l;ljJ>/,Ps I Ir "IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADATAIN TERHADAP PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTAL" Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikollogi r--· =-~. ---~------------1 I [m~j swim~~ 1mMvAruturn ,11u1.iurrn I 1 YAMANI MUHAMAD DIRA NIM: 103070029024 PERPmrr1~KAA~l un1Mi~ ---------·--··-··---··----·-··-·----· ! FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULL.AH JAKARTA ii "IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADAT AIN TIERHADAP PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTJl1L" Skripsi Oiajukan kepada Fakultas Psikologi untul< memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh: YAMANI MUHAMAD DIRA NIM: 103070029024 Dibawah Dosen Pembimbing ~ngl ~~ ~ DR. Ao ul Mujib, M. Ag S. Evafi9eline. I. S, M. Si, Psi NIP: 150.283.344 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M/1428 H iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan Mental telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 September 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gEilar Sarjana Psikologi. Jakarta, 20 September 2007 Sidang Munaqasyah Sekretaris meran!~kap Zahco~ah, Dea. NIP: 150. 238. 773 anggota M. Si Anggota D . I Mujib. M. Ag NIP: 150.283. 344 DR. Ab Mujib, M. Ag NIP: 150. 283. 344 ~/ ~vangeline. I. S. M. Si. Psi iv MOTTO "Te:rus Berusaha. Menjadi Yang •r•~:rbaik Di Dunia Dan lkhi:rat" "Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (Q. S Al-Baqarah, 2: 201) ~UM, f~ ~ ~ t~ <Um ~,a, ~, ~ d,a,n, ~ ~,a,r"3', MJuta, @e_jofrun ~ ~. ~~~mer~ &wJi, f~ ~ ~,a,a,l <Um a!ruu ~ flUl-0,Q,, ~~~ ~~~ ~~. v ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (8) September 2007 M/Sya'ban 1428 H (C) Yamani Muhamad Dira (D) lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan Mental (E) xi+ 192 (F) Semakin banyak terlihat barbagai macam ketegangan, pertentangan, dan kecemasan yang semuanya itu menyebabkan sebagian besar umat Islam hidup didalam keadaan yang semakin tidak harmonis, tidak serasi dan tidak sehat, baik di dalam dirinya sendiri maupun pada lingkungan sekitarnya. Hal ini pula, mempengaruhi kondisi pada fun~1si-fungsi kejiwaan. Adanya krisis mental pada pemikiran yang terjadi pada umat Islam ini adalah individu kurang mampu menggunakan S€~luruh potensi akalnya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat, menilai) secara optimal dan positif, merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, adanya gangguan perasaan berupa penyakit-penyakit hati yang bersarang didalam dirinya, seperti riya, buruk sangka, marah tak terkendali, terlalu santai dan hura-hura, dengki dan dendam, was-was (gelisah). Kemudian, adanya gangguan mental sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang. lndividu merasa tidak mampu mengoptimalkan potensi jasadiah atau fisiologisnya secara baik dan sempurna pada hal-hal yang bersifat positif sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan berlandaskan kepada keimanan. Sehingga, muncul budaya keputus-asaan, malas bekerja, dan tidak mau berusaha untuk mencapai kesuksesan. Melihat adanya gangguan fungsi kejiwaan ini pada diri seiorang muslim, dapat diindikasikan adanya kondisi mental umat Islam yang saat ini kurang sehat. Muslim yang belum mampu mencerminkan keislamannya itu sendiri, masih jauh dari sosok kepribadian muslim yang memancarkan cahaya kedamaian. Adanya kepribadian syahadatain merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan kondisi mental yang sehat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kepribadian syahadatain berimplikasi terhadap pembentukan kesehatan mental pada individu, baik dari sisi kognitif, afektif, dan konatif, yang al<hirnya membentuk kepribadian muslim yang sehat mentalnya. vi Penelitian ini menggunakan metode library research (pemelusuran kepustakaan). Metode ini digunakan dengan cara mengumpulkan sejumlah karya yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain dan kesehatan mental untuk memperoleh data yang valid dan reliable. Hal ini bisa didapat melalui buku-buku literatur, koran, majalah dan artikelartikel lainnya, baik yang sifatnya primer maupun skunder. Primer maksudnya yang terkait dengan kepribadian syahadatain, dan kesehatan mental secara langsung, sedang sekunder merupakan referensi pelengkap. Kemudian dilakukan metode analisis isi. Kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu yang didapat melalui penghayatan terhadap kalimat Laa i/aha ii/al/ah clan Muhammadurrasulullah dengan akal dan hatinya yang cliucapkan melalui lisannya dengan penuh keyakinan yang mantap tanpa adanya keraguan, yang dibuktikan melalui perbuatan nyata dalam bentuk ibadah. Dari penghayatannya tersebut mempengaruhi tiga aspek kejiwaan pada diri individu yaitu pemikiran (kognitif), perasaan (afektif) dan perbuatan (konatif) yang menjadi landasan dari setiap prilakunya. Sedangkan kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana seseora11g mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsifungsi kejiwaannya (kognitif, afektif, dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Hasil penelitian menunjukkan adanya implikasi yang positif dari kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental pada aspek kognitif, afektif, dan konatif. Ada beberapa saran yang diajukan untuk penerapan dan pengembangan lebih lanjut, yakni: agar setiap muslim khususnya muslim Indonesia, mampu menerapkan bentuk kepribadian syahadatain ini dalam kehidupan sehari-harinya, demi mewujudkan muslim yan~1 sehat mental agar bahagia didunia dan akhirat; perlu adanya penelitian implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental dengan metode pendekatan yang lain seperti kuaJitatif, eksperimen dan studi komparatif dan lain-lain. (G) 69 (1948-2007) vii KATA PENGANTAR A/hamdulilltJhi robbil 'tJ!amTn. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., pencipta semesta alam. Dengan cahaya dan hidayah-Nya menjernihkan fikiran dan jiwa, sehingga membuahkan amal yang bermanfaat. Dengan taufik dan hidayah Allah yang memancar melalui cahaya ilmu (nurul 'ilmt), penulis akhirnya mampu menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad saw., sebagai suri teladan dan contoh ikutan yang memiliki keagungan akhlak. Shalawat serta salam pun tercurah kepada para keluarga, sahabat, dan umat Islam yang senantiasa istiqomah dijalan Allah hingga akhir zaman. Ucapan terima kasih danjazakumullah khairan katsiron (semoga Allah membalasnya dengan pahala kebaikan yang berlimpah) kepada: 1. lbu Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si., selaku Dekan Fakultas P:sikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dra. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si., selaku Pembantu Dekan Bag. Akademik Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Seluruh staff pengajar (dosen) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah bersedia memberikan berbagai khasanah keilmuannya yang luas selama proses perkuliahan. 2. Bapak Prof. Hamdan Yasun, M.Si., selaku pembimbing akademik penulis yang telah memberikan banyak nasihat dan waktunya pacla penulis selama menjadi mahasiswa. 3. Bapak DR. Abdul Mujib, M. Ag., selaku pembimbing 1 yang telah meluangkan waktunya secara khusus kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasinya selama penyusunan skripsi ini. Didalam diskusi-diskusi, perbincangan, baik dalam Jisan maupun tulisannya dalam buku-buku dan karya ilmiahnya, penulis menemukan ide dan semangat baru didalam memahami hakikat psikologi dalam Islam. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya didalam menyebarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, serta membalas kebaikannya dengan pahala yang berlipat ganda. 4. lbu S. Evangeline. I. S, M. Si, Psi, selaku pembimbing 2, alas kesabarannya dalam membimbing penulis, walaupun dalam waktu yang singkat, namun memberikan semangat dan pencerahan baru didalam memahami setiap tujuan dan manfaat didalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas setiap amal kebaikan dengan pahala yang berganda, serta dimudahkan segala urusannya baik di clunia dan di akhirat. viii 5. Kepada keluarga tercinta, lbunda tersayang (Nurhasanah), Ayahanda yang bijaksana (Jaja.S), kakanda tercinta mas Adam dan kak Leni (lstri), mas Yusuf, mba Ari Kunfayasari dan Rudi (suami). Tak terlupa pula iringan doa dan harapan kepada adik-adik tersayang, Ani Fitria Ningsih, Vina Setiawati, Maulana Ibrahim, semoga menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Kepada keponakanku tersayang, M. Faud;:hil Adzim, Zakiyatunnisa, Najwa Sulamah, yang senantiasa menghiasi hari-hari penulis dengan penuh keceriaan dan harapan, semoga menjadi generasi Rabbani yang menegakkan kalimat Allah. 6. Kepada seluruh ikhwan dan akhwat penggerak dakwah Komisariat Dakwah LDK Psikologi (2002-2007). Budi Kusworo, Soleh, lip, Zainudin, Jamali, Indra M, Fiqih, Aditya S, Deni Cahyo, Badru Zaman, Al-Falaq, dkk., Ahmad Saefillah, dkk. Di barisan akhwatjazakumullah, kepada Yumenah, Umayah, Nurniawati, Yatmi, Nur lslamiyah, Fatma N.A, Erna, Irma, dkk. Kepada pengurus LOK Syahid Periode 2006-2007. Sahabat setia, Bani M. P, Hafiz H. A. Barisan akhwat Muslimah LDK Syahid, Vera Apnia, Citra Annisa, Erika, Rahmi, Palupi, dkk. Serta rekan-rekan Komisariat Dakwah LOK 2006-2007. Rekan-rekan Forum UKM UIN Jakarta (2006-2007). Terus mengobarkan semangat harokah lslamiyah, dikampus UIN tercinta. Semoga, UIN menjadi kampus pe:radaban Islam harapan umat. 7. Kepada rekan-rekan seperjuangan, saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus UIN, rekan dan saudara senasib dan seperantauan The Legosso Family, akhina Akrom Mu'alim, lsman, Gumilar Ft. Serta rekanrekan lkatan Alumni Husnul Khatimah (ISLAH) Ponpes Husnul Khatimah. Tim Nasyid Heart Raiva 8. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Dani Widarsa, Catur Tresna, Yusuf AsSaleh, yang dengan kebaikannya memberikan tumpangan hidup selama kuliah. Kepada sahabat-sahabat kelas A Fakultas Psikologi angkatan 2003. Kawan-kawan kelompok KKL di RSJI Klender angkatan 2003. Dengan kehadirannya dalam kehidupan penulis, telah menghiasi sisi kehidupan yang penuh arti dan bermakna. Semoga Allah swt., kelak mempertemukan kita kembali dalam ikatan persaudaraan Islam, perjumpaan yang abadi di syurga. Untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi yang tidal< dapat disebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang. Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan menjadi amal ibadah yang diterima di sisi Allah SWT, Amin. Jakarta, 1O September 2007 M 28 Sya'ban 1428 H Penulis ix DAFTAR ISi Halaman Judul. ............................................................................. Halaman Persetujuan. .......... .. ........... .. .. .... ........ ........ ... .... .... .... .... ii Halaman Pengesahan.................................................................. iii Motto............................................................................................ iv Abstraksi............................................................................. .. ........ v Kata Pengantar..... ....... .. ............... ... ............ ........ ... .... ........... ..... .. vii Daftar lsi........................................................................................ ix Daftar Gambar......... ........ ... ............ .... .... ....................... .... .... ... .... xi BAB 1 PENDAHULUAN................................................................ 1-18 1.1. Latar Belakang Masalah ..... ....... ..... ... ... ..... ....... ........ ..... .. .... 1 1.2. Batasan Dan Perumusan Masalah............. ... ...... ... ... ... ... 12 1.2.1. Batasan Masalah. ..... .. .. .............. .... .... ... ..... ... ............. 12 1.2.2. Rumusan Masalah... .... .... .. . .. ... . .. ... .. . .. . . .. . .. . .. .. . ... 13 1.3. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian...................... 14 1.3.1. Tujuan Penelitian. .. . .. . .. ... .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. . . .. ... . .. .. . 14 1.3.2. Manfaat Penelitian............................................ 14 1.4. Metodologi Penelitian... . .. . .. ... .. . .. . . .. ... ... ... . .. .. . . .. ... . .. . .. . 14 1.5. Sistematika Penulisan.......................................................... 17 BAB 2 KEPRIBADIAN SYAHADATAIN.............................. 2.1 19-109 Pengertian Kepribadian................. ........... .. ...... ..... ... ........ 19 2.2 Makna Syahadatain........... ... .. . ........................................ 30 x 2.3 Pengertian Kepribadian Syahadatain .............................. . 81 2.4 Pembentukan Kepribadian Syahadatain ....................... .. 84 BAB 3 KESEHATAN MENTAL. ................................................ . 110-150 3.1 Definisi Kesehatan Mental.. .............................................. .. 110 3.2 Kriteria Sehat Mental.. .................................................... .. 123 3.3 Pola Pembentukan Kesehatan Mental.. ........................... .. 137 BAB 4 IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADATAIN TERHADAP PEMBENTUKAN KESEHA TAN MENTAL. ..................... 4.1 151-1134 Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Kognitif.. ..................... . 151 4.2 Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Afektif.. ...................... .. 164 4.3 Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Konatif.. ..................... .. 174 BAB 5 PENUTUP ........................................................................ 185-192 5.1 Kesimpulan...................................................................... 185 5.2 Diskusi....... ... ......................... ......... ... .. .. ............ ... ......... ... ... 187 5.3 Saran.................................................................................... 191 DAFT AR PUSTAKA xi DAFTAR GAMBAR Skema 1. Kepribadian Syahadatain........................... 109 Skema 2. Kesehatan Mental.................................... 150 Skema 3. Tabel lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan mental.... 183 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama adalah ajaran Tuhan yang mengandung berbagai keterntuan untuk ditaati umat manusia. Islam mengajarkan berbagai ketentuan yang sudah jelas kemaslahatannya, seperti bekerja keras di samping berclo'a, mencintai sesama manusia, menghindari zina dan penyalahgunaan obat, memelihara lingkungan, menghindari riba dan sebagainya. Mengenai hal itu hampir semua muslim di Indonesia mengetahuinya, berkat intensifnya pendidikan agama di negeri ini (tempat-tempat ibadah dan acara-acara k1~agamaan selalu dipenuhi umat, termasuk generasi mudanya). Tetapi apa yang diajarkan itu tidak mencapai (tidak mempengaruhi) perilaku nyata. Sehingga, ada kesenjangan antara pengetahuan (dalam istilah psikologinya: kognisi) dan perilaku (konasi) (Sarwono, 2005). Selain itu, adanya kesenjangan (disonanst) antara pengetahuan dan perilaku ini pun terjadi pada pemahaman tentang syahadatain (dua kalimat kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah) sebagai pilar utama dan landasan terpenting didalam rukun lsilam. Hal ini 2 dapat dilihat pada kondisi umat Islam yang kesehariannya, selalu mengucapkan dan mengumandangkan kalimat syahadatain di dalam ibadah sholat, doa, dan adzan. Secara umum umat Islam telah hafal dan fasih di dalam mengucapkan kalimat syahadat. Namun, permasalahan besar yang timbul adalah sejauh mana makna syahadatain dipahami secara benar, sehingga mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perbuatannya ?. Banyak orang yang masuk Islam karena keturunan. Dengan kata lain, mereka menjadi Muslim karena terlahir dari ibu dan bapak yang beragama Islam. Pada kenyataanya mereka tidak memahami makna komitmen kepada Islam dan tidak paham konsekuensi-konsekuensinya (Yakan, 1996). Hal ini menjadi salah satu faktor yang menjadi fenomena umat Islam, khususnya Indonesia tentang pemahamannya terhadap syahadatain. Jika penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam (80-90%), dan memahami syahadatain sebagai pilar utama keislamannya, kemudian berkomitmen serta memahami konsekuensi-konsekuensinya, bisa jadi bangsa Indonesia tidak tercatat dalam daftar hitam (black list), menjadi juara ketiga di dunia sebagai negara terkorup (Sarwono, 2005), atau bahkan 20% dari bangsa Indonesia dewasa mengidap gangguan jiwa (Saleh, 2005) tidal< akan pernah terjadi, atau segala jenis musibah dan bencana alam karena 3 kerusakan akhlak dan moral bangsa Indonesia, yang menyebabkan kecemasan dan kegelisahan. Namun, fenomena kecemasan dan kegelisahan tersebut juga terjadi pada kondisi manusia zaman modern dengan akibat timbulnya jenis dan kualitas tindakan kriminal, kekerasan serta perilaku menyimpang lainnya seperti yang dapat dilihat melalui media komunikasi (TV dan surat kabar), hal tersebut merupakan pemandangan yang sangat meresahkan. Bersamaan dengan pesatnya modernisasi kehidupan, manusia harus menghadapi persaingan yang amat ketat, pertarungan yang amat tajam. Sehingga, se1perti yang diungkapkan oleh Mubarok (2001), timbul gangguan yang diclerita oleh manusia modern berupa gangguan psikologis yang diderita oleh manusia yang hidup didalam lingkungan peradaban modern. Menurut Bastaman (2005), di Indonesia sendiri, khususnya dikota-kota besar, beban psikologis ini sudah lazim dirasakan dalam kehidupan pribadi dan keluarga. Hal ini terungkap dalam berbagai keluhan seperti gelisah, serba tidak puas, perasaan serba ragu dan serba salah, frustasi, semgketa batin dan sengketa dengan orang lain, merasa hampa, kehilangan semangat hidup, munculnya berbagai penyakit psikomatis dan lain-lain keluhan dan prilalrnnya yang mencerminkan ketidaktenangan. Untuk mengatasi itu s1~mua mereka melakukan berbagai upaya seperti konsultasi dengan para ahli (dokter, 4 psikiater, psikolog), melakukan kegiatan-kegiatan secara berlebihan, melarikan diri dari kenyataan hidup melalui minuman keras dan narkotika, bahkan tak jarang bagi mereka yang tak kuat imannya menerjunkan diri ke dalam aliran kebatinan yang batil (sesat). Semakin banyak terlihat berbagai macam ketegangan, pertentangan, dan kecemasan yang semuanya itu menyebabkan sebagian besar umat Islam hidup didalam keadaan yang semakin tidak harmonis, tidal< serasi dan tidak sehat, baik di dalam dirinya sendiri maupun pada lingkungan sekitarnya. Hal ini pula, mempengaruhi kondisi pada fungsi-fungsi kejiwaan. Seperti yang dikatakan oleh Daradjat (2001 ), l<0ndisi kesehatan mental da1pat mempengaruhi empat hal dalam keseluruhan hidup seseorang, diantaranya perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan dan kesehatan badan. Semua hal tersebut termasuk ke dalam gangguan jiwa (neurose), sedan1Jkan yang tergolong sakit jiwa (psychose) adalah lebih berat. Adanya krisis mental pada pemikiran yang terjadi pada umat Islam ini adalah individu kurang mampu menggunakan seluruh potensi akalnya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat, menilai) secara optimal dan positif, merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Sehingga, umat Islam terjebak pada budaya berpikir yang salah. Bentuk pemikiran yang salah yang melanda umat Islam saat ini dapat dilihat pada 5 adanya fenomena Taqlid (mengikuti tanpa dasar) buta, llusi (sesuatu yang hanya dalam angan-angan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997), khurafat (sesuatu yang hanya ada dalam hayalan belaka; kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997) (Najati, 2005). Dengan adanya proses pemikiran yang salah ini, individu merasa semakin jauh dari tuhannya, yang kemungkinan menyebabkan individu terjebak pada dunia kemusyrikan (menyekutukan Allah). Adanya kemusyrikan ini kemungkinan dapat menjadi tolok ukur didalam melihat pemahaman seseorang tentan~J tuhannya. Didalam psikologi Islam syirik ini tergolong psikopatologi (Mujib, 2006), sebab pelakunya tidak dapat mengintegrasikan kepribadiannya dengan baik. Adanya pribadi yang tidak terintegrasi ini menyebabkan individu tidak mampu berpikir realistis tentang kehidupannya, sehingga kondisi jiwanya tidak sehat. Namun sebaliknya, orang yang memiliki mental yang sehat dia mampu memandang hidupnya secara realistis dan efisien (Atkinson, 1993). Selain itu, adanya gangguan perasaan berupa penyakit-penyakit hati yang bersarang didalam dirinya, seperti riya, buruk sangka, marah tak terkendali, terlalu santai dan hura-hura, dengki dan dendam, was-was (~1elisah), dan lain sebagainya (Daradjat, 2002). Sehingga, dengan kondisi ini lbnu Taimiyah (1998) mengatakan, sebagaimana halnya gangguan pada jasmani atau badan, gangguan pada hati pun akan merusak pandangan-pandangan hidup 6 dan keinginan hati sehingga seseorang menempuh jalan syubhat (tidak jelas halal dan haram). Baginya kebatilan merupakan jalan yang b1~nar, dia tidak melihat kebenaran menurut yang sebenarnya sehingga keinginannya adalah membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang rusak. Dengan demikian, kemungkinan individu tidak mampu mengoptimalkan fungsi kejiwaannya kepada hal-hal yang bersifat postif, yang lberlandaskan kepada norma-norma yang berlaku dan alas dasar keyakinannya terhadap ajaran agamanya dengan benar. Oleh karena itu, Bastaman (1997) berpendapat, bahwa timbulnya penyakit hati dan sifat-sifat tercela secara langsung dan tidak langsung menimbulkan gangguan kejiwaan. Kemudian, adanya gangguan mental sangat mempengaruhi l<elakuan dan tindakan seseorang (Daradjat, 2001). lndividu merasa tidal< mampu mengoptimalkan potensi jasadiah atau fisiologisnya secara baik dan sempurna pada hal-hal yang bersifat positif sesuai dengan norma-norma yang berlal<u dan berlandaskan l<epada l<eimanan. Sehingga., muncul budaya l<eputus-asaan, malas bekerja, dan tidak mau berusaha untul< mencapai l<esuksesan. Menurut Mujib (2006), l<ondisi demikian dapat menyebabkan seseorang l<ehilangan gairah, semangat (morale), energi dan motivasi hidup setelah seseorang tidak berhasil menggapai sesuatu yang diinginkan, atau sebelum ia berbuat. Hal ini menurutnya dianggap sebagai gangguan 7 kepribadian karena ia menafikan potensi hakiki manusiawi, tidak mempercayai takdir dan sunnah Allah, dan merasa putus asa terhadap rahmat dan karunia-Nya. Melihat adanya gangguan fungsi kejiwaan ini pada diri seorang muslim, dapat diindikasikan adanya kondisi mental umat Islam yang saat ini kurang sehat. Dengan adanya pandangan ini, kemungkinan semakin menambah citra negatif umat Islam. Hal ini, seperti yang disampaikan oleh Bastaman (1997) tentang nasihat yang diberikan kepada Viktor Frankl oleh seseorang, yang menggambarkan bahwa muslim itu sudah pasti buruk sekali, hina-papa, tak berdaya dan gampang direkaperdaya, sampah yang hanya layak dimasukkan ke dalam krematorium dan kamar-gas-beracun hidup-hidup. Gambaran ini sangat disesalkan oleh Bastaman. Dan mungkin saja sampai sekarang citra serupa terdapat pula pada pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok masyarakat dilingkungan yang lebih luas lagi dimana Muslim dan Islam dikaitkan dengan terorisme dan peristiwa-peristiwa berdarah, fanatisme dan eksklusivisme dengan segala kebringasan dan kebrutalanny~1. penghuni peta keterbelakangan dan kemiskinan. Atau sebaliknya dihubungkan dengan kemewahan petro-dolar yang seakan-akan tak mengacuhkan kemelaratan dan kebodohan yang melanda sebagian umat Islam didunia clewasa ini, dan cita-cita lainnya yang memalukan. 8 Dari pandangan yang disampaikan oleh Bastaman (1997), memang sangat disayangkan hal ini terjadi pada fenomena muslim (orang yang memeluk Islam) yang terjadi saat ini. Muslim yang belum mampu menc:erminkan keislamannya itu sendiri, masih jauh dari sosok kepribadian rnuslim yang memancarkan cahaya kedamaian. Pribadi yang tidak konsisten terhadap ajaran agamanya, misalnya seperti yang digambarkan oleh Sarwono (2005), tentang salah satu hadis yang mengatakan bahwa kesucian i;ebagian dari iman, akan tetapi betapa banyaknya umat Islam (termasuk yang berpendidikan tinggi) meludah atau membuang sampah sembarangan. Padahal diyakini dalam Islam bahwa fungsi syariat Islam adalah untuk mengatur prilaku manusia agar jangan salah dan mengoreksinya dari waktu ke waktu (misalnya dengan cara shalat lima waktu dan berpuasa setahun sekali) agar manusia selalu berada di jalan benar. Karena itulah ada pendapat bahwa korupsi, maksiat dan perilaku kejahatan laininya merajalela karena kurangnya iman dan takwa. Karena itulah banyak orang yang mengingingkan penambahan jam pelajaran agama di sekolah-sekolah. Karena itulah banyak orang tua misalnya, mengirimkan anak·-anaknya yang nakal (misalnya kecanduan obat) ke pesantren untuk diajari agama. Tetapi kenyataannya Indonesia tetap nomor tiga dalam urusan korupsinya. Kenyataannya banyak haji yang bermaksiat (antara lain mela1kukan penipuan terhadap calon-calon jemaah haji lainnya). Dan l<enyataannya anak tetap nakal walaupun sudah dikirim ke pesantren. 9 Selain ketidak konsistenan, umat Islam Indonesia juga belum sepenuhnya menggunakan potensi spiritualnya didalam menghadapi berbagai permasalahannya. Seperti yang dikisahkan oleh Fanani (2007), sebagai berikut, Santi (34), sebut saja namanya begitu, mengalami depmsi berat ketika kekasihnya meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain. la kerap wara-wiri dengan kondisi setengah telanjang di kompleks perumahannya. Alih-alih ke ahli jiwa, orang tuanya membawa sang anak ke orang yang mereka anggap 'orang pintar'. Mereka juga minta bantuan kyai untuk menyembuhkan penyakit anaknya. Fenomena di atas kerap terjadi di masyarakat Indonesia. Menurut Fanani, masyarakat memang kerap membawa persoalan dalam kehidupan ke rohaniwan. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi religius sudah sangat banyak digunakan oleh masyarakat. "Potensi religius masyarakat Indonesia cukup tinggi," ujarnya. Sayangnya, modal religius belum digunakan secara optimal dalam terapi kedokteran jiwa. Dunia kedokteran masih memandang sebelah mata agama sebagai modal terapi. Padahal ada segepok bukti yang menunjul<kan terdapat kaitan antara agama dengan kedokteran jiwa. Hal itu dipaparkan Fanani di muka sidang senat terbuka Universitas Sebelas Maret, Solo pada 24 Februari 2007. Dengan makalah yang berjuclul "Agama sebagai Salah Satu Moclalitas Dalam Terapi", Fanani clikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Keclokteran UNS, Solo. Dalam prakteknya, pemanfaatan agama memang telah digunakan clalam terapi di dunia kedokteran atau rumah sakit. Namun, "Hanya dilakukan oleh petugas nonmedis yang pada umumnya tidak 10 dibekali pemahaman tentang kedokteran dan keterampilan sebagai terapis," katanya (Fanani, 2007). Dari beberapa pandangan di atas, kiranya umat Islam telah lupa akan identitasnya sebagai seorang muslim. Rupanya agak berkurang kebanggaannya sebagai seorang muslim (lsyhad Bianna Muslim: Saksikanlah saya seorang muslim). Padahal Allah jelas-jelas menggambarkan sosok pribadi muslim yang penuh dengan keimanan (Q. S 3: 31; Q. S 51: 56; Q. S 98: 5), umat yang terbaik dan dijanjikan kemenangan (Q. S 3: 109; Q. S 2: 115), terdapat didalam jiwanya perasaan kasih sesama muslim, dan tegas kepada orang kafir (0. S 48: 29), ketenan!~an dan kebahagiaan (Q. S 48: 4), orang yang senantiasa memegang1 teguh janjinya (0. S 2: 177), semangat didalam melakukan amal kebaikan (0. S 23: 61 ), dijanjikan syurga karena keislamannya (Q. S 9: 72), dan lain sebagainya, yang mencirikan pribadi muslim yang unggul. Umat Islam kiranya lupa, kalau ternyata dalam dirinya terdapat sifat-sifat kepribadian yang sangat istimewa, yang mampu memimpin peradaban dunia, mampu menghiasi dunia ini dengan cahaya kedamaian, kepribadian yang terbangun didalam hatinya bangunan keimanan yang kokoh yang tertegak dalam kalimat "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah", sebagai pilar utama tegaknya totalitas Islam sebagai kemerdekaan 11 iman didalam hatinya. Kerpibadian iman yang mantap yang didalamnya terdapat ketenangan yang akhirnya lahirlah kesehatan mental (Najati, 2003). Namun, hal ini sangat jauh dari gambaran umat Islam, yang rnasih belum mau mencontoh sosok kepribadian manusia sempurna, yang seharusnya dijadikan ikutan, yang didalamnya terdapat pribadi mantap yang mencerminkan sosok muslim sesungguhnya, yaitu nabi Muhammad saw. Dari beberapa latar belakang masalah di atas, akhirnya peneliti tertarik untuk mengkaji tentang kepribadian yang diharapkan mampu untuk mewujudkan kondisi mental yang sehat. Kepribadian yang dilandasi semangat untuk menghayati makna kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah" sebagai pilar utama bangunan keislaman didalam jiwanya yang akan membentuk pemikiran, perasaan, dan perilakunya, dalam satu kesatuan yang utuh dalam perwujudannya sebagai sosok pribadi muslim ideal yang sehat mental. Hal ini pun menjadi harapan kepada masyarakat muslim, khususnya masyarakat muslim Indonesia. Seperti yang diutarakan oleh Mujib (2006), bahwa masyarakat muslim khususnya muslim di Indonesia, tidak mungkin menggunakan teori-teori kepribadian dari psikologi sekuler. Menurutnya, selain bias budaya, teori-teori tersebut bebas nilai yang menafikan unsurunsur metafisik dan spiritual transendental. Masyarakat Muslim lebih tepat 12 menggunakan teori kepribadian berbasis keislaman, karena teori itu dapat mengkaver seluruh perilakunya dan menunjukkan self-image maupun se/festeem sebagai seorang Muslim yang sesungguhnya. Namun demikian, peneliti mencoba mengambil beberapa bagian atau seluruhnya dari tiap-tiap disiplin llmu yang memberikan manfaat kepada seluruh umat manusia. Terutama disiplin ilmu yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu ilmu agama dan psikologi (baik Barat maupun Islam), karena keduanya memiliki hubungan yang sangat erat didalam berbicara tentang hakikat kejiwaan manusia. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk mengangkat judul dalam penelitian ini, yaitu "lmp!ikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan Mental". 1.2 Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Batasan Masalah Dalam Penelitian ini peneliti membatasi masalah menjadi: 1. Kepribadian Syahadatain pada penelitian ini adalah suatu kesatuan mekanisme organisasi dinamis pada individu atas sistem-sistem psikofisis yang bersifat kompleks, yang disebabkan oleh penghayatannya terhadap syahadatain yang melekat pada pikiran (kognitif), perasaan (afektif) dan tingkah lakunya (konatf) yang 13 membentuk suatu karakteristik yang khas pada individu yang memiliki nilai secara konsisten. 2. Kesehatan Mental dalam penelitian ini adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaannya (kognitif, afektif, dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Kesehatan mental pada penelitian ini meliputi aspek pemikiran (kognitif), perasaan atau emosi (afektif), dan perbuatan (konatif) yang mempengaruhi kejiwaan seseorang. 1.2.2 Rumusan Masalah Rumusam masalah dalam Penelitian ini adalah : Bagaimanakah implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental bagi individu yang meliputi kognitif, afektif dan konatif? 1.3 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kepribadian syahadatain berimplikasi terhadap pembentukan kesehatan mental pada individu, baik dari sisi kognitif, afektif dan konatif, yang akhirnya membentuk kepribadian muslim yang sehat mentalnya. 14 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat Penelitian ini adalah untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan pengembangan pada bidang psikologi Islam. