PAPER JURNAL ONLINE PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MEDIA TELEVISI (Analisis Wacana Pemberdayaan Perempuan Dalam Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang Direpresentasikan Dalam Program Acara She Can di Trans 7) Disusun Oleh : PUTRI KHUSNUL KHOTIMAH D1209070 SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 0 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MEDIA TELEVISI (Analisis Wacana Pemberdayaan Perempuan Dalam Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang Direpresentasikan Dalam Program Acara She Can di Trans 7) Putri Khusnul Khotimah Prahastiwi Utari Mahfud Anshori Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Representation of women by the media as an independent actor and work will provide an information and source of inspiration for other women as a communican group to explore the potential recipients of the message itself in the ideal image of women was made by media. This study aimed to uncover the meaning and purpose of a particular discourse about women's multiple roles. Therefore, the method that’s used in this study is a critical discourse analysis. The object of research that’s focused on three episodes, they are Deborah Harmi, Heni Suharni, and Juliana Ch Ratuanak. Those three episodes contain about female discourse and development efforts related to the field of health care. While the authors position is positivistic modernism, out and perceive from the object also makes representations of reality in the form of disclosure language. Through qualitative-interpretive character and take emphases (Oppression) ideology or dominant force. The result of this research shows that the representation of women in She Can program is based on the vision and mission of the program aired that is constructed by enlighten, educate dan empowermen. She Can didn’t create women as objects but rather to build a positive image of the ideal woman with a distinctive viewpoint in its summary. She Can builds the ideal image of women as an independent and got the power resolve also doesnt forget her role within the scope of the domestic sector as a mother to her children and a wife to her husband all at once. That how much power a woman in the public domain will not be separated from the domestic role and influence of the husband was the main determinant of her success. This suggests a pattern of dependence on men that builds hegemonic paradigm of women in gender bias gradually. Keywords: Women, Gender, enlighten, educate, empower 1 Pendahuluan Kesehatan perempuan belum terlalu dijamin dan diutamakan dibandingkan kaum pria. Lingkungan adat yang masih dipertahankan dengan kuat selalu mengutamakan pria di atas perempuan, termasuk untuk akses kesehatan. Sebagai kepala keluarga yang sehat, pria dianggap bisa menjadi jaminan keluarga yang juga akan sehat. Namun demikian, suatu saat perempuan akan mengalami masa kehamilan dan melahirkan yang membutuhkan penanganan dan jaminan kesehatan khusus serta kemudahan akses untuk mendapatkan informasi maupun pelayanan kesehatan. Adanya jaminan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan diharapkan bisa menekan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, serta kematian balita khususnya di daerah pedesaan. Beberapa contoh peranan perempuan dalam bidang pelayanan kesehatan antara lain adalah Bidan Heni Suharni sebagai pencetus bank darah hidup yang sangat diperlukan bagi ibu hamil yang rentan terhadap penyakit anemia. Deborah Harmi sebagai bidan yang menggagas ide tempe sebagai pengganti makanan bayi untuk pemenuhan gizi balita. Dan dokter Juliana Ch Ratuanak yang berupaya menekan angka kematian ibu dan bayi dengan edukasi melalui program rumah tunggu di Maluku Tenggara Barat. Ketiga peran perempuan dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat tersebut terangkum dalam program acara Tupperware She Can di Trans 7. Program dengan durasi 30 menit ini menampilkan tentang profil kesuksesan seorang wanita yang mencangkup unsur 3E sekaligus yaitu Enlighten, Educate, dan Empower. Penulis memilih tiga episode She Can diatas karena memiliki wacana yang kuat terkait perempuan dan peranannya dalam pemberdayaan dibidang kesehatan secara spesifik. Visi dan misi program ini mengandung adanya tujuan dan ‘kepentingan’ dari penayangan program She Can di setiap episodenya. Dalam proses komunikasi, visi dan