HUMAN CAPITAL JOURNAL m K i C o r p o r a t E Achieving Human Capital Excellence u n i V E r S i t Y n no. 06/tahun i/Desember 2011 n rp. 30.000,- Strength Based Human Capital Management Konsep manajemen SDM berbasis kompetensi menghasilkan banyak pemborosan dalam pengembangan SDM. Penerapan konsep manajemen SDM berbasis kekuatan menghasilkan dampak yang jauh lebih baik. Kenapa? Human HR Value Capital Readiness Proposition Survey KrisisTrend Sumber Kepemimpinan Daya Manusia Dunia Change Praktik Coaching Management & Mentoring ADVERTORIAL Jesse M. Lapierre menyerahkan piagam Country Business Partner kepada Syahmuharnis Penandatanganan perjanjian Country Business Partner antara Syahmuharnis dan Gani Gunawan Djong, disaksikan oleh Jesse M. Lapierre dan Teddy Kharsadi. Penunjukan MKI sebagai Country Business Partner SMI Inc. B ertempat di US Commercial Service, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Atase Perdagangan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jesse M. Lapierre atas nama Pemerintah Amerika Serikat telah menyerahkan Piagam Country Business Partner dari Success Motivation International Incorpo­ rated (SMI Inc.) kepada PT Menara Kadin Indonesia (MKI Cor­ porate University) yang diwakili oleh Syahmuharnis, Direktur, dan Teddy Kharsadi, Komisaris MKI. Acara yang berlangsung Nopember 2011 ini sebelumnya ditandai dengan penandatanganan perjanjian antara Syahmuharnis dengan pihak SMI Inc., dalam hal ini diwakili oleh Gani Gunawan Tjong, Regional Busi­ ness Partner SMI Inc. “Pemerintah AS sangat mendukung kerjasama antara perusahaan Amerika dan perusahaan dan pihak-pihak lain di Indonesia,” tukas Lapierre dalam sambutannya. SMI Inc. merupakan perusahaan terkemuka di bidang pengembangan sumberdaya manusia di dunia, dengan omset penjualan global mencapai US$3 milyar. Perusahaan ini berkantor pusat di Texas dan didirikan oleh Paul J. Meyer tahun 1960, yang sering dianggap sebagai gurunya para guru manajemen di dunia, seperti Zig Ziglar, Stephen Covey, John C. Maxwell, Rich deVos, Drayton McLane, John E. Haggai, Ken Blancard, Toshio Sumino, dan banyak lagi. Program SMI dikenal sangat unik karena mampu memberikan perubahan transformasional bagi setiap pesertanya karena prinsip-prinsip pembelajarannya fokus kepada pengulangan (space repetition), motivasi untuk bertindak (motivation for ac­ tion), dan hasil (result) yang nyata. Tagline yang diusung oleh SMI Inc. adalah motivating people to achieve their full poten­ tial worldwide. Riset menunjukkan, kebanyakan manusia hanya mampu mewujudkan 25%-30% dari kemampuan sebenarnya. Program-program unggulan SMI Inc., antara lain, Dynamics of Successful Management, The Art of Empowering People, The Art of Creative Selling Program, Sales Manager’s Motivation Pro­ gram, Dynamics of Personal Management Program, Dynamics of Personal Goal Setting – semuanya ditujukan untuk menciptakan manajer dan eksekutif sukses di berbagai organisasi. Bersama MKI, program-program tersebut dipastikan memberikan dampak keberhasilan yang nyata bagi para supervisor, manager, dan eksekutif perusahaan di Indonesia. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program SMI Inc., silakan menghubungi Ms. Poppy, Ms. Asri, Ms. Febri, Ms. Anti, Mr. Andedes Cipta di Telp. : (021) 5790 3840. Fax : (021) 527 4443 Email : [email protected] Foreword Saatnya Memaksimalkan “Strength” I nilah enaknya menggeluti bidang manajemen sumberdaya manusia (SDM). Setiap saat selalu terjadi pengembangan sistem dan metodologi dalam manajemen SDM sejalan dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan (konwledge) tentang SDM. Sebagai makhluk hidup paling hebat, manusia akan selalu menjadi subjek sekaligus objek penelitian dan kajian ilmiah. Anehnya, makin banyak dipelajari dan diteliti – sehingga menghasilkan banyak teori dan pendekatan baru – tetap saja pengetahuan tentang manusia belum sepenuhnya diperoleh. Pada gilirannya, ilmu manajemen SDM terus berkembang, sebagian besar melalui proses evolusi yang berkelanjutan dan sebagian kecil lagi merupakan lompatan pemikiran baru. Ketika semua organisasi di dunia mengalami euforia dengan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi (Competency Based HR Management/CBHRM), maka pengujian terhadap validitas konsep ini terus berjalan dengan berjalannya waktu. Kalau kemudian muncul banyak keluhan terhadap implementasi CBHRM yang dinilai tidak berkontribusi signifikan kepada kenaikan kinerja organisasi, maka pencarian baru pada sebab-musabab kegagalan tersebut terus berlangsung. Mungkinkah ada kesalahan dalam implementasi CBHRM atau memang konsep tersebut tidak valid? Munculnya istilah Strength Based Human Capital Man­ agement (SBHCM) tidak bisa dilihat hanya karena kegagalan konsep CBHRM tersebut. Konsep SBHCM ini lahir dari proses evolusi di satu sisi, sekaligus lompatan pemikiran baru di sisi lain. Dalam perspektif evolusi, SBHCM mendasarkan konsepnya kepada ilmu pengetahuan tentang manusia dan manajemen SDM. Bahwa setiap orang – diyakini menurut berbagai disiplin ilmu, masyarakat maupun agama – memi- liki potensi yang unik, yakni kekuatan-kekuatan yang berguna dalam menjalani kehidupan, lengkap dengan kelemahan-kelemahannya. Kalau manusia fokus bekerja memanfaatkan kekuatan tersebut, hasilnya akan jauh maksimal ketimbang fokus pada memperbaiki kelemahannya. Kekuatan (potensi) bila didayagunakan dan dikembangkan secara tepat akan membuat seseorang menjadi sangat kompeten dan berkinerja tinggi. Kendati, mungkin, dianggap sama dengan kompetensi, pendayagunaan kekuatan dalam konsep manajemen SDM berbasis kekuatan (SBHCM) akan menghasilkan sistem dan praktik manajemen SDM yang cukup berbeda dengan CBHRM. Hal ini membuat konsep SBHCM menjadi sangat menarik dan menantang. Human Capital Journal edisi Desember 2011 sengaja mengangkat tema ini untuk menjadi bekal pemikiran bagi seluruh praktisi manajemen menuju 2012 dan seterusnya. Semoga rangkaian tulisan ini benar-benar mencerahkan bagi kita semua. Simak juga berbagai tulisan menarik dan berguna lainnya. Seperti kolom Leadership, Motivation, Periscope, dan banyak lagi. Mulai edisi Agustus lalu, Human Capital Journal sudah bisa dijumpai di gerai-gerai toko buku utama di kota Jakarta. Kota-kota lain akan segera menyusul. Kalau malas ke toko buku, Anda lebih baik berlangganan saja. Dipastikan Anda yang pertama mendapatkan jurnal bergengsi ini. Selamat Natal buat Anda yang merayakannya, sekaligus juga Selamat Tahun Baru 2012. Semoga kita semua lebih sukses lagi di tahun mendatang. n Selamat membaca! Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (MKI Corporate University) Patrons : Anindya N. Bakrie, Teddy Kharsadi, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani. Chief Editor (Penanggung Jawab): Syahmuharnis. Managing Editor : Rilzan Chandra. Executive Editor : Yurnas Rachman. Editorial & Business Dev. Executive : Ratri Suyani. Editorial Board : Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Andedes Cipta, Shinta Febriska. Circulation & Advertisment : Asri Novita, Purwanti, Gama Horas, Peri Sonata. Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan : Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443. Email : [email protected], [email protected]. Website : www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 3 From Chief Editor Human Capital Readiness D alam buku keempat tentang Balanced Scorecard, berjudul Alignment, Prof. Robert Kaplan dan Dr. David Norton menggarisbawahi pentingnya penyalarasan strategi ke unit-unit fungsional untuk keberhasilan organisasi; termasuk penyelarasan strategi organisasi dengan manajemen sumberdaya manusia (SDM). Sebelumnya, dalam buku ketiganya tentang Balanced Scorecard, Kaplan dan Norton memaparkan konsep Peta Strategi (Strategy Map) sebagai peta jalan organisasi dalam mengkonversikan aset tak berwujud (intangible asset) dan aset berwujud (tan­ gible asset) untuk menjadi hasil yang diinginkan. Sebagai bentuk dari penyelarasan antara strategi bisnis de­ ngan manajemen SDM, Kaplan dan Norton memperkenalkan konsep Human Capital Readiness, yakni persentase jumlah SDM kunci yang ada dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan.Yang dihitung sebagai Human Capital Readiness bukan seluruh karyawan dalam sebuah organisasi, melainkan hanya karyawan-karyawan sangat penting bagi keberhasilan organisasi mewujudkan misi, visi, dan tujuan organisasi. Semakin tinggi Human Capital Readiness, maka semakin baik manajemen SDM perusahaan dan semakin tinggi kinerja organisasi. Maka, tugas organisasi dalam hal manajemen SDM, menurut kedua pakar manajemen dunia tersebut, adalah mempertahankan dan meningkatkan Human Capital Readiness tersebut. Yang menarik terkait penentuan Human Capital Readiness adalah pada cara menentukan siapa saja yang disebut dengan karyawan kunci tersebut. Untuk bisa menentukan Human Capital Readiness , maka organisasi pertama kali harus mengidentifikasi dan menyusun terlebih dahulu kelompok jabatan strategis (Strate­ gic Job Family/SJF), yakni kelompok-kelompok jabatan yang menentukan hidup-matinya perusahaan sekaligus eksekutor strategi organisasi. SJF ditentukan berdasarkan rangkaian sasaran strategis (stra­ tegic objective) yang harus dilaksanakan organisasi dalam menciptakan nilai bagi pemangku kepentingan (stakeholder). Dari setiap sasaran strategis yang ada pada Peta Strategi perusahaan (Pers­ pektif Internal Process dan Learning & Growth) diidentifikasi ke­ lompok jabatan yang paling sesuai untuk mengeksekusi satu atau lebih sasaran strategis organisasi tersebut. Kalau organisasi tidak atau belum memiliki Peta Strategi, maka paling tidak organisasi harus memiliki sasaran strategis sebelum bisa mengidentifikasi dan menentukan kelompok jabatan strategis organisasi tersebut. 4| Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 Konsep Human Capital Readiness memiliki pendekatan berbeda dalam menentukan fungsi jabatan dan profil kompetensinya. Sebagai contoh, selama ini perusahaan berangkat dari struktur organisasi generik, di mana ada fungsi penjualan dan pemasaran, fungsi keuangan dan akuntansi, fungsi produksi dan operasi, fungsi manajemen SDM, dan sebagainya. Namun, dalam konsep Human Capital Readiness , organisasi harus terfokus kepada sejumlah ke­ lompok jabatan strategis saja. Berdasarkan riset di Harvard Business School dan Balanced Scorecard Collaborative, hanya terdapat 5 kelompok jabatan strategis yang menentukan 80% kesuksesan perusahaan. Artinya, pencapaian sasaran organisasi ditentukan oleh hanya 20% pegawai yang berada dalam kelompok jabatan strategis. Riset ini menghasilkan kesimpulan mirip teori Pareto. Konsep Human Capital Readiness lebih tajam dari konsep Talent Pool. Dalam konsep Talent Pool, setiap karyawan potensial – tanpa memperhatikan unit tempatnya bekerja – dimasukkan sebagai Talent Pool. Sedangkan dalam Human Capital Readiness, yang diperhitungkan hanya karyawan potensial dalam kelompok jabatan strategis saja. Berdasarkan pemikiran strategis dalam organisasi, sejatinya tidak semua jabatan dan orang dalam orga­ nisasi bersifat strategis bagi keberhasilan organisasi. Misalnya, tidak semua unit penjualan dan pemasaran merupakan kelompok jabatan strategis dalam perusahaan. Secara logika bisnis, hal ini tidak masuk akal. Bagaimana perusahaan bisa hidup tanpa kelompok jabatan ini? Tetapi, hal itu sangat mungkin. Banyak anak perusahaan multinasional di Indonesia mendapatkan kontrak penjualan justru melalui kesepakatan global dari perusahaan induknya di luar negeri dengan para pelanggannya. Sehingga, unit penjualan dan pemasaran di anak perusahaan lokal, tinggal mengurusi administrasi dan eksekusi kontrak global semata. Maka, setiap perusahaan harus sesegera mungkin menentukan kelompok jabatan strategis; lalu tentukan bagaimana profil kompetensi setiap kelompok jabatan strategis tersebut (know­ ledge, skill & values). Selanjutnya, tentukan ratio Human Capital Readiness yang diinginkan, dan laksanakan asesmen terhadap orang-orang dalam kelompok jabatan strategis tersebut. Bila Hu­ man Capital Readiness masih rendah, bergegaslah untuk mengembangkan dan menambah orang-orang dengan profil kompetensi yang sesuai. Di sisi lain, buatlah mereka untuk betah bekerja di perusahaan Anda. n Syahmuharnis Contents 3 4 FOREWORD Saatnya Memaksimalkan “Strength” FROM CHIEF EDITOR Human Capital Readiness HC NEWS 6 8 The 4th Human Capital National Conference 2011 Indonesia HR Summit 2011 Photo Gallery 22 PROFILE PM Susbandono Berkarya dan Berarti Bagi Orang Lain Ardhi Lufti Siregar Divisi HR Bukan Sekadar Cost Center Andreas Purnawan Memacu Adrenalin 23 24 25 PERISCOPE Public Speaking : Menjadi Pendengar yang Efektif TIPS Ciri Karyawan yang Baik 26 29 COLUMN LEADERSHIP (BAG. TERAKHIR) Kepemimpinan : Arti, Makna dan Aplikasinya 30 COLUMN SUCCESS MOTIVATION 32 Manajemen Perubahan RESENSI BUKU 11 Spirits of A Champion – COVER STORY Saatnya “Strength Based Human Capital Management”? 9 for Manager Leader From Concept To Reality 35 Penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia (SDM) berbasis kompetensi atau lebih populer dengan Competency Based Human Resources Management (CBHRM) diakui banyak perusahaan kurang berkontribusi pada pencapaian sasaran perusahaan. Munculnya konsep Strength Based Human Capital Management (SBHCM) menjadi pilihan yang menarik. 11 Kolaborasi untuk Strength Based HC Management 15 Apa Kata Mereka tentang Strength Based HC Management 16 Krisis Sumber Daya Manusia 18 Abah Rama, Sang Pengembang Talent Mapping Tool 20 Pengembangan SDM Berbasis Kekuatan HUMAN CAPITAL JOURNAL Edisi 06 / Tahun I / Desember 2011 Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 5 HC News The 4th Human Capital National Conference 2011 PPM Manajemen kembali menggelar Human Capital National Conference. The 4th Human Capital National Conference 2011 diadakan pada tanggal 29-30 November 2011 lalu bertempat di Gedung Bina Manajemen B. konferensi nasional yang dibuka oleh Andi Ilham Said Ph.D selaku Direktur Utama PPM Manajemen ini mengambil tema “Boosting Business Performance Through Increasing Human Capital Value”, yang membahas tentang peningkatan kinerja bisnis melalui peningkatan nilai SDM. T ema di atas diambil mengingat di masa sekarang ini peranan SDM terhadap efektivitas perusahaan menjadi lebih penting. Anda tentu pernah mendengar kalimat ‘Our employee are our greatest assets and the ability to attract and retain them is the key driver of our future success’. Kalimat tersebut merupakan kalimat rutin bagi setiap perusahaan ketika melaporkan “kesehatan” dan peluang perusahaan di masa depan. Tapi bagi banyak dari perusahaan-perusahaan, 6| Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 arti dan implikasi yang terbatas pada kalimat itu. Di masa lalu, tangible asset berkontribusi sangat signifikan ketika mengukur kinerja perusahaan. Pasalnya, sekitar 75 - 90% dari ‘harga pasar’ perusahaan dapat diprediksi dengan mengukur ki­nerja keuangan dari tangible asset. Tetapi kini muncul pandangan baru bahwa kontribusi terhadap kinerja perusahaan cenderung bergeser ke intangible asset, tidak lagi terfokus pada tangible asset. Intangible asset diperhitungkan hamper HC News 50% dari nilai pasar perusahaan. Ka­ rena pertumbuhan dan pengembangan SDM sangat menentukan efektivitas perusahaan, maka divisi SDM berkesempatan untuk memainkan peranan penting dalam mengembangkan dan menerapkan strategi perusahaan serta memiliki nilai tambah buat perusahaan. Tampil sebagai pembicara pada acara yang dihadiri oleh sekitar 100 peserta ini adalah para pakar Human Capital seperti Sanjay N. Bharwani (Bank Mandiri), Edy Hidayat (Pelindo III), Sigit Suryanto (Kompas Gramedia), Ratna Maya Sari Soeharto (Makassar Tenne), Teuku Zilmarham (PT Telkom), dan Achmad Ardianto (PT Antam), serta dua akademisi dari PPM Manajemen, Octa Melia Jalal (PPM Center for HC De­ velopment) dan Nina Insania K Permana (Direktur Pengembangan Eksekutif PPM Manajemen). Sebagian besar pembicara memfokuskan bahasan mereka pada kekuatan SDM (strength based HR) karyawan untuk mencapai kesuksesan perusahaan. “Lebih baik fokus pada kekuatan karyawan untuk mencapai kesuksesan perusahaan, tidak perlu pusing-pusing memilikirkan kelemahan. Ini merupakan