BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut (Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Maulida, 2005). Berat awal tulang ikan tuna dalam penelitian ini yaitu 1,2 kg. Setelah proses penepungan tepung tulang ikan tuna yang diperoleh sebanyak 675 Gram, sehingga rendemen tepung tulang ikan tuna adalah 56,2 %. Rendemen tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan tepung tulang ikan, seperti pada tahap pengecilan ukuran ada potongan-potongan tulang yang terbuang, dan pada tahap pengeringan. Proses pengeringan yang dilakukan membuat tulang ikan mengalami penurunan kadar air yang sangat banyak sehingga berat tulang ikan berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nabil (2005), bahwa rendahnya nilai rendemen yang diperoleh dipengaruhi oleh adanya proses pengeringan yang dilakukan dalam proses pembuatan tepung tulang ikan. 4.1.2 Analisis Kimia Tepung Tulang Ikan Tuna Analisis kimia pada tepung tulang ikan tuna meliputi : kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar kalsium. Hasil analisis kimia tepung tulang ikan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Tepung Tulang Ikan Tuna Parameter Kadar Gizi Tepung Tulang Ikan Tuna Kadar air 3.49% Kadar abu 29% Kadar protein 12.4% Kadar lemak 1.98% Kadar kalsium 3.88% 4.1.2.1 Kadar Air Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang sangat mempengaruhi tekstur, rupa maupun cita rasa dalam makanan. Daya tahan bahan hasil olahan juga sangat berkaitan dengan kandungan air karena hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme dalam produk olahan (Winarno, 1997) dalam (Maulida, 2005). Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar air rata-rata tepung tulang ikan tuna adalah 3.49%. Sedangkan menurut ISA (Internasional Seafood of Alaska) kandungan air pada tepung tulang ikan yaitu 3.6%. Kadar air pada penelitian ini cukup rendah bila dibandingkan dengan kadar air tepung tulang ikan ISA, hal ini diduga karena pada proses pembuatan tepung tulang ikan, mengalami proses pengeringan menggunakan oven dengan suhu diatas 1000C membuat kandungan air pada tulang menurun, sehingga pada tepung tulang ikan memiliki kadar air yang rendah. Selain itu proses perendaman tulang dengan asam sebelum diolah menjadi tepung juga berpengaruh terhadap kadar air pada tepung tersebut, dimana penambahan asam mempercepat penguapan kadar air pada tulang saat dikeringkan sehingga kandungan air pada tepung berkurang. Ahza dan Slamet (1997) menyatakan bahwa perendam tulang dalam asam diatas 4 jam, membuat terjadinya penguapan yang lebih cepat karena evaporasi sari jeruk lebih optimal, sehingga kadar air menurun. 4.1.4.2 Kadar Abu Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, magnesium, kalsium, besi, mangan, dan tembaga (Winarno, 1995). Mineral merupakan salah satu zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar abu rata-rata tepung tulang ikan tuna menunjukkan nilai yang relatif rendah yaitu 29%. Kadar abu tepung tulang pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan standar tepung tulang ISA (Intenasional Seafood Of Alaska) yaitu sebesar 33.1%, dan penelitian-penelitan yang telah dilakukan, Elfauziah (2003) sebesar 79,14 %, dan Mulia (2004) sebesar 63,5 %. Kandungan abu yang relatif rendah pada tepung tulang ikan diduga, karena kandungan gizi non mineral pada tepung tulang ikan tuna yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan kandungan kadar abu tepung tulang ikan pada penelitian ini rendah. Hal ini sesuia dengan pernyataan Nabil (2005), bahwa semakin rendah komponen non mineral yang terkandung dalam bahan akan semakin meningkatkan persen abu relatif terhadap bahan. 