BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1.1.1. Pemilihan Kasus Menurut Koentjaraningrat (1985), kesenian merupakan unsur dari kebudayaan yang sudah ada sejak zaman purba, yang dapat dilihat dari lukisanlukisan dinding gua yang dihasilkan manusia purba dan memiliki keindahan yang khas. Selain itu, terdapat peninggalan patung yang memiliki arti tertentu. Kesenian sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu seni pertunjukan dan non-pertunjukan. Seni pertunjukan meliputi seni musik, tari dan drama, sedangkan seni non-pertunjukan meliputi seni sastra dan seni rupa. Di Indonesia, seni pertunjukan berkembang dengan pesat, dilihat dari banyaknya pertunjukan yang diselenggarakan secara berkala. Namun, perkembangan ini tidak diikuti dengan adanya tempat pertunjukan yang baik dari segi akustik. Gedung pertunjukan seperti Jakarta Hilton Converence Center (JHCC) misalnya, adalah satu dari beberapa gedung di Indonesia yang digunakan sebagai tempat pertunjukan musik, tetapi sebenarnya gedung ini tidak memiliki sistem akustik yang baik. Sistem akustik yang ada hanya mengandalkan tata suara buatan (sound system), sehingga usaha persiapan membuat ruangan pertunjukan di gedung JHCC menjadi lebih besar dibandingkan dengan persiapan pada gedung yang sudah memiliki sistem akustik yang baik. Sehingga diperlukan sebuah gedung pertunjukan yang memiliki sistem akustik yang baik, yang dapat menghasilkan sebuah pertunjukan (musik, tari dan drama) dengan kualitas yang baik pula. 1.1.2. Pemilihan Lokasi Bandung dikenal sebagai kota yang memiliki banyak komunitas kreatif yang bergerak di bidang seni, salah satunya adalah dari seni pertunjukan (teater,tari dan musik). Terdapat 21 kelompok teater yang masih aktif ada di Bandung sanggar musik tradisional dan beberapa studio tari yang sering mengadakan pertunjukan. Apresiasi terhadap seni musik di kota Bandung dapat dilihat dari sering diadakannya kegiatan pertunjukan musik (terutama musik non-tradisional) oleh bermacammacam instansi atau kelompok. Misalnya pertunjukan musik oleh sekolah, kampus, komunitas musik tertentu, perusahaan rekaman, stasiun televisi dan radio, dll. Pada tahun 2008 Bandung direncanakan akan menjadi kota seni dan budaya melalui pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan seni dan budaya. Terdapat rencana Pemerintah Kota Bandung untuk membangun pusat kegiatan kesenian, termasuk seni kontemporer dan tradisional1. Pembangunan pusat kegiatan kesenian ini dapat menghapus kekhawatiran perkembangan kesenian yang hanya terbatas pada suatu komunitas tertentu, dan minimnya partisipasi masyarakat Bandung yang awam terhadap kesenian. Dengan adanya Pusat Seni Pertunjukan di Bandung, diharapkan akan menjadi suatu daya tarik wisatawan di samping dapat menjadi pusat kegiatan seni pertunjukan yang memiliki persyaratan pertunjukan yang baik (dari segi akustik, lighting, fasilitas pendukungnya, dll.). Diambil asumsi bahwa Pusat Seni Pertunjukan di Bandung dibangun atas kerjasama antara Pemkot Bandung, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat dan Yayasan Kelola. Yayasan Kelola merupakan yayasan yang bertujuan menciptakan sebanyak mungkin peluang bagi masyarakat seni Indonesia untuk saling bertaut dan menjalin kerjasama secara nasional maupun internasional. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, Kelola menyediakan kesempatan pembelajaran, pendanaan, dan akses informasi bagi masyarakat seni Indonesia. Program-program yang dilakukan oleh yayasan didukung oleh Ford Foundation, Asian Cultural Council, Asialink Centre, Unesco, dan Hivos. I.2. Maksud dan Tujuan Maksud : mendesain tempat pertunjukan dengan persyaratan akustik, pencahayaan dan tata letak fungsi yang baik. Selain itu, desain harus didasarkan pada pertimbangan terhadap konteks kawasan yang ada. Tujuan : merancang tempat yang memungkinkan interaksi antarpengguna Pusat Seni Pertunjukan (seniman dan penikmat seni) melalui desain yang baik. I.3. Masalah Perancangan Perancangan harus memenuhi persyaratan ruang pertunjukan yang baik, misalnya dari segi akustik dan fleksibilitas ruang (karena fungsi seni pertunjukan yang diwadahi cukup beragam). Selain itu, perancangan harus didasarkan pada pertimbangan kuat terhadap konteks kawasan serta hubungan antara rancangan bangunan dengan bangunan yang ada di sekitarnya. I.4. Pendekatan dan Kerangka Berpikir Pemilihan kasus: Pusat Seni Pertunjukan Masalah perancangan Studi banding : Bangunan dengan fungsi sejenis Studi literatur : - standar ruang - persyaratan ruang - studi akustik Studi lahan Kriteria : - aksesibilitas - akustik - RTRW Bandung Wawancara Pengolahan data dan analisis Konsep : - pemintakatan - bentuk bangunan - interior ruang (teater) Diagram 1. Kerangka Berpikir I.5. Lingkup Perancangan Pusat Seni Pertunjukan di Bandung mengambil lahan seluas 4255 m2 yang terletak di pusat kota Bandung dengan konteks kawasan yang sangat kuat. Bangunan didesain agar dapat menyelenggarakan pertunjukan dengan sistem akustik dan pencahayaan yang baik. Beberapa fasilitas pendukung lain yang dibangun berupa galeri, cafe dan amphiteatre. Sesuai peruntukkannya sebagai bangunan publik, maka bangunan ini di desain sedemikian rupa agar dapat menarik minat pengunjung (eye catching). I.6. Sistematika Laporan Bab I Pendahuluan Pendahuluan berisikan latar belakang yang menggambarkan alasan pengajuan kasus Pusat Seni Pertunjukan di Bandung, maksud dan tujuan yang menjelaskan tujuan penulis dalam pengajuan kasus, masalah perancangan yang merupakan masalah yang harus diselesaikan dalam perancangan, pendekatan berupa metode awal yang digunakan, lingkup batasan dalam perancangan, dan sistematika laporan. Bab II Deskripsi Proyek Deskripsi Proyek memberikan penjelasan mengenai kasus yang diajukan. Berisikan pengertian dasar, penjelasan tipologi bangunan, studi banding kasus sejenis dan kesimpulan studi banding. Bab III Analisis Analisis berisikan analisis fungsional (kebutuhan ruang, jenis kegiatan, persyaratan ruang, program ruang, hubungan ruang dan persyaratan akustik teater), analisa kondisi lingkungan. Bab IV Konsep Perancangan Merupakan uraian mengenai konsep dasar yang dipakai dalam perancangan, di antaranya konsep pemintakatan, konsep massa, tata ruang luar dan pencapaian.