BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parahnya kondisi krisis keuangan global yang diikuti dengan runtuhnya Lehman Brothers1 pada September 2008 menyebabkan pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia melakukan berbagai langkah untuk menstabilkan kondisi keuangan dan mendukung permintaan agregat. Di Amerika Serikat (AS), sebuah kebijakan pelonggaran moneter yang signifikan dilakukan baik dengan menggunakan langkah konvensional maupun nonkonvensional. Pada 16 Desember 2008, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), dalam upaya untuk memperbaiki kondisi resesi yang disebut sebagai yang terburuk sejak resesi tahun 1937-38, mengurangi suku bunga federal funds hampir mendekati nol. Sejak saat itu, dengan telah menggunakan semua kebijakan konvensional yang standar, The Federal Reserve (The Fed) mulai melakukan kebijakan nonkonvesional yang disebut dengan quantitative easing (QE). Secara sederhana, QE merujuk pada perubahan komposisi dan/atau ukuran neraca bank sentral yang dirancang untuk meningkatkan kondisi likuiditas dan/atau kredit. QE dilakukan dengan cara pembelian dalam jumlah besar surat berharga jangka panjang, termasuk surat utang pemerintah (treasuries), agency bonds 2 , dan agency 1 Kebangkrutan perusahaan jasa keuangan Lehman Brothers merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS, dengan Lehman memegang aset lebih dari 600 miliar dolar AS (Marketwatch, 2008). 2 Sebuah obligasi yang diterbitkan oleh suatu badan pemerintah namun tidak dijamin sepenuhnya seperti surat utang pemerintah AS dan surat utang daerah. Badan atau lembaga yang termasuk di dalamnya antara lain seperti Fannie Mae, Freddie Mac, Sallie Mae dan Federal Home Loan Banks (The Securities Industry and Financial Markets Association, 2013). 1 mortgage backed securities3. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa instrumen kebijakan konvensional bank sentral seperti suku bunga overnight akan lebih baik dan dapat diandalkan daripada QE. Lalu mengapa gubernur bank sentral secara rasional memilih untuk melakukan QE? Jawabannya adalah karena dalam kondisi yang sangat buruk, bank sentral dapat memangkas suku bunga nominal sampai tingkat nol persen, namun masih belum dapat merangsang kondisi perekonomian. Situasi di mana suku bunga nominal telah menyentuh tingkat nol persen disebut dengan perangkap likuiditas (liquidity trap) (Krugman, 1998). Ketika suku bunga tidak dapat ditekan di bawah nol dan ketika suku bunga bank sentral mendekati nol maka pengaruh kebijakan moneter dalam perekonomian menjadi tidak signifikan. Meskipun suku bunga mendekati nol, masih ada cara lain untuk mempengaruhi harga uang, yaitu melalui QE. Tujuannya adalah untuk menurunkan suku bunga yang dihadapi oleh perusahaan dan rumah tangga serta menciptakan uang baru untuk digunakan dalam perekonomian. Dengan demikian, bank sentral dapat menggunakan uang baru tersebut untuk membeli surat berharga seperti obligasi pemerintah, obligasi korporasi, saham dan bentuk aset lainnya. Kondisi ini kemudian akan menyebabkan harga aset mengalami penaikan dan imbal hasil atau suku bunga mengalami penurunan. Dengan pinjaman yang lebih murah maka harapannya bank sentral dapat kembali mendorong permintaan ke dalam perekonomian dan menariknya keluar dari resesi. 3 Salah satu produk sekuritisasi di mana sekuritas dijamin dengan hipotek (mortgage). Hipotek dijual kepada sekelompok individu (instansi pemerintah atau bank investasi) yang kemudian melakukan sekuritisasi hipotek bersama-sama dengan surat utang yang lain menjadi suatu produk sekuritas yang dapat dijual kepada investor (The Securities Industry and Financial Markets Association, 2013). 