9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebugaran Fisik 2.1.1 Pengertian Kebugaran Fisik Ditinjau secara fisiologis, kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan pada tubuh terhadap aktifitas yang dilakukan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Kebugaran fisik adalah kemamuan untuk memenuhi tuntutan mempertahanakan keselamatan hidup sehari-hari dan efektif tanpa mengalami kelelahan dan masih memiliki energi untuk melakukan aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014). Menurut Nala (2002) menyatakan bahwa kebugaran fisik ada dua yaitu berhubungan dengan kesehatan dan non kesehatan. Kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan sangat erat hubungannya dengan kerja atau menunaikan tugas sehari-hari dalam mengukur kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan hal yang paling penting adalah pengukuran daya tahan kardiorespirasi. Kebugaran fisik yang berhubungan dengan non kesehatan adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap pembebanan fisik yang diberikan kepadanya tanpa menimbulkan kelelahan berarti. 9 10 Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kebugaran fisik ialah kecocokan keadaan fisik terhadap aktivitas sehari-hari yang harus dilaksanakan oleh fisik. Kebigaran fisik dapat menyebabkan individu mampu melaksanakan tugas fisik tertentu dengan hasil yang baik tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih memiliki tenaga cadangan untuk melaksanakan aktivitas yang bersifat mendadak. 2.1.2 Komponen Kebugaran Fisik Menurut Housman dkk (2015) menyatakan bahwa kesegaran jasmani, kebugaran fisik, atau physical fitness terdiri atas sepuluh komponen. Komponen tersebut sebagian besar komponen biomotorik ditambahkan dengan komponen komposisi tubuh (terkait dengan masalah kesehatan). Kesepuluh komponen kebugaran fisik tersebut adalah: 1. Kekuatan Otot (Muscle Strength) Kekuatan otot adalah kemampuan dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Kekuatan otot dapat diraih dari latihan dengan beban berat dan frekuensi sedikit. Kita dapat melatih kekuatan otot lengan dengan latihan angkat beban, jika beban tersebut hanya dapat diangkat 8-12 kali saja. 11 2. Daya Tahan Otot (Musculer endurance) Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem anaerobik dalam proses pemenuhan energinya. Daya tahan otot dapat disebut juga daya ledak otot (explosive power). Latihan yang dapat melatih daya ledak otot adalah latihan yang bersifat cepat atau berlangsung secepat mungkin. 3. Kelenturan (Flexibility) Kelenturan adalah efektifitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas. 4. Komposisi Tubuh (Body Composition) Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah raga berat. 5. Daya Tahan Kardiovaskuler (cardivasculer endurance) Daya tahan kardiovaskuler adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk melaksanakan kerja secara terus menerus. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem aerobik dalam proses pemenuhan energinya. Latihan untuk melatih daya tahan adalah kebalikan dari latihan kekuatan. Daya tahan dapat 12 dilatih dengan beban rendah atau kecil, namun dengan frekuensi yang banyak dan dalam durasi waktu yang lama. 6. Kecepatan Gerak (Speed Movement) Kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan sangat dibutuhkan dalam olahraga yang sangat mengandalkan kecepatan, seperti lari pendek 100 m dan lari pendek 200 m. Kecepatan dalam hal ini lebih mengarah pada kecepatan otot tungkai dalam melakukan aktifitas. 7. Kelincahan (Agility) Kelincahan adalah kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu, dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan atau dari samping ke depan. Olahraga yang sangat mengandalkan kelincahan misalnya bulu tangkis. Kelincahan dapat dilatih dengan lari cepat dengan jarak sangat dekat, kemudian berganti arah. 8. Keseimbangan (Balance) Keseimbangan mengendalikan merupakan organ-organ syaraf kemampuan otot seseorang sehingga dapat mengendalikan gerakan-gerakan dengan baik dan benar. Senam merupakan salah satu cabang olahraga yang sangan mengandalkan kesimbangan. 