 Kaway XVI 3 SMPN 1 Meureubo 4 SMPN 6 Meureubo 5 SMPN 4 Meureubo 6 SMAN 1 Bubon 7 SMAN 1 Kaway XVI 8 SMA Muhammadiyah 6 Meulaboh 9 SMAN 1 Meureubo 10 SMAN 1 Panton Reu *Semua sekolah 2 102 Tema (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu Sumber dana operasional Jenis mapel mulok Tabel 2.c.8: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh Jaya No Kondisi sekolah 1 Sarpras Kode (1) kurangnya fasilitas ruang belajar1,4,6;(2)kurangnya mobiler1,9,;(3) kurangnya sumber belajar1,4,6,8,9,10; (4)kurangnya gedung laboratorium2 ;(5)kurangnya peralatan laboratorium1,5,7,8,9;(6)memadainya ruang belajar3,8,;(7)memadainya peralatan ruang belajar7,9;(8)memadainya gedung laboratorium1,5,8,9; (9)memadainya peralatan laboratorium3,4,6,10 Tema (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu 2 SDM (1) kekurangan guru1,4,9;(2)mengajar mapel yang bukan bidangnya3,4,5,7,8,9,10 ;(3)kurangnya pelatihan guru5,; (4)mapel yang tidak memiliki RPP3; (5)kurangnya kemampuan menyusun RPP6;adanya pemberian hadiah1,3,6,8;(6)adanya remedial5; (7)adanya pelaksanaan MGMP*; 3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,2,7,9; (2)adanya OSN1,10; (3)adanya UKS2; (4)adanya olahraga3,5,6,7,8,9; (5)adanya kegiatan keagamaan3,10; (6)adanya FLS2N6; (7)adanya PMR7;(8) adanya kegiatan kesenian8,9; (9)adanya tata tertib dan sosialisasinya*;(10)adanya pertemuaan dengan wali murid*; (11)memadainya pelaksanaan try out* 4 Pendanaan (1) BOS*; (2) APBK9; (3) Komite8 Sumber dana operasional 5 Kurikulum (muatan lokal) (1) Bahasa daerah9,10; (2) keagamaan4; (3)tulisan arab1,9,10; (4) TIK4; (5) budi pekerti1,7,8,9,10; (6) tidak ada muatan lokal5 Jenis mapel mulok 1 4 7 2 5 8 SMPN 1 Teunom SMPN 1 Darul Hikmah 3 SMPN 3 Sampoinet SMPN 2 Jaya SMAN 2 Sampoinet 6 SMA 5 Darul Abrar SMAN 1 Setia Bakti SMAN 1 Calang 9 SMAN 1 Panga 103 10 SMPS Darunnizam *Semua Tabel 2.c.9: No Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Selatan 1 Kondisi sekolah a. Sarpras 2 Kode Tema 1, (1) kurangnya fasilitas ruang belajar ;(2)Ruang belajar kurang baik2;(3)kurangnya ruang belajar3,4,5,7;(4)kurangnya mobiler3,5,6,;(5)kurangnya sumber belajar1,2,3,4,5,6,7;(6)tidak ada perpustakaan6,; (7)kurangnya gedung laboratorium1,2,3,4,7;(8)kurangnya peralatan laboratorium1,2,5,6,7,8,9;(9)memadainya gedung laboratorium9 (1) sarpras vital sekolah; (2) sumber belajar; (3) lingkungan sekolah b. SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya*;(2)kurangnya pemanfaatan IT1,5,6,8,;(3)kurangnya pelatihan guru3,6,10; (4)mapel yang tidak memiliki RPP1,2,5,7,;(5)adanya olimpiade3,10;(6)adanya reward3,6; (7)adanya jam tambahan/les4,5,7,8,9,10;(8)adanya pembentukan kelas inti9;(9)adanya ekskul9;(10)adanya pelaksanaan MGMP1,2,3,4,5,6,7,9,10 (1) 3 c. Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,3,4,5,6,7,8,9,10; (2) adanya olahraga1,2,4,6,7,9,10; (3) adanya kegiatan kesenian1,2,5,6,7,8,9,10;(4) adanya kegiatan keagamaan3,4,8;(5)adanya PMR8,(6)adanya PMI8,9;(7)adanya tata tertib dan sosialisasinya*;(8)adanya pertemuan dengan wali murid*;(9)memadainya pelaksanaan Try Out* 4 d.Pendanaan (1) BOS*; (2) DBO10; (3) Komite7,9,10 5 e.Kurikulum (muatan lokal) (1) Bahasa daerah1,4; (2) keterampilan dan prakarya6; (3)Bahasa arab1,2,3,7,9,10;(4)tidak ada muatan lokal8 1 SMPN 3 Labuhan Haji Timur SMPN 1 Kluet Utara 3 SMPN 3 Pasie Raja 4 SMPN 1 Bakongan 5 SMPN 3 Kluet Utara 6 SMAN 3 Kluet Utara 7 SMAN 1 Kluet Timur 8 SMAN 1 Meukek 9 SMAN 1 Labuhan Haji 10 SMAN 1 Pasie Raja *Semua 2 104 Tabel 2.c.10: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Tamiang No Kondisi sekolah 1 Sarpras Kode (1) kurangnya sumber belajar2,3;(2)tidak ada perpustakaan5,6,7; (3)kurangnya gedung laboratorium1,2,3,5,7,8 ; (4)kurangnya peralatan laboratorium2,5,6,7,9,10 2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya1,3,5,8,9 ; (2)kurangnya guru bersertifikasi4,7,8,9; (3)kekurangan guru10; (4)mapel belum memiliki RPP2,6,7,8; (5)adanya pemberian reward1,3; (6)adanya olahraga dan kesenian1,5;(7) adanya olimpiade2, ; (8)adanya jam tambahan5,8;(9) adanya kegiatan asrama7,;(10) adanya perlombaan9,10; (11)adanya MGMP yang efektif1,2,3,5,6,8,9,10 3 Siswa 4 Pendanaan (1) adanya kegiatan pramuka1,2,3,8,9; (2) adanya olahraga1,3,5,6,9; (3) adanya kegiatan kesenian1,2,6; (4) adanya kegiatan keagamaan2,8; (5)adanya kegiatan kustum, otomotif dan tata boga4,; (6)bela diri7;(7)adanya pesantren kilat6,; adanya pelatihan PMI9,;(8)adanya jam tambahan10;(9)adanya tata tertib2,3,4,5,6,7,9; (10)adanya sosialisasi tata tertib2,3,4,5,6,7,9; (11)kurangnya pelibatan wali murid1,10;(12)adanya pelibatan wali murid2,3,4,5,6,7,8,9;(13)memadainya pelaksanaan Try Out* (1) BOS*; (2) DBO1,4,5,; (3) Komite3,4,5,; (4) SPP5,7; (1) Bahasa daerah6,8,10; (2) keterampilan dan prakarya2,5,9; (3)tulisan arab1,2,4,6,8,10; (4) TIK; (5) budi pekerti1,2,3,5,7,8,10; (6) keagamaan4; (7) bahasa asing3; (8)pertanian5; (9)adanya kegiatan tahfiz7; (10)TIK9 1 9 SMAN 4 Kejuruan Muda 5SMAS Syakirah SMPN 7 Karang Baru 2 6 SMPN 5 Bendahara SMPS Al-Washliyah Seumadam 10SMPN 3 Karang Baru 3 SMAN 3 Kejuruan Muda 7SMAS Al-Hidayah *Semua 4 8 SMAS Darul Muklisin SMPS Harum Sari 5 Kurikulum (muatan lokal) 105 Tema (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu Sumber dana operasional Jenis mapel mulok Tabel 2.c.11: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Utara No Kondisi sekolah Kode (1) Ruang belajar kurang baik1,7; (2) kurangnya ruang belajar2,8; kurangnya gedung laboratorium2,3,8 ;(4) kurangnya peralatan laboratorium4,5,7 ;kurangnya penggunaan laboratorium2,8(5) kurangnya gedung perpustakaan2,5,6,7; kurangnya kelengkapan perpustakaan2,; kurangnya sumber belajar8; memadainya gedung laboratorium6 (6) memadainya peralatan laboratorium1 ;(7) memadainya ruang belajar5;(8) memadainya sumber belajar1, (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya6,7,8 ; (3) kurangnya guru bersertifikasi3,; (5) mapel yang tidak memiliki RPP2,5,6; kurangnya pelatihan guru8 ; adanya pelatihan guru6,7; adanya pemberian nasihat5,6; (6) pemberian penghargaan siswa berprestasi7; (9) adanya pelaksanaan MGMP1,2,6,7,8;tidak ada MGMP4 (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar c. Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,2,5,6;(2) adanya OSIS1;(3) adanya pesantren kilat2;(4) adanya PMR2;(5) adanya kegiatan kesenian2,6,7;(6) adanya PKS6;(7) adanya kegiatan pengajian6;(8) adanya perlombaan6;(9) adanya les untuk UAN7,8; (10) adanya kegiatan olahraga5; mapel tidak berdasarkan kurikulum dan silabus6; adanya tata tertib1,6,7,8; adanya sosialisasi tata tertib6,7; adanya pelibatan wali murid2,6,7,8; adanya pelaksanaan try out* (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu d.Pendanaan (1) BOS*; (2) APBN6; (3) Komite6; (4) BRR6; Sumber dana operasional Jenis mapel mulok 1 a. Sarpras 2 b. SDM 3 4 (1) Bahasa daerah2,7,8,; (2) kesenian5; (3)Bahasa arab4,5,6; (4) TIK5; (5) budi pekerti1,2,7; (6) keagamaan4,5. 