misi penayangan suatu program dalam media massa terangkum dalam pesan yang disampaikan media tersebut. Audiens sebagai penerima pesan kemudian akan memiliki representasi terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator pada media channel. Melalui pesan yang disampaikannya lambat laun akan mengikuti sebuah pola tertentu yang konsisten 2 serta memiliki hubungan yang erat dengan pembentukan persepsi atau representasi tentang perempuan dan pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana cara perempuan diperlakukan dalam kehidupan nyata. Untuk itu, diperlukan kajian analisis pesan dalam perspektif studi analisis wacana sebagai evaluasi secara mendalam dan teoritis yang menelaah bagaimana pembentukan wacana serta representasi perempuan dalam program She Can . Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pembentukan wacana pemberdayaan perempuan dalam bidang pelayanan kesehatan yang direpresentasikan dalam konsep 3E (Enlighten, Educate, Empower) pada program acara Tupperware She Can yang ditayangkan di Trans 7? Tujuan Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan, tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk memperoleh data berupa analisis wacana perempuan dan usaha pemberdayaannya dalam bidang pelayanan kesehatan. 2. Untuk mengungkap makna isi pesan media secara sistematik dan mendalam pada program She Can di Trans 7 terkait dengan wacana pemberdayaan perempuan dalam bidang kesehatan sesuai dengan konteks ilmu komunikasi dan jurnalistik berita televisi serta tujuan dari penayangan programnya. 3. Untuk mengetahui bagaimana penyajian tayangan dalam kemasan TV News Magazine mengenai perempuan dalam analisis penyajian video, audio serta analisis teks narasinya. 4. Untuk melihat bagaimana makna mengenai konsep pemberdayaan perempuan serta posisi 3 perempuan sebagai aktor dalam program Tupperware She Can ! Melalui telaah perspektif Sara Mills. Tinjauan Pustaka a. Proses Komunikasi Bermedia (Tujuan Komunikasi) Komunikasi bermedia termasuk dalam proses komunikasi secara sekunder dimana proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.1 Hal ini dsebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content), yakni pikiran dan atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan. Upaya komunikasi yang dilakukan tentunya memiliki tujuan dan maksud tertentu. Yaitu pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Secara umum, menurut Wilbur Schramm dalam buku Widjaja menerangkan bahwa: Tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni kepentingan sumber/pengirim/komunikator dan kepentingan penerima/komunikan. kepentingan Lebih komunikator lanjut, antara tujuan lain, komunikasi member dari perspektif informasi, mendidik, menyenangkan atau menghibur, serta menganjurkan suatu tindakan atau persuasi.2 Selain tujuan komunikasi, proses komunikasi juga menimbulkan efek atau akibat yang dirasakan oleh penerima pesan yaitu komunikan sesuai dengan keinginan atau tujuan dari pengirim pesan atau komunikator. Secara umum efek komunikasi ini digolongkan pada tiga aspek yaitu:3 Aspek kognitif, Aspek afektif, Aspek psikomotor. Berdasarkan tujuan komunikasi yang dikemukakan oleh Effendy, penulis menyimpulkan bahwa tujuan komunikasi pada dasarnya dilakukan untuk mendapatkan perubahan dari komunikan atau si penerima pesan sesuai dengan 1 Onong Uchjana Effendy. Teori-teori Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya). Hal. 11-19. H.A.W Widjaja. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. (Jakarta: Rineka Cipta). Hal. 109. 3 Ibid., Hal. 111. 2 4 apa yang komunikator atau source inginkan. Perubahan sosial, perubahan sikap, perubahan pendapat dan perubahan perilaku merupakan tujuan umum komunikasi yang dapat dicapai apabila penyampaian dan pemberian informasi dilakukan secara baik dan benar. b. Representasi Arti kata representasi menurut Judy Giles dan Tim Middleon dalam bukunya yang berjudul Studying Culture, 1999 berasal dari kata “represent” yang memiliki tiga arti yaitu, “to stand in for” (melambangkan), “to speak or act on behalf of” (berbicara atas nama seseorang) dan “to re-present” (menghadirkan kembali peristiwa yang sudah terjadi. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.4 John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi yaitu realitas, representasi dan ideologi:5 c. TV Magazine dan Konstruksi Realitas Media Massa Media pada hakekatnya ialah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Tuchman dalam Alex Sobur menjelaskan, disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwaperistiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah ‘cerita.’6 Media mengikutsertakan perspektif dan cara pandang mereka dalam menafsirkan realitas sosial. Mereka memilihnya untuk menentukan aspek-aspek yang 4 Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta: LKis). Hal. 113. John Fiske. Television Culture. (London: Routledge). Hal. 5-6. 6 Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: Remaja Rosdakarya). Hal. 88. 5 5 ditonjolkan maupun dihilangkan, menentukan struktur berita yang sesuai dengan kehendak mereka, dari sisi mana peristiwa yang ada disoroti, bagian mana dari peristiwa yang didahulukan atau dilupakan serta bagian mana dari peristiwa yang ditonjolkan atau dihilangkan; siapakah yang diwawancarai untuk menjadi sumber berita, dan lain-lain. Berita bukanlah representasi dari peristiwa sematamata, akan tetapi di dalamnya memuat juga nilai-nilai lembaga media yang membuatnya.7 d. Media Massa, Fenomena Kesehatan, Pemberdayaan dan Feminimisme Penjaminan hak-hak perempuan muda dan anak perempuan tidak dapat begitu saja terjadi tanpa bantuan media, karena walaupun sebelumnya media turut berperan dalam membentuk pencitraan perempuan, media adalah cara yang sangat strategis untuk berbagi isu-isu perempuan. Sayangnya di Indonesia, media belum digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan semacam ini. Media lebih banyak digunakan untuk kepentingan komersial dan membuat banyak perempuan muda dan anak perempuan sebagai korban dari kebahagiaan masokis oleh “ideal image”.8 Stereotype terbentuk dari persepsi atau cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Persepsi akan membentuk prejudice yang didefinisikan sebagai ”kepercayaan yang terbentuk tanpa cukup bukti namun tidak mudah berubah oleh sekedar fakta atau keadaan yang bertentangan; perasaan, pendapat, atau sikap yang cenderung bermusuhan atau melecehkan dan irrasional tentang kelompok atau orang tertentu” . Atas dasar prejudice, masyarakat membangun stereotype yakni ”kepercayaan yang terlalu menyamaratakan, terlalu menyederhanakan, dan terlalu berlebihan yang diasosiasikan dengan kategori atau sekelompok orang.” Hal ini lah kemudian memunculkan istilah feminisme. 7 Gaye Tuchman dalam http://dictum4magz.wordpress.com/2007/12/04/menyelami-analisiswacana-melalui-paradigma-kritis/. Diakses 6 Februari 2013 Pukul 11.00 WIB 8 http://jurnalperempuan.com/2011/05/kebahagiaan-masokis-pada-perempuan-muda-dan-anakperempuan-di-media/. Diakses 7 Februari 2013 Pukul 12.00 WIB 6 e. Sara Mills dalam Critical Discourse Analysis Wacana merupakan suatu cara pengungkapan pikiran atau gagasan yang tersusun dari bagian-bagian (kalimat-kalimat atau proposisi-proposisi) saling berkaitan. Bahwa wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas.\ Feminis postrukturalis memiliki slogan bahwa ‘personal is political’, yang memberi perhatian pada isu-isu yang tadinya dianggap kurang penting seperti pengasuhan anak, ketenagakerjaan domestik, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hak-hak reproduksi perempuan. Titik perhatian Sara Mills terutama pada wacana mengenai feminisme yaitu bagaimana wanita ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Pada penelitian ini, penulis menelaah bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks, posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak. Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subjek, yang mendefinisikan peristiwa atau kelompok tertentu. Posisi itulah yang menetukan semua bangunan unsur teks, dalam arti pihak yang mempunyai posisi tinggi untuk mendefinisikan realitas akan menampilkan peristiwa atau kelompok lain dalam bentuk struktur wacana tertentu yang akan hadir pada khalayak. Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian studi analisis kualitatif. Metode yang digunakan adalah analisis wacana. Yaitu melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan, dan dipahami. Di samping itu, untuk melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator dalam upaya mencapai tujuan atau maksud 7 tertentu melalui pesan berisi wacana tertentu yang disampaikan.9 Bagaimana mengkaji proses rekayasa pesan (message engineering) dari realitas sosial menjadi realitas media. Bahwa Komunikasi sebagai pertukaran pertukaran pesan komunikator membangun pesan berdasar atas referensi budaya dan ideologinya, bahwa pesan komunikasi berwujud tanda dan berkarakter simbolik bersifat presentatif (penggambaran), imajeri (pencitraan) dan representatif (keterwakilan).10 Sedangkan posisi peneliti dalam penelitian ini adalah posisi peneliti dalam perspektif kritis dalam lingkup wacarana repesentasi (Dysourche of Representation). Bersifat positivistic modernism, peneliti terpisah dari obyek yang diteliti dan mempersepsikan obyek serta membuat representasi realitas dalam bentuk pengungkapan bahasa.11 Dengan karakter kualitatif-interpretif dan mengambil penekanan-penekanan (oppression) ideology atau kekuatan-kekuatan dominan dan meyakini bahwa pengetahuan adalah kekuatan (knowledge is power). Obyek dalam penelitian ini adalah tiga episode She Can . Sedangkan episode Bidan episode Bidan Deborah Harmi (25 februari 2012), episode bidan Heni Suhermi (3 november 2012), dan episode Dr. Juliana Ratuanak (25 mei 2013) dipilih karena ketiga episode ini berjalan dari range performa She Can session pertama (Deborah) dan session ke dua (Heni dan Juliana), ketiga episode tersebut juga mencangkup unsur wacana yang kuat mengenai peran seorang perempuan dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah tiga tayangan program She Can yaitu, episode Bidan Heni Suhermi, Bidan Deborah Harmi, dan episode Dr. Juliana Ratuanak. Sedangkan data tambahan diperoleh dari studi kepustakaan buku-buku literatur, kamus, surat kabar, jurnal, skripsi, makalah, dan website. Penulis menggunakan model analisis Sara Mills. Mills menjabarkan posisi perempuan dalam pemberitaan media. Bagaimana posisi perempuan dari posisi subyek dan obyek. Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai penceritera (subyek) dan siapa yang 9 Eriyanto, op.cit., Hal. 170. Andrik Purwasito dalam http://ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com/messagestudies/metode-analisis/. Diakses tanggal 30 April 2014 Pukul 13.00 WIB 11 Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara). Hal. 174. 10 8 menjadi obyek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya, ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/oranglain.12 Sajian dan Analisis Data a. Posisi Subyek Dalam tiga tayangan program She Can ini, penulis melihat perempuan ditampilkan dalam posisi aktor sebagai subyek. Subyek disini adalah perempuan menjadi aktor yang secara dominan melakukan suatu tindakan terhadap kelompok sosialnya. Perempuan bukanlah obyek yang ditampilkan sebagai kelompok diskriminan penyebab suatu permasalahan, kasus, atau konflik tertentu. Keberadaan perempuan ditampilkan dominan dan memiliki kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri untuk membangun image positif mengenai perempuan dari sisi perspektifnya. Pemberian titel pada tampilan wawancara profil ketiga perempuan tersebut merupakan sinekdok yang digunakan untuk mempertegas keberadaan perempuan sebagai kaum yang memiliki peranan dan pengaruh tertentu terhadap suatu hal. Selain itu, kesempatan subyek sebagai penceritera juga ditampilkan She Can pada penayangan wawancara langsung. Wawancara ini dikemas She Can dalam bentuk soundbite sebagai penegas narasi. Soundbite (SB) atau Soundbite On Tape (SOT) adalah cuplikan suara dari narasumber atau cuplikan dari wawancara panjang dengan narasumber.13 Posisi perempuan sebagai subyek direpresentasikan melalui pembentukan wacana enlighten, educate dan empower. 1. Wacana enlighten Sisi mencerahkan yang menginspirasi dalam She Can terlihat dalam upaya atau tindakan-tindakan yang dilakukan perempuan dalam mengungkapkan dan mewujudkan gagasannya (ide). Bagaimana gagasan tersebut disampaikan ke masyarakat dalam suatu proses interaksi sosial 12 13 Eriyanto, op. cit., Hal. 211. Morrissan. Jurnalistik Televisi Mutakhir. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group). Hal. 36. 