UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INISIASI INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT ITMUM DAERAH KABUPATEN KUDUS TESIS DIANA TRI LESTARI 1006833621 MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAMPASCASARJANAFAKULTASILMUKEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JANUARI 2013 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INISIASI INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KUDUS TESIS Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Dmu Keperawatan DIANA TRI LESTARI 1006833621 MAGISTERILMUKEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAMPASCASARJANAFAKULTASILMUKEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JANUARI 2013 1 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 SURAT PERNYATAAN DEDAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlak:u di Universitas Indonesia Jika dikemudian hari· temyata saya me1ak:ukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepadasaya Jakarta, Januari 2013 Diana Tri Lestari 11 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Diana Tri Lestari NPM : 1006833621 Tanda Tangan :~I!\. Tanggal Januari 2013 111 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diaiukan oJeh ; Nama : Diana Tri Lestari NP~ : 1006833621 Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Judul Tesis : Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister 11mu Keperawatan, Fakultas 11mu Keperawatan Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : DR. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App.Sc Pembimbing II : Masfuri, S.Kp, MN Penguji I : Agung Waluyo, S.Kp, M.Sc, PhD Penguji II : Emawati,S.Kp, ~.Kep, Sp.Kep.MB Ditetapkan di : Depok Tanggal : Januari 2013 ~ .......... . . ..f.~~ . iv Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 . . ff!tE.. . HAL~PERNYATAANPERSETUSUANPlrnLlKASITUGAS~R UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama NPM Program Studi Kekhususan Fakultas JenisKarya Diana Tri Lestari 1006833621 Magister llmu Keperawatan Keperawatan Medikal Bedah Ilmu Keperawatan Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Eksklusif Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul 'Faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus' beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di : Depok Pada Tanggal: Januari 2013 v Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 PROG~PASCASA]UANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Tesis, Januari 2013 Diana Tri Lestari Faktor - faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus xv + 89 hal + 20 tabel + 8 lampiran ABSTRAK Inisiasi insulin merupakan langkah awal yang diperlukan pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2 dalam menerlma insulin untuk mengendalikan glukosa darah. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi iniasiai insulin dengan menggunakan metode descriptive correlational dan desain cross sectional, melibatkan sampel 110 pasien. Analisis menggunakan chi-square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM), keyakinan terhadap insulin tidak: berhubungan dengan inisiasi insulin. Pengetahuan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam inisiasi insulin (p : 0.00, a : 0.05, OR : 9.63). Variabel lain yang memiliki hubungan signifikan dengan inisiasi insulin adalah sikap (p : 0.015,a : 0.05), efikasi diri (p : 0.00, a : 0.05), interaksi dengan petugas kesehatan (p : 0.00, a : 0.05). Perawat seharusnya meningkatkan pengetahuan dan efikasi diri melalui interaksi yang baik dengan pasien guna mengubah sikap pasien dalam inisiasi insulin KataKunci: Inisiasi insulin, DM tipe 2, Peran Perawat Referensi : 72 (1997 - 2012 ) VI Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 POST GRADUATE PROGRAM FACULTY OF NURSING UNIVERSITAS INDONESIA Thesis, December 2012 Diana Tri Lestari Factors Affecting Insulin Initiation of patients with type 2 Diabetes Mellitus at Kudus General Hospital xv + 89 pages + 20 tables + 8 appendixes ABSTRACT Insulin initiation is a first stage of insulin acceptance for patients with Type 2 diabetes mellitus to maintain blood glucose. The purpose of this study is to identifIed factors that influence insulin initiation. Using cross sectional design and descriptive correlational method, a total of 110 respondents participated in this study. Statistical analysis used chi-square and multiple logistic regression. The result shows that characteristic of respondents such as age, sex, education, income, duration of DM and insulin's belief were not associated with insulin initiation. Knowledge was the most predominant factor related to insulin initiation (p : O.OO,OR: 9.63). Other variables that has significantly relationship to insulin initiation were attitude (p : 0.015), self efficacy (p : 0.00), interaction between health care providers (p : 0.00). Nurses should increase patient's knowledge, self efficacy by improving interaction in order to change patient's attitude toward insulin initiation Keyword: Insulin initiation, Type 2 DM, Nurses's role References: 72 (1997 - 2012) Vll Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 KATAPENGANTAR Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul " Faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus". Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Astuti Yuni Nursasi, SKp, MN selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 3. Agung Waluyo, SKp, M.Sc, PhD selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi dan arahan selama proses pendidikan 4. DR. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App. Sc. selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis 5. Masfuri, SKp, MN, selaku pembimbing II yang juga telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis 6. Mayor Ckm Totok Haryono, SKp, MH.Kes selaku Direktur Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang yang telah memberikan dukungan selama proses pendidikan 7. Drg. Syakib Arsalan, M.Kes. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus yang telah memberikan ijin penelitian 8. Orang tua, suamiku tercinta Efendi dan putri kecilku Jauza Bilqis Khasna yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan. Selanjutnya penulis sangat mengaharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan tesis ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan Depok, Januari 2013 Penulis Vlll Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 DAFTARISI Halaman lIALAMAN" JlJDUL.................................................................................................... HALAMAN" PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME............................................ lIALAMAN" PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................... LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... HALAMAN" PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................... ABSTRAK..................................................................................................................... ABSTRACT................................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................................... DAFTAR ISI............ DAFTAR SKEMA........................................................................................................ DAFTAR TABEL.......................................................................................................... DAFTAR LAMPlRAN... DAFTAR SINGKATAN............................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah. . . . .. . . . .. . . . . .. . .. . .. . . . .. . . .. . ... . . . .. . . .. . .. .. . .. . . .. . .. . . .. 1.3. Tujuan Penelitian. .. . ... .. . .. . . . . .. .. .. . .. . .. .. . .. . ... ... .. . . .. ... 1.4. Manfaat Penelitian '" . . . .. . .. . .. . . .. . . . .. . .. .. . . .. .. BAB 2 BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Pengertian 2.1.2. Klasifikasi 2.1.3. Patofisiologi.................................................................... 2.1.4. Manifestasi klinis 2.1.5. Faktor - faktor yang mempengaruhi DM............................. 2.1.6. Diagnosis............... 2.1.7. Manajemen Kontrol Glukosa Darah 2.1.8. Komplikasi DM.......................................................... 2.2. Inisiasi Insulin 2.2.1. Pengertian 2.2.2. Teori yang mendukung inisiasi insulin 2.2.3. Hambatan dalam inisiasi insulin 2.2.4. Peran perawat dalam inisiasi insulin... . .. . . . .. . . . 2.2.5. Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin................ 2.2.6. Pengukuran inisiasi insulin , . .. .. . . .. . ... .. . . .. . . 2.3. Asuhan Keperawatan Pasien DM dengan inisiasi insulin 2.3.1. Pengkajian 2.3 .2. Diagnosa keperawatan 2.3.3. Intervensi Keperawatan.......... KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep . 3.2. Hipotesis 3.3. Definisi Operasional IX Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 I u 111 IV V VI vii VUI ix Xl xu xiv xv 1 6 7 8 9 9 10 11 11 12 13 20 21 21 25 26 28 32 34 34 35 38 38 40 BAB 4 BAB 5 BAB 6 BAB 7 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian 4.2. Populasi dan Sampel 4.3. Tempat Penelitian 4.4. Waktu Penelitian 4.5. Etika Penelitian 4.6. Alat Pengumpul Data 4.7. Prosedur Pengumpulan Data 4.8. Validitas dan Reliabilitas 4.9. Pengolahan Data....................................................................................... 4.10. Analisis Data.......................................................................................... 44 44 46 46 46 48 51 52 54 54 HASIL 5.1. Analisa Univariat...................................................................................... 5.2. Analisa Bivariat........................................................................................ 5.3. Analisa Multivariat................................................................................... 57 60 68 PEMBAHASAN 6.1. Interpretasi dan Hasil Diskusi.................................................................. 6.2. Keterbatasan Penelitian............................................................................ 6.3. Implikasi terhadap Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian....................... 72 84 85 SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan.................................................................................................. 7.2. Saran...... 88 89 DAFTARPUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN x Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 DAFTARSKEMA Halaman Skema Skema Skema 2.1 Hubungan Antara Sekresi Insulin dan Resistensi Insulin. 