1 6 SMPN 6 Lhoksukon SMAN 2 Seuneudong 2 7 SMPN 1 Tanah Pasir SMPN 2 Jambo Aye 3 8 SMP Awaliyah SMPN 4 Lhoksukon 4 SMAN 1 Baktiya Barat *Semua 5 SMAN 2 Baktiya 5 Tema e.Kurikulum (muatan lokal) 106 (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial Tabel 2.c.12: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Bireuen No 1 Kondisi sekolah Sarpras 2 SDM 3 Siswa 4 Pendanaan Kode Tema (1) Kurangnya ruang TU1; (2) Kurangnya ruang guru1; (3) Kurangnya ruang belajar1,2; (4) Kurangnya gedung laboratorium1,2,3,5,6,7,8,9; (5) kurangnya mobiler2; (6) kurangnya peralatan laboratorium; (7) kurangnya peralatan ruang belajar(8) kurangnya sumber belajar1,2,3,7,8; (9) memadainya semua gedung laboratorium6 (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya2,3,9; (2) kurangnya jam mengajar guru yang bersertifikasi8; (3) kurangnya pemanfaatan IT2;(4) kurangnya media pembelajaran1; (5) mapel yang tidak memiliki RPP4,5,6,8; (6) kurang sempurnanya rubrik penilaian6; (7) kurangnya media pembelajaran1,2; (8) memadainya pelatihan guru1; (9) MGSP yang efektif1,2,4,5,8,9; (10); adanya sosialisasi dengan wali murid1,; (11) adanya les1,2,7; (12) remedial1,4,7; (13) tersedianya transport untuk siswa kurang mampu3; (14) adanya kegiatan ekstrakulikuler4,; (15) adanya pengayaan7; (16) pemberian reward bagi siswa berprestasi8; (17) pengupayaan beasiswa siswa berprestasi8; (18) adanya bimbingan kasir oleh BK9; (19) adanya perlombaan olahraga1; (20) adanya olimpiade1;(21) SOP (1) adanya kegiatan pramuka1,3,4,6,7,8,9,10; (2) adanya olahraga1,2,7; (3) adanya kegiatan kesenian1,4,5,7,8; (4) adanya kegiatan pengajian1; (5) adanya kegiatan gotong royong1,2; (6) adanya kegiatan mading6; (7) adanya UKS6,9; (8) adanya PMR6,8; (9) adanya KIR6; (10) adanya pelatihan FL2SN7; (11) adanya PIKR8,9,10; (12) ada mapel yang tidak berdasarkan kurikulum dan silabus2; (13) adanya tata tertib siswa1,2,3,4,5,6,7,8 ; (14) adanya sosialisasi tata tertib1,2,4,5,7,8; (15) adanya pelaksanaan try out*; (16) adanya pelibatan wali murid1,2,4,5,6,7,8,9,10 (1) BOS*; (2) DBO6,7,8,9,10; (3) komite6,10; (4) SPP7; (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar Kurikulum (1) Bahasa daerah1,5; (2) keterampilan dan prakarya2; (muatan (3)tulisan arab3,9; (4) TIK3,8; (5) budi pekerti1,6 lokal) 1 5 9 SMPN 2 Peudada SMPN 1 Pandrah SMAN 1 Samalanga 2 6 10 SMPN 4 Peudada SMAN 1 Peulimbang SMAN 2 Samalanga 3 7 SMPN 2 Jeunib SMAN 1 Pandrah *Semua sekolah 4 SMPN 2 Peulimbang 8SMAN 1 Simpang Mamplam 5 107 (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu Sumber dana operasional Jenis mapel mulok Tabel 2.c.13: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kota Lhokseumawe No 1 1 Kondisi sekolah Sarpras Kode (1) kurangnya fasilitas ruang belajar9;(2)kurangnya sumber belajar*;(3)kurangnya gedung laboratorium1,3,4,6,9;(4)kurangnya peralatan laboratorium3,4,5,6,8,10;(5)memadainya gedung laboratorium7,10; Tema (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar 2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya3,4,9;(2)kurangnya pelatihan guru1,4;(3)mapel yang tidak memiliki RPP3,4,6,10;(4)adanya jam tambahan/les1,3,5,6,10;(5)adanya pemberian reward4; 3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka2,3,4,5,6,7,8,9,10; (2) adanya olahraga4,7,8,10; (3) adanya kegiatan kesenian6,7,8,10; (4)adanya PMR1,4,9,10;(5)adanya UKS9;(6)adanya Olimpiade9,10;(7)adanya OSIS10;(8)adanya tata tertib*;(9)adanya pertemuan dengan wali murid*;(10)memadainya pelaksanaan try out* (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu 4 Pendanaan (1) BOS*; (2) BOSDA6,10; (3) Yayasan1 5 Kurikulum (muatan lokal) (1) Bahasa daerah1,3,4,5; (2) keterampilan dan prakarya; (3)tulisan arab1,4,5,7,9; (4) budi pekerti6,8,10; (5) keagamaan4, 7 SMAN 6 Lhokseumawe 8 SMAN 5 Lhokseumawe 9 SMAN 3 Lhokseumawe 10 SMAN 4 Lhokseumawe *Semua SMP 1 Serambi Mekkah SMPN Satap Ujong Pacu 3 SMPN 4 Lhokseumawe 4 SMP 9 Lhokseumawe 5 SMPS Islam Pase 6 SMAN 7 Lhokseumawe 2 108 Sumber dana operasional Jenis mapel mulok Tabel 2.c.14: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Pidie Jaya No 1 Kondisi sekolah Sarpras 2 SDM 3 4 Kode (1) Ruang OSIS belum ada1; kurangnya ruang belajar7,8; kurangnya kelengkapan ruang belajar3,10;kurangnya mobiler6; kurangnya sumber belajar2,3,5,6,10; kurangnya gedung laboratorium3,4,5,10,11; kurangnya peralatan laboratorium*; kurangnya mobiler3; memadainya ruang belajar6; memadainya gedung laboratorium1,2,8,9 (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya2,3,6,10; kelebihan guru4; kurangnya guru bersertifikasi3,4; kurangnya jam mengajar guru bersertifikasi6; mapel yang tidak memiliki RPP3,4,6,8,9; pembelajaran yang belum sesuai RPP3; adanya les sore8,9; adanya MGMP* (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar Siswa (1) adanya kegiatan pramuka3,4,5,6,7,9; (2) adanya olahraga1,2,3,4,6,8,9,11; (3) adanya kegiatan kesenian2,3,4,5,6,8,9; adanya kegiatan keagamaan2,; adanya perlombaan3,4,8; adanya kegiatan pengajian6; adanya tata tertib2,3,4,5,6,7,8,9; adanya sosialisasi tata tertib2,34,6,8,; adanya pelibatan wali murid*; adanya pelaksanaan try out* (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu Pendanaan (1) BOS*; (2) BOSPA4 Sumber dana operasional Jenis mapel mulok (1) Bahasa daerah1,3,7,8,10,11; (2) Kesenian2,4,5; (3)tulisan arab*; (4) TIK3,8; (5) budi pekerti3,5,9 1 7 SMPN 1 Bandar Baru SMPN 3 Bandar Baru 2 8 SMAN 1 Pante Raja SMPN 1 Bandar Baru 3 9 SMPN 3 Bandar Dua SMAN 2 Bandar Baru 4 10 SMAN 1 Jangka Buya SMAN 2 Meureudu 5 11 SMPN 2 Trienggadeng SMPN 2 Bandar Dua 6 SMAN 1 Trienggadeng *Semua sekolah 5 Tema Kurikulum (muatan lokal) 109 (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial Tabel 2.c.15: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kota Sabang No 1 Kondisi sekolah Sarpras 2 Kode Tema (1) kurangnya ruang belajar4;(2) kurangnya fasilitas ruang belajar4;(3)kurangnya sumber belajar2,4,6; (4)memadainya gedung laboratorium1,2,3,6; (5)memadainya peralatan laboratorium1,;(6)kurangnya gedung laboratorium4,5;(7)kurangnya peralatan laboratorium6 (1) Sarpras vital sekolah (2) Lingkungan sekolah (3) sumber belajar SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya4,6; (2)kurangnya pelatihan guru1,6;(3)adanya jam tambahan1,;(4)adanya pemberian beasiswa1,;(5)adanya perlombaan3,;(6)adanya MGMP yang efektif*; 3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,4,6; (2) adanya olahraga1,3,4,6; (3) adanya kegiatan kesenian1,3,4,6;(4)adanya tata tertib dan sosialisasinya1,3,4,6;(5)adanya pelibatan wali murid*;(6)memadainya pelaksanaan try out* (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu 4 Pendanaan (1) BOS1,3,4,5,6; (2) Pemko3,; (3) APBK4,5,6; (4) APBN4,5,6;(5)Otsus4 Kurikulum (1) keterampilan dan prakarya4; (2)tulisan (muatan arab3,4,6; (3) TIK5; (4) budi pekerti3 lokal) 5 1 SMAN 2 Sabang SMAN 1 Sabang 3 SMA Al-Mujaddid 4 SMPN 7 Sabang 5 SMPN 3 Sabang 6 SMPN 4 Sabang 2 110 Sumber dana operasional Jenis mapel