kunci utama,” papar Teuku Zilmarham, Deputy SGM Human Resources Center PT Telkom. Senada dengan Telkom, Sanjay N. Bharwani yang menjabat sebagai SVP Human Capital Strategy & Policy Bank Mandiri memaparkan bahwa strength based menjadi focus utama di Bank Mandiri. “Kami sudah menjalankan strength based HR management sejak tahun 2008 dan ini menunjukkan bahwa strength based karyawan terbukti mampu meningkatkan produktivitas perusahaan. Karyawan juga akan merasa dihargai sehingga engagement karyawan akan meningkat,” papar Sanjay. n Ratri Suyani Program New Distance Learning PPM Manajemen D istance Learning atau pembelajaran jarak jauh adalah salah satu metode belajar yang banyak diminati para pembelajar saat ini. Keuntungan dari metode belajar ini menurut Nugroho Widi, Manajer PPM-Distance Learning adalah hemat waktu, karena para peserta tidak perlu meninggalkan tempat mereka bekerja. PPM Manajemen telah menggunakan metode belajar ini sejak tahun 1979 dan saat ini telah menggunakan inovasi yang disebut dengan New Distance Learning. “Keunggulan New Distance Learning adalah dapat menjangkau peserta yang ada di seluruh Indonesia, hemat biaya dan hemat waktu, peserta tidak perlu datang ke tempat pelatihan, dan pelatihan dipandu oleh para professional trainer berkompeten di bidangnya,” papar Nugroho. Selain itu, para peserta dapat berinteraksi langsung dengan professional trainer dari PPM Manajemen –Distance Learning melalui chatting on-line dan off-line serta tutorial (tatap muka) di kelas dan akan mendapatkan sertifikat. n Ratri Suyani Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 7 HC News Indonesia HR Summit 2011 S ukses dengan Indonesia HR Summit 2010 lalu, Indonesia HR Summit 2011 kembali digelar. Kali ini mengambil tema "Enhancing Organizational Performance by Maximizing National Capacities”. Acara yang diadakan tanggal 27-28 September 2011 lalu diadakan di Nusa Dua, Bali. Indonesia HR Summit 2011 menghadirkan para pembicara terkemuka dari manca negara. Para Pembicara merupakan para pemimpin bisnis, para profesional di bidang HR dan strategi bisnis,serta praktisi HR senior dari berbagai organisasi terkemuka di Indonesia. Beberapa para pembicara di antaranya adalah Dr. Ram Charan (penulis buku Execution, Pipeline Leadership, Leaders at all Level, Know How, What the CEO Want you to Know, Every Business is a Growth Business), Phillia Wibowo (Director PT. McKinsey Indonesia), Sylvano Damanik (President Director Hay Group Indonesia), Sutanto Hartono (President Director Microsoft Indonesia), Irwan Rei (Independent Member of Remuneration & Nomination Committee - LPS),M, dan Aditya Warman (Corporate Industrial Relations Head PT. Astra). Selain itu, hadir pula Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI), Hasnul Suhaimi (President Director PT. XL Axiata Tbk), Erry Riyana Hardjapamekas (Chairman of Independent Team NationalBureaucracy Reform), Betti S. Alisjahbana (CEO PT Quantum Business International), dan Ltjen (purn) Kiki Syahnakri (Head Commissioner PT. Global Arrow). Indonesia HR Summit 2011 diadakan dengan tujuan untuk memberikan inspirasi bagi para profesional bisnis dalam meningkatkan kinerja di organisasi mereka, bagaimana cara untuk mencapai kinerja yang optimal dengan memaksimalkan kapasitas nasional serta untuk mempersiapkan para professional untuk bisa bersaing di era global. Para peserta yang hadir berkesempatan untuk bertanya dan berdiskusi dengan para pembicara perihal permasalahan dan tantangan yang mereka dapatkan di perusahaan mereka. Acara yang disponsori oleh BPMIGAS, bermitra dengan PT PHE ONWJ, BP Berau Ltd dan Intipesan tersebut dihadiri oleh tak kurang dari 500 peserta dari berbagai industri termasuk minyak dan gas, pertambangan, perbankan, keuangan, IT dan telekomunikasi, consumer goods, dan masih banyak lagi. n Josef Bataona Resmi Sebagai Direktur Danamon S etelah 30 tahun lebih berkarya di perusahaan consumer goods terkemuka di Indonesia, Josef Bataona akhirnya akan memulai karir barunya di Bank Danamon sebagai Direktur Bank Danamon setelah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 27 Oktober 2011 lalu. Masa jabatan Josef Bataona sebagai Direktur Danamon sendiri akan efektif sejak saat Bank Indonesia memberikan persetujuan terhadap pengangkatannya selaku Direktur Perseroan yang baru sampai dengan ditutupnya RUPST Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2013 yang akan dilaksanakan paling lambat pada Juni 2014. Josef Bataona lahir di Flores tahun 1953, lulusan Universitas Katolik Atma Jaya tahun 1979 Fakultas Ilmu Sosial di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. 8| Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 memiliki pengalaman bekerja selama kurang lebih 31 tahun, dengan 10 tahun diantaranya menjabat sebagai HR Director di PT Unilever Indonesia Tbk. Josef Bataona pernah dinobatkan sebagai “2009 Inspiring HR Person” oleh Human Capital Magazine, Indonesia dan pada awal tahun 2008, pernah menerima penghargaan dari para praktisi HR sebagai “HR Executive of the Year”. Selain pendidikan formal, Josef Bataona mengikuti beberapa workshop dan training antara lain Dave Ulrich HR Strategy di Jakarta, Strategic HR Management di Harvard Boston USA, Leadership Development Program di San Diego USA, Coaching for Result di Creative Center Leadership, Colorado USA, World at Work Conference di Orlando, USA, dan World Class Human resources, di INSEAD, Hongkong. n Cover Story Saatnya “Strength Based Human Capital Management”? Penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia (SDM) berbasis kompetensi atau lebih populer dengan Competency Based Human Resources Management (CBHRM) diakui ba­ nyak perusahaan kurang berkontribusi pada pencapaian sasaran perusahaan. Munculnya konsep Strength Based Human Capital Management (SBHCM) menjadi pilihan yang menarik. I mplementasi CBHRM di Indonesia telah menghabiskan dana trilyunan rupiah, baik di BUMN, perusahaan swasta maupun instansi pemerintah, namun efektifitasnya makin banyak dipertanyakan. Seorang pejabat BUMN perusahaan telekomunikasi terkemuka menyampaikan keluhan Direksinya yang mengeluhkan kurang berdampaknya implementasi CBHRM terhadap kinerja perseroan. Padahal, perseroan termasuk pionir dalam implementasi CBHRM di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Se- mua sistem manajemen SDM kemudian mengadopsi konsep CBHRM. Keluhan semacam ini makin sering bergaung di dunia bisnis dalam bebera­ pa tahun terakhir ini. Hasil riset global Hewitt Associate tahun 2005, bahkan telah memaparkan ketidakpuasan mayoritas perusahaan global terhadap CBHRM. “Sebanyak 75% perusahaan besar yang mengadopsi konsep kompetensi gagal mewujudkan sasaran perusahaan,” demikian bunyi kesimpulan riset tersebut. Belakangan muncul konsep Talent Management sebagai solusi dalam manajemen SDM. Sebenarnya Talent Management tidak berbeda dengan CBHRM karena masih memakai konsep kompetensi. Hanya namanya saja yang berbeda. Talent diartikan sebagai karyawan potensial, namun dalam praktiknya, bukan potensi yang menjadi dasar seseorang disebut talent melain­ kan level kompetensi yang bersangkutan terhadap apa level yang dipersyaratkan. Tentu saja ada perbedaan signifikan antara potensi dan kompetensi. Potensi lebih mengarah kepada bakat/minat dari setiap orang, di mana diyakini setiap orang dianugerahi bakat/minat yang besifat unik – tidak sama, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Bakat/ minat yang dikenali, dikembangkan, dan didayagukan akan menghasilkan kekuatan (strength). Inilah modal terbaik bagi setiap orang untuk bersaing dalam pentas kehidupan, apapun bidang dan profesinya. Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 9 Cover Story Di sisi lain, kompetensi berfokus kepada perbaikan kemampuan seseorang pada bahagian mana yang bersangkutan masih lemah. Dasarnya adalah gap kompetensi. Dari hasil riset dalam kurun waktu yang panjang, pakar kepemimpinan John C. Maxwell menyimpulkan, peningkatan kemampuan seseorang pada setiap area tertentu maksimal 2 skala saja (dari skala 1-10). Kalau kita berfokus pada area kemampuan yang lemah, maka bisa dibayangkan sejauh mana perbaikan kemampuan yang bisa dicapai. Anda tidak bisa mengharapkan orang tersebut akan mencapai tingkatan excellence pada area kompetensi yang pada dasarnya lemah. Sebaliknya akan sangat mudah mendapatkan kemampuan excellence bilamana kemampuan itu adalah kekuatan utama dari orang tersebut. Definisi kompetensi hingga kini masih terus menjadi perdebatan di antara pakar manajemen, meskipun secara sederhana dibagi menjadi 2 jenis, yakni Hard Competency (kompetensi teknis) dan Soft Competency (kompetensi perilaku). Spencer dan Spencer, dalam bukunya Competence at Work (1993), menyebut kompetensi adalah underlying characteristic, bukan lagi kemampuan seperti keyakinan pada era sebelumnya. Definisi ini menambah kebingungan tentang makna kompetensi. Berdasarkan definisi tersebut, Skill (ke­ terampilan), Konwledge (pengetahuan) dan kadang-kadang Attitude (sikap) dimasukkan sebagai Hard Competency, sedangkan Trait (bakat), Motive (motivasi), dan kadang-kadang Attitude (sikap) dimasukkan sebagai Soft Competency. Konsep kompetensi diperkenalkan pertama kali oleh ahli psikologi David McClelland tahun 1973 dalam sebuah paparan seminar dari Asosiasi Psikologi Amerika Serikat. Gerakan ini menyebar ke seluruh dunia dan memainkan peran penting dalam perekrutan, pengelolaan, dan pengembangan SDM. Sebelumnya, seseorang dipilih berdasarkan nilai akademis dan hasil test IQ. Ada keanehan ketika konsep kom- 10 | petensi ini diadopsi oleh banyak organi­ sasi. Keanehan tersebut terkait dengan pengalaman penerapan konsep ini pada militer Inggris dan AS, yang merupakan pionir untuk melakukan eksperimen penerapan kompetensi pada akhir 1950an (baca Gallup Management Journal, 3 Desember 2001). Militer mencoba mendefinisikan perilaku dari staf terbaik, mengukur setiap orang berdasarkan perilaku tersebut, dan melatih setiap perilaku di mana seseorang tidak bisa menunjukkannya secara alamiah. Seluruh proses manajemen SDM (HR Cycle) menggunakan pendekatan saintifik ini. Empat puluh tahun kemudian, sete­ lah berbagai upaya perbaikan, militer memutuskan menghentikan pendekatan “Orang Besar” ini untuk pengembangan kepemimpinan. Alasannya sederhana, it didn’t work. Anehnya, konsep yang oleh para perintisnya ini dianggap gagal, malah diadopsi oleh banyak organisasi di dunia secara masif. Kolaborasi antara perusahaan konsultan dengan ahli psikologi dan SDM tentang kehebatan konsep kompetensi agaknya begitu meyakinkan. Toh, dari sisi ilmiah, riset-riset terkait terus bermunculan, dan umumnya kembali mempertanyakan efektifitas konsep kompetensi tersebut. Salah satunya adalah riset Angela Stoof, Rob L. Martens, Jeroen J.G. van Merriënboern, dan Theo J. Bastiaens dari Open University of the Netherlands berjudul “The Boundary Approach of Competence”. “Terlepas dari pentingnya konsep kompetensi, oleh karena tidak adanya kerangka teoritis ilmiah tentang kompetensi, maka konsekuensinya tidak ada definisi tentang kompetensi,” tulis mereka dalam kesimpulan riset. Kalau kompetensi tidak bisa didefinisikan, sulit untuk mengharapkan hasil dari penggunaan konsep ini. Kenyataannya, penerapan konsep kompetensi lebih banyak menguntungkan karyawan ketimbang perusahaan atau organisasi itu sendiri. Konsep ini memungkinkan lahirnya multi-tasking talent, tetapi muncul pertanyaan: Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 Apakah perusahaan membutuhkan orang yang multi-talent atau excellence talent? Berapa besar manfaat yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan? Banyak sekali manajer dan eksekutif yang telah mendapatkan pengembangan kompetensi kemudian justru menjadi beban perusahaan karena mereka ke luar dengan memanfaatkan berbagai kompetensi tersebut. Padahal, kalau dihitung, kontribusi yang bersangkutan terhadap pencapaian sasaran organisasi, masih belum ada atau biasabiasa saja. Selain tidak adanya konsep teoritis tentang kompetensi, kemampuan implementasi juga memperburuk manfaat dari CBHRM. Penyusunan profil kompetensi organisasi yang cenderung generik untuk setiap perusahaan, termasuk di industri yang sama, merupakan sebuah kesalah­ an besar. Ketiadaan hubungan strategi organisasi dengan kompetensi orangorang di dalamnya akan menghasilkan kegagalan dalam eksekusi strategi. Dalam bukunya From Partners to Play­ ers, Prof. Dave Ulrich dan Dick Beatty, menegaskan perlunya pilihan strategi organisasi diselaraskan dengan kemampuan orang-orang di dalamnya. Mereka menyebutnya dengan istilah Strategic Choice & People Fit. Keahlian, pola pikir, dan perilaku SDM harus disesuaikan dengan strategi organisasi. Gallup Organization merupakan pionir dalam mengembangkan konsep strength setelah melakukan riset terhadap 198.000 karyawan dari 36 perusahaan. Gallup mengelompokkan 34 bakat manusia untuk bisa meraih keunggulan, yang disebut dengan tema kekuatan (strength theme). Ke-34 tema kekuatan tersebut dibagi ke dalam 4 kelompok: Striving (daya juang), Thinking (daya berpikir), Relating (daya relasi), dan Impacting (daya mempengaruhi). Dengan mengkombinasikan 34 tema kekuatan tersebut, bisa dibayangkan betapa beragamnya manusia di dunia – tidak ada yang persis sama satu sama lain. Untuk bisa mengetahui kekuatan setiap orang, Gallup memiliki alat bantu Cover Story asesmen yang diberi nama Gallup’ Strength Finder. Standard Chartered Bank (SCB) merupakan salah satu perusahaan multinasional yang mengadopsi pendekatan Strength dalam mengelola SDM (SBHCM). Seluruh karyawan SCB di dunia, termasuk di Indonesia, telah mengetahui kekuatan dan kelemahan (potensi) diri mereka. Selain SCB Indonesia, Bank Permata yang sebagian sahamnya dimiliki SCB juga telah menerapkan konsep ini. Lantas, seberapa dahsyat pengaruhnya? “Perusahaan yang karyawannya mempunyai kesempatan untuk memberdayakan kekuatannya akan bisa menekan turnover sampai 50%, mening­ katkan produktifitas 38%, dan mampu memba­ngun team kerja dengan 44% lebih efektif untuk memuaskan pelanggan,” tegas hasil riset Gallup. Sebuah peningkatan kinerja yang sangat luar biasa, ditambah dengan tingkat stress karyawan yang lebih rendah. Kalau karyawan bisa bekerja sesuai bakat/minatnya, biaya pengembangannya tentu lebih rendah, kualitas kerjasama dalam team kerja lebih tinggi, dan tingkat stress lebih rendah. Kunci utama dalam menerapkan konsep Strength tentu saja adalah dukungan dari Chief Executive Officer (CEO) dan jajaran pimpinan organi­ sasi yang memiliki visi jauh ke depan. Sebab, seperti ditegaskan oleh guru manajemen Peter Drucker, “Competitive companies get their strength together and make their weaknesses irrelevant”, maka pemimpin memainkan peran yang sangat besar untuk membangun team dan perusahaan unggulan. “The key task of leadership is to create an alignment of strengths so that weaknesses become irrelevant,” tukasnya. Kunci sukses berikutnya adalah bagaimana metode untuk memungkinkan setiap orang mengetahui di mana bakat dan minatnya. PT Menara Kadin Indonesia (MKI), sebagai perusahaan konsultansi manajemen, telah menggandeng LeadPro untuk mendayagunakan Talents Mapping Tool untuk mengetahui potensi setiap orang dengan mudah dan cepat. Cukup mengisi formulir isian tertentu, dengan cepat tool akan mengolah informasi tersebut menjadi informasi potensi setiap orang. Peta potensi seseorang tersebut dihubungkan dengan kekuat­ an utama yang dibutuhkan jabatan/ posisinya, maka hasilnya akan sangat menarik: seberapa cocok orang tersebut dengan jabatannya; atau jabatan/bidang apa yang paling cocok orang tersebut. Informasi ini tentu sangat berharga bagi perusahaan maupun karyawan. Jika Anda ragu dengan hasil asesmen berupa isian, maka untuk mengetahui potensi diri masing-masing, MKI juga bisa melakukan asesmen potensi menggunakan teknik sidik jari dengan nama MyDNA – hasilnya dianggap paling akurat hingga saat ini di Amerika Serikat. Kedua metode ini kalau digabungkan, hasilnya akan sangat luar biasa. Jalan untuk menerapkan SBHCM secara total di Indonesia masih butuh waktu. Tetapi, introduksi dan adopsi secara terbatas bisa menjadi ladang pe­ ngujian terhadap konsep ini. Pernyataan cerdas dari Thomas Edison, si penemu