BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia membahas dan mengemukakan bagaimana suatu organisasi mengolah sumber daya manusia yang mereka miliki. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Fungsi manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi memegang peranan penting. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi tidak saja dianggap sebagai salah satu faktor produksi tetapi merupakan suatu faktor yang dapat menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam suatu organisasi posisi sumber daya manusia sangat menentukan dibandingkan mesin dan perangkat lainnya dalam perusahaan. Hal ini dapat dibuktikan misalnya : Peralatan berteknologi canggih tidak akan berguna jika sumber daya manusianya tidak cakap dalam mengoprasikan alat tersebut. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu dikendalikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal. Karena alasan tersebut organisasi perlu menerapkan ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia. 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Peranan sumber daya manusia dalam organisasi sebenarnya telah ada sejak dikenalnya organisasi sebagai wadah usaha bersama untuk mencapai tujuan. Peranan sumber daya manusia ini kemudian berkembang mengikuti perkembangan organisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan semakin berkembangnya teknologi maka mengakibatkan makin berkembangnya pemahaman manusia akan pentingnya aspek sumber daya manusia didalam suatu organisasi. 14 15 Pemahaman tentang pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut beberapa ahli : Mangkunegara (2008:2) mengemukakan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi”. Handoko (2002:4) mengemukakan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia adalah proses penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi”. Dari uraian-uraian mengenai pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia tersebut dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dimana terdapat proses penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. 2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia mempunyai dua fungsi ini, kegiatan manajemen sumber daya manusia mengusahakan agar tujuan individual, organisasi maupun masyarakat dapat dicapai. Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Malayu S.P Hasibuan edisi revisi (2007:21). Dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. 16 1. Perencanaan Perencanaan (human resource planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi: pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya secara efektif. 3. Pengarahan Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan ini dilakukan oleh pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. 4. Pengendalian Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kegadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan karyawan, dan menjaga situasi lingkungan kerja. 5. Pengadaan Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, perjanjian kerja, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkankaryawan 17 yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membatu terwujudnya tujuan perusahaan. 6. Pengembangan Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. 7. Kompensasi Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang dan barang kepada karyawan sebagai imbalan balas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, sedangkan layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. 8. Pengintegrasian Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar terciptanya kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. 9. Pemeliharaan Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap bekerja sama sampai masa pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan. 18 10. Kedisiplinan Kedisiplinan (discipline) merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. 11. Pemberhentian Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya (pemberhentian diatur oleh undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang hukum ketenagakerjaan). Fungsi-fungsi manajemen manusia diakui sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan organisasi yang telah ditetapkan maupun tujuan individu dalam sebuah organisasi. 