mulok Tabel 2.c.16: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh Timur No Kondisi Kode Tema sekolah 1 Sarpras (1) kurangnya kuang belajar1,4,8; (1) Sarpras vital 3,6,8 (2)kurangnya sumber belajar ; sekolah (3)kurangnya gedung laboratorium1,2,3,4,5,6; (2) Lingkungan (4)kurangnya peralatan laboratorium3,4,6; sekolah (5)memadainya ruang belajar6,; (3) sumber belajar (6)memadainya gedung laboratoratorium8; (7)memadainya peralatan laboratorium5,8 2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya6 ;(2) mapel yang tidak memiliki RPP1,2,3,4,5; (3)adanya ekskul1,3,4; (4)adanya remedial1,3,4; (5)adanya pemberian penghargaan3,4,8; (6)adanya jam tambahan5,8; (7)adanya perlombaan8; (8)adanya MGMP1,3,4,5,8 3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,3,4,8,9; (2) adanya olahraga1,4,9; (3) adanya kegiatan OSN5,8; (4) adanya kegiatan keagamaan1,4; (5) adanya kegiatan O2SN3,5,8; (6)adanya kegiatan FLS2N3,8; (7)adanya kegiatan sosial3; (8)adanya tata tertib1,2,3,4,5,8,9; (9)adanya sosialisasi tata tertib1,3,4,5,8,9; (10)adanya pelibatan wali murid1,2,3,4,5,8,9; (11)adanya Try Out1,2,3,4,5,8,9 4 Pendanaan (1) BOS*; (2) DBO8,9 5 Kurikulum (muatan lokal) (1) Bahasa daerah2,3,5; (2) keterampilan dan prakarya; (3)tulisan arab1,2,3,5,6,8; (4) TIK3,4; (5) budi pekerti3,4,6,9; (6) keagamaan1,4,8 1 SMPN 2 Peureulak SMPN 4 Peureulak 3 SMPN 1 Idi Tunong 4 SMPN 4 Darul Ikhsan 5 SMPN 6 Birem Bayeun 6 SMAN 1 Simpang Ulim 7 SMAN 1 Birem Bayeun 8 SMAN 1 Ranto Peureulak 9 SMAN 1 Nurussalam *Semua 2 111 (1) Kurangnya guru mapel tertentu (2) Kurangnya guru bersertifikasi; (3) Tidak membuat RPP; (4) MGMP (5) Remidial (1) Kegiatan ekstra kurikuler (2) Sosialisasi tata tertib (3) Pelibatan ortu Sumber dana operasional Jenis mapel mulok Lampiran 2.d: Penentuan Lapisan Tema Dukungan penyelenggaran pendidikan dari masyarakat Layer 4 Dukungan kurang memadai Dukungan cukup memadai Tiga tema kondisi sosial masyarakat Tingkat pendidikan Jenis pekerjaan Layer 3 Kemampuan ekonomi Analisis deskriptif terhadap kondisi sosial masyarakat Layer 2 Deskripsi kondisi sosial masyarakat sarpras Pangkalan Data: transkrip wawancara, catatan lapangan, dokumen. Data Gambar 2.d.1: Lapisan Tema untuk Kondisi Sosial Masyarakat 112 Layer 1 Dua jenis fasilitas pendidikan di sekolah Layer 4 Sarpras fisik dan nonfisik Sarpras fisik dan fisik Layer 3 Tiga tema sarpras sekolah Lingkungan sekolah Gedung, mobiler dan peralatan Sumber belajar Analisis deskriptif terhadap kondisi sarpras sarpras fisik fisik dan dan nonfisik nonfisik Layer 2 Deskripsi kondisi setiap sarpras Pangkalan Data: transkrip wawancara, Pangkalan Data: transkrip catatan lapangan, wawancara, catatandokumen. lapangan, dokumen. Data Gambar 2.d.2: Lapisan Tema untuk Kondisi Sarpras 113 Layer 1 Jaminan Terlaksana Proses Belajar -Mengajar Layer 4 Pengawasan Mutu Pendidikan Mutu Pendidikan Lima tema kondisi sosial masyarakat Supervisi Pengawasan Evaluasi Layer 3 Unit penjaminan mutu Analisis deskriptif terhadap kondisi proses B-M Deskripsi kondisi Proses B-M Pangkalan Data: transkrip wawancara, catatan lapangan, dokumen. Data Gambar 2.d.3: Lapisan Tema untuk Proses Belajar-Mengajar 114 Layer 2 Layer 1 Lampiran 2.e: Kondisi Standar Nasional Pendidikan Tabel 2.e.1: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel Sekolah Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh No. Poin SNP Kondisi SNP SMP 3 Lembah SMPN Al-Falah SMA Modal Bangsa Seulawah Tidak terbebani Terbebani dengan Tidak terbebani dengan target target kelulusan UN dengan target kelulusan UN dari dari luar kelulusan UN dari luar luar a. KTSP; a. KTSP; a. K- 13; b. Mulok b. Mulok b. Mulok Keagamaan, Bhs Keagamaan, tidak ada Arab ; Akhlak; c. Kalender sesuai c. Kalender sesuai c. Kalender sesuai Provinsi Provinsi Provinsi a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi dan pengawasan dan pengawasan dan pengawasan proses proses proses pembelajaran pembelajaran pembelajaran b. Pengawasan b. Pengawasan b. Pengawasan kepsek kepsek kepsek c. Tidak ada c. Guru terlibat dalam c. Tidak ada penjaminan mutu pengawasan penjaminan mutu d. Adanya peranan d. Tidak ada d. Adanya peranan ortu yang efektif penjaminan mutu ortu yang efektif e. Komite sekolah e. Adanya peranan e. Komite sekolah tidak berperan baik ortu yang efektif berperan baik f. Komite sekolah tidak berperan baik SMA Fajar Harapan 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. a. MGMP yang Standar efektif Pendidik dan b. Guru mengajar Tenaga mapel yang bukan Kependidikan bidangnya a. MGMP yang efektif b. Guru mengajar mapel yang bukan bidangnya a. MGMP yang efektif b. Pelatihan guru a. MGMP yang efektif 5. Standar Sarana dan Prasarana a. Kurangnya peralatan Lab. b.Adanya prosedur pengadaan sarpras c. Adanya prosedur pemanfaatan dan perawatan sarpras d.Tidak ada jaringan a. Kurangnya gedung Lab. b.Adanya prosedur pengadaan sarpras c. Adanya prosedur pemanfaatan dan perawatan sarpras d.Akses internet yang a. Gedung Lab memadai b.Peralatan Lab. memadai c. Adanya prosedur pemanfaatan dan perawatan sarpras d.Akses internet yang a. Gedung Lab memadai b.Adanya prosedur pengadaan sarpras c. Adanya prosedur pemanfaatan dan perawatan sarpras d.Tidak ada jaringan 115 Terbebani dengan target kelulusan UN dari luar a. K- 13; b. Mulok Keterampilan c. Kalender sesuai Provinsi a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. pengawasan kepsek c. Guru terlibat dalam pengawasan d. Ada unit penjaminan mutu e. Adanya peranan ortu yang efektif f. Komite sekolah berperan baik internet 6. Standar Penilaian Pendidikan a. Penilaian ikut prosedur b.Validasi instrumen penilaian c. Pengawasan pelaksanaa penilaian internet a. Penilaian ikut prosedur b.Validasi instrumen penilaian c. Pengawasan pelaksanaan penilaian 116 memadai a. Penilaian ikut prosedur b.Validasi instrumen penilaian c. Pengawasan pelaksanaan penilaian memadai a. Penilaian ikut prosedur b.Validasi instrumen penilaian alidasi instrumen penilaian c. Pengawasan pelaksanaan penilaian Tabel 2.e.2: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel Sekolah Kota Banda Aceh Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh Kondisi SNP No. Poin SNP 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. SMA 3 Banda Aceh SMA 1 Banda Aceh Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar a. K- 13; b. Mulok tidak ada c. Kalender sesuai Provinsi Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar a. K- 13; b. Mulok: Bahasa Daerah c. Kalender sesuai Provinsi Standar Proses a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. pengawasan kepsek c. Ada unit penjaminan mutu d. Adanya peranan ortu yang efektif e. Komite sekolah berperan baik a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. pengawasan kepsek c. Tidak ada penjaminan mutu d. Adanya peranan ortu yang efektif 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan a. MGMP yang efektif b. Guru mengajar mapel yang bukan bidangnya a. MGMP