lampu listrik dan pemilik 10.000 paten, berikut ini perlu untuk kita renungkan: “If we did all the things we are capable of doing, we would literally astonish ourselves. Your potential is a picture of you can become. Too often we see what is, not what could be.” Tugas manajemen/pemimpin adalah, menciptakan team yang tangguh dengan merekrut orang dengan potensi yang beragam, namun sangat penting untuk keberhasilan team dan organisasi. Sebuah keahlian yang sangat unik dan berdayaguna tinggi. n Pengembangan SDM Berbasis Kekuatan Strength-Based Human Resource Development Oleh: Sulaiman Kurdi A capkali kita mendengar bagaimana kata perbaikan dan pengembangan dimaknai dan dipakai secara salah, bahkan pada konteks tertentu keduanya sering dipersepsikan sama, mungkin hanya lingkup dan besarannya yang membedakan. Pengembangan memang mempunyai cakupan lebih luas dari perbaikan. Namun jika kita mau mencermati secara lebih seksama, sebenarnya ada hal pokok yang membedakan dua kata Perbaikan dengan Pengembangan khususnya dalam konteks Sumber Daya Manusia (SDM). Marilah kita telaah kedua kata tersebut sebelum lebih lanjut membicarakan tentang Pengembangan SDM. Perbaikan (curative), cenderung berfokus pada suatu kerusakan, kesalahan atau ketidaksesuaian yang menjadikan kesenjangan (gap) yang harus diperbaiki sampai memenuhi suatu persyaratan atau norma tertentu agar tidak menimbulkan masalah. Perbaikan bersandar pada konsep penyembuhan (healing), yang lebih mengetengahkan upaya yang berakar dari permasalahan. Sebagai contoh, jika kita diminta untuk melakukan suatu tindak perbaikan maka perhatian kita tentu akan terfokus pada ada atau tidaknya permasalahan (kesenjangan terhadap persyaratan/ norma yang berlaku), kemudian dilanjutkan dengan analisis akar permasalahan untuk mengenali Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 11 Cover Story kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki. Tindak perbaikan mempunyai batas yaitu sampai memenuhi persyaratan/ norma yang berlaku. Dengan demikian jika sudah mencapai dan memenuhi persyaratan atau norma tersebut maka tindakan perbaikan tersebut bisa dianggap selesai, alias tidak berkelanjutan. Selanjutnya perhatian kita berpindah pada permasalahan lain yang masin perlu penanggulangan. Dalam konteks Pembinaan SDM, konsep di atas menjelaskan bahwa area seseorang untuk berkembang semata-mata didasarkan hanya pada area kelemahannya, yaitu area yang harus diperbaiki (ditanggulangi) Pengembangan di sisi lain, lebih mengetengahkan konsep peningkatan (improvement). Artinya pengembangan dilakukan pada sesuatu yang sudah baik (tidak bermasalah), karena pada dasarnya pengembangan dilakukan hanya atas sesuatu yang memang patut dikembangkan agar menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi menuju kesempurnaan. Dengan demikian konsep pengembangan justru berfokus pada keunggulan dan bukan pada permasalahan. Pengembangan memang bersandar pada upaya penajaman/ pengasahaan atas suatu keunggulan yang patut diasah agar mempunyai kinerja lebih baik lagi. Tindakan pengembangan relatif tidak mempunyai batas (unlimited), tergantung imajinasi yang mengilhami visi pengembangan itu sendiri. Karenanya pengembangan adalah proses peningkatan secara berkelanjutan (continuous improvement). Dalam konteks pembinaan SDM, konsep ini menjelaskan bahwa area pengembangan seseorang adalah justru didasarkan pada area kekuatannya yang bersifat tak terbatas tergantung dimana dan bagaimana kekuatan tersebut diberdayakan. Kembali pada Sumber Daya Manusia, kedua konsep di atas melahirkan program pembinaan yang sangat jauh berbeda. Manajemen organisasi/ perusahaan perlu memahaminya agar mampu 12 | menyelenggarakan pengelolaan SDM yang efektif dan efisien untuk mengakumulasi keuntungan perusahaan. Pada hemat saya, dalam konteks pembinaan SDM, konsep pengembangan secara umum cenderung lebih efektif ketimbang konsep perbaikan, walaupun pada kasus-kasus tertentu konsep perbaikan memang masih diperlukan. Dr. Martin Seligman, President of American of Psychological Association, pada pidatonya di tahun 1999 menyatakan ”The most important thing we learned was that psychology was half-baked, literally half-baked!” selanjutnya ia mengatakan “We’ve baked the part about mental illness, about repair damage. The other side’s unbaked, the side of strength, the side of what we’re good at”. Jika kita melihat manusia hanya dari satu sisi yang perlu diperbaiki (mental ill­ ness), maka sesungguhnya penanganan seorang manusia baru setengahnya (halfbaked). Beliau ingin mengatakan bahwa sesungguhnya ada sisi lain yang belum tertangani (unbaked). Sisi lain itu adalah sisi kekuatan yaitu sisi dimana keunggulan seseorang berada. Dengan demikian pembinaan manusia seutuhnya memang tidak hanya bisa berhenti pada satu sisi perbaikan tapi juga harus disertai de­ ngan pengembangan sisi kekuatannya. Manusia sesungguhnya adalah makhluk yang mulia diantara semua makhluk ciptaan Allah. Berdasarkan hal tersebut, saya yakin bahwa sesungguhnya tidak ada hal yang perlu diperbaiki dari diri seorang manusia kecuali memang ia sakit, rohani atau jasmani. Alih-alih dalam diri setiap manusia sesungguhnya terkandung suatu keunggulan (kekuatan) yang unik, yang siap digali dan ditemukan untuk kemudian diberdayakan dan dimanfaatkan dalam membangun kinerja unggulnya. Dalam bukunya Now, Discover Your Strengths, Marcus Buckingham dan Donald O. Clinton menggambarkan penjelasan di atas dengan mengatakan ”every person is ca­ pable of doing something better than the next ten thousand people” Itulah konsep Pengembangan SDM Berbasis Kekua- Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 tan (Strength-Based Human Resource Development). Sadar atau tidak, selama ini kita lebih sering menggunakan kosa kata what’s wrong? alih-alih what’s right? dalam berbagai topik pembicaraan. Kosa kata yang kedua bahkan terasa kurang populer di telinga kita, karena memang jarang sekali kita gunakan. Ketika kita mengucapkan kosa kata pertama sesungguhnya perhatian kita lebih terfokus pada pencarian masalah; ada masalah apa? apa permasalahannya? dan seterusnya. Sementara penggunaan kosa kata yang kedua lebih terfokus pada kekuatan; apa yang hebat dari kita? apa yang terbaik bisa kita lakukan? dan seterusnya. Sesungguhnya yang perlu kita ketahui dan menjadi fokus perhatian memang justru keunggulan-keunggulan kita yang bisa diasah dan dikembangkan. Sementara, biarlah kita hidup berdam­ pingan dengan kelemahan-kelemahan kita, karena dengan berfokus pada kekuatan dan memberdayakannya secara maksimal membuat kelemahan kita tidak lagi berarti. Ibarat sebilah pisau, maka tindakan yang paling efektif dan efisien untuk meningkatkan daya-gunanya adalah justru mengasah sisi yang tajam dan bukan sisi punggung pisau. ”It has been my observation that people can increase their ability in an area by only 2 points on the scale of 1 to 10”, melalui obervasinya itu John C. Maxwell menyatakan bahwa sesungguhnya maksimum peningkatan kemampuan seseorang pada setiap area tertentu hanya 2 skala saja. Seseorang tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal jika ia mengembangkan kemampuannya (ability) pada area dimana secara alami ada pada skala rendah (punggung pisau), misalnya skala 4, karena setinggi-tingginya skala kemampuan ia bisa capai hanya sampai skala 6 (biasa-biasa saja). Sebaliknya jika kemampuan alaminya pada area tersebut menunjukan skala 8 (sisi tajam pisau), maka kemungkinan melalui kerja keras ia akan bisa meningkatkannya sampai mencapai skala 9 atau bahkan 10, mencapai kemampuan tertinggi. Cover Story Marcus Buckingham dalam bukunya Go Put Your Strengths To Work menyatakan “What has become evident in virtually field of human endeavor is that failure and success are not opposites, they are merely different, and so they must be studied separatly”. Melalui pernyataan tersebut ia ingin mengatakan bahwa sesungguhnya belajar dari kesalahan adalah paradigma yang salah, yang selama ini kita percaya bahkan sebagai satu-satunya cara untuk meningkatkan kemampuan kita. Untuk tahu sukses, kita tidak perlu mempelajarinya dari suatu kesalahan (failure). Orang sering mempelajari penyakit untuk tahu tentang apa itu kesehat­ an, demikian pula para manajer mempelajari kelemahan karyawan untuk menjadikannya (memperbaiki) menjadi berhasil. Kalau kita terpaksa perlu belajar dari kesalahan, itu sematamata untuk mengetahui apa yang tidak seharusnya dilakukan agar tidak diulangi. Akan tetapi jika kita ingin tahu bagaimana keberhasilan itu, maka kita harus belajar dari cerita dibalik kesuksesan itu sendiri. Kita hanya akan tahu sedikit tentang kesuksesan jika kita mempelajarinya dari kegagalan. Kecelakaan instalasi nuklir di Chernobyl, hanya mengisyaratkan tentang sesuatu kesalahan yang seharusnya tidak kita lakukan, alih-alih kita seharusnya mempelajari kerapihan pengelolaan instalasi nuklir di Rocky Flat, Colorado jika kita ingin mengetahui keberhasilan sebuah instalasi nuklir. Pembinaan kinerja manusia hendaknya memang dimulai dengan mengenal dan menggali kekuatan unik darinya. Sebaliknya jika itu dimulai dari mencari dan mengenali sisi kelemahan (konsep perbaikan) maka kemungkinan akan membuahkan hasil yang kurang maksimal bahkan bisa jadi akan berakhir dengan frustrasi baik disisi yang dibina maupun pembina. Berbagai program pendidikan dan pelatihan (dik-lat) di berbagai perusahaan yang saya sering temui biasanya dirancang hanya berdasarkan pada competency gap analysis. Artinya perhatian mereka hanya terfokus pada kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus “ditutup”, sebagai kekurangan yang harus diperbaiki melalui program dik-lat. Berbagai metoda as­ sessment dan pengukuran yang selama ini dilakukan hanya untuk mencari dan mengukur kesenjangan (gap) tersebut. Mengapa demikian? Ini semua terjadi karena cara pandang (paradigm) yang keliru atas kinerja unggul seorang manusia selama ini. Kinerja unggul seorang manusia bukan hanya ditentukan oleh keterampilan, pengetahuan dan sikap yang bisa ditanggulangi oleh suatu program dik-lat (Competency-Based HR Development), tapi merupakan ramuan (ingredient) dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan bakat (talents), yang diberdayakan berdasarkan area keunggulannya (Strength-Based HR Development). Bakat yang merupakan bagian dari ramuan kinerja unggul tersebut adalah bagian penting yang selama ini sering kita abaikan keberadaannya dalam program pembinaan SDM. Bakat adalah dasar (traits) pola pikir, perasaan dan prilaku yang berulang secara alami dari seseorang. Bakat yang bersifat permanen dan unik itu mempengaruhi minat seseorang pada suatu jenis pekerjaan/ aktifitas tertentu. Bakat adalah potensi kekuatan seseorang, demikian kata Kristine Allaman dan Margaret Tindal dari hasil kajiannya. Peter Senge, pengarang buku best seller The Fifth Dicipline, mengatakan ”Sebagian besar organisasi meyakini bahwa manusia akan bekerja lebih baik hanya jika berada di bawah pengawasan penuh, padahal sesungguhnya manusia akan bekerja lebih baik jika ia berkesesuaian dan menyenangi apa yang dikerjakannya”. Melalui minat yang besar timbullah gairah bagi seseorang untuk mengembangkan dirinya secara maksimal bersamaan dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuannya atas suatu bidang pekerjaan tertentu. Penugasan bagi seseorang atas pekerjaan yang sesuai dengan bakat yang dimilikinya akan menghasilkan kinerja yang lebih maksimal. Kesesuaian bakat dengan aktifitas yang menjadi bagian dari pekerjaannya membuat seseorang mempunyai keterikatan batin (highly engaged) pada pekerjaannya. Penggalian dan pengenalan bakat adalah langkah awal penting dari suatu rangkaian program Pengembangan SDM. Di sisi individual, melalui penggalian kekuatan diri (pengenalan bakat), seseorang akan mampu mengembangkan kemampuannya secara mandiri. Dengan mengenali bawahan secara pribadi (bakat dan kekuatannya), atasan akan mampu melakukan pembinaan dan penugasan secara tepat dan efektif. Sementara di sisi organisasi, melalui peta bakat, manajemen akan lebih efektif mengelola suksesi, perencanaan dan Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 13 Cover Story pemgembangan kualitas karyawan. Adalah Gallup’s Organization melalui program riset yang melibatkan ratusan perusahaan dan ribuan responden menyimpulkan bahwa ada 34 bakat yang disebutnya sebagai tema kekuatan (strength theme) yang ada dalam setiap diri manusia dalam menuju kinerja unggulnya. Mereka mengurutkan ke 34 bakat tersebut untuk masing-masing individu dalam urutan mulai dari yang paling dominan sampai yang kurang dominan. Kemudian mereka mengelompokkan ke 34 bakat terebut kedalam 4 kelompok yaitu STRIVING (daya upaya), THINKING (daya pemikiran), RELATING (kemampuan hubungan), IMPACTING (kemampuan mempengaruhi). Lalu dengan me­ ngenali bakat adakah itu cukup? Tentu saja tidak! Karena yang terpenting dalam pengembangan potensi diri adalah bagaimana seseorang mampu memberdayakan bakat yang berpotensi menjadi kekuatan itu benarbenar menjadi kekuatan yang sesungguhnya. Bakat adalah anugerah yang Mahakuasa kepada setiap orang (tanpa kecuali), sementara sukses adalah suatu pilihan, artinya tergantung kepada pribadi masing-masing orang. Bakat adalah modal seseorang yang memungkinkan ia melaju lebih awal dari orang lain dalam jalur sukses di bidangnya. Namun bakat tanpa disertai upaya dan kerja keras dalam memberdayakannya maka ia tidak akan membuahkan apa-apa. Ada berapa banyak kita lihat orang-orang yang berbakat dan seharusnya bisa mencapai sukses besar tapi ternyata ia hanya bisa menjadi orang biasa-biasa saja. Kekuatan (strength) yang merupakan hasil transformasi Bakat, biasanya ditandai oleh aktivitas yang selalu bisa kita kerjakan mendekati kesempurnaan, aktivitas yang mampu membuat kita asyik menikmatinya tenggelam di dalamnya, dan aktivitas yang membuat kita merasa kuat (mampu) dan bersemangat dalam mengerjakannya. Dalam bukunya Marcus Buckimham menawarkan 6 langkah latihan (exercise) untuk memberdayakan bakat kita menjadi kekuatan. Sementara John C. Maxwell dalam bukunya ”Talent Is Never Enough” menyarankan 13 pilihan kunci untuk mengembangkan bakat seseorang. Kita sering mendengar orang me­ ngatakan Sumber Daya Manusia adalah aset paling berharga (greatest asset) bagi organisasi, sesungguhnya kekuatan (strengths) yang dimiliki SDM itulah aset paling berharga. Melalui pengenalan dan pemberdayaan kekuatan individu dan hubungan dengan pelanggan. Gelombang perubahan paradigma tentang Pengembangan SDM Berbasis Kekuatan diseluruh dunia saat ini bergulir dengan cepat dan semakin membesar. Peter Drucker mengatakan “competitive companies get their strength together and make their weaknesses irrelevant”. Sementara Jim Collin dalam bukunya “Good to Great”, mengarah pada kesimpulan yang sama yaitu perusahaan hebat (great) berfokus hanya pada beberapa hal terbaik (best in the world) yang memang mereka bisa lakukan. Perusahaan-perusahaan kelas dunia dewasa ini, berlomba-lomba mempelajari dan menerapkan konsep ini karena mereka telah mulai menyadari keuntungan dan manfaatnya. Perusahaanperusahaan hebat seperti Intel, Yahoo, Well Fargo sampai Toyota mengharuskan semua managernya mengukur dan mengenali bakatnya. Bahkan manajemen Toyota mulai mengharuskan semua manajer untuk mengikuti pelatihan tiga hari (Great Manager Training Program) tentang strategi untuk mengenali kekuatan bawahannya. Dalam bukunya The Human Sigma, John H. Fleming melaporkan hasil risetnya atas 89 perusahaan di Amerika, laporan itu menunjukkan banyaknya orang yang punya keterikatan batin (engaged) dengan perkerjaannya akan memacu laju pertumbuhan pendapatan (earnings per share) perusahaan 2,6 kali lebih besar dari laju pertumbuhan pada perusahaan yang karyawannya tidak engaged. Employee engagement hanya bisa dibangun jika perusahaan mampu mengenali dan memberdayakan kekuatan karyawannya pada pekerjaan yang bisa memberikan rasa nyaman dan hebat bagi yang melakukannya. Sering kita dengar keluhan para manajer di banyak perusahaan tentang kinerja perusahaan yang mengalami “Organisasi atau perusahaan harus membangun strategi pengembangan SDM dan lingkungan yang kondusif untuk menyemai bakat masing-masing karyawannya menjadi