1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakekat Peran Majelis Ta’lim 2.1.1 Pengertian Peran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III tahun 2005 yang dimaksud dengan ”Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dimasyarakat”. Menurut Poewadarminto (1993:735), mengatakan bahwa : ”Peran adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan utama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Peran merupakan suatu tindakan dalam suatu peristiwa yang menimbulkan akibat/dampak agar sesuatu itu dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan maksud, tujuan dan fungsi serta manfaat suatu hal tersebut dilaksanakan”. Peran sangat berkaitan erat dengan power seseorang atau lembaga/instansi dalam menunjang suatu kegiatan, agar berhasil maka digunakanlah suatu cara, metode dan alat penunjang yang lain. Dari pengertian di atas, yang dimaksud peran dalam penelitian ini adalah perangkat tingkah yang diharapkan ada dalam majelis ta’lim atau tindakan yang dilakukan oleh majelis ta’lim dalam meningkatkan kecerdasan spritual generasi muda. 2.1.2 Pengertian Majelis Ta’lim dan Sejarah Berdirinya. Secara etimologis, perkataan majelis ta’lim berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu “majelis dan ta’lim”, majelis artinya tempat duduk, tempat sidang/dewan. Dan ta’lim yang diartikan dengan pengajaran. 1 2 Dengan demikian secara bahasa majelis ta’lim adalah tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Sedangkan secara terminology, sebagaimana dirumuskan pada musyawarah majelis ta’lim se DKI Jakarta Tahun 1980, majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara barkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relative banyak, bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya, serta antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT. Struktur organisasi majelis ta’lim merupakan sebuah organisasi pendidikan luar sekolah (non formal) atau satu lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jamaahnya, memberantas kebodohan umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta di ridloi oleh Allah SWT. Pada umumnya majelis ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat murni, yang dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu, majelis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, atau sebagai lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan kepada “ta’awun dan ruhama u bainahum”. 2 3 Dari pengertian tersebut di atas, tampak bahwa majelis ta’lim diselenggarakan berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut system, materi maupun tujuannya. Pada majelis ta’lim terdapat hal-hal yang cukup membedakan dengan yang lain, diantaranya : a. Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam. b. Waktu belajarnya berkala tapi teratur. c. Pengikut atau pesertanya disebut jamaah (orang banyak), bukan pelajar atau santri. d. Tujuannya yaitu memasyarakatkan ajaran Islam. Dengan merujuk penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa majelis ta’lim adalah salah satu pendidikan Islam non formal yang ada di Indonesia yang sifatnya tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap, yang efektif dan efisien, cepat menghasilkan, dan sangat baik untuk mengembangkan tenaga kerja atau potensi umat, dan bertujuan untuk mengebangkan ilmu pengetahuan khususnya ajaran Islam. 2.1.3 Keadaan Majelis Ta’lim (Jama’ah) Salah satu keistimewaan dalam cara pendidikan di dalam Islam adalah sifatnya yang mudah dan elastis, tidak terikat pada suatu tempat atau keadaan tertentu, dan penyebaran kebudayaan serta pengajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok ilmiah, di rumah-rumah para ulama, para kholifah, dimana hadir masyarakat khususnya generasi muda yang haus akan ilmu pengetahuan, apakah kehadiran mereka sekedar mendengar atau mencatat apa yang diuraikan 3 4 muballigh atau ustadz, ataupun ikut andil diskusi dan tanya jawab dalam sebuah forum. Pelaksanaan majelis ta’lim sendiri tidak begitu mengikat dan tidak selalu mengambil tempat-tempat ibadah seperti langgar, masjid atau musholla. Tetapi juga di rumah keluarga, balai pertemuan umum, aula suatu instansi, kantor-kantor, hotel-hotel berbintang dan sebagainya. Penyelenggaraannya pun terdapat banyak variasi, tergantung kepada pimpinan jamaah (kiai, ustadz, ulama, atau tokoh agama). Majelis ta’lim dapat diklasifikasikan berdasar pada lingkungan, tempat, kegiatan organisasi, dan yang lainnya, sebagaimana salah satu teori pendidikan yang dikemukakan oleh Ahmad Tafsir bahwa ”pendidikan yang baik dapat diperoleh dari keadaan (pengelolaan) yang baik pula, dan juga adanya interaksi yang baik antara guru dan murid”. Majelis ta’lim sendiri merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar yang terdiri dari murid dan guru atau kiyai (ustadz) dan santri serta masyarakat untuk mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan khususnya agama Islam melalui membaca kitab, ceramah atau kegiatan keagamaan yang lain. Pengelolaan atau keadaan dalam majelis ta’lim dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain : a. Menurut lingkungan jamaah, maka majelis ta’lim dapat di klasifikasikan sebagai berikut : 1) Majelis ta’lim daerah pinggiran. 4 5 2) Majelis ta’lim daerah komplek perumahan 3) Majelis ta’lim perkantoran dan sebagainya b. Menurut tempat penyelenggaraan, klasifikasinya sebagai berikut : 1) Di masjid atau musholla 2) Di madrasah atau ruang khusus semacam itu 3) Di rumah secara tetap atau berpindah-pindah 4) Di ruang atau di aula kantor c. Menurut organisasi jamaah, maka klasifikasi majelis ta’lim antara lain : 1) Majelis ta’lim yang dibuka, dipimpin, dan bertempat khusus yang dibuat oleh pengurus sendiri atau guru. 2) Majelis ta’lim yang didirikan, dikelola, dan ditempati bersama, mereka mempunyai pengurus yang pemukiman 3) dapat diganti kepengurusannya (di atau dikantor) ajelis ta’lim yang mempunyai organisasi induk eperti Al-hidayah, Aisyiah, muslimat, dan sebagainya. 