Tinjauan Pustaka BERBAGAI FAKTOR YANG

advertisement
Tinjauan Pustaka
BERBAGAI FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA TOPIKAL
Gestina Aliska*, Purwantyastuti*, Wresti Indriatmi**
*Departemen Farmakologi dan Terapeutik
** Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo - Jakarta
ABSTRAK
Pemberian obat secara topikal ditujukan untuk mengatasi kelainan dermatologis langsung
pada kulit dengan efek sistemik yang minimal. Kulit memiliki struktur unik yang diproteksi oleh
stratum korneum. Struktur tersebut menjadi tantangan dalam mencari cara yang efektif untuk
menghantarkan obat ke target kerja di kulit. Berbagai faktor dapat memengaruhi keberhasilan
pengobatan secara topikal. Faktor kondisi kulit, formulasi obat dan cara penggunaan obat ikut
berperan dalam keberhasilan terapi. Keadaan yang dapat meningkatkan hidrasi kulit akan
meningkatkan absorpsi obat topikal. Ukuran partikel obat yang kecil dan larut lemak akan lebih
mudah menembus barrier kulit. Saat ini banyak dikembangkan formulasi partikel nano dan
molekul pembawa dari lipid, antara lain yaitu liposom, niosom, SLN (solid lipid nanoparticle)
dan NLC (nanostructured lipid carrier). Penggunaan obat oleh pasien juga akan memengaruhi
kadar obat yang masuk ke jaringan kulit, misalnya cara pengolesan, tindakan pencucian sebelum
pengolesan, dan jumlah obat yang dioleskan terhadap luasnya lesi. Pengendalian terhadap
berbagai faktor di atas dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi kemungkinan efek samping
lokal maupun sistemik.(MDVI 2015; 42/1:38 - 46)
Kata kunci: obat topikal, dermatofarmakokinetik.
ABSTRACT
Topical drug delivery is purposed to treat dermatologic diseases directly to the skin with
minimal systemic effect. Skin has a unique morphology which protected by stratum corneum. The
unique structure becomes a challenge in finding an effective way to deliver drugs to target sites in
the skin. Many factors can influence the efficacy of topical medication, such as skin condition,
drug formulations and applications. The conditions that can increase skin hydration will increase
topical drug absorption. Small particle and lipid soluble drugs will be easier to penetrate the skin
barrier. Nowadays, there is extended development of nanoparticle formulation and lipid carrier
systems, such as liposomes, niosom, SLN (solid lipid nanoparticle) and NLC (nanostructured lipid
carrier). The application of drugs will also affect the levels of drug absorbed in the skin tissues, for
example rubbing, washing before application, and the quantity of drug applied. Controlling these
factors will increase efficacy and reduced adverse drug reactions in local tissue as well as
systemic.(MDVI 2015; 42/1:38 - 46)
Keywords:topical drug, dermatopharmacokinetic
Korespondensi :
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat
Telp: 021-31935383
Email: [email protected]
38
G Aliska, dkk
Berbagai faktor yang memengaruhi pemberian obat secara topikal
PENDAHULUAN
Penyakit kulit merupakan penyakit yang sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer, dengan
perkiraan sekitar 60% populasi mengalami minimal satu
kelainan kulit. Berdasarkan studi The Global Burden of Disease (GBD) tahun 2010, penyakit kulit merupakan penyebab
keempat terbanyak penyakit tidak fatal di dunia. Beberapa
penyakit kulit pada urutan atas, antara lain infeksi jamur,
akne, pruritus, eksim, impetigo, skabies, dan moluskum
kontagiosum. Infeksi jamur dan akne masuk ke dalam 10
penyakit terbanyak di seluruh dunia.1,2
Tatalaksana penyakit kulit secara medikamentosa
dilakukan melalui dua cara, yaitu secara topikal dan sistemik.
Cara topikal mempunyai beberapa keunggulan karena
memberi efek langsung pada target kelainan, toksisitas
sistemik yang minimal, kurang invasif, dan kepatuhan pasien
lebih baik. Stratum korneum yang melapisi bagian terluar
kulit merupakan faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi
obat. 3-5 Berbagai penelitian telah dilakukan untuk
meningkatkan penetrasi obat melewati lapisan tersebut. Obat
diharapkan mencapai target kerja dengan kadar yang cukup
tetapi sangat rendah di sirkulasi sistemik dan jaringan
sekitarnya.3
Besaran jumlah kasus penyakit kulit ternyata tidak
sebanding dengan angka keberhasilan terapi. Sebanyak
lebih dari 70% pasien di negara berkembang mengalami
kegagalan terapi di pelayanan kesehatan primer.1 Kegagalan
terapi dapat disebabkan oleh faktor pasien, obat, maupun
dokter. Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi
pemberian obat topikal sangat penting bagi dokter untuk
meningkatkan efektivitas terapi dan mengurangi efek
samping.
Makalah ini membahas berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi kelainan kulit secara
topikal.
KELAINAN PADA TIAP LAPISAN KULIT
Berbagai penyakit dapat menyerang kulit, baik yang
berasal dari eksternal maupun internal. Kelainan pada kulit
dapat ditemukan pada satu maupun beberapa lapisan kulit.
