BAB II

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persalinan
1. Pengertian
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal
dalam kehidupan. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu), lahir dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2008, p.100).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin
turun ke jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir (Sumarah, 2008, p.1).
Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan adalah proses
lahirnya bayi pada LBK (letak belakang kepala) dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam (Purwaningsih, 2010, p.167-168).
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2005,
p.180).
7
8
2. Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan menurut (Purwaningsih, 2010,
p.179-180) antara lain :
a. Teori penurunan hormon 1-2 minggu sebelum partus mulai mengalami
penurunan kadar hormon ekstrogen dan progesteron. Progesteron bekerja
sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan
kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron
turun.
b. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar ekstrogen
dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini
akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim; rahim yang menjadi besar dan merenggang
menyebabkan iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi
utero plasenter.
d. Teori iritasi mekanik; di belakang serviks terletak ganglion sevikale
(fleksus frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya
oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.
Indikasi partus (induction of labour) partus dapat pula ditimbulkan
dengan gejala :
1) Gangguan laminaria–beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.
2) Amniotomiu : pemecahan ketuban.
3) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan perinfuse.
9
3. Tanda-tanda inpartu
Menurut (Purwaningsih, 2010, p.180), tanda-tanda inpartu,antara lain :
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar ledir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekanrobekan kecil pada servik.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pemerikasaan dalam : servik mendatar dan pembukaan telah ada.
4. Tahapan persalinan
Menurut (Sumarah, 2008, p.5-8) tahapan persalinan dibagi menjadi :
a. Persalinan kala I
Adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0 (nol)
sampai pembukaan lengkap (10cm). Proses ini berlangsung kurang lebih
18-24 jam, yang terbagi menjadi 2 fase:
1) Fase laten (8 jam) : pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm.
2) Fase aktif (7 jam) : pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10
cm.
Fase aktif di bagi menjadi 3 fase yaitu:
a) Fase akselerasi : pembukaan 3 cm menjadi 4 cm,berlangsung 2 jam.
b) Fase dilatasi maksimal : pembukaan berlangsung sangat cepat dari
pembukaan 4 cm menjadi 9 cm, berlangsung 2 jam.
c) Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat 9 cm menjadi 10 cm,
berlangsung 2 jam.
10
Berdasarkan kurve Friedman, ditemukan perbedaan antara primigravida
dan multigravida, yaitu :
1. Primi : pembukaan 1 cm / jam dan Mekanisme membukanya serviks
berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada primi
yang
pertama OUI (ostium Uteri Internum) akan membuka lebih dahulu,
sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian OUE
(Ostium Uteri Eksternum) membuka.
2. Multi : pembukaan 2 cm / jam, pada fase laten, fase aktif dan fase
deselerasi terjadi lebih pandek. Pada multigravida OUI sudah sedikit
terbuka. OUI dan OUE serta penipisan dan pendataran servik terjadi
dalam saat yang sama.
b. Kala II (pengeluaran)
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida
(Siswosudarmo, 2008, p.135). Kala II pada primi 2 jam dan pada multi 1 jam
(Saifuddin, 2008, p.100).
c. Kala III (Pelepasan Uri)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Pengeluaran plasenta disertai
pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
d. Kala IV (Observasi)
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
11
Tujuannya asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang
memadahi selama persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan
aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah :
a) Tingkat kesadaran penderita.
b) Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi dan pernapasan.
c) Kontraksi uterus.
d) Terjadinya perdarahan (normal jika perdarahnnya tidak melebihi 400-500
cc).
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
a. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
persalinan yang terdiri dari jalan lahir tulang dan jalan lahir lunak. Proses
persalinan merupakan proses mekanisme yang melibatkan 3 faktor , yaitu
jalan lahir, kekuatan yang mendorong dan akhirnya janin yang di dorong
dalam satu mekanisme terpadu. Jalan lunak pada keadaan tertentu tidak akan
membahayakan janin dan sangat menentukan proses persalinan (Manuaba,
1998, p.289).
Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk PAP (Yanti, 2010, p.33) ada 4 bentuk
dasar panggul, yaitu :
1)
Ginekoid : paling ideal,bulat 45%
2)
Android : panggul pria,segitiga 15%
12
3)
Anthropoid : agak lonjong seperti telur 35%
(1)Ukuran panggul
Ukuran panggul penting diketahui terutama pada kehamilan pertama,
sehingga ramalan terhadap jalannya persalinan dapat ditentukan (Manuaba,
1998, p.75).
Ukuran-ukuran panggul (Sumarah, 2008, p.28-29), yaitu :
(a) Ukuran-ukuran luar panggul
1. Distansia spinarum : jarak antara kedua spina iliaka anterior
superior (24-26 cm).
2.
Distansia cristarum : jarak antara kedua crista iliaka sinistra
dekstra (28-30 cm).
3. Konjugata eksterna(distansia boudeloque) : diameter antara
lumbal ke-5 dengan tepi atas symfisis pubis (18-20 cm).
4. Lingkar panggul : jarak antara tepi atas symfisis pubis ke
pertengahan antara trockhater dan spinailika anterior superior
kemudian ke lumbal ke-5 kembali ke sisi sebelahnya sampai
kembali ke tepi atas symfisis pubis (80-90 cm).
(b) Ukuran-ukuran dalam panggul
1. PAP (Pintu Atas Panggul)
Adalah suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium, line
inominata dan pinggir atas simfisis pubis.
13
a. Konjugata vera : dengan periksa dalam diperoleh konjugata
diagonalis yaitu jarak dari tepi bawah simfisis pubis ke
promontorium (12,5 cm) dikurangi 1,5-2 cm.
b. Konjugata transversa : jarak terlebar antara kedua linea
inominata (12-13 cm).
c. Konjugata oblique (miring) : jarak antara artikolasiosakro
iliaka dengan tuberkulum pubicum sisi yang bersebelah 12
cm.
d. Konjugata obstetrica : jarak bagian tengah simfisis ke
promontorium.
2. Ruang tengah panggul :
a. Bidang luas panggul : bidang yang mempunyai ukuran
paling besar, sehingga tidak menimbulkan masalah dalam
mekanisme
turunnya
kepala
(12,75
cm),
diameter
transversa 12,5 cm.
b. Bidang sempit panggul : bidang yang berukuran kecil,
terbentang dari tepi bawah simfisis, spina ischiadika kanan
kiri dan 1-2 cm dari ujung bawah sacrum. Diameter antero
posterior 11,5 cm, diameter transversa 10 cm.
3. PBP (Pintu Bawah Panggul)
a. Terbentuk dari dua segitiga dengan alas yang sama, yaitu
diameter tuber aischiadikum. Ujung segitiga
14
a. belakang pada ujung os sacrum, sedangkan ujung segitiga
depan arkus pubis.
b. Diameter antero-posterior : ukuran dari tepi bawah simfisis
ke ujung sacrum 11,5 cm.
c. Diameter transversa : jarak antara tuber ischiadikum kanan
dan kiri 10,5 cm.
d. Diameter sagitalis posterior : ukuran dari ujung sacrum ke
pertengahan ukuran transversa 7,5 cm.
e. Inklinatio pelvis (kemiringan panggul) adalah sudut yang
terbentuk antara bidang semu PAP (Pintu Atas Panggul)
dengan garis lurus tanah sebesar 55-600.
(2) Jenis panggul
Pada panggul ukuran normal apapun jenis pokoknya,
kelahiran pervaginam janin dengan berat badan yang normal
tidak akan mengalami kesulitan dalam kelahiran. Karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal – hal lain, ukuran – ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil dari pada standart normal
sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam.
Panggul yang sempit membuat kala II menjadi lama karena di
perlukan waktu untuk turunnya kepala dan untuk moulage.
Terutama kelainan pada panggul android dengan pintu atas
panggul yang berbentuk segitiga berhubungan dengan
15
penyempitan di depan
dengan spina iskiadika menonjol
kedalam dan dengan arkus pubis menyempit. Salah satu jenis
panggul ini menimbulkan distosia yang sukar diatasi
(Wiknjosastro, 2008, p.637-639).
Kesempitan panggul menurut (Wirakusumah, dkk, 2005, pp. 161-169)
dibagi menjadi :
(a) Kesempitan pintu atas panggul (konjugata vera ≤ 10 cm / diameter
transversa < 12 cm).
