PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA - e

advertisement
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 75-80
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATEMATIKA BERBASIS MASALAH
Ike Suci Pariska1, Sri Elniati2, Syafriandi3
1
2,3
FMIPA UNP .Email: [email protected]
Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract
In mathematics learning the use of student work sheet is still limited. In addition the learning of
mathematics in schools is still not effective. For it is necessary to develop a problem-based worksheets to
engage students in active learning mathematics. This study used a developmental research 4-D that has
been modified. Result of the validation and testing of the problem based worksheets developed shows that
student work sheet is valid, practical, and effective at.
Keywords: student work sheet, problem based learning, validity, practicality, effectivity
PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu mata
pelajaran pokok yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan. Dalam KTSP (Depdiknas,
2006) tujuan pembelajaran matematika, yaitu:
(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah,
(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan
gagasan
dan
pernyataan
matematika, (3) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
(4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah, dan
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran di
atas, pembelajaran matematika harus interaktif,
menyenangkan, dan memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pembelajaran.
Dalam
Peraturan
Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007
mengenai standar proses untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah, dijelaskan bahwa kegiatan
pembelajaran meliputi 3 tahap yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan menyiapkan peserta
didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
pembelajaran,
mengajukan
pertanyaanpertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,
menjelaskan
tujuan
pembelajaran
atau
kompetensi dasar yang akan dicapai, dan
menyampaikan cakupan materi serta penjelasan
uraian kegiatan sesuai silabus.
Kegiatan
inti
merupakan
tahapan
pembelajaran untuk mencapai KD yang
dilakukan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik, serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran,
75
yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi.
Dalam kegiatan penutup guru bersamasama dengan peserta didik atau sendiri membuat
rangkuman pelajaran, melakukan penilaian atau
refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara dan terprogram, memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak
lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik, menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
Untuk menciptakan pembelajaran yang
sesuai dengan standar proses, perlu digunakan
suatu Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. LKS
merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang
berisikan petunjuk, daftar tugas, dan bimbingan
melakukan kegiatan. LKS yang baik harus
mampu mendorong partisipasi aktif peserta didik,
dan mengembangkan budaya membaca dan
menulis. Selain itu LKS juga disusun
memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan
antara SK, KD, materi pembelajaran, dan
kegiatan pembelajaran. Penggunaan LKS
diharapkan meningkatkan kemandirian siswa
dalam
belaajar,
percaya
diri,
disiplin,
bertanggung jawab, dan dapat mengambil
keputusan. LKS juga dapat dimanfaatkan pada
tahap penanaman konsep atau pada tahap
lanjutan dari penanaman konsep. Pemanfaatan
lembar kerja pada tahap pemahaman konsep
berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari
suatu topik dengan maksud memperdalam
pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari
pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep.
Namun,
kenyataan
yang
ditemui
dilapangan menunjukkan penggunaan LKS
dalam pembelajaran di beberapa sekolah masih
terbatas. Hal ini ditunjukkan dari observasi yang
dilakukan, dalam pembelajaran matematika guru
tidak menggunakan LKS. Hal ini dikarenakan
guru belum merancang sendiri LKS yang mampu
mengakomodasi kebutuhan siswa untuk belajar
lebih aktif, sehingga mereka hanya menggunakan
buku yang menjadi pegangan siswa. Padahal
penggunaan LKS dapat meningkatan efektifitas
pembelajaran matematika di kelas.
Berdasarkan hasil pengamatan, juga
tampak bahwa pembelajaran matematika di kelas
belum efektif. Hal ini disebabkan oleh guru
belum menerapkan pendekatan pembelajaran
yang tepat, penggunaan media, dan sumber
belajar yang masih terbatas. Secara umum
pembelajaran matematika di jenjang SMP/MTs
memberi penekanan pada penataan nalar,
kemampuan
pemecahan
masalah,
serta
mengkomunikasikan ide, dan keterampilan
menerapkan matematika.
Guru bertanggung jawab membuat peserta
didik untuk meningkatkan minat, motivasi, serta
tertarik dan merubah persepsi peserta didik
tersebut terhadap matematika, sehingga tujuan
pembelajaran matematika tercapai sebagaimana
mestinya. Cara yang dapat dilakukan yaitu
dengan pengembangan perangkat pembelajaran
seperti RPP, bahan ajar, media pembelajaran, dan
buku siswa.