9 maupun komunikasi sehingga akhirnya dapat diterima dan dijalankan sampai mencapai tujuan akhir dan dapat mengatasi problem atau permasalahan yang sedang dihadapi. a) perempuan sebagai pencetus ide Tabel 1. Analisis perempuan sebagai pencetus ide Yang dilihat Eps. Deborah Harmi Bidan pemberantas gizi buruk Eps.Heni Suharni Profil bidan Perempuan penggagas bank darah hidup Kesehatan Rendahnya Anemia dan tingkat ekonomi penyebab permasalahan merupakan kehamilan perempuan faktor beresiko ketidaksanggup an masyarakat memenuhi asupan gizi untuk balita Ide atau Tempe olahan Bank darah gagasan sebagai hidup sebagai pengganti susu untuk ibu solusi dari untuk balita dan hamil permasalahan ibu hamil beresiko Eps. Juliana CR kepala dinas kesehatan Maluku tenggara barat Keterbatasan akses transportasi menjadi faktor penyebab kematian Ibu hamil Rumah tunggu sebagai fasilitas ibu hamil untuk memperoleh akses menuju tempat bersalin. Sumber: Diolah Penulis Tampilan perempuan sebagai pencetus ide merepresentasikan adanya pengakuan keberadaan perempuan dalam kelompok sosialnya pada struktur / posisi tertentu. Selain itu tampilan fisik tokoh secara keseluruhan pada intro merepresentasikan siapa yang menjadi aktor dalam penceriteraan episode ini. b) Perempuan dalam Dimensi Kepemimpinan Tabel 2. Analisis perempuan dalam dimensi kepemimpinan Yang dilihat Jenis kepemim pinan Eps. Deborah Harmi Kedekatan hubungan dengan Eps.Heni Suharni Mempertahankan kelangsungan sistem kerja bank 10 Eps. Juliana CR Menetapkan kebijakan kepala dinas dalam masyarakat melalui perhatian intensif kepada pasien gizi buruk darah hidup. Proses kepemimpinan dengan pola komunikasi two step flow penyuluhan kesehatan dari sisi ilmu medis. Proses kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh Efek dari Kelompok Masyarakat yang Kebersedian kepemim pengikut terlibat dalam masyarakat untuk pinan merupakan program Bank menyediakan masyarakat darah hidup rumahnya sebagai yang sesuai Terbentuknya rumah tunggu sasaran dari kader partisipan tujuan bank darah hidup Sumber: Diolah Penulis Peranan perempuan dalam kepemimpinan dalam program She Can digambarkan melalui bagaimana posisi perempuan sebagai aktor dalam kelompok masyarakat dilingkungannya ketika melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu hingga kemudian membentuk suatu pola kepemimpinan. Wacana kepemimpinan yang dilakukan oleh perempuan merupakan suatu bentuk tindakan yang menunjukkan posisi perempuan sebagai subyek dalam ceritera. Hal ini menginspirasi (Inspiring) bagi individu lain dimana keberadaan perempuan diakui dan bukan sebagai suatu obyek ataupun kelompok secondline yang masih dalam keterbatasan keberadaannya akibat adanya ideologi patriarki yang masih berlaku dalam nilai-nilai sosial di Indonesia yang menuntut perempuan untuk lebih berperan dalam sektor domestik sebagai ibu rumah tangga daripada berperan dalam sektor publik. 2. Wacana Educate Wacana educate direpresentasikan melalui peranan apa saja yang dilakukan perempuan dalam memberikan edukasi atau pendidikan bagi masyarakat sehingga dapat mewujudkan perubahan yang baik bagi kehidupan perempuan, keluarga, serta anak-anaknya. yaitu antara lain: 11 Tabel 3. Analisis wacana educate Yang dilihat Edukasi kesehatan masyarakat Eps. Deborah Harmi Edukasi ibu untuk menjaga asupan gizi balita dengan memanfaatkan tempe Eps. Heni Suharni Edukasi dilakukan pada kelompok / rekan seprofesi Eps. Juliana CR Edukasi masyarakat melalui penggabungan kearifan lokal dan ibu hamil dalam pemanfaatan rumah tunggu Sumber: Diolah Penulis Bentuk edukasi yang dilakukan ketiga figur perempuan She Can adalah dengan menggunakan pola komunikasi pembangunan. Dengan tujuan untuk merubah pola pikir masyarakatnya untuk menuju ke ruang lingkup kondisi masyarakat yang lebih baik. Pembangunan melibatkan dua komponen yang kedua-duanya merupakan manusia yaitu sebagai subyek dan obyek. Edukasi masyarakat dilakukan untuk suatu perubahan sosial yaitu menyampaikan informasi kepada masyarakat agar mereka memusatkan perhatian kepada kebutuhan akan perubahan, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, menciptakan arus informasi yang baik. 3. Wacana Empowermen Tabel 4. Analisis Wacana Empowermen Yang dilihat Eps. Deborah Harmi pembangun pelatihan an ekonomi produksi masyarakat tempe Sumber: Diolah Penulis Eps.Heni Suharni Eps. Juliana CR membina masyarakat pemberdayaan lansia dalam usaha beternak untuk memproduksi ayam kain tenun Perspektif yang keliru tentang arti penting dari apa yang dilakukan perempuan mengandung arti bahwa, dalam proses 12 pembangunan, perempuan seringkali tidak tampak.14 Ini merupakan gambaran yang tidak benar dalam kondisi masyarakat yang direpesentasikan She Can. Perempuan ditampilkan memiliki rasa kepekaan sosial bahwa perempuan masih mengalami diskriminasi serta pengabaian dalam memperoleh