(b) Kesempitan bidang tengah panggul (jumlah diameter transversa dan
diameter sagitalis posterior 13,5 cm, diameter antara spina < 9cm).
(c) Kesempitan pintu bawah panggul (jarak antara os ischii ≤ 8 cm, arkus
pubis dengan sendirinya akan meruncing).
(d) Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah panggul, dan
pintu bawah panggul.
Pengaruh pada persalinan adalah persalinan menjadi lebih lama dari
biasa, menyebabkan kelainan presentasi atau posisi janin, dapat terjadi rupture
uteri sedangkan pengaru pada anak adalah kematian maternal meningkat pada
pertus lama atau kala II yang lebih dari 1 jam (Wirakusumah, dkk, 2005,
pp.165).
Panggul sempit atau janin besar, terdapat gangguan daya dorong akibat
anestesi regional atau sedasi kuat kala II dapat menjadi sangat lama
(Cunningham, 2008, pp.474).
16
Persangkaan panggul sempit (Wirakusumah, dkk, 2005, pp. 166)
diantaranya :
(a) Pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke-36.
(b) Pada primipara ada perut menggantung.
(c) Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
(d) Ada kelainan letak pada hamil tua.
(e) Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan lainlain).
(3) CPD (Disproporsi sefalopelvik)
Artinya bahwa janin tidak dapat dilahirkan secara normal pevaginam,
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Pada proses persalinan
menyebabkan partus macet (Saifuddin, 2006, p.187).
Cephalopelvic disproportion adalah adanya partus macet yang
disebabkan oleh ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul
ibu sehingga persalinan pervaginam tidak bisa berlangsung. Saat ini sudah
jarang, sebagian besar disproporsi berasal dari malposisi kepala janin dalam
panggul atau gangguan kontraksi uterus ( Hidayat, 2009, pp.86-87)
(4) Kelainan jalan lahir lunak
Jalan lahir lunak dapat menghalangi lancarnya persalinan. Tidak jarang
distosia disebabkan adanya kelainan dari jaringan lunak urogenital. Keadaan
17
yang sering dijumpai adalah distosia yang disebabkan oleh tumor ovarium
yang mengisi jalan lahir. (Mochtar, 1998, p.82)
(5)Perut gantung
Perut gantung dijumpai pada multipara atau grandemultipara karena
melemahnya dinding perut. Uterus membengkok ke depan sedemikian rupa,
sehingga letak fundus uteri dapat lebih rendah dari pada simfisis. Makin tua
kehamilan, uterus makin bertambah ke depan sehingga fundus uteri lebih
rendah dari simfisis. Akibatnya terjadi kesalahan letak janin, kepala janin
tidak masuk ke ruang panggul sehingga pada proses perssalinan pada kala I
maupun kala II akan terganggu (Wiknjosastro, 2007, p.417-418).
b. Passanger (janin)
1) Janin besar
Dikatakan bayi besar adalah bayi memiliki berat badan melebihi 10
pound (4,536 gram) pada saat lahir, karena ukuran yang besar sangat
menyulitkan kelahiran. Implikasi makrosomia bagi ibu melibatkan distensi
uterus, yang menyebabkan peregangan yang berlebihan pada serat-serat
uterus, menyebabkan disfungsional persalinan, kemungkinan rupture uterus,
dan peningkatan insiden perdarahan post partum. Persalinan dapat menjadi
lebih lama dan tindakan operasi pada saat melahirkan menjadi lebih
memungkinkan (Hamilton, 1995, p.183).
Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan sangat penting,
dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes militus, pada postmaturitas dan
18
pada grandemultipara. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah
karena besarnya kepala atau kepala yang lebih keras tadak dapat memasuki
pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul
(Wiknjosastro, 2007, p.628-629).
Pada makrosomia (berat badan janin lahir ≥ 4500gr) menyebabkan
distosia bahu di mana terjadi kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak
melipat pada saat melalui jalan lahir (Saifuddin, 2006, p.515) .
2) Berat Badan Janin
Berat Badan Janin Normal
Berat badan janin dapat mempengaruhi proses persalinan kala II. Berat
neonatus pada umumnya < 4000 gram dan jarang mebihi 5000 gram
(Wiknjosastro, 2007, p.628).
