PENINGKATAN INFRASTRUKTUR MELALUI OPTIMALISASI ALOKASI ANGGARAN Berdasarakan survei World Economic Forum (WEF) periode 20122013, peringkat daya saing Indonesia berada di posisi 78, melorot dua peringkat dari periode sebelumnya. Kualitas infrastruktur secara keseluruhan drop dari peringkat 82 ke 92. PR R I (Media Indonesia; Kamis, 6 September 2012) EN D 1. Arti Penting Infrastruktur BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE LA KS AN AA N AP BN – SE TJ Infrastruktur merupakan sektor yang strategis bagi percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal yang mendasari pentingnya infrastruktur, antara lain sebagai berikut : • pertama, infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002). Berdasarkan riset yang dilakukan Ashauer (1998), Easterly dan Rebelo (1993), Canning dkk (1994), dan Sanches-Robles (1998), investasi infrastruktur di suatu negara memiliki imbal hasil yang sangat tinggi, sehingga begitu berperan dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut (Ahmad Erani Yustika,2008). Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat (Aschauer, 1989 dan Munnell, 1990) menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup signifikan. • Kedua, infrastruktur merupakan salah satu faktor masuknya FDI (Foreign Direct Investment) ke Indonesia. Sebagaimana studi yang dilakukan Bank Dunia dan LPEM FEUI yang menyatakan bahwa infrastruktur adalah salah satu indikator teratas yang menentukan keputusan untuk berinvestasi di Indonesia selain kondisi makro ekonomi, kematangan institusi (KKN/pungli/Izin), kondisi ketenagakerjaan, dll. • Ketiga, pembangunan infrastruktur menyerap tenaga kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan per Agustus 2010, sektor bangunan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 5.592.897 tenaga kerja, atau 5,17% dari total angkatan kerja. 31 2. Pembangunan Infrastruktur Dan Alokasi Anggaran R I Pemerintah terlihat berupaya mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur nasional. Namun kondisi infrastruktur nasional yang belum kunjung membaik dan kini kalah bersaing dengan negara lain menjadi cukup memprihatinkan. Hal ini tidak terlepas dari alokasi anggaran belanja infrastruktur yang belum optimal dan belum mencapai alokasi idealnya, yaitu minimal 5% dari PDB (dikutip dari pendapat Sri Adiningsih dalam Harian Media Indonesia). KS AN AA N AP BN – SE TJ EN D PR Tabel 1 menunjukkan rincian anggaran infrastruktur dalam delapan tahun terakhir. Dari tabel tersebut tampak bahwa anggaran infrastruktur dari tahun 2005-2012 cenderung mengalami peningkatan. Proporsi anggaran infrastruktur terhadap PDB dari tahun 2005–2011 juga menunjukkan peningkatan, namun baru pada tahun 2011 proporsi anggaran infrastruktur terhadap PDB mencapai lebih dari 5% terhadap PDB (gambar 1). Kondisi ini dapat mencerminkan upaya pemerintah untuk terus meningkatkan pembangunan infrastruktur, namun penggunaan anggaran belum dilakukan secara optimal. PE LA Gambar 1. PDB Dan Anggaran Infrastruktur 3.05% D 2.92% 4.19% AN 3.78% 5.10% 4.30% G AR AN 1.49% 2006 2007 2008 2009 2010 2011 AN G 2005 BI R O AN AL IS A Sumber : Badan Pusat Statistik dan Kementerian Keuangan 32 KS AN AA N AP BN – SE TJ EN D PR R I Tabel 1. Anggaran Infrastruktur PE LA Sumber : Kementerian Keuangan AN 3. Pembangunan Infrastruktur dan Sentralisasi BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D Berapa pun besar anggaran yang telah dialokasikan untuk belanja infrastruktur, tidak akan menjadi optimal dalam penggunaannya jika tidak didahului oleh suatu perencanaan (secara teknis dan keuangan) yang baik dan pelaksanaan yang terintegrasi. Perencanaan yang baik akan menghubungkan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan yang ada menjadi suatu keterpaduan. Perencanaan akan melihat kondisi yang menjadi prioritas dan selanjutnya kondisi yang dapat diwujudkan dalam tahap berikutnya dengan menghindari ego daerah/ wilayah. Perencanaan yang ada kemudian diejawantahkan dalam suatu pelaksanaan yang terintegrasi dengan melihat pada kepentingan dan kebutuhan yang layak untuk didahulukan, sehingga akan menghasilkan suatu kondisi infrastruktur yang berkelanjutan dan terpadu antar daerah. Perencanaan seperti tersebut diatas menjadi lebih baik jika dilakukan secara tersentralisasi. Sebagaimana disebutkan oleh Calin Arcalean bahwa alokasi yang optimal sektor publik antara infrastruktur dan pendidikan umum sangat bergantung pada derajat (de)sentralisasi. Penelitian tersebut mendapati bahwa bila dua wilayah memiliki produktivitas infrastruktur yang sama, sentralisasi meningkatkan pembagian yang optimal pada anggaran pemerintah yang disalurkan untuk investasi infrastuktur. (Prancis bisa 33 dijadikan contoh negara seperti itu, yang sebagian besar keputusan fiskalnya, baik disisi penerimaan maupun pengeluaran dibuat oleh pemerintah pusat). Penelitian lain juga menyebutkan hal yang senada bahwa untuk pengadaan infrastruktur, desentralisasi mendominasi hanya jika pemerintahan setempatnya kuat, memiliki sumber pembiayaan yang cukup, absennya eksternalitas antar-juridiksi, dan pemerintah setempat memiliki daya tawar ketika berhadapan dengan manager-manager swasta. SE TJ EN D PR R I Melihat praktik di Indonesia bila dihubungkan dengan hasil survey WEF diatas, menunjukkan bahwa banyaknya perencanaan pembangunan infrastruktur yang dimiliki oleh banyak daerah belum mampu meningkatkan peringkat daya saing dan kualitas infrastruktur Indonesia di mata dunia. BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE LA KS AN AA N AP BN – Penyusun: Titik Kurnianingsih 34