asupan gizi dengan pengendalian diabetes pada

advertisement
327 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
Olga L. Paruntu
ASUPAN GIZI DENGAN PENGENDALIAN DIABETES PADA DIABETISI
TIPE II RAWAT JALAN DI BLU PROF.DR.R.D.KANDOU MANADO
Olga Lieke Paruntu
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado
ABSTRACT
Diabetes is non communicable diseases that will increase in number and becomes the
cause of a number of pain and death. Diabetes is becoming a fairly serious illness and gets
attention because diabetes can cause complications that invade the entire body. An
increasing number of diabetics is largely influenced by the lifestyle of the community.
Diabetes also provide big economic burden influence for her treatment. The purpose of the
short term management of DM is the loss of a variety of complaints/symptoms of diabetes
so that sufferers can enjoy a healthy and comfortable life. These goals can be achieved with
good metabolic control remains as reflected by its normal levels of glucose and lipid profile.
The purpose of this research is to know the nutritional intake of the relationship with the
controlling type II diabetes in outpatient diabetisi at BLU hospital Prof. Dr. r. d. Kandou
Manado. The method used in this research include observational analytic with cross
sectional design, implemented in July 2012. Samples are obtained in accidental sampling of
31 people. Data analysis using SPSS 10.0 with Correlation test. Menukjukkanu uptake of
research results of energy, fat and carbs associated with control of blood glucose levels, but
the intake of protein is not related to the control of blood glucose levels. There is a
relationship between intake of protein, carbohydrates and total cholesterol levels of control.
There is no relationship between the intake of nutrients with the levels of LDL, HDL, and
triglyceride levels.
Keywords: nutritional Intake, control type II DM, outpatient
PENDAHULUAN
Diabetes
adalah
penyakit
tidak
menular yang akan meningkat jumlahnya dan
menjadi penyebab angka kesakitan dan
kematian. Diabetes menjadi penyakit yang
cukup serius dan mendapat perhatian karena
diabetes dapat menyebabkan komplikasi yang
menyerang seluruh tubuh (Yumizone, 2008).
Peningkatan jumlah penderita diabetes
sebagian besar dipengaruhi oleh gaya hidup
masyarakat. Diabetes juga memberikan
pengaruh beban ekonomi yang besar untuk
pengobatannya Tandra, 2007). Tujuan
pengelolaan DM jangka pendek adalah
hilangnya berbagai keluhan/gejala diabetes
sehingga
penderita
dapat
menikmati
kehidupan yang sehat dan nyaman. Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan senantiasa
mengontrol metabolik yang baik seperti
dicerminkan oleh normalnya kadar glukosa
dan lemak darah (Syahbudin, 2002).
Menurut ADA (American Diabetes
Assosiation, 2005), diabetes melitus adalah
suatu kelompok kelainan metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Tjokroprawiro
(1991),
Diabetes melitus adalah penyakit gangguan
metabolisme glukosa, sehingga terjadi
hiperglikemia dengan gejala yang karakteristis
meliputi spectrum gangguan klinik anatomi
dan fisiologi tubuh manusia. Diabetes Melitus
adalah suatu keadaan yang timbul karena
defisiensi insulin relatif atau absolut. Di sini
terjadi kelainan metabolisme karbohidrat yang
ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
kurang efektifnya glukosa.
DM tipe 2 merupakan jenis DM yang
paling banyak dijumpai Prevalensi diabetes
melitus di dunia mengalami peningkatan yang
cukup besar. Data statistik organisasi
kesehatan dunia world health organitation
(WHO) pada tahun 2000 menunjukkan jumlah
penderita diabetes melitus (DM) di dunia
sekitar 171 juta dan diprediksikan akan
328 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di
kawasan ASEAN didapatkan jumlah penderita
DM tipe 2 pada tahun 1995 diperkirakan 8,5
juta orang dan meningkat menjadi 12,3 juta
pada tahun 2000 serta 19,4 juta pada tahun
2010 (PERKENI, 1998) Di Asia tenggara
terdapat 46 juta dan diperkirakan meningkat
hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3
juta pada tahun 2030 (WHO, 2008).
Diabetes Mellitus (DM) saat ini menjadi
penyakit yang mulai melanda penduduk di
negara-negara berkembang seperti Indonesia.
World
Health
Organization
(WHO)
memperkirakan pada 2030 nanti sekitar 21,3
juta orang Indonesia terkena Diabetes Melitus
(Reta, 2008). Prevalensi Diabetes Mellitus
secara menyeluruh sekitar 6% dari populasi
Diabetes Mellitus, 90% diantaranya Diabetes
Mellitus Tipe II. Jumlah penderita DM secara
global terus meningkat setiap tahunnya.
Penderita DM di Indonesia pada tahun 2000
mencapai 8,4 juta orang dan menduduki
peringkat ke 4 setelah India, Cina, dan
Amerika
Serikat.
Jumlah
tersebut
diperkirakan akan meningkat lebih dari dua
kalinya pada tahun 2030, yaitu menjadi 21,3
juta orang (Subroto, 2006).
Menurut
data
WHO,
Indonesia
menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita DM di dunia. Pada tahun 2000
yang lalu, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk
Indonesia yang mengidap DM. Namun, pada
tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita DM
di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta
orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru
sekitar 30 persen yang datang berobat teratur
(WHO, 2006). Indonesia merupakan urutan
keenam di dunia sebagai negara dengan
jumlah penderita diabetes terbanyak setelah
India, Cina, Uni soviet, Jepang, Brazil
(Rahmadilayani, 2008).
Dari berbagai penelitian epidemiologi
yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonseia, menunjukkan bahwa angka
prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota
besar, antara lain: Jakarta 12,8 %, Surabaya
1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %.