2 Sejak tahun 2007, The Fed telah melakukan kebijakan moneter yang ekspansif dalam upaya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Penurunan target suku bunga federal fund dari 5,25 persen hingga secara efektif nol persen adalah kebijakan pelonggaran yang luar biasa cepat (Grafik 1.1). Salah satu bagian penting dari upaya ini adalah dengan membeli surat utang pemerintah jangka pendek melalui operasi pasar terbukanya. Melalui pembelian aset tersebut, The Fed menyuntikkan lebih banyak uang ke dalam perekonomian. Pembelian tersebut, dengan kata lain, seharusnya dapat meningkatkan kegiatan ekonomi karena terdapat penambahan cadangan ke sistem perbankan komersial, sehingga memungkinkan bank untuk meminjamkan lebih banyak uang. Namun, karena tidak efektifnya operasi pasar terbuka ini dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, The Fed menerapkan beberapa putaran pembelian sekuritas yang dikenal sebagai QE. Di bawah kebijakan QE, the Fed membeli surat berharga jangka panjang dalam upaya untuk menurunkan suku bunga jangka panjang dan pada akhirnya lebih merangsang pinjaman. Persen (%) 6 5 4 3 2 1 Jan 07 Mar 07 Mei 07 Jul 07 Sep 07 Nov 07 Jan 08 Mar 08 Mei 08 Jul 08 Sep 08 Nov 08 Jan 09 Mar 09 Mei 09 Jul 09 Sep 09 Nov 09 Jan 10 Mar 10 Mei 10 Jul 10 Sep 10 Nov 10 Jan 11 Mar 11 Mei 11 Jul 11 Sep 11 Nov 11 Jan 12 Mar 12 Mei 12 Jul 12 Sep 12 Nov 12 Jan 13 Mar 13 Mei 13 Jul 13 Sep 13 Nov 13 Jan 14 Mar 14 Mei 14 Jul 14 Sep 14 0 Grafik 1.1 Suku Bunga Federal Fund, Jan 2007 - Sep 2014 Sumber: US Federal Reserve (www.federalreserve.gov) 3 Kebijakan QE tidak hanya mempengaruhi indikator perekonomian AS tetapi juga indikator perekonomian negara lain, terlebih dengan kondisi pasar yang makin terintegrasi. Kini perekonomian suatu negara telah sangat terbuka, sehingga kebijakan maupun perubahan yang berasal dari luar negeri dapat mempengaruhi kondisi perekonomian domestik. Kebijakan QE dan dampak yang disebabkan telah menjadi diskusi dan perdebatan yang hangat diantara para pembuat kebijakan dan akademisi terkait dengan kondisi perekonomian pasca-krisis. Ada kontroversi mengenai efektivitas dan kemungkinan adanya global spillover atas langkah kebijakan moneter nonkonvensional seperti QE (Barroso, et al., 2013). Diskusi mengenai apakah ekspansi moneter AS menyebabkan resesi atau booming di negara-negara lain serta apakah ekspansi moneter meningkatkan atau memperburuk neraca perdagangan telah lama didiskusikan, namun tetap menjadi suatu hal yang kontroversial. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh stimulus moneter AS paska krisis tahun 2008 terhadap fluktuasi perekonomian Indonesia (Grafik 1.2) serta mekanisme transmisi kejutan kebijakan moneter tersebut dalam rezim nilai tukar yang fleksibel. Kebangkrutan Lehman Brother pada September 2008 telah mengakibatkan penurunan yang sangat dalam pada PDB riil AS berikut fluktuasi perekonomiannya. Sebelum memasuki krisis global tahun 2008, fluktuasi perekonomian AS bernilai positif, hal ini berarti nilai aktual output (PDB) lebih besar daripada nilai potensialnya dan perekonomian beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi daripada kapasitasnya dalam jangka panjang; meskipun demikian kondisi tersebut tidak bertahan lama dan fluktuasi mengarah pada penurunan yang sangat drastik dan mencapai posisi terendah pada kuartal II 2009 yakni -3 persen