Human Capital Management

advertisement
HUMAN CAPITAL JOURNAL
m K i
C o r p o r a t E
Achieving Human Capital Excellence
u n i V E r S i t Y
n
no. 06/tahun i/Desember 2011 n rp. 30.000,-
Strength Based
Human Capital Management
Konsep manajemen SDM berbasis kompetensi menghasilkan
banyak pemborosan dalam pengembangan SDM. Penerapan
konsep manajemen SDM berbasis kekuatan menghasilkan
dampak yang jauh lebih baik. Kenapa?
Human
HR Value
Capital
Readiness
Proposition
Survey
KrisisTrend
Sumber
Kepemimpinan
Daya Manusia
Dunia
Change
Praktik
Coaching
Management
& Mentoring
ADVERTORIAL
Jesse M. Lapierre menyerahkan piagam Country Business Partner kepada
Syahmuharnis
Penandatanganan perjanjian Country
Business Partner antara Syahmuharnis
dan Gani Gunawan Djong, disaksikan
oleh Jesse M. Lapierre dan Teddy
Kharsadi.
Penunjukan MKI sebagai Country Business Partner SMI Inc.
B
ertempat di US Commercial Service, Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, Atase Perdagangan Kedutaan
Besar Amerika Serikat Jesse M. Lapierre atas nama Pemerintah Amerika Serikat telah menyerahkan Piagam Country
Business Partner dari Success Motivation International Incorpo­
rated (SMI Inc.) kepada PT Menara Kadin Indonesia (MKI Cor­
porate University) yang diwakili oleh Syahmuharnis, Direktur,
dan Teddy Kharsadi, Komisaris MKI. Acara yang berlangsung
Nopember 2011 ini sebelumnya ditandai dengan penandatanganan perjanjian antara Syahmuharnis dengan pihak SMI Inc.,
dalam hal ini diwakili oleh Gani Gunawan Tjong, Regional Busi­
ness Partner SMI Inc.
“Pemerintah AS sangat mendukung kerjasama antara perusahaan Amerika dan perusahaan dan pihak-pihak lain di Indonesia,” tukas Lapierre dalam sambutannya. SMI Inc. merupakan
perusahaan terkemuka di bidang pengembangan sumberdaya
manusia di dunia, dengan omset penjualan global mencapai
US$3 milyar. Perusahaan ini berkantor pusat di Texas dan didirikan oleh Paul J. Meyer tahun 1960, yang sering dianggap sebagai gurunya para guru manajemen di dunia, seperti Zig Ziglar,
Stephen Covey, John C. Maxwell, Rich deVos, Drayton McLane,
John E. Haggai, Ken Blancard, Toshio Sumino, dan banyak lagi.
Program SMI dikenal sangat unik karena mampu memberikan perubahan transformasional bagi setiap pesertanya karena
prinsip-prinsip pembelajarannya fokus kepada pengulangan
(space repetition), motivasi untuk bertindak (motivation for ac­
tion), dan hasil (result) yang nyata. Tagline yang diusung oleh
SMI Inc. adalah motivating people to achieve their full poten­
tial worldwide. Riset menunjukkan, kebanyakan manusia hanya
mampu mewujudkan 25%-30% dari kemampuan sebenarnya.
Program-program unggulan SMI Inc., antara lain, Dynamics
of Successful Management, The Art of Empowering People, The
Art of Creative Selling Program, Sales Manager’s Motivation Pro­
gram, Dynamics of Personal Management Program, Dynamics of
Personal Goal Setting – semuanya ditujukan untuk menciptakan
manajer dan eksekutif sukses di berbagai organisasi. Bersama
MKI, program-program tersebut dipastikan memberikan dampak
keberhasilan yang nyata bagi para supervisor, manager, dan eksekutif perusahaan di Indonesia.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program SMI Inc.,
silakan menghubungi Ms. Poppy, Ms. Asri, Ms. Febri, Ms.
Anti, Mr. Andedes Cipta di Telp. : (021) 5790 3840. Fax :
(021) 527 4443 Email : [email protected]
Foreword
Saatnya Memaksimalkan “Strength”
I
nilah enaknya menggeluti bidang manajemen sumberdaya manusia (SDM). Setiap saat selalu terjadi pengembangan sistem dan metodologi dalam manajemen SDM
sejalan dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan
(konwledge) tentang SDM. Sebagai makhluk hidup paling
hebat, manusia akan selalu menjadi subjek sekaligus objek
penelitian dan kajian ilmiah. Anehnya, makin banyak dipelajari dan diteliti – sehingga menghasilkan banyak teori dan
pendekatan baru – tetap saja pengetahuan tentang manusia
belum sepenuhnya diperoleh.
Pada gilirannya, ilmu manajemen SDM terus berkembang, sebagian besar melalui proses evolusi yang
berkelanjutan dan sebagian kecil lagi merupakan lompatan
pemikiran baru. Ketika semua organisasi di dunia mengalami euforia dengan konsep manajemen SDM berbasis
kompetensi (Competency Based HR Management/CBHRM),
maka pengujian terhadap validitas konsep ini terus berjalan
dengan berjalannya waktu. Kalau kemudian muncul banyak
keluhan terhadap implementasi CBHRM yang dinilai tidak
berkontribusi signifikan kepada kenaikan kinerja organisasi,
maka pencarian baru pada sebab-musabab kegagalan tersebut terus berlangsung. Mungkinkah ada kesalahan dalam
implementasi CBHRM atau memang konsep tersebut tidak
valid?
Munculnya istilah Strength Based Human Capital Man­
agement (SBHCM) tidak bisa dilihat hanya karena kegagalan
konsep CBHRM tersebut. Konsep SBHCM ini lahir dari proses evolusi di satu sisi, sekaligus lompatan pemikiran baru
di sisi lain. Dalam perspektif evolusi, SBHCM mendasarkan
konsepnya kepada ilmu pengetahuan tentang manusia dan
manajemen SDM. Bahwa setiap orang – diyakini menurut
berbagai disiplin ilmu, masyarakat maupun agama – memi-
liki potensi yang unik, yakni kekuatan-kekuatan yang
berguna dalam menjalani kehidupan, lengkap dengan
kelemahan-kelemahannya.
Kalau manusia fokus bekerja memanfaatkan kekuatan
tersebut, hasilnya akan jauh maksimal ketimbang fokus
pada memperbaiki kelemahannya. Kekuatan (potensi) bila
didayagunakan dan dikembangkan secara tepat akan membuat seseorang menjadi sangat kompeten dan berkinerja
tinggi.
Kendati, mungkin, dianggap sama dengan kompetensi,
pendayagunaan kekuatan dalam konsep manajemen SDM
berbasis kekuatan (SBHCM) akan menghasilkan sistem
dan praktik manajemen SDM yang cukup berbeda dengan
CBHRM. Hal ini membuat konsep SBHCM menjadi sangat
menarik dan menantang.
Human Capital Journal edisi Desember 2011 sengaja
mengangkat tema ini untuk menjadi bekal pemikiran bagi
seluruh praktisi manajemen menuju 2012 dan seterusnya.
Semoga rangkaian tulisan ini benar-benar mencerahkan bagi
kita semua.
Simak juga berbagai tulisan menarik dan berguna lainnya. Seperti kolom Leadership, Motivation, Periscope, dan
banyak lagi. Mulai edisi Agustus lalu, Human Capital
Journal sudah bisa dijumpai di gerai-gerai toko buku utama
di kota Jakarta. Kota-kota lain akan segera menyusul. Kalau
malas ke toko buku, Anda lebih baik berlangganan saja. Dipastikan Anda yang pertama mendapatkan jurnal bergengsi
ini.
Selamat Natal buat Anda yang merayakannya, sekaligus
juga Selamat Tahun Baru 2012. Semoga kita semua lebih
sukses lagi di tahun mendatang. n
Selamat membaca!
Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (MKI Corporate University)
Patrons : Anindya N. Bakrie, Teddy Kharsadi, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani. Chief Editor (Penanggung Jawab): Syahmuharnis.
Managing Editor : Rilzan Chandra. Executive Editor : Yurnas Rachman. Editorial & Business Dev. Executive : Ratri Suyani. Editorial Board :
Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Andedes Cipta, Shinta Febriska. Circulation & Advertisment : Asri Novita, Purwanti, Gama Horas, Peri Sonata.
Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan : Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia.
Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443. Email : [email protected], [email protected]. Website : www.pt-mki.co.id
Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
3
From Chief Editor
Human Capital Readiness
D
alam buku keempat tentang Balanced Scorecard, berjudul
Alignment, Prof. Robert Kaplan dan Dr. David Norton menggarisbawahi pentingnya penyalarasan strategi ke unit-unit
fungsional untuk keberhasilan organisasi; termasuk penyelarasan
strategi organisasi dengan manajemen sumberdaya manusia
(SDM). Sebelumnya, dalam buku ketiganya tentang Balanced
Scorecard, Kaplan dan Norton memaparkan konsep Peta Strategi
(Strategy Map) sebagai peta jalan organisasi dalam mengkonversikan aset tak berwujud (intangible asset) dan aset berwujud (tan­
gible asset) untuk menjadi hasil yang diinginkan.
Sebagai bentuk dari penyelarasan antara strategi bisnis de­
ngan manajemen SDM, Kaplan dan Norton memperkenalkan konsep Human Capital Readiness, yakni persentase jumlah SDM kunci
yang ada dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan.Yang dihitung sebagai Human Capital Readiness bukan seluruh karyawan
dalam sebuah organisasi, melainkan hanya karyawan-karyawan
sangat penting bagi keberhasilan
organisasi mewujudkan misi, visi,
dan tujuan organisasi. Semakin
tinggi Human Capital Readiness,
maka semakin baik manajemen
SDM perusahaan dan semakin
tinggi kinerja organisasi. Maka,
tugas organisasi dalam hal manajemen SDM, menurut kedua pakar
manajemen dunia tersebut, adalah mempertahankan dan meningkatkan Human Capital Readiness
tersebut.
Yang menarik terkait penentuan Human Capital Readiness
adalah pada cara menentukan siapa saja yang disebut dengan
karyawan kunci tersebut. Untuk bisa menentukan Human Capital
Readiness , maka organisasi pertama kali harus mengidentifikasi
dan menyusun terlebih dahulu kelompok jabatan strategis (Strate­
gic Job Family/SJF), yakni kelompok-kelompok jabatan yang menentukan hidup-matinya perusahaan sekaligus eksekutor strategi
organisasi.
SJF ditentukan berdasarkan rangkaian sasaran strategis (stra­
tegic objective) yang harus dilaksanakan organisasi dalam menciptakan nilai bagi pemangku kepentingan (stakeholder). Dari setiap
sasaran strategis yang ada pada Peta Strategi perusahaan (Pers­
pektif Internal Process dan Learning & Growth) diidentifikasi ke­
lompok jabatan yang paling sesuai untuk mengeksekusi satu atau
lebih sasaran strategis organisasi tersebut. Kalau organisasi tidak
atau belum memiliki Peta Strategi, maka paling tidak organisasi
harus memiliki sasaran strategis sebelum bisa mengidentifikasi
dan menentukan kelompok jabatan strategis organisasi tersebut.
4|
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
Konsep Human Capital Readiness memiliki pendekatan berbeda dalam menentukan fungsi jabatan dan profil kompetensinya.
Sebagai contoh, selama ini perusahaan berangkat dari struktur
organisasi generik, di mana ada fungsi penjualan dan pemasaran,
fungsi keuangan dan akuntansi, fungsi produksi dan operasi, fungsi
manajemen SDM, dan sebagainya. Namun, dalam konsep Human
Capital Readiness , organisasi harus terfokus kepada sejumlah ke­
lompok jabatan strategis saja. Berdasarkan riset di Harvard Business School dan Balanced Scorecard Collaborative, hanya terdapat
5 kelompok jabatan strategis yang menentukan 80% kesuksesan
perusahaan. Artinya, pencapaian sasaran organisasi ditentukan
oleh hanya 20% pegawai yang berada dalam kelompok jabatan
strategis. Riset ini menghasilkan kesimpulan mirip teori Pareto.
Konsep Human Capital Readiness lebih tajam dari konsep
Talent Pool. Dalam konsep Talent Pool, setiap karyawan potensial – tanpa memperhatikan unit tempatnya bekerja – dimasukkan sebagai Talent Pool. Sedangkan
dalam Human Capital Readiness,
yang diperhitungkan hanya karyawan
potensial dalam kelompok jabatan
strategis saja.
Berdasarkan pemikiran strategis
dalam organisasi, sejatinya tidak semua jabatan dan orang dalam orga­
nisasi bersifat strategis bagi keberhasilan organisasi. Misalnya, tidak
semua unit penjualan dan pemasaran
merupakan kelompok jabatan strategis dalam perusahaan. Secara logika
bisnis, hal ini tidak masuk akal. Bagaimana perusahaan bisa hidup tanpa kelompok jabatan ini? Tetapi, hal itu sangat mungkin. Banyak
anak perusahaan multinasional di Indonesia mendapatkan kontrak
penjualan justru melalui kesepakatan global dari perusahaan induknya di luar negeri dengan para pelanggannya. Sehingga, unit
penjualan dan pemasaran di anak perusahaan lokal, tinggal mengurusi administrasi dan eksekusi kontrak global semata.
Maka, setiap perusahaan harus sesegera mungkin menentukan kelompok jabatan strategis; lalu tentukan bagaimana profil
kompetensi setiap kelompok jabatan strategis tersebut (know­
ledge, skill & values). Selanjutnya, tentukan ratio Human Capital
Readiness yang diinginkan, dan laksanakan asesmen terhadap
orang-orang dalam kelompok jabatan strategis tersebut. Bila Hu­
man Capital Readiness masih rendah, bergegaslah untuk mengembangkan dan menambah orang-orang dengan profil kompetensi
yang sesuai. Di sisi lain, buatlah mereka untuk betah bekerja di
perusahaan Anda. n
Syahmuharnis
Contents
3
4
FOREWORD Saatnya Memaksimalkan “Strength”
FROM CHIEF EDITOR Human Capital Readiness
HC NEWS
6
8
The 4th Human Capital National Conference 2011
Indonesia HR Summit 2011
Photo Gallery
22
PROFILE
PM Susbandono
Berkarya dan Berarti
Bagi Orang Lain
Ardhi Lufti Siregar
Divisi HR Bukan Sekadar
Cost Center
Andreas Purnawan
Memacu Adrenalin
23
24
25
PERISCOPE
Public Speaking :
Menjadi Pendengar
yang Efektif
TIPS
Ciri Karyawan yang Baik
26
29
COLUMN LEADERSHIP (BAG. TERAKHIR)
Kepemimpinan :
Arti, Makna dan Aplikasinya
30
COLUMN SUCCESS MOTIVATION
32
Manajemen Perubahan
RESENSI BUKU
11 Spirits of A Champion –
COVER STORY
Saatnya “Strength Based Human Capital Management”?
9
for Manager Leader From Concept
To Reality
35
Penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia (SDM) berbasis kompetensi atau lebih populer dengan Competency Based Human Resources
Management (CBHRM) diakui banyak perusahaan kurang berkontribusi pada
pencapaian sasaran perusahaan. Munculnya konsep Strength Based Human
Capital Management (SBHCM) menjadi pilihan yang menarik.
11
Kolaborasi untuk Strength Based HC Management
15
Apa Kata Mereka tentang Strength Based HC Management 16
Krisis Sumber Daya Manusia
18
Abah Rama, Sang Pengembang Talent Mapping Tool
20
Pengembangan SDM Berbasis Kekuatan
HUMAN CAPITAL JOURNAL
Edisi 06 / Tahun I / Desember 2011
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
5
HC News
The 4th Human Capital
National Conference 2011
PPM Manajemen kembali
menggelar Human Capital
National Conference. The
4th Human Capital National
Conference 2011 diadakan
pada tanggal 29-30 November 2011 lalu bertempat di
Gedung Bina Manajemen
B. konferensi nasional yang
dibuka oleh Andi Ilham
Said Ph.D selaku Direktur
Utama PPM Manajemen ini
mengambil tema “Boosting Business Performance Through
Increasing Human Capital Value”, yang membahas tentang
peningkatan kinerja bisnis melalui peningkatan nilai SDM.
T
ema di atas diambil mengingat di
masa sekarang ini peranan SDM
terhadap efektivitas perusahaan
menjadi lebih penting. Anda
tentu pernah mendengar kalimat ‘Our
employee are our greatest assets and
the ability to attract and retain them is
the key driver of our future success’.
Kalimat tersebut merupakan kalimat
rutin bagi setiap perusahaan ketika
melaporkan “kesehatan” dan peluang
perusahaan di masa depan. Tapi bagi
banyak dari perusahaan-perusahaan,
6|
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
arti dan implikasi yang terbatas pada
kalimat itu.
Di masa lalu, tangible asset berkontribusi sangat signifikan ketika mengukur
kinerja perusahaan. Pasalnya, sekitar 75
- 90% dari ‘harga pasar’ perusahaan dapat diprediksi dengan mengukur ki­nerja
keuangan dari tangible asset. Tetapi
kini muncul pandangan baru bahwa
kontribusi terhadap kinerja perusahaan
cenderung bergeser ke intangible asset,
tidak lagi terfokus pada tangible asset.
Intangible asset diperhitungkan hamper
HC News
50% dari nilai pasar perusahaan. Ka­
rena pertumbuhan dan pengembangan
SDM sangat menentukan efektivitas
perusahaan, maka divisi SDM berkesempatan untuk memainkan peranan penting
dalam mengembangkan dan menerapkan
strategi perusahaan serta memiliki nilai
tambah buat perusahaan.
Tampil sebagai pembicara pada
acara yang dihadiri oleh sekitar 100
peserta ini adalah para pakar Human
Capital seperti Sanjay N. Bharwani
(Bank Mandiri), Edy Hidayat (Pelindo
III), Sigit Suryanto (Kompas Gramedia),
Ratna Maya Sari Soeharto (Makassar
Tenne), Teuku Zilmarham (PT Telkom),
dan Achmad Ardianto (PT Antam), serta
dua akademisi dari PPM Manajemen,
Octa Melia Jalal (PPM Center for HC De­
velopment) dan Nina Insania K Permana
(Direktur Pengembangan Eksekutif PPM
Manajemen). Sebagian besar pembicara
memfokuskan bahasan mereka pada
kekuatan SDM (strength based HR)
karyawan untuk mencapai kesuksesan
perusahaan. “Lebih baik fokus pada
kekuatan karyawan untuk mencapai
kesuksesan perusahaan, tidak perlu
pusing-pusing memilikirkan kelemahan.
Ini merupakan kunci utama,” papar
Teuku Zilmarham, Deputy SGM Human
Resources Center PT Telkom.
Senada dengan Telkom, Sanjay N.
