YAMANI MUHAMAD DIRA-PSI - UIN Repository

advertisement
l;ljJ>/,Ps I
Ir
"IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADATAIN
TERHADAP PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTAL"
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Psikollogi
r--·
=-~. ---~------------1
I
[m~j swim~~ 1mMvAruturn ,11u1.iurrn I
1
YAMANI MUHAMAD DIRA
NIM: 103070029024
PERPmrr1~KAA~l un1Mi~
---------·--··-··---··----·-··-·----· !
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULL.AH
JAKARTA
ii
"IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADAT AIN TIERHADAP
PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTJl1L"
Skripsi
Oiajukan kepada Fakultas Psikologi untul< memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
YAMANI MUHAMAD DIRA
NIM: 103070029024
Dibawah Dosen Pembimbing
~ngl
~~
~
DR. Ao ul Mujib, M. Ag
S. Evafi9eline. I. S, M. Si, Psi
NIP: 150.283.344
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007 M/1428 H
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap
Pembentukan Kesehatan Mental telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 September 2007. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gEilar Sarjana
Psikologi.
Jakarta, 20 September 2007
Sidang Munaqasyah
Sekretaris
meran!~kap
Zahco~ah,
Dea.
NIP: 150. 238. 773
anggota
M. Si
Anggota
D .
I Mujib. M. Ag
NIP: 150.283. 344
DR. Ab
Mujib, M. Ag
NIP: 150. 283. 344
~/
~vangeline. I. S. M. Si. Psi
iv
MOTTO
"Te:rus Berusaha. Menjadi Yang
•r•~:rbaik
Di
Dunia Dan lkhi:rat"
"Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"
(Q. S Al-Baqarah, 2: 201)
~UM, f~ ~ ~ t~ <Um
~,a, ~, ~ d,a,n, ~ ~,a,r"3', MJuta,
@e_jofrun ~ ~. ~~~mer~
&wJi, f~ ~ ~,a,a,l <Um a!ruu
~
flUl-0,Q,,
~~~
~~~
~~.
v
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi
(8) September 2007 M/Sya'ban 1428 H
(C) Yamani Muhamad Dira
(D) lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan
Mental
(E) xi+ 192
(F) Semakin banyak terlihat barbagai macam ketegangan, pertentangan,
dan kecemasan yang semuanya itu menyebabkan sebagian besar umat
Islam hidup didalam keadaan yang semakin tidak harmonis, tidak serasi
dan tidak sehat, baik di dalam dirinya sendiri maupun pada lingkungan
sekitarnya. Hal ini pula, mempengaruhi kondisi pada fun~1si-fungsi
kejiwaan. Adanya krisis mental pada pemikiran yang terjadi pada umat
Islam ini adalah individu kurang mampu menggunakan S€~luruh potensi
akalnya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat,
menilai) secara optimal dan positif, merugikan dirinya sendiri, orang lain
dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, adanya gangguan perasaan
berupa penyakit-penyakit hati yang bersarang didalam dirinya, seperti
riya, buruk sangka, marah tak terkendali, terlalu santai dan hura-hura,
dengki dan dendam, was-was (gelisah). Kemudian, adanya gangguan
mental sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang.
lndividu merasa tidak mampu mengoptimalkan potensi jasadiah atau
fisiologisnya secara baik dan sempurna pada hal-hal yang bersifat positif
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan berlandaskan kepada
keimanan. Sehingga, muncul budaya keputus-asaan, malas bekerja,
dan tidak mau berusaha untuk mencapai kesuksesan.
Melihat adanya gangguan fungsi kejiwaan ini pada diri seiorang muslim,
dapat diindikasikan adanya kondisi mental umat Islam yang saat ini
kurang sehat. Muslim yang belum mampu mencerminkan keislamannya
itu sendiri, masih jauh dari sosok kepribadian muslim yang
memancarkan cahaya kedamaian. Adanya kepribadian syahadatain
merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan kondisi mental yang
sehat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kepribadian
syahadatain berimplikasi terhadap pembentukan kesehatan mental pada
individu, baik dari sisi kognitif, afektif, dan konatif, yang al<hirnya
membentuk kepribadian muslim yang sehat mentalnya.
vi
Penelitian ini menggunakan metode library research (pemelusuran
kepustakaan). Metode ini digunakan dengan cara mengumpulkan
sejumlah karya yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain dan
kesehatan mental untuk memperoleh data yang valid dan reliable. Hal
ini bisa didapat melalui buku-buku literatur, koran, majalah dan artikelartikel lainnya, baik yang sifatnya primer maupun skunder. Primer
maksudnya yang terkait dengan kepribadian syahadatain, dan
kesehatan mental secara langsung, sedang sekunder merupakan
referensi pelengkap. Kemudian dilakukan metode analisis isi.
Kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu yang didapat
melalui penghayatan terhadap kalimat Laa i/aha ii/al/ah clan
Muhammadurrasulullah dengan akal dan hatinya yang cliucapkan
melalui lisannya dengan penuh keyakinan yang mantap tanpa adanya
keraguan, yang dibuktikan melalui perbuatan nyata dalam bentuk ibadah.
Dari penghayatannya tersebut mempengaruhi tiga aspek kejiwaan pada
diri individu yaitu pemikiran (kognitif), perasaan (afektif) dan perbuatan
(konatif) yang menjadi landasan dari setiap prilakunya. Sedangkan
kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana seseora11g mampu
dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsifungsi kejiwaannya (kognitif, afektif, dan konatif), sehingga dia mampu
mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri,
orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan
ajaran agamanya dengan baik dan benar.
Hasil penelitian menunjukkan adanya implikasi yang positif dari
kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental pada
aspek kognitif, afektif, dan konatif.
Ada beberapa saran yang diajukan untuk penerapan dan
pengembangan lebih lanjut, yakni: agar setiap muslim khususnya
muslim Indonesia, mampu menerapkan bentuk kepribadian syahadatain
ini dalam kehidupan sehari-harinya, demi mewujudkan muslim yan~1
sehat mental agar bahagia didunia dan akhirat; perlu adanya penelitian
implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan
mental dengan metode pendekatan yang lain seperti kuaJitatif,
eksperimen dan studi komparatif dan lain-lain.
(G) 69 (1948-2007)
vii
KATA PENGANTAR
A/hamdulilltJhi robbil 'tJ!amTn. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Swt., pencipta semesta alam. Dengan cahaya dan hidayah-Nya
menjernihkan fikiran dan jiwa, sehingga membuahkan amal yang bermanfaat.
Dengan taufik dan hidayah Allah yang memancar melalui cahaya ilmu (nurul
'ilmt), penulis akhirnya mampu menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam penulis haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad saw.,
sebagai suri teladan dan contoh ikutan yang memiliki keagungan akhlak.
Shalawat serta salam pun tercurah kepada para keluarga, sahabat, dan umat
Islam yang senantiasa istiqomah dijalan Allah hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih danjazakumullah khairan katsiron (semoga Allah
membalasnya dengan pahala kebaikan yang berlimpah) kepada:
1. lbu Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si., selaku Dekan Fakultas P:sikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dra. Hj. Zahrotun
Nihayah, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bag. Akademik Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta
jajarannya. Seluruh staff pengajar (dosen) Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah bersedia memberikan berbagai khasanah
keilmuannya yang luas selama proses perkuliahan.
2. Bapak Prof. Hamdan Yasun, M.Si., selaku pembimbing akademik penulis
yang telah memberikan banyak nasihat dan waktunya pacla penulis
selama menjadi mahasiswa.
3. Bapak DR. Abdul Mujib, M. Ag., selaku pembimbing 1 yang telah
meluangkan waktunya secara khusus kepada penulis untuk membimbing,
mengarahkan, dan memberikan motivasinya selama penyusunan skripsi
ini. Didalam diskusi-diskusi, perbincangan, baik dalam Jisan maupun
tulisannya dalam buku-buku dan karya ilmiahnya, penulis menemukan ide
dan semangat baru didalam memahami hakikat psikologi dalam Islam.
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya didalam
menyebarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, serta membalas kebaikannya
dengan pahala yang berlipat ganda.
4. lbu S. Evangeline. I. S, M. Si, Psi, selaku pembimbing 2, alas
kesabarannya dalam membimbing penulis, walaupun dalam waktu yang
singkat, namun memberikan semangat dan pencerahan baru didalam
memahami setiap tujuan dan manfaat didalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah membalas setiap amal kebaikan dengan pahala yang
berganda, serta dimudahkan segala urusannya baik di clunia dan di
akhirat.
viii
5. Kepada keluarga tercinta, lbunda tersayang (Nurhasanah), Ayahanda
yang bijaksana (Jaja.S), kakanda tercinta mas Adam dan kak Leni (lstri),
mas Yusuf, mba Ari Kunfayasari dan Rudi (suami). Tak terlupa pula
iringan doa dan harapan kepada adik-adik tersayang, Ani Fitria Ningsih,
Vina Setiawati, Maulana Ibrahim, semoga menjadi anak-anak yang sholeh
dan sholehah. Kepada keponakanku tersayang, M. Faud;:hil Adzim,
Zakiyatunnisa, Najwa Sulamah, yang senantiasa menghiasi hari-hari
penulis dengan penuh keceriaan dan harapan, semoga menjadi generasi
Rabbani yang menegakkan kalimat Allah.
6. Kepada seluruh ikhwan dan akhwat penggerak dakwah Komisariat
Dakwah LDK Psikologi (2002-2007). Budi Kusworo, Soleh, lip, Zainudin,
Jamali, Indra M, Fiqih, Aditya S, Deni Cahyo, Badru Zaman, Al-Falaq,
dkk., Ahmad Saefillah, dkk. Di barisan akhwatjazakumullah, kepada
Yumenah, Umayah, Nurniawati, Yatmi, Nur lslamiyah, Fatma N.A, Erna,
Irma, dkk. Kepada pengurus LOK Syahid Periode 2006-2007. Sahabat
setia, Bani M. P, Hafiz H. A. Barisan akhwat Muslimah LDK Syahid, Vera
Apnia, Citra Annisa, Erika, Rahmi, Palupi, dkk. Serta rekan-rekan
Komisariat Dakwah LOK 2006-2007. Rekan-rekan Forum UKM UIN
Jakarta (2006-2007). Terus mengobarkan semangat harokah lslamiyah,
dikampus UIN tercinta. Semoga, UIN menjadi kampus pe:radaban Islam
harapan umat.
7. Kepada rekan-rekan seperjuangan, saat pertama kali menginjakkan kaki
di kampus UIN, rekan dan saudara senasib dan seperantauan The
Legosso Family, akhina Akrom Mu'alim, lsman, Gumilar Ft. Serta rekanrekan lkatan Alumni Husnul Khatimah (ISLAH) Ponpes Husnul Khatimah.
Tim Nasyid Heart Raiva
8. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Dani Widarsa, Catur Tresna, Yusuf AsSaleh, yang dengan kebaikannya memberikan tumpangan hidup selama
kuliah. Kepada sahabat-sahabat kelas A Fakultas Psikologi angkatan
2003. Kawan-kawan kelompok KKL di RSJI Klender angkatan 2003.
Dengan kehadirannya dalam kehidupan penulis, telah menghiasi sisi
kehidupan yang penuh arti dan bermakna. Semoga Allah swt., kelak
mempertemukan kita kembali dalam ikatan persaudaraan Islam, perjumpaan
yang abadi di syurga. Untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan
skripsi yang tidal< dapat disebutkan satu persatu namanya karena
keterbatasan ruang. Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, semoga
bantuan dan kebaikan yang telah diberikan menjadi amal ibadah yang
diterima di sisi Allah SWT, Amin.
Jakarta, 1O September 2007 M
28 Sya'ban 1428 H
Penulis
ix
DAFTAR ISi
Halaman Judul. .............................................................................
Halaman Persetujuan. .......... .. ........... .. .. .... ........ ........ ... .... .... .... ....
ii
Halaman Pengesahan..................................................................
iii
Motto............................................................................................
iv
Abstraksi............................................................................. .. ........
v
Kata Pengantar..... ....... .. ............... ... ............ ........ ... .... ........... ..... ..
vii
Daftar lsi........................................................................................
ix
Daftar Gambar......... ........ ... ............ .... .... ....................... .... .... ... ....
xi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................
1-18
1.1. Latar Belakang Masalah ..... ....... ..... ... ... ..... ....... ........ ..... .. ....
1
1.2. Batasan Dan Perumusan Masalah............. ... ...... ... ... ... ...
12
1.2.1. Batasan Masalah. ..... .. .. .............. .... .... ... ..... ... .............
12
1.2.2. Rumusan Masalah... .... .... .. . .. ... . .. ... .. . .. . . .. . .. . .. .. . ...
13
1.3. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian......................
14
1.3.1. Tujuan Penelitian. .. . .. . .. ... .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. . . .. ... . .. .. .
14
1.3.2. Manfaat Penelitian............................................
14
1.4. Metodologi Penelitian... . .. . .. ... .. . .. . . .. ... ... ... . .. .. . . .. ... . .. . .. .
14
1.5. Sistematika Penulisan..........................................................
17
BAB 2 KEPRIBADIAN SYAHADATAIN..............................
2.1
19-109
Pengertian Kepribadian................. ........... .. ...... ..... ... ........
19
2.2 Makna Syahadatain........... ... .. . ........................................
30
x
2.3 Pengertian Kepribadian Syahadatain .............................. .
81
2.4 Pembentukan Kepribadian Syahadatain ....................... ..
84
BAB 3 KESEHATAN MENTAL. ................................................ .
110-150
3.1
Definisi Kesehatan Mental.. .............................................. ..
110
3.2 Kriteria Sehat Mental.. .................................................... ..
123
3.3 Pola Pembentukan Kesehatan Mental.. ........................... ..
137
BAB 4 IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADATAIN TERHADAP
PEMBENTUKAN KESEHA TAN MENTAL. .....................
4.1
151-1134
Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Kognitif.. ..................... .
151
4.2 Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Afektif.. ...................... ..
164
4.3 Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Konatif.. ..................... ..
174
BAB 5 PENUTUP ........................................................................
185-192
5.1
Kesimpulan......................................................................
185
5.2 Diskusi....... ... ......................... ......... ... .. .. ............ ... ......... ... ...
187
5.3 Saran....................................................................................
191
DAFT AR PUSTAKA
xi
DAFTAR GAMBAR
Skema 1. Kepribadian Syahadatain...........................
109
Skema 2. Kesehatan Mental....................................
150
Skema 3. Tabel lmplikasi Kepribadian Syahadatain
Terhadap Pembentukan Kesehatan mental....
183
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama adalah ajaran Tuhan yang mengandung berbagai keterntuan untuk
ditaati umat manusia. Islam mengajarkan berbagai ketentuan yang sudah
jelas kemaslahatannya, seperti bekerja keras di samping berclo'a, mencintai
sesama manusia, menghindari zina dan penyalahgunaan obat, memelihara
lingkungan, menghindari riba dan sebagainya. Mengenai hal itu hampir
semua muslim di Indonesia mengetahuinya, berkat intensifnya pendidikan
agama di negeri ini (tempat-tempat ibadah dan acara-acara
k1~agamaan
selalu dipenuhi umat, termasuk generasi mudanya). Tetapi apa yang
diajarkan itu tidak mencapai (tidak mempengaruhi) perilaku nyata. Sehingga,
ada kesenjangan antara pengetahuan (dalam istilah psikologinya: kognisi)
dan perilaku (konasi) (Sarwono, 2005).
Selain itu, adanya kesenjangan (disonanst) antara pengetahuan dan perilaku
ini pun terjadi pada pemahaman tentang syahadatain (dua kalimat kesaksian
bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah)
sebagai pilar utama dan landasan terpenting didalam rukun lsilam. Hal ini
2
dapat dilihat pada kondisi umat Islam yang kesehariannya, selalu
mengucapkan dan mengumandangkan kalimat syahadatain di dalam ibadah
sholat, doa, dan adzan. Secara umum umat Islam telah hafal dan fasih di
dalam mengucapkan kalimat syahadat. Namun, permasalahan besar yang
timbul adalah sejauh mana makna syahadatain dipahami secara benar,
sehingga mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perbuatannya ?.
Banyak orang yang masuk Islam karena keturunan. Dengan kata lain,
mereka menjadi Muslim karena terlahir dari ibu dan bapak yang beragama
Islam. Pada kenyataanya mereka tidak memahami makna komitmen kepada
Islam dan tidak paham konsekuensi-konsekuensinya (Yakan, 1996). Hal ini
menjadi salah satu faktor yang menjadi fenomena umat Islam, khususnya
Indonesia tentang pemahamannya terhadap syahadatain.
Jika penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam (80-90%),
dan memahami syahadatain sebagai pilar utama keislamannya, kemudian
berkomitmen serta memahami konsekuensi-konsekuensinya, bisa jadi
bangsa Indonesia tidak tercatat dalam daftar hitam (black list), menjadi juara
ketiga di dunia sebagai negara terkorup (Sarwono, 2005), atau bahkan 20%
dari bangsa Indonesia dewasa mengidap gangguan jiwa (Saleh, 2005) tidal<
akan pernah terjadi, atau segala jenis musibah dan bencana alam karena
3
kerusakan akhlak dan moral bangsa Indonesia, yang menyebabkan
kecemasan dan kegelisahan.
Namun, fenomena kecemasan dan kegelisahan tersebut juga terjadi pada
kondisi manusia zaman modern dengan akibat timbulnya jenis dan kualitas
tindakan kriminal, kekerasan serta perilaku menyimpang lainnya seperti yang
dapat dilihat melalui media komunikasi (TV dan surat kabar), hal tersebut
merupakan pemandangan yang sangat meresahkan. Bersamaan dengan
pesatnya modernisasi kehidupan, manusia harus menghadapi persaingan
yang amat ketat, pertarungan yang amat tajam. Sehingga, se1perti yang
diungkapkan oleh Mubarok (2001), timbul gangguan yang diclerita oleh
manusia modern berupa gangguan psikologis yang diderita oleh manusia
yang hidup didalam lingkungan peradaban modern.
Menurut Bastaman (2005), di Indonesia sendiri, khususnya dikota-kota besar,
beban psikologis ini sudah lazim dirasakan dalam kehidupan pribadi dan
keluarga. Hal ini terungkap dalam berbagai keluhan seperti gelisah, serba
tidak puas, perasaan serba ragu dan serba salah, frustasi, semgketa batin
dan sengketa dengan orang lain, merasa hampa, kehilangan semangat hidup,
munculnya berbagai penyakit psikomatis dan lain-lain keluhan dan prilalrnnya
yang mencerminkan ketidaktenangan. Untuk mengatasi itu s1~mua mereka
melakukan berbagai upaya seperti konsultasi dengan para ahli (dokter,
4
psikiater, psikolog), melakukan kegiatan-kegiatan secara berlebihan,
melarikan diri dari kenyataan hidup melalui minuman keras dan narkotika,
bahkan tak jarang bagi mereka yang tak kuat imannya menerjunkan diri ke
dalam aliran kebatinan yang batil (sesat).
Semakin banyak terlihat berbagai macam ketegangan, pertentangan, dan
kecemasan yang semuanya itu menyebabkan sebagian besar umat Islam
hidup didalam keadaan yang semakin tidak harmonis, tidal< serasi dan tidak
sehat, baik di dalam dirinya sendiri maupun pada lingkungan sekitarnya. Hal
ini pula, mempengaruhi kondisi pada fungsi-fungsi kejiwaan. Seperti yang
dikatakan oleh Daradjat (2001 ), l<0ndisi kesehatan mental da1pat
mempengaruhi empat hal dalam keseluruhan hidup seseorang, diantaranya
perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan dan kesehatan badan. Semua hal
tersebut termasuk ke dalam gangguan jiwa (neurose), sedan1Jkan yang
tergolong sakit jiwa (psychose) adalah lebih berat.
Adanya krisis mental pada pemikiran yang terjadi pada umat Islam ini adalah
individu kurang mampu menggunakan seluruh potensi akalnya (seperti
berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat, menilai) secara optimal dan
positif, merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Sehingga, umat Islam terjebak pada budaya berpikir yang salah. Bentuk
pemikiran yang salah yang melanda umat Islam saat ini dapat dilihat pada
5
adanya fenomena Taqlid (mengikuti tanpa dasar) buta, llusi (sesuatu yang
hanya dalam angan-angan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997), khurafat
(sesuatu yang hanya ada dalam hayalan belaka; kepercayaan terhadap
sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak
sakti (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997) (Najati, 2005). Dengan adanya
proses pemikiran yang salah ini, individu merasa semakin jauh dari tuhannya,
yang kemungkinan menyebabkan individu terjebak pada dunia kemusyrikan
(menyekutukan Allah). Adanya kemusyrikan ini kemungkinan dapat menjadi
tolok ukur didalam melihat pemahaman seseorang
tentan~J
tuhannya.
Didalam psikologi Islam syirik ini tergolong psikopatologi (Mujib, 2006), sebab
pelakunya tidak dapat mengintegrasikan kepribadiannya dengan baik.
Adanya pribadi yang tidak terintegrasi ini menyebabkan individu tidak mampu
berpikir realistis tentang kehidupannya, sehingga kondisi jiwanya tidak sehat.
Namun sebaliknya, orang yang memiliki mental yang sehat dia mampu
memandang hidupnya secara realistis dan efisien (Atkinson, 1993).
Selain itu, adanya gangguan perasaan berupa penyakit-penyakit hati yang
bersarang didalam dirinya, seperti riya, buruk sangka, marah tak terkendali,
terlalu santai dan hura-hura, dengki dan dendam, was-was
(~1elisah),
dan lain
sebagainya (Daradjat, 2002). Sehingga, dengan kondisi ini lbnu Taimiyah
(1998) mengatakan, sebagaimana halnya gangguan pada jasmani atau
badan, gangguan pada hati pun akan merusak pandangan-pandangan hidup
6
dan keinginan hati sehingga seseorang menempuh jalan syubhat (tidak jelas
halal dan haram). Baginya kebatilan merupakan jalan yang
b1~nar,
dia tidak
melihat kebenaran menurut yang sebenarnya sehingga keinginannya adalah
membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang rusak.
Dengan demikian, kemungkinan individu tidak mampu mengoptimalkan
fungsi kejiwaannya kepada hal-hal yang bersifat postif, yang lberlandaskan
kepada norma-norma yang berlaku dan alas dasar keyakinannya terhadap
ajaran agamanya dengan benar. Oleh karena itu, Bastaman (1997)
berpendapat, bahwa timbulnya penyakit hati dan sifat-sifat tercela secara
langsung dan tidak langsung menimbulkan gangguan kejiwaan.
Kemudian, adanya gangguan mental sangat mempengaruhi l<elakuan dan
tindakan seseorang (Daradjat, 2001). lndividu merasa tidal< mampu
mengoptimalkan potensi jasadiah atau fisiologisnya secara baik dan
sempurna pada hal-hal yang bersifat positif sesuai dengan norma-norma
yang berlal<u dan berlandaskan l<epada l<eimanan. Sehingga., muncul budaya
l<eputus-asaan, malas bekerja, dan tidak mau berusaha untul< mencapai
l<esuksesan. Menurut Mujib (2006), l<ondisi demikian dapat menyebabkan
seseorang l<ehilangan gairah, semangat (morale), energi dan motivasi hidup
setelah seseorang tidak berhasil menggapai sesuatu yang diinginkan, atau
sebelum ia berbuat. Hal ini menurutnya dianggap sebagai gangguan
7
kepribadian karena ia menafikan potensi hakiki manusiawi, tidak
mempercayai takdir dan sunnah Allah, dan merasa putus asa terhadap
rahmat dan karunia-Nya.
Melihat adanya gangguan fungsi kejiwaan ini pada diri seorang muslim, dapat
diindikasikan adanya kondisi mental umat Islam yang saat ini kurang sehat.
Dengan adanya pandangan ini, kemungkinan semakin menambah citra
negatif umat Islam. Hal ini, seperti yang disampaikan oleh Bastaman (1997)
tentang nasihat yang diberikan kepada Viktor Frankl oleh seseorang, yang
menggambarkan bahwa muslim itu sudah pasti buruk sekali, hina-papa, tak
berdaya dan gampang direkaperdaya, sampah yang hanya layak dimasukkan
ke dalam krematorium dan kamar-gas-beracun hidup-hidup. Gambaran ini
sangat disesalkan oleh Bastaman. Dan mungkin saja sampai sekarang citra
serupa terdapat pula pada pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok
masyarakat dilingkungan yang lebih luas lagi dimana Muslim dan Islam
dikaitkan dengan terorisme dan peristiwa-peristiwa berdarah, fanatisme dan
eksklusivisme dengan segala kebringasan dan
kebrutalanny~1.
penghuni peta
keterbelakangan dan kemiskinan. Atau sebaliknya dihubungkan dengan
kemewahan petro-dolar yang seakan-akan tak mengacuhkan kemelaratan
dan kebodohan yang melanda sebagian umat Islam didunia clewasa ini, dan
cita-cita lainnya yang memalukan.
8
Dari pandangan yang disampaikan oleh Bastaman (1997), memang sangat
disayangkan hal ini terjadi pada fenomena muslim (orang yang memeluk
Islam) yang terjadi saat ini. Muslim yang belum mampu menc:erminkan
keislamannya itu sendiri, masih jauh dari sosok kepribadian rnuslim yang
memancarkan cahaya kedamaian. Pribadi yang tidak konsisten terhadap
ajaran agamanya, misalnya seperti yang digambarkan oleh Sarwono (2005),
tentang salah satu hadis yang mengatakan bahwa kesucian i;ebagian dari
iman, akan tetapi betapa banyaknya umat Islam (termasuk yang
berpendidikan tinggi) meludah atau membuang sampah sembarangan.
Padahal diyakini dalam Islam bahwa fungsi syariat Islam adalah untuk
mengatur prilaku manusia agar jangan salah dan mengoreksinya dari waktu
ke waktu (misalnya dengan cara shalat lima waktu dan berpuasa setahun
sekali) agar manusia selalu berada di jalan benar. Karena itulah ada
pendapat bahwa korupsi, maksiat dan perilaku kejahatan laininya merajalela
karena kurangnya iman dan takwa. Karena itulah banyak orang yang
mengingingkan penambahan jam pelajaran agama di sekolah-sekolah.
Karena itulah banyak orang tua misalnya, mengirimkan anak·-anaknya yang
nakal (misalnya kecanduan obat) ke pesantren untuk diajari agama. Tetapi
kenyataannya Indonesia tetap nomor tiga dalam urusan korupsinya.
Kenyataannya banyak haji yang bermaksiat (antara lain mela1kukan penipuan
terhadap calon-calon jemaah haji lainnya). Dan l<enyataannya anak tetap
nakal walaupun sudah dikirim ke pesantren.
9
Selain ketidak konsistenan, umat Islam Indonesia juga belum sepenuhnya
menggunakan potensi spiritualnya didalam menghadapi berbagai
permasalahannya. Seperti yang dikisahkan oleh Fanani (2007), sebagai
berikut,
Santi (34), sebut saja namanya begitu, mengalami depmsi berat ketika
kekasihnya meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain. la kerap
wara-wiri dengan kondisi setengah telanjang di kompleks
perumahannya. Alih-alih ke ahli jiwa, orang tuanya membawa sang anak
ke orang yang mereka anggap 'orang pintar'. Mereka juga minta
bantuan kyai untuk menyembuhkan penyakit anaknya.
Fenomena di atas kerap terjadi di masyarakat Indonesia. Menurut Fanani,
masyarakat memang kerap membawa persoalan dalam kehidupan ke
rohaniwan. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi religius sudah sangat
banyak digunakan oleh masyarakat. "Potensi religius masyarakat Indonesia
cukup tinggi," ujarnya. Sayangnya, modal religius belum digunakan secara
optimal dalam terapi kedokteran jiwa. Dunia kedokteran masih memandang
sebelah mata agama sebagai modal terapi. Padahal ada segepok bukti yang
menunjul<kan terdapat kaitan antara agama dengan kedokteran jiwa. Hal itu
dipaparkan Fanani di muka sidang senat terbuka Universitas Sebelas Maret,
Solo pada 24 Februari 2007. Dengan makalah yang berjuclul "Agama sebagai
Salah Satu Moclalitas Dalam Terapi", Fanani clikukuhkan sebagai guru besar
Fakultas Keclokteran UNS, Solo. Dalam prakteknya, pemanfaatan agama
memang telah digunakan clalam terapi di dunia kedokteran atau rumah sakit.
Namun, "Hanya dilakukan oleh petugas nonmedis yang pada umumnya tidak
10
dibekali pemahaman tentang kedokteran dan keterampilan sebagai terapis,"
katanya (Fanani, 2007).
Dari beberapa pandangan di atas, kiranya umat Islam telah lupa akan
identitasnya sebagai seorang muslim. Rupanya agak berkurang
kebanggaannya sebagai seorang muslim (lsyhad Bianna Muslim:
Saksikanlah saya seorang muslim). Padahal Allah jelas-jelas
menggambarkan sosok pribadi muslim yang penuh dengan keimanan (Q. S
3: 31; Q. S 51: 56; Q. S 98: 5), umat yang terbaik dan dijanjikan kemenangan
(Q. S 3: 109; Q. S 2: 115), terdapat didalam jiwanya perasaan kasih sesama
muslim, dan tegas kepada orang kafir (0. S 48: 29), ketenan!~an dan
kebahagiaan (Q. S 48: 4), orang yang senantiasa memegang1 teguh janjinya
(0. S 2: 177), semangat didalam melakukan amal kebaikan (0. S 23: 61 ),
dijanjikan syurga karena keislamannya (Q. S 9: 72), dan lain sebagainya,
yang mencirikan pribadi muslim yang unggul.
Umat Islam kiranya lupa, kalau ternyata dalam dirinya terdapat sifat-sifat
kepribadian yang sangat istimewa, yang mampu memimpin peradaban dunia,
mampu menghiasi dunia ini dengan cahaya kedamaian, kepribadian yang
terbangun didalam hatinya bangunan keimanan yang kokoh yang tertegak
dalam kalimat "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan
Allah", sebagai pilar utama tegaknya totalitas Islam sebagai kemerdekaan
11
iman didalam hatinya. Kerpibadian iman yang mantap yang didalamnya
terdapat ketenangan yang akhirnya lahirlah kesehatan mental (Najati, 2003).
Namun, hal ini sangat jauh dari gambaran umat Islam, yang rnasih belum
mau mencontoh sosok kepribadian manusia sempurna, yang seharusnya
dijadikan ikutan, yang didalamnya terdapat pribadi mantap yang
mencerminkan sosok muslim sesungguhnya, yaitu nabi Muhammad saw.
Dari beberapa latar belakang masalah di atas, akhirnya peneliti tertarik untuk
mengkaji tentang kepribadian yang diharapkan mampu untuk mewujudkan
kondisi mental yang sehat. Kepribadian yang dilandasi semangat untuk
menghayati makna kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan
"Muhammad adalah utusan Allah" sebagai pilar utama bangunan keislaman
didalam jiwanya yang akan membentuk pemikiran, perasaan, dan
perilakunya, dalam satu kesatuan yang utuh dalam perwujudannya sebagai
sosok pribadi muslim ideal yang sehat mental.
Hal ini pun menjadi harapan kepada masyarakat muslim, khususnya
masyarakat muslim Indonesia. Seperti yang diutarakan oleh Mujib (2006),
bahwa masyarakat muslim khususnya muslim di Indonesia, tidak mungkin
menggunakan teori-teori kepribadian dari psikologi sekuler. Menurutnya,
selain bias budaya, teori-teori tersebut bebas nilai yang menafikan unsurunsur metafisik dan spiritual transendental. Masyarakat Muslim lebih tepat
12
menggunakan teori kepribadian berbasis keislaman, karena teori itu dapat
mengkaver seluruh perilakunya dan menunjukkan self-image maupun se/festeem sebagai seorang Muslim yang sesungguhnya.
Namun demikian, peneliti mencoba mengambil beberapa bagian atau
seluruhnya dari tiap-tiap disiplin llmu yang memberikan manfaat kepada
seluruh umat manusia. Terutama disiplin ilmu yang berkaitan dengan
penelitian ini, yaitu ilmu agama dan psikologi (baik Barat maupun Islam),
karena keduanya memiliki hubungan yang sangat erat didalam berbicara
tentang hakikat kejiwaan manusia. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik
untuk mengangkat judul dalam penelitian ini, yaitu "lmp!ikasi Kepribadian
Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan Mental".
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Batasan Masalah
Dalam Penelitian ini peneliti membatasi masalah menjadi:
1. Kepribadian Syahadatain pada penelitian ini adalah suatu kesatuan
mekanisme organisasi dinamis pada individu atas sistem-sistem
psikofisis yang bersifat kompleks, yang disebabkan oleh
penghayatannya terhadap syahadatain yang melekat pada pikiran
(kognitif), perasaan (afektif) dan tingkah lakunya (konatf) yang
13
membentuk suatu karakteristik yang khas pada individu yang memiliki
nilai secara konsisten.
2. Kesehatan Mental dalam penelitian ini adalah suatu kondisi dimana
seseorang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya
mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaannya (kognitif, afektif, dan
konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam
interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan
kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan
baik dan benar. Kesehatan mental pada penelitian ini meliputi aspek
pemikiran (kognitif), perasaan atau emosi (afektif), dan perbuatan
(konatif) yang mempengaruhi kejiwaan seseorang.
1.2.2 Rumusan Masalah
Rumusam masalah dalam Penelitian ini adalah :
Bagaimanakah implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan
kesehatan mental bagi individu yang meliputi kognitif, afektif dan konatif?
1.3 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kepribadian
syahadatain berimplikasi terhadap pembentukan kesehatan mental pada
individu, baik dari sisi kognitif, afektif dan konatif, yang akhirnya
membentuk kepribadian muslim yang sehat mentalnya.
14
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat Penelitian ini adalah untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan pengembangan pada bidang psikologi Islam. Hasil
dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan yang
berharga bagi penulis khususnya dan orang lain pada umumnya untuk
menjadikan kepribadian syahadatain sebagai salah satu kepribadian yang
dimiliki seorang individu untuk memperoleh mental yang sehat.
1.4 Metodologi Penelitian
Metode penelitian skripsi ini penulis menggunakan metocle library research
(penelusuran kepustakaan). Metode ini digunakan dengan cara
mengumpulkan sejumlah karya yang berkaitan dengan kepribadian
syahadatain dan kesehatan mental untuk memperoleh data yang valid dan
reliable. Hal ini bisa didapat melalui buku-buku literatur, koran, majalah dan
artikel-artikel lainnya, baik yang sifatnya primer maupun skunder (Surakhmad,
1990). Primer maksudnya yang terkait dengan kepribadian syahadatain, dan
kesehatan mental secara langsung, sedang sekunder merupakan referensi
pelengkap. Kemudian dilakukan metode analisis isi.
Dalam merujuk sumber yang bersifat primer, peneliti membagi kepada dua
hal:
15
1. Sumber yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain. Adapun buku
yang digunakan sebagai rujukan pada pembahasan ini rneliputi: (a).
Definisi kepribadian. Sumber rujukan: Gordon W. Allport (1951 ). A
Psychological Interpretation; Raymond B Cattell (1950) . Personality A
Systemic Theoretical and Factual Study;, Calvin S. Hall and Gardner
Lindzey (1978). Theories of Personality; Salvatore R. Maddi (1968).