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga bagi penulis khususnya dan orang lain pada umumnya untuk menjadikan kepribadian syahadatain sebagai salah satu kepribadian yang dimiliki seorang individu untuk memperoleh mental yang sehat. 1.4 Metodologi Penelitian Metode penelitian skripsi ini penulis menggunakan metocle library research (penelusuran kepustakaan). Metode ini digunakan dengan cara mengumpulkan sejumlah karya yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain dan kesehatan mental untuk memperoleh data yang valid dan reliable. Hal ini bisa didapat melalui buku-buku literatur, koran, majalah dan artikel-artikel lainnya, baik yang sifatnya primer maupun skunder (Surakhmad, 1990). Primer maksudnya yang terkait dengan kepribadian syahadatain, dan kesehatan mental secara langsung, sedang sekunder merupakan referensi pelengkap. Kemudian dilakukan metode analisis isi. Dalam merujuk sumber yang bersifat primer, peneliti membagi kepada dua hal: 15 1. Sumber yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain. Adapun buku yang digunakan sebagai rujukan pada pembahasan ini rneliputi: (a). Definisi kepribadian. Sumber rujukan: Gordon W. Allport (1951 ). A Psychological Interpretation; Raymond B Cattell (1950) . Personality A Systemic Theoretical and Factual Study;, Calvin S. Hall and Gardner Lindzey (1978). Theories of Personality; Salvatore R. Maddi (1968). Personality Theories A Comparative Analysis; Sumadi Suryabrata (2003). Psikologi Kepribadian; Semua sumber tersebut berbicara tentang definisi kepribadian menurut psikologi barat. Adapun definisi kepribadian dalam psikologi Islam merujuk kepada Abdul Mujib (2006), Kepribadian dalam Psikologi Islam; (b). Makna syahadatain, sumber rujukan: Sa'id Hawa (1996) Al-Islam; lrwan Prayitno (2002). Kepribadian Muslim. Karena pembahasan utama tentang makna syahadatain ini lebih kepada permasalahan aqidah yang bersumber kepada Al-Qura'an dan Al-Hadist, maka penulis mengambil rujukan pada buku aqidah M. Nu'aim Yasin (1991 ). Al-Iman: Arkanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqiduhu; Tafsir Al-Our' an, Abu Ja'far Al-Thobary (2000). Jami' Al-Bayan fi Ta'-wil Al-Qur'an; AlNawawi, Syarh Al-Nawawi 'Ala Muslim; lbnu Hajar Al-Asqalani, Bu/ugh AlMaram, terj. A. Hassan (1997); (c). Pengertian Kepribadian Syahadatain, sumber rujukan: Abdul Mujib (2006). Kepribadian Dalam Psikologi Islam. 2. Sumber yang berkaitan dengan Kesehatan Mental. Sumber rujukan: Hasan Langgulung (1986), Teori-Teori Kesehatan Mental; Usman Najati 16 (2004 ), Psikologi Dalam Tinjauan Hadist Nabi; Zakiah Daradjat (2001 ), Kesehatan Mental; Crow, Lester D. & Alice Crow (1951 ); Hanna Jumhana Bastaman (1995), lntegrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi lslami; Kartini Kartono dan Jenny Andari (1989), Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam; 'Abdul Aziz Al-Qussy (1969), UshusushShihhat Al-Nafsiyah; Adapun sumber yang bersifat skunder, meliputi: (1 ). Kepribadian Syahadatain. Sumber yang berkaitan dengan definisi kepribadian, Edwin Garrigues Boring (1948), Foundation of Psychology; Netty Hartati, dkk. (2004), Islam Dan Psikologi; AgusSujanto, dkk. (1982), Psikologi Kepribadian; David. M Buss (2005), Personality Psychology; dan lain-lain. Sumber yang berkaitan dengan makna syahadatain, Muhammad Khalil Hiraas (1992), Syarah Al-'Aqidah AlWashathiyah Asy-Syeikh Al-Islam lbnu Taimiyyah; Muhammad Abdullah Bin Sholih Al-Hasim (2000), Al-Islam Ushuluhu Wa Mabadiuhu; Sa'id Hawa, Mencapai Maqam Shiddiqun dan Rabbaniyun, terj. lmran Affandi (1999); Muhammad lsma'il bin Al-Bukhary (1387 H), Shahih AlBukhary; Tahqiiq wa Muraaja'ah Jama'ah Minal 'Ulama (1391 H), Syarh Al-'Aqidah Al-Thahawiyah; (2). Kesehatan mental. Sumber yang berkaitan dengan kesehatan mental, Rita Atkinson, dkk., Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma ('1993), 17 judul asli "Introduction Psikologi"; Dadang Hawari (1997), Al-Qura'an I/mu Kesehatan Jiwa dan Kedokteran Jiwa; Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2002), Nuansa-Nuansa Psikologi Islam dan Jain-lain. Metode analisis isi adalah suatu metode untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan shahih data dengan memperhatikan konteksnya. Metode ini paling tidak mengandung enam komponen: (1) data sebagaimana yang dikomunikasikan kepada analis; (2) konteks data; (3) bagaimana pengetahuan analis membatasi realitasnya; (4) target analisis isi; (5) inferensi sebagai tugas intelektual yang mendasar; dan (6) kesahihan sebagai kriteria akhir keberhasilan (Krippendorff, 1993). 1. 5 Sistematika Penulisan Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan kaidah penulisan American Psychology Assosiation (APA) style. Untuk mengetahui gambaran tentang hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan sistematika penulisan skripsi ini dalam lima bab, yakni : Bab 1 Pendahuluan Berisi : Latar Belakang Masalah, Batasan Dan Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian serta Sistematika Penelitian. 18 Bab 2 Kepribadian Syahadatain Berisi: Pengertian Kepribadian, Makna Syahadatain, Pengertian Kepribadian Syahadatain, Pola Pembentukan Kepribadian Syahadatain. Bab 3 Kesehatan Mental Berisi: Definisi Kesehatan Mental, Kriteria Sehat Mental, Pola Pembentukan Kesehatan Mental. Bab 4 lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan Mental Berisi: Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Kognitif, Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Afektif, Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Konatif. Bab 5 Penutup Berisi : Kesimpulan, Diskusi dan Saran yang dihasilkan dari penelitian. 19 BAB2 KEPRIBADIAN SYAHADATAIN 2.1 Pengertian Kepribadian Dalam sebuah kajian Psikologi Kepribadian, banyak sekali para ahli memberikan definisi tentang cabang ilmu pengetahuan ini dengan istilah yang berbeda-beda. Ada beberapa istilah yang digunakan oleih para ahli tentang penamaan Psikologi Kepribadian. Ada yang memberinya nama Characterologie atau Karakterkunde atau The Science of Characterologie, ada yang memberi nama Typologie, ada yang memberinya nama The Psychology of Personality, ada yang memberinya nama Theory of Personality, dan lain-lain istilah lagi. Di dalam bahasa Indonesia istilah-istilah yang banyak digunakan adalah llmu Watak atau llmu Perangai atau Karakterologi, Teori Kepribadian, dan Psikologi Kepribadian (Suryabrata, 2003). Begitu juga dengan istilah kepribadian, sesungguhnya memiliki banyak arti. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan teori, Penelitian, dan pengukurannya. Di antara para ahli psikologi pun belum ada kesepakatan tentang arti dan definisi kepribadian itu. Boleh dikatakan, 20 jumlah arti dan definisi kepribadian adalah sebanyak ahli yan1J mencoba menafsirkannya. Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa lnggri::;) yang berasal dari bahasa Latin persona, yang artinya adalah topeng yang biasa dipakai oleh pemain !eater (Boring, dkk., 1945). Maksudnya untuk mEmggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang (Sujanto, 1982). Mengenai hal itu, Jung berpendapat, persona is the mask, or facade, that people exhibit publicly. Kata persona yang dimaksud oleh Jung adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat (Hall and Landzey, 1978). Selain itu, Jung memberikan batasan persona sebagai kompleks fungsifungsi yang terbentuk alas dasar pertimbangan-pertimbangan penyesuaian atau usaha mencari penyelesaian, tetapi tidak sama dengan individualitas. Persona itu merupakan kompromi antara individu dengan masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat. Apabila orang dapat menyesuaikan diri ke dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan mEirupakan selubung yang elastis, yang dengan lancar dapat dipergunakan, akan tetapi kalau penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng 21 yang kaku beku untuk menyembunyikan kelemahan-kelemahan (Suryabrata, 2003). Dari definisi yang diungkapakan di alas penulis mengambil kesimpulan, bahwa kata persona yang berarti topeng yang biasa dipakai oleh pemain !eater, dapat memberikan gambaran tentang makna dari kepribadian. Dengan adanya definisi tentang persona dan batasan persona yang diungkapkan oleh Jung dapat memperluas makna dari kata persona, sehingga dapat memberikan gambaran tentang makna atau hakikat kepribadian. Untuk mendapatkan definisi kepribadian secara utuh, perlu adanya analisis yang mendalam tentang hal ini. Perumusan makna istilah kepribadian sangat ditentukan oleh konsep-konsep empirik tertentu yang merupakan bagian dari teori kepribadian. Konsep-konsep empirik disini meliputi dasar-dasar pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan metodologi yang dipakai perumus. Oleh sebab itu, tidal< satu pun definisi substantive tentang kepribadian dapat diberlakukan secara umum, sebab masing-masing definisi di latar belakangi oleh konsep-konsep empiris yang berbeda-beda (Hartati, dkk., 2004). 22 Menurut Kluckhon dan Murray (dalam Passer and Smith, 2004) bahwa konsep kepribadian dibangun dari spektrum ciri khas manusia yang mempesona. Kita mengamati orang-orang itu dengan arti yang berbeda dalam kondisi atau cara mereka berpikir, merasakan dan bertindak. Pola perilaku yang berbeda ini membantu dalam menggambarkan sebuah identitas sebagai seorang individu. Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengutip definisi kepribaclian dari beberapa tokoh psikologi ternama, walaupun beberapa diantaranya sangat sederhana. Meskipun sederhana, definisi tersebut diharapl<an mampu memberikan cerminan tentang hakikat kepribadian yang sesungguhnya. David M. Buss (2005) mengutarakan definisinya tentang kepribadian, Personality is the set of psychological traits and mechanisms within the individual that are organized and relatively enduring and that influence his or her interactions with, and adaptations to, the intra psychic, physical, and social environment. (Buss, 2005: 4) Dalam hal ini, kepribadian merupakan satuan mekanisme dan ciri psikologis di dalam individu yang mengorganisir dan secara relatif tetap dan mempengaruhi dirinya atau interaksinya dan beradaptasi di dalam batin, fisik, dan lingkungan sosial. 23 Dalam bukunya yang berjudul Personality Theories A Comparative Analysis, Maddi (1968) mengatakan, Personality is a stable set of characteristics and tendencies that determine those commonalities and differences in the psychological behavior (thoughts, feelings, and actions) of people that have continuity in time and that may or may not be easly understood in term of the social and biological pressures of the immediate situation alone. (Maddi, 1968: 10) Dalam hal ini Maddi memberikan definisinya, bahwa kepribadlian merupakan suatu seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil yang menentul<an keumuman dan perbedaan pada tingkah laku psikologis (pemikiran, perasaan, dan tindakan) pada seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat difahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologis saat itu. Selain itu, kepribadian sebagai seperangkat karakteristik memunculkan perilaku yang memiliki nilai pada seseorang secara konsisten. Hal ini di sampaikan oleh Pervin (1993), personality represents those characteristics of the person that account for consistent patterns of behavior (Kepribadian menghadirkan karakteristik seseorang yang memiliki nilai pacla pola prilakunya secara konsisten) Definisi yang lain, disampaikan pula oleh Allport (1951) seba(jai psikolog individu yang lebih menekankan pad a penyelidikan kualitatif tentang kasus 24 individu dan menekankan motivasi sadar. Allport mendefinisikan kepribadian dengan what a man really is (manusia sebagaimana adanya). Definisi ini dirasa terlalu singkat dan kurang memadai. Namun dari pemaknaan tersebut, memiliki asumsi dasar (Hartati, dkk .. 2004): (1) pengamat tidak menggunakan norma-norma baik-buruk tertentu dalam melihat tingkah laku individu. Apa yang ada itulah yang digambarkan, tanpa menilai baik dan buruknya. Konsep ini sesuai dengan pendapat Allport sendiri bahwa kepribadian itu berbeda dengan karakter; (2) pengamat adalah pihak luar yang mencoba memahami dan mendeskripsikan kepribadian individu, sehingga hanya dapat dikatakan "sebagaimana adanya seseorang''. Asumsi ini mengandung arti bahwa kepribadian yang tergambar hanya sebatas pada aspek-aspek lahiriah psikofisik individu; (3) kepribadian bereksistensi secara riil, tanpa terpengaruh oleh subjektivitas si pengamat atau orang lain yang meresponsnya. Dari definisi yang dirasa terlalu singkat tersebut, Allport (1951) memaparkan kembali dengan definisi, personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustments to his environment. (Allport, 1951: 48) Artinya, kepribadian merupakan organisasi dinamik dalam inclividu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. 25 Dari pengertian tersebut dijelaskan (Sujanto, 1982): (1). Pernyataan "dynamic organization" menekankan kenyataan bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah, walaupun dalam pada itu ada organisasi atau sistem yang mengikat dan meng'hubungkan berbagai komponen daripada kepribadian. (2). lstilah "psychophysicaf' menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah eksklusif (semata-mata) mental dan bukan pula neural. Organisasi kepribadian melingkup kerja tubuh dan jiwa (tak terpisah-pisah) dalam kesatuan kepribadian. (3). lstilah "determine" menunjukkan bahwa kepribadian mengandung tendens-tendens determinasi yang memainkan peranan aktif di dalam tingkah laku individu. "Kepribadian adalah sesuatu dan melakukan sesuatu ......... KElpribadian terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan didalarn individu". Dari apa yang dikemukakan di atas, nyata bahwa bagi Allport kepribadian bukanlah hanya susunan si pengamat, bukan pula sesuatu yang hanya ada selama ada orang lain yang beraksi terhadapnya. Jauh dari itu kepribadian mempunyai eksistensi riil, termasuk juga segi-segi neural dan fisiologis. (4). Satu unsur lagi yang penting dalam definisi di atas ialah kata khas (unique) yang menunjukkan tekanan utama yang diberi~:an oleh Allport pada individualitas. Tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam 26 caranya menyesuaikan diri terhadap sekitar, jadi den~1an demikian berarti tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama. (5). Dengan menyatakan "adjusments to his environment Allport menunjukkan keyakinannya, bahwa kepribadianlah yan~1 mengantarai individu dengan lingkungan fisis dan lingkungan psikologisnya, kadangkadang menguasainya. Jadi, kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan. Selain itu Freud mengungkapkan, the personality is made up of three major systems: the id, the ego, and the superego. Dalam hal ini, Freud menggambarkan bahwa kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu: id, ego dan superego. Kendatipun ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan dengan rapatnya sehingga sukar (tidak mungkin) untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia; tingkah laku selalu merupakan hasil sama dari keti9a aspek itu. Sebagai penganut aliran psikoanalisa, Freud sangat memperhatikan struktur kepribadian (Hall & Lindzey, 1978). Selain itu, Jung sebagai pengikut aliran psikoanalisa memberikan definisinya tentang kepribadian, menurutnya kepribadian adalah integras.i dari ego, ketidaksadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks, 27 arkhetip-arkhetip, persona, dan anima (Chaplin, 1989). Definisi yang disampaikan Jung hampir sama dengan definisi yang disampaikan oleh Freud. Bedanya hanya pada bentuk-bentuk sistem psikis yang dicetuskan. Definisi lain yang disampaikan oleh Cattel (1950) adalah: personality is that which permits prediction of what a person will do in a given situation (kepribadian adalah sesuatu yang memungkinkan prediksi tentang apa yang akan dikerjakan seseorang dalam situasi tertentu). Dari definisi yang disampaikan oleh Cattel penulis melihat bahwa kepribadian rnencakup semua tingkah laku individu, baik yang terbuka (lahiriah) maupun yang tersembunyi (batiniah). Sebagai penganut teori faktor Cattel memberikan definisinya tentang kepribadian lebih menekankan pada semua komponen tingkah laku individu. Berdasarkan atas definisi itu, Cattel menegaskan bahwa tujuan daripada research mengenai kepribadian adalah menetapkan hukum-hukum mengenai apa yang akan dilakukan oleh berbagai orang dalam berbagai situasi dan lingkungan. Jadi, persoalan mengenai kepribadian adalah persoalan mengenai segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun yang tidak nampak. Kepribadian mencakup semua tingkah laku individu, baik yang terbuka (lahiriah) maupun yang tersembunyi (batiniah) (Suryabrata, 2003). 28 Selain itu, dalam wacana studi keislaman, istilah kepribadian (personality) lebih dikenal dengan term al-syakhshiyah. Syakhshiyah berasal dari kata syakhsh yang berarti pribadi. Kata itu kemudian diberi ya nisbah sehingga menjadi kata benda buatan (mashdar shina'iy) syakhshiyah yang berarti "kepribadian" (Hartati, dkk., 2004). Dalam literatur keislaman, terutama pada khazanah klasik Abad Pertengahan, kata syakhshiyyah (sebagai padanan dari kepribadian) kurang begitu dikenal. Terdapat beberapa alasan mengapa term itu tidak dikenal: (1) dalam al-quran maupun al-Sunnah tidak ditemukan term syakhshiyyah, kecuali dalam beberapa hadis disebutkan term syakhsy yang berarti pribadi (person), bukan kepribadian (personality); (2) dalam dalam khasanah Islam klasik, para filosof maupun sufi lebih akrab menggunakan istilah akhlak. Penggunaan istilah ini karena ditopang oleh ayat Al-Quran dan hadis rasul; (3) term syakhshiyyah hakikatnya tidal< dapat mewakili nilai-nilai fundamental Islam untuk mengungkap perilaku batinah manusia. Artinya, term syakhshiyyah yang lazim dipakai dalam Psikologi Kepribadian Baral al<sentuasinya lebih pada deskripsi karakter, sifat, atau perilaku unik individu, sementara term akhlak lebih menekankan pada aspek penilaiannya terhadap baik-buruk suatu tingkah laku. Syakhshiyyah merupakan akhlak yang didevaluasi (tidak dinilai baik-buruknya), sementara akhlak merupakan syakhshiyya/1 yang dievaluasi. Dalam literatur keislaman modern, term syakhshiyyah telah ba:nyak 29 digunakan untuk menggambarkan dan menilai kepribadian individu. Sebutan syakhshiyyat al-Muslim memiliki arti kepribadian orang Islam. Pergeseran makna ini menunjukkan bahwa term syakhshiyyah telah menjadi kesepakatan umum unluk dijadikan sebagai padanan dari personality (Mujib, 2006). Sedangkan kepribadian Islam (al-syakhshiyyah al-lslamiyyah) memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, bail< sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang bersumber dari al-quran dan al-sunnah (Mujib, 2006). Dari beberapa definisi yang ada, penulis melihal bahwa kepribadian dirumuskan berdasarkan sejumlah cara oleh macam-macam l19oritik:us, sehingga menjadi beranekaragam definisi tentang kepribadian yang disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, aliran yang dianut, sudut pandang, cara dan pendekalan, dan aliran yang dianut. Dari pendapal-pendapat tersebut di alas, akhirnya penulis menarik kesimpulan bahwa kepribadian merupakan suatu kesatuan mekanisme organisasi dinamis pada individu alas sistem-sistem psikofisis yang bersifat kompleks, yang disebabkan oleh banyaknya faklor-faklor dari dalam dan faktor-faktor dari luar yang ikut menenlukan kepribadian seseorang. Adanya perpaduan anlara faklor-faklor dari dalam dan faktor-faklor dari luar ilu menimbulkan gambaran alau ciri khas yang unik pada seseorang. 30 2.2 Makna Syahadatain Dalam pembahasan mengenai makna syahadatain ini, penulis akan membagi penjelasannya menjadi empat hal. Pertama : Definisi dan Kandungan Syahadatain. Kedua : Prinsip dasar Syahadatain. Ketiga : Syarat diterimanya Syahadat. Keempat : Al-Iman: Mencakup Makna La ilaha 11/a//ahdan Makna Muhammadurrasa/u//ah . 1. Pertama : Definisi dan Kandungan Syahadatain Syahadatain berasal dari kata "syahida" yang berarti bersaksi, menghadiri, melihat, mengetahui, dan bersumpah. lstilah syahadatain kemudian dinisbatkan pada satu momen dimana individu mengucapkan dua kalimat syahadat dengan ucapan: Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Kalima! syahadat terdiri dari dua kalimat kesaksian. Kesaksian pertama berkaitan dengan keyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah, s'adang 31 kesaksian kedua berkaitan dengan kepercayaan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kedua kesaksian ini tidak boleh diabaikan salah satunya, sebab jika diabaikan maka menjadikan ketidak bermaknaan salah satunya (Mujib, 2006). Kalima! asy-hadu dalam bahasa Arab mempunyai kemungkinan tiga makna. Al-Qur'an telah menggunakan bentuk derivatif kata ini dengan ketiga makna itu (Hawa, 1993). Dalam Al-Qur'an ia datang, 1. Dari kata dasar al-musyahadah 'penglihatan'. Al-Qur'an mE~nggunakan kata dengan makna ini, yaitu Firman Allah Swt., "yang disaksikan oleh malaikat-malaikal yang di dekatkan (kepada Allah)". (Q.S Al-Muthaffifin: 21) 2. Dari kata dasar asy-syahadah 'persaksian'. Al-Qur'an juga menggunakan kata dengan makna ini yaitu dalam Firman Allah Swt., ·.~L . t:i;••. ~ I , "\' ... -~ \-' - <jJ J*"" J .... " .. .dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu .. .".( Q.S Ath-Thalaq: 2) 3. Dari kata dasar al-half 'sumpah'. Al-Qur'an juga menggunakannya dengan makna ini yaitu, Firman Allah Swt., 32 "Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata, 'Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai ... " (Al-Munafiqun: 1-2) Maka anggaplah perkataan mereka" Nasyhadu", sebagai sumpah. Dan para fuqaha mazhab Hanafi berkata bahwa siapa yang berkata, "Asyhadu ... " berarti dia telah bersumpah. Diantara makna-makna ini ada kEiterkaitan yang utuh, manusia bersumpah jika ia bersaksi dan bersaksi jika dia menyaksikan. Dengan ini, maka persaksian manusia bahwa "tidal< ada tuhan selain Allah" jangan dilihat sebagai sesuatu penyelamat dari kekafiran atau dosa kecuali dengan terpenuhinya makna-makna berikut (Hawa, 1993): a. Memberi persaksian bahwa " tidak ada tuhan selain Allah" dengan akal dan hati. b. Memberikan persaksian ini dengan lisan. c. Dan persaksian ini harus dilakukan dengan tegas tanpa keragu-raguan. Maka, siapa yang bersaksi dengan lidahnya bahwa "tidak ada tuhan selain Allah" dengan sikap menentang dan membangkang, berarti ia tetap kafir. Dan siapa yang akal dan hatinya tak memberikan persaksian bahwa" tidak ada 33 tuhan selain Allah", alau ia bersikap ragu-ragu dalam hal ilu, maka ia adalah seorang munafik, meskipun ia sudah mengucapkan syahadat dengan lidahnya. la berstatus kafir jika ia lidak mengucapkannya. Hiraas (1992) mengalakan, bahwa asy-syahadah (&J~I) merniliki makna; (Mengetahui dengan benar sega/a sesuatu yang diketahuinya, berpegang teguh atas kebenarannya dan keteguhannya, dan tidak memberikan kesaksian kecuali jika diikuti dengan sebuah pengakuan (iqrw) dan ketundukan, dan merendahkan hati terhadap yang diucapkannya). Dengan demikian, syahadatain adalah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah yang diucapkan melalui lisan serta menyadari secara penuh alas kesaksiannya dengan keyakinan yang manlap tanpa keraguan di dalam hatinya dan menjalankan segala konsekuensi alas persaksiannya. Syahadah bukan hanya berlaku di alam perjanjian pertama tetapi juga di alam perjanjian lerakhir. Dari definisi yang dijelaskan di alas, maka syahadatain merniliki tiga kandungan makna (Prayitno, 2002), yaitu: 1. Al-lqrar (Pernyataan) 34 lqrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Pernyataan ini sangat kuat karena didukung oleh Allah S\NT, malaikat dan orang-orang yang berilmu (para nabi dan orang yang beriman). Firman Allah Swt., "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan, para malaikat dan orangorang yang berilmu ljuga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (Q. S Ali 'lmran, 3: 18). Dengan demikian syahadat yang berarti ikrar dari Allah SWT, malaikat dan orang-orang yang berilmu tentang La ilaha ii/al/ah. Hasilnya dari apa yang diiqrarkan ini adalah kewajiban untuk menegakkan dam memperjuangkan apa yang diikrarkan. lqrar tentang Rububiyyah (Allah sebagai Rab) bagi manusia merupakan alasan bagi iqrartentang keesaan Allah swt. Oleh karena itu, seseorang tidak dikatakan bertauhid, jika dia tidak berikrar tentang rububiyyah, dan bahwa Allah tuhan di atas segala sesuatunya (lbnu Taimiyyah, 1999). Selain itu, juga merupakan pernyataan para nabi yang mengakui kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelum Muhammad 35 be ? '""'-!:"° jI ,r J. / '<1'~ r ".- / '1;.. l..Y' ~ ,J. ',.., 'f. , ;t2) ;j~I &; F 1 ( ?'f. ) / ·.lb.I'J __,,.., "".'.~\' ' 1L• ~ ..>_,- • u " , Gij 1j.J;Ll~ "Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Ka/au begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pu/a) bersama kamu". (Q. S 3: 81) 2. A/-Qasam (Sumpah) Sumpah yaitu pernyataan kesediaan menerima akibat dan resiko apapun dalam mengamalkan syahadah. Muslim yang menyebut asyhadu berarti siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakkan ajaran Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan dan lempal orang munafik adalah neraka jahannam. Beberapa ciri orang yang melanggar sumpahnya yailu memberikan wala (loyalitas) kepada orangorang kafir, memperolok-olok ayat Allah SWT, mencari kesempatan dalam kesempitan kaum muslimin, menunggu-nunggu kesalahan kaum muslimin, 36 malas dalam shalat dan tidak punya pendirian. Orang-oran1~ mukmin yang sumpahnya teguh tidak akan bersifat seperti tersebut. Firman Allah Swt., "Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasur Allah''. dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasu/-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, Jalu mereka menghalangi (manusia) dali jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang Te/ah mereka keljakan.(Q. S 63: 1-2) 3. Al-MTtsaq (Perjanjian yang teguh) Miitsaq yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT yang terkandung dalam kitabullah maupun sunnah Rasulullah. Firman Allah Swt., "Rasul Te/ah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pu/a orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, mafaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. 37 (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasu/-rasu/-Nya': dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. "(Q. S 2: 285). Syahadah adalah mrtsaq yang harus diterima dengan sil<ap sam'an wa tha'atan didasari dengan iman yang sebenarnya terhadap Allah SWT, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir dan Qadar baik maupun buruk. Pelanggaran terhadap mitsaq ini berakibat laknat Allah SWT. Firman Allah Swt., "Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan petjanjian-Nya[405] yang Te/ah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati(mu)". (Q. S 5:7). Dengan demikian, ketika seseorang bersaksi bahwa "tiada tur1an selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah" yang diucapkan melalui lisan serta menyadari secara penuh alas kesaksiannya dengan l<eyakinan yang mantap tanpa keraguan di dalam hatinya dan menjalankan segala konsekuensi alas persaksiannya, berarti dia telah membuat sebuah pernyataan, sumpah dan janji setianya terhadap Allah dan Rasul-Nya, dengan penghambaan total (totaly slave) kepada Allah dan menjadil<an Muhammad saw. sebagai contoh 38 ikutan (rule modeD didalam perilaku kesehariannya dalam mewujudkan penghambaan total kepada Allah 'azza wajalla. 2. Kedua : Prinsip dan Dasar Pentingnya Syahadatain Melihat arti dan kandungan dari syahadatain, dapat dilihat bahwa syahadah merupakan bagian yang terpenting (urgen) bagi kehidupan manusia dalam menjaga fitrah agamanya. Oleh karena itu, syahadatain menjadi sesuatu hal yang sangat penting (urgen) bagi kehidupan setiap muslim, karena ia merupakan dasar dan asas bagi rukun Islam lainnya dan menjadi tiang untuk rukun Iman dan agama (religion). Adapun urgensi dari syahadatain ini disebabkan (Prayitno, 2002) oleh: 1. Syahadatain merupakan pintu masuknya Islam (madkhal ila al-Islam). Sahnya iman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain. Barang siapa yang mengucapkan dan mengiluarkan dengan lisannya, maka dia menjadi Islam (Qardhawi, 1994). Ketika dua kalimat ini terucapkan maka ia memiliki hak sebagaimana layaknya seorang muslim. SHluruh miliknya, baik harta benda maupun darahnya, haram diambil atau ditumpahkan. Sabda nabi SAW : "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka mengucapkan tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamda dan utusan-Nya.Apabila mereka mengucapkannya maka alw dicegah untuk menumpahkan darahnya dan mengambil harta bendanya kecua/i karena haknya, sedangkan masalah 39 perhitungan (apakah bacaan syahadat itu sungguh-sungguh atau pura-pura) itu ad/ah urusan Allah." (H. R At-Turmudzi dari Abu Hurairah dan Anas) Namun, tanpa mengucapkan kalimat syahadatain maka amal yang dikerjakan bagaikan abu atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada. Allah menyebutkan bagaikan debu yang berterbangan kepada amal baik pun yang tidal< didasari oleh syahadat. Firman Allah Swt., Dan kami hadapi sega/a amal yang mereka kerjakan, /a/u kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Q.S 25: :23) Manusia bersyahadah di alam ruh sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah SWT. lni perlu disempurnakan di dunia den9an membaca syahadatain sesuai ajaran Islam. Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah tentang keesaan Allah dia alam arwah, tetapi ini saja belum cukup, untuk menjadi muslim mereka harus bersyahadah u/uhiyyah dan syahadah a/-risalah di dunia. 2. lntisari Ajaran Islam (khulashah ta'a/Tm al-Islam) Pemahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada pemahaman terhadap syahadatain. Seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat istimewa ini. Ada tiga hal prinsip syahadatain: 40 a. Pernyataan La ilaha i//a//ahmerupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah SWT saja. Melaksanakan minhajillah (sistem/aturan Allah SWT) merupakan ibadah kepada-Mya. Firman Allah Swt., "Hai manusia, sembah/ah Tuhanmu yang Te/ah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa "(Cl. S 2: 21 ). " Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui" (Ct S 45: 18) b. Menyebut Muhammad rasulullah merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad saw. Rasulullah adalah teladan dan ikutan dalam menjalankan minhajillah. Firman Allah Swt., " Dan kami lidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tldak ada Tuhan 41 (yang hak) melainkan Alw, Maka sembahlah o/ehmu sekalian akan Aku".(Q. S 21 :25) J J / ,\~J --IT- :&T 1Y.-fi.0 ' -, ~ ? (.r"'-'.. . : I~ 3-r-\,.ti J,r.J~\" ' , · - s::J 0~ ? liJ p ,, ,,..,,. ~·" ·:.-: ,, ""t.""' 1\~)i,;4 ...ulj.:ij_;;.'91 "Sesungguhnya Te/ah ada pada (diri) Rasu/ullah itu surf teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (Q. S 33:21). c. Penghambaan kepada Allah SWT meliputi seluruh asp1~k kehidupan. la mengatur hubungan manusia dengan Allah swt dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakatnya. Firman Allah Swt., "Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti ja/an-ja/an (yang lain). Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa" (Q. S 6: 153). 