bab ii kajian teori

advertisement
1
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Hakekat Peran Majelis Ta’lim
2.1.1
Pengertian Peran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III tahun 2005 yang
dimaksud dengan ”Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh
seseorang yang berkedudukan dimasyarakat”.
Menurut Poewadarminto (1993:735), mengatakan bahwa :
”Peran adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan utama
dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Peran merupakan suatu tindakan dalam
suatu peristiwa yang menimbulkan akibat/dampak agar sesuatu itu dapat lebih
berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan maksud, tujuan dan fungsi serta
manfaat suatu hal tersebut dilaksanakan”.
Peran sangat berkaitan erat dengan power seseorang atau lembaga/instansi
dalam menunjang suatu kegiatan, agar berhasil maka digunakanlah suatu cara,
metode dan alat penunjang yang lain.
Dari pengertian di atas, yang dimaksud peran dalam penelitian ini adalah
perangkat tingkah yang diharapkan ada dalam majelis ta’lim atau tindakan yang
dilakukan oleh majelis ta’lim dalam meningkatkan kecerdasan spritual generasi
muda.
2.1.2
Pengertian Majelis Ta’lim dan Sejarah Berdirinya.
Secara etimologis, perkataan majelis ta’lim berasal dari bahasa arab yang
terdiri dari dua kata yaitu “majelis dan ta’lim”, majelis artinya tempat duduk,
tempat sidang/dewan. Dan ta’lim yang diartikan dengan pengajaran.
1
2
Dengan demikian secara bahasa majelis ta’lim adalah tempat untuk
melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Sedangkan secara
terminology, sebagaimana dirumuskan pada musyawarah majelis ta’lim se DKI
Jakarta Tahun 1980, majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan Islam yang
memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara barkala dan teratur, dan
diikuti oleh jamaah yang relative banyak, bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah
SWT, antara manusia dengan sesamanya, serta antara manusia dengan
lingkungannya dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah
SWT.
Struktur
organisasi
majelis
ta’lim
merupakan
sebuah
organisasi
pendidikan luar sekolah (non formal) atau satu lembaga pendidikan Islam yang
bersifat non formal yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia,
meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya,
memberantas kebodohan umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang
bahagia dan sejahtera serta di ridloi oleh Allah SWT.
Pada umumnya majelis ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat murni,
yang dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh
anggotanya. Oleh karena itu, majelis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri, atau sebagai lembaga swadaya masyarakat
yang hidupnya didasarkan kepada “ta’awun dan ruhama u bainahum”.
2
3
Dari pengertian tersebut di atas, tampak bahwa majelis ta’lim
diselenggarakan berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti
pesantren dan madrasah, baik menyangkut system, materi maupun tujuannya.
Pada majelis ta’lim terdapat hal-hal yang cukup membedakan dengan yang
lain, diantaranya :
a.
Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam.
b.
Waktu belajarnya berkala tapi teratur.
c.
Pengikut atau pesertanya disebut jamaah (orang banyak), bukan pelajar
atau santri.
d.
Tujuannya yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.
Dengan merujuk penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa majelis ta’lim
adalah salah satu pendidikan Islam non formal yang ada di Indonesia yang
sifatnya tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap, yang efektif
dan efisien, cepat menghasilkan, dan sangat baik untuk mengembangkan tenaga
kerja atau potensi umat, dan bertujuan untuk mengebangkan ilmu pengetahuan
khususnya ajaran Islam.
2.1.3
Keadaan Majelis Ta’lim (Jama’ah)
Salah satu keistimewaan dalam cara pendidikan di dalam Islam adalah
sifatnya yang mudah dan elastis, tidak terikat pada suatu tempat atau keadaan
tertentu, dan penyebaran kebudayaan serta pengajaran dilakukan dalam
kelompok-kelompok ilmiah, di rumah-rumah para ulama, para kholifah, dimana
hadir masyarakat khususnya generasi muda yang haus akan ilmu pengetahuan,
apakah kehadiran mereka sekedar mendengar atau mencatat apa yang diuraikan
3
4
muballigh atau ustadz, ataupun ikut andil diskusi dan tanya jawab dalam sebuah
forum.
Pelaksanaan majelis ta’lim sendiri tidak begitu mengikat dan tidak selalu
mengambil tempat-tempat ibadah seperti langgar, masjid atau musholla. Tetapi
juga di rumah keluarga, balai pertemuan umum, aula suatu instansi, kantor-kantor,
hotel-hotel berbintang dan sebagainya. Penyelenggaraannya pun terdapat banyak
variasi, tergantung kepada pimpinan jamaah (kiai, ustadz, ulama, atau tokoh
agama).
Majelis ta’lim dapat diklasifikasikan berdasar pada lingkungan, tempat,
kegiatan organisasi, dan yang lainnya, sebagaimana salah satu teori pendidikan
yang dikemukakan oleh Ahmad Tafsir bahwa ”pendidikan yang baik dapat
diperoleh dari keadaan (pengelolaan) yang baik pula, dan juga adanya interaksi
yang baik antara guru dan murid”.
Majelis ta’lim sendiri merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang
melakukan kegiatan belajar dan mengajar yang terdiri dari murid dan guru atau
kiyai (ustadz) dan santri serta masyarakat untuk mempelajari dan mendalami ilmu
pengetahuan khususnya agama Islam melalui membaca kitab, ceramah atau
kegiatan keagamaan yang lain.
Pengelolaan atau keadaan dalam majelis ta’lim dibedakan menjadi
beberapa bagian antara lain :
a. Menurut lingkungan jamaah, maka majelis ta’lim dapat di klasifikasikan
sebagai berikut :
1) Majelis ta’lim daerah pinggiran.
4
5
2) Majelis ta’lim daerah komplek perumahan
3) Majelis ta’lim perkantoran dan sebagainya
b. Menurut tempat penyelenggaraan, klasifikasinya sebagai berikut :
1) Di masjid atau musholla
2) Di madrasah atau ruang khusus semacam itu
3) Di rumah secara tetap atau berpindah-pindah
4) Di ruang atau di aula kantor
c. Menurut organisasi jamaah, maka klasifikasi majelis ta’lim antara lain :
1)
Majelis ta’lim yang dibuka, dipimpin, dan bertempat khusus yang dibuat
oleh pengurus sendiri atau guru.
2)
Majelis ta’lim yang didirikan, dikelola, dan ditempati bersama, mereka
mempunyai pengurus yang
pemukiman
3)
dapat
diganti kepengurusannya
(di
atau dikantor)
ajelis ta’lim yang
mempunyai organisasi induk eperti Al-hidayah,
Aisyiah, muslimat, dan sebagainya.
