perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kabupaten Wonogiri Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 hektar atau 5,59% dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara geogarafis daerah ini terletak antara 7º 32’ dan 8º 15’ Lintang Selatan (LS) dan 110º 41’ dan 111º 18’ Bujur Timur (BT). Kabupaten ini berada 32 km di sebelah selatan Kota Solo, 17 km dari Kabupaten Sukoharjo, 67 km dari Kabupaten Klaten, dan berjarak 133 km dari Kota Semarang, serta berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur di sebelah timur dan Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah barat dengan batas sebagai berikut (Lampiran 1.): a. Sebelah utara: berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. b. Sebelah timur: berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur. c. Sebelah selatan: berbatasan dengan Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur dan Samudra Indonesia. d. Sebelah barat: berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS, 2012). commit to user 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 2. Lahan Kering Menurut Kuntohartono et al. (1982) lahan tegalan/lahan kering adalah lahan yang dalam keadaan alamiah lapisan atas dan bawah tubuh tanahnya (top dan subsoilnya) sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun tidak jenuh air dan tidak tergenang. Dalam bidang pertanian bahwa lahan kering adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi yang ditanami dengan jenis tanaman umur pendek saja. Pertanian lahan kering meliputi: tegalan/ladang, kebun campur, perkebunan, dan sawah tadah hujan (Rukmana, 1995). Ciri-ciri lahan kering yang lain yaitu kandungan liat dan besi yang tinggi dan yang disertai rendahnya kandungan bahan organik mengakibatkan tanah menjadi peka terhadap erosi dan pemadatan tanah. Kandungan besi yang tinggi mengakibatkan rendahnya kapasitas menyimpan air pada akhirnya menghambat penetrasi akar serta pertumbuhan akar. Selain itu, tanahnya bersifat masam dan kesuburan tanah rendah (Sastrosumarjo, 1995). Topografi Kabupaten Wonogiri sebagian tanahnya berupa perbukitan, dengan ±20% bagian wilayah merupakan perbukitan kapur, terutama yang berada di wilayah selatan Wonogiri. Sebagian besar topografi tidak rata dengan kemiringan rata-rata 30º, sehingga terdapat perbedaan antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya yang membuat kondisi sumber daya alam yang saling berbeda. Kabupaten Wonogiri sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian (BPS, 2012). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 3. Rizosfer Bakteri merupakan mikroba prokariotik (tidak memiliki membran inti) dan mempunyai dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan. Ukuran bakteri dengan panjang 1-2 μm dan diameter 0,5-1 μm. Bakteri tanah menempati pori mikro (<10 μm). Hal ini disebabkan pada pori mikro bakteri akan lebih terlindung dari serangan protozoa (Killham, 1995). Rizosfer merupakan bagian tanah yang berada di sekitar perakaran tanaman dan berperan sebagai pertahanan luar bagi tanaman terhadap serangan patogen akar (Patkowska, 2002). Selain itu, akar tanaman memberikan konstribusi terhadap kelimpahan bahan organik tanah dan kemantapan agregat tanah secara langsung melalui material akar (Watt et al., 1993). Mikroba yang mengkolonisasi rizosfer dan atau endofit diketahui sebagai pengkolonisasi akar. Di dalam rizosfer, sekresi senyawa organik yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat mengaktifkan populasi mikroba. Berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam rizosfer dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara umum dalam tanah jumlah bakteri lebih banyak daripada jumlah cendawan. Oleh karena itu, potensi bakteri yang bersifat antagonis terhadap cendawan patogen sangat besar (Patkowska, 2002). 