3. Dasar-Dasar Perubahan (Asas Al-lnqi/ab) Syahadatain mampu merubah manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, prilaku serta jalan hidupnya. Perubahan meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat. Perubahan individu contohnya terjadi pada Mush'ab bin 'Umair yang sebelum 42 mengikuti dakwah rasul merupakan pemuda yang paling tmkenal dengan kehidupan glamour di kola Mekkah tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana yang da'i, duta rasul untuk kota Madinah (AlMubarakfury, 1997). Kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat syahidnya rasulullah membacakan ayat ini, firman Allah Swt., "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Te/ah merekajanjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggununggu[J 208] dan mereka tidak merobah (janjinya)" (Q. S 33: 23). Adapun perubahan pada masyarakat dapat dilihat pada kondisi umat terdahulu yang langsung berubah ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka yang tadinya bodoh Uahi/iyyah) menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat rnenjadi takwa dan 'abid (ahli ibadah), yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah SWT. Syahadatain telah berhasil merubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat merubah umat sekarang menjadi baik. Firman Allah Swt., 43 "Sebagai bimbingan yang /urus, untuk memperingatkan si!rsaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira ke1pada orangorang yang beriman, yang mengerjakan amal sa/eh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang bail<:'' (Q. S 18: 2). 4. Hakikat seruan para rasul (HaqTqah Da'wah Al-Raso/) Setiap Rasul semenjak nabi Adam a.s hingga nabi besar Muhammad Saw. membawa misi dakwah yang sama yaitu syahadah. Makna syahadah yang dibawa juga sama yaitu La ilaha ii/al/ah. Dakwah Ra8ul senantiasa membawa umat kepada pengabdian Allah SWT saja. Allah sebagai ilah adalah misi para nabi untuk disampaikan kepada seluruh manusia. Firman Allah Swt., "Kata/ran/ah: Sesungguhnya Aku lni manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan d1mgan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan ama/ yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(Q. S 18: 110) 44 5. Ganjaran yang besar (Fadhail 'Azhimah) Banyak ganjaran dan pahala yang diberikan Allah swt dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad SAW. Ganjaran dapat berupa material ataupun moril. Misalnya kebahagiaan di dunia dan akhirat, rezeki yang halal serta keutamaan lainnya. Keutamaan ini selalu dikaitkan dengan aplikasi dan implikasi Syahadah dalam kehidupan sehari-hari. Dihindarkannya dari segala macam penyakit dan kesesatan di dunia dan akhirat. Sabda Rasulullah saw, "siapa yang bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad ada/ah rasul Allah, niscaya Allah akan mengharamkan jasadnya bagi api neraka." (H. R Muslim dan lainnya) 3. Ketiga : Syarat Diterimanya Syahadat Dengan memahami begitu besar arti dan kandungan dari syahadah ini inaka, persaksian terhadap kalimat ini memiliki syarat utama. Hal ini agar diketahui bagaimana syahadat diterima atau ditolak. Sehingga, dapat cliketahui sejauh mana sikap individu dalam mengucapkan syhadatain, apakati syahadatnya diterima atau ditolak. Agar syahadat seseorang diterima, mak.a diperlukan beberapa ketentuan yang harus dioptimalkan dengan bail< misalnya ilmu, yakin, ikhlas, shidqu, mahabbah, qobul dan amal nyata. Selain itu, harus menolak kebodohan terhadap syahadat, keraguan, kemusyrikan, dusta, 45 kebencian, penolakan dan tidak beramal. Maka, syarat agar diterimanya syahadat (Prayitno, 2002) adalah: 1. llmu Yang Menolak Kebodohan. Seorang yang bersyahadah mesti memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. la wajib memahami arti dua kalimat ini serta bersedia menerima hasil ucapannya. Orang yang jahil tentang makna syahadatain tidak mungkin dapat mengamalkannya. Firman Allah Swt., "Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada I/ah (sesembahan, Tuhan) se/ain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, /aki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tingga/.(Q. S 47: 19) Adapun ilmu yang wajib dipelajari adalah ilmu mengenai Allah namanama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan ayat-ayat-Nya; dan ilmu mengenai Rasulullah saw berikut akhlak, manha.i, dan syariat yang dibawanya; memahami sirah (perjalanan hidup)-nya dalam ibaclah, jihad, dan muamalahnya; memahami Kitabullah dengan segala isinya berupa berita, perumpamaan, hukum-hukum, pelajaran-pelajaran, dan furqan (demarkasi antara hak dan bath ii) (Yasin, 1991 ). Firman Allah Swt., 46 "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pe/ajaran.(Q. S 39: 9) 2. Yakin Yang Menolak l<eraguan. Seorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya sebagai suatu yang diimaninya dengan sepenuh hati tanpa keraguan. Yakin membawa seseorang pada istiqomah, manakala ragu-ragu pula menimbulkan kemunafiqan. Firman Allah Swt., Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanya/ah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka padajalan Allah. mereka /tu/ah orang-orang yang benar.(Q. S 49:15) Dengan demikian, iman yang benar tidak bercampur dengan keraguan. Sehingga dengan keyakinannya seseorang akan terpimpin dalam hidayah Allah. Firman Allah Swt., "A/if /aam miin. Kitab (Al Quran) lni tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang 47 ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahaglan rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Te/ah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Te/ah diturunkan sebe/ummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.Mereka !tu/ah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung" (Q. S 2:'1-5). 3. lkhlas Yang Menolak Kemusyrikan. Ucapan syahadat mesti diiringi dengan niat yang ikhlas lillahi ta'ala. Ucapan syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima Allah. lkhlas dalam bersyahadat merupakan dasar yang paling kukuh dalam pelaksanaan syahadat. Firman Allah Swt., "Padahal mereka tidak disuruh kecua/i supaya menyembah Allah dengan memumikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian !tu/ah agama yang /urus. (Q. S 98: 5) "Katakanlah: "Sesungguhnya Alw diperintahkan supaya m19nyembah Allah dengan memumikan ketaatan kepada-Nya dalam (menja!ankan) agama.(Q. S 39: 11) Oleh karena itu, syahadat merupakan ibadah, karenanya harus dilakukan dengan ikhlas. Adapun kemusyrikan merupakan perbuatan menyekutukan 48 Allah dengan yang lainnya dalam hal ibadah (Bin Bazz, 1996), sehin~1ga akan menghapus amal. Firman Allah Swt., " Katakanlah: Sesungguhnya Aku lni manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dEmgan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(Q. S 18:110) 4. Shidqu (benar) Yang Menolak Kebohongan Dalam pernyataan syahadat muslim wajib membenarkan tanpa dicampuri sedikitpun dusta (bohong). Benar adalah landasan iman, sedangkan dusta landasan kufur. Sikap shiddiq akan menimbulkan l<E,taatan dan amanah. Sedangkan dusta menimbulkan kemaksiatan dan pengkhianatan, dan ciri-ciri taqwa adalah sikap shiddiq. Orang yang benar akan terbukti dalam medan jihad dan Allah membalas mereka, sedangl<an orang-orang munafiq akan mendapat siksa. Firman Allah Swt., J ~ J .,,,.. J J ,,. ,.. {. )' - ,,. ~ / .,, ,.,. (~,)) ~~I l'..ft".!-YJj I ~~ iJ ~ j ~ ..t.,9-J ~ - ,,. ; !.?- ~,.. <.S ;'.\) lj "Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka /tu/ah orang-orang yang bertakwa". (Q. S 39: 33) 49 -t,.." l:..;.9 ., ,, ,,. ,,. J.,-"" ,, ,.., J. -;:,, • J. f. J.,.. f. J ., J -;: t .:Wj !'.lJl u~ '::l ~ j Li.:. I; lj-1 _,A,! u I i:f).,: u I :.r" lJ I ~-1 ,, ,,,,.,. ,.., ,, ,, • J ,.., ..,,... 0 J/~,,, -rt: ,, ,,,.. d ,J ,,. ... ,, ,.., .,,,,... 1;z;,1 ~~I ~j l~J.,,:, ~;JI .ill!~ (--;~ c;r (r..;JI "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Te/ah beriman'; sedang mereka tidak diuji tagi?. Dan Sesungguhnya kami Te/ah menguji orang-orang yang sebMum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Q. S 29:2-3) "Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu Karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafikjika dikehendakiNya, atau menerima Taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Q. S 33: 24) 5. Mahabbah (Cinta) Yang Menolak Kebencian. Dalam menyatakan syahadat ia mendasarkan pernyataannya dengan cinta. Cinta ialah rasa suka yang melapangkan dada. la merupakan ruh dari ibadah, sedangkan syahadatain merupakan ibadah yang paling utama. Dengan rasa cinta ini segala beban akan terasa ringan, tuntutan syahadatain akan dapat dilaksanakan dengan mudah, dan cinta kepada Allah yang teramat sangat merupakan sifat utama orang beriman. Firman Allah Swt., 50 Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Q. S 2:165) "Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yana kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari betjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidal< memberi petunjuk kepada orang-orang yang fa.sik. (Q. S 9:24) 6. Menerima Yang Jauh Dari Penolakan. Muslim secara mutlak menerima nilai-nilai serta kandungan isi syahadatain. Tidak ada keberatan dan tanpa rasa terpaksa sedikitpun. Baginya tidak ada pilihan lain kecuali kitabullah dan sunnah rasul. la 51 senantiasa siap untuk mendengar, tunduk, patuh dan taat terhadap perintah Allah dan RasulNya. Mukmin adalah mereka yan~1 bertahkim (berhukum) kepada Rasul Allah dalam seluruh persoalannya kemudian ia menerima secara total keputusan Rasul, tanpa ragu-ragu dan kebenaran sedikitpun. Ciri orang beriman ialah menerima ketentuan dan perintah Allah tanpa keberatan dan pilihan lain, mendengar dan taat terhadap Allah dan Rasul dalam seluruh masalah hidup mereka. Firman Allah Swt., "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q. S 4:65) Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki clan memilihnya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (Q. S 28:68) 52 " Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bi/a mereka dipanggi/ kepada Allah dan rasul~Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ia/ah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka /tu/ah orang-orang yang beruntung. (Q. S 24:51) 7. Pelaksanaan yang jauh dari sikap statik atau diam. Syahadatain hanya dapat dilaksanakan apabila diwujudkan dalam amal yang nyata. Maka, muslim yang bersyahadat selalu siap melaksanakan ajaran Islam yang menjadi aplikasi syahadatain. la menentukan agar hukum dan undang-undang Allah berlaku pada diri, keluaq~a maupun masyarakatnya. Firman Allah Swt., "Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasu/.Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Te/ah kamu kerjakan". (Q. s 9:105) Barangsiapa yang mengerjakan amal sa/eh, baik laki-lal<i maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang /ebih baik dari apa yang Te/ah mereka kerjakan. (Q. S 16:97) 53 4. Keempat : Al-Iman: Mencakup Makna La ilaha illallahdan Makna Muhammadurrasiilullah . Syahadah yang dinyatakan seorang muslim dengan penuh kesadaran sebagai sumpah dan janji setia ini akan melahirkan ruh iman (faith). Iman adalah sebutan yang dipakai untuk "mengikrarkan dengan lisan (iqrar bi/ lisan), membenarkan dengan hati (tashdiq bi al-qalbt), dan mengerjakan dengan anggota badan (a/-'ama/ bi a/-jawarih)" (Yasin, 1991 ). Menurut pendapat Ahlus-Sunnah bahwa jika seorang manusia membenarkan dengan hatinya, mengikrarkan dengan lisan, tapi anggota badannya tidak mengamalkan, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, berhak mendapatkan ancaman sebagaimana yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya dan diinformasikan oleh Rasulullah saw (Yasin, 1991). Melihat makna dari iman tersebut maka syahadatain yang mernpakan ruh iman dalam diri seseorang, mencakup tiga hal (Prayitno, 2002), yaitu: a. Al-Qau/ (Ucapan) Ucapan yang senatiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci. Perkataan maupun kalimat yang keluar dari lisannya yang baik serta mengandung hikmah. Syahadah diucapkan dengan penuh kebanggan/ketinggian iman (isti'la al-iman) berangkat dari semangat isyhadu biannaa mus/imin (saya 54 adalah muslim). Ucapan lisan tanpa membenarkan dengan hati adalah sikap nifaq i'tiqadi. Menurut Mujib (2006), nifaq (bermuka dua) termasuk ke dalam karakter orang munafik yang tergolong psikopatologi. la merupakan akumulasi dari berbagai konflik batin dan penyakit mental. Penderitanya tidak mampu menghadapi kenyataan yang sebenarnya, sehingga ia berdusta jika berbicara, mengingkari jika terlanjur berjanji, dan menipu apabila dipercaya. Firman Allah Swt., "Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, "pada ha! mereka itu Sesungguhnya bukan orangorang yang beriman." (Q.S 2: 8) "Orang-orang Badwi yang tertingga/ (Tidak turut ke Huclai/Jiyah) akan mengatakan: "Harta dan ke/uarga kami Te/ah merintangi kami, Maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : "Maka siapakah 55 (gerangan) yang dapat mengha/ang-halangi kehendak Allah jika dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika dia menghimdaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".(Q.S 48: 11) b. Al-TashdTq (membenarkan) Membenarkan dengan hati tanpa keraguan. Yaitu sikap k19yakinan dan penerimaan dengan tanpa rasa keberatan atau pilihan lain terhadap apa yang didatangkan Allah Swt. Firman Allah Swt., "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanya/ah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka padajalan Allah. mereka /tu/ah orang-orang yang benar".(Q.S 49: 15) Menurut Hawa (1999), pada dasarnya tashdTq (membenarkan) merupakan pekerjaan hati, sedangkan a/-shidqu (bersil<ap benar) merupakan perbuatan yang berkaitan dengan lisan. Al-Ghazali (1990) berpendapat bahwa al-shidqu yang menjadikan seseorang sebagai shiddiiq berkaitan dengan enam hal: Shidqu Af-lisan (benar lisannya), shidqu Al-niyat (benarnya hati}, shidqu Al-'azam (benarnya kemauan yang kuat), shidqu Al-wafa' (benar dalam hal menunaikan}, benar dalam perbuatan-perbuatan dan benar dalam berbagai maqam agama. Apabila 56 seseorang telah benar dalam semua hal tersebut, maka ia akan menjadi seorang shiddiq yang sejati. Firman Allah Swt., "Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasu/-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka." (Al-Hadid: 19) c. Al-'Amal (perbuatan) Perbuatan yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan pemahaman terhadap maksud-maksud aturan Allah SWT. Amal merupakan cerminan dari kesucian hati dan upaya untuk mencari ridha llahi. Amal yang menunjukkan sikap mental dan moral lslami yang dapat dijadikan teladan. Firman Allah Swt., "Dan Katakanlah: "Beketjalah kamu, Maka Allah dan rasu/-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang 57 nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Te/ah kamu kerjakan" (Q.S 9: 105). Ketiga perkara di alas tidak terpisahkan sama sekali. Seoran~J Muslim yang tidak membenarkan ajaran Allah SWT dalam hatinya bahkan membencinya, meskipun kelihatan mengamalkan sebagian ajaran Islam adalah munafiq i'tiqadi. Muslim yang meyakini kebenaran ajaran Islam dan menyatakan syahadatnya dengan lisan tetapi tidak mengamalkan dalam k1~hidupan adalah munafiq 'amali. Sifat nifaq dapat terjadi sementara terhadap seorang muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji atau berl<hianat. Sabda Rasulullah saw, " Tanda-tanda munafiq itu ada tiga: apabila berkata ia dusta, apabila ia berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia bEirkhianat". (Muttafaq 'alaihi). Dengan demikian, dalam kalimat syahadatain mengandung dua bentuk kesaksian yang akan melahirkan dua bentuk keimanan. Pertama, keimanan kepada Allah 'azza wajalla, artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Rabb (pemelihara, pengatur), pemilik dan Pencipta segala sesuatu; dan bahwa hanya Dialah yang berhak untuk diesakain dengan ibadah, berupa shalat, puasa, doa, harap, takut, kerendahan, dan ketundukan; dan bahwa Dialah yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan. Kedua, keimanan kepada nabi Muhammad Saw., artinya mengimani bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul Allah, 58 hamba-Nya dan pilihan-Nya. Dalam pembahasan tentang dua bentuk keimanan ini, penulis akan menjelaskan pada pembahasan selanjutnya tentang makna La i!aha ii/al/ah dan MuhammadurrasD!ullah . A. Makna La ilaha ii/al/ah Dalam kalimat syahadah La ilaha ii/al/ah melambangkan prin:sip yang abadi dalam kehidupan manusia, dimana yang diseru bukan hanya orang-orang kafir maupun orang-orang musyrik saja agar beriman dan meluruskan keyakinannya, tetapi orang-orang yang beriman juga diseru untuk beriman dan mengingatnya, agar La ilaha ii/al/ah hidup didalam kalbu mereka, tertancap dengan kuat dalam hati mereka, secara aktif bekerja dalam realitas kehidupan, tidak mereka dustakan maupun mereka lalaikan konsekuensikonsekuensi yang dituntutnya. Sebab, kehidupan manusia ticlak akan lurus sampai ia mengetahui dengan sebenar-benarnya siapa yang menyebabkan langit dan bumi diciptakan (Quthb, 1987). 'Abdul Lathif (1422 H) mengatakan bahwa kata (.&I YJ .Uj '1 ,) •~~) atau bersaksi tiada tuhan selain Allah memiliki makna, (.&I '1) ~ .i.J!"-" '1) artinya tiada yang berhak disembah selain Allah. Lebih lanjut Al-Hasim 59 mengungkapkan, bahwa makna (Jill 'J) A.I) 'J ,) •.ll~) atau bersaksi tiada tuhan selain Allah adalah: ' 0=JI '-\.l)'I ' ol>"' l..c. .:i\.9.:icl Jlj ~ ' ~ ' O..b..J .&I '1) ,.Lu.JI ~ .. '1..i ~'.)':/I ~ .. (..~ ..l>-"'-" '1 ~ .J ' o..b._i .& 6.:i4'JI L.JA)I.;.) ~.J <Jb\..i .. t.:1\ o•_;i;. '-\.l) J$._i uc .&I '1) '-\.l) 'J J_;i ;J..i':/1 : uly\ ~ ~ ,_;;..,. l~\j till '1..i .&I u_i.:i 04 -lt'Y l.,i _)S.11 ;~WI. ~.J J;.:i....o:i_9 L>:i';_i eJc .J .J_;Sll 1::,.,, ~~.&I LJ.J-l 04 ·~-:! L.,i A ~-i o.:i~I o.::iA> "Tidak ada yang berhak disembah di langit dan di bumi kecua/i Allah Yang Esa, dan Dia-lah Tuhan yang haq (yang sebenarnya), dan setiap tuhan (ilah) selain Dia adalah bathil (sesat), dan hanya kepada Allah saja/ah kita beribadah dengan ikh/as, dan menafikan (meniadakan) setiap ha/ yang menyerupai-Nya, dan tidak berguna setiap perkataannya ter/Jadap kesaksian ini sampai mengucapkan dengan sebenar-benarnya terhadap dua ha/; (1) mengucapkan kalimat tiada tuhan selain Allah (.ill\ 'J) A.I) 'J) dEingan kesungguhan dan pengetahuan dan keyakinan dan kebenamn atau kejujuran dan penuh kecintaan; (2) menolak bentuk penyembahan kepada selain Allah, barangsiapa yang mengucapkan syahadah (kesaksian) ini tetapi tidak menolak bentuk penyembahan kepada selain Allah maka tidak berguna perkataannya atau kesaksiannya". Untuk mengetahui makna La ilaha ii/al/ah, maka perlu kiranya kalimat tersebut dianalisa secara bahasa dan istilah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana isi kandungan yang terdapat dalam kalimat La ilaha ii/al/ah yang menjadi asas sebuah perubahan yang besar. Kata llah ( 4.11 ) terdiri dari huruf-huruf Ul'JI , l'':lUI dan ,.~I. Kata llah mempunyai beberapa arti yang saling berkaitan satu sama lainnya. "Aku merasa tenang kepada si fulan." 60 " Seseorang memerlukan pertolongan dari kesusahan yang dialaminya." ~)\ ~\ ~ )\ JJ i " Memfokuskan pada seseorang karena ia terlalu mencintainya." .... L ~14..1 i "Anak unta mencari ibunya karena ia terpisah." "Beribadah." "Tersembunyi dari pandangan." Kaidah dalam bahasa Arab menetapkan bahwa setiap kalimat yang mempunyai pertalian atau merupakan satu rangkaian, satu sama lainnya berkaitan. Misalnya, l<ita tidal< meminta pertolongan l<epada seorang yang tidal< l<ita anggap akan mengasihi kita dan lebih kuat dari l<ita. Begitulah Tuhan. Sifat-Nya menunjukkan apa yang dapat diminta, la dapat memberikan ketenangan, pertolongan, perlindungan, mencintai-Nya, mengasihi-Nya dan menyembah-Nya. Apabila kita meyal<ini La ilaha ii/al/ah bera11i kita mengakui dan memerlul<an perlindungan, ketenangan, kesenangan, kecintaan hanya l<epada Allah, dan menolak pada selain-Nya (Hawa, 1993). Firman Allah Swt., " Yang beriman dan tenteram hatinya,lantaran ingat kepada Allah.Ketahuilah dengan ingat kepada Allah,dapat tenteram hati (manusia)." (C!.S Ar-Ra'd:28) 61 ,---- (j: J ~ J ,.. J ,.. 1,;;t)i ~ -' ..Ll' ~ J-:; J ,...;, "Orang yang beriman itu /ebih cinta kepada Allah." (Q.S Al-Baqarah:165) Mencintai Rasulullah adalah karena mencintai Allah sebagaimana dinyatakan dalam sabdanya : " Hendaklah kamu mencintai Allah sebab Allah memberikan limpahan nikmat dan karunia kepadamu, dan hendaklah kamu mencintai aku karena Allah mencintaiku, dan cintailah ahli baitku, karena mereka mencintaiku." (H. R Tirmidzi dan ia menilainya hadits hasan). Allah Berfirman, "Katakanlah: "Maka apakah (patut) sesuatu yang lain dari Allah,kamu suruh aku menyembah, hai orang-orang yang bodoh? Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada mereka yang sebe/ummu, (bahwa) jika engkau menyekutukan, niscaya gugur ama/mu, dan jadilah engkau sebagai orang-orang yang rugi." (Q.S Az-Zumar:64-65) Jika mal<na ilah berarti yang disembah sebagai makna dasarnya, maka 62 harus dilihat terhadap dasar kata-kata 'abada' (¥'-)yang dari segi bahasa terdiri dari huruf-huruf lJ:!>.ll ' ol,l \j ' dan Jl.:J\ . f<etiga huruf tersebut mengandung komponen arti berikut : (a). ~I , maksudnya Dialah yang menjadi raja dan pemimpin seluruhnya. (Q.S Asy-Syuara: 22) (b). o.:i \_;.JI , berarti ta'at serta merendahkan diri. (Q.S Yasin:60) (c). ~I, yang disembah, yang dimuliakan, yang diagungkan. (d). "-! ¥"- , berarti menghambakan diri dan harus minta tolon~J kepadanya. Orang yang mengabdikan diri kepada Allah, ia pasti membesarkan Allah, merendahkan diri kepada-Nya dalam seluruh kehidupannya. Maka perkataan (.:i~I) memberi arti Maha f<uasa, Maha Raja, yang ditaati, clan Maha Agung tempat bergantung segala makhluk. Dan apabila kita meyakini katakata (.&I 'JI -'Y."-' ':I) artinya, tidak ada raja maha kuasa, tidak ada kebesaran, tidak ada ketaatan, tidak ada tempat bergantung melainkan Allah (Hawa, 1993). Melihat arti dan analisis pengertian Lai/aha illallahdi alas, maka jelas jika seorang muslim mengatakan La i/aha ii/al/ah seolah-olah ia mengatakan: Ticlak ada tempat menggantungkan ketenangan, ganjaran, kasih sayang dan pujian, tidak ada kekuasaan dan tempat untuk mencurahkan segala ketaatan, 63 segala kebesaran dan segala kesucian, tidak ada Yang Maha Agung dan Maha Hakim, melainkan hanya Allah semata. Maka bertawakal kepada-Nya adalah wajib, memohon harapan selain kepada-Nya adalah batil. Cinta kepada-Nya adalah wajib, cinta kepada selain Dia tidak boleh kecuali dengan seizin-Nya. Segala hubungan ibadah dan penyembahan tidak boleh dilakukan melainkan hanya kepada-Nya. Dengan demikian, fcata (Y) dalam kalimat La ilaha 11/allahmemilil<i kandungan makna: 1. Tiada ilah (tuhan) selain Allah (Q. S 47: 19). 2. Tiada Pencipta Selain Allah (Q. S 25: 2). 3. Tiada Pemberi Rizki selain Allah (Q.51 :57-58) 4. Tiada Pemilik selain Allah (Q. S 4:131-132) 5. Tiada Penguasa selain Allah (Q. S 62:1; Q.36:83; Q.67:1; Q.3:189). 6. Tiada Pembuat Hukum selain Allah (Q.12:40; Q.6:114, Q.33:36, Q.28:68, Q.45:18, Q.42:20, Q.6:137) 7. Tiada Pemerintah selain Allah (Q. S 7:54). 8. Tiada Pemimpin selain Allah. (Q.2:257) 9. Tiada Yang Dicintai selain Allah (Q. S 2:165) 10. Tiada Yang Ditakuti selain Allah (Q. S 2:40; Q.9:18) 11. Tiada Yang Diharapkan selain Allah (Q. S.94:8; Q.18:·11 O} 12. Tiada Yang Memberi Manfaat atau Mudhorat selain Allah ( Q.6:1'7) 13. Tiada Yang Menghidupkan atau Mematikan selain Allah. (Q.2:258) 64 14. Tiada Yang Mengabulkan Permohonan selain Allah (0.2:186; Q.40:60) 15. Tiada Yang Melindungi selain Allah (Q.16:98; Q.72:6) 16. Tiada Yang Wakil selain Allah.(Q.3:159; Q.9:52) 17. Ti ad a Daya dan Kekuatan selain Allah (Q. S 6: 17) 18. Tiada Yang Agung selain Allah (Q. S 55: 78) 19. Tiada Yang Dimohonkan Pertolongannya selain Allah (Q. S 1:5) Dari kandungan makna yang terdapat pada kalimat La ilaha ii/al/ah, seperti yang disebutkan di atas, maka kalimat La ilaha i//a//ahmengandung prinsip tauhid (pengesaan) kepada Allah 'azza wa jalla yang mencakup tiga hal (Yasin, 1991), yaitu: 1. Tauhid rububiyah. Rububiyah berasal dari kata "Rab". Tauhid Rububiyah memiliki makna meyakini dengan mantap bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu dan tiada Rabb selain Dia. 2. Tauhid u/uhiyah. U/uhiyah berasal dari kata "i/ah". Tauhid U/uhiyyah memiliki makna keyakinan yang mantap bahwa Allah adalah llah yang benar dan tidak ada ilah selain Dia serta mengesakan-Nya dalam beribadah (pengabdian) dan 3. Tauhid asma wa shifat. Tauhidu/ asma wash-s/1ifat (mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) memiliki makna meyakini dengan mantap bahwa Allah swt menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan dan bahwa Dia 65 berbeda dengan seluruh makhluk-Nya. Caranya adalah clengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah saw dengan tidak melakukan tahrTf (pengubahan) lafazh dan maknanya, tidak ta'thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagian nama dari sifat itu, tidak takyTf (pengadaptasian) dengan menentuka1n esensi dan kondisinya, dan tidak pula tasybrh (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk. lbnu Hasan (1967) dalam kitab Fathul Majid membagi tauhid menjadi dua bentuk, yaitu: pertama, tauhid dalam ilmu dan keyakinan, yang mencakup tauhid rububiyyah dan tauhid a/-asma wa a/-shifat; kedua, tauhid dalam hal keinginan dan tujuan, yaitu tauhid uluhiyyah. Makna mengesakan (mentauhidkan) Allah dalam ketiga hal di alas adalah meyakini bahwa hanya Allah sendiri yang mempunyai rububiyyah, uluhiyyah, dan sifat-sifat kesempurnaan serta nama-nama kemuliaan. Jadi, tidaklah seseorang disebut beriman kepada Allah hingga ia meyakini bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu dan tiada Rabb selain Dia. Bahwa Dia adalah ilah segala sesuatu dan tiada ilah selain Dia; dan bahwa Dialah yang sempurna dalam sifat dan nama-Nya, dan tiada yang sempurna selain Dia (Ath-Thahawiyah dalam Yasin, 1991) 66 Lebih lanjut, Imam Al-Ghazali (1990) membagi pokok dan itingkatan tauhid menjadi empat, yaitu: Jubb (isi), Jubb al-Jubb (isinya isi). qa.syar al-Jub (kulit isi), dan qasyr al-qasyr (kulitnya kulit) seperti bu ah pala. 1. Pertama, keimanan terhadap ucapan semata merupakan qasyr al-qasyr (kulitnya kulit) seperti buah pala, yaitu keimanan orang-orang munafik. 2. Kedua, membenarkan makna kalimat itu, yaitu keimanan kaum Muslim pada umumnya. 3. Ketiga, menyaksikan hal itu melalui al-kasyf. lni merupakan maqam orang-orang yang didekatkan (al-muqarrabTn). Hal itu aclalah dengan melihat berbagai sebab. Tetapi semuanya itu berasal da1ri yang Maha Esa clan Maha Perl<asa. 4. Keempat. ticlak terlihat kecuali satu, yaitu kesaksian orang-orang yang benar (al-shiddTqTn). Kaum sufi menyebutnya fana dalarn tauhid. la tidak melihat dirinya karena batinnya lebur dalam Al-hak yang Maha Esa. lnilah yang dimaksucl dalam ucapan Abu Yazid, "Sebutan diriku melalaikanku". Yang pertama adalah keimanan dengan lisan semata. Hal itu tidak memberikan manfaat kecuali dalam menghindari tebasan pe•dang serta menjaga kesehatan harta dan jiwa, l<arena sabda Rasulullah SAW .. " Jika mereka mengucapkannya, terpeliharalah dariku darah dan harta mereka". 67 Yang kedua adalah orang yang menganut tauhid. Artinya, dengan hatinya ia meyakini makna kalimat itu tanpa ada keraguan padanya. Namun hal itu tidak meresap ke dalam batinnya. Keadaan ini dapat menjaganya dari azab di akhirat jika ia mati dalam keadaan itu dan tidal< mengerjaka1n kemaksiatan terus menerus. Karena itu, ikatan ini mengendorkan ahli bid'ah dengan kekurangan dan mengendorkan ahli kalam tanpa kekurangan. Yang ketiga adalah ahli tauhid dalam pengertian bahwa terbuka dadanya sehingga ia tidak melihat kecuali satu walaupun banyak sebab. Maka ia mengetahui bahwa sumbernya adalah dari Al-Haq yang Mal1a Esa. Yang keempat adalah ahli tauhid dalam pengertian tidak hadir dalam syuhud dan hatinya kecuali Al-Haq yang Maha Esa. la tidak memerlukan perantara dan dirinya. Keadaan ini merupakan yang tertinggi. Yaitu, inti pala itu berminyak, misalnya. Tidak ada pembahasan pada keadaan keempat ini. Bahkan pada pembahasan dalam keadaan ketiga adalah yang melihat A/Haq yang Maha Esa. la melihat keseluruhan sebagai satu karena asalnya dari Al-Haq yang satu. Dari apa yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali di alas, maka pribadi yang utama adalah pribadi yang dekat dengan Tuhannya. Hal ini pun disampaikan oleh Iqbal dalam Nasution (2002), bahwa manusia merupakan suatu pribadi atau suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah dia menjadi pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada Tuhan adalah yang utama. Semakin dekat 68 semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya dari Tuhan, kian berkuranglah bobot kepribadiannya. Pribadi sejati bukanlah saja menguasai alam benda, tetapi juga dilingkupi sifat-sifat Tuhan ke dalam khudinya sendiri. Dengan demikian, dari makna La ilaha II/al/ah ini muncul pribadi tauhid yang didasari atas penghayatannya terhadap keesaan Allah SWT, yang melekat di dalam diri individu yang menjadi landasan berprilaku pada kehidupan sehariharinya, baik pikiran. perasaan, dan perbuatannya. Sehingga, dirinya menjadi tenang dan tenteram karena merasa dekat dengan Allah swr. B. Makna Kalimat Muhammadurrasatul/ah Dua kalimat syahadat merupakan kalimat yang satu sama lainnya saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan. Kesaksian terhadap Muhammad utusan Allah merupakan kesempurnaan dari kesaksian tiada tuhan selain Allah. Kesaksian tiada tuhan melainkan Allah. didalam merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari memerlukan cara-cara dan aturan tertentu, dan memiliki makna-makna tertentu pula. Orang yang menegakkanya terikat dengan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Sedangkan bagi orang yang meninggalkan kewajiban tersebut akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. 69 Kalima! La ilaha II/al/ah tadi tidak akan dapat ditegakkan kecuali dengan dalildalil naqli dan aqli yang sah, yang semuanya datang dari Allah melalui nabi Muhammad SAW. Jika kita tidak mengakui bahwa Muhammad SAW itu adalah utusan Allah yang benar, maka apakah mungkin kalimat La ilaha ii/al/ah dapat tegak dengan sendirinya? ltulah bukti keterkaitan yang kuat antara syahadat La ilaha ii/al/ah dengan syahadat MuhammadurrasO/ullah (Hawa, 1993). Hasim (2002) mengungkapkan, bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah (.&I JY"..J I~ 0i o.i~) memiliki makna, !/)..iii~ !IJ, _p,.jJ 4.lr:. c;+i L. yW:i.,.IJ, y.;..i L.;9 <G,i~J, , ~ ')/-¥'- .;jJ , ~ <Y'Ull .)] ..iii JY"..J I~ u\.i ~J t1..J . ..JUI I J;...i ol...oc 0-4J , AJ.;jl J;...i 4.c. ~i 0-4 ' tAlJ _>"i L.;9 4.:icU~ ,)J' tyS. l../ t 1..6,i J, ' y~ ')/ JY"..JJ Ta'at terhadap apa yang diperintahnya, dan membenarkan apa yang disampaikannya, dan menjauhi apa yang dilarangnya dan yang diharamkannya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkannya, dan mengetahui serta meyakininya bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang diutus untuk segenap umat manusia, dan dia adalah hamba yang bukan untuk disembah, dan dia tidak berdusta, tetapi harus di ta'ati dan diikuti, barangsiapa yang mentaatinya akan masuk surga, dan barangsiapa yang mengingkarinya akan masuk neraka. Dari makna di alas, maka konsekuensi logis dari keimanan pada Rasulullah itu adalah mempercayai pula apa-apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw, termasuk tentang rasul-rasul sebelumnya. Hal tersebut 70 merupakan hubungan tak terpisahkan antara iman kepada Allah dan RasulNya dengan iman kepada rukun-rukun iman yang lainnya. l<esaksian alas MuhammadurrasDlul/ah melahirkan keimanan kepadanya. Adapun bentuk keimanan kepada nabi Muhammad (Yasin, 1991) adalah: 1. Mengimani bahwa Muhammad bin Abdullah adalah nabi Allah, utusanNya, hamba-Nya, dan pilihan-Nya. Dia tidak pernah menyembah berhala, tidak pernah sedikitpun menyekutukan Allah, dan sama sekali tidak pernah melakukan dosa kecil apalagi dosa besar. 