yang efektif 5. Standar Sarana dan Prasarana a. Kurangnya peralatan Lab b. Peralatan Lab. memadai c. Adanya prosedur pengadaan sarpras a. Gedung Lab memadai b. Adanya prosedur pemanfaatan dan perawatan sarpras 117 SMP Fatih Lam Yong Banda Aceh Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar a. K- 13 + (kurikulum sekolah); b. Mulok: disesuaikan dengan potensi sekolah c. Kalender sesuai dinas pendidikan diselaraskan dengan sekolah a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. Supervisi dan pengawasan oleh kepsek bersama koordinator pendidikan dan pengurus yayasan c. Terdapat unit penjaminan mutu dan berfungsi melakukan evaluasi berkala setiap semester d. Adanya peranan ortu yang sangat mendukung e. Komite sekolah berperan sangat baik a. MGMP tingkat sekolah, daerah dan nasional yang berperan efektif; b. Terdapat guru yang mengajar mapel bukan bidangnya khususnya mapel bidang social a. Semua sarpras disediakan lengkap oleh yayasan; b. Gedung dan peralatan laboratorium cukup lengkap; d. Adanya prosedur pemanfaatan dan perawatan sarpras e. Jaringan internet hanya di ruang TU 6. c. Prosedur pengadaan dan perawatan sarpras tersedia dan berjalan dengan baik melalui koordinator sarpras; d. Jaringan Internet tersedia dan bisa dimanfaatkan oleh siswa di seluruh area sekolah; a. Penilaian ikut a. Belum semua guru Standar Penilaian a. Penilaian ikut prosedur prosedur membuat perencanaan Pendidikan b. Validasi instrumen b. Validasi instrumen dengan baik; penilaian alidasi penilaian aliditas b. Validasi instrumen instrumen penilaian instrumen penilaian penilaian instrumen c. Pengawasan c. Pengawasan penilaian belum semua pelaksanaan pelaksanaan guru melakukannya; penilaian penilaian c. Pengawasan pelaksanaan penilaian berjalan dengan baik. 118 Tabel 2.e.3: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel Sekolah Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh Kondisi SNP No. Poin SNP 1. Standar Kompetensi lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 5. Standar Sarana dan Prasarana SMA Unggul SMPN1 Simpang Atim Ulim Tidak terbebani Tidak terbebani dengan target dengan target kelulusan UN kelulusan UN dari luar dari luar K-13; K-13; Mulok Mulok: Keagamaan ; Bhs Daerah, Akhlak; Kalender sesuai Provinsi Kalender sesuai Provinsi Sosialisasi, Sosialisasi, evaluasi, evaluasi, supervisi dan supervisi dan pengawasan pengawasan proses proses pembelajaran pembelajaran Pengawasan tidak ada unit kepsek penjaminanan mutu Tidak ada penjaminan penambahan mutu jam belajar penambahan komunikasi jam komite dengan masyarakat recruitment recruitment Validasi Instrumen Validasi Penilaian Instrumen Penilaian Pengawasan penilaian SMAN1 Langsa SMA Mosa Arun SMA Iskandar SMAN1 Muda Lhokseumawe Tidak terbebani Terbebani Tidak terbebani Tidak terbebani dengan target dengan target dengan target dengan target kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN dari luar dari luar dari luar dari luar KTSP; KTSP; KTSP; K- 13; Mulok: Bhs Mulok: Mulok: Mulok: Arab, Bhs Arab, TIK, Bhs Arab, TIK Keagamaan, Keterampilan Bahasa Asing Kalender sesuai Kalender sesuai Kalender sesuai Kabupaten Provinsi Kalender sesuai Kabupaten Provinsi Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi, evaluasi, evaluasi, evaluasi, evaluasi, supervisi dan supervisi dan supervisi dan supervisi dan pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan proses proses proses proses pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran guru terlibat pengawasan pengawasan pengawasan dalam kepsek kepsek kepsek pengawasan tidak ada unit tidak ada unit jam tambahan tidak ada unit penjaminan pejaminan mutu bimbingan penjaminan mutu bimbingan olimpiade mutu olimpiade jam tambahan pelibatan komite jam tambahan recruitment remdial recruitment tidak ada validasi Pengayaan tidak ada recruitment instrumen recruitment validasi validasi penilaian validasi instrumen instrumen penilaian pengawasan pengawasan penilaian penilaian Penyusunan MGMP yang RPP aktif Pembinaan guru pelatihan administrasi MGMP yang efektif guru mengajar mapel yang Pemanfaatan IT bukan guru mengajar bidangnya mapel yang bukan bidangnya Gedung Lab peralatan lab memadai memadai peralatan lab prosedur tidak memadai perawatan MGMP yang efektif Pembinaan guru guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Rapat akademis Pembinaan guru guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Rapat akademis Pembinaan guru guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Pelatihan guru pembinaan guru guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Gedung Lab kurang memadai pemanfaatan Peralatan lab tidak memadai pemanfaatan sarpras sesuai Peralatan lab tidak memadai prosedur pengadaan peralatan laboratorium memadai prosedur 119 prosedur pengadaan prosedur pengadaan pengajuan proposal peningkatan sarpras penggunaan modem 6. Standar Penilaian Pendidikan prosedur penilaian validasi instrumen penilaian adanya pengawasan pelaksanaan prosedur penilaian validasi instrumen penilaian adanya pengawasan pelaksanaan sarpras memadai prosedur pengadaan prosedur perawatan sarpras Adanya tim yang mengatur peningkatan sarpras Kapasitas Akses internet memadai prosedur penilaian adanya pengawasan pelaksanaan 120 prosedur prosedur pengadaan prosedur perawatan sarpras kapasitas akses internet memadai prosedur penilaian validasi instrumen penilaian adanya pengawasan pelaksanaan pemanfaatan sarpras sesuia prosedur prosedur perawatan sarpras pengajuan prosposal peningkatan sarpras tidak ada jaringan internet penggunaan modem prosedur penilaian validasi instrumen penilaian adanya pengawasan pelaksanaan pengadaan pemanfaatan sarpras sesuai prosedur prosedur perawatan sarpras kapasitas akses internet yang memadai prosedur penilaian Tidak ada validitas instrumen penilaian adanya pengawasan pelaksanaan Tabel 2.e.4: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel SMP Kabupaten Aceh Tengah Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh No. Poin SNP 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 5. Standar Sarana dan Prasarana SMPN 1 Takengon Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP; Mulok: akhlak, TIK, Kalender: sesuai Provinsi Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran Tidak ada unit penjaminan mutu SMPN 2 Takengon Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok:keterampil an, Kalender: sesuai Provinsi Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran adanya unit penjaminan mutu guru terlibat dalam pengawasan jam tambahan MGMP berperan MGMP berperan aktif aktif Pengawasan Pengawasan penyusunan RPP penyusunan RPP Validasi instrumen Pemanfaatan IT penilaian Validasi Pemanfaatan IT instrumen Pengawasan kepsek dan guru Pengawasan penilaian Gedung LAB memadai Proposal peningkatan sarpras Prosedur sarpras Proposal peningkatan sarpras Gedung LAB memadai Prosedur pengadaan sarpras Prosedur perawatan sarpras Kondisi SNP SMPN 4 Aceh