Personality Theories A Comparative Analysis; Sumadi Suryabrata (2003).
Psikologi Kepribadian; Semua sumber tersebut berbicara tentang definisi
kepribadian menurut psikologi barat. Adapun definisi kepribadian dalam
psikologi Islam merujuk kepada Abdul Mujib (2006), Kepribadian dalam
Psikologi Islam; (b). Makna syahadatain, sumber rujukan: Sa'id Hawa
(1996) Al-Islam; lrwan Prayitno (2002). Kepribadian Muslim. Karena
pembahasan utama tentang makna syahadatain ini lebih kepada
permasalahan aqidah yang bersumber kepada Al-Qura'an dan Al-Hadist,
maka penulis mengambil rujukan pada buku aqidah M. Nu'aim Yasin
(1991 ). Al-Iman: Arkanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqiduhu; Tafsir Al-Our' an,
Abu Ja'far Al-Thobary (2000). Jami' Al-Bayan fi Ta'-wil Al-Qur'an; AlNawawi, Syarh Al-Nawawi 'Ala Muslim; lbnu Hajar Al-Asqalani, Bu/ugh AlMaram, terj. A. Hassan (1997); (c). Pengertian Kepribadian Syahadatain,
sumber rujukan: Abdul Mujib (2006). Kepribadian Dalam Psikologi Islam.
2. Sumber yang berkaitan dengan Kesehatan Mental. Sumber rujukan:
Hasan Langgulung (1986), Teori-Teori Kesehatan Mental; Usman Najati
16
(2004 ), Psikologi Dalam Tinjauan Hadist Nabi; Zakiah Daradjat (2001 ),
Kesehatan Mental; Crow, Lester D. & Alice Crow (1951 ); Hanna Jumhana
Bastaman (1995), lntegrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
lslami; Kartini Kartono dan Jenny Andari (1989), Hygiene Mental dan
Kesehatan Mental Dalam Islam; 'Abdul Aziz Al-Qussy (1969), UshusushShihhat Al-Nafsiyah;
Adapun sumber yang bersifat skunder, meliputi:
(1 ). Kepribadian Syahadatain. Sumber yang berkaitan dengan definisi
kepribadian, Edwin Garrigues Boring (1948), Foundation of Psychology;
Netty Hartati, dkk. (2004), Islam Dan Psikologi; AgusSujanto, dkk.
(1982), Psikologi Kepribadian; David. M Buss (2005), Personality
Psychology; dan lain-lain. Sumber yang berkaitan dengan makna
syahadatain, Muhammad Khalil Hiraas (1992), Syarah Al-'Aqidah AlWashathiyah Asy-Syeikh Al-Islam lbnu Taimiyyah; Muhammad Abdullah
Bin Sholih Al-Hasim (2000), Al-Islam Ushuluhu Wa Mabadiuhu; Sa'id
Hawa, Mencapai Maqam Shiddiqun dan Rabbaniyun, terj. lmran Affandi
(1999); Muhammad lsma'il bin Al-Bukhary (1387 H), Shahih AlBukhary; Tahqiiq wa Muraaja'ah Jama'ah Minal 'Ulama (1391 H), Syarh
Al-'Aqidah Al-Thahawiyah;
(2). Kesehatan mental. Sumber yang berkaitan dengan kesehatan mental,
Rita Atkinson, dkk., Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma ('1993),
17
judul asli "Introduction Psikologi"; Dadang Hawari (1997), Al-Qura'an
I/mu Kesehatan Jiwa dan Kedokteran Jiwa; Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir (2002), Nuansa-Nuansa Psikologi Islam dan Jain-lain.
Metode analisis isi adalah suatu metode untuk membuat inferensi-inferensi
yang dapat ditiru (replicable) dan shahih data dengan memperhatikan
konteksnya. Metode ini paling tidak mengandung enam komponen: (1) data
sebagaimana yang dikomunikasikan kepada analis; (2) konteks data; (3)
bagaimana pengetahuan analis membatasi realitasnya; (4) target analisis isi;
(5) inferensi sebagai tugas intelektual yang mendasar; dan (6) kesahihan
sebagai kriteria akhir keberhasilan (Krippendorff, 1993).
1. 5 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan kaidah penulisan American
Psychology Assosiation (APA) style. Untuk mengetahui gambaran tentang
hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan
sistematika penulisan skripsi ini dalam lima bab, yakni :
Bab 1 Pendahuluan
Berisi : Latar Belakang Masalah, Batasan Dan Rumusan Masalah,
Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian serta
Sistematika Penelitian.
18
Bab 2 Kepribadian Syahadatain
Berisi: Pengertian Kepribadian, Makna Syahadatain, Pengertian
Kepribadian Syahadatain, Pola Pembentukan Kepribadian
Syahadatain.
Bab 3 Kesehatan Mental
Berisi: Definisi Kesehatan Mental, Kriteria Sehat Mental, Pola
Pembentukan Kesehatan Mental.
Bab 4 lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan
Mental
Berisi: Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Kognitif, Pola Yang
Berorientasi Pada Aspek Afektif, Pola Yang Berorientasi Pada Aspek
Konatif.
Bab 5 Penutup
Berisi : Kesimpulan, Diskusi dan Saran yang dihasilkan dari penelitian.
19
BAB2
KEPRIBADIAN SYAHADATAIN
2.1 Pengertian Kepribadian
Dalam sebuah kajian Psikologi Kepribadian, banyak sekali para ahli
memberikan definisi tentang cabang ilmu pengetahuan ini dengan istilah
yang berbeda-beda. Ada beberapa istilah yang digunakan oleih para ahli
tentang penamaan Psikologi Kepribadian. Ada yang memberinya nama
Characterologie atau Karakterkunde atau The Science of Characterologie,
ada yang memberi nama Typologie, ada yang memberinya nama The
Psychology of Personality, ada yang memberinya nama Theory of Personality,
dan lain-lain istilah lagi. Di dalam bahasa Indonesia istilah-istilah yang banyak
digunakan adalah llmu Watak atau llmu Perangai atau Karakterologi, Teori
Kepribadian, dan Psikologi Kepribadian (Suryabrata, 2003).
Begitu juga dengan istilah kepribadian, sesungguhnya memiliki banyak arti.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan teori,
Penelitian, dan pengukurannya. Di antara para ahli psikologi pun belum ada
kesepakatan tentang arti dan definisi kepribadian itu. Boleh dikatakan,
20
jumlah arti dan definisi kepribadian adalah sebanyak ahli yan1J mencoba
menafsirkannya.
Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa lnggri::;) yang berasal
dari bahasa Latin persona, yang artinya adalah topeng yang biasa dipakai
oleh pemain !eater (Boring, dkk., 1945). Maksudnya untuk mEmggambarkan
perilaku, watak atau pribadi seseorang (Sujanto, 1982).
Mengenai hal itu, Jung berpendapat, persona is the mask, or facade, that
people exhibit publicly. Kata persona yang dimaksud oleh Jung adalah
topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan
kebiasaan dan tradisi masyarakat (Hall and Landzey, 1978).
Selain itu, Jung memberikan batasan persona sebagai kompleks fungsifungsi yang terbentuk alas dasar pertimbangan-pertimbangan penyesuaian
atau usaha mencari penyelesaian, tetapi tidak sama dengan individualitas.
Persona itu merupakan kompromi antara individu dengan masyarakat, antara
struktur batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar mengenai bagaimana
seharusnya orang berbuat. Apabila orang dapat menyesuaikan diri ke dunia
luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan mEirupakan
selubung yang elastis, yang dengan lancar dapat dipergunakan, akan tetapi
kalau penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng
21
yang kaku beku untuk menyembunyikan kelemahan-kelemahan (Suryabrata,
2003).
Dari definisi yang diungkapakan di alas penulis mengambil kesimpulan,
bahwa kata persona yang berarti topeng yang biasa dipakai oleh pemain
!eater, dapat memberikan gambaran tentang makna dari kepribadian.
Dengan adanya definisi tentang persona dan batasan persona yang
diungkapkan oleh Jung dapat memperluas makna dari kata persona,
sehingga dapat memberikan gambaran tentang makna atau hakikat
kepribadian.
Untuk mendapatkan definisi kepribadian secara utuh, perlu adanya analisis
yang mendalam tentang hal ini. Perumusan makna istilah kepribadian sangat
ditentukan oleh konsep-konsep empirik tertentu yang merupakan bagian dari
teori kepribadian. Konsep-konsep empirik disini meliputi dasar-dasar
pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang lingkup,
dan metodologi yang dipakai perumus. Oleh sebab itu, tidal< satu pun definisi
substantive tentang kepribadian dapat diberlakukan secara umum, sebab
masing-masing definisi di latar belakangi oleh konsep-konsep empiris yang
berbeda-beda (Hartati, dkk., 2004).
22
Menurut Kluckhon dan Murray (dalam Passer and Smith, 2004) bahwa
konsep kepribadian dibangun dari spektrum ciri khas manusia yang
mempesona. Kita mengamati orang-orang itu dengan arti yang berbeda
dalam kondisi atau cara mereka berpikir, merasakan dan bertindak. Pola
perilaku yang berbeda ini membantu dalam menggambarkan sebuah
identitas sebagai seorang individu.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengutip definisi kepribaclian dari
beberapa tokoh psikologi ternama, walaupun beberapa diantaranya sangat
sederhana. Meskipun sederhana, definisi tersebut diharapl<an mampu
memberikan cerminan tentang hakikat kepribadian yang sesungguhnya.
David M. Buss (2005) mengutarakan definisinya tentang kepribadian,
Personality is the set of psychological traits and mechanisms within the
individual that are organized and relatively enduring and that influence his
or her interactions with, and adaptations to, the intra psychic, physical,
and social environment. (Buss, 2005: 4)
Dalam hal ini, kepribadian merupakan satuan mekanisme dan ciri psikologis
di dalam individu yang mengorganisir dan secara relatif tetap dan
mempengaruhi dirinya atau interaksinya dan beradaptasi di dalam batin, fisik,
dan lingkungan sosial.
23
Dalam bukunya yang berjudul Personality Theories A Comparative Analysis,
Maddi (1968) mengatakan,
Personality is a stable set of characteristics and tendencies that determine
those commonalities and differences in the psychological behavior
(thoughts, feelings, and actions) of people that have continuity in time and
that may or may not be easly understood in term of the social and
biological pressures of the immediate situation alone. (Maddi, 1968: 10)
Dalam hal ini Maddi memberikan definisinya, bahwa kepribadlian merupakan
suatu seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil yang
menentul<an keumuman dan perbedaan pada tingkah laku psikologis
(pemikiran, perasaan, dan tindakan) pada seseorang dalam waktu yang
panjang dan tidak dapat difahami secara sederhana sebagai hasil dari
tekanan sosial dan tekanan biologis saat itu.
Selain itu, kepribadian sebagai seperangkat karakteristik memunculkan
perilaku yang memiliki nilai pada seseorang secara konsisten. Hal ini di
sampaikan oleh Pervin (1993), personality represents those characteristics of
the person that account for consistent patterns of behavior (Kepribadian
menghadirkan karakteristik seseorang yang memiliki nilai pacla pola
prilakunya secara konsisten)
Definisi yang lain, disampaikan pula oleh Allport (1951) seba(jai psikolog
individu yang lebih menekankan pad a penyelidikan kualitatif tentang kasus
24
individu dan menekankan motivasi sadar. Allport mendefinisikan kepribadian
dengan what a man really is (manusia sebagaimana adanya). Definisi ini
dirasa terlalu singkat dan kurang memadai. Namun dari pemaknaan tersebut,
memiliki asumsi dasar (Hartati, dkk .. 2004): (1) pengamat tidak menggunakan
norma-norma baik-buruk tertentu dalam melihat tingkah laku individu. Apa
yang ada itulah yang digambarkan, tanpa menilai baik dan buruknya. Konsep
ini sesuai dengan pendapat Allport sendiri bahwa kepribadian itu berbeda
dengan karakter; (2) pengamat adalah pihak luar yang mencoba memahami
dan mendeskripsikan kepribadian individu, sehingga hanya dapat
dikatakan "sebagaimana adanya seseorang''. Asumsi ini mengandung arti
bahwa kepribadian yang tergambar hanya sebatas pada aspek-aspek lahiriah
psikofisik individu; (3) kepribadian bereksistensi secara riil, tanpa terpengaruh
oleh subjektivitas si pengamat atau orang lain yang meresponsnya.
Dari definisi yang dirasa terlalu singkat tersebut, Allport (1951) memaparkan
kembali dengan definisi,
personality is the dynamic organization within the individual of those
psychophysical system that determine his unique adjustments to his
environment. (Allport, 1951: 48)
Artinya, kepribadian merupakan organisasi dinamik dalam inclividu atas
sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas
terhadap lingkungannya.
25
Dari pengertian tersebut dijelaskan (Sujanto, 1982):
(1). Pernyataan "dynamic organization" menekankan kenyataan bahwa
kepribadian itu selalu berkembang dan berubah, walaupun dalam pada
itu ada organisasi atau sistem yang mengikat dan meng'hubungkan
berbagai komponen daripada kepribadian.
(2). lstilah "psychophysicaf' menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah
eksklusif (semata-mata) mental dan bukan pula neural. Organisasi
kepribadian melingkup kerja tubuh dan jiwa (tak terpisah-pisah) dalam
kesatuan kepribadian.
(3). lstilah "determine" menunjukkan bahwa kepribadian mengandung
tendens-tendens determinasi yang memainkan peranan aktif di dalam
tingkah laku individu.
"Kepribadian adalah sesuatu dan melakukan sesuatu ......... KElpribadian
terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan didalarn individu".
Dari apa yang dikemukakan di atas, nyata bahwa bagi Allport kepribadian
bukanlah hanya susunan si pengamat, bukan pula sesuatu yang hanya ada
selama ada orang lain yang beraksi terhadapnya. Jauh dari itu kepribadian
mempunyai eksistensi riil, termasuk juga segi-segi neural dan fisiologis.
(4). Satu unsur lagi yang penting dalam definisi di atas ialah kata khas
(unique) yang menunjukkan tekanan utama yang
diberi~:an
oleh Allport
pada individualitas. Tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam
26
caranya menyesuaikan diri terhadap sekitar, jadi
den~1an
demikian
berarti tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama.
(5). Dengan menyatakan "adjusments to his environment Allport
menunjukkan keyakinannya, bahwa kepribadianlah
yan~1
mengantarai
individu dengan lingkungan fisis dan lingkungan psikologisnya, kadangkadang menguasainya. Jadi, kepribadian adalah sesuatu yang
mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan.
Selain itu Freud mengungkapkan, the personality is made up of three major
systems: the id, the ego, and the superego. Dalam hal ini, Freud
menggambarkan bahwa kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
id, ego dan superego. Kendatipun ketiga aspek itu masing-masing
mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri,
namun ketiganya berhubungan dengan rapatnya sehingga sukar (tidak
mungkin) untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku
manusia; tingkah laku selalu merupakan hasil sama dari keti9a aspek itu.
Sebagai penganut aliran psikoanalisa, Freud sangat memperhatikan struktur
kepribadian (Hall & Lindzey, 1978).
Selain itu, Jung sebagai pengikut aliran psikoanalisa memberikan definisinya
tentang kepribadian, menurutnya kepribadian adalah integras.i dari ego,
ketidaksadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks,
27
arkhetip-arkhetip, persona, dan anima (Chaplin, 1989). Definisi yang
disampaikan Jung hampir sama dengan definisi yang disampaikan oleh
Freud. Bedanya hanya pada bentuk-bentuk sistem psikis yang dicetuskan.
Definisi lain yang disampaikan oleh Cattel (1950) adalah: personality is that
which permits prediction of what a person will do in
a given situation
(kepribadian adalah sesuatu yang memungkinkan prediksi tentang apa yang
akan dikerjakan seseorang dalam situasi tertentu). Dari definisi yang
disampaikan oleh Cattel penulis melihat bahwa kepribadian rnencakup
semua tingkah laku individu, baik yang terbuka (lahiriah) maupun yang
tersembunyi (batiniah). Sebagai penganut teori faktor Cattel memberikan
definisinya tentang kepribadian lebih menekankan pada semua komponen
tingkah laku individu.
Berdasarkan atas definisi itu, Cattel menegaskan bahwa tujuan daripada
research mengenai kepribadian adalah menetapkan hukum-hukum mengenai
apa yang akan dilakukan oleh berbagai orang dalam berbagai situasi dan
lingkungan. Jadi, persoalan mengenai kepribadian adalah persoalan
mengenai segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun yang tidak
nampak. Kepribadian mencakup semua tingkah laku individu, baik yang
terbuka (lahiriah) maupun yang tersembunyi (batiniah) (Suryabrata, 2003).
28
Selain itu, dalam wacana studi keislaman, istilah kepribadian (personality)
lebih dikenal dengan term al-syakhshiyah. Syakhshiyah berasal dari kata
syakhsh yang berarti pribadi. Kata itu kemudian diberi ya nisbah sehingga
menjadi kata benda buatan (mashdar shina'iy) syakhshiyah yang berarti
"kepribadian" (Hartati, dkk., 2004).
Dalam literatur keislaman, terutama pada khazanah klasik Abad Pertengahan,
kata syakhshiyyah (sebagai padanan dari kepribadian) kurang begitu dikenal.
Terdapat beberapa alasan mengapa term itu tidak dikenal: (1) dalam al-quran
maupun al-Sunnah tidak ditemukan term syakhshiyyah, kecuali dalam
beberapa hadis disebutkan term syakhsy yang berarti pribadi (person), bukan
kepribadian (personality); (2) dalam dalam khasanah Islam klasik, para filosof
maupun sufi lebih akrab menggunakan istilah akhlak. Penggunaan istilah ini
karena ditopang oleh ayat Al-Quran dan hadis rasul; (3) term syakhshiyyah
hakikatnya tidal< dapat mewakili nilai-nilai fundamental Islam untuk
mengungkap perilaku batinah manusia. Artinya, term syakhshiyyah yang
lazim dipakai dalam Psikologi Kepribadian Baral al<sentuasinya lebih pada
deskripsi karakter, sifat, atau perilaku unik individu, sementara term akhlak
lebih menekankan pada aspek penilaiannya terhadap baik-buruk suatu
tingkah laku. Syakhshiyyah merupakan akhlak yang didevaluasi (tidak dinilai
baik-buruknya), sementara akhlak merupakan syakhshiyya/1 yang dievaluasi.
Dalam literatur keislaman modern, term syakhshiyyah telah ba:nyak
29
digunakan untuk menggambarkan dan menilai kepribadian individu. Sebutan
syakhshiyyat al-Muslim memiliki arti kepribadian orang Islam. Pergeseran
makna ini menunjukkan bahwa term syakhshiyyah telah menjadi
kesepakatan umum unluk dijadikan sebagai padanan dari personality (Mujib,
2006). Sedangkan kepribadian Islam (al-syakhshiyyah al-lslamiyyah) memiliki
arti serangkaian perilaku normatif manusia, bail< sebagai makhluk individu
maupun makhluk sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang
bersumber dari al-quran dan al-sunnah (Mujib, 2006).
Dari beberapa definisi yang ada, penulis melihal bahwa kepribadian
dirumuskan berdasarkan sejumlah cara oleh macam-macam l19oritik:us,
sehingga menjadi beranekaragam definisi tentang kepribadian yang
disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, aliran yang dianut, sudut
pandang, cara dan pendekalan, dan aliran yang dianut.
Dari pendapal-pendapat tersebut di alas, akhirnya penulis menarik
kesimpulan bahwa kepribadian merupakan suatu kesatuan mekanisme
organisasi dinamis pada individu alas sistem-sistem psikofisis yang bersifat
kompleks, yang disebabkan oleh banyaknya faklor-faklor dari dalam dan
faktor-faktor dari luar yang ikut menenlukan kepribadian seseorang. Adanya
perpaduan anlara faklor-faklor dari dalam dan faktor-faklor dari luar ilu
menimbulkan gambaran alau ciri khas yang unik pada seseorang.
30
2.2 Makna Syahadatain
Dalam pembahasan mengenai makna syahadatain ini, penulis akan membagi
penjelasannya menjadi empat hal.
Pertama : Definisi dan Kandungan Syahadatain.
Kedua
: Prinsip dasar Syahadatain.
Ketiga
: Syarat diterimanya Syahadat.
Keempat : Al-Iman: Mencakup Makna La ilaha 11/a//ahdan Makna
Muhammadurrasa/u//ah .
1. Pertama : Definisi dan Kandungan Syahadatain
Syahadatain berasal dari kata "syahida" yang berarti bersaksi, menghadiri,
melihat, mengetahui, dan bersumpah. lstilah syahadatain kemudian
dinisbatkan pada satu momen dimana individu mengucapkan dua kalimat
syahadat dengan ucapan:
Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah.
Kalima! syahadat terdiri dari dua kalimat kesaksian. Kesaksian pertama
berkaitan dengan keyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah, s'adang
31
kesaksian kedua berkaitan dengan kepercayaan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah. Kedua kesaksian ini tidak boleh diabaikan salah satunya, sebab
jika diabaikan maka menjadikan ketidak bermaknaan salah satunya (Mujib,
2006).
Kalima! asy-hadu dalam bahasa Arab mempunyai kemungkinan tiga makna.
Al-Qur'an telah menggunakan bentuk derivatif kata ini dengan ketiga makna
itu (Hawa, 1993). Dalam Al-Qur'an ia datang,
1. Dari kata dasar al-musyahadah 'penglihatan'. Al-Qur'an
mE~nggunakan
kata dengan makna ini, yaitu Firman Allah Swt.,
"yang disaksikan oleh malaikat-malaikal yang di dekatkan (kepada
Allah)". (Q.S Al-Muthaffifin: 21)
2. Dari kata dasar asy-syahadah 'persaksian'. Al-Qur'an juga menggunakan
kata dengan makna ini yaitu dalam Firman Allah Swt.,
·.~L . t:i;••. ~ I , "\'
... -~ \-' - <jJ J*"" J ....
" .. .dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu .. .".( Q.S Ath-Thalaq: 2)
3. Dari kata dasar al-half 'sumpah'. Al-Qur'an juga menggunakannya
dengan makna ini yaitu, Firman Allah Swt.,
32
"Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata, 'Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah; dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya;
dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafiq itu
benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka
sebagai perisai ... " (Al-Munafiqun: 1-2)
Maka anggaplah perkataan mereka" Nasyhadu", sebagai sumpah. Dan para
fuqaha mazhab Hanafi berkata bahwa siapa yang berkata, "Asyhadu ... "
berarti dia telah bersumpah. Diantara makna-makna ini ada kEiterkaitan yang
utuh, manusia bersumpah jika ia bersaksi dan bersaksi jika dia menyaksikan.
Dengan ini, maka persaksian manusia bahwa "tidal< ada tuhan selain Allah"
jangan dilihat sebagai sesuatu penyelamat dari kekafiran atau dosa kecuali
dengan terpenuhinya makna-makna berikut (Hawa, 1993):
a. Memberi persaksian bahwa " tidak ada tuhan selain Allah" dengan akal
dan hati.
b. Memberikan persaksian ini dengan lisan.
c. Dan persaksian ini harus dilakukan dengan tegas tanpa keragu-raguan.
Maka, siapa yang bersaksi dengan lidahnya bahwa "tidak ada tuhan selain
Allah" dengan sikap menentang dan membangkang, berarti ia tetap kafir. Dan
siapa yang akal dan hatinya tak memberikan persaksian bahwa" tidak ada
33
tuhan selain Allah", alau ia bersikap ragu-ragu dalam hal ilu, maka ia adalah
seorang munafik, meskipun ia sudah mengucapkan syahadat dengan
lidahnya. la berstatus kafir jika ia lidak mengucapkannya.
Hiraas (1992) mengalakan, bahwa asy-syahadah (&J~I) merniliki makna;
(Mengetahui dengan benar sega/a sesuatu yang diketahuinya, berpegang
teguh atas kebenarannya dan keteguhannya, dan tidak memberikan
kesaksian kecuali jika diikuti dengan sebuah pengakuan (iqrw) dan
ketundukan, dan merendahkan hati terhadap yang diucapkannya).
Dengan demikian, syahadatain adalah bersaksi bahwa tiada tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah yang diucapkan melalui lisan serta
menyadari secara penuh alas kesaksiannya dengan keyakinan yang manlap
tanpa keraguan di dalam hatinya dan menjalankan segala konsekuensi alas
persaksiannya. Syahadah bukan hanya berlaku di alam perjanjian pertama
tetapi juga di alam perjanjian lerakhir.
Dari definisi yang dijelaskan di alas, maka syahadatain merniliki tiga
kandungan makna (Prayitno, 2002), yaitu:
1. Al-lqrar (Pernyataan)
34
lqrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang
diyakininya. Pernyataan ini sangat kuat karena didukung oleh Allah S\NT,
malaikat dan orang-orang yang berilmu (para nabi dan orang yang
beriman). Firman Allah Swt.,
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang
berhak disembah), yang menegakkan keadilan, para malaikat dan orangorang yang berilmu ljuga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana" (Q. S Ali 'lmran, 3: 18).
Dengan demikian syahadat yang berarti ikrar dari Allah SWT, malaikat
dan orang-orang yang berilmu tentang La ilaha ii/al/ah. Hasilnya dari apa
yang diiqrarkan ini adalah kewajiban untuk menegakkan dam
memperjuangkan apa yang diikrarkan. lqrar tentang Rububiyyah (Allah
sebagai Rab) bagi manusia merupakan alasan bagi iqrartentang keesaan
Allah swt. Oleh karena itu, seseorang tidak dikatakan bertauhid, jika dia
tidak berikrar tentang rububiyyah, dan bahwa Allah tuhan di atas segala
sesuatunya (lbnu Taimiyyah, 1999). Selain itu, juga merupakan
pernyataan para nabi yang mengakui kerasulan Muhammad SAW
meskipun mereka hidup sebelum Muhammad
35
be
?
'""'-!:"° jI
,r
J.
/
'<1'~
r ".-
/
'1;..
l..Y'
~
,J. ',.., 'f.
,
;t2) ;j~I &; F
1
(
?'f.
)
/
·.lb.I'J __,,..,
"".'.~\' ' 1L•
~
..>_,- • u "
,
Gij 1j.J;Ll~
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:
"Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan
hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan
apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui
dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka
menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Ka/au begitu saksikanlah
(hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pu/a) bersama kamu". (Q. S 3: 81)
2. A/-Qasam (Sumpah)
Sumpah yaitu pernyataan kesediaan menerima akibat dan resiko apapun
dalam mengamalkan syahadah. Muslim yang menyebut asyhadu berarti
siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakkan
ajaran Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan dan
lempal orang munafik adalah neraka jahannam. Beberapa ciri orang yang
melanggar sumpahnya yailu memberikan wala (loyalitas) kepada orangorang kafir, memperolok-olok ayat Allah SWT, mencari kesempatan dalam
kesempitan kaum muslimin, menunggu-nunggu kesalahan kaum muslimin,
36
malas dalam shalat dan tidak punya pendirian.
Orang-oran1~
mukmin yang
sumpahnya teguh tidak akan bersifat seperti tersebut. Firman Allah Swt.,
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasur Allah''. dan
Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasu/-Nya;
dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka
sebagai perisai, Jalu mereka menghalangi (manusia) dali jalan Allah.
Sesungguhnya amat buruklah apa yang Te/ah mereka keljakan.(Q. S 63:
1-2)
3. Al-MTtsaq (Perjanjian yang teguh)
Miitsaq yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan
terhadap semua perintah Allah SWT yang terkandung dalam kitabullah
maupun sunnah Rasulullah. Firman Allah Swt.,
"Rasul Te/ah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pu/a orang-orang yang beriman. semuanya beriman
kepada Allah, mafaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
37
(mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasu/-rasu/-Nya': dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah
kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. "(Q. S 2:
285).
Syahadah adalah mrtsaq yang harus diterima dengan sil<ap sam'an wa
tha'atan didasari dengan iman yang sebenarnya terhadap Allah SWT,
malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir dan Qadar baik maupun buruk.
Pelanggaran terhadap mitsaq ini berakibat laknat Allah SWT. Firman Allah
Swt.,
"Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan petjanjian-Nya[405] yang
Te/ah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar
dan kami taati". dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
mengetahui isi hati(mu)". (Q. S 5:7).
Dengan demikian, ketika seseorang bersaksi bahwa "tiada tur1an selain Allah"
dan "Muhammad adalah utusan Allah" yang diucapkan melalui lisan serta
menyadari secara penuh alas kesaksiannya dengan l<eyakinan yang mantap
tanpa keraguan di dalam hatinya dan menjalankan segala konsekuensi alas
persaksiannya, berarti dia telah membuat sebuah pernyataan, sumpah dan
janji setianya terhadap Allah dan Rasul-Nya, dengan penghambaan total
(totaly slave) kepada Allah dan menjadil<an Muhammad saw. sebagai contoh
38
ikutan (rule modeD didalam perilaku kesehariannya dalam mewujudkan
penghambaan total kepada Allah 'azza wajalla.
2. Kedua
: Prinsip dan Dasar Pentingnya Syahadatain
Melihat arti dan kandungan dari syahadatain, dapat dilihat bahwa syahadah
merupakan bagian yang terpenting (urgen) bagi kehidupan manusia dalam
menjaga fitrah agamanya. Oleh karena itu, syahadatain menjadi sesuatu hal
yang sangat penting (urgen) bagi kehidupan setiap muslim, karena ia
merupakan dasar dan asas bagi rukun Islam lainnya dan menjadi tiang untuk
rukun Iman dan agama (religion). Adapun urgensi dari syahadatain ini
disebabkan (Prayitno, 2002) oleh:
1. Syahadatain merupakan pintu masuknya Islam (madkhal ila al-Islam).
Sahnya iman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain. Barang
siapa yang mengucapkan dan mengiluarkan dengan lisannya, maka dia
menjadi Islam (Qardhawi, 1994). Ketika dua kalimat ini terucapkan maka
ia memiliki hak sebagaimana layaknya seorang muslim. SHluruh miliknya,
baik harta benda maupun darahnya, haram diambil atau ditumpahkan.
Sabda nabi SAW :
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka
mengucapkan tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad
adalah hamda dan utusan-Nya.Apabila mereka mengucapkannya
maka alw dicegah untuk menumpahkan darahnya dan mengambil
harta bendanya kecua/i karena haknya, sedangkan masalah
39
perhitungan (apakah bacaan syahadat itu sungguh-sungguh atau
pura-pura) itu ad/ah urusan Allah." (H. R At-Turmudzi dari Abu Hurairah
dan Anas)
Namun, tanpa mengucapkan kalimat syahadatain maka amal yang
dikerjakan bagaikan abu atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada.
Allah menyebutkan bagaikan debu yang berterbangan kepada amal baik
pun yang tidal< didasari oleh syahadat. Firman Allah Swt.,
Dan kami hadapi sega/a amal yang mereka kerjakan, /a/u kami jadikan
amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Q.S 25: :23)
Manusia bersyahadah di alam ruh sehingga fitrah manusia mengakui
keesaan Allah SWT. lni perlu disempurnakan di dunia den9an membaca
syahadatain sesuai ajaran Islam. Pada dasarnya setiap manusia telah
bersyahadah tentang keesaan Allah dia alam arwah, tetapi ini saja belum
cukup, untuk menjadi muslim mereka harus bersyahadah u/uhiyyah dan
syahadah a/-risalah di dunia.
2. lntisari Ajaran Islam (khulashah ta'a/Tm al-Islam)
Pemahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada pemahaman
terhadap syahadatain. Seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat
istimewa ini. Ada tiga hal prinsip syahadatain:
40
a. Pernyataan La ilaha i//a//ahmerupakan penerimaan penghambaan atau
ibadah kepada Allah SWT saja. Melaksanakan minhajillah
(sistem/aturan Allah SWT) merupakan ibadah kepada-Mya. Firman
Allah Swt.,
"Hai manusia, sembah/ah Tuhanmu yang Te/ah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa "(Cl. S 2: 21 ).
" Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui" (Ct S 45: 18)
b. Menyebut Muhammad rasulullah merupakan dasar penerimaan cara
penghambaan itu dari Muhammad saw. Rasulullah adalah teladan dan
ikutan dalam menjalankan minhajillah. Firman Allah Swt.,
" Dan kami lidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tldak ada Tuhan
41
(yang hak) melainkan Alw, Maka sembahlah o/ehmu sekalian akan
Aku".(Q. S 21 :25)
J
J
/
,\~J
--IT- :&T 1Y.-fi.0
' -, ~ ? (.r"'-'..
. : I~ 3-r-\,.ti J,r.J~\"
' , · - s::J 0~ ? liJ
p
,, ,,..,,. ~·" ·:.-:
,,
""t.""'
1\~)i,;4 ...ulj.:ij_;;.'91
"Sesungguhnya Te/ah ada pada (diri) Rasu/ullah itu surf teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (Q. S
33:21).
c. Penghambaan kepada Allah SWT meliputi seluruh
asp1~k
kehidupan.
la mengatur hubungan manusia dengan Allah swt dengan dirinya
sendiri dan dengan masyarakatnya. Firman Allah Swt.,
"Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,
Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti ja/an-ja/an (yang
lain). Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya.
yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa" (Q. S 6:
153).
3. Dasar-Dasar Perubahan (Asas Al-lnqi/ab)
Syahadatain mampu merubah manusia dalam aspek keyakinan,
pemikiran, prilaku serta jalan hidupnya. Perubahan meliputi berbagai
aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat. Perubahan
individu contohnya terjadi pada Mush'ab bin 'Umair yang sebelum
42
mengikuti dakwah rasul merupakan pemuda yang paling tmkenal dengan
kehidupan glamour di kola Mekkah tetapi setelah menerima Islam, ia
menjadi pemuda sederhana yang da'i, duta rasul untuk kota Madinah (AlMubarakfury, 1997). Kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat syahidnya
rasulullah membacakan ayat ini, firman Allah Swt.,
"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa
yang Te/ah merekajanjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada
yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggununggu[J 208] dan mereka tidak merobah (janjinya)" (Q. S 33: 23).
Adapun perubahan pada masyarakat dapat dilihat pada kondisi umat
terdahulu yang langsung berubah ketika menerima syahadatain.
Sehingga mereka yang tadinya bodoh Uahi/iyyah) menjadi pandai, yang
kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat rnenjadi takwa
dan 'abid (ahli ibadah), yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang
tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah SWT. Syahadatain
telah berhasil merubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat
merubah umat sekarang menjadi baik. Firman Allah Swt.,
43
"Sebagai bimbingan yang /urus, untuk memperingatkan si!rsaan yang
sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira ke1pada orangorang yang beriman, yang mengerjakan amal sa/eh, bahwa mereka akan
mendapat pembalasan yang bail<:'' (Q. S 18: 2).
4. Hakikat seruan para rasul (HaqTqah Da'wah Al-Raso/)
Setiap Rasul semenjak nabi Adam a.s hingga nabi besar Muhammad Saw.
membawa misi dakwah yang sama yaitu syahadah. Makna syahadah
yang dibawa juga sama yaitu La ilaha ii/al/ah. Dakwah Ra8ul senantiasa
membawa umat kepada pengabdian Allah SWT saja. Allah sebagai ilah
adalah misi para nabi untuk disampaikan kepada seluruh manusia.