Berdasarkan struktur lapisan kulit, maka dapat disimpulkan
beberapa kelainan yang dapat terjadi pada tiap lapisan kulit.6
Pengetahuan ini penting sebagai dasar dalam memilih bentuk
sediaan untuk mencapai target penyakit.
Stratum korneum sebagai barrier
Fungsi barrier stratum korneum bergantung pada
komponen keratinosit kaya protein yang dihubungkan oleh
korneodesmosom dan bagian interselular kaya lemak yang
menjadi matriks hidrofobik. Keseluruhan struktur stratum
korneum tersebut berbentuk lembaran lemak (lamella)
dengan komponen hidrofilik dan hidrofobik.8
Peran stratum korneum sebagai barrier sangat
mempengaruhi penetrasi obat topikal. Kondisi barrier ini dapat
diketahui melalui pengukuran transepidermal water loss
(TEWL), yang berhubungan dengan kadar lipid total stratum
korneum.9,10 Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya
lapisan lemak stratum korneum akan meningkatkan
permeabilitas lapisan ini. Kadar air stratum korneum ternyata
juga sangat mempengaruhi penetrasi obat. Peningkatan hidrasi
kulit, misalnya dengan cara oklusi akan meningkatkan
penetrasi. Hidrasi kulit diduga menyebabkan edema stratum
korneum dan pergeseran susunan lemak, sehingga penetrasi
lebih baik.10
Kecepatan absorpsi obat topikal dipengaruhi oleh
konsentrasi obat di dalam vehikulum, kemampuan pelepasan
obat dari vehikulum (koefisien partisi) dan kemampuan difusi
obat melewati lapisan kulit (koefisien difusi). Stratum korneum
tersusun atas komponen hidrofobik dan hidrofilik, sehingga
obat topikal dengan kelarutan lemak dan air yang baik akan
mudah berdifusi. Obat dengan berat molekul kecil (600 Da)
dan koefisien partisi tinggi juga akan menyebabkan absorpsi
perkutan yang lebih baik.11 Stratum korneum merupakan
lapisan yang unik, karena selain berperan sebagai barrier juga
dapat menjadi reservoir obat. Pemberian obat topikal biasanya
cukup efektif dengan dua kali pemberian per hari, bahkan
beberapa obat cukup diberikan sekali sehari.11-13
Tabel 1. Kelainan berdasarkan lapisan kulit dan fungsi kulit yang terganggu7
Lapisan kulit
Fungsi kulit
Contoh penyakit
Epidermis
Barrier
Epidermis
Epidermis
Dermis
Epidermis
Dermis
Hipodermis
Epidermis
Dermis
Hipodermis
Proteksi sinar UV
Perlindungan terhadap patogen
Dermatitis atopi, displasia ektoderma, keratoderma,
dermatitis eksfoliatif, bullous diseases
Xeroderma pigmentosum
Veruka vulgaris, ektima, selulitis, tinea korporis/pedis
Penampilan fisik
Melasma, vitiligo, skleroderma, lipodistrofi
Sensasi
Kusta, pruritus, neuralgia pascaherpetik
39
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 38 - 46
Jalur penetrasi obat di kulit
Berbagai molekul dapat masuk ke kulit melalui tiga cara,
yaitu secara transepidermal (transselular, interselular) dan
transappendageal (folikular atau melalui kelenjar
keringat). 12,14,15 Obat yang menembus kulit secara
transepidermal berarti harus melewati stratum korneum yang
utuh, baik melalui celah antar keratinosit (interselular) maupun
menembus lapisan keratinosit (transselular). Sebagian besar
obat masuk melalui jalur tersebut.1,12,15 Jalur folikular dapat
terjadi karena + 0,1% luas permukaan tubuh merupakan folikel
rambut. Struktur folikel rambut berada dekat dengan
pembuluh darah kapiler dan dendritik. Folikel rambut dapat
berfungsi sebagai reservoir, sehingga dapat memperpanjang
kerja obat hingga beberapa hari. Fungsi reservoir folikel
sebanding dengan stratum korneum di berbagai area kulit.14,16
DERMATOFARMAKOKINETIK
Farmakokinetik merupakan proses yang dialami oleh
obat setelah masuk ke dalam tubuh, mulai dari absorpsi,
distribusi, metabolisme dan eksresi. Terdapat dua tujuan
pemberian obat melalui kulit, yaitu bekerja secara lokal di
kulit atau untuk efek sistemik. Kedua tujuan tersebut
membutuhkan proses yang berbeda.12,17 Pembahasan pada
makalah ini difokuskan pada obat yang bekerja lokal,
sehingga diharapkan kadar obat tinggi di kulit dan sedikit di
sistemik.
Absorpsi
Tahap dermatofarmakokinetik: a). Pelepasan obat dari
vehikulum: Absorpsi obat perkutan dipengaruhi oleh
kemampuan pembagian obat antara vehikulum dan kulit serta
kelarutan obat di dalam vehikulum. Faktor pH dan konsentrasi
obat juga memengaruhi interaksi antar obat, vehikulum dan
kulit. Vehikulum dapat mengubah integritas kulit, sehingga
meningkatkan absorpsi. Tambahan urea ke dalam vehikulum
dapat meningkatkan absorpsi.10,17 b). Kinetik absorpsi obat
Obat masuk ke dalam kulit dengan cara difusi, diawali
dengan penetrasi menembus stratum korneum, selanjutnya
berdifusi di tiap lapisan kulit (gambar 1).11-13 Beberapa hal
yang dapat mempengaruhi kinetik absorpsi obat topikal, yaitu
lokasi pemberian, kondisi kulit, konsentrasi obat dan luas
area pemberian, serta pemberian obat secara berulang.