Salah satu contoh bahan ajar yang sering
digunakan guru adalah Lembar Kerja Siswa
(LKS). Dalam pembelajaran matematika, LKS
banyak digunakan untuk memancing aktivitas
belajar peserta didik. Melalui LKS peserta didik
merasa
diberi
tanggung
jawab
untuk
menyelesaikan tugas dan merasa harus
mengerjakannya, terlebih lagi jika guru
memberikan perhatian penuh terhadap hasil
pekerjaan mereka, sehingga peserta didik terlibat
aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana pendapat
Tim Instruktur Pemantapan Kerja Guru (PKG),
menyatakan bahwa “salah satu cara membuat
peserta didik aktif adalah dengan menggunakan
LKS” (Sanjaya: 2011). Hal ini sejalan dengan
peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007
tentang standar proses dimana peserta didik harus
terlibat aktif dalam pembelajaran.
Mengembangkan LKS sangatlah penting.
Dengan
menggunakan
LKS
diharapkan
pembelajaran lebih terarah dan dapat membantu
siswa mengimplementasikan pengetahuan yang
diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari. Ada
banyak cara yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan LKS menjadi sedemikian rupa.
76
Salah satunya yaitu dengan menerapkan
karakteristik pembelajaran berbasis masalah
dalam penyajian materi LKS. Pembelajaran
berbasis masalah menurut Wena (2011:91)
merupakan suatu strategi pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam
belajar atau dengan kata lain siswa belajar
melalui permasalahan-permasalahan.
Ronis (2009:97) menyatakan bahwa cara
terbaik bagi guru untuk membekali siswa dengan
kemampuan dan sikap yang dibutuhkan dalam
pembelajaran adalah melalui problem based
learning dan inquiry learning. Belajar
berdasarkan masalah atau problem based
learning (PBL) adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah
yang ditemukan dalam lingkungan pekerjaan.
Pembelajaran berbasis masalah adalah jenis
organisasi kelas yang diperlukan guna
mendukung pendekatan konstruktivis untuk
mengajar dan belajar.
Savoie dan Hughes (dalam Wena, 2011:91)
menyatakan bahwa strategi belajar berbasis
masalah memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut: (1) Belajar dimulai dengan suatu
permasalahan; (2) Permasalahan yang diberikan
harus berhubungan dengan dunia nyata siswa;
(3) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar
permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu;
(4) Memberikan tanggung jawab siswa yang
besar dalam membentuk dan menjalankan secara
langsung proses belajar mereka sendiri;
(5) Mendorong kerjasama dengan menciptakan
belajar tim; (6) Berharap semua siswa untuk
menunjukkan hasil belajar mereka melalui
produk atau kinerja.
Pembelajaran berbasis masalah dilandasi
teori konstruktivis. Pembelajaran dimulai dengan
menyajikan masalah nyata yang penyelesaiannya
membutuhkan kerjasama siswa, guru memandu
siswa menguraikan rencana pemecahan masalah
menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi
contoh mengenai penggunaan keterampilan, dan
strategi yang dibutuhkan supaya tugas tersebut
dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana
kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya
penyelidikan oleh siswa.
Melalui pembelajaran berbasis masalah,
materi pelajaran dikaitkan dengan konteks
lingkungan kehidupan sehari-hari siswa, agar
mereka lebih mudah memahaminya, sehingga
pembelajaran jadi lebih bermakna. Penerapan
PBM dilakukan dengan kerja kelompok secara
sistematis,
sehingga
mereka
dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berfikirnya secara
berkesinambungan.
Dengan menerapkan pembelajaran berbasis
masalah diharapkan siswa dapat mengembangkan
pemikiran kritis dan keterampilan kreatif,
meningkatkan
kemampuan
memecahkan
masalah, meningkatkan motivasi, membantunya
belajar untuk mentransfer pengetahuan untuk
situasi baru.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini
bertujuan untuk menghasilkan LKS matematika
berbasis masalah yang valid, praktis, dan efektif
untuk siswa SMP/MTS kelas VIII semester 2.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
pengembangan
(Developmental
Research).
Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah
LKS berbasis masalah yang valid, praktis, dan
efektif pada materi Teorema Pythagoras untuk
siswa SMP/MTS kelas VIII Semester 2. Model
pengembangan yang digunakan adalah model 4D yang telah dimodifikasi. Untuk mengetahui
praktikalitas dan efektifitas LKS yang telah
dirancang
digunakan
penelitian
praeksperimental
dengan
model
rancangan
penelitian The One-Shot Case Study (Suryabrata,
2003:100). Pada penelitian ini dilihart hasil
belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
menggunakan LKS berbasis masalah.
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian
terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) Tahap
pendefinisian (define) yaitu penetapan tujuan
pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum
dengan melakukan (a) analisis kurikulum yang
bertujuan untuk melihat Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagaimana
yang tercantum pada standar isi dengan
memperhatikan silabus dan sistem penilaian;
77
strategi pembelajaran yang cocok serta literatur
yang terkait dengan LKS berbasis masalah,
(b) analisis siswa untuk melihat usia siswa, dan
(c) analisis konsep yang merupakan kumpulan
prosedur untuk menentukan isis suatu pelajaran;
(2) Tahap perencanaan (design) yang bertujuan
untuk merancang LKS berbasis masalah untuk
pengajaran sesuai dengan indikator dan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Tahap ini
diawali dengan penyusunan LKS yang
merupakan langkah awal untuk menghubungkan
tahap define dan design, dan dilanjutkan dengan
pemilihan format LKS yang disesuaikan dengan
kebutuhan yang diperlukan dalam LKS;
(3) Tahap pengembangan (develop) meliputi
validasi LKS oleh praktisi pembelajaran
matematika. LKS divalidasi dari segi isi,
konstruksi, dan penggunaan bahasa. LKS yang
telah valid kemudian diujicobakan untuk
mengetahui praktikalitas dan efektifitasnya dalam
pembelajaran matematika.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini
ada 3 yaitu data validitas LKS, data praktikalitas
LKS, dan data efektifitas LKS. Sumber data
dalam penelitian ini adalah validator, siswa kelas
VIII9, dan guru mata pelajaran matematika. Data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data
validitas diperoleh dari lembar validasi LKS
berbasis masalah. Data yang diperoleh kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus Tingkat
validitas
,
analisis frekuensi data dengan rumus, yaitu:
Tingkat praktikalitas
.
Kemudian nilai yang diperoleh diklasifikasikan
berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh
Riduwan (2006:89) dengan kriteria 0
55
dikategorikan tidak praktis, 55
65
dikategorikan kurang praktis, 65
80
dikategorikan cukup praktis, 80
90
dikategorikan praktis, 90
100
dikategorikan sangat praktis. Nilai praktikalitas
LKS yang dianggap cukup untuk dilanjutkan
pada tahap berikutnya apabila mencapai nilai ≥
65.
Data efektifitas LKS diperoleh dari hasil
belajar siswa setelah pembelajaran dengan
menggunakan LKS berbasis masalah dan hasil
respon dari siswa. Data yang diperoleh dari tes
hasil belajar kemudian dihitung berapa banyak
siswa yang tuntas dalam belajar dan
dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal yang ditetapkan oleh sekolah. Data yang
diperoleh dari angket respon siswa dianalisis
dengan menggunakan persentase (%), yaitu:
kemudian nilai yang diperoleh diklasifikasikan
berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh
Riduwan (2006:89) dengan kriteria 0
21
dikategorikan tidak valid, 21
41
dikategorikan kurang valid, 41
61
dikategorikan cukup valid, 61
81
dikategorikan valid, 81
100 dikategorikan
sangat valid.
Data praktikalitas LKS berbasis masalah
diperoleh dari angket kepraktisan LKS yang
ditujukan kepada siswa, lembar observasi
keterlaksanaan LKS, dan wawancara terhadap
guru. Praktikalitas LKS dilihat dari segi
kemudahan penggunaan, keterbacaan, isi, dan
waktu. Data yang diperoleh dari angket
kepraktisan LKS dideskripsikan dengan teknik
HASIL DAN PEMBAHASAN
PRS
, dimana f = frekuensi siswa
yang menjawab; s = banyak siswa; PRS =
persentase respon siswa (Trianto, 2010:243).
Kemudian
nilai
PRS
yang
diperoleh
diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang
dikemukakan (Arikunto, 1999).