2.1.4
Materi (Isi) dalam Majelis Ta’lim
Seperti yang telah terjadi di lapangan, materi (isi) dari majelis ta’lim
merupakan pelajaran atau ilmu yang diajarkan dan disampaikan pada saat
pengajian itu dilakukan, dan materi-materi tersebut tidak jauh berbeda dengan
pendidikan agama yang ada di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, dengan
lain kata materi atau isi tetap mengacu pada ajaran agama Islam.
5
6
Adapun pengklasifikasian materi pada majelis ta’lim yang diajarkannya
antara lain adalah
a.
Majelis
:
ta’lim
yang
tidak
mengajarkan sesuatu secara rutin, tetapi
hanya sebagai tempat berkumpul
membaca sholawat bersama atau
surat yasin, atau membaca mauled nabi dan sholat sunnah berjamaah
dan sebulan sekali
guru
untuk
pengurus majelis ta’lim mengundang seorang
berceramah, dan ceramah
inilah
yang merupakan isi
ta’lim.
b.
Majelis
ta’lim
yang
dasar
ajaran agama,
mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan
belajar membaca al-qur’an
atau
yang mengajarkan pengetahuan agama tentang
fiqih,
seperti
penerangan fiqih.
c.
Majelis ta’lim
tauhid, atau akhlak
yang
diberikan dalam
pidato-pidato muballigh
kadang-kadang dilengkapi juga dengan tanya-jawab.
d.
Majelis
ta’lim
tertentu sebagai
seperti
butir
pegangan di
ke tiga dengan menggunakan kitab
tambah
dengan
pidato-pidato atau
ceramah.
e.
Majelis
ta’lim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran pokok yang
diberikan teks tertulis. Materi
pelajaran disesuaikan dengan
situasi
yang hangat berdasarkan ajaran Islam.
Majelis ta’lim disini juga merupakan sebuah tradisi yang kental bagi
masyarakat, dengan tradisi-tradisi semacam inilah pemahaman dan pengetahuan
6
7
masyarakat luas tentang ajaran Islam dapat terjawab, walaupun tidak setiap hari
mengikuti tetapi setidaknya mereka pernah mendengarkan ajaran Islam.
Seperti halnya majelis ta’lim yang didalamnya ada kegiatan membaca
tafsir Al-qur’an dalam bahasa daerah Gorontalo ataupun pembacaan ayat-ayat
suci Al-qur’an, dapat menumbuhkan rasa cinta kepada nabi Muhammad,
memahami secara jelas ayat-ayat suci Al-quran melalui bahasa sendiri serta
mengetahui arti kehidupan yang sesungguhnya di dunia ini.
Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, tauhid,
atau akhlak merupakan dimensi pembentukan awal dari pemahaman tentang
ajaran Islam. Hal ini dikarenakan aqidah (kepercayaan) adalah bidang teori yang
dipercayai terlebih dahulu sebelum yang lain-lain, hendaknya kepercayaan itu
bulat dan penuh tiada bercampur dengan syak, ragu dan kesamaan. Kemudian
aqidah merupakan seruan dan penyiaran yang pertama dari rasulullah dan
dimintanya supaya di percaya oleh manusia dalam tingkat pertama (terlebih
dahulu), dan dalam Al-qur’an aqidah di sebut dengan kalimat “Iman”.
Tentang akhlak yang merupakan ilmu budi pekerti yang membahas sifatsifat manusia yang buruk dan baik, dengan ilmu akhlak akan memberikan jalan
dan membuka pintu hati orang untuk berbudi pekerti yang baik dan hidup berjasa
dalam masyarakat. Berbuat dan beramal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat, menurut Imam Ghazali “Akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa
seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak
pertimbangan lagi” atau boleh juga dikatakan sudah menjadi kebiasaan.
7
8
Dimensi akhlak, adalah materi yang paling sering disampaikan pada
majelis ta’lim, hal ini bertujuan karena akhlak adalah sumber dari sikap atau
berhubungan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, dan secara sadar ataupun
tidak akhlak itu akan tercermin dalam diri seseorang. Seperti halnya lapang dada,
peramah, sabar (tabah), jujur, tidak dengki, dan sifat-sifat baik yang lainnya.
Syariat atau fiqih diajarkan juga bertujuan untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang hubungannya baik dengan Tuhan, sesama manusia,
ataupun dirinya sendiri, sebagaimana maksud dari syariat sendiri adalah sebuah
susunan, peraturan, dan ketentuan yang disyariatkan tuhan dengan lengkap atau
pokok-pokoknya saja supaya manusia mempergunakannya dalam mengatur
hubungan dengan tuhan. Hubungan dengan saudara seagama, hubungan saudara
sesama manusia serta hubungannya dengan alam besar dan kehidupan.
2.1.5
Beberapa Metode yang digunakan dalam Majelis Ta’lim
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang
telah ditetapkan. Dengan demikian metode mempunyai peran yang sangat penting
dalam system pembelajaran.
Dan metode-metode yang di gunakan dalam majlis ta’lim antara lain :
a.
Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan lisan kepada warga belajar yang pada umumnya
mengikuti secara pasif.
8
9
b.
Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu metode didalam pendidikan dan
pengajaran dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab atau sebaliknya
tentang materi yang telah disampaikan. Metode tanya jawab ini dilakukan
pelengakap atau variasi dari metode ceramah, atau sebagai ulangan pelajaran yang
telah diberikan, selingan dalam pembicaraan.
2.2
Hakekat Kecerdasan Spritual
2.2.1. Pengertian
Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata
kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna
perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti. Sedangkan spiritual berasal
dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin yaitu spritus yang berarti nafas.
Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang non jasmani
meliputi emosi dan karakter. Dalam kamus psikologi spirit adalah suatu zat atau
makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi
sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas
energi disposisi, moral atau motivasi.
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa yang dimaksud dengan
kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang sempurna dari perkembangan akal
budi untuk memikirkan hal-hal diluar alam materi yang bersifat ketuhanan yang
memancarkan energi batin untuk memotivasi lahirnya ibadah dan moral.
9
10
Menurut Zohar dan Marshall, bahwa :
“Kecerdasan spritual adalah sebuah dimensi yang tidak kalah pentingnya didalam
kehidupan manusia bila dibandingkan dengan kecerdasan emosional, karena
kecerdasan emosional lebih berpusat pada rekonstruksi hubungan yang bersifat
horizontal (sosial), sementara itu dimensi kecerdasan spritual bersifat vertikal
yang sering disebut dengan kecerdasan ruhaniah (Spiritual Quotient)”.