Firman Allah Swt.,
"Kata/ran/ah: Sesungguhnya Aku lni manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan d1mgan Tuhannya,
Maka hendaklah ia mengerjakan ama/ yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(Q. S
18: 110)
44
5. Ganjaran yang besar (Fadhail 'Azhimah)
Banyak ganjaran dan pahala yang diberikan Allah swt dan dijanjikan oleh
Nabi Muhammad SAW. Ganjaran dapat berupa material ataupun moril.
Misalnya kebahagiaan di dunia dan akhirat, rezeki yang halal serta
keutamaan lainnya. Keutamaan ini selalu dikaitkan dengan aplikasi dan
implikasi Syahadah dalam kehidupan sehari-hari. Dihindarkannya dari
segala macam penyakit dan kesesatan di dunia dan akhirat. Sabda
Rasulullah saw, "siapa yang bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah
dan Muhammad ada/ah rasul Allah, niscaya Allah akan mengharamkan
jasadnya bagi api neraka." (H. R Muslim dan lainnya)
3. Ketiga : Syarat Diterimanya Syahadat
Dengan memahami begitu besar arti dan kandungan dari syahadah ini inaka,
persaksian terhadap kalimat ini memiliki syarat utama. Hal ini agar diketahui
bagaimana syahadat diterima atau ditolak. Sehingga, dapat cliketahui sejauh
mana sikap individu dalam mengucapkan syhadatain, apakati syahadatnya
diterima atau ditolak. Agar syahadat seseorang diterima, mak.a diperlukan
beberapa ketentuan yang harus dioptimalkan dengan bail< misalnya ilmu,
yakin, ikhlas, shidqu, mahabbah, qobul dan amal nyata. Selain itu, harus
menolak kebodohan terhadap syahadat, keraguan, kemusyrikan, dusta,
45
kebencian, penolakan dan tidak beramal. Maka, syarat agar diterimanya
syahadat (Prayitno, 2002) adalah:
1. llmu Yang Menolak Kebodohan.
Seorang yang bersyahadah mesti memiliki pengetahuan tentang
syahadatnya. la wajib memahami arti dua kalimat ini serta bersedia
menerima hasil ucapannya. Orang yang jahil tentang makna syahadatain
tidak mungkin dapat mengamalkannya. Firman Allah Swt.,
"Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada I/ah (sesembahan,
Tuhan) se/ain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)
orang-orang mukmin, /aki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui
tempat kamu berusaha dan tempat kamu tingga/.(Q. S 47: 19)
Adapun ilmu yang wajib dipelajari adalah ilmu mengenai Allah namanama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan ayat-ayat-Nya;
dan ilmu mengenai Rasulullah saw berikut akhlak, manha.i, dan syariat
yang dibawanya; memahami sirah (perjalanan hidup)-nya dalam ibaclah,
jihad, dan muamalahnya; memahami Kitabullah dengan segala isinya
berupa berita, perumpamaan, hukum-hukum, pelajaran-pelajaran, dan
furqan (demarkasi antara hak dan bath ii) (Yasin, 1991 ). Firman Allah Swt.,
46
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pe/ajaran.(Q. S 39: 9)
2. Yakin Yang Menolak l<eraguan.
Seorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya sebagai suatu
yang diimaninya dengan sepenuh hati tanpa keraguan. Yakin membawa
seseorang pada istiqomah, manakala ragu-ragu pula menimbulkan
kemunafiqan. Firman Allah Swt.,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanya/ah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
padajalan Allah. mereka /tu/ah orang-orang yang benar.(Q. S 49:15)
Dengan demikian, iman yang benar tidak bercampur dengan keraguan.
Sehingga dengan keyakinannya seseorang akan terpimpin dalam hidayah
Allah. Firman Allah Swt.,
"A/if /aam miin. Kitab (Al Quran) lni tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang
47
ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahaglan rezki yang
kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada
Kitab (Al Quran) yang Te/ah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang
Te/ah diturunkan sebe/ummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat.Mereka !tu/ah yang tetap mendapat petunjuk dari
Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung" (Q. S 2:'1-5).
3. lkhlas Yang Menolak Kemusyrikan.
Ucapan syahadat mesti diiringi dengan niat yang ikhlas lillahi ta'ala.
Ucapan syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan
tertentu tidak akan diterima Allah. lkhlas dalam bersyahadat merupakan
dasar yang paling kukuh dalam pelaksanaan syahadat. Firman Allah Swt.,
"Padahal mereka tidak disuruh kecua/i supaya menyembah Allah dengan
memumikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian !tu/ah agama yang /urus. (Q. S 98: 5)
"Katakanlah: "Sesungguhnya Alw diperintahkan supaya m19nyembah
Allah dengan memumikan ketaatan kepada-Nya dalam (menja!ankan)
agama.(Q. S 39: 11)
Oleh karena itu, syahadat merupakan ibadah, karenanya harus dilakukan
dengan ikhlas. Adapun kemusyrikan merupakan perbuatan menyekutukan
48
Allah dengan yang lainnya dalam hal ibadah (Bin Bazz, 1996), sehin~1ga
akan menghapus amal. Firman Allah Swt.,
" Katakanlah: Sesungguhnya Aku lni manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dEmgan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".(Q. S 18:110)
4. Shidqu (benar) Yang Menolak Kebohongan
Dalam pernyataan syahadat muslim wajib membenarkan tanpa dicampuri
sedikitpun dusta (bohong). Benar adalah landasan iman, sedangkan
dusta landasan kufur. Sikap shiddiq akan menimbulkan l<E,taatan dan
amanah. Sedangkan dusta menimbulkan kemaksiatan dan
pengkhianatan, dan ciri-ciri taqwa adalah sikap shiddiq. Orang yang benar
akan terbukti dalam medan jihad dan Allah membalas mereka, sedangl<an
orang-orang munafiq akan mendapat siksa. Firman Allah Swt.,
J
~
J .,,,.. J J
,,.
,.. {. )' -
,,.
~
/
.,,
,.,.
(~,)) ~~I l'..ft".!-YJj I ~~ iJ ~ j ~ ..t.,9-J ~
- ,,.
; !.?-
~,..
<.S ;'.\) lj
"Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka /tu/ah orang-orang yang bertakwa". (Q. S 39:
33)
49
-t,.."
l:..;.9
., ,, ,,.
,,.
J.,-"" ,,
,..,
J.
-;:,,
•
J.
f.
J.,..
f.
J ., J
-;:
t
.:Wj !'.lJl u~ '::l ~ j Li.:. I; lj-1 _,A,! u I i:f).,: u I :.r" lJ I ~-1
,, ,,,,.,. ,..,
,,
,,
•
J
,..,
..,,...
0
J/~,,,
-rt:
,,
,,,..
d
,J
,,.
...
,,
,..,
.,,,,...
1;z;,1 ~~I ~j l~J.,,:, ~;JI .ill!~ (--;~ c;r (r..;JI
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami Te/ah beriman'; sedang mereka tidak diuji tagi?. Dan
Sesungguhnya kami Te/ah menguji orang-orang yang sebMum mereka,
Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Q. S 29:2-3)
"Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu
Karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafikjika dikehendakiNya, atau menerima Taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang" (Q. S 33: 24)
5. Mahabbah (Cinta) Yang Menolak Kebencian.
Dalam menyatakan syahadat ia mendasarkan pernyataannya dengan
cinta. Cinta ialah rasa suka yang melapangkan dada. la merupakan ruh
dari ibadah, sedangkan syahadatain merupakan ibadah yang paling
utama. Dengan rasa cinta ini segala beban akan terasa ringan, tuntutan
syahadatain akan dapat dilaksanakan dengan mudah, dan cinta kepada
Allah yang teramat sangat merupakan sifat utama orang beriman. Firman
Allah Swt.,
50
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Q. S 2:165)
"Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yana kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari betjihad di jalan
nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan
Allah tidal< memberi petunjuk kepada orang-orang yang fa.sik. (Q. S 9:24)
6. Menerima Yang Jauh Dari Penolakan.
Muslim secara mutlak menerima nilai-nilai serta kandungan isi
syahadatain. Tidak ada keberatan dan tanpa rasa terpaksa sedikitpun.
Baginya tidak ada pilihan lain kecuali kitabullah dan sunnah rasul. la
51
senantiasa siap untuk mendengar, tunduk, patuh dan taat terhadap
perintah Allah dan RasulNya. Mukmin adalah mereka yan~1 bertahkim
(berhukum) kepada Rasul Allah dalam seluruh persoalannya kemudian ia
menerima secara total keputusan Rasul, tanpa ragu-ragu dan kebenaran
sedikitpun. Ciri orang beriman ialah menerima ketentuan dan perintah
Allah tanpa keberatan dan pilihan lain, mendengar dan taat terhadap Allah
dan Rasul dalam seluruh masalah hidup mereka. Firman Allah Swt.,
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (Q. S 4:65)
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki clan memilihnya.
sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (Q. S 28:68)
52
" Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bi/a mereka dipanggi/
kepada Allah dan rasul~Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ia/ah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka
/tu/ah orang-orang yang beruntung. (Q. S 24:51)
7. Pelaksanaan yang jauh dari sikap statik atau diam.
Syahadatain hanya dapat dilaksanakan apabila diwujudkan dalam amal
yang nyata. Maka, muslim yang bersyahadat selalu siap melaksanakan
ajaran Islam yang menjadi aplikasi syahadatain. la menentukan agar
hukum dan undang-undang Allah berlaku pada diri,
keluaq~a
maupun
masyarakatnya. Firman Allah Swt.,
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasu/.Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Te/ah kamu kerjakan".
(Q. s 9:105)
Barangsiapa yang mengerjakan amal sa/eh, baik laki-lal<i maupun
perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan
kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang /ebih baik dari apa
yang Te/ah mereka kerjakan. (Q. S 16:97)
53
4. Keempat
: Al-Iman: Mencakup Makna La ilaha illallahdan Makna
Muhammadurrasiilullah .
Syahadah yang dinyatakan seorang muslim dengan penuh kesadaran
sebagai sumpah dan janji setia ini akan melahirkan ruh iman (faith). Iman
adalah sebutan yang dipakai untuk "mengikrarkan dengan lisan (iqrar bi/
lisan), membenarkan dengan hati (tashdiq bi al-qalbt), dan mengerjakan
dengan anggota badan (a/-'ama/ bi a/-jawarih)" (Yasin, 1991 ). Menurut
pendapat Ahlus-Sunnah bahwa jika seorang manusia membenarkan dengan
hatinya, mengikrarkan dengan lisan, tapi anggota badannya tidak
mengamalkan, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, berhak
mendapatkan ancaman sebagaimana yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya
dan diinformasikan oleh Rasulullah saw (Yasin, 1991).
Melihat makna dari iman tersebut maka syahadatain yang mernpakan ruh
iman dalam diri seseorang, mencakup tiga hal (Prayitno, 2002), yaitu:
a. Al-Qau/ (Ucapan)
Ucapan yang senatiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci. Perkataan
maupun kalimat yang keluar dari lisannya yang baik serta mengandung
hikmah. Syahadah diucapkan dengan penuh kebanggan/ketinggian iman
(isti'la al-iman) berangkat dari semangat isyhadu biannaa mus/imin (saya
54
adalah muslim). Ucapan lisan tanpa membenarkan dengan hati adalah
sikap nifaq i'tiqadi. Menurut Mujib (2006), nifaq (bermuka dua) termasuk
ke dalam karakter orang munafik yang tergolong psikopatologi. la
merupakan akumulasi dari berbagai konflik batin dan penyakit mental.
Penderitanya tidak mampu menghadapi kenyataan yang sebenarnya,
sehingga ia berdusta jika berbicara, mengingkari jika terlanjur berjanji, dan
menipu apabila dipercaya. Firman Allah Swt.,
"Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah
dan hari kemudian, "pada ha! mereka itu Sesungguhnya bukan orangorang yang beriman." (Q.S 2: 8)
"Orang-orang Badwi yang tertingga/ (Tidak turut ke Huclai/Jiyah) akan
mengatakan: "Harta dan ke/uarga kami Te/ah merintangi kami, Maka
mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan
lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : "Maka siapakah
55
(gerangan) yang dapat mengha/ang-halangi kehendak Allah jika dia
menghendaki kemudharatan bagimu atau jika dia menghimdaki manfaat
bagimu. Sebenarnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan".(Q.S 48: 11)
b. Al-TashdTq (membenarkan)
Membenarkan dengan hati tanpa keraguan. Yaitu sikap k19yakinan dan
penerimaan dengan tanpa rasa keberatan atau pilihan lain terhadap apa
yang didatangkan Allah Swt. Firman Allah Swt.,
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanya/ah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
padajalan Allah. mereka /tu/ah orang-orang yang benar".(Q.S 49: 15)
Menurut Hawa (1999), pada dasarnya tashdTq (membenarkan)
merupakan pekerjaan hati, sedangkan a/-shidqu (bersil<ap benar)
merupakan perbuatan yang berkaitan dengan lisan. Al-Ghazali (1990)
berpendapat bahwa al-shidqu yang menjadikan seseorang sebagai
shiddiiq berkaitan dengan enam hal: Shidqu Af-lisan (benar lisannya),
shidqu Al-niyat (benarnya hati}, shidqu Al-'azam (benarnya kemauan yang
kuat), shidqu Al-wafa' (benar dalam hal menunaikan}, benar dalam
perbuatan-perbuatan dan benar dalam berbagai maqam agama. Apabila
56
seseorang telah benar dalam semua hal tersebut, maka ia akan menjadi
seorang shiddiq yang sejati. Firman Allah Swt.,
"Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasu/-Nya, mereka itu
orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan
mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang
kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni
neraka." (Al-Hadid: 19)
c. Al-'Amal (perbuatan)
Perbuatan yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan pemahaman
terhadap maksud-maksud aturan Allah SWT. Amal merupakan cerminan
dari kesucian hati dan upaya untuk mencari ridha llahi. Amal yang
menunjukkan sikap mental dan moral lslami yang dapat dijadikan teladan.
Firman Allah Swt.,
"Dan Katakanlah: "Beketjalah kamu, Maka Allah dan rasu/-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
57
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Te/ah kamu kerjakan"
(Q.S 9: 105).
Ketiga perkara di alas tidak terpisahkan sama sekali.
Seoran~J
Muslim yang
tidak membenarkan ajaran Allah SWT dalam hatinya bahkan membencinya,
meskipun kelihatan mengamalkan sebagian ajaran Islam adalah munafiq
i'tiqadi. Muslim yang meyakini kebenaran ajaran Islam dan menyatakan
syahadatnya dengan lisan tetapi tidak mengamalkan dalam
k1~hidupan
adalah munafiq 'amali. Sifat nifaq dapat terjadi sementara terhadap seorang
muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji atau berl<hianat. Sabda
Rasulullah saw, " Tanda-tanda munafiq itu ada tiga: apabila berkata ia dusta,
apabila ia berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia bEirkhianat".
(Muttafaq 'alaihi).
Dengan demikian, dalam kalimat syahadatain mengandung dua bentuk
kesaksian yang akan melahirkan dua bentuk keimanan. Pertama, keimanan
kepada Allah 'azza wajalla, artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa
Allah adalah Rabb (pemelihara, pengatur), pemilik dan Pencipta segala
sesuatu; dan bahwa hanya Dialah yang berhak untuk diesakain dengan
ibadah, berupa shalat, puasa, doa, harap, takut, kerendahan, dan
ketundukan; dan bahwa Dialah yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan
suci dari segala sifat kekurangan. Kedua, keimanan kepada nabi Muhammad
Saw., artinya mengimani bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul Allah,
58
hamba-Nya dan pilihan-Nya. Dalam pembahasan tentang dua bentuk
keimanan ini, penulis akan menjelaskan pada pembahasan selanjutnya
tentang makna La i!aha ii/al/ah dan MuhammadurrasD!ullah .
A. Makna La ilaha ii/al/ah
Dalam kalimat syahadah La ilaha ii/al/ah melambangkan prin:sip yang abadi
dalam kehidupan manusia, dimana yang diseru bukan hanya orang-orang
kafir maupun orang-orang musyrik saja agar beriman dan meluruskan
keyakinannya, tetapi orang-orang yang beriman juga diseru untuk beriman
dan mengingatnya, agar La ilaha ii/al/ah hidup didalam kalbu mereka,
tertancap dengan kuat dalam hati mereka, secara aktif bekerja dalam realitas
kehidupan, tidak mereka dustakan maupun mereka lalaikan konsekuensikonsekuensi yang dituntutnya. Sebab, kehidupan manusia ticlak akan lurus
sampai ia mengetahui dengan sebenar-benarnya siapa yang menyebabkan
langit dan bumi diciptakan (Quthb, 1987).
'Abdul Lathif (1422 H) mengatakan bahwa kata (.&I YJ .Uj '1 ,) •~~) atau
bersaksi tiada tuhan selain Allah memiliki makna, (.&I '1) ~ .i.J!"-" '1) artinya
tiada yang berhak disembah selain Allah. Lebih lanjut Al-Hasim
59
mengungkapkan, bahwa makna (Jill 'J) A.I) 'J ,) •.ll~) atau bersaksi tiada
tuhan selain Allah adalah:
' 0=JI '-\.l)'I
' ol>"' l..c.
.:i\.9.:icl
Jlj ~ '
~ ' O..b..J .&I '1) ,.Lu.JI ~
.. '1..i ~'.)':/I ~
.. (..~ ..l>-"'-" '1
~ .J ' o..b._i .& 6.:i4'JI L.JA)I.;.) ~.J
<Jb\..i
..
t.:1\
o•_;i;. '-\.l) J$._i
uc .&I '1) '-\.l) 'J J_;i ;J..i':/1 : uly\ ~ ~ ,_;;..,. l~\j till '1..i
.&I u_i.:i 04 -lt'Y l.,i _)S.11 ;~WI. ~.J J;.:i....o:i_9 L>:i';_i eJc .J
.J_;Sll 1::,.,, ~~.&I LJ.J-l 04 ·~-:! L.,i
A
~-i o.:i~I
o.::iA>
"Tidak ada yang berhak disembah di langit dan di bumi kecua/i Allah Yang
Esa, dan Dia-lah Tuhan yang haq (yang sebenarnya), dan setiap tuhan (ilah)
selain Dia adalah bathil (sesat), dan hanya kepada Allah saja/ah kita
beribadah dengan ikh/as, dan menafikan (meniadakan) setiap ha/ yang
menyerupai-Nya, dan tidak berguna setiap perkataannya ter/Jadap kesaksian
ini sampai mengucapkan dengan sebenar-benarnya terhadap dua ha/; (1)
mengucapkan kalimat tiada tuhan selain Allah (.ill\ 'J) A.I) 'J) dEingan
kesungguhan dan pengetahuan dan keyakinan dan kebenamn atau kejujuran
dan penuh kecintaan; (2) menolak bentuk penyembahan kepada selain Allah,
barangsiapa yang mengucapkan syahadah (kesaksian) ini tetapi tidak
menolak bentuk penyembahan kepada selain Allah maka tidak berguna
perkataannya atau kesaksiannya".
Untuk mengetahui makna La ilaha ii/al/ah, maka perlu kiranya kalimat
tersebut dianalisa secara bahasa dan istilah. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui sejauhmana isi kandungan yang terdapat dalam kalimat La ilaha
ii/al/ah yang menjadi asas sebuah perubahan yang besar.
Kata llah ( 4.11 ) terdiri dari huruf-huruf Ul'JI , l'':lUI dan ,.~I. Kata llah
mempunyai beberapa arti yang saling berkaitan satu sama lainnya.
"Aku merasa tenang kepada si fulan."
60
" Seseorang memerlukan pertolongan dari kesusahan
yang dialaminya."
~)\ ~\ ~ )\ JJ i " Memfokuskan pada seseorang karena ia terlalu
mencintainya."
.... L ~14..1 i
"Anak unta mencari ibunya karena ia terpisah."
"Beribadah."
"Tersembunyi dari pandangan."
Kaidah dalam bahasa Arab menetapkan bahwa setiap kalimat yang
mempunyai pertalian atau merupakan satu rangkaian, satu sama lainnya
berkaitan. Misalnya, l<ita tidal< meminta pertolongan l<epada seorang yang
tidal< l<ita anggap akan mengasihi kita dan lebih kuat dari l<ita. Begitulah
Tuhan. Sifat-Nya menunjukkan apa yang dapat diminta, la dapat memberikan
ketenangan, pertolongan, perlindungan, mencintai-Nya, mengasihi-Nya dan
menyembah-Nya. Apabila kita meyal<ini La ilaha ii/al/ah bera11i kita mengakui
dan memerlul<an perlindungan, ketenangan, kesenangan, kecintaan hanya
l<epada Allah, dan menolak pada selain-Nya (Hawa, 1993). Firman Allah Swt.,
" Yang beriman dan tenteram hatinya,lantaran ingat kepada Allah.Ketahuilah
dengan ingat kepada Allah,dapat tenteram hati (manusia)." (C!.S Ar-Ra'd:28)
61
,----
(j:
J
~ J ,..
J ,..
1,;;t)i ~ -' ..Ll' ~
J-:;
J
,...;,
"Orang yang beriman itu /ebih cinta kepada Allah." (Q.S Al-Baqarah:165)
Mencintai Rasulullah adalah karena mencintai Allah sebagaimana dinyatakan
dalam sabdanya :
" Hendaklah kamu mencintai Allah sebab Allah memberikan limpahan nikmat
dan karunia kepadamu, dan hendaklah kamu mencintai aku karena Allah
mencintaiku, dan cintailah ahli baitku, karena mereka mencintaiku." (H. R
Tirmidzi dan ia menilainya hadits hasan).
Allah Berfirman,
"Katakanlah: "Maka apakah (patut) sesuatu yang lain dari Allah,kamu suruh
aku menyembah, hai orang-orang yang bodoh? Dan sesungguhnya telah
diwahyukan kepadamu dan kepada mereka yang sebe/ummu, (bahwa) jika
engkau menyekutukan, niscaya gugur ama/mu, dan jadilah engkau sebagai
orang-orang yang rugi." (Q.S Az-Zumar:64-65)
Jika mal<na ilah berarti yang disembah sebagai makna dasarnya, maka
62
harus dilihat terhadap dasar kata-kata 'abada' (¥'-)yang dari segi bahasa
terdiri dari huruf-huruf
lJ:!>.ll ' ol,l \j ' dan Jl.:J\ . f<etiga huruf tersebut
mengandung komponen arti berikut :
(a). ~I , maksudnya Dialah yang menjadi raja dan pemimpin seluruhnya.
(Q.S Asy-Syuara: 22)
(b). o.:i \_;.JI , berarti ta'at serta merendahkan diri. (Q.S Yasin:60)
(c). ~I, yang disembah, yang dimuliakan, yang diagungkan.
(d). "-! ¥"- , berarti menghambakan diri dan harus minta
tolon~J
kepadanya.
Orang yang mengabdikan diri kepada Allah, ia pasti membesarkan Allah,
merendahkan diri kepada-Nya dalam seluruh kehidupannya. Maka perkataan
(.:i~I) memberi arti Maha f<uasa, Maha Raja, yang ditaati, clan Maha
Agung tempat bergantung segala makhluk. Dan apabila kita meyakini katakata (.&I 'JI -'Y."-' ':I) artinya, tidak ada raja maha kuasa, tidak ada kebesaran,
tidak ada ketaatan, tidak ada tempat bergantung melainkan Allah (Hawa,
1993).
Melihat arti dan analisis pengertian Lai/aha illallahdi alas, maka jelas jika
seorang muslim mengatakan La i/aha ii/al/ah seolah-olah ia mengatakan:
Ticlak ada tempat menggantungkan ketenangan, ganjaran, kasih sayang dan
pujian, tidak ada kekuasaan dan tempat untuk mencurahkan segala ketaatan,
63
segala kebesaran dan segala kesucian, tidak ada Yang Maha Agung dan
Maha Hakim, melainkan hanya Allah semata. Maka bertawakal kepada-Nya
adalah wajib, memohon harapan selain kepada-Nya adalah batil. Cinta
kepada-Nya adalah wajib, cinta kepada selain Dia tidak boleh kecuali dengan
seizin-Nya. Segala hubungan ibadah dan penyembahan tidak boleh
dilakukan melainkan hanya kepada-Nya. Dengan demikian, fcata (Y) dalam
kalimat La ilaha 11/allahmemilil<i kandungan makna:
1. Tiada ilah (tuhan) selain Allah (Q. S 47: 19).
2. Tiada Pencipta Selain Allah (Q. S 25: 2).
3. Tiada Pemberi Rizki selain Allah (Q.51 :57-58)
4. Tiada Pemilik selain Allah (Q. S 4:131-132)
5. Tiada Penguasa selain Allah (Q. S 62:1; Q.36:83; Q.67:1; Q.3:189).
6. Tiada Pembuat Hukum selain Allah (Q.12:40; Q.6:114, Q.33:36,
Q.28:68, Q.45:18, Q.42:20, Q.6:137)
7. Tiada Pemerintah selain Allah (Q. S 7:54).
8. Tiada Pemimpin selain Allah. (Q.2:257)
9. Tiada Yang Dicintai selain Allah (Q. S 2:165)
10. Tiada Yang Ditakuti selain Allah (Q. S 2:40; Q.9:18)
11. Tiada Yang Diharapkan selain Allah (Q. S.94:8; Q.18:·11 O}
12. Tiada Yang Memberi Manfaat atau Mudhorat selain Allah ( Q.6:1'7)
13. Tiada Yang Menghidupkan atau Mematikan selain Allah. (Q.2:258)
64
14. Tiada Yang Mengabulkan Permohonan selain Allah (0.2:186; Q.40:60)
15. Tiada Yang Melindungi selain Allah (Q.16:98; Q.72:6)
16. Tiada Yang Wakil selain Allah.(Q.3:159; Q.9:52)
17. Ti ad a Daya dan Kekuatan selain Allah (Q. S 6: 17)
18. Tiada Yang Agung selain Allah (Q. S 55: 78)
19. Tiada Yang Dimohonkan Pertolongannya selain Allah (Q. S 1:5)
Dari kandungan makna yang terdapat pada kalimat La ilaha ii/al/ah, seperti
yang disebutkan di atas, maka kalimat La ilaha i//a//ahmengandung prinsip
tauhid (pengesaan) kepada Allah 'azza wa jalla yang mencakup tiga hal
(Yasin, 1991), yaitu:
1. Tauhid rububiyah. Rububiyah berasal dari kata "Rab". Tauhid Rububiyah
memiliki makna meyakini dengan mantap bahwa Allah adalah Rabb
segala sesuatu dan tiada Rabb selain Dia.
2. Tauhid u/uhiyah. U/uhiyah berasal dari kata "i/ah". Tauhid U/uhiyyah
memiliki makna keyakinan yang mantap bahwa Allah adalah llah yang
benar dan tidak ada ilah selain Dia serta mengesakan-Nya dalam
beribadah (pengabdian) dan
3. Tauhid asma wa shifat. Tauhidu/ asma wash-s/1ifat (mengesakan Allah
dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) memiliki makna meyakini
dengan mantap bahwa Allah swt menyandang seluruh sifat
kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan dan bahwa Dia
65
berbeda dengan seluruh makhluk-Nya. Caranya adalah clengan
menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia
sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah saw
dengan tidak melakukan tahrTf (pengubahan) lafazh dan maknanya, tidak
ta'thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagian nama dari
sifat itu, tidak takyTf (pengadaptasian) dengan menentuka1n esensi dan
kondisinya, dan tidak pula tasybrh (penyerupaan) dengan sifat-sifat
makhluk.
lbnu Hasan (1967) dalam kitab Fathul Majid membagi tauhid menjadi dua
bentuk, yaitu: pertama, tauhid dalam ilmu dan keyakinan, yang mencakup
tauhid rububiyyah dan tauhid a/-asma wa a/-shifat; kedua, tauhid dalam hal
keinginan dan tujuan, yaitu tauhid uluhiyyah. Makna mengesakan
(mentauhidkan) Allah dalam ketiga hal di alas adalah meyakini bahwa hanya
Allah sendiri yang mempunyai rububiyyah, uluhiyyah, dan sifat-sifat
kesempurnaan serta nama-nama kemuliaan.
Jadi, tidaklah seseorang disebut beriman kepada Allah hingga ia meyakini
bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu dan tiada Rabb selain Dia. Bahwa
Dia adalah ilah segala sesuatu dan tiada ilah selain Dia; dan bahwa Dialah
yang sempurna dalam sifat dan nama-Nya, dan tiada yang sempurna selain
Dia (Ath-Thahawiyah dalam Yasin, 1991)
66
Lebih lanjut, Imam Al-Ghazali (1990) membagi pokok dan itingkatan tauhid
menjadi empat, yaitu: Jubb (isi), Jubb al-Jubb (isinya isi). qa.syar al-Jub (kulit isi),
dan qasyr al-qasyr (kulitnya kulit) seperti bu ah pala.
1. Pertama, keimanan terhadap ucapan semata merupakan qasyr al-qasyr
(kulitnya kulit) seperti buah pala, yaitu keimanan orang-orang munafik.
2. Kedua, membenarkan makna kalimat itu, yaitu keimanan kaum Muslim
pada umumnya.
3. Ketiga, menyaksikan hal itu melalui al-kasyf. lni merupakan maqam
orang-orang yang didekatkan (al-muqarrabTn). Hal itu aclalah dengan
melihat berbagai sebab. Tetapi semuanya itu berasal da1ri yang Maha Esa
clan Maha Perl<asa.
4. Keempat. ticlak terlihat kecuali satu, yaitu kesaksian orang-orang yang
benar (al-shiddTqTn). Kaum sufi menyebutnya fana dalarn tauhid. la tidak
melihat dirinya karena batinnya lebur dalam Al-hak yang Maha Esa. lnilah
yang dimaksucl dalam ucapan Abu Yazid, "Sebutan diriku melalaikanku".
Yang pertama adalah keimanan dengan lisan semata. Hal itu tidak
memberikan manfaat kecuali dalam menghindari tebasan pe•dang serta
menjaga kesehatan harta dan jiwa, l<arena sabda Rasulullah SAW .. " Jika
mereka mengucapkannya, terpeliharalah dariku darah dan harta mereka".
67
Yang kedua adalah orang yang menganut tauhid. Artinya, dengan hatinya ia
meyakini makna kalimat itu tanpa ada keraguan padanya. Namun hal itu tidak
meresap ke dalam batinnya. Keadaan ini dapat menjaganya dari azab di
akhirat jika ia mati dalam keadaan itu dan tidal< mengerjaka1n kemaksiatan
terus menerus. Karena itu, ikatan ini mengendorkan ahli bid'ah dengan
kekurangan dan mengendorkan ahli kalam tanpa kekurangan.
Yang ketiga adalah ahli tauhid dalam pengertian bahwa terbuka dadanya
sehingga ia tidak melihat kecuali satu walaupun banyak sebab. Maka ia
mengetahui bahwa sumbernya adalah dari Al-Haq yang Mal1a Esa.
Yang keempat adalah ahli tauhid dalam pengertian tidak hadir dalam syuhud
dan hatinya kecuali Al-Haq yang Maha Esa. la tidak memerlukan perantara
dan dirinya. Keadaan ini merupakan yang tertinggi. Yaitu, inti pala itu
berminyak, misalnya. Tidak ada pembahasan pada keadaan keempat ini.
Bahkan pada pembahasan dalam keadaan ketiga adalah yang melihat A/Haq yang Maha Esa. la melihat keseluruhan sebagai satu karena asalnya
dari Al-Haq yang satu.
Dari apa yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali di alas, maka pribadi yang
utama adalah pribadi yang dekat dengan Tuhannya. Hal ini pun disampaikan
oleh Iqbal dalam Nasution (2002), bahwa manusia merupakan suatu pribadi
atau suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah dia menjadi pribadi yang
utama. Dia yang dekat kepada Tuhan adalah yang utama. Semakin dekat
68
semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya dari Tuhan, kian berkuranglah
bobot kepribadiannya. Pribadi sejati bukanlah saja menguasai alam benda,
tetapi juga dilingkupi sifat-sifat Tuhan ke dalam khudinya sendiri.
Dengan demikian, dari makna La ilaha II/al/ah ini muncul pribadi tauhid yang
didasari atas penghayatannya terhadap keesaan Allah SWT, yang melekat di
dalam diri individu yang menjadi landasan berprilaku pada kehidupan sehariharinya, baik pikiran. perasaan, dan perbuatannya. Sehingga, dirinya menjadi
tenang dan tenteram karena merasa dekat dengan Allah
swr.
B. Makna Kalimat Muhammadurrasatul/ah
Dua kalimat syahadat merupakan kalimat yang satu sama lainnya saling
terkait erat dan tidak dapat dipisahkan. Kesaksian terhadap Muhammad
utusan Allah merupakan kesempurnaan dari kesaksian tiada tuhan selain
Allah. Kesaksian tiada tuhan melainkan Allah. didalam merealisasikannya
dalam kehidupan sehari-hari memerlukan cara-cara dan aturan tertentu, dan
memiliki makna-makna tertentu pula. Orang yang menegakkanya terikat
dengan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Sedangkan bagi
orang yang meninggalkan kewajiban tersebut akan mendapatkan balasan
dari Allah SWT.
69
Kalima! La ilaha II/al/ah tadi tidak akan dapat ditegakkan kecuali dengan dalildalil naqli dan aqli yang sah, yang semuanya datang dari Allah melalui nabi
Muhammad SAW. Jika kita tidak mengakui bahwa Muhammad SAW itu
adalah utusan Allah yang benar, maka apakah mungkin kalimat La ilaha
ii/al/ah dapat tegak dengan sendirinya? ltulah bukti keterkaitan yang kuat
antara syahadat La ilaha ii/al/ah dengan syahadat MuhammadurrasO/ullah
(Hawa, 1993).
Hasim (2002) mengungkapkan, bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah (.&I JY"..J I~ 0i o.i~) memiliki makna,
!/)..iii~ !IJ, _p,.jJ 4.lr:. c;+i L. yW:i.,.IJ, y.;..i L.;9 <G,i~J,
, ~ ')/-¥'- .;jJ , ~ <Y'Ull .)] ..iii JY"..J I~ u\.i ~J
t1..J
. ..JUI I J;...i ol...oc 0-4J , AJ.;jl J;...i 4.c. ~i 0-4 ' tAlJ
_>"i L.;9 4.:icU~
,)J' tyS. l../
t 1..6,i J, ' y~ ')/ JY"..JJ
Ta'at terhadap apa yang diperintahnya, dan membenarkan apa yang
disampaikannya, dan menjauhi apa yang dilarangnya dan yang
diharamkannya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang
disyariatkannya, dan mengetahui serta meyakininya bahwa Muhammad
adalah utusan Allah yang diutus untuk segenap umat manusia, dan dia
adalah hamba yang bukan untuk disembah, dan dia tidak berdusta, tetapi
harus di ta'ati dan diikuti, barangsiapa yang mentaatinya akan masuk surga,
dan barangsiapa yang mengingkarinya akan masuk neraka.
Dari makna di alas, maka konsekuensi logis dari keimanan pada Rasulullah
itu adalah mempercayai pula apa-apa yang telah disampaikan oleh
Rasulullah saw, termasuk tentang rasul-rasul sebelumnya. Hal tersebut
70
merupakan hubungan tak terpisahkan antara iman kepada Allah dan RasulNya dengan iman kepada rukun-rukun iman yang lainnya.
l<esaksian alas MuhammadurrasDlul/ah melahirkan keimanan kepadanya.
