1 2 TESIS PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE ASTRID TANUMIHARDJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 3 TESIS PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE ASTRID TANUMIHARDJA NIM 1490761008 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 4 PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana ASTRID TANUMIHARDJA NIM 1490761008 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 5 LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL …………………. PEMBIMBING I PEMBIMBING II Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS Pangkahila, M.Sc, Sp.And Prof. Dr. dr. J. Alex NIP 194612131971071001 194402011964091001 NIP Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana pada Tanggal……………….. Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana 6 No:…………………………………………. Tanggal ………………… Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah: Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS Sekretaris : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And Anggota : 1. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc, Sp.GK 2. Prof. dr. IGM. Aman, SpFK 3. Dr. dr. Desak Made Wihandani, MKes 7 UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama, penulis hendak mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE dengan sebaik-baiknya. Tesis ini dibuat sebagai prasyarat menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Selama proses penelitian ini, penulis mendapat banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang telah memperkaya wawasan penulis dalam segi ilmiah maupun social yang berguna bagi hidup penulis. Semuanya itu tidak lepas dari peran serta orang-orang di sekitar penulis yang senantiasa mendukung dan membantu penulis pada saat-saat yang sulit. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan oleh karena bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana 2. Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana 3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, ketua Program Studi Biomedik, selaku penguji yang banyak memberikan penulis masukan yang bermanfaat dalam penyususan tesis ini. 4. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And, FAACS selaku pembimbing I, yang dengan sabar dan perhatian selalu membantu 8 penulis ketika menghadapi kesulitan dalam menyusun tesis ini serta atas segala masukan beliau dalam penyusunan dan perbaikan tesis ini. 5. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And selaku pembimbing II, atas segala perhatian, kesabaran dan kesediaannya untuk dihubungi setiap saat ketika penulis mengalami kesulitan serta atas masukanmasukan yang berguna dalam penyusunan dan perbaikan tesis ini. 6. Prof. dr. IGM. Aman, SpFK selaku penguji, yang dengan sabar memberikan banyak masukan serta bimbingan dalam perbaikan tesis ini 7. Dr. dr. Desak Made Wihandani, MKes selaku penguji yang telah memberikan koreksi dan masukan yang sangat berguna bagi perbaikan tesis ini. 8. Drs. Ketut Tunas selaku staf pengajar statistik Pasca Sarjana Biomedik Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam membaca data dan mengolah statistik penelitian. 9. Seluruh dosen Pascasarjana Biomedik Universitas Udayana yang tlah membimbing penulis dalam menempuh pendidikan dari awal hingga selesainya tesis ini 10. Seluruh staf Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine Universitas Udayana yang selalu siap membantu ketika penulis mengalami kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan tesis. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Edy, Geg Wah, Geg Eni, Mbok Amie, Mbok Yethi dan seluruh staff lainnya atas kebaikan yang penulis terima. 11. Seluruh peserta yang telah bersedia menjadi sampel penelitian penulis atas kerjasama selama penelitian berlangsung, sehingga tesis dapat penulis selesaikan dengan baik. 9 12. Kedua orang tua, tunangan, kakak serta seluruh keluarga dan sahabat penulis atas semua dukungan, doa, pengertian dan kasih yang tiada taranya kepada penulis selama masa pendidikan hingga penyelesaian tesis. 13. dr. Cheria Valentina, dr. Adeline Ivana Dewi, dr. Sissy Yunita, dr. Monica Pranoto, dr. Astrid Karina, dr. Ivonne Kurniawan, dr. Ellen Destrisa, sebagai sejawat sekaligus sahabat yang berjuang bersama sejak awal kuliah hingga selesainya tesis ini 14. Teman sejawat mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine angkatan IX atas kekompakan, perhatian dan dukungan yang tiada henti untuk satu sama lain. 15. Semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak sangatlah diharapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran terutama di bidang Anti-Aging Medicine (AAM) dan bagi masyarakat luas. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Denpasar, 2 Juni 2016 Penulis 10 ABSTRAK PEMBERIAN VITAMIN E ORAL TIDAK BERPENGARUH TERHADAP KADAR ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE Hormon estrogen memiliki peranan penting dalam kehidupan wanita, diantaranya membantu perkembangan karakteristik seks sekunder wanita, mengatur fungsi reproduksi (menstruasi, libido, kesuburan). Oleh sebab itu, penurunan hormon estrogen pada wanita dapat mengakibatkan menopause. Organ tubuh manusia yang mengandung reseptor estrogen di antaranya adalah otak, hati, payudara, kulit, tulang serta pembuluh darah. Bila terjadi penurunan hormon estrogen (menopause), organ-organ tersebut akan memberikan reaksi yang menimbulkan gejala-gejala menopause. Salah satu suplemen mikronutrien yang berguna dalam mengatasi gejala menopause adalah Vitamin E. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari pemberin Vitamin E oral terhadap kadar hormon estradiol pada wanita menopause. Penelitian ini merupakan penelitian double blind randomized clinical trial dengan menggunakan Pre-Post Test Control Group Design. Data dikumpulkan dari 31 wanita menopause. Semua subyek diambil darahnya pada awal dan akhir penelitian untuk diperiksakan kadar hormon Estradiol (E2). Subyek dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok kontrol terdiri dari 15 orang dan kelompok perlakuan terdiri dari 16 orang. Kelompok kontrol diberikan plasebo (vitamin B1/tiamin) dan kelompok perlakuan diberikan vitamin E (tokoferol) untuk dikonsumsi setiap hari selama 12 minggu. Masing-masing kelompok diberikan vitamin untuk satu minggu, sehingga terjadi pertemuan dengan peneliti selama 12 kali. Uji perbandingan setelah diberi perlakuan mendapatkan rerata kadar estrogen kelompok kontrol adalah 13,283,27 dan kelompok perlakuan adalah 12,030,61. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai U= 91,50 dan nilai p= 0,160 yang berarti bahwa rerata kadar estrogen pada kedua kelompok setelah diberi perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Pada akhir penelitian, didapatkan rerata kadar estrogen kelompok kontrol mengalami penurunan dari 17,586,50 menjadi 13,283,27 dan rerata kadar estrogen kelompok perlakuan mengalami penurunan dari 15,792,84 menjadi 12,030,61. Analisis kemaknaan dengan menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan penurunan tersebut secara statistik signifikan (p<0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Vitamin E oral tidak mempengaruhi kadar hormon estradiol (E2) pada wanita menopause. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar bagi penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik dalam mempelajari terapi untuk mengatasi keluhan wanita menopause. Kata kunci Vitamin E, estrogen, estradiol, menopause 11 ABSTRACT ORAL VITAMIN E HAD NO EFFECT ON ESTRADIOL HORMONE IN POSTMENOPAUSAL WOMEN Estrogen hormone holds an important role in women’s life, including help promoting secondary sex characteristic, regulates reproductive function (i.e. menstruation, libido, fertility). Thus, decrease estrogen hormone in women leads to menopause. Human organ which contain estrogen receptor include brain, liver, breast, skin, bones and also blood vessels. Therefore, if decrease in estrogen hormone happens (menopause), those organs will give reaction which cause menopausal symptoms. One of the micronutrients supplement which are being said have a role in overcome menopausal symptoms is Vitamin E. The aim of this research is to figure out the effect of oral Vitamin E against estradiol hormones in menopausal women. This study was a double blind randomized clinical trial research with PrePost Test Control Group Design. The data was gathered from 31 menopausal women. At the beginning and the end of the research, blood samples were taken from all the subjects to test their Estradiol (E2) hormone. Subjects were divided into two groups, 15 people as control group and 16 people as experimental group. For 12 weeks, the control group was given placebo (Vitamin B1/Thiamine) and the experimental group was given Vitamin E (Tocopherol) to be consumed daily. Each group was given vitamin every week, thus there were 12 times meeting between researcher and subject. The comparison test after the treatment, showed that the mean of Estrogen level in the control group was 13.283.27 and the mean in the experimental group was 12.030.61. Analyis of significance using Mann-Whitney test showed the U = 91.50 and the p = 0.160. This means that the mean of Estrogen level on the two groups after the treatment did not have a statistically significant difference (p>0.05). The findings at the end of the study showed that the mean of Estrogen level in the control group was decreased from 17.586.50 to 13.283.27 and the mean of Estrogen level in the experimental group was decreased from 15.792.84 to 12.030.61. Analysis of significance using Wilcoxon test showed that the decrease was statistically significant (p<0.05). It was concluded that oral Vitamin E had no effect on estradiol (E2) hormone level in menopausal women. The result of this research is expected to be used as a basic of further and a more specific research that studied therapy to overcome menopausal symptoms. Keywords Vitamin E, estrogen, estradiol, menopause 12 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM………………………………………………………………...i LEMBAR PERSYARATAN GELAR MAGISTER……………………………...ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………….iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………….iv LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………..v ABSTRAK………………………………………………………………………viii ABSTRACT………………………………………………………………………ix DAFTAR ISI………………………………………………………………………x DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xiv DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………...xv DAFTAR LAMBANG………………………………………………………….xvi DAFTAR LAMPIRAN…..……………………………………………………..xvii BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………...1 I.1. Latar Belakang………………………………………………………...1 I.2. Rumusan Masalah……………………………………………………..5 I.3. Tujuan Penelitian……………………………………………………...6 I.4. Manfaat Penelitian…...…………………………………….………….6 BAB II. KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………..7 II.1. Penuaan……………………………………………………………….7 II.1.1. Definisi Penuaan……………………………………………7 II.1.2. Faktor Penuaan……………………………………………..7 II.1.3. Teori Proses Penuaan………………………………………8 II.1.4. Perubahan Sistem Tubuh Pada Proses Menua…………….11 II.2. Sistem Reproduksi Wanita………………………………………….11 II.3. Estrogen……………………………………………………………..14 II.3.1. Struktur, Sintesis dan Sekresi……………………………..14 II.3.2. Fungsi dan Efek…………………………………………...15 II.3.3. Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita…………………..17 II.4. Menopause…………………………………………………………..17 13 II.4.1. Definisi menopause……………………………………….17 II.4.2. Klimakterium dan Menopause……………………………18 II.4.3. Patofisiologi Menopause…………..……………………...20 II.4.4. Gejala Menopause………………………………………...22 II.4.5. Terapi Menopause………………………………………...23 II.5. Vitamin E……………………………………………………………24 II.5.1. Definisi Vitamin E………………………………………...24 II.5.2. Fungsi Vitamin E………………………………………….25 II.5.3. Dosis Vitamin E.…………………………………………..26 II.5.4. Vitamin E Dan Menopause……….....................................27 BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN……………………………………………………………………29 III.1. Kerangka Berpikir………………………………………………….29 III.2. Konsep……………………………………………………………...30 III.3. Hipotesis……………………………………………………………30 BAB IV. METODE PENELITIAN……………………………………………...31 IV.1. Rancangan Penelitian………………………………………………31 IV.2. Lokasi dan Waktu………………………………………………….31 IV.3. Populasi dan Sampel……………………………………………….31 IV.3.1. Populasi…………………………………………………..31 IV.3.2. Sampel……………………………………………………31 IV.3.3.Besar Sampel……………………………………………..32 IV.3.4.Teknik Penentuan Sampel………………………………...33 IV.4. Variabel Penelitian…………………………………………………33 IV.4.1. Variabel Bebas…………………………………………...33 IV.4.2. Variabel Tergantung……………………………………..33 IV.4.3. Variabel Terkendali……………………………………...33 IV.5. Definisi Operasional Variabel……………………………………...34 IV.6. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………….35 IV.7. Prosedur dan Alur Penelitian……………………………………....36 IV.7.1. Prosedur Penelitian……………………………………....37 IV.7.2. Pemberian Perlakuan………………………………….....38 IV.7.3. Alur Penelitian……………………………………...........39 14 IV.7.4. Prosedur Pengambilan Data……………………………...40 IV.8. Analisis Data……………………………………………………….40 BAB V. HASIL PENELITIAN…………………………………………………..41 V.1. Analisis Deskriptif...………………………………………………...41 V.2. Uji Normalitas Data………………………………………………...42 V.3. Uji Komparabilitas Data…………………………………………….42 V.3.1. Analisis Komparabilitas Sebelum Perlakuan……………..42 V.3.2. Analisis Komparabilitas Setelah Perlakuan……………....43 V.4. Uji Efek Perlakuan………………………………………………….44 BAB VI. PEMBAHASAN PENELITIAN………………………………………46 VI.1. Subyek Penelitian…………………………………………………..46 VI.2. Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Kadar Hormon Estradiol pada Wanita Menopause………………………………………………....47 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….51 VII.1. Kesimpulan………………………………………………………..51 VII.2. Saran……………………………………………………………....51 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………52 LAMPIRAN……………………………………………………………………...56 15 DAFTAR TABEL 2.1. Recommended Daily Allowance Vitamin E.………………………………..26 5.1. Hasil Analisis Deskriptif…………………………………………………….41 5.2. Hasil Uji Normalitas Data Kadar Estrogen………………………………….42 5.3. Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Antar Kelompok Sebelum Diberi Perlakuan…………………………………………………………………………43 5.4. Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Antar Kelompok Setelah Diberi Perlakuan…………………………………………………………………………43 5.5. Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Antar Kelompok Sebelum dan Setelah Diberi Perlakuan pada Masing-Masing Kelompok………………………………44 16 DAFTAR GAMBAR 2.1. Mekanisme Umpan Balik Secara Umum……….…………………………...13 2.2. Pengaturan Aktivitas Hormon Ovarium………….………………………….14 2.3. Sintesis Estradiol………………………………….…………………………15 2.4. Kadar Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita……………………………..17 2.5. Fase Klimakterium………………………………….……………………….20 2.6. Patofisiologi Menopause………..…………………….……………………..21 2.7. Patofisiologi Transisi Menopause…………………….……………………..22 2.8. Struktur Kimia Vitamin E…………………………….……………………..25 4.1. Skema Rancangan Penelitian………………………………………………..31 4.2. Skema Alur Penelitian….………………………………...………………….39 5.1. Grafik Perbandingan Kadar Estrogen Sebelum dan Setelah Perlakuan Antar Kelompok………………………………………………………………………...45 17 DAFTAR SINGKATAN IGF-1 : Insulin-like Growth Factor DHEA : Dehydroepiandrosterone T3 : Triiodothyronine PTH : Parathyroid Hormone IU : International Unit PGE2 : Prostaglandin E2 PGI2 : Prostaglandin I2 AAM : Anti-Aging Medicine HbA1C: Hemoglobin A1C (Glycated Haemoglobin) g : Gram µL : mikro Liter 18 DAFTAR LAMBANG α : Alfa β : Beta γ : Gamma δ : Delta 19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Pola Hidup………………………………………………55 Lampiran 2. Surat Keterangan Isi Kandungan E400®…………………………..58 Lampiran 3. Informed Consent…………………………………………………..59 Lampiran 4. Case Report Form…………………………………………………..62 Lampiran 5. Surat Pernyataan untuk Pelaksaan Penelitian………………………63 Lampiran 6. Pengemasan Ulang Vitamin E dari Sofgel….……………………...64 Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif…………………………………………...65 Lampiran 8. Uji Normalitas Data………………………………………………...66 Lampiran 9. Uji Mann-Whitney kadar Estradiol antar kelompok Sebelum dan Setelah Perlakuan………………………………………………………………...66 Lampiran 10. Uji Wilcoxon kadar Estradiol masing-masing kelompok Antara Sebelum dan Setelah Perlakuan………………………………………………….67 20 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup. Manusia menganggap bahwa menjadi tua merupakan hal yang harus terjadi, sudah ditakdirkan dan merupakan masalah yang harus dialami. Namun dengan adanya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, ditemukan konsep baru berupa kekhususan Ilmu Kedokteran Anti-Penuaan atau Anti Aging Medicine (AAM). Konsep tersebut mengemukakan bahwa proses penuaan merupakan penyakit yang, seperti penyakit lainnya, dapat diobati dan dicegah. Inilah pandangan baru yang harus ditanamkan pada manusia masa kini, yaitu usia boleh bertambah namun kemampuan fisik dan psikis tetap baik sehingga kualitas hidup juga tetap baik. Penuaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal (radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, genetik) dan faktor eksternal (gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress, kemiskinan) (Pangkahila, 2007). Gangguan hormon yang terjadi pada tubuh seseorang yang menua di antaranya adalah penurunan hormon-hormon (IGF-1, DHEA, testosterone, T3), 1 21 peningkatan PTH dan homosistein serum, serta terjadinya “ovarian failure” pada wanita di mana kadar hormon-hormon ovarium menurun (Setiati et al., 2009). Salah satu hormon ovarium yang menurun pada proses penuaan adalah hormon estrogen. Hormon estrogen memiliki peranan penting dalam kehidupan wanita, diantaranya mempromosikan perkembangan karakteristik seks sekunder wanita serta bentuk tubuh wanita (payudara dan pinggul), serta berperan dalam pengaturan siklus menstruasi, lubrikasi vagina, mempengaruhi libido wanita, hingga menginisiasi ovulasi (Pangkahila, 2015). Sedangkan pada pria, hormon estrogen dibutuhkan untuk meregulasi fungsi reproduksi yang penting untuk maturasi sperma dan juga diperlukan untuk libido yang sehat (Pangkahila, 2015). Oleh sebab itu, penurunan dari hormon estrogen dapat memberikan efek dan keluhan yang dapat diperburuk oleh gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang berolahraga, nutrisi yang tidak adekuat, kurang tidur, efek samping obat tertentu serta keracunan karena lingkungan tidak sehat (Pangkahila, 2007). Penurunan hormon estrogen pada wanita berdampak pada sebuah masa yaitu menopause, yang ditandai dengan gejolak panas (“hot flushes”), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, berdebar-debar, mudah tersinggung, depresi, sulit tidur, hingga risiko aterosklerosis dan osteoporosis yang meningkat (Jacoeb, 2009). Arti dari menopause adalah berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya, umumnya terjadi pada median usia 50-51 tahun. Namun bukan hanya sekadar menstruasi yang berhenti, melainkan juga meliputi munculnya gejala- 22 gejala yang jika dibiarkan dapat mengganggu kualitas hidup (Pangkahila, 2007; Setiati dan Laksmi, 2009). WHO mencatat bahwa wanita menopause berjumlah sekitar 467 juta jiwa di dunia pada tahun 1990 dan diperkirakan jumlah tersebut akan melonjak mencapai 1.2 milyar jiwa pada tahun 2030 (Hill, 1996). Rata-rata wanita Indonesia memasuki masa menopause sekitar usia 50 tahun. Namun sebagian wanita dapat mengalaminya pada usia lebih awal atau lebih lanjut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kapan terjadinya menopause, yaitu faktor fisik dan psikis seperti operasi ovarium, stress, gaya hidup, obat-obatan (Pangkahila, 2007; Setiati dan Laksmi, 2009). Untuk meredakan gejala menopause, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan seorang wanita. Terapi sulih hormon merupakan pilihan utama dengan menormalkan kembali kadar-kadar hormon yang tidak seimbang. Selain itu, melakukan aktivitas fisik yang rutin juga dapat membantu meringankan gejala menopause. Makanan seperti buah-buahan, serta suplemen yang mengandung antioksidan dan vitamin juga dapat membantu meringankan gejala menopause. Terapi konvensional terhadap gejala menopause adalah Hormone Replacement Therapy (HRT). Namun akibat dari beberapa efek samping seperti breast tenderness dan pendarahan, serta adanya risiko kanker payudara dan tromboemboli, tercetus pencarian terhadap terapi alternatif yang efektif dan aman dalam menanggulangi gejala menopause (Miquel, 2006; Ziaei, 2007). Salah satu dari alternatif tersebut adalah penggunaan suplemen vitamin. Ada banyak keuntungan yang secara teori dikaitkan dengan pemberian vitamin 23 pada wanita menopause (Palmas, 2006). Vitamin E telah direkomendasikan sebagai terapi bagi hot flush pada beberapa studi di masa lampau (Ziaei, 2007). Dosis yang dianjurkan adalah 400-800 IU/hari (Kasper et al., 2005). Vitamin E memiliki karakteristik farmakologis sebagai antioksidan kuat penginhibisi oksidasi, antiinflamasi dan menghambat aktivasi protein kinase-C, juga meningkatkan pelepasan prostasiklin sehingga membantu dilatasi pembuluh darah dan menurunkan agregasi trombosit (Dennehy dan Tsourounis, 2010). Terdapat beberapa teori mengenai mekanisme vitamin E dalam memperbaiki kadar estradiol dan ovarium. Vitamin E dikatakan dapat meningkatkan fungsi adrenal sehingga dapat meningkatkan produksi hormon, terutama estrogen (Doshi dan Agarwal, 2013). Sifat antioksidan dari vitamin E dapat mencegah stress oksidatif yang dapat memperbaiki fungsi endokrin hipofisis serta mencegah kerusakan ovarium (Mehranjani et al., 2010; Molavi et al., 2014). Selain itu, vitamin E dikatakan dapat meningkatkan produksi PGE2 dan PGI2 untuk memodulasi aktivitas aromatase pada jaringan adiposa (salah satunya pada payudara) yang dapat meningkatkan konsentrasi serum estradiol (Palmas, 2006; Traber dan Atkinson, 2007). Dalam sebuah review article mengenai efek menguntungkan dari vitamin E pada menopause, ditemukan hasil yang berlawanan. Studi yang mempelajari pemberian 400IU vitamin E selama 4 minggu pada wanita sehat yang mendapatkan hasil yang positif mengenai pengurangan hot flushes. Sedangkan studi lain yang mempelajari pemberian 800IU vitamin E terhadap wanita menopause yang pernah mengidap kanker payudara selama 4 minggu tidak 24 mendapatkan hasil signifikan dari pengurangan hot flushes (Dennehy dan Tsourounis, 2010). Selain itu, beberapa data lain menyatakan bahwa vitamin E tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar hormon estrogen. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat membandingkan pemberian conjugated estrogen, suplementasi vitamin E dan conjugated estrogen yang diberikan bersamaan dengan vitamin E pada wanita postmenopause. Hasil yang ditemukan adalah bahwa pemberian vitamin E saja tidak meningkatkan hormon estrone dan 17-βestradiol secara signifikan, jika dibandingkan dengan pemberian conjugated estrogen (Kong Koh et al., 1999). Penelitian yang dilakukan pada wanita yang mengidap kanker payudara dan diberikan tamoxifen, pemberian vitamin E tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap level total estrogen (Peralta et al., 2008). Oleh karena kontroversi dari data-data tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari pemberian suplemen vitamin E dalam pengaruhnya dengan kadar hormon estrogen pada wanita menopause. Pada penelitian ini, dua intervensi (plasebo dan suplemen vitamin E) akan diberikan selama 12 minggu. Diharapkan dengan pemberian suplemen vitamin E, kadar estrogen (yang diukur dalam bentuk estradiol) pada wanita menopause dapat meningkat sehingga dapat mengurangi gejala menopause dan akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup. I.2. Rumusan Masalah Apakah pemberian suplemen vitamin E secara oral dapat meningkatkan kadar estradiol wanita post-menopause? 25 I.3. Tujuan Penelitian Untuk membuktikan efek dari suplemen vitamin E secara oral dalam meningkatkan kadar estradiol pada wanita post-menopause. I.4. Manfaat Penelitian Data-data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam memberikan informasi ilmiah mengenai vitamin E oral dalam kaitannya dengan meningkatkan kadar estradiol. 26 BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1. Penuaan (Aging) II.1.1. Definisi Penuaan Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi frail (lemah, rentan) diakibatkan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial (Setiati et al., 2009). Secara garis besar, ilmu gerontologis menyebutkan bahwa bertambahnya umur (aging) merupakan sebuah proses yang berkaitan dengan waktu, di mana tubuh mengalami perubahan secara bertahap. Di saat seseorang menjadi tua (senescence), kemampuan sel dalam tubuhnya untuk membelah dan berkembang untuk memperbaiki diri serta mempertahankan fungsi normal menghilang sehingga seiring waktu dapat menyebabkan kematian. Selama penuaan, setiap sistem organ dalam tubuh mengalami penurunan kemampuan untuk mempertahankan homeostatis yang dikenal dengan istilah homeostenosis (Setiati et al., 2009). II.1.2. Faktor Penuaan Beberapa faktor yang mempengaruhi proses penuaan yang dialami seseorang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor 7 27 internal yaitu radikal bebas, berkurangnya hormon, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, penurunan sistem kekebalan tubuh, serta genetik. Faktor eksternal yang utama yaitu gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress, kemiskinan (Pangkahila, 2007). Faktor-faktor tersebut di atas itulah yang membuat seseorang menjadi tua, sakit dan akhirnya meninggal. Oleh sebab itu bila faktor penyebab tersebut dapat dihindari, dicegah, diperlambat, maka kualitas hidup seseorang saat mengalami penuaan dapat dipertahankan. Selanjutnya, usia harapan hidup bisa menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). II.1.3. Teori Proses Penuaan Teori proses penuaan yang dialami manusia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, teori wear and tear dan teori program (Pangkahila, 2007). Prinsip dari teori wear and tear adalah tubuh menjadi lemah lalu meninggal akibat penggunaan dan kerusakan yang terjadi terus-menerus. Penggunaan organ tubuh yang secara biasa (tidak dengan penyalahgunaan) pada akhirnya akan terakumulasi dan menyebabkan kerusakan. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan dengan cara merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2007). Teori wear and tear sendiri meliputi beberapa teori, yaitu teori kerusakan DNA, teori glikosilasi, teori radikal bebas (Pangkahila, 2007; Setiati et al., 2009): 28 1. Teori kerusakan DNA mengemukakan bahwa proses penyembuhan tingkat molekuler yang tidak sempurna mengakibatkan penimbunan kerusakan molekul terus-menerus. Kerusakan dapat berupa strand break, covalent modification dan/atau chromosomal rearrangement yang dapat diakibatkan oleh radiasi (UV), polutan, asap rokok, mutagen kimia maupun free radical dan proses glikosilasi. Gangguan repair (penyembuhan) ini dapat menyebabkan accelerated aging (percepatan proses penuaan). 2. Teori glikosilasi mengemukakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein, yang disebut advance glycation end product (AGEs), menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain termodifikasi sehingga menyebabkan penuaan. AGEs akan menumpuk pada jaringan seperti kolagen (kekakuan arteri), lensa mata (mengakibatkan katarak). Hal-hal tersebut umumnya dialami lebih cepat oleh penderita Diabetes, oleh sebab itu Diabetes sering dianggap sebagai model biologik penuaan dini. 3. Teori radikal bebas menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan komponen penting seluler (protein, DNA, lipid) sehingga menjadi tidak berfungsi dan mengganggu fungsi sel lain. Radikal bebas merupakan molekul sebagai bahan yang dihasilkan selama terjadi metabolisme seluler normal, seperti radikal superoxide, hydroxyl, 29 purine dan pyrimidine. Pengaruh radikal bebas secara molekuler berupa serangkaian peristiwa yang menyebabkan oksidasi organik oleh oksigen molekuler. Mengakibatkan kerusakan fungsi seluler melalui mutasi DNA, cleavage of DNA dan agregasi biomolekul melalui crosslinking reaction. Teori program meliputi teori terbatasnya replikasi sel, proses imun dan teori neuroendokrin (Pangkahila, 2007; Setiati et al., 2009): 1. Teori terbatasnya replikasi sel Pada setiap DNA, di ujungnya terdapat telomer yang terdiri dari hexanucleotide. Dalam replikasi sel, telomer akan memendek setiap terjadi pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer yang terpakai maksimal dan akhirnya pembelahan sel berhenti. Mekanisme tersebut menyatakan bahwa telomer menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya rentang usia organisme (manusia) sendiri. 2. Proses imun Berhubungan dengan involusi kelenjar thymus. Kelenjar sumber sel T penting bagi sistem imun. Seiring usia, fungsi sel T menurun walaupun jumlahnya tidak berkurang secara dramatis. Sel T memproduksi limfokin (interleukin). Pada kelainan yang terjadi pada usia lanjut, interleukin yang berperan. 3. Teori neuroendokrin Berdasarkan peranan hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan organ yang dikendalikan hipotalamus. Hipotalamus 30 membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu kemudian mengeluarkan hormon. Pada saat manusia menjadi tua, produksi hormon menjadi lebih sedikit dan kadarnya menurun sehingga fungsi tubuh terganggu. Salah satu contoh jelasnya adalah menopause, dimana menurunnya estrogen menyebabkan menopause (menunjukkan kegagalan fungsi ovarium akibat proses penuaan, selanjutnya kualitas hidup dapat menurun akibat berbagai keluhan yang muncul) II.1.4. Perubahan Sistem Tubuh Pada Proses Menua Beberapa perubahan yang terjadi akibat proses penuaan terdapat pada seluruh sistem tubuh, meliputi sistem kognitif, imun, penglihatan, penghiduan, pendengaran dan keseimbangan, sistem saraf (pusat dan perifer) hingga gangguan kardiovaskular, muskuloskeletal dan sistem endokrin (Setiati et al., 2009). Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin dalam proses penuaan adalah toleransi glukosa terganggu, di mana hal tersebut ditandai dengan kadar gula darah puasa dan postprandial yang meningkat, serum insulin dan HbA1C yang meningkat serta berkurangnya IGF-1. Selain daripada itu, terjadi penurunan hormon DHEA, testosteron (bebas dan bioavailable) dan T3 disertai peningkatan PTH dan homosistein serum. Penurunan produksi vitamin D oleh kulit dan “ovarian failure” yang disertai dengan penurunan hormon ovarium (Setiati et al., 2009). II.2. Sistem Reproduksi Wanita Aktivitas dari sistem reproduksi wanita dikontrol oleh hormon yang melibatkan interaksi antara sekresi dari hipofisis dan gonad. Namun reproduksi 31 wanita jauh lebih rumit dibandingkan pria, sebab harus mengkoordinasi siklus ovarium dan uterus. Hormon yang bersirkulasi mengontrol siklus reproduksi wanita, mengkoordinasi siklus uterin dan ovarium untuk memastikan fungsi reproduksi tepat (Martini, 2006b). Hormon-hormon reproduksi pada wanita meliputi (Martini, 2006a): 1. Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) Berasal dari hipotalamus, menstimulasi produksi Gonadotropin. 2. Gonadotropin Terdiri dari Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), berfungsi meregulasi aktivitas dari gonad (testis dan ovarium). FSH bertugas mempromosikan perkembangan folikel pada wanita, bersama dengan LH menstimulasi sekresi estrogen dan progesteron melalui ovarium. LH bertugas untuk menginduksi ovulasi. Produksi FSH diinhibisi oleh inhibin (hormon peptida yang dilepaskan oleh sel di testis dan ovarium). 3. Estrogen Diproduksi oleh ovarium, distimulasi oleh FSH dan LH. Estradiol merupakan bentuk yang paling penting. Berfungsi untuk mendukung maturasi folikel, karakteristik seks sekunder wanita. 4. Progesteron 32 Diproduksi oleh korpus luteum, distimulasi oleh FSH dan LH. Bertugas mempersiapkan uterus untuk implantasi dan mempersiapkan kelenjar payudara untuk sekresi. Gambar 2.1. Mekanisme Umpan Balik Secara Umum (Martini et al., 2006a) Mekanisme umpan balik (feedback) merupakan pengaruh hormon steroid seks terhadap hipotalamus-hipofisis. Profil hormon yang seimbang dari siklus yang baik ditentukan oleh keberhasilan sistem umpan balik antara ovarium dan hipotalamus-hipofisis (Jacoeb, 2009). 33 Gambar 2.2. Pengaturan Aktivitas Hormon Ovarium (Martini et al., 2006b) II.3. Estrogen II.3.1. Struktur, Sintesis dan Sekresi Estrogen terdapat pada laki-laki dan perempuan, namun kadarnya pada wanita usia reproduktif secara signifikan lebih tinggi sehingga disebut sebagai hormon seks primer wanita (Pangkahila, 2015). Estrogen merupakan hormon steroid dengan 10 atom C dan dibentuk terutama dari 17-ketosteroid androstendion. Selain di ovarium, estrogen juga disintesis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan susunan saraf pusat (Jacoeb, 2009). Estrogen yang dihasilkan oleh adrenal disebut juga estrogen residu. Metabolismenya terutama melalui esterifikasi ke glukoronida atau sulfida, dan 34 pengeluarannya melalui tinja. Pada organ sasaran seperti uterus, vagina, serviks, payudara maupun hipofisis, hipotalamus, estrogen diikat reseptor yang terdapat dalam sitoplasma dan diangkut ke dalam inti sel (Jacoeb, 2009). Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estron (E1) dan estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan khasiat biologis dari ketiga hormon tersebut E2:E1:E3 = 10:5:1 (Jacoeb, 2009). Estradiol merupakan estrogen utama yang diproduksi oleh ovarium sebelum menopause (Pangkahila, 2015). Selain itu, estradiol merupakan jenis estrogen yang berjumlah paling banyak dan memiliki efek jelas pada jaringan target (Martini et al., 2006b). Estradiol merupakan hormon yang dominan sebelum ovulasi. Dalam sintesis estradiol, androstenedion pertama-tama dikonversi menjadi testosterone yang kemudian dikonversi menjadi estradiol oleh enzim aromatase. Sintesis dari estron dan estriol langsung dari androstenedion (Martini et al., 2006). Gambar 2.3. Sintesis estradiol (Martini et al., 2006b) II.3.2. Fungsi dan Efek Fungsi-fungsi dari estrogen dalam tubuh (Martini, 2006b; Jacoeb, 2009): 35 1. Estradiol memicu proliferasi serta menginisiasi perbaikan dan perkembangan endometrium, juga memperkuat kontraksi otot uterus. 