akumulasi kekuatan perusahaan untuk mencapai sukses” 14 | kelompok kerja, organisasi akan menarik banyak manfaat sebagaimana yang bisa dijelaskan berikut: > Pekerjaan menjadi jauh lebih cepat selesai karena karyawan yang ditugaskan berdasarkan kekuatan akan lebih cepat menguasai pekerjaannya dan lebih cepat beradaptasi diberbagai penugasan baru, > Produktifitas dan mutu hasil proses pekerjaan menjadi jauh lebih mening­ kat karena karyawan yang dipekerjakan berdasarkan kekuatan akan merasa nyaman melakukan pekerjaan mereka. > Employee turnover rate menjadi bisa ditekan karena karyawan yang dipekerjakan berdasarkan kekuatan, akan mampu bertahan lebih lama, lebih sedikit membuat kesalahan dan pada akhirnya lebih mampu menjalin Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 Cover Story penurunan sebagai akibat dari banyaknya karyawan kurang kompeten didalam perusahaan mereka. “Kita kekurangan orang-orang yang berbakat” keluhnya. Seharusnya mereka paham bahwa bakat itu adalah anugerah Tuhan yang diberikan pada setiap orang, jadi sebenarnya mereka sudah memiliki karyawan yang berbakat pada bidangnya masing-masing. Masalahnya saat ini mereka belum cukup mampu menggali, mengenali dan kemudian memberdayakannya menjadi kekuatan untuk membangun kinerja unggul. Adalah tugas manajemen organisasi/ perusahaan untuk memberikan ruang (kesempatan) bagi setiap orang di dalamnya untuk berkembang sesuai dengan bakatnya. Organisasi atau perusahaan harus membangun strategi pengembangan SDM dan lingkungan yang kondusif untuk menyemai bakat masing-masing karyawannya menjadi akumulasi kekuatan perusahaan untuk mencapai sukses. Laporan riset Gallup Organization, yang mengkaji 198.000 karyawan dari 36 perusahaan, menyimpulkan bahwa perusahaan yang karyawannya mempunyai kesempatan (diberi kesempatan) untuk memberdayakan kekuatannya akan lebih bisa menekan turnover sampai 50%, 38% lebih produktif, 44 % lebih bisa bekerja secara tim-kerja dalam pemuasan pelanggan. Bagaimana dengan perusahaan kita? Adakah kita sudah mulai mengikuti jejak perusahaan kelas dunia itu dengan mulai berfokus pada pemberdayaan kekuatan karyawan untuk meningkatkan kinerja perusahaan menjadi perusahaan hebat? Ini semua masih merupakan pemahaman awal dari seluruh rangkaian Program Pengembangan SDM Berbasis Kekuatan. Sebagaimana penjelasan diatas, pengenalan Bakat saja memang belum cukup, karena strategi selanjutnya adalah bagaimana mentransformasikan bakat-bakat tersebut menjadi kekuatan melalui program pembinaan yang efektif dan menyertakan keterlibatan semua pihak dalam manajemen organisasi. Melalui tulisan ini saya mengajak semua pihak untuk mulai merubah paradigma pembinaan SDM dengan lebih berfokus pada keunggulan yang kita miliki. Hanya dengan cara inilah kita tidak akan kehilangan atau mensia-siakan aset organisasi yang berharga yaitu ”orangorang berbakat” yang telah kita miliki saat ini. n Sulaiman Kurdi adalah Kepala Biro SDM BPPT/Penanggung Jawab majalah SDM Jendela. Kolaborasi Untuk Strength Based HC Management K onsep manajemen sumberdaya manusia berbasis kekuatan (Strength Based Human Capital Management/SBHCM) diyakini akan memberikan hasil lebih maksimal bagi kinerja korporasi, unit kerja, dan individu bila diterapkan secara utuh. Berdasarkan keyakinan tersebut, PT Menara Kadin Indonesia (MKI Corporate University) bersepakat dengan LeadPro untuk mengembangkan dan memasarkan konsep SBHCM di Indonesia. LeadPro telah mengembangkan Talent Mapping Tool khas Indonesia berdasarkan riset terhadap puluhan ribu pegawai di berbagai perusahaan/organisasi di Indonesia, sedangkan MKI memiliki kompetensi, SDM, reputasi, dan jaringan dalam menyusun dan mengimplementasikan konsep SBHCM. Pendek kata, ungkap pendiri LeadPro Rama Royani, dengan kerjasama ini, terbuka banyak peluang pasar dan inovasi baru yang sangat membantu peningkatan kinerja organisasi, unit kerja, dan individu. Upaya kerjasama ini, bagi MKI – menurut Direktur MKI Syahmuharnis – tidak bisa dilepaskan dari strategi MKI untuk mengembangkan solusi sistem manajemen yang berdampak signifikan bagi pe­ ningkatan kinerja organisasi. “Dengan kerjasama ini, MKI juga akan menjalankan program training, konsultansi, dan asesmen berbasis SBHCM,” tukasnya. Team MKI dan LeadPro berfoto bersama setelah pe­ nandatanganan kerjasama antara kedua belah pihak. Syahmuharnis bersalaman dengan Endro Prasetyo Aji, Managing Director LeadPro, disaksikan Rama Royani dan seluruh Team MKI. Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 15 Cover Story Apa Kata Mereka? Sanjay N.Bharwani SVP HR Strategy & Policy Bank Mandiri K alau bicara strength based (kekuatan seseorang), dan orang tersebut bisa mengetahui kekuatannya ada dimana dan dia bisa dibantu untuk menerapkan kekuatan itu dalam pekerjaannya sehari-hari, maka dia akan merasa dihargai. Menariknya, kalau bicara engagement, itu artinya kita tidak bicara rasional, tapi justru bicara emosional karena yang kita target adalah hati seseorang, bukan pikiran dia, karena pada dasarnya kita adalah makhluk Tuhan. Kalau perusahaan memiliki effort untuk mengetahui kekuatan saya ada dimana dan kesempatan itu diberikan kepada saya, maka saya memberikan yang terbaik untuk perusahaan tersebut. Karena belum tentu setiap perusahaan akan melakukan hal itu. Untuk mengetahui kekuatan tersebut, maka biasanya Bank Mandiri akan menggunakan tool yang sama melalui asesmen. Kami menggunakan 32 kekuatan untuk mengukur kekuatan karyawan den- 16 | gan urutan yang berbeda-beda. Tidak ada dua orang yang punya profil yang sama. Yang pasti, strength based digunakan bukan untuk proses selection atau rekrutmen, tapi hanya untuk mengukur kekuatan seseorang untuk mengoptimalisasikan kekuatannya dalam pekerjaan sehari-hari. Bicara strength based dan compe­ tency based, sebenarnya sama saja dalam pencapaian sebuah pekerjaan. Yang membedakan, keduanya akan mencari cara sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan. Kalau competency based, poin yang harus bisa dilakukan sudah jelas yaitu A, B, C, dan D. Sedangkan strength based, maka cara karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kekuatan yang ia miliki. Keduanya sama-sama untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Menurut saya, jika perusahaan tidak menggunakan strength based, maka perusahaan tersebut akan menjadi medioker saja, apalagi jika perusahaan tersebut adalah perusahaan perbankan. Memang menggunakan competency based lebih gampang untuk diterapkan dan sistemnya sangat jelas. Jadi kalau men-drive satu inisiatif, end­to­end-nya lebih mudah. Tapi kalau bicara strength based, perlu leadership yang strong agar bisa melakukan coaching untuk karyawannya. Jika leadership-nya tidak kuat, maka hasilnya tidak akan terlihat nyata dan signifikan. Namun jika menggunakan strength based dan leadershipnya strong, kelebihannya, perusahaan tidak akan menjadi medioker, tapi justru akan meningkat terutama dalam hal pendapatannya. Di Bank Mandiri sendiri sekarang lebih banyak menggunakan strength based dan kami telah melakukannya sejak tahun 2008. Hasilnya terlihat jelas terutama untuk peningkatan leader­ Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 ship. Kalau seseorang membutuhkan technical skill untuk mencapai tujuan misalnya, dan dia perlu pelatihan A, B, C, dan D, maka mandatori akan kami berikan agar technical skill-nya makin meningkat. Bahkan meskipun technical skill-nya sudah lebih bagus, kami akan tetap lakukan pelatihan karena konsistensi itu perlu. Jangan sampai strength seseorang akan berkurang atau hilang. Prosesnya, kami hanya melakukan untuk level-level tertentu saja mengingat biayanya yang tidak sedikit. Kami lakukan untuk level managerial ke atas. Selain biayanya yang mahal, prosesnya pun agak sulit. Kesulitannya adalah kemampuan coaching dari alignment itu. Andreas Purnawan Head of Human Capital & Head of Ban­ cassurance Academy AXA Mandiri B icara tentang strength based HR management menurut saya hal ini merupakan pendekatan yang lebih dekat kepada teori psikologi humanistik, yang berfokus pada sisi positif dan potensi yang dimiliki manusia dsalam konteks pengembangannya. Dalam konteks karyawan di perusahaan, hal Cover Story ini tentunya baik untuk memberikan kesempatan kepada karyawan agar dapat mengembangkan diri sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya di dalam organisasi tersebut. Ini jelas berbeda dengan competency based. Menurut saya, membandingkan dua pendekatan ini lebih mudah dengan melihat pada fokus masing-masing. Competency based fokus pada hal-hal yang harus ditingkatkan (melalui pelatihan dan pengembangan) supaya karyawan bisa bekerja efektif di posisinya. Sedangkan strength based berfokus pada area-area yang menjadi keunggulan karyawan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja efektif di posisi yang sesuai dengannya. Selain itu, competency based lebih menempatkan knowledge­ skills­attitude sebagai 'template wajib' yang harus dikuasai karyawan yang bekerja pada posisi tertentu dan yang menjadi dasar bagi setiap program pengembangan yang akan diberikan. Sedangkan strength based justru melihat knowledge­skills­attitude tersebut sebagai dasar analisa untuk menempatkannya pada posisi yang sesuai dengan keunggulannya tersebut. Plusnya, pendekatan ini lebih “manusiawi”, menempatkan dan mengembangkan karyawan dalam posisi yang sesuai dengan potensi dan keunggulan yang dimilikinya. Sementara minusnya, dalam organisasi yang kompleks dan berorientasi pada profit, belum tentu cukup tersedia kesempatan yang sesuai dengan aspirasi karyawan yang bersangkutan. Jika bicara tantangan dalam implementasi strength based, tentunya kita perlu pegangan yang lebih kuat secara empiris untuk memastikan bahwa kita tidak salah menempatkan karyawan pada posisi yang kita nilai sesuai dengan keunggulannya, agar tidak ada kerugian di pihak perusahaan. Karena faktor keberhasilan karyawan tersbut juga dapat saja dipengaruhi faktor-faktor lain diluar faktor keunggulan dan potensi yang dimiliki. AXA Mandiri tidak mengkontradiksikan kedua pendekatan tersebut, namun berupaya menggunakan kombinasi dari kedua pendekatan tersebut sesuai konteks kebutuhan organisasi. Misalnya kita tetap memberikan pelatihan dan pengembangan kepada karyawan yang sudah bekerja pada posisi tertentu sesuai dengan job requirement-nya (knowlede­skills­attitude) agar dapat bekerja lebih efektif. Pada kesempatan lain, kami juga memperhatikan keunggulan dan potensi karyawan lainnya yang bisa kami salurkan untuk mengisi posisi kosong yang ada, sesuai dengan keunggulan yang dimiliknya tersebut. Teuku Zilmarham Deputy SGM Human Resources Center PT Telkom D alam konteks people develop­ ment, strength based menjadi fokus. Pengalaman menunjukkan, memang kita akan lebih bermakna kalau kita memfokuskan pada kekuatan seseorang. Jadi tidak bicara pada kelemahan seseorang. Kalau kita bicara kelemahan seseorang, butuh waktu, butuh energi yang lebih besar dibandingkan kalau kita bicara kekuatan seseorang. Saya yakin jika seseorang bergabung di sebuah perusahaan, pasti orang itu mempunyai nilai lebih sehingga dipilih oleh perusahaan. Nilai lebih itu yang harus dikelola terus oleh perusahaan. Kadang-kadang perusahaan lupa nilai lebih si karyawan kemudian akhirnya nilai lebih itu meredup dan akhirnya terlupakan. Sehingga akhirnya hilang begitu saja. Padahal kalau perusahaan fokus pada kekuatan seseorang pasti akan berdampak yang signifikan pada perusahaan. Jika kita bicara kekuatan seseorang, menurut saya ini adalah era talent. Dan kalau bicara talent artinya kita bicara talenta. Semua orang punya talenta. Persoalannya, orang itu tahu atau tidak talenta mereka dimana. Saya yakin kalau talenta seseorang itu didiamkan begitu saja, pasti akan hilang. Ibarat raport, Jangan biarkan kita fokus pada nilai merahnya, tapi kenapa kita tidak fokus kepada nilai birunya. Apalagi jika sumber energi dan sumber daya manusia yang kita miliki terbatas. Jadi, daripada sibuk mendiskusikan kelemahan, lebih baik fokus kepada kekuatan seseorang. Kelebihan menggunakan strength based menurut saya pastinya akan lebih mengarah pada keputusan dimasa yang akan datang. Waktu tidak terbuang banyak dan karyawan akan menajdi orang yang hebat, bukan orang yang rata-rata. Kecuali Anda fokus pada kelemahan, maka perusahaan akan memiliki karyawan yang nilainya rata-rata. Di Telkom sendiri sudah melakukan strength based sejak tahun 2002. Sejauh ini tingkat keberhasilannya sangat signifikan. Alhamdulilah Telkom masih bisa bertahan sampai sekarang. Kami masih mencetak laba dan masih menjadi pencetak pajak terbesar kedua di Indonesia. Artinya Telkom masih memberikan arti bagi bangsa. n Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 17 Cover Story Krisis Sumber Daya Manusia Banyak orang mengatakan bahwa seseorang dengan bakat yang biasa-biasa saja tapi disertai dengan perjuangan yang pantang menyerah yang luar biasa maka segalanya bisa tercapai. Namun adapula yang berpendapat, kerja keras tanpa bakat patut disayangkan. Sedangkan bakat tanpa kerja keras adalah tragedi. Sebab, ia jelas-jelas menyia-nyiakan pemberian Tuhan. Oleh : Endro Prasetyo Aji Managing Director Pro 18 | J ika ada yang berpendapat bahwa setiap orang ternyata memiliki bakat, kenapa masih ada orang lain yang mengatakan bahwa orang tersebut biasa-biasa saja? Mungkin benar bahwa bakat dimiliki oleh setiap orang, namun tidak semua orang berani mengikuti jalur yang ingin ditempuh sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Padahal bisa saja jalur yang ditempuh (tidak sesuai bakat orang tersebut tentunya) justru akan membuat pemiliknya ’jatuh ke tempat yang gelap’. Bakat Anda adalah pemberian Tuhan kepada Anda. Karena itu, memanfaatkan bakat yang Anda miliki secara positif adalah pemberian Anda kepada Tuhan (Leo Ustadziah). Seorang Einstein yang notabene adalah ilmuwan terkenal seantero dunia pernah mengatakan bahwa ia tidak memiliki bakat khusus, hanya selalu menikmati rasa ingin tahu saja. Membaca kutipan Einstein ini membuat kita bertanya-tanya. Seperti apa rasa ingin Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 tahu kita? Saya selalu bertanya-tanya mengapa ada orang sukses, sementara banyak lainnya gagal? Dalam kesempatan lain Einstein juga mengatakan, “Kebanyakan orang mengatakan kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan. Mereka salah, karakterlah yang melahirkannya”. Hal ini seolah-olah bertolak belakang dengan kutipan Eisntein sebelumnya. Ini mengartikan bahwa ia bisa menjadi seorang ilmuwan besar berkat rasa ingin tahu yang besar dan karakter dirinya yang kuat. Padahal menurut para ahli psikologi terutama yang berasal dari Gallup Organization, kedua hal tersebut di atas dapat dikatagorikan sebagai bakat. Bakat, menurut Gallup, adalah pola pikiran, perasaan, dan tindakan yang alami dan berulang ulang serta dapat dimanfaatkan untuk produktifitas. Rasa ingin tahu yang tumbuh sejak kecil sampai dengan dewasa akan memunculkan sebuah karakter unik bagi orang seperti Einstein Cover Story dan hal itu yang kemudian disebut oleh Gallup dengan tema bakat Learner. Karakter sendiri merupakan keunikan seseorang yang berbeda dengan orang lain. Anda tentu mengenal dengan istilah personality atau sifat (trait). Diri kita memiliki keunikan, dan keunikan tersebut berbeda-beda untuk setiap orang. Keunikan-keunikan ini yang kemudian diteliti oleh Gallup dengan mengaitkannya kepada produktifitas. Dari hasil penelitiannya kemudian ditemukan bahwa terdapat beberapa karakter-karakter positif atau sifat-sifat atas personality tertentu yang memiliki keterkaitan langsung dengan produktifitas. Pada akhirnya, Gallup memperkenalkan 34 tema bakat untuk menggambarkan potensi diri seseorang. Karakter tidak bisa ditiru, tapi bisa dipelajari dan diperkuat. Demikian pula dengan bakat. James Gwee, seorang motivator terkenal Indonesia, pernah mengatakan, jangan belajar dari seorang berbakat. Ia sendiri mungkin tidak akan bisa menjelaskan mengapa ia bisa dengan mudah melakukannya dibandingkan orang lain. Mereka tidak memahami mengapa mereka bisa, dan dengan cara apa mereka dengan mudahnya melakukan. Paling-paling mereka mengatakan berkat kerja keras dan keinginan yang kuat. Seorang koki rumah makan Cina yang hebat dan susah dicari penggantinya, begitu ia hengkang ke rumah makan lain, maka rumah makan yang ia tinggalkan akan tutup. Hal ini disebabkan cita rasa yang khas milik rumah makan tersebut lenyap bersamaan dengan kepergian sang koki. Hal tersebut jelas berbeda dengan rumah makan modern seperti McDonald atau KFC. Mereka lebih telah mematenkan resepnya dan siapapun yang menggunakan resep itu akan menghasilkan cita rasa yang sama. Artinya, resep masakan Mc Donald dan KFC sudah dijadikan sistem dan prosedur dan dibakukan atau bahkan diotomatisasikan. Berbicara tentang bakat sempat dibahas oleh Sir Ken Robinson dalam salah satu presentasinya di pertengahan tahun 2010 lalu. Ia mengatakan saat ini telah terjadi 2 krisis besar di dunia ini. Krisis pertama yakni krisis iklim (climate crisis) atau krisis Sumber Daya Alam, dan semua orang sudah tersadar akan krisis ini. Bahkan sudah ada usaha untuk mencari tempat lain selain bumi untuk ditinggali oleh manusia, sebagai antisipasi krisis ini. Tapi ternyata ada satu lagi krisis yang juga sama dahsyat pengaruhnya bagi kehidupan umat manusia, yang memiliki asal-usul yang sama yang juga harus ditangani segera, yakni krisis Sumber Daya Manusia (SDM). Krisis SDM di dunia sudah terjadi dan banyak yang tidak menyadarinya. Kita jarang sekali memanfaatkan bakat (talenta) kita. Sangat banyak manusia yang menjalani hidupnya tanpa mere- Pendidikan sering kali mengalihkan manusia dari bakat alamiahnya. Bakat seorang manusia sama seperti sumber daya alam kadangkala dikubur dalam-dalam. ka menyadari apa bakat mereka, dan mereka tidak mampu mengatakan apa bakat mereka. Bahkan banyak orang yang merasa tidak memiliki kecakapan dalam hal apapun. Ada orang yang tidak enjoy dengan apa yang mereka kerjakan. Mereka melewati dan menjalankan hidup mereka seadanya saja. Mereka tidak pernah merasakan kepuasan batin dari aktivitas mereka. Mereka hanya mampu bertahan (endure) saja, mereka tidak menikmati (enjoy) dengan apa yang mereka lakukan. Mereka selalu menanti-nantikan akhir pekan. Ada juga orang yang amat mencintai pekerjaannya, dan ia tidak terbayang mengerjakan hal lainnya selain itu. Jika kita melarang mereka agar tidak mengerjakan hal yang tidak dicintainya itu, mereka pasti berpikir ”Anda itu bicara apa sih...?”