Lokasi pemberian. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Feldmann dan Maibach (1967), pemberian
h i dr okor t i son t opika l di ber ba ga i l oka si kul i t ,
menunjukkan permeabilitas yang berbeda. Permeabilitas
skr ot um , wa ja h , a ksi l a da n ska l p l ebi h t i n ggi
dibandingkan lokasi lain. 17,18
Kondisi kulit. Rasio penetrasi obat pada berbagai perlakuan
terhadap kulit, dapat terlihat di tabel 2. Tindakan
pengangkatan lapisan stratum korneum dengan selotip
adesif (stripping) dan/atau oklusi pada area yang dioles obat
dapat meningkatkan rasio penetrasi obat.17
Konsentrasi obat dan luas area pemberian obat17 Jumlah
obat yang terabsorpsi ke dalam kulit ditentukan oleh banyak
hal, terutama konsentrasi obat dan luas area pemberian.
Penelitian yang dilakukan oleh Wester dan Maibach (1983)
secara in vivo pada monyet rhesus menunjukkan
Gambar 1. Proses farmakokinetik obat topikal.13
40
G Aliska, dkk
Berbagai faktor yang memengaruhi pemberian obat secara topikal
Grafik 1. Variasi regional absorpsi perkutan hidrokortisol pada manusia.17
hidrokortison yang diberikan dalam konsentrasi 4 g/cm2
dan 40 g/cm2 memiliki konstanta permeabilitas (Kp) yang
konstan. Pengaruh konsentrasi obat ini sesuai dengan hukum
difusi Fick, yaitu:
JS = Kp x CS
JS( g/cm2/jam) adalah aliran obat melewati membran, Kp
(per jam) adalah konstanta permeabilitas, dan CS( g/cm2)
adalah perbedaan konsentrasi di kedua sisi membran. Semakin
tinggi perbedaan konsentrasi antara kedua sisi membran, maka
semakin besar aliran obat masuk melewati membran.
Pemberian obat berulang. Pemberian hidrokortison topikal
dengan dosis 40 g/cm2 sekali sehari dibandingkan dengan
dosis terbagi, ternyata menunjukkan perbedaan jumlah obat
yang diabsorpsi dalam 24 jam (grafik 2). Wester dan Maibach
(1983) juga menemukan peningkatan jumlah obat yang diserap
antara penggunaan hidrokortison jangka pendek dan jangka
panjang. Hidrokortison jangka panjang menyebabkan atrofi
kulit, sehingga fungsi barrier berkurang. Kadar hidrokortison
jauh meningkat pada pemberian jangka panjang.17
Distribusi ke sel dan jaringan
Setelah pemberian topikal, distribusi obat paling tinggi
adalah di permukaan kulit (stratum korneum) dan paling rendah
di dermis. Tiap obat menunjukkan pola distribusi berbeda,
Tabel 2. Penetrasi hidrokortison dengan modifikasi pada kulit17
Perlakuan
Tanpa perlakuan
Stripping
Oklusi
Stripping + oklusi
Rasio penetrasi
1
4
10
20
misalnya kortikosteroid sekitar 1% masuk ke dalam kulit,
sedangakn sisanya sebanyak 99% berada di permukaan kulit
dan dapat terbuang dengan pencucian/pengelupasan stratum
korneum. Berbeda dengan contoh di atas, asam benzoat topikal
hampir seluruhnya terserap kulit dan diekresi melalui urin.17
Metabolisme
Beberapa enzim pada kulit yaitu sitokrom P450 dan enzim
lain di kulit telah teridentifikasi. Pada keratinosit ditemukan
CYP1A1, CYP1B1, CYP2B6, CYP2E1, CYP3A4, CYP3A5,
sulfotransferase, N-asetiltransferase (NAT-1) dan flavin
monooksigenase (FMO3). Beberapa obat yang mengalami
metabolisme di kulit dapat dilihat pada tabel 3.15,19,20
Kinetik ekskresi
Proses eliminasi obat atau zat kimia lain di kulit meliputi
metabolisme dan ekskresi. Ada dua kemungkinan yang terjadi
saat obat dimetabolisme di kulit. Zat kimia tersebut mengalami
proses detoksifikasi, yaitu zat yang toksik diubah menjadi
tidak toksik, atau sebaliknya yang tidak toksik menjadi
metabolit yang toksik. Ekskresi diawali dengan masuknya
metabolit ke aliran darah di dermis/subkutis/jaringan yang
lebih dalam dan akhirnya dikeluarkan bersama urin.12,17
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN OBAT
TOPIKAL
Faktor kondisi kulit terdiri dari: a). Mikroflora kulit, flora
komensal di permukaan kulit berpotensi menyebabkan
biotransformasi pada obat yang diberikan secara topikal.