4.1.4.3 Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar protein rata-rata tepung tulang ikan tuna yaitu 12.4%. Sedangkan menurut ISA standar kadar protein tepung tulang ikan yaitu 34.2%. Kandungan protein yang reltif rendah dihasilkan pada penelitian ini bila dibandingkan dengan tepung tulang ikan oleh ISA, diduga karena pada pembuatan tepung tulang ikan tuna mengalami pengeringan dan perebusan yang menyebabkan kandungan protein pada tepung tulang berkurang karena adanya proses denaturasi protein. Damayanti (2004) menyatakan bahwa protein sangat peka terhadap panas dan akan mengalami perubahan struktur kimia (denaturasi) akibat adanya pemanasan. Winarno (1995), menambahkan pemanasan yang tinggi akan menyebabkan terjadinya degradasi pada molekul-molekul protein. Hasil degradasi tersebut banyak menghasilkan turunan protein yang larut dalam air. 4.1.4.4 Kadar Lemak Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, selain itu minyak dan lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Winarno 1997). Namun untuk tepung tulang ikan, kadar lemak yang lebih rendah lebih diharapkan. Kadar lemak yang rendah membuat mutu relatif lebih stabil dan tidak mudah rusak. Kadar lemak yang tinggi dapat menyebabkan tepung mempunyai citarasa ikan dan mudah terjadi ketengikan sebagai akibat oksidasi lemak (Almatsier 2002). Kadar lemak rata-rata tepung tulang ikan tuna pada penelitian ini menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 1.98%. Dibandingkan kadar lemak pada ISA yaitu 5.6%. Kadar lemak yang rendah diperoleh diduga karena adanya pemanasan pada saat pengeringan, sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi lemak dan akhirnya kandungan lemak pada tulang berkurang. (Zaitsev et al, 1969) dalam Nabil (2005), menyatakan bahwa salah satu reaksi kimia yang terjadi selama proses pemanasan saat pengeringan tepung tulang ikan adalah oksidasi lemak yang menghasilkan senyawa-senyawa seperti aldehida dan keton. Winarno (1986) menambahkan, pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat gerakan-gerakan molekul lemak sehingga jarak antara molekul menjadi besar, dengan demikian akan memudahkan pengeluaran lemak dari bahan. Selain itu penggunaan asam juga ikut berpengaruh terhadap rendahnya kandungan lemak pada tepung tulang ikan, karena asam menyebabkan terjadinya hidrolisis lemak, sehingga mampu mengurangi kandungan lemak pada tepung tulang ikan. Hal senada yang dinyatakan maulida (2005), perendaman tulang dalam asam menyebabkan terjadi hidrolisis lemak yang menghasilkan asam lemak dan gliserol. 4.1.4.5 Kalsium Kalsium terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya adalah kalsium fosfat, kalsium sitrat dan kalsium asetat. Pada ikan kira-kira sebanyak 99 % kalsium terdapat pada jaringan tubuh, kerangka dan sirip (Thalib, 2009). Nilai kadar kalsium rata-rata tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 3.88%. Nilai ini rendah dibandingkan standar kalsium oleh ISA yaitu 11.9%. Kalsium yang dihasilkan pada penelitian ini relatif rendah, diduga dipengaruhi oleh cara pembuatan tepung tulang yang berbeda. Pada penelitian ini pembuatan tepung tulang ikan tuna menggunakan asam untuk mengekstrak tulang ikan, sehingga kandungan kalsium relatif rendah. Sedangkan menurut Nabil (2005) pembuatan tepung tulang dilakukan dengan menggunakan larutan basah yaitu NaOH. Penggunaan NaOH pada pembuatan tepung tulang dapat mengurangi kandungan lemak dan protein yang terdapat pada tulang ikan, sehingga membuat kandungan mineral pada tulang meningkat, salah satunya kalsium. 4.2 Penelitian Utama Penelitian utama meliputi tahap pembuatan kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna dan tahap pengujian secara organoleptik untuk memperoleh produk terpilih dan melakukan pengujian kimia pada kue bagea formula terpilih. 4.2.1 Uji Hedonik Kue Bagea Tepung Tulang Ikan Tuna Uji hedonik yang dilakukan untuk melihat tingkat kesuakaan panelis terhadap formula kue bagea. Parameter pada uji hedonik adalah rasa, aroma, tekstur, kenampakan, dan warna. 4.2.1.1 Kenampakan Kenampakan merupakan parameter yang dapat dilihat pada kue bagea secara visual yang menyebabkan panelis tertarik dan suka pada produk tersebut. Kenampakan suatu produk makan merupakan faktor penarik utama sebelum panelis menyukai sifat mutu sensorik lainnya seperti rasa, aroma, dan tekstur. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki kenampakan menarik (Thalib, 2005). Hasil dari kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna dengan kosentrasi yang berbeda dapat dilihata pada Gambar 6. A B C Gambar 5. Kue Bagea Dengan Penamabahan Tepung Tulang Ikan Tuna A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Gambar 6 menunjukan bahwa konsentrasi tepung tulang ikan yang berbeda tidak mempengaruhi sifat fisik dari kue bagea yang dihasilkan. Hasil uji kesukaan terhadap kenampakan menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis terhadap kenampakan kue bagea dengan tepung tulang ikan tuna adalah pada skala penerimaan agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap kenampakan kue bagea dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai mutu Rata-rata Hedonik Kenampakan 5.92 5.9 5.88 5.86 5.84 5.82 5.8 5.78 5.76 5.74 5.72 6a 6a 6a A B C Formula Gambar 7. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Kenampakan Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna.A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) penambahan tepung tulang ikan tidak berpengaruh nyata terhadap kenampakan pada kue bagea. Tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan hanya pada skala penerimaan agak suka, hal ini diduga karena pada proses pencampuran adonan masih menggunakan cara yang masih sangat sederhana, membuat penampakan kue bagea yang dihasilkan tidak homogen. Selain itu proses pemanggangan tidak menggunakan suhu yang stabil sehingga warna yang dihasilkan tidak seragam. Thalib (2009), menyatakan bahwa pemanggangan sebaiknya pada suhu 1600C selama 5 menit, atau suhu 1350C selama 20 menit, sehingga produk yang dihasilkan tidak hangus. 4.2.1.2 Warna Warna merupakan sifat sensori pertama yang dilihat langsung oleh panelis. Warna dalam bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penilaian makanan. Selain itu warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (De Man 1997) dalam Thalib (2009). Hasil uji kesukaan terhadap warna menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata warna kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah 6 yaitu agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna kue bagea Nilai Mutu Rata-rata Hedonik Warna dapat dilihat pada Gambar 8. 6a 6.2 6.1 6 6a 5.9 5.8 6a 5.7 5.6 5.5 5.4 A B C Formula Gambar 8. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Warna Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna.A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan tuna tidak memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap warna kue bagea. Hasil uji hedonik pada warna kue bagea hanya berkisar agak suka, hal ini diduga karena pada pembuatan kue bagea menggunakan bahan berupa sagu dan gula merah, serta tambahan tepung tulang ikan tuna yang membuat warna kue begae yang dihasilkan menjadi kurang cerah. Menurut Maulida (2005), tingkat kesukaan panelis pada warna kue bagea dipengaruhi oleh penambahan tepung tulang ikan tuna, dimana partikel Ca akan menurunkan tingkat kecerahan warna dari produk yang dihasilkan. Selain itu warna coklat pada hasil kue bagea diduga karena adanya reaksi Maillard, sehingga ketika terjadi proses pemanasan akan terjadi reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus asam amina primer yang terdapat pada bahan sehingga akan menghasilkan bahan berwarna coklat yang disebut melanoidin (Winarno 1997). 4.2.1.3 Aroma Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri (Soekarto, 1985). Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu aroma, asam, tengik, dan hangus (Winarno, 1997). Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah antara 6 sampai 7. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kue bagea berkisar antara agak suka sampai suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma terdapat pada kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1 % dengan nilai 7 dan kesukaan terendah terdapat pada kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4 % dengan nilai 6. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma kue bagea Nilai Mutu Rat-rata Hedonik Aroma dapat dilihat pada Gambar 9. 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6 5.4 5.2 7a 6b 6b A B C Formula Gambar 9. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf yang berbeda menunjukan adanya perbedaan nyata setiap perlakuan. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan tuna memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan aroma kue bagea. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6b), menunjukkan bahwa aroma kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan 1.1% berbeda nyata dengan konsentrasi 2.3% dan 3.4%. Namun kue bagea dengan penambahan tepung tulang 2.3% tidak berbeda dengan penambahan tepung tulang 3.4%. Hal ini diduga karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan pada kue bagea, semakin tercium aroma khas ikan kering pada kue bagea tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ismanadji et al (2000) dalam (Maulida, 2005), bahwa aroma yang dihasilkan dari suatu produk dengan penambahan tepung tulang ikan tuna, tergantung dari banyaknya tepung tulang ikan tuna. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma kue bagea karena bau ikan kering 4.2.1.4 Tekstur Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan pangan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur bahan pangan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan kelenjar air (Winarno, 1997) Dalam (Maulida, 2005). Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah 6 yaitu agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur Nilai Mutu Rata-rata Hedonik Tekstur kue bagea dapat dilihat pada Gambar 10. 6.4 6a 6.3 6.2 6.1 6a 6 6a 5.9 5.8 5.7 A B Formula C Gambar 10. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna. A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan tuna tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan terhadap tekstur kue bagea. Penambahan tepung tulang ikan dengan konsentrasi 1.1,%, 2.3%, dan 3.4% tidak berpengaruh pada tekstur, karena konsentrasi tepung tulang ikan tuna yang ditambahkan ke dalam produk kue bagea tidak melampaui batas normal dari penggunaan tepung tulang ikan (10%). Seperti pada penelitian Maulida (2005), penambahan tepung tulang ikan tuna 20% memiliki nilai hedonik yang sangat rendah terhadap parameter tekstur dari pada konsentrasi10%, karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan maka produk yang dihasilkan semakin keras hal ini berhubungan dengan kandungan kalsium dan fosfor yang besar dalam tepung tulang ikan tuna sehingga tekstur dari produk yang dihasilkan juga akan berubah sesuai banyaknya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan. 4.2.1.5 Rasa Rasa merupakan faktor penentuan daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tidak laku (Mulia, 2004). Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai mutu rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah antara 5– 6 . Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kue bagea berkisar antara netral sampai agak suka. Histogram nilai mutu rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa kue bagea Nilai Mutu Rata-rata Hedonik rasa dapat dilihat pada Gambar 11. 7 6a 6a 6 5b 5 4 3 2 1 0 A B Formula C Gambar 11. Histogram Nilai Mutu rata-rata Tingkat Kesukaan Terhadap Rasa Kue Bagea Dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna Atau Tuna. A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Angka yang disertai dengan huruf yang berbeda merupakan adanya perbedaan nyata setiap perlakuan. Gambar 11 menunjukan bahwa semakin banyak/tinggi konsetrasi penambahan tepung tulang ikan pada kue bagea, semakin rendah tingkat kesukaan pada kue tersebut. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan tuna memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa kue bagea yang dihasilkan. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang cenderung berbeda terhadap parameter rasa untuk perlakuan 1.1% dan 3.4%. Hasil uji lanjut duncan (Lampiran 6a) menunjukkan bahwa rasa kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1% tidak berbeda nyata dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%, tetapi berbeda nyata dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%. Hal ini menunjukan bahwa kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1% dan 2.3% memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi terhadap rasa kue bagea dan dapat diterima oleh panelis karena rasa ikannya tidak terlalu mendominasi dibandingkan dengan konsentrasi 3.4 %. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh penambahan tepung tulang ikan tuna terhadap rasa kue bagea yang dihasilkan, dimana semakin banyak konsentrasi tepung tulang ikan yang ditambahkan, rasa khas tepung tulang ikan makin terasa, sehingga tingkat kesukaan panelis pun menurun. Sebagaimana pernyataan (Maulida, 2005), Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas rasa dari produk makanan yang dinilai karena rasa ikan yang mendominasi. 4.2.2 Penentuan Formula Terbaik Untuk menentukan formula terbaik pada penelitian ini digunakan metode bayes. Metode ini merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan nilai yang optimal (Marimin dan Maghfiroh 2010). Kriteria yang menjadi penilaian penting dalam penentuan formula terpilih adalah parameter sensori yaitu rasa dan aroma, karena rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, dan aroma mempunyai daya tarik tersendiri untuk konsumen sebelum mengkonsumsi suatu bahan makanan. Karakteristik dan nilai kepentingan dari kue bagea disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik dan nilai kepentingan parameter kue bagea dengan pertimbangan parameter sensori. No Parameter 1 Rasa 2 Aroma 3 Tekstur 4 Kenampakan 5 Warna Dasar Kepentingan Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai. Sama halnya dengan rasa aroma merupakan faktor penting dalam produk makanan oleh keonsumen, di mana Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri tekstur merupakan faktor pendukung dalam pemilihan produk makanana oleh konsumen, karena produk yang dinilai mempunyai tingkat kerenyahan tertentu sehingga tekstur ikut menentukan dalam penerimaan kue tersebut. Kenampakan tidak terlalu jadi prioritas, karena jika produk makanan tersebut terasa enak, aromanya menggugah selera, dan teksturnya baik. Maka produk tersebut sudah bisa dipilih. Sama halnya dengan kenampakan, warna tidak terlalu jadi prioritas, karena warna hanya dilihat dari luar, apabila warnanya bagus tapi rasanya tidak enak, maka produk tersebut tidak dapat diterima Nilai 5 5 4 3 2 Pemberian nilai kepentingan pada parameter ditentukan oleh ahli, nilai kepentingan dari masing-masing parameter juga ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian (Marimin dan Maghfiroh 2010) dalam (Yusuf, 2011). Hasil pembobotan berdasarkan kriteria kepentingan kue bagea disajikan pada Gambar 12. 3 Nilai Bobot 2.5 2.47 1.95 2 1.5 1.21 1 0.5 0 A B Formula C Gambar 12. Histogram Nilai Bobot Formula Kue Bagea Berdasarkan Uji Bayes. A (penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1%), B (penambahan tepung tulang ikan tuna 2.3%), C (penambahan tepung tulang ikan tuna 3.4%). Hasil analisis Bayes menunjukkan bahwa formula A (penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1.1%) memiliki nilai bobot tertinggi yaitu 2.47, selanjutnya formula B (penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 2.3%) dengan nilai 1.95 dan C (penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 3.4%) yaitu 1.21. Berdasarkan hasil tersebut maka formula terbaik pada tahap formulasi adalah formula A yaitu penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1.1%, oleh sebab itu maka formula tersebut yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya. 4.2.3 Analisis Kandungan Zat Gizi Kue Bagea Formula Terbaik Analisis kandungan gizi kue bagea dengan konsentrasi tepung tulang ikan 1% dengan pengujian kadar air, lemak, abu, protein dan kalsium disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis kandungan gizi kue bagea dengan konsentrasi tepung tulang ikan 1.1%. Parameter Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kalsium Kue bagea (konsentrasi tepung tulang ikan 1.1%) 2.22% 1.25% 6.6 % 10.41% 0.16% 4.2.3.1 Kadar Air Kadar air rata-rata pada kue bagea terpilih yaitu dengan penambahan tepung tulang sebanyak 1.1% yaitu 2.22%. Sedangkan menurut SNI No 01-2973 (1992) kadar air maksimal untuk biskuit adalah 5%. Dengan demikian kadar air kue bagea yang dihasilkan dengan penambahan tepung tulang ikan tuna memenuhi