Kota
Manado
secara
geografis
dan
budayanya yang dekat dengan Filipina, ada
kemungkinan prevalensi di Manado tinggi
karena di Filipina juga tinggi yaitu sebesar 8,4
% - 12 %.
Melihat tendensi kenaikan
kekerapan DM secara global yang tadi
Olga L. Paruntu
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena
peningkatan suatu kemakmuran suatu
populasi serta pola dari konsumsi makanan
yang serba instant. Maka dengan demikian
dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih
tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade
yang akan datang kekerapan Diabetes di
Indonesia akan meningkat dengan drastis
(FKUI, 2006).
Prevalensi diabetes di Indonesia
adalah 5,7% namun hanya 1,5% saja yang
terdiagnosa. Sulawesi utara adalah provinsi
dengan jumlah penderita terbesar di
Indonesia,
terutama
kota
Manado
(Depkes,2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari
Poli Endokrin BLU RSUP Prof. Dr R.D
Kandou Manado, terjadi peningkatan antara
tahun 2010 dan 2011, dimana pada tahun
2010 pasien DM dirawat jalan terdapat 136
pasien, dan pada tahun 2011 meningkat
menjadi 263 pasien baru selama 1 tahun,
dimana terdapat (80,79 %) pasien DM yang
berusia ≥ 40 tahun dan (19,21 %) yang
berusia < 40 tahun.
Pemantauan
status
metabolik
merupakan
hal
yang
penting
dalam
pengelolaan DM. Hasil pemantauan tersebut
cukup memadai untuk menilai kepatuhan diet
dan manfaat pengobatan untuk mencapai
kadar glukosa darah dalam batas normal,
serta terhindar dari berbagai komplikasi. Bagi
penderita DM yang terkendali dengan
perencanaan makan saja, pemantauan status
metabolik berupa perasaan sehat secara
subjektif, kadar glukosa darah, kadar lemak
darah, dan perubahan berat badan pada saat
konsultasi gizi sudah cukup menggambarkan
kepatuhan
dietnya
Sukardji,
(2002).
Kepatuhan diet juga dapat dinilai dari jumlah
asupan zat gizi dan jenis bahan makanan
yang
dikonsumsi penderita
sehari-hari
(Soewondo, 2002).
Kadar glukosa darah terkontrol tidak
hanya tergantung pada hilangnya gejala
diabetes tetapi harus dengan pemeriksaan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar
glukosa darah tersebut dapat dilakukan di
laboratorium, di klinik saat konsultasi atau
dapat dilakukan sendiri oleh pengidap di
rumah.
Kendali
glisemik
yang
baik
berpengaruh
terhadap
menurunnya
komplikasi diabetes. Hasil diabetes control
and complication trial (DCCT) menunjukkan
bahwa pengendalian diabetes yang baik
329 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
dapat mengurangi komplikasi kronik diabetes
antara 20-30%.
Pemeriksaan kadar glukosa darah
yang dilakukan di laboratorium dengan
metode oksidasi glukosa atau oksidasi otolutoidin memberikan hal yang lebih akurat,
oleh karena itu untuk menentukan diagnosis
diabetes disarankan pemeriksaan kadar
glukosa darah di laboratorium. Sehubungan
dengan cara pengambilan sampel darah,
perlu diperhatikan bahwa kadar glukosa
plasma atau serum 10 – 15% lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar glukosa darah
biasa (whole blood) dan 10 – 20 % lebih tinggi
dari kadar glukosa darah kapiler.
Jika dibanding dengan pemeriksaan
glukosa urin, pemeriksaan kadar glukosa
darah lebih akurat karena pemeriksaannya
bersifat langsung. Pemeriksaan kadar glukosa
darah
dapat
mendeteksi
keadaan
hiperglikemia dan hipoglikemia sedangkan
pemeriksaan kadar glukosa urin hanya dapat
mendeteksi
keadaan
hiperglikemia
(Soewondo, 1999).
Bertolak dari beberapa permasalahan
yang dijumpai pada penderita DM tipe II
sebagaimana diuraikan dalam latar belakang,
maka masalah yang hendak dipecahkan
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
asupan gizi dengan pengendalian diabetes
pada diabetisi tipe II rawat jalan di BLU rumah
sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Tujuan
penelitian yaitu mengetahui Hubungan
Asupan Gizi dengan Pengendalian Diabetes
pada diabetisi tipe II rawat jalan di BLU
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Pengembangan BLU. RSUP Prof. Dr.
R.D.Kandou adalah menjadi Rumah Sakit
dengan pola pengembangan Keuangan
Badan Layanan Umum pada tahun 2007, juga
akan di bangunnya gedung instalasi gawat
darurat bertaraf internsional serta gedung
cardiac center yang representative. BLU.
RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Manado ini
adalah rumah sakit pendidikan dan pusat
rujukan
pelayanan
kesehatan
propinsi
Sulawesi Utara dan kawasan timur Indonesia
bagian utara.
BLU. RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou
Manado merupakan Rumah Sakit Umum
Olga L. Paruntu
kelas B dan merupakan Rumah Sakit
pendidikan yang digunakan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado, Politeknik Kesehatan Depkes
Manado juga lembaga pendidikan lain
dibidang Kesehatan sebagai lahan praktek
dan penelitian.
2. Karakteristik Subjek
Karakteristik sampel pada penelitian ini
yakni jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki
dengan jumlah responden 16 orang (51,6%),
perempuan 15 orang (48,4%) dan tingkat
pendidikan terbanyak adalah Perguruan
Tinggi 18 orang (58,1%), serta pekerjaan
responden
terbanyak
bekerja
sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 11 orang (35,5%),
lebih rinci terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Karakteristik
Ketegori
N
%
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
16
15
51,6
48,4
Pendidikan
- SD
- SMP
- SMA
- Perguruan Tinggi
1
3
9
18
3,3
9,7
29,0
58,1
11
3
7
10
35,5
9,7
22,6
32,2
Pekerjaan
- PNS
- Swasta
- IRT
- lainnya
Tabel 4. Rata-rata berat badan dan tinggi
badan sampel
Ketegori
Berat Badan
Tinggi Badan
Mean
65,12
158,48
SD
10,21
9,77
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata berat badan dari 31 responden yaitu
65,12 kg dengan standar deviasi 10,21, serta
rata-rata tinggi badan dari 31 responden yaitu
158,48 cm dengan standar deviasi 9,77.