2. Estradiol yang meningkat pada fase folikuler akan meninggikan sekresi getah serviks, dan pada saat ovulasi akan membantu getah serviks menjadi lebih encer dan bening sehingga memudahkan penyesuaian, memperlancar perjalanan spermatozoa dan meninggikan kelangsungan hidup. 3. Estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan produksi getah dan meningkatkan kadar glikogen, sehingga terjadi peningkatan produksi asam laktat oleh bakteri Doderlein. Hal ini menurunkan pH sehingga menurunkan risiko terjadinya infeksi. 4. Estradiol memicu sintesis selain reseptor FSH dalam sel-sel granula, juga reseptor LH dalam sel-sel teka. Selain itu, juga mengatur kecepatan pengeluaran ovum dan mempersiapkan spermatozoa dalam genitalia wanita agat dapat menembus selubung ovum. 5. Estradiol menstimulasi pertumbuhan otot dan tulang 6. Estradiol menjaga karakteristik seks sekunder wanita (distribusi rambut tubuh dan lokasi deposit jaringan adiposa seperti payudara dan pinggul) 7. Estradiol mempengaruhi aktivitas Sistem Saraf Pusat (SSP) terutama pada hipotalamus, di mana estrogen berfungsi untuk meningkatkan dorongan seksual 36 8. Estradiol menjaga fungsi dari kelenjar dan organ reproduksi aksesorium II.3.3. Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita Pada masa kehidupan seorang wanita, kadar hormon estrogen akan berubah-ubah sesuai masa reproduksinya. Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi akibat perbedaan kadar hormon estrogen ini perlu diketahui wanita sehingga dapat mempersiapkan diri bila mengalaminya (Iswayuni, 2011). Gambar 2.4. Kadar Estrogen pada Masa Kehidupan Wanita (Rachman,2009) II.4. Menopause II.4.1. Definisi Menopause Menopause berarti berhentinya siklus menstruasi selamanya. Rata-rata wanita Indonesia memasuki masa menopause berusia 50 tahun. Tetapi beberapa dapat mengalaminya lebih awal atau lebih akhir. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor fisik dan psikis. Penyakit tertentu, operasi indung telur, stres, obat-obatan serta gaya hidup adalah faktor-faktor yang mempengaruhi (Pangkahila, 2007). 37 Diagnosis menopause dapat dibuat setelah terdapat amenorea sekurangkurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang. Menopause memiliki hubungan dengan menarche. Semakin dini menarche terjadi, semakin lambat menopause timbul dan sebaliknya. Pada abad ini, umumnya nampak bahwa menarche semakin dini timbul dan menopause semakin lambat terjadi, sehingga masa reproduksi menjadi lebih panjang (Sastrawinata, 2009). II.4.2. Klimakterium dan Menopause Masa klimakterium dapat dibagi menjadi (Pangkahila, 2007; Setiati dan Laksmi, 2009; Setiyohadi, 2009): 1. Masa pramenopause Sekitar 10 tahun sebelum terjadinya menopause, perubahan telah terjadi berupa ketidakteraturan siklus menstruasi. Fase pramenopause biasanya dimulai pada usia 40 tahun, ditandai dengan ketidakteraturan siklus haid (memanjang, sedikit atau banyak) yang kadang disertai rasa nyeri. Pada fase ini, kadar FSH dan estrogen tinggi, namun kadar LH normal. 2. Masa perimenopause Merupakan masa peralihan dari pramenopause menuju menopause, yang ditandai dengan siklus haid yang semakin tidak teratur (lebih pendek atau lebih panjang) dan 40% bersifat anovulatorik dengan jumlah pendarahan yang bervariasi (lebih banyak atau lebih sedikit), di mana kadar FSH, LH 38 dan estrogen bervariasi. Pada fase ini, gejala vasomotor kadang sudah timbul. 3. Masa menopause Pada fase menopause (berhentinya haid), jumlah folikel yang mengalami atresia semakin banyak dimana kadar FSH tinggi (>40nIU/ml) dan estradiol rendah (<30pg/ml). Seseorang dikatakan menopause bila sudah 1 tahun amenorea. 4. Masa pascamenopause Pada fase pascamenopause, kadar estrogen dan androgen berkurang namun bukan tidak ada sama sekali. Kadar estradiol berkisar antara 2030pg/ml dan gonadotropin meningkat karena produksi inhibin oleh folikel berhenti. Kadar estradiol yang rendah menyebabkan atrofi endometrium dan tidak terjadi haid lagi. Ovarium tetap mensekresi testosterone androstenedion yang diproduksi kelenjar adrenal, sedangkan pembentukan estrogen ekstraglandular (terutama pada jaringan adiposa, dalam bentuk estron) menjadi jalur utama sintesis estrogen pascamenopause. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ovarium selama masa klimakterium termasuk sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya interaksi hipotalamushipofisis. Diawali oleh kegagalan fungsi korpus luteum dan diikuti menurunnya produksi steroid ovarium yang menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik 39 negatif terhadap hipotalamus. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya FSH dan LH. Secara endokrinologis, masa klimakterium ditandai dengan turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin (Jacoeb, 2009). Gambar 2.5. Fase Klimakterium (Sastrawinata, 2009) II.4.3. Patofisiologi menopause Pembentukan oosit seorang wanita mencapai puncaknya pada usia gestasi 20 minggu. Jumlah itu akan menurun secara bertahap sepanjang hidup diakibatkan oleh proses ovulasi pada tiap siklus menstruasi dan apoptosis. Proses tersebut terus-menerus terjadi hingga wanita mencapai usia 50, di mana jumlah dan fungsi folikel ovarium mencapai jumlah kritis dan mengakibatkan insufisiensi korpus luteum, siklus menstruasi anovulaktorik yang akhirnya akan menjadi oligomenorea. Proses tersebut bernama deplesi folikel primordial (Sherwood, 2004; Speroff, 2005; Iswayuni, 2011). Seorang wanita dikatakan telah memasuki masa menopause saat folikel sudah tidak tersedia lagi. Namun selain habisnya folikel, berat ovarium juga menurun hingga setengah sampai sepertiga dari berat sebelumnya. Proses penuaan juga mengubah sistem vaskularisasi sehingga mengakibatkan terjadinya sklerosis sistem pembuluh darah ovarium. Teori terbaru menyatakan bahwa menopause 40 bukan hanya diakibatkan oleh penuaan ovarium, namun juga oleh penuaan hipotalamus. Menopause didahului oleh beberapa periode progresif dari kegagalan ovarium yang ditandai oleh menurunnya level estrogen. Produksi ovarium estrogen menurun hingga tidak ada lagi. Proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak mampu lagi menjawab rangsangan hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid. Namun, wanita postmenopausal sebetulnya masih memiliki estrogen yang berasal dari jaringan adiposa, liver dan korteks adrenal. Estrogen juga berfungsi untuk membantu memodulasi aksi dari epinefrin dan norepinefrin pada dinding arteri. Berkurangnya estrogen pada masa menopause mengakibatkan kontrol dari aliran darah tidak stabil, terutama pada pembuluh. Peningkatan aliran darah melalui pembuluh ini yang akan mengakibatkan suatu gejala bernama “hot flush” (Sherwood, 2004; Speroff, 2005; Iswayuni, 2011). Gambar 2.6. Patofisiologi Menopause (Davis, 2015) 41 Gambar 2.7. Patofisiologi Transisi Menopause (Dull, 2009) II.4.4. Gejala Menopause Gejala menopause dapat dibagi menjadi (Pangkahila, 2007): 1. Gejala umum fisik Hot flushes (gejolak panas), keringat malam hari, gangguan tidur, rasa lelah, rasa gatal, nyeri tulang karena osteoporosis, sakit kepala, berdebar, 42 sering BAK, menjadi gemuk pada daerah pinggang dan perut (obesitas sentral), rambut menipis, kulit berkerut. 2. Gejala umum psikis Cemas, gelisah, mudah tersinggung, daya konsentrasi menurun, memori menurun 3. Gejala seksual Dorongan seksual menurun, epitel vagina menipis, perlendiran vagina berkurang saat terangsang sehingga dapat menyebabkan dispareunia. Dikarenakan gejala-gejala tersebut, banyak wanita menopause mengalami gangguan dan penurunan kualitas hidup yang tajam. Oleh karena itu, gejala-gejala tersebut jangan dibiarkan. Wanita menopause harus mendapat pengobatan yang benar sehingga keluhan dapat dihilangkan dan kualitas hidup menjadi baik kembali (Pangkahila, 2007). II.4.5. Terapi Menopause Terdapat beberapa jenis terapi yang diketahui dapat membantu mengatasi gejala menopause. Pada fase perimenopause, kontrasepsi oral kombinasi dikatakan dapat bermanfaat (Kasper et al., 2005). Pada fase paska-menopause, penggunaan terapi hormon butuh pertimbangan akan keuntungan risiko yang dapat terjadi. Terapi jangka pendek (<5tahun) mungkin bermanfaat dalam mengontrol gejala menopause selama tidak ditemukan kontraindikasi. Kontraindikasi absolut termasuk perdarahan pervaginam, penyakit liver/hepar yang aktif, tromboemboli vena, memiliki riwayat kanker endometrium atau kanker payudara. Sedangkan hipertrigliserida 43 (>400mg/dL), penyakit empedu yang aktif, penjakit jantung koroner merupakan kontraindikasi relatif. Penggunaan jangka panjang (>5 tahun) harus dimonitor dengan seksama dan hati-hati (Kasper et al., 2005). Terapi alternatif untuk mengatasi gejala menopause meliputi SSRIs, klonidin (0.1-0.2 mg/hari), vitamin E (400-800 IU/hari), produk berbahan dasar kedelai (Kasper et al., 2005). Sebuah penelitian yang dilakukan di New York mempelajari efek dari pemberian multivitamin yang mengandung vitamin C, Folat, vitamin B6 dan B12 secara oral dalam waktu singkat pada wanita menopause yang obese. Pada penelitian tersebut, hasil yang ditemukan adalah bahwa kadar level estradiol peserta penelitian mengalami peningkatan setelah pemberian suplementasi vitamin (Palmas, 2006). II.5. Vitamin E II.5.1. Definisi Vitamin E Vitamin E merupakan nama yang diberikan kepada sebuah kumpulan dari 8 molekul yang terdiri dari cincin kromanol dengan sebuah rantai samping alifatik. Terdiri dari 2 kelompok, yaitu tokoferol dan tokotrienol (tergantung dari rantai samping saturated atau unsaturated). Pada tiap kelompok, masing-masing memiliki 4 isomer yaitu α, β, γ, δ (Tucker dan Townsed, 2005). Tokoferol dengan isomer α merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Walaupun β, γ, δ juga diserap oleh manusia melalui intestinal, namun tidak dikenal oleh protein liver. Alfa tokoferol berfungsi sebagai antioksidan 44 natural paling potent dalam menetralisir ROS (Reactive Oxygen Species) dan RNS (Reactive Nitrogen Species) (Tucker dan Townsed, 2005). Gambar 2.8. Struktur Kimia dari Vitamin E (Smolarek dan Suh, 2011) Absorpsi dari vitamin E terdapat pada usus halus bersama dengan nutrisi lainnya yang larut lemak. Konsentrasi dari serum vitamin E (α-tokoferol) tergantung liver, yang mengambil nutrisi setelah bentuk lainnya diabsorpsi intestinal. Liver akan mensekresi hanya α-tokoferol melalui hepatik α-tokoferol transfer protein; liver memetabolisme dan mensekresi bentuk vitamin E lainnya sehingga konsentrasi darah dan seluler bentuk vitamin E lainnya lebih rendah daripada α-tokoferol (Azzi, 2007). II.5.2. Fungsi Vitamin E Beberapa efek farmakologis dari vitamin E termasuk menginhibisi oksidasi, inflamasi dan protein kinase C. Vitamin E juga dapat meningkatkan pelepasan prostasiklin yang membantu dilatasi pembuluh darah dan menurunkan agregasi trombosit (Dennehy dan Tsourounis, 2010). 