hak-hak kesehatanya. Untuk itu, perempuan mampu membuat gerakan dan memiliki analisis yang jelas sebab dari permasalahan kesehatan tersebut. b. Bias Gender Tampilan bias gender dalam She Can tampak pada bagaimana perempuan ditampilkan, sbb: Tabel 5. Analisis Bias Gender Yang dilihat Perempuan dalam sektor domestik Tampilan suami Eps. Deborah Harmi Tanggung jawab dalam pengasuhan anak Eps. Heni Suharni Perempuan dalam unsur keluarga harmonis dalam rumah tangga Perempuan sebagai Ketergantungan sosok yang menuruti perempuan terhadap perkataan suami restu dan dukungan suami Sumber: Diolah Penulis Eps. Juliana CR Perempuan dalam peran reproduksi Pengaruh suami dalam pengambilan keputusan Peran perempuan She Can dalam sektor domestik ditampilkan melalui representasi peran perempuan sebagai ibu, bagaimana perempuan dalam unsur keluarga harmonis dalam rumah tangga, serta label perempuan dalam peran reproduksi. Sedangkan label peran reproduksi timbul dengan adanya representasi bahwa melahirkan adalah suatu karunia atau berkah yang bukan hanya dialami oleh wanita saja. Proses reproduksi manusia dilakukan antara satu pasang manusia yaitu pria dan wanita. Namun demikian secara kodrati, perempuanlah yang mengandung dan melahirkan anak-anaknya oleh karena itu, label fungsi reproduksi lah yang melekat pada perempuan. Hal ini lambat laun membentuk 14 Mosse Julia Cleves. Gender dan Pembangunan. (Jogyakarta: Pustaka Pelajar Offset). Hal. 271. 13 hegemoni memelihara merawat, mengasuh dan membesarkan anak adalah tanggungjawab perempuan bukan laki-laki. Perempuan sebagai sosok yang menuruti perkataan suami merupakan bentuk gambaran peninggalan kebudayaan jawa dimana peran seorang perempuan sebagai istri terhadap suami diajarkan dalam “kias lima jari tangan”15 yaitu adanya ketergantungan terhadap suami dengan menuruti apa saja yang menjadi kehendak suami. A.P Murniati menerangkan Pola ketergantungan diartikan bahwa dalam masyarakat terdapat lapisan kelompok manusia yang berkedudukan atas dan bawah. Lapisan diatas berkesempatan melakukan sesuatu untuk menentukan atau mengatur kelompok manusia yang berada dibagian bawah.16 Pengaruh suami dalam pengambilan keputusan dalam episode Juliana ini, merupakan hasil tahapan interaksi dengan istri dan saling mempengaruhi seolah pemberian restu atau izin dari laki-laki adalah satu-satunya hal yang memudahkan. Ini menunjukkan adanya negosiasi yang terbentuk dari peran ganda perempuan yang sesuai dengan konsep kemitrasejajaran menurut Mien Sugandhi bahwa kemitrasejajaran tidak mengandung esensi yang bersifat konfrontatif antara laki – laki dan perempuan, melainkan bersifat saling mendukung dan saling membantu dalam ‘jiwa kemitraan’ (harmonius gender partnership), dalam arti laki-laki dan perempuan adalah equal partners in harmonius relationship.17 Representasi suami dalam program She Can terdapat hubungan hubungan subyek–obyek (yang satu mensubordinasi yang lain) yaitu pada pengambilan keputusan perempuan untuk berperan pada sektor publik didasarkan pada keputusan suami sebagai pemberi izin atau restu. Disisi lain, keterlibatan perempuan melakoni peran ganda tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti adanya motivasi, keinginan yang kuat untuk mengaktualisasikan diri, adanya keyakinan dan penilaian positif terhadap diri sendiri akan kemampuan untuk melakukan hal-hal positif yang dapat membawa 15 A.P Muniati. Citra Wanita dan Kekuasaan Jawa. (Yogyakarta: Kanisius). Hal. 24. Ibid., Hal.19. 17 Sugandhi. “Pokok – Pokok Peranan Perempuan di Indonesia”, dalam Dadang S. Anshori (eds)., Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita. (Bandung: Pustaka Hidayah). Hal. 127. 16 14 pada keberhasilan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, seorang perempuan yang berhasil tetap harus memegang peranan sebagai istri dan ibu. Itulah yang menjadi tolak ukuran image ideal perempuan sesuai dengan konsep programnya.18 Kesimpulan dan Saran Media pada hakekatnya ialah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Para pekerja media dalam hal ini adalah keseluruhan tim yang telibat pada proses produksi She Can disetiap episodenya. Dengan kata lain pembentukan wacana yang terkandung pada isi pesan ini ditentukan oleh tim produksi program. She Can mrembangun konstruksi realitas dalam format News Magazine yang menyoroti perempuan sebagai satu bidang kehidupan secara khusus dan mendalam. Setelah mengamati dan menganalisis isi pesan ketiga episode She Can tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. She Can menampilkan perempuan dalam posisinya sebagai subyek dari penceriteraan setiap episodenya melalui teks dan gambar. Subyek disini adalah dalam arti perempuan ditampilkan sebagai sosok dominan yang memiliki kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri. Pada bagian wawancara, ketiga perempuan She Can membangun gambaran mengenai suatu peristiwa serta menunjukkan posisinya dalam masyarakat sekaligus menjadikan dirinya sebagai titik perhatian. 