330 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
3. Karakteristik Variabel Penelitian
Tabel 5. Rata –rata asupan zat gizi, kadar
gula darah puasa dan kadar profil lipid
Ketegori
Asupan Energi
Asupan Protein
Asupan Lemak
Asupan Karbohidrat
Kadar Gula Darah Puasa
Kadar Kolesterol Total
Kadar LDL
Kadar HDL
Kadar Trigliserida
Mean
2168,14
73,79
51,48
357,37
136,64
241,12
149,22
49,38
187,64
SD
235,64
6,63
10,67
32,33
29,95
56,41
46,18
3,86
58,34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata asupan zat gizi yaitu : asupan energi
31 responden yaitu 2168,14 kal dengan
standar deviasi 235,64 kal, asupan protein
yaitu 73,79 g (6,63), asupan lemak 51,48 g
(10,67), dan rata-rata asupan karbohidrat
yaitu 357,37 g (32,33). Hasil penelitian juga
menunjukan rata-rata kadar gula darah puasa
dari 31 responden yakni 136,64 mg/dl (29,95).
Hasil penelitian juga menunjukkan kadar profil
lipid yakni : kadar kolesterol total rata-rata
241,12 mg/dl (56,41), kadar LDL 149,22 mg/dl
(46,18), kadar HDL rata-rata 49,38 mg/dl
(3,86), dan kadar trigliserida rata-rata 187,64
mg/dl ( 58,34).
Olga L. Paruntu
Tabel 6. Hubungan asupan zat gizi dengan
pengendali kadar gula darah puasa
Ketegori
Asupan Energi
Kadar Gula Darah
Puasa
Asupan Protein
Kadar Gula Darah
Puasa
Asupan Lemak
Kadar Gula Darah
Puasa
Asupan
Karbohidrat
Kadar Gula Darah
Puasa
Mean
2168,1
4
136,64
73,79
136,64
SD
235,6
4
29,95
6,63
29,95
51,48
136,64
10,67
29,95
357,37
136,64
32,33
29,95
P
0,03
2
0,84
2
0,02
3
0,00
3
4.2.
Hubungan asupan zat gizi
dengan pengendalian total
kolesterol
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan
pengendalian kadar Kolesterol total di ketahui
tidak terdapat hubungan antara asupan
energi, asupan lemak dengan kadar kolesterol
total dimana P= 1,141, P=0,500 (p>0,05).
Hasil penelitian diketahui juga terdapat
hubungan antara asupan protein, karbohidrat
dengan kolesterol total dimana P= 0,012,
P=0,029 (p<0,005), lihat tabel 7.
Tabel 7. Hubungan asupan zat gizi dengan
total kolesterol
4. Uji Bivariat Variabel Penelitian
4.1.
Hubungan asupan zat gizi
dengan pengendalian kadar gula
darah puasa
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan
pengendalian kadar gula darah puasa di
ketahui terdapat hubungan signifikan antara
asupan energi dengan kadar gula darah
puasa dimana P= 0,032 (p<0,05). Hasil
penelitian
pula
menunjukkan
terdapat
hubungan antara asupan lemak dengan kadar
gula darah puasa P= 0,023 (p<0,005), dan
hubungan antara asupan karbohidrat dengan
kadar gula darah puasa P=0,003 (p<0,05),
namun sebaliknya tidak terdapat hubungan
antara asupan protein dengan kadar gula
darah puasa P=0,842 (p>0,05), lihat tabel 6.
Ketegori
Asupan Energi
Kadar Kolesterol Total
Asupan Protein
Kadar Total kolesterol
Asupan Lemak
Kadar total kolesterol
Mean
2168,14
241,12
73,79
241,12
51,48
241,12
SD
235,64
56,41
6,63
56,41
10,67
56,41
Asupan Karbohidrat
Kadar total kolesterol
357,37
241,12
32,33
56,41
4.3.
P
0,141
0,012
0,500
0,029
Hubungan asupan zat gizi
dengan pengendalian LDL
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan
pengendalian kadar LDL di ketahui tidak
terdapat hubungan antara asupan energi
dengan kadar LDL dimana P= 0,382 (p>0,05).
Hasil penelitian diketahui juga tidak terdapat
hubungan antara asupan protein dengan
kadar LDL dimana P= 0,750 (p>0,005), dan
tidak terdapat hubungan antara asupan lemak
331 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
dengan kadar LDL P=0,646 (p>0,05), juga
tidak terdapat hubungan antara asupan
karbohidrat dengan LDL P=0,325 (p>0,05),
lihat tabel 8.
Tabel 8. Hubungan asupan zat gizi
dengan LDL
Ketegori
Asupan Energi
Kadar LDL
Asupan Protein
Kadar LDL
Mean
2168,14
149,22
73,79
149,22
SD
235,64
46,18
6,63
46,18
Asupan Lemak
Kadar LDL
Asupan Karbohidrat
Kadar LDL
51,48
149,22
357,37
149,22
10,67
46,18
32,33
46,18
Olga L. Paruntu
antara asupan lemak dengan kadar trigliserida
P=0,901 (p>0,05), juga tidak terdapat
hubungan antara asupan karbohidrat dengan
kadar trigliserida P=0,971 (p>0,05), lihat tabel
10.