Tengah SMPN 4 Takengon Tidak terbebani Terbebani dengan dengan target target kelulusan kelulusan UN dari luar UN dari luar KTSP Mulok : akhlak Kalender : sesuai Provinsi Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran Tidak ada unit penjaminan mutu Remedial SMPN 5 Takengon Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : akhlak Kalender : sesuai Provinsi KTSP Mulok : lingkungan Kalender : sesuai Provinsi Sosialisasi, Sosialisasi, evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi dan pengawasan dan pengawasan proses proses pembelajaran pembelajaran Tidak ada unit Tidak ada unit penjaminan mutu penjaminan mutu Jam tambahan Jam tambahan MGMP berperan aktif Pengawasan penyusunan RPP Pengawasan kepsek dan guru Guru Mengajar mapel yang bukan bidangnya Validasi instrument Pengawasan kepsek dan guru MGMP berperan aktif Pengawasan penyusunan RPP Validasi instrumen penilaian MGMP berperan aktif Pengawasan penyusunan RPP Validasi instrumen penilaian Proposal peningkatan sarpras Gedung LAB memadai Kurangnya peralatan LAB Prosedur pengadaan sarpras Prosedur perawatan sarpras Akses internet memadai Proposal peningkatan sarpras Gedung LAB memadai Prosedur pengadaan sarpras Prosedur pengadaan sarpras Prosedur perawatan sarpras Akses internet memadai Proposal peningkatan sarpras Gedung LAB memadai Prosedur pengadaan sarpras Prosedur pengadaan sarpras Prosedur pengadaan sarpras Prosedur perawatan sarpras 121 6. Standar Penilaian Pendidikan a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian 122 a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian Akses internet memadai a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian Tabel 2.e.5: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel SMA Kabupaten Aceh Tengah Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh Kondisi SNP No. 1. Poin SNP 2. Standar Kompetensi Lulusan Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 5. Standar Sarana dan Prasarana 6. Standar Penilaian Pendidikan SMAN 1 Takengon Aceh Tengah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar Kurikulum 2013 Mulok : Bhs dan tulisan arab Kalender : sesuai Provinsi a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. guru terlibat dalam pengawasan c. adanya pengelolaan proses belajar mengajar d. unit penjaminan mutu e. tidak terbebani dengan target kelulusan a. Tidak ada validitas instrumen b. Ada rekrutmen penilaian a. Gedung LAB kurang memadai b. Peralatan LAB kurang memadai c. Adanya prosedur pengadaan sarpras d. Adanya proposal sarpras e. Ada prosedur perawatan sarpras f. Akses internet memadai a. Tidak ada Validasi instrument penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian SMAN 8 Aceh Tengah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : akhlak Kalender : sesuai kabupaten a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. adanya pengelolaan proses belajar mengajar c. tidak ada unit penjaminan mutu d. jam tambahan e. tidak terbebani dengan target kelulusan a. MGMP berperan aktif b. Guru Mengajar mapel yang bukan jamnya c. Tidak ada validitas instrument penilaian a. Gedung LAB memadai b. Adanya prosedur pengadaan sarpras c. Adanya proposal sarpras a. Tidak ada Validasi instrument penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian 123 SMAN 15 Takengon Aceh Tengah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : keagamaan Kalender : sesuai Provinsi a. Sosialisasi, evaluasi,supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. adanya pengelolaan proses belajar mengajar c. tidak ada unit penjaminan mutu d. jam tambahan e. tidak terbebani dengan target kelulusan a. MGMP berperan aktif b. Adanya validasi instrument a. b. c. d. Peralatan LAB memadai Adanya prosedur sarpras Adanya proposal sarpras Adanya perawatan sarpras e. Akses internet memadai a. Adanya validasi instrument penilaian Tabel 2.e.6: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel SMP Kabupaten Bener Meriah Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses SMPN 6 Satu Atap Permata Bener Meriah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP; Mulok: keagamaan, Kalender: sesuai Provinsi a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. Tidak ada unit penjaminan mutu c. Ada jam tambahan d. Ada peran orang tua yang efektif 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan a. MGMP berperan aktif b. Guru mengajar mapel yang No. Poin SNP Kondisi SNP SMPN 3 Wih SMPN 3 Timang Pesam Bener Gajah Bener Meriah Meriah Tidak terbebani Tidak terbebani dengan target dengan target kelulusan UN kelulusan UN dari luar dari luar KTSP KTSP Mulok: Mulok : akhlak lingkungan Kalender : sesuai Kalender: sesuai Provinsi Provinsi a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, evaluasi, evaluasi, supervisi dan supervisi dan pengawasan pengawasan proses proses pembelajara pembelajaran n b. Tidak ada unit b. adanya unit penjaminan penjaminan mutu mutu c. guru terlibat c. guru terlibat dalam dalam pengawasan pengawasan d. adanya d. adanya pengelolaan pengelolaan proses belajar proses mengajar belajar e. tidak adanya mengajar unit e. ada jam penjaminan tambahan mutu f. ada peran f. ada jam orang tua tambahan yang efektif g. bimbingan olimpiade h. adanya bimbingan orang tua yang efektif a. b. MGMP berperan aktif Pengawasan penyusunan 124 a. MGMP berperan aktif b. Pengawasan penyusunan RPP SMPN 2 Wih Pesam Bener Meriah Terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : lingkungan Kalender : sesuai Provinsi a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasan proses pembelajaran b. Tidak ada unit penjaminan mutu c. adanya pengelolaan proses belajar mengajar d. ada jam tambahan e. adanya bimbingan orang tua yang efektif a. MGMP berperan aktif b. Pengawasan penyusunan bukan bidangnya c. Pengawasan penyusunan RPP d. Validasi instrumen penilaian e. Pengawasan penilaian 5. Standar Sarana dan Prasarana a. Adanya prosedur pengadaan sarpras b. Proposal peningkatan sarpras c. Prosedur perawatan sarpras d. Akses internet tidak memadai 6. Standar Penilaian Pendidikan a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian c. d. RPP Pengawasan pelaksanaan penilaian Validasi instrumen a. Peralatan LAB memadai b. Prosedur pengadaan sarpras c. Adanya pengajuan proposal peningkatan sarpras d. Adanya prosedur perawatan sarpras e. Akses internet tidak memadai a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian 125 c. Pengawasan kepsek dan guru d. Guru Mengajar mapel yang bukan bidangnya e. Validasi instrument f. Ada rapat dewan guru RPP c. Validasi instrumen penilaian d. Guru Mengajar mapel yang bukan bidangnya e. Adanya rapat dewan guru a. Gedung LAB kurang memadai b. Prosedur pengadaan sarpras c. Adanya pengajuan proposal peningkatan sarpras d. Adanya prosedur perawatan sarpras e. Akses internet tidak memadai a. Prosedur pengadaan sarpras b. Proposal peningkatan peningkatan sarpras c. Adanya prosedur perawatan sarpras d. Akses internet tidak