Manajemen Gizi Masyarakat Gita A.Setyawati,STP Permasalahan gizi di Indonesia. Permasalahan gizi masyarakat di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Masalah gizi makro terjadi karena adanya ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Sedangkan masalah gizi mikro disebabkan oleh kekurangan asupan vitamin dan mineral seperti zat besi atau kalsium. Kekurangan gizi ini dapat terjadi di semua umur. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu indikator gizi bayi. BBLR ini memiliki kaitan yang erat dengan kondisi gizi ibu sebelum dan selama kehamilan. Kasus BBLR memberikan kontribusi yang cukup tinggi pada kematian bayi. Kasus BBLR berkisar antara 7 0 7,7% sedangkan kematian akibat kasus ini mencapai 38,8%. BBLR merupakan manifestasi dari permasalahan gizi pada Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Protein (KEK). Persentase WUS dengan KEK mencapai 22% pada tahun 2001 dan menurun menjadi 11% pada tahun 2005. Masalah gizi makro pada anak-anak dapat mengakibatkan terjadinya marasmus, kwashiorkor, atau gabungan marasmus kwashiorkor (gizi buruk). Kasus gizi kurang di Indonesia mencapai 19% sedangkan gizi buruk mencapai 8,8% pada tahun 2005. Peraturan Perundang-undangan. Keputusan menteri kesehatan no 747 tahun 2007 tentang pedoman operasional keluarga sadar gizi di desa siaga menyebutkan bahwa tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia (posyandu dan puskesmas) serta kualitas dan keterjangkauan pelayanan tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap permasalahan gizi di Indonesia. Kepmenkes ini juga menegaskan bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas, dalam mengelola tatalaksana gizi, serta peningkatan peran dan fungsi posyandu dapat mempercepat tercapainya sasaran keluarga sadar gizi (kadarzi). Para provider pelayanan kesehatan dasar tersebut juga melakukan upaya pemantauan pertumbuhan balita dan pencegahan secara dini gangguan gizi serta pemenuhan suplemen gizi bagi keluarga miskin dalam rangka perbaikan status gizi masyarakat. Hal ini sejalan dengan keputusan menteri dalam negeri dan otonomi daerah no 411.3 tahun 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu dan Kepmenkes no 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas. Permendagri tersebut menjelaskan fungsi posyandu adalah sebagai unit pemantau tumbuh kembang anak dan agen pembaharuan dalam rangka menyampaikan pesan dan informasi kepada ibu. Salah satu cara mengoptimalkan fungsi posyandu ini dengan memperkuat pendampingan dan pembinaan oleh tenaga profesional. Sedangkan Kepmenkes no 128/2004 menyebutkan bahwa upaya perbaikan gizi merupakan salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas. Puskesmas juga wajib melakukan upaya kesehatan pengembangan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan puskemas. Puskesmas, Posyandu, dan Partisipasi Masyarakat. Posyandu merupakan titik pertemuan antara profesional medis dari puskesmas dengan kader sebagai representasi atas peran aktif masyarakat. Posyandu merupakan garda depan masyarakat untuk memperoleh pelayanan dasar dan merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan yang terjadi di masyarakat. Posyandu memiliki fungsi untuk menemukan, mencegah, dan menanggulangi kejadian secara dini (misalnya kasus gizi di masyarakat). Namun kualitas posyandu selama ini masih belum mampu mengimbangi tugas dan fungsi posyandu yang demikian pentingnya. Hal ini terlihat dari persentase posyandu pratama yang masih mendominasi yaitu sebesar 42,4% dan posyandu mandiri sebesar 3% sementara target nasional tahun 2010 adalah terbentuk posyandu mandiri sebesar 40%. Jauhnya jumlah posyandu mandiri dari yang ditargetkan mengindikasikan bahwa tenaga medis puskesmas dan para kader pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) di tingkat bawah tidak terlalu menyadari potensi dari posyandu ini. PKK merupakan mitra pemerintah dan organisasi kemasyarakatan yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, dan penggerak untuk terlaksananya program PKK, salah satunya yaitu program posyandu yang merupakan program unggulan pertama dari PKK. Selain itu program PKK yang cukup penting adalah