Lebih lanjut diterangkan Zohar dan Marshall (2001)
mendefinisikan
kecerdasan spritual adalah:
“Ruhaniah untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan inti
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan
lebih kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain”.
Kemudian menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya American
Piety : “The Nature of Spiritual Quotient Commitment” (1968) mengemukakan
bahwa:
“Kecerdasan spritual mengandung tiga dimensi yang mencakup aspek aqidah,
yakni tingkat keyakinan terhadap kebenaran ajaran agamanya seperti halnya
keberadaan tuhan, malaikat, dan rukun iman lainnya. Kemudian aspek syariah,
yakni meliputi kegiatan ritual dimasyarakat seperti halnya sholat, puasa, haji, dan
aspek akhlak yakni perilaku yang dilakukan seorang muslim dalam kehidupan
sehari-hari”.
Tasmara (2001) mengatakan :
“Kecerdasan spritual sangat erat kaitannya dengan cara dirinya mempertahankan
prinsip lalu bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya itu dengan
tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan nilai manfaat yang berkesesuaian.
Prinsip merupakan fitrah paling mendasar bagi harga diri manusia. Nilai takwa
atau tanggung jawab merupakan ciri seorang profesional. Mereka melangar
prinsip dan menodai hati nurani merupakan dosa kemanusiaan yang paling
ironis”.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gandhi (Tasmara, 2001), membuat
daftar tujuh dosa orang-orang yang menodai prinsip atau nuraninya sebagai
berikut :
10
11
i.
Kekayaan tanpa kerja (wealth Without work).
ii.
Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience).
iii.
Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without caracter).
iv.
Perdagangan tanpa etika (moral) ( commerce without morality).
v.
Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity).
vi.
Agama tampa pengorbanan (religion without sacrifice).
vii.
Politik tanpa prinsip (politic without principle).
Suharsono (Tasmara, 2001) mengatakan bahwa:
“Kecerdasan spritual dari sudut pandang keagamaan ialah suatu kecerdasan yang
berbentuk dari upaya menyerap kemaha tahuan Allah dengan memanfaatkan diri
sehingga diri yang ada adalah Dia Yang Maha Tahu dan Maha Besar. Spiritual
merupakan pusat lahirnya gagasan, penemuan, motivasi, dan kreativitas yang
paling fantastik”.
Sementara Tasmara (2001) mengatakan :
“Kecerdasan spritual adalah kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan
kebenaran serta pengetahuan Ilahi. Kecerdasan ini dapat menimbulkan kebenaran
yang sangat mendalam terhadap kebenaran, sedangkan kecerdasan lainya lebih
bersifat pada kemampuan untuk mengelola segala hal yang berkaitan dengan
bentuk lahiriah (duniawi). Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa setiap niat
yang terlepas dari nilai-nilai kebenaran Ilahiah merupakan kecerdasan duniawi
dan fana (temporer), sedangkan kecerdasan spritual bersifat autentik, universal,
dan abadi, kecerdasan spritual merupakan inti dari seluruh kecerdasan yang
dimilki manusia karena
kecerdasan
spritual
dapat mempengaruhi
perkembangan beberapa kecerdasan yang lain diantaranya yaitu kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan physical”.
Sebelum kecerdasan ini ditemukan, para ahli sangat bangga dengan
temuan tentang adanya IQ dan EQ, sehingga muncullah suatu paradigma
dimasyarakat bahwa otak itu adalah segala-galanya, padahal nyatanya tidaklah
demikian. Spiritual adalah suatu dimensi yang terkesan maha luas, tak tersentuh,
jauh diluar sana karena Tuhan dalam pengertian Yang Maha Kuasa, benda dalam
11
12
semesta yang metafisis, sehingga sekaligus meniscayakan nuansa mistis dan supra
rasional.
Rodolf Otto, sebagaimana dikutip oleh Sayyed mendefinisikan spiritual
sebagai “pengalaman yang suci”. Pemaknaan ini kemudian diintroduksi oleh
seluruh pemikir agama (spiritualis) dalam “pemahaman makna keyakinankeyakinan dalam konteks sosial mereka”. Jadi tegasnya, spiritual diasumsikan
bukan dalam pengertian diskursifnya, melainkan terefleksikan dalam perilaku
sosialnya. Ini sekaligus menunjukkan klaim bahwa segala perilaku sosial manusia
niscaya juga diwarnai oleh “pengalaman yang suci” oleh spiritualitasnya.
Selanjutnya Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan bahwa:
“Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah pada
setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat
fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid
(integralistik) serta berprinsip “hanya karena Allah”.
Dengan demikian berarti orang yang cerdas secara spiritual adalah orang
yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai manifestasi dari
aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya mempertahankan
keharmonisan dan keselarasan dalam kehidupannya, sebagai wujud dari
pengalamannya terhadap tuntutan fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki
ketergantungan terhadap kekuatan yang berada diluar jangkauan dirinya yaitu
Sang Maha Pencipta.
Kebutuhan akan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan
keyakinan, mengembalikan keyakinan, memenuhi kewajiban agama, serta untuk
menyeimbangkan kemampuan intelektual dan emosional yang dimiliki seseorang,
12
13
sehingga dengan kemampuan ini akan membantu mewujudkan pribadi manusia
seutuhnya.
Spiritual dalam Islam identik dengan kecerdasan ruhaniah yang pada
dasarnya tahap pencerdasan ruh ini dapat kita mulai sejak pra kehamilan,
kemudian kita teruskan pada saat kehamilan, dan dapat terus kita bangun sejak
balita hingga dewasa.
Setiap pemeluk agama yang meyakini eksistensi Allah selaku penciptanya,
maka pada dirinya tumbuh spiritualitas tersebut. Keinginan mempertahankan
keyakinan dalam diri bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan
mengendalikannya, itupun cabang dari spiritualitas.
Pengabdian diri seutuhnya terhadap Ilahi merupakan hasil dari kerja keras
spiritual yang membumi pada setiap jiwa. Dengan demikian spiritualitas menjadi
“pusat aktifitas” setiap manusia.
Segala prilaku pada akhirnya harus dipersepsikan sebagai serpihan
spiritualitas, baik maupun jahat. Hanya saja, evaluasi baik dan jahat itu dengan
sendirinya akan terkontaminasi oleh prilaku sosiologis suatu masyarakat, sehingga
serpihan spiritual akan mengerucut dan mengumpul dalam kehidupan manusia.
Maka, yang baik di suatu tempat tertentu belum tentu baik di tempat lain, lantaran
semua lini historis dan sosiologis manusia memiliki serpihan “pengalaman suci”
yang berbeda-beda pula.