13 9. Kecepatan Reaksi (Reaction time) Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera. 10. Koordinasi (coordination) Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan berbagai gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Fisik Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran fisik: 1. Jenis Kelamin Jenis kelamin seseorang bertanggungjawab atas 25% hingga 40% dari perbedaan nilai VO2max. Lebih dari setengah perbedaan genotype dengan faktor lingkungan aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype dengan faktor lingkungan sebagai penyebab lainnya (Sharkey, 2003). 2. Latihan Latihan adalah gerakan tubuh yang terencana dan terstruktur dan dilakukan berulang-ulang untuk menye mpurnakan atau mempertahankan komponen kebugaran. Latihan yang teratur dapat mencegah kematian dini pada umumnya, kematian karena 14 penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker usus, derajat kolesterol tinggi. Latihan yang dilakukan lebih dari 30 menit akan memberikan efek ganda, disatu pihak akan meningkatkan aliran darah, dilain pihak akan membantu memecahkan metabolisme lemak dan kolesterol. Bila tujuan dari latihan hanya untuk membina atau meningkatkan kesegaran jasmani bukan untuk meningkatkan prestasi olahraga, maka frekuensi latihan cukup 3-5 kali seminggu. Setiap berlatih waktu yang digunakan antara 1560 menit untuk latihan intinya. 3. Usia Dengan penurunan sampai 10% perdekade untuk individu yang tidak aktif, tanpa memperhitungkan tingkat kebugaran awal mereka. Bagi yang aktif, dapat menghentikan setengah penurunan tersebut 4% hingga 5% perdekade dan yang terlibat dalam latihan fitness dapat menghentikan setengahnya hingga 2,5 perdekade (Sharkey, 2003). 4. Status Gizi Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuer. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorangg haruslah melakukan latihan olahraga-olahraga yang cukup, mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah, 2011). 15 Status gizi yang baik dapat mencapai kesehatan dan kesegaran jasmani yang optimal, mampu bertahan terhadap latihan yang keras dan mampu mencapai performance dalam olahraga secara baik. Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan intake makanan dan penggunaanyaoleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi. Untuk mengevaluasi status gizi dapat digunakan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut: Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m)2 Kemudian berdasarkan nilai yang didapatkan dari rumus IMT tersebut dapat ditentukan klasifikasinya. Menurut Permaesih (2001), klasifikasi IMT terdiri dari: berat badan kurang (<18,5), berat badan normal (18,5 – 22,9), kelebihan berat badan (≥23,0), beresiko menjadi obes (23,0 – 24,9), obes I (25,0 – 29,9), obes II (≥30,0). 5. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dapat meningkatkan konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks) yang dihasilkan oleh gerak badan seseorang individu sekitar 36 ml/kg/menit dalam pria sehat aktif dan sekitar 29 ml/kg/menit dalam wanita sehat aktif. VO2 maks akan lebih rendah pada individu yang banyak duduk. 16 6. Pola Tidur Keadaan tidur yang sebenarnya adalah saat pikiran dan tubuh berbeda dengan keadaan terjaga, yakni ketika tubuh beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun, dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia luar. Tidur di tempatkan pada posisi ketiga terkait aktifitas paling vital bagi manusia setelah udara dan air, tidur termasuk bagian dari periode alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi, yang dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal (Putra, 2011). 2.2 Daya Tahan Kardiorespirasi 2.2.1 Pengertian Daya Tahan Kardiorespirasi Daya tahan kardiorespirasi adalah kemampuan paru-paru, jantung dan pembuluh darah untuk memberikan jumlah oksigen yang cukup ke sel untuk memenuhi tuntutan aktivitas fisik yang berkepanjangan (Hoeger, 2014). Daya tahan kadiorespirasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan latihan pada otot besar, dinamik dengan intensitas sedang sampai tinggi untuk waktu yang lama. Kinerja latihan daya tahan kardiorespirasi tergantung pada status fungsional sistem respirasi, kardiovaskuler, dan otot skeletal (Mahler, 2003). 