standar SNI biskuit. Kadar air kue bagea dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1% yang dihasilkan berkurang dengan meningkatnya penambahan tepung tulang ikan tuna. Hal ini diduga karena adanya penambahan tepung tulang ikan tuna, sehingga air yang terdapat pada kue bagea akan terikat oleh partikel Ca++ yang terdapat pada tepung tulang ikan, sehingga kadar air menjadi berkurang. Linder (1992) dalam Maulida (2005) menyatakan bahwa dengan adanya penambahan tepung tulang ikan tuna berarti terjadi penambahan partikel Ca++ yang akan mengikat partikel OH- yang merupakan bagian dari unsur-unsur air atau H2O sehingga kadar air berkurang seiring dengan penambahan tepung tulang ikan tuna. 4.2.3.2 Kadar Abu Kadar abu rata-rata pada kue bagea formula terpilih yaitu 1.25%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu biskuit menurut SNI No 01-2973 (1992) yaitu yaitu hanya 1,5 %. Tingginya kadar abu kue bagea produk terpilih diduga, karena adanya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan tuna pada kue bagea, kadar abu tepung tulang ikan tuna yang pada penelitian ini yaitu 29% (Tabel 4), sehingga membuat kadar abu pada produk terpilih meningkat. Hal ini senada dengan pernyataan maulida (2005), Tingginya kadar abu pada bahan (biskuit crackers) karena penambahan konsentrasi tepung tulang ikan tuna yang berbeda, semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan, maka semakin tinggi kadar abu pada bahan (biskuit crackers). 4.2.3.3 Kadar Protein Kadar protein rata-rata yang dihasilkan pada produk terpilih yaitu 6.6 %. Sedangkan menurut SNI No 01-2973 (1992), kadar protein minimal untuk biskuit adalah 9 %. Dengan demikian kadar protein kue bagea yang dihasilkan masih kurang dari syarat minimum SNI. Rendahnya kadar protein yang dihasilkan pada kue bagea dibandingkan SNI biskuit diduga disebabkan oleh pada proses pembuatan kue bagea melakukan proses sangarai, sehingga protein yang terkadung pada tepung terigu maupun sagu menjadi berkurang. Zaitsev et al (1969), menyatkan bahwa Pada suhu 100oC, protein akan terkoagulasi, menyebabkan kandungan protein pada bahan pangan berkurang. 4.2.3.4 Kadar Lemak Kadar lemak rata-rata produk terpilih kue bagea yaitu 10.41%. Jika dibandingkan dengan SNI kadar lemak biskuit minimal 9,5%, hal ini berarti kue bagea untuk produk terpilih melebihi standar SNI untuk biskuit. Bila dilihat dari hasil yang di peroleh kadar lemak untuk kue bagea cenderung tinggi. Hal ini diduga bahwa pada pembuatan kue bagea ini menggunakan margarin yang mengandung kadar lemak cukup tinggi, serta dan adanya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan tuna, karena pada tepung tulang ikan tuna terdapat kandungan lemak. Selain itu adanya penambahan minyak kelapa membuat kandungan lemak pada kue bagea menjadi labih tinggi. Kandungan kadar lemak produk kue bagea penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan biskuit (crackers) yang beredar di pasaran yaitu sekitar 20 % (Maulida, 2005). 4.2.3.4 Kadar Kalsium Unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak adalah kalsium. Unsur ini terdapat pada pakan hewan dan makanan manusia seperti pada tulang, susu dan sayuran. Sekitar 99% kalsium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi. Unsur ini mempunyai fungsi penting di dalam tubuh selain fungsi lainnya (Piliang dan Djojosoebagio, 1991). Hasil analsis kadar kalsium rata-rata pada kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan tuna adalah 0.16%. Hasil ini menunjukan bahwa produk terpilih kue bagea dengan penambahan tepung tulang ikan memiliki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan kue bagea yang tidak ditambahkan tepung tulang ikan tuna hanya berkisar 0.03% (Lampiran 8). Pada penelitian ini, tepung tulang ikan tuna yang digunakan ternyata meningkatkan kadar kalsium kue bagea yang dihasilkan. Maulida (2005), menyatakan bahwa kadar kalsium biskuit (crackers) meningkat dengan semakin meningkatnya penambahan tepung tulang ikan tuna. 4.2.5 Karakteristik Mutu Hedonik Kue Bagea Berbeda dengan uji hedonik (kesukaan), uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan yang lebih spesifik. Kesan tersebut merupakan kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka (Rahayu, 2001). Hasil nilai mutu rata-rata pada penilain mutu hedonik dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai Mutu Rata-rata Mutu Hedonik 8 7 7 7 7 6 6 6 5 4 3 2 1 0 kenampakan warna aroma tekstur rasa Gambar 13. Histogram Nilai Mutu Rata-rata dari setiap parameter dalam penilaian mutu hedonik pada kue bagea dengan tepung tulang ikan konsentrasi 1.1%. 