2. Mengimani bahwa beliau adalah nabi terakhir. Firman Allah swt., " Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seoranr:,i laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulu//ah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu." Q. S Al·-Ahzab: 40. Sabda Rasulullah SAW," Aku adalah Muhammad, aku cidalah Ahmad, aku adalah penghapus yang denganku kekufuran dihapuskan, dan aku adalah penghimpun yang manusia akan dihimpun dibelakangku, dcin aku adalah yang terakhir, yang sesudahlw tidak ada lagi nabi." (Muttafaq 'alaih) 3. Mengimani bahwa Rasulullah saw adalah imam a/-muttaqin (pemimpin orang-orang yang bertaqwa), yang menjadi teladan dalam segala perilakunya, dan hanya dialah yang berhak diikuti dan diteladani, tidak ada yang lainnya. Firman Allah Swt., 71 ;;,;;;._~ JJ ~JJ :: (~1Dl-~_) .J# "Katakan/ah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikuti/ah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q. S 3: 31) 4. Mengimani bahwa Rasulullah saw adalah habib Al-Rahman (kekasih Allah), dan bahwa beliau berada pada peringkat tertinggi kecintaan Allah, beliau adalah khullah (yang dicintai, kekasih). Sabda Ra:sulullah saw, " Seandainya aku mengangkat kekasih, maka akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, ia adalah saudaraku dan sahabatku. Dan, Allah telah menjadikan kawanmu ini (nabi Muhammad) sebagai kekasih-Nya. "(H. R Muslim) 5. Meyakini bahwa Nabi Muhammad saw diutus untuk seluruh bangsa jin dan manusia dengan membawa petunjuk dan kebenaran. Firman Allah Swt., "Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah ui'usan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada 72 kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".(Q.S 7: 158). Sabda Rasulullah Saw., "Aku diberi kelebihan alas para nabi yang lain dengan enam ha/: aku diberi kalimat-kalimat yang singkat namun padat; aku dil'olong dengan rasa takut; dihalalkan bagiku ghanimah; bumi dijadikan suci dan sebagai tempat sujud bagilw; aku diutus untuk se/uruh manusia; dan para nabi diakhiri olehku." (Muttafaq 'alaih) 6. Mendahului kecintaan kepada Rasulullah saw atas kecintaan kepada orang tua, anak, dan diri sendiri. Dari anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah seseorang beriman hingga ia menjadikan diriku sebagai yang paling ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan se/uruh manusia." (Muttafaq 'alaih) 7. Mengimani bahwa Allah swt memperkuatnya dengan mukjizat yang membuktikan, secara meyakinkan, kebenaran apa yang dibawanya itu. Meyakini bahwa Al-Qur'an adalah mul<jizat nabi Muhammad yang paling besar, yang dengannya beliau manantang sel<alian alam dan mereka tidak mampu untul< membuat yang sama dengannya, atau mirip dengannya, atau mirip sebagiannya. Allah swt berfirman: ,, 0 J ,.."" ,.. _}j 1µ :: t1 .,, ,.. _,,_. ,, ,, J. J ..., _,, } " J - ,, -- J 0J-' ((,'~) ~~ ~ ---.'...)J ;illl 9-'.) U:~ r-5'~1¥ J be.JI ,.,_,, ~ _,, J -;;;_,, _,, 0 J ~_,,,, ~ J ? ,. 1:~:1:J:.#Ci.4\ oj~lj<fwl LA~~j t$Jlj81 I_~~ I~ 73 "Dan jika kamu (tetap) da/am keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-peno/ongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), pelihara/ah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (Q. S Al-Baqarah: 23-24). 8. Mengimani bahwa Allah swtjuga memperkuat beliau dengan mukjizat yang bersifat fisik, seperti yang disebutkan dalam hadisl··hadist shahih. Misalnya terbelahnya bulan; batu mengucapkan salam kepada beliau; batang pohon merintih; keluarnya air dari sela-sela jemari tangan beliau; orang banyak merasa kenyang dengan makanan yang sedikit; kesaksian kambing yang telah dibakar di hadapan beliau; awan menaungi beliau sebelum diutus menjadi rasul; apa yan~J terjadi pada Abu Jahal dan batunya saat ia ingin menimpakannya pada kepala beliau; sentuhan tangan beliau yang membuat kambing-kambing Ummu Ma'bad menjadi subur susunya; lemparan tanah pada wajah orangorang musyrik; informasi tentang hal gaib dan kemudian terbukti kebenarannya; Allah mengabulkan doanya; keterpeliharaannya dari pembunuhan; dan lain-lain. Dalil-dalil tentang mukjizat itu tersebar dalam banyak hadits. (Hisyam, 1375 H) 9. Meyakini bahwa Allah swt memperkuatnya dengan argumen-argumen yang tegas, dalil-dalil yang nyata yang direpresentasikan dengan kepribadian, sifat, dan akhlaknya. Kita mengimani bahwa. Allah telah memberinya postur dan fisik yang bagi orang yang mengerti hal itu menunjukkan kenabian dan kejujurannya. Hassan bin Tsabit -semoga Allah meridhainya-menyatakan dengan ungkapan yang indah: Andaipun tidak ada pada dirinya ayat-ayat yang menjelaskan Maka keadaan dirinya adalah informasi atas kenabiannya. 10. Keimanan terhadap karunia Allah yang diberikan kepadanya berupa akhlak Al-Quran, yang menunjukkan kebenaran dan dukungan Allah kepadanya. Tak seorang pun yang pernah mendengarnya berdusta, baik dalam urusan agama maupun dunia; tidak sebelum dan tidak pula sesudah diutus menjadi rasul. Andai pernah hal itu terjadi hanya sekali saja, maka niscaya para musuhnya akan berjuang untuk menyebarluaskannya dan mem-blow up-nya. Beliau tidak pernah melakukan perbuatan yang buruk atau tercela, baik sebHlum maupun sesudah diutus. Beliau tidak pernah lari dari seorang pun musuhnya betapa pun rasa takut mencekam dan suasana genting. Dengan demikian, makna keimanan kepada nabi Muhammad adalah meyakini kebenaran risalah kenabiannya, serta menjadikannya sebagai suri teladan (good modeling) yang harus diikuti karena memiliki a~<hlak yang agung (glorious of behavior). Adapun hasil dari mengikuti dan meneladani Rasulullah (Prayitno, 2002) adalah: 75 1. Iman Hasil dari mengikuti sunnah Nabi SAW adalah sikap dan keyakinan yang bertambah kepada Allah dan rasul-Nya. Dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya akan mendapatkan kebaikan seperti yang difirmankan oleh Allah bahwa suatu perniagaan yang akan melepaskan diri dari azab yang pedih adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berjuang di jalan Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt., "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu pemiagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? 11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasu/Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. /tu/ah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui". (Q. S 61: 10-11) 2. Mengikuti (Al-lttiba) Iman kepada rasul akan diwujudkan kepada mengikuti rasul. Keseriusan beriman kepada rasul mesti diwujudkan kepada mengikuti apa-apa yang diperintahkan nabi SAW. Dengan mengikuti rasul, akan dijauhi dari azab dan akan diampuni dosa-dosa, bahkan Allah swt. akan mengasihinya. Firman Allah Swt. 76 "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. "Allah Maha Pengampun /agi Maha Penyayang" (Q. S 3: 31) 3. Dua Kebaikan (Husnayain) Dengan mengimani dan mengikuti Nabi SAW akan memproleh dua kebaikan, yaitu l<ebail<an di dunia dan di akhirat. Kebaikan yang diperoleh di dunia adalah: a. Dicintai Allah. Untuk mendapatkan cinta Allah adalah clengan mengikuti Rasulullah seperti berjihad di jalan Allah, ticlak takut akan celaan orang-orang yang suka mencela, berlaku lembut dengan sesamanya. b. Di rahmati Allah. Adapun rahmat clari Allah diperoleh dengan mengamalkan nilai-nilai Islam dan mentaati segala perintah Allah clan Rasul-Nya. Rahmat Allah di dunia al<an membawa kebahagiaan didalam diri, keluarga, masyarakat dan negara. Firman Allah Swt., -- ,,,.-- ). ,.. ) J. .;;: ,.,.,.. / J. .;;: ,J .... ,;; ~ ~ J. ! 1·;g_'Jl~r->] (> 4--,,l.I J_r)lj 4.UI l~lj "Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat".(Q. S 3: 132) 77 c. Petunjuk Allah (Hidayatullah). Petunjuk Allah diberikan hanya kepada siapa saja yang dikehendaki oleh Allah SWT. Al-Qur'an adalah cahaya yang di dalamnya banyak petunjuk Allah SWT, siapa yang membaca dan mengamalkannya maka dapatlah ia petunjuk dari Allah. Mengikuti nabi SAW di antaranya adalah membaca dan mengamalkan Al-Quran. Dengan mengamalkan dan mengikuti nabi, Allah SWT benar-benar akan memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus. Firman Allah Swt., _. / J <..::-> ,, ·~ I ~• J. _. • -;;_,. ,;; ,; ,_.. _. } l ,.. - ,/ L. ,:J <..£ ,.jJ I JJJ ' Ii <..£ ,,+fJ ,, I .1 _. ~ ,, ((":i)L• '"·~" ,:;- ... a" .,. ' : :::-.1 p,o ,.. U;: _. ..• ,.{.,,,,,,,. ,. -;;i..i l(~)~y)/I~ '.!-111 '·~ ,...,.!& _. Jj )fl _. t. ">,J l-,.a~,)11 _. _. J,.. L.j "Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pu/a mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, (yaitu) }a/an Allah yang Kepunyaan-Nya sega/a apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. lngatlah, bahwa kepada Allah/ah kemba!i semua urusan".(Q. S 42: 52-53) d. Kemuliaan (A/-/zzah). Kekuatan itu hanya ada pada Allah, rasul dan orang beriman, bukan terletak pada kekuatan fisik dan materi tetapi terletak pada sejauh mana keimanan kepada Allah dan rasul-Nya. Mengikuti Allah dan rasul akan memperoleh kemuliaan di sisinya. 78 Orang yang beriman memiliki kekuatan yang dapat meingalahkan siapapun dengan kemuliaan yang dimilikinya. Oleh kan~na itu, hidup didunia tanpa kemuliaan akan merugi dan sia-sia, buat apa gunanya harta, jabatan dan kekuasaan apabila diikuti dengan kernuliaan. Firman Allah Swt., "Mereka berkata: "Sesungguhnyajika kita Te/ah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang Kuat akan mengusir orang-orang yang fem ah dari padanya. "padaha/ kelwatan itu hanya/ah bagi Allah, bagi rasu/Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada Mengetahui". (Q. S 63:8) e. Kemenangan (AJ-Ghalabah). Kemenangan didunia tentunya dicari olel1 setiap insan yang sadar akan kehidupannya di dunia. Namun, Allah SWT hanya memberikan l(emenangan di dunia kepada orang yang beriman saja yaitu mereka yang mengambil Allah, rasul, dan orang beriman sebagai wali, pemimpin dan penolongnya. Selain Allah, rasul dan mukmin yang menjadi walinya, maka hidupnya akan dijerumuskan kepada kenistaan dunia. Firman Allah Swt., "Dan barangsiapa mengambil Allah, rasu/-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pimgikut (agama) Allah[423] /tu/ah yang pasti menang".(Q. S 5: 56). Adapun kebaikan yang diperoleh dari mengikuti Rasulullah SAW di akhirat adalah: 79 a. Pembelaan (Al-Syafa'ah). Muhammad SAW adalah Rasul yang mendapatkan kelebihan untuk dapat memberikan syafaat di akhirat kepada hamba-hamba Allah yang diridhai-Nya (An-Nawawi, tth). Dari Abi Hurairah dan Abi Sa'id r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang Allah lindungi dalam naungannNya, pada hari tiada naungan selain naungan-Nya (lwri kiamat); pemimpin yang adil; pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah; seorang /aki-laki yang hatinya terpaut ke masjid; dua orang yang mencintai karena Allah, mereka bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah pula; seorang laki-laki yang dirayu oleh seiorang wanita yang punya kedudukan dan harta lalu mengatakan (untuk menolaknya), aku takut kepada Allah, dan seorang yang memberikan sedekah lalu ia sembunyikan hingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diinfakkan tangan kirinya; dan seiseorang yang mengingat (berzikir) kepada Allah lalu mengalirkan airmatanya." b. Nadharah Al-Wajh (keceriaan wajah). Orang-orang mukmin di akhirat terlihat gembira dan bahagia yang tergambar dalam keceriaan dan berseri-serinya wajah mereka. Suasana kegembiraan ini merupakan suatu hasil dari amal dan perbuatannya selama di dunia. Keseriusan mengamalkan perintah Allah dan Rasu-Nya mendapatkan ganjaran berupa surga di akhirat. Firman Allah Swt., "Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Q. S 75: 22) c. Mujawarah Al-Rasul (berdampingan dengan rasul). Di akhirat kelak tidal< saja berbahagia dan ceria wajahnya tetapi juga mendapatkan 80 kehormatan berupa tempat berdampingan dengan rasul, para shidiqiin, orang yang mati syahid dan orang yang shaleh. Suatu kehidupan akhirat yang harmoni dan serasi serta kedamaian dan kebahagiaan abadi. Balasan ini diperolehnya apabila kita menaati Allah dan rasul. Firman Swt., "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasu/(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianug"erahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sa/eh. dan mereka /tu/ah teman yang sebaik-baiknya".(Q. S 4: 69) d. Keuntungan (Al-Falah). Keuntungan yang diperoleh di akhirat disebabkan karena kita di dunia beriman kepada Allah dan senantiasa menglkuti sunnah Nabi saw. Sehingga dengan perbuatannya tersebut Allah swt ridha kepadanya dan akhimya ditempatkannya sebagai orang yang beruntung. Firman Allah Swt., "Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, sating berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasu/-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak--bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga m1~reka. meraka ltulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Jtulah go/ongan Allah. Ketahuilah, 81 bahwa Sesungguhnya hizbullah itu ada/ah goiongan yan: beruntung.(Q. S 58: 22) 2.3 Pengertian Kepribadian Syahadatain Dari penjelasan tentang syahadatain pada pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa mengucapkan syahadatain harus diikuti dengan penghayatan yang mendalam terhadap makna yang dikandungnya. Karena, den9an penghayatan yang mendalam tersebut, kalimat syahadatain akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa seseorang dalam menjalani kehidupannya dalam rangka beribadah kepada-Nya yang rnerupakan tujuan dari diciptakannya manusia. Dalam Al-Quran kalimat syahadatain disebut juga dengan kalimat takwa, dengan adanya dua syahadat itu maka terbentuklah ketakwaan. Seperti yang difirmankan Allah, " ... dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan ada/ah mereka berhak dengan ka/imat takwa itu dan patut memilikinya ... " (Q. S Al-Fath: 26) Dengan mengucapkan kalimat syahdatain tersebut terbentuklah satu kepribadian yang didasari pada penghayatannya terhadap keBsaan Allah dan kerasulan nabi Muhammad yang menjadi landasan perilakunya. Kepribadian tersebut adalah kepribadian syahadatain, kepribadian individu yang didapat 82 setelah mengucapkan dua kalimat syahadat yang bukan hanya di alam perjanjian pertama tetapi juga di alam perjanjian terakhir. Mujib (2006) memberikan definisinya tentang kepribadian syahadatain (asysyakhshiyyah asy-syahadatain), sebagai kepribadian individu yang didapat setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, memahami hakil<at dari ucapannya serta menyadari akan segala konsekuensi persaksiannya tersebut. Kepribadian syahadatain meliputi domain kognitif dengan pengucapan dua kalimat secara verbal; domain afektif dengan kesadaran hati yang tulus; dan domain psikomotorik dengan melakukan segala perbuatan sebagai konsekuensi dari persaksiannya itu. Oleh !<arena itu, kandungan makna dalam syahadatain yang rneresap dalam jiwa individu akan mempengaruhi seluruh mekanisme dan sistem psikofisis individu. Pola fikir, perasaan dan perbuatannya didasari pada syahadatain. Sehingga, kepribadian syahadatain merupakan suatu kesatuan mekanisme organisasi dinamis pada individu alas sistem-sistem psikofisis yang bersifat kompleks, yang disebabkan oleh penghayatannya terhadap syahadatain yang melekat pada pikiran, perasaan dan tingkah lakunya yang membentuk suatu karakteristik yang khas pada individu yang memiliki nilai secara konsisten. 83 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakikat dari kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu yang didapat melalui penghayatan terhadap kalimat La ilaha II/al/ah dan Muhammadurrasolu/lah dengan akal dan hatinya yang diucapkan melalui lisannya dengan penuh k.eyakinan yang mantap tanpa adanya keraguan, yang dibuk.tikan melalui perbuatan nyata dalam bentuk ibadah. Dari penghayatannya tersebut mempengaruhi tiga aspek. kejiwaan pada diri individu yaitu pemikiran (kognitif), perasaan (afektif) dan perbuatan (konatif) yang menjadi landasan dari setiap prilakunya. Dari sini, dapat dilihat bahwa ada dua hal yang menjadi dasar utama terbentuknya kepribadian melalui kalimat yang agung ini, yaitu: 1. Tujuan dari terbentuknya kepribadian yang bersaksi bahwa "tiada tuhan selain Allah" adalah penghambaan total (totaly slave) kepada Allah swt. dalam setiap sisi kehidupannya baik pikirannya, perasaannya dan perbuatannya. 2. Tujuan inti dari terbentuknya kepribadian yang bersaksi bahwa "Muhammad adalah utusan Allah" yaitu menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh ik.utan (rule model) dalam menuju penghambaan total kepada Allah swt. Baik dalam pikirannya, perasaannya, maupun perbuatannya. 84 2. 4 Pembentukan Kepribadian Syahadatain Hawwa (1993) mengungkapkan, bahwa syahadatain itu dalarn keadaannya yang ideal harus menjadi ruh alam ini dengan segala apa yan1~ terjadi di dalamnya, berupa kegiatan, tindakan, arah, tujuan, perangkat, aturan hukum, dan prilaku. Maka, penghayatan syahadatain yang mendalam, akan membentuk kepribadian yang berlandaskan pada pengahayatan syahadatain, yang memiliki pengaruh di dalam kehidupannya, dan akan membentuk pribadi alas dasar kesaksian pada kalimat La ilaha I/Jal/ah dan Muhammadurrasalullah . Meli hat aspek yang terkandung pada kepribadian syahadatain, yaitu : (1) aspek kognisi, dengan pengucapan dua kalimat secara verbal; (2) aspek efektif, dengan kesadaran "hati" yang tulus; (3) aspek konatif, dengan adanya kecenderungan untuk melakukan segala konsekuensi dari persaksiannya dengan perbuatan nyata. Maka, dalam pembentukan kepribadian syahadatain ini, penulis mencoba menyusun pola yang berorieintasi pada peristiwa-peristiwa kejiwaan manusia yang berhubungan dengan aspek kepribadian syahadatain. 85 Menurut Bigot, dkk., seperti yang dikutip oleh Walgito (2002) bahwa kemampuan jiwa manusia telah dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: a. Kemampuan manusia menerima stimulus dari luar. Kemampuan ini berhubungan dengan pengenalan (kognisi) b. Kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi dalam jiwanya. Kemampuan ini berhubungan dengan motif, k1~mauan (konasi) Pembagian kemampuan jiwa manusia menjadi dua golongan besar ini dikenal dengan pembagian yang dichotomi. Namun, setelah dicermati ternyata konsep yang diajukan oleh Bigot, masih terdapat kekurangan. Sebenarnya masih ada satu hal yang dapat dikemukakan lagi yaitu bahwa selain manusia mempunyai kernampuan untuk menerima stimulus dari luar dan menyatakan apa yang diinginkan, manusia masih dapat melihat efek atau akibat dari stimulus yang akan merasa senang apabila melihat sesuatu yang indah atau sebaliknya. Karena itu disamping adanya kognisi dan konasi masih ada proses kejiwaan yang berhubungan dengan perasaan atau emosi. Selanjutnya, Teien dan Kanis dalam Walgito (2002) menyatakan trichotomi kejiwaan manusia, yaitu: (1) Kognisi yang berhubungan dengan pengenalan 86 (2) Emosi yang berhubungan dengan perasaan (3) Konasi yang berhubungan dengan kemauan (motif). Senada dengan pendapat tersebut, Ki Hajar Dewantara dalam Kartono (1984) mengemukakan daya kejiwaan manusia dengan istilah cipta (kognisi), rasa (emosi), dan karsa (konasi). Alas dasar pandangan kemampuan jiwa manusia yang mencakup tiga hal, yaitu kognisi, afeksi (emosi), dan konasi, maka pola pembentukan (shaping) kepribadian yang disusun adalah: 1. Pembentukan pada aspek kognitif 2. Pembentukan pada aspek afektif 3. Pembentukan pada aspek konatif. 1. Pembentukan pada aspek kognitif. Kognisi (daya cipta) merupakan suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang mencakup mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan pendapat, mengasumsikan, berimajinasi, mempriediksi, berpikir, mempertimbangkan, menduga, dan menilai (Chaplin, 1989). Sedangkan aktifitas kognitif adalah berkaitan dengan persepsi, ingatan, beilajar, berpikir, dan problem solving (Morgan, dkk, 1984). 87 Demikianlah, Allah memberikan kelebihan atas potensi ini, yang dapat digunakan dalam rangka beribadah kepada. Melihat cakupan dalam aspek koginisi, maka syahadatain memberikan dampal< dan implikasi pada aktivitas kognitif yang berkaitan dengan pengenalan. Adapun pola pen!~enalan yang terbentuk adalah dalam rangka untuk mengenal Allah (ma'rifatullah) dan Rasul-Nya (ma'rifat al-rasOf), sehingga diharapkan terbentuknya pribadi yang mengenal ('arifin). Penghayatan terhadap kesaksian La ilaha I/Jal/ah dan Muhammadurraso/ullah memiliki pengaruh terhadap pola dan proses berpikir individu. Dengan adanya pengaruh syahadatain pada aspek kognisi mendorong individu untuk melakukan ma'rifah kepada Allah. Dimana individu senantiasa berusaha untuk mengenal Allah 'Azza wa jalla dan terus mengarahkan perhatian dan perenungannya kepada Allah. Seperti yang dikatakan oleh lbnu Thufail dalam Nasution (2002), bahwa dengan berusaha untuk terus mengenal Allah inilah dirinya memiliki jiwa fadhilah yang akan masuk ke dalam surga. Dari sinilah individu mengenal para nabi dan rasul, mengenal tugas dan sifatnya serta lrnjat manusia kepada risalahnya, mengenal mu'jizat, karomah dan kitabkitab samawi, mengenal malaikat, jin. ruh, qhodo dan qadar Allah serta hari kebangkitan. 88 Sebelum memahami dan meyakini makna syahadatnya mungkin seseorang berfikir boleh menerima syariat, aturan hidup dan perundang-undangan bersumber kepada adat istiadat datuk atau nenek moyang, pemikiran jahiliyyah dari ilmuwan dan filosofi, hawa nafsu penguasa dan sebagainya. Setelah memahami dampak dari syahadatain maka ia hanya mengikuti pola fikir Islam yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya, kemudian hasil ijtihad orang-orang mukmin yang sesuai dengan bimbingan Allah dan RasulNya. Oleh karena itu, menurut Yasin (1993) pola pikir yang dibentul< adalah seorang muslim berusaha untuk senantiasa melihat ciptaan Allah dengan merenungi berbagai ciptaan-Nya berupa makhluk-makhluk-Nya dan memperhatikan ayat-ayat serta keagungan hikmah dan mukjizat-Nya. Menyadari akan keagungan Allah swt., kekuasaan-Nya, kemuliaan sifat-Nya, merupakan bagian dari keimanan kepada Allah 'azza wa jalla. Adanya kesadaran tersebut muncul dengan "memperhatikan" kekuasaan Allah secara berkesinambungan. Sedangl<an sarana untuk itu adalah berpikir dan mengambil pelajaran. Dengan adanya pola pemikiran yang berlandaskan keimanan pada Allah dan Rasul-Nya ini diharapkan mampu membentuk pola pemikiran pada individu yang ilmiyah, yaitu sebuah proses berpikir yang diawali dengan pengamatan, 89 menghimpun data, menarik kesimpulan, dan terakhir memverivikasi kembali kebenaran kesimpulan yang telah diamati (Kamus Besar Bahasa Indonesia, ). Firman Allah Swt., "Dan Mengapa mereka tidal< memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidal< menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (Q. S 30: 8) Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q. S 29: 20) Dengan demikian individu terbebas dari pola pemikiran yang menghalangi untuk berpikir secara rasional, seperti taqlid (mengikuti pendapat para ahli hukum tanpa mengetahui dasar dan alasannya), ilusi dan khurafat atau takhayyul. Berfikir atas dasar keimanan ini akan membentuk k:ualitas seseorang dalam mencapai kesempuranaan. 90 Menurut lbnu 'Atha'illah dalam Hawa (1999), bahwa ada dua macam cara kerja fikir yang dapat mempertajam kualitas seseorang: Pertama, berpikir yang dapat mewujudkan tashdiq (pembenaran) dan iman, Kedua, berpikir yang dapat membawa hati menuju penyaksian (musyahadah) dan muraqabah (konsentrasi penuh waspada terhadap Allah). Model pertama adalah cara berfikir bagi para ahli pikir, sedang yang kedua aclalah formula berfikir yang mendambakan wushu/ (sampai) kepada Allah. Kedua cara berpikir ini harus climiliki oleh para pemburu kesempurnaan. Dengan demikian, bentuk pemikiran yang mewujudkan pernyataan bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah" adalah pemikiran yang menuju kepada pehaman tentang Al-Islam. M•3nurut AlBanna (1998) pribadi muslim memahami bahwa fikrah (pemikiran) yang terbangun dalam dirinya adalah fikrah /slamiyah yang bersih. Memahami Islam sebagai sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Islam adalah negara dan tanah air, pemerintah da11 umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan unclang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia ju!~a adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan ticlak lebih. 91 Kepribadian syahadatain yang berimplikasi pada aspek kognitif, yang melahirkan pribadi 'arifin memiliki ciri-ciri atau bentuk sebagai berikut 1. Senantiasa merenungi dan memperhatikan ayat-ayat Allah swt. serta keagungan akhlak nabi Muhammad, dalam upayanya untuk mengenal Allah dan Rasul-Nya. Sehingga, menurut Mujib (2006) individu seimbang dalam menilai dan mengikuti perilaku seseorang, meskipun seseorang yang diikuti itu memiliki keistimewaan khusus. Kepribadian itu disebabkan karena kesaksian akan kerasulan Muhammad tidak boleh dilebih-lebihkan (ifrath) atau diremehkan (tafrith). 2. Menyadari secara penuh tentang hakikat Allah swt., dengan memperhatikan keagungan ciptaannya, kemuliaan sifat-Nya. Sehingga individu memiliki pengetahuan secara pasti, karena keperc:ayaan terhadap Tuhan merupakan sesuatu yang paling hakiki dalam kehidupan manusia . Menurut Mujib (2006), jika kepercayaan itu hanya dengan dugaan (dhan) bukan berdasarkan pengetahuan yang akurat maka dapat menjerumuskannya ke dalam lembah kehancuran. Firman Allah Swt., "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan 92 hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya". (Q.S Al-lsra: 36) 3. Memiliki kecerdasan dan luas wawasan keilmuannya. Hal ini didorong dengan munculnya perasaan akan ilmu pengetahuan, sehingga merasa senang jika mampu menyelesaikan sebuah masalah dengan ilmu yang dimilikinya. Dengan adanya ilmu yang luas individu tidak akan tersesat di dalam menjalani hidupnya. Dengan adanya ilmu, seseorang akan dapat memberikan manfaat kepada orang yang lain. 4. Memiliki pola pemikiran yang ilmiah dan rasional dalam mewujudkan kebenaran dan keimanan. Serta berpikir agar dapat membawa hatinya menuju pada pengawasan (muroqobah) dan penyaksian (musyahadah) Allah. 5. Memahami hakikat ajaran Allah swt, dan Rasul-Nya, yaitu Al-Islam. Sehingga terbentuk fikrah /s/amiyah (pemikiran yang bedasarkan kepada Islam). Dalam hal ini, individu memahami Islam dengan baik dan benar, Islam yang bersifat menyeluruh, dan hanya menerima pola pikir Islam yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. 2. Pembentukan pada aspek afektif Secara psikologis aspek afeksi meliputi kasih sayang, kesayangan, cinta, perasaan yang l<uat; satu kelas yang luas dari proses-proses mental, 93 termasuk perasaan, emosi, suasana hati, dan temperamen (Chaplin, 1989). Menurutnya perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari stimulus baik eksternal maupun internal. Mengenai emosi Chaplin berpendapat bahwa definisi mengenai emosi cukup bervariasi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi dari berbagai orientasi. l'Jamun demikian dapat dikemukakan alas general agreement bahwa emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang lebih tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat. Karena itu emosi lebih intens daripada perasaan, dan sering terjadi perubahan perilaku, hubungan dengan ling~:ungan kadang- kadang terganggu. Sebelum memahami syahadatain ini mungkin perasaannya yang berupa cinta, takut, benci, marah, sedih atau senang ditentukan oleh situasi dan kondisi yang menimpa dirinya atau keadaan di sel<elilingnya. Misalnya ia senang dengan mendapatkan keuntungan dari hasil usahanya, mendapat baju yang paling trendy, mendapat profesi yang menguntungkan. Sedih karena kehilangan kekayaan, merasa hina karena kemiskinan dan sebagainya. Maka setelah menghayati makna syahadatain, tiada yang menyenangkan dan menyedihkan melainkan semua terkait dengan kepentingan Allah swr dan Rasul-Nya. Maka ia sedih bila ada yang masuk ke dalam kekufuran, sedih bila ada muslim yang disakiti, sedih memikirkan 94 nasib kaum muslimin sebagai umat Muhammad. Kemudian d11a merasa senang dengan kemajuan dakwah, kebangkitan umat dan sebagainya. Kesaksian terhadap keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad, dengan pembenaran hati. Dengan syahadatain mendorong individu untuk senantiasa menghidupkan suasana hatinya dalam pencapaian ketenangan dan kebahagiaan. Hal ini dikarenakan pekerjaan hati yang dilandasi alas dasar aqidah yang benar, sehingga kebenaran dan kebaikan tersebut akan membawa kepada ketenangan, sedangkan kedustaan akan membawa keburukan, sehingga hatinya gelisah. Dari Nuwas bin Sam'an. la berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kebaikan dan kejahatan. Maka sabdanya: " Kebaikan itu ialah perangai yang baik; dan kejahatan itu ialah sesuatu yang bergumam dihatimu dan engkau tidak suka diketahui manusia". (H.R Muslim) (Al-Asqalani, 1997) Kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad utusan Allah", akan membentuk adanya perasaan yang menyertai kepercayaan kepada Allah yang mempunyai sifat-sifat yang serba sempurna. Perasaan percaya ini akan mendorong seseorang untuk berbuat bail<. Orang akan rnerasa senang, dan bahagia jika mampu melaksanakan perintah-perintah Allah, sebaliknya seseorang akan merasa sedih dan bersalah apabila melanggar hal-hal yang 95 telah ditetapkan oleh Allah. Alas dasar inilah penghambaan total kepada Allah melekat pada jiwa dan perasaannya: Perasaan yang menyertai kepercayaannya kepada kenabian Muhammad saw. Yang memiliki pribadi yang sempurna dengan kemuliaan akhlaknya, sehingga patut dijadikan ikutan. Perasaan ini akan medorong individu untuk senantiasa menjadikan Rasulullah sebagai contoh teladan yang baik (good modeling) dalam kehidupan pribadinya. Seseorang akan merasa bahagia jika dapat mengikuti pola kehidupan rasulullah saw dengan menjalankan sunnahsunnah dan anjurannya, sebaliknya seseorang akan merasa sedih apabila tidak hidup dengan mengikuti pola hidup Rasulullah saw dan menjauhi sunnah-sunnahnya. Perasaan keimanan ini merupakan perasaan yang tertinggi atau terdalam. Perbuatan manusia yang luhur, yang suci bersumber pada perasaan keTuhanan ini. Dengan perasaan keTuhanan segala sesuatu akan tertuju kepada-Nya (Walgito, 2002). Dengan syahadatain yang mempengaruhi aspek ini akan berimplikasi kepada terbentuknya pribadi yang memiliki: 1. Memiliki aqidah (l<eyakinan) yang selamat. Yaitu keyakinan yang benar tentang keimanan, yang jauh dari kemusyrikan. Seperti yang dikatakan 96 Mujib (2006), bahwa dengan adanya keyakinan ini, individu memiliki kepribadian bebas, merdeka dan tidal< terbelenggu oleh tuhan-tuhan yang nisbi dan temperer, untuk menuju pada lindungan dan naungan Tuhan yang Mutlak lagi Sempurna. Kata tiada tuhan selain Allah mengandung arti peniadaan (naf1) segala tuhan-tuhan relative dan temporer, sedang kata kecuali Allah mengandung arti menetapkan (itsbat) pada Tuhan yang Mutlak dan Sempurna. Penuhanan sesuatu selain Allah sarna artinya dengan pembelengguan diri dan membatasi kebebasan manusia sebagai makhluk yang mulia. Perhatikan firman Allah Swt.: ~ :1;:. ~!'i;i ro:- Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah }etas }a/an yang benar daripada }a/an yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidal< akan putus. Dan Allah MahE" Mendengar /agi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Baqoroh : 256) 2. Keteguhan hati. Keteguhan hati yang dimaksud adalah bahwa seorang muslim hendaknya senantiasa bekerja sebagai mujahid di jalan Allah yang mengantarkan kepada tujuan, betapa pun jauh jangkauannya dan lama wal<tunya, sehingga bertemu Allah dalam keadaan demikian, sedangkan ia telah berhasil mendapatkan salah 97 satu dari dua kebaikan: meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya. Firman Allah Swt., "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang te/ah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pu/a) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)" (Q. S Al-Ahzab: 23) 3. Perasaan penuh kegembiraan. Kegembiraan yang terbentuk adalah kegembiraan atas segala perbuatan amal baiknya yang mE:mdapatkan keridhaan dari Allah dan Rasul-Nya. Kegembiraan yang justru memberikan pancaran keimanan yang juga dirasakan oleh orang lain. Bukan l<egembiraan yang diperoleh karena telah melakukan sebuah pekerjaan yang menjerumuskan dan merugikan orang lain. gembira atas l<esusahan orang lain, gembira karena kekalahan orang lain, dan rasa gembira untuk menutupi kelemahannya. Seperti yang Allah firmankan, "Maka Tuhan meme/ihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati." (Q.S Al-lnsaan: 2) 98 "Mereka dalam keadaan disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang be/um menyusul mereka, /)ahwa tidal< ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pu/a) mereka bersedih hati''. (Q.S Ali-lmran: 170) "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ia/ah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Te/ah dijanjikan Allah kepadamu". (Q. S Fushilat: 30) 4. Memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Rasa cinta yang hakiki dan abadi dalam bentuk penghambaan secara total kepada Allah dan kecintaan kepada Rasul-Nya yang memiliki keagungan akhlaknya. Dari inilah beriringan muncul kecintaan-kecintaan kepada seluruh makhluk yang lainnya berdasarkan syariat yang ditetapkannya tanpa melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. lni sebenar-benar cinta, cinta yang agung bukan kehinaan, cinta yang abadi bukan kepunahan, cinta yang sesungguhnya bukan kepura-puraan, cinta persaudaraan bukan cinta permusuhan. Firman Allah Swt., 99 J ,.. J. ,, / OJ~ ~j .... ,,. ,, ,, .,, ... ,.. J J. ,.. ,.. ..,,.., -;: ... /,,,.. ,. • -:::,.. r-f-lj _r.