Tabel 10. Hubungan asupan zat gizi
dengan Trigliserida
P
0,382
0,750
0,643
0,325
Hubungan asupan zat gizi
dengan pengendalian HDL
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan
pengendalian kadar HDL di ketahui tidak
terdapat hubungan antara asupan energi
dengan kadar HDL dimana P= 0,636 (p>0,05).
Hasil penelitian diketahui juga tidak terdapat
hubungan antara asupan protein dengan
kadar HDL dimana P= 0,341 (p>0,005), dan
tidak terdapat hubungan antara asupan lemak
dengan kadar HDL P=0,598 (p>0,05), juga
tidak terdapat hubungan antara asupan
karbohidrat dengan HDL P=0,836 (p>0,05),
lihat tabel 9.
Ketegori
Asupan Energi
Kadar trigliserida
Asupan Protein
Kadar trigliserida
Asupan Lemak
Kadar trigliserida
Asupan Karbohidrat
Kadar trigliserida
Mean
2168,14
187,64
73,79
187,64
51,48
187,64
357,37
187,64
SD
235,64
58,34
6,63
58,34
10,67
58,34
32,33
58,34
P
0,797
0,766
0,901
0,971
4.4.
Tabel 9. Hubungan asupan zat gizi dengan HDL
Ketegori
Asupan Energi
Kadar HDL
Asupan Protein
Kadar HDL
Asupan Lemak
Kadar HDL
Asupan Karbohidrat
Kadar HDL
5.
Mean
2168,14
49,38
73,79
49,38
51,48
49,38
357,37
49,38
SD
235,64
9,86
6,63
9,86
10,67
9,86
32,33
9,86
P
0,636
0,341
0,598
0,836
Hubungan asupan zat gizi
dengan pengendalian trigliserida
Hasil penelitian asupan zat gizi dengan
pengendalian kadar trigliserida di ketahui tidak
terdapat hubungan antara asupan energi
dengan kadar trigliserida dimana P= 0,797
(p>0,05). Hasil penelitian diketahui juga tidak
terdapat hubungan antara asupan protein
dengan kadar trigliserida dimana P= 0,766
(p>0,005), dan tidak terdapat hubungan
1. Hubungan asupan energi dengan
pengendalian kadar glukosa darah
puasa
Penelitian ini diketahui bahwa rata-rata
kadar gula darah puasa yaitu 136,64 mg/dl,
tingkat asupan energi berlebihan memiliki
kadar glukosa darah tidak terkendali, hasil uji
korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna asupan energi dengan
pengendalian kadar glukosa darah pada
pengidap diabetes melitus.
Energi
dalam
tubuh
manusia
dihasilkan melalui proses metabolisme
beberapa zat gizi antara lain karbohidrat,
protein dan lemak yang bersumber dari bahan
makanan yang dikonsumsi setiap hari. Dalam
proses perubahannya menjadi energi zat-zat
makanan tersebut harus dipecah menjadi
bahan dasar seperti glukosa serta masuk
terlebih dahulu ke dalam sel melalui proses
metabolisme (Syahbudin, 2002).
Di dalam sel, zat makanan terutama
glukosa dibakar melalui proses kimia yang
rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya
energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam
proses metabolisme itu insulin memegang
peran yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
bakar (Syahbudin, 2002).
Glukosa merupakan bahan dasar
energi dan proses masuknya glukosa ke
dalam sel membutuhkan hormon insulin yang
dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Pada
332 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
pengidap penyakit diabetes melitus tipe 2
memiliki jumlah insulin normal atau berlebih,
namun reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel kurang sehingga jumlah
glukosa yang masuk ke dalam sel lebih sedikit
(Asdie, 2000)
Tidak terkendalinya kadar glukosa
darah pada pengidap yang memiliki asupan
energi yang melebihi kebutuhan dapat
disebabkan oleh rendahnya reseptor hormon
insulin di permukaan sel yang berfungsi untuk
membantu glukosa untuk masuk dalam sel
sehingga glukosa yang dibentuk dari sumber
energi tidak mampu menuju sel-sel dari organ
yang
membutuhkan,
seperti
yang
dikemukakan oleh: Suyono (1999), Meski ciricirinya tidak selalu tampak pada pengidap DM
tipe 2, namun diyakini bahwa kelainan
metabolik ini berkaitan dengan faktor genetik
dan gejala klinik yang paling utama adalah
intoleransi glukosa.
Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa tidak terkendalinya kadar glukosa
darah pada pengidap DM tipe 2 disebabkan
oleh tingginya produksi glukosa yang berasal
dari asupan energi yang melebihi kebutuhan
sehingga tidak mampu diserap dan diedarkan
ke dalam sel-sel yang membutuhkan karena
rendahnya reseptor insulin, seperti yang
ditemukan dalam penelitian ini bahwa
pengidap DM tipe 2 dengan asupan energi
melebihi kebutuhan memiliki risiko 31 kali
lebih besar untuk mengalami kadar glukosa
darah tidak terkendali dibandingkan dengan
pengidap yang asupan energinya sesuai
kebutuhan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
Salman
(2003)
yang
menjelaskan bahwa pada pengidap diabetes
melitus dengan berat badan gemuk yang
mengalami penurunan asupan energi ratarata perhari diikuti dengan penurunan kadar
glukosa darah, demikian juga pada pengidap
yang memiliki berat badan normal dengan
intake energi yang mendekati normal diikuti
dengan terkendalinya kadar glukosa darah.
2. Hubungan asupan protein dengan
pengendalian kadar glukosa darah
Protein merupakan sumber asam
amino yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pertumbuhan serta sumber energi bersama
karbohidrat dan lemak. Protein terdiri dari 2
jenis yaitu protein hewani dan protein nabati,
Olga L. Paruntu
pada masyarakat Indonesia sumber utama
protein berasal dari jenis nabati yang
bersumber pada beberapa kacang-kacangan
karena mudah didapat dan harganya relatif
murah.
