HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN

advertisement
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA
MAHASISWA
Disusun oleh :
Herni Rosita
10502099
Abstrak
Individu dalam perannya sebagai mahasiswa, dituntut untuk menjadi lebih mandiri,
mampu berinisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam berpikir dan berperilaku. Semua hal
tersebut dapat dicapai bila individu dapat berinteraksi secara baik dan dapat berperilaku asertif.
Perilaku asertif punya dampak baik terhadap orang lain ataupun diri sendiri. Dampak terhadap
diri sendiri misalnya timbulnya rasa percaya diri pada individu tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji apakah ada hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada
mahasiswa.
Pengumpulan data dilakukan terhadap mahasiswa Universitas Gunadarma Depok dan
Kelapa Dua. Data diperoleh melalui kuesioner dengan metode try out terpakai. Jumlah
keseluruhan responden yang memenuhi criteria adalah 100 subjek, merupakan mahasiswa
tingkat 1,2,3,4, dan 5, yang berusia antara 18- 21 tahun.
Untuk pengukuran perilaku asertif terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 38 item yang diujicobakan diperoleh 27 item
yang valid dengan kisaran antara 0.1954 sampai dengan 0.4795. Uji reliabilitas diperoleh sebesar
0.762 yang berarti cukup reliable karena mendekati 1. Pada pengukuran kepercayaan diri juga
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS
ver.13.0 for windows. Dari 34 item yang diujicobakan diperoleh 26 item yang valid dengan
kisaran antara 0.2096 sampai dengan 0.5027. Uji reliabilitas diperoleh sebesar 0.8027 yang
berarti cukup reliable karena mendekati 1.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa subjek memiliki tingkat perilaku
asertif yang cenderung tinggi, dimana mean empirik sebesar 81.44 dan mean hipotetik sebesar
67.5. Subjek juga memiliki tingkat kepercayaan diri yang cenderung sedang atau rata-rata,
dimana mean empirik sebesar 68.91 dan mean hipotetik sebesar 65. Sedangkan berdasarkan
hasil analisis dengan menggunakan regresi sederhana diperolah signifikansi sebesar 0.000
(p<0.01), selain itu juga diperolah korelasi berdasarkan korelasi Product Moment dari Pearson
sebesar 0.573 yang berarti terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara perilaku
asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa.
Berdasarkan hasil deskripsi subjek diketahui subjek yang berjenis kelamin laki-laki
cenderung lebih asertif dibandingkan dengan subjek perempuan. Begitu pula dalam kepercayaan
diri subjek yang berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih percaya diri dibandingkan dengan
1
subjek perempuan.. Berdasarkan tingkat perkuliahan mahasiswa tingkat 1 dan 5 cenderung lebih
asertif dibandingkan mahasiswa tingkat 2,3,dan 4. Tetapi pada kepercayaan diri mahasiswa
tingkat 5 yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengen tingkat 1,2,3,dan 4.
Kata Kunci: Perilaku Asertif, Kepercayaan Diri, Mahasiswa
PENDAHULUAN
Dalam setiap tahapan kehidupan, individu akan memiliki berbagai peran. Pada masa
kanak-kanak, individu bisa berperan sebagai seorang anak, seorang adik, seorang kakak, ataupun
seorang siswa. Pada masa remaja, masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa,
seorang individu dapat memiliki peran yang lebih banyak lagi dibandingkan masa kanakkanaknya. Individu remaja tersebut bisa menjadi anggota suatu organisasi, pelajar, dan lain
sebagainya. Pada masa remaja akhir, umumnya peran individu sebagai siswa berubah menjadi
mahasiswa. Mahasiswa berasal dari kata maha dan siswa, menurut kamus bahasa Indonesia
(Poerwadarminta, 1993) maha berarti besar, sedangkan siswa artinya pelajar. Jika kedua kata ini
digabungkan menjadi mahasiswa, maka kata tersebut memiliki makna pelajar yang besar, yang
berarti siswa tersebut akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi. Sebagai mahasiswa,
seorang individu akan dituntut untuk bisa menjadi lebih mandiri, lebih inisiatif, lebih dewasa,
dan lebih matang dalam berpikir dan berperilaku.
