BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM Supriyanti*, Tri Indah Idi Retnani* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email : [email protected] ABSTRAK Pendahuluan: BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Frekuensi kejadian asfixia neonatorum di Rumkital DR. Ramelan Surabaya tahun 2011 sebesar 28,57%, tahun 2012 sebesar 27,67% dan tahun 2013 sebesar 30,86%. Sedangkan angka toleransi untuk kejadian asfixia neonatorum sebesar 27%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara BBLR dengan kejadian asfixia neonatorum di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2014. Metode : Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik jenis cross sectional dan pengambilan sampel dilakukan secara probability sampling dengan tipe simple random sampling. Jumlah sampel 102 bayi. Instrumen penelitian menggunakan data sekunder kemudian diolah dengan tabel frekuensi, tabulasi silang dan dianalisis dengan Uji Chi-Square ( = 0,05). Hasil : BBLR mengalami asfixia neonatorum sebesar 75,00%. Hasil Uji Chi-Square didapatkan pada asfixia neonatorum 2 hitung (25,14) > 2 tabel (3,84) berarti H0 ditolak sehingga ada hubungan antara BBLR dengan kejadian Asfixia neonatorum. Diskusi : Pengawasan antenatal yang komprehensif yaitu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum dan selama hamil guna mencegah terjadinya BBLR dan peningkatan skill bagi petugas kesehatan dalam melakukan resusitasi bayi baru lahir. Kata Kunci : BBLR, asfixia neonatorum hidup. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih 2500 gram (WHO, 2011). Sedangkan tahun 2011 diketahui bahwa jumlah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Jawa Timur mencapai 3,32% yang diperoleh dari persentase 19.712 dari 594.461 bayi baru lahir yang ditimbang dan angka kematian neonatal dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang tertinggi disebabkan karena BBLR yaitu menyapai 38,03% dibanding penyebab kematian neonatal lain (Dinkes, 2012). Sedangkan angka kejadian BBLR tahun 2012 yang terjadi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebesar 19,34% (SDKI, 2013). Prevalensi BBLR yang ditoleransi pada sasaran menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7% (Depkes RI., 2005). BBLR yang tidak bernafas spontan dimasukkan kedalam kategori lahir dengan asfiksia neonatorum dan harus segera dilakukan langkah awal resusitasi. Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Konsep bayi berat lahir rendah tidak sinonim dengan prematuritas telah diterima secara luas pada akhir tahun PENDAHULUAN Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. BBLR menyumbangkan sekitar 27% angka kematian pada neonatus. BBLR berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur), pada bayi prematur perkembangan anatomik dan pematangan biokimia belum berkembang lengkap, yang dalam hal ini dapat menyebabkan asfiksia neonatorum pada saat lahir (Maryunani, 2009). Menurut WHO, setiap tahunnya, kirakira 3% (3,6) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia neonatorum, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfixia neonatorum (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR., 2008). Salah satu penyebab tingginya Angka Kematian Bayi adalah BBLR. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 Angka Kematian Neonatal sebesar 19 per 1000 kelahiran 108 1960. Tidak semua bayi baru lahir yang memiliki berat lahir kurang dari 2500 gram lahir bayi kurang bulan. Demikian pula tidak semua bayi baru lahir dengan berat lebih dari 2500 gram lahir aterm. BBLR bisa kurang, cukup bulan atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia neonatorum pada waktu lahir. Kelahiran BBLR dengan asfiksia neonatorum membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi pada waktu dilahirkan (Damanik, 2009). Faktor penyebab terjadinya BBLR adalah gizi ibu pada saat hamil, usia ibu pada saat hamil, penyakit yang diderita ibu, hamil ganda, komplikasi kehamilan, adanya cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan adanya faktor genetik. Sedangkan penyebab terjadinya asfixia neonatorum adalah BBLR, gangguan aliran pada tali pusat, penyakit yang diderita ibu pada saat hamil, dan adanya hipoksia pada janin ( Manuaba, 2010). Hubungan antara BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum adalah dengan adanya malnutrisi, penyakit yang diderita ibu, komplikasi kehamilan, sangat mempengaruhi keadaan janin yang dikandung ibu hamil. Pada keadaan tersebut mengakibatkan transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah karena penyakit vaskular yang diderita ibu. Hal ini sangat berpengaruh pada berat badan janin pada saat dilahirkan dan terjadinya asfiksia neonatorum karena nutrisi dan transfer oksigen yang kurang bagus selama kehamilan sehingga janin mengalami IUGR dan hipoksia intrauterin dan berlanjut ke ekstrauterin (Manuaba, 2010). Dampak yang terjadi bila bayi yang lahir mempunyai berat badan lahir rendah dan mengalami asfixia neonatorum, dan dia dapat terus bertahan dalam kehidupannya, maka pada kehidupan selanjutnya bisa mengalami cacat permanen karena pada saat awal kehidupannya terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan morbiditas tertinggi terjadi pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1000 gram. Saat usia 3 tahun, satu dari tiga anak ini menunjukkan defek yang serius atau keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, sehingga perlu diberikan informasi kepada keluarga tentang dampak kejadian bayi Berat Badan Lahir Rendah yang terjadi asfiksia neonatorum pada pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anaknya di masa depan kehidupannya agar orang tua lebih siap dalam menghadapi dampak yang terjadi di kemudian hari (Llewelyn, 2001). Dalam rangka menurunkan prevalensi Berat Badan Lahir Rendah dan asfixia neonatorum, maka peran Bidan sebagai petugas kesehatan untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang seoptimal mungkin supaya dapat mendeteksi ibu-ibu hamil dan calon ibu agar dapat meningkatkan kesehatan terutama nutrisinya untuk janin atau bayi yang akan dilahirkan dikemudian hari. Dalam hal ini bidan harus mempunyai skill untuk dapat melakukan pertolongan bila pada saat menolong persalinan terjadi suatu keadaan yang mengharuskan untuk dilakukan resusitasi pada bayi baru lahir. Sehingga hal ini dapat mengurangi angka kejadian bayi lahir dengan asfixia neonatorum yang dalam hal ini dapat menurunkan angka kematian neonatus dan bayi (Manuaba, 2010). METODE PENELITIAN Penelitian observasional analitik jenis cross sectional ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai dengan Agustus 2015. Pelaksanaan penelitian berlokasi di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Populasinya adalah semua BBL sebanyak 137 bayi, dengan jumlah sample sebanyak 102 bayi yang diambil melalui teknik sampling Probability Sampling secara simple random sampling. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel dependent (variabel tergantung) adalah asfiksia neonatorum, sedangkan variabel independent (variabel bebas) adalah BBLR. Data dikumpulkan dari data sekunder yaitu buku register bayi baru lahir di Ruang NICU selanjutnya data dianalisis dengan uji Chi-Square. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Frekuensi Kejadian BBLR di Ruang NICU Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2014 BBLR Ya Tidak Jumlah Frekuensi 28 74 102 Data sekunder yang diolah oleh Peneliti 109 % 27,45 72,55 100 Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah bayi BBLR sebesar 27,45% dan Tidak BBLR sebesar 72,55%. Membran Hyalin. Dikarenakan pada bayi paru prematur secara biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga alveoli (Kosim, 2009). Bayi yang dilahirkan prematur memiliki berat badan yang rendah. Hal ini dikarenakan karena kurangnya lemak sub kutan. Bayi dengan berat lahir rendah berhubungan dengan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer oksigen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular yang diderita ibu. Keadaan klinis yang melibatkan aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda, penyalahgunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta yang abnormal, dan tumor vaskular. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan penumbuhan janin. Bila pada kehidupan intrauterin, janin mengalami hambatan oksigen yang ditransfer dari ibu, maka janin pada saat lahir bisa mengalami asfixia neonatorum dan lahir dengan berat badan lahir rendah (Damanik, 2009) Salah satu penyebab kematian bayi adalah BBLR. Menurut I.B.G. Manuaba (1998) BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor ibu meliputi umur, malnutrisi, penyakit ibu, kebiasaan. Faktor janin meliputi kehamilan ganda, infeksi dalam rahim, Ketuban Pecah Dini (KPD). Bayi Kurang Bulan atau prematur, fungsi dari organ tubuhnya belum sempurna terutama fungsi dari pernafasan karena belum terbentuknya cairan surfaktan yang melapisi organ paru-paru bayi. Sehingga hal ini memberikan dampak pada tingginya angka kejadian asfixia neonatorum pada Berat Badan Lahir Rendah. Pencegahan terjadinya kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu pada saat Ante Natal Care dengan memberikan penyuluhan pada calon ibu mengenai pemenuhan gizi ibu hamil dan bahaya yang dapat terjadi bila gizi ibu hamil tidak terpenuhi pada saat sebelum hamil dan selama masa hamil. Bagi ibu-ibu yang ingin merencanakan kehamilan harus mempersiapkan kehamilannya sejak awal. Bagi ibu yang mempunyai penyakit kronis diharapkan tidak hamil, dan lebih Tabel 2 Frekuensi asfixia neonatorum pada Bayi Baru Lahir di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2014 Asfiksia Neonatorum Ya Tidak Jumlah Frekuensi % 37 65 102 36,27 63,73 100 Data sekunder yang diolah oleh Peneliti Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa Bayi Baru Lahir yang mengalami asfixia neonatorum di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya tahun 2014 sebesar 36,27% dan tidak mengalami asfiksia Neonatorum sebesar 63,73%. Tabel 3 Tabulasi Silang antara BBLR dengan Kejadian asfixia neonatorum di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2014 BBLR Ya Tidak Jumlah Asfixia Neonatorum Ya Tidak Σ % Σ % 21 75,00 7 25,00 16 21,62 58 78,38 37 65 Jumlah Σ 28 74 102 % 100 100 Data sekunder yang diolah oleh Peneliti Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa BBLR yang mengalami kejadian asfixia neonatorum sebesar 75,00% dibandingkan dengan BBLR yang tidak mengalami kejadian asfixia neonatorum sebesar 25%. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Chi-Square, hasil perhitungan anatara BBLR dengan kejadian asfixia neonatorum menunjukkan bahwa χ2 hitung > χ2 tabel yaitu 25,03 > 3,84, maka H0 ditolak berarti ada hubungan antara BBLR dengan kejadian asfixia neonatorum PEMBAHASAN BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Bayi Kurang Bulan atau bayi Prematur bila pada saat lahir, bayi tersebut menangis kuat, pada menit berikutnya, bayi prematur tersebut bisa mengalami asfixia neonatorum atau disebut dengan Respiratory Distress Syndrome atau dengan nama lain Penyakit 110 mengutamakan kesehatannya. Ibu hamil tidak boleh merokok dan tidak boleh menyalahgunakan obat-obatan. Di negara Indonesia masih terdapat budaya yaitu bagi ibu hamil dilakukan pemijatan untuk membetulkan letak atau posisi bayi dalam rahim, hal ini perlu diberikan penjelasan pada saat Ante Natal Care. Dalam hal ini perlu diberikan penjelasan kepada ibu-ibu hamil agar tidak melakukan pemijatan pada daerah perut dan pinggang saat hamil karena dikhawatirkan terjadi hipoksia intrauterin pada janin dalam rahim. Di Indonesia terdapat budaya yang perlu dilestarikan yaitu budaya minum jamu. Hal ini bisa diteruskan karena bisa berdampak positif pada kesehatan ibu dan janin, dengan mencari informasi dari para orang tua atau orang yang mempunyai pengetahuan jamu untuk ibu hamil yang tidak membahayakan ibu dan janin. Bagi petugas kesehatan dapat dilakukan pula beberapa upaya untuk meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan terutama bidan yang bertugas di garis depan untuk menolong persalinan harus mempunyai keterampilan untuk memberikan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir bila diperlukan tindakan tersebut. Dengan diupayakan pencegahan terjadinya kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah diharapkan angka kejadian kelahiran Berat Badan Lahir Rendah dapat diturunkan untuk mencegah terjadinya kejadian asfixia neonatorum pada bayi baru lahir terutama pada bayi yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah mengurangi aktivitas berat, serta dapat memberikan pelayanan antenatal yang komprehensif. Dan lebih meningkatkan skill bagi bidan untuk dapat melakukan resusitasi pada bayi baru lahir bila diperlukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfixia neonatorum. Diharapkan masyarakat lebih menjaga kebutuhan nutrisinya pada saat kehamilannya dan sebelum ibu atau wanita yang akan menjadi ibu, agar kebutuhan nutrisi janin yang dikandungnya dapat terpenuhi sehingga bayi yang akan dilahirkan tidak mengalami BBLR dan dampak yang terjadi bila bayi yang dilahirkan mengalami asfixia neonatorum. Ibu hamil harus menjaga kesehatannya, dan segera berobat ke petugas kesehatan atau fasilitas kesehatan terdekat bila mengalami gangguan kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan dan kehamilannya agar dapat mencegah terjadinya hipoksia interauterin pada janin yang dikandung pada ibu hamil dan hal ini dapat mencegah terjadinya asfixia neoantorum. KEPUSTAKAAN Asrining, S., 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC. Budijanto, D., dan Prajogo, 2009. Metode Penelitian. Surabaya : B3SKK Depkes RI, 2008. Buku Acuan Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Untuk Bidan Di Desa. Jakarta : Depkes RI Dirjen BKM Depkes RI, 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK- KR Depkes RI. IDAI, 2010. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI Klaus, M.H., 1998. Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi. Jakarta : EGC. Kustiman, S., 2000. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak. Jakarta : UPT Universitas Tarumanegara. Llewelyn, D., dan Jones, 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates. Manuaba, I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. Manuaba, I.B.G., 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dari hasil penelitian serta pembahasan yang telah disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya tahun 2014, dapat ditarik kesimpulan ada hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah dengan kejadian asfixia neonatorum di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2014.. SARAN Untuk mencegah terjadinya BBLR dengan memberikan KIE tentang kebutuhan nutrisi ibu selama hamil dan sebelum hamil serta dampaknya bila nutrisi tidak terpenuhi, 111 Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. Maryunani, A., dan Nurhayati, 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada Neonatus. Jakarta : Trans Info Media. Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri.Jakarta : EGC. Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam dan Pariani, S., 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Info Medika. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Prawirohardjo, S., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifudin, A.B., 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Setyowati, E.B., 2015. Umur dan Pendidikan Ibu Bersalin dengan kejadian BBLR hal. 20. Midwifery Journal Jurnal Kebidanan Volume 2 Nomor 1 April 2015. Soetjiningsih, 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Wiknjosastro, H., 2002. Pelayanan Maternal dan Kesehatan Neonatal. Jakarta : YBPSP 112