-LD> 0-4 u;.+" ~ ,y ~~lj1 jl..\11 _,~).; u:.;\Jlj ~) "':i...;,L;:,;.. ~ 01{')13 ~f j.c ~_,)~) 1;_,t1.:.; ~b. (0~_,J:o "Dan orang-orang yang Te/ah menempati kota Madinah dan Te/ah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan da/am hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri merel<a sendiri, sekalipun mereka dalam l<esusahan. dan siapa yang di,oelihara dari kekikiran dirinya, mereka /tu/ah orang orang yang beruntung". (Q.S Alhasyr: 9). Dari Mu'adz r.a, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Allah 'Azza wa Jal/a berfirman: "Siapa saja yang mencintai karena keagungan-Ku, mereka akan mendapatkan beberapa mimbar terbuat dari cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan orang-orang yang mati syahid." (H.R Tirmidzi) Dengan adanya perasaan cinta yang benar ini, maka muncullah perasaan kasih sayang. Kasih sayang yang terbentul< karena keimanan dan perbuatan amal saleh. Dengan kasih sayang akan menepiskan permusuhan, dan munculnya rasa empati dan simpati dari semua orang. Firman Allah Swt., :P!:HPIJSUH<APiJ\! !Ht,MJI SYllRIF iill]AYl\lllUJ\H ~NITT,,~ 11 tll 100 "Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakan/ah: "Sa/aamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu /antaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun /agi Maha Penyayang". (Q. S AlAn'am: 54) "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sa/eh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (/1ati) mereka rasa kasih sayang" (Q.S Maryam: 96). Rasulullah saw bersabda, " .... Barang siapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi". (H. R Bukhari) 5. Ketulusan dan keikhlasan. lkhlas yang dimaksud adalah bahwa seorang muslim dalam setiap kata-kata, aktivitas, perbuatan, dan jihadnya, semua harus dimaksudkan semata-mata mencari ridha Allah dan pahal-Nya. Firman Allah Swt., 101 "Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tu/us ikhlas (me1ngerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan ke/ak Allah akan memberikan kepada orangorang yang beriman pahala yang besar''. (Q. S An-Nisa: 146) 6. Mampu mengendalikan emosi. Dengan adanya pengendalian emosi ini, maka individu mampu menyeimbangkan antara emosi !<arena Allah, atau emosi yang datang !<arena hawa nafsu dan godaan syetan. Serta keseimbangan emosi yang menyangkut l<epada kebutuhan jasmani maupun rohani. Firman Allah Swt., "Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (be/aka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang m€mgikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (Q. S Al-Qhasas: 50) Dari Abu Muhammad (Abdullah bin Amr bin al-Ash r.a), dia berkata: "Rasu/ullah saw telah bersabda: "Tidaklah sempurna iman seseorang diantara kamu sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan". (Hadis hasan shahih. Kami telah meriwayatkan dalam kitab A/-Hujjah dengan sanad yang shahih). Hadis ini dikaf"akan dhaif. Dan kekurangan hadis ini diterangkan oleh Al-Hafidz lbnu Rajab (Al-Hanbali, 1419 H). 102 Hal-ha! tersebut merupakan sifat-sifat yang diajarkan oleh Allah swt melalui RasuJ-Nya, yang disebutkan di dalam AJ-Quran. Sehingga sifa1t tersebut patut dimiliki oleh individu, agar selamat di dunia dan akhirat dengan penuh ketenangan dan kebahagiaan. Demikianlah, pribadi syu'urin yang memiliki sifat-sifat 'ibadurrahman". '/badurrahman atau hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu adalah hamba-hamba Allah yang mendapatkan kemulian karena sifat mulia yang dimilikinya, yaitu orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan, orang-orang yang sembahyang tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah, orang-orang yang senantiasa berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari 'azab jahannam yang merupakan kebinasaan yang kekal, orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang Jain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, orang-orang yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya dan mengerjakan amal saleh, orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orangorang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka Jalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya, oranu-orang yang 103 apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta, orang-orang yang senantiasa berdoa kepada Allah agar dianugrahkan l<epadanya isteri-isteri dan keturunannya sebagai penyenang hati (kami), dan jadika11nya sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka hamba-harnba yang dimuliakan Allah akan menempati syurga yang abadi. Gambaran tentang sifat-sifat tersebut dapat dilihat dalam firman Allah Swt. Q. S Al-Furqan: 63-76. 3. Pola yang berorientasi pada Aspek Konatif Kesaksian kepada tiada tuhan selain Allah harus dibuktikan dengan perbuatan nyata ('ama/), sebagai konsekuensi atas ucapan dan pembenaran hati. Dimana 'amal ini termasuk kedalam aspek konatif atau kemauan yang mencakup pada bentuk bereaksi, berbuat, berusaha; berkemauan, berkehendak. Aspek konatif kepribadian itu ditandai dengan tingkah laku yang bertujuan dan impuls untuk berbuat (Chaplin, 1989). Menurut Bigot dalam Walgito (2002) bahwa konasi adalah yang berhubungan dengan motif. Branca dalam Walgito (2002) mengatakan, motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to move. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organism19 yang mendorong orang untuk berbuat atau merupakan driving force. 104 Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sencliri, tetapi, saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut dengan motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior). Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu yang atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi itu mempunyai tiga aspel<, yaitu (1) keadaan terclorong dalam diri organisme (a driving state), yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya, kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan, atau karena keaclaan mental seperti berfikir dan ingatan, (2) perilaku yang timbul clan terarah karena keadaan ini; dan (3) 9oal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut (Walgito, 2002). Oleh karena itu, keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya akan berfungsi sebagai pengarah tingkah laku dan motif dalam berprilaku. Sebelum mengerti kandungan syahadatain, mungkin tingkah laku seseorang mengikuti atau termotivasi oleh hawa nafsunya, menuruti bagaimana kondisi lingkungan. Berpakaian, bersikap, bergaul, mengisi waktu dengan kebiasaan-kebiasaan jahiliyah yang tidak ada tuntunannya dari Islam. Tetapi setelah mengerti syahadatain ini ia berubah. Tingkah lakunya mencerminkan akhlak lslami, 105 pergaulannya mengikuti syariah, waktunya diisi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Dalam aspek ini syahadatain memotivasi individu untuk melakukan ibadah dan amal kebaikan, yang diperintahkan oleh Allah swt dalam wahyu-Nya melalui nabi Muhammad saw sebagai contoh yang patut diikuti, dengan melakukan hubungan baik dengan dirinya, lingkungannya dan dengan Tuhannya. Ketiga aspek dalam pribadi individu ini harus saling berhubungan (ittishal) atau musyahadah secara terus-menerus dalam berakivitas sejak dari kehidupan di dunia sampai kehidupan abadi. Dengan demikian, yang mendasari suatu pekerjaan adalah aqidah. Pekerjaan hati lebih penting ketimbang pekerjaan anggota badan. Namun keduanya harus berjalan dengan seimbang agar mencapai kesempurnaan antara hati dan anggota badan. Adapun yang! dimaksud dengan amal disini adalah bahwa ia merupakan buah dari ilmu (sisi kognisi) dan keikhlasan (sisi afeksi). Firman Allah Swt., "Dan Katakanlah: "Beketja/ah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat peketjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, /a/u 106 diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Te/ah kamu kerjakan." (Q. S AtTaubah: 105) Pribadi yang senantiasa bekerja dengan landasan ilmu dan keikhlasan ini disebut dengan pribadi 'amilin yaitu pribadi orang-orang yang senantiasa beramal untuk kebaikan. Sehingga dia menjadi pribadi yang dijanjikan syurga oleh Allah swt. Seperti yang dijanjikan oleh Allah dalam firman-Nya, "Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telai1 memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat da/am syurga di rnana saja yang kami kehendaki; maka syurga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal." (Q. S Az-Zumar: 74) "Dan orang-orang mukmin dan beramal so/eh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itu/ah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka." (Q. S Muhammad: 2) Dengan syahadatain dan segala keagungan maknanya, maka amal yang dibentuk pada diri individu adalah agar individu menjadi orang yang: 107 I. Rajin dan gemar beribadah. lndividu mampu menjalank.an ibadahnya atau ajaran-ajaran agamanya dengan benar sesuai dengan ketetapan yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, akan terjalin hubungan yang baik antar individu dengan Tuhannya. 2. Memiliki prilaku atau akhlak yang mulia dan kokoh. Dalam artian, akhlak yang bukan bersifat sementara untuk menutupi kekurangannya, seperti yang digambarkan oleh freud dalam mekanisme pertahanan diri (defens mechanisme). 3. Memiliki fisik yang sehat dan kuat. Sehingga, denga adanya fisik nyang kuat dan sehat ini menjadi penopang di dalam melakukan amal-amal kebaikan dan penghambaan kepada Allah swt. Dengan adanya fisik yang sehat dan kuat ini pun akan terdapat jiwa yang sehat pula. 4. Memiliki kesungguhan terhadap dirinya untuk senantiasa mengasah dirinya dalam mengaktualisasikan keislamannya. Sehingga menjadi muslim yang berprestasi (achievement), kreatif, produktif, inovatif. 5. Mampu mengatur waktunya dengan baik. Dengan demikian, individu senantiasa berusaha untuk memanfaat waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat saja. 6. Disiplin dan rapi dalam segala urusannya. 7. Mampu hidup secara mandiri clan mampu berusaha untuk menafkahi dirinya. lndividu menjadi orang yang mandiri dalam hidupnya, dengan terus mengembangkan potensi dirinya yang dianugerahi fa.llah swt., 108 sehingga dia mampu menjalani hidupnya dengan penuh semangat dan terus berusaha agar mampu menafkahi dirinya sendiri. Demikianlah pembahasan tentang Kepribadian Syahadatain ini. Untuk mempermudah memahami secara global pada pembahasan ini, penulis menyusunnya dalam bentuk skema, yang dapat dilihat pada skema 1 halaman 109. 109 Skema 1. Kepribadian Syahadatain Syahadatain Al-Iqraar Al-i'vfiitsaaq Prm~1r Dan Urgc11s1 Pmtu 1'v1asuk Islam Dasar Hakiknt Pcrubahan Dakwnh Rasu! Ganjaran Yang Bcsar Synra1 Pcncrimaan l!mu f. kcbodohan Ynkin f. Kcrngmm lkhlas f. Kcmusyrikan Kcbcnaran f. Kcbohongan C mta f. Kcbcncian !'cncrimaan f. Pcnolakan l'chtksamwn t Sikap Diam A! lmnn Al-Oau/, A1-l'lwsd11q, Al- 'Amat Rasulullah SAW: Allah 1\,hikna /.ua tfaha il/alloh Makna 1\f11lwmmadurras11/11/lah Ru!e Model Asma Wa Shif<ll Good lvtodcling Pcmahaman Drm Pcnglrnvatnn Konatil=1 Kognitif -] Pribad'1 Prib<1di Pribadi 'Ari/im Sv11'11riin 'Ami/in 110 BAB 3 KESEHAT AN MENTAL Dalam bab ini, untuk memperoleh gambaran yang ideal tentang kesehatan mental yang baik, penulis mencoba menyusun pandangannya kepada empat hal. Pertama : Definisi Kesehatan Mental. Kedua : Kriteria Sehat Mental Ketiga : Pola Pembentukan Kesehatan Mental. 3. 1 Definisi Kesehatan Mental Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), kesehatan bernsal dari kata sehat yang berarti keadaan baik segenap badan serta bagian--bagiannya (bebas sakit), dan baik dalam, keadaan normal (tentang fikiran). Sedangkan mental adalah hal yang menyangkut batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga. Secara etimologis kata "mental" berasal dari kata Latin "mens" atau "mentis" artinya: roh, sukma, jiwa, dan nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari 111 hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Burhanudin, 1999). Dengan demikian, mental hygiene atau ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental atau jiwa, bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat (Kartono & Andari, 1989). Hal ini dapat dilihat bahwa kesehatan mental adalah sebuah ilmu pengetahuan yang membahas tentang kesejahteraan manusia dan meliputi semua bidang yang berhubungan dengan manusia. Ada tiga tujuan utama dari kesehatan mental: (1) pencegahan (prevention) terhadap mental disorder (kekacauan mental) melalui pemahaman terhadap pola hubungan antara pengembangan kepribadian yang sehat dan pengalaman hidup; (2) pemeliharaan (preservation) terhadap kesehatan mental pade1 individu dan kelompok; dan (3) penemuan (discovery) dan pemanfaatan (utilization) standar terapi (pengobatan) untuk menyembuhkan penyakit mental (Crow & Crow, 1951 ). Berkaitan dengan hal di alas maka kesehatan mental adalah berbagai macam cara yang dilakukan untuk menuju kesehatan fisik, namun perhatian utamanya adalah pada gejala mental. lstilah "mental" diambil untuk meliputi semua aspek pada individu, yang melibatkan aktivitas intelektual, reaksi 112 emosional, ciri kepribadian, atau pengembangan karakter. Kesehatan mental dapat membantu untuk memahami kebutuhan psikologis masyarakat dan bagaimana cara untuk menemukannya (Red! & Wattenberg, ·J951). Hal itu dapat membantu di dalam menghadapi berbagai kemungkinan situasi yang dapat mengancam kesehatan mental, namun tidak untuk membuat aturan yang baku dalam memberi perlakuan (treat) pada gangguan mental. Atas dasar itu semua, untuk mendapatkan gambaran secara utuh, maka penulis pun mencoba mengutip beberapa definisi tentang kesehatan mental, dari beberapa ahli yang menangani ilmu kejiwaan, baik dari pandangan Baral, Timur, maupun menurut pandangan Islam. Semua pandangan tersebut, diharapkan mampu memberikan satu gambaran yang utuh tentang kesehatan mental, walaupun banyak pandangan yang berbeda. Karena setiap manusia pasti memiliki harapan dan tujuan yang sama didalam mencapai hidup yang sehat, baik fisik maupun mental, sehingga walaupun cara dan pandangannya berbeda-beda, namun memiliki tujuan yang sama. Oleh karena itu, akhirnya banyak para psikolog berusaha untuk mencari dan membuat definisi tentang kesehatan mental. Secara umum, para psikolog mendefinisikan kesehatan mental sebagai sebuah kematangan seseorang pada tingkat emosional dan kematangannya secara sosial untuk melakukan upaya adaptasi dengan dirinya sendiri dan alam sekitar, serta kemampuan 113 untuk mengemban tanggung jawab kehidupan dan menghadapi segala problematikanya. Dengan demikian seorang individu akan mampu menghadapi kenyataan hidup dengan perasaan senang, tenteram, dan bahagia (Najati, 2003). Menurut Maninger dalam Wiramihardja (2005), sehat mental merupakan penyesuaian manusia terhadap dunia lingkungannya dan terhadap diri orang lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. E'fektifitas dan isi dari cara orang hidup yakni adanya penghormatan terhadap ketaatan alas aturan main yang dilakukan secara menyenangkan. Dalam mental yang sehat harus terdapat kemampuan dalam memelihara dirinya, temperamen, intelegensi yang siap dipakai, perilaku yang memiliki pertimbangan sosial, dan adanya disposisi (kecenderungan) merasa bahagia. Selain itu, menurut English dalam Wiramihardja (2005) kesehatan mental adalah keadaan yang relatif menetap dimana seseorang well adjusted memiliki semangat hidup yang cukup untuk menghadapi masalah sehariharinya dan senantiasa berusaha untuk mengaktualisasikan atau merealisasikan diri. Jadi, kesehatan mental itu adalah keadaan pribadi yang positif dan tidak sekedar tidak adanya gangguan mental. 114 Definisi yang lain diungkapkan oleh Kilander (1957) seorang ahli kesehatan mental, bahwa orang yang sehat sama dengan orang yang berkepribadian normal. Sementara individu yang normal adalah orang yang memperlihatkan kematangan emosional, menerima realitas, bisa bekerja sama dan bisa hidup bersama dengan orang lain, serta memiliki filsafat hidup yang menjaga dirinya ketika komplikasi-komplikasi kehidupan sehari-hari memjadi gangguan. Menurut keputusan yang disepakati WFMH (World Federation for Mental Health), yang dikutip oleh Wiramihardja (2005) bahwa yan[l dimaksud dengan sehat mental adalah: 1. Sehat Mental adalah suatu keadaan yang optimal pada sisi intelektual, emosional, dan sosial, serta tidak semata-mata tidak adanya gangguangangguan mental, sepanjang tidal< mengganggu lingkungannya, secara khusus, lingkungan sosial. 2. Masyarakat yang sehat secara mental adalah masyarakat yang memberikan kesempatan optimal kepada setiap anggotanya untuk mengaktualisasikan setiap potensialitasnya. Sadli (1982), mengungkapkan tiga orientasi dalam kesehatan mental, yaitu: 1. Orientasi Klasik: seseorang dianggap sehat mental bila ia tak mempunyai keluhan tertentu, seperti: ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan 115 perasaan "sakit" atau "rasa tak sehat" serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Orientasi klasik ini banyak dianut di lingkungan Kedokteran. 2. Orientasi penyesuaian diri: seseorang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya. 3. Orientasi pengembangan potensi: seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Selain itu, Al-Qussy (1969) memberikan definisinya tentang kesehatan mental (~I~\), i> ;;.J.lll\ C" ~ 4 01;.;, ·l\ ~I i...d.l Lla.; LJ:H ~l.Slll .;I i"l:i:I\ J9 l.;ll\ .J ~ ul....i~I i> 0.1\&. \):ii ~I ~.1WI :i.,.,...J.lll uL.j'l/I ~l.JA •~Li.S..11.; ii.11Jw4 (ft4-:i"i1 LJ-''t..-"illll... . "rmya, Kemampuan beradaptasi secara sempuma diantara berbagai situasi jiwa yang beragam, serta mampu untuk menghadapi krisis kejiwaan yang biasanya banyak menimpa manusia dengan tetap berprasangka posistif yang ditandai dengan adanya perasaan senang dan merasa berkecukupan. Definisi yang lain juga disampaikan oleh Fahrni (1977), yang rnembagi pengertian kesehatan mental menjadi dua, yakni: (1) bahwa kesehatan 116 mental adalah bebas dari gejala-gejala penyakit jiwa dan gan11guan kejiwaan. (2) kesehatan mental adalah dengan cara aktif, luas, lengkap tidak terbatas; ia berhubungan dengan kemampuan orang untuk menyesuail<an diri dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakat dilingkungannya. Najati (2000) memberikan definisi tentang kesehatan mental clalam bentuk merealisasikan keseimbangan dalam proses memenuhi kebut.uhan fisik dan spiritual merupakan syarat utama untuk mewujudkan kepribaclian mantap yang pada gilirannya akan menghasilkan mental yang sehat. Mental seperti inilah yang disinggung di dalam Al-Qur'anul Karim dengan term an-nafsu/ muthma'innah. Manusia yang berkepribadian mantap tidak lain adalah orang yang memiliki an-nafsul muthma'innah, yakni orang yang fisiknya sehat clan kuat, mampu melampiasl<an kebutuhan primernya dengan cara yang halal, dan memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan cara berpegan!1 teguh pada akidah tauhid, mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan menjalankan ibadah dan beramal shalih, serta menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan hal-hal yang mendatangkan murka Allah Ta'ala. Manusia yang kerkepribadian mantap merupakan orang yang senantiasa stabil prilakunya. Semua ucapan maupun perbuatannya senantiasa sesuai den(Jan ajaran yang ditetapkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quranul Kariim clan aturan yang diajarkan oleh Rasulullah saw di dalam Sunnah Syarifah. 117 Dengan demikian, melihat banyaknya definisi yang disampaikan oleh para ahli, maka dalam memberikan batasan tentang definisi kesehatan mental, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai kemampuan adaptasi seseorang dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar secara umum, sehingga dia merasakan senang, bahagia, hidup dengan lapang, dan berperilaku sosial yang normal, serta mampu menghadapi dan menerima berbagai kenyataan hidup. Namun, pada tahun 1984 WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologis, dan sosial, akan tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama (empat dimensi: bio-psikososio-spirituaf) (Hawari, 1997). Dari batasan tersebut, Daradjat (2001) memberikan rumusannya tentang kesehatan mental, yaitu: 1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya. 2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini nampaknya lebih luas dan lebih 118 umum dari definisi pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan secara menyeluruh. 3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin. 4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehing!~a membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Definisi keempat ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pernbawaan yang dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri. 5. Kesehatan mental adalah terwujudnya l<eserasian yan~1 sungguh- sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan 119 keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat. Definisi ini memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia. Dari beberapa pandangan di atas, penulis melihat bahwa dari berbagai perbedaan yang dikemukakan ada empat hal yang menjadi penekanan para ahli jiwa tentang kesehatan mental, yaitu: (1) terbebasnya individu dari gejala (symptom) gangguan atau penyakit kejiwaan; (2) adanya pandangan bahwa kesehatan mental merupakan kemampuan yang berputar pada penyesuaian diri; (3) adanya pandangan bahwa kesehatan mental lebih berputar kepada pengembangan potensi diri; (4) adanya pandangan bahwa kesehatan mental dipengaruhi oleh agama atau dilandasi oleh keimanan. Oleh karena itu, dari sebagian ahli jiwa mengatakan bahwa inti dari kesehatan mental adalah kemampuan penyesuaian diri secara personal maupun sosial terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya, serta adanya keseimbangan yang harmonis antara kebutuhan fisiologis dan kejiwaan (Najati, 2003). Dengan demikian, adanya hubungan yang baik antara lndividu dengan dirinya sendiri, hubungannya dengan sesama 120 manusia, hubungannya dengan alam semesta, serta hubungannya dengan Tuhannya. Namun disisi lain, Langgulung (1986) mengatakan bahwa adanya sebuah kekeliruan didalam memandang definisi kesehatan mental. Menurutnya mereka mendefinisikan kesehatan mental sebagai kesanggupan penyesuaian diri atau penyesuaian sosial atau l<eduanya sekaligus. Atau merel<a menentukan berbagai sifat seseorang seperti menerirna dirinya, keserta mertaan, l<esanggupan mencipta hubungan-hubungan sosial yang berhasil dan sifat yang lain. lni disebabl<an kerena adanya pencampur adul<an antara kesehatan mental dan gejala-gejala l<esehatan mental yang wajar. Sehingga, menurut Langgulung (1986) l<esehatan mental sesEwrang adalah l<eadaan psil<ologisnya secara umum, sedang kesehatan mental yang wajar adalah l<eadaan terpadu dari berbagai tenaga seseorang yang menyebabl<an ia menggunakan dan mengeksploitasinya sebail<-baiknya yan~J selanjutnya menyebabkan dia mewujudkan dirinya atau mewujudkan kemanusiaannya Definisi ini mengandung dua bagian: bagian pertama menyatakan keadaan kesepaduan tenaga-tenaga seseorang. Sedangkan bagian kedua pada definisi itu menyatakan kesanggupan seseorang menggunakan tenagatenaga ini dengan baik yang menyebabkan eksistensi dirinya. Tentang 121 kesepaduan tenaga-tenaga seseorang diumpakan bahwa seseorang itu sudah dipersiapkan dengan tenaga psikologis utama yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai fungsi psikologisnya. Tenaga ini mempunyai tiga bentuk: tenaga intelektual dan kognitif, tenaga emosional, dan tenaga motivasi Dari beberapa pandangan dan definisi yang disampikan oleh para ahli jiwa tersebut penulis melihat bahwa yang menjadi faktor utama munculnya mental yang sehat adalah karena adanya kemampuan secara baik (positif), benar dan seimbang didalam mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaan (seperti fungsi kognisi, afeksi dan konasi) didalam interaksinya terhadap diri sendiri, orang lain, alam sekitar, dan interaksi yang paling utama dengan Tuhannya. Sebaliknya, jika dia tidak mampu mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaan yang ada secara bail<, benar dan seimbang, maka akan memuncull<an kondisi yang kurang sehat pada dirinya didalam interaksi dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya, maka muncul gangguangangguan kejiwaan. Dalam hal ini, Daradjat (2001) memberikan pandangannya, bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untu~: menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan __ _____ __ ..• ,-...,,,~·-·~-~ i . f.lll<J ,,,,,. , !"""""""''"~'''"' *'~h~r ~Ji§ ~ANCAJ.\JJ tfTJ\~'~t\ 81{,~f!IF lillJAYJfflilL!Ui ,Ml<lifffA I J 122 r - - · - - · - - - - - · - , , -..___J pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin. Sehingga, optimalisasi daya kejiwaan dengan baik dan benar merupakan sesuatu hal yang sangat penting didalam mewujudkan mental yang sehat pada seseorang. Menurut kalangan dokter-dokter jiwa di dalam mengetahui tin9kah laku manusia menjadi gejala (simptomato/ogy) atau suatu penyakit, mereka memberi istilah "tiga koordinat psikiatrik" (psychiatric coordinates) yang menjadi tiga alam kehidupan manusia sehari-hari (Nasution, 2001): a) alam perasaan (feeling life) b) alam pikiran (thought processec) c) alam perbuatan (behavior). Seperti yang diungkapakan pada pembahasan sebelumnya (Teten dan Kants) bahwa fungsi kejiwaan manusia terdiri dari: 1. Kognisi yang berhubungan dengan pengenalan 2. Emosi yang berhubungan dengan perasaan 3. Konasi yang berhubungan dengan kemauan (motif). 123 Dengan demikian, akhirnya penulis mengambil kesimpulan, bahwa kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaannya (kognitif, afektif, dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. 3. 2 Kriteria Sehat Mental Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau terganggu mentalnya, tidaklah mudah. Karena tidak mudah diukur, diperiksa, atau dilihat dengan alat-alat seperti halnya dengan kesehatan badan. Biasanya yang dijadikan bahan penyelidikan atau tanda-tanda dari kesehatan mental adalah tindakan, tingkah laku atau perasaan. Karenanya seseorang terganggu kesehatan mentalnya bila terjadi kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau tindakannya (Daradjat, 2001 ). Meskipun kesehatan mental itu relatif, dimana keharmonisan yang sempurna antara keseluruhan fungsi-fungsi tubuh itu tidak ada, para ahli jiwa berupaya mengukur seberapa jauh jarak seseorang dari kesehatan mental yang normal dengan membuat beberapa kriteria mental yang sehat. Mental yang sehat 124 berarti seseorang telah terhindar dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hid up (Daradjat, 2001 ). Menurut Langgulung (1986), sebagian orang menggunakan rnetode statistik untuk menggunakan tingkah laku normal, orang lain pun menggunakan norma-norma sosial, sedang orang lain lagi menggunakan bingkai-bingkai teori tertentu yang dari situ ditentukan konsep kesehatan mental yang wajar, kemudian ia meletakkan ciri-ciri tingkah laku sehat berdasar pada konsep ini. Selain norma-norma sosial ada juga yang menggunakan norrna-norma agama didalam melihat kondisi kesehatan mental seseorang. Hal ini berdasarkan pada pandangan bahwa agama/keruhanian merniliki daya yang dapat menunjang kesehatan jiwa. Dan kesehatan jiwa diperoleh sebagai akibat dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, serta menerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan dalam hidup (Bastaman, 1997). Abraham Maslow dalam Budiman (1996) pun rnemberikan beberapa kriteria mental yang sehat yang dapat terjadi bila adanya keseimbangan (equi/ibrum) antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohaninya. Maslow mengemukakan bahwa kriteria mental yang sehat adalah sebagai berikut: 125 1. Mempunyai harga diri yang wajar. Seseorang yang mempunyai harga diri yang wajar (terlalu rendah ataupun terlalu tinggi) akan sering merasa tidak puas, sering kecewa terhadap kenyataan yang dihadapi, pun suka melemparkan kritik alas kecemasannya. 2. Mempunyai rasa aman. Kaitan rasa aman cukup luas, sangat ditentukan oleh pengalaman hidup seseorang, baik berupa kebahagiaan maupun penderitaan. 3. Mempunyai spontanitas yang baik, mudah dan leluasa menampilkan emosinya secara rasional dan spontan tanpa dibuat-buat. Sikap spontan mempunyai nilai positif dalam pengembangan diri secara optimal, karena ia dapat melihat kelebihan orang lain tanpa merendahkan dirinya. 4. Mempunyai pandangan realistis, cal<rawala luas dan sikap wajar. Orang yang berpandangan realistis tidak akan berhayal secara berlebihan dan tidak wajar. Dia akan menghadapi kenyataan sebagaimana mestinya dengan penuh keberanian dan keyakinan diri, dan sikap tidak berpurapura. 5. Mampu memuaskan kebutuhan secara wajar. Memuaskan kebutuhan jasmani secara wajar, tidak mengganggu ataupun merugikan orang lain, dan mampu mengukur kebutuhan tanpa berlebihan. 6. Sanggup melihat dirinya sendiri secara terbuka. Melihat diri sendiri secara cermat, lalu mengetahui baik kelebihan ataupun kekurangan dirinya, 126 mengenal siapa dirinya dengan sebenarnya tanpa berusaha menutupnutupi dengan maksud agar orang Jain hanya melihat kebaikannya saja. 7. Memiliki kepribadian yang konsisten dan terintegrasi. Orang yang dinilai cukup sehat mentalnya memiliki pribadi yang konsisten, ticlak cepat terumbang-ambing oleh masalah, sikapnya tegas dan mernenuhi segala tugas yang dibebankan kepadanya clengan baik. Coleman dalam Wiramiharja (2007) mengajukan enam sifat orang yang sehat mental berdasarkan berbagai ciri orang yang sehat mental yaitu: 1. Adanya sikap positif terhadap dirinya sendiri, dalam bentu~; penerimaan diri apa adanya, identitas diri yang adekuat (memadai), penilaian realistik alas kelebihan dan kekurangan orang Jain. 2. Menyangkut persepsi atas realitas, yaitu adanya pandangan yang realistik terhadap diri sendiri dengan Jingkungannya, baik orang maupun barang. 