BAB VI PENUTUP 6.1.Kesimpulan Dalam globalisasi ekonomi dan keuangan, nilai tukar memainkan peran kunci di Indonesia yang menganut perekonomian terbuka. Multi hubungan jangka panjanglewat jalur nilai tukar terbukti di dalam model ekonomi makro Indonesia. Makin dinamiknya mobilitas modal asing membuktikan signifikansinya investasi langsung asing dan investasi portofolio dalam hubungan jangka panjangnya terhadap variabel-variabel ekonomi makro utama lain seperti tingkat output, tingkat bunga, inflasi, dan transaksi berjalan. Dalam konteks kebijakan penargetan inflasi, peran nilai tukar menjadi kunci dalam desain kebijakan moneter untuk perekonomian terbuka seperti Indonesia yang lebih sesuai untuk menerapkan kaidah kebijakan daripada berdasarkan diskresi. Adanya hubungan-hubungan jangka panjang yang melibatkan nilai tukar, investasi langsung asing dan investasi portofolio, membuat analisis kejutan dalam model menjadi bermakna karena hubungan-hubungan jangka panjangnya didasarkan pada teori. Kejutan nilai tukar, investasi langsung asing dan investasi portofolio berperan besar dalam memengaruhi perubahan tingkat bunga. Kenaikan tak diantisipasi nilai tukar, investasi langsung asing dan investasi portofolio direspon turunnya tingkat bunga relatif domestik dan luar negeri. Secara teperinci sesuai dengan tujuan penelitian beberapa kesimpulan dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Terdapat empat kointegrasi yaitu kointegrasi output, kointegrasi harga, kointegrasi tingkat bunga dan kointegrasi nilai tukar, dengan tanda hubungan antar variabel signifikan sesuai dengan hipotesis. Kointegrasi kesenjangan output menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara variabel kesenjangan output dengan tingkat bunga, nilai tukar, dan investasi 216 langsung asing. Kointegrasi harga menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara harga dengan kesenjangan output dan nilai tukar. Variabel-variabel dalam pengembangan kaidah kebijakan moneter menurut Kaidah Taylor, terkointegrasi atau membentuk hubungan jangka panjang di samping variabel investasi portofolio. Terkointegrasinya investasi portofolio dalam hubungan ini menunjukkan keterkaitannya pasar keuangan dengan tingkat bunga relatif domestik dan dunia. Kointegrasi nilai tukar menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara nilai tukar efektif riil dengan tingkat bunga, transaksi berjalan dan investasi langsung asing. Hubungan-hubungan jangka panjang menunjukkan bahwa nilai tukar berkointegrasi dengan kesenjangan output, harga, tingkat bunga di satu sisi dan terkointegrasi dengan tingkat bunga, transaksi berjalan dan investasi asing langsung di sisi lain. Nilai tukar memiliki hubungan kunci dengan variabel-variabel ekonomi makro di Indonesia. Dari hubungan simultan dapat dinyatakan bahwa kebijakan moneter dengan kerangka penargetan inflasi akan bekerja dalam jangka pendek, namun tidak secara eksplisit untuk jangka panjang. Hasil ini selaras dengan pandangan SNB dan MKB bahwa kebijakan moneter dapat memiliki efek stabilisasi terhadap perekonomian dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang kebijakan moneter lebih mengarah pada pendorongan kenaikan output (pertumbuhan ekonomi) domestik relatif terhadap dunia, sehingga kesenjangan output berkurang. 2. Signifikansi kointegrasi output, kointegrasi harga, kointegrasi tingkat bunga dan kointegrasi nilai tukar dengan koefisien antara -1 dan 0 sesuai dengan hipotesis, yang terjadi pada persamaan output, harga, tingkat bunga dan nilai tukar. Di antara variabel-variabel ekonomi makro Indonesia, variabel kesenjangan output paling banyak dipengaruhi oleh ekuilibrium variabel lainnya, yaitu ekuilibrium kesenjangan output, ekuilibrium tingkat bunga dan ekuilibrium nilai tukar. Variabel nilai tukar itu 217 sendiri dipengaruhi oleh ekuilibrium nilai tukar dan ekuilibrium harga. Dalam jangka panjang, ekuilibrium variabel kesenjangan output, tingkat bunga, dan nilai tukar berperan utama dalam menentukan kesenjangan output. Variabel harga dalam hal ini juga variabel kunci dalam model, karena ekuilibrium harga memengaruhi nilai tukar dan ekuilibrium nilai tukar memengaruhi kesenjangan output. Nilai tukar dalam jangka panjang dipengaruhi oleh nilai tukar itu sendiri dan harga. Nilai tukar dan harga jangka panjang menentukan perilaku nilai tukar. Transaksi berjalan, investasi langsung asing, investasi portofolio merupakan variabel yang lebih sulit diprediksi perilakunya karena mereka tidak memiliki hubungan jangka panjang dengan variabel ekonomi makro lainnya. 