NAMA : ABIMANYU THEOPHANO NIM : 702011001 1. Metode Ceramah Mendidik diperlukan seni tersendiri agar siswa tidak jenuh, serta mudah menangkap materi Hal tersebut perlu diperhatikan, karena salah satu penyebab kegagalan dalam proses belajar mengajar antara lain minimnya kemampuan pendidik dalam menguasai seni mengajar. Teori-teori yang ada perlu disesuaikan dengan tingkat, kondisi, lokasi dan budaya siswa. Ragam Metodologi dalam PAI antara lain: a. Ceramah Tepat digunakan bila : • Materi untuk banyak orang • Pendidik memiliki kemampuan orasi • Materi yang akan disajikan jumlahnya banyak • Materi sebanyak penjelasan Kebaikan Metode Ceramah • Materi dapat disajikan • . • . Kelemahan Metode Ceramah • Sulit untuk memantau pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan • Hanya mengejar target • Siswa pasif • Menimbulkan kebosanan b. Tanya jawab c. Diskusi d. Pemberian tugas/rasitasi e. Demonstrasi dan eksperimin f. Kerja kelompok Inovasi dalam Metodologi . 2. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya (Syaiful, 2008:210). Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan” (Muhibbin Syah, 2000:22). Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000:2) bahwa “metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran”. Menurut Syaiful (2008:210) metode demonstrasi ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahanbahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan. Tujuan Metode Demonstrasi Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan dan kelekurangan. Manfaat Metode Demonstrasi Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah : 1. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan . 2. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari. 3. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:211) kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi adalah sebagai berikut : Kelebihan metode demonstrasi 1. Perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingg hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu, perhatian siswa pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya. 2. Dapat membimbing siswa ke arahberpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama. 3. Ekonmis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek. 4. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahn bila dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaan yang jelas dari hasil pengamatannya. 5. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keteranganketerangan yang banysk 6. Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi. Kekurangan metode demonstrasi 1. Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan kadang-kadang terjadiperubahan yang tidak terkontrol. 2. Untuk mengadakan demonstrasi digunakan ala-alat yang khusus, kadang-kadang alat itu susah didapat. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama. 3. Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Dalam hal ini banyak diabaikan leh peserta didik. 4. Tidak semua hal dapatdidemonstrasikan di kelas. 5. Memerlukan banyak waku sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum. 6. Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya. 7. Agar demonstrasi mendapaptkan hasil yang baik diperlukan ketekitian dan kesabaran. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung. Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proes mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen- komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara engan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. 3. Metode Diskusi 4. Secara umum, dalam metode diskusi, ada dua jenis diskusi biasa dilakukan dalam proses pembelajaran.Pertama diskusi kelompok, diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan dan yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu sendiri. Kedua, diskusi kelompok kecil, pada diskusi ini peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dengan cara guru menyajikan masalah dan beberapa sub masalah. Setiap kelompok memecahkan sub masalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok. 5. Jenis metode diskusi apapun yang digunakan menurut Bridges seperti yang dikkuti Wina Sanjaya, dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengatur kondisi agar: (1) setiap peserta didik dapat bicara mengeluarkan gagasan dan pendapatnya, (2) setiap peserta didik harus salaing mendengar pendapat orang lain, (3) setiap peserta didik saling memberikan respons, (4) setiap peserta didik harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang dianggap penting dan (5) melalui diskusi setiap peserta didik harus dapat mengembangkan pengetahuannya serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi. 6. Kondisi tersebut ditekankan oleh Bridges, sebab metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis masalah, strategi ini diharapkan bisa mendorong peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah serta dapat mengembangkan pengetahuan peserta didik. 