Data validitas LKS yang diperoleh dari
lembar validasi LKS berbasis masalah
dikategorikan valid. Hal ini ditunjukkan oleh
nilai yang diperoleh untuk setiap aspek bekisar
antara 77% hingga 80%, rata-rata nilai dari
kelima validator 78, 05 %. Dapat disimpulkan
bahwa LKS berbasis masalah telah sesuai dengan
kurikulum, penyajian materi telah mengacu
kepada karakteristik berbasis masalah, serta
bahasa yang digunakan telah sesuai dengan ejaan
yang disempurnakan (EYD), dan komunikatif.
Data praktikalitas LKS diperoleh dari
lembar observasi keterlaksanaan LKS selama 6
kali pertemuan, angket kepraktisan LKS yang
diberikan pada pertemuan keempat, dan hasil
78
wawancara terhadap guru matematika yang
mengajar di kelas tersebut. Hasil observasi
keterlaksanaan menunjukkan bahwa LKS
berbasis masalah praktis digunakan baik segi
kemudahan penggunaan, isi, dan waktu. Hasil
angket kepraktisan LKS dikategorikan praktis.
Kepraktisan tersebut dapat dilihat dari
keterbacaan, kemudahan, dan waktu yang efektif
dan efisien dalam pemakaian LKS berbasis
masalah. Hasil angket kepraktisan LKS yang
diberikan pada pertemuan keempat dapat dilihat
bahwa uji kepraktisan LKS yang dilakukan setiap
aspek berkisar antara 74,2% sampai 95,5%.
Petunjuk pengerjaan LKS untuk materi teorema
Pythagoras mudah dipahami, LKS mudah
digunakan dalam materi teorema Pythagoras,
cara melengkapi bagian yang kosong pada LKS
mudah dipahami, ukuran dan model huruf yang
digunakan pada LKS mudah dipahami, dan
kejelasan langkah-langkah yang diberikan pada
LKS membuat siswa lebih mudah menemukan
konsep materi teorema Pythagoras dikategorikan
sangat praktis.
Pernyataan dan kalimat-kalimat pada LKS
mudah dimengerti dan gambar yang disajikan
pada LKS jelas dan dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari
dikategorikan praktis.
Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan
kegiatan pada LKS mencukupi dan sesuai dengan
jam pelajaran dikategorikan cukup praktis.
Berdasarkan uji kepraktisan yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa LKS tergolong praktis.
Hasil
wawancara
terhadap
guru
menyatakan bahwa LKS berbasis masalah praktis
digunakan dselama pembelajaran matematika
dilihat dari segi kemudahan penggunaan,
keterbacaan, isi, dan waktu.
Data efektifitas LKS diperoleh dari hasil
belajar siswa dan respon siswa. Data yang
diperoleh dari hasil belajar siswa menunjukkan
bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa
sebesar 100, dan nilai terendah adalah 61. Nilai
rata-rata kelas adalah 80,6. Nilai KKM yang
ditetapkan sekolah adalah 72. Hasil ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa di kelas
hampir merata. Dapat dilihat dari 34 siswa yang
mengikuti ulangan harian hanya 4 siswa (12%)
yang nilainya masih di bawah KKM. Ketuntasan
belajar yang diperoleh oleh siswa dengan
menggunakan LKS berbasis masalah mencapai
88%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika dengan menggunakan LKS berbasis
masalah dapat dikategorikan efektif.
Data yang diperoleh dari respon siswa
menunjukkan bahwa pada umumnya karakteristik
yang terdapat dalam LKS berbasis masalah
efektif dilakukan dalam pembelajaran. Baik dari
segi materi (isi pelajaran), LKS dan suasana
belajar dikategorikan sangat menarik, cara guru
mengajar dikategorikan menarik. LKS dan
pembelajaran berbasis masalah dikategorikan
cukup baru dikenal siswa, cara mengajar guru
dikategorikan baru dikenal siswa. Siswa
menyelesaikan LKS dikategorikan cukup mudah,
langkah-langkah yang terdapat dalam LKS
dikategorikan sangat jelas. Untuk mengikuti
pembelajaran seperti ini dan mengerjakan LKS
untuk pembelajaran selanjutnya dikategorikan
sangat berminat. Bimbingan guru pada saat
mengerjakan LKS selama kegiatan pembelajaran,
bahasa yang digunakan dalam LKS, dan petunjuk
dalam LKS dikategorikan sangat jelas.
Penampilan LKS sangat menarik. Dengan
mengerjakan LKS dapat mengetahui manfaat
mempelajari teorema Pythagoras dan belajar
menjadi bermakna dan menyenangkan dengan
megikuti pelajaran dengan berbasis masalah
dikategorikan sangat setuju.