3. Dalam jangka pendek, kesenjangan output antara domestik dan dunia dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi makro utama lainnya, yaitu inflasi (perubahan harga) secara positif dan transaksi berjalan secara negatif. Inflasi sendiri dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar dan secara negatif oleh transaksi berjalan dan investasi langsung asing. Pada tingkat nilai tukar riil ekuilibrium maka defisit transaksi berjalan (akibat naiknya harga atau inflasi) yang terjadi berasosiasi dengan masuknya modal neto (meningkatnya investasi langsung asing). Situasi semacam ini sesuai dengan teori ekonomi perekonomian terbuka dan fakta yang terjadi di Indonesia. Sementara itu perubahan tingkat bunga dan investasi langsung asing berpengaruh negatif terhadap perubahan nilai tukar. Berpengaruhnya variabel-variabel endogen dalam jangka pendek berlangsung dengan lag satu periode. Variabel-variabel lag berpengaruh dalam model yang dimungkinkan karena faktor-faktor psikologis, teknologikal, dan kelembagaan sebagaimana dikemukakan dalam Gujarati dan Porter (2009: ch. 17). Berperannya lag waktu sesuai pula dengan kerangka penargetan inflasi di Indonesia bersifat forward looking, sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang memerlukan time lag. Hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perubahan variabel-variabel signifikan sesuai tanda yang diduga. 218 4. Kejutan kesenjangan output, kejutan harga, kejutan tingkat bunga direspon positif oleh harga dan tingkat bunga. Kejutan nilai tukar dan investasi portofolio direspon negatif oleh harga dan tingkat bunga.Kejutan nilai tukar berpengaruh besar terhadap inflasi. Penargetan inflasi menjadi mungkin untuk merespon adanya kejutan nilai tukar sebagaimana hasil studi Aizenman dkk. (2008). Pada umumnya kontribusi kejutan sendiri terhadap variasi variabel endogen secara individu adalah paling besar. Dominasi kejutan tingkat bunga terjadi dalam memengaruhi variasi tingkat bunga dalam horison waktu 30 kuartal. Sementara itu variasi variabel investasi langsung asing dan investasi portofolio tidak terlalu didominasi oleh kejutannya sendiri. Kejutan tingkat bunga secara rata-rata mendominasi pengaruhnya terhadap perubahan investasi langsung asing dan investasi portofolio. Hasil secara keseluruhan menyimpulkan bahwa kejutan nilai tukar, kejutan investasi langsung asing dan kejutan investasi portofolio berdampak mapan negatif terhadap tingkat bunga relatif domestik dan luar negeri. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar hipotesis terbukti dalam estimasi model. 5. Dalam konteks kebijakan moneter, variabel gap harga (p – pT) signifikan berpengaruh positif terhadap variabel tingkat bunga, tingkat harga, dan kesenjangan output. Bukti empirik ini sesuai dengan hubungan positif inflasi dan tingkat bunga dalam kaidah kebijakan moneter. Dalam periode waktu yang sama variabel gap harga (p – pT) paling besar berpengaruh terhadap variabel tingkat bunga relatif (p – pw) dan lebih sensitif daripada pengaruhnya terhadap perubahan tingkat bunga, (r – rw). Secara keseluruhan, adanya pengaruh variabel gap harga (p – pT) dalam model membuat pengaruh kejutan harga terhadap variasi kesenjangan output, harga, dan nilai tukar lebih tinggi (sensitif) daripada hasil estimasi pada model dasar. 219 Perubahan gap harga (p – pT) berdampak pada inflasi (perubahan harga) dengan koefisien yang lebih tinggi, 0,249, daripada terhadap perubahan tingkat bunga, (r – rw), 0,052. Ini menunjukkan penyimpangan harga dari harga targetnya mendorong meningkatnya inflasi, namun respon oleh perubahan tingkat bunga nominal relatif domestik dan dunia relatif rendah. Meskipun penyesuaian tingkat bunga domestik tinggi, ini seiring dengan penyesuaian tingkat bunga di luar negeri. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan penargetan inflasi di Indonesia belum sepenuhnya kredibel sebagaimana hasil penelitian Harmanta dkk. (2011). 