ABIMANYU THEOPHANO NIM : 702011001 1. Metode Ceramah

advertisement
NAMA : ABIMANYU THEOPHANO
NIM
: 702011001
1. Metode Ceramah
Mendidik diperlukan seni tersendiri agar siswa tidak jenuh, serta mudah menangkap materi
Hal tersebut perlu diperhatikan, karena salah satu penyebab kegagalan dalam proses
belajar mengajar antara lain minimnya kemampuan pendidik dalam menguasai seni
mengajar.
Teori-teori yang ada perlu disesuaikan dengan tingkat, kondisi, lokasi dan budaya siswa.
Ragam Metodologi dalam PAI antara lain:
a. Ceramah
Tepat digunakan bila :
• Materi untuk banyak orang
• Pendidik memiliki kemampuan orasi
• Materi yang akan disajikan jumlahnya banyak
• Materi sebanyak penjelasan
Kebaikan Metode Ceramah
• Materi dapat disajikan
• .
• .
Kelemahan Metode Ceramah
• Sulit untuk memantau pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan
• Hanya mengejar target
• Siswa pasif
• Menimbulkan kebosanan
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Pemberian tugas/rasitasi
e. Demonstrasi dan eksperimin
f. Kerja kelompok
Inovasi dalam Metodologi .
2.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau
benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan
dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya (Syaiful, 2008:210).
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,
kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi
yang sedang disajikan” (Muhibbin Syah, 2000:22).
Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000:2) bahwa “metode demonstrasi adalah
metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda
yang berkenaan dengan bahan pelajaran”.
Menurut Syaiful (2008:210) metode demonstrasi ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahanbahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang
bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan
kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat
mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan.
Tujuan Metode Demonstrasi
Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan
proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan
untuk dipahami oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode demonstrasi mempunyai
beberapa kelebihan dan kelekurangan.
Manfaat Metode Demonstrasi
Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah :
1. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
2. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
3. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:211) kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi
adalah sebagai berikut :
Kelebihan metode demonstrasi
1. Perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru
sehingg hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu, perhatian
siswa pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada
yang lainya.
2. Dapat membimbing siswa ke arahberpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang
sama.
3. Ekonmis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang
dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek.
4. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahn bila dibandingkan dengan hanya membaca
atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaan yang jelas dari hasil
pengamatannya.
5. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keteranganketerangan yang banysk
6. Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas
waktu proses demonstrasi.
Kekurangan metode demonstrasi
1. Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati
keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan kadang-kadang
terjadiperubahan yang tidak terkontrol.
2. Untuk mengadakan demonstrasi digunakan ala-alat yang khusus, kadang-kadang alat
itu susah didapat. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang
didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama.
3. Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan
pemusatan perhatian. Dalam hal ini banyak diabaikan leh peserta didik.
4. Tidak semua hal dapatdidemonstrasikan di kelas.
5. Memerlukan banyak waku sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum.
6. Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu
didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya.
7. Agar demonstrasi mendapaptkan hasil yang baik diperlukan ketekitian dan
kesabaran.
Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih
berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran
berlangsung.
Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang
hal-hal yang berhubungan dengan proes mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu,
proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-
komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara engan cara lain dan untuk
mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
3. Metode Diskusi
4. Secara umum, dalam metode diskusi, ada dua jenis diskusi biasa dilakukan dalam
proses pembelajaran.Pertama diskusi kelompok, diskusi ini dinamakan juga diskusi
kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas
secara keseluruhan dan yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu
sendiri. Kedua, diskusi kelompok kecil, pada diskusi ini peserta didik dibagi dalam
beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan
diskusi ini dimulai dengan cara guru menyajikan masalah dan beberapa sub masalah.
Setiap kelompok memecahkan sub masalah yang disampaikan guru. Proses diskusi
diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
5. Jenis metode diskusi apapun yang digunakan menurut Bridges seperti yang dikkuti
Wina Sanjaya, dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengatur kondisi agar: (1)
setiap peserta didik dapat bicara mengeluarkan gagasan dan pendapatnya, (2) setiap
peserta didik harus salaing mendengar pendapat orang lain, (3) setiap peserta didik
saling memberikan respons, (4) setiap peserta didik harus dapat mengumpulkan atau
mencatat ide-ide yang dianggap penting dan (5) melalui diskusi setiap peserta didik
harus dapat mengembangkan pengetahuannya serta memahami isu-isu yang
dibicarakan dalam diskusi.