Hasil penelitian
pada pengidap
diabetes melitus tipe 2 diketahui bahwa ratarata konsumsi protein 73,79 g, hasil uji
korelasi tidak menunjukkan hubungan yang
bermakna tingkat asupan protein dengan
pengendalian kadar glukosa darah.
Tidak
adanya
hubungan
yang
bermakna tingkat asupan protein dengan
pengendalian
kadar
glukosa
darah
dikarenakan fungsi utama protein adalah
untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel
yang rusak. Protein akan digunakan sebagai
sumber energi apabila ketersediaan energi
dari sumber lain yaitu karbohidrat dan lemak
tidak
mencukupi
melalui
proses
glikoneogenesis.
Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Almatsier (2003) dan
Djojosoebagio (1996) bahwa pencernaan
protein menghasilkan asam amino dan
sebagian besar asam amino digunakan untuk
pembangunan protein tubuh. Bila tidak
tersedia cukup karbohidrat dan lemak untuk
kebutuhan energi maka sebagian dari asam
amino dipecah melalui jalur yang sama
dengan glukosa untuk menghasilkan energi.
Meskipun analisis menunjukkan tidak
ada hubungan yang nyata namun secara
deskriptif ada kecenderungan pengidap DM
tipe 2 yang mengkonsumsi protein melebihi
kebutuhan memiliki kadar glukosa darah tidak
terkendali, hal ini disebabkan karena asupan
protein yang berlebihan mengakibatkan
degradasi asam amino berlebihan dan akan
menjadi precursor glukosa dan asetil-CoA
yang akan digunakan sebagai sumber energi
(Linder, 1985).
Hal tersebut juga dikemukakan oleh:
Asdie (2000) bahwa pada pengidap diabetes
yang tidak terkendali protein tubuh akan
dipecah menjadi asam amino yang akan
digunakan sebagai substrat untuk proses
glikoneogenesis sehingga kadar glukosa
darah pengidap diabetes semakin meningkat.
Almatsier (2003), protein dalam jumlah yang
berlebihan akan diubah menjadi lemak dan
disimpan dalam tubuh yang juga akan
menjadi
substrat
untuk
proses
glikoneogenesis.
333 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
Pada penelitian ini diketahui pada
pengidap yang memiliki asupan protein sesuai
dengan kebutuhan sebagian besar memiliki
kadar glukosa darah tidak terkendali yaitu
sebanyak 11,5%, hal tersebut dikarenakan
walaupun asupan protein baik namun asupan
energi lebih dari kebutuhan yang bersumber
dari karbohidrat dan lemak.
3. Hubungan asupan lemak dengan
pengendalian kadar glukosa darah
Fungsi utama lemak adalah sebagai
sumber energi dan mempunyai nilai kalori
yang paling tinggi dibandingkan dengan zat
gizi lain yaitu mengandung 9 kilo kalori setiap
1 gram lemak. Pada penelitian ini diketahui
asupan lemak pada pengidap sebagian besar
melebihi kebutuhan yaitu 69,2% yang terdapat
pada pengidap dengan kadar glukosa darah
terkendali sebanyak 19,2% dan tidak
terkendali 50,0%, hal tersebut dikarenakan
pengolahan makanan pada sebagian besar
pengidap menggunakan minyak yaitu dengan
cara menggoreng, terutama pengolahan jenis
snack yang dikonsumsi, seperti bakwan dan
pisang goreng.
Dalam
penelitian
ini
diperoleh
gambaran bahwa tingkat asupan lemak
pengidap DM tipe 2 dengan kadar glukosa
darah tidak terkendali sebagian besar yaitu
50% melebihi kebutuhan, dan uji kai kuadrat
menunjukkan ada hubungan yang bermakna
tingkat asupan lemak dengan pengendalian
kadar glukosa darah.
Dalam proses metabolisme lemak yang
sebagian besar sebagai trigliserida harus
dipecah menjadi gliserol dan asam lemak
sebelum
diabsorbsi
melalui
proses
emulsifikasi, hasil pencernaan lemak dalam
bentuk lipida diabsorbsi kedalam membran
mucosa usus halus dengan cara difusi pasif.
Kelebihan asupan lemak akan menimbulkan
suplai lemak berlebihan dalam hati sehingga
melalui proses lipogenesis
dan dengan
bantuan Very Low Density Lipoprotein
(VLDL) lemak dapat disimpan di jaringan
adipose sedangkan gliserol dapat diubah
mejadi
glukosa
melalui
proses
glikoneogenesis (Almatsier, 2003)
Adanya kelainan patologis pada
pengidap DM tipe 2 berupa rendahnya
reseptor insulin telah menimbulkan rendahnya
kadar glukosa dalam sel-sel tubuh, hal ini
mendorong terjadinya proses glikoneogenesis
untuk memobilisasi cadangan lemak tubuh
Olga L. Paruntu
agar menghasilkan glukosa yang dibutuhkan
sel-sel tersebut, proses ini menyebabkan
kadar glukosa dalam darah meningkat.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa asupan lemak yang melebihi
kebutuhan pada pengidap DM tipe 2 telah
menyebabkan tidak terkendalinya kadar
glukosa darah, sesuai dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengidap DM tipe 2 yang
asupan
lemaknya
melebihi
kebutuhan
memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk tidak
mampu mengendalikan kadar glukosa darah
dibandingkan pengidap DM tipe 2 yang
asupan lemak sesuai dengan kebutuhan.
Penelitian
ini
sesuai
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Heilbronn, et
al. (2002) yang membuktikan bahwa
pemberian diet rendah lemak dan tinggi
karbohidrat dengan indeks glikemik rendah
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada
pengidap DM tipe 2 yang memiliki kadar
glukosa darah tidak terkendali.