deviasi dari tingkat potensialnya (nilai negatif 4 menunjukkan bahwa perekonomian beroperasi di bawah kapasitasnya dalam jangka panjang). Selain itu, perekonomian Indonesia juga menerima imbas dari kejadian tersebut. Walaupun nilai PDB secara agregat mengalami penaikan, nilai fluktuasi perekonomian mengalami nilai negatif yang berarti nilai aktual output (PDB) lebih kecil daripada nilai potensialnya. Grafik 1.2 Hubungan Fluktuasi AS dan Indonesia, Jan 2007- Jun 2014 Catatan : PDB riil asa (E(PDB)) dihitung menggunakan trend Hodrick-Prescott Filter Sumber : CEIC database, 2014, diolah 5 Berbeda dengan fluktuasi di AS, fluktuasi di Indonesia membentuk kecenderungan musiman (seasonal). Nilai output yang cenderung rendah di kuartal IV menjadi makin rendah akibat resesi ekonomi di AS dan mencapai posisi terendah pada kuartal IV 2009 yakni -2,8 persen deviasi dari tingkat potensialnya. Kondisi tersebut juga memberi informasi penting lain mengenai transmisi krisis ekonomi global ke Indonesia yang mengalami kelambanan (lag) selama kurang lebih dua kuartal. Setelah The Fed melakukan QE dalam tiga periode, kondisi perekonomian AS beranjak membaik, dan mulai kuartal III 2012, nilai fluktuasi adalah positif dan terakhir mencapai 2,13 persen pada kuartal II 2014. Begitu pula dengan fluktuasi perekonomian Indonesia yang memberikan arah penaikan walaupun dalam kecenderungan musiman. Fluktuasi perekonomian, transmisi kejutan kebijakan moneter, serta QE menjadi pokok pembahasan dalam penulisan skripsi ini dan akan dibahas secara lebih lanjut dalam bagian pembahasan. 1.2 Permasalahan Penelitian Kebijakan QE tidak hanya mempengaruhi indikator perekonomian AS tetapi juga indikator perekonomian negara lain. Hal tersebut kemudian memunculkan perdebatan apakah ekspansi moneter AS menyebabkan resesi atau ekspansi di negaranegara lain. Para pembuat kebijakan di negara-negara emerging market menunjukkan adanya kemungkinan spillover yang negatif dari QE, salah satunya yang berasal modal masuk dalam bentuk carry-trade4. Kondisi tersebut pada gilirannya memicu volatilitas 4 Carry-trade berarti pinjaman pada suku bunga rendah dan diinvestasikan dalam aset yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. 6 yang berlebihan dalam arus modal dan harga komoditas domestik. Meskipun demikian, pembuat kebijakan di negara maju berpendapat bahwa kebijakan pelonggaran moneter seperti QE ditujukan untuk mempertahankan pertumbuhan dan menghindari peristiwa negatif lainnya yang lebih ekstrim, sehingga juga mampu mendukung pertumbuhan di pasar negara-negara berkembang. Dalam ranah teori, terdapat dua sumber ambiguitas terkait efek ekspansi moneter. Ambiguitas yang pertama adalah hasil prediksi dari masing-masing model. Model Mundell-Flemming-Dornbusch (MFD) tradisional memiliki prediksi ambigu terkait efek yang ditimbulkan oleh ekspansi moneter. Ambiguitas dalam mekanisme transmisi moneter internasional juga muncul dari beberapa pengembangan kerangka kerja baru. Aplikasi model intertemporal (dengan harga atau upah tetap) untuk mekanisme transmisi moneter internasional, yaitu Svensson dan Van Wijnbergen (1989) dan Obstfeld dan Rogoff (1995), memberikan perspektif yang berbeda. Selain itu, ketika kedua kerangka menyarankan prediksi serupa, mekanisme transmisi yang rinci dapat berbeda di beberapa kasus. Celah empiris yang ada memunculkan pertanyaan, yaitu “apakah kebijakan QE menghasilkan efek spillover yang positif atau negatif ke negara berkembang seperti Indonesia? Lalu, melalui jalur transmisi manakah pengaruh QE tersebut hingga akhirnya mempengaruhi tingkat output di Indonesia? Serta apakah kejutan kebijakan moneter AS memberikan pengaruh pada fluktuasi, yakni berupa resesi atau ekspansi, bagi perekonomian Indonesia?” 