Metabolisme obat oleh mikroflora tersebut sangat
memengaruhi absorpsi obat perkutan.21,22, b). pH kulit,
41
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 38 - 46
2
A: 40 g/cm x 1
2
B: 13,3 g/cm x 3 (tanpa
dicuci)
2
C: 13,3 g/cm x 3 (dicuci)
2
D: 13,3 g/cm x 1
Grafik 2. Absorpsi perkutan hidrokortison pada dosis tunggal dan
dosis terbagi.17
permukaan kulit memiliki pH normal, yaitu sekitar 4-6,
bergantung usia, jenis kelamin, genetik dan area tubuh.
Beberapa penyakit dapat menyebabkan perubahan pH kulit,
misalnya pada dermatitis atopik terjadi kenaikan pH sebesar
0,5, dan pada eksema akut dengan erosi menunjukkan pH
kulit 7,3-7,4. pH vehikulum dan pH kulit berperan penting
dalam difusi obat, karena akan memengaruhi kelarutan, drug
partitioning, dan penetrasi. Beberapa vehikulum terbaru
telah dikembangkan untuk menjaga stabilitas obat, sehingga
efektifitasnya lebih baik.9,10,21,23, c). Lemak permukaan kulit,
kelenjar sebasea mengeluarkan sejumlah lemak ke permukaan
kulit, dengan ketebalan sekitar 0,4-4 g. Hasil penelitian Cheng
dkk. (tahun 2000) mengenai efek lipid permukaan kulit
terhadap lidokain perkutan menunjukkan bahwa obat banyak
terlarut dalam lemak sehingga menurunkan aktivitas
termodinamik dan penyerapan lidokain. 21, d). Suhu,
perubahan suhu di sekitar dan di dalam kulit berhubungan
dengan kondisi fisiologis lain, misalnya peningkatan aliran
darah atau peningkatan kelembaban stratum korneum. Suhu
yang tinggi dapat meningkatkan absorpsi perkutan. 22
Pengolesan obat topikal pada saat kulit lembab, misalnya
segera setelah mandi, juga dapat meningkatkan absorpsi
obat. 24, e). Aliran darah, proses resorpsi obat menuju
mikrosirkulasi kulit berhubungan dengan aliran darah kulit.
Aliran darah tersebut dapat memengaruhi konsentrasi dan
akumulasi obat di dermis.21, f). Penyakit kulit, berbagai
penyakit ataupun tindakan menyebabkan perubahan struktur
kulit dan fungsi barrier. Keadaan tersebut akan
memengaruhi penetrasi obat topikal pada kulit. Beberapa
penyakit kulit dapat mempengaruhi penetrasi obat topikal,
misalnya pada psoriasis, dermatitis atopik, mikosis dan
eritroderma terjadi peningkatan penetrasi, sedangkan pada
kelainan keratinisasi terjadi perlambatan waktu penetrasi.21,25,
g). Lokasi anatomis, Variasi absorpsi pada berbagai lokasi
tubuh dipengaruhi oleh ketebalan stratum korneum, densitas
folikel rambut, pH kulit, produksi sebum dan kelembapan
kulit. Pemilihan formulasi obat disesuaikan dengan lokasi
pemberian.10,26 h). Pengaruh adneksa kulit, folikel rambut
berperan penting dalam jalur pintas penetrasi dan reservoir
obat. Pengembangan obat transdermal saat ini mulai berfokus
pada jalur ini. 15,16,21, i). Metabolisme kulit, aktivitas
metabolisme di kulit cukup tinggi terutama di epidermis. Obat
dapat mengalami metabolisme lintas pertama di epidermis.
Jika absorpsi obat berlangsung lambat, maka obat akan lebih
banyak mengalami metabolisme lintas pertama dan jumlah
obat yang sampai ke target kerja menurun (biasanya di
jaringan di bawahnya).17 j). Pengaruh usia, proses penuaan
menyebabkan beberapa perubahan struktur kulit, antara lain
penipisan epidermis, ikatan antar keratinosit yang lebih
longgar, atrofi dermis, perubahan kolagen, elastin dan
glikosaminoglikan. Fungsi barrier pada usia lanjut tidak
berbeda secara bermakna, namun pada bayi baru lahir barrier masih rendah. Bayi menunjukkan rasio luas permukaan
tubuh terhadap massa yang lebih besar dibandingkan
dewasa. Pemberian obat topikal dengan potensi yang sama
pada bayi akan meningkatkan bioavailability sistemik 2,7
kali lipat dibandingkan dewasa.10,17,21 k). Pengaruh ras,
beberapa penelitian menunjukkan fungsi barrier tidak
berbeda antar ras. Perbedaan komposisi lemak kulit dan faktor
fisikokimia lain antar ras memang ditemukan, namun variasi
ini terutama lebih berpengaruh pada sensitivitas dan
prevalensi penyakit tertentu. 10,21, l). Variasi individu,
perbedaan besar terdapat pada pemberian obat antar individu
akibat interaksi obat, vehikulum dan kulit.17,21
Tabel 3. Beberapa obat yang diketahui mengalami metabolisme di kulit.20
42
Obat
Metabolisme
Jaringan/sel
Asam p-aminobenzoat
Betametason 17-valerat
Capsaicin
Dapson
Minoksidil
Propranolol
Sulfametoksazol
N-asetilasi
Hidrolisis
Hidrolisis, hidroksilasi
N-hidroksilasi, N-asetilasi
Sulfasi
Hidroksilasi, O-dealkilasi
N-hidroksilasi, N-asetilasi
Fibroblast
Biopsi kulit
Biopsi kulit
Keratinosit, fibroblast
Biopsi kulit, keratinosit
Biopsi kulit
Keratinosit, fibroblast
G Aliska, dkk
Berbagai faktor yang memengaruhi pemberian obat secara topikal
Faktor vehikulum obat
menit. Alkohol ini dapat meningkatkan penetrasi obat.27,28
Solusio. Komponen utamanya adalah air. Penetrasi air dapat
mengurangi inflamasi, eksudasi dan edema pada lesi,
sehingga pemberian solusio ditujukan untuk mendinginkan
lesi akut, melunakkan krusta, membersihkan luka dan drainase
lesi purulen. Lesi dikompres dengan larutan NaCl 0,9% selama
15-30 menit sebanyak 3-6 kali sehari (bergantung kondisi
klinis).24
Sistem enhancer dalam vehikulum. Saat ini telah
dikembangkan berbagai sistem agar vehikulum dapat
membawa zat aktif dengan lebih baik sesuai tujuan yang
diinginkan (tabel 4). Tiap sistem menunjukkan keunggulan
dan kelemahan masing-masing.10,28,29
Bedak. Bedak dapat mendinginkan dan mengeringkan lesi.