Bharwani yang menjabat sebagai SVP
Human Capital Strategy & Policy Bank
Mandiri memaparkan bahwa strength
based menjadi focus utama di Bank
Mandiri. “Kami sudah menjalankan
strength based HR management sejak
tahun 2008 dan ini menunjukkan bahwa
strength based karyawan terbukti
mampu meningkatkan produktivitas perusahaan. Karyawan juga akan merasa
dihargai sehingga engagement karyawan akan meningkat,” papar Sanjay. n
Ratri Suyani
Program New Distance Learning PPM Manajemen
D
istance Learning atau pembelajaran jarak jauh
adalah salah satu metode belajar yang banyak
diminati para pembelajar saat ini. Keuntungan
dari metode belajar ini menurut Nugroho Widi, Manajer
PPM-Distance Learning adalah hemat waktu, karena para
peserta tidak perlu meninggalkan tempat mereka bekerja.
PPM Manajemen telah menggunakan metode belajar
ini sejak tahun 1979 dan saat ini telah menggunakan
inovasi yang disebut dengan New Distance Learning.
“Keunggulan New Distance Learning adalah dapat
menjangkau peserta yang ada di seluruh Indonesia,
hemat biaya dan hemat waktu, peserta tidak perlu datang
ke tempat pelatihan, dan pelatihan dipandu oleh para
professional trainer berkompeten di bidangnya,” papar
Nugroho. Selain itu, para peserta dapat berinteraksi langsung dengan professional trainer dari PPM Manajemen
–Distance Learning melalui chatting on-line dan off-line
serta tutorial (tatap muka) di kelas dan akan mendapatkan
sertifikat. n
Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
7
HC News
Indonesia HR Summit 2011
S
ukses dengan Indonesia HR Summit 2010
lalu, Indonesia HR
Summit 2011 kembali digelar. Kali ini mengambil tema
"Enhancing Organizational
Performance by Maximizing
National Capacities”. Acara
yang diadakan tanggal 27-28
September 2011 lalu diadakan di Nusa Dua, Bali.
Indonesia HR Summit 2011 menghadirkan para pembicara terkemuka dari
manca negara. Para Pembicara merupakan para pemimpin bisnis, para profesional di bidang HR dan strategi bisnis,serta
praktisi HR senior dari berbagai organisasi terkemuka di Indonesia. Beberapa
para pembicara di antaranya
adalah Dr. Ram Charan
(penulis buku Execution,
Pipeline Leadership, Leaders
at all Level, Know How,
What the CEO Want you to
Know, Every Business is a
Growth Business), Phillia Wibowo (Director PT. McKinsey Indonesia), Sylvano
Damanik (President Director Hay Group
Indonesia), Sutanto Hartono (President
Director Microsoft Indonesia), Irwan Rei
(Independent Member of Remuneration
& Nomination Committee - LPS),M, dan
Aditya Warman (Corporate Industrial
Relations Head PT. Astra). Selain itu,
hadir pula Jusuf Kalla, mantan Wakil
Presiden RI), Hasnul Suhaimi (President
Director PT. XL Axiata Tbk), Erry Riyana
Hardjapamekas (Chairman of Independent Team NationalBureaucracy Reform),
Betti S. Alisjahbana (CEO PT Quantum
Business International), dan Ltjen (purn)
Kiki Syahnakri (Head Commissioner PT.
Global Arrow).
Indonesia HR Summit 2011 diadakan
dengan tujuan untuk memberikan inspirasi bagi para
profesional bisnis dalam
meningkatkan kinerja di organisasi mereka, bagaimana cara untuk mencapai
kinerja yang optimal dengan
memaksimalkan kapasitas
nasional serta untuk mempersiapkan
para professional untuk bisa bersaing di
era global.
Para peserta yang hadir berkesempatan untuk bertanya dan berdiskusi
dengan para pembicara perihal permasalahan dan tantangan yang mereka
dapatkan di perusahaan mereka.
Acara yang disponsori oleh BPMIGAS, bermitra dengan PT PHE ONWJ,
BP Berau Ltd dan Intipesan tersebut
dihadiri oleh tak kurang dari 500 peserta
dari berbagai industri termasuk minyak
dan gas, pertambangan, perbankan,
keuangan, IT dan telekomunikasi, consumer goods, dan masih banyak lagi. n
Josef Bataona Resmi Sebagai Direktur Danamon
S
etelah 30 tahun lebih berkarya di perusahaan consumer goods terkemuka di Indonesia, Josef Bataona
akhirnya akan memulai karir barunya di Bank Danamon sebagai Direktur Bank Danamon setelah mendapat
persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa (RUPSLB) tanggal 27 Oktober 2011 lalu.
Masa jabatan Josef Bataona sebagai Direktur Danamon sendiri akan efektif sejak saat Bank Indonesia memberikan persetujuan terhadap pengangkatannya selaku
Direktur Perseroan yang baru sampai dengan ditutupnya
RUPST Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 2013 yang akan dilaksanakan paling
lambat pada Juni 2014.
Josef Bataona lahir di Flores tahun 1953, lulusan
Universitas Katolik Atma Jaya tahun 1979 Fakultas Ilmu
Sosial di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.
8|
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
memiliki pengalaman bekerja selama kurang lebih 31
tahun, dengan 10 tahun diantaranya menjabat sebagai HR
Director di PT Unilever Indonesia Tbk. Josef Bataona pernah dinobatkan sebagai “2009 Inspiring HR Person” oleh
Human Capital Magazine, Indonesia dan pada awal tahun
2008, pernah menerima penghargaan dari para praktisi HR
sebagai “HR Executive of the Year”.
Selain pendidikan formal, Josef Bataona mengikuti
beberapa workshop dan training antara lain Dave Ulrich
HR Strategy di Jakarta, Strategic HR Management di
Harvard Boston USA, Leadership Development Program
di San Diego USA, Coaching for Result di Creative Center
Leadership, Colorado USA, World at Work Conference
di Orlando, USA, dan World Class Human resources, di
INSEAD, Hongkong. n
Cover Story
Saatnya “Strength Based
Human Capital Management”?
Penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia (SDM)
berbasis kompetensi atau lebih populer dengan Competency
Based Human Resources Management (CBHRM) diakui ba­
nyak perusahaan kurang berkontribusi pada pencapaian sasaran perusahaan. Munculnya konsep Strength Based Human
Capital Management (SBHCM) menjadi pilihan yang menarik.
I
mplementasi CBHRM di Indonesia
telah menghabiskan dana trilyunan
rupiah, baik di BUMN, perusahaan
swasta maupun instansi pemerintah,
namun efektifitasnya makin banyak
dipertanyakan. Seorang pejabat BUMN
perusahaan telekomunikasi terkemuka
menyampaikan keluhan Direksinya yang
mengeluhkan kurang berdampaknya
implementasi CBHRM terhadap kinerja
perseroan. Padahal, perseroan termasuk
pionir dalam implementasi CBHRM di
Indonesia beberapa tahun yang lalu. Se-
mua sistem manajemen SDM kemudian
mengadopsi konsep CBHRM.
Keluhan semacam ini makin sering
bergaung di dunia bisnis dalam bebera­
pa tahun terakhir ini. Hasil riset global
Hewitt Associate tahun 2005, bahkan telah memaparkan ketidakpuasan mayoritas perusahaan global terhadap CBHRM.
“Sebanyak 75% perusahaan besar yang
mengadopsi konsep kompetensi gagal
mewujudkan sasaran perusahaan,” demikian bunyi kesimpulan riset tersebut.
Belakangan muncul konsep Talent
Management sebagai solusi dalam
manajemen SDM. Sebenarnya Talent
Management tidak berbeda dengan
CBHRM karena masih memakai konsep kompetensi. Hanya namanya saja
yang berbeda. Talent diartikan sebagai
karyawan potensial, namun dalam
praktiknya, bukan potensi yang menjadi
dasar seseorang disebut talent melain­
kan level kompetensi yang bersangkutan
terhadap apa level yang dipersyaratkan.
Tentu saja ada perbedaan signifikan
antara potensi dan kompetensi. Potensi
lebih mengarah kepada bakat/minat dari
setiap orang, di mana diyakini setiap
orang dianugerahi bakat/minat yang besifat unik – tidak sama, dengan segala
kekurangan dan kelebihannya. Bakat/
minat yang dikenali, dikembangkan,
dan didayagukan akan menghasilkan
kekuatan (strength). Inilah modal terbaik
bagi setiap orang untuk bersaing dalam
pentas kehidupan, apapun bidang dan
profesinya.
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
9
Cover Story
Di sisi lain, kompetensi berfokus kepada perbaikan kemampuan seseorang
pada bahagian mana yang bersangkutan
masih lemah. Dasarnya adalah gap
kompetensi. Dari hasil riset dalam kurun
waktu yang panjang, pakar kepemimpinan John C. Maxwell menyimpulkan,
peningkatan kemampuan seseorang
pada setiap area tertentu maksimal 2
skala saja (dari skala 1-10).
Kalau kita berfokus pada area
kemampuan yang lemah, maka bisa
dibayangkan sejauh mana perbaikan kemampuan yang bisa dicapai. Anda tidak
bisa mengharapkan orang tersebut akan
mencapai tingkatan excellence pada
area kompetensi yang pada dasarnya
lemah. Sebaliknya akan sangat mudah
mendapatkan kemampuan excellence bilamana kemampuan itu adalah kekuatan
utama dari orang tersebut.
Definisi kompetensi hingga kini
masih terus menjadi perdebatan di
antara pakar manajemen, meskipun
secara sederhana dibagi menjadi 2 jenis,
yakni Hard Competency (kompetensi
teknis) dan Soft Competency (kompetensi perilaku). Spencer dan Spencer,
dalam bukunya Competence at Work
(1993), menyebut kompetensi adalah
underlying characteristic, bukan lagi
kemampuan seperti keyakinan pada era
sebelumnya. Definisi ini menambah kebingungan tentang makna kompetensi.
Berdasarkan definisi tersebut, Skill (ke­
terampilan), Konwledge (pengetahuan)
dan kadang-kadang Attitude (sikap)
dimasukkan sebagai Hard Competency,
sedangkan Trait (bakat), Motive (motivasi), dan kadang-kadang Attitude (sikap)
dimasukkan sebagai Soft Competency.
Konsep kompetensi diperkenalkan
pertama kali oleh ahli psikologi David
McClelland tahun 1973 dalam sebuah
paparan seminar dari Asosiasi Psikologi
Amerika Serikat. Gerakan ini menyebar
ke seluruh dunia dan memainkan peran
penting dalam perekrutan, pengelolaan,
dan pengembangan SDM. Sebelumnya,
seseorang dipilih berdasarkan nilai
akademis dan hasil test IQ.
Ada keanehan ketika konsep kom-
10 |
petensi ini diadopsi oleh banyak organi­
sasi. Keanehan tersebut terkait dengan
pengalaman penerapan konsep ini pada
militer Inggris dan AS, yang merupakan
pionir untuk melakukan eksperimen
penerapan kompetensi pada akhir 1950an (baca Gallup Management Journal,
3 Desember 2001). Militer mencoba
mendefinisikan perilaku dari staf terbaik,
mengukur setiap orang berdasarkan
perilaku tersebut, dan melatih setiap
perilaku di mana seseorang tidak bisa
menunjukkannya secara alamiah. Seluruh proses manajemen SDM (HR Cycle)
menggunakan pendekatan saintifik ini.
Empat puluh tahun kemudian, sete­
lah berbagai upaya perbaikan, militer
memutuskan menghentikan pendekatan
“Orang Besar” ini untuk pengembangan
kepemimpinan. Alasannya sederhana, it
didn’t work.
Anehnya, konsep yang oleh para
perintisnya ini dianggap gagal, malah
diadopsi oleh banyak organisasi di dunia
secara masif. Kolaborasi antara perusahaan konsultan dengan ahli psikologi
dan SDM tentang kehebatan konsep
kompetensi agaknya begitu meyakinkan.
Toh, dari sisi ilmiah, riset-riset terkait
terus bermunculan, dan umumnya kembali mempertanyakan efektifitas konsep
kompetensi tersebut. Salah satunya adalah riset Angela Stoof, Rob L. Martens,
Jeroen J.G. van Merriënboern, dan Theo
J. Bastiaens dari Open University of the
Netherlands berjudul “The Boundary
Approach of Competence”.
“Terlepas dari pentingnya konsep
kompetensi, oleh karena tidak adanya
kerangka teoritis ilmiah tentang kompetensi, maka konsekuensinya tidak
ada definisi tentang kompetensi,” tulis
mereka dalam kesimpulan riset. Kalau
kompetensi tidak bisa didefinisikan, sulit
untuk mengharapkan hasil dari penggunaan konsep ini.
Kenyataannya, penerapan konsep
kompetensi lebih banyak menguntungkan karyawan ketimbang perusahaan
atau organisasi itu sendiri. Konsep ini
memungkinkan lahirnya multi-tasking
talent, tetapi muncul pertanyaan:
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
Apakah perusahaan membutuhkan orang
yang multi-talent atau excellence talent?
Berapa besar manfaat yang diperoleh
dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan? Banyak sekali manajer
dan eksekutif yang telah mendapatkan
pengembangan kompetensi kemudian
justru menjadi beban perusahaan karena
mereka ke luar dengan memanfaatkan
berbagai kompetensi tersebut. Padahal,
kalau dihitung, kontribusi yang bersangkutan terhadap pencapaian sasaran
organisasi, masih belum ada atau biasabiasa saja.
Selain tidak adanya konsep teoritis
tentang kompetensi, kemampuan implementasi juga memperburuk manfaat dari
CBHRM. Penyusunan profil kompetensi
organisasi yang cenderung generik untuk
setiap perusahaan, termasuk di industri
yang sama, merupakan sebuah kesalah­
an besar. Ketiadaan hubungan strategi
organisasi dengan kompetensi orangorang di dalamnya akan menghasilkan
kegagalan dalam eksekusi strategi.
Dalam bukunya From Partners to Play­
ers, Prof. Dave Ulrich dan Dick Beatty,
menegaskan perlunya pilihan strategi
organisasi diselaraskan dengan kemampuan orang-orang di dalamnya. Mereka
menyebutnya dengan istilah Strategic
Choice & People Fit. Keahlian, pola pikir,
dan perilaku SDM harus disesuaikan
dengan strategi organisasi.
Gallup Organization merupakan
pionir dalam mengembangkan konsep strength setelah melakukan riset
terhadap 198.000 karyawan dari 36
perusahaan. Gallup mengelompokkan
34 bakat manusia untuk bisa meraih
keunggulan, yang disebut dengan tema
kekuatan (strength theme). Ke-34 tema
kekuatan tersebut dibagi ke dalam 4
kelompok: Striving (daya juang), Thinking
(daya berpikir), Relating (daya relasi),
dan Impacting (daya mempengaruhi).
Dengan mengkombinasikan 34 tema
kekuatan tersebut, bisa dibayangkan
betapa beragamnya manusia di dunia –
tidak ada yang persis sama satu sama
lain. Untuk bisa mengetahui kekuatan
setiap orang, Gallup memiliki alat bantu
Cover Story
asesmen yang diberi nama Gallup’
Strength Finder.
Standard Chartered Bank (SCB)
merupakan salah satu perusahaan multinasional yang mengadopsi pendekatan
Strength dalam mengelola SDM (SBHCM). Seluruh karyawan SCB di dunia,
termasuk di Indonesia, telah mengetahui
kekuatan dan kelemahan (potensi) diri
mereka. Selain SCB Indonesia, Bank Permata yang sebagian sahamnya dimiliki
SCB juga telah menerapkan konsep ini.
Lantas, seberapa dahsyat pengaruhnya?
“Perusahaan yang karyawannya
mempunyai kesempatan untuk memberdayakan kekuatannya akan bisa
menekan turnover sampai 50%, mening­
katkan produktifitas 38%, dan mampu
memba­ngun team kerja dengan 44%
lebih efektif untuk memuaskan pelanggan,” tegas hasil riset Gallup. Sebuah
peningkatan kinerja yang sangat luar
biasa, ditambah dengan tingkat stress
karyawan yang lebih rendah. Kalau
karyawan bisa bekerja sesuai bakat/minatnya, biaya pengembangannya tentu
lebih rendah, kualitas kerjasama dalam
team kerja lebih tinggi, dan tingkat
stress lebih rendah.
Kunci utama dalam menerapkan
konsep Strength tentu saja adalah
dukungan dari Chief Executive Officer
(CEO) dan jajaran pimpinan organi­
sasi yang memiliki visi jauh ke depan.
Sebab, seperti ditegaskan oleh guru
manajemen Peter Drucker, “Competitive
companies get their strength together
and make their weaknesses irrelevant”,
maka pemimpin memainkan peran yang
sangat besar untuk membangun team
dan perusahaan unggulan. “The key task
of leadership is to create an alignment
of strengths so that weaknesses become
irrelevant,” tukasnya.
Kunci sukses berikutnya adalah bagaimana metode untuk memungkinkan
setiap orang mengetahui di mana bakat
dan minatnya. PT Menara Kadin Indonesia (MKI), sebagai perusahaan konsultansi manajemen, telah menggandeng
LeadPro untuk mendayagunakan Talents
Mapping Tool untuk mengetahui potensi
setiap orang dengan mudah dan cepat.
Cukup mengisi formulir isian tertentu,
dengan cepat tool akan mengolah informasi tersebut menjadi informasi potensi
setiap orang. Peta potensi seseorang
tersebut dihubungkan dengan kekuat­
an utama yang dibutuhkan jabatan/
posisinya, maka hasilnya akan sangat
menarik: seberapa cocok orang tersebut
dengan jabatannya; atau jabatan/bidang
apa yang paling cocok orang tersebut.
Informasi ini tentu sangat berharga bagi
perusahaan maupun karyawan.
Jika Anda ragu dengan hasil asesmen berupa isian, maka untuk mengetahui potensi diri masing-masing, MKI juga
bisa melakukan asesmen potensi menggunakan teknik sidik jari dengan nama
MyDNA – hasilnya dianggap paling
akurat hingga saat ini di Amerika Serikat.
Kedua metode ini kalau digabungkan,
hasilnya akan sangat luar biasa.
Jalan untuk menerapkan SBHCM
secara total di Indonesia masih butuh
waktu. Tetapi, introduksi dan adopsi
secara terbatas bisa menjadi ladang pe­
ngujian terhadap konsep ini. Pernyataan
cerdas dari Thomas Edison, si penemu
lampu listrik dan pemilik 10.000 paten,
berikut ini perlu untuk kita renungkan:
“If we did all the things we are capable
of doing, we would literally astonish
ourselves. Your potential is a picture of
you can become. Too often we see what
is, not what could be.”
Tugas manajemen/pemimpin adalah,
menciptakan team yang tangguh dengan
merekrut orang dengan potensi yang
beragam, namun sangat penting untuk
keberhasilan team dan organisasi.