3. Menyangkut integritas, yaitu adanya keutuhan pribadi, bebas dari ketidakmampuan menghadapi konflik dalam diri (inner conmct) dan adanya toleransi terhadap stress. 4. Kompetensi, yaitu adanya kemampuan fisik, intelektualitas, dan sosial untuk menanggulangi permasalahan nyata kehidupannya. 5. Otonom, yaitu adanya keyakinan diri (self-reliance), rasa tanggung jawab (responsibility), dan pengarahan diri (self-direction) bersama-sama kemandirian yang memadai (sufficient) menyangkut pengaruh sosial. 127 6. Pertumbuhan aktualisasi diri (Growth! Self-Actualization), yaitu adanya kecenderungan untuk meningkatkan kematangan diri, mengembangkan potensionalitas dan adanya self-fulfilment (kecukupan perasaan senang, kepuasan, kemadaan) sebagai person atau pribadi. Selain itu, Atkinson (1993) mengemukal<an enam indikator normalitas kejiwaan seseorang, yaitu : 1. Persepsi realitas yang efisien. lndividu cukup realistis dalam menilai kemampuannya dan dalam menginterpretasikan terhadap dunia sekitar dan tidak selalu berfikir negatif. 2. Mengenali diri sendiri. lndividu dapat menyesuaikan diri adalah individu yang mempunyai kesadaran motif dan perasaannya sendiri. 3. Kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara wajar. lndividu yang normal memiliki kepercayaan yang kuat akan kemampuannya sehingga mampu mengendalikannya. 4. Harga diri dan penerimaan. Penyesuaian diri seseorang sangat ditentukan oleh penilaian terhadap harga diri dan merasa diterima oleh lingkungan sekitarnya. 5. Kemampuan untuk membentuk cinta kasih. lndividu yang normal dapat membentuk jalinan kasih sayang yang erat serta mampu memuaskan orang lain, ia peka terhadap orang lain serta tidak menuntut yang berlebihan kepada orang lain. 128 6. Produktifitas lndividu. lndividu yang bail< adalah yang menyadari kemampuannya dan dapat diarahkan pada aktifitas yang produktif. Crow & Crow (1951) mengungkapkan, bahwa inividu yang memiliki mental yang baik adalah individu yang memiliki potensi yang kuat dan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mampu memahami dan mengatasi reaksi psikologisnya dan problem penyesuaian dirinya. 2. Memiliki sikap yang positif dan optimis dalam hidup. 3. Merasa puas dalam segala aktifitas. 4. Memiliki tujuan yang hendak dicapai. 5. Menjaga kehangatan dan keinginan dalam batas-batas yang saling menguntungkan. 6. Mudah beradaptasi dalam situasi sosial. 7. Dapat menjaga keadaan emosional yang dirasakannya. 8. Mampu mengatur waktu yang bail<. 9. Memiliki pola kebiasaan yang menguntungkan bagi dirinya dan orang lain. Sedangkan dalam Islam, tanda-tanda kesehatan mental terdapat sembilan macam tanda (Mahmud dalam Mujib, 2002), yaitu : 129 1. Kemapanan (al-sakinah), l<etenangan (al-thuma'ninah), dan rileks (al- raahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan 2. Memadahi (al-kifayah) dalam berkreativitas. 3. Menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain. 4. Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama. 5. Adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga cliri 6. Memiliki kemampuan untuk berkorban untuk menebus kesalahan yang diperbuat 7. Kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi 8. Memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik. 9. Adanya rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan dalam menyikapi atau menerima nikmat yang cliperoleh. Adapun beberapa indikator kesehatan mental clalam perspektif al-qur'an dan hadits (Najati, 2003), sebagai berikut: 1. Dari Sisi Hubungan Seseorang Dengan Tuhannya Hendaklah seseorang beriman kepacla Allah Ta'ala Yang Maha Esa lagi tiada sekutu bagi-Nya, beriman kepacla kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, para Malaikat-Nya, hari kiamat, proses hisab, clan qadha' maupun qadar. 130 Hendaklah seseorang juga bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala melalui berbagai macam ibadah, keta'atan, ikhlas dalam bertakwa, mengikuti segenap perintah Allah Ta'aala dan wasiat Rasulullah SAW, menjauhi berbagai keburukan dan kemaksiatan, serta menghindari semua larangan Allah Ta'aala dan Rasulullah. 2. Dari Sisi Hubungan Seseorang Dengan Dirinya Sendiri. Hendaklah seseorang mengenali dirinya sendiri, mengetahui kemampuannya, memiliki ambisi sesuai dengan kemampuan yang dia miliki, dan senantiasa berusaha untuk merealisasikan segala sesuatu dengan sempurna. Hendaklah seseorang juga mengetahui berbagai kebutuhan, motivasi, dan keinginannya. Dia melampiaskan kebutuhannya dengan cara yang halal dan tidak berlebihan. Dia juga bisa mengekang keinginannya yang tidal< mungkin untuk dilampiaskan, sehingga apabila ada kesempatan di masa mendatang dia memiliki kesempatan untuk melampiaskannya, maka dia akan memenuhinya dengan cara yang halal. Dia mampu mengekang motivasi, nafsu, dan syahwatnya yang bertentangan dengan nilai-nilai religius, etika yang luhur, nilai-nilai kemanusiaan maupun sosial. Dia mampu menguasai perasaan dan emosi yang berada dalam dirinya. 131 Dia juga merasa bebas dan tidak terhalangi untuk mengungkapkan sesuatu yang baik dan dapat diterima. Hal ini sebagaimana ketika dia mampu mengekang dirinya dari hal-hal yang buruk, rendah, dan dibenci. Dia berhasil meredam amarah. Dan dia tidak membiarkan rasa cintanya kepada sesuatu atau kepada siapa pun sampai membuatnya lupa terhadap kewajiban dan tan ggung jawab agama maupun dunianya. Dia memiliki rasa tanggung jawab dan mandiri dalam menghadapi kenyataan hidup. Dia berpikiran maju kedepan, memiliki kesabaran, dan mampu menanggung berbagai beban berat kehidupan. Dia memiliki keberanian untuk berkorban dan rela untuk menerima kenyataan pahit yang tridak lain adalah suratan dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Dia akan senantiasa qana'ah dan ridha terhadap bagian yang diberikan Allah kepadanya. Dia berprilaku lurus, mengutarakan ide-idenya dengan benar dan jujur, berakhlak mulia, mengerjakan tugasnya dengan amanah, ii.khlas, profesional, dan sempurna. Dia akan selalu cenderung melakukan hal-hal yang berfaedah, selalu mengerjakan kewajiban dan bertanggung jawab. Dia senantiasa memperhatikan kesehatan dan vitalitas fisil<nya. 132 Hubungan seseorang dengan orang lain secara umum bisa dibilang baik. Dia mencintai dan mengasihi orang lain. Begitu juga sebaliknya dengan mereka, mencintai dan mengasihinya. Dia menjalin interaksi sosial terhadap mereka dengan baik, mau memberikan pertolongan dan bantuan kepada mereka. Dia senantiasa jujur dalam pembicaraan, amanah dalam tindakan, tidak berbohong, dan tidak curang. Dia tidak berusaha menyakiti seseorang, tidak mendengki, membenci, maupun hasud. Dia bersikap rendah hati dan sama sekali tidak sombong kepada orang lain. Dia bisa menghargai perasaan orang lain, menghormati pendapat dan hak mereka, dan memberikan maaf kepada orang yang menyalahinya. Dia memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat, melakukan sesuatu untuk kemaslahatan kolektif, dan lebih suka memprioritaskan masyarakat daripada dirinya sendiri. Secara umum, hubungannya dengan keluarganya adalah baik. Dia mencintai, menghargai, dan memperlakukan istrinya dengan baik. Dia juga mencintai anak-anaknya, memperhatikan mereka, dain memberikan pendidikan yang terbaik bagi mereka. Sebagaimana ju~1a dia mencintai kedua orang tuanya, manghormati, dan mengasihi keduanya. Bukan hanya itu, dia juga menciptakan hubungan baik dengan tetangganya. 133 4. Dari sisi Hubungan seseorang dengan kosmos. Dia mengetahui dengan benar posisinya di alam semesta. Dia tahu kalau Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memuliakannya di alas semua makhluk. Dia mengenali misi utamanya dalam kehidupan, yakni sebagai khalifah Allah Ta'ala di muka bumi. Dia merasa memiliki tanggung jawab untuk memal<murkan dunia dan mempraktekkan ajaran Allah. Dia senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah di alam raya, memperhatikan makhluk-makhluk-Nya, sehingga mampu meraih hikmah Allah yang terdapat pada semua makhluk. Dia akan merasa sebagai makhluk yang luhur dan menikmati kehidupannya. Dia akan memberikan cinta kepada semua makhluk Allah Ta'aala, bail< manusia, hewan, maupun tumbuhan. Kemudian, beberapa indikator kesehatan mental pun disebutkan oleh Faraj dalam Najati (2003) yang diringkas sebagai berikut: 1. Seseorang merasakan keamanan dan ketenteraman jiwa. 2. Seseorang bisa menerima dirinya sendiri, merasa dirinya bernilai, menyadari akan kemampuannya, mengakui keterbatasannya, mau menerima orang lain, mau menerima perbedaan diantara mereka, dan mengakui adanya perbedaan antara dirinya dengan orang lain. 3. Mampu menguasai dirinya secara proporsional ketika di tuntut melakukan ha! yang spontanitas dan memiliki kemampuan untuk memulai sesuatu. 4. Mampu menumbuhkan interaksi aktif dan memuaskan pihak lain. 134 5. Memilki pandangan yang realistis dalam menjalani kehidupan dan bisa menghadapi berbagai problem dengan wajar sehingga mampu memunculkan solusi terbaik. 6. Memiliki kepribadian yang sempurna. Di antara tanda-tanda seseorang memiliki kepribadian yang sempurna adalah: Memilki kematangan emosional. Yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk menguasai diri dalam menghadapi berbagai situasi yang bisa memancing emosi dan tidak akan mudah terprovokasi. Diantara fenomena kematangan emosional pada diri seseorang adalah percaya diri dan selalu realistis dalam menghadapi permasalahan hidup. Mampu bertahan dan tegar ketika ditimpa krisis jiwa dan berbagai bencana. Jiwanya merasa bahagia dan tenang, serta mampu beradaptasi ketika sedang stres maupun galau. Mampu menghasilkan karya yang rasional dalam batas-batas kemampuan dan kesiapannya. Mampu mengekspresikan kebebasan kreatifitas secara proporsional (seimbang), mampu mengadopsi nilai-nilai yang luhur, serta mampu menerjemahkannya secara real untuk menghadapi b•=rbagai problem. 135 Bastaman (1995) mengajukan secara operasional tolok ukur kesehatan jiwa atau kondisi jiwa yang sehat, yakni: bebas dari gangguan dan penyakitpenyakit kejiwaan, mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan, mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap, sifat, dsb) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan, beriman dan bertakwa kepada Tuhan, dan berupaya menerapkan tuntunan agama dalam kehidupan sehari-hari. Ada empat aspek yang dipengaruhi oleh kesehatan mental yang akan berimplikasi pada pembentukan mental (Daradjat, 2005), yaitu: 1. Perasaan Seseorang yang kesehatan mentalnya terganggu akan berpengaruh pada pada terganggunya perasaan. Diantara gangguan perasaan tersebut, misalnya: rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya. Macam-macam perasaan itu mungkin satu saja yang menonjol, mungkin pula dua atau lebih, bahkan mungkin semuanya terdapat pada satu orang. 2. Aspek Pikiran/ Kecerdasan Mengenai pengaruh kesehatan mental alas pikiran, memang besar sekali. Diantara gejala yang bisa kita lihat yaitu: sering lupa, tidak bisa mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu hal yang penting, 136 kemampuan berpikir menurun, sehingga orang merasa seolah-olah ia tidak lagi cerdas, pikirannya tidak bisa digunakan dan sebagainya. lndividu yang sehat mental adalah terhindarnya individu dari gangguan proses berpikir/kecerdasan, dan mampu menggunal~an potensi berpikirnya. 3. Aspek Kelakuan/Tindakan Ketidak tenteraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang. Misalnya orang yang merasa tertekan, atau merasa gelisah dan akan berusaha mengatasi perasaan yang tidak enak itu dengan jalan mengungkapkannya ke luar. Akan tetapi, tidak selamanya orang mendapat kesempatan untuk itu, mungkin karena tidak berani seperti anak kecil yang sering dimarahi dan dipukuli oleh ibu-bapaknya. Adapun dalam aspek ini 4. Kesehatan Badan Kalau dulu orang mengatakan bahwa mental yang sehat terletak dalam badan yang sehat, maka sekarang terbukti pula sebaliknya, yaitu kesehatan mental menentukan kesehatan badan. Akhir-akhir ini banyak terdapat penyakit yang dinamakan psychosomatic, yaitu penyakit pada badan yang disebabkan oleh mental. Penyakit-penyakit lain yang banyak terdapat dizaman modern sekarang, seperti tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, exceem, sesak nafas dan 137 sebagainya, disebabkan antara lain oleh tekanan perasaan yang terjadi karena tidak mampunya oarang mencapai apa yang diinginl<an atau karena banyaknya persaingan dalam hidup sekarang ini 3. 3 Pola Pembentukan Kesehatan Mental Dari definisi yang disampaikan di alas, bahwa kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi kejiwaannya (kognitif, afektif, dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Maka, hal ini dapat dijadikan tolok ukur seseorang untuk memahami pentingnya kesehatan mental. Sehingga setiap orang berusal1a untuk mewujudkan mental yang sehat pada dirinya, agar memperoleh ketenangan dan kebahagiaan hidup. Oleh karena itu, banyak para ahli jiwoa berusaha untuk menyusun orientasi umum dan pola atau konsep yang beraneka ragam dalam usahanya membentuk pribadi yang sehat mental. Dengan demil<ian, alas dasar pandangan tersebut penulis mencoba merumuskan pola-pola yang terkait dengan pembentukan kesehatan mental. 138 Adapun pola yang dirumuskan berdasarkan kepada adanya tiga fungsi kejiwaan tersebut, sebagai berikut: 1. Pola yang berorientasi pada aspek kognitif. 2. Pola yang berorientasi pada aspek afektif. 3. Pola yang berorientasi pada aspek konatif. 1. Pola Yang Berorientasi Pada Aspek Kognitif Seseorang yang memiliki mental yang sehat pada aspek kognitif ini adalah individu yang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi kognitifnya, sehingga dia mampu mevvujudkan eksistensi diri di dalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran a!~amanya dengan baik dan benar, yakni mengoptimalkan dengan baik dan seluruh potensi pengenalannya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat, menilai), di dalam interaksinya dengan diri sendirL orang lain, alam sekitar dan Tuhannya, sehingga mampu mewujudkan eksistensi dirinya. lndividu yang sehat jiwanya adalah mereka yang mampu mengoptimalkan dengan bail< potensi akal dan pikirannya dijalan kebenaran/yang bersifat positif sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan ajaran agama, sehingga dalam hal ini walaupun seseorang cerdas dan pintar namun kecerdasan dan l<epintarannya digunakan untuk merugikan diri sendiri, orang 139 lain dan lingkungan sekitarnya, dan tidak sesuai dengan nonna-norma yang berlaku dan ajaran agama, maka tidal< termasuk orang yang sehat mental. Dengan demikian individu terbebas dari sifat-sifat tercela (buruk sangka, berpikiran kotor, lupa yang disebabkan kelalaian, panjang angan-angan, dll.), mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, kreatif dan inovatif. Dengan demikian, individu yang memiliki mental yang sehat pada aspek ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mampu mengoptimalkan fungsi kognitifnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalam menilai dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya secara positif. Penilaian secara positif terhadap dirinya dengan penerimaan diri apa adanya, serta positif dan realistis didalam menilai kelebihan orang lain dan tidal< selalu memiliki pikiran yang negatif. Sehingga, individu mampu mewujudkan el<Sistensi dirinya di dalam interaksinya terhadap dirinya sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan terhadap Tuhannya dengan menjalanl<an ajaran agama dengan baik dan benar. 2. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan :sebaik-baiknya fungsi kognitifnya, dengan meningkatkan potensi intelektualnya secara proporsional (seimbang) didalam mengadopsi nilai-nilai yang luhur. Sehingga, individu memiliki pola kebiasaan yang menguntungkan didalam interaksinya dengan dirinya, orang lain, lingkunuan sekitarnya dan didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. 140 3. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi kognitifnya didalam mengukur kebutuhannya secara seimbang dan tidak berlebihan, baik kebutuhan fisik maupun psikis. Sehingga, individu mampu berinteraksi dengan baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan interkasinya didalam meinjalankan ajaran agamanya secara seimbang, antara kebutuhan di dunia dan di akhirat. 4. Mampu mengoptimalkan fungsi kognitifnya dengan seimbang dan sebaik-baiknya, dengan berpandangan secara realistis dan cakrawala luas serta sikap yang wajar. Orang yang memiliki panda1ngan yang realistis, tidak akan mudah berhayal secara berlebihan dan tidak wajar. Sehingga, individu mampu menghasilkan karya yang rasional dalam batasan-batasan kemampuan dan kesiapannya, agar dapat berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya, sHrta mewujudkan eksistensi dirinya. 5. Mampu mengoptimalkan dengan seimbang dan sebaik-baiknya fungsi kognitifnya di dalam memahami dan mengatasi berbagai permasalahan (problem) dengan wajar, sehingga mampu untuk memunculkan solusi terbaik. Dengan, kemampuan didalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya individu memiliki pola interaksi yang baik terhadap dirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya 1jan di didalam interaksinya terhadap Tuhannya dengan menjalankan agamanya dengan baik dan benar di dalam mewujudl<an eksistensi dirinya. 141 2. Pola yang berorientasi pada aspek afektif Seseorang yang memiliki mental yang sehat bukan hanya mampu mengoptimalkan potensi kognitifnya saja, akan tetapi dia juga mampu mengoptimalkan potensi afektifnya dengan baik, benar dan seimbang. Seseorang dianggap sehat mental ketika mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi afektifnya (emosi dan perasaannya), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Dengan mengoptimalkan potensi perasaan atau emosinya secara positif, maka inidvidu mampu menjaga hawa nafsu dan mengendalil<an emosinya, akan terhindar dari gangguan perasaan seperti rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang), dan terbebasnya individu dari gangguan penyakit hati dan sifat-sifat tercela yang secara langsung dan tidak langsung menimbulkan gangguan kejiwaan. Dengan hati dan perasaannya individu mampu menyesuaikan diri secara emosional dengan diri sendiri orang lain dan peka terhadap lingkungannya. Adapun ciri-ciri orang yang sehat mental dalam aspek ini adalah: dapat dilihat sebagai berikut: 142 1. Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalam mengoptimalkan fungsi afektifnya, melalui munculnya perasaan penuh keyakinan diri (self-reliance) dan ketenangan batin (al-l'huma'ninah). Sehingga, individu yang sehat mental mampu mewujuclkan eksistensi dirinya di dalam berinteraksi dengan clirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya dan kepada Tuhannya dengan penuh keyakinan yang mantap. 2. Mampu mengoptimalkan fungsi afektifnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya, dengan perasaan penuh kesabaran, smta ketegaran didalam menghadapi krisis kejiwaan dan berbagai musibah. lndividu yang sehat mental mampu bersabar dan tegar didalam menghadapi berbagai krisis kejiwaannya, sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi dirinya sebagai individu yang penuh kesabaran didalam interaksinya sebagai makhluk Tuhan. 3. Mampu mengoptimalkan fungsi afektifnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalam mewujudkan eksistensi dirinya, dengan perasaan penuh kepuasan didalam melakukan berbagai aktivitas yang dijalaninya. Sehingga, menurut Mujib (2002) individu yang sehat mental merasa gembira dan bahagia didalam menerima berba9ai kenikmatan yang diperolehnya, serta mampu berinteraksi dengan dirinya sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan Tuhannya den9an melakukan aktivitas keagamaannya dengan penuh rasa kepuasan clan bahagia. 143 4. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya berupa perasaan penuh cinta kasih. lndividu yang normal dapat membentuk jalinan kasih sayan!J yang erat serta mampu memuaskan orang lain, ia peka terhadap orang lain serta tidak menuntut yang berlebihan kepada orang lain (Atkinson, 1993). Sehingga, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya dengan perasaan penuh cinta kasih di dalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya. 5. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya dengan adanya perasaan terhadap harga diri yang wajar. Seseorang yang mempunyai harga diri yang wajar (terlalu rendah ataupun terlalu tinggi) akan sering merasa tidak puas, s1~ring kecewa terhadap kenyataan yang dihadapi, suka melemparkan l<ritik atas kecemasannya (Maslow dalam Budiman, 1996). Dengan adanya perasaan terhadap harga dirinya secara wajar, individu rnampu mewujudkan eksistensi dirinya didalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain, lingl<ungan sel<itarnya dan terhadap Tuhannya. 6. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya didalam di dalam dirinya, sehingga muncul kematangan emosional didalam dirinya. Dengan adanya kematangan emosional individu mampu untuk menguasai dirinya di dalam menghadapi berbagai situasi yang bisa memancing emosi dan tidak akan mudah terprovokasi. 144 Menurut Faraj dalam Najati (2003), diantara fenomena kematangan emosional pada diri seseorang adalah percaya diri dan selalu realistis dalam menghadapi permasalahan hidup. Dengan demikian, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya didalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya. 3. Pola yang berorientasi pada aspek konatif Aspek ini, berdasarkan pada pandangan bahwa dengan ada11ya sikap dan perbuatan yang baik, individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, ketidak tenteraman hati, atau kura11g sehatnya mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang. Dalam hal ini, individu yang sehat mental adalah dimana individu mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi konatifnya (motivasi), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri clidalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. lndividu yang sehat mental mampu mengoptimalkan potensi l<onatif (motif berbuat) secara baik dan benar serta seimbang pada hal-hal yang bersifat positif sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan berlanclaskan kepada keimanan, dan mampu menjalankan aktivitas kehidupannya dengan baik dan penuh rasa aman dan tenteram. 145 Motivasi yang timbul bagi orang yang sehat mental adalah motivasi didalam melakukan perbuatan baik. Dengan adanya perbuatan baik ini seseorang akan mampu berinteraksi dengan baik terhadap diri sendiri, orang lain, alam sekitarnya ataupun dengan Tuhannya. Selain itu individu rnampu secara seimbang didalam merealisasikan kebutuhan-kebutuhan fisik, psikis dan spiritualnya. Adapun ciri-ciri orang yang mampu mengoptimalkan dengan baik, benar, dan seimbang fungsi konatif, yang akhirnya melahirkan sehat mental dapat dilihat pada ciri-ciri berikut: 1. Mampu secara seimbang dan dengan baik-baiknya di dalam mengoptimalkan fungsi konatifnya, melalui kemampuannya untuk rnemikul dan menunaikan tanggung jawab. Menurut Mujib (2002), individu yang sehat mental mampu memikul dan menunaikan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga, sosial, maupun agama. Sehingga, dia mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksinya dengan dirinya, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya. 2. Mampu mengoptimalkan secara seirnbang dan sebaik-baiknya fungsi konatif pada diri individu, dengan adanya kemauan yan~J kuat di dalam usahanya untuk membentuk pribadi yang konsisten dan terintegrasi. Orang yang dinilai cukup sehat mentalnya memiliki pribadi yang 146 konsisten, yaitu pribadi yang tidak mudah terumbang-arnbing oleh masalah, kemudian memiliki ketegasan dalam bertindal<: secara positif (Maslow dalam Budiman, 1996). 3. Mampu mengoptimalkan fungsi konatifnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya, melalui kemampuan dirinya untuk memelihara dan menjaga dirinya dari perbuatan yang merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Sehingga individu yang sehat mental mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksinya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya. 4. Mampu mengoptimalkan fungsi konatifnya dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya, melalui kemampuannya untuk rnelakukan aktivitas yang produktif. lndividu yang sehat mental memiliki kemampuan untuk menyalurkan kemampuannya ke arah aktivitas yang produktif (Atkinson, 1993). Sehingga, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksi secara positif dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya. 5. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan isebaik-baiknya fungsi konatifnya, dengan adanya kemampuan untuk mernggunakan waktunya secara positif dan efektif. Sehingga, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya. 6. Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi konatifnya, melalui adanya kemauan yang kuat untuk mencapai 147 suatu tujuan secara positif dan realistis. Dengan adanya kemauan yang kuat di dalam mencapai segala tujuan hidupnya, individu yang sehat mental tidak mudah putus asa dan selalu optimis. Sehingga individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksi terhadap diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan dengan Tuhannya. 7. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi konatifnya, melalui kemampuannya untuk hidup secara mandiri (otonom). Orang yang dewasa belajar untuk mandiri. Dasarnya adalah adanya keinginan pribadi untuk melakukan sendiri apa yang diinginkannya. Dia berdiri diatas kedua kakinya dan tidak menyandarkan diri pada orang lain. Apa yang dilakukannya adalah berdasarkan kemampuan diri dan sumber daya dirinya. Dengan demikian, mereka mamiliki peluang yang cukup untuk rnengarahkan dirinya menjadi diri yang sehat, tanpa ada bimbingan dan pengawasan orang lain (Kilander, 1957). Dengan adanya kemandirian ini, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya, di dalam interaksi terhadap diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitarnya dan interaksi kepada Tuhannya secara mandiri dengan menjalankan agamanya dengan baik dan benar. Dalam membentuk kesehatan mental pada individu secara ideal, ketiga pola ini saling berkaitan satu sama lainnya, dan tidak dapat dipisahkan. Oleh 148 karena itu, ketiga aspek tersebut harus berjalan secara seimloang dan harmonis. Ketiga pola tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi ketiga pola tersebut memiliki keterkaitan dengan hubungan yang bail< terhadap diri sendiri, orang lain. Dari pola-pola tersebu!, dapat dirumuskan bahwa yang menjadi tolok ukur terbentuknya kesehatan mental a!au kondisi mental yang sehat pada seseorang adalah: 1. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan fungsi ko1~nisi berupa pengenalan atau alam pikirannya dengan baik dan benar. 2. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan fungsi afektifnya berupa perasaan dan emosi, seperti cinta, kebahagiaan, pera::.aan tenang, pengendalian emosi dan lain sebagainya, secara baik dan benar serta proporsional. 3. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan fungsi konatifnya berupa motivasi untuk berprilaku dengan baik dan benar serta proporsional. Dengan demikian, melihat tolok ukur yang ada, maka secara ideal seseorang yang memiliki mental yang sehat adalah seseorang yang marnpu mengoptimalkan fungsi l<ejiwaan secara baik dan benar serta seimbang yang meliputi fungsi pengenalan (kognitif), sehingga individu memiliki persepsi yang realistis, mampu berpikir kreatif. Selain itu secara parasaan dan 149 emosinya (afektif) individu mampu mengoptimalkannya dengan baik dan benar serta proporsional didalam mengaplikasikan suasana hatinya, sehingga individu mampu mengendalikan emosinya, mengutarakan perasaan cintanya dengan benar, memiliki ketenangan didalam jiwanya, memiliki rasa humor, menebarkan kasih dan sayang kepada orang lain, keteguhan jiwa dan lain sebagainya. Kemudian dengan berpikir secara baik dan suasana hati yang mendukung, akhirnya individu termotivasi untuk berbuat baik dengan mengoptimalkan fungsi konatifnya (motivati berprilaku) den~1an baik dan benar. Sehingga, dengan adanya prilaku yang baik ini individu mampu berinteraksi dengan diri sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya dengan baik dan benar pula, sehingga tercapailah ketenangan dan kebahagiaan hidup. Dengan demikian, untuk mempermudah didalam memahami isi dari BAB. 3 ini, penulis mencoba menyusun skema tentang kesehatan mental (skema 2). Skema tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum tentang Kesehatan Mental yang dibahas pada penelitian ini. 150 Skema 2. Kesehatan Mental I \ Kesehatan Mental I Definisi I I Norma Dan Kri1eria sehat mental Sebagai Tolok Ukur I Pola pembentukan I Pola Afektif suatu kondisi dimana seseorang mampu dengan seimbang dan dengan sebalk· baiknya mengoptlma!kan fungsi-fungsi kejiwaannya (kognitif, afekUf, dan konatif), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dlrinya sendirl, orarg lain, a!am sekitar, dan kepada Tuhannya dida!am menjalankan ajarar agamanya dengan baik dan benar I I \ Pola Kogni!if \ I lnd1kator Mampu niengoptimalkan fungsi kognitifnya secara seimbang dan dengan sebaik·baiknya didatam menilai dirinya, orang lain dan lmgkungan sekitarnya secara posilif. Mampu mengopflmalkan secara scimbang dan dengan seba1kba1knya fungs1 kognitifnya, dengan mcnmgkatkan potensi inlelektualnya secara proporsional rse1mbang) didalam mengadopsi nlla1-nila1 yang luhur \ilampu mengoptima1kan secara se1mbang dan dengan seba1kbmknya fungs1 kognililnya didalam mengukur kebutuhannya secara se1mbang dan tidak berlebihan, baik kebutuhan fisik maupun ps1k1s lilnmpu mengoptimalkan fungsi kogni\ifnya dengan seimbang dan sebaik-baiknya, dengan berpandangan secara realistis dan cakrawala luas serta sikap yang waJar \Aampu mengopUrnalkan dengan seirnbang dan sebaik-baiknya rungsi kognitifnya di dalarn mernaharni dan mengatasi berbagal perrnasalahan (problem) dengan wajar, sehingga rnarnpu untuk memunculkan solusi terbaik I I ) Pola r~ona\if ! I lndikalor: lndikator· 1 Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalarn mengophrnalkan fungsi afektifnya, rnelalui munculnya perasaan penuh keyakinan diri (self-reliance) don ketenangan balin (al-lhuma'ninah) 2. Mampu mengoptimalkan fungsi arektifnya secara seirnbang dan dengan sebaikbaiknya, dengan pnrasaan penuh kesabaran. sorta ketegaran didalam menghadapl krisis kejiwaan dan berbngm muslbah 3 Mampu mengop!imalkan fungsi afek!ilnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalarn mewuiudkan eksistensi dirinya, dengan perasaan penuh kepuasan didalarn melakukan berbagai aktivitas yang dijalaninya 4. Adanya kemampuan untuk rnengoptlmalkan secara seirnbnng dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya berupa perasaan penuh cinta kasih 5 Mampu rnengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya dengan adanya perasaan terhadap harga diri yang wajar 6. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan snbalk-balknya fungsi afektlfnya dldalam di dalam dirinya, sehingga rnuncul kema!angan emosional didalam dirinya. 