2. Pembentukan wacana pemberdayaan perempuan pada program ini diawali dari penjabaran isu seputar kesehatan perempuan. Yaitu adanya permasalahan ekonomi pada kelompok perempuan dan anak yang menjadi korban diskriminasi dalam memperoleh hak-hak kesehatannya. Hal ini kemudian menyebabkan permasalahan kesehatan terutama kesehatan primer dan 18 Tupperware She Can merupakan program yang mengangkat kisah seorang wanita yang berhasil mengubah hidupnya dan mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi sekitarnya namun tetap memegang peranannya sebagai istri maupun ibu tercinta bagi keluarganya. 15 reproduksi perempuan. Representasi perempuan dalam pelayanan kesehatan masyarakat ini di konstruksikan melalui tiga wacana yaitu, enlighten, educate, dan empowerment. a. Wacana Enlighten She Can mengangkat kisah sisi lain perempuan diluar publik figur yang belum pernah diekspos oleh media lain, bukan dari golongan selebritis yang umumnya mudah menarik perhatian khalayak dalam unsur popularitas. Berdasarkan analisisis penulis, pembentukan wacana enlighten pada She Can terletak pada peranan perempuan sebagai pencetus ide dan dalam dimensi kepemimpinan. Penulis melihat tiga permasalahan kesehatan perempuan yang diangkat pada ketiga episode She Can antaralain: perempuan belum mendapatkan hak-haknya dalam sektor kesehatan. Pada wacana enlighten ini penulis melihat terdapat dua peranan perempuan yang dinilai mencerahkan sekaligus membuka wawasan untuk orang lain yaitu perempuan sebagai aktor yang mencetuskan ide dan perempuan sebagai aktor yang memainkan perananannya dalam dimensi kepemimpinan. Kepemimpinan perempuan merupakan sisi yang dapat mencerahkan dan membuka wawasan bahwa pada pembuktian keberadaan perempuan tidak terikat pada paradigma gender dimana perempuan tidak dapat berperan pada sektor-sektor strategis. b. Wacana Educate . Wacana educate direpresentasikan melalui peranan apa saja yang dilakukan perempuan dalam memberikan edukasi atau pendidikan bagi masyarakat sehingga dapat mewujudkan perubahan yang baik bagi kehidupan perempuan, keluarga, serta anak-anaknya. Jenis edukasi yang dilakukan adalah dengan menerapkan pola komunikasi pembangunan yang bertujuan memberikan informasi, persuasif (menggugah perasaan), mengubah perilaku, mengubah pendapat atau opini, mewujudkan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pendapatan sehingga dapat menciptakan perubahan di masyarakat atau perubahan sosial (social change). 16 c. Wacana Empowermen Wacana pemberdayaan yang direpresentasikan She Can merujuk pada perspektif pembangunan ekonomi masyarakat sekaligus sosial dan budaya. Strategi pemberdayaan yang ditampilkan aktor-aktor She Can dalam analisis merujuk pada usaha pembinaan masyarakat menjadi kelompok yang mandiri dan berdaya hasil ekonomi, mencangkup bidang sosial dan budaya. Ini membuktikan bahwa perempuan sebagai agent of change memiliki peranan penting dalam upaya mengurangi kemiskinan. She Can hanya menampilkan kelompok perempuan sebagai obyek pemberdayaan. She Can berimplementasi pada program pembangunan yang hanya terfokus pada akses perempuan terhadap sumber daya tertentu dan peningkatan kapasitas perempuan terhadap keterampilan tertentu. Korelasi antara wacana enlighten, educate dan empower pada program ini merupakan konstruksi image building perempuan sebagai subyek. Hubungan ketiganya merupakan satu kesatuan variable utuh yang saling berhubungan dan mempengaruhi dalam usaha merubah suatu kelompok masyarakat ke arah perubahan dalam bidang pembangunan kesehatan masyarakat. 