2.2 Kepemimpinan 2.2.1 Pengertian Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan Banyak ahli manajemen mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi para karyawan dalam aktivitasnya yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Dan apabila kita berbicara mengenai kepemimpinan maka tidak akan terlepas dari siapa yang memimpin. Pemimpin merupakan individu yang dapat menerapkan motivasi, disiplin, dan produktivitas serta menggerakan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Kepemimpinan yang efektif sangatlah tergantung dari landasan manajerialnya. Kepemimpinan (leadership) yang diterapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat mendorong semangat kerja karyawan, dengan menggerakan dan mengarahkan bawahan dalam melaksanakan tugas guna mencapai tujuan individu dan organisasi. Arahan yang diberikan dapat berfungsi mengintegrasikan dalam proses produksi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin (leader=head) adalah seseorang yang menggerakan dan mengarahkan bawahan untuk mengerjakan tugas guna mencapai tujuan. Kepemimpinannya menggerakan 19 serta mengarahkan bawahan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan perusahaan. Leader adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority). Falsafah kepemimpinannya adalah pemimpin untuk bawahan dan pemimpin milik bawahan. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, parsitipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Semua ini akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilaku pemimpin tersebut. Berikut ini adalah definisi kepemimpinan menurut beberapa ahli : Menurut Jacobs dan Jacques dalam buku Sofyandi dan Garniwa (2007:174) “Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.” Menurut Daniel Goleman (2003:19) : “Gaya kepemimpinan adalah satu cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.” Berdasarkan beberapa difinisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan pribadi untuk menggerakan dan mengarahkan serta mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama secara produktif untuk tercapainya tujuan bersama. Definisi-definisi diatas juga mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang didalam hal ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstrukturi aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau organisasi. 20 2.2.2 Syarat-syarat Kepemimpinan Menurut Kartono (2008:36), konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu : a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakan bawahan untuk berbuat sesuatu. b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa. Kartono (2008:37), menuliskan kemampuan kepemimpinan dan syarat yang harus dimiliki, adalah : 1. Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri. 2. Besar rasa ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan bendabenda. 3. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam. 4. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan. 5. Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna. 6. Mudah menyesuaikan diri adaptasinya tinggi. 7. Sabar namun ulet, serta tidak ingin berhenti. 8. Waspada, peka, jujur, optimis, berani, gigih, ulet, realistis. 9. Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato. 10. Berjiwa wiraswata. 11. Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas berat, serta berani mengambil resiko. 12. Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya. 13. Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan. 14. Memiliki motivasi yang tinggi dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapainya, dibimbing oleh idealism yang tinggi. 21 15. Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan daya inovasi. 2.2.3 Indikator Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan dalam manajemen merupakan cara yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam memimpin bawahannya untuk bersama-sama mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun organisasi atau perusahaan. Menurut James A.F Stoner yang dialih bahasakan oleh Drs. Alexander Sindoro dalam bukunya “Manajemen” (2005:165) : “Gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.” Gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2006:115) ada 6 tipe, yaitu kepemimpinan otokratis, kepemimpinan diktatoris, kepemimpinan demokratis, kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan paternalis, dan kepemimpinan laissezfaire (free-rein). Berikut ini akan dijelaskan keenam tipe kepemimpinan tersebut. a. Kepemimpinan otokratis Kepemimpinan otokratis dilaksanakan dengan kekuasaan berada di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantaranya selalu ada seseorang yang menempatkan dirinya sebagai yang paling berkuasa. Pemimpin tertinggi bertindak sebagai penguasa tunggal. Perilaku atau gaya kepemimpinan otokratis yang dilakukan oleh pimpinan menurut Nawawi (2006:124) sebagai berikut: 1) Tidak boleh terjadi kesalahan dalam melaksanakan tugas yang ditetepkan oleh pimpinan dan diberikan melalui instruksi-instruksi agar hasil yang ditetapkan dapat tercapai. 2) Pelaksanaan tugas tidak boleh menimpang atau keliru dari instruksi pimpinan. Setiap kesalahan diancam oleh sanksi atau hukuman yang berat. 