1. Mampu secara seimbang dan dengan balk-baiknya d1 dalam mengoptimalkan fungsi konatifnya, melalui kemampuannya untuk memikul dan menunaikan tanggung jawab 2. Mampu mengopl.lmalkan secara seimbang dan sebalk-baiknya fungsi konatif pada diri individt:, dengan adanya kemauan yang kuat di dalam usahanya untuk membentuk prib;idi yang konsisten dan terintegrasi. 3. Mampu mengop1imalkan fungsi konatifnya secarct seimbang dan dengan sebaik-baiknya, me!alui kemampuan dirinya untuk meme!ihara dan menjaga dirinya dari perbuatan yang rnerugikan diri sendiri, orang lain dan ling!rnngan sekitarnya. 4. Mampu mengoptimalkan rungsi konatifnya dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya, me!alui kemampuannya untuk me!akukan aktivitas yang prciduktlf. 5. Mampu mengopt1malkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsl konatifnya, dengan adanya kemampuan untuk menggunakan waktunya secara positif dan efeklif. 6. Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-ba'1knya mengoptlmalkan fungsi konalifnya, melalui adanya kemauan yang kuat untuk mencapal suatu tujuan secara poBitif dan realislis, 7. Adanya kernampuan untuk rnengoptimalkan secara se!mbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi konatifnya, mela!ui kemampuannya untuk hidup secara mandlr (otonom). 151 BAB4 IMPLIKASI KEPRIBADIAN SYAHADATAIN TERHADAP PEMBENTUKAN KESEHATAN MENTAL Pada bab ini penulis akan mencoba menganalisis dan meneliti tentang implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental. Adapun hal yang akan diteliti pada bab ini terdiri dari dua bentuk pendekatan, yaitu: 1. Pertama, hal yang berkaitan dengan kepribadian syahadatain, yaitu implikasi syahadatain pada l<epribadian sehingga terbentuklah pribadi 'arifin, syu'urin dan 'amilin. 2. Kedua, hal yang berkaitan dengan kesehatan mental, yaitu adanya pola dalam pembentukan kesehatan mental yang berorientasi pada aspek kognitif, afektif dan konatif. 1. Pola yang berorientasi pada aspek kognitif Dalam pembentukan kepribadian yang bersaksi bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah", hal yang harus pertama dilakukan adalah mengucapkan dengan lisan, sehingga kepribadian syahadatain meliputi domain kognitif dengan pengucapan dua kalimat secara 152 verbal. Setelah itu, apa yang yang diucapkannya itu dibenarkan oleh hati sebagai penguat apa yang diucapkan, sehingga memberikan ketenangan didalam batinnya yang meliputi aspek afektif. Kemudian, untuk membuktikan apa yang telah diucapkan dan dibenarkan didalam hatinya, diwujudkan dalam perbuatannya yang meliputi aspek konatif sebagai konsekuensi atas kesaksiannya. Kepribadian syahadatain yang meliputi ketiga aspek l<ejiwaan di dalam diri seseorang, telah memberikan dampak yang cukup besar bagi kondisi kejiwaannya. Salah satunya adalah aspek kognitif. Salah satu aspek yang menjadi penentu seseorang didalam berprilaku. Aspek kognitif ini meliputi kemampuan seseorang di dalam melihat, memperhatikan, berpikir, dan menilai, yang semua kemampuan tersebut ditujukan untuk proses pengenalan. Adapun aktifitas didalam pengenalan tersebut daintaranya adalah persepsi, ingatan, belajar, berpikir, dan memecahkan permasalahan. Demikianlah Allah swt. memberikan karunia atau kelebihan potensi ini yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lainnya. Oleh karena, itu potensi ini tidak boleh disia-siakan, atau digunakan untuk hal-hal yang dapat rnerusak. Allah swt. menciptakan daya kognisi ini dengan berbagai kelebihan dan keistimewaan yang ada. Sehingga, dengan adanya daya ini manusia memiliki 153 keistimewaan yang berbeda denngan makhluk-makhluk yan~1 lain. Allah sangat mengetahui untuk apa saja fungsi-fungsi daya tersebut digunakan. Oleh karena itu, Allah memberikan bimbingan kepada manusia agar penggunaan daya ini tidak disalahgunakan untuk membuat k•:irusakan. Adapun fungsi kejiwaan yang Allah ciptakan ini tidak lepas dari tema besar tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah. Dalam artian penciptaan manusia dengan seluruh potensi insaniahnya adalah untuk beribadah kepada-Nya. Sehingga akan menjadi jelas untuk apa potensi kognisi ini seharusnya digunakan. Agar manusia dapat menggunakan fungsi kognisinya sesuai dengan aturan dan ketentuan dari sang Pencipta, mak.a Allah memberikan petunjuk melalui ayat-ayat kauniah dan ayat-ayat qauliah. Ayatayat kauniah dalam bentuk kejadian-kejadian atau tanda-tanda melalui alam, seperti adanya alam semesta, diciptakannya manusia, adanya siang dan malam, yang itu semua merupal<an tanda-tanda kekuasaan Allah yang harus dipelajari oleh manusia. Sedangkan ayat-ayat qauliah, adalah ayat-ayat Allah berupa firman Allah swt. yang disampaikan melalui perantara malaikat Jibril kepada nabi Muhammad dalam bentuk kitab suci Al-Quran. Didalamnya berisi petunjuk dan arahan Allah 'azza wa jalla kepada segenap makhluknya. Dengan demikian, jika manusia, mengikuti semua petunjuk yang disampaikan oleh Allah dan anjuran nabi Muhammad sebagai manusia yan~;i menerjemahkan petunjuk Allah dalam kehidupan, maka manusia itu akan 154 selamat. Sebaliknya, jika manusia tidak mengilcuti petunjuk atas apa yang sudah ditetapkan maka dia akan mendapatkan celaka. Oleh karena itu, semua ketentuan atau aturan yang Allah tetapkan sesun91~uhnya merupakan jalan untuk menuju keselamatan dan kebahagiaan manusia itu sendiri. Seperti yang Allah firmankan, "Dengan Kitab /tu/ah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke }a/an keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah menge/uarkan orang-orang itu dari gelap gufita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke ja/an yang lurus. (Q. s 5: 16) "Barangsiapa yang berbuat sesuai dergan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kese/amatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasu/". (Q. S Al-lsra': 15) Kepribadibadian Syahadatain merupakan bentuk kepribadian yang terbentuk didalam diri seseorang dalam penghayatan terhadap kesaksian La ilaha l//al/ahdan MuhammadurrasO/ul/ah yang memiliki pengaruh tmhadap pola dan proses berpikir individu. Adanya pengaruh syahadatain pada aspek 155 kognisi mendorong individu untuk melakukan ma'rifah kepada Allah. Dimana individu senantiasa berusaha untuk mengenal Allah 'Azza wa jalla dan terus mengarahkan perhatian dan perenungannya kepada Allah. Setelah memahami dampak dari syahadatain maka ia hanya mengikuti pola fikir Islam yang bersumber dari Allah SWT dan Rasul-Nya, kemudian hasil ijtihad orangorang mukmin yang sesuai dengan bimbingan Allah dan Rasul-Nya. Penghayatan terhadap kesaksian La i!aha llla!lahdan Muhammadurrasatullah memiliki pengaruh terhadap pola dan proses berpikir individu. Dengan adanya pengaruh syahadatain pada aspek kognisi mendorong individu untuk melakukan ma'rifah kepada Allah. Dengan mengenal Allah dan Rasul-Nya, seseorang akan mengenal agamanya dan ajaran-ajaran yan~J disampaikannya. Sehingga dia memahami hakikat keislamannya. Adanya pemahaman yang benar tentang islam inilah seseorang akan memahami hakikat kehidupannya yang sebenarnya, sehingga akan membawa seseorang kepada persepsi yang benar tentang realitas kehidupan yang sesungguhnya, yang tidak lain adalah dalam rangka penghambaan kepada Allah swt., dan menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh dan ikutan di dalam menuju penghambaan total kepada Allah swt., sehingga dia akan memahami hakikat tentang kehidupan ini. Dengan memahami hakikat yang benar tentang kehidupan ini, maka seseorang akan 156 merasa tenang dan bahagia, damai dan sejahtera didalam menjalani kehidupannya. Walaupun, banyak sekali masalah dan tantangan hidup yang dia jalani. Namun dengan selalu mengingat Allah jiwanya akan tenteram. Seperti yang dijanjikan Allah dalam firmannya, bahwa orang yang mengingat Allah akan tenteram jiwanya, serta merasa dekat dengan Tut1annya, " (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. /ngatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". (Q. S 13: 28) "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Alw mengabu/kan permohonan orang yang berdoa apabi/a ia memohon kepada-Ku, Maka hendak/ah mereka ilu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka se/a/u berada dalam kebenaran." (Q. S 2: 186) Adanya ketenteraman jiwa, serta perasaan dekat dengan Allah swt, akan memberikan kebahagiaan pada diri seseorang karena berada didalam kebenaran. Sehingga dengan kebahagiaan dan ketenteraman jiwa inilah lahir mental yang sehat, yang bermula dari cara memandang kehidupan yang benar ini melalui proses berpikir pada aspek kognisinya yang menuju kepada 157 pembenaran dan iman, serta membawa hati menuju keridhaan Allah swt., yang telah menciptakan jiwa dengan kesempurnaan ciptaannya. l<esehatan mental dalam aspek kognisi ini adalah individu yang mampu mengoptimalkan dengan bail< dan benar serta seimbang didalam mengoptimalkan seluruh potensi pengenalannya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat, menilai), didalam inteiraksinya dengan diri sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya.yakni men~igunakan pikirannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidal< merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. lndividu yang sehat jiwanya adalah mereka yang mampu mengoptimalkan dengan bail< potensi akal dan pikirannya dijalan kebenaran/yang bersifat positif sesuai dengan normanorma yang berlaku dan ajaran agama, sehingga dalam hal ini walaupun seseorang cerdas dan pintar namun kecerdasan dan kepintarannya digunakan untuk merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya, dan tidal< sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan ajaran agama, maka tidak termasuk orang yang sehat mental. lndividu yang sehat mental terbebas dari sifat-sifat tercela (buruk sangka, berpikiran kotor, lupa yang disebabkan kelalaian, panjang angan-angan, dll.), mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, kreatif dan inovatif. 158 Dengan demikian, implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental dapat dilihat pada pembahasan sebagai berikut: 1. Dengan senantiasa merenungi dan memperhatikan ayat-ayat Allah swt. serta keagungan akhlak nabi Muhammad, berarti seseorang telah mengoptimalkan fungsi kognisinya dengan baik dan benar, serta seimbang didalam memenuhi kebutuhan kognisinya dalam upaya untuk mengenal Allah dan Rasul-Nya. Didalam merenungi dan memperhatikan ayat-ayat Allah ini, seseorang mengoptimalkan segala potensi berpikirnya dengan baik dan benar, berpikir secara rasional dan ilmiyah, didalam mencari kebenaran yang hakiki. Serta berusaha mencari kebenaran yang dapat meneguhkan keyakinannya. Penggunaan potensi berpikir untuk mengenal Allah swt., merupakan perbuatan yang terpuji. Karena dengan menggunakan potensi berpikir inilah manusia mampu menilai, memperhatikan dan menyimpulkan sebuah ketentuan yan!~ menurutnya benar. Oleh karena itu, individu akan merasa bahagia, ketika kebenaran hakiki yang mengantarkan kepada keridhaan telah dia dapatkan. Kebenaran didalam menghambakan dirinya kepada sang Pencipta, kebenaran didalam mengikuti dan mencontoh manusia sernpurna sebagai teladan yang baik, yaitu Muhammad saw. Sedangkan cara seseorang untuk mendapatkan kebenaran itu adalah melalui proses berpikir dengan penalaran dan belajar. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa seseorang yang berusaha untuk mengoptimalkan dengan baik, benar 159 serta seimbang seluruh fungsi l<ognisinya (berpikir) di dalam penghambaan secara total kepada Allah swt .. dan menjaclikan Muhammad saw sebagai contoh ikutan didalam penghambaan kepada Allah swt, yang akhirnya merasakan kebahagiaan. Maka, lahirlah mental yang sehat. sehingga individu mampu berinterkasi clengan dirinya sencliri. orang lain, alam sekitarnya dan Tuhannya dengan baik. lncliviclu yang sehat mental mampu menilai secara positif terhaclap clirinya, orang lain clan lingkungan sekitarnya. Penilaian secara positif terhadap dirinya dengan penerimaan cliri apa aclanya, serta positif dan realistis diclalam menilai kelebihan orang lain clan tidak selalu memiliki pikiran yang negatif. Firman Allah Swt .• "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi cfirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat. Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, ... " (Q.S Al-lsra': 7) 2. Dengan menyadari secara pen uh tentang hakikat Allah s1Nt., dengan memperhatikan keagungan ciptaannya, kemuliaan sifat-Nya, berarti seseorang secara penuh pula mengoptimalkan seluruh fungsi kognisinya dengan baik dan benar. Sehingga individu memiliki pandangan yang benar terhaclap dirinya, sebagai makhluk ciptaan Allah, yang memiliki segala potensi dan kualitas insaniah (human qualities). Dengan 160 memahami adanya adanya potensi dan kualitas kemanusiaan ini, individu mampu meningkatkan potensi intelektualnya secara proporsional (seimbang), dengan mengadopsi nilai-nilai yang luhur yang bersumber pada norma-norma kebenaran dan ajaran agama. Sehingga, individu memiliki pola kebiasaan yang menguntungl<an dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Firman Allah Swt .. "Dan /<ami beril<an /<epada mere/<a l<eterangan-l<eterangan yang nyata tentang urusan (agama); Maka mere/<a tidal< berse/isih melain/<an sesudah datang /<epada merel<a pengetahuan" (Q. S 45: 17) 3. Pribadi 'arifin adalah pribadi memiliki kecerdasan dan luas wawasan keilmuannya. Dengan adanya ilmu pengetahuan ini dia mampu menjalani kehidupannya dengan bekal pengetahuan yang dimilikinya, sehingga mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. lndividu yang sehat mental adalah individu yang mampu mengoptimalkan fungsi konatifnya dengan baik dan benar untuk menuntut ilmu pengetahuan. Adanya ilmu pengetahuan ini individu mampu memuaskan kebutuhannya dengan wajar, baik kebutuhan fisik maupun psikisnya. Dengan demikian individu yang sehat mental mampu mengukur kebutuhannya secara wajar, dengan tidak mengganggu ataupun merugikan orang lain. Selain itu, individu memiliki sikap optimis dan positif dalam hidupnya dengan bekal 161 kecerdasan dan wawasan ilmu pengetahuannya, dengan tetap rendah hati. Firman Allah Swt., "Dan agar orang-orang yang Te/ah diberi i/mu, meyakini bahwasanya Al Quran /tu/ah yang hak dari Tuhan-mu la/u mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada }a/an yang /urus". (Q. S Al-Hajj, 22: 54) "Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepaclamu: "Berlapang-/apanglah dalam majlis': Maka lapangkan/ah niscaya Allah akan memberi ke/apangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q. S Al-Mujaadilah, 58: 11) 4. Dengan memiliki pola pemikiran yang ilmiah dan rasional dalam mewujudkan kebenaran dan keimanan. Serta berpikir agar dapat membawa hatinya menuju pada pengawasan (muroqobah) dan penyaksian (musyahadah) Allah. Berarti, seseorang telah 162 mengoptimalkan seluruh potensi kognisinya dengan baik dan benar secara ilmiah dan rasional didalam mencari kebenaran yang hakiki dan keimanan yang membawa ketenangan batin. Dengan adanya ketenangan batin, individu yang sehat mental akan berpikir secara ilmiah dan rasional dalam mewujudkan kebenaran dan keimanan ini, sehingga individu memiliki pandangan yang realistis dan cakrawala luas serta sikap yang wajar. Orang yang memiliki pandangan yang realistis, tidal< akan mudah berhayal secara berlebihan dan tidak wajar. lndividu yang sehat mental mampu menghasilkan karya yang rasional dalam batasan-batasan kemampuan dan kesiapannya. Dengan demikian, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya. 5. Dengan memahami hakikat ajaran Allah swt, dan Rasul-Nya, yaitu AlIslam. Berarti, individu menggunakan fungsi kognisinya secara optimal dengan bail< dan benar, sehingga terbentuk fikrah lslamiyah (pemikiran yang bedasarkan kepada Islam). Dalam hal ini, individu memahami Islam dengan baik dan benar, Islam yang bersifat menyeluruh, dan hanya menerima pola pikir Islam yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan adanya pemahaman yang baik terhadap Islam ini, maka individu memahami pula hakikat agamanya, yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan kebaikan terhaclap dirinya, orang lain, alam sekitar, dan hubungannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, terbentuk individu yang memiliki mental yang sehat, yang mampu 163 memahami dan mengatasi problem penyesuaian dirinya dan memiliki pandangan yang realistis dalam menjalani kehidupan dan bisa menghadapi berbagai problem dengan wajar sehingga mampu memunculkan solusi terbaik berdasarkan kepada pemahaman Islam yang benar didalam memecahkan permasalahan (problem solving). Oleh karena itu, Islam menjadi pilihan hidupnya yang mampu memberikan solusi terbaik didalam memecahkan permasalahan kehidupannya. Maka seorang muslim senantiasa menggunakan potensi akalnya didalam menjalani hidupnya agar mendapatkan petunjuk dan mampu memberikan penyelesaian pada tiap permasalaha, bail< dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Firman Allah Swt., "" ~ 1':·:i~ ~j,; ~ ~J 6· ~} 0} ~~~I fl~~\ Lj r~~'.!lo~ "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orangorang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) me/ainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat kami, mereka /tu/ah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami)". (Q. S 30: 53) 164 "Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik ci antaranya. Mereka /tu/ah orang-orang yang Te/ah diberi Allah petunjuk dan mereka /tu/ah orang-orang yang mempunyai aka!". (Q. S Az-Zumar: 18) 2. Pola yang berorientasi pada aspek efektif Kesaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan "Muhammad adalah utusan Allah" merupakan pembenaran hati secara sadar dengan perasaan yang tulus dan ikhlas. Dengan adanya pembenaran melalui hati inL maka kesaksiannya mengandung sebuah sumpah dan janji setia. Meyakini dengan sepenuh hati bahwa hanya Allah saja yang mengisi suasana hatinya, dan pembenaran dengan kesadaran hati bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang memiliki akhlak yang sempurna, sehingga kecintaannya kepada Muhammad saw., tidak boleh melebihi kecintaannya kepada dirinya dan keluarganya. Disinilah letak dari pembuktian bahwa hanya Allah dan RasulNya sajalah yang senantiasa mengisi ruang hatinya, melebihi cintanya kepada yang lainnya, bahkan kepada dirinya sendiri. Kesaksian terhadap keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad, dengan pembenaran hati. Dengan syahadatain mendorong individu untuk senan!iasa menghidupkan suasana hatinya dalam pencapaian ketenangan dan kebahagiaan. Hal ini dikarenakan pekerjaan hati yang dilanda:si alas dasar aqidah yang benar, sehingga kebenaran dan kebaikan tersebut akan 165 membawa kepada l<etenangan, sedangkan kedustaan akan rnembawa keburukan, sehingga hatinya gelisah. l<esaksian bahwa "tiada tuhan selain Allah" dan " Muhammad utusan Allah", akan membentuk adanya suatu perasaan yang menyertai l<epercayaan kepada Allah yang mempunyai sifat-sifat serba sempurna. Perasaan percaya ini akan mendorong seseorang untuk berbuat baik. Orang akan merasa senang, dan bahagia jika mampu melaksanakan perintah-perintah Allah, sebaliknya seseorang akan merasa sedih dan bersalah apabila melanggar hal-hal yang telah ditetapkan oleh Allah. Alas dasar inilah penghambaan total kepada Allah melekat pada jiwa dan perasaannya: l<epribadian syahadatain yang mempengaruhi kondisi perasaan seseorang, sehingga menjadi orang yang memiliki perasaan (syu'uriin) yang penuh keimanan. Alas dasar keimanan ini, pribadi syu'uriin memiliki, keteguhan hati, perasaan penuh kegembiraan, memiliki rasa kasih sayang, PEmuh kecintaan, l<etulusan dan keikhlasan, mampu mengendalikan emosi, mampu mengendalikan hawa nafsu, memiliki sifat-sifat 'ibadurrahman (hamba-hamba Allah) yang penyayang. Dengan adanya perasaan-perasaan tersebut, yang mempengaruhi jiwanya akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga dengan 166 adanya perasaan bahagia inilah seseorang merasakan adanya hubungan yang baik dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya. Hal demikian akan menimbulkan kondisi jiwa yang sehat pada seseorang. Orang yang sehat mental pada aspek afektif ini adalah ketika individu mampu mengoptimalkan fungsi afektifnya berupa perasaan dan emm;inya dengan baik dan benar didalam interaksinya dengan diri sendiri, oran1J lain, alam sekitar dan Tuhannnya. Dengan mengoptimalkan potensi perasaan atau emosinya secara positif, maka inidvidu mampu menjaga hawa nafsu dan mengendalikan emosinya, akan terhindar dari gangguan perasaan seperti rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu (bimbang), dan terbebasnya individu dari gangguan penyakit hati dan sifatsifat tercela yang secara langsung dan tidak langsung menimbulkan gangguan kejiwaan. Dengan hati dan perasaannya individu rnampu menyesuaikan diri secara emosional dengan diri sendiri oran£1 lain dan peka terhadap lingkungannya. Kepribadian syahadataian yang membentuk pribadi syu'uriin akan berimplikasi pada pembentukan kesehatan mental, pada hal-hal sebagai berikut: 1. Pribadi syu'urin adalah pribadi yang memiliki keimanan atau keyakinan yang selamat (salimah AJ-Aqidah), yaitu keyakinan yang benar tentang keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta ajaran yang 167 disampaikannya, sehingga terhindar dari l<emusyrikan. Dengan adanya salimah Al-Aqidah ini individu merasakan ketenangan dan kebebasan didalam penghambaan secara total kepada Allah swt., dengan menjalankan ibadah kepadanya, dan tidak terbelenggu kepada penghambaan kepada hal-hal yang bersifat nisbi dan semu, yang tidak memberikan manfaat sedikit pun. Oleh karena adanya sa/imah Al-Aqidah ini individu merasakan adanya keyakinan diri (self-reliance) dan ketenangan (al-thuma'ninah) batin, dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan. Dengan demikian lahirlah mental yang sehat pada diri seseorang. Firman Allah Swt., Dia-lah yang Te/ah menurunkan ketenangan ke dalam /1ati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Te/ah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q. S AlFath, 48: 4) "Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang sa/eh, kami tidak memiku/kan kewajiban kepada diri seseorang melainkan 168 sekedar kesanggupannya, mereka !tu/ah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya". (Q. S Al-A'raaf, 7: 42) 2. Dengan adanya keteguhan hati pada pribadi syu'urin, menjadikan seseorang senantiasa bekerja keras didalam mencapai se~buah tujuan, walaupun penuh dengan segala rintangan, jalan yang panjang dan waktu yang lama. Dia tetap berteguh hati, sampai tujuannya untuk bertemu dengan Allah tercapai, sehingga dia berprinsip hidup mulia atau mati syahid. Sehingga, seseorang akan merasa puas dan bahagia jika tujuan ini tercapai, maka jiwanya merasa tenang dan bahagia. Dalam keadaan seperti ini individu senantiasa mengoptimalkan segenap fungsi afektifnya berupa perasaan dan emosinya dengan baik dan benar, sehingga mampu bersabar , serta ketegaran didalam menghadapi krisis kejiwaan dan berbagai musibah, serta bersabar didalam mencapai tu_jua.n walaupun jalannya panjang. Firman Allah Swt., "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecua/i dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu". (Q. S Ath-Thagabun, 64: 11) 169 " (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Q. S Al-Baqarah, 2: 156) 3. Pribadi syu'uriin memiliki perasaan penuh kegembiraan, yang terbentuk karena karena telah melakukan perbuatan amal kebaikan, dan mendapatkan keridhaan dari Allah dan Rasul-Nya. Dengan adanya kegembiraan ini memberikan pancaran keimanan yang dapat dirasakan oleh orang lain. Bukan kegembiraan yang diperoleh karena telah melakukan sebuah pekerjaan yang menjerumuskan dan merugikan orang lain, gembira alas kesusahan orang lain, gembira karena f:ekalahan orang lain, dan rasa gembira untuk menutupi kelemahannya. Dengan adanya persaan penuh kegembiraan ini, individu yang sehat mental berusaha untuk mengoptimalkan fungsi afektifnya berupa perasaan i:lan emosinya, sehingga adanya rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan dalam menyikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. Merasa puas dalam segala aktifitas. Firman Allah Swt., "Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan ke/ak dia benar-benar mendapat kepuasan". (Q. S Al-Lail, 92: 20-21) 170 "Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidal< menyia-nyiakan pahala orana-orang yang beriman". (Q. S Ali 'lmran, 3: 171) ' 4. Pribadi syu'uriin meletakkan perasaan cintanya kepada cinta yang hakiki dan abadi dalam bentuk penghambaan secara total kepada Allah dan kecintaan kepada Rasul-Nya yang memiliki keagungan akhlaknya. Dengan cinta yang hakiki ini muncul kecintaan kepada seluruh makhluk yang lainnya berdasarkan syariat yang ditetapkannya tanpa melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta yang bersemayam didalam dirinya adalah sebenar-benar cinta, cinta yang agung bukan kehinaan, cinta yang abadi bukan kepunahan, cinta yang sesungguhnya bukan kepura-puraan, cinta persaudaraan bukan cinta permusuhan. Dengan adanya perasaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, juga cinta kepada seluruh makhluk-Nya yang lain, berarti seseorang telah mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi afektif berupa persaan dan emosinya. Firman Allah Swt., "Dan Ketahuilah o!ehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada 171 keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka /tu/ah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus" (Q. S AlHujurat, 49: 7) Dengan adanya rasa cinta, maka muncullah rasa kasih sayang yang terbentuk karena adanya keimanan dan perbuatan baik, sehingga pribadi tersebut mampu menepiskan permusuhan, memunculkan rasa empati dan simpati dari semua orang. lndividu yang normal dapat mernbentuk jalinan kasih sayang yang erat serta mampu memuaskan orang lain, ia peka terhadap orang lain serta tidal< menuntut yang berlebihan l<epada orang lain. Dengan demikian, pribadi syu'uurin yang memiliki perasaan kasih sayang, akan membentuk individu yang sehat mental. Firman Allah Swt., '1j"~T1dj 1y'..:1; 0:.;JT ~54 ~T .A;;. <S;JT J.1!·; y ,~ ~; G 0~ U-:3 "~;)JI J ~~~T 111ft.f ~:ic ~f ~ J. ,,,. J.,.. -;;:."" ~ (IDJ_;~ 5# ~-1 0] c..... J. ~ "/tu/ah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun /agi Maha Mensyukuri". (Q. S Asy-Syuura, 42: 23) 5. Pribadi syu'uriin adalah pribadi yang memiliki perasaan tulus dan ikhlas. Perasaan tulus dan ikhlas ini hanya untuk mencari keridhaan Allah dan 172 Rasul-Nya, baik dalam perkataan, aktivitas, perbuatan dan jihadnya. Dengan perasaan tulus dan ikhlas hanya karena Allah dan Rasul-Nya inilah, individu telah mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi perasaan dan emosinya, sehingga mempunyai harga diri yang wajar, yaitu harga diri yang berlandasl<an kepada keimanan. Harga diri yang berdasarkan keimanan merupakan harga diri yang mulia, karena dengan keimanan ini dia menganggap dirinya adalah makhluk yang mulia yang memiliki kelebihan dari makhluk yang lain. Dia tidak memandang rendah dirinya ataupun orang lain. Justru dia sangat menghargai dirinya sendiri apa adanya, baik kelemahannya ataupun kelebihannya. Dengan adanya penilaian terhadap harga dirinya dan orang lain dengan baik, maka individu mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lahirlah mental yang sehat. Firman Allah Swt., "Dan Sesungguhnya Te/ah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan kami lebihkan mereka dengan ke/ebihan yang Sempurna atas kebanyakan makh/uk yang Te/ah kami ciptakan". (Q. S Al-lsraa', 17: "70) 6. Pribadi syu'uriin adalah pribadi yang mampu mengendalikan emosi. Emosi yang terbangun adalah emosi karena Allah dan Rasul-Nya. Dengan adanya pengendalian emosi ini, maka individu mampu 173 menyeimbangkan antara emosi karena Allah, atau emosi yang datang karena godaan setan berupa hawa nafsu. Se1ia keseimbangan emosi yang menyangkut kepada kebutuhan jasmani maupun rohani. Dengan adanya pengendalian emosi karena Allah dan Rasul-Nya ini, maka individu mampu mengendalikan hawa nafsunya yang buruk. Oleh karena itu dengan adanya pengendalian emosi ini, berarti seseorang telah mengoptimalkan fungsi afektifnya dengan baik dan benar, sehingga individu memiliki kematangan emosional yang akhirnya melahirkan mental yang sehat. Dengan adanya pengendalian emosi karena Allah, yang akhirnya menumbuhkan kematangan emosional, maka individu yang sehat mental mampu menguasai dirinya didalam menghadapi berbagai permasalahan hidup dalam berbagai kondisi yang dapat menimbulkan pertentangan di dalam batinnya, sehingga membangkitkan emosinya untuk bereaksi, karena individu mampu menguasai dirinya, maka emosinya tidak mudah terpancing. Adanya kematangan emosi pada seseorang akan menumbuhkan rasa percaya diri, memiliki pandangan hidup yang realistis, dan memiliki sifat 'ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang) pada dirinya, yaitu hamba-hamba Allah yang mendapatkan kemulian karena sifat mulia yang dimilikinya. 174 3. Pola yang berorientasi pada aspek konatif Kepribadian syahadatain yang meliputi aspek l<0natif memiliki pengaruh terhadap pribadi seseorang. Dengan adanya penghayatan seseorang terhadap syahadatain ini mendorongnya untuk gemar melakukan amal kebaikan, dan rajin beribadah. Pribadi yang gemar melakukan amal ibadah ini disebut dengan pribadi 'amilin. Pribadi 'amilin adalah pribadi yang senantiasa melakukan amal kebaikan. Motivasi yang timbul didalam dirinya adalah motivasi keimanan. Setiap tingkah laku, sikap, pergaulan, perkataan yang dia keluarkan mencerminkan prilaku yang lslami. Dengan prilaku yang islami ini seseorang menjadi mudah didalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga mudah diterima oleh orang lain karena memiliki sikap yang mulia. Adanya sikap yang mulia ini individu akan membentul< hubun9an sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi terhadap orang lain. Sehingga terciptalah hubungan yang harmonis. Maka, dengan adanya hubungan yang harmonis ini individu akan merasa aman dan nyaman didalam pergaulannya. Dengan persaan aman dan nyaman ini timbullah kondisi jiwa yang sehat pada seseorang. 175 Hal ini dapat dilihat pada ciri pribadi 'amilin yang rajin dan gemar beribadah, memiliki prilaku atau akhlak yang mulia dan kokoh, memiliki fisik yang sehat dan kuat, memiliki kesungguhan terhadap dirinya untuk senantiasa mengasah dirinya dalam mengaktualisasikan keislamannya, mampu mengatur waktunya dengan baik, disiplin dan rapi dalam segala urusannya, memiliki kecerdasan dan luas wawasan keilmuannya, mampu bekerja dan produktif dalam hidupnya, dengan mengembangkan potensi 11ang dimilikinya, bermanfaal untuk orang lain. Dengan adanya pribadi 'amilin ini, seseorang telah mengoptirnalkan dengan baik dan benar, serta seimbang fungsi konatif diclalam dirinya. Sehingga, individu mampu berinteraksi dengan baik terhadap dirinya, orang lain, alam sekitar, clan Sang Pencipta. Adapun irnplikasi kepribaclian syahadatain terhadap kesehatan mental pada aspek konatif, dapat dilihat pada ciri pribadi 'amilin yang akan membentuk pribadi yang sehat mental sebagai berikut: 1. Dengan adanya syahaclatain mendorong individu untuk raj:in clan gemar beribadah. Adanya dorongan untuk melakukan ibaclah, berarti inclividu telah mengoptimalkan fungsi konatifnya clengan baik dan benar diclalam rnenjalankan ajaran-ajaran agarna. Dengan menjalankan ajaran-ajaran agamanya dengan baik dan benar individu merasa puas dan bahagia, 176 l<arena telah menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka muncullah mental yang sehat pada diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai makhluk ciptaan Allah maka dia memiliki tanggun!l jawab untuk melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah yang diberikan amanah sebagai khalifah. Maka amanah tersebut ditunaikannya dengan penuh tanggung jawab, yaitu dengan beribadah kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka, individu yang sehat mental dia memiliki sifat tanggung jawab. Dengan demikian individu mampu untuk memikul tanggun!l jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama. 2. Pribadi 'amilin memiliki prilaku atau akhlak yang mulia dan kokoh. Dengan akhlak yang mulia ini seseorang dapat diterima ditengah rnasyarakat. Maka, individu yang memiliki akhlak yang mulia ini, mengoptimalkan seluruh fungsi konatifnya dengan baik dan benar. Adanya kemampuan individu didalam mengoptimalkan potensi konatifnya, maka terbentuk pribadi yang memiliki akhlak yang mulia secara konsisten dan terintegrasi, yang akhirnya memunculkan mental yang sehat pada dirinya. Dengan demikian, pribadi yang sehat mental memiliki pribadi yang konsisten, sehingga mampu bersikap dengan tegas didalam memenuhi setiap tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Dalam interaksinya dengan masyarakat, pribadi yang sehat mental mampu membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi. 177 Saling memberikan nasihat dan tolong menolong didalam kebaikan. Firman Allah Swt., "Dan dia (Tidak pu/a) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan sa!ing berpesan untuk berkasih sayang" (Q. S Al-Balad, 90: 17) b,,, / .-" 0 J. ~ c. ? ) ,,,,.,, ? .,,....,. d:lil 1_,..o.Jlj 9>Jj_;Jij ~~I ... jJ;. " J ... 1_,.:ijW ,,.. ~ ? ~ ,., ,,,., ... " J ... ,,.~ ':lj (Sjo~llj~i 1.fa 1_,.:ijWj rc~;iyti~l .'.t.,~ :&I ,, ~_.,,- ol ... "... dan tolong-meno/ong/ah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan to/ong-menolong dalam berbuat dosa cfan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya". (Q. S Al-Maidah, 5: 2) 3. Pribadi 'amiliin senantiasa berusaha agar badannya selalu sehat dan kuat. Hal ini dilakukan agar dengan fisik yang sehat dan kuat dia dapat melakukan amal-amal kebaikan dan beribadah kepada Allah dengan baik. Sehingga, dengan beribadah kepada Allah Allah jiwanya menjadi tenang. Se lain itu, dengan adanya fisik yang sehat dan kuat ini seseorang akan terhindar dari penyakit badan yang akan mempengaruhi jivvanya. Karena dengan adanya fisik yang sehat dan kuat, terdapat jiwa yang sehat. lndividu yang sehatjiwanya mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi konatifnya untuk senantiasa menjaga kesehatan dan kekuatan fisiknya. Sehingga individu mampu memelihara dan menja,~a dirinya dari 178 berbagai perbuatan yang merugikan diri sendiri dan berba!~ai penyakit yang timbul, yang dapat mengganggu kejiwaannya. Oleh k:arena itu islam sangat menjaga agar umatnya peduli terhadap kesehatan dan kekuatan badannya, sehingga dapat dipercaya oleh orang lain diclalam menjalankan amanah atau pekerjaannya. Firman Allah Swt., "Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambit untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya". (Q. S Al-Qhasas, 28: 26) 4. Pribadi 'amilin memiliki kesungguhan untuk senantiasa mengasah dirinya agar menjadi orang yang berprestasi, kreatif, produktif didalam mengaktualisasikan keislamannya. Sehingga dia mampu untuk berinteraksi dengan baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, clan lingkungan sekitarnya dengan mencerminkan nilai-nilai keislamannya. Dengan adanya kesungguhan didalam mengasah dirinya ini maka individu yang sehat mental ini menjadi individu yang produktif. Dengan demikian, individu yang sehat mental senantiasa mengoptimalkan potensi konatifnya dengan baik dan benar serta kesungguhan dida1lam mengasah dirinya. Sehingga, indiviclu mampu mengarahkan dirinya kepada aktifitas yang produktif. Seperti yang difirmankan Allah, agar setiap diri merubah keadaannya menjadi lebih baik, dan mempersiapkan dirinya untuk kehidupan masa depan yang lebih baik. Firman Allah Swt., 179 "Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu l<aum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri... " (Q. S ArRa'd, 13: 11) "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendak/ah setiap diri memperhatikan apa yang Te/ah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q. S Al-Hasyr, 59: 18) 5. Pribadi yang senantiasa melakukan amal kebaikan, dia berusaha untuk menggunakan waktunya dengan baik. Waktu yang ada didalam hidupnya tidak boleh disia-siakan begitu saja. Sehingga, aktifitas yang akan dia kerjakan telah tertata dengan rapih agar tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Dengan demikian, individu berusaha untuk mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi konatifnya untuk menata aktifitas kehidupannya dengan baik agar tidak sia-sia. Oleh karena itu, individu yang sehat mental mampu menggunakan waktunya dengan baik. Firman Allah Swt., 180 "Yaitu orang-orang yang Te/ah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaikbaiknya" (Q. S Al-Kahfi, 18: 104). "Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia--sia dan tidak pu/a perkataan yang menimbulkan dosa." (Q. S Al-Waqi'ah, 56: 25) 6. Dengan adanya kedisiplinan dan rapih dalam segala urusannya, individu telah mengoptimalkan fungsi konatifnya dengan baik dan benar untuk menjadi orang yang memiliki pola kebiasaan yang menguntungkan bagi dirinya dan orang lain. Sehingga, individu yang sehat mental memiliki kemauan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan secara positif dan realistis. Dengan adanya kemauan yang kuat di dalam rnencapai segala tujuan hidupnya, individu yang sehat mental tidak mudall putus asa dan selalu optimis, serta adanya semangat dan usahanya yang pantang menyerah didalam rnelakukan arnal kebaikan. Tujuan hidup yang dicapainya adalah untuk rnencari keridhaan Tuhannya. Firman Allah Swt., "Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. /tu/ah yang /ebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka /tu/ah orang-orang beruntung".(Q. S Ar-Ruurn, 30: 38) 181 7. Pribadi 'amilin senantiasa mandiri dan mampu berusaha untuk menafkahi dirinya. Dengan kemampuannya untuk mengembangkan dirinya, maka individu mampu bekerja dan berusaha dengan keahlian dan potensi dirinyanya, karena manusia merupakan makhlul< yang memiliki kelebihan dari makhluk yang lainnya. Sehingga, individu mampu ma11diri. Dengan demikian, individu yang sehat mental mampu mengoptimalkan dengan baik dan benar fungsi konatifnya untuk bekerja dan mengembangkan kualitas dirinya agar mampu untuk hidup secara mandiri. Dia berdiri cliatas kedua kakinya dan tidak menyandarkan kepada orang lain, apa yang dilakukannya adalah berdasarkan kemampuan diri dan sumber daya dirinya. Firman Allah Swt., c;- <;fail-=::_;; r 6·:~55) jJlj ;JI J r s,:j~j ~51~ ~ 1"......... '.·.··.'1 .-,,·'! C.J .:Lil3 ~ ,;.,'a~ 1~'al;_ u:_:...: ,,c_ l.f ·I~, _.~g·~i ~~ • M _, ·,..~ i J " "Dan Sesungguhnya Te/ah kami mu/iakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan kami /ebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Te/ah kami ciptakan". (Q. S Al--lsraa', 17: 70) Dari beberapa penjelasan di atas, menulis melihat adanya kesesuaian (re/evans1) antara bentuk-bentuk kepribadian syahadatain (pribadi 'arifin, pribadi syu'uriin, pribadi 'amilin) dengan aspek-aspek pembentukan kesehatan mental (aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif). Untuk 182 mempermudah didalam memahami dan melihat gambaran secara global atau umum tentang implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental, maka penulis menyusun skema dalam bentuk label, yang dapat dilihat pada skema 3. 183 Skema 3. Tabel lmplikasi Kepribadian Syahadatain Terhadap Pembentukan Kesehatan Mental Bentuk Kepribadian Syahadatain -A-. Pribadi 'Arifiin: 1. Senantiasa merenungi dan memperhatikan ayatayat Allah swt. serta keagungan akhlak nabi muhamn1ad, da!am upayanya untuk mengenal Allah dan Rasul-Nya. 2 . Menyadari secara penuh ten tang Hakikat A1lat1 swt., dengan 1nempert1atikan keagungan ciptaannya, kemuliaan sifat-Nya. 3 . Memiliki kecerdasan dan luas wawasan keilmuannya. 4 . Memiliki pola pem!kiran yang llmiah dan rasional dalan1 n1ewujudkan kebenaran dan keimanan _Memahaml hakikat ajaran Allah swt, dan RasulffNya, yaitu Al-Islam. 2. Pola Pembentukan Kesehatan Mental A. Pola Kognitif. indlvidu yang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi kognitifnya, sehingga dia mainpu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya dida!am menjalankan ajaran agamanya dengan balk dan benar. Yakni mengoptimalkan dengan baik dan se!uruh potensi pengenalannya (seperti berpikir, menganalisa, berpendapat, mengingat, nienilai), didalam lnteraksinya dengan diri sendiri, orang lain, alam sekilar dan Tuhannya. B. Pribadi Syu'urlin: B. Pola Afektif . Memi!ik! aqidah {keyakinan) yang selamat (safilnah alaqidah) 2 . Keteguhan hati. 3 . Perasaan penuh kegembiraan 4 . Memiliki rasa cinta dan Kasih sayang 5 . l\etulusan dan keikhlasan 6 . Mampu mengendalikan emosi mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi afektifnya (emosi dan perasaannya), sehingga dia mampu mewujudkan eks!stensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. ·-----··------·--·~-------·-----· lmplikasi (lndikator Kesehatan Mental) ·- 1. Mampu mengoptirnalkan fungsi kognitifnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalam 1nenilai dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya secara positif. 2. Mampu mengoptirna!kan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi kognitifnya, dengan meningkatkan potensi intelektualnya secara proporsional (seimbang) dida!am mengadopsi nilai-nilai yang luhur. 3. Mampu mengopt1rnalkan secara seimbang dan dengan sebail<-baiknya fungsi kognitifnya didalam mengukur kebutuhannya secara seimbang dan tidak berlebihan, baik kebutuhan fisik maupun psikis. 4. Mampu mengoptirnalkan fungsi kognitifnya dengan seimbang dan sebaik-baiknya, dengan berpandangan secara rea!istis dan cakrawala !uas serta s!kap yang wajar. 5. Mampu n1engoptirnalkan dengan seimbang dan sebaikffbaiknya fungsi kognitifnya di dalam memahami dan rnengatasi berbagai permasalahan (problem) dengan wajar, sehingga man1pu untuk memunculkan solusi terbaik. 1. Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya didalam mengopti1nalkan fungsi afektifnya, rnelalui munculnya perasaan penuh keyakinan diri (self-reliance) dan ketenangan batin (af-thuma'ninah). 2 . Mampu mengoptln1alkan fungsi afektifnya secara seimbang dan dengan sebalk-baiknya, dengan perasaan penuh kesabaran, serta ketegaran dldalarn menghadapi krisis kejiwaan dan berbagai rnusibah. 3. Mampu mengoptirnalkan fungsl afektifnya secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya dida!am mewujudkan eksistensi dirinya, dengan perasaan penuh kepuasan didalam melakukan berba9ai aktivitas yang dija!aninya. 4. Adanya kemampuan untuk mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya berupa perasaan penuh cinta kasih. 5. Mampu mengoptirnalkan secara seimbang dan dengan sebail<-baiknya fungsi afektifnya denqan adanva perasaan terhadap harga diri .. ' I 184 yang wajar 6. Mampu mengoptlmalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi afektifnya didalam di dalam dirinya, sehingga muncul kematangan 3 - -c~·-Pribadi 'Arfiirrn:·---..--·--- ·c1501a""Konatif. 1. Rajin dan gemar beribadah 2. Memiliki pri!aku atau akhlak yang mulia dan kokoh 3. Memiliki fisik yang sehat dan kuat 4. Memiliki kesungguhan terhadap dirinya untuk senantiasa mengasah dirinya dalam mengaktualisasikan keis!amannya 5. Mampu mengatur waktunya dengan baik 6. Disiplin dan rapi dalam segala urusannya 7. Mandiri dan mampu berusaha untuk menafkahi dirinya ~--- __ emosional did~am individu yang sehat mental adalah dimana indlvidu mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptima!kan fungsi konatifnya (motivasi), sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendlri, orang lain, alam sekilar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan balk dan benar. dirinya. ---- 1. Mampu secara seimbang dan dengan baik-baiknya di dala1n mengoptimalkan fungsi konatifnya, melalui kemampuannya untuk memikul dan menunaikan tanggung jawab 2. Mampu mengoptlmalkan secara selmbang dan sebaik-baiknya fungsi konatif pada diri individu, dengan adanya kemauan yang kuat di dalam usahanya untuk n1embentuk pribadi yang konslsten dan terintegrasi. 3. Mampu mengoplimalkan fungsi konatifnya secara seimbang dan dengan seba!kbaiknya, melalui ken1ampuan dirinya untuk memelihara dan menjaga dirlnya dar\ perbuatan yang merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. 4. Mampu mengoptimatkan fungsi konatifnya dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya, melalui kemampuannya untuk melakukan atdivitas yang produktif. 5. Mampu mengoptimalkan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi konatifnya, dengan adanya kemampuan untuk n1enggunakan waktunya secara positif dan efektif. 6. Mampu secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya mennoptimalkan fungsi konatifnya, metalui adanya kemauan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan secara positif dan realistis. 7. Adanya kemampuan untuk mengoptima!kan secara seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi konatlfnya, melalui k·emampuannya --'-------------"-----·---·-·---'---"""""tu"k"h"i"du~p'-"s"e"ca"r"'a"n"1"a"n"di,,_r-"(0001"'o"n"o"m"),. ______, 185 BAB5 PENUTUP 5. 1 Kesimpulan Dari hasil analisis pada bab empat, dapat dilihat bahwa adanya kesesuaian (relevansi) antara bentuk-bentuk kepribadian syahadatain seperti pribadi 'arifiin, pribadi syu'uriin, pribadi 'amiliin dengan aspek-aspek pembentukan kesehatan mental yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kepribadian syahadatain memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental. Adanya kepribadian syahadatain pada diri seseorang akan membentuk pribadi yang sehat mental pada aspek kognitif (pikiran), afektif (perasaan), dan konatif (motif berprilaku). Dengan demikian, individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya didalam interaksi terhadap dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya dengan menjalankan ajarannya dengan baik dan benar. Pertama, aspek kognitif. Pada aspek ini, kepribadian syahadatain dalam bentuk pribadi 'arifin yang memiliki implikasi yang positif pada pembentukan kesehatan mental pada aspek kognitif. lndividu yang memiliki pribadi 'arifin 186 terbentuk didalam dirinya pribadi yang sehat mental, dengan mengoptimalkan fungsi kognitifnya dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya. Sehingga, dia mampu mewujudkan eksistensi dirinya didalam interaksi dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar dan Tuhannya. Kedua, aspek afektif. Pada aspek ini, kepribadian syahadatain dalam bentuk pribadi syu'uriin, terbentuk didalam pribadi yang mampu dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya mengoptimalkan fungsi-fungsi afektifnya, sehingga dia mampu mewujudkan eksistensi diri didalam interaksinya dengan dirinya sendiri, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya didalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Pribadi syu'uriin adalah pribadi yang didalam dirinya terdapat mental yang sehat. Pribadi tersebut memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental pada sisi afektif. Ketiga, aspek konatif. Pada aspek ini, kepribadian syahadatain dalam bentuk pribadi 'amilin memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental pada aspek konatif. Hal ini lahir karena individu yang memiliki pribadi 'amilin tersebut telah mampu mengoptimalkan dengan seimbang dan dengan sebaik-baiknya fungsi konatifnya. Sehingga, terbentuklah pribadi yang sehat mental 187 5. 2 Diskusi Dari hasil kesimpulan di atas, menyatakan bahwa kepribadian syahadatain memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental, baik dari aspek kognitif, afektif dan konatif, sehingga individu mampu mewujudkan eksistensi dirinya di dalam interaksi terhadap dirinya, orang lain, alam sekitar, dan kepada Tuhannya. Kepribadian syahadatain merupakan salah satu cara untuk mencapai kesehatan mental pada diri seorang muslim. Namun, bisa jadi kepribadian syahadatain merupakan syarat utama bagi seorang muslim untuk membentuk pribadi yang memiliki mental yang sehat. Hal ini berdasarkan pada kesimpulan bahwa kepribadian syahadatain memiliki implikasi yang positif terhadap pembentukan kesehatan mental pada seseorang. Kepribadian syahadatain menuntut adanya kesesuaian antara ucapan, perasaan dan perbuatan seseorang. Apa yang diucapkan dan dirasakannya mampu diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata. Kesesuaian antara ketiga hal tersebut akan membentuk pribadi yang sehat mental dengan mengoptimalkan ketiga fungsi kejiwaan manusia. Ketiga fungsi kejiwaan tersebut berjalan dengan seimbang dan baik, sehingga dia dapat mewujudkan eksistensi dirinya dengan bail< pula. Hal ini menjadi dasar bagi 188 seorang muslim didalam menjalankan ajaran agamanya, sehingga tidal< ada lagi bentuk kesenjangan antara apa yang dia fahami dengan perbuatannya didalam menjalankan ajaran agamanya. Seperti yang diutarakan oleh Sarwono (2005) tentang kondisi umat Islam Indonesia, walaupun sudah begitu intensifnya mendapatkan pendidikan agama, namun belum mencapai kepada perbuatan yang semestinya. Oleh karena itu, dalam kepribadian syahadatain, ketika seseorang mengalami kesenjangan didalam aspek kognisi (pemahaman) dan kognitif (prilakunya), masih belum clikatakan pribadi yang memahami clan menghayati dengan baik dan benar terhadap keimanannya terhadap Allah dan rasul-Nya. Sehingga, menimbulkan hubungan yang kurang optimal dengan agamanya terutama kepada Tuhannya. Dengan adanya ketidak harmonisan didalam membangun hubungan yang baik dengan Tuhannya, seorang muslim berada dalam kondisi yang kurang sehat mentalnya. Karena, pribadi yang sehat mental diperoleh sebagai akibat clari keimanan clan ketakwaan kepacla Tuhan, serta menerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan dalam hiclup (Bastaman, 1996). Oleh !<arena itu, memahami makna syahadatain clengan bail< clan benar, sehingga membentuk kepribaclian syahaclain yang akhirnya melahirkan mental yang sehat, merupakan suatu hal yang seharusnya sudah dilakukan oleh seorang muslim sejak awal dilahirkannya. Cara untuk memahami syahaclatain clapat clilakukan ketika awal bayi itu baru lahir dengan 189 dikumandangkan adzan dan iqomah di telinganya. Kemudian diterapkan pola-pola pendidikan agama sejak usia dini, dan lain sebagainya. Dengan demikian, akan terbentuklah kepribadian syahadatain ketika clia sudah beranjak usia remaja dan dewasanya. Lebih lanjut, penelitian ini memberikan pandangan tentang pentingnya seorang muslim memiliki kepribadian syahadatain yang akan membentuk kesehatan mental pada diri seseorang, sehingga terhindar dari bentuk-bentuk gangguan kejiwaan pada seseorang, karena gangguan kejiwaan tersebut akan mempengaruhi pikiran, perasaannya, dan tingkah lakunya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Darajat (2001) bahwa kondisi kesehatan mental dapat mempengaruhi empat hal dalam keseluruhan hidup seseorang, diantaranya perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan clan kesehatan badan. Semua hal tersebut termasuk ke dalam gangguan jiwa (neurose), sedangkan yang tergolong sakit jiwa (psychose) adalah lebih berat. Dalam pandangan yang lain, penelitian ini mampu memberikan gambaran yang jelas, bahwa seorang muslim yang berkepribadian syahadatain mampu membentuk dirinya menjadi muslim yang sehat mental. Sehingga, hal ini dapat menghilangkan citra buruk umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Bastaman (1996) dan Sarwono (2005). Dengan demikian, umat Islam akan terus berusaha didalam 190 meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang muslim yang memiliki kepribadian yang istimewa, yang berlandaskan kepada syahadatain. Kesimpulannya, individu yang berusaha untuk membentuk kepribadian syahadatain berarti seorang muslim berusaha untuk membentuk dirinya menjadi pribadi muslim yang sehat mental. Pada penelitian ini menggunakan metode penelusuran pustaka (library research). Pengukuran akan implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental ini dilakukan dengan menyesuaiakan beberapa kriteria atau indikator pada kepribadian syahadatain dengan kesehatan mental. Kriteria atau indikator yang diperoleh, berdasarkan kepada pandangan para ahli tentang kedua hal tersebut. Hal ini boleh saja dilakukan untuk mengukur sejauh mana seseorang memiliki mental yan!~ sehat. Menurut Langgulung (1986), ada sejumlah kriteria yang didas.arkan alas teori-teori, yakni timbul dari gambaran-gambaran teoritis tertentu tentang kepribadian manusia dan bagaimana sepatutnya kesehatan mentalnya. Di balik gambaran-gambaran teoritis ini tersembunyi pandangan tertentu tentang sifat-sifat asal manusia, sifat-sifat kehidupan yang dialaminya, dan sifat-sifat faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ini. Sebagian penulis dalam psikologi beranggapan bahwa kekurangan-kekurangan yang ada pada kriteria-kriteria itu dapat dihindarkan dengan meletakkan daftar sifat-sifat yang mungkin disetujui oleh orang-orang itu dalam menggamt>arkan 191 seseorang normal dari segi kesehatan mental. Mungkin seba!Jian orang akan menerimanya atau menambahnya dengan beberapa sifat lain. lni bergantung pada konsep masing-masing tentang kesehatan mental yang wajar, dan budaya dimana masing-masing orang berada atau hidup. Narnun, hasil dari penilitian ini menunjukkan adanya kesesuaian (relevansi) antara indikator atau kriteria pada kepribadian syahadatain dengan kesehatan mental, dan hasil kesimpulannya menyatakan adanya implikasi yang positif. 5. 3 Saran Berdasarkan hasil penelitian, keseimpulan dan diskusi, maka untuk perkembangan penelitian ini lebih lanjut atau bagi pihak-pihak terkait, penulis mengajukan saran-saran perbaikan, yaitu: 1. Hasil penelitian ini menyatakan adanya implikasi yang positif bentuk kepribadian syahadatain terhadap kesehatan mental. Maka disarankan agar setiap muslim khususnya muslim Indonesia, mampu menerapkan bentuk kepribadian syahadatain ini dalam kehidupan seihari-harinya, demi mewujudkan muslim yang sehat mental agar bahagia didunia dan akhirat. 2. Penelitian ini menggunakan metode penelusuran pustaka (library research). Dimana pola pengukurannya berdasarkan pada pandangan dan teori-teori dari para ahli yang berbicara tentang kepribadian 192 syahadatain dan kesehatan mental yang saling berkaitan. Namun, masih belum dapat menjawab tentang permasalahan clinamika kesehatan mental seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya dilapangan. Bagi yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam, dapat diteliti implikasi kepribadian syahadatain terhadap pembentukan kesehatan mental dengan metode pendekatan yang lain seperti penelitian lapangan berupa kuantitatif, kualitatif, eksperimen dan lainlain. 3. Agar dilakukan penelitian tentang Kepribadian Syahadatain dengan variabel yang lain, selain kesehatan mental, atau literatur yang lain selain Kepribadian Syahadatain dengan kesehatan mental. Hal ini untuk menambah khasanah disiplin ilmu psikologi Islam yang lebi11 komprehensif dalam satu wadah, yaitu Psikologi Islam. DAFTAR PUSTAKA Abdul Lathif, Abdul 'Aziz bin Muhammad Ali, (1422). Al-Tauhid Li Al-Nasyi'ati wa Al-Mubtadin, Wizharatu Al-Syu'un Al-lslamiyah: l\/lamlakat Al'Arabiyyah Al-Su'udiyyah Abdul Mujib, (2006). Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Jusuf Mudzakkir, (2002). Nuansa-Nuansa Psiko/ogi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. - - - -dan Achmad Mubarak, (2001). Psiko/ogi Qur'ani, Jakarta: Pustaka Firdaus. A. Faruq Nasution, (2001 ). Thibburruhany atau Faith Healing: Psiko/ogi Iman Dalam Kesehatan Jiwa Dan Badan, Jakarta: Eldina Agus Sujanto, dkk., (1982). Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru Allport, Gordon. W, (1951). A Psychological Interpretation, New York: Henry Holt And Company. Arif Budiman & Abu Bakar Baradja, (1996). Mental Sehat Hidup Sehat Mental Saki! Hidup Saki!. Jakarta: Studia Press. Al-Asqalani, lbnu Hajar, Bu/ugh Al-Maram. Diterjemahkan oleh A. Hassan, (1997). (Bandung: CV. Diponegoro), hadist no. 1468. Atkinson, Rita, dkk, (1993). Pengantar Psikologi. Diterjemahkan oleh Widjaja Kusuma, judul asli "Introduction Psikologi'', Batam: lnteraksa. Al-Sanna, Hasan, Majmu'at Al-Rasai/, terj. Anis Matta, dkk, (1998) (Solo: lntermedia) Simo Walgito, (2002). Pengantar Psikologi Umum, Yogyaka1ia: ANDI Bin Bazz, Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, (1996). Bayan Al-Tauhid Alladzi Ba'tsul/ah Bihirrasu/ Jami'an Wa Ba'tsu Bihi Khatimahum Muhammadan, Roaasatu ldaratu Al-Buhuuts Al-'lhniyyah wa Allftau Wa Da'watu wa Al-lrsyad ldarotu Al-Thab'a wa Al-Tarjamah. Boring, Edwin Garrigues (1948). Foundation of Psychology, New York: John Wiley & Sons, Inc. Al-Bukhary, Muhammad bin lsma'il, (1387 H). Shahih Al- Bukhary, India: AlMaktabah Ar-Rahimiyyah Buss, David. M, (2005). Personality Psychology: Domains Of Knowledge About Human Nature, New York: The McGraw-Hill Companies. Cattel, Raymond B, (1950). Personality A Systemic Theoretical and Factual Study, New York: McGraw-Hill Book Company. Chaplin, J.P, Kamus Lengkap Psiko!ogi, terj. Kartini Kartono, ('1989), Jakarta: PT Raja Grafindo. Crow, Lester D. & Alice Crow, (1951). Mental Hygiene, New York: McGrawHill Book Company, Inc. Dadang Hawari, (1997). Al-Qura'an I/mu Kesehatan Jiwa dan Kedokteran Jiwa, Yogyal<arta : PT.Dana Bakti Prima Yousa. Al-Qussy, 'Abdul Aziz, (1969). Ushusush-Shihhatin-Nafsiyyah, Kairo: Maktabatun-Nahdhatir-Rayyah. Fahrni, Mustafa, (1977). Kesehatan Jiwa, Da!am Keluarga, Seka/ah, dan Masyarakat. Diterjemahkan oleh Zakiah Daradjat dari judul asli "Ash-Shihah An-Nafsiyyah Fil Usrati Wal Madrasati ~Val Mujtama'i", Jakarta : Bulan Bintang. Al-Ghazali, Abu Hamid, (1990). lhya 'Ulumuddin, Beirut: Muassasah Al-Kutub Al-Tsaqaafiyyah. Al-Hajjaj, Muslim bin Al-Qusyairy, (1376 H). Shahih Muslim, India: AlMaktabah Ar-Rusyaidiyah Hall, Calvin. S and Gardner Lindzey, (1978). Theories of Personality, New York: John Wiley & Sons, Inc. Al-Hanbali,lbnu Rajab, (1419 H). Al-Arba'uuna hadiitsan an-nawawiyyah Lil Imam Yahya Bin Syarifuddin An-Nawawi, Riyad: Darul MughnL Hanna Jumhana Bastaman, (1995). lntegrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi ls/ami, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hasan Langgulung, (1986). Teori-Teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al-Husna. Al-Hasim, Muhammad Bin Abdullah bin Sholih, (2000). Al-Islam Ushuluhu Wa Mabaadiuhu, Wizhaarotusysyu-uunil lslaamiyyah: Mamlakatul 'Arobiyyah As-Su'uudiyyah. Hasyimsyah Nasution, (2002). Fi/safat Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama Hawa, Sa'id, (1981). Al-Islam, Misr: Dar al Turats al 'Arabi ____ , Mencapai Maqam Shiddiqun dan Rabbaniyun, terj. lmran Affandi, (1999), judul asli "Mudzakirat fi-Manazi!is Shiddiqien wa Rabbaniyiin", Jakarta: Robbani Press. Hiraas, Muhammad Kholil, (1992). Syarah Al-'Aqidah Al-Washathiyah AsySyeikh Al-Islam lbnu Taimiyyah, Ar-Roasatu Al-'Aarnatul ldaratu AlBuhuts Al-'ilmiyyah wa Al-ifqa-u wa Ad-Da'watu wa Al-lrsyad. lbnu Hasan, Syeikh Abdurrahman, (1967). Fat/Jul Majid Syar/J Kitab AtTau/Jid, Mamlakatul 'Arabiyah Su'udiyyah: Mekkal1: \Nizaarotusy Syu'unil lslamiyah Wal Auqaf Wa lrsyad. lbnu Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik, (1375H). As-Sira/J AnNabawiyya/J, Mesir: Syirkah Maktabah wa mathba'ah Musthafa AlBaby Al-Halaby wa Auladuhu. lbnu Taimiyyah, (1998). Terapi Penyakit Hali. Diterjemahkan oleh Jalaludin Raba, Judul asli Amrad Al-Qulub Wa Syifau/Ja, Jakarta: Gema lnsani Press. ____ , (1999). lqtad/Jau Af-S/Jirat Al-Mustaqim Limuk/Ja/afa/J Ashabu/ Ja/Jim, Dar 'Alimul Kutub. lrwan Prayitno, (2002). Kepribadian Muslim, Bekasi: Pustaka Tarbiatuna. Kartini Kartono dan Jenny Andari, (1989). Hygiene Mental dan Kese/Jatan Mental Dalam Islam, Bandung: CV. Mandar Maju. ____ , (1984). Psikologi Umum, Bandung: Alumni. Kilander, Frederick H, (1957). Health For Modern Living. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs. l<rippendorff, Klaus, (1993). Analisis isi, Pengantar teori dan Metodologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Maddi, Salvatore R, (1968). Personality Theories A Comparati11e Analysis. Home Wood, Ill : The Dorsey Press, Homewood, Illinois - IrwinDorsey, Goergetown, Ontario. Morgan, C. T, dkk., (1984). Introduction to Psychology. McGraw-Hill, International Book Company: Tokyo. Al-Mubarakfury, Syafiyyur-Rahman, (1997). Sirah Nabawi. Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar Najati, Usman, (2003). Psikologi Dalam Tinjauan Hadis Nabi SAW, terj. Wawan Ojunaedi Soffandi, Jakarta: Mustaqiim Al-Nawawi, tth. Syarhn-Nawawi 'Ala Muslim, Kairo: Al-Mathba'atul Mishriyyah wa Maktabatuha. Netty Hartati,dkk., (2004). Islam Dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persad a. Pervin, Lawrence. A, (1993). Personality Theory And Research, New York: John Wiley & Son, Inc. Passer, Michael W. & Ronald E. Smith, (2004). Psychology: The Science of mind behavior, New York: McGraw-Hill Published. Al-Qharadhawi, Yusuf, (1994 ). Fatawa Qhardawi: Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah, Surabaya: Risalah Gusti. Quthb, Muhammad, (1998). Koreksi Atas Pemahaman La I/aha II/al/ah. Diterjemahkan oleh Yudian Wahyudin Asmin dan Ahsin Wijaya dari Mafahim Yanbaghi An Tushobhah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Red!, Fritz and William W. Wattenberg, (1951). Mental Hygiene In Teaching. New York: Harcourt, Brace and Company. Saparinah Sadli, (1982). Pengantar Da/am Kesehatan Jiwa, dalam buku Pedoman Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Sadan Konsultasi Mahasiswa UI. Sarlito W Sarwono, (2005). Psiko/ogi Da/am Praktek Edisi Revisi, Jakarta: Restu Agung. Suharnan, (2005). Psiko/ogi Kognitif, Surabaya: Srikandi. Sumadi Suryabrata, (2003). Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persad a Sutardjo. A Wiramiharja, (2005). Pengantar Psiko/ogi Abnormal, Bandung: Refika Aditama Tahqiq wa Muraja'ah Jama'ah Minal 'Ulama, (1391 H). Syarl1 Al-'Aqidah AthThahawiyyah, Maktab Al-lslami. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1998). Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka Al-Thobary, Abu Ja'far, (2000). Jami' Al-Bayan Fi Ta'-wili A/-Qur'an, Muassasat Al-Risalah. Winarno Surakhmad, (1990). Pengantar Penelitian llmiah (dasar metode teknik), Bandung: Penerbit Tarsito Yakan, Fatih, (1996). Komitmen Muslim Terhadap Harokah /s/amiyah. Diterjemahkan oleh Yasir Miqdad dari Madza Ya'ni lntima-i Li A/Islam, Jakarta: Najah Press. Yasin, Muhammad Nu'aim, (1991 ). Al-Iman: Arkanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqiduhu, Kairo: Maktabah As-Sunnah. Yusak Burhanudin, (1999). Kesehatan Mental, Bandung: CV. Pustaka Setia Zakiah Daradjat, (2001 ). Kesehatan Mental, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung ______ , (2002). Psikoterapi lslami, Jakarta: PT. Bulan Bintang. Internet: Mohammad Fanani, (2007). Potensi religius masyarakat Indonesia cukup tinggi, namun be/um digunakan secara optimal sebagai modal terapi. Diambil pada Agustus 2007. http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one news.asp?IDNews=456 Rahmayulis Saleh, (2005). Dua Pu/uh Persen Penduduk Indonesia menderita gangguan jiw. Diambil pada Agustus 2007. http://www.bisn is .com/servlet/page?_pageid=4 77 &_dad=portal30& _schema=PORTAL30&pared_id=387515&patop_id=:W23