13
14
2.2.2
Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual
Roberts A. Emmons sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, ada 5
ciri orang yang cerdas secara spiritual yaitu 1) Kemampuan untuk merasakan
kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah disekitarnya, 2) Kemampuan
untuk
mengalami tingkat kesadaran yang memuncak. Ia memasuki dunia spiritual, ia
mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam
semesta, 3) Kemampuan untuk
4) Kemampuan
untuk
mensakralkan
menggunakan
menyelesaikan masalah, 5) Kemampuan
pengalaman
sumber-sumber
untuk
rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk
sehari-hari,
spiritual buat
berbuat baik, yaitu memiliki
Tuhan seperti memberi maaf,
bersyukur atau mengungkapkan terima kasih, bersikap rendah hati, menunjukkan
kasih sayang dan kearifan.
Menurut Marsha Sinetar (2000), pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual
(SQ) mempunyai kesadaran diri yang mendalam, intuisi dan kekuatan “keakuan”
atau “otoritas” tinggi, kecendrungan merasakan “pengalaman puncak” dan bakatbakat “estetis”.
2.2.3
Fungsi Kecerdasan Spiritual
Manusia yang memiliki spiritual yang baik akan memiliki hubungan yang
kuat dengan Allah, sehingga akan berdampak pula kepada kepandaian dia dalam
berinteraksi dengan manusia, karena dibantu oleh Allah yaitu hati manusia
dijadikan cendrung kepada-Nya.
Kondisi spiritual seseorang berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani
kehidupan ini. Jika spiritualnya baik, maka ia menjadi orang yang cerdas dalam
14
15
kehidupan. Untuk itu yang terbaik bagi kita adalah memperbaiki hubungan kita
kepada Allah yaitu dengan cara meningkatkan taqwa dan menyempurnakan
tawaqal serta memurnikan pengabdian kita kepada-Nya.
Menurut Husein Muslim bin Hajjaj (Mas Udik Abdullah, 2007)
mengungkapkan beberapa fungsi kecerdasan spiritual antara lain :
1. Mendidik hati menjadi benar
Pendidikan sejati adalah pendidikan hati, karena pendidikan hati tidak saja
menekankan segi-segi pengetahuan kognitif intelektual saja,
tetapi juga
menumbuhkan segi-segi kualitas psikomotorik dan kesadaran spiritual yang
reflektif dalam kehidupan sehari-hari.
Ada 2 metode mendidik hati menjadi benar, antara lain:
a.
Jika kita mendefinisikan diri kita sebagai bagian dari kaum beragama,
tentu kecerdasan spiritual mengambil metode vertikal, bagaimana
kecerdasan spiritual bisa mendidik hati seseorang untuk menjalin
hubungan kemesraan kepada Allah SWT.
b.
Implikasi secara horizontal, yaitu kecerdasan spiritual mendidik hati kita
kedalam budi pekerti yang baik dan moral yang beradab. Di tengah arus
demoralisasi, prilaku manusia akhir-akhir ini seperti sikap destruktif,
pergaulan bebas yang berpuncak pada seks bebas, narkoba dan lain
sebagainya. Kecerdasan spiritual tidak saja efektif untuk mengobati
perilaku manusia seperti diatas, tatapi juga menjadi “guidance” manusia
untuk menapaki hidup secara sopan dan beradab.
2.
Kecerdasan spiritual dapat mengantarkan kepada kesuksesan.
15
16
Seperti hal Rasulullah SAW, sebagai seseorang yang terkenal seorang
yang ummi, tidak bisa baca tulis, namum beliau adalah orang paling sukses
dalam hidupnya. Beliau bisa melaksanakan semua yang menjadi tugas dan
kewajibannya dengan baik. Hal ini semuanya karena akal dan hati beliau
mengikuti bimbingan dan petunjuk Allah yang diturunkan kepadanya.
3.
Kecerdasan spiritual dapat membuat manusia memiliki hubungan yang
kuat dengan Allah SWT.
Ini akan berdampak pada kepandaian dia berinteraksi dengan manusia
lainnya, karena dibantu oleh Allah yaitu hati manusia dijadikan cenderung
kepada-Nya. Jadi kondisi spiritual seseorang itu berpengaruh terhadap
kemudahan dia dalam menjalani kehidupan ini. Jika spiritualnya baik,
maka ia akan menjadi orang yang paling cerdas dalam kehidupannya.
4.
Kecerdasan spiritual membimbing kita untuk meraih kebahagiaan hidup
hakiki.
Hidup bahagia menjadi tujuan hidup kita semua, hampir tanpa kecuali.
Maka dengan itu ada tiga kunci yang harus kita perhatikan dalam meraih
kebahagiaan hidup yang hakiki yaitu: a) Love. Cinta adalah perasaan yang lebih
menekankan kepekaan emosi dan sekaligus menjadi energik atau tidak, sedikit
banyaknya tergantung pada energi cinta. Kunci kecerdasan
spiritual
untuk
meraih kebahagiaan spiritual didasarkan pada cinta kepada Sang Khalik.
Inilah level cinta tertinggi yakni cinta kepada Allah (the love of God) karena cinta
kepada Allah akan menjadikan hidup kita lebih bermakna dan bahagia secara
spiritual. b). Do’a. Do’a merupakan bentuk komunikasi spiritual kehadirat Tuhan.
16
17
Karena itu, manfaat terbesar do’a terletak pada penguatan ikatan cinta antara
manusia dan Tuhan. Kita meneguhkan cinta kehadirat Tuhan dengan jalan do’a.
Do’a menjadi bukti bahwa kita selalu bersama Tuhan, dimanapun kita berada.
Doa sebagai salah satu nilai SQ terpenting dalam meraih kehidupan sukses, juga
sangat membantu kita dalam mengobati “kekurangan gizi spiritual”. c) Kebajikan.
Berbuat kebajikan dan berbudi pekerti luhur dapat membawa kita pada kebenaran
dan kebahagiaan hidup. Hidup dengan cinta dan kasih sayang akan mengantarkan
kita pada kebajikan yang menjadikan kita lebih bahagia.
5.
Kecerdasan spiritual mengarahkan hidup kita untuk selalu berhubungan
dengan kebermaknaan hidup agar hidup kita menjadi lebih bermakna.
6.
Dengan menggunakan kecerdasan spiritual, dalam pengambilan keputusan
cenderung akan melahirkan keputusan yang terbaik, yaitu keputusan
spiritual.
Keputusan spiritual itu adalah keputusan yang diambil dengan
mengedepankan sifat-sifat Ilahiah dan menuju kesabaran mengikuti Allah
Ash-Shabuur atau tetap mengikuti suara hati untuk memberi atau taqarub
kepada Al-Wahhaab dan tetap menyayangi, menuju sifat Allah Ar-Rahim.