2.1.4 Materi (Isi) dalam Majelis Ta’lim Seperti yang telah terjadi di lapangan, materi (isi) dari majelis ta’lim merupakan pelajaran atau ilmu yang diajarkan dan disampaikan pada saat pengajian itu dilakukan, dan materi-materi tersebut tidak jauh berbeda dengan pendidikan agama yang ada di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah, dengan lain kata materi atau isi tetap mengacu pada ajaran agama Islam. 5 6 Adapun pengklasifikasian materi pada majelis ta’lim yang diajarkannya antara lain adalah a. Majelis : ta’lim yang tidak mengajarkan sesuatu secara rutin, tetapi hanya sebagai tempat berkumpul membaca sholawat bersama atau surat yasin, atau membaca mauled nabi dan sholat sunnah berjamaah dan sebulan sekali guru untuk pengurus majelis ta’lim mengundang seorang berceramah, dan ceramah inilah yang merupakan isi ta’lim. b. Majelis ta’lim yang dasar ajaran agama, mengajarkan pengetahuan dan keterampilan belajar membaca al-qur’an atau yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, seperti penerangan fiqih. c. Majelis ta’lim tauhid, atau akhlak yang diberikan dalam pidato-pidato muballigh kadang-kadang dilengkapi juga dengan tanya-jawab. d. Majelis ta’lim tertentu sebagai seperti butir pegangan di ke tiga dengan menggunakan kitab tambah dengan pidato-pidato atau ceramah. e. Majelis ta’lim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran pokok yang diberikan teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi yang hangat berdasarkan ajaran Islam. Majelis ta’lim disini juga merupakan sebuah tradisi yang kental bagi masyarakat, dengan tradisi-tradisi semacam inilah pemahaman dan pengetahuan 6 7 masyarakat luas tentang ajaran Islam dapat terjawab, walaupun tidak setiap hari mengikuti tetapi setidaknya mereka pernah mendengarkan ajaran Islam. Seperti halnya majelis ta’lim yang didalamnya ada kegiatan membaca tafsir Al-qur’an dalam bahasa daerah Gorontalo ataupun pembacaan ayat-ayat suci Al-qur’an, dapat menumbuhkan rasa cinta kepada nabi Muhammad, memahami secara jelas ayat-ayat suci Al-quran melalui bahasa sendiri serta mengetahui arti kehidupan yang sesungguhnya di dunia ini. Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqih, tauhid, atau akhlak merupakan dimensi pembentukan awal dari pemahaman tentang ajaran Islam. Hal ini dikarenakan aqidah (kepercayaan) adalah bidang teori yang dipercayai terlebih dahulu sebelum yang lain-lain, hendaknya kepercayaan itu bulat dan penuh tiada bercampur dengan syak, ragu dan kesamaan. Kemudian aqidah merupakan seruan dan penyiaran yang pertama dari rasulullah dan dimintanya supaya di percaya oleh manusia dalam tingkat pertama (terlebih dahulu), dan dalam Al-qur’an aqidah di sebut dengan kalimat “Iman”. Tentang akhlak yang merupakan ilmu budi pekerti yang membahas sifatsifat manusia yang buruk dan baik, dengan ilmu akhlak akan memberikan jalan dan membuka pintu hati orang untuk berbudi pekerti yang baik dan hidup berjasa dalam masyarakat. Berbuat dan beramal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, menurut Imam Ghazali “Akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi” atau boleh juga dikatakan sudah menjadi kebiasaan. 7 8 Dimensi akhlak, adalah materi yang paling sering disampaikan pada majelis ta’lim, hal ini bertujuan karena akhlak adalah sumber dari sikap atau berhubungan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, dan secara sadar ataupun tidak akhlak itu akan tercermin dalam diri seseorang. Seperti halnya lapang dada, peramah, sabar (tabah), jujur, tidak dengki, dan sifat-sifat baik yang lainnya. Syariat atau fiqih diajarkan juga bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hubungannya baik dengan Tuhan, sesama manusia, ataupun dirinya sendiri, sebagaimana maksud dari syariat sendiri adalah sebuah susunan, peraturan, dan ketentuan yang disyariatkan tuhan dengan lengkap atau pokok-pokoknya saja supaya manusia mempergunakannya dalam mengatur hubungan dengan tuhan. Hubungan dengan saudara seagama, hubungan saudara sesama manusia serta hubungannya dengan alam besar dan kehidupan. 2.1.5 Beberapa Metode yang digunakan dalam Majelis Ta’lim Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian metode mempunyai peran yang sangat penting dalam system pembelajaran. Dan metode-metode yang di gunakan dalam majlis ta’lim antara lain : a. Ceramah Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan lisan kepada warga belajar yang pada umumnya mengikuti secara pasif. 8 9 b. Tanya jawab Metode Tanya jawab adalah suatu metode didalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab atau sebaliknya tentang materi yang telah disampaikan. Metode tanya jawab ini dilakukan pelengakap atau variasi dari metode ceramah, atau sebagai ulangan pelajaran yang telah diberikan, selingan dalam pembicaraan. 2.2 Hakekat Kecerdasan Spritual 2.2.1. Pengertian Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti. Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin yaitu spritus yang berarti nafas. Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang non jasmani meliputi emosi dan karakter. Dalam kamus psikologi spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang sempurna dari perkembangan akal budi untuk memikirkan hal-hal diluar alam materi yang bersifat ketuhanan yang memancarkan energi batin untuk memotivasi lahirnya ibadah dan moral. 