Kemandirian, inisiatif, kedewasaan serta kematangan dalam berpikir dan berperilaku
dapat dicapai jika individu tersebut bisa berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Untuk
menciptakan interaksi yang baik dan harmonis diperlukan sikap asertif. Sikap asertif adalah
ekspresi yang langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hakhak tanpa kecemasan yang beralasan. Ekspresi yang langsung merupakan perilaku individu yang
tidak berputar-putar, jelas terfokus dan wajar, serta tidak menghakimi. Jujur merupakan perilaku
individu yang selaras dan cocok, kata-kata, gerak-gerik dan perasaan individu semuanya
mengatakan hal yang sama, sedangkan pada tempatnya merupakan perilaku individu yang
memperhitungkan hak-hak dan perasaan-perasaan orang lain sesuai dengan waktu dan tempat
yang tepat (Cawood, 1988).
Muhammad (2003), berpendapat ada beberapa keuntungan yang didapat bila
berperilaku asertif, yaitu keinginan kebutuhan dan perasaan individu untuk dimengerti oleh
orang lain. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati karena kedua belah pihak merasa
dihargai dan didengar. Ini sekaligus keuntungan bagi individu sebab akan membuat individu di
posisi sebagai pihak yang sering meminimalkan konflik atau perselisihan. Selain itu, individu
tersebut merasa mengendalikan hidupnya sendiri, dan akan berdampak pada rasa percaya diri
dan keyakinan yang bisa terus meningkat.
2
Menurut Fatimah (2006) percaya diri adalah sikap positif seorang individu yang
memampukan diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
Kepercayaan diri berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan
psikologis dan sosiologis akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang.
Seorang individu yang memiliki peran sebagai mahasiswa berada pada lingkungan yang sangat
kompleks. Lingkungan yang menuntut mahasiswa tersebut untuk lebih mandiri, lebih inisiatif,
lebih dewasa, dan lebih matang dalam berpikir dan berperilaku. Hal ini bukan merupakan proses
yang mudah. Setiap mahasiswa berbeda dalam menghadapi lingkungan yang kompleks ini.
Artinya dalam proses interaksi dengan lingkungannya, mahasiswa bertujuan untuk memenuhi
kebutuhannya. Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan
berbeda dalam menghadapi sesuatu, ada mahasiswa yang bersikap asertif untuk memenuhi
tuntutan lingkungannya, akan tetapi ada banyak pula yang tidak.
Jika mahasiswa berperilaku asertif, maka bisa menyatakan kebutuhannya secara jujur,
langsung, dan berusaha menghargai hak pribadi dan orang lain. Ketika masalah timbul,
mahasiswa yang berperilaku asertif akan menghadapi masalah yang timbul dan berusaha
mengatasinya. Cara mengatasi masalah secara asertif dilakukan dengan cara pengungkapan yang
jujur, langsung, tidak berusaha menjauhi, dan tetap menghargai hak pribadi maupun diri sendiri.
Perilaku ini menghasilkan suatu evaluasi terhadap diri sendiri yang menyenangkan yang dapat
mendorong terjadinya persetujuan terhadap diri sendiri yang bisa jadi dapat meningkatkan rasa
percaya diri.
LANDASAN TEORI
Perilaku Asertif
Pengertian Perilaku Asertif
Menurut Rini (2001) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan
apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan
menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Ditambahkan pula oleh Willis dan Daisley
(1995), perilaku asertif adalah perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan
orang lain.
Rathus dan Nevid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian
untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya,
mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal
dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang
membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa
cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar
orang lain.
3
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan asertif adalah perilaku yang
bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada
orang lain secara jujur dan terbuka dengan menghormati hak pribadi kita sendiri dan orang lain.
Perbedaan Asertif, Non Asertif, dan Agresif
Alberti dan Emmons (2002) mengklasifikasikan perilaku asertif, non asertif, dan
agresif, sebagai berikut:
Tingkah Laku Asertif
Tingkah Laku Non Asertif
Tingkah Laku Agresif
Pelaku
Pelaku
Pelaku
Perbaikan/ peningkatan diri
Penyangkalan diri
Perbaikan
diri
dengan
cara
merugikan orang lain
Ekspresif
Kecenderungan menahan
Terlalu ekspresif
Bisa meraih tujuan-tujuan yang
Tidak
Meraih tujuan-tujuan dengan
diinginkannya
yang diinginkannya
mengorbankan orang lain
Pilihan untuk diri sendiri
Pilihan dari orang lain
Memilih untuk orang lain
Merasa nyaman dengan dirinya
Tidak tegas, cemas, memandang
Memandang rendah orang lain
meraih
tujuan-tujuan
rendah diri
Penerima
Memahami/
Penerima
Tidak sabar, merasa bersalah,
Merasa
situasi/keadaan orang lain
marah
direndahkan
Menghargai pelaku
Tidak ada penghargaan dari
Sakit,
pelaku
bertahan
Bisa
mencapai
menyadari
Penerima
keinginan-
keinginannya
Meraih
tujuan-tujuan
keinginan pelaku
dari
Tidak
dijatuhkan,
dipermalukan,
meraih
yang diinginkan
Karakteristik Individu yang Berperilaku Asertif
Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut Lange dan Jakubowski
a.