6. Kondisi tersebut ditekankan oleh Bridges, sebab metode diskusi merupakan metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran berbasis masalah, strategi ini diharapkan bisa mendorong peserta
didik untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah serta dapat
mengembangkan pengetahuan peserta didik.
4. Metode Studi Mandiri/Belajar Mandiri
Menurut Wedemeyer seperti yang disajikan oleh Keegan (1983), siswa/peserta didik
yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus
menghadiri pelajaran yang diberikan guru/instruktur di kelas. Siswa/peserta didik
dapat mempelajari pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu dengan membaca
buku atau melihat dan mendengarkan program media pandang-dengar (audio visual)
tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Di samping itu
siswa/peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud
dalam beberapa kebebasan sebagai berikut:
5. a.
Siswa/peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.
6. b.
Siswa/peserta didik boleh ikut menentukan bahan belajar yang ingin
dipelajarinya dan cara mempelajarinya.
7. c.
Siswa/peserta didik mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
8. d.
Siswa/peserta didik dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan
untuk menilai kemajuan belajarnya.
9. Kemandirian dalam belajar ini menurut Wedemeyer (1983) perlu diberikan kepada
siswa/peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur
dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas
kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki siswa/peserta didik karena hal
tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.
10. Sejalan dengan Wedemeyer, Moore (dalam Keegan, 1983) berpendapat bahwa ciri
utama suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya kesempatan yang diberikan
kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber, dan evaluasi
belajarnya. Karena itu, program pembelajaran mandiri dapat diklasifikasikan
berdasarkan besar kecilnya kebebasan (otonomi) yang diberikan kepada
siswa/peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya. Tingkat
kemandirian pembelajaran dapat diklasifikasi berdasarkan jawaban atas pertanyaanpertanyaan berikut:
11. a.
Otonomi dalam menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan
pembelajaran itu ditentukan oleh siswa/peserta didik, oleh guru/instruktur atau oleh
guru/instruktur dan siswa/peserta didik? Semakin besar kesempatan yang diberikan
kepada siswa/peserta didik untuk ikut menentukan tujuan pembelajarannya, berarti
semakin besar kesempatan siswa/peserta didik untuk belajar sesuai dengan
kebutuhan belajarnya. Dengan demikian semakin besar pula kesempatan
siswa/peserta didik untuk bersikap mandiri.
12. b.
Otonomi dalam belajar. Siapakah yang menentukan buku atau media yang akan
dipakai dalam belajar? Apakah semuanya ditentukan oleh guru/instruktur, oleh
siswa/peserta didik, atau oleh guru/instruktur dan siswa/peserta didik? Kalau
siswa/peserta didik dapat ikut menentukan bahan belajar, media belajar, dan cara
belajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu, berarti siswa/peserta didik
telah diberi kesempatan untuk bersikap mandiri.
13. c.
Otonomi dalam evaluasi hasil belajar. Siapakah yang menentukan cara dan
kriteria evaluasi hasil belajar? Dapatkah siswa/peserta didik ikut menentukan cara
evaluasi dan kriteria penilaian yang akan dipakai?
14. Tingkat kemandirian (otonomi) yang diberikan kepada siswa/peserta didik dalam
berbagai program pembelajaran tidak sama. Ada program pembelajaran yang lebih
banyak memberikan kemandirian (otonomi), ada pula program pembelajaran yang
kurang memberikan kemandirian kepada siswa/peserta didik. Contoh, di Universitas
London ada program pembelajaran yang memberi kebebasan kepada mahasiswa
untuk belajar sendiri di luar kampus. Mahasiswa yang lulus dalam ujian akan
mendapat gelar yang nilainya sama dengan gelar yang diperoleh siswa/peserta didik
yang mengikuti kuliah di kampus. Mahasiswa luar kampus ini diberi kesempatan
untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan bahan belajar
serta cara belajar yang akan digunakan. Namun demikian mahasiswa tidak diberi
kesempatan untuk menentukan cara evaluasi dan kriteria penilaiannya.