Sebuah keahlian yang sangat unik dan
berdayaguna tinggi. n
Pengembangan SDM
Berbasis Kekuatan
Strength-Based Human Resource Development
Oleh: Sulaiman Kurdi
A
capkali kita mendengar bagaimana kata perbaikan dan pengembangan dimaknai dan dipakai secara salah, bahkan pada konteks tertentu
keduanya sering dipersepsikan sama,
mungkin hanya lingkup dan besarannya
yang membedakan. Pengembangan memang mempunyai cakupan lebih luas dari
perbaikan. Namun jika kita mau mencermati secara lebih seksama, sebenarnya
ada hal pokok yang membedakan dua
kata Perbaikan dengan Pengembangan
khususnya dalam konteks Sumber Daya
Manusia (SDM). Marilah kita telaah
kedua kata tersebut sebelum lebih lanjut
membicarakan tentang Pengembangan
SDM.
Perbaikan (curative), cenderung berfokus pada suatu kerusakan, kesalahan
atau ketidaksesuaian yang menjadikan
kesenjangan (gap) yang harus diperbaiki
sampai memenuhi suatu persyaratan
atau norma tertentu agar tidak menimbulkan masalah. Perbaikan bersandar
pada konsep penyembuhan (healing),
yang lebih mengetengahkan upaya yang
berakar dari permasalahan. Sebagai contoh, jika kita diminta untuk melakukan
suatu tindak perbaikan maka perhatian
kita tentu akan terfokus pada ada atau
tidaknya permasalahan (kesenjangan terhadap persyaratan/ norma yang berlaku),
kemudian dilanjutkan dengan analisis
akar permasalahan untuk mengenali
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
11
Cover Story
kekurangan atau kesalahan yang perlu
diperbaiki.
Tindak perbaikan mempunyai batas
yaitu sampai memenuhi persyaratan/
norma yang berlaku. Dengan demikian
jika sudah mencapai dan memenuhi
persyaratan atau norma tersebut maka
tindakan perbaikan tersebut bisa dianggap selesai, alias tidak berkelanjutan.
Selanjutnya perhatian kita berpindah
pada permasalahan lain yang masin
perlu penanggulangan. Dalam konteks
Pembinaan SDM, konsep di atas menjelaskan bahwa area seseorang untuk
berkembang semata-mata didasarkan
hanya pada area kelemahannya, yaitu
area yang harus diperbaiki (ditanggulangi)
Pengembangan di sisi lain, lebih
mengetengahkan konsep peningkatan
(improvement). Artinya pengembangan
dilakukan pada sesuatu yang sudah
baik (tidak bermasalah), karena pada
dasarnya pengembangan dilakukan
hanya atas sesuatu yang memang
patut dikembangkan agar menghasilkan
sesuatu yang lebih baik lagi menuju
kesempurnaan. Dengan demikian konsep
pengembangan justru berfokus pada keunggulan dan bukan pada permasalahan.
Pengembangan memang bersandar pada
upaya penajaman/ pengasahaan atas
suatu keunggulan yang patut diasah agar
mempunyai kinerja lebih baik lagi.
Tindakan pengembangan relatif tidak
mempunyai batas (unlimited), tergantung imajinasi yang mengilhami visi
pengembangan itu sendiri. Karenanya
pengembangan adalah proses peningkatan secara berkelanjutan (continuous
improvement). Dalam konteks pembinaan
SDM, konsep ini menjelaskan bahwa
area pengembangan seseorang adalah
justru didasarkan pada area kekuatannya
yang bersifat tak terbatas tergantung dimana dan bagaimana kekuatan tersebut
diberdayakan.
Kembali pada Sumber Daya Manusia, kedua konsep di atas melahirkan
program pembinaan yang sangat jauh
berbeda. Manajemen organisasi/ perusahaan perlu memahaminya agar mampu
12 |
menyelenggarakan pengelolaan SDM
yang efektif dan efisien untuk mengakumulasi keuntungan perusahaan. Pada
hemat saya, dalam konteks pembinaan
SDM, konsep pengembangan secara
umum cenderung lebih efektif ketimbang konsep perbaikan, walaupun pada
kasus-kasus tertentu konsep perbaikan
memang masih diperlukan. Dr. Martin
Seligman, President of American of
Psychological Association, pada pidatonya di tahun 1999 menyatakan ”The
most important thing we learned was
that psychology was half-baked, literally
half-baked!” selanjutnya ia mengatakan
“We’ve baked the part about mental
illness, about repair damage. The other
side’s unbaked, the side of strength,
the side of what we’re good at”. Jika
kita melihat manusia hanya dari satu
sisi yang perlu diperbaiki (mental ill­
ness), maka sesungguhnya penanganan
seorang manusia baru setengahnya (halfbaked). Beliau ingin mengatakan bahwa
sesungguhnya ada sisi lain yang belum
tertangani (unbaked). Sisi lain itu adalah
sisi kekuatan yaitu sisi dimana keunggulan seseorang berada. Dengan demikian
pembinaan manusia seutuhnya memang
tidak hanya bisa berhenti pada satu sisi
perbaikan tapi juga harus disertai de­
ngan pengembangan sisi kekuatannya.
Manusia sesungguhnya adalah
makhluk yang mulia diantara semua
makhluk ciptaan Allah. Berdasarkan
hal tersebut, saya yakin bahwa sesungguhnya tidak ada hal yang perlu diperbaiki dari diri seorang manusia kecuali
memang ia sakit, rohani atau jasmani.
Alih-alih dalam diri setiap manusia
sesungguhnya terkandung suatu keunggulan (kekuatan) yang unik, yang siap
digali dan ditemukan untuk kemudian
diberdayakan dan dimanfaatkan dalam
membangun kinerja unggulnya. Dalam
bukunya Now, Discover Your Strengths,
Marcus Buckingham dan Donald O. Clinton menggambarkan penjelasan di atas
dengan mengatakan ”every person is ca­
pable of doing something better than the
next ten thousand people” Itulah konsep
Pengembangan SDM Berbasis Kekua-
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
tan (Strength-Based Human Resource
Development).
Sadar atau tidak, selama ini kita
lebih sering menggunakan kosa kata
what’s wrong? alih-alih what’s right?
dalam berbagai topik pembicaraan. Kosa
kata yang kedua bahkan terasa kurang
populer di telinga kita, karena memang
jarang sekali kita gunakan. Ketika
kita mengucapkan kosa kata pertama
sesungguhnya perhatian kita lebih
terfokus pada pencarian masalah; ada
masalah apa? apa permasalahannya?
dan seterusnya. Sementara penggunaan
kosa kata yang kedua lebih terfokus
pada kekuatan; apa yang hebat dari kita?
apa yang terbaik bisa kita lakukan? dan
seterusnya. Sesungguhnya yang perlu
kita ketahui dan menjadi fokus perhatian
memang justru keunggulan-keunggulan
kita yang bisa diasah dan dikembangkan.
Sementara, biarlah kita hidup berdam­
pingan dengan kelemahan-kelemahan
kita, karena dengan berfokus pada
kekuatan dan memberdayakannya secara
maksimal membuat kelemahan kita tidak
lagi berarti. Ibarat sebilah pisau, maka
tindakan yang paling efektif dan efisien
untuk meningkatkan daya-gunanya adalah justru mengasah sisi yang tajam dan
bukan sisi punggung pisau.
”It has been my observation that
people can increase their ability in an
area by only 2 points on the scale of 1
to 10”, melalui obervasinya itu John C.
Maxwell menyatakan bahwa sesungguhnya maksimum peningkatan kemampuan
seseorang pada setiap area tertentu
hanya 2 skala saja. Seseorang tidak akan
mendapatkan hasil yang maksimal jika ia
mengembangkan kemampuannya (ability)
pada area dimana secara alami ada pada
skala rendah (punggung pisau), misalnya
skala 4, karena setinggi-tingginya skala
kemampuan ia bisa capai hanya sampai
skala 6 (biasa-biasa saja). Sebaliknya
jika kemampuan alaminya pada area
tersebut menunjukan skala 8 (sisi tajam
pisau), maka kemungkinan melalui kerja
keras ia akan bisa meningkatkannya
sampai mencapai skala 9 atau bahkan
10, mencapai kemampuan tertinggi.
Cover Story
Marcus Buckingham dalam bukunya
Go Put Your Strengths To Work menyatakan “What has become evident in
virtually field of human endeavor is that
failure and success are not opposites,
they are merely different, and so they
must be studied separatly”. Melalui
pernyataan tersebut ia ingin mengatakan bahwa sesungguhnya belajar dari
kesalahan adalah paradigma yang salah,
yang selama ini kita percaya bahkan
sebagai satu-satunya cara untuk meningkatkan kemampuan kita. Untuk tahu
sukses, kita tidak perlu mempelajarinya
dari suatu kesalahan (failure). Orang
sering mempelajari penyakit untuk tahu
tentang apa itu kesehat­
an, demikian pula para
manajer mempelajari
kelemahan karyawan
untuk menjadikannya
(memperbaiki) menjadi
berhasil. Kalau kita terpaksa perlu belajar dari
kesalahan, itu sematamata untuk mengetahui
apa yang tidak seharusnya dilakukan agar tidak
diulangi. Akan tetapi
jika kita ingin tahu
bagaimana keberhasilan
itu, maka kita harus
belajar dari cerita dibalik
kesuksesan itu sendiri.
Kita hanya akan tahu sedikit tentang
kesuksesan jika kita mempelajarinya dari
kegagalan. Kecelakaan instalasi nuklir di
Chernobyl, hanya mengisyaratkan tentang sesuatu kesalahan yang seharusnya
tidak kita lakukan, alih-alih kita seharusnya mempelajari kerapihan pengelolaan
instalasi nuklir di Rocky Flat, Colorado
jika kita ingin mengetahui keberhasilan
sebuah instalasi nuklir.
Pembinaan kinerja manusia hendaknya memang dimulai dengan
mengenal dan menggali kekuatan unik
darinya. Sebaliknya jika itu dimulai dari
mencari dan mengenali sisi kelemahan
(konsep perbaikan) maka kemungkinan
akan membuahkan hasil yang kurang
maksimal bahkan bisa jadi akan berakhir
dengan frustrasi baik disisi yang dibina
maupun pembina.
Berbagai program pendidikan dan
pelatihan (dik-lat) di berbagai perusahaan yang saya sering temui biasanya
dirancang hanya berdasarkan pada
competency gap analysis. Artinya
perhatian mereka hanya terfokus pada
kesenjangan pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang harus “ditutup”, sebagai
kekurangan yang harus diperbaiki melalui program dik-lat. Berbagai metoda as­
sessment dan pengukuran yang selama
ini dilakukan hanya untuk mencari dan
mengukur kesenjangan (gap) tersebut.
Mengapa demikian? Ini semua terjadi
karena cara pandang (paradigm) yang
keliru atas kinerja unggul seorang manusia selama ini. Kinerja unggul seorang
manusia bukan hanya ditentukan oleh
keterampilan, pengetahuan dan sikap
yang bisa ditanggulangi oleh suatu
program dik-lat (Competency-Based HR
Development), tapi merupakan ramuan
(ingredient) dari keterampilan (skill),
pengetahuan (knowledge) dan bakat
(talents), yang diberdayakan berdasarkan
area keunggulannya (Strength-Based HR
Development).
Bakat yang merupakan bagian dari
ramuan kinerja unggul tersebut adalah
bagian penting yang selama ini sering kita abaikan keberadaannya dalam
program pembinaan SDM. Bakat adalah
dasar (traits) pola pikir, perasaan dan
prilaku yang berulang secara alami dari
seseorang. Bakat yang bersifat permanen dan unik itu mempengaruhi minat
seseorang pada suatu jenis pekerjaan/
aktifitas tertentu. Bakat adalah potensi
kekuatan seseorang, demikian kata
Kristine Allaman dan Margaret Tindal
dari hasil kajiannya.
Peter Senge, pengarang buku best
seller The Fifth Dicipline, mengatakan
”Sebagian besar organisasi meyakini
bahwa manusia akan bekerja lebih baik
hanya jika berada di bawah pengawasan
penuh, padahal sesungguhnya manusia
akan bekerja lebih baik jika ia berkesesuaian dan menyenangi
apa yang dikerjakannya”. Melalui minat
yang besar timbullah
gairah bagi seseorang
untuk mengembangkan
dirinya secara maksimal bersamaan dengan
peningkatan keterampilan
dan pengetahuannya atas
suatu bidang pekerjaan
tertentu. Penugasan bagi
seseorang atas pekerjaan
yang sesuai dengan bakat
yang dimilikinya akan
menghasilkan kinerja
yang lebih maksimal.
Kesesuaian bakat dengan
aktifitas yang menjadi bagian dari pekerjaannya membuat seseorang mempunyai
keterikatan batin (highly engaged) pada
pekerjaannya.
Penggalian dan pengenalan bakat
adalah langkah awal penting dari suatu
rangkaian program Pengembangan
SDM. Di sisi individual, melalui penggalian kekuatan diri (pengenalan bakat),
seseorang akan mampu mengembangkan kemampuannya secara mandiri.
Dengan mengenali bawahan secara
pribadi (bakat dan kekuatannya), atasan
akan mampu melakukan pembinaan dan
penugasan secara tepat dan efektif. Sementara di sisi organisasi, melalui peta
bakat, manajemen akan lebih efektif
mengelola suksesi, perencanaan dan
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
13
Cover Story
pemgembangan kualitas karyawan.
Adalah Gallup’s Organization melalui
program riset yang melibatkan ratusan
perusahaan dan ribuan responden
menyimpulkan bahwa ada 34 bakat
yang disebutnya sebagai tema kekuatan
(strength theme) yang ada dalam setiap
diri manusia dalam menuju kinerja unggulnya. Mereka mengurutkan ke 34 bakat
tersebut untuk masing-masing individu
dalam urutan mulai dari yang paling
dominan sampai yang kurang dominan.
Kemudian mereka mengelompokkan ke
34 bakat terebut kedalam 4 kelompok
yaitu STRIVING (daya upaya), THINKING
(daya pemikiran), RELATING (kemampuan
hubungan), IMPACTING (kemampuan
mempengaruhi).
Lalu dengan me­
ngenali bakat adakah
itu cukup? Tentu saja
tidak! Karena yang
terpenting dalam
pengembangan potensi
diri adalah bagaimana
seseorang mampu
memberdayakan bakat
yang berpotensi menjadi kekuatan itu benarbenar menjadi kekuatan
yang sesungguhnya.
Bakat adalah anugerah yang Mahakuasa
kepada setiap orang (tanpa kecuali),
sementara sukses adalah suatu pilihan, artinya tergantung kepada pribadi
masing-masing orang. Bakat adalah
modal seseorang yang memungkinkan ia
melaju lebih awal dari orang lain dalam
jalur sukses di bidangnya. Namun bakat
tanpa disertai upaya dan kerja keras
dalam memberdayakannya maka ia tidak
akan membuahkan apa-apa. Ada berapa
banyak kita lihat orang-orang yang
berbakat dan seharusnya bisa mencapai
sukses besar tapi ternyata ia hanya bisa
menjadi orang biasa-biasa saja.
Kekuatan (strength) yang merupakan
hasil transformasi Bakat, biasanya ditandai oleh aktivitas yang selalu bisa kita
kerjakan mendekati kesempurnaan, aktivitas yang mampu membuat kita asyik
menikmatinya tenggelam di dalamnya,
dan aktivitas yang membuat kita merasa
kuat (mampu) dan bersemangat dalam
mengerjakannya. Dalam bukunya Marcus
Buckimham menawarkan 6 langkah
latihan (exercise) untuk memberdayakan
bakat kita menjadi kekuatan. Sementara
John C. Maxwell dalam bukunya ”Talent
Is Never Enough” menyarankan 13 pilihan kunci untuk mengembangkan bakat
seseorang.
Kita sering mendengar orang me­
ngatakan Sumber Daya Manusia adalah
aset paling berharga (greatest asset)
bagi organisasi, sesungguhnya kekuatan
(strengths) yang dimiliki SDM itulah aset
paling berharga. Melalui pengenalan dan
pemberdayaan kekuatan individu dan
hubungan dengan pelanggan.
Gelombang perubahan paradigma
tentang Pengembangan SDM Berbasis
Kekuatan diseluruh dunia saat ini bergulir dengan cepat dan semakin membesar.
Peter Drucker mengatakan “competitive
companies get their strength together
and make their weaknesses irrelevant”.
Sementara Jim Collin dalam bukunya
“Good to Great”, mengarah pada kesimpulan yang sama yaitu perusahaan hebat
(great) berfokus hanya pada beberapa
hal terbaik (best in the world) yang
memang mereka bisa lakukan.
Perusahaan-perusahaan kelas dunia
dewasa ini, berlomba-lomba mempelajari dan menerapkan konsep ini karena
mereka telah mulai menyadari keuntungan dan
manfaatnya. Perusahaanperusahaan hebat
seperti Intel, Yahoo, Well
Fargo sampai Toyota
mengharuskan semua
managernya mengukur
dan mengenali bakatnya.
Bahkan manajemen
Toyota mulai mengharuskan semua manajer untuk mengikuti pelatihan
tiga hari (Great Manager
Training Program) tentang strategi untuk
mengenali kekuatan bawahannya.
Dalam bukunya The Human Sigma,
John H. Fleming melaporkan hasil
risetnya atas 89 perusahaan di Amerika,
laporan itu menunjukkan banyaknya
orang yang punya keterikatan batin
(engaged) dengan perkerjaannya akan
memacu laju pertumbuhan pendapatan
(earnings per share) perusahaan 2,6 kali
lebih besar dari laju pertumbuhan pada
perusahaan yang karyawannya tidak
engaged. Employee engagement hanya
bisa dibangun jika perusahaan mampu
mengenali dan memberdayakan kekuatan karyawannya pada pekerjaan yang
bisa memberikan rasa nyaman dan hebat
bagi yang melakukannya.
Sering kita dengar keluhan para
manajer di banyak perusahaan tentang
kinerja perusahaan yang mengalami
“Organisasi atau perusahaan harus
membangun strategi pengembangan SDM dan
lingkungan yang kondusif untuk menyemai
bakat masing-masing karyawannya menjadi
akumulasi kekuatan perusahaan untuk
mencapai sukses”
14 |
kelompok kerja, organisasi akan menarik
banyak manfaat sebagaimana yang bisa
dijelaskan berikut:
> Pekerjaan menjadi jauh lebih cepat
selesai karena karyawan yang ditugaskan berdasarkan kekuatan akan
lebih cepat menguasai pekerjaannya
dan lebih cepat beradaptasi diberbagai
penugasan baru,
> Produktifitas dan mutu hasil proses
pekerjaan menjadi jauh lebih mening­
kat karena karyawan yang dipekerjakan berdasarkan kekuatan akan
merasa nyaman melakukan pekerjaan
mereka.