17 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya TahanKardiorespirasi Menurut Ikrami (2013) daya tahan kardiorespirasi dipengaruhi beberapa faktor yakni genetik, umur dan jenis kelamin, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan status gizi. a. Genetik Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh faktor genetik yakni sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir. Pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki lebih banyak serabut otot merah lebih mampu melakukan kegitan bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat otot rangka putih lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat anaerobic. Demikian pula pengaruh keturunan terhadap komposisi tubuh, sering dihubungkan dengan tipe tubuh. Seseorang yang mempunyai tipe endomorf (bentuk tubuh bulat dan pendek) cenderung memiliki jaringan lemak yang lebih banyak bila dibandingkan dengan tipe otot ektomorf (bentuk tubuh kurus dan tinggi). b. Umur Daya tahan kardiovaskuler menunjukkan suatu tendensi meningkat pada masa anak-anak sampai sekitar dua puluh tahun dan mencapai maksimal di usia 20 sampai 30 tahun. Daya tahun 18 tersebut akan makin menurun sejalan dengan bertambahnya usia, dengan penurunan 8-10% perdekade untuk individu yang tidak aktif, sedangkan untuk individu yang aktif penurunan tersebut 45% perdekade (Sharkey, 2003). Peningkatan kekuatan otot pria dan wanita sama sampai usia 12 tahun, selanjutnya setelah usia pubertas pria lebih banyak peningkatan kekuatan otot, maksimal dicapai pada usia 25 tahun yang secara berangsur-angsur menurun dan pada usia 65 tahun kekuatan otot hanya tinggal 6570% dari kekuatan otot sewaktu berusia 20 sampai 25 tahun. Pengaruh umur terhadap kelenturan dan komposisi tubuh pada umumnya terjadi karena proses menua yang disebabkan oleh menurunnya elastisitas otot karena berkurangnya aktivitas dan timbulnya obesitas pada usia tua. c. Jenis Kelamin Perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas pada laki-laki dan perempuan mempengaruhi daya tahan kardiovaskuler. Pada masa pubertas laki-laki memiliki jaringan lemak yang lebih sedikit daripada perempuan. Hal yang sama juga terjadi pada kekuatan otot ,karena perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan ukuran otot baik besar maupun proporsinya dalam tubuh. 19 d. Pelatihan Fisik Pelatihan yang bersifat aerobik yang di lakukan secara teratur akan meningkatkan daya tahan kardiovaskuler dan dapat mengurangi lemak tubuh . Dengan melakukan latihan olahraga atau kegiatan fisik yang baik dan benar berarti seluruh organ dipicu untuk menjalankan fungsinya sehingga mampu beradaptasi terhadap setiap beban yang diberikan. e. Status Gizi Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovakuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan olahraga yang cukup, mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisik. 2.2.3 Pengukuran Daya Tahan Kardiorespirasi Pengukuran adalah proses pengumpulan data atau informasi tentang individu maupun objek tertentu yaitu mulai dari mempersiapkan alat ukur yang digunakan sampai diperolehnya hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif yang hasilnya dapat diolah secara statistika. Setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mengubah energi makanan menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) yang siap dipakai untuk kerja. Sel paling sedikit mengkonsumsi 20 oksigen adalah pada saat otot dalam keadaan istrahat. Sel otot yang berkontraksi membutuhkan banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan membutuhkan lebih banyak oksigen (O2) dan menghasilkan karbondioksida (CO2). Kebutuhan akan O2 dan menghasilkan CO2 dapat diukur melalui pernafasan. Dengan mengukur jumlah O2 yang dipakai selama latihan, dapat diketahui jumlah O2 yang dipakai oleh otot yang bekerja. Makin tinggi jumlah otot yang dipakai maka makin tinggi pula intensitas kerja otot. Tingkat kebugaran dapat diukur dari volume dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas maksimum atau disebut juga dengan VO2 maks. Kapasitas aerobik menunjukkan