Bedak sering digunakan di daerah lipatan untuk mengurangi
iritasi mekanik akibat gesekan. Bedak juga dapat bermanfaat
untuk pasien yang berbaring lama, untuk mencegah ulkus
akibat tekanan (dekubitus).24
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
berlawanan terhadap penggunaan liposom sebagai pembawa
bahan aktif. Jika ditujukan untuk topikal maka komposisinya
akan berbeda bila untuk transdermal.31 Pada uji siklosporinA terhadap tikus, lipid stratum korneum menunjukkan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan fosfolipid.14 Liposom
yang bekerja topikal akan lisis di lapisan terbawah stratum
korneum, lalu melepaskan molekul obat yang dibawanya.28
Salep. Salep berguna untuk oklusi, hidrasi dan lubrikasi.
Penggunaan salap di daerah berambut dan lipatan sebaiknya
dihindari, karena bersifat menyerap panas sehingga dapat
menyebabkan maserasi.24,27
Krim. Krim lebih nyaman digunakan karena kurang lengket,
namun mudah hilang setelah dioleskan. Krim dapat
digunakan untuk lesi di daerah berambut atau lipatan. Efek
oklusi krim lebih rendah dibandingkan salap.24,27,28
Losio. Losio digunakan untuk mendinginkan dan
mengeringkan. Losio dapat digunakan untuk dermatosis
superfisialis yang agak basah.24
Gel. Gel bersifat tidak lengket, cepat kering, tidak berwarna,
dan tidak oklusif. Gel dapat digunakan di daerah berambut,
wajah atau kulit kepala.24,27
Aerosol. Aerosol bersifat kurang iritatif, karena kontak
mekanik dengan kulit yang minimal. Aerosol dapat diberikan
pada lesi yang disertai nyeri.24,27
Busa. Busa cukup efektif digunakan untuk lesi di daerah
kepala. Busa mengandung alkohol yang menguap dalam 30
Liposom
Solid lipid nanoparticle (SLN) dan nanostructured lipid
carrier (NLC)
SLN merupakan generasi pertama teknologi lipid partikel
nano, hasil pengembangan emulsi tradisional (o/w emulsion)
yang sebelumnya mengandung lemak cair menjadi lemak
padat. SLN terdiri atas 0,1-30% lemak padat di dalam medium
cair. NLC merupakan generasi kedua teknologi ini. NLC
mengandung campuran lipid padat dan lipid cair dengan
rasio 70:30 hingga 99,9:0,1. Kedua sistem tersebut
berpenetrasi lebih baik dibandingkan dengan krim biasa,
karena dapat meningkatkan hidrasi, ukuran partikel lebih kecil
dan zat aktif lebih stabil.32
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memastikan
keamanan formula partikel nano. Partikel yang berukuran <
50 µg akan terhindar dari fagositosis, sehingga partikel
tersebut akan terakumulasi di jaringan dan dapat merusak
sel, bahkan menyebabkan kematian sel. Sifat komponen SLN
menyerupai struktur alamiah tubuh (lemak dan gliserol),
sehingga dapat didegradasi dengan mudah dan tidak
menimbulkan sitotoksisitas. SLN merupakan zat pembawa
Tabel 4. Sistem pembawa zat aktif topikal10,29,30
Sistem
Liposom
Prinsip
Bentuk vesikel dengan satu/multipel lipid bilayers,
terbuat dari campuran fosfolipid
Niosom
Campuran surfaktan nonionik, kolesterol, dan fosfolipid
Etosom
Liposom yang mengandung 20-45% etanol untuk
meningkatkan penetrasi
SLN (solid lipid nanoparticle)
Terbuat dari lemak padat tunggal dan surfaktan
dengan molekul kristalin sempurna
NLC (nanostructured lipid carrier) Terbuat dari lemak padat dan cair serta surfaktas
dengan molekul kristalin yang diubah
Polymeric nanoparticles
Mengandung kapsul mikro dan nano yang dirancang
untuk melepaskan zat aktif
Zat aktif
Kosmetik, antibiotik
Tretinoin
5-ALA
Asiklovir, klobetasol, deksametason,
tretinoin, ketokonazol, sikrosporinA.