7.
Kecerdasan
Spiritual
merupakan
landasan yang diperlukan untuk
memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, dan kecerdasan spiritual ini
adalah kecerdasan tertinggi manusia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual itu selain bisa membawa
seseorang ke puncak kesuksesan dan memperoleh ketentraman diri, juga bisa
melahirkan karakter-karakter yang mulia di dalam diri manusia.
17
18
2.2.4
Aspek-aspek Kecerdasan Spritual
Menurut Abu Ali ad-Daqqaq (Tasmara, 2001), aspek-aspek kecerdasan
spiritual meliputi :
a. Kejujuran (Shiddiq)
Salah satu dimensi kecerdasan spritual terletak pada nilai kejujuran yang
merupakan mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah dijanjikan Allah
akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya.
Shiddiq adalah orang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan
hatinya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya karena dia sadar
bahwa segala hal yang akan mengganggu ketentraman jiwanya merupakan dosa.
Dengan demikian, kejujuran bukan datang dari luar, tetapi ia adalah bisikan dari
qalbu yang secara terus menerus mengetuk-ngetuk dan memberikan percikan
cahaya Ilahi. Ia merupakan bisikan moral luhur yang didorong dari hati menuju
kepada Ilahi (mahabbah lilllah). Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan
sebuah pangilan dari dalam.
Dalam usaha untuk mencapai sifat Shiddiq seseorang harus melalui
beberapa hal diantaranya adalah : 1) Jujur pada diri sendiri, 2) Jujur pada orang
lain, 3) Jujur terhadap Allah
b. Istiqamah
Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang melahirkan
sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan
membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik,
sebagaimana kata taqwin merujuk pula pada bentuk yang sempurna (qiwam).
18
19
Sikap istiqamah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh
jiwanya, sehingga dia tidak mudah goncang atau cepat menyerah pada tantangan
atau tekanan, mereka yang memiliki jiwa istiqamah itu adalah tipe manusia yang
merasakan
ketenangan
luar
biasa
(iman,
aman,
muthmainah)
walau
penampakannya diluar bagai orang yang gelisah. Dia merasa tenteram karena apa
yang dia lakukan merupakan rangkaian ibadah sebagai bukti “yakin” kepada
Allah Swt dan Rasul-Nya.
Sikap istiqamah ini dapat terlihat pada orang-orang : 1) Mempunyai
Tujuan, 2) Kreatif, 3) Menghargai Waktu, 4) Sabar
c.
Fathanah
Fathanah diartikan sebagai kemahiran, atau penguasaan terhadap
bidang tertentu, pada hal makna fathanah merujuk pada dimensi mental yang
sangat mendasar dan menyeluruh. Seorang yang memilki sikap fathanah, tidak
hanya menguasai bidangnya saja begitu juga dengan bidang-bidang yang lain.
Keputusan-keputusanya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang
didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur, memilki kebijaksanaan, atau
kearifan dalam berpikir dan bertindak.
d. Amanah
Amanah menjadi salah satu dari aspek dari ruhaniah bagi kehidupan
manusia, seperti halnya agama dan amanah yang dipikulkan Allah menjadi titik
awal dalam perjalanan manusia menuju sebuah janji. Janji untuk dipertemukan
dengan Allah SWT, dalam hal ini manusia dipertemukan dengan dua dinding
yang harus dihadapi secara sama dan seimbang antara dinding jama’ah didunia
19
20
dan dinding kewajiban insan diakhirat nanti. Sebagai mahluk yang paling
sempurna dari ciptaan Allah SWT dibandingkan dengan mahluk yang lain, maka
amanah salah satu sifat yang dimilki oleh manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
Didalam nilai diri yang amanah itu ada beberapa nilai yang melekat :
1).Rasa ingin menunjukkan hasil yang optimal. 2). Mereka
hidupnya
memiliki nilai, ada sesuatu yang
merasakan bahwa
penting. Mereka merasa
dikejar
dan mengejar sesuatu agar dapat menyelesaikan amanahnya dengan sebaikbaiknya. 3). Hidup adalah
sebuah proses untuk saling mempercayai dan
dipercayai.
e.
Tabligh
Fitrah manusia sejak kelahiranya adalah kebutuhan dirinya kepada orang
lain. Kita tidak mungkin dapat berkembang dan survive kecuali ada kehadiran
orang lain. Seorang muslim tidak mungkin bersikap selfish, egois, atau
annaniyah’ hanya mementingkan dirinya sendiri’. Bahkan tidak mungkin
mensucikan dirinya tanpa berupaya untuk menyucikan orang lain. Kehadirannya
di tengah-tengah pergaulan harus memberikan makna bagi orang lain bagaikan
pelita yang berbinar memberi cahaya terang bagi mereka yang kegelapan.
Mereka yang memilki sifat tabligh mampu membaca suasana hati orang
lain dan berbicara dengan kerangka pengalaman serta lebih banyak belajar dari
pengalaman dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup.
Berdasarkan kelima aspek-aspek kecerdasan spritual dari Tasmara
(2001) maka peneliti dapat membuat kesimpulan, bahwa kecerdasan spritual
adalah kemampuan atau kapasistas seseorang untuk pengunaan nilai-nilai agama
20
21
baik dalam berhubungan secara vertikal atau hubungan dengan Allah Swt (Hab
lum minallah) dan hubungan secara horizontal atau hubungan sesama manusia
(Hab lim min’nan nas) yang dapat dijadikan pedoman suatu perbuatan yang
bertangung jawab didunia maupun diakhirat. Dengan arti kata lain kecerdasan
spritual dimana kondisi seseorang yang telah dapat mendengar suara hati, karena
pada dasarnya suara hati manusia masih bersifat universal, tapi apa bila seseorang
telah mampu memunculkan beberapa sifat-sifat dari Allah yang telah diberikanNya kepada setiap jiwa manusia dalam bentuk yang fitrah dan suci yang disebut
dengan asmaul khusna maka akan memunculakan sifat takwa.
2.2
2.3.1
Hakikat Generasi Muda
Pengertian
Generasi
muda
secara
etimologi : keturunan
yang ada
mem-
punyai hubungan darah .
Secara sosiologi arti generasi muda :
Generasi dalam arti periode antar waktu kelahiran antara orang
tua dan anak-anak mereka.
Generasi dalam arti semua anak dari seorang ayah atau ibu yang
mencakup jangka waktu yang panjang.
Generasi
dalam arti perhitungan tenggang waktu histories : +
30 tahun.