> Employee turnover rate menjadi
bisa ditekan karena karyawan yang
dipekerjakan berdasarkan kekuatan,
akan mampu bertahan lebih lama,
lebih sedikit membuat kesalahan dan
pada akhirnya lebih mampu menjalin
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
Cover Story
penurunan sebagai akibat dari banyaknya karyawan kurang kompeten
didalam perusahaan mereka. “Kita
kekurangan orang-orang yang berbakat”
keluhnya. Seharusnya mereka paham
bahwa bakat itu adalah anugerah Tuhan
yang diberikan pada setiap orang, jadi
sebenarnya mereka sudah memiliki
karyawan yang berbakat pada bidangnya
masing-masing. Masalahnya saat ini
mereka belum cukup mampu menggali,
mengenali dan kemudian memberdayakannya menjadi kekuatan untuk membangun kinerja unggul.
Adalah tugas manajemen organisasi/
perusahaan untuk memberikan ruang
(kesempatan) bagi setiap orang di dalamnya untuk berkembang sesuai dengan
bakatnya. Organisasi atau perusahaan
harus membangun strategi pengembangan SDM dan lingkungan yang kondusif
untuk menyemai bakat masing-masing
karyawannya menjadi akumulasi kekuatan perusahaan untuk mencapai sukses.
Laporan riset Gallup Organization, yang
mengkaji 198.000 karyawan dari 36
perusahaan, menyimpulkan bahwa perusahaan yang karyawannya mempunyai
kesempatan (diberi kesempatan) untuk
memberdayakan kekuatannya akan lebih
bisa menekan turnover sampai 50%,
38% lebih produktif, 44 % lebih bisa
bekerja secara tim-kerja dalam pemuasan pelanggan.
Bagaimana dengan perusahaan kita?
Adakah kita sudah mulai mengikuti jejak
perusahaan kelas dunia itu dengan mulai
berfokus pada pemberdayaan kekuatan
karyawan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan menjadi perusahaan hebat?
Ini semua masih merupakan pemahaman
awal dari seluruh rangkaian Program
Pengembangan SDM Berbasis Kekuatan. Sebagaimana penjelasan diatas,
pengenalan Bakat saja memang belum
cukup, karena strategi selanjutnya
adalah bagaimana mentransformasikan
bakat-bakat tersebut menjadi kekuatan
melalui program pembinaan yang efektif
dan menyertakan keterlibatan semua
pihak dalam manajemen organisasi.
Melalui tulisan ini saya mengajak semua
pihak untuk mulai merubah paradigma
pembinaan SDM dengan lebih berfokus pada keunggulan yang kita miliki.
Hanya dengan cara inilah kita tidak akan
kehilangan atau mensia-siakan aset
organisasi yang berharga yaitu ”orangorang berbakat” yang telah kita miliki
saat ini. n
Sulaiman Kurdi adalah Kepala Biro
SDM BPPT/Penanggung Jawab majalah
SDM Jendela.
Kolaborasi Untuk Strength Based HC Management
K
onsep manajemen sumberdaya manusia berbasis kekuatan
(Strength Based Human Capital Management/SBHCM) diyakini akan memberikan hasil lebih maksimal bagi kinerja korporasi,
unit kerja, dan individu bila diterapkan secara utuh. Berdasarkan
keyakinan tersebut, PT Menara Kadin Indonesia (MKI Corporate
University) bersepakat dengan LeadPro untuk mengembangkan
dan memasarkan konsep SBHCM di Indonesia.
LeadPro telah mengembangkan Talent Mapping Tool khas
Indonesia berdasarkan riset terhadap puluhan ribu pegawai di
berbagai perusahaan/organisasi di Indonesia, sedangkan MKI
memiliki kompetensi, SDM, reputasi, dan jaringan dalam menyusun dan mengimplementasikan konsep SBHCM. Pendek
kata, ungkap pendiri LeadPro Rama Royani, dengan
kerjasama ini, terbuka banyak peluang pasar dan
inovasi baru yang sangat membantu peningkatan
kinerja organisasi, unit kerja, dan individu.
Upaya kerjasama ini, bagi MKI – menurut Direktur MKI Syahmuharnis – tidak bisa dilepaskan dari
strategi MKI untuk mengembangkan solusi sistem
manajemen yang berdampak signifikan bagi pe­
ningkatan kinerja organisasi. “Dengan kerjasama ini,
MKI juga akan menjalankan program training, konsultansi, dan asesmen berbasis SBHCM,” tukasnya.
Team MKI dan LeadPro berfoto bersama setelah pe­
nandatanganan kerjasama antara kedua belah pihak.
Syahmuharnis bersalaman dengan Endro Prasetyo Aji,
Managing Director LeadPro, disaksikan Rama Royani
dan seluruh Team MKI.
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
15
Cover Story
Apa Kata Mereka?
Sanjay N.Bharwani
SVP HR Strategy & Policy Bank
Mandiri
K
alau bicara strength based
(kekuatan seseorang), dan
orang tersebut bisa mengetahui kekuatannya ada dimana dan
dia bisa dibantu untuk menerapkan
kekuatan itu dalam pekerjaannya
sehari-hari, maka dia akan merasa
dihargai. Menariknya, kalau bicara
engagement, itu artinya kita tidak
bicara rasional, tapi justru bicara
emosional karena yang kita target adalah hati seseorang, bukan
pikiran dia, karena pada dasarnya
kita adalah makhluk Tuhan. Kalau
perusahaan memiliki effort untuk
mengetahui kekuatan saya ada dimana dan kesempatan itu diberikan
kepada saya, maka saya memberikan yang terbaik untuk perusahaan
tersebut. Karena belum tentu setiap
perusahaan akan melakukan hal itu.
Untuk mengetahui kekuatan
tersebut, maka biasanya Bank
Mandiri akan menggunakan tool
yang sama melalui asesmen. Kami
menggunakan 32 kekuatan untuk
mengukur kekuatan karyawan den-
16 |
gan urutan yang berbeda-beda. Tidak
ada dua orang yang punya profil yang
sama. Yang pasti, strength based digunakan bukan untuk proses selection atau
rekrutmen, tapi hanya untuk mengukur
kekuatan seseorang untuk mengoptimalisasikan kekuatannya dalam pekerjaan
sehari-hari.
Bicara strength based dan compe­
tency based, sebenarnya sama saja dalam pencapaian sebuah pekerjaan. Yang
membedakan, keduanya akan mencari
cara sendiri dalam menyelesaikan
pekerjaan. Kalau competency based,
poin yang harus bisa dilakukan sudah
jelas yaitu A, B, C, dan D. Sedangkan
strength based, maka cara karyawan
dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan kekuatan yang ia miliki. Keduanya sama-sama untuk menyelesaikan
sebuah pekerjaan.
Menurut saya, jika perusahaan tidak
menggunakan strength based, maka
perusahaan tersebut akan menjadi
medioker saja, apalagi jika perusahaan
tersebut adalah perusahaan perbankan.
Memang menggunakan competency
based lebih gampang untuk diterapkan
dan sistemnya sangat jelas. Jadi kalau
men-drive satu inisiatif, end­to­end-nya
lebih mudah. Tapi kalau bicara strength
based, perlu leadership yang strong
agar bisa melakukan coaching untuk
karyawannya. Jika leadership-nya tidak
kuat, maka hasilnya tidak akan terlihat
nyata dan signifikan. Namun jika menggunakan strength based dan leadershipnya strong, kelebihannya, perusahaan
tidak akan menjadi medioker, tapi justru
akan meningkat terutama dalam hal
pendapatannya.
Di Bank Mandiri sendiri sekarang
lebih banyak menggunakan strength
based dan kami telah melakukannya
sejak tahun 2008. Hasilnya terlihat jelas
terutama untuk peningkatan leader­
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011
ship. Kalau seseorang membutuhkan
technical skill untuk mencapai tujuan
misalnya, dan dia perlu pelatihan A, B,
C, dan D, maka mandatori akan kami
berikan agar technical skill-nya makin
meningkat. Bahkan meskipun technical
skill-nya sudah lebih bagus, kami akan
tetap lakukan pelatihan karena konsistensi itu perlu. Jangan sampai strength
seseorang akan berkurang atau hilang.
Prosesnya, kami hanya melakukan untuk
level-level tertentu saja mengingat biayanya yang tidak sedikit. Kami lakukan
untuk level managerial ke atas. Selain
biayanya yang mahal, prosesnya pun
agak sulit. Kesulitannya adalah kemampuan coaching dari alignment itu.
Andreas Purnawan
Head of Human Capital & Head of Ban­
cassurance Academy AXA Mandiri
B
icara tentang strength based HR
management menurut saya hal ini
merupakan pendekatan yang lebih
dekat kepada teori psikologi humanistik, yang berfokus pada sisi positif dan
potensi yang dimiliki manusia dsalam
konteks pengembangannya. Dalam
konteks karyawan di perusahaan, hal
Cover Story
ini tentunya baik untuk memberikan kesempatan kepada karyawan agar dapat
mengembangkan diri sesuai dengan
keunggulan yang dimilikinya di dalam
organisasi tersebut.
Ini jelas berbeda dengan competency
based. Menurut saya, membandingkan
dua pendekatan ini lebih mudah dengan
melihat pada fokus masing-masing.
Competency based fokus pada hal-hal
yang harus ditingkatkan (melalui pelatihan dan pengembangan) supaya karyawan bisa bekerja efektif di posisinya.
Sedangkan strength based berfokus
pada area-area yang menjadi keunggulan karyawan yang dapat dimanfaatkan
untuk bekerja efektif di posisi yang sesuai dengannya. Selain itu, competency
based lebih menempatkan knowledge­
skills­attitude sebagai 'template wajib'
yang harus dikuasai karyawan yang
bekerja pada posisi tertentu dan yang
menjadi dasar bagi setiap program
pengembangan yang akan diberikan.
Sedangkan strength based justru melihat knowledge­skills­attitude tersebut
sebagai dasar analisa untuk menempatkannya pada posisi yang sesuai dengan
keunggulannya tersebut.
Plusnya, pendekatan ini lebih “manusiawi”, menempatkan dan mengembangkan karyawan dalam posisi yang
sesuai dengan potensi dan keunggulan
yang dimilikinya. Sementara minusnya,
dalam organisasi yang kompleks dan
berorientasi pada profit, belum tentu
cukup tersedia kesempatan yang sesuai
dengan aspirasi karyawan yang bersangkutan.
Jika bicara tantangan dalam implementasi strength based, tentunya kita
perlu pegangan yang lebih kuat secara
empiris untuk memastikan bahwa kita
tidak salah menempatkan karyawan
pada posisi yang kita nilai sesuai
dengan keunggulannya, agar tidak ada
kerugian di pihak perusahaan. Karena
faktor keberhasilan karyawan tersbut
juga dapat saja dipengaruhi faktor-faktor
lain diluar faktor keunggulan dan potensi
yang dimiliki.
AXA Mandiri tidak mengkontradiksikan kedua pendekatan tersebut, namun
berupaya menggunakan kombinasi
dari kedua pendekatan tersebut sesuai
konteks kebutuhan organisasi. Misalnya
kita tetap memberikan pelatihan dan
pengembangan kepada karyawan yang
sudah bekerja pada posisi tertentu
sesuai dengan job requirement-nya
(knowlede­skills­attitude) agar dapat
bekerja lebih efektif. Pada kesempatan
lain, kami juga memperhatikan keunggulan dan potensi karyawan lainnya yang
bisa kami salurkan untuk mengisi posisi
kosong yang ada, sesuai dengan keunggulan yang dimiliknya tersebut.
Teuku Zilmarham
Deputy SGM Human Resources Center
PT Telkom
D
alam konteks people develop­
ment, strength based menjadi
fokus. Pengalaman menunjukkan,
memang kita akan lebih bermakna kalau
kita memfokuskan pada kekuatan seseorang. Jadi tidak bicara pada kelemahan
seseorang. Kalau kita bicara kelemahan
seseorang, butuh waktu, butuh energi
yang lebih besar dibandingkan kalau kita
bicara kekuatan seseorang.
Saya yakin jika seseorang bergabung
di sebuah perusahaan, pasti orang
itu mempunyai nilai lebih sehingga
dipilih oleh perusahaan. Nilai lebih
itu yang harus dikelola terus oleh
perusahaan. Kadang-kadang perusahaan lupa nilai lebih si karyawan
kemudian akhirnya nilai lebih itu
meredup dan akhirnya terlupakan.
Sehingga akhirnya hilang begitu saja.
Padahal kalau perusahaan fokus
pada kekuatan seseorang pasti akan
berdampak yang signifikan pada
perusahaan.
Jika kita bicara kekuatan seseorang, menurut saya ini adalah era
talent. Dan kalau bicara talent artinya
kita bicara talenta. Semua orang
punya talenta. Persoalannya, orang
itu tahu atau tidak talenta mereka
dimana. Saya yakin kalau talenta
seseorang itu didiamkan begitu saja,
pasti akan hilang. Ibarat raport,
Jangan biarkan kita fokus pada nilai
merahnya, tapi kenapa kita tidak
fokus kepada nilai birunya. Apalagi
jika sumber energi dan sumber daya
manusia yang kita miliki terbatas.
Jadi, daripada sibuk mendiskusikan
kelemahan, lebih baik fokus kepada
kekuatan seseorang.
Kelebihan menggunakan strength
based menurut saya pastinya akan
lebih mengarah pada keputusan
dimasa yang akan datang. Waktu
tidak terbuang banyak dan karyawan
akan menajdi orang yang hebat,
bukan orang yang rata-rata. Kecuali
Anda fokus pada kelemahan, maka
perusahaan akan memiliki karyawan
yang nilainya rata-rata.
Di Telkom sendiri sudah melakukan strength based sejak tahun 2002.
Sejauh ini tingkat keberhasilannya
sangat signifikan. Alhamdulilah
Telkom masih bisa bertahan sampai
sekarang. Kami masih mencetak laba
dan masih menjadi pencetak pajak
terbesar kedua di Indonesia. Artinya
Telkom masih memberikan arti bagi
bangsa. n
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
17
Cover Story
Krisis Sumber Daya Manusia
Banyak orang mengatakan
bahwa seseorang dengan
bakat yang biasa-biasa saja
tapi disertai dengan perjuangan yang pantang menyerah yang luar biasa maka
segalanya bisa tercapai.
Namun adapula yang berpendapat, kerja keras tanpa
bakat patut disayangkan.
Sedangkan bakat tanpa kerja
keras adalah tragedi. Sebab,
ia jelas-jelas menyia-nyiakan
pemberian Tuhan.
Oleh :
Endro Prasetyo Aji
Managing Director Pro
18 |
J
ika ada yang berpendapat bahwa
setiap orang ternyata memiliki
bakat, kenapa masih ada orang
lain yang mengatakan bahwa
orang tersebut biasa-biasa saja?
Mungkin benar bahwa bakat dimiliki
oleh setiap orang, namun tidak semua
orang berani mengikuti jalur yang ingin
ditempuh sesuai dengan bakat yang
dimilikinya. Padahal bisa saja jalur yang
ditempuh (tidak sesuai bakat orang
tersebut tentunya) justru akan membuat
pemiliknya ’jatuh ke tempat yang gelap’.
Bakat Anda adalah pemberian Tuhan
kepada Anda. Karena itu, memanfaatkan
bakat yang Anda miliki secara positif
adalah pemberian Anda kepada Tuhan
(Leo Ustadziah).
Seorang Einstein yang notabene
adalah ilmuwan terkenal seantero dunia
pernah mengatakan bahwa ia tidak
memiliki bakat khusus, hanya selalu
menikmati rasa ingin tahu saja. Membaca kutipan Einstein ini membuat kita
bertanya-tanya. Seperti apa rasa ingin
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011
tahu kita? Saya selalu bertanya-tanya
mengapa ada orang sukses, sementara
banyak lainnya gagal?
Dalam kesempatan lain Einstein
juga mengatakan, “Kebanyakan orang
mengatakan kecerdasanlah yang
melahirkan seorang ilmuwan. Mereka
salah, karakterlah yang melahirkannya”.
Hal ini seolah-olah bertolak belakang
dengan kutipan Eisntein sebelumnya.
Ini mengartikan bahwa ia bisa menjadi
seorang ilmuwan besar berkat rasa ingin
tahu yang besar dan karakter dirinya
yang kuat.
Padahal menurut para ahli psikologi
terutama yang berasal dari Gallup Organization, kedua hal tersebut di atas dapat dikatagorikan sebagai bakat. Bakat,
menurut Gallup, adalah pola pikiran,
perasaan, dan tindakan yang alami dan
berulang ulang serta dapat dimanfaatkan untuk produktifitas. Rasa ingin tahu
yang tumbuh sejak kecil sampai dengan
dewasa akan memunculkan sebuah
karakter unik bagi orang seperti Einstein
Cover Story
dan hal itu yang kemudian disebut oleh
Gallup dengan tema bakat Learner.
Karakter sendiri merupakan keunikan
seseorang yang berbeda dengan orang
lain. Anda tentu mengenal dengan
istilah personality atau sifat (trait). Diri
kita memiliki keunikan, dan keunikan
tersebut berbeda-beda untuk setiap
orang. Keunikan-keunikan ini yang
kemudian diteliti oleh Gallup dengan
mengaitkannya kepada produktifitas.
Dari hasil penelitiannya kemudian
ditemukan bahwa terdapat beberapa
karakter-karakter positif atau sifat-sifat
atas personality tertentu yang memiliki
keterkaitan langsung dengan produktifitas. Pada akhirnya, Gallup memperkenalkan 34 tema bakat untuk menggambarkan potensi diri seseorang.
Karakter tidak bisa ditiru, tapi bisa
dipelajari dan diperkuat. Demikian pula
dengan bakat. James Gwee, seorang motivator terkenal Indonesia,
pernah mengatakan, jangan belajar
dari seorang berbakat. Ia sendiri
mungkin tidak akan bisa menjelaskan mengapa ia bisa dengan mudah
melakukannya dibandingkan orang
lain. Mereka tidak memahami
mengapa mereka bisa, dan dengan
cara apa mereka dengan mudahnya
melakukan. Paling-paling mereka
mengatakan berkat kerja keras dan
keinginan yang kuat.
Seorang koki rumah makan
Cina yang hebat dan susah dicari
penggantinya, begitu ia hengkang ke
rumah makan lain, maka rumah makan
yang ia tinggalkan akan tutup. Hal ini
disebabkan cita rasa yang khas milik
rumah makan tersebut lenyap bersamaan dengan kepergian sang koki. Hal
tersebut jelas berbeda dengan rumah
makan modern seperti McDonald atau
KFC. Mereka lebih telah mematenkan
resepnya dan siapapun yang menggunakan resep itu akan menghasilkan cita
rasa yang sama. Artinya, resep masakan
Mc Donald dan KFC sudah dijadikan
sistem dan prosedur dan dibakukan atau
bahkan diotomatisasikan.