3) Pemimpin bertolak dari prinsip bahwa “manusia lebih suka diarahkan tanpa memikul tanggung jawab dari pada diberi kebebasan merencanakan dan melaksanakan sesuatu yang berarti harus memikul tanggung jawab”. 22 4) Tidak ada kesempatan bagi anggota organisasi untuk menyampaikan inisiatif, kreativitas, saran, pendapat dan kritik karena fungsinya adalah melaksanakan tugas bukan berpikir untuk menciptakan dan mengembangkan tugas/organisasi. 5) Tidak berorentasi pada hubungan manusiawi dengan anggota organisasi, yang dinilai sebagai kondisi yang membuat anggota organisasi menjadi lalai. Berprasangka negatif bahwa hubungan manusiawi antar anggota organisasi dalam bekerja, hanya dipergunakan untuk bercengkrama atau bergunjing yang berakibat tugas terganggu dan atau terbengkalai. 6) Tidak percaya pada anggota organisasi/orang lain, karena prasangka pemberian kepercayaan cenderung akan disalah gunakan/diselewengkan. Oleh karena itu cenderung tidak memberikan pelimpahan wewenang. b. Kepemimpinan diktatoris Gaya kepemimpinan diktatoris mempunyai banyak persamaan dengan kepemimpinan otokrat, sehingga sering sulit untuk membedakannya. Namun gaya kepemimpinan diktatoris lebih keras dan cenderung lebih kejam dan sadis. Perilaku atau gaya kepemimpinan diktatoris yang dilakukan oleh pimpinan menurut Nawawi (2006:126) sebagai berikut: 1) Berperilaku sebagai penguasa tunggal yang tidak dapat diganti karena merasa dirinya diciptakan untuk berkuasa dan membawa organisasinya pada suatu cita-cita tertentu. 2) Setiap kehendak atau kemauan pemimpin harus terlaksana, meskipun harus dilaksanakan dengan menghalalkan segala cara, yang dapat berakibat fatal bagi anggota organisasinya yang dianggap musuh, lawan atau penantang dan penghambat kepemimpinanya. 3) Orentasi gaya kepemimpinannya hanya pada hasil, tidak perduli bagaimana cara mencapainya meskipun mengorbankan orang lain terutama anggota organisasinya. 4) Bersembunyi di balik slogan-slogan sebagai pelindung, penyelamat, pembela, pahlawan, pemimpin besar yang akan mewujudkan suatu cita- 23 cita bagi anggota organisasinya sehingga dipuja-puja dan kerap kali dikultuskan. 5) Ucapan dan perkataannya diberlakukan sebagai peraturan atau undangundang yang tidak boleh dibantah dan harus dilaksanakan secara konsekuen. Anggota yang tidak melakukannya atau melanggar akan dijatuhi hukuman berat. 6) Senjata utama dalam melaksanakan kepemimpinannya adalah ancaman hukuman yang berat bagi yang menantang atau berkhianat. 7) Di antara anggota-anggota organisasi saling mencurigai, karena antara satu dengan yang lain berprasangka sebagai antek-antek pimpinan. 8) Anggota bukan saja tidak boleh berinisiatif atau menyampaikan gagasan, kritik dan saran, tetapijuga tidak boleh mengomentari ucapan, perkataan, keputusan, kebijakan dan perintah pimpinan. c. Kepemimpinan demokratis Gaya kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor penting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orentasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Pada gaya kepemimpinan demokratis mengakui harkat dan martabat manusia yang mempunyai hak asasi yang sama. Perilaku atau gaya kepemimpinan demokratis yang dilakukan oleh pimpinan menurut Nawawi (2006:133) sebagai berikut 1) Mengakui dan menghargai manusia sebagai makhluk individual, yang memiliki perbedaan kemampuan antara yang satu dengan yang lain. 2) Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu sebagai makhluk sosial dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri melalui prestasi masing-masing di lingkungan organisasinya sebagai semua masyarakat kecil. 3) Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk mengembangkan kemampuannya yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dengan menghormati nilai-nilai/norma-norma yang 24 mengaturnya sebagai makhluk normatif di lingkungan organisasi masingmasing. 4) Menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan bersama dalam kebersamaan melalui kerjasama yang saling mengakui, menghargai, dan menghormati kelebihan dan kekurangan setiap individu sebagai anggota organisasi. 5) Memberikan perlakuan yang sama pada setiap individusebagai anggota organisasi untuk maju dan mengembangkan diri dalam persaingan yang fair dan sehat (jujur dan sportif). 6) Memikulkan kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menggunakan hak masing-masing untuk mewujudkan kehidupan bersama yang harmonis. d. Kepemimpinan kharismatik Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan dalam kepatuhan yang tinggi pada para pengikutnya. Untuk lebih jelasnya, karakteristik utama kepemimpinan kharismastik menurut Nawawi (2006:163) sebagai berikut: 1) Percaya diri, pimpinan sungguh-sungguh percaya akan penilaian dirinya dan kemampuan kepemimpinannya. 