. Karena masalahnya adalah bukan apa yang mereka lakukan, melainkan siapakah diri mereka itu? Mereka akan bilang, ”Tapi inilah diri saya. Saya akan menjadi orang bodoh jika mengabaikan pekerjaan itu, karena hal itu menggambarkan diri saya yang sebenarnya.” Bagi sebagian orang akan beranggapan bahwa hal itu tidak benar. Sebaliknya, adapula yang beranggapan kalau pendapat tersebut benar. Hanya saja kelompok manusia yang beranggapan cara itu benar jumlahnya masih sedikit. Ia menjelaskan bahwa ada banyak kemungkinan penjelasan atas hal di atas. Salah satu penjelasan terbesarnya menurutnya adalah masalah pendidikan. Pendidikan sering kali mengalihkan manusia dari bakat alamiahnya. Bakat seorang manusia sama seperti sumber daya alam kadangkala dikubur dalam-dalam. Kita harus menggalinya karena seringkali bakat tidak muncul ke permukaan. Anda harus menciptakan suatu keadaan untuk memunculkan sesuatu yang terpendam tersebut. Semestinya pendidikan dapat membantu memuncul bakat. Namun sayangnya lebih sering tidak terjadi demikian. Sistem pendidikan menurutnya tidak hanya perlu direformasi, namun harus dilakukan revolusi. Reformasi pendidikan tidak bisa digunakan lagi karena hanya memperbaiki model pendidikan yang sudah rusak. Yang dibutuhkan bukan lagi evolusi tapi revolusi pendidikan. Sistem pendidikan harus ditransformasi menjadi sesuatu yang berbeda. Tantangan terbesar dari revolusi pendidikan adalah melakukan inovasi pendidikan secara mendasar. Revolusi berarti menantang sesuatu yang kita anggap tidak bisa berubah, sesuatu yang kita pikir sudah sangat jelas. n Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 19 Cover Story Abah Rama, Sang Pengembang Talent Mapping Tool B erkaitan dengan pengembangan konsep Strength Based Human Capital Management di Indonesia, ra­ sanya tidak afdol untuk tidak menyebut nama Rama Royani. Pria yang lebih dikenal dengan nama Abah Rama ini telah beberapa tahun terakhir mengembangkan Talent Mapping Tool yang berfokus pada identifikasi kekuatan bakat atau potensi SDM. Berikut wawancara Human Capital Journal dengan pria yang tak pernah lepas dari senyumnya. Bagaimana awalnya sehingga Anda merasa perlu untuk mengembangkan Talent Mapping Tool? Ini semua berawal dari berbagai kebetulan karena sebenarnya tools ini dibuat khusus sebagai bagian dari pelatihan yang diminta setengah memaksa oleh Direktur Asuransi Buana Independen pada bulan Juni 2002 yang dinamakan “Menggali, Menemukan dan Menggunakan Kekuatan”, yang diadakan di bulan Januari 2003, berdasarkan buku “Now Discover Your Strength” oleh Donald Cliffton dan Marcus Buckingham yang dibeli bulan Mei 2002 lalu. Kalau saja tidak ada “setengah paksaan” untuk membe­rikan pelatihan ini, mungkin ceritanya akan jauh berbeda. Yang menarik adalah bahwa ternyata dalam perjalanannya justru semakin banyak orang yang membutuhkan asesmen Talent Mapping. Karena banyaknya permintaan ini maka dengan sendirinya Abah merasa perlu untuk mengembangkannya menjadi tools yang baik, cepat dan lengkap. 20 | Bagaimana konsep Talent Mapping Tool dalam pemikiran Anda? Karena tools ini dibuat secara kebetulan, maka tentunya pada saat pertama tidak ada konsep apa-apa. Akan tetapi setelah mulai berkembang dan mulai mempelajari berbagai tools yang ada di dunia, Abah mulai merasa bahwa temuan ini yaitu 34 Tema Bakat oleh Cliffton dari Gallup merupakan karunia Allah yang luar biasa. Berdasarkan tema bakat inilah Talent Mapping dibuat tanpa konsep tertentu. Bahkan saat pertama membuat, Abah sempat berpikir untuk membuat tools yang bisa langsung menunjuk ke job title walaupun Gallup sendiri tidak berani berpikir ke arah sana. Hasilnya tentu saja tidak ada karena ada begitu banyak job title dan sangat tergantung pada environment-nya walaupun title-nya sama. Belakang­ an Abah baru sadar bahwa untuk bisa sampai ke job title dibutuhkan medium perantara yang bebas dari environment yang kemudian Abah namakan Activity Cluster. Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 Bagaimana proses pengembang­ an Talent Mapping Tool? Talent Mapping mulai berkembang ketika mulai masuk ke wilayah organisasi, karena organisasi sedang membutuhkan management tools yang cepat saji, lengkap untuk dapat mengambil keputusan. Hal ini mengingat bahwa di masa sekarang proses pembuatan terlalu lama sehingga mahal dan tidak bermanfaat lagi saat mau digunakan. Bahkan organisasi juga membutuhkan tools terkait yang terkait dengan kinerja. Belakangan ini juga para siswa menunggu tools untuk memilih jurusan di perguruan tinggi. Insya Allah tahun depan penelitiannya akan kami mulai bersama rekan-rekan Psikologi UI yang peduli dengan pendidikan. Apa saja yang Anda lakukan dalam upaya pengembangan Talent Mapping Tool? Apa saja suka dukanya? Pada dasarnya Abah menunggu permintaan yang ada di depan mata baik organisasi maupun pendidikan, mengi­ngat bahwa ruang lingkup pengembang­an Talent Mapping ini sangat luas se­hingga butuh waktu yang banyak apabila harus menyelesaikan semuanya. Dan kalau bicara suka dukanya sih karena merasa yakin kalau tugas ini merupakan ‘panggilan’ Allah, maka Abah serasa masuk dalam wilayah yang dikenal sebagai 4E-Activities yaitu Enjoy Easy Excellent Earn. Memang saat ini masih ada sedikit kendala karena konsep ini menganut kubu Nature sedangkan baik dunia manajemen maupun pendidikan meyakini kubu Nurture. Akan tetapi 12 tahun terakhir ini rekan-rekan psikologi mulai melirik ke ilmu yang selama ini dilupakan yang disebut Positive Psycholo­gy atau Strength Psychology, sehingga kubu Nature mulai banyak pengikutnya. Apa saja komponen yang perlu dimasukan ke dalam tools untuk bisa mendapatkan potensi kekuatan seseorang? Kekuatan yang dimaksud disini sama dengan ability ataupun kompetensi yaitu kemampuan untuk melakukan satu atau Pada dasarnya Abah menunggu permintaan yang ada di depan mata baik organisasi maupun pendidikan, mengi­ngat bahwa ruang lingkup pengembang­an Talent Mapping ini sangat luas se­hingga butuh waktu yang banyak apabila harus menyelesaikan semuanya. lebih aktivitas, dan potensi kekuatan terbentuk dari sifat sifat produktif seseorang, jadi tools ini terdiri dari dua asesmen yaitu asesmen untuk menggali sifat produktif atau bakat seseorang dan asesmen untuk menggali pengakuan kekuatan seseorang. Kedua, asesmen ini disandingkan didalam satu peta yang dinamakan Strength Cluster Map sehingga secara visual bisa dilihat dibagian mana kekuatan dan keterbatasan seseorang Bagaimana validitasnya berdasarkan observasi Anda? Secara internal sudah dilakukan dua kali uji validitas pada tahun 2004 dan 2005, kemudian secara eksternal dilakukan validitas di BPPT pada tahun 2006 dan terakhir tahun 2009 dilakukan uji validitas di PPM Management. Apa saja pengembangan yang akan Anda lakukan terkait tools tersebut? Ada beberapa mile stones yang dibuat sebagai yang saat ini menjadi dasar dari tools berikutnya yaitu: tahun 2004 Talents Map, 2005 Fungsi sesuai, 2007 Strength Cluster dan Strength Cluster Map, 2008 Job Activity Analysis, 2010 Strength Typology. Sebagai tambahan, kerangka di atas dibuat juga beberapa tampilan untuk memudahkan implementasinya, yaitu: >TM Profilling adalah untuk melihat apakah core talent maupun core strength selaras dengan misi perusahaan. >Individual Job Mapping adalah untuk melihat secara cepat person to job fit di organisasi. >Job Mapper adalah untuk memilih kandidat untuk peran tertentu. >HR Mapping adalah untuk melihat mapping menyeluruh dari pegawai sesuai dengan data yang dimiliki perusahaan. Bagaimana perusahaan menggunakan hasil asesmen dari tool ini dalam pengelolaan SDM? Saat ini sudah lebih dari 100 perusahaan dan organisasi menggunakan ini sebagian baru pada tahapan asesmen untuk rekrutmen dan penempatan. Sebagian lagi dipakai untuk Manage­ ment Development Program maupun Leadership Development Program dan baru satu perusahaan yaitu PT Kereta Api Indonesia yang mulai mengukur engagement. Memang sangat disayangkan apabila tools ini hanya digunakan untuk berhenti di asesmen karena data Talent Mapping ini bisa digunakan untuk berbagai keperluan dalam pengelolaan SDM, tetapi Abah menyimpan semua data peserta di dalam database yang sewaktu-waktu dapat digunakan. n Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 21 P HOTO G A L L E RY 4 Days Effective Program Human Resource Management Professional (HRMP) Bandung, 8 - 11 November 2011 Program Lokakarya 2 Hari Compensation & Benefit System Jakarta, 24 - 25 November 2011 22 | Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 Profile PM Susbandono, Berkarya dan Berarti Bagi Orang Lain D unia HR adalah dunia yang penuh dengan dinamika dan tantangan. Hal ini yang membuat pria yang pernah menjabat sebagai VP HR di PT. Medco E&P Indonesia masih terus berkarir di dunia HR meski telah pensiun di perusahaan tersebut. Bagi PM Susbandono, tidak ada dunia yang paling indah untuk berkarir selain di dunia HR. menurutnya, melakukan ‘deal with people’ merupakan aktivitas yang bisa ditemui sehari-hari, tanpa harus bekerja di dunia HR. “Sementara kalau ketika bekerja sebagai HR officer, maka "deal with people" menjadi lebih kontinyu, intens dan sistematis. Dan disitulah sebetulnya, semua unsur dalam diri kita bisa berperan yaitu Jiwa, hati, dan otak,” papar pria yang baru menjabat sebagai VP HR & Support PT Star Energy bulan November 2011 lalu. Karena itu tak heran jika pria yang yang baru saja meluncurkan buku berta- juk ‘Anjing Hachiko dan Hilangnya Kemanusiaan Kita” pada tanggal 11 November 2011 lalu, tak mau berdiam diri di rumah dan langsung menerima tawaran bekerja di PT Star Energy meski telah memasuki masa pensiun di perusahaan yang telah membesarkan namanya. “Saya pensiun dari Medco dan mendapat tawaran untuk tetap berkarya dan meneruskan karier di Star Energy. Saya rasa ini adalah suatu tawaran yang sangat menyenangkan buat saya,” tukasnya lagi. Tantangan yang akan dihadapi ketika memulai karir di Star Energy diakui Susbandono tidak jauh berbeda diban­ dingkan dengan saat bekerja di Medco. “Buat saya, tantang di Star Energy generik dengan apa yang terjadi di organisasi lain, terutama perihal PSC (Production Sharing Contract),” kata Susbandono. Diakuinya, masalah people deve­ lopment merupakan faktor utama yang mendominasi tantangan di hampir semua organisasi. Demikian pula dengan Medco dan Star Energy. Ketika masih menjabat sebagai VP HR di Medco, maka ‘talent war’ di dunia mi­nyak dan gas (migas) sedang berlangsung. Petro technical merupakan tenaga yang sangat dibutuhkan dan diminati di dunia internasional. Satu-satunya jalan untuk mengatasi dan menembus hal tersebut adalah dengan mencetak sendiri tenaga unggulan. “Dan itu yang dilakukan Medco,” tutur Susbando­ no dengan bangga. Suka duka yang Anda hadapi selama berkarir di Medco? “Hampir tidak ada dukanya. Semuanya suka,” jawabanya dengan lugas. Baginya, rasa suka atau duka berasal dari dalam diri manusia, sehing­ ga manusia bisa mengatur sendiri, apakah ia mau suka atau malah menginginkan duka. “Tentunya kita mau suka bukan?” ujarnya balik bertanya. Sementara di Star Energy, tambah Susbandono, perusahaan yang berlokasi di daerah Slipi, Jakarta Barat, ini sedang be­ kerja keras membuat karyawanya menjadi kompeten, produktif, dan bahagia. “Saya bercita-cita untuk sebanyak mungkin dan sebesar mungkin bisa berarti bagi orang lain. Bagi saya, hidup seseorang diukur dari seberapa banyak dia bermakna bagi orang lain. Seberapa besar kehilangan yang ditimbulkan apabila dia tiada dan seberapa tinggi cita-citanya untuk menuju dunia yang lebih mulia,” paparnya kembali. n Ratri Suyani Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 23 Profile Ardhi Lufti Siregar Divisi HR Bukan Sekadar Cost Center T erjerumus. Jawaban singkat yang dilontarkan oleh seorang Ardhi Lufti Siregar ketika ditanya bagaimana bisa ia masuk ke dunia HR. “Terjerembab, he he he… Saya sendiri bingung ketika ditanya oleh media lain. Tapi buat saya, bicara HR atau bisnis sekalipun, It’s all about managing people. Yang menarik karena tidak ada pattern,” papar jebolan Fakultas Sastra Rusia Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Master Strate­ gic Management dari Prasetiya Mulya Business School ini. Manusia, diakui Ardhi sangat unik. Tidak ada tingkat kedalam­an yang sama jika membahas SDM. Jadi kalau menghadapi SDM dulu dan SDM sekarang perlu keahlian yang mungkin berbeda. Contohnya seperti agreement atau sistem remunerasi. “Dulu dan sekarang concern-nya beda, karena ada prilaku generasi yang membuat perbedaan. Demikian juga de­ ngan learning development, career development, dan lain-lain,” papar Ardhi yang baru menjabat sebagai VP, Head of Planning & Knowledge Management di Bank BNI sejak bulan Oktober 2011 lalu. Kompetisi sedemikian luar biasa dan ilmu yang berkembang dengan pesat, membuat ia merasa bergairah untuk selalu eksis di dunia HR. “Selalu ada hal-hal baru di dunia HR. HR is my beginning of my career, however will be the end of my life. Sampai tua pun saya ingin tetap berkarir di dunia HR,” tegas Ardhi. Ia mengawali kariernya di Bank Bali sebagai Customer Relationship Officer. Posisinya sebagai Deputi Manajer Cabang di Bank Bali ia tinggalkan kemudian meniti karir di Asuransi Astra Buana sebagai Corporate Account Manager. Kemudian bergabung di Bank Niaga pada tahun 2003 hingga Oktober 2009 dengan 24 | jabatan terakhir sebagai AVP Learning Program Development Head. “Tahun 2003 Bank Niaga dalam proses transformasi dan membutuhkan orang baru yang tidak punya pengalaman di HR. Prinsip Bank Niaga saat itu adalah growth talent from within, makanya Bank Niaga membutuhkan banyak talent muda, sehingga manajemen kemudian meminta saya untuk masuk ke divisi HR sebagai bagian peremajaan organisasi dan succession planning” tukas penggemar masakan sate. Ia percaya bahwa kedepan organisasi bisnis mau tak mau melegitimasi HR sebagai pemegang peranan lebih penting berbanding saat ini. “HR itu sebenarnya Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 