Berbicara tentang bakat sempat
dibahas oleh Sir Ken Robinson dalam
salah satu presentasinya di pertengahan
tahun 2010 lalu. Ia mengatakan saat ini
telah terjadi 2 krisis besar di dunia ini.
Krisis pertama yakni krisis iklim (climate
crisis) atau krisis Sumber Daya Alam,
dan semua orang sudah tersadar akan
krisis ini. Bahkan sudah ada usaha untuk
mencari tempat lain selain bumi untuk
ditinggali oleh manusia, sebagai antisipasi krisis ini. Tapi ternyata ada satu lagi
krisis yang juga sama dahsyat pengaruhnya bagi kehidupan umat manusia,
yang memiliki asal-usul yang sama yang
juga harus ditangani segera, yakni krisis
Sumber Daya Manusia (SDM).
Krisis SDM di dunia sudah terjadi
dan banyak yang tidak menyadarinya.
Kita jarang sekali memanfaatkan bakat
(talenta) kita. Sangat banyak manusia
yang menjalani hidupnya tanpa mere-
Pendidikan sering kali
mengalihkan manusia dari
bakat alamiahnya. Bakat
seorang manusia sama
seperti sumber daya alam
kadangkala dikubur
dalam-dalam.
ka menyadari apa bakat mereka, dan
mereka tidak mampu mengatakan apa
bakat mereka. Bahkan banyak orang
yang merasa tidak memiliki kecakapan
dalam hal apapun.
Ada orang yang tidak enjoy dengan
apa yang mereka kerjakan. Mereka melewati dan menjalankan hidup mereka
seadanya saja. Mereka tidak pernah
merasakan kepuasan batin dari aktivitas
mereka. Mereka hanya mampu bertahan
(endure) saja, mereka tidak menikmati
(enjoy) dengan apa yang mereka lakukan. Mereka selalu menanti-nantikan
akhir pekan.
Ada juga orang yang amat mencintai
pekerjaannya, dan ia tidak terbayang
mengerjakan hal lainnya selain itu.
Jika kita melarang mereka agar tidak
mengerjakan hal yang tidak dicintainya
itu, mereka pasti berpikir ”Anda itu
bicara apa sih...?”. Karena masalahnya
adalah bukan apa yang mereka lakukan,
melainkan siapakah diri mereka itu?
Mereka akan bilang, ”Tapi inilah diri
saya. Saya akan menjadi orang bodoh
jika mengabaikan pekerjaan itu, karena
hal itu menggambarkan diri saya yang
sebenarnya.” Bagi sebagian orang akan
beranggapan bahwa hal itu tidak benar.
Sebaliknya, adapula yang beranggapan
kalau pendapat tersebut benar. Hanya
saja kelompok manusia yang beranggapan cara itu benar jumlahnya masih
sedikit.
Ia menjelaskan bahwa ada banyak
kemungkinan penjelasan atas hal di
atas. Salah satu penjelasan
terbesarnya menurutnya adalah
masalah pendidikan. Pendidikan
sering kali mengalihkan manusia
dari bakat alamiahnya. Bakat seorang manusia sama seperti sumber daya alam kadangkala dikubur
dalam-dalam. Kita harus menggalinya karena seringkali bakat
tidak muncul ke permukaan. Anda
harus menciptakan suatu keadaan
untuk memunculkan sesuatu yang
terpendam tersebut. Semestinya
pendidikan dapat membantu memuncul bakat. Namun sayangnya
lebih sering tidak terjadi demikian.
Sistem pendidikan menurutnya tidak
hanya perlu direformasi, namun harus
dilakukan revolusi. Reformasi pendidikan
tidak bisa digunakan lagi karena hanya
memperbaiki model pendidikan yang
sudah rusak. Yang dibutuhkan bukan lagi
evolusi tapi revolusi pendidikan. Sistem
pendidikan harus ditransformasi menjadi sesuatu yang berbeda. Tantangan
terbesar dari revolusi pendidikan adalah
melakukan inovasi pendidikan secara
mendasar. Revolusi berarti menantang
sesuatu yang kita anggap tidak bisa
berubah, sesuatu yang kita pikir sudah
sangat jelas. n
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
19
Cover Story
Abah Rama,
Sang Pengembang
Talent Mapping Tool
B
erkaitan dengan pengembangan konsep Strength
Based Human Capital Management di Indonesia, ra­
sanya tidak afdol untuk tidak menyebut nama Rama
Royani. Pria yang lebih dikenal dengan nama Abah
Rama ini telah beberapa tahun terakhir mengembangkan
Talent Mapping Tool yang berfokus pada identifikasi kekuatan
bakat atau potensi SDM. Berikut wawancara Human Capital
Journal dengan pria yang tak pernah lepas dari senyumnya.
Bagaimana awalnya sehingga Anda
merasa perlu untuk mengembangkan Talent Mapping Tool?
Ini semua berawal dari berbagai
kebetulan karena sebenarnya tools
ini dibuat khusus sebagai bagian dari
pelatihan yang diminta setengah
memaksa oleh Direktur Asuransi Buana
Independen pada bulan Juni 2002 yang
dinamakan “Menggali, Menemukan dan
Menggunakan Kekuatan”, yang diadakan di bulan Januari 2003, berdasarkan
buku “Now Discover Your Strength” oleh
Donald Cliffton dan Marcus Buckingham yang dibeli bulan Mei 2002 lalu.
Kalau saja tidak ada “setengah paksaan” untuk membe­rikan pelatihan ini,
mungkin ceritanya akan jauh berbeda.
Yang menarik adalah bahwa ternyata
dalam perjalanannya justru semakin
banyak orang yang membutuhkan asesmen Talent Mapping. Karena banyaknya
permintaan ini maka dengan sendirinya
Abah merasa perlu untuk mengembangkannya menjadi tools yang baik, cepat
dan lengkap.
20 |
Bagaimana konsep Talent Mapping Tool dalam pemikiran Anda?
Karena tools ini dibuat secara
kebetulan, maka tentunya pada saat
pertama tidak ada konsep apa-apa.
Akan tetapi setelah mulai berkembang
dan mulai mempelajari berbagai tools
yang ada di dunia, Abah mulai merasa
bahwa temuan ini yaitu 34 Tema Bakat
oleh Cliffton dari Gallup merupakan
karunia Allah yang luar biasa. Berdasarkan tema bakat inilah Talent Mapping
dibuat tanpa konsep tertentu. Bahkan
saat pertama membuat, Abah sempat
berpikir untuk membuat tools yang bisa
langsung menunjuk ke job title walaupun
Gallup sendiri tidak berani berpikir ke
arah sana. Hasilnya tentu saja tidak ada
karena ada begitu banyak job title dan
sangat tergantung pada environment-nya
walaupun title-nya sama. Belakang­
an Abah baru sadar bahwa untuk bisa
sampai ke job title dibutuhkan medium
perantara yang bebas dari environment
yang kemudian Abah namakan Activity
Cluster.
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
Bagaimana proses pengembang­
an Talent Mapping Tool?
Talent Mapping mulai berkembang
ketika mulai masuk ke wilayah organisasi, karena organisasi sedang membutuhkan management tools yang cepat
saji, lengkap untuk dapat mengambil
keputusan. Hal ini mengingat bahwa
di masa sekarang proses pembuatan
terlalu lama sehingga mahal dan tidak
bermanfaat lagi saat mau digunakan.
Bahkan organisasi juga membutuhkan tools terkait yang terkait dengan
kinerja. Belakangan ini juga para siswa
menunggu tools untuk memilih jurusan
di perguruan tinggi. Insya Allah tahun
depan penelitiannya akan kami mulai
bersama rekan-rekan Psikologi UI yang
peduli dengan pendidikan.
Apa saja yang Anda lakukan
dalam upaya pengembangan Talent Mapping Tool? Apa saja suka
dukanya?
Pada dasarnya Abah menunggu permintaan yang ada di depan mata baik organisasi maupun pendidikan, mengi­ngat
bahwa ruang lingkup pengembang­an
Talent Mapping ini sangat luas se­hingga
butuh waktu yang banyak apabila harus
menyelesaikan semuanya. Dan kalau
bicara suka dukanya sih karena merasa
yakin kalau tugas ini merupakan ‘panggilan’ Allah, maka Abah serasa masuk
dalam wilayah yang dikenal sebagai
4E-Activities yaitu Enjoy Easy Excellent
Earn. Memang saat ini masih ada sedikit
kendala karena konsep ini menganut
kubu Nature sedangkan baik dunia
manajemen maupun pendidikan meyakini kubu Nurture. Akan tetapi 12 tahun
terakhir ini rekan-rekan psikologi mulai
melirik ke ilmu yang selama ini dilupakan yang disebut Positive Psycholo­gy
atau Strength Psychology, sehingga kubu
Nature mulai banyak pengikutnya.
Apa saja komponen yang perlu
dimasukan ke dalam tools untuk
bisa mendapatkan potensi kekuatan
seseorang?
Kekuatan yang dimaksud disini sama
dengan ability ataupun kompetensi yaitu
kemampuan untuk melakukan satu atau
Pada dasarnya Abah menunggu permintaan yang ada di depan mata
baik organisasi maupun pendidikan, mengi­ngat bahwa ruang lingkup
pengembang­an Talent Mapping ini sangat luas se­hingga butuh waktu yang
banyak apabila harus menyelesaikan semuanya.
lebih aktivitas, dan potensi kekuatan
terbentuk dari sifat sifat produktif
seseorang, jadi tools ini terdiri dari dua
asesmen yaitu asesmen untuk menggali
sifat produktif atau bakat seseorang dan
asesmen untuk menggali pengakuan
kekuatan seseorang. Kedua, asesmen ini
disandingkan didalam satu peta yang dinamakan Strength Cluster Map sehingga
secara visual bisa dilihat dibagian mana
kekuatan dan keterbatasan seseorang
Bagaimana validitasnya berdasarkan observasi Anda?
Secara internal sudah dilakukan
dua kali uji validitas pada tahun 2004
dan 2005, kemudian secara eksternal
dilakukan validitas di BPPT pada tahun
2006 dan terakhir tahun 2009 dilakukan
uji validitas di PPM Management.
Apa saja pengembangan yang
akan Anda lakukan terkait tools
tersebut?
Ada beberapa mile stones yang dibuat
sebagai yang saat ini menjadi dasar
dari tools berikutnya yaitu: tahun 2004
Talents Map, 2005 Fungsi sesuai, 2007
Strength Cluster dan Strength Cluster
Map, 2008 Job Activity Analysis, 2010
Strength Typology.
Sebagai tambahan, kerangka di atas
dibuat juga beberapa tampilan untuk
memudahkan implementasinya, yaitu:
>TM Profilling adalah untuk melihat
apakah core talent maupun core
strength selaras dengan misi perusahaan.
>Individual Job Mapping adalah
untuk melihat secara cepat person to
job fit di organisasi.
>Job Mapper adalah untuk memilih
kandidat untuk peran tertentu.
>HR Mapping adalah untuk melihat
mapping menyeluruh dari pegawai
sesuai dengan data yang dimiliki
perusahaan.
Bagaimana perusahaan menggunakan hasil asesmen dari tool ini
dalam pengelolaan SDM?
Saat ini sudah lebih dari 100 perusahaan dan organisasi menggunakan
ini sebagian baru pada tahapan asesmen untuk rekrutmen dan penempatan.
Sebagian lagi dipakai untuk Manage­
ment Development Program maupun
Leadership Development Program dan
baru satu perusahaan yaitu PT Kereta
Api Indonesia yang mulai mengukur
engagement. Memang sangat disayangkan apabila tools ini hanya digunakan
untuk berhenti di asesmen karena data
Talent Mapping ini bisa digunakan untuk
berbagai keperluan dalam pengelolaan
SDM, tetapi Abah menyimpan semua
data peserta di dalam database yang
sewaktu-waktu dapat digunakan. n
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
21
P HOTO G A L L E RY
4 Days Effective Program
Human Resource
Management Professional
(HRMP)
Bandung, 8 - 11 November 2011
Program Lokakarya 2 Hari
Compensation &
Benefit System
Jakarta, 24 - 25 November 2011
22 |
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011
Profile
PM Susbandono,
Berkarya dan Berarti
Bagi Orang Lain
D
unia HR adalah dunia yang
penuh dengan
dinamika dan tantangan. Hal ini yang
membuat pria yang
pernah menjabat sebagai VP HR di PT.
Medco E&P Indonesia
masih terus berkarir di
dunia HR meski telah
pensiun di perusahaan
tersebut. Bagi PM
Susbandono, tidak ada
dunia yang paling indah
untuk berkarir selain di
dunia HR. menurutnya,
melakukan ‘deal with
people’ merupakan aktivitas yang bisa ditemui
sehari-hari, tanpa harus
bekerja di dunia HR.
“Sementara kalau ketika bekerja sebagai HR officer, maka
"deal with people" menjadi lebih
kontinyu, intens dan sistematis.
Dan disitulah sebetulnya, semua
unsur dalam diri kita bisa berperan yaitu Jiwa, hati, dan otak,”
papar pria yang baru menjabat
sebagai VP HR & Support PT
Star Energy bulan November
2011 lalu.
Karena itu tak heran jika pria yang
yang baru saja meluncurkan buku berta-
juk ‘Anjing Hachiko dan Hilangnya Kemanusiaan Kita” pada tanggal 11 November
2011 lalu, tak mau berdiam diri di rumah
dan langsung menerima tawaran bekerja
di PT Star Energy meski telah memasuki
masa pensiun di perusahaan yang telah
membesarkan namanya. “Saya pensiun
dari Medco dan mendapat tawaran untuk
tetap berkarya dan meneruskan karier
di Star Energy. Saya rasa ini adalah suatu
tawaran yang sangat menyenangkan buat
saya,” tukasnya lagi.
Tantangan yang akan dihadapi ketika
memulai karir di Star Energy diakui
Susbandono tidak jauh berbeda diban­
dingkan dengan saat bekerja di Medco.
“Buat saya, tantang di Star Energy generik
dengan apa yang terjadi di organisasi lain,
terutama perihal PSC (Production Sharing
Contract),” kata Susbandono.
Diakuinya, masalah people deve­
lopment merupakan faktor utama yang
mendominasi tantangan di hampir semua
organisasi. Demikian pula dengan Medco
dan Star Energy.
Ketika masih menjabat sebagai VP
HR di Medco, maka ‘talent war’ di dunia
mi­nyak dan gas (migas)
sedang berlangsung. Petro
technical merupakan tenaga
yang sangat dibutuhkan
dan diminati di dunia
internasional. Satu-satunya
jalan untuk mengatasi dan
menembus hal tersebut
adalah dengan mencetak
sendiri tenaga unggulan.
“Dan itu yang dilakukan
Medco,” tutur Susbando­
no dengan bangga. Suka
duka yang Anda hadapi
selama berkarir di Medco?
“Hampir tidak ada dukanya.
Semuanya suka,” jawabanya
dengan lugas. Baginya, rasa
suka atau duka berasal dari
dalam diri manusia, sehing­
ga manusia bisa mengatur
sendiri, apakah ia mau suka
atau malah menginginkan
duka. “Tentunya kita mau
suka bukan?” ujarnya balik
bertanya.
Sementara di Star Energy, tambah
Susbandono, perusahaan yang berlokasi di
daerah Slipi, Jakarta Barat, ini sedang be­
kerja keras membuat karyawanya menjadi
kompeten, produktif, dan bahagia. “Saya
bercita-cita untuk sebanyak mungkin dan
sebesar mungkin bisa berarti bagi orang
lain. Bagi saya, hidup seseorang diukur
dari seberapa banyak dia bermakna bagi
orang lain. Seberapa besar kehilangan
yang ditimbulkan apabila dia tiada dan
seberapa tinggi cita-citanya untuk menuju
dunia yang lebih mulia,” paparnya kembali. n Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
23
Profile
Ardhi Lufti Siregar
Divisi HR Bukan
Sekadar Cost Center
T
erjerumus. Jawaban singkat yang dilontarkan oleh seorang Ardhi
Lufti Siregar ketika ditanya bagaimana bisa ia masuk ke dunia HR.
“Terjerembab, he he he… Saya sendiri bingung ketika ditanya oleh
media lain. Tapi buat saya, bicara HR atau bisnis sekalipun, It’s all about
managing people. Yang menarik karena tidak ada pattern,” papar jebolan
Fakultas Sastra Rusia Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Master Strate­
gic Management dari Prasetiya Mulya Business School ini.
Manusia, diakui Ardhi sangat
unik. Tidak ada tingkat kedalam­an
yang sama jika membahas SDM.
Jadi kalau menghadapi SDM dulu
dan SDM sekarang perlu keahlian
yang mungkin berbeda. Contohnya
seperti agreement atau sistem
remunerasi. “Dulu dan sekarang
concern-nya beda, karena ada
prilaku generasi yang membuat
perbedaan. Demikian juga de­
ngan learning development, career
development, dan lain-lain,” papar
Ardhi yang baru menjabat sebagai
VP, Head of Planning & Knowledge
Management di Bank BNI sejak bulan Oktober 2011 lalu. Kompetisi
sedemikian luar biasa dan ilmu
yang berkembang dengan pesat, membuat ia merasa bergairah untuk selalu eksis di dunia HR. “Selalu ada hal-hal baru
di dunia HR. HR is my beginning of my
career, however will be the end of my life.
Sampai tua pun saya ingin tetap berkarir
di dunia HR,” tegas Ardhi.
Ia mengawali kariernya di Bank Bali
sebagai Customer Relationship Officer.
Posisinya sebagai Deputi Manajer Cabang
di Bank Bali ia tinggalkan kemudian
meniti karir di Asuransi Astra Buana
sebagai Corporate Account Manager. Kemudian bergabung di Bank Niaga pada
tahun 2003 hingga Oktober 2009 dengan
24 |
jabatan terakhir sebagai AVP Learning
Program Development Head. “Tahun
2003 Bank Niaga dalam proses transformasi dan membutuhkan orang baru yang
tidak punya pengalaman di HR. Prinsip
Bank Niaga saat itu adalah growth talent
from within, makanya Bank Niaga membutuhkan banyak talent muda, sehingga
manajemen kemudian meminta saya
untuk masuk ke divisi HR sebagai bagian
peremajaan organisasi dan succession
planning” tukas penggemar masakan sate.