4. Hubungan asupan karbohidrat dengan
pengendalian kadar glukosa darah
Karbohidrat merupakan sumber utama
energi dan memiliki persentase yang cukup
besar dalam susunan menu sehari-hari serta
mudah dijangkau karena harga yang relatif
murah. Dalam proses metabolisme tubuh
semua jenis karbohidrat, baik disakarida dan
monosakarida seperti fruktosa dan galaktosa
diabsorbsi melalui sel epitel usus halus dan
diangkut oleh sistem sirkulasi darah melalui
vena porta dibawa ke hati selanjutnya diubah
menjadi glukosa dan masuk dalam aliran
darah (Almatsier, 2003).
Hasil penelitian membuktikan bahwa
pengidap DM tipe 2 yang memiliki asupan
karbohidrat melebihi kebutuhan cenderung
tidak mampu melakukan pengendalian kadar
glukosa darah dibandingkan dengan pengidap
yang
asupan
karbohidratnya
sesuai
kebutuhan, dan hasil analisis kai kuadrat
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna jumlah asupan karbohidrat dengan
pengendalian kadar glukosa darah.
Tidak terkendalinya kadar glukosa
darah pada pengidap DM tipe 2 yang asupan
karbohidratnya
melebihi
kebutuhan
disebabkan karena tingginya pembentukan
glukosa yang bersumber dari karbohidrat dan
rendahnya reseptor insulin, seperti yang
diungkapkan oleh Edgren (2004), bahwa pada
pengidap DM tipe 2, jumlah insulin bisa
334 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
normal atau lebih, tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat dalam permukaan sel
yang kurang.
Almatsier (2003), menyebutkan bahwa
mekanisme penurunan glukosa darah oleh
insulin melalui peningkatan laju penggunaan
glukosa melalui oksidasi glikogenesis yaitu
proses pembentukan glikogen dari glukosa.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
pengidap DM tipe 2 yang memiliki kekurangan
resptor insulin menyebabkan rendahnya
jumlah glukosa yang masuk kedalam sel dan
rendahnya laju oksidasi glikogenesis untuk
merubah glukosa menjadi glikogen yang akan
disimpan di hati dan otot sebagai cadangan
energi.
Tingginya asupan karbohidrat dan
rendahnya resptor insulin
menyebabkan
glukosa yang dihasilkan dari metabolisme
karbohidrat yang dikonsumsi dalam jumlah
yang melebihi kebutuhan semakin meningkat
di pembuluh darah dan tidak dapat
dikendalikan dalam batas-batas normal Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa pengidap DM tipe 2 yang
asupan karbohidrat melebihi kebutuhan
memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk tidak
dapat mengendalikan kadar glukosa darah
dibandingkan dengan pengidap yang asupan
karbohidratnya sesuai kebutuhan.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Waspadji et al.
(2003), membuktikan bahwa setiap bahan
makanan mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap kenaikan kadar glukosa darah,
karena sifat bahan makanan itu sendiri
maupun cara memasak atau menyajikannya.
Pada penelitian ini didapatkan pada
pengidap DM tipe 2 yang memiliki asupan
karbohidrat kurang dari kebutuhan sebagian
besar memiliki kadar glukosa darah terkendali
yaitu 27,0%, hal tersebut dikarenakan
pengidap memiliki status gizi lebih sehingga
memiliki simpanan glukosa yang banyak
terutama berupa simpanan lemak tubuh
sehingga walaupun asupan karbohidrat
kurang masih bisa mengendalikan kadar
glukosa darah karena terjadinya pemecahan
lemak tubuh yang akan diikuti dengan
penurunan berat badan. Dalam hal ini
walaupun asupan karbohidrat kurang dari
kebutuhan namun tidak sampai kurang dari
kebutuhan basal.
Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian
Heilbronn et al. (2002) bahwa penurunan
Olga L. Paruntu
berat badan pada pengidap DM tipe 2 dengan
obesitas dapat mengontrol kadar glukosa
darah dan metabolisme lipoprotein. Selain
dari itu beberapa diantaranya walaupun
memiliki asupan karbohidrat kurang namun
asupan lemak lebih dari kebutuhan sehingga
glukosa darah tetap terkendali dengan
diubahnya lemak menjadi glukosa.
5. Hubungan asupan zat gizi dengan
kolesterol total
Ada beberapa cara menanggulangi
masalah gizi lebih. Cara penanggulangan gizi
lebih dapat dilakukan dengan memperhatikan
keseimbangan antara masukan dan keluaran
energi melalui pengurangan makan dan
pertambahan latihan fisik atau olahraga serta
menghindari
tekanan
hidup/sterss.
Penyeimbangan masukan energi dilakukan
dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan
lemak serta menghindari konsumsi alkohol
(Almatsier, 2001). Oleh sebab itu, perlu
dilakukan
modifikasi
diet
dalam
penanggulangan gizi lebih.
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kadar lipid darah. Salah
satunya adalah asupan energi. Menurut
Waspadji (2004), asupan energi tergolong
lebih memiliki resiko menderita hiperlipidemia
4,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang mempunyai asupan energi
tergolong baik, sedangkan asupan protein
tergolong lebih memiliki peluang yang sama
untuk menderita hiperlipidemia dengan orang
yang mengkonsumsi protein tergolong baik.
Dengan demikian energi yang berasal dari
karbohidrat dan protein harus diperhatikan
dalam menjaga kadar kolesterol total.
6. Hubungan asupan zat gizi dengan LDL
Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh,
namun harus dikonsumsi sesuai kebutuhan
dan tidak berlebihan. Konsumsi protein secara
berlebihan tidak menguntungkan tubuh.
Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi
lemak. Kelebihan asam amino memberatkan
ginjal dan hati. Kelebihan protein akan
menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare,
kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum
darah dan demam (Almatsier, 2001).