Memulai interaksi
b.
Menolak permintaan yang tidak layak
c.
Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
d.
Berbicara dalam kelompok
e.
Mengekspresikan pendapat dan saran
f.
Mampu menerima kecaman dan kritik
4
dan
tujuan-tujuan
Sumber : Alberti & Emmons (2002)
(1978) adalah sebagai berikut:
dan
g.
Memberi dan menerima umpan balik
Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif adalah:
a.
Bicara jujur
b.
Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
c.
Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d.
Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e.
Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situaisituasi yang sulit
Dari kedua pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut:
a.
Memulai interaksi
b.
Bicara jujur
c.
Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
d.
Mengekspresikan pendapat dan saran
e.
Mampu menerima kecaman dan kritik
f.
Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
g.
Memberi dan menerima umpan balik
h.
Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
i.
Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situaisituasi yang sulit
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku Asertif
Menurut Rathus dan Nevid (1983), terdapat 6 faktor yang mempengaruhi
perkembangan perilaku asertif yaitu:
a.
Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan perasaan dan
pikiran dibandingkan dengan laki-laki.
b.
Self esteem
Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri
dengan lingkungan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiran
sosial yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa
merugikan orang lain dan diri sendiri.
c.
Kebudayaan
Tuntutan lingkungan menentukan batas-vatas perilaku, dimana batas-batas perilaku itu
sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial seseorang
d.
Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir sehingga
memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka.
5
e.
Tipe Kepribadian
Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon yang sama. Hal ini
dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Dengan tipe kepribadian tertentu seseorang
akan bertingkah laku berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian lain.
f.
Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya
posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi dalam kehidupan tertentu akan dikuatirkan
menggangu.
KEPERCAYAAN DIRI
Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut De Angelis (1997) rasa percaya diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri
sendiri yang mana percaya diri itu berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala
sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan dalam hidup.
Ditambahkan oleh Liendenfield (1997) rasa percaya diri lebih menekankan pada
kepuasan yang dirasakan individu terhadap dirinya, dengan kata lain individu yang percaya diri
adalah individu yang merasa puas pada dirinya sendiri.
Wijaya (2000) mendefinisikan kepercayaan diri adalah kekuatan keyakinan mental
seseorang atas kemampuan dan kondisi dirinya dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan kepribadian seseorang secara keseluruhan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri adalah
keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan dan
merasa puas terhadap dirinya.
Karakteristik Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri
Menurut Fatimah (2006) ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri yang
proporsional, diantaranya adalah:
a. Percaya akan kemampuan diri sendiri, sehingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan,
penerimaan, ataupun rasa hormat dari orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau
kelompok.
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain.
d. Punya kendali diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil).
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari
usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung pada
bantuan orang lain).
f. Mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri, dan situasi diluar dirinya.
6
g. Memiliki harapan-harapan yang realistik, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud mampu
untuk melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
Ditambahkan menurut Guilford, 1959; Lauster, 1978; Instone, 1983 (dalam Afiatin dan
Martaniah, 1998), ciri-ciri individu yang memiliki rasa percaya diri adalah sebagai berikut:
a. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh adanya
keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki.
b. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap
kemampuannya dalam berhubungan sosial.
c. Individu percaya sekali terhadap dirinya sertamemiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh
adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya.