memadai a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian a. Validasi instrumen penilaian b. Pengawasan pelaksanaan penilaian Tabel 2.e.7: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP) Sampel SMA Kabupaten Bener Meriah Dengan Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh Kondisi SNP No. Poin SNP 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMAN 1 Bandar Bener Meriah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : keagamaan, lingkungan, Kalender : sesuai Provinsi a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasa n proses pembelajar an b. Tidak adanya unit penjamina n mutu c. Ada jam tambahan d. Adanya peranan orang tua yang efektif SMAN 2 Bandar Bener Meriah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : bhs.arab, lingkungan, Kalender : sesuai provinsi a. Sosialisasi, evaluasi, supervisi dan pengawasa n proses pembelajar an b. tidak ada unit penjamina n mutu c. jam tambahan d. Adanya peranan orang tua yang efektif MGMP berperan aktif Guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Adanya MGMP berperan aktif Guru Mengajar mapel yang bukan jamnya Adanya SMAN 1 Bukit Bener Meriah SMA Bustanul Ulum Bener Meriah SMAN 1 Timang Gajah Bener Meriah Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar Tidak terbebani dengan target kelulusan UN dari luar KTSP Mulok : bhs.arab, Kalender : sesuai Provinsi KTSP Mulok : bhs.arab, TIK, Kalender : sesuai Provinsi kurikulum 2013 Mulok : Lingkungan, kebudayaan Kalender : sesuai kabupaten a. Sosialisasi, evaluasi,superv isi dan pengawasan proses pembelajaran b. tidak ada unit penjaminan mutu c. jam tambahan d. Adanya peranan orang tua yang efektif a. Sosialisasi, evaluasi,superv isi dan pengawasan proses pembelajaran b. tidak ada unit penjaminan mutu c. jam tambahan d. Adanya peranan orang tua yang efektif a. Sosialisasi, evaluasi,superv isi dan pengawasan proses pembelajaran b. ada unit penjaminan mutu c. Jam tambahan d. Adanya peranan orang tua yang efektif MGMP berperan aktif Adanya pengawasan penyusunan RPP Adanya validasi instrument penilaian MGMP berperan aktif Guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Adanya pengawasan penyusunan MGMP berperan aktif Guru mengajar mapel yang bukan bidangnya Adanya pengawasan penyusunan 126 pengawasan penyusunan RPP ada validasi instrument penilaian adanya pengawasan kepsek adanya pengawasan pelaksanaan penilaian pengawasa n penyusunan RPP ada validasi instrument penilaian adanya pengawasa n pelaksanaa n penilaian adanya pengawasan pelaksanaan penilaian RPP ada validasi instrument penilaian adanya pengawasan penilaian RPP ada validasi instrument penilaian adanya pengawasan pelaksanaan penilaian Peralatan LAB kurang memadai Adanya prosedur pengadaan sarpras Adanya proposal sarpras Adanya prosedur perawatan sarpras Tidak ada akses internet ada Validasi instrument penilaian Gedung LAB memadai Peralatan LAB kurang memadai Adanya prosedur pengadaan sarpras Adanya proposal sarpras Tidak ada Akses internet Gedung LAB kurang memadai Peralatan LAB kurang memadai Adanya prosedur pengadaan sarpras Adanya proposal sarpras Adanya prosedur perawatan sarpras Tidak ada akses internet Adanya validasi instrument penilaian Adanya validasi instrument penilaian Gedung LAB kurang memadai Peralatan LAB kurang memadai Adanya prosedur pengadaan sarpras Adanya proposal sarpras Akses internet memadai 5. Standar Sarana dan Prasarana Gedung LAB memadai Peralatan LAB kurang memadai Adanya prosedur pengadaan sarpras Adanya proposal sarpras Akses internet memadai 6. Standar Penilaian Pendidikan ada Validasi instrument penilaian Pengawasan pelaksanaan penilaian Adanya validasi instrument penilaian Adanya validasi instrument penilaian Adanya validasi instrument penilaian Adanya pengawasan kepsek 127 Adanya validasi instrument penilaian Adanya validasi instrument penilaian Lampiran 2.f: Tema dan Deskripsi dalam Analisis Kualitatif No. Aspek 1. Proses belajar-mengajar 2. Sarpras 3. Kondisi sosial ekonomi Tema Supervisi, pengawasan, dan evaluasi; dan unit penjaminan mutu Lingkungan sekolah; sarpras vital sekolah; dan sumber belajar. Tingkat pendidikan; jenis pekerjaan dan kemampuan ekonomi. A. Pembahasan Deskriptif Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar, selanjutnya disebut proses BM, secara umum terlaksana dengan baik untuk sekolah-sekolah tingkat SMP dan SMA yang termasuk dalam kelompok sekolah dengan hasil UN tertinggi dan kurang baik untuk sekolah dengan hasil UN terendah di Provinsi Aceh, yaitu berjalan sesuai dengan kurikulum dan kalender pendidikan. Namun, proses BM pada sekolahsekolah tertentu, terutama sekolah yang termasuk kelompok sekolah dengan hasil UN terendah, tidak berjalan dengan arahan dan kontrol yang memadai dari pimpinan sekolah (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 5 tentang pengelolaan dan lampiran 2.e poin 3 tentang standar proses). 1. Supervisi, pengawasan dan evaluasi Supervisi, pengawasan, dan evaluasi dalam berbagai aspek dan tahapan proses belajar-mengajar sangat diharapkan terlaksana dengan baik. Dengan supervisi, pengawasan, dan evaluasi, setiap tahapan proses belajar-mengajar akan segera dapat diberikan masukan untuk diperbaiki sebelum melanjutkan ke tahapan berikutnya. Namun, ditemui bahwa supervisi dan evaluasi agak jarang dilakukan atau kalaupun dilakukan sangat jarang menghasilkan output yang langsung disampaikan untuk digunakan sebagai dasar perbaikan proses belajar-mengajar. Guru menyatakan bahwa supervisi dan evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan dan pengawas sekolah jarang sekali bisa memberikan masukan bagaimana memperbaiki kekurangan atau kelemahan dalam proses belajar-mengajar oleh guru. Supervisor paling sering hanya bisa menuliskan catatan kelemahan atau 128 kekurangan dalam proses belajar-mengajar tanpa disertai dengan bagaimana cara atau langkah-langkah konkrit untuk memperbaikinya. Kesenjangan seperti itu dapat terlihat pada setiap langkah atau aspes proses belajar-mengajar (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). Pertama, untuk perencanan pembelajaran (khususnya penyusunan RPP), para kepala sekolah tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa semua RPP yang disusun oleh guru, adalah sesuai dengan kesiapan peserta didik, ketersediaan sumber belajar dan media, dan dukungan sarana dan prasarana. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mengarahkan penyusunan RPP yang memastikan bahwa proses pembelajaran terlaksana secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik sehingga bisa melahirkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat mereka; dan (2) mengevaluasi kualitas perangkat pembelajaran yg disusun guru. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk memantapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh setiap guru dengan mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai dengan arahan pimpinan sekolah, (2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback sebagai dasar untuk direvisi, (3) RPP disahkan apabila sudah direvisi sesuai dengan koreksi dan feedback yang diberikan. Kedua, untuk pelaksanaan proses pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa pembelajaran di ruangan kelas, di laboratorium, dan di luar ruangan kelas. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mensupervisi proses pelaksanaan pembelajaran untuk memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran benar-benar sesuai dengan RPP; dan (2) mengawasi proses pembelajaran. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran, dengan mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang dijadikan sampel supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai dengan peran mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership), yaitu memperbaiki teknik atau metode penyampaian dan isi bahan ajar, (3) meminta guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada feedback yang diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah melakukan supervisi 129 kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan kualitas daripada pembelajaran pada supervisi pertama. Ketiga, untuk penilaian hasil pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa penilaian direncanakan dengan baik, ditentukan teknik yang sesuai, dikembangan instrumen yang valid dan reliabel, diadministrikan pelaksanaannya dengan baik, dan ditentukan nilai setiap peserta didik untuk setiap ranah tujuan pembelajaran secara objektif dan akurat. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan penilaian yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif, dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik penilaian untuk setiap ranah tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur pengembangan instrumen penilaian yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur penentuan skor dan nilai peserta didik. Dengan menjalankan mekanisme-mekanisme di atas, diyakini bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan kondisi yang ada. 2. Unit penjaminan mutu Setiapkan unit pendidikan seharusnya memiliki unit penjaminan mutu. Dengan unit ini, sekolah dapat mengontrol pelaksanaan proses belajar-mengajar secara terus menerus. Mutu lembaga-lembaga pendidikan yang terlibat dalam kajian ini adalah sangat bervariasi mulai dari sangat rendah sampai dengan tinggi. Variasi mutu ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan karena idealnya setiap sekolah memiliki mutu yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara harus mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama dalam proses pendidikannya. Sungguhpun situasi ideal sangat sulit diwujudkan oleh sekolahsekolah di Provinsi Aceh khususnya bahkan di Indonesia pada umumnya, namun setiap sekolah harus berupaya secara maksimal dengan berbagai perbaikan untuk mewujudkannya. Kesulitan yang dihadapi sebagian besar sekolah dalam kajian penelitian ini pada umumnya dikarenakan tidak memadainya mutu SDM, rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana, dan tidak memadainya dukungan pembiayaan 130 operasional sekolah baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari orang tua siswa. Sebagian besar sekolah dengan kesulitan-kesulitan ini, berupaya keras mengatasinya terutama kesulitan pada tidak memadainya mutu SDM dengan mendorong para guru meningkatkan profesionalisme mereka melalui partisipasi maksimal pada MGMP pada berbagai tingkatan, membangun jaringan dengan guru-guru mapel atau rumpun ilmu yang sama, dan memperoleh informasi tentang perkembangan bidang mapel masing-masing. Sekolah-sekolah dalam kategori ini selalu optimis bahwa dengan semangat dan usaha seperti itu, maka mutu SDM mereka tidak terlalu senjang dengan kualitas yang harus diwujudkan. Walaupun unit jaminan mutu tidak ada, tetapi pelaksanaan tugas penjaminan mutu dapat diemban dengan baik oleh pimpinan sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan bidang sarana dan prasarana. Di lain pihak, sebagain kecil sekolah seperti “menerima” saja kondisi di atas dengan pesimisme yang terungkap pada pernyataan-pernyataan pimpinan sekolah. Upaya mengontrol mutu hampir sama sekali tidak dilakukan. Sekolah dalam kategori ini cenderung menyalahkan kebijakan penempatan guru yang tidak mempertimbangkan pemerataan bidang dan kualitas mereka (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). B. Deskripsi Ketersediaan dan Keterkucupan Sarana dan Prasarana Ketersediaan dan keterkucupan sarana dan prasarana, baik untuk sekolahsekolah tingkat SMP dan SMA yang termasuk dalam kelompok sekolah dengan hasil UN tertinggi dan terendah di Provinsi Aceh, belum sepenuhnya terpenuhi. 1. Gedung, mobiler, peralatan dan lingkungan sekolah Beberapa sekolah dengan hasil UN tertinggi sekalipun, terlihat kondisi sarana dan prasarananya agak rendah, rendah dan bahkan sangat rendah. Sebagai contoh, SMPN4 Takengon memiliki mobiler ruangan kelas dengan kondisi yang sangat jauh dari kriteria yang harus dipenuhi. Sebagain besar meja siswa di empat ruangan kelas kondisinya berlubang dan permakaannya kasar dan tidak rata. Beberapa jendela gedung rungan kelas, kacanya sudah pecah. Hal berbeda, hanya 131 terlihat pada SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1 Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, SMA Fajar Harapan yang sarpras lengkap dengan kondisi hanya sedikit di bawah 100%. Bahkan, di SMA Modal Bangsa Aceh tersedia laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) yang salah satu materi praktiknya adalah tajhiz mayat. Peran pimpinan sekolah memastikan terlaksananya: (1) pengadaan sarana dan prasarana, (2) perawatan sarana dan prasarana; dan (3) peningkatan ketersediaan dan kondisi sarpras, belum berjalan dengan baik. Beberapa kepala dan wakil kepala sekolah memainkan peran yang sangat baik dalam merencanakan penambahan dan peningkatan sarana dan prasarana, yang ditndaklanjuti dengan pembuatan pengajuan proposal ke dinas pendidikan kota dan/atau provinsi. Namun, peran komunikasi dengan pejabat-pejabat di kantor dinas pendidikan kurang terlaksana. Sehingga, tidak mengherankan kalau ditemukan banyak sekolah sampel penelitian yang tingkat ketercukupan sarana dan prasarana rendah atau sangat rendah. Selanjutnya, peran pimpinan sekolah untuk memastikan bahwa sarana dan prasarana sekolah terawat dengan baik juga kurang terlaksana. Sebagian sarana dan prasarana kondisinya jauh dari standar, contohnya toilet, lapangan olahraga, gedung laboratorium, ruang kelas, ruang guru, ruang tata usaha, dan bahkan ruang kepala sekolah. Gedung-gedung yang seharusnya dirawat dengan mengecat kembali secara berkala, misalnya setiap lima tahun, lapangan olahraga yang seharusnya diperhalus kembali permukaan secara berkala, misalnya setiap dua tahun, umumnya tidak terlaksana. Tidak terlaksananya perawatan tersebut terutama sekali disebabkan tidak adanya SOP untuk perawatan sarpras di sekolah. Terakhir, peran untuk memastikan terencana pemenuhan kebutuhan peningkatan sarana dan prasarana melalui penilaian kebutuhan (need assessment), juga tidak terlaksana dengan baik. Peran pimpinan sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana, seharusnya dapat dijalankan dengan mekanisme: (1) meminta laporan berkala tentang kebutuhan peningatan sarana dan prasarana dari setiap guru bidang studi, kepala laboratorium, dan wakil kepala sekolah yang lain, (2) menyusun rekapitulasi berdasarkan analisis kebutuhan 132 didasarkan pada laporan pada nomor 1, dan (3) membuat skala prioritas untuk pengajuan pengadaannya. Disayangkan mekanisme ini tidak berjalan dengan baik, padahal dengan mekanisme ini dapat menekan kekurangan sarana dan prasarana dan dapat mensiati kekurangan ini dengan berbagai cara sehingga proses pembelajaran secara maksimal dengan kondisi apa adanya. 