7 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian bukanlah hal baru. Bernanke, Boivin dan Eliasz (2005) melakukan penelitian dan berusaha mengukur pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian menggunakan metode Factor-Augmented Vector Autoregressive (FAVAR). Selain itu, Mumtaz dan Surico (2009) berusaha melakukan penelitian mengenai pengaruh kejutan eksternal terutama kebijakan moneter AS terhadap fluktuasi makroekonomi di negaranegara emerging market dengan menggunakan pendekatan Structural Vector Autoregressive (SVAR). Tabel 1.1 menyajikan beberapa penelitian serupa mengenai pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian. 8 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No. 1. 2. Judul Penelitian Peneliti Measuring the Effects of Ben S. Bernanke, Monetary Policy: A Jean Boivin dan Factor-Augmented Vector Piotr Eliasz (2005) Autoregressive (FAVAR) Approach The Relationship between Exchange Rate and Stock Prices during the Quantitative Easing Policy in Japan Yutaka Kurihara (2006) Variabel Suku bunga federal fund, tingkat produksi industri, indeks harga konsumen, surat utang pemerintah jangka pendek (T-bill) dengan tenor 3 bulan, surat utang pemerintah jangka menengah (T-note) dengan tenor 5 tahun, basis moneter (M0), M2, nilai tukar JPY/USD, penggunaan kapasitas (capacity utilization), konsumsi produk tahan lama (durable consumption), konsumsi produk tidak tahan lama (nondurable consumption), tingkat pengangguran, rata-rata pendapatan per jam, jumlah konstruksi rumah baru (housing starts), imbal hasil dividen S&P, ekspektasi konsumen Indeks saham Jepang, indeks saham AS, nilai tukar JPY/USD, call interest rate Jepang, dan suku bunga federal fund Alat Analisis/Pendekatan Factor-Augmented VAR Approach Vector Autoregressive (VAR) Temuan Penting Metode FAVAR menghasilkan informasi yang sesuai dan signifikan untuk mengidentifikasi mekanisme transmisi moneter. Secara keseluruhan, hasil yang diperoleh memberikan gambaran yang komprehensif dan koheren atas efek kebijakan moneter pada perekonomian. Tingkat perubahan nilai tukar adalah positif dan signifikan terhadap harga saham. Sedangkan suku bunga tidak mempengaruhi harga saham. Suku bunga federal fund memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Dengan melakukan tes Kausalitas Granger, hasil menunjukkan bahwa Persamaan dan Perbedaan Persamaan: Kerangka penelitian yang bertujuan menganalisis efek kebijakan moneter serta mekanisme transmisinya. Perbedaan: Alat analisis, lokasi penelitian, periode penelitian, dan faktor kejutan kebijakan moneter yang digunakan. Persamaan: Kerangka penelitian yang bertujuan menganalisis pengaruh QE. Perbedaan: Lokasi penelitian, periode penelitian, alat analisis yang digunakan, dan 9 3. 4. External Shocks, US Monetary Policy and Macroeconomic Fluctuations in Emerging Markets The Transmission of Bartosz Mackowiak (2007) Haroon Mumtaz Suku bunga, nilai tukar, tingkat harga, output riil Aktivitas riil Structural VAR Factor-Augmented hipotesis harga saham AS tidak mempengaruhi harga saham Jepang ditolak. Di sisi lain, suku bunga AS juga berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham Jepang. Dengan menggunakan impulse response function, hasilnya jelas bahwa QE telah mempengaruhi harga saham Jepang. Estimasi SVAR