simple. Saya percaya, jika HR dilakukan dengan baik, inisiatif-inisiatif dilakukan, akan membuat organisasi menjadi sesuatu yang luar biasa,”tandas pengagum berat Manchester United yang juga penggila olahraga sepak bola. Sistem diakuinya hanya pendukung keberhasilan selain kemampuan pemimpin, karyawan, dan lain-lain untuk bisa memastikan bahwa HR menjadi bagian terpenting dalam pekerjaan mereka. “Kalau itu dilakukan, itu akan menjadi keuntungan bisnis yang 5 bahkan 10 kali lipat. Sekarang kita lihat, perusahaan-perusahaan yang katanya sekarang sudah perform dari sisi bisnis. Apakah coaching atau mentoring masih dilakukan nggak? Yang ada HR hanya untuk mengurusi gaji saja atau hal teknis lainnya,” papar peraih HR Future Leader 1st Champion 2008 yang diselenggarakan oleh SWA Magazine dan LM FE Universitas Indonesia dengan antusias. Menurut ayah dari Maritza Andhita Lufti (6,5 tahun) dan Arrian Athaillah Lufti (4,5 tahun), perspektif HR harus diubah, HR bukan hanya cost center semata, tapi pemahaman HR yang baik dalam organisasi akan menumbuhkan bisnis dan leader-leader baru akan muncul. Artinya, HR harus mengembangkan organisasi yang lebih modern dan berbasis pada pengetahuan. “Tantangan sebagai HR saat ini dalam organisasi internal adalah membuatnya menjadi lebih berwibawa dan strategis, melengkapi dan bukan sebagai 2nd class organization. Mungkin terkesan kasar, cuma bisa kita lihat dari bentuk organisasi yang banyak diaplikasi oleh perusahaan saat ini, bahkan masih ada yang ditempatkan di bawah Finance, misalnya, atau menyatukan fungsi HR dan General Affairs. Untuk itu bentuk organisasi HR modernpun mestilah strategis dan seimbang dengan kebutuhan bisnis perusahaan” tegas pria kelahiran 21 Maret 1975 mengakhiri perbincangan. n Ratri Suyani Profile Andreas Purnawan Memacu Adrenalin M eski baru berjalan 5 bulan sebagai Head of Human Capital AXA Mandiri, namun ayah dari Shafira Aulia Andigastari (7 tahun), Fachry Dhiazafran (2,5 tahun), dan Shafina Zahra Maheswarie (2,5 bulan) ini tampak enjoy menikmati pekerjaan barunya. “Saya suka bekerja dengan ritme yang cepat, adrenalin saya terpacu dan naik. Apalagi manajemen juga men-support,” papar Andreas Purnawan, Head of Human Capital AXA Mandiri ketika disinggung suka dukanya bekerja di perusahaan asuransi tersebut. Menurutnya, sebagian besar pekerjaan yang ia lakukan harus dijalankan secara cepat dan tepat. Selain itu, pengambilan keputusan tidak boleh ditunda. “Ini yang menarik,” imbuh pria yang pernah menjabat sebagai Organi­ zation Development Head di PT Darya Varia Tbk. Apa sih yang menarik bekerja di perusahaan asuransi? “Yang jelas bisnis untuk asuransi sedang booming,” tandas pria yang juga menjabat sebagai Pjs Head of Bancassurance Academy AXA Mandiri. Jika dulu asuransi dianggap sebagai hal yang berkesan “membuang duit”, kini minat sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mulai tumbuh mengingat benefit yang akan diterima cukup menguntungkan. “Tingkat penetrasi pasar yang ada saat ini masih rendah. Jadi jangan heran jika sekarang semakin banyak perusahaan asuransi berkembang pesat,” tukas lulusan fakultas Psikologi Universitas Indonesia & MMUI ini bersemangat. Kompetisi yang tinggi di pasar nasional membuat AXA Mandiri memutuskan untuk “mencetak” sendiri Financial Advisor (FA) mereka. Melalui Bancassurance Academy AXA Mandiri, Andreas dan tim menggodok calon financial advisor yang nantinya diharap- kan bisa memberikan income yang tinggi untuk perusahaan. “Di bisnis bancas­ surance, kami bukanlah yang pertama, tapi akademi kami adalah yang pertama di Indonesia dan bahkan termasuk yang pertama di tingkat Asia. Di tempat ini, semua pelatihan yang ada terintegrasi. Kami berikan pelatihan-pelatihan untuk FA baru dan bagi FA yang telah lebih dari 12 bulan, kami sediakan career path agar mereka mendapatkan pilihan, apakah ingin tetap di bagian penjualan atau pindah ke manajemen,” papar Andreas. Berdiri sejak tahun 2003, Bancassurance Academy sudah berhasil mendidik ratusan calon financial advisor. “Tahun ini saja, kami sudah mencapai batch ke-100. Ini sebuah prestasi,” senyum Andreas. Baru-baru ini AXA Mandiri juga mendapatkan pengakuan dari Rekor Bisnis Indonesia sebagai “Perusahaan Asuransi pertama dengan lulusan intern terbanyak”. AXA Mandiri saat ini menduduki peringkat pertama perusahaan asuransi jiwa di jalur distribusi bancassur­ ance dengan total pangsa pasar sebesar 33% berdasarkan data premi pertanggungan baru tertimbang (Weighted New Business Premium) per akhir 2010 yang dikeluarkan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia. Pertumbuhan kinerja AXA Mandiri pada tahun lalu selain berkat dukungan nasabah yang telah memercayakan kebutuhan perlindungan dan perencanaan keuangannya kepada AXA Mandiri, juga ditopang oleh kekuatan sinergi dengan Bank Mandiri yang memiliki reputasi terpercaya dan jaringan luas dengan 1.300 cabang di 300 kota di seluruh Indonesia. Di sisi lain, pengalaman global AXA dalam menyediakan layanan dan produk-produk asuransi yang berkualitas sehingga AXA Mandiri dapat memenuhi kebutuhan perlindungan dan perencanaan keuangan nasabah. Bangga? “Tentu saja. Dan satu hal lagi yang saya suka bekerja di sini adalah tim yang solid dan rasa kekeluargaan yang sangat tinggi,” ujar pria yang hobi membaca buku dan kumpul bareng keluarga saat waktu senggangnya tiba. n Ratri Suyani Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 25 Periscope Public Speaking : Menjadi Pendengar yang Efektif Memahami dan Mengingat Informasi dalam Speech A spek pertama dalam listening to speeches adalah memberikan atensi terhadap speech dan aspek kedua adalah memahami dan mengingat apa yang dikatakan oleh speaker. Memahami (understanding) adalah kemampuan menangkap makna pesan yang disampaikan dengan akurat. Sedangkan mengingat (remembering) kemampuan menyimpan informasi yang didengar/dilihat di dalam memori dan mengingatnya. Memahami dan mengingat keduanya difasilitasi oleh perilaku mendengar aktif atau active listening. Active listening meliputi kemampuan mengidentifikasi susunan ide yang disampaikan oleh speaker, mengajukan pertanyaan, silently paraphrasing, memperhatikan isyarat nonverbal dan membuat catatan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai lima teknik active listening. 26 | Oleh : Ir. Zacky Yusuf, MM., MBA., MSi. (Bagian terakhir dari 2 tulisan) 1. Perhatikan bagaimana atau speaker’s menyusun idea yang disampaikan. Mengetahui dan menentukan bagaimana speaker menyusun ide yang disampaikan akan membantu dalam membangun kerangka untuk memahami dan mengingat informasi. Dalam pesan yang panjang, speaker yang efektif mampu merangkai seluruh informasi dalam rangkaian enak untuk diikuti. Rangkaian ini meliputi goal atau tujuan presentasi, poin utama yang membentuk goal dan detil untuk poin utama. Begitu speech berakhir, seorang listener yang efektif akan mampu merangkai kembali susunan speech, tujuan speech tersebut, poin utama yang dibahas dan mungkin beberapa detil penting. Sebagai contoh, sewaktu pertemuan antara orang tua murid dan guru di Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 sekolah, ibu Eni, memberikan presentasi singkat tentang bullying atau pelecehan oleh kakak kelas kepada adik kelasnya di sekolah. Tujuan (goal) ibu Eni adalah menjelaskan apa yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam mencegah perilaku ini. Dalam speechnya dia menguraikan dua ide pokok yaitu apa yang dapat dilakukan oleh guru dan apa yang harus dilakukan oleh siswa. Dia memberikan contoh memaparkan statistik dan beberapa rekomendasi guna mendukung kedua ide pokok yang ditawarkan. Ketika dia selesai bicara, audiens yang mendengar dengan cermat mampu mengingat apa yang dimaksud oleh ibu guru Eni dan langkah-langkah apa yang akan diambil oleh pihak sekolah dan siswa meskipun tidak semua detil dan statistik dapat diingatnya. Speaker yang efektif merangkai ide yang disampaikan sedemikian rupa sehingga mudah untuk diikuti, mudah untuk mengenali apa yang menjadi tujuan, poin utama dan detil yang mendukung. Tapi, tidak semua speaker melakukan hal tersebut. Akibatnya, kita sebagai pendengar harus benar-benar mencermati apa yang menjadi ide utama speech tersebut. Kita juga jadi suka bertanya-tanya : “Speaker ini, sebetulnya bicara tentang apa? ” atau “Apa yang ingin disampaikan oleh speaker kepada saya (goal)?”; kemudian kita juga bertanya “Apa saja poin-poin yang dibicarakan?” dan kemudian kita juga bertanya “Apa saja detil yang menjelaskan atau mendukung poin yang dibi- Periscope carakan ?” Kalau di ruang kuliah, kita dapat de­ ngan bebas bertanya kepada dosen yang memberi kuliah bila dirasa belum cukup jelas atau butuh informasi tambahan, tetapi di kesempatan yang lain kita belum tentu dapat sebebas itu. 2. Ajukan pertanyaan pada diri sen­ diri Bertanya pada diri sendiri membantu kita memahami apa yang menjadi aspek utama dalam sebuah speech. Bertanya pada diri sendiri juga membantu kita, apakah sudah cukup informasi yang dipresentasikan. Sebagai contoh, speaker mengatakan “ Renang adalah olahraga yang menggerakkan hampir semua otot” bagi seorang active listener biasanya dia akan spontan bertanya “bagaimana?” dan kemudian akan memberikan perhatian lebih pada material pendukung atau akan meminta penjelasan lebih lanjut bila speaker tidak menyediakannya. tidak mampu mengulang dengan katakata Anda sendiri mungkin itu disebabkan oleh pesan yang kurang jelas ketika disampaikan atau Anda kurang cermat dalam menyimak. 3. Ulangi / sebutkan lagi informasi kunci yang penting. Mengulangi lagi dalam hati (silent paraphrase) membantu pendengar untuk mengerti materi yang disampaikan. Paraphrase menyebutkan kembali apa yang dikatakan oleh speaker dalam kata-kata Anda sendiri dan itu bukan sekedar menghafal kata-kata yang diucapkan speaker. Setelah mendengar, Anda harus mampu meringkas, menyajikan inti sari pemahaman Anda. Jadi, misalnya, setelah speaker menjelaskan kriteria bagaimana menilai berlian, Anda mungkin berkata dalam hati“ … dengan kata lain, itu adalah trade-off – semakin besar berlian, kualitas semakin rendah”. Apabila anda gedung berbicara kepada calon penyewa bahwa pada setiap penyewa akan diberikan fasilitas parkir, tetapi suaranya mengindikasikan fasilitas parkir tersebut akan sulit diperoleh. 4. Perhatikan isyarat non verbal Anda dapat menginterpretasikan pe­ san dengan lebih akurat dengan cara mengamati perilaku nonverbal yang menyertai kata-kata. Jadi, bukan hanya topik saja yang harus dicermati, Anda juga ha­ rus memperhatikan tekanan suara (tone of voice), ekspresi wajah dan gerak tubuh si speaker. Contoh, seorang pengelola 5. Buat catatan Membuat catatan adalah teknik yang sangat bagus untuk meningkatkan daya ingat tentang apa yang anda dengar dari sebuah speech. Bukan hanya kita akan punya rujukan tertulis tetapi dengan membuat catatan Anda akan menjadi le­ bih aktif dalam proses menyimak (listen­ ing process). Singkatnya, kapan saja Anda mendengarkan speech, tak ada salahnya Anda membuat catatan. Bagaimana catatan yang baik? itu tergantung situasi. Untuk speech yang pendek, catatan yang baik berisi maksud atau tujuan, ringkasan poin – poin pen­ting. Untuk speech yang panjang dan banyak detil seperti catatan kuliah, catatan yang baik tidak sekedar mencatat goal dan poin – poin penting tetapi juga akan mencatat sub poin dan informasi detil ayng mendukung. Membuat outline juga merupakan strategi mencatat yang baik karena informasi yang diserap ditulis secara terstruktur sehingga memudahkan kita mengingatnya. Outline membantu kita membedakan antara poin utama, sub poin dan materi pendukung lainnya. Idealnya catatan yang berhasil anda buat serupa dengan outline yang dipakai speaker dalam presentasi. (gambar : dari buku the Challenge of Ef­ fective Speaking) Menganalisis Speech dengan Kritis Seorang speaker memberikan speechnya dengan tujuan supaya audiens mendengar (to lis­ ten), paham (understand), ingat (remember) dan setelah itu tergerak (motivate to act). Pada sisi audiens mendengar speech saja tidak cukup, audi­ ens juga masih harus melakukan sesuatu untuk paham dan ingat isi speech. Tapi bagi seorang pendengar yang baik masih ada lagi yang mesti dicermati. Tahap ketiga setelah memberikan atensi terha­ dap speech, memahami dan mengingat informasi dalam speech adalah melakukan analisis kritis terhadap speech, yaitu proses evaluasi apa yang telah kita de­ ngar untuk menentukan keutuhan (com­ pleteness), kegunaan (usefulness) dan dapat dipercaya (trustworthiness). Analisis kritis penting ketika speaker mengharapkan anda sebagai audiens percaya, mendukung atau bertindak atas apa yang diucapkannya. Apabila Anda tidak kritis Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 | 27 Periscope Ringkasan Perilaku Mendengar Memberikan atensi terhadap speech Memahami dan mengingat informasi dalam speech Menganalisis speech dengan kritis Perilaku Mendengar yang Efektif Perilaku mendengar yang TIDAK efektif Secara fisik dan mental focus pada apa yang diucapkan, meskipun informasi yang disampaikan janggal atau tidak relevan. Menyesuaikan perilaku mendengar dengan situasinya, perhatian lebih pada hal-hal yang penting. Menentukan bagaimana speaker mengorganisir bicaranya dengan mengidentifikasi mana goals, poin utama dan informasi pendukung Kelihatannya seperti mendengarkan tapi tatap­an / pandangan tidak focus dan pikiran melayang kemana-mana. Memberi perhatiannya yang sama baik itu materi penting atau tidak penting. Ajukan pertanyaan pada diri sendiri untuk membantu mengidentifikasi aspek kunci dalam speech. Jarang atau tidak pernah mempertimbangkan kembali apa yang didengar. Ulangi dalam hati untuk membulatkan pemahaman anda. Jarang atau tidak pernah mengulangi katakata yang diengar dalam hati. Cari makna dibalik yang terucap melalui isyarat nonverbal sang speaker. Mengabaikan isyarat nonverbal Buat catatan Melakukan penilaian terhadap kredibilitas, kualitas konten, kualitas struktur dan kualitas deliveri. Semata-mata mengandalkan memori belaka. Hanya memberikan reaksi terhadap speech. Menyimak pada potong informasi tanpa memperhatikan struktur. Sumber : Verdeber et. al. (2008), the Challenge of Public Speaking, Thomson Wadsworth Stephen E. Lucas (2009), the Art of Public Speaking, McGrawHill. terhadap apa yang Anda dengar, maka anda akan berisiko berhadapan dengan ide-ide yang bertentangan dengan nilainilai yang Anda anut. Setidaknya ada empat hal yang perlu Anda kritisi ketika menyimak sebuah speech yakni : 1. Kredibilitas speaker. Darimana speaker mendapat kehalian berkaitan dengan subyek yang dibicarakan? Apakah speaker tampak memang menguasai subyek? Apa yang membuat Anda percaya dengan apa yang dikatakan oleh speaker? Mengapa saya harus mempercayai dia (speaker)? 2. Kualitas konten Apakah speaker asal bicara atau subyek yang disampaikan dilengkapi dengan cukup informasi yang berkualitas yang menjamin pemahaman? Apakah speaker cukup menyediakan informasi dan detil yang mendukung apa yang dibicarakan- 28 | nya? Apakah speaker menyajikan fakta yang mendukung atau hanya sebatas opini? Apakah speaker menyebutkan darimana sumber informasi, detil, fakta yang dia pakai dalam presentasi? Apakah speaker membahasa dari kedua sisi pada isu-isu yang controversial? 3. Kualitas struktur Apakah anda dapat segera menangkap poin penting dalam speech? Apa poin utama speech tersebut? Apakah ide-ide dalam speech disampaikan secara terstruktur dengan baik? Apakah logikanya runtut dan mengalir dengan baik ? apakah ada ide penting yang terlewat atau hilang? Apakah speaker menggunakan bahasa yang jelas (clear), tegas (vivid), lugas (compelling) sehingga anda dapat memahami setiap poin? Apakah kesimpulannya masih selaras secara logika dengan ide utama? Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 4. Kualitas penyampaian atau delivery. Apakah speaker tulus (sincere), berpengetahuan (informed) dan dapat dipercaya (trustworthy) ? Apakah speaker menampilkan ekspresi wajah dan gestures yang pantas ? Apakah speaker menampilkan sikap yang percaya diri atau confidence ? Dengan melakukan analisis dengan kritis terhadap kredibilitas, kualitas kon­ ten, struktur dan delivery, pendengar yang efektif (effective listener) akan mempertimbangkan dengan matang apa yang dia dengar, pahami, percaya, dukung atau i­ngin bertindak atas apa yang dia pelajari dari sebuah speech. Tabel di atas menyimpulkan perilaku mendengar yang efektif dan tidak efektif sehubungan dengan memperhatikan apa yang dikatakan, memahami dan mengingat informasi dan menganalisis kritis sebuah speech. n Tips Ciri-ciri Karyawan yang Baik J ika Anda adalah seorang karyawan yang baru saja mulai karier dan bergabung dengan perusahaan, bekerja dan memperbaiki sifat-sifat Anda agar menjadi karyawan yang baik dapat membantu Anda mencapai keberhasilan. Mengetahui kualitas terbaik seorang karyawan, dapat membantu Anda menemukan pijakan kuat dalam bekerja di perusahaan dan meningkatkan kesempatan Anda untuk mendapatkan promosi dan mencapai kesuksesan. Menjadi karyawan yang baik memang tidak semudah membalikkan telapan tangan. Ada 10 ciri karyawan yang baik yang sebaiknya Anda ketahui untuk masa depan karir Anda bagus. Ciri-ciri ini juga bisa Anda gunakan jika Anda seorang pimpinan agar tidak salah memilih karyawan. Berikut 10 ciri karyawan yang baik: Komunikator Setiap pimpinan pasti menyukai karyawan yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan mengekspresikan diri secara jelas, baik secara tertulis maupun saat berbicara. Komunikasi yang tidak akurat atau tidak tepat antar karyawan dapat menyebabkan banyak masalah bagi perusahaan. Pekerja Keras Tidak mudah mendapatkan karyawan yang pekerja keras. Bisa saja seorang karyawan mengatakan dirinya bekerja keras, padahal sebenarnya mereka tidak selalu bekerja saat masih jam kantor. Karena itu, Anda perlu mengingatkan diri sendiri tentang pentingnya bekerja keras sebagai karyawan. Bekerja Secara Tim Setiap perusahaan perusahaan terdiri dari beberapa tim. Setiap perusahaan juga membutuhkan usaha tim dengan efektif. Karena itu, setiap tim diharapkan mapu bekerjasama dan solid. Karyawan yang mampu bekerja secara tim diibaratkan sebagai semut pekerja. Mampu Beradaptasi dan Mau Belajar Karyawan yang baik tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, bersedia mempelajari hal-hal baru dan melakukan yang terbaik dalam setiap perubahan serta cenderung menjadi pemain terbaik dalam organisasi apapun. Memotivasi Diri Sendiri Seorang karyawan yang baik tidak pernah ragu-ragu mengambil tanggung jawab atau posisi yang lebih tinggi. Dia juga siap untuk bekerja di luar tugasnya sehari-hari, yang berkaitan dengan pemecahan masalah perusahaan atau pencapaian tujuan perusahaan. Membantu Orang Lain Setiap karyawan akan menghargai uluran tangan karyawan lain jika ia sedang membutuhkan bantuan. Jangan ragu untuk membantu orang lain. Hal ini akan menjalin hubungan persahabatan dengan rekan kerja dan menjaga kantor berjalan lancar. Sikap karyawan yang helpful pada waktunya akan dihargai oleh pimpinan dan rekan kerja. Jujur Seorang karyawan yang baik adalah jujur terhadap pekerjaannya. Mereka cukup kritis dan bersedia menerima saran dan kritikan karena mereka menganggap bahwa hal itu sangat penting untuk menjadi pelajar yang baik. Sopan dan Beretika Menjadi ramah tidak akan merugikan Anda. Karyawan yang baik tentu akan menyambut rekan kerja mereka dengan sebuah sapaan hangat 'selamat pagi', mengatakan hal-hal sopan seperti 'terima kasih' dan 'Anda dipersilakan'. Hal tersebut mungkin tampak sepele, namun justru membuat karyawan lebih dihargai. Seorang karyawan yang baik juga mengikuti kebijakan perusahaan dan bisa mengilhami orang lain untuk melakukan hal yang sama. Ada aturan kerja yang dibuat dan harus diikuti. Ada sopan santun di setiap tempat yang harus dijaga. Disiplin dan Tepat Waktu Setiap bos menyukai karyawan yang disiplin dan tepat waktu. Waktu adalah uang. Datang terlambat ke kantor, mengambil jam istirahat untuk sesuatu yang tidak perlu, menundanunda pekerjaan dan meninggalkan kantor lebih awal dari jam kerja akan membuat perusahaan membuangbuang biaya mempekerjakan karyawan semacam itu. Atasan tidak akan pernah menghargai hal ini. Mencuri Poin dan Menghormati Privasi Salah satu praktik yang paling umum dilakukan di kantor adalah ‘mencuri poin’ karyawan lain agar ia terlihat sebagai karyawan teladan. Seorang karyawan yang baik tentu tidak akan melakukan atau membiarkan rekan kerja kehilangan poinnya. Orang harus selalu ingat bahwa dia datang ke kantor untuk bekerja dan menciptakan karir. Jangan menyebarkan gosip kantor atau rumor dan hormati privasi rekan kerja Anda. Karyawan yang baik akan menjaga dan melindungi hal yang bersifat rahasia perusahaan dan berkaitan dengan bisnis perusahaan. n Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 29 Column : Leadership Kepemimpinan : Arti, Ma D alam tulisan ke 1 sampai dengan 4, telah diuraikan secara cukup rinci mengenai Arti dan Makna Leadership atau Kepemimpinan. Tulisan ke 5 ini akan membahas beberapa contoh aplikasi kepemimpin­ an yang lemah, contoh kepemimpinan yang tidak ethical dan contoh yang tepat. Pertama, kita bahas kepemimpinan yang lemah dan tidak ethical. Bisa diamati beberapa kejadian di pemerintahan dimana banyak pejabat yang terlibat kasus suap, melakukan pembiaran atas kesalahan, penyalahgunaan kekuasaan, mendahulukan kepentingan dirinya atau menomor duakan kepen­ tingan masyarakat, dan masih banyak contoh lain. Para pemimpin yang seyogyanya dipilih kare­ na integritas yang tinggi, ternyata justru memiliki integritas jauh lebih buruk dari yang diharapkan. Pejabat yang melakukan tindakan korupsi, sangat jelas bahwa individu pejabat tersebut sangat lemah, atau intra-personal skill nya sangat rendah. Seperti yang diuraikan pada tulisan sebelumnya, bahwa intra-personal adalah merupakan fondasi utama kepemimpinan/leadership. Sedangkan inter-personal adalah merupakan kompetensi utama dalam leadership, yaitu kemampuan dalam memimpin atau memberi pengaruh kepada orang lain untuk melakukan tugas tertentu. Banyaknya pejabat/pemimpin yang bertindak menyimpang, merupakan fakta bahwa kemampuan untuk memilih pemimpin dinegara ini masih sangat buruk. Mengapa pejabat tersebut dapat lolos terpilih sebagai pemimpin? Hal yang lebih mengecewakan lagi ialah bahwa beberapa pemimpin yang terlibat dalam penyimpangan tersebut adalah pejabat polisi atau kejaksaan, di- 30 | Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 mana tanggung jawab utama nya adalah untuk menegakkan hukum dan membasmi penyimpang­an. Namun pada kenyataannya justru melakukan penyimpangan. Kondisi yang demikian, jelas akan membawa kerugian yang sangat besar bagi orang yang di­pimpinnya. Bila pemimpin tersebut adalah pemimpin negara, maka yang dirugikan secara langsung adalah seluruh masyarakat yang berada dalam wilayah kepemimpinannya, dan juga masyarakat lain yang terkena imbas secara tidak langsung. Kerugian lain yang lebih besar adalah tingkat produktifitas yang dihasilkan oleh lembaga atau masyarakat tersebut akan menjadi sangat rendah. Contoh lain bentuk kepemimpinan yang rendah akibat kompetensi intra-personal yang buruk ialah banyaknya penyalah gunaan kekuasaan. Kita bisa menemukan bentuk penyalah gunaan kekuasaan yang sangat nyata dan juga banyak yang tersembunyi. Hal ini adalah merupakan pelanggaran amanah (kepercayaan) yang diberikan. Penulis pernah bermain golf disalah satu kota, pada hari minggu. Pada saat tiba di lapangan golf, bersamaan ada satu mobil sedan yang dikawal dengan 1 mobil polisi warna putih berisi 2 orang polisi dan 4 motor Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto (Bagian terakhir dari 5 tulisan) rti, Makna dan Aplikasinya besar polisi yang dikendarai oleh polisi. ternyata iringan mobil polisi tersebut adalah untuk mengantar Kapolda wilayah tersebut bersama istrinya untuk bermain golf...! Ditinjau dari sudut management, tindakan Kapolda tersebut menunjukan kepemimpinannya yang tidak efektif. tentu saja sesuatu yang wajar bagi pak Kapolda untuk main golf di hari minggu. namun kepergiannya dengan menggunakan fasilitas negara yang berlebihan untuk mengantar bermain golf pada hari libur, adalah merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang yang diberikan. Dalam hal ini, terdapat kerugian finansial yang dikeluarkan negara, tapi bukan ini yang menjadi persoalan utama. tindakan Kapolda tersebut menunjukan bahwa beliau memiliki mental yang buruk, dimana lebih mementingkan keperluan pribadinya, dan menomorduakan kepentingan masyarakat. perilaku tersebut juga akan menjadi contoh yang buruk bagi polisi yang lebih junior atau calon pejabat mendatang. penulis merasa cukup sulit untuk saat ini bisa menemukan figur yang memiliki kompetensi leadership yang ethical dan kuat di indonesia, khususnya mencari pemimpin yang memiliki kompetensi intrapersonal yang baik. Sebagian besar pemimpin yang berkuasa saat ini dan juga pemimpin pada masa orde baru atau setelahnya, memiliki intrapersonal yang rendah atau bahkan cenderungburuk dan munafik. atau kalau bila ada yang memiliki intrapersonal yang baik, kemampuan interpersonalnya rendah. Dengan kualitas pemimpin yang rendah, maka hasil kerja keseluruhan juga akan menjadi rendah. Sikap, mental dan perilaku yang tidak ethical akan menghasilkan leadership yang tidak ethi­ cal. Beberapa contoh yaitu a.l: menyalahgunakan kekuasaan, tidak menjalankan amanah, melanggar norma dan etika kerja, mementingkan kepentingan individu, tidak accountable, menghalalkan cara yang tidak halal, dan sebagainya. perilaku yang negatif ini semua, bukan saja akan menghasilkan kinerja yang buruk, namun sekaligus akan membentuk budaya yang tidak ethical pada lingkungan kerja dan juga generasi yang lebih muda. namun, penulis dapat menyebutkan beberapa contoh pemimpin yang memiliki intrapersonal dan interpersonal yang baik, yaitu seperti: mantan gubernur DKi ali Sadikin, mantan Kapolri Jenderal Hoegeng, mantan pangab m. Jusuf dan ada beberapa lagi. Selain itu ada juga beberapa contoh pemimpin Bumn yang baik, meskipun tidak banyak jumlahnya yang bisa disebutkan. namun indonesia pernah memiliki cukup banyak pemimpin yang kuat dan membanggakan, yaitu pemimpin yang telah terukir sebagai pahlawan nasional. Bagaimana kita menilai kompetensi kepemimpinan/leadership seseorang..? Kita patut menilai dari sisi intrapersonal terlebih dahulu, yaitu beberapa aspek penting a.l: kejujuran, integritas, accountability, komitmen, sikap - mental, dan pengendalian emosi. Setelah itu kita nilai sisi interpersonal nya, yang ditinjau dari beberapa aspek penting a.l: kemampuan komunikasi yang menjual dan menginspirasi, rasa empathy yang tinggi terhadap lingkungan, kemampuan memotivasi, bertindak sebagai katalis,mengatasi konflik dan kemampuan melakukan perubahan. Seorang pemimpin yang baik harus mampu untuk senantiasa membentuk pemimpin-pemimpin baru yang kuat. Bila terdapat seorang pemimpin yang merasa terancam terhadap bawahannya, dan kemudian melakukan tindakan yang menghentikan kemajuan kompetensi bawahannya tersebut, maka leadership pemimpin tersebut rendah. Salah satu sikap mental yang dapat mempercepat perkembangan kepemimpinan seseorang ialah ‘kerendahan hati’. Seorang pemimpin yang rendah hati, akan memiliki peluang sukses yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pemimpin yang tinggi hati. pemimpin yang rendah hati, akan mampu mendengar lebih baik dan mampu mengevaluasi dirinya dengan lebih dalam yang kemudian mau melakukan koreksi terhadap kelemahannya. Sehingga pemimpin yang rendah hati akan lebih dihargai oleh bawahannya, dan akan mampu untuk memimpin dengan lebih efektif dibandingkan dengan pemimpin yang tinggi hati. n Brata Taruna Hardjosubroto adalah mantan Eksekutif iBm & indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader mKi Corporate university. Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 31 C ol u m n : S u c c e s s M o t i vat i on Manajemen P A pabila kita menyaksikan suatu pertan­ dingan sepakbola, terlihat dipinggir lapangan seorang pelatih sepakbola dengan tekun memperhatikan para pemainnya yang sedang bertanding, ada yang mencatat sendiri perkembangan kinerja pemainnya, ada juga yang dibantu asistennya. Ketika pertan­ dingan dimulai setiap pelatih akan memberikan daftar Line Up yang merupakan susunan para pemain timnya yang pertama kali diturunkan, dan tentunya sang pelatih mempunyai penilaian terha­ dap masing-masing pemainnya dengan standar kinerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tim lawan tandingnya. Namun selama berjalannya pertandingan dalam dua babak itu, tentu saja ada pemain yang kinerjanya tidak seperti diharapkan, diperlukan penggantian terhadap para pemain sehingga kinerja tim keseluruhan dapat mencapai 32 | Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 hasil yang maksimal. Salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai suatu target yang merupakan penjelmaan visi dan misi suatu organisasi adalah monitoring dan controlling, sehingga kinerja setiap individu dan tim dapat terus mengalami perbaikan secara terus menerus. Monitoring dilakukan dengan membandingkan antara pencapaian kinerja yang sedang berjalan dengan ukuran standar yang telah ditetapkan berupa KPI (Key Perfomance Indicator), yang selanjutnya diikuti dengan proses controlling yang akan menyusun langkah-langkah perbaikan untuk meningkatan kemampuan masing-masing anggota tim dan tim secara keseluruhan dalam menutupi gap yang masih terjadi. Cara untuk melakukan monitoring dengan efektif dalam suatu organisasi adalah dengan melakukan siklus review secara konsisten, mulai Oleh : Gani Gunawan Djong n Perubahan dari ativitas harian, mingguan, bulanan, triwulanan dari masing-masing divisi, bagian, tim, hingga masing-masing individu. Kegiatan review ini hanya dapat dilakukan apabila ada suatu sistem pelaporan yang tertulis serta adanya rapat rutin yang membahas perkembangan kinerja tersebut. Disinilah perlu kejelian dari para pemimpin unit kerja dalam melakukan tindakan perbaikan, karena mereka tidak hanya sekedar melakukan “pengecekan” terhadap kinerja anggota timnya, namun mereka juga harus mengenali kondisi anggota tim dan permasalahan yang timbul serta mengembangkan orang-orang yang dia pimpin. Kadang-kadang dibutuhkan suatu “kesabaran” dalam meningkatkan kinerja mereka. ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kinerja yakni melalui Coaching dan Mentoring , dan juga ada beberapa cara untuk memotivasi anggota tim untuk dapat mencapai potensi mereka dengan sepenuhnya seperti yang telah dibahas dalam artikel-artikel lainnya dalam buku ini. peranan KEpEmimpinan sangat dibutuhkan dari pada hanya sekedar keahlian manaJEmEn dalam menangani kinerja seseorang atau tim, jadilah seorang pEoplE DEVElopEr yang tidak hanya bekerja untuk mengembangkan orang lain, namun kita sendiri juga ikut bertumbuh dalam proses ini. proses review yang konsiten di atas, tentu saja diharapkan untuk meningkatkan kinerja tim beserta seluruh anggotanya untuk berkontribusi terhadap pencapaian obyektif tahunan organisasi. pada setiap tingkatan manajemen akan melakukan review terhadap tingkatan manajemen dibawahnya melalui review triwulanan khususnya di tingkat divisi dan korporat / organisasi yang akan dipergunakan sebagai masukan dalam siklus perencanaan tahunan yang bisa saja mengambil beberapa langkah perbaikan dengan melakukan perubahan-perubahan Kebijakan yang baru di tahun kerja berikutnya, sehingga tetap bisa bersaing di tengah pasar yang sangat kompetetif dan menjadi salah satu organisasi yang dinamis dalam menghadapi gelombang perubahan yang penuh tantangan ini. perubahan eksternal dalam pasar lingkungan bisnis suatu organisasi juga harus diantisipasi dengan melakukan pEnYESuaian dan pEruBaHan dalam lingkup internal organisasi, dan ini tentu tercermin dalam perencanaan Strategik yang dilakukan oleh tingkatan top manajemen, yang berkaitan dengan membangun kekuatan daya saing perusahaan terhadap pesaing. Dan Sumber Daya manusia merupakan faktor yang terpenting yang harus menjadi titik perhatian dalam proses Manajemen Perubahan disamping faktor-faktor lainnya. ada tiga faktor eksternal yang memberikan tekanan terhadap suatu organisasi yang dinamis yakni persaingan, lingkungan yang terus berubah dan inovasi yang harus ditanggapi oleh perubahan internal organisasi. Dari segi persaingan, maka ada beberapa hal yang kiranya harus menjadi perhatian suatu organasisasi yakni fokus kepada pelanggan, pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan produk-produk baru, dan memastikan suatu strategi dapat diterapkan menjadi tindakan. Sedangkan dari segi lingkungan yang terus berubah harus dapat diantisipasi melalui External Scanning yang dapat dilakukan oleh suatu divisi khusus yang memantau perkembangan diluar organisasi yang akan menjadi masukan berharga pada saat penyusunan perencanaan Strategik. Dan yang dari segi inovasi, yang bisa terjadi dalam inovasi produk, proses, dan it juga harus terus diantispasi dalam lingkungan internal melalui organisasi yang inovatif. mengelola orang-orang dalam organisasi yang dinamis dalam menghadapi perubahan ini yang sering dikenal sebagai Change Management atau manajemen perubahan adalah sesuatu yang harus menjadi tanggung jawab para pemimpin dari berbagai tingkatan manajemen disuatu organisasi dan hal ini harus terus menerus disampaikan kepada Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 33 C ol u m n : S u c c e s s M o t i vat i on semua jajaran dalam organisasi, hanya ada tiga cara yakni melalui komunikasi – komunikasi dan komunikasi untuk menyampaikan visi dan misi suatu orga­nisasi . Dalam pengalaman penulis yang bekerja di salah satu bank swasta nasional selama lebih dari 20 tahun dan telah mengalami perubahan kepemilikan dan manajemen, adalah sangat menarik untuk diikuti bagi sebagian karya­ wan namun juga menjadi tidak menarik bagi sebagian karyawan lainnya. Ada yang bisa mengikuti perubahan, namun ada juga yang akhirnya tidak dapat mengikuti arus perubahan. Salah satu sebab yang membuat berhasilnya suatu organisasi dalam melakukan transformasi adalah kemampuan para pemimpin di setiap tingkatan untuk memiliki kemampuan dalam mengkomunikasikan perubahan-perubahan yang akan terjadi dan apa yang diharapkan dengan adanya perubahan tersebut yang harusnya berdampak baik dalam jangka panjang baik bagi para individu maupun organisasi secara keseluruhan. Namun dalam prakteknya memang proses perubahan ini selalu akan melewati tahapantahapan yang tidak selalu menyenangkan bagi para pihak dan ini adalah suatu proses yang wajar. Pada awalnya perubahan yang terjadi seringkali akan membuat shock baik kepada para individu maupun tim di dalam suatu organisasi. Tidak jarang gelombang perubahan ini menyebabkan terjadinya kemarahan (anger) dan penolakan (re­ jection) yang tidak setuju dalam mengikuti irama perubahan itu. Dan disinilah para Manager Leader harus meningkatkan potensi kepemimpin­annya untuk mengambil keputusan sebagai seorang transformer yang akan menjadi agen perubahan bagi kesinambungan organisasinya di masa akan datang. Dan jika mereka berhasil melakukan proses perubahan ini dengan baik, maka yang selanjutnya terjadi adalah mulai adanya penerimaan atau pengakuan (acceptance) dan jika ditindak lanjuti dengan lebih bijaksana pada akhirnya malahan para individu ini akan membantu (help) dalam mewujudkan sinergi yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Hubungan antar manusia tentunya merupakan salah kunci keberhasilan dalam melakukan manajemen perubahan, dimana hal ini banyak melibatkan emosi seperti yang dijelaskan dalam ke lima tahapan emosi diatas. Untuk itu diperlukan kemampuan para pemimpin disetiap tingkatan manajemen dalam pengelolaan rekening bank emosi para individu yang sedang memasuki gelombang perubahan itu, sehingga tidak terjadi tahapan-tahapan yang bisa merugikan semua pihak karena yang terjadi justru emosi negatif seperti penyangkalan (denial), kemarahan (anger), penolakan (rejection), menjengkelkan (aggravation) dan menghalangi (hinder) dalam proses perubahan. Penting bagi para Pemimpin disetiap tingkatan untuk mengambil keputusan terlebih dahulu bahwa dia sendiri harus bisa menerima perubahan dalam organisasi sebelum dia menjadi agen perubahan di organisasinya. Pertanyaan paling penting dalam masa perubahan itu adalah apakah kita hanya akan menjadi penumpang, pengamat, pendayung atau nakhoda yang akan mengemudikan kapal kita ditengah Gelombang perubahan yang sedang dilalui ini. n “Bukan spesies terkuat yang selamat, bukan juga yang terpintar, tapi yang pa­ ling tanggap terhadap perubahan” – Charles Robert Darwin 34 | Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 Gani Gunawan Djong, Motivator dan Success Coach. Success Motivation Institute, Inc, Southeast Asia Regional Office. Email: [email protected], Mobile : + 62 815 8571 7594. Phone : + 6221 45 000 75 Website : www.success-motivation.com Resensi Buku 11 Spirits of A Champion – for Manager Leader From Concept To Reality Penulis : Gani Gunawan Djong P elola sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan suatu tantangan yang sangat menarik bagi para Manajer, Direktur dan tentu saja para Pemilik Bisnis dalam mencapai target-target bisnisnya. Namun demikian perkembangan yang sangat cepat dalam lingkungan bisnis saat ini ternyata tidak diimbangi dengan kecepatan dalam pengembangan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas di organisasi itu, sementara persaingan di lingkungan eksternal bisnis dari hari ke hari semakin tajam dan menuntut adanya penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan di lingkungan internal organisasi. Peranan seorang Manajer tidak hanya memastikan bahwa segi-segi teknis di dalam organisasinya telah berjalan baik dan benar, namun mereka sekarang juga dituntut untuk lebih berfokus kepada orang-orang yang dipimpinnya yang merupakan harta termahal di organisasinya. Mereka bukan hanya “mengelola” tapi “memimpin” atau sebagai Leader di organisasinya yang harus juga mampu untuk mengkomunikasikan VISI dan MISI organisasinya hingga ke tingkatan karyawan pelaksana sehingga tujuan organisasinya dapat dicapai. Metafora bagaimana memimpin suatu organisasi dengan “bagaimana suatu tim sepakbola dikelola? “ telah menarik perhatian penulis sejak lama. Adalah merupakan impian pemilik klub dimanapun di dunia untuk menjadi JUARA LIGA. Dengan kompetisi yang sarat jadwal pertandingan baik di liga lokal, regional dan internasio- nal, para pelatih dan manajer masing-masing klub bukan saja harus terus menerus mempertahankan namun juga harus meningkatkan kinerja klub yang diasuhnya. Dalam buku 11 SPIRITS OF A CHAMPION For Manager Leader – From Concept To Reality ini penulis memaparkan ada 11 semangat yang dapat dipelajari dari seorang pelatih klub sepakbola dalam membuat anak-anak asuh dalam timnya mencapai impian setiap pemilik klub yakni menjadi JUARA. Mulai dari langkah MEMBANGUN TIM IMPIAN hingga bagaimana m e re- ka mampu membangkitkan potensi seluruh anggota dan timnya untuk memiliki mental BERTANDING UNTUK MENANG. Melalui buku ini penulis ingin mengajak para Manajer atau calon Manajer yang membaca buku ini, bukan hanya mengenali akan ke 11 SEMANGAT dari seorang JUARA, namun juga bisa diterapkannya ketika mengelola dan memimpin anggota timnya untuk memiliki mental pemenang dalam mencapai tujuan organisasinya . Buku ini menyajikan panduan praktis bagi para Manager, Business Owner dan Leader yang ingin terus mengembangkan potensi kepemimpinannya, yakni dengan memaksimalkan potensi setiap orang yang dipimpinnya. Melalui metafora seorang pemimpin bisnis adalah seperti seorang pelatih (coach) sepakbola yang berhasil meramu potensi para pemainnya untuk dapat tampil maksimal ketika memasuki lapangan pada setiap pertandingan dengan sikap seorang pemain yang bertanding untuk menang, namun semuanya ini dimulai dengan keputusan yang meruapakan langkah seorang pelatih dan pemilik klub yang ingin membangun tim impiannya terlebih dahulu. Dalam mencapai ini semua, seorang pemimpin harus memulainya dengan memiliki VISI, MISI dan NILAI-NILAI terlebih dahulu yang memberikan arahan yang jelas bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi tersebut untuk mencapai Tujuan Organisasi, yang dilanjutkan dengan kemampuan para pemimpin itu untuk melakukan PEMBERDAYAAN kepada para anggotanya berdasarkan atas kemampuan mereka masing-masing, dan itu tentunya harus dimulai dengan sang pemimpin itu sendiri yang harus melakukan pembeerdayaan terlebih dahulu kepada dirinya sendiri. Para Manager dan Business Owner juga harus mulai lebih terfokus kepada aspek-aspek sosial atau hubungan antar manusia, selain memiliki perhatian terhadap aspek-aspek teknis dalam pengelolaan suatu organisasi, sehingga suatu organisasi tidak hanya dikelola dengan baik, namun juga dipimpin dengan baik. Inilah yang membedakan antara seorang Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 | 35 MANAGER dan seorang LEADER, dimana mereka bisa mencapai CORPORATE VISION melalui kontribusi setiap anggota tim yang memiliki arah yang lebih jelas dalam PERSONAL GOAL SETTING yang disusunnya. Diperlukan teknik-teknik untuk mengarahkan para anggota tim melalui COACHING dan MENTORING sehingga terjadi peningkatan kinerja pribadi dan juga tim secara keseluruhan, dan ini tentunya diperlukan seni yang harus dikembangkan terus menerus oleh para pemimpin dalam melakukan MOTIVASI yang selama ini hanya bersifat eksternal melalui REWARD dan PUNISHMENT, namun tidak kala penting juga harus dikembangkan motivasi yang sifatnya INTERNAL yang dikenal sebagai ATTITUDE / SELF MOTIVATION. Dan dalam prakteknya diperlukan suatu teknik yang selama ini banyak digunakan untuk membangun PENCAPAIAN seseorang melalui KEKUATAN VISUALISASI dan AFIRMASI, yang akan menggerakan seseorang untuk dapat mencapai impiannya. Dan akhirnya untuk dapat mencapai suatu KEMENANGAN sangat ditentukan antara STRATEGI DAN PERMAINAN DILAPANGAN, dan diperlukan penyesuaian-penyesuaian selama pertandingan berlangsung melalui MANAJEMEN PERUBAHAN yang akan menyesuaikan organisasi terhadap perkembangan faktor-faktor atau lingkungan diluar organisasi yang sangat dinamis, dan untuk itu para pemimpin harus terus memiliki Pengharapan Positif terhadap para anggota timnya sehingga mereka akan senantiasam BERTANDING UNTUK MENANG, hingga wasit membunyikan pluit tanda pertandingan berakhir. Akhirnya ini semua terserah anda para pembaca, apakah anda ingin hanya sekedar mendapatkan pengetahuan saja, atau anda mengambil keputusan untuk menerapkan ke 11 spirit yang telah penulis bagikan dalam buku ini, dan seperti yang dikatakan oleh Bapak Henry Ford dalam kutipan berikut dibawah ini, mari kita bisa menjadi seorang Pemimpin yang mandiri dan dapat diandalkan. “Bila uang adalah harapan anda untuk mandiri, Anda tidak akan mendapatkannya. Satu-satunya jaminan yang dapat diandalkan seseorang adalah PENGETAHUAN, PENGALAMAN dan KEMAMPUAN “ – Henry Ford n 36 | Tarif & Komposisi Iklan Mulai Berlaku 1 April 2011 Letak Halaman Warna/Full Color Hitam Putih/B&W Cover 2 (Kulit Muka Dalam) Rp. 11.000.000,- Cover 3 (Kulit Belakang Dalam) Rp. 10.000.000,- Cover 4 (Kulit Belakang Luar) Rp. 12.500.000,- Halaman 3 atau 5 Rp. 11.000.000,- Rp. 8.000.000,- Halaman Dalam (Inside Pages) Rp. 10.000.000,- Rp. 6.500.000,- Halaman Dalam Berhadapan (Facing Pages) Rp. 19.000.000,- Rp. 13.000.000,- Halaman Tengah (Center Spread) Rp. 21.000.000,- Rp. 15.000.000,- Halaman Advertorial Rp. 10.000.000,- Rp. 6.500.000,- 2/3 Halaman Rp. 7.500.000,- Rp. 5.000.000,- 1/2 Halaman Rp. 5.500.000,- Rp. 3.500.000,- 1/3 Halaman Rp. 4.000.000,- Rp. 2.500.000,- 1/6 Halaman Rp. 2.000.000,- Rp. 1.500.000,- Catatan : n Tarif belum termasuk PPn 10% n Tarif tidak termasuk biaya separasi warna maupun pembuatan design. Biaya produksi iklan Advertorial berwarna Rp. 1.000.000,- dan iklan Advertorial Hitam Putih Rp. 750.000,- per halaman, meliputi wawancara, penulisan artikel, pemotretan, perancangan layout serta separasi warna. UKURAN IKLAN DISPLAY 2 Halaman 390 mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 1 Halaman 180 mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 2/3 Halaman 188mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 1/2 Halaman 180 mm (lebar) x 133 mm (tinggi) 1/3 Halaman 56 mm (lebar) x 267 mm (tinggi) 1/6 Halaman 56 mm (lebar) x 133 mm (tinggi) Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 Form FORMULIR BERLANGGANAN Human Capital Journal bisa diperoleh dengan berlangganan. MOHON DIISI DENGAN HURUF CETAK Kepada Yth. Bagian Sirkulasi HUMAN CAPITAL JOURNAL Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950 Ya, kami ingin berlangganan HUMAN CAPITAL JOURNAL : Nama : Jabatan : Nama Perusahaan Alamat : Kota : Kode Pos : Nomor Telpon : Hand Phone : Facsimile : E-mail : Berlangganan mulai Edisi No :................. 3 bulan Rp. 75.000,- 6 bulan Rp. 150.000,- 1 tahun Rp. 300.000,- 2 tahun Rp. 550.000,- Jumlah ............... Eksemplar Total Biaya Rp. Beri tanda X pada kotak yang disediakan. Nilai yang ditransfer ditambah dengan ongkos kirim. Alamat pengiriman ( sama dengan alamat di atas) Nama : Alamat : Kota : Kode Pos : Pembayaran : Transfer ke Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Nama Jelas, tanda tangan n n Setelah formulir ini diisi, harap di Fax atau email balik beserta bukti pembayarannya ke : Bagian Sirkulasi dan Pemasaran HUMAN CAPITAL JOURNAL, Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443. Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id Harga langganan tidak termasuk ongkos kirim per eksemplar (Jakarta Rp. 6.000,- Luar Jakarta sesuai tarif yang berlaku di TIKI/JNE) Contoh : Ongkos kirim berlangganan untuk 3 bulan di Jakarta = 3 x Rp. 6.000,-/ekp = Rp. 18.000,- Jumlah yang ditransfer : Rp. 75.000 + Rp. 18.000 = Rp. 93.000,- Form Berlangganan Cetak.indd 2 12/7/2011 1:53:39 PM R. Chandra, Daisy M R. Chandra, Daisy M R. Chandra, Daisy M R. Chandra, Daisy M R. Chandra, R. Chandra R. Chandra R. Chandra R. Chandra R. Chandra HR Management Professional Certification - Jakarta HR Management Professional Certification - Bandung HR Management Professional Certification - Jogya HR Management Professional Certification - Bali Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi - Jakarta Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi - Jogyakarta Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi - Bandung Comprehensive Assessment Center Certification Strategic Competency Profiling Technical Comprehensive Library Development - Jakarta Technical Comprehensive Library Development - Jogya Training for the Trainers Comprehensive Training Management How To Design MT Program Implementasi Knowledge Management Career Development Management Compensation & Benefit Certification Competency Based Job Evaluation Finance for Non Finance Training Identification and Evaluation Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program Effective Supervisory Management Program Leadership Development Program Assessing Personality with MBTI Time Management 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Pendaftaran : Syahmuharnis Performance Management for Manager 3 6.000.000 4 2 2 2 2 25 - 26 25 - 26 26 - 27 19 - 20 24 - 25 Jan 23 - 25 8-9 22 - 23 1-2 20 - 21 7-9 14 -17 28 - 29 1-2 Feb 27 - 28 14 - 15 20 - 21 1-2 20 - 21 1-2 20 - 23 27 - 28 Mar 25 - 26 24 - 27 25 - 26 25 - 27 11 - 12 27 - 28 9 - 11 25 - 26 17 - 20 4-5 26 - 27 Apr 9 - 10 29 - 30 22 - 24 10 - 11 16 - 17 8-9 1-2 16 - 17 22 - 25 May 26 - 27 5-6 6-8 19 - 20 26 - 27 12 - 15 7-8 29 - 30 Jun 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected] 3.250.000 3.000.000 36180.000 3.250.000 2.750.000 2.750.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 3.500.000 3.000.000 2.750.000 3.250.000 2.750.000 5.500.000 3.500.000 3.500.000 2.780.000 7.500.000 7.000.000 6.000.000 6.000.000 2.750.000 3.000.000 2 2 2 Fee 3.000.000 Ms. Asri Novita / Purwanti / Poppy Tel. (021) Mira Widagdo, Anies Rachmawati Brata T. H Brata T. H Brata T. H Daisy M Zacky Yusuf Susi Muchtar Mahelan 3 2 Johnnie Susanto, Anies Rachmawati Mahelan 2 2 2 0 2 3 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 Days Lucky Esa Johnnie Susanto Anies Rachmawati Bayu Murti R. Chandra Syahmuharnis KPI with Balanced Scorecard (Corporate Perfomance Management System) Syahmuharnis Comprehensive Strategic Man Power Planning Facilitator 2 Trainng 1 No Agenda MKI Corporate University 2012 Agenda Penulis : Gani Gunawan Djong Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443 Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id