6. Proses penyesuaian harga menjadi lebih lama menuju ekuilibrium ketika faktor ekspektasi ikut berperan dalam memengaruhi harga. Variabel ekspektasi inflasi berpengaruh positif terhadap kenaikan harga (inflasi). Ekspektasi inflasi juga berpengaruh pada kenaikan kesenjangan output antara domestik dan dunia. Bekerjanya variabel ekspektasi dalam model kasus di Indonesia dengan pendekatan ekonomi makro yang konvergen pada Keynesian Baru seiring dengan hasil studi Rahutami (2007) dan Suhartoko (2013) yang menemukan adanya kontribusi asa nalar dalam persamaan inflasi. Penyesuaian nilai tukar menuju ekuilibrium menjadi sulit dicapai ketika ekspektasi harga bekerja. Bukti ini menyimpulkan bahwa ekspektasi relatif berdampak buruk pada nilai tukar dibandingkan harga. Sebaliknya jika ekspektasi dikelola dengan baik, maka akan berdampak positif pada harga yang lebih bisa dikendalikan. Karena kebijakan penargetan inflasi belum sepenuhnya kredibel, penetapan inflasi target sebagai jangkar belum sepenuhnya efektif memengaruhi ekspektasi harga. Terbukti bahwa semakin tinggi perubahan penyimpangan harga dari harga targetnya (pada hasil ke-5) semakin besar perubahan harga (inflasi) dalam jangka pendek. Ini mengindikasikan bahwa perilaku ekspektasi harga terlalu berlebihan dari harga jangkarnya. Akibatnya penyesuaian harga menuju ekuilibriumnya (tingkat harga jangka panjang) menjadi lebih lama tercapai. 220 6.2.Saran Saran-saran berdasarkan butir-butir kesimpulan hasil penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Kebijakan moneter dalam kerangka penargetan inflasi relatif efektif bekerja dalam jangka pendek melalui stabilisasi harga. Adanya implikasi keterkaitan antara pasar keuangan dan tingkat bunga relatif domestik dan dunia, maka kebijakan penetapan tingkat bunga perlu diarahkan tidak hanya pada stabilisasi harga saja, namun juga kepada stabilitas pasar keuangan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan global. Kebijakan moneter yang modern tidak hanya memiliki sasaran pada stabilitas harga saja, namun juga perlu diarahkan pada stabilisasi pasar keuangan. Kebijakan moneter penargetan inflasi yang dilakukan perlu diiringi dengan peningkatan perhatian pada stabilitas pasar keuangan melalui instrumen tingkat suku bunga nominal, disamping untuk tujuan stabilisasi harga yang selama ini dilakukan. Kebijakan moneter dalam menetapkan tingkat bunga tidak hanya didasarkan pada faktor makro seperti inflasi, nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan kondisi pasar keuangan sebagai bagian dari kebijakan makroprudensial. Aliran modal masuk jangka pendek perlu menjadi bagian yang dipertimbangkan dalam melakukan kebijakan penetapan tingkat bunga. Respon kebijakan tingkat bunga akan berbeda antara pada saat aliran modal masuk besar dan aliran modal masuk rendah atau bahkan negatif. Nilai tukar merupakan variabel kunci dalam hubungan-hubungan jangka panjang. Oleh karena itu bank sentral di Indonesia harus tetap konsisten memperhatikan stabilitas nilai tukar disamping mencapai sasaran utama yaitu stabilitas harga dan output. Konsistensi perhatian pada stabilisasi nilai tukar akan mendukung upaya stabilisasi sistem keuangan termasuk pasar keuangan, di samping mendukung stabilisasi harga. 221 2. Proyeksi variabel-variabel ekonomi makro yang memiliki hubungan jangka panjang semakin penting dalam kebijakan moneter yang forward looking sebagaimana dalam kerangka penargetan inflasi. Bagi bank sentral di Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi sebagai dasar pertimbangan tidak hanya menyangkut pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun diperlukan juga proyeksi ekonomi dunia untuk dipertimbangkan. Selain pertumbuhan ekonomi, variabel harga (perubahannya merupakan inflasi), nilai tukar, dan tingkat bunga dalam negeri dan internasional, maka pasar keuangan juga dipertimbangkan dalam kebijakan moneter yang menetapkan target inflasi. 3. Pengaruh perubahan variabel-variabel dalam jangka pendek menunjukkan bahwa nilai tukar berperan utama dalam model, khususnya dalam memengaruhi inflasi. Pengaruh perubahan variabel-variabel memerlukan lag waktu. Hal ini sesuai dengan kerangka penargetan inflasi yang bersifat forward looking dan memerlukan lag waktu dari dampak kebijakan terhadap inflasi. Dengan mempertimbangkan semakin meningkatnya globalisasi ekonomi dan keuangan, kebijakan penargetan inflasi di Indonesia supaya konsisten dalam memberi perhatian lebih variabel nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter dan lag waktu yang optimal dalam memengaruhi inflasi. Dalam umpan baliknya, nilai tukar juga dipertimbangkan dalam menentukan instrumen