2.2 Kerangka Teori 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Xl Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 10 36 38 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala ukur 41 Tabel 4.1 Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu dengan TarafKesalahan 1%, 5% dan 10% 45 Tabel 4.2 Uji Statistik Berdasarkan Skala Variabel Independen dan Variabel Dependen serta Uji Statistik 54 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 58 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Psikososial di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 59 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 60 Tabel 5.4 Analisa Hubungan Usia dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 60 Tabel 5.5 Analisa Hubungan Jenis Kelamin dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 61 Tabel 5.6 Analisa Hubungan Pendidikan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 62 Tabel 5.7 Analisa Hubungan Pendapatan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 63 Tabel 5.8 Analisa Hubungan Lama Mengalami DM dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 63 Tabel 5.9 Analisa Hubungan Sikap dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 64 Tabel 5.10 Analisa Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 65 Tabel 5.11 Analisa Hubungan Pengetahuan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 66 XlI Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Tabel 5.12 Analisa Hubungan Efikasi Diri dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 66 Tabel 5.13 Analisa Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012 67 Tabel 5.14 HasH Uji Bivariat Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat 68 Tabel 5.15 Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan Terhadap Insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan Petugas Kesehatan 69 Tabel 5.16 Hasil Analisis Multivariat Variabel Interaksi Antara Pengetahuan dan Pendidikan dengan Variabel Inisiasi Insulin 70 Tabel 5.17 Hasil Akhir Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan terhadap insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan petugas kesehatan dengan Variabel Inisiasi Insulin 71 Xlll Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 DAFTAR LAMPmAN Lampiran 1 Waktu Penelitian Lampiran2 Penjelasan Riset Lampiran3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran4 Kisi - kisi Instrumen Lampiran5 Kuesioner Penelitian Lampiran6 Surat Ijin Penelitian Lampiran 7 Surat Keterangan Lolos Uji Etik Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup XIV Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 DAFTARSINGKATAN AACE : American Association ofDiabetes Educator ADA : American Diabetes Association BRFSS : Behavioral Risk Factor Surveillance System BIT : Barriers to Insulin Treatment Questionaire DM : Diabetes Mellitus DCCT : Diabetes Control and Complication Trial DNA : Deoxyribonucleaic Acid GLP-1 : Glukagon Like Peptide -1 HbA1C : Hemoglobin Glikosilat HBM : Helath BeliefModel HCP : Health Care Provider ITAS : Insulin Treatment Appraisal Scale IDDM : Insulin Dependen Diabetes Mellitus NIDDM : Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus NGSP : National Glycohemoglobin Standardization Program OHO : Obat Hipoglikemik Oral PJK : Penyakit Jantung Koroner 5MBG : SelfMonitoring Blood Glucose T2DM : Diabetes mellitus ripe 2 WHO : World Health Organization xv Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BABl PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, perwnusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang menjadi acuan penelitian ini 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang memerlukan penangganan medis, edukasi tentang self management serta dukungan secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis (American Diabetes Association[ADA], 2012). DM disebabkan oleh gangguan pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh karena kurangnya jumlah insulin ataupun kerja insulin. Menurunnya jumlah insulin disebabkan kegagalan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin berhubungan dengan masalah genetik serta adanya kadar glukosa darah dan asam lemak yang tinggi dalam kurun waktu lama. Berkurangnya kerja insulin disebabkan oleh resistensi insulin akibat kurangnya stimulasi transpor glukosa dalam otot, jaringan adiposa serta tidak adekuatnya supresi glukosa di hati (Guyton & Hall, 2007; Black, Hawks, Keene, 2009) Angka kejadian DM terus meningkat, berdasarkan survey dari Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) di United State selama dekade tahun 2005 sampai dengan 2007 terdapat 9,1 setiap 1000 orang penduduk mengalami DM. Angka ini meningkat hampir 90% dibandingkan dengan tahun 1995 sampai dengan 1997 yang hanya 4,8 per 1000 orang penduduk (Kirtland, Geiss, Thompson, n.d). Survey yang telah dilakukan pada beberapa negara pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 6,4% atau 285 juta penduduk antara umur 20 sampai dengan 79 tahun mengalami DM dan angka tersebut diprediksi akan terns meningkat sebesar 7,7% atau 439 juta pada tahun 2030. Dalam rentang tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 terjadi peningkatan sebesar 69% terutama di negara - negara berkembang karena adanya perubahan budaya dan sosial secara cepat serta perubahan gaya hidup (Shaw, Sicree, Zimmet, 2010). 