Dari kedua pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut:
a. Individu merasa diterima oleh kelompoknya
b. Individu percaya sekali terhadap dirinyaserta memiliki ketenangan sikap
c.Tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau
kelompok.
d. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain
e. Punya kendali diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil).
f.. Memiliki internal locus of control
g. Mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri, dan situasi diluar dirinya.
h. Memiliki harapan-harapan yang realistic
Faktor-faktor yang Mempengatuhi Perkembangan Kepercayaan Diri
Menurut Middlebrook (dalam Mahrita, 1997), ada empat faktor yang mempengaruhi
perkembangan kepercayaan diri, yaitu:
a. Pola Asuh
Keluarga merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
anak dimasa yang akan datang. Dari ketiga pola asuh baik itu otoriter, demokratis, dan
permisif, menurut Hurlock (dalam Mahrita, 1997) pola asuh demokratis adalah model yang
paling cocok yang mendukung pengembangan percaya diri pada anak, karena pola asuh
demokratis melatih dan mengembangkan tanggung jawab serta keberanian menghadapi dan
menyelesaikan masalah secara mandiri.
b. Jenis Kelamin
Peran jenis kelamin yang disandang oleh budaya terhadap kaum perempuan maupun laki-laki
memiliki efek sendiri terhadap perkembangan rasa percaya diri. Perempuan cenderung
dinggap lemah dan harus dilindungi, sedangkan laki-laki harus bersikap sebagai makhluk kuat,
mandiri dan mampu melindungi.
c. Pendidikan
7
Pendidikan seringkali menjadi ukuran dalam menilai keberhasilan seseorang. Berarti semakin
tinggi jenjang pendidikan seseorang semakin tinggi pula anggapan orang lain terhadap dirinya.
Mereka yang memiliki jenjang pendidikan yang rendah biasanya merasa tersisih dan akhirnya
tidak memiliki keyakinan akan kemampuannya. Sedangkan yang memiliki jenjang pendidikan
yang tinggi semakin terpacu untuk menunjukan kemampuannya.
d. Penampilan Fisik
Individu yang memiliki tampilan fisik yang menarik lebih sering diperlakukan dengan baik
dibandingkan dengan individu yang mempunyai penampilan kurang menarik.
Cara Menumbuhkan Percaya Diri
Menurut Fatimah (2006) untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang
proporsional, individu tersebut harus memulai dari diri sendiri. Adapun cara yang digunakan
adalah:
a. Evaluasi Diri Secara Objektif
Individu harus belajar untuk menerima diri secara objektif dan jujur. Membuat daftar potensi
yang ada dalam diri baik yang telah diraih ataupun belum. Kenali apa yang menjadi penyebab
terhalangnya kemunculan potensi yang ada dalam diri.
b. Memberi penghargaan yang jujur terhadap diri
Menyadari dan menghargai sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang dimiliki.
c. Positif Thinking
Mencoba untuk melawan setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam
benak, dan tidak membiarkan pikiran negatif berlarut-larut.
d. Gunakan Sel Affirmation
Menggunakan sel affirmation memerangi negatif thinking, contohnya: “Saya pasti bisa!”
e. Berani Mengambil Resiko
Setelah memahami secara objektif, maka akan dapat memprediksi resiko setiap tantangan
yang dihadapi, sehingga tidak perlu menghindari melainkan lebih menggunakan strategistrategi untuk menghindari, mencegah, atau mengatasi resiko.
f. Belajar Mensyukuri dan Menikmati Rahmat Tuhan
Individu tersebut harus dapat melihat dirinya secara positif.
g. Melakukan Tujuan yang Relistik
Mengevaluasi segala tujuan yang telah ditetapkan, apakah tujuan tersebut realistik atau tidak.
Tujuan yang realistik akan memudahkan dalam pencapaian tujuan.