2) Memiliki visi dan tujuan ideal yang menformulasikan suatu masa depan yang lebih baik dari keadaan sekarang. 3) Memiliki kemampuan untuk mengungkapkan visi secara gamblang. 4) Keyakinan yang kuat terhadap visi tersebut, komitmen yang kuat, bersedia menerima resiko, mengeluarkan biaya yang tinggi dan melibatkan diri dalam pengorbanan. 5) Perilaku yang keluar dari aturan, memunculkan perilaku baru, tidak konvensional, sering melawan norma-norma/aturan, dikagumi dan sering membuat kejuatan keadaan. 6) Dipahami sebagai agen perubahan bukan pengikut status quo 25 7) Memiliki kepekaan terhadap lingkungan, mampu menilai lingkungan secara realistis, melaksanakan manajemen sumber daya untuk perubahan.aspek/sifat kepribadian pemimpin sehingga menimbulkan rasa hormat, rasa segan dan e. Kepemimpinan paternalis Kepemimpinan paternalis adalah pimpinan yang perannya diwarnai oleh sikap kebapak-bapakan dalam arti sifat melindungi, mengayomi, dan menolong anggota organisasi yang dipimpinnya. Menurut Nawawi (2006:164) kepemimpinan paternalis mempunyai karakteristi sebagai berikut: 1) Pemimpin mempunyai sifat melindungi 2) Semua anggota organisasi harus mematuhi setiap peraturan yang ditetapkan oleh pimpinan. 3) Tidak mementingkan diri sendiri 4) Memberikan peluang pada anggota organisasi dalam menyampaikan ide/gagasan, inisiatif dan kreativitas. f. Kepemimpinan laissez-faire (free-rein) Tipe kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasinya mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing- masing. Pemimpin memberikan sedikit dukungan untuk melakukan usaha secara seluruhan. Kebebasan anggota kadang-kadang dibatasi oleh pimpinan dengan menetapkan tujuan yang harus dicapai disertai parameter-parameternya. Ciri-ciri kepemimpinan militeristik antara lain; 1) Dalam komunikasi lebih banyak mempergunakan saluran formal 2) Dalam menggerakkan bawahan dengan sistem komando/perintah, baik secara lisan ataupun tulisan 3) Segala sesuatu bersifat formal 4) Disiplin tinggi, kadang-kadang bersifat kaku 5) Komunikasi berlangsung satu arah, bawahan tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat 26 6) Pimpinan menghendaki bawahan patuh terhadap semua perintah yang diberikannya. 2.2.4 Gaya Pengambilan Keputusan Tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk yang penting tujuan tercapai. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktorfaktor : tujuan, pengikut (bawahan), organisasi, karakter pemimpin, dan situasi yang ada. Berikut ini adalah gaya pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Malayu S.P Hasibuan (2007:175) : a. Gaya Otoratif Gaya otoratif diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memilki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus mengambil keputusan tanpa bantuan pengikut. b. Gaya Konsultatif Gaya konsultasi adalah strategi yang tepat apabila manajer mengetahui bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final. c. Gaya Fasilitatif Merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerjasama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi dalam proses pengambilan keputusan. Gaya merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya. 27 d. Gaya Delegatif Digunakan terhadap pengikut yang memiliki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan dan rekomendasi yang layak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila pemimpin mampu dengan tangkas, cerdas, cepat, dan arif bijaksana mengambil keputusan yang tepat. Maka organisasi atau perusahaan bias berfungsi secara efektif dan efisien. 2.2.5 Beberapa Teori Kepemimpinan Menurut Wiludjeng (2006:74), mengenai teori kepemimpinan terdiri atas empat teori, sebagai berikut : 1. The Great Man Theory (Teori Sifat) Teori ini berusaha mengidentifikasikan karakter seorang pemimpin. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bias berhasil menjadi seorang pemimpin karena mereka memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu : a. Intelegensia. b. Kematangan sosial. c. Motivasi diri. d. Hubungan pribadi. 2. Behavior Theory (Teori Prilaku) a. Teori Tannenbaum dan Warren H Schmidt Kedua orang akademis tersebut mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpnan dapat dijelaskan melalui titik ekstreem yaitu focus pada atasan dan focus pada bawahan. Menurut kedua orang ini gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi. 28 b. Studi Ohio State University Studi ini menyimpulkan bahwa ada dua kategori perilaku pemimpin yaitu: 1. Consideration, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin peduli dan mendukung bawahan. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan bawahannya. 2. Initiating structure, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin membuat struktur pekerjaanya sendiri dan pekerjaan bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan, pembelian tugas-tugas, penjadwalan, dan pentapan deadline. c. Studi The University of Michigan Studi ini menyimpulkan bahwa para manajer dapat dibedakan berdasarkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu : 1. Relationship Oriented, diartikan sebagai perilaku yang bersikap bersahabat pada bawahan, mengakui prestasi bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan karyawan. 2. Task Oriented, diartikan sebagai perilaku manajer yang menetapkan standar kerja yang tinggi, menentukan metode kerja yang harus dilakukan, dan mengawasi karyawan dengan ketat. d. Managerial Grid Managerial grid atau kisi-kisi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane S. Mouton mendorong manajer untuk memiliki dua kualitas kepemimpinan sekaligus yaitu orientasi pada tugas/produksi dan orientasi pada hubungan/orang. 3. Contingency Theory (Teori Situasi) Pendekatan ini berpendapat bahwa tidak ada satu tipe kepemimpinan yang efektif untuk diterapkan disegala situasi. Teori yang menggunakan pendekatan kontingensi akan dibahas berikut ini : 29 a. Model Kepemimpinan Hersey Teori ini mengembangkan model kepemimpinan dimana efektivitas kepemimpinan tergantung dari kesiapan bawahan. Kesiapan tersebut mencakup kemauan untuk mencapai prestasi, untuk menerima tanggung jawab, kemampuan mengerjakan tugas, dan pengalaman bawahan. Variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Menurut model ini manajer atau pimpinan harus secara konstan mengevaluasi kondisi karyawan. Kemudian setelah kondisi karyawan diketahui manajer menyesuaikan gaya kepemimpinan agar sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan demikian gaya kepemimpinan ini akan efektif karena sesuai dengan situasi karyawan. b. Model Fiedler Teori ini mendasarkan pada pendapat bahwa seorang menjadi pemimpin tidak hanya karena karakteristik individu mereka tetapi juga karena beberapa variabel situasi dan interaksi antara pemimpin dengan bawahan. Fiedler menjelaskan tiga dimensi yang menjelaskan situasi kepemimpinan yang efektif. Ketiga dimensi tersebut adalah : 1. Power Position (Kekuasaan posisi) Dimensi ini menjelaskan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, sperti keahlian bawahanmengikuti atau kepribadian, kemauan yang pemimpin. mampu menbuat Pemimpin yang mempunyai kekuasaan dari posisinya yang jelas dan besar dapat memperoleh kepatuhan bawahan yang lebih besar. 2. Task Structure (Struktur pekerjaan) Dimensi ini menjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat dirinci atau dijelaskan dan membuat bawahan bertanggung jawab untuk melaksankan pekerjaan tersebut. Jika struktur pekerjaan jelas maka pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, bawahan dapat diserahi tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik. 3. Leader Member Relation (Hubungan antara pemimpin-bawahan) 30 Hal ini berhubungan dengan antara bawahan-pimpinan, misalnya tingkat loyalitas, kepercayaan, dan rasa hormat karyawan terhadap pemimpinnya. Hubungan ini dapat diklarifikasikan “baik” atau “buruk”. Dari kombinasi ketiga variabel ini dapat ditentukan apakah situasi yang dihadapi oleh pemimpin menguntungkan atau tidak menguntungkan. c. Teori Jalur-Tujuan (Path Goal Theory) Teori ini menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah untuk membuat tujuan bersama dengan bawahannya, membantu mereka menemukan jalur (path) yang paling tepat dalam mencapai tujuan tersebut, dan mengatasi hambatan-hambatan yang timbul. d. Yetton dan Vroom Jago Teori dari vroom mengkritik teori path goal karena gagal memperhitungkan situasi dimana keterlibatan bawahan diperlukan. Model ini memperkenalkan lima gaya kepemimpinan yang mencerminkan garis kontinum dari pendekatan otoriter sampai pendekatan partisipasif. Sehimgga model vroom memperoleh dukungan empiris yang lebih baik dibandingkan dengan model kepemimpinan situasional lainnya. 