Adapun bentuk keimanan kepada nabi Muhammad (Yasin, 1991) adalah:
1.
Mengimani bahwa Muhammad bin Abdullah adalah nabi Allah, utusanNya, hamba-Nya, dan pilihan-Nya. Dia tidak pernah menyembah
berhala, tidak pernah sedikitpun menyekutukan Allah, dan sama sekali
tidak pernah melakukan dosa kecil apalagi dosa besar.
2.
Mengimani bahwa beliau adalah nabi terakhir. Firman Allah swt.,
" Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seoranr:,i laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulu//ah dan penutup nabi-nabi. dan
adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu." Q. S Al·-Ahzab: 40.
Sabda Rasulullah SAW," Aku adalah Muhammad, aku cidalah Ahmad,
aku adalah penghapus yang denganku kekufuran dihapuskan, dan aku
adalah penghimpun yang manusia akan dihimpun dibelakangku, dcin
aku adalah yang terakhir, yang sesudahlw tidak ada lagi nabi."
(Muttafaq 'alaih)
3.
Mengimani bahwa Rasulullah saw adalah imam a/-muttaqin (pemimpin
orang-orang yang bertaqwa), yang menjadi teladan dalam segala
perilakunya, dan hanya dialah yang berhak diikuti dan diteladani, tidak
ada yang lainnya. Firman Allah Swt.,
71
;;,;;;._~
JJ
~JJ
::
(~1Dl-~_) .J#
"Katakan/ah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikuti/ah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q. S 3: 31)
4.
Mengimani bahwa Rasulullah saw adalah habib Al-Rahman (kekasih
Allah), dan bahwa beliau berada pada peringkat tertinggi kecintaan Allah,
beliau adalah khullah (yang dicintai, kekasih). Sabda Ra:sulullah saw,
" Seandainya aku mengangkat kekasih, maka akan aku jadikan Abu
Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, ia adalah saudaraku dan sahabatku.
Dan, Allah telah menjadikan kawanmu ini (nabi Muhammad) sebagai
kekasih-Nya. "(H. R Muslim)
5.
Meyakini bahwa Nabi Muhammad saw diutus untuk seluruh bangsa jin
dan manusia dengan membawa petunjuk dan kebenaran. Firman Allah
Swt.,
"Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah ui'usan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan
bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang
menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
72
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu
mendapat petunjuk".(Q.S 7: 158).
Sabda Rasulullah Saw.,
"Aku diberi kelebihan alas para nabi yang lain dengan enam ha/: aku
diberi kalimat-kalimat yang singkat namun padat; aku dil'olong dengan
rasa takut; dihalalkan bagiku ghanimah; bumi dijadikan suci dan sebagai
tempat sujud bagilw; aku diutus untuk se/uruh manusia; dan para nabi
diakhiri olehku." (Muttafaq 'alaih)
6.
Mendahului kecintaan kepada Rasulullah saw atas kecintaan kepada
orang tua, anak, dan diri sendiri. Dari anas bin Malik, bahwa Rasulullah
saw bersabda: "Tidaklah seseorang beriman hingga ia menjadikan
diriku sebagai yang paling ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan
se/uruh manusia." (Muttafaq 'alaih)
7.
Mengimani bahwa Allah swt memperkuatnya dengan mukjizat yang
membuktikan, secara meyakinkan, kebenaran apa yang dibawanya itu.
Meyakini bahwa Al-Qur'an adalah mul<jizat nabi Muhammad yang paling
besar, yang dengannya beliau manantang sel<alian alam dan mereka
tidak mampu untul< membuat yang sama dengannya, atau mirip
dengannya, atau mirip sebagiannya. Allah swt berfirman:
,,
0
J ,.."" ,..
_}j 1µ
::
t1
.,,
,..
_,,_.
,,
,,
J.
J
..., _,,
}
"
J
- ,,
-- J
0J-' ((,'~) ~~ ~ ---.'...)J ;illl 9-'.) U:~ r-5'~1¥
J be.JI
,.,_,,
~
_,,
J
-;;;_,,
_,,
0
J
~_,,,, ~
J
?
,.
1:~:1:J:.#Ci.4\ oj~lj<fwl LA~~j t$Jlj81 I_~~ I~
73
"Dan jika kamu (tetap) da/am keraguan tentang Al Quran yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-peno/ongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat
membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya),
pelihara/ah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu,
yang disediakan bagi orang-orang kafir." (Q. S Al-Baqarah: 23-24).
8.
Mengimani bahwa Allah swtjuga memperkuat beliau dengan mukjizat
yang bersifat fisik, seperti yang disebutkan dalam hadisl··hadist shahih.
Misalnya terbelahnya bulan; batu mengucapkan salam kepada beliau;
batang pohon merintih; keluarnya air dari sela-sela jemari tangan beliau;
orang banyak merasa kenyang dengan makanan yang sedikit;
kesaksian kambing yang telah dibakar di hadapan beliau; awan
menaungi beliau sebelum diutus menjadi rasul; apa
yan~J
terjadi pada
Abu Jahal dan batunya saat ia ingin menimpakannya pada kepala
beliau; sentuhan tangan beliau yang membuat kambing-kambing Ummu
Ma'bad menjadi subur susunya; lemparan tanah pada wajah orangorang musyrik; informasi tentang hal gaib dan kemudian terbukti
kebenarannya; Allah mengabulkan doanya; keterpeliharaannya dari
pembunuhan; dan lain-lain. Dalil-dalil tentang mukjizat itu tersebar
dalam banyak hadits. (Hisyam, 1375 H)
9.
Meyakini bahwa Allah swt memperkuatnya dengan argumen-argumen
yang tegas, dalil-dalil yang nyata yang direpresentasikan dengan
kepribadian, sifat, dan akhlaknya. Kita mengimani bahwa. Allah telah
memberinya postur dan fisik yang bagi orang yang mengerti hal itu
menunjukkan kenabian dan kejujurannya. Hassan bin Tsabit -semoga
Allah meridhainya-menyatakan dengan ungkapan yang indah:
Andaipun tidak ada pada dirinya ayat-ayat yang menjelaskan
Maka keadaan dirinya adalah informasi atas kenabiannya.
10.
Keimanan terhadap karunia Allah yang diberikan kepadanya berupa
akhlak Al-Quran, yang menunjukkan kebenaran dan dukungan Allah
kepadanya. Tak seorang pun yang pernah mendengarnya berdusta,
baik dalam urusan agama maupun dunia; tidak sebelum dan tidak pula
sesudah diutus menjadi rasul. Andai pernah hal itu terjadi hanya sekali
saja, maka niscaya para musuhnya akan berjuang untuk
menyebarluaskannya dan mem-blow up-nya. Beliau tidak pernah
melakukan perbuatan yang buruk atau tercela, baik sebHlum maupun
sesudah diutus. Beliau tidak pernah lari dari seorang pun musuhnya
betapa pun rasa takut mencekam dan suasana genting.
Dengan demikian, makna keimanan kepada nabi Muhammad adalah
meyakini kebenaran risalah kenabiannya, serta menjadikannya sebagai suri
teladan (good modeling) yang harus diikuti karena memiliki
a~<hlak
yang
agung (glorious of behavior).
Adapun hasil dari mengikuti dan meneladani Rasulullah (Prayitno, 2002)
adalah:
75
1. Iman
Hasil dari mengikuti sunnah Nabi SAW adalah sikap dan keyakinan yang
bertambah kepada Allah dan rasul-Nya. Dengan beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya akan mendapatkan kebaikan seperti yang difirmankan
oleh Allah bahwa suatu perniagaan yang akan melepaskan diri dari azab
yang pedih adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berjuang di
jalan Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.,
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
pemiagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasu/Nya dan berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwamu. /tu/ah yang lebih baik bagimu, jika
kamu Mengetahui". (Q. S 61: 10-11)
2. Mengikuti (Al-lttiba)
Iman kepada rasul akan diwujudkan kepada mengikuti rasul. Keseriusan
beriman kepada rasul mesti diwujudkan kepada mengikuti apa-apa yang
diperintahkan nabi SAW. Dengan mengikuti rasul, akan dijauhi dari azab
dan akan diampuni dosa-dosa, bahkan Allah swt. akan mengasihinya.
Firman Allah Swt.
76
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. "Allah Maha
Pengampun /agi Maha Penyayang" (Q. S 3: 31)
3. Dua Kebaikan (Husnayain)
Dengan mengimani dan mengikuti Nabi SAW akan memproleh dua
kebaikan, yaitu l<ebail<an di dunia dan di akhirat. Kebaikan yang diperoleh
di dunia adalah:
a. Dicintai Allah. Untuk mendapatkan cinta Allah adalah clengan
mengikuti Rasulullah seperti berjihad di jalan Allah, ticlak takut akan
celaan orang-orang yang suka mencela, berlaku lembut dengan
sesamanya.
b. Di rahmati Allah. Adapun rahmat clari Allah diperoleh dengan
mengamalkan nilai-nilai Islam dan mentaati segala perintah Allah clan
Rasul-Nya. Rahmat Allah di dunia al<an membawa kebahagiaan
didalam diri, keluarga, masyarakat dan negara. Firman Allah Swt.,
--
,,,.--
). ,..
)
J.
.;;: ,.,.,.. /
J. .;;:
,J
.... ,;;
~ ~
J.
!
1·;g_'Jl~r->] (> 4--,,l.I J_r)lj 4.UI l~lj
"Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat".(Q. S 3:
132)
77
c. Petunjuk Allah (Hidayatullah). Petunjuk Allah diberikan hanya kepada
siapa saja yang dikehendaki oleh Allah SWT. Al-Qur'an adalah cahaya
yang di dalamnya banyak petunjuk Allah SWT, siapa yang membaca
dan mengamalkannya maka dapatlah ia petunjuk dari Allah. Mengikuti
nabi SAW di antaranya adalah membaca dan mengamalkan Al-Quran.
Dengan mengamalkan dan mengikuti nabi, Allah SWT benar-benar
akan memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus. Firman Allah Swt.,
_.
/
J
<..::->
,, ·~ I ~•
J. _.
• -;;_,.
,;; ,;
,_..
_.
}
l ,..
-
,/
L. ,:J <..£ ,.jJ I JJJ
' Ii <..£ ,,+fJ
,, I .1
_. ~
,, ((":i)L•
'"·~" ,:;- ... a"
.,. ' : :::-.1 p,o
,.. U;:
_.
..•
,.{.,,,,,,,.
,.
-;;i..i
l(~)~y)/I~ '.!-111
'·~
,...,.!&
_.
Jj )fl
_.
t.
">,J
l-,.a~,)11
_.
_.
J,.. L.j
"Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)
dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah
Al Kitab (Al Quran) dan tidak pu/a mengetahui apakah iman itu, tetapi
kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia
siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan
Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan
yang lurus, (yaitu) }a/an Allah yang Kepunyaan-Nya sega/a apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. lngatlah, bahwa kepada Allah/ah kemba!i semua urusan".(Q. S 42: 52-53)
d. Kemuliaan (A/-/zzah). Kekuatan itu hanya ada pada Allah, rasul dan
orang beriman, bukan terletak pada kekuatan fisik dan materi tetapi
terletak pada sejauh mana keimanan kepada Allah dan rasul-Nya.
Mengikuti Allah dan rasul akan memperoleh kemuliaan di sisinya.
78
Orang yang beriman memiliki kekuatan yang dapat meingalahkan
siapapun dengan kemuliaan yang dimilikinya. Oleh
kan~na
itu, hidup
didunia tanpa kemuliaan akan merugi dan sia-sia, buat apa gunanya
harta, jabatan dan kekuasaan apabila diikuti dengan kernuliaan.
Firman Allah Swt.,
"Mereka berkata: "Sesungguhnyajika kita Te/ah kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang Kuat akan mengusir orang-orang yang fem ah
dari padanya. "padaha/ kelwatan itu hanya/ah bagi Allah, bagi rasu/Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu
tiada Mengetahui". (Q. S 63:8)
e. Kemenangan (AJ-Ghalabah). Kemenangan didunia tentunya dicari olel1
setiap insan yang sadar akan kehidupannya di dunia. Namun, Allah
SWT hanya memberikan l(emenangan di dunia kepada orang yang
beriman saja yaitu mereka yang mengambil Allah, rasul, dan orang
beriman sebagai wali, pemimpin dan penolongnya. Selain Allah, rasul
dan mukmin yang menjadi walinya, maka hidupnya akan dijerumuskan
kepada kenistaan dunia. Firman Allah Swt.,
"Dan barangsiapa mengambil Allah, rasu/-Nya dan orang-orang yang
beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pimgikut (agama)
Allah[423] /tu/ah yang pasti menang".(Q. S 5: 56).
Adapun kebaikan yang diperoleh dari mengikuti Rasulullah SAW di akhirat
adalah:
79
a. Pembelaan (Al-Syafa'ah). Muhammad SAW adalah Rasul yang
mendapatkan kelebihan untuk dapat memberikan syafaat di akhirat
kepada hamba-hamba Allah yang diridhai-Nya (An-Nawawi, tth). Dari
Abi Hurairah dan Abi Sa'id r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Ada tujuh golongan manusia yang Allah lindungi dalam naungannNya, pada hari tiada naungan selain naungan-Nya (lwri kiamat);
pemimpin yang adil; pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada
Allah; seorang /aki-laki yang hatinya terpaut ke masjid; dua orang yang
mencintai karena Allah, mereka bersatu karena Allah dan berpisah
karena Allah pula; seorang laki-laki yang dirayu oleh seiorang wanita
yang punya kedudukan dan harta lalu mengatakan (untuk
menolaknya), aku takut kepada Allah, dan seorang yang memberikan
sedekah lalu ia sembunyikan hingga tangan kanannya tidak
mengetahui apa yang diinfakkan tangan kirinya; dan seiseorang yang
mengingat (berzikir) kepada Allah lalu mengalirkan airmatanya."
b. Nadharah Al-Wajh (keceriaan wajah). Orang-orang mukmin di akhirat
terlihat gembira dan bahagia yang tergambar dalam keceriaan dan
berseri-serinya wajah mereka. Suasana kegembiraan ini merupakan
suatu hasil dari amal dan perbuatannya selama di dunia. Keseriusan
mengamalkan perintah Allah dan Rasu-Nya mendapatkan ganjaran
berupa surga di akhirat. Firman Allah Swt.,
"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Q. S
75: 22)
c. Mujawarah Al-Rasul (berdampingan dengan rasul). Di akhirat kelak
tidal< saja berbahagia dan ceria wajahnya tetapi juga mendapatkan
80
kehormatan berupa tempat berdampingan dengan rasul, para shidiqiin,
orang yang mati syahid dan orang yang shaleh. Suatu kehidupan
akhirat yang harmoni dan serasi serta kedamaian dan kebahagiaan
abadi. Balasan ini diperolehnya apabila kita menaati Allah dan rasul.
Firman Swt.,
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasu/(Nya), mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianug"erahi nikmat
oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang
mati syahid, dan orang-orang sa/eh. dan mereka /tu/ah teman yang
sebaik-baiknya".(Q. S 4: 69)
d. Keuntungan (Al-Falah). Keuntungan yang diperoleh di akhirat
disebabkan karena kita di dunia beriman kepada Allah dan senantiasa
menglkuti sunnah Nabi saw. Sehingga dengan perbuatannya tersebut
Allah swt ridha kepadanya dan akhimya ditempatkannya sebagai
orang yang beruntung. Firman Allah Swt.,
"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, sating berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasu/-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak--bapak, atau
anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga m1~reka. meraka
ltulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati
mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat)-Nya. mereka Jtulah go/ongan Allah. Ketahuilah,
81
bahwa Sesungguhnya hizbullah itu ada/ah goiongan yan:
beruntung.(Q. S 58: 22)
2.3 Pengertian Kepribadian Syahadatain
Dari penjelasan tentang syahadatain pada pembahasan di atas, dapat dilihat
bahwa mengucapkan syahadatain harus diikuti dengan penghayatan yang
mendalam terhadap makna yang dikandungnya. Karena, den9an
penghayatan yang mendalam tersebut, kalimat syahadatain akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa seseorang dalam menjalani
kehidupannya dalam rangka beribadah kepada-Nya yang rnerupakan tujuan
dari diciptakannya manusia.
Dalam Al-Quran kalimat syahadatain disebut juga dengan kalimat takwa,
dengan adanya dua syahadat itu maka terbentuklah ketakwaan. Seperti yang
difirmankan Allah, " ... dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa
dan ada/ah mereka berhak dengan ka/imat takwa itu dan patut memilikinya ... "
(Q. S Al-Fath: 26)
Dengan mengucapkan kalimat syahdatain tersebut terbentuklah satu
kepribadian yang didasari pada penghayatannya terhadap keBsaan Allah dan
kerasulan nabi Muhammad yang menjadi landasan perilakunya. Kepribadian
tersebut adalah kepribadian syahadatain, kepribadian individu yang didapat
82
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat yang bukan hanya di alam
perjanjian pertama tetapi juga di alam perjanjian terakhir.
Mujib (2006) memberikan definisinya tentang kepribadian syahadatain (asysyakhshiyyah asy-syahadatain), sebagai kepribadian individu yang didapat
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, memahami hakil<at dari
ucapannya serta menyadari akan segala konsekuensi persaksiannya
tersebut. Kepribadian syahadatain meliputi domain kognitif dengan
pengucapan dua kalimat secara verbal; domain afektif dengan kesadaran hati
yang tulus; dan domain psikomotorik dengan melakukan segala perbuatan
sebagai konsekuensi dari persaksiannya itu.
Oleh !<arena itu, kandungan makna dalam syahadatain yang rneresap dalam
jiwa individu akan mempengaruhi seluruh mekanisme dan sistem psikofisis
individu. Pola fikir, perasaan dan perbuatannya didasari pada syahadatain.
Sehingga, kepribadian syahadatain merupakan suatu kesatuan mekanisme
organisasi dinamis pada individu alas sistem-sistem psikofisis yang bersifat
kompleks, yang disebabkan oleh penghayatannya terhadap syahadatain
yang melekat pada pikiran, perasaan dan tingkah lakunya yang membentuk
suatu karakteristik yang khas pada individu yang memiliki nilai secara
konsisten.
83
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakikat dari kepribadian
syahadatain adalah kepribadian individu yang didapat melalui penghayatan
terhadap kalimat La ilaha II/al/ah dan Muhammadurrasolu/lah dengan akal
dan hatinya yang diucapkan melalui lisannya dengan penuh k.eyakinan yang
mantap tanpa adanya keraguan, yang dibuk.tikan melalui perbuatan nyata
dalam bentuk ibadah. Dari penghayatannya tersebut mempengaruhi tiga
aspek. kejiwaan pada diri individu yaitu pemikiran (kognitif), perasaan (afektif)
dan perbuatan (konatif) yang menjadi landasan dari setiap prilakunya.
Dari sini, dapat dilihat bahwa ada dua hal yang menjadi dasar utama
terbentuknya kepribadian melalui kalimat yang agung ini, yaitu:
1. Tujuan dari terbentuknya kepribadian yang bersaksi bahwa "tiada tuhan
selain Allah" adalah penghambaan total (totaly slave) kepada Allah swt.
dalam setiap sisi kehidupannya baik pikirannya, perasaannya dan
perbuatannya.
2. Tujuan inti dari terbentuknya kepribadian yang bersaksi
bahwa "Muhammad adalah utusan Allah" yaitu menjadikan Rasulullah
saw. sebagai contoh ik.utan (rule model) dalam menuju penghambaan
total kepada Allah swt. Baik dalam pikirannya, perasaannya, maupun
perbuatannya.
84
2. 4 Pembentukan Kepribadian Syahadatain
Hawwa (1993) mengungkapkan, bahwa syahadatain itu dalarn keadaannya
yang ideal harus menjadi ruh alam ini dengan segala apa yan1~ terjadi di
dalamnya, berupa kegiatan, tindakan, arah, tujuan, perangkat, aturan hukum,
dan prilaku. Maka, penghayatan syahadatain yang mendalam, akan
membentuk kepribadian yang berlandaskan pada pengahayatan syahadatain,
yang memiliki pengaruh di dalam kehidupannya, dan akan membentuk
pribadi alas dasar kesaksian pada kalimat La ilaha I/Jal/ah dan
Muhammadurrasalullah .
Meli hat aspek yang terkandung pada kepribadian syahadatain, yaitu : (1)
aspek kognisi, dengan pengucapan dua kalimat secara verbal; (2) aspek
efektif, dengan kesadaran "hati" yang tulus; (3) aspek konatif, dengan adanya
kecenderungan untuk melakukan segala konsekuensi dari persaksiannya
dengan perbuatan nyata. Maka, dalam pembentukan kepribadian
syahadatain ini, penulis mencoba menyusun pola yang berorieintasi pada
peristiwa-peristiwa kejiwaan manusia yang berhubungan dengan aspek
kepribadian syahadatain.
85
Menurut Bigot, dkk., seperti yang dikutip oleh Walgito (2002) bahwa
kemampuan jiwa manusia telah dibedakan menjadi dua golongan besar,
yaitu:
a. Kemampuan manusia menerima stimulus dari luar. Kemampuan ini
berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
b. Kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi dalam
jiwanya. Kemampuan ini berhubungan dengan motif,
k1~mauan
(konasi)
Pembagian kemampuan jiwa manusia menjadi dua golongan besar ini
dikenal dengan pembagian yang dichotomi.
Namun, setelah dicermati ternyata konsep yang diajukan oleh Bigot, masih
terdapat kekurangan. Sebenarnya masih ada satu hal yang dapat
dikemukakan lagi yaitu bahwa selain manusia mempunyai kernampuan untuk
menerima stimulus dari luar dan menyatakan apa yang diinginkan, manusia
masih dapat melihat efek atau akibat dari stimulus yang akan merasa senang
apabila melihat sesuatu yang indah atau sebaliknya. Karena itu disamping
adanya kognisi dan konasi masih ada proses kejiwaan yang berhubungan
dengan perasaan atau emosi.
Selanjutnya, Teien dan Kanis dalam Walgito (2002) menyatakan trichotomi
kejiwaan manusia, yaitu:
(1) Kognisi yang berhubungan dengan pengenalan
86
(2) Emosi yang berhubungan dengan perasaan
(3) Konasi yang berhubungan dengan kemauan (motif).
Senada dengan pendapat tersebut, Ki Hajar Dewantara dalam Kartono
(1984) mengemukakan daya kejiwaan manusia dengan istilah cipta (kognisi),
rasa (emosi), dan karsa (konasi).
Alas dasar pandangan kemampuan jiwa manusia yang mencakup tiga hal,
yaitu kognisi, afeksi (emosi), dan konasi, maka pola pembentukan (shaping)
kepribadian yang disusun adalah:
1. Pembentukan pada aspek kognitif
2. Pembentukan pada aspek afektif
3. Pembentukan pada aspek konatif.
1. Pembentukan pada aspek kognitif.
Kognisi (daya cipta) merupakan suatu konsep umum yang mencakup semua
bentuk pengenalan yang mencakup mengamati, melihat, memperhatikan,
memberikan pendapat, mengasumsikan, berimajinasi, mempriediksi, berpikir,
mempertimbangkan, menduga, dan menilai (Chaplin, 1989). Sedangkan
aktifitas kognitif adalah berkaitan dengan persepsi, ingatan, beilajar, berpikir,
dan problem solving (Morgan, dkk, 1984).
87
Demikianlah, Allah memberikan kelebihan atas potensi ini, yang dapat
digunakan dalam rangka beribadah kepada. Melihat cakupan dalam aspek
koginisi, maka syahadatain memberikan dampal< dan implikasi pada aktivitas
kognitif yang berkaitan dengan pengenalan. Adapun pola
pen!~enalan
yang
terbentuk adalah dalam rangka untuk mengenal Allah (ma'rifatullah) dan
Rasul-Nya (ma'rifat al-rasOf), sehingga diharapkan terbentuknya pribadi yang
mengenal ('arifin).
Penghayatan terhadap kesaksian La ilaha I/Jal/ah dan Muhammadurraso/ullah
memiliki pengaruh terhadap pola dan proses berpikir individu. Dengan
adanya pengaruh syahadatain pada aspek kognisi mendorong individu untuk
melakukan ma'rifah kepada Allah. Dimana individu senantiasa berusaha
untuk mengenal Allah 'Azza wa jalla dan terus mengarahkan perhatian dan
perenungannya kepada Allah. Seperti yang dikatakan oleh lbnu Thufail dalam
Nasution (2002), bahwa dengan berusaha untuk terus mengenal Allah inilah
dirinya memiliki jiwa fadhilah yang akan masuk ke dalam surga. Dari sinilah
individu mengenal para nabi dan rasul, mengenal tugas dan sifatnya serta
lrnjat manusia kepada risalahnya, mengenal mu'jizat, karomah dan kitabkitab samawi, mengenal malaikat, jin. ruh, qhodo dan qadar Allah serta hari
kebangkitan.
88
Sebelum memahami dan meyakini makna syahadatnya mungkin seseorang
berfikir boleh menerima syariat, aturan hidup dan perundang-undangan
bersumber kepada adat istiadat datuk atau nenek moyang, pemikiran
jahiliyyah dari ilmuwan dan filosofi, hawa nafsu penguasa dan sebagainya.
Setelah memahami dampak dari syahadatain maka ia hanya mengikuti pola
fikir Islam yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya, kemudian hasil
ijtihad orang-orang mukmin yang sesuai dengan bimbingan Allah dan RasulNya.
Oleh karena itu, menurut Yasin (1993) pola pikir yang dibentul< adalah
seorang muslim berusaha untuk senantiasa melihat ciptaan Allah dengan
merenungi berbagai ciptaan-Nya berupa makhluk-makhluk-Nya dan
memperhatikan ayat-ayat serta keagungan hikmah dan mukjizat-Nya.
Menyadari akan keagungan Allah swt., kekuasaan-Nya, kemuliaan sifat-Nya,
merupakan bagian dari keimanan kepada Allah 'azza wa jalla. Adanya
kesadaran tersebut muncul dengan "memperhatikan" kekuasaan Allah secara
berkesinambungan. Sedangl<an sarana untuk itu adalah berpikir dan
mengambil pelajaran.
Dengan adanya pola pemikiran yang berlandaskan keimanan pada Allah dan
Rasul-Nya ini diharapkan mampu membentuk pola pemikiran pada individu
yang ilmiyah, yaitu sebuah proses berpikir yang diawali dengan pengamatan,
89
menghimpun data, menarik kesimpulan, dan terakhir memverivikasi kembali
kebenaran kesimpulan yang telah diamati (Kamus Besar Bahasa Indonesia, ).
Firman Allah Swt.,
"Dan Mengapa mereka tidal< memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?
Allah tidal< menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan
Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan
pertemuan dengan Tuhannya". (Q. S 30: 8)
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana
Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.(Q. S 29: 20)
Dengan demikian individu terbebas dari pola pemikiran yang menghalangi
untuk berpikir secara rasional, seperti taqlid (mengikuti pendapat para ahli
hukum tanpa mengetahui dasar dan alasannya), ilusi dan khurafat atau
takhayyul. Berfikir atas dasar keimanan ini akan membentuk k:ualitas
seseorang dalam mencapai kesempuranaan.
90
Menurut lbnu 'Atha'illah dalam Hawa (1999), bahwa ada dua macam cara
kerja fikir yang dapat mempertajam kualitas seseorang:
Pertama, berpikir yang dapat mewujudkan tashdiq (pembenaran) dan iman,
Kedua, berpikir yang dapat membawa hati menuju penyaksian (musyahadah)
dan muraqabah (konsentrasi penuh waspada terhadap Allah). Model pertama
adalah cara berfikir bagi para ahli pikir, sedang yang kedua aclalah formula
berfikir yang mendambakan wushu/ (sampai) kepada Allah. Kedua cara
berpikir ini harus climiliki oleh para pemburu kesempurnaan.
Dengan demikian, bentuk pemikiran yang mewujudkan pernyataan bahwa
"tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah" adalah
pemikiran yang menuju kepada pehaman tentang Al-Islam. M•3nurut AlBanna (1998) pribadi muslim memahami bahwa fikrah (pemikiran) yang
terbangun dalam dirinya adalah fikrah /slamiyah yang bersih. Memahami
Islam sebagai sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi
kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintah da11 umat, akhlak
dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan unclang-undang,
ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan,
jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia ju!~a adalah
aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan ticlak lebih.
91
Kepribadian syahadatain yang berimplikasi pada aspek kognitif, yang
melahirkan pribadi 'arifin memiliki ciri-ciri atau bentuk sebagai berikut
1. Senantiasa merenungi dan memperhatikan ayat-ayat Allah swt. serta
keagungan akhlak nabi Muhammad, dalam upayanya untuk mengenal
Allah dan Rasul-Nya. Sehingga, menurut Mujib (2006) individu seimbang
dalam menilai dan mengikuti perilaku seseorang, meskipun seseorang
yang diikuti itu memiliki keistimewaan khusus. Kepribadian itu disebabkan
karena kesaksian akan kerasulan Muhammad tidak boleh dilebih-lebihkan
(ifrath) atau diremehkan (tafrith).
2. Menyadari secara penuh tentang hakikat Allah swt., dengan
memperhatikan keagungan ciptaannya, kemuliaan sifat-Nya. Sehingga
individu memiliki pengetahuan secara pasti, karena keperc:ayaan terhadap
Tuhan merupakan sesuatu yang paling hakiki dalam kehidupan manusia .
Menurut Mujib (2006), jika kepercayaan itu hanya dengan dugaan (dhan)
bukan berdasarkan pengetahuan yang akurat maka dapat
menjerumuskannya ke dalam lembah kehancuran. Firman Allah Swt.,
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
92
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya". (Q.S Al-lsra:
36)
3. Memiliki kecerdasan dan luas wawasan keilmuannya. Hal ini didorong
dengan munculnya perasaan akan ilmu pengetahuan, sehingga merasa
senang jika mampu menyelesaikan sebuah masalah dengan ilmu yang
dimilikinya. Dengan adanya ilmu yang luas individu tidak akan tersesat di
dalam menjalani hidupnya. Dengan adanya ilmu, seseorang akan dapat
memberikan manfaat kepada orang yang lain.
4. Memiliki pola pemikiran yang ilmiah dan rasional dalam mewujudkan
kebenaran dan keimanan. Serta berpikir agar dapat membawa hatinya
menuju pada pengawasan (muroqobah) dan penyaksian (musyahadah)
Allah.
5. Memahami hakikat ajaran Allah swt, dan Rasul-Nya, yaitu Al-Islam.
Sehingga terbentuk fikrah /s/amiyah (pemikiran yang bedasarkan kepada
Islam). Dalam hal ini, individu memahami Islam dengan baik dan benar,
Islam yang bersifat menyeluruh, dan hanya menerima pola pikir Islam
yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.
2. Pembentukan pada aspek afektif
Secara psikologis aspek afeksi meliputi kasih sayang, kesayangan, cinta,
perasaan yang l<uat; satu kelas yang luas dari proses-proses mental,
93
termasuk perasaan, emosi, suasana hati, dan temperamen (Chaplin, 1989).
Menurutnya perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari
stimulus baik eksternal maupun internal. Mengenai emosi Chaplin
berpendapat bahwa definisi mengenai emosi cukup bervariasi yang
dikemukakan oleh para ahli psikologi dari berbagai orientasi. l'Jamun
demikian dapat dikemukakan alas general agreement bahwa emosi
merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat
yang lebih tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan
dengan perasaan yang kuat. Karena itu emosi lebih intens daripada perasaan,
dan sering terjadi perubahan perilaku, hubungan dengan
ling~:ungan
kadang-
kadang terganggu.
Sebelum memahami syahadatain ini mungkin perasaannya yang berupa
cinta, takut, benci, marah, sedih atau senang ditentukan oleh situasi dan
kondisi yang menimpa dirinya atau keadaan di sel<elilingnya. Misalnya ia
senang dengan mendapatkan keuntungan dari hasil usahanya, mendapat
baju yang paling trendy, mendapat profesi yang menguntungkan. Sedih
karena kehilangan kekayaan, merasa hina karena kemiskinan dan
sebagainya. Maka setelah menghayati makna syahadatain, tiada yang
menyenangkan dan menyedihkan melainkan semua terkait dengan
kepentingan Allah
swr dan Rasul-Nya.
Maka ia sedih bila ada yang masuk
ke dalam kekufuran, sedih bila ada muslim yang disakiti, sedih memikirkan
94
nasib kaum muslimin sebagai umat Muhammad. Kemudian d11a merasa
senang dengan kemajuan dakwah, kebangkitan umat dan sebagainya.
Kesaksian terhadap keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad, dengan
pembenaran hati. Dengan syahadatain mendorong individu untuk senantiasa
menghidupkan suasana hatinya dalam pencapaian ketenangan dan
kebahagiaan. Hal ini dikarenakan pekerjaan hati yang dilandasi alas dasar
aqidah yang benar, sehingga kebenaran dan kebaikan tersebut akan
membawa kepada ketenangan, sedangkan kedustaan akan membawa
keburukan, sehingga hatinya gelisah. Dari Nuwas bin Sam'an. la berkata:
Saya bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kebaikan dan kejahatan.
Maka sabdanya: " Kebaikan itu ialah perangai yang baik; dan kejahatan itu
ialah sesuatu yang bergumam dihatimu dan engkau tidak suka diketahui
manusia". (H.R Muslim) (Al-Asqalani, 1997)
Kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad utusan Allah",
akan membentuk adanya perasaan yang menyertai kepercayaan kepada
Allah yang mempunyai sifat-sifat yang serba sempurna. Perasaan percaya ini
akan mendorong seseorang untuk berbuat bail<. Orang akan rnerasa senang,
dan bahagia jika mampu melaksanakan perintah-perintah Allah, sebaliknya
seseorang akan merasa sedih dan bersalah apabila melanggar hal-hal yang
95
telah ditetapkan oleh Allah. Alas dasar inilah penghambaan total kepada
Allah melekat pada jiwa dan perasaannya:
Perasaan yang menyertai kepercayaannya kepada kenabian Muhammad
saw. Yang memiliki pribadi yang sempurna dengan kemuliaan akhlaknya,
sehingga patut dijadikan ikutan. Perasaan ini akan medorong individu untuk
senantiasa menjadikan Rasulullah sebagai contoh teladan yang baik (good
modeling) dalam kehidupan pribadinya. Seseorang akan merasa bahagia jika
dapat mengikuti pola kehidupan rasulullah saw dengan menjalankan sunnahsunnah dan anjurannya, sebaliknya seseorang akan merasa sedih apabila
tidak hidup dengan mengikuti pola hidup Rasulullah saw dan menjauhi
sunnah-sunnahnya.
Perasaan keimanan ini merupakan perasaan yang tertinggi atau terdalam.
Perbuatan manusia yang luhur, yang suci bersumber pada perasaan
keTuhanan ini. Dengan perasaan keTuhanan segala sesuatu akan tertuju
kepada-Nya (Walgito, 2002).