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel-veriabel Penelitian
Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah:
8
1. Prediktor
: Perilaku Asertif
2. Kriterium
: Kepercayaan Diri
Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Perilaku Asertif
Perilaku asertif adalah perilaku yang bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang
diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain secara jujur dan terbuka dengan
menghormati hak pribadi kita sendiri dan orang lain. Dalam penelitian ini perilaku asertif
diukur dengan menggunakan. Skala Perilaku Asertif yang didasarkan pada karakteristik
individu yang berperilaku asertif yang dikemukakan oleh Lange dan Jakubowski (1978);
Palmer dan Froener (2002) yaitu memulai interaksi, bicara jujur, mengekspresikan
ketidaksetujuan dan ketidaksenangan, mengekspresikan pendapat dan saran, mampu
menerima kecaman dan kritik, memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula
sebaliknya, memberi dan menerima umpan balik, menampilkan diri sendiri dan menyayangi
orang lain, dan tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam
menghadapi situai-situasi yang sulit
2. Kepercayaan Diri
Percaya diri adalah keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk melakukan segala
sesuatu yang diinginkan dan merasa puas terhadap dirinya. Dalam penelitian ini
kepercayaan diri diukur dengan Skala Kepercayaan Diri yang didasarkan pada karakteristik
individu yang memiliki kepercayaan diri yang dikemukakan oleh Guilford, 1959; Lauster,
1978; Instone, 1983 (dalam Afiatin dan Martaniah, 1998); Fatimah (2006) yaitu individu
merasa diterima oleh kelompoknya, individu percaya sekali terhadap dirinyaserta memiliki
ketenangan sikap, tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis demi diterima oleh
orang lain atau kelompok, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya
kendali diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil), memiliki internal locus of control,
mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri dan situasi diluar dirinya,
dan memiliki harapan-harapan yang realistik
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki ataupun perempuan yang usianya berkisar antara 1821 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa di perguruan tinggi.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku asertif
dan skala kepercayaan diri dimana terdapat pernyataan-pernyataan yang berbentuk favorable dan
9
unfavorable. Penelitian ini menggunalkan kuesioner atau angket yang berupa skala sikap
berbentuk model Likert yang mengukur perilaku aasertif dan kepercayaan diri dan pada tiap
skala dan masing-masing pernyataan terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian diawali dengan penyusunan skala perilaku asertif dan skala
kepercayaan diri. Pada skala perilaku asertif dipersiapkan 38 item pernyataan yang akan dipakai
terdiri atas 19 item favorable dan 19 item unfavorable, sedangkan pada skala kepercayaan diri
terdapat 34 item pernyataan yang akan dipakai terdiri atas 17 item favorable dan 17 item
unfavorable.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai, yaitu data yang diperoleh dengan
sekali try out dalam penyebaran skala dan sekaligus juga digunakan sebagai data dalam
penelitian. Pengambilan data dilaksanakan di kampus D dan E Universitas Gunadarma. Proses
pengambilan data berlangsung selama 3 hari berturut-turut, dimulai tanggal 4 Januari sampai 6
Januari 2007. Jumlah keseluruhan subjek penelitian dari mahasiswa Universitas Gunadarma
berjumlah 105 subjek, namun terdapat 5 subjek yang tidak mengisi skala secara lengkap,
sehingga peneliti hanya memperoleh 100 subjek untuk dianalisis.
Hasil Penelitian
Deskripsi Subjek Penelitian
Usia
Rentang usia subjek berkisar antara 18-21 tahun. Juimlah subjek yang berusia 18 tahun
berjumlah 13, subjek yang berusia 19 tahun berjumlah 13, subjek yang berusia 20 tahun
berjumlah 28, dan subjek yang berusia 21 tahun berjumlah 46.
Jenis kelamin
Dari hasil penelitian didapatkan subjek yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 33
sedangkan subjek perempuan berjumlah 67.
Pendidikan
Subjek penelitian semua berstatus sebagai mahasiswa dan berjumlah 100 sampel.
Tingkat Perkuliahan
Dalam penelitian ini, subjek penelitian terdiri dari mahasiswa tingkat 1 berjumlah 11
sampel, tingkat 2 berjumlah 11 sampel, tingkat 3 berjumlah 36, tingkat 4 berjumlah 40 sampel,
dan tingkat 5 berjumlah 2 sampel.
10
Uji Coba Skala Perilaku Asertif
Uji Validitas
Berdasarkan tabel korelasi (Hadi, 2001) pada jumlah N=100, item dinyatakan valid jika
memiliki korelasi item dengan total item minimal 0.195. Dengan demikian, dari 38 item skala
perilaku asertif yang diuji cobakan terdapat 27 item yang valid dan 11 item yang gugur. Dari 27
item yang valid tersebut memiliki korelasi total item antara 0.1954 sampai dengan 0.4793.
Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui konsistensi alat ukur dapat dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang
digunakan untuk mendapat konsistensi dari alat ukur ini yaitu dengan teknik Alpha Cronbach.
Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.762.
Uji Coba Skala Kepercayaan Diri
Uji Validitas
Berdasarkan tabel korelasi (Hadi, 2001) pada jumlah N=100, item dinyatakan valid jika
memiliki korelasi item dengan total item minimal 0.195. Dengan demikian, dari 34 item skala
perilaku asertif yang diuji cobakan terdapat 26 item yang valid dan 8 item yang gugur. Dari 26
item yang valid tersebut memiliki korelasi total item antara 0.2096 sampai dengan 0.5027.
Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui konsistensi alat ukur dapat dilakukan uji reliabilitas. Teknik yang
digunakan untuk mendapat konsistensi dari alat ukur ini yaitu dengan teknik Alpha Cronbach.
Dari hasil uji reliabilitas alat ukur tersebut diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.8027.
Uji Asumsi
Uji Normalitas
Untuk uji normalitas yang digunakan yaitu uji Kolmogorof Smirnov untuk menguji
normalitas sebaran skor.
Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel perilaku asertif diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0.057 (p> 0.05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa distribusi skor
perilaku asertif pada sampel yang telah diambil adalah normal.
Pada variabel kepercayaan diri diperolah nilai signifikansi sebesar 0.093 (p> 0.05).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa distribusi skor kepercayaan diri pada sampel yang
telah diambil adalah normal.
11
Uji Linieritas
Dari hasil pengujian diperoleh nilai F sebesar 47.785 dengan signifikansi 0.000 (p<
0.01). Hal ini menunjukkanadanya hubungan linier antara variabel perilaku asertif dengan
variabel kepercayaan diri.
Uji Hipotetis
Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson
(2 tailed), diketahui nilai r yang diperoleh sebesar 0.573 dengan signifikansi 0.000 (p< 0.01).
Dari hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan ada hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa
diterima.
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara perilaku asertif
dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai korelasi antara
skor variabel prilaku asertif dengan skor kepercayaan diri sebesar 0.573 dengan taraf signifikansi
sebesar 0.000 (p<0.01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif yang
sangat signifikan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Terjadinya
hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada penelitian ini dapat terjadi karena
adanya keuntungan bila individu berprilaku asertif, yaitu individu tersebut dapat menyampaikan
kebutuhannya untuk dimengerti orang lain tanpa ada pihak yang tersakiti, dapat meminimalkan
konflik, serta dapat mengendalikan hidupnya dan hal ini berdampak pada rasa percaya diri
(Muhammad, 2003). Menurut Tillman (dalam Jarboe, 1999), bahwa asertif dan kepercayaan diri
saling berhubungan. Rendahnya kepercayaan diri merupakan efek dari interaksi dua arah.
Perilaku asertif juga menyebarkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri bisa mencegah seseorang
menjadi lemah dari tekanan. Rasa percaya diri didapatkan bila seseorang merasa senang karena
dapat mengungkapkan maksudnya mengenai apa yang harus dilakukan pihak lain kepada
dirinya. Perilaku asertif membutuhkan tindakan sopan, pantas, dan objektif. Dengan berperilaku
asertif seseorang bisa mengetahui secara tepat apa yang diinginkan dan dirasakan.
Pada perhitungan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik antara perilaku
asertif dengan kepercayaan diri dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Perbandingan mean empirik dan mean hipotetik
Skala
Perilaku Asertif
Kepercayaan Diri
Total
Subjek
100
Total Item
27
Mean
Empirik
81.44
Mean
Hipotetik
67.5
100
13.5
26
68.91
65
13
12
SD
1. Prilaku Asertif
Diketahui mean empirik sebesar 81.44. Jumlah item valid pada skala perilaku asertif
sebanyak 27 dengan menggunakan kriteria nilai dari 1 sampai dengan 4. Ini berarti nilai skala
terkecil berjumlah 1 dan terbesar berjumlah 4. Lalu diketahui rentang minimum yaitu nilai
terkecil dikalikan dengan jumlah item yang valid (1x27=27), kemudian dapat diketahui
rentang maksimum, yaitu nilai terbesar dikalikan dengan jumlah item yang valid (4x27=108),
sehingga didapat rentangan 27-108. Dengan jarak sebaran 108-27=81. Dengan demikian
standar deviasi sebesar 81:6=13.5. Nilai 6 didapat dari kurva distribusi normal yang terbagi
atas 6 wilayah, yaitu 3 daerah positif dan 3 daerah negatif. Setelah mendapatkan nilai standar
deviasi, selanjutnya mencari nilai mean hipotetik dengan cara mengalikan nilai tengah dengan
jumlah item yang valid (2.5x27=67.5).
Kurve Distribusi Normal Skala Asertif
Mean empirik = 81.44
sangat
-2SD
-1SD
40.5
54
x
67.5
rendah
rata2/
rendah
+1SD
+2SD
81
94.5
tinggi
sedang
sangat
tinggi
Setelah melihat kurva di atas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai
perilaku asertif yang cenderung tinggi ( ME> MH= 81.44> 67.5).