Dalam arti konterporar : siapa saja yang baru dilahirkan sampai
orang tertua yang hidup bersamaam pada saat yang sama.
21
22
Pengertian ”Genersi
Muda” merupakan konsep-konsep yang selalu
dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal ini sering lebih merupakan pengertian
ideologis dan cultural dari pada pengertian ilmiah, misalnya “Generasi muda
adalah harapan bangsa” dan “Generasi muda adalah pemilik masa depan” dan lain
sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan beban moral bagi generasi muda
untuk memberikan konstribusi pada masa depan masyarakat, bangsa dan agama.
Tetapi dilain pihak generasi muda menghadapi persoalan-persoalan yang akut
seperti narkoba, kenakalan remaja, dan terbatasnya lapangan kerja.
Di atas telah dikemukakan bahwa
generasi muda merupakan istilah
demografis dan sosiologis dalam konteks tertentu. Dalam pola dasar pembinaan
dan pengembangan generasi muda bahwa yang dimaksud generasi muda adalah;
a.
b.
Dilihat Dari Segi Biologis
Bayi
:
0-1 tahun
Anak
:
1-12 tahun
Remaja
:
12-15 tahun
Generasi muda
:
15-30 tahun
Dewasa
:
30 tahun ke atas
Dilihat dari segi budaya
Anak
:
0-12 tahun
Remaja
:
13-18 tahun
Dewasa
:
18-21 tahun ke atas
22
23
c.
Dilihat dari angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua.
Tenaga muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja
yang diambi antara 18-22 tahun.
d.
Dilihat dari ideologis politis, maka generasi muda adalah calon pengganti
dari generasi terdahulu, dalam hal ini berumur antara 18-30 tahun, dan
kadang-kadang sampai umur 40 tahun.
e.
Dilihat dari umur, lembaga dan ruang lingkup tempat diperoleh ada 3
kategori :
1)
Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah.
2)
Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di Universitas atau
perguruan tinggi.
3)
Generasi Muda, di luar lingkungan sekolah ataupun perguruan
tinggi, usia antara 15-30 tahun.
Berdasarkan pengelompokan diatas, maka yang dimaksud dengan generasi
muda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30 tahun. Sedangkan
untuk usia 30-40 tahun disebut dengan generasi peralihan.
2.3.2
Aktifitas Generasi Muda
Di pundak generasi muda terdapat bermacam-macam harapan, terutama
dari generasi lainnya, baik itu generasi sebelumnya atau sesudahnya. Hal ini
karena mereka diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang akan melanjutkan
perjuangan generasi sebelumnya dan generasi yang harus mengisi dan
melangsungkan estafet pembangunan secara terus-menerus.
23
24
Pada generasi muda terdapat permasalahan yang sangat bervariasi dimana
ketika tidak diatasi secara profesional maka generasi muda akan kehilangan
fungsinya sebagai penerus bangsa. Disamping menghadapi berbagai masalah,
generasi muda memiliki potensi yang melekat pada dirinya dan sangat penting
dalam artian sebagai sumber daya manusia yang berpotensi dan berkualitas.
Oleh karena itu berbagai potensi yang ada pada diri generasi muda harus
dikembangkan sesuai dengan bidangnya masing-masing dan jika itu terlaksana
maka aktivitas mereka akan memiliki konstribusi yang berarti bagi pembangunan
bangsa ini terutama dalam bidang pendidikan agama islam.
Generasi muda menjadi penting bukan saja karena bagian terbesar
penduduk Indonesia saat ini berusia muda, tetapi penting karena berbagai alasan
antara lain:
Pertama, generasi muda adalah generasi penerus yang akan melanjutkan citacita perjuangan bangsa.
Kedua, kelangsungan
sejarah
dan
budaya bangsa, corak dan warna masa
depan suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh arah persiapan atau
pembinaan dan pengembangan generasi muda pada saat ini.
Ketiga, terjaminnya proses kesinambungan nilai-nilai dasar agama. Masa
ini adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dari masa
ketergantungan ke masa mandiri
serta masa-masa yang labil dalam
hidupnya. Jika hal ini tidak mendapat penanganan yang lebih baik maka
generasi mudah akan mudah terpengaruh dengan kelompok-kelompok
ajaran sesat.
24
25
Secara psikologis dimana pada masa ini terjadi ketegangan emosi,
sehingga akan mengalami masa-masa badai dan tekanan, pencarian jati diri,
pembentukan nilai-nilai yang menjadi anutan, mulai melepaskan diri dari orang
tua sehingga mengalami ketidak stabilan akibat perubahan fisik dan kelenjar yang
ada dalam tubuh. Yang kesemuanya itu berimplikasi pada perubahan kepribadian
yang terwujud dalam cara hidup dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Bila hal ini tidak diarahkan dengan baik serta aktifitasnya yang dijalani tidak
memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka mereka sering
meluapkan kelebihan energinya kearah negative, dan salah satunya muncul
perilkau agresi ataupun perilaku diluar kendali .
2.3.3
Masalah dan Potensi Pemuda
A.
Masalah generasi muda
Masa muda adalah suatu fase dalam siklus kehidupan manusia. Fase ini
berproses ke arah perkembangan dan perubahan – perubahan yang bersifat
transisional. Dalam proses inilah setiap individu generasi muda akan selalu
berhadapan
dengan
tantangan-tantangan
baik
yang timbul
dari
proses
pertumbuhan kepribadiannya maupun tantangan yang muncul dari lingkungannya.
Factor lingkungan mempengaruhi proses pendewasaan yang berpangkal tolak dari
lingkungan keluarga dan juga lingkungan masyarakat.
Perubahan-perubahan sosial budaya yang bergerak cepat pada era moderen
ini sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, banyaknya jumlah
penduduk dan krisis multi dimensi telah mempengaruhi perubahan pada
masyarakat secara mendasar.
25
26
Pengaruh perubahan-perubahan tersebut juga dirasakan oleh generasi
muda sebagai masalah yang telah menyangkut kepentingannya dimasa kini dan
tantangan yang dihadapinya dimasa depan.
Dengan demikian masalah generasi muda sebenarnya tidak terpisah dari
masalah masyarakat pada umumnya, sebab generasi muda pada hakekatnya
merupakan bagian yang berkesinambungan dengan masyarakat. Secara garis besar
permasalahan generasi muda itu dapat dilihat dari berbagai aspek sosial yang
meliputi: aspek social psikologis, aspek sosial budaya, aspek sosial ekonomi dan
aspek social politik.