1. Sumber belajar. Sumber belajar baik yang tersedia di perpustakaan, di lingkungan sekolah, dan di media-media cetak maupun elektronik di sebagian besar sekolah yang menjadi kajian penelitian ini tidak bisa disediakan dengan memadai. Sekolah dalam kategori ini menyatakan bahwa penyediaan melalui dinas pendidikan sering sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar dari sumber belajar untuk setiap siswa. Walapun sudah berupaya menambah pengadaannya melalui partisipasi orang tua, namun tetap saja tidak bisa menutupi kebutuhan tersebut. Pertama, di perpustakaan pada sebagian besar sekolah tidak tersedia buku referensi yang memadai walaupun hanya untuk buku paket yang harusya bisa dipinjamkan kepada siswa secara penuh untuk setiap semester, apalagi, buku-buku referensi pengayaan. Pengadaan buku paket sering sekali tidak memenuhi sesuai dengan jumlah siswa sehingga sekolah harus meminjamkan secara bergiliran dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan, buku-buku pengayaan yang diusulkan pengadaannya sering sekali tidak dipenuhi sama sekali. Kedua, di lingkungan sekolah pada sebagian besar sekolah juga tidak menanam tanaman tetentu atau memelihari tanaman alam dengan baik yang bisa digunakan untuk sumber belajar. Dengan kondisi demikian, hewan atau burungburung liar yang bervariasi jenisnya juga jarang sekali terlihat melintas di lingkungan sekolah. Ketiga, media cetak pada sebagian besar sekolah tidak menyediakan majalah dan koran sebagai sumber pengayaan pengetahuan bagi siswa. Di sebagian kecil sekolah ada berlangganan koran, tetapi hanya untuk pimpinan, guru dan karyawan sekolah. Lebih-lebih lagi, untuk media elektronik, tingkat ketersediaannya adalah sangat rendah. Hanya sebagian kecil sekolah, itupun yang 133 “diklaim” sebagai sekolah unggul oleh pemerintah kabupaten/kota yang mampu menyediaan sumber belajar elektronik, baik melalui laboratorium maupun melalui penyediaan akses Internet. Penyediaan akses Internet di sebagian sekolah dalam ketegori ini, diakui hanya bisa diakses oleh siswa dan guru secara sangat terbatas dengan kecepatan yang sangat rendah sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh guru bersama siswa dalam proses belajar-mengajar di kelas. (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e). C. Deskripsi Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi di Sekitar Sekolah 1. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara orang tua mengarahkan anak-anak mereka untuk memilih jenis pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan pengetahuan dan pengalaman pendidikan mereka disertai dengan keseriusan dalam membimbing anak mereka berpendidikan yang layak dan sesuai, anak-anak mereka akan terarah dengan baik dalam memilih jenis dan jenjang pendidikan mereka. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang mencapai level perguruan tinggi walaupun hanya tingakat strata-1, mereka bisa mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman mereka dalam mengarahkan pendidikan anak mereka dari awal sejak pendidikan menengah. Di samping itu, tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap status sosial dan peluang memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memberikan peluang besar untuk mampu membiaya pendidikan anak-anak mereka. Terdapat beberapa kasus yang orang tua siswa yang berprestasi merasa rendah diri dan tidak memiliki “pengaruh” yang cukup untuk meminta dukungan pihak lain, terutama berupa beasiswa agar anaknya yang berprestasi bisa memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan setinggi mungkin. Tidak bisa dipungkuri bahwa siswa dari keluarga kurang mampu sering terabaikan dari perhatian pemerintah atau pihak lain untuk memperoleh dukungan disebabkan oleh kemampuan komunikasi atau keengganan memberikan informasi tentang prestasi anak-anak mereka. 134 2. Jenis pekerjaan dan kemampuan ekonomi. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah pada umunya rendah, hanya beberapa sekolah yang kondisi sosial ekonomi masyarakatnya tinggi, contohnya SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1 Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, dan SMA Fajar Harapan. Pada sekolah-sekolah yang disebutkan di atas dengan kondisi sosial ekonomi tinggi (golongan menengah ke atas), sangat memudahkan sekolah merencanakan jam belajar tambahan, seperti jam belajar sore, les tambahan, dan kegiatan ekstrakurikuler (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi sosial masyarakat dan lampiran 2.e poin 7 tentang kondisi sosial masyarakat). Di lain pihak, sekolah-sekolah lainnya yang kondisi sosial ekonomi masyarakatnya rendah, sangat menyulitkan sekolah memprogramkan kegiatankegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler seperti di atas. Pada sekolah-sekolah ini, pekerjaan orang tua siswa umumnya adalah petani, sebagaian lainnya tukang becak, hanya sedikit yang PNS dan wiraswastawan atau secara umum mereka termasuk golongan menengah ke bawah (lihat lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi sosial masyarakat). Kondisi seperti ini kadang-kadang memaksa orang tua mengajak anaknya membantu mereka mengerjakan tugas-tugas dalam memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan di rumah dan di sekolah. Dengan demikian, juga menyulitkan sekolah mengajak apalagi memaksan siswa berpartisipasi dalam setiap kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Guna menyikapi masing-masing kondisi di atas, peran pimpinan sekolah untuk menyesuaikan program belajar kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler sangat penting dimainkan untuk memastikan bahwa dengan kondisi sosial ekonomi bagaimanapun, ketiga jenis program tersebut semaksimal mungkin harus berjalan. Memang tidak bisa dipungkiri, ditengah-tengah usaha menyesuaikan program-program belajar tersebut, pihak sekolah sering kehilangan semangat untuk “memaksa” siswa dari keluarga sosial ekonomi rendah tiba-tiba meminta anak-anak mereka untuk berhenti dari kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. 135