yang dilakukan menunjukkan bahwa kejutan eksternal merupakan faktor penting bagi fluktuasi ekonomi makro di pasar negara berkembang relatif terhadap kejutan kebijakan moneter AS. Kejutan eksternal kurang lebih mempengaruhi satu setengah variasi dalam nilai tukar dan tingkat harga. Sedangkan, kejutan kebijakan moneter AS hanya mempengaruhi 0,1 fluktuasi makroekonomi. Kejutan kebijakan moneter AS memberi efek spillover yang cukup besar. Kejutan kebijakan moneter AS hanya menjelaskan sebagian kecil variasi tingkat harga dan output riil di AS. Namun, kejutan tersebut menjelaskan bagian yang lebih besar atas variasi tingkat harga dan output riil di negara emerging market. Efek dinamis pada variabel yang diamati. Persamaan: Menganalisis fluktuasi ekonomi makro di negara berkembang akibat kejutan eksternal dan kejutan kebijakan moneter AS. Perbedaan: Lokasi penelitian, periode penelitian, dan alat analisis yang digunakan. Persamaan: 10 International Shocks: A Factor-Augmented VAR Approach 5. The Effects of Quantitative Easing on Interest Rates: Channels and Implications for Policy dan Paolo Surico (2009) Arvind Krishnamurthy dan Annette VissingJorgensen (2011) (pertumbuhan output, kesempatan kerja, konsumsi, dan investasi), inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga. . Imbal hasil obligasi dan harga produk derivatif (federal funds futures contracts, CDS swap rates, inflation swap rates, dan implied volatility pada opsi suku bunga) VAR Approach Difference-indifference approach perekonomian UK atas penurunan suku bunga jangka pendek di seluruh dunia yang tak terduga adalah: inflasi harga rumah riil, investasi, PDB dan pertumbuhan konsumsi mencapai puncaknya setelah satu tahun; upah mencapai puncaknya setelah dua tahun, dan Indeks Harga Konsumen (IHK) dan PDB deflator mencapai puncaknya pada tahun ketiga. Nilai tukar nominal yang mencapai puncaknya setelah satu tahun menunjukkan bukti adanya “overshooting” yang tertunda. Kejutan penawaran internasional yang positif membuat distribusi sektoral pada deflator konsumsi UK miring secara negatif (negatively skewed). Kejutan kebijakan moneter dalam negeri (UK) tidak banyak mempengaruhi nilai tukar dan likuiditas; lebih jauh lagi, forward discount dan anomali harga minim terjadi, dan jika terjadi hanya dalam waktu yang singkat. Pembelian surat utang pemerintah jangka panjang dan surat utang jangka panjang lainnya secara signifikan menurunkan suku bunga nominal pada surat utang pemerintah, agency bonds, obligasi korporasi, dan mortgage-backed Kerangka penelitian yang bertujuan menganalisis efek kejutan internasional serta mekanisme transmisinya. Perbedaan: Lokasi penelitian, periode penelitian, dan faktor kejutan yang digunakan. Persamaan: Kerangka penelitian yang bertujuan menganalisis efek QE serta mekanisme transmisinya. Perbedaan: Lokasi penelitian, 11 6. The Financial Market Effects of the Federal Reserve’s Large-Scale Asset Purchases Joseph Gagnon, Matthew Raskin, Julie Remache, dan Brian Sack (2011) Unemployment gap, core CPI inflation, long-run inflation disagreement, six-month realized daily volatility of the on-the-run the year Treasury yield, surat utang pemerintah yang dipegang oleh Event-study approach dan ordinary least squares regression securities, namun dengan besaran yang berbeda antar jenis obligasi dan jatuh tempo. Untuk QE1 dan QE2 peneliti menemukan bukti yang signifikan untuk: (1) jalur transmisi signaling yang menurunkan imbal hasil semua obligasi (dengan efek yang lebih besar pada obligasi