3. Representasi perempuan dalam program She Can didasarkan pada visi dan misi dari penayangan program. Pada program ini tidak ada gambaran konflik dan kekerasan serta minimnya tampilan laki-laki baik dari segi visual maupun deskripsi keberadannya pada narasi. She Can merepresentasikan bahwa kekuatan dan bentuk2 ekspresi mereka harus dihargai dalam sisi mereka sendiri. Hal tersebut menimbulkan sebuah paradoks, supaya perempuan dihargai dan memiliki hak-hak yang sama, kekuatan perempuan harus diakui, tetapi penyorotan pada kekuatan-kekuatan perempuan membuktikan bahwa perempuan memiliki tempat sendiri. Inilah yang menjadi tujuan komunikator dalam proses komunikasinya terkait dengan konsep produk CSR dari perusahaan Tupperware yang memiliki segmentasi adult woman. 4. She Can membentuk hegemoni bagi khalayak penonton dengan membangun tolak ukur image perempuan ideal bukan hanya sebagai individu yang mampu 17 berkontribusi pada berbagai sektor publik namun juga tidak terlepas dari sektor domestik dalam kehidupan yang menjalankan peran reproduksi. Citra perempuan yang baik adalah seorang perempuan yang bertanggung jawab atas keluarganya baik dalam peran ganda perempuan yaitu sebagai istri maupun sebagai ibu sekaligus. Dengan kata lain, She Can masih mengkonstruksi bahwa perempuan merupakan pekerja domestik. Bias gender membentuk hegemoni yang kemudian diterima khalayak menjadi konsep tatanan hidup yang wajar terjadi dan dialami perempuan. Untuk itu, penulis menyarankan seharusnya media dapat menampilkan pembentukan citra perempuan secara positif sepenuhnya terlepas dari adanya paradigma bias gender. Karena jika khalayak secara kontinyu disajikan dengan hal yang bias, pandangan terhadap realitas perempuan tentu juga akan bias. Hal ini akan menimpulkan efek pengukuhan pemahaman yang ada di masyarakat atau bahkan mampu membuat pembenaran tertentu. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas, dapat dikemukakan saran-saran baik untuk pengembangan pengetahuan, bagi peneliti selanjutnya maupun kepentingan praktisi, antara lain: 1. Penelitian komunikasi media umumnya mengangkat perempuan dalam representasi sebagai obyek yang hanya berperan dalam lingkup domestik maupun dalam pengaruh budaya patriarki, untuk itu ada baiknya dilakukan penelitian komunikasi yang menelaah lebih mendalam mengenai representasi posisi perempuan sebagai subyek dalam media. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih adanya bias gender pada representasi perempuan sebagai subyek dalam media TV. Bahwa membangun image ideal perempuan sebagai bentuk yang positif selayaknya terlepas dari adanya paradigma bias gender. Hal ini dikarenakan sebaran informasi televisi dapat membentuk hegemoni yang lambat laun tertanam pada khalayak sehingga secara tidak sadar khalayak akan menerima perlakuan bias tersebut sebagai suatu hal yang wajar baik secara kognitif, afektif maupun psikomotor. 18 3. Berkaitan dengan tujuan komunikasi dalam memperoleh perhatian khalayak serta berdasarkan analisis visual dan verbal diatas penulis menyarankan diperlukan variasi dalam penayangan program, sehingga She Can tidak menimbulkan kejenuhan bagi penonton. Serta sumber informasi terhadap tema program yang lebih detail sehingga khalayak dapat lebih mudah untuk memahami isi pesan dari program. Dengan tampilan yang menarik dan beragam menjadikan She Can tetap mendapat perhatian khalayak ditengah beragamnya program acara di slot waktu yang sama. Daftar Pustaka Effendy, Onong Uchjana. (1995). Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis. Fiske, John. (1987). Television Culture. London: Routledge. M.A, Morissan. (2008). Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mosse, Julia Cleves. (2002). Gender dan Pembangunan. Jogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Muniati, AP. (1992). Citra Wanita dan Kekuasaan Jawa. Yogyakarta: Kanisius. Sobur, Alex. (2002). Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif,. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara. Sugandhi, M. (1997). “Pokok – Pokok Peranan Perempuan di Indonesia”, dalam Dadang S. Anshori (eds)., Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita. Bandung: Pustaka Hidayah Widjaja, HAW. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta. http://dictum4magz.wordpress.com/2007/12/04/menyelami-analisis-wacana-melalui-paradigma-kritis/, Diakses 6 Februari 2013. http://jurnalperempuan.com/2011/05/kebahagiaan-masokis-pada-perempuanmuda -dan-anak-perempuan-di-media/, Diakses 7 Februari 2013. http://ndalempoerwahadiningratan.wordpress.com/message-studies/metode-analis is/, Diakses 30 April 2014. 19