program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan program bayi sehat, yang juga merupakan program utama posyandu. Selama ini kegiatan posyandu masih sebatas membagikan makanan tambahan, paket vitamin A dosis tinggi, kapsul iodium, dan tablet Fe untuk ibu hamil, sedangkan pemeriksaan kesehatan dasar jarang dilakukan. Upaya perbaikan gizi dari sisi kesehatan (seperti pemantauan pertumbuhan balita, penjaringan gizi buruk, rujukan dan perawatan khusus, serta pemberian makanan tambahan atau PMT telah banyak dilakukan, namun belum mampu mengatasi masalah gizi secara optimal. Hal ini terkait dengan menurunnya kinerja puskesmas. Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang memiliki kegiatan antara lain pelayanan kesehatan ibu dan anak serta perbaikan gizi. Namun peranannya menurun sejak krisis ekonomi dan reformasi sehingga kemampuan membina dan memberikan fasilitasi teknis kepada posyandu ataupun masyarakat luas juga melemah. Selama ini peran puskesmas dalam meningkatkan status gizi masyarakat masih kurang, dan hanya melaksanakan kegiatan sebatas penanganan kasus pada saat tertentu, sedangkan proses pencegahan kasus gizi masih diabaikan. Strategi penanggulangan masalah gizi masih bersifat jangka pendek dan merupakan tindakan kuratif. Hal ini menyebabkan tidak adanya tindak lanjut setelah suatu program selesai. Untuk menjaga sustainabilitas program maka partisipasi masyarakat harus ditingkatkan. System kemitraan antara puskesmas-posyandumasyarakat (masyarakat meliputi tokoh masyarakat, LSM local, pemerintah desa) perlu dikembangkan. Masyarakat dan posyandu seharusnya memiliki peranan utama dalam penanganan masalah gizi dan kesehatan masyarakat, sedangkan puskesmas menjalankan fungsi sebagai mediator. Daftar Pustaka 1. Anonim, 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2. Atmarita, 2005. Nutrition Problem In Indonesia. naskah presentasi dalam International Seminar and Workshop on Lifestyle (March, 2005) 3. Atmarita, Tatang S. Fallah, 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 4. Bellamy Carol, 1998. The State of The World’s Children 1998. United Nation Children’s Fund, Oxford University Press. 5. Declaration of Alma Ata. International Conference on Primary Health Care, Alma Ata, September 1978 6. Departemen Kesehatan RI, 2001. Situasi Kesehatan dan Gizi dan Issue Kebijakan Memasuki Millenium Ketiga: Analisis Susenas. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta 7. Frankenberg Elizabeth dan Jenna Nobles, 2006. Mother’s Community Participation and Child Health. Working paper series of California Center For Population Research, Los Angeles 8. Gesman, mubasysyir hasanbasri, lutfan lazuardi, 2006. Penanggulangan Gizi Buruk : Studi Keterlibatan Puskesmas dan Ninik Mamak Alim ulama Cerdik Pandai di Nagari Sungai Dareh. Working paper series No. 5 9. Muslimatun S., MK Schimdt, CE West, W Schultink, R Gross, dan JGAJ Hautvast, 2002. Determinants of Weight And Lenght of Indonesian Neonatus. European Journal of Clinical Nutrition 56: 947-951 10. Patimah, St., 2007. Pola Konsumsi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Sains dan Teknologi 7 : 137 – 152 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 411.3/1116/SJ Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SKIII Tahun 2007 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 747/Menkes/SK/VI Tahun 2007 Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga 14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan 15. Plochg T. dan NS Klazinga, 2002. Community-Based Integrated Care: Myth or Must? International Journal For Quality In Health Care 14: 91-101 16. Suharto Totok dan Laksono Trisnantoro. 2006. Koordinasi Lintas Sektor Pada Tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Kabupaten Sleman. Working paper series No. 5 17. UNICEF, 2000. Low Birth Weight. Nutrition Policy Paper No 18 18. UNICEF dan WHO, 2004. Low Birth Weight: Country, Regional And Global Estimates. UNICEF, New York 19. WHO, 2008. Regional Conference on ”Revitalizing Primary Health Care: Country Experiences”, Jakarta, Indonesia. 20. World Bank, 2006. Repositioning Nutrition as Central to Development. The World Bank, Washington.