Penyerapan
hasil
pencernaan
memerlukan energi termasuk beberapa
sistem pengangkut untuk asam amino netral,
basa dan asam amino lainnya untuk
335 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
dipeptida. Dengan masuknya ke dalam darah
untuk didistribusi, asam amino masuk ke
dalam hati sebagai asama amino berlebihan
menjadi prekursor glukosa yang digunakan
sebagai sumber energi atau disimpan dalam
bentuk glikogen dan trigliserida. Sumber
protein berasal dari hewani dan nabati.
Protein hewani cenderung hiperkolesterolemik
sedangkan
protein
nabati
cenderung
hipokolesterolemik. Pada penelitian dengan
menggunakan kelinci dan ayam, kasein
dengan atau tanpa kolesterol lebih aterogenik
dari pada protein kedelai, dan konsumsi
kasein menurunkan ekskresi sterol-sterol dan
asam empedu dan turn over kolesterol plasma
(Linder, 1992).
Salah satu bahan makanan yang
termasuk protein nabati adalah kedelai. Studi
epidemiologi telah membuktikan bahwa
masyarakat
yang
secara
teratur
mengkonsumsi
makanan
dari
kedelai
mempunyai resiko yang lebih kecil terhadap
penyakit aterosklerosis. Protein kedelai dapat
menyebabkan penurunan yang nyata dalam
kolesterol total, kolesterol-LDL dan trigliserida
serta meningkatkan kolesterol-HDL (Koswara,
2006). Demikian pula hasil penelitian Eriana
(2008) menunjukkan bahwa ada hubungan
negatif antara konsumsi protein kedelai dan
hasil olahannya dengan kadar kolesterol total
yang berarti semakin besar konsumsi protein
kedelai maka semakin rendah kadar
kolesterol total. Dengan demikian, sebaiknya
sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi
adalah protein nabati yaitu protein yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Penelitian
Jenkins
(2001)
juga
menunjukkan bahwa asupan protein tinggi
mengakibatkan penurunan kadar trigliserida
darah. Dan McVeigh et al., (2006)
menunjukkan bahwa pemberian protein yang
berasal
dari
kacang
kedelai
dapat
menurunkan kolesterol dibandingkan dengan
pemberian protein yang berasal dari susu
sapi.
Olga L. Paruntu
adalah lemak total, lemak jenuh dan energi
total. Kandungan kolesterol dalam makanan
dapat meningkatkan kolesterol darah, tetapi
lebih sedikit dibandingkan dengan lemak
jenuh. Jenis lemak yang perlu dikurangi
adalah lemak jenuh (Almatsier, 2001).
Demikian pula Jellinger et al., (2000)
mengatakan bahwa untuk menurunkan kadar
lemak darah maka dianjurkan untuk
mengurangi asupan lemak jenuh dalam diet
dan akan lebih baik bila disertai dengan
peningkatan asupan serat yang berasal dari
gandum, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Menurut Widdman (1992), lemak yang
berasal dari makanan, akan dibawa ke hati
dalam
bentuk
kilomikron.
Kilomikron
seharusnya tidak ada lagi dalam peredaran
darah pada saat beberapa jam setelah
makan. Makanan yang mengandung kalori
tinggi (khususnya yang mengandung banyak
lemak dan karbohidrat) akan meningkatkan
trigliserida serum khususnya jenis Very Low
Density Lipoprotein (VLDL). Sementara itu,
makanan
yang
banyak
mengandung
kolesterol dan mengandung lemak jenuh
(saturated fatty acid) akan meningkatkan Low
Density Lipoprotein (LDL).
Konsumsi makanan yang mengandung
lemak (kolesterol dan trigliserida) memicu
pelepasan asam empedu dari kantung
empedu (yang diproduksi hati) mernuju usus.
Asam empedu dibutuhkan untuk membentuk
”micelles” atau droplet lemak yang teremulasi.
Mengingat sebagian besar tubuh manusia
mengandung air, maka kolesterol dan nutrisi
lemak lainnya harus dalam bentuk terelmusi
(perlu emulsifier) supaya mudah diabsorpsi
oleh usus. Di dalam usus, “mixed micelles”
(kolesterol, trigliserida, asam empedu, protein)
ada yang diserap dan ada yang dibuang.
“Mixed Micelles” yang diserap (chylomicrons)
akan diekresi di hati menjadi VLDL (Very Low
Density Lipoprotein). VLDL mengandung
sebagian besar lemak, kolesterol dan
sejumlah kecil protein. VLDL ini dikenal
sebagai kolesterol jahat yang kemudian
masuk ke aliran darah (Anonim, 2005).
7. Hubungan asupan zat gizi dengan HDL
Konsumsi lemak yang berlebih akan
menimbulkan dampak yang tidak baik 8. Hubungan asupan zat gizi dengan
Trigliserida
terhadap kesehatan. Peningkatan kadar
kolesterol berpengaruh tidak baik pada
Karbohidrat yang dikonsumsi harus
jantung dan pembuluh darah.
sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang
Makanan
adalah
faktor
yang terlalu
tinggi
karbohidrat
sederhana
berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah, berasosiasi dengan hiperlipidemia tetapi
dalam hal ini Low Density Lipoprotein (LDL), karbohidrat kompleks seperti zat tepung
336 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
kurang aterogeni dibandingkan dengan
bentuk karbohidrat lainnya (mono dan
disakarida). Kuo dan Baised melaporkan
bahwa penggantian tepung dengan gula pada
pasien hiperlipidemia dapat meningkatkan
trigliserida serum, kolesterol dan fosfolipid
(Waspadji et al.,2003).
Apabila karbohidrat berlebih maka
glukosa yang dihasilkan juga akan berlebih.
Menurut Linder (1992) kelebihan glukosa
akan dikonversi menjadi asam-asam lemak
dan trigliserida terutama oleh hati dan jaringan
lemak. Trigliserida yang terbentuk dalam hati
dibebaskan ke dalam plasma sebagai Very
Low Density Lipoprotein (VLDL) yang akan
diambil oleh jaringan untuk disimpan sebagai
lemak.