suku bunga kebijakan, di samping pertimbangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan temuan Sugeng (2012), pentingnya variabel nilai tukar dalam kebijakan stabilisasi di samping inflasi, adalah karena dampak aliran investasi portofolio. Perubahan aliran investasi portofolio terdiri dari perubahan yang diantisipasi dan perubahan yang tidak diantisipasi sebagai bentuk kejutan. Konsekuensi dari upaya tersebut memang menjadikan kebijakan moneter di Indonesia tidak independen, namun hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dampak arus modal yang terjadi. Upaya ini akan menghindarkan kebijakan moneter dari persoalan impossible trilemma. 222 4. Dalam kebijakan moneternya untuk tujuan stabilisasi harga dan nilai tukar melalui instrumen suku bunga, bank sentral harus makin sensitif terhadap faktor-faktor perubahan yang tidak diantisipasi (kejutan). Kejutan yang perlu dicermati adalah kejutan kesenjangan output akibat krisis global yang setiap waktu berpotensi terjadi. Kejutan harga yang diperhatikan adalah kejutan terutama akibat kenaikan harga pangan dan energi dunia, sementara kejutan tingkat bunga adalah kejutan akibat perubahan tingkat bunga luar negeri dalam merespon situasi ekonomi global. Kejutan nilai tukar, kejutan transaksi berjalan, kejutan investasi langsung asing dan kejutan investasi portofolio tidak kalah penting untuk diperhatikan sebagai akibat respon seketika terhadap situasi ekonomi domestik dan global.Kejutan-kejutan tersebut perlu dipertimbangkan mengingat magnitude dan jangka waktu kejutan berdampak terhadap variabel-variabel nominal seperti harga dan tingkat bunga sebagai variabel sasaran dan instrumen dalam kebijakan moneter. Terkait dengan penargetan inflasi maka bank sentral juga harus merespon adanya kejutan nilai tukar yang memiliki pengaruh besar pada inflasi domestik dalam kasus depresiasi. 5. Untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan penargetan inflasi di Indonesia, bank sentral perlu lebih hati-hati dalam menetapkan inflasi target yang menjadi jangkar. Pertimbangan faktor-faktor ke depan tidak hanya didasarkan pada proyeksi inflasi, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan faktor-faktor eksternal seperti pertumbuhan, inflasi dan tingkat bunga dunia, namun juga pada faktor-faktor yang tidak dapat diantisipasi (kejutan) sebagai risiko dalam kebijakan penargetan inflasi. Dengan mempertimbangkan kejutan maka dampak negatif dari penyimpangan inflasi bisa dikurangi. 6. Variabel ekspektasi harga berperan penting dalam respon kebijakan moneter terhadap kejutan variabel-variabel makro di Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian serius mengingat kebijakan moneter dalam kerangka penargetan inflasi seperti sekarang 223 merupakan kebijakan yang bersifat forward looking dalam memutuskan kebijakannya.Untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan penargetan inflasi di Indonesia, bank sentral perlu lebih meningkatkan kemampuannya dalam mengelola ekspektasi masyarakat sehingga inflasi target benar-benar menjadi jangkar dalam perilaku ekspektasi. Jika inflasi target efektif sebagai jangkar dengan didukung kemampuan mengelola ekspektasi oleh bank sentral, maka pencapaian stabilitas harga lebih efektif dan dampak kejutan lebih dapat diminimalkan. 6.3.Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan dengan tidak melibatkan perubahan struktural dalam model. Keuntungan dari periode penelitian ini telah setidaknya menghindari adanya perubahan struktural yang ekstrim terjadi pada kurun waktu 1997/1998 sewaktu krisis ekonomi. Memasukkan unsur perubahan struktural ke dalam sistem persamaan sangat tidak mudah dan rumit dibandingkan terhadap persamaan tunggal. Penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan menguji perubahan struktural dan upaya memasukkan perubahan struktural ke dalam model meskipun diperlukan pekerjaan-pekerjaan ekstra. Selain itu, penelitian berikutnya bisa dilakukan dengan model yang mirip namun pemilihan proksi pengukuran variabel yang berbeda dalam penelitian ini, misalnya dalam penggunaan variabel kesenjangan output, variabel harga dan tingkat bunga, serta nilai tukar.Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan bukti empirik yang semakin kokoh dengan model dan pendekatan yang serupa sehingga kontribusi empiriknya makin memperkaya temuan-temuan empirik yang sudah ada. 224