1. Kenampakan Kue begae terpilih dengan penambahan tepung tulang ikan tuna 1% karakteristik mutu kenampakannya yaitu: utuh, rapi, bersih, kurang homogen, coklat tua (lampiran 4b). Kenampakan yang kurang homogen pada konsentrasi tepung tulang ikan tuna 1.1% diduga karena pada saat pencampuran bahan masih menggunakan cara yang manual yaitu dengan menggunakan alat yang sederhana sehingga adonan tidak tercampur rata membuat kue bagea terkesan kurang homogen. Selain itu penggunaan suhu yang tidak stabil membuat warna kue bagea tidak seragam. Pada penelitiannya Thalib (2009), menyatakan bahwa sebaiknya penggunaan suhu pada saat pemanggangan tidak lebih dari 1650C selama 5 menit sehingga tidak menghasilkan produk yang berwarna coklat. 2. Warna Warna merupakan sifat sensori yang pertama dilihat oleh panelis. Kue bagea formula terpilih dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna 1.1% memiliki warna coklat gelap (lampiran 4b). Warna coklat yang dihasilkan diduga merupakan adanya reaksi Maillard. De Man (1997) dalam Thalib (2009), menyatakan bahwa adanya proses pemanasan atau pemanggangan menyebabkan terjadinya reaksi antara gugus amino pada asam amino, peptida, dengan gugus hidroksil pada gula yang diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Pada pembuatan kue bagea menggunakan bahan telur dan margarin yang mengandung protein, selain itu bahan lain yang digunakan dalam pembuatan kue bagea, yaitu gula, tepung terigu dan sagu yang kaya akan karbohidrat dan gugus hidroksil, sehingga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard. 3. Tekstur Produk terpilih berdasarkan Bayes dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan 1.1% memiliki tekstur agak renyah agak lama hancur (lampiran 4b). Penambahan tepung tulang ikan tuna diduga mempengaruhi tekstur kue yang dihasilkan, karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan tuna maka kue bagea yang dihasilkan semakin keras. Menurut Maulida (2005), penambahan tepung tulang ikan tuna mengakibatkan terjadi reaksi anti elastisitas yang menurunkan sifat elastis pada gluten menurun. Sehingga hal tersebut membuat tekstur menjadi agak keras dan akhirnya kurang disukai oleh para panelis. 4. Aroma Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Produk terpilih berdasarkan Bayes (Lampiran 7) dengan penambahan tepung tulang 1.1% karakteristik mutu aroma yaitu agak tercium aroma khas sagu dan tepung tulang ikan (lampiran 4b). Penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1% diduga membuat kue bagea yang dihasilkan agak tercium bau ikan kering yang merupakan bau khas dari produk tepung tulang ikan tuna. Ismandji et al (2000), menyatakan bahwa walaupun sudah melalui proses perebusan dan menggunakan asam tetapi bau khasnya masih tetap muncul. Semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung tulang ikan tuna maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma karena bau ikan kering (Maulida, 2005). 5. Rasa Berdasarkan pemilihan formula terbaik dengan menggunakan metode bayes (Lampiran 7), maka didapatkan kue bagea dengan formula terbaik pada penambahan tepung tulang ikan tuna dengan konsentrasi 1%. Kue bagea terpilih dengan tepung tulang ikan 1.1% rasa yang gurih, agak manis, agak terasa tepung tulang ikan (lampiran 4b). Rasa gurih pada kue bagea diduga karena menggunakan mentega, gula merah, dan telur sebagai bahan tambahan. Menurut Thalib (2009), penambahan tepung tulang ikan tuna sangat berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan yaitu menghasilkan rasa khas, sedangkan rasa manis dan gurih yang terasa karena adanya bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam adonan.