Kriteria janin cukup bulan yang lama kandungannya 40 pekan
mempunyai panjang 48-50 cm dan berat badan 2750-3000 gram. (Saifuddin,
2008).
Pada persalinan cukup bulan (aterm) dengan lama kehamilan 37-42
memiliki berat anak > 2500 gram (Wirakusumah,dkk, 2005, pp.1).
Bayi normal yaitu bayi yang mempunyai berat badan 2500-4000 gram,
bayi berat lahir cukup dengan berat lahir > 2500 gram (Emi, 2008).
19
Pada janin yang mempunyai berat lebih dari 4000 gram memiliki
kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala
atau besarnya bahu. Bagian paling keras dan besar dari janin adalah
kepala,sehingga besarnya kepala janin mempengaruhi berat badan janin. Oleh
karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan (BB) janin
(Mochtar, 1998, p.65).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa berat badan janin
normal adalah 2500-4000 gram.
Rumus Johnson- Toshack
Berdasarkan atas ukuran Mac, Donald yaitu jarak antara simfisis pubis
dan batas antara fundus uteri melalui konveksitas abdomen:
BBJ = (MD-12)× 155 gram
BBJ = Berat Badan Janin (gram)
MD = Ukuran Mac Donald (cm)
Kepala belum Hodge III = (MD-13)
Kepala di Hodge III = (MD-12)
Kepala lewat Hodge III = (MD-1)
3) Kelainan letak, presentasi atau posisi
a) Presentasi dahi
Keadaan dimana kedudukan kepala berada di antara fleksi maksimal dan
defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada dasarnya
merupakan kedudukan yang bersifat sementara, dan sebagian besar akan
20
berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba sutura frontalis, yang bila diikuti pada ujung
yang satu diraba ubun-ubun besar dan pada ujung lain teraba pangkal hidung
dan lingkaran orbita. Pada presentasi dahi ini mul dan dagu tidak dapat diraba.
Pada proses persalinan membutuhkan waktu lama dan hanya 15%
berlangsung spontan (Wiknjosastro, 2007, p.603-605).
b) Presentasi muka
Presentasi muka adalah keadaan di mana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka
merupakan bagian terendah menghadap ke bawah, dikatakan presentasi muka
sekunder bila baru terjadi pada waktu persalinan. Pada pemeriksaan dalam
bila muka sudah masuk ke dalam rongga panggul, jari pemeriksa dapat
meraba dagu, mulut, hidung dan pinggir orbita.
Presentasi ini dapat
ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar, multiparitas dan perut
gantung. Kesulitan kelahiran pada presentasi muka dengan posisi mento
posterior ini disebabkan karena kepala sudah berada dalam defleksi maksimal
dan tidak mungkin menambah defleksinya lagi, sehingga kepala dan bahu
terjepit dalam panggul dan persalinan tidak akan maju. Kesulitan persalinan
dapat terjadi karena adanya kesempitan panggul dan janin yang besar yang
menyebabkan presentasi muka.
21
c) Posisi oksiput posterior peristens
Adalah keadaan dimana ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan,
sehingga tetap di belakang. Penyebabnya ialah usaha penyesuaian kepala
terhadap bentuk dan ukuran panggul. Contohnya otot-otot dasar panggul yang
sudah lembek pada multipara sehingga tidak ada paksaan pada belakang
kepala janin untuk memutar ke depan atau pada panggul android yang
diameter anteroposterior panggul lebih panjang dari diameter transversa atau
segmen depan menyempit seperti pada panggul android maka ubun-ubun
kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan (Wiknjosastro, 2007,
p.593-596).
c. Power
1) His (kontraksi uterus)
His adalah kontraksi uterus (uterine contraction) selama atau pada saat
persalinan. His yang sempurna mempunyai kekuatan paling tinggi di fundus
uteri pada kala II his menjadi lebih efektif, terkoordinasi, simetris dengan
fundal dominan, kuat dan lebih lama 60-90 detik (Mochtar, 1998, p. 85).
Pada akhir kala I atau kala II, jumlah kontraksi adalah 3-4 kali tiap 10
menit (2-3 menit sekali) dengan intensitas 50-60 mmHg (Siswosudarmo,
2008, p.113).