kapasitas maksimal oksigen yang dipergunakan oleh tubuh (VO2 maks). Semakin banyak oksigen yang diasup atau diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin sedikit. VO2 maks diukur dalam banyaknya oksigen dalam liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min). Tingkat kebugaran fisik seseorang berbeda-beda seusai dengan komponen-komponen yang mempengaruhi kebugaran yang dimilikinya. Untuk itu dilakukan latihan-latihan penunjang yang dapat meningkatkan serta melibatkan sistem kardiovaskuler dan kardiorespirasi yang baik. Dalam hal ini organ jantung dan paru 21 mensuplai O2 keseluruh otot dan mengirimkan karbondioksida CO2 kembali ke paru, sehingga hal ini pula yang menentukan jumlah konsumsi oksigen maksimal atau VO2 maks. Tabel 2.1 Nilai Normatif VO2 Maks Bagi Laki-Laki dan Perempuan (Sumber: Doust, 2006) FEMALE ( ml/ kg/min ) Age Very poor Poor Fair Good Exellent Superior 13-19 < 25 25.0-30.9 31.0-34.9 35.0-38.9 39.0-41.9 > 41.9 20-29 < 23.6 23.6-28.9 29.0-32.9 33.0-36.9 37.0-41.0 >41.0 30-39 < 22 22.8-26.9 27.8-31.4 31.5-35.6 35.7-40.0 >40.0 40-49 < 21.0 21.0-24.4 24.5-28.9 29.0-32.8 32.7-36.9 >36.9 50-59 < 20.0 20.2-22.7 22.8-26.9 27.0-31.4 31.5-35.7 >35.7 60+ < 17.5 17.5-20.1 20.2-24.4 24.0-30.2 30.3-31.4 >31.4 Age Very poor Poor Fair Good Exellent Superior MALE ( ml/ kg/min ) 13-19 < 35.0 35.0-38.3 38.4-45.1 45.2-50.9 51.0-55.9 >55.9 20-29 < 33.0 33.0-36.4 36.5-42.4 42.5-46.4 46.5-52.4 >52.4 30-39 < 31.5 31.5-35.4 35.5-40.9 41.0-44.9 45.0-49.4 >49.4 40-49 < 30.2 30.2-33.5 31.0-35.7 39.0-43.7 43.8-48.0 >48.0 50-59 < 26.1 26.1-30.9 26.1-32.2 35.8-40.9 41.0-45.3 >45.3 60+ < 20.5 20.5-26.0 26.1-32.2 32.3-36.4 35.5-44.2 >44.2 2.2.4 Harvard Step Test Harvard step test adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun 1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan jantung-paru, aerobic power, cardiovascular endurance, cardiorespiration endurance, dan kebugaran aerobik yang 22 mempunyai arti yang kira-kira sama. Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, sehingga nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik turun bangku selama 5 menit. Pada tes ini individu yang diperiksa melalui uji untuk melangkah naik dan turun dari bangku (NTB) gym setingi 45 cm selama 5 menit pada tingkat 30 langkah / menit. Kemudian di lakukan pemeriksaan terhadap jumlah denyut nadi setelah test pada saat 30 detik pertama (DN1), 30 detik kedua (DN2), dan 30 detik ketiga (DN3). Setelah mendapatkan DN 1, DN 2, DN 3, maka data tersebut dihitung kedalam rumus Indeks Kesanggupan Badan (IKB) yang selanjutnya dikonversikan sesuai rumus yang dipilih. Apabila individu yang diuji tidak mampu melakukan NTB selama 5 menit, maka waktu lama NTB tersebut dicatat, lalu DN-nya dihitung sesuai dengan petunjuk pengambilan DN (Rusip, 2006). Menurut Rusip (2006) kesanggupan badan seseorang dinyatakan dengan IKB yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus diatas. Semakin besar nilai dari IKB seseorang makan kesanggupan badannya semakin baik. Dari data denyut nadi yang sudah dicatat, kemudian dilakukan penghitungan indeks kesanggupan dengan cara berikut: a. Cara lambat : Indeks Kesanggupan = NTB (dalam detik) x 100 2 x (DN1 + DN2 + DN3) 23 Nilai normal : < 55 : kurang 55-64 : sedang 65-79 : cukup 80-89 : baik > 89 : sangat baik b. Cara cepat: Indeks Kesanggupan = NTB (dalam detik) x 100 5,5 x DN1 Nilai norma : < 50 : kurang 50-80 : sedang >80 : baik Tabel 2.2 Nilai Normatif Indeks Kesanggupan Harvard Step test (Sumber: Rusip, 2006) Lama Naik Turun Tangga 0.00-0.29 0.30-0.59 1.00-1.29 1.30-1.59 2.00-2.29 2.30-2.59 3.00-3.29 3.30-3.59 4.00-4.29 4.30-4.59 5.00 Denyut Nadi 1 menit - 1 menit.30 detik DN1 0- 45- 5044 49 54 5 5 5 20 15 15 30 30 25 45 40 40 60 50 45 70 65 60 85 75 70 100 85 80 110 100 90 125 110 100 130 115 105 5559 5 15 25 35 45 55 60 70 80 90 95 6064 5 15 20 30 40 50 55 65 75 85 90 6569 5 10 20 30 35 45 55 60 70 75 80 70- 75- 80- 8574 79 84 89 >89 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10 20 20 15 15 15 25 25 25 20 20 35 30 30 30 25 40 40 35 35 35 50 45 45 40 40 55 55 50 45 45 65 60 55 55 50 70 65 60 60 55 75 70 65 65 60 24 2.3 