Dengan syahadatain yang mempengaruhi aspek ini akan berimplikasi kepada
terbentuknya pribadi yang memiliki:
1. Memiliki aqidah (l<eyakinan) yang selamat. Yaitu keyakinan yang benar
tentang keimanan, yang jauh dari kemusyrikan. Seperti yang dikatakan
96
Mujib (2006), bahwa dengan adanya keyakinan ini, individu memiliki
kepribadian bebas, merdeka dan tidal< terbelenggu oleh tuhan-tuhan yang
nisbi dan temperer, untuk menuju pada lindungan dan naungan Tuhan
yang Mutlak lagi Sempurna. Kata tiada tuhan selain Allah mengandung
arti peniadaan (naf1) segala tuhan-tuhan relative dan temporer, sedang
kata kecuali Allah mengandung arti menetapkan (itsbat) pada Tuhan yang
Mutlak dan Sempurna. Penuhanan sesuatu selain Allah sarna artinya
dengan pembelengguan diri dan membatasi kebebasan manusia sebagai
makhluk yang mulia. Perhatikan firman Allah Swt.:
~
:1;:.
~!'i;i ro:-
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah }etas }a/an yang benar daripada }a/an yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidal< akan putus. Dan Allah MahE"
Mendengar /agi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Baqoroh : 256)
2. Keteguhan hati. Keteguhan hati yang dimaksud adalah bahwa
seorang muslim hendaknya senantiasa bekerja sebagai mujahid di
jalan Allah yang mengantarkan kepada tujuan, betapa pun jauh
jangkauannya dan lama wal<tunya, sehingga bertemu Allah dalam
keadaan demikian, sedangkan ia telah berhasil mendapatkan salah
97
satu dari dua kebaikan: meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya.
Firman Allah Swt.,
"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa
yang te/ah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pu/a) yang menunggu- nunggu
dan mereka tidak merobah (janjinya)" (Q. S Al-Ahzab: 23)
3. Perasaan penuh kegembiraan. Kegembiraan yang terbentuk adalah
kegembiraan atas segala perbuatan amal baiknya yang mE:mdapatkan
keridhaan dari Allah dan Rasul-Nya. Kegembiraan yang justru
memberikan pancaran keimanan yang juga dirasakan oleh orang lain.
Bukan l<egembiraan yang diperoleh karena telah melakukan sebuah
pekerjaan yang menjerumuskan dan merugikan orang lain. gembira atas
l<esusahan orang lain, gembira karena kekalahan orang lain, dan rasa
gembira untuk menutupi kelemahannya. Seperti yang Allah firmankan,
"Maka Tuhan meme/ihara mereka dari kesusahan hari itu, dan
memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati."
(Q.S Al-lnsaan: 2)
98
"Mereka dalam keadaan disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang
masih tinggal di belakang yang be/um menyusul mereka, /)ahwa tidal< ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pu/a) mereka bersedih hati''.
(Q.S Ali-lmran: 170)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ia/ah Allah"
Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan
turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan
janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
Te/ah dijanjikan Allah kepadamu". (Q. S Fushilat: 30)
4. Memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Rasa cinta yang hakiki dan abadi
dalam bentuk penghambaan secara total kepada Allah dan kecintaan
kepada Rasul-Nya yang memiliki keagungan akhlaknya. Dari inilah
beriringan muncul kecintaan-kecintaan kepada seluruh makhluk yang
lainnya berdasarkan syariat yang ditetapkannya tanpa melebihi
kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. lni sebenar-benar cinta, cinta
yang agung bukan kehinaan, cinta yang abadi bukan kepunahan, cinta
yang sesungguhnya bukan kepura-puraan, cinta persaudaraan bukan
cinta permusuhan. Firman Allah Swt.,
99
J
,..
J.
,,
/
OJ~ ~j
....
,,. ,,
,,
.,, ...
,..
J
J.
,..
,..
..,,..,
-;: ...
/,,,..
,.
• -:::,..
r-f-lj _r.-LD> 0-4 u;.+" ~ ,y ~~lj1 jl..\11 _,~).; u:.;\Jlj
~) "':i...;,L;:,;.. ~ 01{')13 ~f j.c ~_,)~) 1;_,t1.:.; ~b. (0~_,J:o
"Dan orang-orang yang Te/ah menempati kota Madinah dan Te/ah
beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
(Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan
mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan da/am hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri merel<a sendiri,
sekalipun mereka dalam l<esusahan. dan siapa yang di,oelihara dari
kekikiran dirinya, mereka /tu/ah orang orang yang beruntung". (Q.S Alhasyr: 9).
Dari Mu'adz r.a, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:
"Allah 'Azza wa Jal/a berfirman: "Siapa saja yang mencintai karena
keagungan-Ku, mereka akan mendapatkan beberapa mimbar terbuat dari
cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan orang-orang yang mati
syahid." (H.R Tirmidzi)
Dengan adanya perasaan cinta yang benar ini, maka muncullah perasaan
kasih sayang. Kasih sayang yang terbentul< karena keimanan dan
perbuatan amal saleh. Dengan kasih sayang akan menepiskan
permusuhan, dan munculnya rasa empati dan simpati dari semua orang.
Firman Allah Swt.,
:P!:HPIJSUH<APiJ\! !Ht,MJI
SYllRIF iill]AYl\lllUJ\H ~NITT,,~ 11 tll
100
"Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang
kepadamu, maka katakan/ah: "Sa/aamun alaikum. Tuhanmu telah
menetapkan atas diri-Nya, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat
kejahatan di antara kamu /antaran kejahilan, kemudian ia bertaubat
setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun /agi Maha Penyayang". (Q. S AlAn'am: 54)
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sa/eh, kelak
Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (/1ati) mereka rasa
kasih sayang" (Q.S Maryam: 96).
Rasulullah saw bersabda, " .... Barang siapa yang tidak mengasihi tidak
akan dikasihi". (H. R Bukhari)
5. Ketulusan dan keikhlasan. lkhlas yang dimaksud adalah bahwa seorang
muslim dalam setiap kata-kata, aktivitas, perbuatan, dan jihadnya, semua
harus dimaksudkan semata-mata mencari ridha Allah dan pahal-Nya.
Firman Allah Swt.,
101
"Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan
berpegang teguh pada (agama) Allah dan tu/us ikhlas (me1ngerjakan)
agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama
orang yang beriman dan ke/ak Allah akan memberikan kepada orangorang yang beriman pahala yang besar''. (Q. S An-Nisa: 146)
6. Mampu mengendalikan emosi. Dengan adanya pengendalian emosi ini,
maka individu mampu menyeimbangkan antara emosi !<arena Allah, atau
emosi yang datang !<arena hawa nafsu dan godaan syetan. Serta
keseimbangan emosi yang menyangkut l<epada kebutuhan jasmani
maupun rohani. Firman Allah Swt.,
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa
sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (be/aka).
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang m€mgikuti hawa
nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (Q.
S Al-Qhasas: 50)
Dari Abu Muhammad (Abdullah bin Amr bin al-Ash r.a), dia berkata:
"Rasu/ullah saw telah bersabda: "Tidaklah sempurna iman seseorang
diantara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah
aku sampaikan". (Hadis hasan shahih. Kami telah meriwayatkan dalam
kitab A/-Hujjah dengan sanad yang shahih). Hadis ini dikaf"akan dhaif. Dan
kekurangan hadis ini diterangkan oleh Al-Hafidz lbnu Rajab (Al-Hanbali,
1419 H).
102
Hal-ha! tersebut merupakan sifat-sifat yang diajarkan oleh Allah swt melalui
RasuJ-Nya, yang disebutkan di dalam AJ-Quran. Sehingga sifa1t tersebut patut
dimiliki oleh individu, agar selamat di dunia dan akhirat dengan penuh
ketenangan dan kebahagiaan. Demikianlah, pribadi syu'urin yang memiliki
sifat-sifat 'ibadurrahman".
'/badurrahman atau hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu adalah
hamba-hamba Allah yang mendapatkan kemulian karena sifat mulia yang
dimilikinya, yaitu orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan, orang-orang yang sembahyang tahajjud di
malam hari semata-mata karena Allah, orang-orang yang senantiasa berdoa
kepada Allah agar dijauhkan dari 'azab jahannam yang merupakan
kebinasaan yang kekal, orang-orang yang apabila membelanjakan (harta)
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, orang-orang yang tidak
menyembah tuhan yang Jain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina, orang-orang yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya dan mengerjakan amal saleh, orang-orang yang tidak
memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orangorang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka Jalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya, oranu-orang yang
103
apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah
menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta, orang-orang yang
senantiasa berdoa kepada Allah agar dianugrahkan l<epadanya isteri-isteri
dan keturunannya sebagai penyenang hati (kami), dan jadika11nya sebagai
imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka hamba-harnba yang
dimuliakan Allah akan menempati syurga yang abadi. Gambaran tentang
sifat-sifat tersebut dapat dilihat dalam firman Allah Swt. Q. S Al-Furqan: 63-76.
3. Pola yang berorientasi pada Aspek Konatif
Kesaksian kepada tiada tuhan selain Allah harus dibuktikan dengan
perbuatan nyata ('ama/), sebagai konsekuensi atas ucapan dan pembenaran
hati. Dimana 'amal ini termasuk kedalam aspek konatif atau kemauan yang
mencakup pada bentuk bereaksi, berbuat, berusaha; berkemauan,
berkehendak. Aspek konatif kepribadian itu ditandai dengan tingkah laku
yang bertujuan dan impuls untuk berbuat (Chaplin, 1989).
Menurut Bigot dalam Walgito (2002) bahwa konasi adalah yang berhubungan
dengan motif. Branca dalam Walgito (2002) mengatakan, motif berasal dari
bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to move. Karena itu motif
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organism19 yang
mendorong orang untuk berbuat atau merupakan driving force.
104
Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sencliri, tetapi, saling
kait mengait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
motif disebut dengan motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang
berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka
orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi
(motivated behavior). Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu yang
atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan demikian
dapat dikemukakan bahwa motivasi itu mempunyai tiga aspel<, yaitu (1)
keadaan terclorong dalam diri organisme (a driving state), yaitu kesiapan
bergerak karena kebutuhan misalnya, kebutuhan jasmani, karena keadaan
lingkungan, atau karena keaclaan mental seperti berfikir dan ingatan, (2)
perilaku yang timbul clan terarah karena keadaan ini; dan (3) 9oal atau tujuan
yang dituju oleh perilaku tersebut (Walgito, 2002).
Oleh karena itu, keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya akan berfungsi
sebagai pengarah tingkah laku dan motif dalam berprilaku. Sebelum mengerti
kandungan syahadatain, mungkin tingkah laku seseorang mengikuti atau
termotivasi oleh hawa nafsunya, menuruti bagaimana kondisi lingkungan.
Berpakaian, bersikap, bergaul, mengisi waktu dengan kebiasaan-kebiasaan
jahiliyah yang tidak ada tuntunannya dari Islam. Tetapi setelah mengerti
syahadatain ini ia berubah. Tingkah lakunya mencerminkan akhlak lslami,
105
pergaulannya mengikuti syariah, waktunya diisi dengan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Dalam aspek ini syahadatain memotivasi individu untuk melakukan ibadah
dan amal kebaikan, yang diperintahkan oleh Allah swt dalam wahyu-Nya
melalui nabi Muhammad saw sebagai contoh yang patut diikuti, dengan
melakukan hubungan baik dengan dirinya, lingkungannya dan dengan
Tuhannya. Ketiga aspek dalam pribadi individu ini harus saling berhubungan
(ittishal) atau musyahadah secara terus-menerus dalam berakivitas sejak dari
kehidupan di dunia sampai kehidupan abadi. Dengan demikian, yang
mendasari suatu pekerjaan adalah aqidah. Pekerjaan hati lebih penting
ketimbang pekerjaan anggota badan. Namun keduanya harus berjalan
dengan seimbang agar mencapai kesempurnaan antara hati dan anggota
badan. Adapun yang! dimaksud dengan amal disini adalah bahwa ia
merupakan buah dari ilmu (sisi kognisi) dan keikhlasan (sisi afeksi). Firman
Allah Swt.,
"Dan Katakanlah: "Beketja/ah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat peketjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, /a/u
106
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Te/ah kamu kerjakan." (Q. S AtTaubah: 105)
Pribadi yang senantiasa bekerja dengan landasan ilmu dan keikhlasan ini
disebut dengan pribadi 'amilin yaitu pribadi orang-orang yang senantiasa
beramal untuk kebaikan. Sehingga dia menjadi pribadi yang dijanjikan syurga
oleh Allah swt. Seperti yang dijanjikan oleh Allah dalam firman-Nya,
"Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telai1 memenuhi
janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang
kami (diperkenankan) menempati tempat da/am syurga di rnana saja yang
kami kehendaki; maka syurga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang
yang beramal." (Q. S Az-Zumar: 74)
"Dan orang-orang mukmin dan beramal so/eh serta beriman kepada apa
yang diturunkan kepada Muhammad dan itu/ah yang haq dari Tuhan mereka,
Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki
keadaan mereka." (Q. S Muhammad: 2)
Dengan syahadatain dan segala keagungan maknanya, maka amal yang
dibentuk pada diri individu adalah agar individu menjadi orang yang:
107
I. Rajin dan gemar beribadah. lndividu mampu menjalank.an ibadahnya atau
ajaran-ajaran agamanya dengan benar sesuai dengan ketetapan yang
telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, akan
terjalin hubungan yang baik antar individu dengan Tuhannya.
2. Memiliki prilaku atau akhlak yang mulia dan kokoh. Dalam artian, akhlak
yang bukan bersifat sementara untuk menutupi kekurangannya, seperti
yang digambarkan oleh freud dalam mekanisme pertahanan diri (defens
mechanisme).
3. Memiliki fisik yang sehat dan kuat. Sehingga, denga adanya fisik nyang
kuat dan sehat ini menjadi penopang di dalam melakukan amal-amal
kebaikan dan penghambaan kepada Allah swt. Dengan adanya fisik yang
sehat dan kuat ini pun akan terdapat jiwa yang sehat pula.
4. Memiliki kesungguhan terhadap dirinya untuk senantiasa mengasah
dirinya dalam mengaktualisasikan keislamannya. Sehingga menjadi
muslim yang berprestasi (achievement), kreatif, produktif, inovatif.
5. Mampu mengatur waktunya dengan baik. Dengan demikian, individu
senantiasa berusaha untuk memanfaat waktunya untuk hal-hal yang
bermanfaat saja.
6. Disiplin dan rapi dalam segala urusannya.
7. Mampu hidup secara mandiri clan mampu berusaha untuk menafkahi
dirinya. lndividu menjadi orang yang mandiri dalam hidupnya, dengan
terus mengembangkan potensi dirinya yang dianugerahi fa.llah swt.,
108
sehingga dia mampu menjalani hidupnya dengan penuh semangat dan
terus berusaha agar mampu menafkahi dirinya sendiri.
Demikianlah pembahasan tentang Kepribadian Syahadatain ini. Untuk
mempermudah memahami secara global pada pembahasan ini, penulis
menyusunnya dalam bentuk skema, yang dapat dilihat pada skema 1
halaman 109.
109
Skema 1. Kepribadian Syahadatain
Syahadatain
Al-Iqraar
Al-i'vfiitsaaq
Prm~1r
Dan Urgc11s1
Pmtu 1'v1asuk Islam
Dasar
Hakiknt
Pcrubahan
Dakwnh Rasu!
Ganjaran
Yang Bcsar
Synra1
Pcncrimaan
l!mu f. kcbodohan
Ynkin f. Kcrngmm
lkhlas f. Kcmusyrikan
Kcbcnaran f. Kcbohongan
C mta f. Kcbcncian
!'cncrimaan f. Pcnolakan
l'chtksamwn t Sikap Diam
A! lmnn
Al-Oau/, A1-l'lwsd11q, Al- 'Amat
Rasulullah SAW:
Allah
1\,hikna
/.ua tfaha il/alloh
Makna
1\f11lwmmadurras11/11/lah
Ru!e Model
Asma Wa Shif<ll
Good lvtodcling
Pcmahaman
Drm Pcnglrnvatnn
Konatil=1
Kognitif
-]
Pribad'1
Prib<1di
Pribadi
'Ari/im
Sv11'11riin
'Ami/in
110
BAB 3
KESEHAT AN MENTAL
Dalam bab ini, untuk memperoleh gambaran yang ideal tentang kesehatan
mental yang baik, penulis mencoba menyusun pandangannya kepada empat
hal.
Pertama
: Definisi Kesehatan Mental.
Kedua
: Kriteria Sehat Mental
Ketiga
: Pola Pembentukan Kesehatan Mental.
3. 1 Definisi Kesehatan Mental
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), kesehatan bernsal dari kata
sehat yang berarti keadaan baik segenap badan serta bagian--bagiannya
(bebas sakit), dan baik dalam, keadaan normal (tentang fikiran). Sedangkan
mental adalah hal yang menyangkut batin dan watak manusia yang bukan
bersifat badan atau tenaga. Secara etimologis kata "mental" berasal dari kata
Latin "mens" atau "mentis" artinya: roh, sukma, jiwa, dan nyawa.
Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang
berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari
111
hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Burhanudin, 1999). Dengan
demikian, mental hygiene atau ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang
mempelajari masalah kesehatan mental atau jiwa, bertujuan mencegah
timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi dan
berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta
memajukan kesehatan jiwa rakyat (Kartono & Andari, 1989).
Hal ini dapat dilihat bahwa kesehatan mental adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang membahas tentang kesejahteraan manusia dan meliputi
semua bidang yang berhubungan dengan manusia. Ada tiga tujuan utama
dari kesehatan mental: (1) pencegahan (prevention) terhadap mental
disorder (kekacauan mental) melalui pemahaman terhadap pola hubungan
antara pengembangan kepribadian yang sehat dan pengalaman hidup; (2)
pemeliharaan (preservation) terhadap kesehatan mental pade1 individu dan
kelompok; dan (3) penemuan (discovery) dan pemanfaatan (utilization)
standar terapi (pengobatan) untuk menyembuhkan penyakit mental (Crow &
Crow, 1951 ).
Berkaitan dengan hal di alas maka kesehatan mental adalah berbagai
macam cara yang dilakukan untuk menuju kesehatan fisik, namun perhatian
utamanya adalah pada gejala mental. lstilah "mental" diambil untuk meliputi
semua aspek pada individu, yang melibatkan aktivitas intelektual, reaksi
112
emosional, ciri kepribadian, atau pengembangan karakter. Kesehatan mental
dapat membantu untuk memahami kebutuhan psikologis masyarakat dan
bagaimana cara untuk menemukannya (Red! & Wattenberg, ·J951). Hal itu
dapat membantu di dalam menghadapi berbagai kemungkinan situasi yang
dapat mengancam kesehatan mental, namun tidak untuk membuat aturan
yang baku dalam memberi perlakuan (treat) pada gangguan mental.
Atas dasar itu semua, untuk mendapatkan gambaran secara utuh, maka
penulis pun mencoba mengutip beberapa definisi tentang kesehatan mental,
dari beberapa ahli yang menangani ilmu kejiwaan, baik dari pandangan Baral,
Timur, maupun menurut pandangan Islam. Semua pandangan tersebut,
diharapkan mampu memberikan satu gambaran yang utuh tentang
kesehatan mental, walaupun banyak pandangan yang berbeda. Karena
setiap manusia pasti memiliki harapan dan tujuan yang sama didalam
mencapai hidup yang sehat, baik fisik maupun mental, sehingga walaupun
cara dan pandangannya berbeda-beda, namun memiliki tujuan yang sama.
Oleh karena itu, akhirnya banyak para psikolog berusaha untuk mencari dan
membuat definisi tentang kesehatan mental. Secara umum, para psikolog
mendefinisikan kesehatan mental sebagai sebuah kematangan seseorang
pada tingkat emosional dan kematangannya secara sosial untuk melakukan
upaya adaptasi dengan dirinya sendiri dan alam sekitar, serta kemampuan
113
untuk mengemban tanggung jawab kehidupan dan menghadapi segala
problematikanya. Dengan demikian seorang individu akan mampu
menghadapi kenyataan hidup dengan perasaan senang, tenteram, dan
bahagia (Najati, 2003).
Menurut Maninger dalam Wiramihardja (2005), sehat mental merupakan
penyesuaian manusia terhadap dunia lingkungannya dan terhadap diri orang
lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. E'fektifitas dan isi
dari cara orang hidup yakni adanya penghormatan terhadap ketaatan alas
aturan main yang dilakukan secara menyenangkan. Dalam mental yang
sehat harus terdapat kemampuan dalam memelihara dirinya, temperamen,
intelegensi yang siap dipakai, perilaku yang memiliki pertimbangan sosial,
dan adanya disposisi (kecenderungan) merasa bahagia.
Selain itu, menurut English dalam Wiramihardja (2005) kesehatan mental
adalah keadaan yang relatif menetap dimana seseorang well adjusted
memiliki semangat hidup yang cukup untuk menghadapi masalah sehariharinya dan senantiasa berusaha untuk mengaktualisasikan atau
merealisasikan diri. Jadi, kesehatan mental itu adalah keadaan pribadi yang
positif dan tidak sekedar tidak adanya gangguan mental.
114
Definisi yang lain diungkapkan oleh Kilander (1957) seorang ahli kesehatan
mental, bahwa orang yang sehat sama dengan orang yang berkepribadian
normal. Sementara individu yang normal adalah orang yang memperlihatkan
kematangan emosional, menerima realitas, bisa bekerja sama dan bisa hidup
bersama dengan orang lain, serta memiliki filsafat hidup yang menjaga
dirinya ketika komplikasi-komplikasi kehidupan sehari-hari memjadi gangguan.
Menurut keputusan yang disepakati WFMH (World Federation for Mental
Health), yang dikutip oleh Wiramihardja (2005) bahwa yan[l dimaksud
dengan sehat mental adalah:
1. Sehat Mental adalah suatu keadaan yang optimal pada sisi intelektual,
emosional, dan sosial, serta tidak semata-mata tidak adanya gangguangangguan mental, sepanjang tidal< mengganggu lingkungannya, secara
khusus, lingkungan sosial.
2. Masyarakat yang sehat secara mental adalah masyarakat yang
memberikan kesempatan optimal kepada setiap anggotanya untuk
mengaktualisasikan setiap potensialitasnya.
Sadli (1982), mengungkapkan tiga orientasi dalam kesehatan mental, yaitu:
1. Orientasi Klasik: seseorang dianggap sehat mental bila ia tak
mempunyai keluhan tertentu, seperti: ketegangan, rasa lelah, cemas,
rendah diri atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan
115
perasaan "sakit" atau "rasa tak sehat" serta mengganggu efisiensi
kegiatan sehari-hari. Orientasi klasik ini banyak dianut di lingkungan
Kedokteran.
2. Orientasi penyesuaian diri: seseorang dianggap sehat secara
psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
3. Orientasi pengembangan potensi: seseorang dianggap mencapai taraf
kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri.
Selain itu, Al-Qussy (1969) memberikan definisinya tentang kesehatan
mental (~I~\),
i> ;;.J.lll\ C" ~ 4 01;.;, ·l\ ~I i...d.l Lla.; LJ:H ~l.Slll .;I i"l:i:I\ J9 l.;ll\
.J ~ ul....i~I i> 0.1\&. \):ii ~I ~.1WI :i.,.,...J.lll uL.j'l/I ~l.JA
•~Li.S..11.; ii.11Jw4 (ft4-:i"i1 LJ-''t..-"illll...
. "rmya, Kemampuan beradaptasi secara sempuma diantara berbagai situasi
jiwa yang beragam, serta mampu untuk menghadapi krisis kejiwaan yang
biasanya banyak menimpa manusia dengan tetap berprasangka posistif yang
ditandai dengan adanya perasaan senang dan merasa berkecukupan.
Definisi yang lain juga disampaikan oleh Fahrni (1977), yang rnembagi
pengertian kesehatan mental menjadi dua, yakni: (1) bahwa kesehatan
116
mental adalah bebas dari gejala-gejala penyakit jiwa dan gan11guan kejiwaan.
(2) kesehatan mental adalah dengan cara aktif, luas, lengkap tidak terbatas;
ia berhubungan dengan kemampuan orang untuk menyesuail<an diri dengan
dirinya sendiri dan dengan masyarakat dilingkungannya.
Najati (2000) memberikan definisi tentang kesehatan mental clalam bentuk
merealisasikan keseimbangan dalam proses memenuhi kebut.uhan fisik dan
spiritual merupakan syarat utama untuk mewujudkan kepribaclian mantap
yang pada gilirannya akan menghasilkan mental yang sehat. Mental seperti
inilah yang disinggung di dalam Al-Qur'anul Karim dengan term an-nafsu/
muthma'innah. Manusia yang berkepribadian mantap tidak lain adalah orang
yang memiliki an-nafsul muthma'innah, yakni orang yang fisiknya sehat clan
kuat, mampu melampiasl<an kebutuhan primernya dengan cara yang halal,
dan memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan cara berpegan!1 teguh pada
akidah tauhid, mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan menjalankan
ibadah dan beramal shalih, serta menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan
hal-hal yang mendatangkan murka Allah Ta'ala. Manusia yang
kerkepribadian mantap merupakan orang yang senantiasa stabil prilakunya.
Semua ucapan maupun perbuatannya senantiasa sesuai den(Jan ajaran yang
ditetapkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quranul Kariim clan aturan yang
diajarkan oleh Rasulullah saw di dalam Sunnah Syarifah.
117
Dengan demikian, melihat banyaknya definisi yang disampaikan oleh para
ahli, maka dalam memberikan batasan tentang definisi kesehatan mental,
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai
kemampuan adaptasi seseorang dengan dirinya sendiri dan dengan alam
sekitar secara umum, sehingga dia merasakan senang, bahagia, hidup
dengan lapang, dan berperilaku sosial yang normal, serta mampu
menghadapi dan menerima berbagai kenyataan hidup. Namun, pada tahun
1984 WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan
satu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan
sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologis, dan sosial, akan
tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama (empat dimensi: bio-psikososio-spirituaf) (Hawari, 1997).
Dari batasan tersebut, Daradjat (2001) memberikan rumusannya tentang
kesehatan mental, yaitu:
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan
jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose). Definisi
ini banyak dianut di kalangan psikiatri yang memandang manusia dari
sudut sehat atau sakitnya.
2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta
lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini nampaknya lebih luas dan lebih
118
umum dari definisi pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan
secara menyeluruh.
3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan
untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta
terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini
menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap,
pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja
sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang
dari sifat ragu-ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan
konflik batin.
4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan
untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan
pembawaan yang ada semaksimal mungkin,
sehing!~a
membawa
kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan
dan penyakit jiwa. Definisi keempat ini lebih menekankan pada
pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pernbawaan yang
dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat dan
kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
5. Kesehatan mental adalah terwujudnya l<eserasian
yan~1
sungguh-
sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian
diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan
119
keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat. Definisi ini
memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus
diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan
penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan pengembangan
hubungan baik dengan sesama manusia.
Dari beberapa pandangan di atas, penulis melihat bahwa dari berbagai
perbedaan yang dikemukakan ada empat hal yang menjadi penekanan para
ahli jiwa tentang kesehatan mental, yaitu: (1) terbebasnya individu dari gejala
(symptom) gangguan atau penyakit kejiwaan; (2) adanya pandangan bahwa
kesehatan mental merupakan kemampuan yang berputar pada penyesuaian
diri; (3) adanya pandangan bahwa kesehatan mental lebih berputar kepada
pengembangan potensi diri; (4) adanya pandangan bahwa kesehatan mental
dipengaruhi oleh agama atau dilandasi oleh keimanan.
Oleh karena itu, dari sebagian ahli jiwa mengatakan bahwa inti dari
kesehatan mental adalah kemampuan penyesuaian diri secara personal
maupun sosial terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya, serta
adanya keseimbangan yang harmonis antara kebutuhan fisiologis dan
kejiwaan (Najati, 2003). Dengan demikian, adanya hubungan yang baik
antara lndividu dengan dirinya sendiri, hubungannya dengan sesama
120
manusia, hubungannya dengan alam semesta, serta hubungannya dengan
Tuhannya.
Namun disisi lain, Langgulung (1986) mengatakan bahwa adanya sebuah
kekeliruan didalam memandang definisi kesehatan mental. Menurutnya
mereka mendefinisikan kesehatan mental sebagai kesanggupan
penyesuaian diri atau penyesuaian sosial atau l<eduanya sekaligus. Atau
merel<a menentukan berbagai sifat seseorang seperti menerirna dirinya,
keserta mertaan, l<esanggupan mencipta hubungan-hubungan sosial yang
berhasil dan sifat yang lain. lni disebabl<an kerena adanya pencampur
adul<an antara kesehatan mental dan gejala-gejala l<esehatan mental yang
wajar.
Sehingga, menurut Langgulung (1986) l<esehatan mental sesEwrang adalah
l<eadaan psil<ologisnya secara umum, sedang kesehatan mental yang wajar
adalah l<eadaan terpadu dari berbagai tenaga seseorang yang menyebabl<an
ia menggunakan dan mengeksploitasinya sebail<-baiknya
yan~J
selanjutnya
menyebabkan dia mewujudkan dirinya atau mewujudkan kemanusiaannya
Definisi ini mengandung dua bagian: bagian pertama menyatakan keadaan
kesepaduan tenaga-tenaga seseorang. Sedangkan bagian kedua pada
definisi itu menyatakan kesanggupan seseorang menggunakan tenagatenaga ini dengan baik yang menyebabkan eksistensi dirinya. Tentang
121
kesepaduan tenaga-tenaga seseorang diumpakan bahwa seseorang itu
sudah dipersiapkan dengan tenaga psikologis utama yang diperlukan untuk
melaksanakan berbagai fungsi psikologisnya. Tenaga ini mempunyai tiga
bentuk: tenaga intelektual dan kognitif, tenaga emosional, dan tenaga
motivasi
Dari beberapa pandangan dan definisi yang disampikan oleh para ahli jiwa
tersebut penulis melihat bahwa yang menjadi faktor utama munculnya mental
yang sehat adalah karena adanya kemampuan secara baik (positif), benar
dan seimbang didalam mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaan (seperti fungsi
kognisi, afeksi dan konasi) didalam interaksinya terhadap diri sendiri, orang
lain, alam sekitar, dan interaksi yang paling utama dengan Tuhannya.
Sebaliknya, jika dia tidak mampu mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaan
yang ada secara bail<, benar dan seimbang, maka akan memuncull<an
kondisi yang kurang sehat pada dirinya didalam interaksi dengan dirinya
sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya, maka muncul gangguangangguan kejiwaan.
Dalam hal ini, Daradjat (2001) memberikan pandangannya, bahwa
kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan
untu~:
menghadapi
problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan
__ _____ __
..•
,-...,,,~·-·~-~
i
. f.lll<J
,,,,,.
,
!"""""""''"~'''"'
*'~h~r ~Ji§ ~ANCAJ.\JJ tfTJ\~'~t\
81{,~f!IF lillJAYJfflilL!Ui ,Ml<lifffA
I
J
122
r
- - · - - · - - - - - · - , , -..___J
pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi
jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling
menunjang dan bekerja sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang
menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa
gelisah dan konflik batin. Sehingga, optimalisasi daya kejiwaan dengan baik
dan benar merupakan sesuatu hal yang sangat penting didalam mewujudkan
mental yang sehat pada seseorang.
Menurut kalangan dokter-dokter jiwa di dalam mengetahui tin9kah laku
manusia menjadi gejala (simptomato/ogy) atau suatu penyakit, mereka
memberi istilah "tiga koordinat psikiatrik" (psychiatric coordinates) yang
menjadi tiga alam kehidupan manusia sehari-hari (Nasution, 2001):
a) alam perasaan (feeling life)
b) alam pikiran (thought processec)
c) alam perbuatan (behavior).
Seperti yang diungkapakan pada pembahasan sebelumnya (Teten dan
Kants) bahwa fungsi kejiwaan manusia terdiri dari:
1. Kognisi yang berhubungan dengan pengenalan
2. Emosi yang berhubungan dengan perasaan
3. Konasi yang berhubungan dengan kemauan (motif).
123
Dengan demikian, akhirnya penulis mengambil kesimpulan, bahwa
kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu dengan
seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi
kejiwaannya (kognitif, afektif, dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan
eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam
sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya
dengan baik dan benar.
3. 2 Kriteria Sehat Mental
Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau terganggu mentalnya,
tidaklah mudah. Karena tidak mudah diukur, diperiksa, atau dilihat dengan
alat-alat seperti halnya dengan kesehatan badan. Biasanya yang dijadikan
bahan penyelidikan atau tanda-tanda dari kesehatan mental adalah tindakan,
tingkah laku atau perasaan. Karenanya seseorang terganggu kesehatan
mentalnya bila terjadi kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau
tindakannya (Daradjat, 2001 ).
Meskipun kesehatan mental itu relatif, dimana keharmonisan yang sempurna
antara keseluruhan fungsi-fungsi tubuh itu tidak ada, para ahli jiwa berupaya
mengukur seberapa jauh jarak seseorang dari kesehatan mental yang normal
dengan membuat beberapa kriteria mental yang sehat. Mental yang sehat
124
berarti seseorang telah terhindar dari gejala-gejala gangguan dan penyakit
jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan
bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan
bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hid up (Daradjat, 2001 ).
Menurut Langgulung (1986), sebagian orang menggunakan rnetode statistik
untuk menggunakan tingkah laku normal, orang lain pun menggunakan
norma-norma sosial, sedang orang lain lagi menggunakan bingkai-bingkai
teori tertentu yang dari situ ditentukan konsep kesehatan mental yang wajar,
kemudian ia meletakkan ciri-ciri tingkah laku sehat berdasar pada konsep ini.
Selain norma-norma sosial ada juga yang menggunakan norrna-norma
agama didalam melihat kondisi kesehatan mental seseorang. Hal ini
berdasarkan pada pandangan bahwa agama/keruhanian merniliki daya yang
dapat menunjang kesehatan jiwa. Dan kesehatan jiwa diperoleh sebagai
akibat dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, serta menerapkan
tuntunan-tuntunan keagamaan dalam hidup (Bastaman, 1997).
Abraham Maslow dalam Budiman (1996) pun rnemberikan beberapa kriteria
mental yang sehat yang dapat terjadi bila adanya keseimbangan (equi/ibrum)
antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohaninya. Maslow mengemukakan
bahwa kriteria mental yang sehat adalah sebagai berikut:
125
1. Mempunyai harga diri yang wajar. Seseorang yang mempunyai harga diri
yang wajar (terlalu rendah ataupun terlalu tinggi) akan sering merasa tidak
puas, sering kecewa terhadap kenyataan yang dihadapi, pun suka
melemparkan kritik alas kecemasannya.
2. Mempunyai rasa aman. Kaitan rasa aman cukup luas, sangat ditentukan
oleh pengalaman hidup seseorang, baik berupa kebahagiaan maupun
penderitaan.
3. Mempunyai spontanitas yang baik, mudah dan leluasa menampilkan
emosinya secara rasional dan spontan tanpa dibuat-buat. Sikap spontan
mempunyai nilai positif dalam pengembangan diri secara optimal, karena
ia dapat melihat kelebihan orang lain tanpa merendahkan dirinya.
4. Mempunyai pandangan realistis, cal<rawala luas dan sikap wajar. Orang
yang berpandangan realistis tidak akan berhayal secara berlebihan dan
tidak wajar. Dia akan menghadapi kenyataan sebagaimana mestinya
dengan penuh keberanian dan keyakinan diri, dan sikap tidak berpurapura.
5. Mampu memuaskan kebutuhan secara wajar. Memuaskan kebutuhan
jasmani secara wajar, tidak mengganggu ataupun merugikan orang lain,
dan mampu mengukur kebutuhan tanpa berlebihan.