9 10 Menurut Zohar dan Marshall, bahwa : “Kecerdasan spritual adalah sebuah dimensi yang tidak kalah pentingnya didalam kehidupan manusia bila dibandingkan dengan kecerdasan emosional, karena kecerdasan emosional lebih berpusat pada rekonstruksi hubungan yang bersifat horizontal (sosial), sementara itu dimensi kecerdasan spritual bersifat vertikal yang sering disebut dengan kecerdasan ruhaniah (Spiritual Quotient)”. Lebih lanjut diterangkan Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spritual adalah: “Ruhaniah untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan inti menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan lebih kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain”. Kemudian menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya American Piety : “The Nature of Spiritual Quotient Commitment” (1968) mengemukakan bahwa: “Kecerdasan spritual mengandung tiga dimensi yang mencakup aspek aqidah, yakni tingkat keyakinan terhadap kebenaran ajaran agamanya seperti halnya keberadaan tuhan, malaikat, dan rukun iman lainnya. Kemudian aspek syariah, yakni meliputi kegiatan ritual dimasyarakat seperti halnya sholat, puasa, haji, dan aspek akhlak yakni perilaku yang dilakukan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari”. Tasmara (2001) mengatakan : “Kecerdasan spritual sangat erat kaitannya dengan cara dirinya mempertahankan prinsip lalu bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya itu dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan nilai manfaat yang berkesesuaian. Prinsip merupakan fitrah paling mendasar bagi harga diri manusia. Nilai takwa atau tanggung jawab merupakan ciri seorang profesional. Mereka melangar prinsip dan menodai hati nurani merupakan dosa kemanusiaan yang paling ironis”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gandhi (Tasmara, 2001), membuat daftar tujuh dosa orang-orang yang menodai prinsip atau nuraninya sebagai berikut : 10 11 i. Kekayaan tanpa kerja (wealth Without work). ii. Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience). iii. Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without caracter). iv. Perdagangan tanpa etika (moral) ( commerce without morality). v. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity). vi. Agama tampa pengorbanan (religion without sacrifice). vii. Politik tanpa prinsip (politic without principle). Suharsono (Tasmara, 2001) mengatakan bahwa: “Kecerdasan spritual dari sudut pandang keagamaan ialah suatu kecerdasan yang berbentuk dari upaya menyerap kemaha tahuan Allah dengan memanfaatkan diri sehingga diri yang ada adalah Dia Yang Maha Tahu dan Maha Besar. Spiritual merupakan pusat lahirnya gagasan, penemuan, motivasi, dan kreativitas yang paling fantastik”. Sementara Tasmara (2001) mengatakan : “Kecerdasan spritual adalah kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Ilahi. Kecerdasan ini dapat menimbulkan kebenaran yang sangat mendalam terhadap kebenaran, sedangkan kecerdasan lainya lebih bersifat pada kemampuan untuk mengelola segala hal yang berkaitan dengan bentuk lahiriah (duniawi). Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa setiap niat yang terlepas dari nilai-nilai kebenaran Ilahiah merupakan kecerdasan duniawi dan fana (temporer), sedangkan kecerdasan spritual bersifat autentik, universal, dan abadi, kecerdasan spritual merupakan inti dari seluruh kecerdasan yang dimilki manusia karena kecerdasan spritual dapat mempengaruhi perkembangan beberapa kecerdasan yang lain diantaranya yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan physical”. Sebelum kecerdasan ini ditemukan, para ahli sangat bangga dengan temuan tentang adanya IQ dan EQ, sehingga muncullah suatu paradigma dimasyarakat bahwa otak itu adalah segala-galanya, padahal nyatanya tidaklah demikian. Spiritual adalah suatu dimensi yang terkesan maha luas, tak tersentuh, jauh diluar sana karena Tuhan dalam pengertian Yang Maha Kuasa, benda dalam 11 12 semesta yang metafisis, sehingga sekaligus meniscayakan nuansa mistis dan supra rasional. Rodolf Otto, sebagaimana dikutip oleh Sayyed mendefinisikan spiritual sebagai “pengalaman yang suci”. Pemaknaan ini kemudian diintroduksi oleh seluruh pemikir agama (spiritualis) dalam “pemahaman makna keyakinankeyakinan dalam konteks sosial mereka”. Jadi tegasnya, spiritual diasumsikan bukan dalam pengertian diskursifnya, melainkan terefleksikan dalam perilaku sosialnya. Ini sekaligus menunjukkan klaim bahwa segala perilaku sosial manusia niscaya juga diwarnai oleh “pengalaman yang suci” oleh spiritualitasnya. Selanjutnya Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan bahwa: “Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip “hanya karena Allah”. Dengan demikian berarti orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai manifestasi dari aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya mempertahankan keharmonisan dan keselarasan dalam kehidupannya, sebagai wujud dari pengalamannya terhadap tuntutan fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan yang berada diluar jangkauan dirinya yaitu Sang Maha Pencipta. Kebutuhan akan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan keyakinan, mengembalikan keyakinan, memenuhi kewajiban agama, serta untuk menyeimbangkan kemampuan intelektual dan emosional yang dimiliki seseorang, 12 13 sehingga dengan kemampuan ini akan membantu mewujudkan pribadi manusia seutuhnya. Spiritual dalam Islam identik dengan kecerdasan ruhaniah yang pada dasarnya tahap pencerdasan ruh ini dapat kita mulai sejak pra kehamilan, kemudian kita teruskan pada saat kehamilan, dan dapat terus kita bangun sejak balita hingga dewasa. Setiap pemeluk agama yang meyakini eksistensi Allah selaku penciptanya, maka pada dirinya tumbuh spiritualitas tersebut. Keinginan mempertahankan keyakinan dalam diri bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan mengendalikannya, itupun cabang dari spiritualitas. Pengabdian diri seutuhnya terhadap Ilahi merupakan hasil dari kerja keras spiritual yang membumi pada setiap jiwa. Dengan demikian spiritualitas menjadi “pusat aktifitas” setiap manusia. Segala prilaku pada akhirnya harus dipersepsikan sebagai serpihan spiritualitas, baik maupun jahat. Hanya saja, evaluasi baik dan jahat itu dengan sendirinya akan terkontaminasi oleh prilaku sosiologis suatu masyarakat, sehingga serpihan spiritual akan mengerucut dan mengumpul dalam kehidupan manusia. Maka, yang baik di suatu tempat tertentu belum tentu baik di tempat lain, lantaran semua lini historis dan sosiologis manusia memiliki serpihan “pengalaman suci” yang berbeda-beda pula. 13 14 2.2.2 Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual Roberts A. Emmons sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, ada 5 ciri orang yang cerdas secara spiritual yaitu 1) Kemampuan untuk merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah disekitarnya, 2) Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak. Ia memasuki dunia spiritual, ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta, 3) Kemampuan untuk 4) Kemampuan untuk mensakralkan menggunakan menyelesaikan masalah, 5) Kemampuan pengalaman sumber-sumber untuk rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk sehari-hari, spiritual buat berbuat baik, yaitu memiliki Tuhan seperti memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terima kasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan. Menurut Marsha Sinetar (2000), pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) mempunyai kesadaran diri yang mendalam, intuisi dan kekuatan “keakuan” atau “otoritas” tinggi, kecendrungan merasakan “pengalaman puncak” dan bakatbakat “estetis”. 2.2.3 Fungsi Kecerdasan Spiritual Manusia yang memiliki spiritual yang baik akan memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, sehingga akan berdampak pula kepada kepandaian dia dalam berinteraksi dengan manusia, karena dibantu oleh Allah yaitu hati manusia dijadikan cendrung kepada-Nya. Kondisi spiritual seseorang berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan ini. Jika spiritualnya baik, maka ia menjadi orang yang cerdas dalam 14 15 kehidupan. Untuk itu yang terbaik bagi kita adalah memperbaiki hubungan kita kepada Allah yaitu dengan cara meningkatkan taqwa dan menyempurnakan tawaqal serta memurnikan pengabdian kita kepada-Nya. Menurut Husein Muslim bin Hajjaj (Mas Udik Abdullah, 2007) mengungkapkan beberapa fungsi kecerdasan spiritual antara lain : 1. Mendidik hati menjadi benar Pendidikan sejati adalah pendidikan hati, karena pendidikan hati tidak saja menekankan segi-segi pengetahuan kognitif intelektual saja, tetapi juga menumbuhkan segi-segi kualitas psikomotorik dan kesadaran spiritual yang reflektif dalam kehidupan sehari-hari. Ada 2 metode mendidik hati menjadi benar, antara lain: a. Jika kita mendefinisikan diri kita sebagai bagian dari kaum beragama, tentu kecerdasan spiritual mengambil metode vertikal, bagaimana kecerdasan spiritual bisa mendidik hati seseorang untuk menjalin hubungan kemesraan kepada Allah SWT. b. Implikasi secara horizontal, yaitu kecerdasan spiritual mendidik hati kita kedalam budi pekerti yang baik dan moral yang beradab. Di tengah arus demoralisasi, prilaku manusia akhir-akhir ini seperti sikap destruktif, pergaulan bebas yang berpuncak pada seks bebas, narkoba dan lain sebagainya. Kecerdasan spiritual tidak saja efektif untuk mengobati perilaku manusia seperti diatas, tatapi juga menjadi “guidance” manusia untuk menapaki hidup secara sopan dan beradab. 2. Kecerdasan spiritual dapat mengantarkan kepada kesuksesan. 15 16 Seperti hal Rasulullah SAW, sebagai seseorang yang terkenal seorang yang ummi, tidak bisa baca tulis, namum beliau adalah orang paling sukses dalam hidupnya. Beliau bisa melaksanakan semua yang menjadi tugas dan kewajibannya dengan baik. Hal ini semuanya karena akal dan hati beliau mengikuti bimbingan dan petunjuk Allah yang diturunkan kepadanya. 3. Kecerdasan spiritual dapat membuat manusia memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT. Ini akan berdampak pada kepandaian dia berinteraksi dengan manusia lainnya, karena dibantu oleh Allah yaitu hati manusia dijadikan cenderung kepada-Nya. Jadi kondisi spiritual seseorang itu berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan ini. Jika spiritualnya baik, maka ia akan menjadi orang yang paling cerdas dalam kehidupannya. 4. Kecerdasan spiritual membimbing kita untuk meraih kebahagiaan hidup hakiki. Hidup bahagia menjadi tujuan hidup kita semua, hampir tanpa kecuali. Maka dengan itu ada tiga kunci yang harus kita perhatikan dalam meraih kebahagiaan hidup yang hakiki yaitu: a) Love. Cinta adalah perasaan yang lebih menekankan kepekaan emosi dan sekaligus menjadi energik atau tidak, sedikit banyaknya tergantung pada energi cinta. Kunci kecerdasan spiritual untuk meraih kebahagiaan spiritual didasarkan pada cinta kepada Sang Khalik. Inilah level cinta tertinggi yakni cinta kepada Allah (the love of God) karena cinta kepada Allah akan menjadikan hidup kita lebih bermakna dan bahagia secara spiritual. b). Do’a. Do’a merupakan bentuk komunikasi spiritual kehadirat Tuhan. 16 17 Karena itu, manfaat terbesar do’a terletak pada penguatan ikatan cinta antara manusia dan Tuhan. Kita meneguhkan cinta kehadirat Tuhan dengan jalan do’a. Do’a menjadi bukti bahwa kita selalu bersama Tuhan, dimanapun kita berada. Doa sebagai salah satu nilai SQ terpenting dalam meraih kehidupan sukses, juga sangat membantu kita dalam mengobati “kekurangan gizi spiritual”. c) Kebajikan. Berbuat kebajikan dan berbudi pekerti luhur dapat membawa kita pada kebenaran dan kebahagiaan hidup. Hidup dengan cinta dan kasih sayang akan mengantarkan kita pada kebajikan yang menjadikan kita lebih bahagia. 5. Kecerdasan spiritual mengarahkan hidup kita untuk selalu berhubungan dengan kebermaknaan hidup agar hidup kita menjadi lebih bermakna. 6. Dengan menggunakan kecerdasan spiritual, dalam pengambilan keputusan cenderung akan melahirkan keputusan yang terbaik, yaitu keputusan spiritual. Keputusan spiritual itu adalah keputusan yang diambil dengan mengedepankan sifat-sifat Ilahiah dan menuju kesabaran mengikuti Allah Ash-Shabuur atau tetap mengikuti suara hati untuk memberi atau taqarub kepada Al-Wahhaab dan tetap menyayangi, menuju sifat Allah Ar-Rahim. 7. Kecerdasan Spiritual merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, dan kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan tertinggi manusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual itu selain bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan dan memperoleh ketentraman diri, juga bisa melahirkan karakter-karakter yang mulia di dalam diri manusia. 