Pendekatan Naratif dalam Perancangan Taman Penitipan

advertisement
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
G47
Pendekatan Naratif dalam Perancangan Taman
Penitipan Anak
Aisyah Iman Maulidina dan Happy Ratna Sumartinah
Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak—Pendekatan dalam perancangan arsitektur adalah
suatu metode untuk menganalisis dan merancang suatu objek
rancangan arsitektur secara efektif. Pendekatan dapat digunakan
untuk mengatur program ruang, visualisasi ruang, serta tatanan
ruang. Terdapat banyak pendekatan arsitektur yang dapat
digunakan, pemilihannya tergantung kepada objek rancangan
serta metode yang digunakan oleh perancang yang sekiranya
dirasa dapat membantu proses rancangnya. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam perancangan arsitektur
adalah pendekatan naratif. Pendekatan naratif adalah
pendekatan yang digunakan untuk membuat pengguna bangunan
merasa terlibat langsung dengan suasana ruang pada bangunan.
Aspek pembentuk narasi sendiri terdiri dari plot dan perasaan
pengguna, dua hal tersebut yang ditonjolkan dalam objek
rancangan ini. Untuk memahami suasana apa yang ingin
disampaikan kepada pengguna maka perlu pemahaman terlebih
dahulu bagaimana plot dari cerita narasi serta pengaplikasiannya
dalam arsitektur. Objek rancang yang menjadi hasil akhir
rancangan adalah taman penitipan anak yang membuat
penggunanya dapat merasakan suasana arsitektural sesuai plot
dalam narasi.
Gambar 1 Stasiun TGV karya Calavatra dengan Metafore Seekor
Burung
Kata Kunci—Naratif, plot, suasana, taman penitipan anak
I. PENDAHULUAN
P
ENDEKATAN dalam perancangan arsitektur adalah
suatu metode untuk menganalisis dan merancang suatu
objek rancangan arsitektur secar efektif. Pendekatan
dalam perancangan arsitektur juga dapat digunakan sebagai
pemacu kreatifitas arsitek dan koridor dalam perancangan.
Terdapat banyak jenis pendekatan dalam arsitektur, misalnya
pendekatan tipologi, morfologi, analogi, metafora,
simbiolisme, dan lain-lain. Terdapat pendekatan yang kasat
mata seperti pendekatan metafora (Gambar 1), namun ada
juga pendekatan yang tidak kasat mata (Gambar 2). Hal ini
berbeda-beda tergantung kepada perancangnya. Pemilihan
pendekatan tiap perancang biasanya disebabkan karena
perbedaan ideologi dan gaya pada masing-masing individu
perancang. Perbedaan ideologi ini dapat disebabkan karena
perbedaan kepribadian, latar belakang budaya, pelatihan
profesional, cara berpikir [1], cara menghadapi masalah, atau
adanya perbedaan tiap orang dalam mempelajari dan
menghayati suatu masalah baru [2]. Pemilihan pendekatan ini
juga dapat berdasarkan bangunan yang dipilih.
Gambar 2 KKC House di Jepang yang Menggunakan Pendekatan
Ekologi
Terdapat beberapa bangunan yang lebih cocok
menggunakan satu pendekatan dibandingkan pendekatan
lainnya. Salah satu jenis pendekatan yang dapat dipilih adalah
pendekatan naratif. Pendekatan ini biasanya dipilih
berdasarkan pemahaman bahwa setiap bangunan memiliki
narasinya masing-masing. Mulai dari keinginan untuk
menciptakan suatu bangunan hingga realisasi, sampai saatnya
bangunan tersebut diruntuhkan. Seperti kehidupan di alam
yang memiliki siklus, begitupun arsitektur yang ada kalanya ia
mati lalu memperbarui dirinya sendiri dalam suatu ekosistem
budaya yang membangun suatu kota. Bila kita telaah lebih
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
jauh sesungguhnya ada banyak hal yang dapat dibaca melalui
suatu bangunan [3]. Salah satu bangunan yang menggunakan
pendekatan naratif adalah Museum Tsunami Aceh (Gambar 3).
Saat berkeliling di dalam museum tersebut pengunjung dapat
merasakan suasana saat kejadian tsunami Aceh 2004 lalu, dari
suasana tersebut mereka dapat mengingat kenangan akan
tsunami Aceh (Gambar 4).