Sifat-sifat his yang baik adalah :
a) Teratur.
b) Makin lama makin sering, intensitas makin kuat, durasi makin lama.
22
c) Ada dominansi fundus.
d) Menghasilkan pembukaan dan atau penurunan kepala.
His yang tidak normal dalam kekuatan dan sifatnya menyebabkan
rintangan pada jalan lahir saat persalinan, tidak dapat diatasi sehingga
persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
Menurut (Wiknjosastro, 2007, p.587) secara teoritis kelainan his dibagi
menjadi :
(1) Inersia uteri primer
Adalah kontraksi uterus lebih lama, singkat dan jarang dari pada biasa.
Keadaan penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun
bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama, hal ini
meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin.
(2) Inersia uteri sekunder
Adalah timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu lama.
Ditemukan pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.
Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlngsung lama dengan akibatakibatnya pada ibu dan janin (Mochtar, 1998, p.311).
(3) Incoordinate uterine action
Adalah his berubah, tonus otot uterus meningkat di luar his dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak adanya sinkronasi
antara kontraksi bagian- bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi
23
bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan. Kadang-kadang persalinan lama dengan ketuban
yang sudah lama pecah, menyebabkan penyempitan kavum uteri yaitu pada
lingkaran kontraksi. Dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam dan
pembukaan yang sudah lengkap. Menyebabkan persalinan tidak maju karena
distosia servikalis. Pada primigravida kala I.
menjadi lebih lama, menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan
yang mengakibatkan persalinan tidak maju.
2) Umur Ibu
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Kematain
maternal
meningkat
kembali
sesudah
usia
30-35
tahun(Wiknjosastro, 2007, p.23).
Di bawah 16 tahun atau diatas 35 tahun mempredisposisi wanita
terhadap sejumlah komplikasi. Usia dibawah 16 tahun insiden preeklampsia
sedangkan usia diatas 35 tahun meningkatkan insiden hipertensi kronis dan
persalinan yang lama pada nulipara (Varney, 2008, pp 691).
3) Paritas
Adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup
(Wiknjosastro, 2008, p.180).
24
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama
dengan 500 gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati (Siswosudarmo,
2008, p.115).
Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi. Pada
multipara dominasi fundus uteri lebih besar dengan kontraksi uterus lebih
besar dengan kontraksi lebih kuat dan dasar panggul yang lebih rileks
sehingga bayi lebih mudah melalui jalan lahir dan mengurangi lama
persalinan. Namun pada grand multipara, semakin semkin banyak jumlah
janin, persalinan secara progresif lebih lama. Hal ini diduga akibat keletihan
pada otot-otot uterus . Semakin tinggi paritas insiden plasenta previa,
perdarahan, mortalitas ibu dan mortalitas perinatal juga meningkat (Varney,
2008, pp. 691).
Menurut (Manuaba, 1998, p.158) istilah-istilah yang berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan adalah :
a) Primipara
Adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan bayi aterm sebanyak
satu kali.
b) Multipara(pleuripara)
Adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana
persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable
untuk beberapa kali (Wiknjosastro, 2008, p.180).
25
c) Grandemultipara
Adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali.
d) Nulipara
Adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable.
d. Penolong persalinan
Peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama dan
memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, baik segi emosi atau
perasaan maupun fisik (Saifuddin, 2008, p.108).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu
adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan. Penolong
persalinan dalam hal ini adalah bidan. Jenis asuhan yang akan diberikan dapat
disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi
kebutuhan spesif (Yanti, 2010, p.39-40).
Pada kasus yang ditangani oleh dukun atau tenaga paramedis yang tidak
kompeten, sering kali penderita disuruh mengejan walaupun pembukaan
belum lengkap. Akibatnya serviks menjadi edema dan menghambat
pembukaan lebih lanjut, ibu mengalami kelelahan sehingga persalinan
berlangsung lama. Pada kala II ibu sudah tidak dapat mengejan menyebabkan
kala II tidak maju atau kala II lama (Siswosudarmo, 2008, p.114).
1) Analgesia Epidural
Meskipun hampir sepanjang waktu anestesi epidural menurunkan nyeri
dengan baik anestesi epidural juga memiliki beberapa kerugian yaitu dapat
26
memperpanjang kala II dan meningkatkan kebutuhan untuk dilakukan
persalinan dengan bantuan alat (Yuningsih, 2005, pp.93-97).