2.
Kepercayaan Diri
Diketahui mean empirik sebesar 68.91. Jumlah item valid pada skala
kepercayaan diri sebanyak 26 dengan menggunakan kriteria nilai dari 1 sampai dengan
4. Ini berarti nilai skala terkecil berjumlah 1 dan terbesar berjumlah 4. Lalu diketahui
rentang minimum yaitu nilai terkecil dikalikan dengan jumlah item yang valid
(1x26=26), kemudian dapat diketahui rentang maksimum, yaitu nilai terbesar dikalikan
13
dengan jumlah item yang valid (4x26=104), sehingga didapat rentangan 26-104.
Dengan jarak sebaran 104-26=78. Dengan demikian standar deviasi sebesar 78:6=13.
Nilai 6 didapat dari kurva distribusi normal yang terbagi atas 6 wilayah, yaitu 3 daerah
positif dan 3 daerah negatif. Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, selanjutnya
mencari nilai mean hipotetik dengan cara mengalikan nilai tengah dengan jumlah item
yang valid (2.5x26=65).
Kurve Distribusi Normal Skala Kepercayaan Diri
Mean empirik = 68.91
-2SD
39
sangat
-1SD
52
rendah
x
+1SD
65
78
rata2/
rendah
+2SD
91
tinggi
sedang
sangat
tinggi
Setelah melihat kurva di atas, dapat diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai
kepercayaan diri yang cenderung rata-rata/sedang (ME> MH= 65> 68.9).
Selain perbandingan mean empirik dan mean hipotetik diatas, peneliti juga akan
menyajikan mean perbandingan berdasarkan distribusi identitas subjek. Pada perbandingan
distribusi subjek, pertama kali akan dibahas mengenai perilaku asertif berdasarkan jenis kelamin.
Perbandingan Mean Empirik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentasi
Laki-laki
33
33%
Perempuan
67
67%
Total
100
100%
14
Mean
Empirik Prilaku
Asertif
84.69
82.25
Berdasarkan tabel diatas, pada subjek laki-laki cenderung memiliki perilaku asertif yang
lebih tinggi dibandingkan dengan subjek perempuan. Hal ini didukung oleh Rathus dan Nevid
(1983), perempuan pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan pikiran
dan perasaan dibandingkan dengan laki-laki.
Kemudian, yang kedua akan dibahas perbandingan distribusi subjek mengenai perilaku
asertif berdasarkan tingkat perkuliahan.
Perbandingan Mean Empirik Berdasarkan Tingkat Perkuliahan
Tingkat
Jumlah
Persentasi
Mean
Empirik Prilaku
Asertif
82.09
1
11
11%
2
11
11%
78.45
3
36
36%
81.25
4
40
40%
81.5
5
2
2%
92.5
Total
100
100%
Situasi tentang lingkungan sekitar turut mempengaruhi subjek dalam tingginya berespon
asertif. Seperti yang diungkapkan oleh Rathus dan Nevid (1983), dalam berprilaku asertif
seseorang biasanya melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi atasan dan
bawahan. Begitu juga dengan posisi mahasiswa tingkat atas bagaimana prilaku asertifnya
terhadap mahasiswa tingkat bawah dan setara dalam berinteraksi dan begitu juga sebaliknya.
Dapat dilihat bahwa perbandingan antara mahasiswa tingkat 5 cenderung tinggi dibandingkan
dengan tingkat perkuliahan yang lain. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor tertentu. Pada
mahasiswa tingkat 5 cenderung tinggi perilaku asertifnya, mungkin disebabkan karena
mahasiswa tingkat 5 sudah tahu banyak hal mengenai kampus, dan dengan wawasan yang telah
dimilikinya mengenai cara-cara bagaimana bersikap ketika berinteraksi dengan pihak lain
supaya tujuan yang dikehendaki tercapai, maka mahasiswa tingkat 5 cenderung memilih
berperilaku asertif.
Selain membahas mengenai perilaku asertif, peneliti juga akan membahas mean
perbandingan kepercayaan diri berdasarkan jenis kelamin.