Ia percaya bahwa kedepan organisasi
bisnis mau tak mau melegitimasi HR
sebagai pemegang peranan lebih penting
berbanding saat ini. “HR itu sebenarnya
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
simple. Saya percaya, jika HR dilakukan
dengan baik, inisiatif-inisiatif dilakukan, akan membuat organisasi menjadi
sesuatu yang luar biasa,”tandas pengagum
berat Manchester United yang juga penggila olahraga sepak bola. Sistem diakuinya hanya pendukung keberhasilan selain
kemampuan pemimpin, karyawan, dan
lain-lain untuk bisa memastikan bahwa
HR menjadi bagian terpenting dalam
pekerjaan mereka. “Kalau itu dilakukan,
itu akan menjadi keuntungan bisnis yang
5 bahkan 10 kali lipat. Sekarang kita lihat,
perusahaan-perusahaan yang katanya
sekarang sudah perform dari sisi bisnis.
Apakah coaching atau mentoring masih
dilakukan nggak? Yang ada HR hanya
untuk mengurusi gaji saja atau hal teknis
lainnya,” papar peraih HR
Future Leader 1st Champion
2008 yang diselenggarakan oleh
SWA Magazine dan LM FE
Universitas Indonesia dengan
antusias.
Menurut ayah dari Maritza
Andhita Lufti (6,5 tahun) dan
Arrian Athaillah Lufti (4,5
tahun), perspektif HR harus
diubah, HR bukan hanya cost
center semata, tapi pemahaman
HR yang baik dalam organisasi
akan menumbuhkan bisnis
dan leader-leader baru akan
muncul. Artinya, HR harus
mengembangkan organisasi
yang lebih modern dan berbasis
pada pengetahuan. “Tantangan
sebagai HR saat ini dalam organisasi internal adalah membuatnya menjadi lebih
berwibawa dan strategis, melengkapi dan
bukan sebagai 2nd class organization.
Mungkin terkesan kasar, cuma bisa kita
lihat dari bentuk organisasi yang banyak
diaplikasi oleh perusahaan saat ini,
bahkan masih ada yang ditempatkan di
bawah Finance, misalnya, atau menyatukan fungsi HR dan General Affairs. Untuk itu bentuk organisasi HR modernpun
mestilah strategis dan seimbang dengan
kebutuhan bisnis perusahaan” tegas pria
kelahiran 21 Maret 1975 mengakhiri
perbincangan. n Ratri Suyani
Profile
Andreas Purnawan
Memacu Adrenalin
M
eski baru berjalan 5 bulan sebagai Head of Human Capital
AXA Mandiri, namun ayah dari Shafira Aulia Andigastari
(7 tahun), Fachry Dhiazafran (2,5 tahun), dan Shafina Zahra
Maheswarie (2,5 bulan) ini tampak enjoy menikmati pekerjaan barunya. “Saya suka bekerja dengan ritme yang cepat, adrenalin saya terpacu dan naik. Apalagi manajemen juga men-support,” papar Andreas
Purnawan, Head of Human Capital AXA Mandiri ketika disinggung
suka dukanya bekerja di perusahaan asuransi tersebut. Menurutnya,
sebagian besar pekerjaan yang ia lakukan harus dijalankan secara cepat dan tepat. Selain itu, pengambilan keputusan tidak boleh ditunda.
“Ini yang menarik,” imbuh pria yang pernah menjabat sebagai Organi­
zation Development Head di PT Darya Varia Tbk.
Apa sih yang menarik bekerja di perusahaan asuransi? “Yang jelas bisnis untuk
asuransi sedang booming,” tandas pria
yang juga menjabat sebagai Pjs Head of
Bancassurance Academy AXA Mandiri.
Jika dulu asuransi dianggap sebagai
hal yang berkesan “membuang duit”,
kini minat sebagian besar masyarakat
Indonesia sudah mulai tumbuh mengingat benefit yang akan diterima cukup
menguntungkan. “Tingkat penetrasi
pasar yang ada saat ini masih rendah.
Jadi jangan heran jika sekarang semakin
banyak perusahaan asuransi berkembang
pesat,” tukas lulusan fakultas Psikologi
Universitas Indonesia & MMUI ini bersemangat.
Kompetisi yang tinggi di pasar
nasional membuat AXA Mandiri
memutuskan untuk “mencetak” sendiri
Financial Advisor (FA) mereka. Melalui
Bancassurance Academy AXA Mandiri,
Andreas dan tim menggodok calon
financial advisor yang nantinya diharap-
kan bisa memberikan income yang tinggi
untuk perusahaan. “Di bisnis bancas­
surance, kami bukanlah yang pertama,
tapi akademi kami adalah yang pertama
di Indonesia dan bahkan termasuk yang
pertama di tingkat Asia. Di tempat ini,
semua pelatihan yang ada terintegrasi.
Kami berikan pelatihan-pelatihan untuk
FA baru dan bagi FA yang telah lebih dari
12 bulan, kami sediakan career path agar
mereka mendapatkan pilihan, apakah ingin tetap di bagian penjualan atau pindah
ke manajemen,” papar Andreas.
Berdiri sejak tahun 2003, Bancassurance Academy sudah berhasil mendidik
ratusan calon financial advisor. “Tahun
ini saja, kami sudah mencapai batch
ke-100. Ini sebuah prestasi,” senyum
Andreas. Baru-baru ini AXA Mandiri
juga mendapatkan pengakuan dari Rekor
Bisnis Indonesia sebagai “Perusahaan
Asuransi pertama dengan lulusan intern
terbanyak”. AXA Mandiri saat ini menduduki peringkat pertama perusahaan
asuransi jiwa di jalur distribusi bancassur­
ance dengan total pangsa pasar sebesar
33% berdasarkan data premi pertanggungan baru tertimbang (Weighted New
Business Premium) per akhir 2010 yang
dikeluarkan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa
Indonesia.
Pertumbuhan kinerja AXA Mandiri
pada tahun lalu selain berkat dukungan
nasabah yang telah memercayakan kebutuhan perlindungan dan perencanaan
keuangannya kepada AXA Mandiri, juga
ditopang oleh kekuatan sinergi dengan
Bank Mandiri yang memiliki reputasi
terpercaya dan jaringan luas dengan
1.300 cabang di 300 kota di seluruh
Indonesia. Di sisi lain, pengalaman global
AXA dalam menyediakan layanan dan
produk-produk asuransi yang berkualitas
sehingga AXA Mandiri dapat memenuhi
kebutuhan perlindungan dan perencanaan keuangan nasabah.
Bangga? “Tentu saja. Dan satu hal lagi
yang saya suka bekerja di sini adalah tim
yang solid dan rasa kekeluargaan yang
sangat tinggi,” ujar pria yang hobi membaca buku dan kumpul bareng keluarga
saat waktu senggangnya tiba. n Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
25
Periscope
Public Speaking :
Menjadi Pendengar
yang Efektif
Memahami dan Mengingat Informasi dalam Speech
A
spek pertama dalam
listening to speeches
adalah memberikan
atensi terhadap speech dan
aspek kedua adalah memahami
dan mengingat apa yang dikatakan oleh speaker. Memahami
(understanding) adalah kemampuan menangkap makna pesan
yang disampaikan dengan
akurat. Sedangkan mengingat
(remembering) kemampuan menyimpan informasi yang didengar/dilihat di dalam memori dan
mengingatnya. Memahami dan
mengingat keduanya difasilitasi
oleh perilaku mendengar aktif
atau active listening. Active
listening meliputi kemampuan
mengidentifikasi susunan ide
yang disampaikan oleh speaker,
mengajukan pertanyaan, silently
paraphrasing, memperhatikan
isyarat nonverbal dan membuat
catatan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai lima teknik
active listening.
26 |
Oleh :
Ir. Zacky Yusuf, MM., MBA., MSi.
(Bagian terakhir dari 2 tulisan)
1. Perhatikan bagaimana atau speaker’s menyusun idea yang disampaikan.
Mengetahui dan menentukan bagaimana speaker menyusun ide yang
disampaikan akan membantu dalam
membangun kerangka untuk memahami
dan mengingat informasi. Dalam pesan
yang panjang, speaker yang efektif mampu merangkai seluruh informasi dalam
rangkaian enak untuk diikuti. Rangkaian
ini meliputi goal atau tujuan presentasi,
poin utama yang membentuk goal dan
detil untuk poin utama. Begitu speech
berakhir, seorang listener yang efektif
akan mampu merangkai kembali susunan
speech, tujuan speech tersebut, poin utama yang dibahas dan mungkin beberapa
detil penting.
Sebagai contoh, sewaktu pertemuan
antara orang tua murid dan guru di
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011
sekolah, ibu Eni, memberikan presentasi
singkat tentang bullying atau pelecehan
oleh kakak kelas kepada adik kelasnya
di sekolah. Tujuan (goal) ibu Eni adalah
menjelaskan apa yang dapat dilakukan
oleh pihak sekolah dalam mencegah
perilaku ini. Dalam speechnya dia menguraikan dua ide pokok yaitu apa yang
dapat dilakukan oleh guru dan apa yang
harus dilakukan oleh siswa. Dia memberikan contoh memaparkan statistik dan
beberapa rekomendasi guna mendukung
kedua ide pokok yang ditawarkan. Ketika
dia selesai bicara, audiens yang mendengar dengan cermat mampu mengingat
apa yang dimaksud oleh ibu guru Eni dan
langkah-langkah apa yang akan diambil
oleh pihak sekolah dan siswa meskipun
tidak semua detil dan statistik dapat diingatnya.
Speaker yang efektif merangkai ide
yang disampaikan sedemikian rupa sehingga mudah untuk diikuti, mudah untuk
mengenali apa yang menjadi tujuan, poin
utama dan detil yang mendukung. Tapi,
tidak semua speaker melakukan hal tersebut. Akibatnya, kita sebagai pendengar
harus benar-benar mencermati apa yang
menjadi ide utama speech tersebut. Kita
juga jadi suka bertanya-tanya : “Speaker
ini, sebetulnya bicara tentang apa? ”
atau “Apa yang ingin disampaikan oleh
speaker kepada saya (goal)?”; kemudian
kita juga bertanya “Apa saja poin-poin
yang dibicarakan?” dan kemudian kita
juga bertanya “Apa saja detil yang menjelaskan atau mendukung poin yang dibi-
Periscope
carakan ?”
Kalau di ruang kuliah, kita dapat de­
ngan bebas bertanya kepada dosen yang
memberi kuliah bila dirasa belum cukup jelas atau butuh informasi tambahan,
tetapi di kesempatan yang lain kita belum
tentu dapat sebebas itu.
2. Ajukan pertanyaan pada diri sen­
diri
Bertanya pada diri sendiri membantu
kita memahami apa yang menjadi aspek
utama dalam sebuah speech. Bertanya
pada diri sendiri juga membantu kita,
apakah sudah cukup informasi yang
dipresentasikan. Sebagai contoh, speaker
mengatakan “ Renang adalah olahraga yang menggerakkan hampir
semua otot” bagi
seorang active
listener biasanya
dia akan spontan
bertanya
“bagaimana?” dan
kemudian akan
memberikan perhatian lebih pada
material pendukung atau akan
meminta penjelasan lebih lanjut
bila speaker tidak
menyediakannya.
tidak mampu mengulang dengan katakata Anda sendiri mungkin itu disebabkan oleh pesan yang kurang jelas ketika
disampaikan atau Anda kurang cermat
dalam menyimak.
3. Ulangi / sebutkan lagi informasi
kunci yang penting.
Mengulangi lagi dalam hati (silent
paraphrase) membantu pendengar untuk
mengerti materi yang disampaikan. Paraphrase menyebutkan kembali apa yang
dikatakan oleh speaker dalam kata-kata
Anda sendiri dan itu bukan sekedar menghafal kata-kata yang diucapkan speaker.
Setelah mendengar, Anda harus mampu
meringkas, menyajikan inti sari pemahaman Anda. Jadi, misalnya, setelah
speaker menjelaskan kriteria bagaimana
menilai berlian, Anda mungkin berkata
dalam hati“ … dengan kata lain, itu adalah trade-off – semakin besar berlian,
kualitas semakin rendah”. Apabila anda
gedung berbicara kepada calon penyewa
bahwa pada setiap penyewa akan diberikan fasilitas parkir, tetapi suaranya mengindikasikan fasilitas parkir tersebut akan
sulit diperoleh.
4. Perhatikan isyarat non verbal
Anda dapat menginterpretasikan pe­
san dengan lebih akurat dengan cara
mengamati perilaku nonverbal yang menyertai kata-kata. Jadi, bukan hanya topik
saja yang harus dicermati, Anda juga ha­
rus memperhatikan tekanan suara (tone
of voice), ekspresi wajah dan gerak tubuh
si speaker. Contoh, seorang pengelola
5. Buat catatan
Membuat catatan adalah teknik yang
sangat bagus untuk meningkatkan daya
ingat tentang apa yang anda dengar dari
sebuah speech. Bukan hanya kita akan
punya rujukan tertulis tetapi dengan
membuat catatan Anda akan menjadi le­
bih aktif dalam proses menyimak (listen­
ing process). Singkatnya, kapan saja Anda
mendengarkan speech, tak ada salahnya
Anda membuat catatan.
Bagaimana catatan yang baik? itu
tergantung situasi. Untuk speech yang
pendek, catatan yang baik berisi maksud atau tujuan, ringkasan poin – poin
pen­ting. Untuk speech yang panjang
dan banyak detil seperti catatan kuliah,
catatan yang baik tidak sekedar mencatat
goal dan poin – poin penting tetapi juga
akan mencatat sub poin dan informasi
detil ayng mendukung. Membuat outline
juga merupakan strategi mencatat yang
baik karena informasi yang diserap ditulis
secara terstruktur sehingga memudahkan
kita mengingatnya. Outline membantu
kita membedakan antara poin utama, sub
poin dan materi pendukung lainnya.
Idealnya catatan yang
berhasil anda buat serupa dengan outline yang
dipakai speaker dalam
presentasi. (gambar : dari
buku the Challenge of Ef­
fective Speaking)
Menganalisis Speech
dengan Kritis
Seorang
speaker
memberikan speechnya
dengan tujuan supaya
audiens mendengar (to lis­
ten), paham (understand),
ingat (remember) dan setelah itu tergerak (motivate
to act). Pada sisi audiens
mendengar speech saja tidak cukup, audi­
ens juga masih harus melakukan sesuatu
untuk paham dan ingat isi speech. Tapi
bagi seorang pendengar yang baik masih
ada lagi yang mesti dicermati. Tahap
ketiga setelah memberikan atensi terha­
dap speech, memahami dan mengingat
informasi dalam speech adalah melakukan analisis kritis terhadap speech, yaitu
proses evaluasi apa yang telah kita de­
ngar untuk menentukan keutuhan (com­
pleteness), kegunaan (usefulness) dan
dapat dipercaya (trustworthiness). Analisis kritis penting ketika speaker mengharapkan anda sebagai audiens percaya,
mendukung atau bertindak atas apa yang
diucapkannya. Apabila Anda tidak kritis
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011 |
27
Periscope
Ringkasan Perilaku Mendengar
Memberikan atensi
terhadap speech
Memahami dan
mengingat informasi
dalam speech
Menganalisis speech
dengan kritis
Perilaku Mendengar yang Efektif
Perilaku mendengar yang TIDAK efektif
Secara fisik dan mental focus pada apa
yang diucapkan, meskipun informasi yang
disampaikan janggal atau tidak relevan.
Menyesuaikan perilaku mendengar dengan
situasinya, perhatian lebih pada hal-hal
yang penting.
Menentukan bagaimana speaker mengorganisir bicaranya dengan mengidentifikasi
mana goals, poin utama dan informasi pendukung
Kelihatannya seperti mendengarkan tapi
tatap­an / pandangan tidak focus dan pikiran
melayang kemana-mana.
Memberi perhatiannya yang sama baik itu
materi penting atau tidak penting.
Ajukan pertanyaan pada diri sendiri untuk
membantu mengidentifikasi aspek kunci
dalam speech.
Jarang atau tidak pernah mempertimbangkan
kembali apa yang didengar.
Ulangi dalam hati untuk membulatkan pemahaman anda.
Jarang atau tidak pernah mengulangi katakata yang diengar dalam hati.
Cari makna dibalik yang terucap melalui
isyarat nonverbal sang speaker.
Mengabaikan isyarat nonverbal
Buat catatan
Melakukan penilaian terhadap kredibilitas,
kualitas konten, kualitas struktur dan kualitas deliveri.
Semata-mata mengandalkan memori belaka.
Hanya memberikan reaksi terhadap speech.
Menyimak pada potong informasi tanpa memperhatikan struktur.
Sumber :
Verdeber et. al. (2008), the Challenge of Public Speaking, Thomson Wadsworth Stephen E. Lucas (2009), the Art of Public Speaking, McGrawHill.
terhadap apa yang Anda dengar, maka
anda akan berisiko berhadapan dengan
ide-ide yang bertentangan dengan nilainilai yang Anda anut. Setidaknya ada
empat hal yang perlu Anda kritisi ketika
menyimak sebuah speech yakni :
1. Kredibilitas speaker.
Darimana speaker mendapat kehalian
berkaitan dengan subyek yang dibicarakan? Apakah speaker tampak memang
menguasai subyek? Apa yang membuat
Anda percaya dengan apa yang dikatakan
oleh speaker? Mengapa saya harus mempercayai dia (speaker)?
2. Kualitas konten
Apakah speaker asal bicara atau subyek yang disampaikan dilengkapi dengan
cukup informasi yang berkualitas yang
menjamin pemahaman? Apakah speaker
cukup menyediakan informasi dan detil
yang mendukung apa yang dibicarakan-
28 |
nya? Apakah speaker menyajikan fakta
yang mendukung atau hanya sebatas opini? Apakah speaker menyebutkan darimana sumber informasi, detil, fakta yang dia
pakai dalam presentasi? Apakah speaker
membahasa dari kedua sisi pada isu-isu
yang controversial?
3. Kualitas struktur
Apakah anda dapat segera menangkap poin penting dalam speech? Apa poin
utama speech tersebut? Apakah ide-ide
dalam speech disampaikan secara terstruktur dengan baik? Apakah logikanya
runtut dan mengalir dengan baik ? apakah ada ide penting yang terlewat atau
hilang? Apakah speaker menggunakan
bahasa yang jelas (clear), tegas (vivid),
lugas (compelling) sehingga anda dapat
memahami setiap poin? Apakah kesimpulannya masih selaras secara logika
dengan ide utama?
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
4. Kualitas penyampaian atau delivery.
Apakah speaker tulus (sincere), berpengetahuan (informed) dan dapat dipercaya (trustworthy) ?
Apakah speaker menampilkan ekspresi wajah dan gestures yang pantas ?
Apakah speaker menampilkan sikap
yang percaya diri atau confidence ?
Dengan melakukan analisis dengan
kritis terhadap kredibilitas, kualitas kon­
ten, struktur dan delivery, pendengar yang
efektif (effective listener) akan mempertimbangkan dengan matang apa yang dia
dengar, pahami, percaya, dukung atau
i­ngin bertindak atas apa yang dia pelajari
dari sebuah speech.