4. Teori-teori Kepemimpinan Kotemporer Perkembangan penelitian dan teori kepemimpinan berkembang menuju banyak arah. Beberapa perkembangan baru akan dibahas dalam bagian ini. a. Kepemimpinan Transformasi atau Karismatik Teori ini dikembangkan oleh Bernard M Bass. Ia membedakan kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Pemimpin transaksional menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut. Sedangkan, pemimpin transformasional memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan 31 sehingga pemimpin harus mampu membuat bawahan menyadari prespektif yang lebih luas. Tipe kepemimpinan seperti hal tersebut dapat dimasukan kedalam tipe pemimpin yang transaksional, tetapi agar lebih efektif seorang pemimpin tidak hanya menjalankan kepemimpinan dengan “biasa” tetapi harus lebih dari yang biasa. b. Teori Kepemimpinan Psikoanalisa Teori ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan Psikoanalitis Sigmund Freud menjelaskan bahwa seseorang berprilaku karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadarnya. Menurut teori ini perilaku manusia sangat kompleks. Sehingga penampilan dari luar tidak dapat dijadikan pegangan. Untuk itu perlu dianalisa kembali teori-teori alam tentang manusia yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau pemimpin yang sangat kompleks. c. Teori Kepemimpinan Romantis Teori ini memandang bahwa pemimpin itu “ada” dan diperlukan untuk membantu mencapai kebutuhannya. Jika bawahan sudah tidak mempercayai pemimpinnya, maka efektifitas kepemimpinannya hilang, tidak perduli dengan tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah dapat mengorganisasikan sendiri maka pemimpin tidak diperlukan lagi teori ini mencoba menyeimbangkan antara sisi atasan dengan sisi bawahan, sehingga porsi keduanya menjadi kurang lebih seimbang. 2.3 Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata latin “movere”yang artinya dorongan atau menggerakan. Pada dasarnya motivasi tidak sesederhana ini. Motivasi merupakan suatu uraian yang mencakup berbagai aspek dalam tingkah laku manusia yang bervariasi. Motivasi dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia pada umumnya dan bawahan pada khususnya. Masalah utama dalam motivasi adalah bagaimana caranya mengerahkan sumber daya dan potensi 32 karyawan agar mau bekerja sama secara optimal dan produktif. Untuk memotivasi karyawan, seorang manajer harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan karyawan. Seorang karyawan mau bekerja karena alasan untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari maupun yang tidak disadari, baik kebutuhan bersifat materi maupun bersifat non materi dan kebutuhan fisik atau kebutuhan rohani. Berikut ini beberapa definisi dari para ahli mengenai motivasi : Pendapat lain mengenai definisi motivasi kerja menurut M. Manulang (2004:194) mengemukakan bahwa: “Motivasi merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawan untuk mengambil tindakantindakan pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut”. Sedangkan menurut Mangkunegara (2011:93) memberikan definisi motivasi sebagai berikut : “Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan Motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dan motifnya.” Usaha-usaha yang memahami kebutuhan karyawan harus disertai dengan penyusunan kebijakan perusahaan dan prosedur kerja yang efektif. Untuk melakukan hal ini tentu bukan hal yang mudah tetapi memerlukan kerja keras dan komitmen yang sungguh-sungguh dari manajemen. Tujuan Motivasi menurut Hasibuan (2007:146) antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 33 3. Meningkatkan kestabilan karyawan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan 8. Menigkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan 10. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat baku 2.3.2 Teori-teori Motivasi Motivasi kerja adalah faktor yang mendorong yang menggerakan seseorang untuk bekerja dan memotivasi ini bertolak dari kebutuhan yang belum terpenuhi. Untuk lebih jelasnya berikut teori mengenai motivasi. 1. Teori Hierarki Kebutuhan- Maslow Dalam teori hierarki ini, maslow berpendapat yang diinginkan seseorang itu berjenjang artinya bila kebutuhan pertama telah terpenuhi maka kebutuhan kedua akan muncul dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan yang kelima. Kebutuhan yang tersusun dalam suatu jenjang adalah sebagai berikut: a) Kebutuhan fisiologis Yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan untuk bertahan hidup seperti makan, minum, tempat tinggal, berpakaian baik, dan lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat. b) Kebutuhan akan keselamatan Kebutuhan akan rasa aman, terbebas dari ancaman yakni dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaannya. Yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah keamanan harta dan jiwa ditempat kerja. c) Kebutuhan Sosial Kebutuhan bersosialisasi atau bergaul, tempat interaksi, merasa dicintai, dan diterima dalam pergaulan kelompok kerja dan masyarakat di lingkungannya, 34 karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri, maka ia hidup berkelompok. d) Kebutuhan penghargaan diri Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuandan penghargaan dari karyawan lain, atasan dan masyarakat. Semakin tinggi kedudukan seseorang maka semakin tinggi pula penghargaannya. e) Kebutuhan mencapai sesuatu Kebutuhan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi untuk mencapai prestasi kerja yang memuaskan. 