jangka menengah daripada jangka panjang), (2) jalur tranasmisi keamanan (safety channel) yang menurunkan imbal hasil untuk obligasi bebas risiko jangka menengah dan jangka panjang karena karakter pembelian yang unik untuk aset bebas risiko dan pembelian The Fed mengurangi pasokan aset tersebut dan karenanya meningkatkan ekuilibrium safety-premium, dan (3) jalur transmisi inflasi dengan bukti dari tingkat inflation swap dan TIPS yang menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi yang meningkat menyiratkan penurunan yang lebih besar pada suku bunga riil daripada suku bunga nominal. Terdapat bukti bahwa pembelian aset dalam jumlah besar menyebabkan penurunan suku bunga jangka panjang atas berbagai surat berharga, bunga, termasuk surat berharga yang tidak termasuk dalam program periode penelitian, dan alat analisis yang digunakan. Persamaan: Menganalisis mekanisme QE dan pengaruhnya terhadap perekonomian. Perbedaan: Lokasi penelitian, 12 publik, surat utang pemerintah yang dipegang oleh Federal Reserve, debt securities AS 7. Quantitative Easing, Portfolio Choice and International Capital Flows Marcel Fratzscher, Marco Lo Duca, dan Roland Straub (2012) Arus masuk portofolio saham, arus masuk portofolio obligasi, indeks harga saham, perubahan pada imbal hasil obligasi, nilai tukar, dummy variable pengumuman QE1, dummy variable pengumuman QE2, likuiditas, surat utang pemerintah, mortgagebacked securities, imbal hasil surat utang pemerintah dengan tenor 10 tahun, imbal hasil surat utang pemerintah jangka pendek (T-bill) dengan tenor 3 bulan, indeks harga saham S&P 500, Perubahan pada G10 Economic Surprise Index, Perubahan pada Economic Surprise Index negara emerging market Benchmark regression model pembelian. Penurunan suku bunga ini secara umum mencerminkan premi risiko yang lebih rendah, termasuk term premium, ketimbang ekspektasi yang lebih rendah atas suku bunga jangka pendek di masa depan. Mengungkapkan bukti kuat bahwa kebijakan moneter nonkonvensional AS telah meningkatkan secara keseluruhan keputusan portofolio dan harga aset, dan efek ini cukup besar secara absolut. Operasi kebijakan QE memberikan efek yang jauh lebih besar pada keputusan portofolio dan harga aset daripada pengumuman The Fed atas kebijakan ini. Hal ini penting karena sebagian besar literatur sampai saat ini berfokus pada dampak pasar pengumuman, sementara hasil yang ditemukan menekankan bahwa operasi The Fed sebenarnya relatif lebih penting untuk memahami keputusan portofolio dan risiko di tingkat global. Selain itu, ditemukan bahwa pengaruh QE berlangsung terutama melalui jalur transmisi neraca portofolio di beberapa negara. Kebijakan ini meningkatkan pro-cyclicality arus masuk modal ke negaranegara emerging market. periode penelitian, dan alat analisis yang digunakan. Persamaan: Menganalisis jalur transmisi kebijakan moneter nonkonvensional dan pengaruhnya terhadap kondisi perekonomian negara emerging market. Perbedaan: Lokasi penelitian, periode penelitian, dan alat analisis yang digunakan. 