Tabel di atas menyimpulkan perilaku
mendengar yang efektif dan tidak efektif
sehubungan dengan memperhatikan apa
yang dikatakan, memahami dan mengingat informasi dan menganalisis kritis
sebuah speech. n
Tips
Ciri-ciri Karyawan yang Baik
J
ika Anda adalah seorang karyawan
yang baru saja mulai karier dan bergabung dengan perusahaan, bekerja dan memperbaiki sifat-sifat Anda agar
menjadi karyawan yang baik dapat membantu Anda mencapai keberhasilan.
Mengetahui kualitas terbaik seorang
karyawan, dapat membantu Anda menemukan pijakan kuat dalam bekerja di perusahaan dan meningkatkan kesempatan
Anda untuk mendapatkan promosi dan
mencapai kesuksesan. Menjadi karyawan yang baik memang tidak semudah
membalikkan telapan tangan. Ada 10 ciri
karyawan yang baik yang sebaiknya Anda
ketahui untuk masa depan karir Anda bagus. Ciri-ciri ini juga bisa Anda gunakan
jika Anda seorang pimpinan agar tidak
salah memilih karyawan. Berikut 10 ciri
karyawan yang baik:
Komunikator
Setiap pimpinan pasti menyukai
karyawan yang memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan baik dan mengekspresikan diri secara jelas, baik secara
tertulis maupun saat berbicara. Komunikasi yang tidak akurat atau tidak tepat
antar karyawan dapat menyebabkan banyak masalah bagi perusahaan.
Pekerja Keras
Tidak mudah mendapatkan karyawan
yang pekerja keras. Bisa saja seorang
karyawan mengatakan dirinya bekerja
keras, padahal sebenarnya mereka tidak
selalu bekerja saat masih jam kantor.
Karena itu, Anda perlu mengingatkan diri
sendiri tentang pentingnya bekerja keras
sebagai karyawan.
Bekerja Secara Tim
Setiap perusahaan perusahaan terdiri
dari beberapa tim. Setiap perusahaan
juga membutuhkan usaha tim dengan
efektif. Karena itu, setiap tim diharapkan
mapu bekerjasama dan solid. Karyawan
yang mampu bekerja secara tim diibaratkan sebagai semut pekerja.
Mampu Beradaptasi dan Mau Belajar
Karyawan yang baik tahu bagaimana
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, bersedia mempelajari hal-hal
baru dan melakukan yang terbaik dalam
setiap perubahan serta cenderung menjadi pemain terbaik dalam organisasi
apapun.
Memotivasi Diri Sendiri
Seorang karyawan yang baik tidak
pernah ragu-ragu mengambil tanggung
jawab atau posisi yang lebih tinggi. Dia
juga siap untuk bekerja di luar tugasnya
sehari-hari, yang berkaitan dengan pemecahan masalah perusahaan atau pencapaian tujuan perusahaan.
Membantu Orang Lain
Setiap karyawan akan menghargai
uluran tangan karyawan lain jika ia sedang membutuhkan bantuan. Jangan
ragu untuk membantu orang lain. Hal ini
akan menjalin hubungan persahabatan
dengan rekan kerja dan menjaga kantor
berjalan lancar. Sikap karyawan yang
helpful pada waktunya akan dihargai
oleh pimpinan dan rekan kerja.
Jujur
Seorang karyawan yang baik adalah
jujur terhadap pekerjaannya. Mereka cukup kritis dan bersedia menerima saran
dan kritikan karena mereka menganggap
bahwa hal itu sangat penting untuk menjadi pelajar yang baik.
Sopan dan Beretika
Menjadi ramah tidak akan merugikan
Anda. Karyawan yang baik tentu akan
menyambut rekan kerja mereka dengan
sebuah sapaan hangat 'selamat pagi',
mengatakan hal-hal sopan seperti
'terima kasih' dan 'Anda dipersilakan'.
Hal tersebut mungkin tampak sepele,
namun justru membuat karyawan lebih
dihargai. Seorang karyawan yang baik
juga mengikuti kebijakan perusahaan
dan bisa mengilhami orang lain untuk
melakukan hal yang sama. Ada aturan
kerja yang dibuat dan harus diikuti. Ada
sopan santun di setiap tempat yang
harus dijaga.
Disiplin dan Tepat Waktu
Setiap bos menyukai karyawan
yang disiplin dan tepat waktu. Waktu
adalah uang. Datang terlambat ke
kantor, mengambil jam istirahat untuk
sesuatu yang tidak perlu, menundanunda pekerjaan dan meninggalkan
kantor lebih awal dari jam kerja akan
membuat perusahaan membuangbuang biaya mempekerjakan karyawan
semacam itu. Atasan tidak akan pernah
menghargai hal ini.
Mencuri Poin
dan Menghormati Privasi
Salah satu praktik yang paling
umum dilakukan di kantor adalah
‘mencuri poin’ karyawan lain agar ia
terlihat sebagai karyawan teladan. Seorang karyawan yang baik tentu tidak
akan melakukan atau membiarkan rekan kerja kehilangan poinnya. Orang
harus selalu ingat bahwa dia datang ke
kantor untuk bekerja dan menciptakan
karir. Jangan menyebarkan gosip kantor
atau rumor dan hormati privasi rekan
kerja Anda. Karyawan yang baik akan
menjaga dan melindungi hal yang bersifat rahasia perusahaan dan berkaitan
dengan bisnis perusahaan. n
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
29
Column : Leadership
Kepemimpinan : Arti, Ma
D
alam tulisan ke 1 sampai dengan 4, telah diuraikan secara cukup rinci mengenai Arti dan Makna Leadership atau
Kepemimpinan. Tulisan ke 5 ini akan
membahas beberapa contoh aplikasi kepemimpin­
an yang lemah, contoh kepemimpinan yang tidak
ethical dan contoh yang tepat.
Pertama, kita bahas kepemimpinan yang lemah
dan tidak ethical. Bisa diamati beberapa kejadian di
pemerintahan dimana banyak pejabat yang terlibat
kasus suap, melakukan pembiaran atas kesalahan,
penyalahgunaan kekuasaan, mendahulukan kepentingan dirinya atau
menomor duakan kepen­
tingan masyarakat, dan
masih banyak contoh lain.
Para pemimpin yang
seyogyanya dipilih kare­
na integritas yang tinggi,
ternyata justru memiliki
integritas jauh lebih buruk dari yang diharapkan.
Pejabat yang melakukan
tindakan korupsi, sangat
jelas bahwa individu pejabat tersebut sangat lemah,
atau intra-personal skill
nya sangat rendah. Seperti
yang diuraikan pada tulisan sebelumnya, bahwa
intra-personal adalah merupakan fondasi utama
kepemimpinan/leadership. Sedangkan inter-personal adalah merupakan kompetensi utama dalam
leadership, yaitu kemampuan dalam memimpin
atau memberi pengaruh kepada orang lain untuk
melakukan tugas tertentu.
Banyaknya pejabat/pemimpin yang bertindak menyimpang, merupakan fakta bahwa kemampuan untuk memilih pemimpin dinegara ini
masih sangat buruk. Mengapa pejabat tersebut
dapat lolos terpilih sebagai pemimpin? Hal yang
lebih mengecewakan lagi ialah bahwa beberapa
pemimpin yang terlibat dalam penyimpangan
tersebut adalah pejabat polisi atau kejaksaan, di-
30 |
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
mana tanggung jawab utama nya adalah untuk menegakkan hukum dan membasmi penyimpang­an.
Namun pada kenyataannya justru melakukan penyimpangan.
Kondisi yang demikian, jelas akan membawa kerugian yang sangat besar bagi orang yang
di­pimpinnya. Bila pemimpin tersebut adalah
pemimpin negara, maka yang dirugikan secara
langsung adalah seluruh masyarakat yang berada dalam wilayah kepemimpinannya, dan juga
masyarakat lain yang terkena imbas secara tidak
langsung. Kerugian lain yang lebih besar adalah
tingkat produktifitas yang dihasilkan oleh lembaga
atau masyarakat tersebut akan menjadi sangat rendah.
Contoh lain bentuk kepemimpinan yang rendah akibat kompetensi intra-personal yang buruk ialah banyaknya penyalah gunaan kekuasaan.
Kita bisa menemukan bentuk penyalah gunaan
kekuasaan yang sangat nyata dan juga banyak yang
tersembunyi. Hal ini adalah merupakan pelanggaran amanah (kepercayaan) yang diberikan. Penulis
pernah bermain golf disalah satu kota, pada hari
minggu. Pada saat tiba di lapangan golf, bersamaan
ada satu mobil sedan yang dikawal dengan 1 mobil
polisi warna putih berisi 2 orang polisi dan 4 motor
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
(Bagian terakhir dari 5 tulisan)
rti, Makna dan Aplikasinya
besar polisi yang dikendarai oleh polisi. ternyata
iringan mobil polisi tersebut adalah untuk mengantar Kapolda wilayah tersebut bersama istrinya
untuk bermain golf...!
Ditinjau dari sudut management, tindakan
Kapolda tersebut menunjukan kepemimpinannya
yang tidak efektif. tentu saja sesuatu yang wajar
bagi pak Kapolda untuk main golf di hari minggu. namun kepergiannya dengan menggunakan
fasilitas negara yang berlebihan untuk mengantar
bermain golf pada hari libur, adalah merupakan
tindakan penyalahgunaan wewenang yang diberikan. Dalam hal ini, terdapat kerugian finansial
yang dikeluarkan negara, tapi bukan ini yang menjadi persoalan utama. tindakan Kapolda tersebut
menunjukan bahwa beliau memiliki mental yang
buruk, dimana lebih mementingkan keperluan
pribadinya, dan menomorduakan kepentingan
masyarakat. perilaku tersebut juga akan menjadi
contoh yang buruk bagi polisi yang lebih junior
atau calon pejabat mendatang.
penulis merasa cukup sulit untuk saat ini bisa
menemukan figur yang memiliki kompetensi leadership yang ethical dan kuat di indonesia, khususnya mencari pemimpin yang memiliki kompetensi
intrapersonal yang baik. Sebagian besar pemimpin
yang berkuasa saat ini dan juga pemimpin pada
masa orde baru atau setelahnya, memiliki intrapersonal yang rendah atau bahkan cenderungburuk dan munafik. atau kalau bila ada yang
memiliki intrapersonal yang baik, kemampuan interpersonalnya rendah. Dengan kualitas pemimpin
yang rendah, maka hasil kerja keseluruhan juga
akan menjadi rendah.
Sikap, mental dan perilaku yang tidak ethical akan menghasilkan leadership yang tidak ethi­
cal. Beberapa contoh yaitu a.l: menyalahgunakan
kekuasaan, tidak menjalankan amanah, melanggar
norma dan etika kerja, mementingkan kepentingan individu, tidak accountable, menghalalkan cara
yang tidak halal, dan sebagainya. perilaku yang
negatif ini semua, bukan saja akan menghasilkan
kinerja yang buruk, namun sekaligus akan membentuk budaya yang tidak ethical pada lingkungan
kerja dan juga generasi yang lebih muda.
namun, penulis dapat menyebutkan beberapa
contoh pemimpin yang memiliki intrapersonal
dan interpersonal yang baik, yaitu seperti: mantan
gubernur DKi ali Sadikin, mantan Kapolri Jenderal Hoegeng, mantan pangab m. Jusuf dan ada
beberapa lagi. Selain itu ada juga beberapa contoh
pemimpin Bumn yang baik, meskipun tidak banyak jumlahnya yang bisa disebutkan. namun indonesia pernah memiliki cukup banyak pemimpin
yang kuat dan membanggakan, yaitu pemimpin
yang telah terukir sebagai pahlawan nasional.
Bagaimana kita menilai
kompetensi
kepemimpinan/leadership seseorang..? Kita patut
menilai dari sisi intrapersonal terlebih dahulu, yaitu
beberapa aspek penting a.l: kejujuran, integritas,
accountability, komitmen, sikap - mental, dan pengendalian emosi. Setelah itu kita nilai sisi interpersonal nya, yang ditinjau dari beberapa aspek penting a.l: kemampuan komunikasi yang menjual dan
menginspirasi, rasa empathy yang tinggi terhadap
lingkungan, kemampuan memotivasi, bertindak
sebagai katalis,mengatasi konflik dan kemampuan
melakukan perubahan.
Seorang pemimpin yang baik harus mampu untuk senantiasa membentuk pemimpin-pemimpin
baru yang kuat. Bila terdapat seorang pemimpin
yang merasa terancam terhadap bawahannya, dan
kemudian melakukan tindakan yang menghentikan kemajuan kompetensi bawahannya tersebut,
maka leadership pemimpin tersebut rendah.
Salah satu sikap mental yang dapat mempercepat perkembangan kepemimpinan seseorang ialah
‘kerendahan hati’. Seorang pemimpin yang rendah
hati, akan memiliki peluang sukses yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan pemimpin yang tinggi
hati. pemimpin yang rendah hati, akan mampu
mendengar lebih baik dan mampu mengevaluasi dirinya dengan lebih dalam yang kemudian
mau melakukan koreksi terhadap kelemahannya.
Sehingga pemimpin yang rendah hati akan lebih
dihargai oleh bawahannya, dan akan mampu untuk memimpin dengan lebih efektif dibandingkan
dengan pemimpin yang tinggi hati. n
Brata Taruna Hardjosubroto adalah mantan
Eksekutif iBm & indosat
Group, sekarang berprofesi sebagai Executive
Coach dan Practice
Leader mKi Corporate
university.
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
31
C ol u m n : S u c c e s s M o t i vat i on
Manajemen P
A
pabila kita menyaksikan suatu pertan­
dingan sepakbola, terlihat dipinggir
lapangan seorang pelatih sepakbola
dengan tekun memperhatikan para pemainnya yang sedang bertanding, ada yang mencatat sendiri perkembangan kinerja pemainnya,
ada juga yang dibantu asistennya. Ketika pertan­
dingan dimulai setiap pelatih akan memberikan
daftar Line Up yang merupakan susunan para
pemain timnya yang pertama kali diturunkan, dan
tentunya sang pelatih mempunyai penilaian terha­
dap masing-masing pemainnya dengan standar
kinerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tim
lawan tandingnya. Namun selama berjalannya
pertandingan dalam dua babak itu, tentu saja ada
pemain yang kinerjanya tidak seperti diharapkan,
diperlukan penggantian terhadap para pemain
sehingga kinerja tim keseluruhan dapat mencapai
32 |
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
hasil yang maksimal. Salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai suatu target yang merupakan penjelmaan
visi dan misi suatu organisasi adalah monitoring
dan controlling, sehingga kinerja setiap individu
dan tim dapat terus mengalami perbaikan secara
terus menerus. Monitoring dilakukan dengan
membandingkan antara pencapaian kinerja yang
sedang berjalan dengan ukuran standar yang telah
ditetapkan berupa KPI (Key Perfomance Indicator),
yang selanjutnya diikuti dengan proses controlling
yang akan menyusun langkah-langkah perbaikan
untuk meningkatan kemampuan masing-masing
anggota tim dan tim secara keseluruhan dalam
menutupi gap yang masih terjadi.
Cara untuk melakukan monitoring dengan
efektif dalam suatu organisasi adalah dengan
melakukan siklus review secara konsisten, mulai
Oleh : Gani Gunawan Djong
n Perubahan
dari ativitas harian, mingguan, bulanan, triwulanan dari masing-masing divisi, bagian, tim, hingga
masing-masing individu. Kegiatan review ini
hanya dapat dilakukan apabila ada suatu sistem
pelaporan yang tertulis serta adanya rapat rutin
yang membahas perkembangan kinerja tersebut.
Disinilah perlu kejelian dari para pemimpin unit
kerja dalam melakukan tindakan perbaikan,
karena mereka tidak hanya sekedar melakukan
“pengecekan” terhadap kinerja anggota timnya,
namun mereka juga harus mengenali kondisi
anggota tim dan permasalahan yang timbul serta
mengembangkan orang-orang yang dia pimpin.
Kadang-kadang dibutuhkan suatu “kesabaran”
dalam meningkatkan kinerja mereka.
ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kinerja yakni melalui
Coaching dan Mentoring , dan juga ada beberapa
cara untuk memotivasi anggota tim untuk dapat
mencapai potensi mereka dengan sepenuhnya
seperti yang telah dibahas dalam artikel-artikel
lainnya dalam buku ini. peranan KEpEmimpinan sangat dibutuhkan dari pada hanya sekedar
keahlian manaJEmEn dalam menangani kinerja
seseorang atau tim, jadilah seorang pEoplE
DEVElopEr yang tidak hanya bekerja untuk
mengembangkan orang lain, namun kita sendiri
juga ikut bertumbuh dalam proses ini.
proses review yang konsiten di atas, tentu
saja diharapkan untuk meningkatkan kinerja tim
beserta seluruh anggotanya untuk berkontribusi
terhadap pencapaian obyektif tahunan organisasi. pada setiap tingkatan manajemen akan
melakukan review terhadap tingkatan manajemen
dibawahnya melalui review triwulanan khususnya
di tingkat divisi dan korporat / organisasi yang
akan dipergunakan sebagai masukan dalam siklus
perencanaan tahunan yang bisa saja mengambil
beberapa langkah perbaikan dengan melakukan
perubahan-perubahan Kebijakan yang baru di
tahun kerja berikutnya, sehingga tetap bisa bersaing di tengah pasar yang sangat kompetetif dan
menjadi salah satu organisasi yang dinamis dalam
menghadapi gelombang perubahan yang penuh
tantangan ini.
perubahan eksternal dalam pasar lingkungan
bisnis suatu organisasi juga harus diantisipasi dengan melakukan pEnYESuaian dan pEruBaHan dalam lingkup internal organisasi, dan ini
tentu tercermin dalam perencanaan Strategik yang
dilakukan oleh tingkatan top manajemen, yang
berkaitan dengan membangun kekuatan daya
saing perusahaan terhadap pesaing. Dan Sumber
Daya manusia merupakan faktor yang terpenting
yang harus menjadi titik perhatian dalam proses
Manajemen Perubahan disamping faktor-faktor
lainnya.
ada tiga faktor eksternal yang memberikan
tekanan terhadap suatu organisasi yang dinamis
yakni persaingan, lingkungan yang terus berubah
dan inovasi yang harus ditanggapi oleh perubahan
internal organisasi. Dari segi persaingan, maka
ada beberapa hal yang kiranya harus menjadi
perhatian suatu organasisasi yakni fokus kepada
pelanggan, pemberdayaan sumber daya manusia,
pengembangan produk-produk baru, dan memastikan suatu strategi dapat diterapkan menjadi tindakan. Sedangkan dari segi lingkungan yang terus
berubah harus dapat diantisipasi melalui External
Scanning yang dapat dilakukan oleh suatu divisi
khusus yang memantau perkembangan diluar
organisasi yang akan menjadi masukan berharga
pada saat penyusunan perencanaan Strategik. Dan
yang dari segi inovasi, yang bisa terjadi dalam
inovasi produk, proses, dan it juga harus terus
diantispasi dalam lingkungan internal melalui
organisasi yang inovatif.
mengelola orang-orang dalam organisasi yang
dinamis dalam menghadapi perubahan ini yang
sering dikenal sebagai Change Management atau
manajemen perubahan adalah sesuatu yang harus
menjadi tanggung jawab para pemimpin dari berbagai tingkatan manajemen disuatu organisasi dan
hal ini harus terus menerus disampaikan kepada
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
33
C ol u m n : S u c c e s s M o t i vat i on
semua jajaran dalam organisasi, hanya ada tiga
cara yakni melalui komunikasi – komunikasi dan
komunikasi untuk menyampaikan visi dan misi
suatu orga­nisasi .