2. Teori Dua Faktor – herzberg Teori Herzberg ini berhubungan dengan kepuasan kerja, yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja, ada dua kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya: 1. Faktor Hygiene Yaitu faktor-faktor yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada karyawan yang terdiri dari: a. Kebijakan Perusahaan Menerangkan bagaimana rangkaian kejadian meliputi seluruh faktor dalam perusahaan, terutama kebijakan personalia. b. Mutu Penyelia Berprinsip pada hakekatnya seseorang tenaga kerja menghendaki adanya pemimpin yang berkemampuan dalam melaksanakan pekerjaan. c. Hubungan Antar Pribadi Keinginan ini timbul dari kebutuhan sosial untuk berteman dan diterima dilingkungannya. Manajemen dapat membantu proses tersebut dengan program perkenalan yang direncanakan dan dilaksanakan dengan hatihati, penyediaan sarana sosialisasi seperti melalui periode istirahat, rekreasi dan prosedur-prosedur hubungan antara manusia. kerja yang mempertimbangkan 35 d. Kondisi Kerja Keinginan atas kondisi kerja yang baik juga disadari oleh kebutuhankebutuhan, kondisi kerja yang aman berasal dari kebutuhan rasa aman, perlengkapan tertentu, sebagaimana pentingnya kedudukan seseorang. e. Gaji dan Upah Gaji atau upah merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan-kebutuhan fisiologis, keterjaminan dan individu dimana merupakan pemberian kompensasi yang memenuhi prinsip penggajian yang meliputi kejadian yang berhubungan dengan kompensasi. 2. Faktor Motivator a. Keberhasilan Pelaksana Seorang manajer perlu memberi kesempatan agar membantu para karyawannya dan memberi kepuasan tersendiri. b. Pengakuan Pengakuan terhadap prestasi kerja merupakan alat motivasi yang cukup ampuh dan memberikan kepuasan tersendiri, oleh karena itu pemimpin yang cerdik akan selalu melebarkan pengakuan ini kepada semua karyawan yang berprestasi sehingga dengan mudah mereka termotivasi dalam melakukan pekerjaan. c. Pekerjaan Itu Sendiri Keinginan yang berasal baik dari kebutuhan akan penghargaan maupun dorongan ke arah perwujudan prestasi, seseorang yang mempunyai motivasi untuk bekerja karena pekerjaannya itu disenangi oleh yang mengerjakannya, sehingga akan berusaha menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin. d. Tanggung jawab Seseorang yang bekerja dalam perusahaan pada waktu ingin dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar, tanggung jawab ini bukan saja menghasilkan pekerjaan yang baik tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai suatu potensi. 36 e. Pengembangan Seseorang yang bekerja dalam perusahaan harus dapat mengembangkan keahlian, kepandaian, pengetahuan yang dapat membuat kemampuan individu menjadi baik. Dengan adanya orang-orang yang dapat mengembangkan keahlian, kepandaian dan pengetahuan maka tujuan individu dan perusahaan akan cepat tercapai dengan baik. 3. Teori Kebutuhan – Mc. Clelland Teori yang dikemukakan oleh Mc. Clelland memberi kontribusi bagi pemahaman motivasi dengan mengidentifikasi tiga jenis kebutuhan, yaitu : a. Kebutuhan akan kekuasaan Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berkuasa menaruh perhatian besar untuk dapat mempegaruhi dan mengendalikan orang lain. Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehingga menimbulkan persaingan. Persaingan ini oleh manajer ditumbuhkan oleh manajer secara sehat dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja lebih giat. b. Kebutuhan akan afiliasi Orang yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berafiliasi biasanya memperoleh kesenangan dari kasih sayang dan cenderung menghindari kekecewaan, berusaha membina hubungan yang menyenangkan. c. Kebutuhan akan prestasi Orang yang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi akan berkeinginan besar untuk berhasil sehingga ia terdorong untuk mengembangkan kreativitasnya dan mengarahkan kemampuan demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. 