4. Eksopolisakarida Eksopolisakarida merupakan polimer dengan bobot molekul tinggi yang tersusun dari monosakarida dan beberapa bahan non karbohidrat seperti asetat, piruvat, suksinat, dan fosfat. Struktur dan komposisi eksopolisakarida commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 yang dihasilkan oleh bakteri tergantung pada beberapa faktor lingkungan seperti medium, sumber karbon dan nitrogen, sistem fisiologi bakteri (aerobik atau anaerobik), dan kondisi fermentasi (pH, suhu, dan konsentrasi oksigen). Pada umumnya eksopolisakarida dapat diperoleh secara optimum dihasilkan pada pH 7, suhu 30-37oC dengan menggunakan sukrosa atau glukosa sebagai sumber karbon (Sutherland, 2001; Duta et al., 2004; Bueno dan Garcia-Cruz, 2006). Eksopolisakarida dihasilkan oleh bakteri gram negatif dan gram positif. Menurut Wingender et al. (1999) bahwa eksopolisakarida sering ditemukan di sekeliling struktur membran sel luar pada prokariota. Struktur fisik eksopolisakarida berupa kapsul sampai dengan dinding sel slime masif yang terbentuk di luar membran sel bakteri (Steinmetz et al., 1995). Eksopolisakarida melindungi bakteri dari berbagai macam cekaman lingkungan (Iqbal et al., 2002), melindungi sel dari senyawa antimikroba, antibodi, dan bakteriofage, ataupun untuk pelekatan dengan bakteri lainnya, binatang, dan jaringan tanaman (Wingender et al., 1999; Patten dan Glick, 2002). Selain itu, eksopolisakarida yang dihasilkan dapat berperan untuk meningkatkan pelekatan akar pada tanah dan secara mekanik dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah di rizosfer (Chenu dan Guerif, 1991). Eksopolisakarida bakteri membentuk mikroagregat yang stabil terhadap pengaruh aliran air, sehingga memelihara sifat fisik dan kimia tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman (Ashraf et al., 1999). Beberapa bakteri penghasil eksopolisakarida yang telah dilaporkan antara lain dari genus commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 Pseudomonas yaitu, P. aeruginosa, P. fluorescens, dan P. putida menghasilkan beberapa jenis polisakarida penting. Polisakarida tersebut antara lain polisakarida ekstraselular, kapsular, dan lipopolisakarida (Kim et al., 1996; Sutherland, 1997). Bakteri gram negatif menghasilkan beberapa jenis eksopolisakarida penting yang dapat digunakan untuk hubungan antara mikroorganisme dengan tanaman dan hewan. Rizobakteri penambat N2 non simbiotik dari genus Azospirillum banyak dijumpai di daerah sekitar perakaran dan memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman pertanian dan perkebunan penting lainnya (Okon dan Labandera-Gonzalez, 1994; Ahmad et al., 2005; Akbari et al., 2007). 5. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Plant Growth Promoting Rhizobacteria pertama kali didefinisikan oleh Kloepper dan Schroth (1978) sebagai bakteri di sekitar perakaran tanaman yang memiliki kemampuan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Menurut Woitke et al. (2004) PGPR merupakan kelompok mikroorganisme yang hidup bebas yang dapat memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman dengan cara membuat koloni pada bagian perakaran atau hidup di daerah rizosfer. Beberapa mekanisme PGPR untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman antara lain yaitu produksi siderofor sebagai pengkelat besi dan sintesis fitohormon (Klopper dan Schroth, 1978). Mikroorganisme mampu menghasilkan hormon tumbuhan seperti auksin, sitokinin, dan giberelincommit (Leveau to dan userLindow, 2005). Asam indol asetat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 atau indol acetic acid (IAA) merupakan hormon auksin yang pertama yang mengendalikan berbagai proses fisiologi penting meliputi pembelahan dan perkembangan sel, diferensiasi jaringan, serta respon terhadap cahaya dan gravitasi (Salisbury dan Ross, 1992). Bakteri penghasil IAA mempunyai kemampuan membantu berbagai proses tersebut dengan memasukkan IAA ke dalam pool auksin tanaman. Salah satu produser IAA yang cukup besar adalah bakteri rizosfer (PGPR). Sekitar 80% bakteri rizosfer diketahui dapat menghasilkan hormon ini (Patten dan Glick, 1996). Pada bakteri pemacu pertumbuhan tanaman, IAA dihasilkan dari proses biosintesis yang kompleks dan melibatkan banyak enzim. Efek fisiologis biosintesis IAA pada bakteri tidak hanya untuk pemacu