Perbandingan mean empirik berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentasi
Laki-laki
33
33%
Perempuan
67
67%
Total
100
100%
15
Mean Empirik
Kepercayaan Diri
76.57
65.41
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa laki-laki lebih percaya diri dibandingkan
perempuan. Hal ini bisa jadi dikarenakan oleh peran jenis kelamin yang disandang oleh budaya
terhadap kaum perempuan maupun pada laki-laki berefek pada rasa percaya diri. Seperti yang
diungkapkan oleh Middlebrook (dalam Mahrita, 1997), perempuan cenderung diamggap lemah
dan harus dilindungi, sedangkan laki-laki harus bersikap sebagai makhluk kuat, mandiri, dan
mampu melindungi sehingga berpengaruh terhadap rasa percaya diri.
Kemudian, akan dibahas perbandingan distribusi subjek kepercayaan diri berdasarkan
tingkat perkuliahan.
Perbandingan Mean Empirik Berdasarkan Tingkat Perkuliahan
Tingkat
Jumlah
Persentasi
Mean Empirik
Kepercayaan Diri
66.45
1
11
11%
2
11
11%
65.9
3
36
36%
68.94
4
40
40%
68.225
5
2
2%
83.5
Total
100
100%
Dari tabel diatas dapat di lihat bahwa semakin tinggi tingkat perkuliahan seseorang
maka akan cenderung tinggi kepercayaan dirinya. Hal ini mungkin saja dikarenakan semakin
tinggi tingkat perkuliahan seseorang akan semakin banyak wawasan dan pengalaman yang
didapatnya dan berpengaruh pada rasa percaya diri seseorang. Pengalaman dan wawasan
individu yang telah lama berada dalam suatu bidang, misalnya pada lamanya proses pendidikan
di universitas, biasanya membuat mahasiswa tingkat atas lebih percaya diri dibandingkan
dengan mahasiswa tingkat bawah. Hal ini mungkin dikarenakan mahasiswa tingkat atas sudah
lebih dulu merasakan lingkungan kampus sehingga sedikit banyak telah mampu menyesuaikan
diri dan memiliki pergaulan yang cukup luas dan hal ini mampu menumbuhkan rasa percaya
diri. Hal ini diduung oleh Wijaya (2000), pengalaman dan wawasan merupakan salah satu faktor
individu merasa percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T dan Martaniah, S. M. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling
Kelompok Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. No. 6. Thn III.
Yogyakarta: Kampus UII Terpadu.
Alberti, R dan Emmons, R. 2002. Your Perfect Right: Panduan Praktis Hidup Lebih Ekspresif
dan Jujur pada Diri Sendiri. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Cawood, D. 1988. Assertiveness for Managers: Learning Effective Skill for Managing People.
Edisi 2. Canada: International Self- Counsel Press Ltd.
16
De Angelis, B. 1997. Percaya Diri Sumber Sukses Dalam Kemandirian. Cetakan 1. Jakarta:
Gramedia
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta didik. Bandung: Balai
Setia.
Hadi, S. 2001. Statistika jilid 2. Yogyakarta: Andi.
Jarboe,
E.
1999.
Speaking
Up:
How
www.pionerthinking.com/ej_assertive.html.
to
Be
Assertive.
Http://
Lange, A dan Jakubowski, P. 1978. Responsible Assertive Behavior: Cognitive Behavior
Procedures for Trainners. USA: Research Press.
Liedenfield, G. 1997. Seri Keluarga Mendidik Anak Agar Percaya Diri: Pedoman Bagi Orang
Tua. Jakarta: Arcan.
Mahrita, E. 1997. Pengembangan Inventori Kepercayaan Diri : Penelitian Reliabilitas, Validitas,
dan Norma Pada Sampel Mahasiswa Berusia 18- 27 Tahun. Skripsi. (tidak diterbitkan).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Muhammad,
A.
2003.
Karir
Maju
dengan
Sikap
Asertif.
www.suaramerdeka.com/cybernews/wanita/karir/karir_wanita ol.html.
Http://
Palmer dan Froehner. 2002. Harga Diri Remaja: Penuntun Menumbuhken Harga Diri Bagi
Remaja. Jakarta: Gramedia
Poerwadarminta, W.J.S. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rathus, S.A. dan Nevid, J.S. 1983. Adjustment and Growth: The Challenges of Life (2nd ed).
New York: CBS College Publising.
Rini, J. 2001. Asertivitas. Http:// www. E-Psikologi.com
Wijaya,
A.H.
2000.
Antara
Percaya
www.google.com/percayadiri/co.id.
Diri
dan
Percaya
Dewa.
Http://
Willis, L dan Daisley, J. 1995. The Assertive Trainer: A Practical Handbook Assertiveness of
Trainers and Running Assertiveness Course. USA: Mc Graw Hill
17
Download