Perlu ditekankan bahwa analgesia epidural dapat memperlambat
persalinan, analgesia epidural dilaporkan berkaitan dengan memanjangnya
persalinan kala I dan kala II serta memperlambat kecepatan penurunan janin
(Chunningham, 2006, pp.479).
Anestesi dapat mengganggu pengeluaran oksitosin endogen yang
dikaitkan dengan tekanan bagian terbawah janin di vagina bagian bawah.
Secara normal, tekanan pada bagian belakang dinding vagina atau dasar
panggul memberikan tanda ke kelenjar hipofisis untuk melepaskan lebih
banyak oksitosin, yang menyebabkan kontraksi menjadi semakin kuat,
perasaan untuk mengejan dan tekanan ke dasar panggul menjadi semakin
besar. Anastesi menghambat umpan balik untuk menghasilkan oksitosin, dan
kemajuan persalinan sering terganggu.
Persalinan kala II lama, karena wanita tidak merasakan kontraksi, tidak
mengejan dan janin turun dengan lambat, mengakibatkan vacum ekstraksi
atau seksio sesar perlu segera dilakukan dan relaksasi muskulus levatorani
atau mengganggu rotasi internal kepala janin, sehingga memperlambat
persalinan (Pillitteri, 2002, p.36).
Mengejan dengan anestesi epidural memerlukan usaha yang lebih besar
dibandingkan dengan
mengejan sebagai respons dari
keinginan untuk
27
mengejan, karena pada anestesi epidural terjadi penurunan perasaan ingin
mengejan.
Jika diperlukan anestesi epidural, gunakan dosis yang lebih rendah,
mungkin dapat digabung dengan pemberian narkotik dosis rendah
memungkinkan wanita lebih waspada dan lebih mengendalikan motorik
(Yuningsih, 2005, p.97-98).
Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam (3 jam pada kasus
dengan anestesi regional) dan multipara adalah 1 jam (2 jam pada kasus
dengan anestesi regional) (Hidayat, 2009, pp.92) .
2) Posisi
Mengubah-ubah posisi secara tertur selama kala II dapat membantu
kemajuan persalina (JNPK-KR, 2008, p.80-83) antara lain:
a) Posisi duduk atau setengah duduk
Posisi ini dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memeberi
kemudahan bagi ibu untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan
dari kedua posisi ini adalah gaya grafitasi untuk membantu ibu
melahirkan bayinya.
b)
Jongkok atau berdiri
Dapat membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan
mengurangi rasa nyeri.
28
c)
Posisi merangkak
Posisi merangkak sering kali membantu ibu mengurangi rasa nyeri
punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring kiri memmudahkan ibu
untuk beristirahat diantara kontraksi jika mengalami kelelahan dan juga
dapat mengurangi resiko laserasi perineum.
d)
Posisi terlentang
Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya
(janin,cairan ketuban,pasenta, dan lain-lain) menekan vena cava inferior
ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada janin. Berbaring
terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan
ibu untuk meneran secara efektif.
e. Psikis ibu
Kecemasan, kelelahan, kehabisan tenaga , dan kekawatiran
ibu,
seluruhnya menyatu sehingga dapat memperberat nyeri fisik yang sudah
ada. Kecemasan ibu meningkat semakin berat, sehingga terjadinya siklus
nyeri-stres-nyeri dan seterusnya sehingga akhirnya ibu yang bersalin tidak
mampu lagi bertahan. Kejadian seperti ini menyebabkan makin lamanya
proses persalinan sehingga janin dapat mengalami kegawatan (fetalditress) (Yanti,2010,p.34-37). Pada kala II sering disebut prolonged
second stage / pembukaan lengkap ibu ingin mengedan tapi tidak ada
kemajuan penurunan (Yanti, 2010, p.64).