Lidokain, pengobatan psoriasis
(kalsipotriol+metotreksat)
Tretinoin, indometasin
43
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 38 - 46
partikel nano yang paling aman dibandingkan dengan
pembawa lain (misalnya, polimer).32
HUBUNGAN FARMAKOKINETIK DENGAN
FARMAKODINAMIK OBAT TOPIKAL
Cara pemberian obat
Steroid topikal
Oles. Obat topikal cukup dioleskan dengan lembut hingga
terlihat menghilang dari permukaan kulit. Pijatan yang
berlebihan pada kulit akan meningkatkan aliran darah di
sekitar lokasi pemberian sehingga memungkinkan absorpsi
sistemik.24,28
Steroid topikal digunakan pada banyak kasus
dermatologi. Perbedaan formulasi akan menghasilkan potensi
kerja yang berbeda, misalnya perbedaan zat aktif
(betametason, klobetasol, desoksimetason atau
hidrokortison) atau perbedaan vehikulum (tabel 7). Beberapa
contoh steroid yang sering digunakan di Indonesia
berdasarkan urutan potensinya, antara lain klobetasol
propionat 0,05% (krim/salep) > betametason diproprionat
0,05% (salap) > betametason diproprionat 0,05% (krim) >
desoksimetason 0,05% (krim) > betametason valerat (krim) >
mometason furoat 0,1% (krim/salep) > hidrokortison 2,5%.27
Semakin tinggi potensi steroid topikal semakin tinggi
efek antiinflamasi dan efek sampingnya. Penggunaan steroid potensi tinggi atau sangat tinggi dapat meningkatkan
risiko efek samping lokal maupun sistemik. Penggunaan steroid potensi sangat tinggi dibatasi selama 3 minggu, kemudian
potensi diturunkan perlahan untuk mencegah rebound phenomena. 27 Penggunaan steroid jangka panjang dapat
menginduksi toleransi dan takifilaksis, sehingga setelah
beberapa lama pemberian terlihat respons obat menurun.27,28
Potensi steroid, lama pemberian dan kondisi barrier kulit akan
memengaruhi risiko toksisitas sistemik melalui supresi hypothalamus pituitary adrenal (HPA) axis. 11,27,28
Oklusi. Peningkatan hidrasi kulit dengan cara oklusi dapat
meningkatkan absorpsi obat. Oklusi dilakukan dengan cara
menutup lokasi pemberian menggunakan balutan ketat atau
salap berbahan dasar minyak.10,24
Pencucian. Tindakan pencucian sebelum aplikasi topikal
dapat meningkatkan absorpsi. Pencucian menggunakan
etanol juga meningkatkan penetrasi obat.14,17
Dosis. Dosis yang diresepkan. Jumlah obat yang diresepkan
harus mencukupi dan sesuai anjuran pemberian dengan
perkiraan seperti pada tabel 5.24
Dosis yang dioleskan. Salah satu kendala pemberian obat
topikal ialah ketepatan dosis obat yang dioleskan pada
kulit.21 Berbeda dengan terapi oral yang lebih mudah dalam
pemberian instruksi cara minum obat, untuk obat topikal
diperlukan strategi khusus. Metode yang dapat digunakan
adalah dengan fingertip unit (FTU). Satu FTU (diameter mulut
tube 5mm) setara dengan ½ gram (gambar 2). FTU lazim
digunakan untuk aturan pemakaian steroid (tabel 6).33
Faktor zat aktif
Sifat fisikokimia obat sangat memengaruhi cara
pemberian dan pemilihan vehikulum. Zat aktif harus cukup
larut dalam vehikulum, dengan kondisi stabil. Semua hal yang
memengaruhi aktivitas termodinamik obat juga harus
dipertimbangkan. Rasio volume-area permukaan kulit
meningkat pada zat aktif berukuran kecil sehingga absorpsi
lebih baik.21,28,32
Vitamin C
Vitamin C (vit. C) merupakan antioksidan larut air yang
sering digunakan untuk neokolagenesis, proteksi sinar UV
dan hambatan melanogenesis.36-38 Jenis L-ascorbic acid (LAA)
merupakan bentuk yang aktif secara biologis. 36,37
Bioavailabilaty vit.C peroral di jaringan kulit kurang adekuat,
sehingga banyak dikembangkan pemberian secara topikal.36,37
Saat ini sediaan vit. C yang banyak beredar di antaranya
dalam bentuk krim, serum, atau transdermal patch.
Kebanyakan vit. C topikal tersedia dalam bentuk tidak aktif
kecuali serum. Bentuk aktif di dalam serum tersebut tidak stabil
dan jika terpajan cahaya akan teroksidasi menjadi dehydroascorbic acid. Hal tersebut terlihat pada perubahan warna
serum dari tidak berwarna menjadi kuning. Kestabilan vit. C
Tabel 5. Jumlah obat topikal yang dibutuhkan sesuai dengan aturan pemberian24
Area lesi
Tangan, kepala, wajah, anogenital
Lengan, anterior atau posterior
Satu tungkai
Seluruh tubuh
44
Sekali sehari (g)
2
3
4
30-60
Dua kali sehari
untuk 1 minggu (g)
28
42
56
420-840 kg
Dua kali sehari
untuk 1 bulan (g)
120
180
240
1,8-3,6 kg
G Aliska, dkk
Berbagai faktor yang memengaruhi pemberian obat secara topikal
Aktivitas antioksidan ATIP tidak lebih baik dibanding MAP
meskipun ATIP lebih lipofilik.39
PENUTUP
Stratum korneum merupakan faktor yang penting dan
harus diperhatikan dalam pembuatan formula obat.