4. Metode Studi Mandiri/Belajar Mandiri Menurut Wedemeyer seperti yang disajikan oleh Keegan (1983), siswa/peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pelajaran yang diberikan guru/instruktur di kelas. Siswa/peserta didik dapat mempelajari pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu dengan membaca buku atau melihat dan mendengarkan program media pandang-dengar (audio visual) tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Di samping itu siswa/peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai berikut: 5. a. Siswa/peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya. 6. b. Siswa/peserta didik boleh ikut menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya. 7. c. Siswa/peserta didik mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri. 8. d. Siswa/peserta didik dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya. 9. Kemandirian dalam belajar ini menurut Wedemeyer (1983) perlu diberikan kepada siswa/peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki siswa/peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar. 10. Sejalan dengan Wedemeyer, Moore (dalam Keegan, 1983) berpendapat bahwa ciri utama suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya kesempatan yang diberikan kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber, dan evaluasi belajarnya. Karena itu, program pembelajaran mandiri dapat diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan (otonomi) yang diberikan kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya. Tingkat kemandirian pembelajaran dapat diklasifikasi berdasarkan jawaban atas pertanyaanpertanyaan berikut: 11. a. Otonomi dalam menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran itu ditentukan oleh siswa/peserta didik, oleh guru/instruktur atau oleh guru/instruktur dan siswa/peserta didik? Semakin besar kesempatan yang diberikan kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan tujuan pembelajarannya, berarti semakin besar kesempatan siswa/peserta didik untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Dengan demikian semakin besar pula kesempatan siswa/peserta didik untuk bersikap mandiri. 12. b. Otonomi dalam belajar. Siapakah yang menentukan buku atau media yang akan dipakai dalam belajar? Apakah semuanya ditentukan oleh guru/instruktur, oleh siswa/peserta didik, atau oleh guru/instruktur dan siswa/peserta didik? Kalau siswa/peserta didik dapat ikut menentukan bahan belajar, media belajar, dan cara belajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu, berarti siswa/peserta didik telah diberi kesempatan untuk bersikap mandiri. 13. c. Otonomi dalam evaluasi hasil belajar. Siapakah yang menentukan cara dan kriteria evaluasi hasil belajar? Dapatkah siswa/peserta didik ikut menentukan cara evaluasi dan kriteria penilaian yang akan dipakai? 14. Tingkat kemandirian (otonomi) yang diberikan kepada siswa/peserta didik dalam berbagai program pembelajaran tidak sama. Ada program pembelajaran yang lebih banyak memberikan kemandirian (otonomi), ada pula program pembelajaran yang kurang memberikan kemandirian kepada siswa/peserta didik. Contoh, di Universitas London ada program pembelajaran yang memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk belajar sendiri di luar kampus. Mahasiswa yang lulus dalam ujian akan mendapat gelar yang nilainya sama dengan gelar yang diperoleh siswa/peserta didik yang mengikuti kuliah di kampus. Mahasiswa luar kampus ini diberi kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan bahan belajar serta cara belajar yang akan digunakan. Namun demikian mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk menentukan cara evaluasi dan kriteria penilaiannya. 15. Di universitas lain, ada juga program perkuliahan yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih sendiri buku dan media belajar yang akan dipakainya. Mahasiswa juga diberi kesempatan untuk memilih cara belajar yang disukainya, (a) siswa/peserta didik boleh mengikuti kuliah, dan boleh belajar sendiri, (b) siswa/peserta didik boleh belajar dari buku, dan boleh belajar dengan melihat program media, dan (c) siswa/peserta didik boleh belajar sendirian, boleh juga belajar bersama dengan teman dalam bentuk diskusi. Namun demikian, dalam program pembelajaran ini, siswa/peserta didik tidak diberi kesempatan untuk menentukan tujuan pembelajarannya dan cara evaluasinya. Jadi kebebasan yang diberikan hanya kebebasan dalam memilih bahan dan cara belajarnya. 5. Metode Perr Tutoring Metode tutor sebaya ini didasarkan pada kenyataan bahwa hubungan antara teman umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan antara guru dan siswa. Karena teman sebaya selain seusia, jarak rumah diantara mereka yang relatif dekat memungkinkan untuk selalu saling berhubungan atau berinteraksi baik di sekolah atau diluar sekolah sehingga diantara sesama siswa tidak ada rasa segan untuk bertanya ataupun memberikan penjelasan dengan bahasa mereka. Kenyataan ini diperkuat oleh pendapat Ischak yang menyatakan bahwa : …seorang siswa lebih mudah menerima “bantuan” pengajaran dari teman-temannya dari pada menerima bantuan dari gurunya. Mengapa demikian? Karena teman-temannya lebihlebih teman yang akrab, ia tidak punya rasa enggan, rendah diri dan sebagainya untuk bertanya ataupun minta bantuan maupun diberi bantuan. Bila demikian halnya, maka guru dapat mengambil metode tutoring, yaitu tutoring sebaya[6]. Metode tutor sebaya merupakan model pembelajaran yang dapat diterapkan kedalam semua materi pelajaran matematika. Materi kubus dan balok adalah salah satu materi yang dapat diterapkan kedalam metode ini. Karena materi ini dapat dilihat dan mudah dijangkau dalam kehidupan sehar-hari. Dengan demikian, cara seperti ini tentunya bisa melatih siswa untuk meningkatkan komunikasi dengan anggota kelompoknya masingmasing dan pembelajaran pun terasa lebih menyenangkan. 