1)
Sosial psikologis
Proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian serta penyesuaian diri
secara jasmaniah dan rohaniah sejak dari masa kanak-kanak sampai usia dewasa
dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti keterbelakangan jasmani dan
mental, salah asuh oleh orang tua atau keluarga maupun guru-guru di lingkungan
sekolah, pengaruh negatif dari lingkungan sehari-hari oleh teman sebayanya.
Hambatan-hambatan tersebut diatas memungkinkan timbulnya kenakalan
remaja, ketidak-patuhan terhadap orang tua dan guru kecanduan narkotika dan
lain-lain kesemuanya itu merupakan gejala-gejala yang perlu memperoleh
perhatian dari semua pihak.
2)
Sosial budaya
Generasi muda dalam perkembangannya ada dalam proses pembangunan
dan modernisasi dengan segala akibat sampingnya yang bisa mempengaruhi
proses pendewasaannya sehingga apabila tidak memperoleh arah yang jelas, maka
26
27
corak dan warna masa depan Negara dan bangsa akan menjadi lain dari pada yang
dicita-citakan.
Benturan antara nilai-nilai budaya tradisional dengan nilai-nilai baru yang
cenderung menimbulkan pertentangan antara sesama generasi muda dan generasi
sebelumnya yang pada saatnya akan menimbulkan perbedaan system nilai dan
pandangan antara generasi tua dan generasi muda. Hal tersebut dapat
menyebabkan terputusnya kesinambungan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai
agama. Pola hidup yang berdasarkan kekeluargaan, kegotong-royongan sebagai
salah satu ciri kehidupan masyarakat Indonesia, makin bergeser ke arah
kehidupan individualistis. Keadaan seperti itu bila berlangsung terus akan
mempengaruhi perkembangan generasi muda.
3)
Sosial Ekonomi
Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan belum meratanya
pembangunan dan hasil-hasil pembangunan mengakibatkan makin bertambahnya
pengangguran dikalangan generasi muda, karena kurangnya lapangan kerja.
Kurangnya lapangan kerja ini menimbulkan berbagai problem sosial serta frustasi
dikalangan kaum muda. Ketidakseimbangan antara kebutuhan bagi pendidikan
dan penyediaan sarana-sarana pendidikan, makin bertambahnya jumlah siswa
yang putus sekolah, sementara dipihak lain anggaran pemerintah yang terbatas
mengakibatkan kekurangan fasilitas bagi latihan-latihan keterampilan. Demikian
juga system pendidikan tidak mampu menjawab tantangan kebutuhan
pembangunan.
27
28
4)
Sosial politik
Dalam kehidupan sosial politik aspirasi generasi muda berkembang
cenderung mengikuti pola infra struktur politik yang hidup dan berkembang pada
suatu periode tertentu. Akibatnya makin dirasakan bahwa dikalangan generasi
muda masih ada hambatan-hambatan untuk menumbuhkan satu orientasi baru
yakni pemikiran untuk menjangkau kepentingan nasional dan bangsa diatas segala
kepentingan lainnya.
Dirasakan belum terarahnya pendidikan politik dikalangan generasi muda
dan belum dihayatinya mekanisme demokrasi Pancasila maupun lembagalembaga konstitusional, tertib hukum dan disiplin nasional, dimana merupakan
hambatan bagi penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan
konstitusional.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang
menyangkut generasi muda dewasa ini adalah:
Kekurangan pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa
depannya.
Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas
pendidikan yang tersedia, baik yang formal maupun non formal. Tingginya
jumlah anak putus sekolah karena berbagai sebab bukan hanya merugikan
generasi muda sendiri juga merugikan seluruh bangsa.
Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tingginya tingkat
pengangguran.
Meningkatnya kenakalan
remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
28
29
B.
Potensi generasi muda
1)
Idealisme dan daya kritis
Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada,
sehingga ia dapat melihat kekurangan dalam tatanan secara wajar dan mampu
mencari gagasan baru. Perwujudan idealisme dan adanya kreativitas perlu
dilengkapi landasan rasa tanggung jawab yang seimbang.
2)
Dinamika dan kreativitas
Adanya idealisme pada generasi muda, menyebabkan mereka memiliki
potensi kedinamisan dan kreativitas, yakni kemampuan dan kesediaan untuk
mengadakan perubahan, pembaharuan dan penyempurnaan kekurangan yang
ada ataupun mengemukakan gagasan yang baru.
3)
Sikap kemandirian dan disiplin murni (self discipline)
Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan
tindakannya. Kemandirian mana perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin
murni pada dirinya, agar dengan demikian mereka dapat menyadari batasbatas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.
4)
Terdidik
Walaupun dengan memperhitungkan factor putus sekolah, secara menyeluruh
baik dalam arti kualitatif dan kuantitatif, generasi muda secara relative lebih
terpelajar karena lebih terbukanya kesempatan belajar pada generasi muda.
2.3.4
Peranan Generasi Muda Dalam Masyarakat
Kedudukan generasi muda dalam masyarakat adalah sebagai makhluk
moral, makhluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer
29
30
moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Bertindak diatas kebenaran dengan
landasan hukum. Sebagai makhluk sosial artinya generasi muda tidak dapat
berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan normanorma, kepribadian dan pandangan hidup yang dianut masyarakat.
Sebagai makhluk individual artinya tidak dapat melakukan kebebasan
sebebas-bebasnya, tetapi disertai rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.
Peranan generasi muda seperti yang tercantum dalam GBHN dan
pentingnya kedudukan generasi muda dalam masyarakat, diperlukan pemahaman
hakikat keberadaannya
dalam wawasan kehidupan. Pertama, perlu disadari
bahwa proses perkembangan manusia bukan sebagai suatu kontinu yang sambung
menyambung, melainkan fragmentaris, terpecah-pecah. Dan setiap fragmen
mempunyai arti sendiri-sendiri. Generasi muda dibedakan dari anak-anak dengan
orang tua dan masing-masing fragmen itu berkembang di awali nilai sendiri.
Kehidupan generasi muda penuh dengan dinamikanya artinya tidak lebih dari
usaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang sudah tersedia
suatu peralihan kejiwaan, Kedua, posisi pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri
mempunyai pola yang banyak sedikit berbeda. Dan ditentukan oleh suatu
pemikiran diawali oleh generasi tua yang sembunyi dibalik tradisi. Dinamika
generasi muda tidak terlihat sebagai bagian dari dinamika wawasan hidup.