15. Di universitas lain, ada juga program perkuliahan yang memberikan kebebasan
kepada mahasiswa untuk memilih sendiri buku dan media belajar yang akan
dipakainya. Mahasiswa juga diberi kesempatan untuk memilih cara belajar yang
disukainya, (a) siswa/peserta didik boleh mengikuti kuliah, dan boleh belajar sendiri,
(b) siswa/peserta didik boleh belajar dari buku, dan boleh belajar dengan melihat
program media, dan (c) siswa/peserta didik boleh belajar sendirian, boleh juga
belajar bersama dengan teman dalam bentuk diskusi. Namun demikian, dalam
program pembelajaran ini, siswa/peserta didik tidak diberi kesempatan untuk
menentukan tujuan pembelajarannya dan cara evaluasinya. Jadi kebebasan yang
diberikan hanya kebebasan dalam memilih bahan dan cara belajarnya.
5. Metode Perr Tutoring
Metode tutor sebaya ini didasarkan pada kenyataan bahwa hubungan antara teman
umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan antara guru dan siswa. Karena teman sebaya
selain seusia, jarak rumah diantara mereka yang relatif dekat memungkinkan untuk selalu
saling berhubungan atau berinteraksi baik di sekolah atau diluar sekolah sehingga diantara
sesama siswa tidak ada rasa segan untuk bertanya ataupun memberikan penjelasan dengan
bahasa mereka. Kenyataan ini diperkuat oleh pendapat Ischak yang menyatakan bahwa :
…seorang siswa lebih mudah menerima “bantuan” pengajaran dari teman-temannya dari
pada menerima bantuan dari gurunya. Mengapa demikian? Karena teman-temannya lebihlebih teman yang akrab, ia tidak punya rasa enggan, rendah diri dan sebagainya untuk
bertanya ataupun minta bantuan maupun diberi bantuan. Bila demikian halnya, maka guru
dapat mengambil metode tutoring, yaitu tutoring sebaya[6].
Metode tutor sebaya merupakan model pembelajaran yang dapat diterapkan
kedalam semua materi pelajaran matematika. Materi kubus dan balok adalah salah satu
materi yang dapat diterapkan kedalam metode ini. Karena materi ini dapat dilihat dan
mudah dijangkau dalam kehidupan sehar-hari. Dengan demikian, cara seperti ini tentunya
bisa melatih siswa untuk meningkatkan komunikasi dengan anggota kelompoknya masingmasing dan pembelajaran pun terasa lebih menyenangkan.
6. Metode Simulasi
Model pembelajaran simulasi merupakan model pembelajaran yang membuat suatu
peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of affaris)
atau proses. Model pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa mengalami
bermacam-macam proses dan kenyataan sosial dan untuk menguji reaksi mereka, serta
untuk memperoleh konsep keterampilan pembuatan keputusan.
Model pembelajaran ini diterapkan didalam dunia pendidikan dengan tujuan mengaktifkan
kemampuan yang dianalogikan dengan proses sibernetika. Pendekatan simulasi dirancang
agar mendekati kenyataan dimana gerakan yang dianggap kompleks sengaja dikontrol,
misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan dengan menggunakan simulator.
Model pembelajaran simulasi bertujuan untuk: (1) melatih keterampilan tertentu baik
bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, (2) memperoleh pemahaman
tentang suatu konsep atau prinsip, (3) melatih memecahkan masalah, (4) meningkatkan
keaktifan belajar, (5) memberikan motivasi belajar kepada siswa, (6) melatih siswa untuk
mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7) menumbuhkan daya kreatif siswa, dan
(8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.
7. Metode Computer Assisted Learning
Pembelajaran dengan bantuan komputer adalah salah satu metode yang memiliki hasil yang
menjanjikan. Artikel ini merupakan telaah jurnal tentang pembelajaran ketrampilan klinis
keperawatan dengan bantuan komputer.
Penggunaan metode pembelajaran interaktif dengan bantuan komputer atau computer
assisted learning ( CAL ) dapat dipergunakan untuk membantu mahasiswa keperawatan
dalam mencapai kompetensi klinik dengan cara yang progresif sesuai dengan prinsip-prinsip
pembelajaran orang dewasa.