6. Metode Simulasi Model pembelajaran simulasi merupakan model pembelajaran yang membuat suatu peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of affaris) atau proses. Model pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan sosial dan untuk menguji reaksi mereka, serta untuk memperoleh konsep keterampilan pembuatan keputusan. Model pembelajaran ini diterapkan didalam dunia pendidikan dengan tujuan mengaktifkan kemampuan yang dianalogikan dengan proses sibernetika. Pendekatan simulasi dirancang agar mendekati kenyataan dimana gerakan yang dianggap kompleks sengaja dikontrol, misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan dengan menggunakan simulator. Model pembelajaran simulasi bertujuan untuk: (1) melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, (2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, (3) melatih memecahkan masalah, (4) meningkatkan keaktifan belajar, (5) memberikan motivasi belajar kepada siswa, (6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhkan daya kreatif siswa, dan (8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi. 7. Metode Computer Assisted Learning Pembelajaran dengan bantuan komputer adalah salah satu metode yang memiliki hasil yang menjanjikan. Artikel ini merupakan telaah jurnal tentang pembelajaran ketrampilan klinis keperawatan dengan bantuan komputer. Penggunaan metode pembelajaran interaktif dengan bantuan komputer atau computer assisted learning ( CAL ) dapat dipergunakan untuk membantu mahasiswa keperawatan dalam mencapai kompetensi klinik dengan cara yang progresif sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa. Pembelajaran dengan bantuan komputer telah digunakan dalam pendidikan keperawatan sejak awal 1960-an, namun hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan manfaatnya dalam pembelajaran keterampilan klinis. Pembelajaran dengan bantuan komputer sifatnya fleksibel serta efisien dalam hal waktu dan biaya. Materi pembelajaran disajikan dalam bentuk pasien simulasi atau pembelajaran berbasis skenario yang didukung oleh teknologi komputer. Meskipun ada hambatan dalam penggunaan teknologi komputer bagi mahasiswa keperawatan, namun teknologi ini kemungkinan besar akan membuat perubahan yang cepat sehingga membuat mahasiswa keperawatan siap bekerja di sarana pelayanan kesehatan. 8. Metode Role Play Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut : 1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar. 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. 4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. 5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. 7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok. 8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum. 10. Evaluasi. 11. Penutup. Beberapa Pengertian tentang Model pembelajaran Role Playing : Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000). Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. 9. Metode Induktif Metode pembelajaran induktif merupakan metode pembelajaran yang digunakan untuk sampai pada pernyataan yang universal dari hal-hal yang bersifat individual. Tidak seperti penalaran deduktif, dalam penalaran induktif, kerja akal atau fikiran beranjak dari pengetahuan sebelumnya mengenai sejumlah kasus sejenis yang bersifat spesifik, khusus, individual, dan nyata yang ditemukan oleh pengalaman inderawi kita.Pada induktif ditunjukkan untuk membangun mental kognitif karenanya sangat sesuai untuk mengembangkan kemampuan berfikir,dan juga strategi ini sangat membutuhkan banyak informasi yang harus digali oleh siswa.kelebihan dari pembelajaran induktif walaupun sangat sesuai untuk “social study” tetapi juga dapat digunakan untuk semua mata pelajaran seperti sain,bahasa dan lain – lain ,pembelajaran induktif juga dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif. Logika induktif adalah sebuah proses penalaran yang sesungguhnya telah dilakukan manusia semenjak dahulu, bersama-sama dengan penalaran deduksi. Keduanya memiliki perbedaan logika penalaran, namun sesungguhnya saling melengkapi. Dalam pengembangan keilmuan, kedua proses dijalankan secara bergantian. Secara tidak langsung prinsip berfikir deduktif menyumbang kepada kerja logika induktif, demikian pula sebaliknya. 10. Metode Deduktif Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Dalam bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama siswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu.” Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa: Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.” Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan teori-teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil contoh-contoh. Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila: 1) Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari, 2) Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir kritis, 3) Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik, 4) Waktu yang tersedia sedikit. Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah 1) guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif, 2) guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contohnya, 3) guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum, 4) guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum. Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah : 1. Kelebihan pendekatan deduktif antara lain: a) Tidak memerlukan banyak waktu. b) Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam soal-soal atau masalah yang konkrit. 2. Kelemahan pendekatan deduktif antara lain: a) Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh. b) Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru. c) Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karna disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut. Konsep tidak bisa diingat dengan baik oleh siswa.