pertumbuhan tanaman, namun juga digunakan untuk interaksi dengan tanaman. Berdasarkan penelitian Zakharova et al. (1999) precursor yang paling efesien digunakan oleh bakteri adalah triptofan (Trp). Penambahan Trp ke dalam media kultur P. syringae pv. syringae dapat meningkatkan produksi IAA sampai 10 kali lipat dibandingkan tanpa penambahan Trp (Fett et al., 1987). Berdasarkan penelitian Tien et al. (1979) bahwa produksi IAA meningkat sesuai peningkatan konsentrasi Trp dari 1-100 ug/ml dan umur kultur bakteri sampai bakteri mencapai fase stasioner. Terdapat tiga lintasan biosintesis IAA yang diketahui yakni lintasan asam indol-3-piruvat (IPA), asam indol-3-asetamida (IAM), dan triptamin (TAM) (Gambar 4.). Lintasan asam indol-3-piruvat (IPA) merupakan lintasan umum pada mikroorganisme seperti Enterobacter cloacae dan Azospirillum. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 Lintasan IAM merupakan lintasan yang digunakan bakteri Agrobacterium tumefaciens dan P. syringae dalam mensintesis IAA (Patten dan Glick, 1996). Triptofan Lintasan IPA Lintasan TAM Indol-3-piruvat dekarboksilase Trp-monooksigen Indol-3-asetatdioksim Indol-3- asetonitril Indol-3-asetamit Indol-3- asetamida hidrolase Trp-aminotransferase Indol-3-asam piruvat Indol-3-asetatdehyt Indol-3-asam asetat Gambar 4. Lintasan biosintesis IAA dengan menggunakan precursor Trp pada Azospirillum brasilense (Zakharova et al., 1999). IAA yang dihasilkan bakteri dapat meningkatkan luas permukaan dan panjang akar, sehingga tanaman dapat menyerap lebih banyak nutrisi dari tanah. Selain itu, IAA dapat mengendurkan dinding sel tanaman dan sebagai hasilnya akan memfasilitasi peningkatan jumlah eksudat akar yang menyediakan nutrisi tambahan untuk mendukung pertumbuhan bakteri rizosfer (Glick, 2012). IAA pada konsentrasi rendah (0,5 ppm) secara nyata dapat meningkatkan pemanjangan akar primer, sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat meningkatkan pemanjangan akar lateral dan adventif. Menurut Astuti commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 (2008) pada konsentrasi IAA yang tinggi sekitar 86 ppm dapat menyebabkan terhambatnya proses pemanjangan akar utama, pembelahan sel, dan pembentukan akar lateral. Patten dan Glick (2002) melaporkan terdapat mekanisme penghambatan pertumbuhan tanaman akibat produksi IAA yang berlebih. Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman. Selain itu, fosfat merupakan makronutrien esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan fosfat dalam tanah ratarata 0,05%, hanya 0,1% dari total fosfat tersedia bagi tanaman karena fosfat tersebut terjerap atau terikat dengan kation logam misalnya Fe, Ca, dan Al, serta rendah kelarutannya. Dengan keterbatasan ini, mikroorganisme merupakan agen yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat anorganik sehingga tersedia bagi tanaman. Bakteri pelarut fosfat dapat menyediakan fosfat terikat menjadi fosfat terlarut sehingga dapat diserap oleh tanaman. Mekanisme utama pelarutan fosfat pada bakteri dengan memisahkan kation logam dari fosfat menggunakan asam organik yang disintesisnya (Altomare et al., 1999). Bakteri pelarut fosfat melepaskan ikatan ion fosfat anorganik yang sukar larut menjadi fosfat terlarut yang dapat diserap oleh tanaman. Beberapa genus bakteri yang mampu melarutkan fosfat, di antaranya Bacillus dan Pseudomonas. Bacillus brevis, B. cereus, B. circulan, B. firmus, B. megaterium, B. mesentricum, B. polymyca, B. pumilis, B. pulvifaciens, dan B. subtilis merupakan spesies Bacillus pelarut fosfat yang berasal dari rizosfer commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 polong-polongan, Oryza sativa, dan Zea mays. Pseudomonas aeruginosa, P. putrefasciens, dan P. stutzeri merupakan spesies Pseudomonas pelarut fosfat yang berasal dari rizosfer Brassica sp., Cicer arietinum, Zea mays, Glycine max, dan tanaman pertanian lainnya (Tilak et al., 2005). Selain itu, Klebsiella sp., Ferrigena sp., dan Enterobacter sp. (Idriss et al., 2002) memiliki kemampuan melarutkan fosfat, sehingga dapat menyediakan fosfat