17 18 2.2.4 Aspek-aspek Kecerdasan Spritual Menurut Abu Ali ad-Daqqaq (Tasmara, 2001), aspek-aspek kecerdasan spiritual meliputi : a. Kejujuran (Shiddiq) Salah satu dimensi kecerdasan spritual terletak pada nilai kejujuran yang merupakan mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya. Shiddiq adalah orang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan hatinya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya karena dia sadar bahwa segala hal yang akan mengganggu ketentraman jiwanya merupakan dosa. Dengan demikian, kejujuran bukan datang dari luar, tetapi ia adalah bisikan dari qalbu yang secara terus menerus mengetuk-ngetuk dan memberikan percikan cahaya Ilahi. Ia merupakan bisikan moral luhur yang didorong dari hati menuju kepada Ilahi (mahabbah lilllah). Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah pangilan dari dalam. Dalam usaha untuk mencapai sifat Shiddiq seseorang harus melalui beberapa hal diantaranya adalah : 1) Jujur pada diri sendiri, 2) Jujur pada orang lain, 3) Jujur terhadap Allah b. Istiqamah Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang melahirkan sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik, sebagaimana kata taqwin merujuk pula pada bentuk yang sempurna (qiwam). 18 19 Sikap istiqamah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh jiwanya, sehingga dia tidak mudah goncang atau cepat menyerah pada tantangan atau tekanan, mereka yang memiliki jiwa istiqamah itu adalah tipe manusia yang merasakan ketenangan luar biasa (iman, aman, muthmainah) walau penampakannya diluar bagai orang yang gelisah. Dia merasa tenteram karena apa yang dia lakukan merupakan rangkaian ibadah sebagai bukti “yakin” kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Sikap istiqamah ini dapat terlihat pada orang-orang : 1) Mempunyai Tujuan, 2) Kreatif, 3) Menghargai Waktu, 4) Sabar c. Fathanah Fathanah diartikan sebagai kemahiran, atau penguasaan terhadap bidang tertentu, pada hal makna fathanah merujuk pada dimensi mental yang sangat mendasar dan menyeluruh. Seorang yang memilki sikap fathanah, tidak hanya menguasai bidangnya saja begitu juga dengan bidang-bidang yang lain. Keputusan-keputusanya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur, memilki kebijaksanaan, atau kearifan dalam berpikir dan bertindak. d. Amanah Amanah menjadi salah satu dari aspek dari ruhaniah bagi kehidupan manusia, seperti halnya agama dan amanah yang dipikulkan Allah menjadi titik awal dalam perjalanan manusia menuju sebuah janji. Janji untuk dipertemukan dengan Allah SWT, dalam hal ini manusia dipertemukan dengan dua dinding yang harus dihadapi secara sama dan seimbang antara dinding jama’ah didunia 19 20 dan dinding kewajiban insan diakhirat nanti. Sebagai mahluk yang paling sempurna dari ciptaan Allah SWT dibandingkan dengan mahluk yang lain, maka amanah salah satu sifat yang dimilki oleh manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Didalam nilai diri yang amanah itu ada beberapa nilai yang melekat : 1).Rasa ingin menunjukkan hasil yang optimal. 2). Mereka hidupnya memiliki nilai, ada sesuatu yang merasakan bahwa penting. Mereka merasa dikejar dan mengejar sesuatu agar dapat menyelesaikan amanahnya dengan sebaikbaiknya. 3). Hidup adalah sebuah proses untuk saling mempercayai dan dipercayai. e. Tabligh Fitrah manusia sejak kelahiranya adalah kebutuhan dirinya kepada orang lain. Kita tidak mungkin dapat berkembang dan survive kecuali ada kehadiran orang lain. Seorang muslim tidak mungkin bersikap selfish, egois, atau annaniyah’ hanya mementingkan dirinya sendiri’. Bahkan tidak mungkin mensucikan dirinya tanpa berupaya untuk menyucikan orang lain. Kehadirannya di tengah-tengah pergaulan harus memberikan makna bagi orang lain bagaikan pelita yang berbinar memberi cahaya terang bagi mereka yang kegelapan. Mereka yang memilki sifat tabligh mampu membaca suasana hati orang lain dan berbicara dengan kerangka pengalaman serta lebih banyak belajar dari pengalaman dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Berdasarkan kelima aspek-aspek kecerdasan spritual dari Tasmara (2001) maka peneliti dapat membuat kesimpulan, bahwa kecerdasan spritual adalah kemampuan atau kapasistas seseorang untuk pengunaan nilai-nilai agama 20 21 baik dalam berhubungan secara vertikal atau hubungan dengan Allah Swt (Hab lum minallah) dan hubungan secara horizontal atau hubungan sesama manusia (Hab lim min’nan nas) yang dapat dijadikan pedoman suatu perbuatan yang bertangung jawab didunia maupun diakhirat. Dengan arti kata lain kecerdasan spritual dimana kondisi seseorang yang telah dapat mendengar suara hati, karena pada dasarnya suara hati manusia masih bersifat universal, tapi apa bila seseorang telah mampu memunculkan beberapa sifat-sifat dari Allah yang telah diberikanNya kepada setiap jiwa manusia dalam bentuk yang fitrah dan suci yang disebut dengan asmaul khusna maka akan memunculakan sifat takwa. 2.2 2.3.1 Hakikat Generasi Muda Pengertian Generasi muda secara etimologi : keturunan yang ada mem- punyai hubungan darah . Secara sosiologi arti generasi muda : Generasi dalam arti periode antar waktu kelahiran antara orang tua dan anak-anak mereka. Generasi dalam arti semua anak dari seorang ayah atau ibu yang mencakup jangka waktu yang panjang. Generasi dalam arti perhitungan tenggang waktu histories : + 30 tahun. Dalam arti konterporar : siapa saja yang baru dilahirkan sampai orang tertua yang hidup bersamaam pada saat yang sama. 21 22 Pengertian ”Genersi Muda” merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal ini sering lebih merupakan pengertian ideologis dan cultural dari pada pengertian ilmiah, misalnya “Generasi muda adalah harapan bangsa” dan “Generasi muda adalah pemilik masa depan” dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan beban moral bagi generasi muda untuk memberikan konstribusi pada masa depan masyarakat, bangsa dan agama. Tetapi dilain pihak generasi muda menghadapi persoalan-persoalan yang akut seperti narkoba, kenakalan remaja, dan terbatasnya lapangan kerja. Di atas telah dikemukakan bahwa generasi muda merupakan istilah demografis dan sosiologis dalam konteks tertentu. Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa yang dimaksud generasi muda adalah; a. b. Dilihat Dari Segi Biologis Bayi : 0-1 tahun Anak : 1-12 tahun Remaja : 12-15 tahun Generasi muda : 15-30 tahun Dewasa : 30 tahun ke atas Dilihat dari segi budaya Anak : 0-12 tahun Remaja : 13-18 tahun Dewasa : 18-21 tahun ke atas 22 23 c. Dilihat dari angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua. Tenaga muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang diambi antara 18-22 tahun. d. Dilihat dari ideologis politis, maka generasi muda adalah calon pengganti dari generasi terdahulu, dalam hal ini berumur antara 18-30 tahun, dan kadang-kadang sampai umur 40 tahun. e. Dilihat dari umur, lembaga dan ruang lingkup tempat diperoleh ada 3 kategori : 1) Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah. 2) Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di Universitas atau perguruan tinggi. 3) Generasi Muda, di luar lingkungan sekolah ataupun perguruan tinggi, usia antara 15-30 tahun. Berdasarkan pengelompokan diatas, maka yang dimaksud dengan generasi muda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30 tahun. Sedangkan untuk usia 30-40 tahun disebut dengan generasi peralihan. 2.3.2 Aktifitas Generasi Muda Di pundak generasi muda terdapat bermacam-macam harapan, terutama dari generasi lainnya, baik itu generasi sebelumnya atau sesudahnya. Hal ini karena mereka diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya dan generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus-menerus. 23 24 Pada generasi muda terdapat permasalahan yang sangat bervariasi dimana ketika tidak diatasi secara profesional maka generasi muda akan kehilangan fungsinya sebagai penerus bangsa. Disamping menghadapi berbagai masalah, generasi muda memiliki potensi yang melekat pada dirinya dan sangat penting dalam artian sebagai sumber daya manusia yang berpotensi dan berkualitas. Oleh karena itu berbagai potensi yang ada pada diri generasi muda harus dikembangkan sesuai dengan bidangnya masing-masing dan jika itu terlaksana maka aktivitas mereka akan memiliki konstribusi yang berarti bagi pembangunan bangsa ini terutama dalam bidang pendidikan agama islam. Generasi muda menjadi penting bukan saja karena bagian terbesar penduduk Indonesia saat ini berusia muda, tetapi penting karena berbagai alasan antara lain: Pertama, generasi muda adalah generasi penerus yang akan melanjutkan citacita perjuangan bangsa. Kedua, kelangsungan sejarah dan budaya bangsa, corak dan warna masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh arah persiapan atau pembinaan dan pengembangan generasi muda pada saat ini. Ketiga, terjaminnya proses kesinambungan nilai-nilai dasar agama. Masa ini adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dari masa ketergantungan ke masa mandiri serta masa-masa yang labil dalam hidupnya. Jika hal ini tidak mendapat penanganan yang lebih baik maka generasi mudah akan mudah terpengaruh dengan kelompok-kelompok ajaran sesat. 24 25 Secara psikologis dimana pada masa ini terjadi ketegangan emosi, sehingga akan mengalami masa-masa badai dan tekanan, pencarian jati diri, pembentukan nilai-nilai yang menjadi anutan, mulai melepaskan diri dari orang tua sehingga mengalami ketidak stabilan akibat perubahan fisik dan kelenjar yang ada dalam tubuh. Yang kesemuanya itu berimplikasi pada perubahan kepribadian yang terwujud dalam cara hidup dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat. Bila hal ini tidak diarahkan dengan baik serta aktifitasnya yang dijalani tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka mereka sering meluapkan kelebihan energinya kearah negative, dan salah satunya muncul perilkau agresi ataupun perilaku diluar kendali . 2.3.3 Masalah dan Potensi Pemuda A. Masalah generasi muda Masa muda adalah suatu fase dalam siklus kehidupan manusia. Fase ini berproses ke arah perkembangan dan perubahan – perubahan yang bersifat transisional. Dalam proses inilah setiap individu generasi muda akan selalu berhadapan dengan tantangan-tantangan baik yang timbul dari proses pertumbuhan kepribadiannya maupun tantangan yang muncul dari lingkungannya. Factor lingkungan mempengaruhi proses pendewasaan yang berpangkal tolak dari lingkungan keluarga dan juga lingkungan masyarakat. Perubahan-perubahan sosial budaya yang bergerak cepat pada era moderen ini sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, banyaknya jumlah penduduk dan krisis multi dimensi telah mempengaruhi perubahan pada masyarakat secara mendasar. 25 26 Pengaruh perubahan-perubahan tersebut juga dirasakan oleh generasi muda sebagai masalah yang telah menyangkut kepentingannya dimasa kini dan tantangan yang dihadapinya dimasa depan. Dengan demikian masalah generasi muda sebenarnya tidak terpisah dari masalah masyarakat pada umumnya, sebab generasi muda pada hakekatnya merupakan bagian yang berkesinambungan dengan masyarakat. Secara garis besar permasalahan generasi muda itu dapat dilihat dari berbagai aspek sosial yang meliputi: aspek social psikologis, aspek sosial budaya, aspek sosial ekonomi dan aspek social politik. 1) Sosial psikologis Proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian serta penyesuaian diri secara jasmaniah dan rohaniah sejak dari masa kanak-kanak sampai usia dewasa dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti keterbelakangan jasmani dan mental, salah asuh oleh orang tua atau keluarga maupun guru-guru di lingkungan sekolah, pengaruh negatif dari lingkungan sehari-hari oleh teman sebayanya. Hambatan-hambatan tersebut diatas memungkinkan timbulnya kenakalan remaja, ketidak-patuhan terhadap orang tua dan guru kecanduan narkotika dan lain-lain kesemuanya itu merupakan gejala-gejala yang perlu memperoleh perhatian dari semua pihak. 