Sesuai dengan pemahaman tersebut, maka dipilihlah
pendekatan naratif ini pada perancangan taman penitipan anak.
Pemilihan ini juga berdasarkan pemahaman bahwa bangunan
dengan pendekatan naratif cenderung lebih menarik untuk
digunakan oleh anak dalam usia emasnya. Dalam arsitektur,
pendekatan naratif berhubungan dengan sensibilitas dan proses
kerja yang berhubungan dengan sifat manusia. Ia lebih
menekankan kepada makna arsitektur secara keseluruhan
dibanding kulit luarnya saja. Ia membuat pengalaman dan
kebutuhan manusia sebagai penggunanya menjadi suatu cerita.
Cerita ini dimulai dan diakhiri dengan proses interaksi antara
pengguna dengan lingkungannya serta menggambarkan
pengalaman mereka dalam ruang yang perlu dipahami dan
dimanfaatkan oleh sang arsitek [4]. Contoh lainnya adalah
Jewish Museum di Berlin yang menggambarkan keadaan kaum
Yahudi pada masa Perang Dunia ke-II. Dengan bentuknya
yang menyeruai jalur pengunjung seakan dapat melihat
langsung sejarah kaum Yahudi pada masa itu (Gambar 5).
Dalam hubungannya dengan psikologi anak, pendekatan
naratif adalah pendekatan yang cukup baik. Hal itu disebabkan
karena narasi atau cerita mudah merangsang seorang anak
untuk bertindak serta mengembangkan proses imajinatif dalam
berpikir. Cerita mampu mendorong seorang anak untuk
melakukan suatu tindakan karena ia akan meniru hal positif
yang ada dalam cerita tersebut. Dalam hal moral, pendekatan
naratif tidak menyodorkan norma-norma yang bersifat
menggurui sehingga anak tidak akan merasa dipaksa untuk
melakukan sesuatu. Nilai-nilai dalam sebuah cerita biasanya
bersifat eksplisit sehingga seorang anak akan dituntut untuk
dapat menyerap nilai tersebut sesuai dengan interpretasi
mereka sendiri. Hal ini dapat merangsang daya imajinasi dan
kemampuan seorang anak dalam menyelesaikan masalah.
G48
Gambar 3 Salah Satu Contoh Bangunan dengan Pendekatan Naratif
Gambar 4 Interior Museum Tsunami Aceh
II. METODA PERANCANGAN
Pada proses perancangan ini, naratif tidak hanya digunakan
sebagai pendekatan namun juga digunakan sebagai metoda.
Metode naratif adalah metoda yang berjalan seperti runtutan
cerita di mana setiap proses di dalamnya terjadi secara runtut
dan berhubungan.
Gambar 5 Jewish Museum di Berlin yang Menggunakan Pendekatan
Naratif
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
Dalam proses desain, naratif mempunyai fungsi, yaitu:
1) Membantu perancang mendapatkan pemahaman yang
lebih dalam akan proyek rancangan dan kondisi tapak.
Kunci dalam proses ini adalah:
a. Memori dari pengguna dan orang-orang sekitar
b. Pengalaman dari pengguna dan orang-orang sekitar
2) Bekerja sebagai proses desain dan alat eksplorasi untuk
unsur-unsur yang menarik pada desain bangunan dan
tapak.
3) Sebagai alat komunikasi yang lebih mudah dipahami
antara perancang dan lainnya.
Dalam prosesnya, metoda naratif memiliki tiga proses
desain [4], yaitu:
1) Proses desain biasanya berisi rangkaian kegiatan yang
dimulai dari mencari masalah desain dan berakhir
dengan mengembangkan suatu solusi desain
2) Narasi terbaik memberi bangunan tambahan makna dan
mendorong penggunanya untuk terlibat dengan
bangunan tersebut serta menghargai karya arsitekturnya
3) Setiap desain didefinisikan sebagai narasi sosial dan
perilak dalam ruang desain berpengaruh terhadap
pengembangan narasi sosial secara luas
Gambar 6 Perspektif Taman Penitipan Anak
Gambar 7 Desain Bangunan Kantor
III. HASIL PERANCANGAN
Penerapan pendekatan kepada hasil rancangan paling
terasa pada unsur penataan ruang dan pengaturan privasi di
dalam bangunan. Penataan ruang beserta privasinya
disesuaikan dengan unsur-unsur naratif secara garis besar.
Menurut David Lodge [5] secara struktural, naratif memiliki
tiga bagian dengan tiga suasana yang berbeda. Bagianbagian tersebut adalah:
1) Bagian awal (eksposisi)
2) Bagian tengah (pengembangan, klimaks)
3) Bagian akhir (penyelesaian)
Implementasi sruktur naratif pada taman penitipan anak
ini dapat dilihat pada perspektif bangunan (Gambar 6).
Pembagian implementasi itu dibagi menjadi:
1) Bagian awal (massa bangunan kantor sebagai bangunan
penyambut) (Gambar 7)
Sesuai dengan bagian awal karya narasi yang berisi
pengenalan tokoh dan cerita secara garis besar, massa
bangunan kantor memiliki fungsi utama sebagai area
informasi bagi setiap pengunjung taman penitipan anak.
Karena difungsikan untuk seluruh pengunjung maka
privasi pada area ini pun bersifat publik, dalam artian
seluruh pengunjung dapat mengakses area ini dengan
bebas.
Pada bagian ini suasana yang diharapkan adalah
suasana hangat yang membuat orang-orang merasa
betah berada di taman penitipan anak ini serta dapat
menggali informasi sebanyak mungkin mengenai taman
penitipan anak.
2) Bagian tengah (massa utama sebagai area berkegiatan
utama) (Gambar 8)
Sesuai dengan bagian pertengahan karya narasi yang
berisi pengembangan karakter dan konflik, begitu pula
Gambar 8 Desain Bangunan Utama
Gambar 9 Desain Bangunan Utama
G49
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
suasana yang diharapkan diterima oleh pengguna pada
bangunan utama ini. Saat sampai pada bagian konflik
dari suatu narasi maka adrenalin pembaca akan naik, ia
akan ikut berpikir bersama masalah yang kian
berkembang. Kemampuan berpikir yang aktif inilah
yang diterapkan pada suasana ruang-ruang utama di
taman penitipan anak.
3) Bagian akhir (massa utama sebagai area istirahat serta
massa penunjang sebagai area kesehatan) (Gambar 9)
Sesuai dengan bagian akhir karya narasi yang berisi
penyelesaian masalah dengan suasana yang tenang, area
ini diletakkan di bagian paling akhir bangunan.Karena
membutuhkan suasana yang tenang, maka privasi yang
diterapkan pada area ini pun privat. Hal ini juga
menjadi salah satu pertimbangan peletakan ruang-ruang
yang berkaitan.
Pada area ini suasana yang diharapkan adalah suasana
yang tenang dan memungkinkan penggunanya untuk
beristirahat setelah beraktifitas.
IV. KESIMPULAN
Sesuai dengan pendekatan dan metoda yang digunakan,
yaitu pendekatan dan metoda naratif yang menekankan
kepada suasana, penerapan desainnya dapat dilihat pada
penataan ruang. Peletakan bangunan kantor di bagian
selatan, bangunan penunjang di sebelah timur, serta
bangunan barat sesuai dengan suasana yang diinginkan.
Suasana tersebut adalah hangat dan menyambut pada
bangunan kantor, aktif dan ceria pada bangunan utama, serta
nyaman dan tenang pada bangunan penunjang. Selain
penataan ruang, fasad bangunan pun memengaruhi suasana
yang diterima oleh pengguna. Salah satu penerapannya
adalah pada bangunan utama yang memiliki ukuran paling
luas dan bentuk yang berbeda bila dibandingkan dengan
bangunan lainnya. Hal ini untuk memunculkan suasana aktif
yang menunjang daya pikir anak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
jurnal ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih
kepada Ibu Happy Ratna S. selaku pembimbing atas segala
ilmu, bimbingan, serta bantuannya dan terima kasih pula
kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung
penyelesaian jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Billings, K. dan Akkach, S., A Study of Ideologies and Methods in
Contemporary Architectural Design Teaching: Part 1:Ideology, Design
Studies, Vol 13, No 4, 1992, hal 431-450.
Aditjipto, M.I. (1994) Dasar-dasar Berpikir dalam Perancangan,
makalah
Coates, Nigel. 2012. AD Primers, Narrative Architecture. West Sussex:
John Wiley & Sons, Ltd.
Ouyang, Chenlu. “Narrative in Design Process”, belum dipublikasikan
Lodge, David. 1992. The Art of Fiction. London: Secker & Warburg
G50
Download