6. Sanggup melihat dirinya sendiri secara terbuka. Melihat diri sendiri secara
cermat, lalu mengetahui baik kelebihan ataupun kekurangan dirinya,
126
mengenal siapa dirinya dengan sebenarnya tanpa berusaha menutupnutupi dengan maksud agar orang Jain hanya melihat kebaikannya saja.
7. Memiliki kepribadian yang konsisten dan terintegrasi. Orang yang dinilai
cukup sehat mentalnya memiliki pribadi yang konsisten, ticlak cepat
terumbang-ambing oleh masalah, sikapnya tegas dan mernenuhi segala
tugas yang dibebankan kepadanya clengan baik.
Coleman dalam Wiramiharja (2007) mengajukan enam sifat orang yang sehat
mental berdasarkan berbagai ciri orang yang sehat mental yaitu:
1. Adanya sikap positif terhadap dirinya sendiri, dalam
bentu~;
penerimaan
diri apa adanya, identitas diri yang adekuat (memadai), penilaian realistik
alas kelebihan dan kekurangan orang Jain.
2. Menyangkut persepsi atas realitas, yaitu adanya pandangan yang realistik
terhadap diri sendiri dengan Jingkungannya, baik orang maupun barang.
3. Menyangkut integritas, yaitu adanya keutuhan pribadi, bebas dari
ketidakmampuan menghadapi konflik dalam diri (inner conmct) dan
adanya toleransi terhadap stress.
4. Kompetensi, yaitu adanya kemampuan fisik, intelektualitas, dan sosial
untuk menanggulangi permasalahan nyata kehidupannya.
5. Otonom, yaitu adanya keyakinan diri (self-reliance), rasa tanggung jawab
(responsibility), dan pengarahan diri (self-direction) bersama-sama
kemandirian yang memadai (sufficient) menyangkut pengaruh sosial.
127
6. Pertumbuhan aktualisasi diri (Growth! Self-Actualization), yaitu adanya
kecenderungan untuk meningkatkan kematangan diri, mengembangkan
potensionalitas dan adanya self-fulfilment (kecukupan perasaan senang,
kepuasan, kemadaan) sebagai person atau pribadi.
Selain itu, Atkinson (1993) mengemukal<an enam indikator normalitas
kejiwaan seseorang, yaitu :
1.
Persepsi realitas yang efisien. lndividu cukup realistis dalam menilai
kemampuannya dan dalam menginterpretasikan terhadap dunia sekitar
dan tidak selalu berfikir negatif.
2.
Mengenali diri sendiri. lndividu dapat menyesuaikan diri adalah individu
yang mempunyai kesadaran motif dan perasaannya sendiri.
3.
Kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara wajar. lndividu yang
normal memiliki kepercayaan yang kuat akan kemampuannya sehingga
mampu mengendalikannya.
4.
Harga diri dan penerimaan. Penyesuaian diri seseorang sangat
ditentukan oleh penilaian terhadap harga diri dan merasa diterima oleh
lingkungan sekitarnya.
5.
Kemampuan untuk membentuk cinta kasih. lndividu yang normal dapat
membentuk jalinan kasih sayang yang erat serta mampu memuaskan
orang lain, ia peka terhadap orang lain serta tidak menuntut yang
berlebihan kepada orang lain.
128
6.
Produktifitas lndividu. lndividu yang bail< adalah yang menyadari
kemampuannya dan dapat diarahkan pada aktifitas yang produktif.
Crow & Crow (1951) mengungkapkan, bahwa inividu yang memiliki mental
yang baik adalah individu yang memiliki potensi yang kuat dan menunjukkan
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Mampu memahami dan mengatasi reaksi psikologisnya dan problem
penyesuaian dirinya.
2.
Memiliki sikap yang positif dan optimis dalam hidup.
3.
Merasa puas dalam segala aktifitas.
4.
Memiliki tujuan yang hendak dicapai.
5.
Menjaga kehangatan dan keinginan dalam batas-batas yang saling
menguntungkan.
6.
Mudah beradaptasi dalam situasi sosial.
7.
Dapat menjaga keadaan emosional yang dirasakannya.
8.
Mampu mengatur waktu yang bail<.
9.
Memiliki pola kebiasaan yang menguntungkan bagi dirinya dan orang
lain.
Sedangkan dalam Islam, tanda-tanda kesehatan mental terdapat sembilan
macam tanda (Mahmud dalam Mujib, 2002), yaitu :
129
1. Kemapanan (al-sakinah), l<etenangan (al-thuma'ninah), dan rileks (al-
raahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap
dirinya, masyarakat maupun Tuhan
2. Memadahi (al-kifayah) dalam berkreativitas.
3. Menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain.
4. Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab
keluarga, sosial, maupun agama.
5. Adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga cliri
6. Memiliki kemampuan untuk berkorban untuk menebus kesalahan yang
diperbuat
7. Kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik
yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi
8. Memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik.
9. Adanya rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan dalam
menyikapi atau menerima nikmat yang cliperoleh.
Adapun beberapa indikator kesehatan mental clalam perspektif al-qur'an dan
hadits (Najati, 2003), sebagai berikut:
1. Dari Sisi Hubungan Seseorang Dengan Tuhannya
Hendaklah seseorang beriman kepacla Allah Ta'ala Yang Maha Esa lagi
tiada sekutu bagi-Nya, beriman kepacla kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya,
para Malaikat-Nya, hari kiamat, proses hisab, clan qadha' maupun qadar.
130
Hendaklah seseorang juga bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah
Ta'ala melalui berbagai macam ibadah, keta'atan, ikhlas dalam bertakwa,
mengikuti segenap perintah Allah Ta'aala dan wasiat Rasulullah SAW,
menjauhi berbagai keburukan dan kemaksiatan, serta menghindari semua
larangan Allah Ta'aala dan Rasulullah.
2. Dari Sisi Hubungan Seseorang Dengan Dirinya Sendiri.
Hendaklah seseorang mengenali dirinya sendiri, mengetahui
kemampuannya, memiliki ambisi sesuai dengan kemampuan yang dia
miliki, dan senantiasa berusaha untuk merealisasikan segala sesuatu
dengan sempurna.
Hendaklah seseorang juga mengetahui berbagai kebutuhan, motivasi,
dan keinginannya. Dia melampiaskan kebutuhannya dengan cara yang
halal dan tidak berlebihan. Dia juga bisa mengekang keinginannya yang
tidal< mungkin untuk dilampiaskan, sehingga apabila ada kesempatan di
masa mendatang dia memiliki kesempatan untuk melampiaskannya,
maka dia akan memenuhinya dengan cara yang halal. Dia mampu
mengekang motivasi, nafsu, dan syahwatnya yang bertentangan dengan
nilai-nilai religius, etika yang luhur, nilai-nilai kemanusiaan maupun sosial.
Dia mampu menguasai perasaan dan emosi yang berada dalam dirinya.
131
Dia juga merasa bebas dan tidak terhalangi untuk mengungkapkan
sesuatu yang baik dan dapat diterima. Hal ini sebagaimana ketika dia
mampu mengekang dirinya dari hal-hal yang buruk, rendah, dan dibenci.
Dia berhasil meredam amarah. Dan dia tidak membiarkan rasa cintanya
kepada sesuatu atau kepada siapa pun sampai membuatnya lupa
terhadap kewajiban dan tan ggung jawab agama maupun dunianya. Dia
memiliki rasa tanggung jawab dan mandiri dalam menghadapi kenyataan
hidup. Dia berpikiran maju kedepan, memiliki kesabaran, dan mampu
menanggung berbagai beban berat kehidupan. Dia memiliki keberanian
untuk berkorban dan rela untuk menerima kenyataan pahit yang tridak
lain adalah suratan dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Dia akan
senantiasa qana'ah dan ridha terhadap bagian yang diberikan Allah
kepadanya.
Dia berprilaku lurus, mengutarakan ide-idenya dengan benar dan jujur,
berakhlak mulia, mengerjakan tugasnya dengan amanah, ii.khlas,
profesional, dan sempurna. Dia akan selalu cenderung melakukan hal-hal
yang berfaedah, selalu mengerjakan kewajiban dan bertanggung jawab.
Dia senantiasa memperhatikan kesehatan dan vitalitas fisil<nya.
132
Hubungan seseorang dengan orang lain secara umum bisa dibilang baik.
Dia mencintai dan mengasihi orang lain. Begitu juga sebaliknya dengan
mereka, mencintai dan mengasihinya. Dia menjalin interaksi sosial
terhadap mereka dengan baik, mau memberikan pertolongan dan
bantuan kepada mereka. Dia senantiasa jujur dalam pembicaraan,
amanah dalam tindakan, tidak berbohong, dan tidak curang. Dia tidak
berusaha menyakiti seseorang, tidak mendengki, membenci, maupun
hasud. Dia bersikap rendah hati dan sama sekali tidak sombong kepada
orang lain. Dia bisa menghargai perasaan orang lain, menghormati
pendapat dan hak mereka, dan memberikan maaf kepada orang yang
menyalahinya. Dia memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat,
melakukan sesuatu untuk kemaslahatan kolektif, dan lebih suka
memprioritaskan masyarakat daripada dirinya sendiri.
Secara umum, hubungannya dengan keluarganya adalah baik. Dia
mencintai, menghargai, dan memperlakukan istrinya dengan baik. Dia
juga mencintai anak-anaknya, memperhatikan mereka, dain memberikan
pendidikan yang terbaik bagi mereka. Sebagaimana ju~1a dia mencintai
kedua orang tuanya, manghormati, dan mengasihi keduanya. Bukan
hanya itu, dia juga menciptakan hubungan baik dengan tetangganya.
133
4. Dari sisi Hubungan seseorang dengan kosmos.
Dia mengetahui dengan benar posisinya di alam semesta. Dia tahu kalau
Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memuliakannya di alas semua
makhluk. Dia mengenali misi utamanya dalam kehidupan, yakni sebagai
khalifah Allah Ta'ala di muka bumi. Dia merasa memiliki tanggung jawab
untuk memal<murkan dunia dan mempraktekkan ajaran Allah. Dia
senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah di alam raya, memperhatikan
makhluk-makhluk-Nya, sehingga mampu meraih hikmah Allah yang
terdapat pada semua makhluk. Dia akan merasa sebagai makhluk yang
luhur dan menikmati kehidupannya. Dia akan memberikan cinta kepada
semua makhluk Allah Ta'aala, bail< manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Kemudian, beberapa indikator kesehatan mental pun disebutkan oleh Faraj
dalam Najati (2003) yang diringkas sebagai berikut:
1. Seseorang merasakan keamanan dan ketenteraman jiwa.
2. Seseorang bisa menerima dirinya sendiri, merasa dirinya bernilai,
menyadari akan kemampuannya, mengakui keterbatasannya, mau
menerima orang lain, mau menerima perbedaan diantara mereka, dan
mengakui adanya perbedaan antara dirinya dengan orang lain.
3. Mampu menguasai dirinya secara proporsional ketika di tuntut melakukan
ha! yang spontanitas dan memiliki kemampuan untuk memulai sesuatu.
4. Mampu menumbuhkan interaksi aktif dan memuaskan pihak lain.
134
5. Memilki pandangan yang realistis dalam menjalani kehidupan dan bisa
menghadapi berbagai problem dengan wajar sehingga mampu
memunculkan solusi terbaik.
6. Memiliki kepribadian yang sempurna. Di antara tanda-tanda seseorang
memiliki kepribadian yang sempurna adalah:
Memilki kematangan emosional. Yang dimaksud disini adalah
kemampuan untuk menguasai diri dalam menghadapi berbagai
situasi yang bisa memancing emosi dan tidak akan mudah
terprovokasi. Diantara fenomena kematangan emosional pada diri
seseorang adalah percaya diri dan selalu realistis dalam menghadapi
permasalahan hidup.
Mampu bertahan dan tegar ketika ditimpa krisis jiwa dan berbagai
bencana.
Jiwanya merasa bahagia dan tenang, serta mampu beradaptasi
ketika sedang stres maupun galau.
Mampu menghasilkan karya yang rasional dalam batas-batas
kemampuan dan kesiapannya.
Mampu mengekspresikan kebebasan kreatifitas secara proporsional
(seimbang), mampu mengadopsi nilai-nilai yang luhur, serta mampu
menerjemahkannya secara real untuk menghadapi b•=rbagai problem.
135
Bastaman (1995) mengajukan secara operasional tolok ukur kesehatan jiwa
atau kondisi jiwa yang sehat, yakni: bebas dari gangguan dan penyakitpenyakit kejiwaan, mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan
hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan,
mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap, sifat,
dsb) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan, dan berupaya menerapkan tuntunan agama dalam
kehidupan sehari-hari.
Ada empat aspek yang dipengaruhi oleh kesehatan mental yang akan
berimplikasi pada pembentukan mental (Daradjat, 2005), yaitu:
1. Perasaan
Seseorang yang kesehatan mentalnya terganggu akan berpengaruh
pada pada terganggunya perasaan. Diantara gangguan perasaan
tersebut, misalnya: rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah
diri, pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya. Macam-macam
perasaan itu mungkin satu saja yang menonjol, mungkin pula dua atau
lebih, bahkan mungkin semuanya terdapat pada satu orang.
2. Aspek Pikiran/ Kecerdasan
Mengenai pengaruh kesehatan mental alas pikiran, memang besar
sekali. Diantara gejala yang bisa kita lihat yaitu: sering lupa, tidak bisa
mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu hal yang penting,
136
kemampuan berpikir menurun, sehingga orang merasa seolah-olah ia
tidak lagi cerdas, pikirannya tidak bisa digunakan dan sebagainya.
lndividu yang sehat mental adalah terhindarnya individu dari gangguan
proses berpikir/kecerdasan, dan mampu
menggunal~an
potensi
berpikirnya.
3. Aspek Kelakuan/Tindakan
Ketidak tenteraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat
mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang. Misalnya orang
yang merasa tertekan, atau merasa gelisah dan akan berusaha
mengatasi perasaan yang tidak enak itu dengan jalan
mengungkapkannya ke luar. Akan tetapi, tidak selamanya orang
mendapat kesempatan untuk itu, mungkin karena tidak berani seperti
anak kecil yang sering dimarahi dan dipukuli oleh ibu-bapaknya.
Adapun dalam aspek ini
4.
Kesehatan Badan
Kalau dulu orang mengatakan bahwa mental yang sehat terletak
dalam badan yang sehat, maka sekarang terbukti pula sebaliknya,
yaitu kesehatan mental menentukan kesehatan badan. Akhir-akhir ini
banyak terdapat penyakit yang dinamakan psychosomatic, yaitu
penyakit pada badan yang disebabkan oleh mental. Penyakit-penyakit
lain yang banyak terdapat dizaman modern sekarang, seperti tekanan
darah tinggi, tekanan darah rendah, exceem, sesak nafas dan
137
sebagainya, disebabkan antara lain oleh tekanan perasaan yang
terjadi karena tidak mampunya oarang mencapai apa yang diinginl<an
atau karena banyaknya persaingan dalam hidup sekarang ini
3. 3 Pola Pembentukan Kesehatan Mental
Dari definisi yang disampaikan di alas, bahwa kesehatan mental adalah
suatu kondisi dimana seseorang mampu secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaannya (kognitif, afektif,
dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam
interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada
Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
Maka, hal ini dapat dijadikan tolok ukur seseorang untuk memahami
pentingnya kesehatan mental. Sehingga setiap orang berusal1a untuk
mewujudkan mental yang sehat pada dirinya, agar memperoleh ketenangan
dan kebahagiaan hidup. Oleh karena itu, banyak para ahli jiwoa berusaha
untuk menyusun orientasi umum dan pola atau konsep yang beraneka ragam
dalam usahanya membentuk pribadi yang sehat mental.
Dengan demil<ian, alas dasar pandangan tersebut penulis mencoba
merumuskan pola-pola yang terkait dengan pembentukan kesehatan mental.
138
Adapun pola yang dirumuskan berdasarkan kepada adanya tiga fungsi
kejiwaan tersebut, sebagai berikut:
1. Pola yang berorientasi pada aspek kognitif.
2. Pola yang berorientasi pada aspek afektif.
3. Pola yang berorientasi pada aspek konatif.
1. Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Kognitif
Seseorang yang memiliki mental yang sehat pada aspek kognitif ini adalah
individu yang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya
mengoptimalkan fungsi kognitifnya, sehingga dia mampu mevvujudkan
eksistensi diri di dalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam
sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran
a!~amanya
dengan baik dan benar, yakni mengoptimalkan dengan baik dan seluruh
potensi pengenalannya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat,
mengingat, menilai), di dalam interaksinya dengan diri sendirL orang lain,
alam sekitar dan Tuhannya, sehingga mampu mewujudkan eksistensi dirinya.
lndividu yang sehat jiwanya adalah mereka yang mampu mengoptimalkan
dengan bail< potensi akal dan pikirannya dijalan kebenaran/yang bersifat
positif sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan ajaran agama,
sehingga dalam hal ini walaupun seseorang cerdas dan pintar namun
kecerdasan dan l<epintarannya digunakan untuk merugikan diri sendiri, orang
139
lain dan lingkungan sekitarnya, dan tidak sesuai dengan nonna-norma yang
berlaku dan ajaran agama, maka tidal< termasuk orang yang sehat mental.
Dengan demikian individu terbebas dari sifat-sifat tercela (buruk sangka,
berpikiran kotor, lupa yang disebabkan kelalaian, panjang angan-angan, dll.),
mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, kreatif dan inovatif.
Dengan demikian, individu yang memiliki mental yang sehat pada aspek ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Mampu mengoptimalkan fungsi kognitifnya secara seimbang dan
dengan sebaik-baiknya didalam menilai dirinya, orang lain dan
lingkungan sekitarnya secara positif. Penilaian secara positif terhadap
dirinya dengan penerimaan diri apa adanya, serta positif dan realistis
didalam menilai kelebihan orang lain dan tidal< selalu memiliki pikiran
yang negatif. Sehingga, individu mampu mewujudkan el<Sistensi dirinya
di dalam interaksinya terhadap dirinya sendiri, orang lain, lingkungan
sekitarnya dan terhadap Tuhannya dengan menjalanl<an ajaran agama
dengan baik dan benar.
2.
Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan :sebaik-baiknya
fungsi kognitifnya, dengan meningkatkan potensi intelektualnya secara
proporsional (seimbang) didalam mengadopsi nilai-nilai yang luhur.
Sehingga, individu memiliki pola kebiasaan yang menguntungkan
didalam interaksinya dengan dirinya, orang lain, lingkunuan sekitarnya
dan didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
140
3.
Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya
fungsi kognitifnya didalam mengukur kebutuhannya secara seimbang
dan tidak berlebihan, baik kebutuhan fisik maupun psikis. Sehingga,
individu mampu berinteraksi dengan baik terhadap dirinya sendiri, orang
lain, lingkungan sekitarnya dan interkasinya didalam meinjalankan ajaran
agamanya secara seimbang, antara kebutuhan di dunia dan di akhirat.
4.
Mampu mengoptimalkan fungsi kognitifnya dengan seimbang dan
sebaik-baiknya, dengan berpandangan secara realistis dan cakrawala
luas serta sikap yang wajar. Orang yang memiliki panda1ngan yang
realistis, tidak akan mudah berhayal secara berlebihan dan tidak wajar.
Sehingga, individu mampu menghasilkan karya yang rasional dalam
batasan-batasan kemampuan dan kesiapannya, agar dapat berinteraksi
dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya, sHrta mewujudkan
eksistensi dirinya.
5.
Mampu mengoptimalkan dengan seimbang dan sebaik-baiknya fungsi
kognitifnya di dalam memahami dan mengatasi berbagai permasalahan
(problem) dengan wajar, sehingga mampu untuk memunculkan solusi
terbaik. Dengan, kemampuan didalam memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya individu memiliki pola interaksi yang
baik terhadap dirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya 1jan di didalam
interaksinya terhadap Tuhannya dengan menjalankan agamanya
dengan baik dan benar di dalam mewujudl<an eksistensi dirinya.
141
2. Pola yang berorientasi pada aspek afektif
Seseorang yang memiliki mental yang sehat bukan hanya mampu
mengoptimalkan potensi kognitifnya saja, akan tetapi dia juga mampu
mengoptimalkan potensi afektifnya dengan baik, benar dan seimbang.
Seseorang dianggap sehat mental ketika mampu dengan seimbang dan
dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi afektifnya (emosi dan
perasaannya), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam
interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada
Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
Dengan mengoptimalkan potensi perasaan atau emosinya secara positif,
maka inidvidu mampu menjaga hawa nafsu dan mengendalil<an emosinya,
akan terhindar dari gangguan perasaan seperti rasa cemas (gelisah), iri hati,
sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang), dan terbebasnya
individu dari gangguan penyakit hati dan sifat-sifat tercela yang secara
langsung dan tidak langsung menimbulkan gangguan kejiwaan. Dengan hati
dan perasaannya individu mampu menyesuaikan diri secara emosional
dengan diri sendiri orang lain dan peka terhadap lingkungannya.
Adapun ciri-ciri orang yang sehat mental dalam aspek ini adalah:
dapat dilihat sebagai berikut:
142
1.
Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalam
mengoptimalkan fungsi afektifnya, melalui munculnya perasaan penuh
keyakinan diri (self-reliance) dan ketenangan batin (al-l'huma'ninah).
Sehingga, individu yang sehat mental mampu mewujuclkan eksistensi
dirinya di dalam berinteraksi dengan clirinya, orang lain, lingkungan
sekitarnya dan kepada Tuhannya dengan penuh keyakinan yang
mantap.
2.
Mampu mengoptimalkan fungsi afektifnya secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya, dengan perasaan penuh kesabaran, smta ketegaran
didalam menghadapi krisis kejiwaan dan berbagai musibah. lndividu
yang sehat mental mampu bersabar dan tegar didalam menghadapi
berbagai krisis kejiwaannya, sehingga dia mampu mewujudkan
eksistensi dirinya sebagai individu yang penuh kesabaran didalam
interaksinya sebagai makhluk Tuhan.
3.
Mampu mengoptimalkan fungsi afektifnya secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya didalam mewujudkan eksistensi dirinya, dengan
perasaan penuh kepuasan didalam melakukan berbagai aktivitas yang
dijalaninya. Sehingga, menurut Mujib (2002) individu yang sehat mental
merasa gembira dan bahagia didalam menerima berba9ai kenikmatan
yang diperolehnya, serta mampu berinteraksi dengan dirinya sendiri,
orang lain, lingkungan sekitarnya dan Tuhannya den9an melakukan
aktivitas keagamaannya dengan penuh rasa kepuasan clan bahagia.
143
4.
Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan secara seimbang dan
dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya berupa perasaan penuh cinta
kasih. lndividu yang normal dapat membentuk jalinan kasih sayan!J yang
erat serta mampu memuaskan orang lain, ia peka terhadap orang lain
serta tidak menuntut yang berlebihan kepada orang lain (Atkinson,
1993). Sehingga, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya
dengan perasaan penuh cinta kasih di dalam interaksinya dengan
dirinya sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya.
5.
Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya
fungsi afektifnya dengan adanya perasaan terhadap harga diri yang
wajar. Seseorang yang mempunyai harga diri yang wajar (terlalu rendah
ataupun terlalu tinggi) akan sering merasa tidak puas,
s1~ring
kecewa
terhadap kenyataan yang dihadapi, suka melemparkan l<ritik atas
kecemasannya (Maslow dalam Budiman, 1996). Dengan adanya
perasaan terhadap harga dirinya secara wajar, individu rnampu
mewujudkan eksistensi dirinya didalam berinteraksi dengan dirinya,
orang lain, lingl<ungan sel<itarnya dan terhadap Tuhannya.
6.
Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya
fungsi afektifnya didalam di dalam dirinya, sehingga muncul kematangan
emosional didalam dirinya. Dengan adanya kematangan emosional
individu mampu untuk menguasai dirinya di dalam menghadapi berbagai
situasi yang bisa memancing emosi dan tidak akan mudah terprovokasi.
144
Menurut Faraj dalam Najati (2003), diantara fenomena kematangan
emosional pada diri seseorang adalah percaya diri dan selalu realistis
dalam menghadapi permasalahan hidup. Dengan demikian, individu
mampu mewujudkan eksistensi dirinya didalam berinteraksi dengan
dirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya.
3. Pola yang berorientasi pada aspek konatif
Aspek ini, berdasarkan pada pandangan bahwa dengan ada11ya sikap dan
perbuatan yang baik, individu mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Selain itu, ketidak tenteraman hati, atau kura11g sehatnya
mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang. Dalam hal
ini, individu yang sehat mental adalah dimana individu mampu dengan
seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi konatifnya
(motivasi), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri clidalam
interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada
Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
lndividu yang sehat mental mampu mengoptimalkan potensi l<onatif (motif
berbuat) secara baik dan benar serta seimbang pada hal-hal yang bersifat
positif sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan berlanclaskan kepada
keimanan, dan mampu menjalankan aktivitas kehidupannya dengan baik dan
penuh rasa aman dan tenteram.
145
Motivasi yang timbul bagi orang yang sehat mental adalah motivasi didalam
melakukan perbuatan baik. Dengan adanya perbuatan baik ini seseorang
akan mampu berinteraksi dengan baik terhadap diri sendiri, orang lain, alam
sekitarnya ataupun dengan Tuhannya. Selain itu individu rnampu secara
seimbang didalam merealisasikan kebutuhan-kebutuhan fisik, psikis dan
spiritualnya.
Adapun ciri-ciri orang yang mampu mengoptimalkan dengan baik, benar, dan
seimbang fungsi konatif, yang akhirnya melahirkan sehat mental dapat dilihat
pada ciri-ciri berikut:
1.
Mampu secara seimbang dan dengan baik-baiknya di dalam
mengoptimalkan fungsi konatifnya, melalui kemampuannya untuk
rnemikul dan menunaikan tanggung jawab. Menurut Mujib (2002),
individu yang sehat mental mampu memikul dan menunaikan tanggung
jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga, sosial, maupun agama.
Sehingga, dia mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam
interaksinya dengan dirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya dan
dengan Tuhannya.
2.
Mampu mengoptimalkan secara seirnbang dan sebaik-baiknya fungsi
konatif pada diri individu, dengan adanya kemauan
yan~J
kuat di dalam
usahanya untuk membentuk pribadi yang konsisten dan terintegrasi.
Orang yang dinilai cukup sehat mentalnya memiliki pribadi yang
146
konsisten, yaitu pribadi yang tidak mudah terumbang-arnbing oleh
masalah, kemudian memiliki ketegasan dalam bertindal<: secara positif
(Maslow dalam Budiman, 1996).
3.
Mampu mengoptimalkan fungsi konatifnya secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya, melalui kemampuan dirinya untuk memelihara dan
menjaga dirinya dari perbuatan yang merugikan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan sekitarnya. Sehingga individu yang sehat mental mampu
mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksinya dengan diri sendiri,
orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya.
4.
Mampu mengoptimalkan fungsi konatifnya dengan seimbang dan
dengan sebaik-baiknya, melalui kemampuannya untuk rnelakukan
aktivitas yang produktif. lndividu yang sehat mental memiliki
kemampuan untuk menyalurkan kemampuannya ke arah aktivitas yang
produktif (Atkinson, 1993). Sehingga, individu mampu mewujudkan
eksistensi dirinya di dalam interaksi secara positif dengan diri sendiri,
orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya.
5.
Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan isebaik-baiknya
fungsi konatifnya, dengan adanya kemampuan untuk mernggunakan
waktunya secara positif dan efektif. Sehingga, individu mampu
mewujudkan eksistensi dirinya.
6.
Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan
fungsi konatifnya, melalui adanya kemauan yang kuat untuk mencapai
147
suatu tujuan secara positif dan realistis. Dengan adanya kemauan yang
kuat di dalam mencapai segala tujuan hidupnya, individu yang sehat
mental tidak mudah putus asa dan selalu optimis. Sehingga individu
mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksi terhadap diri
sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya.
7.
Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan secara seimbang dan
dengan sebaik-baiknya fungsi konatifnya, melalui kemampuannya untuk
hidup secara mandiri (otonom). Orang yang dewasa belajar untuk
mandiri. Dasarnya adalah adanya keinginan pribadi untuk melakukan
sendiri apa yang diinginkannya. Dia berdiri diatas kedua kakinya dan
tidak menyandarkan diri pada orang lain. Apa yang dilakukannya adalah
berdasarkan kemampuan diri dan sumber daya dirinya. Dengan
demikian, mereka mamiliki peluang yang cukup untuk rnengarahkan
dirinya menjadi diri yang sehat, tanpa ada bimbingan dan pengawasan
orang lain (Kilander, 1957). Dengan adanya kemandirian ini, individu
mampu mewujudkan eksistensi dirinya, di dalam interaksi terhadap diri
sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan interaksi kepada
Tuhannya secara mandiri dengan menjalankan agamanya dengan baik
dan benar.
Dalam membentuk kesehatan mental pada individu secara ideal, ketiga pola
ini saling berkaitan satu sama lainnya, dan tidak dapat dipisahkan. Oleh
148
karena itu, ketiga aspek tersebut harus berjalan secara seimloang dan
harmonis. Ketiga pola tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi ketiga pola tersebut
memiliki keterkaitan dengan hubungan yang bail< terhadap diri sendiri, orang
lain.
Dari pola-pola tersebu!, dapat dirumuskan bahwa yang menjadi tolok ukur
terbentuknya kesehatan mental a!au kondisi mental yang sehat pada
seseorang adalah:
1. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan fungsi ko1~nisi berupa
pengenalan atau alam pikirannya dengan baik dan benar.
2. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan fungsi afektifnya berupa
perasaan dan emosi, seperti cinta, kebahagiaan, pera::.aan tenang,
pengendalian emosi dan lain sebagainya, secara baik dan benar serta
proporsional.
3. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan fungsi konatifnya berupa
motivasi untuk berprilaku dengan baik dan benar serta proporsional.
Dengan demikian, melihat tolok ukur yang ada, maka secara ideal seseorang
yang memiliki mental yang sehat adalah seseorang yang marnpu
mengoptimalkan fungsi l<ejiwaan secara baik dan benar serta seimbang yang
meliputi fungsi pengenalan (kognitif), sehingga individu memiliki persepsi
yang realistis, mampu berpikir kreatif. Selain itu secara parasaan dan
149
emosinya (afektif) individu mampu mengoptimalkannya dengan baik dan
benar serta proporsional didalam mengaplikasikan suasana hatinya,
sehingga individu mampu mengendalikan emosinya, mengutarakan perasaan
cintanya dengan benar, memiliki ketenangan didalam jiwanya, memiliki rasa
humor, menebarkan kasih dan sayang kepada orang lain, keteguhan jiwa dan
lain sebagainya. Kemudian dengan berpikir secara baik dan suasana hati
yang mendukung, akhirnya individu termotivasi untuk berbuat baik dengan
mengoptimalkan fungsi konatifnya (motivati berprilaku) den~1an baik dan
benar. Sehingga, dengan adanya prilaku yang baik ini individu mampu
berinteraksi dengan diri sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya
dengan baik dan benar pula, sehingga tercapailah ketenangan dan
kebahagiaan hidup.
Dengan demikian, untuk mempermudah didalam memahami isi dari BAB. 3
ini, penulis mencoba menyusun skema tentang kesehatan mental (skema 2).
Skema tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum
tentang Kesehatan Mental yang dibahas pada penelitian ini.
150
Skema 2. Kesehatan Mental
I
\ Kesehatan Mental
I
Definisi
I
I
Norma Dan
Kri1eria sehat mental
Sebagai Tolok Ukur
I
Pola
pembentukan
I
Pola Afektif
suatu kondisi dimana seseorang mampu
dengan seimbang dan dengan sebalk·
baiknya mengoptlma!kan fungsi-fungsi
kejiwaannya (kognitif, afekUf, dan konatif),
sehingga dia mampu mewujudkan
eksistensi diri didalam interaksinya dengan
dlrinya sendirl, orarg lain, a!am sekitar,
dan kepada Tuhannya dida!am
menjalankan ajarar agamanya dengan
baik dan benar
I
I
\
Pola Kogni!if
\
I
lnd1kator
Mampu niengoptimalkan fungsi
kognitifnya secara seimbang dan
dengan sebaik·baiknya didatam
menilai dirinya, orang lain dan
lmgkungan sekitarnya secara
posilif.
Mampu mengopflmalkan secara
scimbang dan dengan seba1kba1knya fungs1 kognitifnya, dengan
mcnmgkatkan potensi
inlelektualnya secara proporsional
rse1mbang) didalam mengadopsi
nlla1-nila1 yang luhur
\ilampu mengoptima1kan secara
se1mbang dan dengan seba1kbmknya fungs1 kognililnya didalam
mengukur kebutuhannya secara
se1mbang dan tidak berlebihan,
baik kebutuhan fisik maupun
ps1k1s
lilnmpu mengoptimalkan fungsi
kogni\ifnya dengan seimbang dan
sebaik-baiknya, dengan
berpandangan secara realistis dan
cakrawala luas serta sikap yang
waJar
\Aampu mengopUrnalkan dengan
seirnbang dan sebaik-baiknya
rungsi kognitifnya di dalarn
mernaharni dan mengatasi
berbagal perrnasalahan (problem)
dengan wajar, sehingga rnarnpu
untuk memunculkan solusi terbaik
I
I
)
Pola
r~ona\if
!
I
lndikalor:
lndikator·
1 Mampu secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya didalarn
mengophrnalkan fungsi afektifnya,
rnelalui munculnya perasaan penuh
keyakinan diri (self-reliance) don
ketenangan balin (al-lhuma'ninah)
2. Mampu mengoptimalkan fungsi arektifnya
secara seirnbang dan dengan sebaikbaiknya, dengan pnrasaan penuh kesabaran.
sorta ketegaran didalam menghadapl krisis
kejiwaan dan berbngm muslbah
3 Mampu mengop!imalkan fungsi afek!ilnya
secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya
didalarn mewuiudkan eksistensi dirinya,
dengan perasaan penuh kepuasan didalarn
melakukan berbagai aktivitas yang
dijalaninya
4. Adanya kemampuan untuk
rnengoptlmalkan secara seirnbnng dan
dengan sebaik-baiknya fungsi
afektifnya berupa perasaan penuh
cinta kasih
5 Mampu rnengoptimalkan secara seimbang
dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya
dengan adanya perasaan terhadap harga diri
yang wajar
6. Mampu mengoptimalkan secara
seimbang dan dengan snbalk-balknya
fungsi afektlfnya dldalam di dalam
dirinya, sehingga rnuncul kema!angan
emosional didalam dirinya.
1. Mampu secara seimbang dan dengan
balk-baiknya d1 dalam mengoptimalkan
fungsi konatifnya, melalui
kemampuannya untuk memikul dan
menunaikan tanggung jawab
2. Mampu mengopl.lmalkan secara
seimbang dan sebalk-baiknya fungsi konatif
pada diri individt:, dengan adanya kemauan
yang kuat di dalam usahanya untuk
membentuk prib;idi yang konsisten dan
terintegrasi.
3. Mampu mengop1imalkan fungsi
konatifnya secarct seimbang dan dengan
sebaik-baiknya, me!alui kemampuan dirinya
untuk meme!ihara dan menjaga dirinya dari
perbuatan yang rnerugikan diri sendiri, orang
lain dan ling!rnngan sekitarnya.