2) Sosial budaya Generasi muda dalam perkembangannya ada dalam proses pembangunan dan modernisasi dengan segala akibat sampingnya yang bisa mempengaruhi proses pendewasaannya sehingga apabila tidak memperoleh arah yang jelas, maka 26 27 corak dan warna masa depan Negara dan bangsa akan menjadi lain dari pada yang dicita-citakan. Benturan antara nilai-nilai budaya tradisional dengan nilai-nilai baru yang cenderung menimbulkan pertentangan antara sesama generasi muda dan generasi sebelumnya yang pada saatnya akan menimbulkan perbedaan system nilai dan pandangan antara generasi tua dan generasi muda. Hal tersebut dapat menyebabkan terputusnya kesinambungan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama. Pola hidup yang berdasarkan kekeluargaan, kegotong-royongan sebagai salah satu ciri kehidupan masyarakat Indonesia, makin bergeser ke arah kehidupan individualistis. Keadaan seperti itu bila berlangsung terus akan mempengaruhi perkembangan generasi muda. 3) Sosial Ekonomi Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan belum meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan mengakibatkan makin bertambahnya pengangguran dikalangan generasi muda, karena kurangnya lapangan kerja. Kurangnya lapangan kerja ini menimbulkan berbagai problem sosial serta frustasi dikalangan kaum muda. Ketidakseimbangan antara kebutuhan bagi pendidikan dan penyediaan sarana-sarana pendidikan, makin bertambahnya jumlah siswa yang putus sekolah, sementara dipihak lain anggaran pemerintah yang terbatas mengakibatkan kekurangan fasilitas bagi latihan-latihan keterampilan. Demikian juga system pendidikan tidak mampu menjawab tantangan kebutuhan pembangunan. 27 28 4) Sosial politik Dalam kehidupan sosial politik aspirasi generasi muda berkembang cenderung mengikuti pola infra struktur politik yang hidup dan berkembang pada suatu periode tertentu. Akibatnya makin dirasakan bahwa dikalangan generasi muda masih ada hambatan-hambatan untuk menumbuhkan satu orientasi baru yakni pemikiran untuk menjangkau kepentingan nasional dan bangsa diatas segala kepentingan lainnya. Dirasakan belum terarahnya pendidikan politik dikalangan generasi muda dan belum dihayatinya mekanisme demokrasi Pancasila maupun lembagalembaga konstitusional, tertib hukum dan disiplin nasional, dimana merupakan hambatan bagi penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan konstitusional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang menyangkut generasi muda dewasa ini adalah: Kekurangan pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya. Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, baik yang formal maupun non formal. Tingginya jumlah anak putus sekolah karena berbagai sebab bukan hanya merugikan generasi muda sendiri juga merugikan seluruh bangsa. Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran. Meningkatnya kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika. 28 29 B. Potensi generasi muda 1) Idealisme dan daya kritis Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, sehingga ia dapat melihat kekurangan dalam tatanan secara wajar dan mampu mencari gagasan baru. Perwujudan idealisme dan adanya kreativitas perlu dilengkapi landasan rasa tanggung jawab yang seimbang. 2) Dinamika dan kreativitas Adanya idealisme pada generasi muda, menyebabkan mereka memiliki potensi kedinamisan dan kreativitas, yakni kemampuan dan kesediaan untuk mengadakan perubahan, pembaharuan dan penyempurnaan kekurangan yang ada ataupun mengemukakan gagasan yang baru. 3) Sikap kemandirian dan disiplin murni (self discipline) Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakannya. Kemandirian mana perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya, agar dengan demikian mereka dapat menyadari batasbatas yang wajar dan memiliki tenggang rasa. 4) Terdidik Walaupun dengan memperhitungkan factor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti kualitatif dan kuantitatif, generasi muda secara relative lebih terpelajar karena lebih terbukanya kesempatan belajar pada generasi muda. 2.3.4 Peranan Generasi Muda Dalam Masyarakat Kedudukan generasi muda dalam masyarakat adalah sebagai makhluk moral, makhluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer 29 30 moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Bertindak diatas kebenaran dengan landasan hukum. Sebagai makhluk sosial artinya generasi muda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan normanorma, kepribadian dan pandangan hidup yang dianut masyarakat. Sebagai makhluk individual artinya tidak dapat melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. Peranan generasi muda seperti yang tercantum dalam GBHN dan pentingnya kedudukan generasi muda dalam masyarakat, diperlukan pemahaman hakikat keberadaannya dalam wawasan kehidupan. Pertama, perlu disadari bahwa proses perkembangan manusia bukan sebagai suatu kontinu yang sambung menyambung, melainkan fragmentaris, terpecah-pecah. Dan setiap fragmen mempunyai arti sendiri-sendiri. Generasi muda dibedakan dari anak-anak dengan orang tua dan masing-masing fragmen itu berkembang di awali nilai sendiri. Kehidupan generasi muda penuh dengan dinamikanya artinya tidak lebih dari usaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang sudah tersedia suatu peralihan kejiwaan, Kedua, posisi pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri mempunyai pola yang banyak sedikit berbeda. Dan ditentukan oleh suatu pemikiran diawali oleh generasi tua yang sembunyi dibalik tradisi. Dinamika generasi muda tidak terlihat sebagai bagian dari dinamika wawasan hidup. Paralel dengan pembinaan generasi muda menjadi signifikan untuk dikembangkan dalam perwujudan masyarakat madani, yakni kesejahteraan dunia dan akhirat. Artinya tanpa adanya kesadaran, kesanggupan 30 dan sikap batin 31 sebagai fitrah manusia untuk meyakini dan meraih realitas tertinggi, yang gaib dan berada diluar jangkauan indra dan rasio, maka betapa pendeknya dan betapa kecilnya apa yang bisa diberikan dunia materi terhadap tuntutan manusia yang jangkauan hidupnya menorobos dinding-dinding materi. 