45 Vitamin E merupakan antioksidan larut lemak yang dapat menghentikan terbentuknya produksi ROS ketika lemak sedang teroksidasi. α-tokoferol dikatakan sebagai pemecah rantai radikal, yang dikarenakan sifat hidrofobiknya, beroperasi pada lingkungan lemak (Azzi, 2007). Selain itu, vitamin E juga memiliki kemampuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Hal ini dimediasi melalui inhibisi terhadap sintesis kolesterol dan oksidasi LDL-kolesterol (Doshi dan Agarwal, 2013). II.5.3. Dosis Vitamin E Isi suplemen vitamin E lebih dominan α-tokoferol dalam bentuk RRR-αtokoferol yang dikatakan aman bila dikonsumsi di bawah upper limit intake yaitu 1000mg/hari (Hathcock et al., 2005). Tabel 2.1. Recommended Daily Allowance Vitamin E Vitamin E (ekuivalen dengan α-tokoferol) RDA (Recommended Daily Allowance) mg/hari / IU/hari Wanita 15 / 22.4 Pria 15 / 22.4 UL (Upper Level) 1000 / 1500 (Hathcock et al, 2005) Upper Level adalah level dengan dosis tertinggi suplemen yang dapat dikonsumsi seseorang secara aman. Dosis yang semakin tinggi digunakan untuk mengobati defisiensi vitamin E. Karena vitamin E adalah vitamin yang larut lemak, suplemen lebih terabsorbsi bila dikonsumsi bersamaan dengan makanan. (Hathcock et al., 2005) 46 Bila dikonsumsi dalam dosis tinggi, vitamin E dapat memiliki efek berbahaya pada tubuh. Terutama bila dosis vitamin E mencapai >1000mg/hari, di mana dapat menyebabkan perdarahan seperti efek antikoagulan pada tubuh serta dapat meningkatkan risiko cacat lahir. Maka dari itu, penggunaan vitamin E dalam menurunkan gejala atau efek menopause, penting untuk menggunakannya dalam dosis yang sesuai (Doshi dan Agarwal, 2013). II.5.4. Vitamin E Dan Menopause Vitamin E (α-tokoferol) dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit yang berhubungan dengan penurunan estrogen akibat usia. Kaya dengan antioksidan, vitamin E dapat menargetkan radikal bebas dan menetralkan stress oksidatif. Selain itu, ditemukan bahwa pada wanita postmenopause yang tidak mengkonsumsi vitamin E dalam diet mereka memiliki tingkat penanda stress oksidatif dan malonaldehid yang meningkat, serta level enzim antioksidan, katalase dan superoksid dismutase menurun (Mehranjani, 2010; Doshi dan Agarwal, 2013; Molavi, 2014). Terdapat dua teori mengenai hubungan Vitamin E dengan menopause. Teori pertama menyatakan bahwa pemberian Vitamin E dapat meningkatkan kadar estrogen. Beberapa studi menyatakan bahwa Vitamin E adalah aromatase modulator yang dapat meningkatkan produksi PGE2 (Prostaglandin E2) dan PGI2 (Prostaglandin I2; prostasiklin) pada sistem in vitro dengan meningkatkan ketersediaan asam arakidonat (arachidonic acid). Hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas aromatase pada jaringan adiposa (salah 47 satunya payudara) yang pada akhirnya meningkatkan konsentrasi serum estradiol (jalur exogenous estrogen) (Palmas, 2006; Traber dan Atkinson, 2007). Teori lainnya menyatakan bahwa Vitamin E menurunkan kadar estrogen. Sebuah studi (Siler et al., 2004) menyatakan bahwa Vitamin E secara signifikan menurunkan ekspresi dari aromatase sehingga mengakibatkan penurunan sintesis estrogen. Studi lainnya (Lee et al., 2009) menyatakan Vitamin E mengikat reseptor estrogen dan bekerja sebagai antagonis dari sinyal estrogen. 48 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN III.1. Kerangka berpikir Menopause adalah sebuah keadaan yang secara alami dilalui setiap wanita. Penyebab terjadinya menopause adalah perubahan hormon pada wanita sehingga menyebabkan berhentinya menstruasi. Salah satu hormon yang mengalami perubahan adalah estrogen. Berkurangnya hormon estrogen dapat menyebabkan gejala-gejala seperti hot flushes, keringat malam, palpitasi, sakit kepala, insomnia, lelah, vagina kering serta bone loss. Gejala-gejala tersebut dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup seorang wanita. Untuk mengatasi gejala menopause tersebut, diperlukan adanya usaha yang bermanfaat untuk menormalkan kembali hormon estrogen. Terapi konvensional terhadap gejala menopause adalah Hormone Replacement Therapy (HRT). Namun akibat dari beberapa efek samping seperti breast tenderness dan pendarahan, serta adanya risiko kanker payudara dan tromboemboli, tercetus pencarian terhadap terapi alternatif yang efektif dan aman dalam menanggulangi gejala menopause Sejak beberapa tahun yang lalu, banyak suplemen yang dikatakan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup wanita menopause dengan menghilangkan gejala-gejala menopause. Salah satu suplemen yang dikatakan dapat membantu adalah vitamin E, yang merupakan sebuah antioksidan kuat. Cara 29 49 kerja vitamin E adalah menginhibisi oksidasi, sebagai antiinflamasi, juga meningkatkan pelepasan prostasiklin untuk dilatasi pembuluh darah. Selain itu, didapatkan sebuah teori yang menyatakan bahwa Vitamin E merupakan aromatase modulator sehingga pemberian Vitamin E dapat meningkatkan kadar estrogen pada wanita postmenopause melalui jalur exogenous estrogen. Dengan meningkatnya kadar estrogen pada wanita postmenopause, diharapkan gejalagejala menopause yang diakibatkan oleh penurunan kadar estrogen seperti hot flush dan risiko osteoporosis dapat diturunkan sehingga kualitas hidup wanita postmenopause dapat meningkat. III.2. Konsep Penelitian Pemberian suplemen vitamin E Faktor Internal: -Genetik -Metabolisme -Usia -Jenis Kelamin -Hormonal Faktor Eksternal: -Diet/Nutrisi -Pola Hidup -Lingkungan Wanita post-menopause Level hormon estradiol III.3. Hipotesis Penelitian Pemberian vitamin E secara oral meningkatkan kadar estrogen pada wanita postmenopause 50 BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian double blind randomized clinical trial dengan menggunakan metode Pre-Post Test Control Group Design P0 O1 P S O2 R P1 O3 O4 KETERANGAN P : Populasi S : Sampel R : Random O1 : Observasi data kelompok 1 (pretest) O3 : Observasi data kelompok 2 (pretest) P0 : Intervensi 1, Pemberian plasebo P1 : Intervensi 2, Pemberian vitamin E O2 : Observasi data kelompok 1 (posttest) O4 : Observasi data kelompok 2 (posttest) Gambar 4.1. Skema Rancangan Penelitian IV.2. Lokasi dan waktu Tempat : Klinik pribadi dr. Astrid Tanumihardja Jl. Kelapa Nias 7 PB15/1, Kelapa Gading, Jakarta Waktu : Penelitian dilakukan selama Januari – Maret 2016 IV.3. Populasi dan sampel IV.3.1 Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah wanita menopause usia 45-60 tahun yang datang ke klinik IV.3.2. Sampel : Pemilihan sampel dilakukan secara random, pada wanita yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut 51 Kriteria inklusi - Wanita menopause yang tidak mengalami haid dalam 12 bulan terakhir - Sehat - Tidak memiliki riwayat penyakit ovarium - Usia 45-60 tahun - Mengisi informed consent sebagai kesediaan berpartisipasi - Pola hidup yang sama (nilai ≥ 10 untuk kuisioner pola hidup – terdiri 31 dari pola makan, olahraga, pekerjaan, pendidikan) Kriteria eksklusi - Wanita yang mengalami premenopause induksi (akibat operasi, pengobatan kemoterapi, radioterapi) - Sedang menggunakan Terapi Sulih Hormon - Wanita merokok dan mengkonsumsi alkohol - Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin C, B6, B12, Asam Folat - Tidak bersedia mengikuti penelitian Kriteria Drop Out: Wanita yang menjadi sampel tidak datang lagi ke klinik IV.3.3.Besar Sampel : Besar sampel dikalkulasikan menggunakan rumus (Pocock, 2008) berdasarkan data penelitian yang sudah ada (Koh KK, et al. 1999) di mana σ = 27, µ2 = 26 dan µ1 = 58 52 2σ2 2(27)2 n = X f(α,β) = (µ2-µ1)2 X 10.5 = 14.95 (26-58)2 KETERANGAN: Jumlah sampel (n) minimal yang diperoleh adalah 15 peserta. Dalam penelitian ini n : besar sampel σ : simpangan baku kontrol terdapat dua kelompok masing-masing kelompok akan terdiri dari 15 µ1 : rerata hasil pada intervensi, kelompok kontrol µ2 : rerata hasil pada kelompok perlakuan f(α,β) Ditambah : besarnya dilihat tabelpeserta Pocock bila sampai terjadi dropout, sehingga total peserta. 10% pada jumlah sampel secara keseluruhan adalah 34 peserta. IV.3.4.Teknik Penentuan Sampel Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Dari populasi wanita menopause, dilakukan pemilihan sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi 2. Dari jumlah sampel yang memenuhi syarat, dibagi menjadi 2 kelompok secara random yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol (masingmasing kelompok sesuai perhitungan jumlah sampel, yaitu 17 orang di tiap kelompok) IV.4.Variabel Penelitian IV.4.1. Variabel Bebas : Suplemen Vitamin E (α-tokoferol 400IU dengan nama dagang E400®) IV.4.2. Variabel Tergantung : kadar hormon estrogen (estradiol) IV.4.3. Variabel Terkendali : pola hidup (diet, aktivitas fisik) IV.5. Definisi Operasional Variabel Vitamin E ( E400®) bentuk sediaan vitamin E berupa kapsul softgel, berwarna kuning yang mengandung 400 IU vitamin E, diberikan 53 selama 1x/minggu, untuk dikonsumsi 1 kapsul/hari. Softgel kemudian akan dimasukkan ke dalam kapsul kosong 1000mg berwarna emas-hijau. Plasebo bentuk sediaan berupa tablet salut gula berwarna merah, mengandung 100 mg B1, diberikan selama 1x/minggu, untuk dikonsumsi 1 kapsul/hari. Tablet kemudian akan dihancurkan menjadi bubuk dan dimasukkan ke dalam kapsul kosong 1000mg berwarna emas-hijau. Estradiol konsentrasi estradiol bebas dalam darah yang diperiksa menggunakan alat ADVIA Centaur Enhanced Estradiol, di mana kadar yang rendah bila < 30 pg/ml dan normal ≥ 30 pg/ml Penyakit ovarium yang dikategorikan dalam penyakit ovarium antara lain mioma, kista, PCOS yang sudah didiagnosa oleh dokter obs/gyn sebelumnya, serta apabila sudah pernah melakukan histerektomi Pola hidup kebiasaan yang dilakukan secara rutin sebagai aktivitas sehari-hari, termasuk di antaranya mengenai gizi (pola makan sehari 3x secara teratur dan nutrisi sesuai angka kecukupan gizi) dan aktifitas fisik (berolahraga 3x seminggu) 54 IV.6. Bahan dan Alat Penelitian Bahan: 1. Darah wanita menopause berusia 45-60 tahun untuk diperiksa di laboratorium Prodia 2. Suplemen vitamin E (E400®) yang telah disiapkan peneliti dalam satu kapsul untuk sehari sekali minum. Satu kapsul mengandung 400IU vitamin E (d-α-tokoferol) 3. Plasebo berupa vitamin B1 (Betamin®) yang telah disiapkan peneliti satu dalam kapsul untuk sehari sekali minum. Satu tablet mengandung 100mg B1 (Tiamin) 4. Kapsul kosong 1000mg berwarna emas-hijau untuk dimasukkan perlakuan (vitamin E) dan plasebo (vitamin B1) o Vitamin E (intervensi) dan Vitamin B1 (plasebo) sama-sama dimasukkan ke dalam kapsul kosong. o Setelah dimasukkan ke dalam kapsul, masing-masing dari kelompok vitamin tersebut diambil 7 buah untuk dimasukkan ke dalam tabung obat o Tabung-tabung obat yang telah berisi masing-masing vitamin tersebut dikelompokkan ke dalam kantong yang sudah ditandai 55 o Pada setiap pengambilan vitamin, perawat akan mengambilkan vitamin tersebut dan memberikannya kepada subyek secara acak (tidak ada kriteria khusus atau pemilihan khusus) o Peneliti dan subyek sama-sama tidak mengetahui vitamin yang mana yang diberikan kepada subyek, hanya perawat yang mengetahuinya Alat: 1. Lembar pemeriksaan kadar estradiol di laboratorium Prodia 2. Form pencatatan data dan alat tulis 3. Informed consent untuk bukti kesediaan partisipasi dalam penelitian 4. Kuisioner mengenai pola hidup IV.7. Prosedur & Alur Penelitian Wanita menopause yang berusia 45-60 tahun yang memenuhi kriteria sampel