13 8. Quantitative Easing and Related Capital Flows into Brazil: Measuring Its Effects and Transmission Channels Through a Rigorous Counterfactual Evaluation João Barata R. B. Barroso, Luiz A. Pereira da Silva, dan Adriana Soares Sales (2013) Headline inflation, activity index, arus masuk modal, policy rate, nilai tukar BRL/USD, nonearmarked credit (% PDB), kredit bank swasta (% PDB), suku bunga, nilai kapitalisasi pasar saham (% PDB) QE memiliki dampak Counterfactual evaluation dan Vector spillover yang kuat pada Autoregressive (VAR) perekonomian Brasil. Efek tersebut meliputi arus masuk modal yang berlebihan (excessive), apresiasi nilai tukar, kenaikan harga saham dan credit boom (kredit baru sebagian besar diberikan untuk rumah tangga, yang mendorong tingkat penjualan ritel, penjualan mobil dan aktivitas ekonomi secara umum). Arus masuk modal ditemukan menjadi jalur transmisi yang paling dominan dari QE. Persamaan: Menganalisis dampak spillover QE serta jalur transmisinya terhadap perekonomian. Perbedaan: Lokasi penelitian, periode penelitian, dan alat analisis yang digunakan. 14 1.4 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis efek spillover QE ke negara berkembang seperti Indonesia. 2. Menganalisis jalur transmisi QE yang lebih dominan dan implikasinya terhadap tingkat output di Indonesia. 3. Menganalisis pengaruh kejutan kebijakan moneter AS terhadap fluktuasi perekonomian Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan persamaan dan perbedaan antara penelitian yang satu dengan yang lainnya (lihat Tabel 1.1), terdapat dua kontribusi utama dalam penelitian ini. Pertama, penelitian ini secara spesifik ingin menjelaskan bagaimana pengaruh kebijakan moneter QE terhadap fluktuasi perekonomian Indonesia. Kedua, metode Structural Vector Error Correction (SVEC) yang digunakan dalam penelitian ini juga dapat melihat pengaruh QE dan memberikan informasi yang sesuai dan signifikan untuk mengidentifikasi mekanisme transmisi QE. I.6 Alat Analisis Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Structural Vector Error Correction (SVEC) yang bertujuan untuk melihat pengaruh kejutan kebijakan moneter dan mengidentifikasi mekanisme transmisi kebijakan tersebut. SVEC merupakan suatu sistem model ekonometrika dengan persamaan yang dinamis, yang dalam penelitian ini akan menganalisis keterkaitan antara berbagai variabel makroekonomi seperti suku bunga, nilai tukar, konsumsi, investasi, ekspor, impor dan 15 lain sebagainya terhadap output gap. Kerangka kerja SVEC berkaitan erat dengan metode Structural Vector Autoregressive (SVAR). Karakteristik dari pendekatan struktural adalah adanya hubungan antarvariabel makroekonomi yang tidak sematamata merupakan hasil dari uji statistik, tetapi sudah memasukkan adjustment berdasarkan kerangka teori ekonomi. Karakteristik dari pendekatan SVAR sering dikutip oleh para kritikus sebagai metode yang fokus pada guncangan kebijakan yang non-sistematis, ketimbang yang sistematis. Sebaliknya model SVEC cocok untuk analisis komponen sistematis dari kebijakan moneter jika satu atau lebih vektor kointegrasi dapat diidentifikasi. Selain itu, metode SVEC dapat menyesuaikan dengan kondisi akar unit, di mana data runtun waktu yang digunakan stasioner pada tingkat diferensi. Sebaliknya, penggunaan SVAR mensyaratkan kondisi data yang stasioner pada derajat aras karena penggunaan data dalam bentuk diferensi akan menghilangkan informasi yang sangat berkaitan dengan kemungkinan pergerakan data yang searah. 1.7 Sistematika Penelitian Skripsi ini terdiri dari empat bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Alat Analisis dan Kerangka Kerja Penelitian, Bab III Analisis Data dan Bab 4 Kesimpulan. Bab I berisi uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, alat analisis dan sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori, tinjauan empiris, alat analisis yang digunakan, kerangka kerja penelitian, dan model penelitian. Bab III berisi analisis data dan Bab IV merupakan kesimpulan dari hasil penelitian. 16