Salah satu bentuk karbohidrat adalah
polisakarida. Menurut data epidemiologik,
konsumsi serat makanan (khususnya yang
berasal dari polisakarida nonpati yang larut air
seperti gum dan pektin) mempunyai pengaruh
untuk menurunkan profil lipid darah.
Penurunan ini terutama terlihat pada fraksi
LDL yang disertai dengan penurunan
kandungan kolesterol dalam hati dan jaringan
lain (Almatsier, 2001).
Penelitian
lainnya
seperti
yang
dilakukan oleh Merchant et al., (2007)
membuktikan bahwa konsumsi karbohidrat
yang tinggi berhubungan dengan kadar
triasilgliserol dalam darah dan beberapa jenis
bahan makanan yang berbahan dasar gula
seperti soft drink, jus dan makanan kecil
berhubungan dengan tingginya kadar HDL
dalam darah. Demikian pula penelitian
Yunsheng M. Et al., (2006) menunjukkan
bahwa asupan karbohidrat berhubungan
dengan profil lipid, dimana semakin tinggi
asupan karbohidrat maka kadar lipid dalam
darah juga semakin meningkat. Kadar
trigliserida plasma banyak dipengaruhi oleh
kandungan
karbohidrat
makanan
dan
kegemukan (Almatsier, 2001).
KESIMPULAN
1. Asupan energi, lemak dan karbohidrat
berhubungan dengan pengendalian kadar
glukosa darah, namun asupan protein
tidak berhubungan dengan pengendalian
kadar glukosa darah.
2. Ada hubungan antara asupan protein,
karbohidrat dengan pengendalian kadar
Olga L. Paruntu
kolesterol total. Tidak terdapat hubungan
antara asupan zat gizi dengan kadar LDL,
HDL, maupun kadar trigliserida.
SARAN
1.
Penelitian
ini
hanya
mengukur
pengendalian kadar glukosa darah melalui
pengukuran kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam post prandial (pp) sehingga
nilainya sangat variatif dari waktu ke waktu,
dengan demikian kami menyarankan untuk
melakukan penelitian dengan masalah
yang sama dengan melakukan pengukuran
Hb A1c sehingga pengukuran kadar
glukosa darah lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alamtsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar
Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
2. American
Diabetes
Association.
(2005), Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus, Diabetes Care 2005;
28: S37-S42
3. Asdie, A.H. (2000), Patogenesis dan
terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. Edisi 1,
Cetakan
1,
Medika
Fakultas
Kedokteran UGM, Yogyakarta.
4. Gibson, R.S. (1990), Principle of
Nutrition Assasment, New York :
Oxford University Press
5. Karyadi, E. (2002). Kiat Mengatasi
Penyakit
Diabetes,
Hiperkolesterolemia, Stroke. Cetakan
pertama, PT. Intisari Mediatama,
Jakarta
6. Linder, Maria C. 1992. Nutritional
Biochemistry
and
Metabolism,
Terjemahan Parakkasi, A. Biokimia
Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: UI
Press
7. Merchant A.T., Anand S.S, Kelemen
L.E. Vuksan V., Jacobs R.,Davis B.,
Teo K., Yusuf S., untuk The SHARE
dan SHARE-AP Investigators. 2007.
Carbohydrate Intake and HDL in a
Multiethnic Population. Am J Clin Nutr
85 : 225-30. Download: www.ajcn.org
tanggal 4 Mei 2008
8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI).
(2002).
Konsensus
337 GIZIDO Volume 4 No. 1 Mei 2012
Asupan Gizi Dengan Pengendalian
Pengelolaan Diabetes Melitus di
Indonesia 2002
9. Shahab, A. (2004). Dasar-dasar
Genetik Diabetes Melitus Tipe 2, Protal
Informasi Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia, Seri : Endokrinologi –
Metabolisme
10. Soegondo, S. Sukardji, K. (2002),
Sukrosa
dan
Diabetes
Melitus,
Cetakan 2, Pusat Diabetes & Lipid
RSUP
Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo-FKUI, Jakarta
11. Sukardji, K. (1999). Penatalaksanaan
Gizi pada Diabetes Melitus. Cetakan 1,
Pusat Diabetes & Lipid
RSUP
Nasional Dr. Cipto MangunkusumoFKUI, Jakarta
12. Suminarti, W. Purba, M. Handayani,
N.D. Wiyono, P. (2002). Perubahan
Berat Badan dan Kadar Gula Darah
pada Kelompok Senam Diabetes
Persadia Cabang RS DR Sardjito
Yogyakarta,
Prosiding
Kongres
Nasional Persagi,Jakarta
13. Suyono, S. (1999). Kecenderungan
Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes
Melitus. Cetakan 1, Pusat Diabetes &
Lipid RSUP
Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo-FKUI, Jakarta
14. Syahbudin, S. (2002) Diabetes Melitus
dan Pengelolaannya. Cetakan 2,
Pusat Diabetes & Lipid
RSUP
Nasional Dr. Cipto MangunkusumoFKUI, Jakarta
15. Tjokroprawiro, A. (2006). Diabetes
Melitus, Klasifikasi, Diagnosis dan
Dasar-dasar Terapi, Edisi 2, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
16. Waspadji, S. Suyono, S. Sukardji, K.
Moenarko, M. (2003). Indeks Glikemik
Berbagai Makanan Indonesia. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
17. Waspadji, Sarwono. 2003. Pengkajian
Status Gizi, Studi Epidemiologi.
Jakarta:FK - UI
18. Winarti, H. Purba, M. Wiyono, P.
(2002). Pola Makan Diabetes Melitus
Rawat Jalan di RS Dr.Sardjito
Yogyakarta,
Prosiding
Kongres
Nasional Persagi,Jakarta
Olga L. Paruntu
Download