Kemampuan penetrasi obat melewati stratum korneum
dipengaruhi oleh banyak hal. Terapi topikal yang baik mampu
mengatasi kelainan kulit dengan kadar yang cukup di target
kerja. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
terapi topikal dapat dikendalikan dengan identifikasi faktor
risiko pada pasien, pemilihan formulasi obat yang tepat,
pertimbangan lokasi dan kondisi kulit, dosis yang adekuat
dan instruksi cara penggunaan yang tepat pada pasien.
Gambar 2. Satu FTU pada dewasa.
terjaga pada pH 3,5, sehingga dapat menembus stratum
korneum dengan baik. Vit. C dalam sediaan krim memiliki
kelemahan karena kadar yang dapat mencapai dermis tidak
mencukupi atau terganggunya konversi menjadi bentuk aktif
di kulit.37
Vit. C dalam bentuk magnesium ascorbyl phosphate
(MAP) merupakan sediaan yang paling stabil dan
absorpsinya baik karena molekul ini bersifat lipofilik.
Komponen lipofilik tersebut penting agar vit. C dapat
menembus barrier kulit.37 Camphos dkk. (2008) meneliti vit. C
dan beberapa derivatnya yaitu MAP dan ascorbyl tetraisopalmitate (ATIP) secara in vitro dan in vivo (pada lengan
atas relawan sehat) selama 4 minggu. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan aktivitas antioksidan vit. C paling baik secara
in vitro dibanding derivatnya. Efek vit.C dan derivatnya
secara in vivo ternyata berbeda, yaitu hanya vit. C yang
memengaruhi TEWL. MAP bekerja pada lapisan yang lebih
dalam karena dapat mempengaruhi rasio viskoelastis-elatis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hay RJ. Global health in dermatology. Dalam: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New
York: McGraw-Hill; 2012. h.15-21.
2. Hay RJ, Johns NE, Williams HC, Bolliger IW, Dellavalle RP,
Margolis DJ, dkk. The global burden of skin disease in 2010: An
analysis of the prevalence and impact of skin conditions. J Invest
Dermatol. 2014;134:1527-34.
3. Brown M, Martin GP, Jones SA, Akomeah FK. Dermal and
transdermal drug delivery systems: current and future prospects.
Drug Deliv. 2006;13:175-87.
4. Dubey A, Prabhu P, Kamath J. Nano Structured lipid carriers: A
novel topical drug delivery system. Int J Pharm Tech Res.
2010;4:705-14.
Tabel 6. FTU untuk kortikosteroid topikal33,34
Area lesi
Perkiraan luas (berdasarkan telapak tangan dewasa)
Satu tangan termasuk jari (depan, belakang)
Satu kaki
Dada dan abdomen (depan)
Punggung dan bokong
Muka dan leher
Satu lengan dan tangan
Satu tungkai dan kaki
FTU / dosis
2
4
14
14
5
8
16
1
2
7
7
2,5
4
8
Catatan: 1 FTU diberikan untuk lesi seluas 2 telapak tangan dewasa (termasuk semua jari)
Tabel 7. Pengaruh vehikulum terhadap potensi betametason dipropionate 0,5%21
Obat
Jenis vehikulum
Potensi
Diprolene
Diprolene
Diprosone
Diprosone
Diprosone
Salap
Optimized cream
Salap
Krim
Losion
I (sangat tinggi)
I (sangat tinggi)
II (tinggi)
III (sedang-tinggi)
V (sedang)
45
MDVI
5. Schäfer-Korting M, Mehnert W, Korting HC. Lipid nanoparticles
for improved topical application of drugs for skin diseases. Adv
Drug Deliv Rev. 2007;59:427-43.
6. Chu DH. Development and structure of skin. Dalam: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. h.58-67.
7. Souza AD, Strober BE. Principle of topical therapy. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff
K, penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. h.2643-51.
8. Proksch E1, Brandner JM, Jensen JM. The skin: an indispensable
barrier. Exp Dermatol. 2008;17:1063-72.
9. Baroni A1, Buommino E, De Gregorio V, Ruocco E, Ruocco V,
Wolf R. Structure and function of the epidermis related to barrier
properties. Clin Dermatol. 2012;30:257-62.
10. Leite-Silva VR, de Almeida MM, Fradin A, Grice JE, Roberts
MS. Delivery of drugs applied topically to the skin. Expert Rev
Dermatol. 2012;7:383-97.
11. Burkhart C, Morrell D, Goldsmith L. Dermatological
pharmacology. Dalam: Hardman JG, Limbird LE, penyunting.
Goodman & Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics.
Edisi ke-12. New York: McGraw-Hill; 2010. h.1803-30.
12. Roberts MS, Cross SE, Pellet MA. Skin transport. Dalam: Walters
KA, penyunting. Dermatological and transdermal formulations.