Berdasarkan data angket respon siswa,
pada umumnya karakteristik yang terdapat dalam
LKS berbasis masalah efektif dilakukan dalam
pembelajaran. Baik itu dari segi materi (isi
pelajaran), format materi ajar, gambargambarnya, kegiatan dalam LKS, suasana
belajar, cara guru mengajar, pembelajaran yang
digunakan dan pendapat siswa mengenai
kelanjutan dari pengembangan LKS berbasis
masalah pada materi lainnya dapat diterima dan
digunakan dengan baik.
Wawancara
juga
dilakukan
untuk
mengetahui secara langsung respon siswa.
Wawancara dilakukan setelah seluruh kegiatan
belajar
mengajar
selesai
dilaksanakan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
terhadap siswa tentang efektifitas LKS berbasis
masalah diperoleh gambaran: (1) Pembelajaran
79
yang dilakukan guru pada materi teorema
Pythagoras ini menarik dibandingkan dengan
pembelajaran yang dilakukan sebelumnya;
(2) Cara mengajar guru lebih menarik pada saat
ini dari pada cara mengajar sebelumnya;
(3) Siswa berpendapat bahwa LKS berbasis
masalah ini lebih menarik digunakan dan pada
umumnya mereka menyukai pembelajaran seperti
ini;
(4)
Dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan LKS ini siswa lebih aktif dalam
pembelajaran dan pelajaran juga dapat dipahami
dengan jelas; (5) Pertanyaan-pertanyaan yang ada
dalam LKS kesulitannya cenderung sedang untuk
dikerjakan; (6) Dengan mempelajari teorema
Pythagoras menggunakan LKS berbasis masalah
siswa dapat mengetahui manfaatnya dalam
kehidupan
sehari-hari.Berdasarkan
hasil
wawancara dengan siswa terhadap pembelajaran
dengan menggunakan LKS berbasis masalah
menunjukkan bahwa LKS efektif digunakan
selama pembelajaran matematika.
Hasil wawancara terhadap guru yang
mengajar, tentang efektifitas LKS berbasis
masalah diperoleh gambaran sebagai berikut:
(1) Lembar Kerja Siswa berbasis masalah
menarik untuk dilaksanakan pada materi teorema
Pythagoras karena pembelajaran seperti ini dapat
meningkatkan motivasi, minat, dan partisipasi
siswa dalam belajar; (2) Menggunakan LKS
berbasis masalah ini menimbulkan adanya
interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan
siswa. Sehingga pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan; (3) Menggunakan LKS berbasis
masalah ini dapat mendorong siswa untuk
berfikir kritis dan kreatif melalui langkahlangkah kerja yang diperintahkan dalam LKS dan
pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan untuk
mengiringi konsep materi yang dipelajari;
(4) Dengan menggunakan LKS ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dari pada
sebelumnya. Sehingga banyak siswa yang tuntas
dalam materi teorema Pythagoras ini; (5) Konsep
yang ditemukan melalui pembelajaran juga dapat
diaplikasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa LKS berbasis masalah yang
dikembangkan memiliki karakteristik valid,
praktis, dan efektif. Walaupun telah terjadi
peningkatan hasil belajar , tetapi hal ini belum
lagi maksimal. Untuk itu peneliti menyarankan:
(1) Lembar Kerja Siswa berbasis masalah yang
valid, praktis dan efektif dapat dijadikan sebagai
pedoman bagi guru dan calon guru dalam proses
pembelajaran pada materi teorema Pythagoras;
(2) Lembar Kerja Siswa berbasis masalah ini
dapat dijadikan contoh bagi guru dan calon guru
dalam mengembangkan LKS yang lain dengan
materi pelajaran yang berbeda; (3) Penelitian ini
memiliki keterbatasan, karena efektifitas hanya
melihat hasil belajar dan respon siswa. Peneliti
selanjutnya dapat mengadakan penelitian serupa
dengan melihat kemampuan pemecahan masalah
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta
Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian.
Penerbit: Alpabeta.
Ronis, Diane. 2009. Problem Based Learning for
Math and Science. Arlington Heights,
Illnois:
Skylight
Profesional
Development.
Sanjaya. 2011. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Suryabrata,
Sumadi.
2003.
Metodologi
Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu.
Jakarta : Bumi Aksara.
Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran
Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.
80
Download