29
B. Lama persalinan
Lama adalah panjangnya waktu, sejak dahulu kala (Retnoningsih,
2005, p.283)
Kilpatric dan Laros (1989) melaporkan bahwa merata lama
persalinan kala I dan kala II adalah sekitar 9 jam pada nulipara tanpa
analgesia regional, dan pada multipara adalah sekitar 6 jam. Mereka
mendefinisikan awal persalinan sebagai waktu saat wanita mengalami
kontraksi teratur yang nyeri 3 sampai 5 menit dan menyebabkan
pembukaan serviks. Pembukaan serviks saat wanita dirawat tidak
disebutkan. Paritas
dan pembukaan serviks saat
dirawat merupakan
penentu yang penting terhadap lama persalinan (Cunningham, 2008,
pp.474). Median durasi kala II adalah 50 menit pada nulipara dan 20
menit pada multipara, tetapi hal ini dapat sangat bervariasi. Pada seorang
wanita yang mempunyai paritas lebih tinggi dengan vagina dan perineum
yang lemas, untuk menyelesaikan kelahiran bayi cukup membutuhkan
dua atau tiga daya dorong setelah pembukaan servik lengkap
(Cunningham, 2006, pp.343).
Kala II Persalinan (Kala Pengeluaran Janin)
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara
dan 20 menit untuk multipara. Pada wanita dengan paritas tinggi yang
30
vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha
mengejan
setelah
pembukaan
lengkap
mungkin
cukup
untuk
mengeluarkan janin. Sebaliknya pada seorang wanita dengan panggul
sempit atau janin besar atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat
anesthesia regional maka kala II dapat sangat memanjang.
Gejala utama kala II (JNPK-KR, 2008, p.75) adalah :
a. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b.Ibu meraskan adanya peningkatan tekanan pada rektum atau vagina.
Perineum menonjol.
d.Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
e.Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi
obyektif) yang hasilnya :
a. Pembukaan serviks telah lengkap.
b. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Cara membimbing ibu untuk meneran, antara lain :
1) Menganjurkan ibu untuk mendapat posisi nyaman (berbaring miring
atau jalan-jalan).
2) Mengajarkan ibu untuk cara bernafas saat ada kontraksi.
3) Memberitahu ibu untuk menahan diri untuk meneran bila pembukaan
belum lengkap.
31
4) Membimbing ibu meneran secara efektif dan benar
mengikuti
dorongan alamiah yang terjadi selama kontraksi.
5) Menanjurkan ibu beristirahat di antara kontraksi dan menawarkan
minum pada ibu.
6) Meminta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
Kala II memanjang (prolonged expulsive phase)
Upaya mengedan ibu menambah risiko pada bayi karena mengurangi
jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan secara spontan, mengadan
(menahan nafas terlalu lama tidak dianjurkan).
Jika malpresentasi dan tanda obstruksi bisa disingkarkan, berikan
oksitosin drip.
(2) Jika pemberian oksitosin drip tidak ada dalam kemajuan dalam 1 jam,
lahirkan dengan bantuan vacuum atau forcep bila persyaratan
dipenuhi.
(3) Lahirkan dengan seksio sesarea bila persyaratan vacum dan forcep
tidak terpenuhi (Saifuddin, 2008, p.190).
Efek pada ibu :
1) Sistem tekanan tertutup da menyebabkanlam rongga dada, aliran
darah menurun, curah jantung menurun, tekanan darah menurun, dan
aliran darah ke plasenta menurun.
2) Tahanan pembuluh darah kapiler meningkat (kepala dan wajah,
lengan dan kaki) menyebabkan wajah memerah.
32
3) Kadar O2 ibu menurun dan kadar CO2 meningkat sehingga ibu
mengalami kehabisan nafas, tekanan darah meningkat, pecahnya
pembuluh-pembuluh kapiler di wajah, leher dan mata ( petechial
hemorrhages).
Efek pada bayi :
Kandungan O2 dalam darah arteri menurun dan aliran darah ke
jantung menurun, O2 yang tersedia untuk janin menurun menyebabkan
hipoksia janin (Yuningsih, 2005, p.90-91).
C. BBJ (Berat Badan Janin)
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, dipakai
pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok
umur. Pada setiap kehamilan atau persalinan yang dialami seorang
wanita, yang dapat berubah adalah berat badan janin. Besar atau berat
janin ini dapat ditentukan dengan pengamatan berdasarkan pengalaman
atau dengan alat ultrasonografi. Kesalahan penafsiran berat anak yang
paling besar sebaiknya tidak melebihi 10% berat anak yang sesungguhnya
(Yanti, 2010, p. 176).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram
tanpa memperhatikan umur kehamilan.