Pembelajaran dengan bantuan komputer telah digunakan dalam pendidikan keperawatan
sejak awal 1960-an, namun hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan manfaatnya dalam
pembelajaran keterampilan klinis. Pembelajaran dengan bantuan komputer sifatnya
fleksibel serta efisien dalam hal waktu dan biaya.
Materi pembelajaran disajikan dalam bentuk pasien simulasi atau pembelajaran berbasis
skenario yang didukung oleh teknologi komputer. Meskipun ada hambatan dalam
penggunaan teknologi komputer bagi mahasiswa keperawatan, namun teknologi ini
kemungkinan besar akan membuat perubahan yang cepat sehingga membuat mahasiswa
keperawatan siap bekerja di sarana pelayanan kesehatan.
8. Metode Role Play
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain
Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok
memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan
berimprofisasi
namun
masih
dalam
batas-batas
scenario
dari
guru.
Langkah-langkah
pembelajarannya
adalah
sebagai
berikut
:
1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari
sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.
3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan.
6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang
sedang diperagakan.
7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10. Evaluasi.
11. Penutup.
Beberapa
Pengertian
tentang
Model
pembelajaran
Role
Playing
:
Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada
tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role
playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu
pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai
suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas
dan
memainkan
peran
orang
lain
(Basri
Syamsu,
2000).
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung
kepada
apa
yang
diperankan.
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan
pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid
diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik
berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu.
Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen
Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan
berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka
diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara
terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai
kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa
yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena
tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.
9. Metode Induktif
Metode pembelajaran induktif merupakan metode pembelajaran yang digunakan untuk
sampai pada pernyataan yang universal dari hal-hal yang bersifat individual. Tidak seperti
penalaran deduktif, dalam penalaran induktif, kerja akal atau fikiran beranjak dari
pengetahuan sebelumnya mengenai sejumlah kasus sejenis yang bersifat spesifik, khusus,
individual, dan nyata yang ditemukan oleh pengalaman inderawi kita.Pada induktif
ditunjukkan untuk membangun mental kognitif karenanya sangat sesuai untuk
mengembangkan kemampuan berfikir,dan juga strategi ini sangat membutuhkan banyak
informasi yang harus digali oleh siswa.kelebihan dari pembelajaran induktif walaupun
sangat sesuai untuk “social study” tetapi juga dapat digunakan untuk semua mata
pelajaran seperti sain,bahasa dan lain – lain ,pembelajaran induktif juga dapat
mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.
Logika induktif adalah sebuah proses penalaran yang sesungguhnya telah dilakukan
manusia semenjak dahulu, bersama-sama dengan penalaran deduksi. Keduanya memiliki
perbedaan logika penalaran, namun sesungguhnya saling melengkapi. Dalam
pengembangan keilmuan, kedua proses dijalankan secara bergantian. Secara tidak langsung
prinsip berfikir deduktif menyumbang kepada kerja logika induktif, demikian pula
sebaliknya.
10. Metode Deduktif
Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran
tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Dalam
bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan
pengetahuan utama siswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka.
Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi
atau pengetahuan.
Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses
berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang
bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu.”
Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa:
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum
kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan
aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip
umum itu kedalam keadaan khusus.
Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan deduktif merupakan
pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam
bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.”
Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau
menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan
teori-teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi
atau mengambil contoh-contoh.
Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan deduktif
adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.
Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:
1) Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,
2) Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses
berfikir kritis,
3) Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan
pembicaraan yang baik,
4) Waktu yang tersedia sedikit.
Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan
deduktif dalam pembelajaran adalah
1) guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,
2) guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan
contoh-contohnya,
3) guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara
keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,
4) guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa
keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan
pendekatan lain adalah :
1. Kelebihan pendekatan deduktif antara lain:
a) Tidak memerlukan banyak waktu.
b) Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam soal-soal atau
masalah yang konkrit.
2. Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:
a) Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran.
Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.
b) Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna siswa
menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.
c) Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karna
disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan
menemukan sendiri konsep tersebut.
Konsep tidak bisa diingat dengan baik oleh siswa.
Download