4. Mampu mengoptimalkan rungsi
konatifnya dengan seimbang dan
dengan sebaik-baiknya, me!alui
kemampuannya untuk me!akukan
aktivitas yang prciduktlf.
5. Mampu mengopt1malkan secara
seimbang dan dengan sebaik-baiknya
fungsl konatifnya, dengan adanya
kemampuan untuk menggunakan
waktunya secara positif dan efeklif.
6. Mampu secara seimbang dan dengan
sebaik-ba'1knya mengoptlmalkan fungsi
konalifnya, melalui adanya kemauan
yang kuat untuk mencapal suatu
tujuan secara poBitif dan realislis,
7. Adanya kernampuan untuk
rnengoptimalkan secara se!mbang dan
dengan sebaik-baiknya fungsi
konatifnya, mela!ui kemampuannya
untuk hidup secara mandlr (otonom).
151
BAB4
IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADATAIN TERHADAP
PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTAL
Pada bab ini penulis akan mencoba menganalisis dan meneliti tentang
implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental.
Adapun hal yang akan diteliti pada bab ini terdiri dari dua bentuk pendekatan,
yaitu:
1. Pertama, hal yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain, yaitu
implikasi syahadatain pada l<epribadian sehingga terbentuklah
pribadi 'arifin, syu'urin dan 'amilin.
2. Kedua, hal yang berkaitan dengan kesehatan mental, yaitu adanya pola
dalam pembentukan kesehatan mental yang berorientasi pada aspek
kognitif, afektif dan konatif.
1. Pola yang berorientasi pada aspek kognitif
Dalam pembentukan kepribadian yang bersaksi bahwa "tiada tuhan selain
Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah", hal yang harus pertama
dilakukan adalah mengucapkan dengan lisan, sehingga kepribadian
syahadatain meliputi domain kognitif dengan pengucapan dua kalimat secara
152
verbal. Setelah itu, apa yang yang diucapkannya itu dibenarkan oleh hati
sebagai penguat apa yang diucapkan, sehingga memberikan ketenangan
didalam batinnya yang meliputi aspek afektif. Kemudian, untuk membuktikan
apa yang telah diucapkan dan dibenarkan didalam hatinya, diwujudkan dalam
perbuatannya yang meliputi aspek konatif sebagai konsekuensi atas
kesaksiannya.
Kepribadian syahadatain yang meliputi ketiga aspek l<ejiwaan di dalam diri
seseorang, telah memberikan dampak yang cukup besar bagi kondisi
kejiwaannya. Salah satunya adalah aspek kognitif. Salah satu aspek yang
menjadi penentu seseorang didalam berprilaku. Aspek kognitif ini meliputi
kemampuan seseorang di dalam melihat, memperhatikan, berpikir, dan
menilai, yang semua kemampuan tersebut ditujukan untuk proses
pengenalan. Adapun aktifitas didalam pengenalan tersebut daintaranya
adalah persepsi, ingatan, belajar, berpikir, dan memecahkan permasalahan.
Demikianlah Allah swt. memberikan karunia atau kelebihan potensi ini yang
tidak dimiliki oleh makhluk yang lainnya. Oleh karena, itu potensi ini tidak
boleh disia-siakan, atau digunakan untuk hal-hal yang dapat rnerusak.
Allah swt. menciptakan daya kognisi ini dengan berbagai kelebihan dan
keistimewaan yang ada. Sehingga, dengan adanya daya ini manusia memiliki
153
keistimewaan yang berbeda denngan makhluk-makhluk
yan~1
lain. Allah
sangat mengetahui untuk apa saja fungsi-fungsi daya tersebut digunakan.
Oleh karena itu, Allah memberikan bimbingan kepada manusia agar
penggunaan daya ini tidak disalahgunakan untuk membuat k•:irusakan.
Adapun fungsi kejiwaan yang Allah ciptakan ini tidak lepas dari tema besar
tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah. Dalam artian penciptaan
manusia dengan seluruh potensi insaniahnya adalah untuk beribadah
kepada-Nya. Sehingga akan menjadi jelas untuk apa potensi kognisi ini
seharusnya digunakan. Agar manusia dapat menggunakan fungsi kognisinya
sesuai dengan aturan dan ketentuan dari sang Pencipta, mak.a Allah
memberikan petunjuk melalui ayat-ayat kauniah dan ayat-ayat qauliah. Ayatayat kauniah dalam bentuk kejadian-kejadian atau tanda-tanda melalui alam,
seperti adanya alam semesta, diciptakannya manusia, adanya siang dan
malam, yang itu semua merupal<an tanda-tanda kekuasaan Allah yang harus
dipelajari oleh manusia. Sedangkan ayat-ayat qauliah, adalah ayat-ayat Allah
berupa firman Allah swt. yang disampaikan melalui perantara malaikat Jibril
kepada nabi Muhammad dalam bentuk kitab suci Al-Quran. Didalamnya
berisi petunjuk dan arahan Allah 'azza wa jalla kepada segenap makhluknya.
Dengan demikian, jika manusia, mengikuti semua petunjuk yang disampaikan
oleh Allah dan anjuran nabi Muhammad sebagai manusia
yan~;i
menerjemahkan petunjuk Allah dalam kehidupan, maka manusia itu akan
154
selamat. Sebaliknya, jika manusia tidak mengilcuti petunjuk atas apa yang
sudah ditetapkan maka dia akan mendapatkan celaka. Oleh karena itu,
semua ketentuan atau aturan yang Allah tetapkan
sesun91~uhnya
merupakan
jalan untuk menuju keselamatan dan kebahagiaan manusia itu sendiri.
Seperti yang Allah firmankan,
"Dengan Kitab /tu/ah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keredhaan-Nya ke }a/an keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah
menge/uarkan orang-orang itu dari gelap gufita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke ja/an yang lurus. (Q.
s 5: 16)
"Barangsiapa yang berbuat sesuai dergan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kese/amatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasu/".
(Q. S Al-lsra': 15)
Kepribadibadian Syahadatain merupakan bentuk kepribadian yang terbentuk
didalam diri seseorang dalam penghayatan terhadap kesaksian La ilaha
l//al/ahdan MuhammadurrasO/ul/ah yang memiliki pengaruh tmhadap pola
dan proses berpikir individu. Adanya pengaruh syahadatain pada aspek
155
kognisi mendorong individu untuk melakukan ma'rifah kepada Allah. Dimana
individu senantiasa berusaha untuk mengenal Allah 'Azza wa jalla dan terus
mengarahkan perhatian dan perenungannya kepada Allah. Setelah
memahami dampak dari syahadatain maka ia hanya mengikuti pola fikir Islam
yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya, kemudian hasil ijtihad orangorang mukmin yang sesuai dengan bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
Penghayatan terhadap kesaksian La i!aha llla!lahdan Muhammadurrasatullah
memiliki pengaruh terhadap pola dan proses berpikir individu. Dengan
adanya pengaruh syahadatain pada aspek kognisi mendorong individu untuk
melakukan ma'rifah kepada Allah. Dengan mengenal Allah dan Rasul-Nya,
seseorang akan mengenal agamanya dan ajaran-ajaran
yan~J
disampaikannya. Sehingga dia memahami hakikat keislamannya.
Adanya pemahaman yang benar tentang islam inilah seseorang akan
memahami hakikat kehidupannya yang sebenarnya, sehingga akan
membawa seseorang kepada persepsi yang benar tentang realitas
kehidupan yang sesungguhnya, yang tidak lain adalah dalam rangka
penghambaan kepada Allah swt., dan menjadikan Rasulullah saw. sebagai
contoh dan ikutan di dalam menuju penghambaan total kepada Allah swt.,
sehingga dia akan memahami hakikat tentang kehidupan ini. Dengan
memahami hakikat yang benar tentang kehidupan ini, maka seseorang akan
156
merasa tenang dan bahagia, damai dan sejahtera didalam menjalani
kehidupannya. Walaupun, banyak sekali masalah dan tantangan hidup yang
dia jalani. Namun dengan selalu mengingat Allah jiwanya akan tenteram.
Seperti yang dijanjikan Allah dalam firmannya, bahwa orang yang mengingat
Allah akan tenteram jiwanya, serta merasa dekat dengan Tut1annya,
" (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. /ngatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram". (Q. S 13: 28)
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Alw mengabu/kan permohonan
orang yang berdoa apabi/a ia memohon kepada-Ku, Maka hendak/ah mereka
ilu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka se/a/u berada dalam kebenaran." (Q. S 2: 186)
Adanya ketenteraman jiwa, serta perasaan dekat dengan Allah swt, akan
memberikan kebahagiaan pada diri seseorang karena berada didalam
kebenaran. Sehingga dengan kebahagiaan dan ketenteraman jiwa inilah lahir
mental yang sehat, yang bermula dari cara memandang kehidupan yang
benar ini melalui proses berpikir pada aspek kognisinya yang menuju kepada
157
pembenaran dan iman, serta membawa hati menuju keridhaan Allah swt.,
yang telah menciptakan jiwa dengan kesempurnaan ciptaannya.
l<esehatan mental dalam aspek kognisi ini adalah individu yang mampu
mengoptimalkan dengan bail< dan benar serta seimbang didalam
mengoptimalkan seluruh potensi pengenalannya (seperti berpikir,
menganalisa, berpendapat, mengingat, menilai), didalam inteiraksinya dengan
diri sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya.yakni
men~igunakan
pikirannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidal< merugikan dirinya sendiri,
orang lain dan lingkungan sekitarnya. lndividu yang sehat jiwanya adalah
mereka yang mampu mengoptimalkan dengan bail< potensi akal dan
pikirannya dijalan kebenaran/yang bersifat positif sesuai dengan normanorma yang berlaku dan ajaran agama, sehingga dalam hal ini walaupun
seseorang cerdas dan pintar namun kecerdasan dan kepintarannya
digunakan untuk merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya,
dan tidal< sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan ajaran agama,
maka tidak termasuk orang yang sehat mental. lndividu yang sehat mental
terbebas dari sifat-sifat tercela (buruk sangka, berpikiran kotor, lupa yang
disebabkan kelalaian, panjang angan-angan, dll.), mampu menilai mana yang
baik dan mana yang buruk, kreatif dan inovatif.
158
Dengan demikian, implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan
kesehatan mental dapat dilihat pada pembahasan sebagai berikut:
1. Dengan senantiasa merenungi dan memperhatikan ayat-ayat Allah swt.
serta keagungan akhlak nabi Muhammad, berarti seseorang telah
mengoptimalkan fungsi kognisinya dengan baik dan benar, serta
seimbang didalam memenuhi kebutuhan kognisinya dalam upaya untuk
mengenal Allah dan Rasul-Nya. Didalam merenungi dan memperhatikan
ayat-ayat Allah ini, seseorang mengoptimalkan segala potensi berpikirnya
dengan baik dan benar, berpikir secara rasional dan ilmiyah, didalam
mencari kebenaran yang hakiki. Serta berusaha mencari kebenaran yang
dapat meneguhkan keyakinannya. Penggunaan potensi berpikir untuk
mengenal Allah swt., merupakan perbuatan yang terpuji. Karena dengan
menggunakan potensi berpikir inilah manusia mampu menilai,
memperhatikan dan menyimpulkan sebuah ketentuan
yan!~
menurutnya
benar. Oleh karena itu, individu akan merasa bahagia, ketika kebenaran
hakiki yang mengantarkan kepada keridhaan telah dia dapatkan.
Kebenaran didalam menghambakan dirinya kepada sang Pencipta,
kebenaran didalam mengikuti dan mencontoh manusia sernpurna sebagai
teladan yang baik, yaitu Muhammad saw. Sedangkan cara seseorang
untuk mendapatkan kebenaran itu adalah melalui proses berpikir dengan
penalaran dan belajar. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa
seseorang yang berusaha untuk mengoptimalkan dengan baik, benar
159
serta seimbang seluruh fungsi l<ognisinya (berpikir) di dalam
penghambaan secara total kepada Allah swt .. dan menjaclikan
Muhammad saw sebagai contoh ikutan didalam penghambaan kepada
Allah swt, yang akhirnya merasakan kebahagiaan. Maka, lahirlah mental
yang sehat. sehingga individu mampu berinterkasi clengan dirinya sencliri.
orang lain, alam sekitarnya dan Tuhannya dengan baik. lncliviclu yang
sehat mental mampu menilai secara positif terhaclap clirinya, orang lain
clan lingkungan sekitarnya. Penilaian secara positif terhadap dirinya
dengan penerimaan cliri apa aclanya, serta positif dan realistis diclalam
menilai kelebihan orang lain clan tidak selalu memiliki pikiran yang negatif.
Firman Allah Swt .•
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi cfirimu sendiri
dan jika kamu berbuat jahat. Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, ... "
(Q.S Al-lsra': 7)
2. Dengan menyadari secara pen uh tentang hakikat Allah s1Nt., dengan
memperhatikan keagungan ciptaannya, kemuliaan sifat-Nya, berarti
seseorang secara penuh pula mengoptimalkan seluruh fungsi kognisinya
dengan baik dan benar. Sehingga individu memiliki pandangan yang
benar terhaclap dirinya, sebagai makhluk ciptaan Allah, yang memiliki
segala potensi dan kualitas insaniah (human qualities). Dengan
160
memahami adanya adanya potensi dan kualitas kemanusiaan ini, individu
mampu meningkatkan potensi intelektualnya secara proporsional
(seimbang), dengan mengadopsi nilai-nilai yang luhur yang bersumber
pada norma-norma kebenaran dan ajaran agama. Sehingga, individu
memiliki pola kebiasaan yang menguntungl<an dirinya, orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Firman Allah Swt ..
"Dan /<ami beril<an /<epada mere/<a l<eterangan-l<eterangan yang nyata
tentang urusan (agama); Maka mere/<a tidal< berse/isih melain/<an
sesudah datang /<epada merel<a pengetahuan" (Q. S 45: 17)
3. Pribadi 'arifin adalah pribadi memiliki kecerdasan dan luas wawasan
keilmuannya. Dengan adanya ilmu pengetahuan ini dia mampu
menjalani kehidupannya dengan bekal pengetahuan yang dimilikinya,
sehingga mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
lndividu yang sehat mental adalah individu yang mampu
mengoptimalkan fungsi konatifnya dengan baik dan benar untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Adanya ilmu pengetahuan ini individu
mampu memuaskan kebutuhannya dengan wajar, baik kebutuhan fisik
maupun psikisnya. Dengan demikian individu yang sehat mental
mampu mengukur kebutuhannya secara wajar, dengan tidak
mengganggu ataupun merugikan orang lain. Selain itu, individu
memiliki sikap optimis dan positif dalam hidupnya dengan bekal
161
kecerdasan dan wawasan ilmu pengetahuannya, dengan tetap rendah
hati. Firman Allah Swt.,
"Dan agar orang-orang yang Te/ah diberi i/mu, meyakini bahwasanya Al
Quran /tu/ah yang hak dari Tuhan-mu la/u mereka beriman dan tunduk
hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi
petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada }a/an yang /urus". (Q. S
Al-Hajj, 22: 54)
"Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepaclamu:
"Berlapang-/apanglah dalam majlis': Maka lapangkan/ah niscaya Allah
akan memberi ke/apangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan". (Q. S Al-Mujaadilah, 58: 11)
4. Dengan memiliki pola pemikiran yang ilmiah dan rasional dalam
mewujudkan kebenaran dan keimanan. Serta berpikir agar dapat
membawa hatinya menuju pada pengawasan (muroqobah) dan
penyaksian (musyahadah) Allah. Berarti, seseorang telah
162
mengoptimalkan seluruh potensi kognisinya dengan baik dan benar
secara ilmiah dan rasional didalam mencari kebenaran yang hakiki dan
keimanan yang membawa ketenangan batin. Dengan adanya ketenangan
batin, individu yang sehat mental akan berpikir secara ilmiah dan rasional
dalam mewujudkan kebenaran dan keimanan ini, sehingga individu
memiliki pandangan yang realistis dan cakrawala luas serta sikap yang
wajar. Orang yang memiliki pandangan yang realistis, tidal< akan mudah
berhayal secara berlebihan dan tidak wajar. lndividu yang sehat mental
mampu menghasilkan karya yang rasional dalam batasan-batasan
kemampuan dan kesiapannya. Dengan demikian, individu mampu
mewujudkan eksistensi dirinya.
5. Dengan memahami hakikat ajaran Allah swt, dan Rasul-Nya, yaitu AlIslam. Berarti, individu menggunakan fungsi kognisinya secara optimal
dengan bail< dan benar, sehingga terbentuk fikrah lslamiyah (pemikiran
yang bedasarkan kepada Islam). Dalam hal ini, individu memahami Islam
dengan baik dan benar, Islam yang bersifat menyeluruh, dan hanya
menerima pola pikir Islam yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.
Dengan adanya pemahaman yang baik terhadap Islam ini, maka individu
memahami pula hakikat agamanya, yang mengajarkan kepada
pemeluknya untuk melakukan kebaikan terhaclap dirinya, orang lain, alam
sekitar, dan hubungannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian,
terbentuk individu yang memiliki mental yang sehat, yang mampu
163
memahami dan mengatasi problem penyesuaian dirinya dan memiliki
pandangan yang realistis dalam menjalani kehidupan dan bisa
menghadapi berbagai problem dengan wajar sehingga mampu
memunculkan solusi terbaik berdasarkan kepada pemahaman Islam yang
benar didalam memecahkan permasalahan (problem solving). Oleh
karena itu, Islam menjadi pilihan hidupnya yang mampu memberikan
solusi terbaik didalam memecahkan permasalahan kehidupannya. Maka
seorang muslim senantiasa menggunakan potensi akalnya didalam
menjalani hidupnya agar mendapatkan petunjuk dan mampu memberikan
penyelesaian pada tiap permasalaha, bail< dirinya, orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Firman Allah Swt.,
""
~ 1':·:i~ ~j,; ~ ~J 6· ~} 0} ~~~I fl~~\ Lj
r~~'.!lo~
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orangorang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. dan kamu tidak dapat
memperdengarkan (petunjuk Tuhan) me/ainkan kepada orang-orang yang
beriman dengan ayat-ayat kami, mereka /tu/ah orang-orang yang
berserah diri (kepada Kami)". (Q. S 30: 53)
164
"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik ci
antaranya. Mereka /tu/ah orang-orang yang Te/ah diberi Allah petunjuk
dan mereka /tu/ah orang-orang yang mempunyai aka!". (Q. S Az-Zumar:
18)
2. Pola yang berorientasi pada aspek efektif
Kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan
Allah" merupakan pembenaran hati secara sadar dengan perasaan yang
tulus dan ikhlas. Dengan adanya pembenaran melalui hati inL maka
kesaksiannya mengandung sebuah sumpah dan janji setia. Meyakini dengan
sepenuh hati bahwa hanya Allah saja yang mengisi suasana hatinya, dan
pembenaran dengan kesadaran hati bahwa Muhammad adalah utusan Allah
yang memiliki akhlak yang sempurna, sehingga kecintaannya kepada
Muhammad saw., tidak boleh melebihi kecintaannya kepada dirinya dan
keluarganya. Disinilah letak dari pembuktian bahwa hanya Allah dan RasulNya sajalah yang senantiasa mengisi ruang hatinya, melebihi cintanya
kepada yang lainnya, bahkan kepada dirinya sendiri.
Kesaksian terhadap keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad, dengan
pembenaran hati. Dengan syahadatain mendorong individu untuk senan!iasa
menghidupkan suasana hatinya dalam pencapaian ketenangan dan
kebahagiaan. Hal ini dikarenakan pekerjaan hati yang dilanda:si alas dasar
aqidah yang benar, sehingga kebenaran dan kebaikan tersebut akan
165
membawa kepada l<etenangan, sedangkan kedustaan akan rnembawa
keburukan, sehingga hatinya gelisah.
l<esaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan " Muhammad utusan Allah",
akan membentuk adanya suatu perasaan yang menyertai l<epercayaan
kepada Allah yang mempunyai sifat-sifat serba sempurna. Perasaan percaya
ini akan mendorong seseorang untuk berbuat baik. Orang akan merasa
senang, dan bahagia jika mampu melaksanakan perintah-perintah Allah,
sebaliknya seseorang akan merasa sedih dan bersalah apabila melanggar
hal-hal yang telah ditetapkan oleh Allah. Alas dasar inilah penghambaan total
kepada Allah melekat pada jiwa dan perasaannya:
l<epribadian syahadatain yang mempengaruhi kondisi perasaan seseorang,
sehingga menjadi orang yang memiliki perasaan (syu'uriin) yang penuh
keimanan. Alas dasar keimanan ini, pribadi syu'uriin memiliki, keteguhan hati,
perasaan penuh kegembiraan, memiliki rasa kasih sayang, PEmuh kecintaan,
l<etulusan dan keikhlasan, mampu mengendalikan emosi, mampu
mengendalikan hawa nafsu, memiliki sifat-sifat 'ibadurrahman (hamba-hamba
Allah) yang penyayang.
Dengan adanya perasaan-perasaan tersebut, yang mempengaruhi jiwanya
akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga dengan
166
adanya perasaan bahagia inilah seseorang merasakan adanya hubungan
yang baik dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya. Hal
demikian akan menimbulkan kondisi jiwa yang sehat pada seseorang.
Orang yang sehat mental pada aspek afektif ini adalah ketika individu mampu
mengoptimalkan fungsi afektifnya berupa perasaan dan emm;inya dengan
baik dan benar didalam interaksinya dengan diri sendiri, oran1J lain, alam
sekitar dan Tuhannnya. Dengan mengoptimalkan potensi perasaan atau
emosinya secara positif, maka inidvidu mampu menjaga hawa nafsu dan
mengendalikan emosinya, akan terhindar dari gangguan perasaan seperti
rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu
(bimbang), dan terbebasnya individu dari gangguan penyakit hati dan sifatsifat tercela yang secara langsung dan tidak langsung menimbulkan
gangguan kejiwaan. Dengan hati dan perasaannya individu rnampu
menyesuaikan diri secara emosional dengan diri sendiri oran£1 lain dan peka
terhadap lingkungannya.
Kepribadian syahadataian yang membentuk pribadi syu'uriin akan
berimplikasi pada pembentukan kesehatan mental, pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Pribadi syu'urin adalah pribadi yang memiliki keimanan atau keyakinan
yang selamat (salimah AJ-Aqidah), yaitu keyakinan yang benar tentang
keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta ajaran yang
167
disampaikannya, sehingga terhindar dari l<emusyrikan. Dengan adanya
salimah Al-Aqidah ini individu merasakan ketenangan dan kebebasan
didalam penghambaan secara total kepada Allah swt., dengan
menjalankan ibadah kepadanya, dan tidak terbelenggu kepada
penghambaan kepada hal-hal yang bersifat nisbi dan semu, yang tidak
memberikan manfaat sedikit pun. Oleh karena adanya sa/imah Al-Aqidah
ini individu merasakan adanya keyakinan diri (self-reliance) dan
ketenangan (al-thuma'ninah) batin, dalam menjalankan kewajiban, baik
kewajiban terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan. Dengan
demikian lahirlah mental yang sehat pada diri seseorang. Firman Allah
Swt.,
Dia-lah yang Te/ah menurunkan ketenangan ke dalam /1ati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan
mereka (yang Te/ah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan
bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q. S AlFath, 48: 4)
"Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang sa/eh,
kami tidak memiku/kan kewajiban kepada diri seseorang melainkan
168
sekedar kesanggupannya, mereka !tu/ah penghuni-penghuni surga;
mereka kekal di dalamnya". (Q. S Al-A'raaf, 7: 42)
2. Dengan adanya keteguhan hati pada pribadi syu'urin, menjadikan
seseorang senantiasa bekerja keras didalam mencapai
se~buah
tujuan,
walaupun penuh dengan segala rintangan, jalan yang panjang dan waktu
yang lama. Dia tetap berteguh hati, sampai tujuannya untuk bertemu
dengan Allah tercapai, sehingga dia berprinsip hidup mulia atau mati
syahid. Sehingga, seseorang akan merasa puas dan bahagia jika tujuan
ini tercapai, maka jiwanya merasa tenang dan bahagia. Dalam keadaan
seperti ini individu senantiasa mengoptimalkan segenap fungsi afektifnya
berupa perasaan dan emosinya dengan baik dan benar, sehingga mampu
bersabar , serta ketegaran didalam menghadapi krisis kejiwaan dan
berbagai musibah, serta bersabar didalam mencapai tu_jua.n walaupun
jalannya panjang. Firman Allah Swt.,
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecua/i dengan
ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu". (Q. S Ath-Thagabun, 64: 11)
169
" (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Q. S Al-Baqarah, 2:
156)
3. Pribadi syu'uriin memiliki perasaan penuh kegembiraan, yang terbentuk
karena karena telah melakukan perbuatan amal kebaikan, dan
mendapatkan keridhaan dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan adanya
kegembiraan ini memberikan pancaran keimanan yang dapat dirasakan
oleh orang lain. Bukan kegembiraan yang diperoleh karena telah
melakukan sebuah pekerjaan yang menjerumuskan dan merugikan orang
lain, gembira alas kesusahan orang lain, gembira karena f:ekalahan orang
lain, dan rasa gembira untuk menutupi kelemahannya. Dengan adanya
persaan penuh kegembiraan ini, individu yang sehat mental berusaha
untuk mengoptimalkan fungsi afektifnya berupa perasaan i:lan emosinya,
sehingga adanya rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan dalam
menyikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. Merasa puas dalam
segala aktifitas. Firman Allah Swt.,
"Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan
Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan ke/ak dia benar-benar mendapat
kepuasan". (Q. S Al-Lail, 92: 20-21)
170
"Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari
Allah, dan bahwa Allah tidal< menyia-nyiakan pahala orana-orang yang
beriman". (Q. S Ali 'lmran, 3: 171)
'
4. Pribadi syu'uriin meletakkan perasaan cintanya kepada cinta yang hakiki
dan abadi dalam bentuk penghambaan secara total kepada Allah dan
kecintaan kepada Rasul-Nya yang memiliki keagungan akhlaknya.
Dengan cinta yang hakiki ini muncul kecintaan kepada seluruh makhluk
yang lainnya berdasarkan syariat yang ditetapkannya tanpa melebihi
kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta yang bersemayam
didalam dirinya adalah sebenar-benar cinta, cinta yang agung bukan
kehinaan, cinta yang abadi bukan kepunahan, cinta yang sesungguhnya
bukan kepura-puraan, cinta persaudaraan bukan cinta permusuhan.
Dengan adanya perasaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, juga cinta
kepada seluruh makhluk-Nya yang lain, berarti seseorang telah
mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi afektif berupa persaan
dan emosinya. Firman Allah Swt.,
"Dan Ketahuilah o!ehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia
menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu
mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada
171
keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.
mereka /tu/ah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus" (Q. S AlHujurat, 49: 7)
Dengan adanya rasa cinta, maka muncullah rasa kasih sayang yang
terbentuk karena adanya keimanan dan perbuatan baik, sehingga pribadi
tersebut mampu menepiskan permusuhan, memunculkan rasa empati dan
simpati dari semua orang. lndividu yang normal dapat mernbentuk jalinan
kasih sayang yang erat serta mampu memuaskan orang lain, ia peka
terhadap orang lain serta tidal< menuntut yang berlebihan l<epada orang
lain. Dengan demikian, pribadi syu'uurin yang memiliki perasaan kasih
sayang, akan membentuk individu yang sehat mental. Firman Allah Swt.,
'1j"~T1dj 1y'..:1; 0:.;JT ~54 ~T .A;;. <S;JT J.1!·;
y ,~ ~; G
0~ U-:3 "~;)JI J ~~~T 111ft.f ~:ic ~f
~
J.
,,,.
J.,..
-;;:."" ~
(IDJ_;~ 5# ~-1
0]
c.....
J.
~
"/tu/ah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku
tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih
sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan
akan kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun /agi Maha Mensyukuri". (Q. S
Asy-Syuura, 42: 23)
5. Pribadi syu'uriin adalah pribadi yang memiliki perasaan tulus dan ikhlas.
Perasaan tulus dan ikhlas ini hanya untuk mencari keridhaan Allah dan
172
Rasul-Nya, baik dalam perkataan, aktivitas, perbuatan dan jihadnya.
Dengan perasaan tulus dan ikhlas hanya karena Allah dan Rasul-Nya
inilah, individu telah mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi
perasaan dan emosinya, sehingga mempunyai harga diri yang wajar,
yaitu harga diri yang berlandasl<an kepada keimanan. Harga diri yang
berdasarkan keimanan merupakan harga diri yang mulia, karena dengan
keimanan ini dia menganggap dirinya adalah makhluk yang mulia yang
memiliki kelebihan dari makhluk yang lain. Dia tidak memandang rendah
dirinya ataupun orang lain. Justru dia sangat menghargai dirinya sendiri
apa adanya, baik kelemahannya ataupun kelebihannya. Dengan adanya
penilaian terhadap harga dirinya dan orang lain dengan baik, maka
individu mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga
lahirlah mental yang sehat. Firman Allah Swt.,
"Dan Sesungguhnya Te/ah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan kami lebihkan mereka dengan ke/ebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makh/uk yang Te/ah kami ciptakan". (Q. S Al-lsraa', 17: "70)
6. Pribadi syu'uriin adalah pribadi yang mampu mengendalikan emosi.
Emosi yang terbangun adalah emosi karena Allah dan Rasul-Nya.
Dengan adanya pengendalian emosi ini, maka individu mampu
173
menyeimbangkan antara emosi karena Allah, atau emosi yang datang
karena godaan setan berupa hawa nafsu. Se1ia keseimbangan emosi
yang menyangkut kepada kebutuhan jasmani maupun rohani. Dengan
adanya pengendalian emosi karena Allah dan Rasul-Nya ini, maka
individu mampu mengendalikan hawa nafsunya yang buruk. Oleh karena
itu dengan adanya pengendalian emosi ini, berarti seseorang telah
mengoptimalkan fungsi afektifnya dengan baik dan benar, sehingga
individu memiliki kematangan emosional yang akhirnya melahirkan mental
yang sehat. Dengan adanya pengendalian emosi karena Allah, yang
akhirnya menumbuhkan kematangan emosional, maka individu yang
sehat mental mampu menguasai dirinya didalam menghadapi berbagai
permasalahan hidup dalam berbagai kondisi yang dapat menimbulkan
pertentangan di dalam batinnya, sehingga membangkitkan emosinya
untuk bereaksi, karena individu mampu menguasai dirinya, maka
emosinya tidak mudah terpancing. Adanya kematangan emosi pada
seseorang akan menumbuhkan rasa percaya diri, memiliki pandangan
hidup yang realistis, dan memiliki sifat 'ibadurrahman (hamba-hamba
Allah Yang Maha Penyayang) pada dirinya, yaitu hamba-hamba Allah
yang mendapatkan kemulian karena sifat mulia yang dimilikinya.
174
3. Pola yang berorientasi pada aspek konatif
Kepribadian syahadatain yang meliputi aspek l<0natif memiliki pengaruh
terhadap pribadi seseorang. Dengan adanya penghayatan seseorang
terhadap syahadatain ini mendorongnya untuk gemar melakukan amal
kebaikan, dan rajin beribadah. Pribadi yang gemar melakukan amal ibadah
ini disebut dengan pribadi 'amilin.
Pribadi 'amilin adalah pribadi yang senantiasa melakukan amal kebaikan.
Motivasi yang timbul didalam dirinya adalah motivasi keimanan. Setiap
tingkah laku, sikap, pergaulan, perkataan yang dia keluarkan mencerminkan
prilaku yang lslami. Dengan prilaku yang islami ini seseorang menjadi mudah
didalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga mudah diterima oleh
orang lain karena memiliki sikap yang mulia.
Adanya sikap yang mulia ini individu akan membentul< hubun9an sosial yang
baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi terhadap orang
lain. Sehingga terciptalah hubungan yang harmonis. Maka, dengan adanya
hubungan yang harmonis ini individu akan merasa aman dan nyaman
didalam pergaulannya. Dengan persaan aman dan nyaman ini timbullah
kondisi jiwa yang sehat pada seseorang.
175
Hal ini dapat dilihat pada ciri pribadi 'amilin yang rajin dan gemar beribadah,
memiliki prilaku atau akhlak yang mulia dan kokoh, memiliki fisik yang sehat
dan kuat, memiliki kesungguhan terhadap dirinya untuk senantiasa
mengasah dirinya dalam mengaktualisasikan keislamannya, mampu
mengatur waktunya dengan baik, disiplin dan rapi dalam segala urusannya,
memiliki kecerdasan dan luas wawasan keilmuannya, mampu bekerja dan
produktif dalam hidupnya, dengan mengembangkan potensi 11ang dimilikinya,
bermanfaal untuk orang lain.
Dengan adanya pribadi 'amilin ini, seseorang telah mengoptirnalkan dengan
baik dan benar, serta seimbang fungsi konatif diclalam dirinya. Sehingga,
individu mampu berinteraksi dengan baik terhadap dirinya, orang lain, alam
sekitar, clan Sang Pencipta.
Adapun irnplikasi kepribaclian syahadatain terhadap kesehatan mental pada
aspek konatif, dapat dilihat pada ciri pribadi 'amilin yang akan membentuk
pribadi yang sehat mental sebagai berikut:
1. Dengan adanya syahaclatain mendorong individu untuk raj:in clan gemar
beribadah. Adanya dorongan untuk melakukan ibaclah, berarti inclividu
telah mengoptimalkan fungsi konatifnya clengan baik dan benar diclalam
rnenjalankan ajaran-ajaran agarna. Dengan menjalankan ajaran-ajaran
agamanya dengan baik dan benar individu merasa puas dan bahagia,
176
l<arena telah menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka muncullah
mental yang sehat pada diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagai makhluk ciptaan Allah maka dia memiliki tanggun!l jawab untuk
melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah yang diberikan amanah
sebagai khalifah. Maka amanah tersebut ditunaikannya dengan penuh
tanggung jawab, yaitu dengan beribadah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Maka, individu yang sehat mental dia memiliki sifat tanggung jawab.
Dengan demikian individu mampu untuk memikul tanggun!l jawab, baik
tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama.
2. Pribadi 'amilin memiliki prilaku atau akhlak yang mulia dan kokoh. Dengan
akhlak yang mulia ini seseorang dapat diterima ditengah rnasyarakat.
Maka, individu yang memiliki akhlak yang mulia ini, mengoptimalkan
seluruh fungsi konatifnya dengan baik dan benar. Adanya kemampuan
individu didalam mengoptimalkan potensi konatifnya, maka terbentuk
pribadi yang memiliki akhlak yang mulia secara konsisten dan terintegrasi,
yang akhirnya memunculkan mental yang sehat pada dirinya. Dengan
demikian, pribadi yang sehat mental memiliki pribadi yang konsisten,
sehingga mampu bersikap dengan tegas didalam memenuhi setiap tugas
yang dibebankan kepadanya dengan baik. Dalam interaksinya dengan
masyarakat, pribadi yang sehat mental mampu membentuk hubungan
sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi.
177
Saling memberikan nasihat dan tolong menolong didalam kebaikan.
Firman Allah Swt.,
"Dan dia (Tidak pu/a) termasuk orang-orang yang beriman dan saling
berpesan untuk bersabar dan sa!ing berpesan untuk berkasih sayang" (Q.