New York: Marcel Dekker; 2000.h.89-179.
13. Robertson DB, Maibach HI. Dermatologic pharmacology. Dalam:
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, penyunting. Basic &
Clinical Pharmacology. Edisi ke-12. Singapore: McGraw-Hill;
2012. h.1061-79.
14. El Maghraby GM, Barry BW, Williams AC. Liposomes and
skin: from drug delivery to model membranes. Eur J Pharm Sci.
2008; 34: 203-22.
15. Schaefer H, Redelmeier TE, Nohynek GJ, Lademann J.
Pharmacokinetics and topical applications of drugs. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff
K, penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. h.2652-65.
16. Lademann J, Richter H, Meinke MC, Lange-Asschenfeldt B,
Antoniou C, Mak WC, dkk. Drug delivery with topically applied
nanoparticles: science fiction or reality. Skin Pharmacol Physiol.
2013; 26: 227-33.
17. Wester RC, Maibach HI. Cutaneous pharmacokinetics: 10 steps
to percutaneous absorption. Drug Metab Rev. 1983; 14: 169205.
18. Feldmann RJ, Maibach HI. Regional variation in percutaneous
penetration of 14C cortisol in man. J Invest Dermatol. 1967;
48:181-3.
19. Bashir SJ, Maibach HI. Cutaneous metabolism of xenobiotics.
Dalam: Bronaugh RL, Maibach HI, penyunting. Percutaneous
absorption Drugs-Cosmetics-Mechanism-Methodology. Edisi
ke-3. New York: Marcel Dekker; 1999. h.65-79.
20. Svensson CK. Biotransformation of drugs in human skin. Drug
Metab Dispos. 2009; 37: 247-53.
21. Surber C. Davis AF. Bioavailability and bioequivalence of
dermatological formulations. Dalam: Walters KA, penyunting.
Dermatological and transdermal formulations. New York: Marcel
Dekker; 2000. h.401-74.
46
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 38 - 46
22. Denyer SP, Guy RH, Hadgraft J, Hugo WB. The microbial
degradation of topically applied drugs. Int J Pharm. 1985; 26:
89-97.
23. Rizi K, Green RJ, Donaldson MX, Williams AC. Using pH
abnormalities in diseased skin to trigger and target topical therapy.
Pharm Res. 2011; 28: 2589-98.
24. Herrier RN. Dermatotherapy and drug-Induced skin disorders.
Dalam: Kradjan WA, penyunting. Applied Therapeutics: the
clinical use of drugs. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincott Williams
&Wilkins; 2009. h.38.1-19.
25. Chiang A, Tudela E, Maibach HI. Percutaneous absorption in
diseased skin: an overview. J Appl Toxicol. 2012; 32: 537-63.
26. Wester RC, Maibach HI. Regional variation in percutaneous absorption.
Dalam: Bronaugh RL, Maibach HI, penyunting. Percutaneous
absorption Drugs-Cosmetics-Mechanism-Methodology. Edisi ke-3.
NewYork: Marcel Dekker;1999. h.107-15.
27. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam
Physician 2009; 79: 135-40.
28. De Souza A, Strober BE. Principle of topical therapy. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K, penyuting. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. h.264351.
29. Narvekar M, Xue HY, Wong HL. A novel hybrid delivery system:
polymer-oil nanostructured carrier for controlled delivery of
highly lipophilic drug all-trans-retinoic acid (ATRA). Int J Pharm.
2012; 436: 721-31.
30. Lin YK, Huang ZR, Zhuo RZ, Fang JY. Combination of
calcipotriol and methotrexate in nanostructured lipid carriers for
topical delivery. Int J Nanomedicine. 2010; 5: 117-28.
31. El Maghraby GM, Williams AC, Barry BW. Can drug-bearing
liposomes penetrate intact skin? J Pharm Pharmacol. 2006; 58:
415-29.
32. Pardeike J, Hommoss A, Müller RH. Lipid nanoparticles (SLN,
NLC) in cosmetic and pharmaceutical dermal products. Int J
Pharm. 2009; 366: 170-84.
33. Bewley A; Dermatology Working Group. Expert consensus: time
for a change in the way we advise our patients to use topical
corticosteroids. Br J Dermatol. 2008;158: 917-20.
34. Kalavala M, Mills CM, Long CC, Finlay AY. The fingertip unit:
A practical guide to topical therapy in children. J Dermatolog
Treat. 2007; 18: 319-20.
35. Babamiri K, Nassab R. Cosmeceuticals: the evidence behind the
retinoids. Aesthet Surg J 2010; 30: 74-7.
36. Graf J. Anti-aging skin care ingredient technologies. Dalam:
Burgess CM, penyunting. Cosmetic dermatology. Heidelberg:
Springer-Verlag; 2005. h.20-21.
37. Telang PS. Vitamin C in dermatology. Indian Dermatol Online J.
2013;4:143-6.
38. Stamford NP. Stability, transdermal penetration, and cutaneous
effects of ascorbic acid and its derivatives. J Cosmet Dermatol.
2012;11:310-7.
39. Campos PM, Gonçalves GM, Gaspar LR. In vitro antioxidant
activity and in vivo efficacy of topical formulations containing
vitamin C and its derivatives studied by non-invasive methods.
Skin Res Technol. 2008;14:376-80.
Download