akan diberikan informed consent yang menjelaskan secara rinci, mengenai: 1. Latar belakang dan tujuan penelitian 2. Pemeriksaan yang akan dilakukan 3. Manfaat pemeriksaan dan penelitian ini 4. Efek samping pemeriksaan Setelah penjelasan diberikan dan wanita tersebut tidak bersedia dijadikan sampel, maka akan diekslusikan dari penelitian. Bila setuju, maka informed consent sebagai sampel penelitian ditandatangani, kemudian dilakukan anamnesis, 56 pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk level hormon estradiol yang dilakukan di laboratorium PRODIA Kelapa Gading. IV.7.1 Prosedur penelitian a. Prosedur anamnese dan pemeriksaan fisik Anamnese dilakukan dengan mengisi kuisioner dan pemeriksaan fisik melalui tekanan darah dan berat badan b. Prosedur pemeriksaan estradiol a. Darah vena cubiti diambil sebanyak 5cc menggunakan jarum disposable ke dalam tabung EDTA pada pukul 7-10 pagi oleh flebologis dari PRODIA b. Darah kemudian dikirimkan ke laboratorium PRODIA Kelapa Gading untuk kemudian dibekukan sempurna c. Prinsip pemeriksaan menggunakan alat ADVIA Centaur Enhanced Estradiol menggunakan competitive assay format d. Endogenous estradiol yang terdapat dalam sampel pasien dilepaskan dari protein pengikat. Anti-estradiol monodonal antibodyberlabel acridinium ester ditambahkan untuk mengikat estradiol. Akhirnya ditambahkan turunan estradiol fase padat untuk melengkapi reaksi dengan estradiol mengikat antibody berlabel acridinium. Setelah pencucian, asam dan basa ditambahkan untuk memulai reaksi chemiluminescent 57 e. Alat secara otomatis melakukan tahap-tahap berikut: i. Pipet 80µL samel dan 75 µL ancillary pack reagent ke dalam kuvet dan inkubasi selama 4.5 menit pada 37oC ii. Pipet 75 µL lite reagent dan inkubasi selama 2.75 menit pada 37oC iii. Pipet 100 µL solid phase reagent dengan 25 µL ancillary well reagent dan inkubasi selama 5.5 menit pada 37oC iv. Pisahkan, pipet dan cuci kuvet dengan wash 1 v. Pipet masing-masing 300 µL acid reagent dan base reagent untuk memulai reaksi chemiluminescent vi. Jumlah estradiol yang terdapat dalam sampel pasien berbanding terbalik dengan jumlah RLU yang terdeteksi alat f. Metode pemeriksaan: chemiluminescent g. Penanganan sampel: o Pastikan sampel membeku sempurna sebelum disentrifuge o Sampel hanya dapat dibekukan 1x dan harus dihomogenkan setelah mencair sempurna sebelum digunakan o Sampel harus bebas fibrin dan partikel lainnya, partikel dapat dihilangkan dengan sentrifuge 10.000 g selama 10 menit o Sampel harus bebas gelembung IV.7.2. Pemberian perlakuan 58 a. Setelah didapatkan sampel, peserta dibagi menjadi dua grup intervensi secara acak: Intervensi I : pemberian plasebo vitamin B1 (Betamin®) Intervensi II : pemberian suplemen vitamin E (E400®) b. Kadar estradiol diukur dan dicatat pada awal penelitian c. Intervensi/perlakuan diberikan selama 12 minggu. d. Peserta diberikan vitamin E (E400®) per minggu sehingga peneliti dapat melihat kepatuhan peserta dalam mengkonsumsi vitamin E (E400®). e. Setelah 12 minggu dilakukan kembali pengukuran dan pencatatan kadar estradiol. f. Subyek wajib melaporkan kepada peneliti bila terdapat keluhankeluhan seperti mual, pusing, diare, ataupun ruam/gatal kemerahan hingga bengkak IV.7.3. Alur Penelitian Populasi Sampel Kelompok plasebo (kontrol) Kelompok vitamin E (perlakuan) Pengukuran kadar estradiol sebelum dilakukan intervensi Pengukuran kadar estradiol sebelum dilakukan intervensi Pemberian plasebo selama 12 minggu Pemberian vitamin E (E400®) selama 12 minggu Pengukuran kadar estradiol setelah dilakukan intervensi Analisis Data 59 Pengukuran kadar estradiol setelah dilakukan intervensi Gambar 4.2. Skema Alur Penelitian IV.7.4. Prosedur pengambilan data Pada awal penelitian untuk mendapat data pretest, dipilih masing-masing 17 orang sampel untuk dimasukkan ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan mengukur kadar estradiol sebelum diberikan perlakuan dan plasebo. Untuk mendapatkan data post-test, dilakukan pengukuran kadar estradiol setelah diberikan perlakuan selama 12 minggu. IV.8. Analisis Data 1. Analisis deskriptif subjek penelitian meliputi berat badan, tekanan darah dan kadar estradiol, dilakukan dengan program SPSS. 2. Uji normalitas dengan menggunakan Uji Saphiro-Wilk sebab subjek penelitian kurang dari 30 sampel. Didapatkan data berdistribusi tidak normal (p<0.05) 3. Uji komparasi masing-masing kelompok (antara pre dan post test) dilakukan menggunakan uji Wilcoxon sebab distribusi data tidak normal. 4. Uji komparasi antar kedua kelompok perlakuan dilakukan menggunakan uji Mann Whitney sebab distribusi data tidak normal. 60 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian double-blind randomized clinical trial dengan metode Pretest-Posttest Control Group Design yang melibatkan 31 peserta wanita berusia 45-60 tahun yang telah mengalami menopause lebih dari dua belas bulan dan datang ke klinik di Jl. Kelapa Nias VII PB 15/1, Kelapa Gading, Jakarta sebagai sampel, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol diberikan plasebo dan kelompok perlakuan diberikan vitamin E. Dalam bab ini akan diuraikan analisis deskriptif, uji normalitas data, uji komparabilitas dan uji efek perlakuan. V.1. Analisis Deskriptif Tekanan Darah, Berat Badan serta Kadar Estradiol peserta penelitian (wanita menopause) diperiksa dan dicatat sebelum diberikan intervensi (hari ke-1) dan setelah diberikan intervensi (hari ke-84). Hasil analisis deskriptif pada masingmasing kelompok disajikan pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif 61 Waktu Pengamatan Variabel Min Max Mean Posttest (n=31) SD Min Max Mean SD 100 130 119.67 11.721 100 130 122.00 7.746 Diastol 70 90 78.67 5.164 70 90 80.67 5.936 BB 48 72 61.47 6.046 49 72 61.64 6.241 Sistol Vitamin B1 Pretest (n=31) Estradiol 11.80 33.90 17.5800 6.49584 11.80 24.00 13.2800 3.26676 Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Waktu Pengamatan Variabel Min Max Posttest (n=31) Mean SD Min Max Mean SD 110 130 121.88 6.551 110 130 121.25 7.188 Diastol 70 90 80.94 5.836 70 90 80.00 5.164 BB 50 70 60.02 6.376 50 70 60.69 6.449 13.90 12.0250 .60937 Sistol Vitamin E Pretest (n=31) Estradiol 11.80 22.30 15.7938 2.83701 11.80 V.2. Uji Normalitas Data Data kadar hormon estrogen diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal (p<0,05) disajikan pada Tabel 5.1. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh besarnya variasi kadar hormon estradiol subyek penelitian. Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Kadar Estrogen Kelompok Subjek Kadar estrogen Kadar estrogen Kadar estrogen Kadar estrogen kontrol pre perlakuan pre kontrol post perlakuan post V.3. Uji Komparabilitas Data n p Ket. 15 16 15 16 0,007 0,426 0,001 0,001 Tidak normal Normal Tidak normal Tidak normal 62 Analisis komparabilitas bertujuan untuk mengetahui perbandingan rerata kadar hormon estradiol antar kelompok baik sebelum maupun setelah perlakuan. V.3.1. Analisis komparabilitas sebelum perlakuan Hasil analisis kemaknaan dengan menggunakan uji Mann-Whitney di mana disajikan pada Tabel 5.2 berikut Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Antar Kelompok Sebelum Diberi Perlakuan Kelompok Subjek Kontrol Perlakuan n Rerata Kadar Estrogen (pg/dl) SB U p 15 16 17,58 15,79 6,50 2,84 110,50 0,706 Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa rerata kadar estrogen kelompok kontrol adalah 17,586,50 dan rerata kelompok vitamin E adalah 15,792,84. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 110,50 dan nilai p = 0,706. Hal ini berarti bahwa rerata kadar estrogen pada kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda (p>0,05). V.3.2. Analisis komparabilitas setelah perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar estrogen antar kelompok setelah diberikan perlakuan berupa Vitamin E dan plasebo. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Kadar estrogen Antar Kelompok Setelah Diberi Perlakuan 63 Kelompok Subjek Kontrol Perlakuan n Rerata Kadar Estrogen (pg/dl) SB U p 15 16 13,28 12,03 3,27 0,61 91,50 0,160 Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar estrogen kelompok kontrol adalah 13,283,27 dan rerata kelompok vitamin E adalah 12,030,61. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 91,50 dan nilai p = 0,160. Hal ini berarti bahwa rerata kadar estrogen pada kedua kelompok setelah diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). V.4. Uji Efek Perlakuan Analisis efek perlakuan pada masing-masing kelompok diuji berdasarkan rerata kadar estrogen pada masing-masing kelompok antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Wilcoxon disajikan pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.5 Perbedaan Rerata Kadar Estrogen Sebelum dan Setelah Diberi Perlakuan pada Masing-masing Kelompok Kelompok Kontrol Perlakuan Rerata Kadar estrogen Sebelum Perlakuan (pg/dl) Rerata Kadar estrogen Sesudah Perlakuan (pg/dl) Z p 17,586,50 15,792,84 13,283,27 12,030,61 3,11 3,18 0,002 0,001 Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa pada hasil dari uji Wilcoxon didapatkan masing-masing nilai Z = 3,11 dan Z= 3,18 dengan nilai kemaknaan 64 yang sama masing-masing yaitu nilai p = 0,002 dan p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar estrogen kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum dan setelah diberi perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). 18.00 17.58 15.79 16.00 14.00 13.28 12.03 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 KONTROL PERLAKUAN Sebelum Sesudah Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Kadar Estrogen Sebelum dan Setelah Perlakuan antar Kelompok 65 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN VI.1. Subyek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian double blind randomized clinical trial dengan rancangan pretest-posttest control group design yang menggunakan wanita menopause sebagai subyek penelitian yaitu 31 wanita yang telah menopause lebih dari 12 bulan, berusia 45-60 tahun, dimana subyek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan plasebo Vitamin B1 (Tiamin) dan kelompok perlakuan yang diberikan Vitamin E (Tokoferol) 400IU/hari selama 12 minggu. Jumlah wanita menopause yang mendaftar untuk mengikuti penelitian adalah 36 orang. Namun yang memenuhi kriteria (nilai ≥ 10 untuk kuisioner pola hidup) adalah 33 orang. Dari 33 orang subyek, yang menyelesaikan penelitian dan menjadi subyek analisis adalah 31 orang (dua peserta DO karena tidak kembali ke klinik untuk pemeriksaan mingguan). Penelitian ini membutuhkan peserta penelitian minimal 30 orang yang didapatkan dari penelitian sebelumnya (Kong Koh et al., 1999). 