S Al-Balad, 90: 17)
b,,,
/
.-"
0
J.
~
c.
?
)
,,,,.,,
?
.,,....,.
d:lil 1_,..o.Jlj 9>Jj_;Jij ~~I
...
jJ;.
"
J
...
1_,.:ijW
,,..
~
?
~
,.,
,,,.,
...
"
J
...
,,.~
':lj (Sjo~llj~i 1.fa 1_,.:ijWj
rc~;iyti~l
.'.t.,~ :&I
,,
~_.,,-
ol
...
"... dan tolong-meno/ong/ah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan to/ong-menolong dalam berbuat dosa cfan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya". (Q. S Al-Maidah, 5: 2)
3. Pribadi 'amiliin senantiasa berusaha agar badannya selalu sehat dan kuat.
Hal ini dilakukan agar dengan fisik yang sehat dan kuat dia dapat
melakukan amal-amal kebaikan dan beribadah kepada Allah dengan baik.
Sehingga, dengan beribadah kepada Allah Allah jiwanya menjadi tenang.
Se lain itu, dengan adanya fisik yang sehat dan kuat ini seseorang akan
terhindar dari penyakit badan yang akan mempengaruhi jivvanya. Karena
dengan adanya fisik yang sehat dan kuat, terdapat jiwa yang sehat.
lndividu yang sehatjiwanya mengoptimalkan dengan baik dan benar
fungsi konatifnya untuk senantiasa menjaga kesehatan dan kekuatan
fisiknya. Sehingga individu mampu memelihara dan
menja,~a
dirinya dari
178
berbagai perbuatan yang merugikan diri sendiri dan
berba!~ai
penyakit
yang timbul, yang dapat mengganggu kejiwaannya. Oleh k:arena itu islam
sangat menjaga agar umatnya peduli terhadap kesehatan dan kekuatan
badannya, sehingga dapat dipercaya oleh orang lain diclalam
menjalankan amanah atau pekerjaannya. Firman Allah Swt.,
"Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambit untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (Q. S Al-Qhasas,
28: 26)
4. Pribadi 'amilin memiliki kesungguhan untuk senantiasa mengasah dirinya
agar menjadi orang yang berprestasi, kreatif, produktif didalam
mengaktualisasikan keislamannya. Sehingga dia mampu untuk
berinteraksi dengan baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, clan
lingkungan sekitarnya dengan mencerminkan nilai-nilai keislamannya.
Dengan adanya kesungguhan didalam mengasah dirinya ini maka
individu yang sehat mental ini menjadi individu yang produktif. Dengan
demikian, individu yang sehat mental senantiasa mengoptimalkan potensi
konatifnya dengan baik dan benar serta kesungguhan dida1lam mengasah
dirinya. Sehingga, indiviclu mampu mengarahkan dirinya kepada aktifitas
yang produktif. Seperti yang difirmankan Allah, agar setiap diri merubah
keadaannya menjadi lebih baik, dan mempersiapkan dirinya untuk
kehidupan masa depan yang lebih baik. Firman Allah Swt.,
179
"Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu l<aum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri... " (Q. S ArRa'd, 13: 11)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendak/ah
setiap diri memperhatikan apa yang Te/ah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q. S Al-Hasyr, 59: 18)
5. Pribadi yang senantiasa melakukan amal kebaikan, dia berusaha untuk
menggunakan waktunya dengan baik. Waktu yang ada didalam hidupnya
tidak boleh disia-siakan begitu saja. Sehingga, aktifitas yang akan dia
kerjakan telah tertata dengan rapih agar tidak ada waktu yang terbuang
sia-sia. Dengan demikian, individu berusaha untuk mengoptimalkan
dengan baik dan benar fungsi konatifnya untuk menata aktifitas
kehidupannya dengan baik agar tidak sia-sia. Oleh karena itu, individu
yang sehat mental mampu menggunakan waktunya dengan baik. Firman
Allah Swt.,
180
"Yaitu orang-orang yang Te/ah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaikbaiknya" (Q. S Al-Kahfi, 18: 104).
"Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia--sia dan tidak
pu/a perkataan yang menimbulkan dosa." (Q. S Al-Waqi'ah, 56: 25)
6. Dengan adanya kedisiplinan dan rapih dalam segala urusannya, individu
telah mengoptimalkan fungsi konatifnya dengan baik dan benar untuk
menjadi orang yang memiliki pola kebiasaan yang menguntungkan bagi
dirinya dan orang lain. Sehingga, individu yang sehat mental memiliki
kemauan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan secara positif dan
realistis. Dengan adanya kemauan yang kuat di dalam rnencapai segala
tujuan hidupnya, individu yang sehat mental tidak mudall putus asa dan
selalu optimis, serta adanya semangat dan usahanya yang pantang
menyerah didalam rnelakukan arnal kebaikan. Tujuan hidup yang
dicapainya adalah untuk rnencari keridhaan Tuhannya. Firman Allah Swt.,
"Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. /tu/ah
yang /ebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan
mereka /tu/ah orang-orang beruntung".(Q. S Ar-Ruurn, 30: 38)
181
7. Pribadi 'amilin senantiasa mandiri dan mampu berusaha untuk menafkahi
dirinya. Dengan kemampuannya untuk mengembangkan dirinya, maka
individu mampu bekerja dan berusaha dengan keahlian dan potensi
dirinyanya, karena manusia merupakan makhlul< yang memiliki kelebihan
dari makhluk yang lainnya. Sehingga, individu mampu ma11diri. Dengan
demikian, individu yang sehat mental mampu mengoptimalkan dengan
baik dan benar fungsi konatifnya untuk bekerja dan mengembangkan
kualitas dirinya agar mampu untuk hidup secara mandiri. Dia berdiri cliatas
kedua kakinya dan tidak menyandarkan kepada orang lain, apa yang
dilakukannya adalah berdasarkan kemampuan diri dan sumber daya
dirinya. Firman Allah Swt.,
c;-
<;fail-=::_;; r 6·:~55) jJlj ;JI J r s,:j~j ~51~ ~
1".........
'.·.··.'1
.-,,·'!
C.J .:Lil3
~ ,;.,'a~ 1~'al;_ u:_:...: ,,c_ l.f
·I~, _.~g·~i ~~ •
M
_,
·,..~
i
J
"
"Dan Sesungguhnya Te/ah kami mu/iakan anak-anak Adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan kami /ebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Te/ah kami ciptakan". (Q. S Al--lsraa', 17: 70)
Dari beberapa penjelasan di atas, menulis melihat adanya kesesuaian
(re/evans1) antara bentuk-bentuk kepribadian syahadatain (pribadi 'arifin,
pribadi syu'uriin, pribadi 'amilin) dengan aspek-aspek pembentukan
kesehatan mental (aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif). Untuk
182
mempermudah didalam memahami dan melihat gambaran secara global atau
umum tentang implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan
kesehatan mental, maka penulis menyusun skema dalam bentuk label, yang
dapat dilihat pada skema 3.
183
Skema 3. Tabel lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap
Pembentukan Kesehatan Mental
Bentuk Kepribadian
Syahadatain
-A-. Pribadi 'Arifiin:
1. Senantiasa merenungi
dan memperhatikan ayatayat Allah swt. serta
keagungan akhlak nabi
muhamn1ad, da!am
upayanya untuk mengenal
Allah dan Rasul-Nya.
2 . Menyadari secara penuh
ten tang Hakikat A1lat1 swt.,
dengan 1nempert1atikan
keagungan ciptaannya,
kemuliaan sifat-Nya.
3 . Memiliki kecerdasan dan
luas wawasan
keilmuannya.
4 . Memiliki pola pem!kiran yang
llmiah dan rasional dalan1
n1ewujudkan kebenaran dan
keimanan
_Memahaml hakikat ajaran
Allah swt, dan RasulffNya,
yaitu Al-Islam.
2.
Pola Pembentukan
Kesehatan Mental
A. Pola Kognitif.
indlvidu yang mampu
dengan seimbang dan
dengan sebaik-baiknya
mengoptimalkan fungsi
kognitifnya, sehingga dia
mainpu mewujudkan
eksistensi diri didalam
interaksinya dengan dirinya
sendiri, orang lain, alam
sekitar, dan kepada
Tuhannya dida!am
menjalankan ajaran
agamanya dengan balk
dan benar. Yakni
mengoptimalkan dengan
baik dan se!uruh potensi
pengenalannya (seperti
berpikir, menganalisa,
berpendapat, mengingat,
nienilai), didalam
lnteraksinya dengan diri
sendiri, orang lain, alam
sekilar dan Tuhannya.
B. Pribadi Syu'urlin:
B. Pola Afektif
. Memi!ik! aqidah {keyakinan)
yang selamat (safilnah alaqidah)
2 . Keteguhan hati.
3 . Perasaan penuh
kegembiraan
4 . Memiliki rasa cinta dan Kasih
sayang
5 . l\etulusan dan keikhlasan
6 . Mampu mengendalikan
emosi
mampu dengan seimbang
dan dengan sebaik-baiknya
mengoptimalkan fungsi
afektifnya (emosi dan
perasaannya), sehingga
dia mampu mewujudkan
eks!stensi diri didalam
interaksinya dengan dirinya
sendiri, orang lain, alam
sekitar, dan kepada
Tuhannya didalam
menjalankan ajaran
agamanya dengan baik
dan benar.
·-----··------·--·~-------·-----·
lmplikasi
(lndikator Kesehatan Mental)
·-
1. Mampu mengoptirnalkan fungsi kognitifnya
secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya
didalam 1nenilai dirinya, orang lain dan
lingkungan sekitarnya secara positif.
2. Mampu mengoptirna!kan secara seimbang dan
dengan sebaik-baiknya fungsi kognitifnya,
dengan meningkatkan potensi intelektualnya
secara proporsional (seimbang) dida!am
mengadopsi nilai-nilai yang luhur.
3. Mampu mengopt1rnalkan secara seimbang dan
dengan sebail<-baiknya fungsi kognitifnya
didalam mengukur kebutuhannya secara
seimbang dan tidak berlebihan, baik kebutuhan
fisik maupun psikis.
4. Mampu mengoptirnalkan fungsi kognitifnya
dengan seimbang dan sebaik-baiknya, dengan
berpandangan secara rea!istis dan cakrawala
!uas serta s!kap yang wajar.
5. Mampu n1engoptirnalkan dengan seimbang dan
sebaikffbaiknya fungsi kognitifnya di dalam
memahami dan rnengatasi berbagai
permasalahan (problem) dengan wajar,
sehingga man1pu untuk memunculkan solusi
terbaik.
1. Mampu secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya didalam mengopti1nalkan
fungsi afektifnya, rnelalui munculnya perasaan
penuh keyakinan diri (self-reliance) dan
ketenangan batin (af-thuma'ninah).
2 . Mampu mengoptln1alkan fungsi afektifnya
secara seimbang dan dengan sebalk-baiknya,
dengan perasaan penuh kesabaran, serta
ketegaran dldalarn menghadapi krisis kejiwaan
dan berbagai rnusibah.
3. Mampu mengoptirnalkan fungsl afektifnya
secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya
dida!am mewujudkan eksistensi dirinya,
dengan perasaan penuh kepuasan didalam
melakukan berba9ai aktivitas yang dija!aninya.
4. Adanya kemampuan untuk
mengoptimalkan secara seimbang dan
dengan sebaik-baiknya fungsi
afektifnya berupa perasaan penuh
cinta kasih.
5. Mampu mengoptirnalkan secara seimbang
dan dengan sebail<-baiknya fungsi afektifnya
denqan adanva perasaan terhadap harga diri
..
'
I
184
yang wajar
6. Mampu mengoptlmalkan secara
seimbang dan dengan sebaik-baiknya
fungsi afektifnya didalam di dalam
dirinya, sehingga muncul kematangan
3 - -c~·-Pribadi 'Arfiirrn:·---..--·--- ·c1501a""Konatif.
1. Rajin dan gemar beribadah
2. Memiliki pri!aku atau akhlak
yang
mulia dan kokoh
3. Memiliki fisik yang sehat dan
kuat
4. Memiliki kesungguhan
terhadap
dirinya untuk senantiasa
mengasah dirinya dalam
mengaktualisasikan
keis!amannya
5. Mampu mengatur waktunya
dengan baik
6. Disiplin dan rapi dalam
segala
urusannya
7. Mandiri dan mampu
berusaha
untuk menafkahi dirinya
~--- __
emosional did~am
individu yang sehat mental
adalah dimana indlvidu
mampu dengan seimbang
dan dengan sebaik-baiknya
mengoptima!kan fungsi
konatifnya (motivasi),
sehingga dia mampu
mewujudkan eksistensi diri
didalam interaksinya
dengan dirinya sendlri,
orang lain, alam sekilar,
dan kepada Tuhannya
didalam menjalankan
ajaran agamanya dengan
balk dan benar.
dirinya.
----
1. Mampu secara seimbang dan dengan
baik-baiknya di dala1n mengoptimalkan
fungsi konatifnya, melalui
kemampuannya untuk memikul dan
menunaikan tanggung jawab
2. Mampu mengoptlmalkan secara
selmbang dan sebaik-baiknya fungsi konatif
pada diri individu, dengan adanya kemauan
yang kuat di dalam usahanya untuk n1embentuk
pribadi yang konslsten dan terintegrasi.
3. Mampu mengoplimalkan fungsi
konatifnya secara seimbang dan dengan seba!kbaiknya, melalui ken1ampuan dirinya untuk
memelihara dan menjaga dirlnya dar\ perbuatan
yang merugikan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan sekitarnya.
4. Mampu mengoptimatkan fungsi
konatifnya dengan seimbang dan
dengan sebaik-baiknya, melalui
kemampuannya untuk melakukan
atdivitas yang produktif.
5. Mampu mengoptimalkan secara
seimbang dan dengan sebaik-baiknya
fungsi konatifnya, dengan adanya
kemampuan untuk n1enggunakan
waktunya secara positif dan efektif.
6. Mampu secara seimbang dan dengan
sebaik-baiknya mennoptimalkan fungsi
konatifnya, metalui adanya kemauan
yang kuat untuk mencapai suatu
tujuan secara positif dan realistis.
7. Adanya kemampuan untuk
mengoptima!kan secara seimbang dan
dengan sebaik-baiknya fungsi
konatlfnya, melalui k·emampuannya
--'-------------"-----·---·-·---'---"""""tu"k"h"i"du~p'-"s"e"ca"r"'a"n"1"a"n"di,,_r-"(0001"'o"n"o"m"),. ______,
185
BAB5
PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Dari hasil analisis pada bab empat, dapat dilihat bahwa adanya kesesuaian
(relevansi) antara bentuk-bentuk kepribadian syahadatain seperti pribadi
'arifiin, pribadi syu'uriin, pribadi 'amiliin dengan aspek-aspek pembentukan
kesehatan mental yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
konatif. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kepribadian syahadatain
memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental.
Adanya kepribadian syahadatain pada diri seseorang akan membentuk
pribadi yang sehat mental pada aspek kognitif (pikiran), afektif (perasaan),
dan konatif (motif berprilaku). Dengan demikian, individu mampu mewujudkan
eksistensi dirinya didalam interaksi terhadap dirinya sendiri, orang lain, alam
sekitar, dan kepada Tuhannya dengan menjalankan ajarannya dengan baik
dan benar.
Pertama, aspek kognitif. Pada aspek ini, kepribadian syahadatain dalam
bentuk pribadi 'arifin yang memiliki implikasi yang positif pada pembentukan
kesehatan mental pada aspek kognitif. lndividu yang memiliki pribadi 'arifin
186
terbentuk didalam dirinya pribadi yang sehat mental, dengan mengoptimalkan
fungsi kognitifnya dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya. Sehingga,
dia mampu mewujudkan eksistensi dirinya didalam interaksi dengan dirinya
sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya.
Kedua, aspek afektif. Pada aspek ini, kepribadian syahadatain dalam bentuk
pribadi syu'uriin, terbentuk didalam pribadi yang mampu dengan seimbang
dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi afektifnya,
sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya
dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya
didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Pribadi
syu'uriin adalah pribadi yang didalam dirinya terdapat mental yang sehat.
Pribadi tersebut memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan
kesehatan mental pada sisi afektif.
Ketiga, aspek konatif. Pada aspek ini, kepribadian syahadatain dalam bentuk
pribadi 'amilin memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan
kesehatan mental pada aspek konatif. Hal ini lahir karena individu yang
memiliki pribadi 'amilin tersebut telah mampu mengoptimalkan dengan
seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi konatifnya. Sehingga,
terbentuklah pribadi yang sehat mental
187
5. 2 Diskusi
Dari hasil kesimpulan di atas, menyatakan bahwa kepribadian syahadatain
memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental, baik
dari aspek kognitif, afektif dan konatif, sehingga individu mampu mewujudkan
eksistensi dirinya di dalam interaksi terhadap dirinya, orang lain, alam sekitar,
dan kepada Tuhannya.
Kepribadian syahadatain merupakan salah satu cara untuk mencapai
kesehatan mental pada diri seorang muslim. Namun, bisa jadi kepribadian
syahadatain merupakan syarat utama bagi seorang muslim untuk
membentuk pribadi yang memiliki mental yang sehat. Hal ini berdasarkan
pada kesimpulan bahwa kepribadian syahadatain memiliki implikasi yang
positif terhadap pembentukan kesehatan mental pada seseorang.
Kepribadian syahadatain menuntut adanya kesesuaian antara ucapan,
perasaan dan perbuatan seseorang. Apa yang diucapkan dan dirasakannya
mampu diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata. Kesesuaian antara ketiga
hal tersebut akan membentuk pribadi yang sehat mental dengan
mengoptimalkan ketiga fungsi kejiwaan manusia. Ketiga fungsi kejiwaan
tersebut berjalan dengan seimbang dan baik, sehingga dia dapat
mewujudkan eksistensi dirinya dengan bail< pula. Hal ini menjadi dasar bagi
188
seorang muslim didalam menjalankan ajaran agamanya, sehingga tidal< ada
lagi bentuk kesenjangan antara apa yang dia fahami dengan perbuatannya
didalam menjalankan ajaran agamanya. Seperti yang diutarakan oleh
Sarwono (2005) tentang kondisi umat Islam Indonesia, walaupun sudah
begitu intensifnya mendapatkan pendidikan agama, namun belum mencapai
kepada perbuatan yang semestinya. Oleh karena itu, dalam kepribadian
syahadatain, ketika seseorang mengalami kesenjangan didalam aspek
kognisi (pemahaman) dan kognitif (prilakunya), masih belum clikatakan
pribadi yang memahami clan menghayati dengan baik dan benar terhadap
keimanannya terhadap Allah dan rasul-Nya. Sehingga, menimbulkan
hubungan yang kurang optimal dengan agamanya terutama kepada
Tuhannya. Dengan adanya ketidak harmonisan didalam membangun
hubungan yang baik dengan Tuhannya, seorang muslim berada dalam
kondisi yang kurang sehat mentalnya. Karena, pribadi yang sehat mental
diperoleh sebagai akibat clari keimanan clan ketakwaan kepacla Tuhan, serta
menerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan dalam hiclup (Bastaman, 1996).
Oleh !<arena itu, memahami makna syahadatain clengan bail< clan benar,
sehingga membentuk kepribaclian syahaclain yang akhirnya melahirkan
mental yang sehat, merupakan suatu hal yang seharusnya sudah dilakukan
oleh seorang muslim sejak awal dilahirkannya. Cara untuk memahami
syahaclatain clapat clilakukan ketika awal bayi itu baru lahir dengan
189
dikumandangkan adzan dan iqomah di telinganya. Kemudian diterapkan
pola-pola pendidikan agama sejak usia dini, dan lain sebagainya. Dengan
demikian, akan terbentuklah kepribadian syahadatain ketika clia sudah
beranjak usia remaja dan dewasanya.
Lebih lanjut, penelitian ini memberikan pandangan tentang pentingnya
seorang muslim memiliki kepribadian syahadatain yang akan membentuk
kesehatan mental pada diri seseorang, sehingga terhindar dari bentuk-bentuk
gangguan kejiwaan pada seseorang, karena gangguan kejiwaan tersebut
akan mempengaruhi pikiran, perasaannya, dan tingkah lakunya. Hal ini
seperti yang disampaikan oleh Darajat (2001) bahwa kondisi kesehatan
mental dapat mempengaruhi empat hal dalam keseluruhan hidup seseorang,
diantaranya perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan clan kesehatan badan.
Semua hal tersebut termasuk ke dalam gangguan jiwa (neurose), sedangkan
yang tergolong sakit jiwa (psychose) adalah lebih berat.
Dalam pandangan yang lain, penelitian ini mampu memberikan gambaran
yang jelas, bahwa seorang muslim yang berkepribadian syahadatain mampu
membentuk dirinya menjadi muslim yang sehat mental. Sehingga, hal ini
dapat menghilangkan citra buruk umat Islam khususnya umat Islam di
Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Bastaman (1996) dan Sarwono
(2005). Dengan demikian, umat Islam akan terus berusaha didalam
190
meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang muslim yang memiliki
kepribadian yang istimewa, yang berlandaskan kepada syahadatain.
Kesimpulannya, individu yang berusaha untuk membentuk kepribadian
syahadatain berarti seorang muslim berusaha untuk membentuk dirinya
menjadi pribadi muslim yang sehat mental.
Pada penelitian ini menggunakan metode penelusuran pustaka (library
research). Pengukuran akan implikasi kepribadian syahadatain terhadap
pembentukan kesehatan mental ini dilakukan dengan menyesuaiakan
beberapa kriteria atau indikator pada kepribadian syahadatain dengan
kesehatan mental. Kriteria atau indikator yang diperoleh, berdasarkan kepada
pandangan para ahli tentang kedua hal tersebut. Hal ini boleh saja dilakukan
untuk mengukur sejauh mana seseorang memiliki mental
yan!~
sehat.
Menurut Langgulung (1986), ada sejumlah kriteria yang didas.arkan alas
teori-teori, yakni timbul dari gambaran-gambaran teoritis tertentu tentang
kepribadian manusia dan bagaimana sepatutnya kesehatan mentalnya. Di
balik gambaran-gambaran teoritis ini tersembunyi pandangan tertentu
tentang sifat-sifat asal manusia, sifat-sifat kehidupan yang dialaminya, dan
sifat-sifat faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ini. Sebagian penulis
dalam psikologi beranggapan bahwa kekurangan-kekurangan yang ada pada
kriteria-kriteria itu dapat dihindarkan dengan meletakkan daftar sifat-sifat
yang mungkin disetujui oleh orang-orang itu dalam menggamt>arkan
191
seseorang normal dari segi kesehatan mental. Mungkin seba!Jian orang akan
menerimanya atau menambahnya dengan beberapa sifat lain. lni bergantung
pada konsep masing-masing tentang kesehatan mental yang wajar, dan
budaya dimana masing-masing orang berada atau hidup. Narnun, hasil dari
penilitian ini menunjukkan adanya kesesuaian (relevansi) antara indikator
atau kriteria pada kepribadian syahadatain dengan kesehatan mental, dan
hasil kesimpulannya menyatakan adanya implikasi yang positif.
5. 3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, keseimpulan dan diskusi, maka untuk
perkembangan penelitian ini lebih lanjut atau bagi pihak-pihak terkait, penulis
mengajukan saran-saran perbaikan, yaitu:
1. Hasil penelitian ini menyatakan adanya implikasi yang positif bentuk
kepribadian syahadatain terhadap kesehatan mental. Maka disarankan
agar setiap muslim khususnya muslim Indonesia, mampu menerapkan
bentuk kepribadian syahadatain ini dalam kehidupan seihari-harinya,
demi mewujudkan muslim yang sehat mental agar bahagia didunia
dan akhirat.
2. Penelitian ini menggunakan metode penelusuran pustaka (library
research). Dimana pola pengukurannya berdasarkan pada pandangan
dan teori-teori dari para ahli yang berbicara tentang kepribadian
192
syahadatain dan kesehatan mental yang saling berkaitan. Namun,
masih belum dapat menjawab tentang permasalahan clinamika
kesehatan mental seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya
dilapangan. Bagi yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam,
dapat diteliti implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan
kesehatan mental dengan metode pendekatan yang lain seperti
penelitian lapangan berupa kuantitatif, kualitatif, eksperimen dan lainlain.
3. Agar dilakukan penelitian tentang Kepribadian Syahadatain dengan
variabel yang lain, selain kesehatan mental, atau literatur yang lain
selain Kepribadian Syahadatain dengan kesehatan mental. Hal ini
untuk menambah khasanah disiplin ilmu psikologi Islam yang lebi11
komprehensif dalam satu wadah, yaitu Psikologi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Lathif, Abdul 'Aziz bin Muhammad Ali, (1422). Al-Tauhid Li Al-Nasyi'ati
wa Al-Mubtadin, Wizharatu Al-Syu'un Al-lslamiyah: l\/lamlakat Al'Arabiyyah Al-Su'udiyyah
Abdul Mujib, (2006). Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Jusuf Mudzakkir, (2002). Nuansa-Nuansa Psiko/ogi Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
- - - -dan
Achmad Mubarak, (2001). Psiko/ogi Qur'ani, Jakarta: Pustaka Firdaus.
A. Faruq Nasution, (2001 ). Thibburruhany atau Faith Healing: Psiko/ogi Iman
Dalam Kesehatan Jiwa Dan Badan, Jakarta: Eldina
Agus Sujanto, dkk., (1982). Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru
Allport, Gordon. W, (1951). A Psychological Interpretation, New York: Henry
Holt And Company.
Arif Budiman & Abu Bakar Baradja, (1996). Mental Sehat Hidup Sehat Mental
Saki! Hidup Saki!. Jakarta: Studia Press.
Al-Asqalani, lbnu Hajar, Bu/ugh Al-Maram. Diterjemahkan oleh A. Hassan,
(1997). (Bandung: CV. Diponegoro), hadist no. 1468.
Atkinson, Rita, dkk, (1993). Pengantar Psikologi. Diterjemahkan oleh Widjaja
Kusuma, judul asli "Introduction Psikologi'', Batam: lnteraksa.
Al-Sanna, Hasan, Majmu'at Al-Rasai/, terj. Anis Matta, dkk, (1998) (Solo:
lntermedia)
Simo Walgito, (2002). Pengantar Psikologi Umum, Yogyaka1ia: ANDI
Bin Bazz, Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, (1996). Bayan Al-Tauhid Alladzi
Ba'tsul/ah Bihirrasu/ Jami'an Wa Ba'tsu Bihi Khatimahum
Muhammadan, Roaasatu ldaratu Al-Buhuuts Al-'lhniyyah wa Allftau Wa Da'watu wa Al-lrsyad ldarotu Al-Thab'a wa Al-Tarjamah.
Boring, Edwin Garrigues (1948). Foundation of Psychology, New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Al-Bukhary, Muhammad bin lsma'il, (1387 H). Shahih Al- Bukhary, India: AlMaktabah Ar-Rahimiyyah
Buss, David. M, (2005). Personality Psychology: Domains Of Knowledge
About Human Nature, New York: The McGraw-Hill Companies.
Cattel, Raymond B, (1950). Personality A Systemic Theoretical and Factual
Study, New York: McGraw-Hill Book Company.
Chaplin, J.P, Kamus Lengkap Psiko!ogi, terj. Kartini Kartono, ('1989), Jakarta:
PT Raja Grafindo.
Crow, Lester D. & Alice Crow, (1951). Mental Hygiene, New York: McGrawHill Book Company, Inc.
Dadang Hawari, (1997). Al-Qura'an I/mu Kesehatan Jiwa dan Kedokteran
Jiwa, Yogyal<arta : PT.Dana Bakti Prima Yousa.
Al-Qussy, 'Abdul Aziz, (1969). Ushusush-Shihhatin-Nafsiyyah, Kairo:
Maktabatun-Nahdhatir-Rayyah.
Fahrni, Mustafa, (1977). Kesehatan Jiwa, Da!am Keluarga, Seka/ah, dan
Masyarakat. Diterjemahkan oleh Zakiah Daradjat dari judul asli
"Ash-Shihah An-Nafsiyyah Fil Usrati Wal Madrasati
~Val
Mujtama'i",
Jakarta : Bulan Bintang.
Al-Ghazali, Abu Hamid, (1990). lhya 'Ulumuddin, Beirut: Muassasah Al-Kutub
Al-Tsaqaafiyyah.
Al-Hajjaj, Muslim bin Al-Qusyairy, (1376 H). Shahih Muslim, India: AlMaktabah Ar-Rusyaidiyah
Hall, Calvin. S and Gardner Lindzey, (1978). Theories of Personality, New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Al-Hanbali,lbnu Rajab, (1419 H). Al-Arba'uuna hadiitsan an-nawawiyyah Lil
Imam Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi, Riyad: Darul MughnL
Hanna Jumhana Bastaman, (1995). lntegrasi Psikologi dengan Islam Menuju
Psikologi ls/ami, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hasan Langgulung, (1986). Teori-Teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka
Al-Husna.
Al-Hasim, Muhammad Bin Abdullah bin Sholih, (2000). Al-Islam Ushuluhu Wa
Mabaadiuhu, Wizhaarotusysyu-uunil lslaamiyyah:
Mamlakatul 'Arobiyyah As-Su'uudiyyah.
Hasyimsyah Nasution, (2002). Fi/safat Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama
Hawa, Sa'id, (1981). Al-Islam, Misr: Dar al Turats al 'Arabi
____ , Mencapai Maqam Shiddiqun dan Rabbaniyun, terj. lmran Affandi,
(1999), judul asli "Mudzakirat fi-Manazi!is Shiddiqien wa
Rabbaniyiin", Jakarta: Robbani Press.
Hiraas, Muhammad Kholil, (1992). Syarah Al-'Aqidah Al-Washathiyah AsySyeikh Al-Islam lbnu Taimiyyah, Ar-Roasatu Al-'Aarnatul ldaratu AlBuhuts Al-'ilmiyyah wa Al-ifqa-u wa Ad-Da'watu wa Al-lrsyad.
lbnu Hasan, Syeikh Abdurrahman, (1967). Fat/Jul Majid Syar/J Kitab AtTau/Jid, Mamlakatul 'Arabiyah Su'udiyyah: Mekkal1: \Nizaarotusy
Syu'unil lslamiyah Wal Auqaf Wa lrsyad.
lbnu Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik, (1375H). As-Sira/J AnNabawiyya/J, Mesir: Syirkah Maktabah wa mathba'ah Musthafa AlBaby Al-Halaby wa Auladuhu.
lbnu Taimiyyah, (1998). Terapi Penyakit Hali. Diterjemahkan oleh Jalaludin
Raba, Judul asli Amrad Al-Qulub Wa Syifau/Ja, Jakarta: Gema
lnsani Press.
____ , (1999). lqtad/Jau Af-S/Jirat Al-Mustaqim Limuk/Ja/afa/J Ashabu/
Ja/Jim, Dar 'Alimul Kutub.
lrwan Prayitno, (2002). Kepribadian Muslim, Bekasi: Pustaka Tarbiatuna.
Kartini Kartono dan Jenny Andari, (1989). Hygiene Mental dan Kese/Jatan
Mental Dalam Islam, Bandung: CV. Mandar Maju.
____ , (1984). Psikologi Umum, Bandung: Alumni.
Kilander, Frederick H, (1957). Health For Modern Living. Prentice-Hall. Inc.
Englewood Cliffs.
l<rippendorff, Klaus, (1993). Analisis isi, Pengantar teori dan Metodologi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maddi, Salvatore R, (1968). Personality Theories A Comparati11e Analysis.
Home Wood, Ill : The Dorsey Press, Homewood, Illinois - IrwinDorsey, Goergetown, Ontario.
Morgan, C. T, dkk., (1984). Introduction to Psychology. McGraw-Hill,
International Book Company: Tokyo.
Al-Mubarakfury, Syafiyyur-Rahman, (1997). Sirah Nabawi. Diterjemahkan
oleh Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Najati, Usman, (2003). Psikologi Dalam Tinjauan Hadis Nabi SAW, terj.
Wawan Ojunaedi Soffandi, Jakarta: Mustaqiim
Al-Nawawi, tth. Syarhn-Nawawi 'Ala Muslim, Kairo: Al-Mathba'atul Mishriyyah
wa Maktabatuha.
Netty Hartati,dkk., (2004). Islam Dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persad a.
Pervin, Lawrence. A, (1993). Personality Theory And Research, New York:
John Wiley & Son, Inc.
Passer, Michael W. & Ronald E. Smith, (2004). Psychology: The Science of
mind behavior, New York: McGraw-Hill Published.
Al-Qharadhawi, Yusuf, (1994 ). Fatawa Qhardawi: Permasalahan, Pemecahan
dan Hikmah, Surabaya: Risalah Gusti.
Quthb, Muhammad, (1998). Koreksi Atas Pemahaman La I/aha II/al/ah.
Diterjemahkan oleh Yudian Wahyudin Asmin dan Ahsin Wijaya dari
Mafahim Yanbaghi An Tushobhah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Red!, Fritz and William W. Wattenberg, (1951). Mental Hygiene In Teaching.
New York: Harcourt, Brace and Company.
Saparinah Sadli, (1982). Pengantar Da/am Kesehatan Jiwa, dalam buku
Pedoman Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Sadan Konsultasi
Mahasiswa UI.
Sarlito W Sarwono, (2005). Psiko/ogi Da/am Praktek Edisi Revisi, Jakarta:
Restu Agung.
Suharnan, (2005). Psiko/ogi Kognitif, Surabaya: Srikandi.
Sumadi Suryabrata, (2003). Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persad a
Sutardjo. A Wiramiharja, (2005). Pengantar Psiko/ogi Abnormal, Bandung:
Refika Aditama
Tahqiq wa Muraja'ah Jama'ah Minal 'Ulama, (1391 H). Syarl1 Al-'Aqidah AthThahawiyyah, Maktab Al-lslami.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1998).
Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Al-Thobary, Abu Ja'far, (2000). Jami' Al-Bayan Fi Ta'-wili A/-Qur'an,
Muassasat Al-Risalah.
Winarno Surakhmad, (1990). Pengantar Penelitian llmiah (dasar metode
teknik), Bandung: Penerbit Tarsito
Yakan, Fatih, (1996). Komitmen Muslim Terhadap Harokah /s/amiyah.
Diterjemahkan oleh Yasir Miqdad dari Madza Ya'ni lntima-i Li A/Islam, Jakarta: Najah Press.
Yasin, Muhammad Nu'aim, (1991 ). Al-Iman: Arkanuhu, Haqiqatuhu,
Nawaqiduhu, Kairo: Maktabah As-Sunnah.
Yusak Burhanudin, (1999). Kesehatan Mental, Bandung: CV. Pustaka Setia
Zakiah Daradjat, (2001 ). Kesehatan Mental, Jakarta : PT. Toko Gunung
Agung
______ , (2002). Psikoterapi lslami, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Internet:
Mohammad Fanani, (2007). Potensi religius masyarakat Indonesia cukup
tinggi, namun be/um digunakan secara optimal sebagai modal
terapi. Diambil pada Agustus 2007.
http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one news.asp?IDNews=456
Rahmayulis Saleh, (2005). Dua Pu/uh Persen Penduduk Indonesia menderita
gangguan jiw. Diambil pada Agustus 2007.
http://www.bisn is .com/servlet/page?_pageid=4 77 &_dad=portal30&
_schema=PORTAL30&pared_id=387515&patop_id=:W23
Download