33
Penanggulangannya adalah dengan memberi dukungan agar ibu mau
dan mampu menyusui bayinya. Waktu menyusui 2-3 menit, tetapi sering
1-2 jam dan bayi selalu dalam keadaan hangat. Ibu dianjurkan
melaksanakan perawatan payudara paska kelahiran secara sistematis dan
teratur (Mansjoer, 2001, p.326).
Menurut (Saifuddin, 2008, p.376) bayi baru lahir dengan berat badan
lahir rendah dibedakan menjadi:
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.
c. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.
Berat badan janin normal adalah 2500-4000 gram, sedangkan bayi dengan
berat badan < 2500 gram disebut BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Bayi
dengan berat > 4000 gram disebut janin besar atau makrosomi.
Pola pertumbuhan berat badan bayi (BB) / weight dan panjang badan (PB) /
length bayi digambarkan dalam kurva pertumbuhan atau Weight/Length
Chart. Rentangan dari 5% sampai 95%. Apabila bayi berada dalam chart
tersebut, maka bayi masih dikatakan normal, namun berada diluar chart baik
lebih rendah atau lebih tinggi tidak bisa dinilai ada kelainan, harus diperiksa
penyebabnya.
34
D. Tingkatan Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram
yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak
diketahui, maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu (Sumarah,
2008, p.1).
Menurut (Mochtar, 1998, p.92-97), tingkatan paritas antara lain :
1. Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup
untuk pertama kali. Pada primi kala I mengalami
fase serviks
mendatar (effacement) dulu baru dilatasi, berlangsung 13-14 jam. Pada
kala II (kala pengeluaran janin) berlangsung 1 jam.
2. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa
kali (sampai 5 kali). Pada kala I mengalami fase mendatar dan
membuka bisa bersamaan lamanya 6-7 jam. Pada kala II berlangsung
1/2 jam.
3. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali
atau lebih hidup atau mati.
E. Pengaruh Berat Badan Janin dengan Lama Kala II Berdasarkan
Paritas
Janin cukup bulan yang lama kandungannya 40 pekan mempunyai
panjang 48-50 cm dan berat badan 2750-3000 gram (Saifuddin;2008).
Anak yang lebih berat dari 4000 gram menimbulkan kesukaran dalam
35
persalinan di sebabkan
karena besarnya kepala atau besarnya bahu
(Mochtar, 1998, p.65). Pada janin besar dapat menyebabkan distosia pada
proses persalinan yang ditandai dengan kelambatan atau tidak adanya
kemajuan proses persalinan, terjadi dalam kala I dan kala II. Keadaan ini
menyebabkan persalinan menjadi lama, infeksi intrapartum, rupture uteri
dan perlukaan jalan lahir (Kasdu, 2005, p. 36).
Paritas dan pembukaan serviks saat dirawat merupakan penentu
yang penting terhadap lama persalinan (Cunningham, 2008, pp.474).
Pada seorang wanita yang mempunyai paritas lebih tinggi dengan
vagina dan perineum yang lemas, untuk menyelesaikan kelahiran bayi
cukup membutuhkan dua atau tiga daya dorong setelah pembukaan servik
lengkap (Cunningham, 2006, pp.343).
36
F. Kerangka Teori
Jenis panggul
Passage (jalan lahir)
Ukuran panggul
Janin besar
Passanger (Janin)
Berat Badan Janin
-Kelainan letak
-Presentasi/ posisi
janin
His
Power (kekuatan)
Paritas
Umur
Posisi ibu
Penolong
Analgesi epidural
-Kelelahan
Psikis ibu
-Kecemasan
-Kekhawatiran
Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori Penelitian
Keterangan :
:
: diteliti, --------- : yang tidak diteliti
Lama
kala II
37
G. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Berat Badan
Janin
Lama kala II
Paritas
Gambar 2.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian
H. Hipotesis
Ha
: Ada hubungan antara berat badan janin dengan
lama
kala II
berdasarkan paritas.
Ho
: Tidak ada hubungan antara berat badan janin dengan lama
berdasarkan paritas.
kala II
Download