2.3 Meningkatkan Kecerdasan Spritual Generasi Muda Melalui Majelis Ta’lim. Pendidikan Islam adalah suatu proses spiritual, akhlaq, intelektual dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai, prinsipprinsip, dan teladan ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia-akhirat. Bertitik tolak bahwa pendidikan Islam termasuk masalah sosial, maka dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga dengan institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relative tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan saksi hukum guna tercapainya kebutuhankebutuhan sosial dasar. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan harus sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat, dan di Indonesia memang terdapat banyak lembaga pendidikan Islam, salah satunya adalah pendidikan non formal yakni majelis ta’lim. Majelis ta’lim merupakan lembaga pendidikan masyarakat, yang tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat islam itu sendiri, yang kepentingannya untuk kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu majelis ta’lim 31 32 adalah lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan pada “ta’awun dan ruhama u bainahum”. Majelis ta’lim telah mempunyai kedudukan dan ketentuan tersendiri dalam mengatur pelaksanaan pendidikan atau dakwah Islamiyah, disamping lembagalembaga lainnya yang mempunyai tujuan yang sama. Memang pendidikan non formal yang sifatnya tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat dan tetap, merupakan pendidikan yang efektif dan efisien, cepat menghasilkan, dan sangat baik untuk mengembangkan tenaga kerja atau potensi umat, karena majelis ta’lim digemari oleh masyarakat luas. Efektifitas dan efisiensi system pendidikan ini sudah banyak dibuktikan melalui media pengajian-pengajian Islam atau majelis ta’lim yang sekarang banyak tumbuh dan berkembang baik di desa-desa maupun kota-kota besar. Oleh karena itu, secara strategis majelis ta’lim tersebut menjadi sarana dakwah dan tabligh yang bercorak Islami, yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat manusia sesuai aturan ajaran agama. Disamping itu, yang lainnya adalah untuk menyadarkan umat Islam dalam menghayati, memahami dam mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup, sosial budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasathan yang meneladani kelompok umat yang lain. Berkenaan dengan hal-hal tersebut, fungsi dan peranan majelis ta’lim tidak terlepas dari kedudukannya sebagai alat dan sekaligus media pembinaan kesadaran beragama. Usaha pembinaan masyarakat dalam bidang agama harus 32 33 memperhatikan metode pendekatannya, yang di bedakan menjadi tiga bentuk antara lain : 1) Lewat propaganda, yang lebih menitikberatkan pada pembentukan public opini, agar mereka mau bersikap dan berbuat sesuai dengan maksud propaganda, 2) Melalui indoktrinasi, yaitu menanamkan ajaran dengan konsepsi yang telah disusun secara tegas dan bulat oleh pihak pengajar atau ustaz dan kiayi untuk disampaikan kepada masyarakat, memalui kuliah, ceramah, kursus-kursus dan lainnya, 3) Melalui jalur pendidikan, dengan menitik beratkan pembangkitan cipta, rasa dan karsa sehingga cara pendidikan ini lebih mendalam dan matang dari pada propaganda dan indoktrinasi. Berangkat dari asumsi bahwa kecerdasan spritual merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Maka peran majelis ta’lim dalam meningkatkan kecerdasan spritual bukanlah sesuatu keniscayaan. Hal ini karena manusia dalam berbagai aspek kehidupanya akan diminta pertanggung jawabannya setelah meninggal dunia, oleh sebab itu manusia dituntut agar bagaimana menjalani hidup ini dengan cara terhormat yang selalu dipandu oleh cahaya Illahi. Aktifitas beragama yang erat berkaitan dengan spritual, bukan hanya terjadi ketika melakukan ritual (ibadah) tetapi juga aktivitas lain yang didorong kekuatan batin. Jadi kecerdasan spritual merupakan integrasi secara komplek antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri seseorang. Dan implementasi dari kegiatan spritual tersebut dapat kita lihat dari aktivitas beragama dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan secara rutin 33 34 dan konsisten. Untuk setiap orang memiliki tingkat kecerdasan spritual yang berbeda dengan lainnya. Seseorang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual yaitu Al- Qur’an dan Sunnah. Tingkat kecerdasan spritual adalah kadar atau tingkat pemahaman manusia terhadap ajaran agamanya. Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan spritual yang lebih besar maka akan menjalankan aturan-aturan dan kewajibankewajiban agamanya dengan patuh. Orang seperti ini dapat dikatakan sebagai seseorang yang memliki tingkat kecerdasan spritual yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak menjalankan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban agamanya. Sebagaimana keterangan di atas dapat di tarik ulur bahwa dengan adanya majelis ta’lim yang didalamnya mengajarkan tentang materi-materi ajaran agama Islam akan menjadi pedoman masyarakat terutama generasi muda dalam melaksanakan aturan-aturan agama Islam dengan baik, jika dihubungkan dengan peningkatan kecerdasan spiritual generasi muda adalah ketika generasi muda itu berperan aktif dalam majelis ta’lim, secara tidak langsung pengetahuannya tentang ajaran agama akan meningkat dan dengan sendirinya dapat menjadi sebuah usaha dalam meningkatkan kadar kecerdasan spritualnya. Dari urian di atas peneliti menyimpulkan bahwa lembaga majelis tak’lim memilki hubungan kuat dalam peningkatan kecerdasan spritual utamanya generasi muda didalam kehidupan sehari-hari dan juga dikehidupan bermasyarakat, dimana 34 35 kegiatan-kegiatan dalam majelis tak’lim maupun materi/isi dakwah yang diberikan dapat meningkatkan kecerdasan spritual atau kecerdasan ruhaniah dan selanjutnya implementasi yang diharapkan adalah bahwa kecerdasan tersebut memilki kekuatan yang hebat untuk mendorong supaya seseorang berbuat dan beramal saleh serta merasa bertangung jawab terhadap Khaliknya. 35