66 Wanita yang dipilih berusia 45-60 tahun karena pada rentang usia tersebut rata-rata wanita sudah menopause lebih dari dua belas bulan. Dipilih wanita yang telah menopause lebih dari dua belas bulan karena ingin mendapatkan kadar estradiol yang abnormal (<30 mg/dL). Pemeriksaan darah dilakukan pada pukul 7-10 pagi karena dipengaruhi oleh variasi diurnal. Hormon estradiol dipengaruhi oleh ritme sirkardian yaitu adanya 46 variasi diurnal pada wanita pasca menopause yang diperkirakan karena adanya variasi pada kelenjar adrenal. Wanita yang sedang mengkonsumsi Vitamin C, B6, B12, Asam Folat tidak dimasukkan kriteria penelitian sebab pada penelitian terdahulu oleh Palmas (2006) didapatkan bahwa vitamin tersebut di atas dapat meningkatkan kadar hormon estradiol pada wanita menopause. Penelitian ini menggunakan dosis Vitamin E 400IU dengan pertimbangan bahwa penelitian terdahulu yang dilakukan pada wanita postmenopause sehat (bukan pasien atau penyintas kanker payudara) menggunakan dosis 400IU yang menemukan bahwa hot flush menghilang, jadi peneliti ingin membuktikan bahwa apakah estrogen meningkat. VI.2. Pengaruh pemberian Vitamin E terhadap kadar hormon estradiol pada wanita menopause Estradiol merupakan hormon estrogen utama yang paling aktif dan paling banyak yang diproduksi oleh ovarium sebelum masa menopause. (Martini 2006b, Jacoeb 2009, Pangkahila 2015). Pada keadaan menopause, folikel pada ovarium 67 yang mensintesis estrogen semakin banyak yang mengalami atresia sehingga kadar hormon estradiol secara fisiologis menurun hingga <30pg/ml. Atresia folikel terjadi akibat proses degeneratif yang irreversible. Oleh sebab itu, dibutuhkan estrogen yang berasal dari luar ovarium (exogenous estrogen) untuk memperbaiki dan meringankan gejala menopause. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa Vitamin E dapat mempengaruhi produksi exogenous estrogen. Dari hasil penelitian dan analisis data, didapatkan bahwa kadar hormon estradiol pada kedua kelompok (intervensi dan plasebo) mengalami penurunan yang signifikan (p<0.05). Namun jika kadar estradiol posttest antara kelompok intervensi dan perlakuan dibandingkan, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Dengan kata lain, pada penelitian ini dapat didapatkan bahwa Vitamin E memberikan efek yang sama dengan plasebo. Sehingga hipotesis awal penelitian yang menyatakan bahwa Vitamin E meningkatkan kadar hormon estradiol pada wanita postmenopause tidak terbukti. Melainkan, pemberian Vitamin E oral tidak memberikan pengaruh terhadap kadar hormon estradiol wanita postmenopause. Hal tersebut berbeda dengan penemuan penelitian terdahulu. Studi yang dilakukan oleh Palmas (2006) dan review yang dilakukan oleh Traber dan Atkinson (2007) menyatakan bahwa Vitamin E merupakan aromatase modulator yang meningkatkan kadar hormon estrogen. Namun, kelemahan yang dimiliki oleh Palmas (2006) adalah bahwa studi tersebut dilakukan tanpa kelompok kontrol. Sedangkan Traber dan Atkinson (2007) tidak memberikan 68 metode yang jelas dalam pemilihan studi review mereka. Sedangkan review article yang ditulis oleh Doshi dan Argawal (2013) menyatakan bahwa Vitamin E memperbaiki fungsi adrenal yang dapat meningkatkan produksi hormon estrogen. Namun kelemahan yang dimiliki adalah terbatasnya penggunaan review yang komprehensif terhadap topik yang diangkat. Studi yang dilakukan oleh Siler et al. (2004) menyatakan bahwa Vitamin E secara signifikan menurunkan ekspresi dari aromatase sehingga mengakibatkan penurunan dari sintesis estrogen. Studi lain yang dilakukan oleh Lee et al. (2004) menyatakan bahwa Vitamin E mengikat reseptor estrogen dan bekerja sebagai antagonis dari sinyal estrogen. Oleh dua teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan exogenous estrogen dihambat oleh Vitamin E sebagai aromatase inhibitor (Siler et al., 2004) atau sebagai estrogen antagonis (Lee et al., 2009). Namun penelitian keduanya dilakukan pada hewan. Pada penelitian ini, kelemahan yang dapat menyebabkan hasil yang berlawanan dengan hipotesis awal berhubungan dengan absorpsi dari Vitamin E. Absorpsi Vitamin E dipengaruhi oleh dietary lipid, di mana absorpsi ditingkatkan oleh monogliserida dan MCT namun dihambat oleh PUFA, sehingga absorpsi Vitamin E sebaiknya saat perut dalam kondisi kosong. Bahwa peneliti tidak memberikan aturan minum yang sama pada semua subyek, sehingga tingkat absorpsi Vitamin E subyek berbeda-beda dan tidak didapatkan hasil yang maksimal. Absorpsi Vitamin E terletak pada jejunum dalam bentuk intact micells untuk menembus sel enterosit dan mencapai sistem limfatik untuk masuk ke dalam sirkulasi darah. Oleh karena double coating Vitamin E yang dilakukan 69 dalam penelitian ini, pemecahan Vitamin E menjadi micells dapat terlambat dan penyerapan yang seharusnya terjadi pada jejunum juga dapat terganggu sehingga sehingga hasil yang didapat tidak maksimal. Perbedaan hasil yang ditemukan di atas dapat diakibatkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah oleh karena perbedaan subyek penelitian (penelitian terhadap hewan dan manusia), kelemahan yang dimiliki oleh penelitian sebelumnya, atau oleh karena kelemahan yang dimiliki oleh penelitian ini. 70 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN VII.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Pemberian Vitamin E oral dosis 400IU/hari tidak berpengaruh terhadap kadar estradiol dalam darah wanita menopause. VII.2. Saran Beberapa kelemahan dalam penelitian ini meliputi tidak adanya aturan minum Vitamin E serta adanya double coating dari Vitamin E, sehingga hasil yang didapatkan dari penelitian tidak maksimal. Dengan adanya keterbatasan tersebut, maka diharapkan penelitian serupa dapat dilakukan dengan lebih lanjut dan lebih teliti untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dan dapat berdampak bagi masyarakat luas. 71 51PUSTAKA DAFTAR Azzi, A. 2007. “Molecular Mechanism of α-tocopherol Action”. Free Radical Biology & Medicine, 43, p.16-21 Davis, S.R., Lambrinoudaki, I., Lumsden, M., Mishra, G.D., Pal, L., Rees, M., Santoro, N., Simoncini, T. 2015. “Menopause”. [Cited June 2016]. Available from: https://www.researchgate.net/figure/282533405_fig5_Figure-3Menopausal-loss-of-ovarian-function-Several-processes-contribute-todeclining Dennehy, C. and Tsourounis, C. 2010. “A review of select vitamins and minerals used by postmenopausal women”. Maturitas, 66 (4), p.370-380 Doshi, S.B. and Agarwaal, A. 2013. “The Role of Oxidative Stress in Menopause”. Journal of Mid-Life Health, 4(3), p.140-146 Dull, A. 2009. “Menopausal transition”. McMaster Pathophysiology Review. [Cited June 2016]. Available from: http://www.pathophys.org/menopause/ Hall, D.C. 2001. “Nutritional Influences on Estrogen Metabolism”. Advances Nutritional Science Reports, p.1-8 Hathcock, J.N., Azzi, A., Blumberg, J., Bray, T., Dickinson, A., Frei, B., Jialal, I., Johnston, CS., Kelly, FJ., Kraemer, K., Packer, L., Parthasarathy, S., Sies, H., Traber, MG. 2005. “Vitamins E and C are Safe Across a Broad Range of Intakes”. American Journal of Clinical Nutrition, 81, p.736-745 Hill, K. 1996. “The Demography of Menopause”. Maturitas. 23(2), p.113-127 72 Iswayuni, N. 2011. “Pemberian Ekstrak Plasenta Meningkatkan Kadar Estradiol dan FSH Serta Mengurangi Gejala Menopause” (tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Biomedik Universitas Udayana Jacoeb, T.Z. 2009. “Endokrinologi Reproduksi pada Wanita”. Dalam: Wiknjosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardja, p.70-98 Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson, J.L. 2005. “Disorders of the Female Reproductive System”. Dalam: Harrison’s Manual of Medicine. 16th edition. New York: McGraw Hill, p.839-847 Koh, K.K., Blum, A., Hathaway, L., Mincemoyer, R., Csako, G., Waclawiw, M.A., Panza, JA., Cannon, RO. 1999. “Vascular Effects of Estrogen and Vitamin E Therapies in Postmenopausal Women”. Circulation, 100, p.1851-1857. Martini, F.H., Ober, W.C., Garrison, C.W., Welch, K., Hutchings, R.T. 2006a. “The Endocrine System” Dalam: Fundamental of Anatomy & Physiology seventh edition. San Fransisco: Pearson Benjamin Cumming, p.598-629 Martini, F.H., Ober, W.C., Garrison, C.W., Welch, K., Hutchings, R.T. 2006b. “The Reproductive System”. Dalam: Fundamental of Anatomy & Physiology seventh edition. San Fransisco: Pearson Benjamin Cumming, p.1061-1067 Mehranjani, S.M., Noorafshan, A., Hamta, A., Momeni, H.R., Abnosi, M.H., Mahmoodi, M., Anvari, M., Hazaveh, M. 2010. “Effects of Vitamin E on Ovarian Tissue of Rats Following Treatment with P-Nonylphenol: A Stereological Study”. Iranian Journal of Reproductive Medicine, 8, p.1-9 Miquel, J., Ramirez-Bosca, A., Ramirez-Bosca, J.V., Alperi, J.D. 2006. “Menopause: A Review on the Role of Oxygen Stress and Favorable Effects of Dietary Antioxidant”. Archives of Gerontology and Geriatrics, 42(3), p.289-306 Molavi, M., Razi, M., Malekinejad, H., Amniattalab, A., Rezaie, H. 2014. “Vitamin E Improved Cypermethrin-Induced Damages in The Ovary of Rats; Evidence for Angiogenesis and p53 Involvement”. Pesticide Biochemistry and Pharmacology, 110, p.27-35 Palmas, W. 2006. “Effects of Short-Term Supplementation with Ascorbate, Folate, and Vitamins B6 and B12 on Inflammatory Factors and Estrogen Levels in Obese Postmenopausal Women”. International Journal for Vitamin and Nutrition Research, 76(1), p.34-38 73 Pangkahila, W. and Wong, L.W. 2015. Evidence-Based Anti-Aging Medicine Hormone Replacement Therapy. Singapore: TLC Publication, p.45-50 Pangkahila, W. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, p.8-49 Peralta, E., Brewer, A., Louis, S., Dunnington, G. 2009. “Vitamin E Increases Biomarkers of Estrogen Stimulation When Taken With Tamoxifen”. Journal of Surgical Research, 153(1), p.143-147 Pocock, S. 2008. Clinical Trials: A Practical Approach. Chichester: John Wiley and Sons, p.127-128. Rachman, L.A. 2009. “Protokol Terapi Sulih Hormon pada Perempuan”. Disampaikan Pada Simposium Ilmiah Nasional Perkapi. Jakarta. 18-19 Juli. Rosset, J.W. 2005. “Menopause, Micronutrient, and Hormone Therapy”. The American Journal of Clinical Nutrition. p.1223-1231 Sastrawinata, S. 2009. “Wanita dalam Berbagai Masa Kehidupan”. Dalam: Wiknjosastro, H., Saiffudin, A.B., Rachimhadhi, T., editor. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardja, p.125-128 Setiati, S., Harimurti, K., Roosherve, A.G. 2009. “Proses Menua dan Implikasi Kliniknya”. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, p.757-767. Setiati, S. dan Laksmi, P.W. 2009. “Kesehatan Perempuan”. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, p.101-112. Setiyohadi, B. 2009. “Kesehatan Keluarga”. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, p.113-129 Sherwood, L. 2004. “The Reproductive System”. In: Human Physiology Fifth Edition. Belmont, p.781. Siler, U., Barella, L., Spitzer, V., Schnorr, J., Lein, M., Goralczyk, R., Wertz, K. 2004. “Lycopene and Vitamin E interfere with autocrine/paracrine loops in the Dunning prostate cancer model”. The FASEB Journal express article 10.1096/fj.03-1116fje, p.1-23. 74 Smolarek, A.K. and Suh, N. 2011. “Chemopreventive Activity of Vitamin E in Breast Cancer: A Focus on γ- and δ-Tocopherol”. Nutrients, 3(12), p.962986 Sofronescu, A.G. and Staros, E.B. 2015. [Cited Desember 2015] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/2089003-overview#a1 Speroff, L., Glass, R.H., Kase, N.G. 2005. “Menopause and Perimenopausal Transition”. In: Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincott Williams and Wilkins. 7th ed. Philadelphia: p.643-707 Strearns, V., Ullmer, L., Lopez, J.F., Smith, Y., Isaacs, C., Hayes, D.F. 2002. “Hot Flushes”. The Lancet, 360, p.1851-1861 Traber, M.G. and Atkinson, J. 2007. “Vitamin E, antioxidant and nothing more”. Free Radical Biology & Medicine, 43, p.4-15 Tucker, J.M. and Townsed, D.M. 2005. “Alpha-Tocopherol: roles in prevention and therapy of human disease”. Biomedicine & Pharmacotherapy, 59(7), p380-387 Tulane University. 