terlarut untuk membantu pertumbuhan tanaman. Menurut Widawati dan Suliasih (2005) bahwa pemberian inokulum bakteri pelarut fosfat efektif dalam memacu pertumbuhan tanaman Brasica caventis Oed., sehingga membuat tanaman semakin baik dalam menyerap P tersedia. Akibatnya produksi tanaman meningkat, meskipun tanaman tersebut ditanam dalam media tanah yang tidak subur (marginal). Pada tanaman yang terus-menerus terkena stres abiotik, seperti kekeringan merupakan salah satu masalah yang paling serius yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mempengaruhi tuntutan pertanian (Hamayun et al., 2010). Inokulasi dengan PGPR secara efektif dapat meningkatkan produktivitas di bawah stres kekeringan lingkungan (Sandhya et al., 2010). Azospirillum spp. yang diisolasi dari daerah kering terbukti efektif dapat meningkatkan tingkat toleransi dalam tanaman dalam kondisi defisit air (Ilyas dan Bano, 2010). Kemampuan PGPR sebagai respon terhadap kekeringan dengan menghasilkan senyawa eksopolisakarida ketika berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Eksopolisakarida membentuk selubung mucilaginous di commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 sekitar sel, yang menyebabkan peningkatan agregat mikro sebagai efek tambahan langsung, yang meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi cekaman kekeringan untuk meningkatkan stabilitas agregat dan membantu dalam kelangsungan hidup tanaman di bawah cekaman kekeringan (Alami et al., 2000). 6. Tanaman Jagung (Zea mays) Jagung merupakan tanaman semusim (anual) dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif (Iriany et al., 2007). Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L. (Backer dan Bakhuizen, 1963) Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26ºC sampai 30ºC dan pH tanah 5,7 – 6,8 (Subdani, 1988). Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85200 mm/bulan dan harus merata (BAPPENAS, 2000). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 Secara geografis tanaman jagung merupakan tanaman yang paling banyak ditanam dan dikembangkan di Indonesia. Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio (Subekti et al., 2007). Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman lingkungan yaitu kekeringan. Menurut Grzesiak et al. (1999) bahwa bobot kering akar merupakan salah satu indikator tanaman toleran kekeringan. Tanaman yang mampu bertahan dalam kondisi kekeringan, berat kering bagian aerial lebih kecil dibandingkan bagian akarnya. Berdasarkan penelitian Effendi dan Azral (2010) bahwa simulasi pemberian poli etilen glikol (PEG) 6000 dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman jagung yang termasuk toleran kekeringan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 B. Kerangka Pemikiran Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan atau memanfaatkan air secara terbatas dan biasanya bergantung dari air hujan. Selain itu, lahan kering kandungan besinya yang tinggi mengakibatkan rendahnya kapasitas menyimpan air pada akhirnya menghambat penetrasi akar dan pertumbuhan akar. Permasalahannya terhadap rendahnya kapasitas menyimpan air adalah menurunnya potensi-potensi PGPR seiring dengan meningkatnya cekaman kekeringan. Eksopolisakarida merupakan salah senyawa yang dihasilkan kelompok bakteri rizobakteri yang meningkatkan retensi air sehingga dapat mengatur difusi sumber karbon seperti glukosa ke dalam sel bakteri. Adanya bakteri ini disekitar perakaran akan dapat melindungi tanaman dari kondisi stres lingkungan yaitu kekeringan. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida yang toleran terhadap cekaman kekeringan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 Lahan kering Permasalahan rendahnya kandungan air = cekaman kekeringan Masih terdapatnya PGPR yang bertahan Seleksi bakteri toleran cekaman kekeringan Seleksi bakteri potensial penghasil eksopolisakarida Seleksi sifat bakteri sebagai PGPR Uji produksi IAA Uji kelarutan fosfat Bakteri PGPR toleran cekaman kekeringan dan penghasil eksopolisakarida Gambar 2. Bagan alir kerangka pemikiran commit to user