Latihan Interval Intensitas Tinggi 2.3.1 Pengertian Latihan Interval Intensitas Tinggi Latihan interval intensitas tinggi adalah program pelatihan yang menantang, terutama aerobik yang melibatkan intensitas tinggi ke interval intensitas sangat tinggi (kapasitas maksimal 80 -90%) Setiap latihan diikuti oleh intensitas rendah sampai sedang dengan interval 1: 3 atau kurang bekerja untuk rasio pemulihan digunakan. Latihan ini memberikan manfaat kesehatan dan kebugaran yang lebih besar dari program intensitas rendah tradisional (Hoeger, 2014). Latihan interval intensitas tinggi adalah bentuk latihan kardio yang menggunakan kombinasi antara latihan intensitas tinggi dengan intensitas sedang atau rendah dalam selang waktu tertentu salah satu latihan aerobik untuk membakar kalori dan meningkatkan kekuatan, daya tahan, dan kebugaran fisik. Pelatihan interval ini dilakukan dengan interval yang tinggi selama 4 – 30 menit untuk latihan kardiovaskuler kemudian dilakuan bergantian dengan latihan intensitas rendah. Porsi melakukan latihan intensitas tinggi dan latihan intensitas rendah harus dilakukan dengan rentang waktu yang sama (Barlett, 2013). 25 2.3.2 Tujuan Latihan Interval Intensitas Tinggi Latihan interval intensitas tinggi ini terdiri dari periode melakukan lari dengan intensitas tinggi yang diselingi dengan periode istirahat yaitu berjalan. Hal ini menyebabkan tubuh secara efektif membentuk dan menggunakan energi yang berasal dari sistem anaerobik. Penambahan interval membantu pembuangan metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat latihan interval intensitas tinggi sedang dilakukan oleh tubuh. Perubahan periode latihan yang dilakukan bergantian ini membantu tubuh meningkatkan volume dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas maksimum (VO2max) selama latihan (Kolt, 2007). Menurut American College of Sports Medicine menyatakan bahwa lebih banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan latihan interval intensitas tinggi dari pada latihan noninterval. Kecepatan Metabolik rate meningkat untuk 90 menit sampai dengan 24 jam setelah sesi latihan interval intensitas tinggi. Peningkatan metabolisme dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan cepat. Latihan intensitas tinggi memacu kerja jantung dengan lebih keras sehingga konsumsi oksigen pun meningkat yang berarti metabolisme tubuh juga menigkat sehingga makin banyak lemak yang dipakai untuk pembakaran. Selain metabolisme pada saat kita melakukan latihan yang meningkat, metabolisme pada saat kita 26 beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme pada saat kita beristirahat selama 24 jam setelah melakukan latihan interval intensitas tinggi (Kafiz, 2014). Sama seperti latihan aerobik lainnya, latihan interval intensitas tinggi ini meningkatkan fungsi sel otot, membakar lemak dan meningkatkan kapasistas paru. Latihan interval intensitas tinggi selama 30 menit sama dengan 90 menit latihan intensitas rendah. Sehingga latihan interval intensitas tinggi membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai manfaat kebugaran (Hoeger, 2014). 2.4 Senam Aerobik High Impact 2.4.1 Pengertian Senam Aerobik High Impact Senam aerobik high impact adalah salah satu pembagian senam aerobik berdasarkan cara melakukan dan musik yang mengiringinya. Pada gerakan senam aerobic high impact memiliki ciri khas dengan irama tubuh yang cepat dengan diiringi oleh musik yang berirama cepat dan gerakan dinamis dengan lutut diangkat tinggi sehingga memberikan beban latihan pada seluruh organ tubuh yang lebih berat (Yudha, 2011). 27 Latihan senam aerobik high impact yang dilakukan dalam intensitas yang tinggi. Senam aerobik high impact menggunakan oksigen sebanyak mungkin atau memperbanyak jumlah oksigen yang dapat diproses oleh tubuh. 2.4.2 Tujuan Senam Aerobik High Impact Menurut Purwanto (2011) menyatakan bahwa tujuan senam aerobik high impact yaitu: 1. Kekuatan otot Senam pada intensitas yang tinggi dalam waktu singkat, mempergunakan tenaga yang maksimum dan diulang-ulang sehingga melatih otot untuk melebihi beban normalnya. 