2014. [Cited September 2015] http://e.hormone.tulane.edu/learning/estrogens.html. Available at: Ziaei, S., Kazemnejad, A., Zareai, M. 2007. “The Effect of Vitamin E on Hot Flashes in Menopausal Women”. Gynecol Obstet Invest, 64, p.204-207 75 LAMPIRAN 1 KUISIONER MENGENAI POLA HIDUP 1. NAMA : 2. USIA : 3. ALAMAT : 4. STATUS PERKAWINAN : KAWIN / TIDAK KAWIN / JANDA +1 5. PENDIDIKAN 0 -1 : SD / SMP / SMA / SARJANA -2 -1 0 +1 6. UMUR SAAT PERTAMA KALI HAID ………….. TAHUN 7. RIWAYAT KETERATURAN MENSTRUASI SEBELUM USIA 40 TAHUN a. TERATUR b. TIDAK TERATUR +1 -1 8. BERAPA LAMA IBU SUDAH BERHENTI HAID a. < 1 TAHUN b. ≥ 1 TAHUN -1 9. APAKAH IBU BEROLAHRAGA a. TIDAK -1 +1 76 b. YA (JIKA YA, BERAPA KALI SEMINGGU) i. < 3XSEMINGGU (……….menit) +1 ii. ≥ 3X SEMINGGU (……….menit) +2 10. JENIS OLAHRAGA YANG IBU LAKUKAN a. RINGAN (JALAN KAKI) +1 b. SEDANG (BERENANG, SEPEDA, JOGGING, SENAM) +2 c. BERAT (BERLARI, TENIS, BOXING) 11. MENGENAI FOOD PATTERN JENIS SETIAP 3X/ 2X/ 1X/ TIDAK MAKANAN HARI MINGGU MINGGU MINGGU PERNAH KEDELAI SUSU DAGING SAPI -2 -1 0 +1 +2 12. DALAM 1 BULAN INI, BAGAIMANA KEBIASAAN TIDUR IBU TIDUR PUKUL………. BANGUN PUKUL………. <5 jam -1 ≥5 jam +1 13. APAKAH SETELAH TIDUR, IBU TERBANGUN TENGAH MALAM a. YA -1 b. TIDAK +1 14. APAKAH SETELAH TERBANGUN, IBU DAPAT TIDUR KEMBALI a. YA +1 b. TIDAK -1 15. APAKAH IBU MEROKOK SECARA RUTIN a. YA -1 b. TIDAK +1 16. APAKAH IBU MINUM ALKOHOL SECARA RUTIN 77 a. YA b. TIDAK -1 +1 17. APAKAH IBU SEDANG/PERNAH MENGGUNAKAN TERAPI HORMON, KORTIKOSTEROID, OBAT ANTIKEJANG, TIROKSIN, JAMU (BERBENTUK KAPSUL) a. YA b. TIDAK -1 +1 PERTANYAAN SCREENING YANG DILAKUKAN SECARA LISAN OLEH PENELITI SEBELUM MENCARI SAMPEL ADALAH: 1. Apakah anda sudah menopause? 2. Sudah berapa lama anda menopause? 3. Apakah anda pernah menjalani operasi (seperti histerketomi), pengobatan kemoterapi, radioterapi? 4. Apakah anda mengkonsumsi vitamin (seperti vitamin C, B12, B6, Asam Folat)? 78 LAMPIRAN 2 SURAT KETERANGAN ISI VITAMIN E400 79 LAMPIRAN 3 INFORMED CONSENT 80 PENJELASAN PENELITIAN Ibu-ibu yang terhormat, Saat memasuki usia 40 tahun, ibu-ibu akan memasuki masa di mana siklus haid yang teratur selama ini terganggu, serta timbulnya keluhan dan gejala baik secara fisik maupun emosional yang bersifat alamiah. Hal tersebut disebut menopause, yang terjadi akibat produksi dari hormon estrogen (hormon kewanitaan) oleh indung telur berhenti. Gejala dan keluhan yang timbul akibat penurunan hormon tersebut dapat mengganggu kualitas hidup seperti meningkatkan risiko keropos tulang dan penyumbatan pembuluh darah. Penelitian yang berjudul “Pemberian vitamin E oral meningkatkan level estradiol pada wanita postmenopause” ini membutuhkan sekitar 34 ibu-ibu yang berusia 45-60 tahun dan telah menopause lebih dari 1 tahun untuk melihat apakah ada perbaikan dari hormon tersebut setelah mengkonsumsi vitamin E selama 12 minggu. Manfaat yang dapat dirasakan oleh peserta penelitian adalah pengurangan gejala-gejala menopause, baik fisik maupun emosional. Efek samping mungkin dapat terjadi apabila konsumsi vitamin melebihi dosis yang ditetapkan, seperti diare, mual, nyeri lambung, rasa lesu, gangguan penyerapan Vitamin A dan Vitamin K. Bila terjadi efek samping, mohon ibu-ibu segera menghubungi peneliti sehingga dapat diberikan pengobatan yang baik dan peserta dapat kembali sehat Bila ibu-ibu bersedia mengikuti penelitian ini, pertama-tama ibu akan mengisi kuisioner untuk mengetahui pola hidup ibu selama ini dan riwayat kesehatan ibu. Setelah itu, akan dilihat apabila ibu masuk kriteria untuk penelitian ini. Bila iya, darah ibu akan diambil dari daerah lengan oleh petugas PRODIA Kelapa Gading untuk kemudian diproses dan diperiksakan hormonnya di laboratorium PRODIA. Setelah darah ibu diambil, ibu akan diberikan vitamin. Vitamin yang akan kami berikan ada 2 macam, ibu-ibu sekalian akan diacak dalam menerima vitamin tersebut. Kami juga ingin mengingatkan bahwa vitamin harus diminum setiap hari, sehingga akan cukup merepotkan 81 Vitamin akan kami berikan setiap minggu selama 12 kali, jadi total penelitian ini selama 12 minggu. Setelah lewat 12 minggu, darah ibu-ibu akan kembali diambil oleh petugas PRODIA untuk kemudian diperiksakan kadar hormonnya. Sisa sampel darah ibu akan disimpan oleh PRODIA selama kurang lebih 1 tahun, setelah itu akan dimusnahkan. Data mengenai penelitian ini akan disimpan secara rahasia oleh peneliti dan hanya dapat diakses oleh peneliti. Dalam melaksanakan penelitian ini, peran ibu-ibu sebagai subyek penelitian tidak ada paksaan. Bila di tengah penelitian, ibu-ibu tidak bersedia melanjutkan maka tidak akan ada sanksi yang dikenakan kepada ibu-ibu sekalian. Demikianlah penjelasan kami, atas perhatian dan kesediaan ibu-ibu dalam memberikan waktunya, kami ucapkan banyak terima kasih. Bila ada hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini, silahkan menghubungi kami di HP 08161189055. Hormat kami, dr. Astrid Tanumihardja SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN Yang bertandatangan di bawah ini 82 Nama Responden : Usia : Alamat : Telah mendapat penjelasan tentang maksud, tujuan dan manfaat penelitian dengan judul: PEMBERIAN VITAMIN E ORAL MENINGKATKAN LEVEL ESTRADIOL PADA WANITA POSTMENOPAUSE Menyatakan bersedia ikut serta sebagai sampel penelitian dan mengikuti prosedur penelitian seperti yang telah disampaikan di atas. JAKARTA, SAKSI ( RESPONDEN ) ( PENELITI dr. Astrid Tanumihardja LAMPIRAN 4 CASE REPORT FORM ) 83 Dalam menjalankan penelitian ini, dapat terjadi efek samping, walaupun obat yang diberikan telah beredar luas di masyarakat. Untuk memonitor apakah ada efek samping yang dialami oleh peserta penelitian, maka peneliti membuat case report form apabila nanti diperlukan untuk mengetahui adanya efek samping akibat vitamin yang digunakan Keluhan Ya Mual Pusing Diare Alergi (ruam kemerahan, gatal-gatal pada kulit, bengkak di wajah dan tubuh) LAMPIRAN 5 SURAT PERNYATAAN Tidak 84 Vitamin E dengan nama dagang (E400®) yang diproduksi oleh Konimex telah mendapat sertifikasi BPOM dari Departemen Kesehatan Indonesia sebagai produk yang aman untuk digunakan. Kandungan dari vitamin E (E400®) seperti tertera pada brosurnya adalah d-alpha-tocopherol 400IU. Berdasarkan atas keterangan yang terdapat pada brosurnya, maka vitamin E (E400®) aman digunakan pada manusia tanpa adanya efek samping. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami sebagai peneliti akan mengadakan penelitian dengan menggunakan orang coba (sampel) wanita yang datang ke klinik pribadi peneliti. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Indonesia, sehingga peneliti akan mencoba menggali kebenaran hasil dari vitamin E (E400®) tersebut. Bila dalam penelitian ini ada masalah dengan orang coba (sampel), maka peneliti akan bertanggung jawab sepenuhnya. Demikianlah surat pernyataan ini dibuat untuk menjelaskan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan produk vitamin E dengan nama dagang (E400®) Peneliti dr. Astrid Tanumihardja LAMPIRAN 6 PENGEMASAN ULANG VITAMIN E DARI KAPSUL SOFTGEL 85 Sebelum penelitian dilakukan, peneliti melakukan percobaan dalam memasukkan Vitamin E yang berupa softgel ke dalam kapsul kosong 1000mg. Peneliti kemudian mengamati sampai batas berapa hari kapsul kosong yang diisi softgel vitamin E tersebut tidak meleleh. Didapatkan bahwa sampai batas 10 hari, kapsul kosong yang diisi softgel vitamin E tidak meleleh sehingga aman untuk diberikan kepada pasien. Selain itu untuk menjaga agar suasana di dalam tabung obat yang diberikan kepada pasien tetap kering, diberikan minimal satu buah silica gel/tabung. LAMPIRAN 7 Hasil Analisis Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum a Maximum Mean Std. Deviation 86 Sistol_pre 15 100 130 119.67 11.721 Diastol_pre 15 70 90 78.67 5.164 Sistol_post 15 100 130 122.00 7.746 Diastol_post 15 70 90 80.67 5.936 BB_pre 15 48 72 61.47 6.046 BB_post 15 49 72 61.64 6.241 Estradiol_pre 15 11.80 33.90 17.5800 6.49584 Estradiol_post 15 11.80 24.00 13.2800 3.26676 Valid N (listwise) 15 a. Kelompok = Kontrol Descriptive Statistics N Minimum a Maximum Mean Std. Deviation Sistol_pre 16 110 130 121.88 6.551 Diastol_pre 16 70 90 80.94 5.836 Sistol_post 16 110 130 121.25 7.188 Diastol_post 16 70 90 80.00 5.164 BB_pre 16 50 70 60.02 6.376 BB_post 16 50 70 60.69 6.449 Estradiol_pre 16 11.80 22.30 15.7938 2.83701 Estradiol_post 16 11.80 13.90 12.0250 .60937 Valid N (listwise) 16 a. Kelompok = Perlakuan LAMPIRAN 8 Uji Normalitas Data Tests of Normality Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk 87 Statistic Estradiol_pre Estradiol_post Kontrol df .220 Sig. Statistic df Sig. 15 .049 .819 15 .007 * .946 16 .426 Perlakuan Kontrol .138 16 .200 .334 15 .000 .535 15 .000 Perlakuan .457 16 .000 .430 16 .000 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. LAMPIRAN 9 Uji Mann-Whitney kadar Estradiol antar kelompok Sebelum dan Setelah Perlakuan Mann-Whitney Test Group Statistics Kelompok Estradiol_pre Estradiol_post N Mean Std. Deviation Kontrol 15 17.5800 6.49584 1.67722 Perlakuan 16 15.7938 2.83701 .70925 Kontrol 15 13.2800 3.26676 .84347 Perlakuan 16 12.0250 .60937 .15234 Ranks Kelompok Estradiol_pre Estradiol_post Std. Error Mean N Mean Rank Sum of Ranks Kontrol 15 16.63 249.50 Perlakuan 16 15.41 246.50 Total 31 Kontrol 15 17.90 268.50 Perlakuan 16 14.22 227.50 Total 31 Test Statisticsb Estradiol_pre Estradiol_post Mann-Whitney U 110.500 91.500 Wilcoxon W 246.500 227.500 -.377 -1.405 Asymp. Sig. (2-tailed) .706 .160 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .711a .264a Z a. Not corrected for ties. 88 Test Statisticsb Estradiol_pre Estradiol_post Mann-Whitney U 110.500 91.500 Wilcoxon W 246.500 227.500 -.377 -1.405 Asymp. Sig. (2-tailed) .706 .160 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .711a .264a Z b. Grouping Variable: Kelompok LAMPIRAN 10 Uji Wilcoxon Kadar Estradiol masing-masing kelompok antara Sebelum dengan Setelah Perlakuan Kelompok = Kontrol Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1 N Std. Deviation Std. Error Mean Estradiol_pre 17.5800 15 6.49584 1.67722 Estradiol_post 13.2800 15 3.26676 .84347 a. Kelompok = Kontrol Wilcoxon Signed Ranks Test Ranksd N Estradiol_post - Estradiol_pre Negative Ranks Positive Ranks 7.50 90.00 b 1.00 1.00 1 c 2 Total 15 b. Estradiol_post > Estradiol_pre c. Estradiol_post = Estradiol_pre d. Kelompok = Kontrol Test Statisticsb,c Estradiol_post Estradiol_pre -3.111a .002 Sum of Ranks 12a Ties a. Estradiol_post < Estradiol_pre Z Asymp. Sig. (2-tailed) Mean Rank 89 a. Based on positive ranks. b. Kelompok = Kontrol c. Wilcoxon Signed Ranks Test Kelompok = Perlakuan Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1 N Std. Deviation Std. Error Mean Estradiol_pre 15.7938 16 2.83701 .70925 Estradiol_post 12.0250 16 .60937 .15234 a. Kelompok = Perlakuan Wilcoxon Signed Ranks Test Ranksd N Estradiol_post - Estradiol_pre Negative Ranks Positive Ranks 0b .00 .00 c Total 16 Test Statisticsb,c Estradiol_post Estradiol_pre a. Based on positive ranks. b. Kelompok = Perlakuan c. Wilcoxon Signed Ranks Test 91.00 3 b. Estradiol_post > Estradiol_pre c. Estradiol_post = Estradiol_pre d. Kelompok = Perlakuan -3.182a .001 Sum of Ranks 7.00 13 Ties a. Estradiol_post < Estradiol_pre Z Asymp. Sig. (2-tailed) Mean Rank a