37 2.3.3 Asas-asas, Alat-alat dan Jenis-jenis Motivasi 1) Asas-asas Motivasi Asas-asas motivasi ini mencakup asas mengikutsertakan, komunikasi, pengakuan,wewenang yang didelegasikan, dan perhatian timbal balik, Menurut Hasibuan (2007:146) asas-asas motivasi, yaitu : a. Asas Mengikutsertakan Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, bawahan merasa ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerja meningkat. b. Asas Komunikasi Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi. Dengan asas komunikasi, motivasi kerja bawahan akan meningkat. Sebab semakin banyak seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut. c. Asas Pengakuan Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin. Jika mendapatkan pengakuan. d. Asas Wewenang yang Didelegasikan yang dimaksud dengan asas wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan dan melaksanakan tugas-tugas manajer atau atasan. e. Asas Perhatian Timbal Baik Asas perhatian timbal balik adalah memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan disamping 38 berusaha memenuhi kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan. 2) Alat-alat Motivasi Menuurt Hasibuan (2007:149), Alat-alat motivasi terdiri dari Materiil Insentif, Nonmateril Insentif, serta Kombinasi Materiil Insentif dan Nonmateriil Insentif. a. Materiil Insentif adalah alat motivasi yang diberikan itu berupa uang atau barang yang mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan ekonomi. b. Non Materiil Insentif adalah alat motivasi yang diberikan itu berupa barang atau benda tidak bernilai, jadi hanya memberikan kepuasan atau kebanggaan rohani saja. 3) Jenis-jenis Motivasi Menurut Hasibuan (2007:150), Jenis-jenis motivasi terdiri dari Motivasi Positif (Incentif Positive) dan Motivasi Negatif (Insentive Negative) Motivasi Positif (Incentif Positive), manager perlu memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang bermotivasi dengan baik. Dengan motivasi positif ini semangat dan kinerja karyawan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima sesuatu yang baik. Motivasi Negatif (Insentive Negative), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaanya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat dan kinerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi apabila dalam waktu yang panjang akan berakibat kurang baik bagi perusahaan. 39 2.3.4 Indikator-Indikator Motivasi Menurut Maslow yang dikutip Manullang (2006:173) indikator motivasi adalah sebagai berikut: 1. Physiological needs, merupakan kebutuhan lahiriah meliputi sandang, pangan, papan dan pemuasan kebutuhan seksual. 2. Safety needs, merupakan kebutuhan akan keamanan meliputi kebutuhan akan keamanan jiwa maupun kebutuhan akan keamanan harta. 3. Social needs, kebutuhan sosial meliputi kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan maju atau berprestasi dan kebutuhan akan peasaan ikut serta (sesnse of participation). 4. Esteem needs, yaitu kebutuhan akan penghargaan diri dan dari penghargaan orang lain terhadap kita. 5. Self actualization needs, yaitu kebutuhan akan pemenuhan keinginan sendiri dengan menggunakan kemampuan yang maksimum dan memaksimalkan keterampialan serta potensi yang ada. 2.4 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap motivasi sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tergantung pada bagaimana pemimpin itu menciptakan motivasi didalam diri setiap karyawan (Kartono, 2008). Pemimpin berusaha mempengaruhi atau memotivasi bawahannya agar dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang diharapkan pemimpin. Motivasi kerja yang tinggi dapat didukung oleh gaya kepemimpinan yang tepat, sehingga gaya kepemimpinan yang kurang tepat dalam penerapannya akan kurang memotivasi bawahannya dalam melakukan aktivitas-aktivitanya. Tugas seorang pemimpin yang utama dalam perusahaan memberikan tenaga dan pikiran terhadap perusahaannya agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Tidak setiap orang dapat mengimplementasikan gaya kepemimpinan dengan baik, 40 karena tugas-tugas dalam strategi kepemimpinan menuntut suatu tanggung jawab yang besar. Selain daripada itu, untuk menumbuhkan motivasi kerja yang tinggi dibutuhkan satu tindakan yang dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan pada satu perusahaan. Dan tindakan tersebut berasal dari pemimpin atau yang biasa disebut gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan sangatlah berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, karena didalam motivasi kerja karyawan sangat membutuhkan dukungan dari seorang pemimpin, karena itu setiap pemimpin harus mengetahui secara jelas tentang apa yang dibutuhkan oleh karyawan dan perusahaan agar mereka bisa bekerjasama secara efektif. Dan selain daripada itu karyawan juga harus mengetahui tentang apa yang diinginkan oleh pemimpin dan perusahaan agar tercapainya tujuan bersama, yaitu tujuan karyawan akan pemenuhan segala kebutuhannya dan target-target yang ditetapkan sebagai tujuan perusahaan. Sehingga jelas disini, bahwa peranan seorang pimpinan sangat besar dalam mengatur bawahan dan pekerjaan agar setiap karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaan benar-benar menunjukan usah-usaha kearah peningkatan produktifitas kerja. Kesimpulannya bahwa gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan.