9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang gaya bahasa pernah dilakukan oleh Hendra Bharata.
Penelitian tersebutu tentang gaya bahasa sindiran pada rubrik komik. Penelitian
tersebut berjudul Gaya Bahasa Sindiran pada Rubrik Kartun Terbitan Kompas Edisi
April-Juni 2014. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data
dalam penelitian ini berupa wacana kartun yang mengandung gaya bahasa sindiran
pada rubrik kartun terbitan Kompas edisi April-Juni 2014. Penelitian ini menggunakan
tiga tahap penelitian yaitu tahap. Pada tahap penyediaan data, peneliti menggunakan
teknik simak, dan teknik lanjutannya yaitu teknik simak bebas libat cakap. Dalam
tahap analisis data, peneliti menggunakan metode agih dengan teknik dasar yaitu
teknik bagi unsur langsung (teknik BUL). Adapun teknik lanjutannya yakni
menggunakan teknik ganti. Dalam tahap penyajian hasil analisis data, peneliti
menggunakan metode informal. Hasil dari penelitian tersebut adalah pada rubrik
kartun terbitan Kompas terdapat 4 jenis gaya bahasa sindiran dan 3 fungsi gaya
bahasa. Jenis gaya bahasa sindiran yang ditemukan adalah ironi, sinisme, sarkasme,
inuendo. Ironi, data yang ditemukan sebanyak 12 data. Sinisme, data yang ditemukan
sebanyak 23 data. Sarkasme, data yang ditemukan sebanyak 12 data. Inuendo, data
yang ditemukan sebanyak 5 data. Selain itu ditemukan 3 fungsi gaya bahasa meliputi
personal, instrumental, imajinatif. Personal, data yang ditemukan sebanyak 15 data.
Instrumental, data yang ditemukan sebanyak 7 data, imajinatif, data yang ditemukan
sebanyak 7 data. Kesamaan atau relevansi penelitian yang berjudul Gaya Bahasa
9
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
10
Sindiran pada Rubrik Kartun Terbitan Kompas Edisi April-Juni 2014 dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti masalah gaya bahasa.
Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hendra Bharata membahas gaya
bahasa sindiran pada rubrik kartun terbitan Kompas dengan menggunakan metode
agih, sedangkan pada peneliti membahas gaya bahasa sindiran dalam rubrik komik
“Cempluk” pada tabloid Cempaka dengan menggunakan metode padan.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dewi Widyantika Eka Putri berjudul
Gaya Bahasa Sindiran pada Novel Pelangi di Pasar Kembang Karya Dion Febrianto
(Sebuah Kajian Stilistika). Penelitian tersebut memperoleh hasil, (1) gaya bahasa
sindiran yang terdapat dalam Novel Pelangi di Pasar Kembang karya Dion Febrianto,
meliputi gaya bahasa ironi, sinisme, sarkasme, antifrasis, dan inuendo. Gaya bahasa
yang paling banyak digunakan dalam novel tersebut adalah gaya bahasa sindiran ironi
(6 data atau 35, 29%), sedangkan gaya bahasa sindiran yang paling sedikit digunakan
adalah gaya bahasa sindiran inuendo dan antifrasis (1 data atau 5, 88%), (2) dari segi
fungsi bahasa, ditemukan gaya bahasa sindiran dengan fungsi emotif, retorikal,
interpersonal, dan fungsi imajinatif. Fungsi bahasa yang paling banyak digunakan
dalam gaya bahasa sindiran adalah fungsi imajinatif (10 data atau 58, 82%), karena
pengarang menggunakan gaya bahasa tersebut hanya sebagai gurauan untuk
kesenangan penutur atau pendengarnya saja. Fungsi bahasa yang paling sedikit
digunakan yaitu fungsi emotif (2 data atau 11, 76%). Kesamaan atau relevansi
penelitian yang berjudul “Gaya Bahasa Sindiran pada Novel Pelangi di Pasar
Kembang Karya Dion Febrianto (Sebuah Kajian Stilistika)”dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti masalah gaya bahasa sindiran.
Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan Dewi Widyantika Eka Putri membahas
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
11
gaya bahasa sindiran dalam Novel Pelangi di Pasar Kembang Karya Dion Febrianto,
sedangkan pada peneliti membahas gaya bahasa sindiran dalam rubrik komik
“Cempluk” tabloid Cempaka.
B. Gaya Bahasa
1.
Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.
Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada
lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya
tulisan pada lempengan tadi. Kelak penggunaannya dititikberatkan pada keahlian
untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk
menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf, 2010:112). Menurut
Sudaryat (2009:92) majas atau gaya bahasa (Ing: style) adalah bahasa berkias yang
disusun untuk meningkatkan efek dan asosiasi tertentu. Persoalangaya bahasa meliputi
semua hierarki kebahasaan yaitu: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan
kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Bahkan, nada
yang tersirat di balik sebuah wacana termasuk pula persoalan gaya bahasa. Jadi,
jangkauan gaya bahasa sebenarnya sangat luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur
kalimat yang mengandung corak-corak tertentu, seperti yang umum terdapat dalam
retorika-retorika klasik (Keraf, 2010:112).
Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya
bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang
yang mengunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula
penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
12
pula penilaian diberikan padanya (Keraf, 2010:113). Depdikbud (dalam Pateda,
2001:233) secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa, yakni: (1)
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, (2)
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, (3) keseluruhan ciri
bahasa, (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan
atau lisan. Slamet Muljana (dalam Waridah, 2016:364) mengemukakan gaya bahasa
adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam
hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.
Gaya bahasa disebut pula majas. Gaya bahasa adalah bahasa kias dan indah
yang digunakan untuk mempercantik susunan kalimat yang dipergunakan untuk
tujuan menimbulkan kesan imajinatif serta mampu menciptakan efek-efek tertentu
baik itu melalui lisan atau tertulis untuk pembaca dan pendengarnya (Tim Ilmu
Bahasa, 2016:71). Gaya bahasa seseorang pada saat mengungkapkan perasaannya,
baik secara lisan maupun tulisan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa
tanggapan. Menurut Minderop (2011:51) gaya bahasa adalah semacam bahasa yang
bermula dari bahasa yang biasa digunakan dalam gaya tradisional dan literal untuk
menjelaskan orang atau objek. Beberapa definisi mengenai gaya bahasa yang
dikemukakam oleh Ratna (2013:10) adalah sebagai berikut: (1) ilmu tentang gaya
bahasa, (2) ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra, (3) ilmu tentang
penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa, (4) ilmu yang
menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, (5) ilmu yang menyelidiki
pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek
keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya.
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
13
Dari pengertian gaya bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengungkapkan
gagasan, pendapat, pikiran, dan perasaan. Pengungkapannya dalam bentuk tulisan
maupun lisan dengan kata-kata indah. Cara pengungkapannya tidak hanya
menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan frasa, kalusa, dan kalimat.
Menggunakan gaya bahasa berdasarkan perasaan dari hati seorang penulis (pemakai
bahasa) untuk menimbulkan suatu perasaan dalam hati pembaca. Penggunaan gaya
bahasa dapat menilai watak, pribadi, dan kemampuan seseorang (pemakai bahasa).
2.
Sendi Gaya Bahasa
Menurut Keraf (2010:113-115) sebuah gaya bahasa yang baik harus
mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Sejalan dengan
Keraf, Sudaryat (2009:92) berpendapat bahwa terdapat syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi oleh sebuah majas yang baik, ialah kejujuran, sopan-santun, dan
menarik. Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita
melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Kejujuran dalam
bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam
berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kalimat
yang berbelit-belit, adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Di pihak lain,
pemakaian bahasa yang berbelit-belit menandakan bahwa pembicara atau penulis
tidak tahu apa yang akan dikatakannya. Ia mencoba menyembunyikan kekurangannya
di balik berondongan kata-kata hampa. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan
bergaul. Sebab itu, ia harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi
kejujuran.
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
14
Sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang
diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa
dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Menyampaikan sesuatu secara
jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari
tahu apa yang ditulis atau dikatakan. Kejelasan akan diukur dalam beberapa butir
kaidah berikut, yaitu: (1) kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat, (2)
kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau
kalimat tadi, (3) kejelasan dalam pengurutan ide secara logis, (4) kejelasan dalam
penggunaan kiasan dan perbandingan. Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada
jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk
mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih
yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi; atau mengadakan repetisi
yang tidak perlu. Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun,
syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.
Kejujuran, kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan
langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau ketiga)
kaidah tersebut di atas, maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar, tidak
menarik. Sebab itu, sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya yang
menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut: variasi, humor yang sehat,
pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).
Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam nada, struktur, dan pilihan
kata. Untuk itu, seorang penulis perlu memiliki kekayaan dalam kosa kata, memiliki
kemauan untuk mengubah penjang pendeknya kalimat, dan struktur-struktur
morfologis. Humor yang sehat berarti: gaya bahasa itu mengandunng tenaga untuk
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
15
menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan
yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman.
3.
Jenis-jenis Gaya Bahasa
Menurut Waridah (2016:364) secara garis besar, gaya bahasa terdiri atas empat
jenis, yaitu majas penegasan, majas pertentangan, majas perbandingan, dan majas
sindiran. Begitu pula menurut Ratna (2013:439) majas dibedakan menjadi empat
macam, yaitu: penegasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran (dihimpunan dari
berbagai sumber, khususnya Gorys Keraf (1996), disusun secara alfabetis). Menurut
Fitri (2015:100-107) gaya bahasa (majas) terdiri atas empat bagian, yaitu majas
penegasan, majas sindiran, majas pertentangan, dan majas perbandingan. Sejalan
dengan Keraf, Ganesha Operation (2012:169-170) mengemukakan bahwa gaya bahasa
dibagi menjadi empat bagian, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa
penegasan, gaya bahasa pertentangan, dan gaya bahasa sindiran.
Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh
sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat
menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna dibedakan menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa
kiasan. Gaya bahasa retoris terdiri atas aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis,
apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron,
pleonasme, perifasis, prolefsis, erotesis, silepsis, koreksio, hiperbola. Sedangkan gaya
bahasa kiasan terdiri atas persamaan, metafora, alegori, personifikasi, metonimia,
ironi, sarkasme, inuendo, dan antifrasis. Menurut Waridah (2016:372) gaya bahasa
sindiran terdiri atas ironi, sarkasme, sinisme, antifrasis, dan inuendo. Pandangan-
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
16
pandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurangkurangnya dapat dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat
dari segi bahasanya sendiri (Keraf, 2010:116). Dilihat dari sudut bahasa atau unsurunsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik
tolak unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu: (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan
kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada yang terkadung dalam wacana, (3) gaya
bahasa berdasarkan struktur kalimat, (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna.
a.
Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling
tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya
penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat (Keraf,
2010:117). Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan
kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam hal ini, kita dapat
menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang dalam mempergunakan gaya
bahasa ketika menghadapi situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa berdasarkan pilihan
kata dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak
resmi, dan gaya bahasa percakapan.
1) Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi menurut Keraf (2010:117) adalah gaya dalam bentuknya
yang lengkap, gaya bahasa yang digunakan dalam situai resmi. Contohnya yaitu pada
saat amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, pidato, artikelartikel yang bersifat serius atau esai yang memuat subyek-subyek penting. Gaya
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
17
bahasa resmi menggunakan gaya bahasa dengan gaya tulisan dalam tingkat tertinggi
dan sering digunakan dalam pidato-pidato umum. Lalu contoh yang lain yaitu pada
Mukadimah UUD ‟45. Dapat dikatakan bahwa nadanya bersifat mulia dan serius.
Kecenderungan kalimatnya adalah panjang-panjang dan biasanya mempergunakan
inversi. Tata bahasanya lebih bersifat konservatif dan sering sintaksisnya agak
kompleks. Gaya ini memanfaatkan secara maksimal segala perbendaharaan kata yang
ada, dan memilih kata-kata yang tidak membingungkan. Selain itu, gaya bahasa resmi
juga memanfaatkan bidang-bidang bahasa yang lain, seperti nada, tata bahasa, dan tata
kalimat. Namun, unsur yang paling penting adalah pilihan kata yang diambil dari
bahasa baku.
2) Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi menurut Keraf (2010:118)adalah gaya bahasa yang
umum dan normal bagi kaum terpelajar. Menurut sifatnya, gaya bahasa tak resmi ini
dapat juga memperlihatkan suatu jangka variasi, mulai dari bentuk informal yang
paling tinggi (yang sudah bercampur dan mendekati gaya resmi) hingga gaya bahasa
tak resmi yang sudah bertumpang tindih dengan gaya bahasa percakapan kaum
terpelajar. Gaya bahasa tak resmi biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel dalam perkuliahan. Pilihan kata yang digunakan lebih
sederhana dan santai, serta kalimatnya lebih singkat dibandingkan dengan gaya bahasa
resmi. Sebagai pengguna bahasa tidak boleh menyimpulkan bahwa tulisan-tulisan
dengan gaya bahasa resmi lebih bagus dari tulisan-tulisan dengan gaya bahasa tak
resmi, atau sebaliknya. Secara ideal, penggunaan gaya bahasa disesuaikan dengan
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
18
situasi dan topiknya, serta pembaca atau pendengar. Bagi pendengar atau pembaca
tertentu gaya dan kelincahan bahasa resmi lebih menarik. Tetapi bagi pendengar atau
pembaca yang lain dalam situasi yang sama, kejelasan dan kemudahan untuk
menangkap maknanya lebih penting. Karenanya, mereka lebih menyukai gaya bahasa
tak resmi.
3) Gaya Bahasa Percakapan
Pilihan kata dalam gaya bahasa percakapan menurut Keraf (2010:120) adalah
kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun, di sini harus ditambahkan segisegi morfologis dan sintaksis, secara bersama-sama membentuk gaya bahasa
percakapan ini. Jika dibuat perbandingan, gaya bahasa resmi diumpamakan sebagai
pakaian resmi, pakaian upacara; dan gaya bahasa tak resmi diumpamakan sebagai
pakaian kerja (berpakaian secara baik), maka gaya bahasa percakapan ini dapat
diumpamakan sebagai dalam pakaian sport.
b. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada Yang Terkadung Dalam Wacana
Gaya bahasa berdasarkan nada tergantung pada sugesti yang dipancarkan dari
rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Seringkali sugesti ini akan
lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara. Menurut Keraf
(2010:121)antara rangkaian kata yang terkandung dalam wacana dengan sugesti suara
dari pembicara memiliki hubungan yang erat. Hubungan tersebut akan menghidupkan
wacana yang dibaca menggunakan suara dan nada yang tepat. Jenis gaya bahasa
berdasarkan nada dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gaya sederhana, gaya
mulia dan bertenaga, dan gaya menengah.
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
19
1) Gaya Sederhana
Gaya ini dipakai dalam memberikan instruksi, perintah, pelajaran, dan
sebagainya. Menurut Keraf (2010:121) gaya ini juga digunakan untuk menyampaikan
fakta atau pembuktian-pembuktian. Untuk membuktikan sesuatu, kita tidak perlu
memancing emosi dengan menggunakan gaya mulia dan bertenaga. Apabila untuk
maksud-maksud tersebut kita menggunakan emosi, maka fakta atau jalan pembuktian
akan merosot peranannya. Gaya ini dapat memenuhi keinginan dan keperluan dalam
penggunaan tanpa bantuan gaya mulia dan bertenaga.
2) Gaya mulia dan bertenaga
Gaya mulia dan bertenaga penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya
dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu (Keraf, 2010:122). Menggerakkan sesuatu
tidak saja dengan menggunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga
mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Nada yang agung dan mulia akan
sanggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar. Dalam keagungan terselubung
sebuah tenaga yang halus tetapi aktif.
3) Gaya menengah
Menurut Keraf (2010:122) gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada
usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Tujuan dari gaya
menengahyaitu menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga bersifat
lemah lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Pada
kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi, orang lebih
menginginkan ketenangan dan kedamaian. Akan ganjil rasanya apabila suatu pesta
pernikahan ada orang yang memberi sambutan berapi-api, mengeluarkan segala emosi
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
20
dan tenaga untuk menyampaikan sepatah kata. Sifatnya yang lemah lembut dan sopan
santun, maka gaya ini biasanya mempergunakan metafora dalam memilih kata. Lebih
menarik bila mempergunakan perlambang-perlambang. Kata-kata seolah-olah
mengalir dengan lemah lembut bagaikan sungai yang jernih, bening airnya dalam
bayangan dedaunan yang hijau di hari cerah.
c.
Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya
bahasa. Struktur kalimat merupakan tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan
dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, apabila yang terpenting
atau gagasan yang mendapat penekanan di tempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat
yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan
pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting atau semakin kurang penting
dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi. Jenis yang ketiga adalah kalimat
berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian atau lebih yang
kedudukannya sama tinggi atau sederajat. Jenis gaya bahasa berdasarkan struktur
kalimat dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu klimaks, antiklimaks, paralelisme,
antisesis, dan repetisi (Keraf, 2010:124).
d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Menurut Keraf (2010:129) gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari
langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan
makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu
mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
21
sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang
jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya bahasa.
Jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan (a) gaya bahasa retoris terdiri
atas aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asindenton, polisidenton, kiasmus,
alipsis, aufemismus, litotes, histeron, pleonasme, perifasis, prolefsis, arotesis, silepsis,
koreksio, hiperbola; dan (b) gaya bahasa kiasan terdiri atas persamaan, metafora,
alegori, personifikasi, metonimia, ironi, sarkasme, inuendo, antifrasis.
C. Gaya Bahasa Sindiran
Gaya bahasa sindiran ialah kata-kata berkias yang menyatakan sindiran untuk
meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca (Fitri,
2015:102). Menurut Tim Ilmu Bahasa (2016:77) gaya bahasa atau majas sindiran ialah
kata-kata berkias yang menyatakan sindiran untuk meningkatkan kesan dan
pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca. Majas sindiran dibagi menjadi 5,
yaitu: ironi, sinisme, sarkasme, satire, dan inuendo. Gaya bahasa sindiran menurut
Fitri (2015:102) terdiri atas ironi, sinisme, dan sarkasme. Sejalan dengan Fitri, Pusat
Bimbingan Belajar Ganesha Operation (2012:170) gaya bahasa sindiran terbagi atas
gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Menurut Ratna (2013:447) majas sindiran
ada 6, yaitu antifrasis, inuendo, ironi, permainan, sarkasme, dan sinisme. Sedangkan
menurut Waridah (2016:372) gaya bahasa sindiran terdiri atas ironi, sarkasme,
sinisme, antifrasis, dan inuendo. Oleh karena itu berikut penulis paparkan jenis gaya
bahasa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menurut Waridah antara lain: ironi,
sarkasme, sinisme, antifrasis, dan inuendo.
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
22
1.
Ironi
Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura.
Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan
sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam
rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia
menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan
sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud
yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar akan
maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya (Keraf, 2009:143).
Rakhmat (2006:130) berpendapat bahwa ironi (berasal dari kata Yunani eiron
“seseorang yang mengatakan lebih sedikit dari apa yang dipikirkan”) adalah
penggunaan kata-kata untuk menyampaikan makna yang bertentangan dengan makna
harfiahnya. Ironi adalah sindiran halus (Ratna, 2013:447). Menurut Fitri (2015:102)
ironi adalah majas yang menyatakan hal yang bertentangan dengan maksud
menyindir. Sedangkan pendapat Waridah (2016:372) ironi adalah gaya bahasa untuk
mengatakan suatu maksud menggunakan kata-kata yang berlainan atau bertolak
belakang dengan maksud tersebut. Contoh dari gaya bahasa ironi: Rapi sekali
kamarmu sampai-sampai tidak satupun sudut ruangan yang tidak ditutupi sampah
kertas. Rapi sekali berarti tempat yang bersih dan tertata rapi. Hal yang berlawanan
dengan rapi sekali adalah tidak satupun sudut ruangan yang tidak tertutupi sampah
kertas. Penggunaan kata rapi sekali, tidak secara langsung menyebutkan kata kotor
(ruangan kotor). Namun, bagian kalimat tidak satupun sudut ruangan yang tidak
tertutupi sampah kertas menyebutkan bahwa ruangan tersebut sangat kotor. Jadi,
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
23
dapat disimpulkan ironi adalah sindiran halus bertujuan untuk menyatakan sesuatu
dengan menggunakan kata-kata yang bertentangan atau bertolak belakang dengan
maksud yang ingin disampaikan.
2.
Sarkasme
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia
adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme
dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini
selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan dari
kata Yunani sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein yang
berarti “merobek-robek daging seperti anjing”, “menggigit bibir karena marah”, atau
“berbicara dengan kepahitan”. MenurutRatna (2013:447) berpendapat bahwa
sarkasme adalah sindiran kasar. Selaras dengan pendapat Ratna, Tim Ilmu Bahasa
(2016:78) sarkasme adalah majas sindiran yang paling kasar. Sarkasme adalah majas
sindiran yang biasanya diucapkan oleh orang yang sedang marah (Fitri, 2015:102).
Sedangkan menurut Waridah (2016:372) sarkasme adalah gaya bahasa yang berisi
sindiran kasar. Contoh dari gaya bahasa sarkasme: Mulutmu harimaumu. Mulut
adalah alat ucap manusia, sedangkan harimau adalah binatang yang menakutkan.
Ungkapan tersebut dapat diartikan bahwa dalam berbicara kita harus hati-hati, karena
apa yang kita ucapkan dapat saja menjatuhkan diri sendiri. Pada kalimat di atas, mulut
manusia disamakan dengan harimau karena kata-kata yang dikeluarkan dari mulut
manusia dapat menjatuhkan dirinya sendiri. Jadi, dapat disimpulkan sarkasme adalah
sindiran yang kasar, mengandung kepahitan dan celaan untuk mengungkapkan rasa
marah. Gaya bahasa ini kurang enak didengar sehingga menyakiti hati.
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
24
3.
Sinisme
Sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme diturunkan dari
nama aliran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan bahwa kebajikan adalah
satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam pengendalian diri dan
kebebasan. Selanjutnya, mereka menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan-kebiasaan
sosial dan filsafat-filsafat lainnya (Keraf, 2009:143). Menurut Ratna (2013:447)
sinisme adalah sindiran agak kasar. Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran
secara langsung (Fitri, 2015:102). Sedangkan Waridah (2016:372) menyebutkan
bahwa sinisme merupakan sindiran yang berbentuk kesangsian terhadap cerita atau
mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh dari gaya bahasa
sinisme: Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini
yang
mampu
menghancurkan
seluruh
isi
jagad
ini.
Tuturan
tersebut
menggambarkan seorang wanita pekerja tuna susila, karena dengan kecantikan yang
dia miliki, dia dapat melakukan apa saja termasuk menghancurkan generasi muda. Hal
inilah yang menyebabkan moral masyarakat dan moral bangsa menjadi hancur. Gadis
tercantik dapat diartikan sebagai gadis yang pekerjaannya adalah sebagai kupu-kupu
malam (wanita tuna susila), pekerjaan mereka selalu menggoda para lelaki atau pun
menjajakan dirinya di pinggir jalan. Jadi, dapat disimpulkan sinisme adalah sindiran
secara langsung, agak kasar dan berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan
secara langsung.
4.
Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata
dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
25
kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya (Keraf
2009:145). Menurut Ratna (2013:447) antifrasis adalah sindiran dengan makna
berlawanan. Selaras dengan Ratna, Waridah (2016:372) mengemukakan bahwa
antifrasis adalah gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata yang maknanya
berlawanan. Contoh dari antifrasis: Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si
Cebol). Raksasa adalah sosok yang sangat besar dan menakutkan, tetapi pada contoh
tersebut maksudnya adalah si Cebol, yang artinya pendek sekali. Bila diketahui yang
datang adalah seorang Cebol, maka contoh tersebut jelas disebut antifrasis karena
tidak memiliki maksud agar pembaca melakukan sesuatu terhadap hal yang
bersangkutan. Dapat disimpulkan antifrasis adalah sindiran semacam ironi dengan
menggunakan kata yang mengasilkan makna berlawanan. Gaya bahasa antifrasis
hanya mengungkapkan sindiran dengan makna yang berlawanan tidak memiliki
maksud yang lain. Antifrasis akan diketahui dengan jelas, bila pembaca atau
pendengar mengetahui bahwa yang dikaitkan itu adalah sebaliknya. Berbeda dengan
gaya bahasa ironi, selain menyindir halus dengan tujuan untuk menyatakan hal yang
bertentangan juga memiliki maksud agar pembaca melakukan sesuatu terhadap hal
yang bersangkutan.
5.
Inuendo
Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang
sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering
tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu (Keraf, 2009:144).
Menurut Tim Ilmu Bahasa (2016:78) inuendo adalah sindiran yang bersifat
mengecilkan fakta sesungguhnya. Inuendo adalah sindiran berupa mengecilkan
keadaan yang sesungguhnya (Ratna, 2013:447). Waridah (2016:373) menjelaskan
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
26
bahwa inuendo adalah sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Contoh dari gaya bahasa inuendo: Setiap kali ada pesta, pasti ia akan mabuk karena
terlalu banyak minum. Minum adalah suatu kegiatan yang selalu kita lakukan setiap
hari. Namun, minum yang dimaksud di sini adalah minum alkohol yang dapat
menyebabkan orang bisa menjadi mabuk. Jadi dapat disimpulkan inuendo adalah
sindiran dengan mengecilkan kenyataan atau fakta yang sesungguhnya.
Gaya Bahasa Sindiran..., Dian Fitri Apriliani, FKIP UMP, 2017
Download