2. Ketahanan fisik Sema aerobik dengan intensitas yang tinggi dapat memingkatkan ketahanan fisik dikarenakan gerakan dinamis pada saat melakukan senam aerobik high impact meningkatkan penghantaran oksigen ke seluruh jaringan tubuh. 3. Ketahanan otot jantung Istilah aerobik berarti dengan oksigen. Kapasitas kerja jantung, peredaran darah, dan paru-paru berguna untuk memberikan oksigen pada kerja otot dan jaringan-jaringan selama beberapa kali melakukan latihan, dan dapat menghasilkan rasa lelah, penggunaan secara efisiensi sistem kerja jantung adalah 28 tercapainya kegiatan fisik secara optimal. Secara umum kegiatan tersebut adalah latihan senam dan merupakan kunci dalam mengembangkan fungsi kerja jantung secara efisiensi. 4. Kelenturan Kelenturan merupakan keluasan gerak dalam persendian. Kelentukan ini ditentukan oleh elastisitas otot, ligamentum dan tendon. Gerakan dinamis pada saat melakukan senam aerobik high impact dapat meningktakan kelenturan. 5. Komposisi tubuh Gerakan aerobik high impact akan membantu pembakaran lemak sehingga menghindari seluruh tubuh menjadi gemuk. 2.5 Reaksi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler terhadap Latihan Pemakaian oksigen (O2) dan pembentukan karbondioksida (CO2) dapat meningkat hingga 20 kali lipat pada saat tubuh sedang melakukan latihan fisik. Pada saat latihan fisik pada orang yang sehat, ventilasi alveolus meningkat hampir sama dengan langkah-langkah peningkatan tingkat metabolism oksigen. Otak akan memberikan transmisi impuls motorik ke otot yang berlatih dianggap mentransmisikan impuls kolateral ke batang otak untuk mengeksitasi pusat pernafasan. Hal ini analog dengan perangsanagan pusat vasomotor di batang otak selama latihan fisik yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri secara bersamaan (Guyton, 29 2007). Reaksi fisiologis yang terjadi setelah latihan dilakukan secara teratur memberikan respon fisiologis, yaitu: a. Pengaruh latihan terhadap kesehatan umum otot jantung Bukti yang ada menunjukkan bahwa otot jantung ukurannya meningkat karena digunakan dengan tuntutan yang lebih besar diletakkan pada jantung sebagai akibat dari aktivitas jasmani, terjadi pembesaran jantung. b. Pengaruh latihan terhadap isi denyut jantung Hasil penelitian pada atlet, pada umumnya disepakati bahwa jumlah isi darah perdenyut jantung lebih besar dipompakan ke seluruh tubuh dari pada orang yang tidak terlatih. Atlet terlatih dapat memompakan sebanyak 22 liter darah sedangkan individu yang tidak terlatih hanya 10,2 liter darah saja. c. Pengaruh latihan terhadap denyut jantung Hasil tes dari atlet olimpiade, diperoleh bukti bahwa individu yang terlatih mempunyai denyut jantung yang tidak cepat bila dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih. Diperkirakan bahwa jantung manusia berdenyut 6 sampai 8 kali lebih sedikit bila seseorang terlatih. Pada kebanyakan atlet jantungnya berdenyut 10, 20 sampai 30 kali lebih sedikit dari pada denyut jantung yang tidak terlatih (Jardins, 2002). d. Pengaruh latihan terhadap tekanan arteri Banyak eksperimen menunjukkan bahawa peningkatan tekanan darah pada orang terlatih lebih sedikit dari pada orang yang tidak terlatih. 30 e. Pengaruh latihan terhadap pernafasan 1) Jumlah pernafasan permenit berkurang. Individu terlatih bernafas 6 sampai 8 kali permenit pada saat istirahat, sedangkan pada orang yang tidak terlatih sebanyak 12 - 14 kali permenit pada saat istirahat (Hayes, 1997). 2) Pernafasan lebih dalam dengan diafragma. Pada orang yang tidak terlatih diafragma bergerak sedikit sekali. 3) Dalam mengerjakan pekerjaan yang sama, individu yang terlatih menghirup udara dalam jumlah yang lebih kecil, dan mengambil oksigen lebih besar dari pada individu yang tidak terlatih. Ada keyakinan bahwa peningkatan jumlah kapiler dalam paru-paru, menyebabkan jumlah darah yang berhubungan dengan udara lebih besar yang mengakibatkan efisiensi dalam pernafasan. f. Pengaruh latihan terhadap sistem otot Latihan terhadap otot-otot yang dapat menyebabkan peredaran ke otot lebih baik, diantaranya adalah sarkoma dari serabut otot menjadi lebih tebal dan kuat, ukuran otot bertambah, kekuatan otot meningkat, daya tahan otot meningkat serta terjadi penambahan jumlah kapiler.