Dalam pengalaman penulis yang bekerja
di salah satu bank swasta nasional selama lebih
dari 20 tahun dan telah mengalami perubahan
kepemilikan dan manajemen, adalah sangat
menarik untuk diikuti
bagi sebagian karya­
wan namun juga
menjadi tidak menarik
bagi sebagian karyawan lainnya. Ada
yang bisa mengikuti
perubahan, namun
ada juga yang akhirnya
tidak dapat mengikuti arus perubahan.
Salah satu sebab yang
membuat berhasilnya
suatu organisasi dalam
melakukan transformasi adalah kemampuan para pemimpin
di setiap tingkatan
untuk memiliki kemampuan dalam mengkomunikasikan perubahan-perubahan yang akan terjadi dan apa yang
diharapkan dengan adanya perubahan tersebut
yang harusnya berdampak baik dalam jangka panjang baik bagi para individu maupun organisasi
secara keseluruhan.
Namun dalam prakteknya memang proses
perubahan ini selalu akan melewati tahapantahapan yang tidak selalu menyenangkan bagi
para pihak dan ini adalah suatu proses yang wajar.
Pada awalnya perubahan yang terjadi seringkali
akan membuat shock baik kepada para individu
maupun tim di dalam suatu organisasi. Tidak
jarang gelombang perubahan ini menyebabkan
terjadinya kemarahan (anger) dan penolakan (re­
jection) yang tidak setuju dalam mengikuti irama
perubahan itu. Dan disinilah para Manager Leader
harus meningkatkan potensi kepemimpin­annya
untuk mengambil keputusan sebagai seorang
transformer yang akan menjadi agen perubahan
bagi kesinambungan organisasinya di masa akan
datang. Dan jika mereka berhasil melakukan
proses perubahan ini dengan baik, maka yang
selanjutnya terjadi adalah mulai adanya
penerimaan atau pengakuan (acceptance) dan
jika ditindak lanjuti dengan lebih bijaksana
pada akhirnya malahan para individu ini akan
membantu (help) dalam mewujudkan sinergi
yang sangat penting untuk mencapai tujuan
organisasi.
Hubungan antar manusia tentunya merupakan salah kunci
keberhasilan dalam
melakukan manajemen perubahan,
dimana hal ini banyak
melibatkan emosi
seperti yang dijelaskan dalam ke lima
tahapan emosi diatas.
Untuk itu diperlukan
kemampuan para
pemimpin disetiap
tingkatan manajemen
dalam pengelolaan
rekening bank emosi
para individu yang
sedang memasuki
gelombang perubahan
itu, sehingga tidak
terjadi tahapan-tahapan yang bisa merugikan
semua pihak karena yang terjadi justru emosi
negatif seperti penyangkalan (denial), kemarahan (anger), penolakan (rejection), menjengkelkan (aggravation) dan menghalangi
(hinder) dalam proses perubahan. Penting
bagi para Pemimpin disetiap tingkatan untuk
mengambil keputusan terlebih dahulu bahwa
dia sendiri harus bisa menerima perubahan
dalam organisasi sebelum dia menjadi agen
perubahan di organisasinya. Pertanyaan paling penting dalam masa perubahan itu adalah
apakah kita hanya akan menjadi penumpang,
pengamat, pendayung atau nakhoda yang
akan mengemudikan kapal kita ditengah
Gelombang perubahan yang sedang dilalui
ini. n
“Bukan spesies
terkuat yang selamat,
bukan juga yang terpintar, tapi yang pa­
ling tanggap terhadap
perubahan”
– Charles Robert Darwin
34 |
Human Capital Journal n No. 06 n Tahun I n Desember 2011
Gani Gunawan Djong, Motivator dan Success Coach.
Success Motivation Institute, Inc, Southeast Asia Regional
Office. Email: [email protected],
Mobile : + 62 815 8571 7594. Phone : + 6221 45 000 75
Website : www.success-motivation.com
Resensi Buku
11 Spirits of A Champion –
for Manager Leader From Concept To Reality
Penulis : Gani Gunawan Djong
P
elola sumber daya manusia dalam
suatu organisasi merupakan suatu
tantangan yang sangat menarik
bagi para Manajer, Direktur dan
tentu saja para Pemilik Bisnis dalam mencapai target-target bisnisnya. Namun demikian perkembangan yang sangat cepat
dalam lingkungan bisnis saat ini ternyata
tidak diimbangi dengan kecepatan dalam
pengembangan sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi yang memadai
untuk melaksanakan tugas-tugas di organisasi itu, sementara persaingan di lingkungan eksternal bisnis dari hari ke hari
semakin tajam dan menuntut adanya penyesuaian-penyesuaian
yang dilakukan di lingkungan
internal organisasi.
Peranan seorang Manajer
tidak hanya memastikan bahwa
segi-segi teknis di dalam organisasinya telah berjalan baik dan benar,
namun mereka sekarang juga dituntut
untuk lebih berfokus kepada orang-orang
yang dipimpinnya yang merupakan harta
termahal di organisasinya. Mereka bukan
hanya “mengelola” tapi “memimpin” atau
sebagai Leader di organisasinya yang harus juga mampu untuk mengkomunikasikan
VISI dan MISI organisasinya hingga ke
tingkatan karyawan pelaksana sehingga
tujuan organisasinya dapat dicapai.
Metafora bagaimana memimpin suatu
organisasi dengan “bagaimana suatu tim
sepakbola dikelola? “ telah menarik perhatian penulis sejak lama. Adalah merupakan impian pemilik klub dimanapun di
dunia untuk menjadi JUARA LIGA. Dengan
kompetisi yang sarat jadwal pertandingan
baik di liga lokal, regional dan internasio-
nal, para pelatih dan manajer masing-masing klub bukan saja harus terus menerus
mempertahankan namun juga harus meningkatkan kinerja klub yang diasuhnya.
Dalam buku 11 SPIRITS OF A CHAMPION For Manager Leader – From Concept
To Reality ini penulis memaparkan ada
11 semangat yang dapat dipelajari dari
seorang pelatih klub sepakbola dalam
membuat anak-anak asuh dalam timnya mencapai impian setiap pemilik klub
yakni menjadi JUARA. Mulai dari langkah
MEMBANGUN
TIM IMPIAN
hingga bagaimana
m e re-
ka
mampu membangkitkan potensi seluruh
anggota dan timnya untuk memiliki mental
BERTANDING UNTUK MENANG.
Melalui buku ini penulis ingin mengajak para Manajer atau calon Manajer yang
membaca buku ini, bukan hanya mengenali akan ke 11 SEMANGAT dari seorang
JUARA, namun juga bisa diterapkannya
ketika mengelola dan memimpin anggota
timnya untuk memiliki mental pemenang
dalam mencapai tujuan organisasinya .
Buku ini menyajikan panduan praktis
bagi para Manager, Business Owner dan
Leader yang ingin terus mengembangkan
potensi kepemimpinannya, yakni dengan
memaksimalkan potensi setiap orang yang
dipimpinnya. Melalui metafora seorang
pemimpin bisnis adalah seperti seorang
pelatih (coach) sepakbola yang berhasil
meramu potensi para pemainnya untuk
dapat tampil maksimal ketika memasuki
lapangan pada setiap pertandingan dengan sikap seorang pemain yang bertanding untuk menang, namun semuanya ini
dimulai dengan keputusan yang meruapakan langkah seorang pelatih dan pemilik
klub yang ingin membangun tim impiannya
terlebih dahulu.
Dalam mencapai ini semua, seorang
pemimpin harus memulainya dengan
memiliki VISI, MISI dan NILAI-NILAI terlebih dahulu yang memberikan arahan
yang jelas bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi tersebut untuk
mencapai Tujuan Organisasi, yang
dilanjutkan dengan kemampuan
para pemimpin itu untuk melakukan PEMBERDAYAAN kepada para
anggotanya berdasarkan atas kemampuan
mereka masing-masing, dan itu tentunya
harus dimulai dengan sang pemimpin
itu sendiri yang harus melakukan pembeerdayaan terlebih dahulu kepada dirinya sendiri. Para Manager dan Business
Owner juga harus mulai lebih terfokus
kepada aspek-aspek sosial atau hubungan
antar manusia, selain memiliki perhatian
terhadap aspek-aspek teknis dalam pengelolaan suatu organisasi, sehingga suatu
organisasi tidak hanya dikelola dengan
baik, namun juga dipimpin dengan baik.
Inilah yang membedakan antara seorang
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011 |
35
MANAGER dan seorang LEADER, dimana
mereka bisa mencapai CORPORATE VISION melalui kontribusi setiap anggota
tim yang memiliki arah yang lebih jelas
dalam PERSONAL GOAL SETTING yang
disusunnya.
Diperlukan teknik-teknik untuk mengarahkan para anggota tim melalui COACHING dan MENTORING sehingga terjadi
peningkatan kinerja pribadi dan juga tim
secara keseluruhan, dan ini tentunya
diperlukan seni yang harus dikembangkan
terus menerus oleh para pemimpin dalam
melakukan MOTIVASI yang selama ini hanya bersifat eksternal melalui REWARD dan
PUNISHMENT, namun tidak kala penting
juga harus dikembangkan motivasi yang
sifatnya INTERNAL yang dikenal sebagai
ATTITUDE / SELF MOTIVATION. Dan dalam
prakteknya diperlukan suatu teknik yang
selama ini banyak digunakan untuk membangun PENCAPAIAN seseorang melalui
KEKUATAN VISUALISASI dan AFIRMASI,
yang akan menggerakan seseorang untuk
dapat mencapai impiannya.
Dan akhirnya untuk dapat mencapai
suatu KEMENANGAN sangat ditentukan
antara STRATEGI DAN PERMAINAN DILAPANGAN, dan diperlukan penyesuaian-penyesuaian selama pertandingan berlangsung melalui MANAJEMEN PERUBAHAN
yang akan menyesuaikan organisasi terhadap perkembangan faktor-faktor atau
lingkungan diluar organisasi yang sangat
dinamis, dan untuk itu para pemimpin harus terus memiliki Pengharapan Positif
terhadap para anggota timnya sehingga
mereka akan senantiasam BERTANDING
UNTUK MENANG, hingga wasit membunyikan pluit tanda pertandingan berakhir.
Akhirnya ini semua terserah anda para
pembaca, apakah anda ingin hanya sekedar mendapatkan pengetahuan saja, atau
anda mengambil keputusan untuk menerapkan ke 11 spirit yang telah penulis
bagikan dalam buku ini, dan seperti yang
dikatakan oleh Bapak Henry Ford dalam
kutipan berikut dibawah ini, mari kita bisa
menjadi seorang Pemimpin yang mandiri
dan dapat diandalkan. “Bila uang adalah harapan anda untuk mandiri, Anda
tidak akan mendapatkannya. Satu-satunya jaminan yang dapat diandalkan
seseorang adalah PENGETAHUAN,
PENGALAMAN dan KEMAMPUAN “
– Henry Ford n
36 |
Tarif & Komposisi Iklan
Mulai Berlaku 1 April 2011
Letak Halaman
Warna/Full Color Hitam Putih/B&W
Cover 2 (Kulit Muka Dalam)
Rp. 11.000.000,-
Cover 3 (Kulit Belakang Dalam)
Rp. 10.000.000,-
Cover 4 (Kulit Belakang Luar)
Rp. 12.500.000,-
Halaman 3 atau 5
Rp. 11.000.000,-
Rp. 8.000.000,-
Halaman Dalam (Inside Pages)
Rp. 10.000.000,-
Rp. 6.500.000,-
Halaman Dalam Berhadapan (Facing Pages)
Rp. 19.000.000,-
Rp. 13.000.000,-
Halaman Tengah (Center Spread)
Rp. 21.000.000,-
Rp. 15.000.000,-
Halaman Advertorial
Rp. 10.000.000,-
Rp. 6.500.000,-
2/3 Halaman
Rp. 7.500.000,-
Rp. 5.000.000,-
1/2 Halaman
Rp. 5.500.000,-
Rp. 3.500.000,-
1/3 Halaman
Rp. 4.000.000,-
Rp. 2.500.000,-
1/6 Halaman
Rp. 2.000.000,-
Rp. 1.500.000,-
Catatan :
n
Tarif belum termasuk PPn 10%
n
Tarif tidak termasuk biaya separasi warna maupun pembuatan design. Biaya
produksi iklan Advertorial berwarna Rp. 1.000.000,- dan iklan Advertorial Hitam
Putih Rp. 750.000,- per halaman, meliputi wawancara, penulisan artikel, pemotretan, perancangan layout serta separasi warna.
UKURAN IKLAN DISPLAY
2 Halaman
390 mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
1 Halaman
180 mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
2/3 Halaman
188mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
1/2 Halaman
180 mm (lebar) x 133 mm (tinggi)
1/3 Halaman
56 mm (lebar) x 267 mm (tinggi)
1/6 Halaman
56 mm (lebar) x 133 mm (tinggi)
Human Capital Journal n no. 06 n tahun i n Desember 2011
Form
FORMULIR
BERLANGGANAN
Human Capital Journal bisa diperoleh dengan berlangganan.
MOHON DIISI DENGAN HURUF CETAK
Kepada Yth.
Bagian Sirkulasi HUMAN CAPITAL JOURNAL
Menara Kadin Indonesia 24th Floor.
Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950
Ya, kami ingin berlangganan HUMAN CAPITAL JOURNAL :
Nama :
Jabatan :
Nama Perusahaan
Alamat :
Kota :
Kode Pos :
Nomor Telpon :
Hand Phone :
Facsimile :
E-mail :
Berlangganan mulai Edisi No :.................
3 bulan Rp. 75.000,-
6 bulan
Rp. 150.000,-
1 tahun Rp. 300.000,-
2 tahun Rp. 550.000,-
Jumlah ............... Eksemplar
Total Biaya Rp.
Beri tanda X pada kotak yang disediakan. Nilai yang ditransfer ditambah dengan ongkos kirim.
Alamat pengiriman
(
sama dengan alamat di atas)
Nama :
Alamat :
Kota :
Kode Pos
:
Pembayaran
:
Transfer ke Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta
Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia
Nama Jelas, tanda tangan
n
n
Setelah formulir ini diisi, harap di Fax atau email balik beserta bukti pembayarannya ke : Bagian Sirkulasi dan Pemasaran HUMAN CAPITAL
JOURNAL, Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. :
(62-21) 527 4443. Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id
Harga langganan tidak termasuk ongkos kirim per eksemplar (Jakarta Rp. 6.000,- Luar Jakarta sesuai tarif yang berlaku di TIKI/JNE)
Contoh : Ongkos kirim berlangganan untuk 3 bulan di Jakarta = 3 x Rp. 6.000,-/ekp = Rp. 18.000,- Jumlah yang ditransfer : Rp. 75.000 + Rp.
18.000 = Rp. 93.000,-
Form Berlangganan Cetak.indd 2
12/7/2011 1:53:39 PM
R. Chandra, Daisy M
R. Chandra, Daisy M
R. Chandra, Daisy M
R. Chandra, Daisy M
R. Chandra,
R. Chandra
R. Chandra
R. Chandra
R. Chandra
R. Chandra
HR Management Professional Certification - Jakarta
HR Management Professional Certification - Bandung
HR Management Professional Certification - Jogya
HR Management Professional Certification - Bali
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi - Jakarta
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi - Jogyakarta
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi - Bandung
Comprehensive Assessment Center Certification
Strategic Competency Profiling
Technical Comprehensive Library Development - Jakarta
Technical Comprehensive Library Development - Jogya
Training for the Trainers
Comprehensive Training Management
How To Design MT Program
Implementasi Knowledge Management
Career Development Management
Compensation & Benefit Certification
Competency Based Job Evaluation
Finance for Non Finance
Training Identification and Evaluation
Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program
Effective Supervisory Management Program
Leadership Development Program
Assessing Personality with MBTI
Time Management
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Pendaftaran :
Syahmuharnis
Performance Management for Manager
3
6.000.000
4
2
2
2
2
25 - 26
25 - 26
26 - 27
19 - 20
24 - 25
Jan
23 - 25
8-9
22 - 23
1-2
20 - 21
7-9
14 -17
28 - 29
1-2
Feb
27 - 28
14 - 15
20 - 21
1-2
20 - 21
1-2
20 - 23
27 - 28
Mar
25 - 26
24 - 27
25 - 26
25 - 27
11 - 12
27 - 28
9 - 11
25 - 26
17 - 20
4-5
26 - 27
Apr
9 - 10
29 - 30
22 - 24
10 - 11
16 - 17
8-9
1-2
16 - 17
22 - 25
May
26 - 27
5-6
6-8
19 - 20
26 - 27
12 - 15
7-8
29 - 30
Jun
5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected]
3.250.000
3.000.000
36180.000
3.250.000
2.750.000
2.750.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
3.500.000
3.000.000
2.750.000
3.250.000
2.750.000
5.500.000
3.500.000
3.500.000
2.780.000
7.500.000
7.000.000
6.000.000
6.000.000
2.750.000
3.000.000
2
2
2
Fee
3.000.000
Ms. Asri Novita / Purwanti / Poppy Tel. (021)
Mira Widagdo,
Anies Rachmawati
Brata T. H
Brata T. H
Brata T. H
Daisy M
Zacky Yusuf
Susi Muchtar
Mahelan
3
2
Johnnie Susanto,
Anies Rachmawati
Mahelan
2
2
2
0
2
3
2
2
2
4
4
4
4
2
2
2
Days
Lucky Esa
Johnnie Susanto
Anies Rachmawati
Bayu Murti
R. Chandra
Syahmuharnis
KPI with Balanced Scorecard (Corporate Perfomance Management System)
Syahmuharnis
Comprehensive Strategic Man Power Planning
Facilitator
2
Trainng
1
No
Agenda MKI Corporate University 2012
Agenda
Penulis : Gani Gunawan Djong
Menara Kadin Indonesia 24th Floor.
Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia
Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443
Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id
Download