Paralel dengan pembinaan generasi muda
menjadi signifikan untuk
dikembangkan dalam perwujudan masyarakat madani, yakni kesejahteraan dunia
dan akhirat. Artinya tanpa adanya kesadaran, kesanggupan
30
dan sikap batin
31
sebagai fitrah manusia untuk meyakini dan meraih realitas tertinggi, yang gaib
dan berada diluar jangkauan indra dan rasio, maka betapa pendeknya dan betapa
kecilnya apa yang bisa diberikan dunia materi terhadap tuntutan manusia yang
jangkauan hidupnya menorobos dinding-dinding materi.
2.3
Meningkatkan Kecerdasan Spritual Generasi Muda Melalui Majelis
Ta’lim.
Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlaq, intelektual dan
sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsipprinsip, dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan
kehidupan dunia-akhirat.
Bertitik tolak bahwa pendidikan Islam termasuk masalah sosial, maka
dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada.
Lembaga disebut juga dengan institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosial
adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relative tetap atas pola-pola tingkah
laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu
yang mempunyai otoritas formal dan saksi hukum guna tercapainya kebutuhankebutuhan sosial dasar.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan harus sesuai
dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat, dan di Indonesia memang terdapat
banyak lembaga pendidikan Islam, salah satunya adalah pendidikan non formal
yakni majelis ta’lim. Majelis ta’lim merupakan lembaga pendidikan masyarakat,
yang tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat islam itu sendiri, yang
kepentingannya untuk kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu majelis ta’lim
31
32
adalah lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan pada “ta’awun
dan ruhama u bainahum”.
Majelis ta’lim telah mempunyai kedudukan dan ketentuan tersendiri dalam
mengatur pelaksanaan pendidikan atau dakwah Islamiyah, disamping lembagalembaga lainnya yang mempunyai tujuan yang sama. Memang pendidikan non
formal yang sifatnya tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap,
merupakan pendidikan yang efektif dan efisien, cepat menghasilkan, dan sangat
baik untuk mengembangkan tenaga kerja atau potensi umat, karena majelis ta’lim
digemari oleh masyarakat luas.
Efektifitas dan efisiensi system pendidikan ini sudah banyak dibuktikan
melalui media pengajian-pengajian Islam atau majelis ta’lim yang sekarang
banyak tumbuh dan berkembang baik di desa-desa maupun kota-kota besar.
Oleh karena itu, secara strategis majelis ta’lim tersebut menjadi sarana
dakwah dan tabligh yang bercorak Islami, yang berperan sentral pada pembinaan
dan peningkatan kualitas hidup umat manusia sesuai aturan ajaran agama.
Disamping itu, yang lainnya adalah untuk menyadarkan umat Islam dalam
menghayati, memahami dam mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual
kepada lingkungan hidup, sosial budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat
menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasathan yang meneladani kelompok
umat yang lain.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut, fungsi dan peranan majelis ta’lim
tidak terlepas dari kedudukannya sebagai alat dan sekaligus media pembinaan
kesadaran beragama. Usaha pembinaan masyarakat dalam bidang agama harus
32
33
memperhatikan metode pendekatannya, yang di bedakan menjadi tiga bentuk
antara lain : 1) Lewat propaganda, yang lebih menitikberatkan pada pembentukan
public
opini, agar mereka mau bersikap dan berbuat sesuai dengan maksud
propaganda, 2) Melalui indoktrinasi, yaitu menanamkan ajaran dengan konsepsi
yang telah disusun secara tegas dan bulat oleh pihak pengajar atau ustaz dan kiayi
untuk disampaikan kepada masyarakat, memalui kuliah, ceramah, kursus-kursus
dan lainnya, 3) Melalui jalur pendidikan, dengan menitik beratkan pembangkitan
cipta, rasa dan karsa sehingga cara pendidikan ini lebih mendalam dan matang
dari pada propaganda dan indoktrinasi.
Berangkat dari asumsi bahwa kecerdasan spritual merupakan
sesuatu
yang amat penting dalam kehidupan manusia. Maka peran majelis ta’lim dalam
meningkatkan kecerdasan spritual bukanlah sesuatu keniscayaan. Hal ini karena
manusia dalam berbagai aspek kehidupanya akan diminta pertanggung
jawabannya setelah meninggal dunia, oleh sebab itu manusia dituntut agar
bagaimana menjalani hidup ini dengan cara terhormat yang selalu dipandu oleh
cahaya Illahi.
Aktifitas beragama yang erat berkaitan dengan spritual, bukan hanya
terjadi ketika melakukan ritual (ibadah) tetapi juga aktivitas lain yang didorong
kekuatan batin. Jadi kecerdasan spritual merupakan integrasi secara komplek
antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri
seseorang.
Dan implementasi dari kegiatan spritual tersebut dapat kita lihat dari
aktivitas beragama dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan secara rutin
33
34
dan konsisten. Untuk setiap orang memiliki tingkat kecerdasan spritual yang
berbeda dengan lainnya.
Seseorang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup
hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna
kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual yaitu Al- Qur’an
dan Sunnah.
Tingkat kecerdasan spritual
adalah kadar atau tingkat pemahaman
manusia terhadap ajaran agamanya. Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan
spritual yang lebih besar maka akan menjalankan aturan-aturan dan kewajibankewajiban agamanya dengan patuh. Orang seperti ini dapat dikatakan sebagai
seseorang yang memliki tingkat kecerdasan spritual yang lebih tinggi dari pada
orang yang tidak menjalankan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban agamanya.
Sebagaimana keterangan di atas dapat di tarik ulur bahwa dengan adanya
majelis ta’lim yang didalamnya mengajarkan tentang materi-materi ajaran agama
Islam
akan menjadi pedoman masyarakat terutama generasi muda dalam
melaksanakan aturan-aturan agama Islam dengan baik, jika dihubungkan dengan
peningkatan kecerdasan spiritual generasi muda adalah ketika generasi muda itu
berperan aktif dalam majelis ta’lim, secara tidak langsung pengetahuannya
tentang ajaran agama akan meningkat dan dengan sendirinya dapat menjadi
sebuah usaha dalam meningkatkan kadar kecerdasan spritualnya.
Dari urian di atas peneliti menyimpulkan bahwa lembaga majelis tak’lim
memilki hubungan kuat dalam peningkatan kecerdasan spritual utamanya generasi
muda didalam kehidupan sehari-hari dan juga dikehidupan bermasyarakat, dimana
34
35
kegiatan-kegiatan dalam majelis tak’lim maupun materi/isi dakwah yang
diberikan dapat meningkatkan kecerdasan spritual atau kecerdasan ruhaniah dan
selanjutnya implementasi yang diharapkan adalah bahwa kecerdasan tersebut
memilki kekuatan yang hebat untuk mendorong supaya seseorang berbuat dan
beramal saleh serta merasa bertangung jawab terhadap Khaliknya.
35
Download