1 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 2 Peningkatan prevalensi DM diikuti pula dengan peningkatan prevalensi angka kematian akibat DM. Angka kematian di beberapa negara pada tahun 2010, hampir 4 juta kematian disebabkan DM pada rentang usia 20 sampai dengan 79 tahun. Jumlah angka terbesar kematian akibat DM terdapat di India, Cina, USA, dan Rusia. Angka kematian ini meningkat sebesar 5,5% dari angka prakiraan di tahun 2007 lalu ("Mortality", 2010). Demikian pula di Indonesia, prevalensi DM dan kematian akibat DM juga mengalami peningkatan. World Health Organization menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke empat terbesar kasus DM dengan prevalensi mencapai 1,1% dan diperkirakan akan mencapai 21,3 juta orang pada tahun 2030 dengan 80% diantaranya adalah DM tipe 2 (Aditama, 2009). Prevalensi nasional DM berdasarkan pengukuran kadar glukosa darah pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di daerah perkotaan adalah 5,7 %, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk dengan umur lebih atau sarna dengan 15 tahun mencapai 10,3%. Proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45 - 54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke 2 yaitu sebesar 14,7% dan didaerah pedesaan menduduki ranking ke 6 yaitu sebesar 5,8% (Riskesdas, 2007). Angka kesakitan DM di Jawa Tengah merupakan urutan ketiga setelah penyakit jantung dan pembuluh darah dengan prevalensi mencapai 17% dari golongan penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2011). Hal ini perlu diwaspadai karena penyebab kematian DM terbanyak tidak diakibatkan langsung karena hiperglikemia tetapi penyakit jantung koroner (pJK) yang merupakan komplikasi DM (Capes & Brough, 2008) Prevalensi komplikasi DM berupa gangguan kardiovaslruler mencapai 30.1%, serebrovaslruler 6.8%, neuropathy 17.8%, nefropathy 10.7%, lesi okuler 14.8% dan masalah kaki 0.8% (ZhaoIan et al. 2010). Komplikasi biasanya akan terjadi dalam kurun waktu lima sampai dengan sepuluh tahun setelah diagnosis ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2010). Dampak adanya komplikasi DM akan memperburuk kualitas hidup pasien DM sehingga upaya penangganan perlu segera dilakukan dan bentuk penangganan difokuskan untuk mencegah terjadinya hiperglikemia yang merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2 (ADA, 2012). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 3 DM tipe 2 (T2DM) dikategorikan dalam DM yang tidak tergantung dengan insulin. Istilah tersebut menggambarkan bahwa insulin tidak harus diberikan jika pasien mampu melaksanakan kontrol glukosa dengan pengaturan diet, olahraga dan obat anti diabetes oral (OHO) secara tepat, namun dalam penelitian yang dilakukan novonordisk di 10 Puskesmas wilayah Surabaya ditemukan 99 pasien yang memakai OHO selama 6 tahun tetap tidak bisa mengendalikan kadar glukosa darah ditandai dengan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1C) mencapai 11 %. Hal ini terjadi karena sel beta pankreas sudah mengalami kerusakan pada saat didiagnosis sehingga insulin perlu diberikan secara dini (pranoto, 2012). Insulin sangat efektif diberikan pada pasien karena mampu menurunkan kadar HbA1C sebesar > 1% (Owen, Seetho, idris, 2010), menurunkan HbA1C dari 11,06% menjadi 8,04% setelah 12 minggu pemberian (pranoto, 2012), serta mampu memperbaiki fungsi se1 beta dan remisi glikemik dengan pemberian lebih dini pada pasien DM yang barn didiagnosa DM tipe 2 (Weng et al. 2008). Namun demikian, inisiasi insulin masih menjadi masalah yang cukup besar sehingga banyak pasien DM tidak mampu mengendalikan kadar glukosa darah. Inisiasi insulin adalah suatu bentuk: keputusan dan persetujuan untuk: menggunakan insulin antara healthcare provider (HCP) dan pasien dimana proses pengambilan keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural dan sistem pelayanan kesehatan (Tan, Muthusamy, Phoon, Ow, Tan C, 2011). Masalah terbesar dalam inisiasi insulin adalah penolakan terhadap terapi insulin. Hasil studi di Massachusetts menyatakan bahwa lebih dari 33% pasien DM menolak insulin walaupun sudah disarankan untuk: menggunakan insulin (Larkin et al. 2008). Penelitian lain di Netherland juga menunjukkan angka yang hampir sama yaitu jumlah pasien DM yang menolak insulin sebesar 39% (Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan di Pakistan menunjukkan 210 dari 307 pasien DM menolak insulin (Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009). Di Indonesia tidak diketemukan secara pasti jumlah pasien DM yang menolak untuk: menggunakan insulin. Hanya saja seperlima hingga sepertiga pasien menolak pemberian insulin dengan alasan takut (Republika, 2011). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 4 Penelitian tentang alasan penolakan penggunaan insulin pada pasien DM tipe 2 dengan menggunakan Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) didapatkan data bahwa 43,3% dari pasien DM yang menolak insulin mempercayai dengan insulin menandakan adanya kegagalan dalam mengontrol glukosa darah serta rendahnya keyakinan diri mereka dalam melakukan penatalaksanaan DM (polonsky, Fizher, Guzman, Cabalerro, Edelman, 2005; Philips, 2007A; Funnel, 2007; Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, 2010). Kekhawatiran akan peningkatan berat badan dan persepsi yang salah tentang insulin juga mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 (Yew, Ping, Jenn, 2012). Penelitian lain tentang penolakan insulin dengan menggunakan Barriers to Insulin Treatment Questionaire (BIT) didapatkan bahwa ketakutan akan terjadi hipoglikemia berkonstribusi paling dominan terhadap inisiasi insulin (Polonsky, Fizher, Guzman, Cabalerro, Edelman, 2005). Pasien cenderung menolak injeksi insulin dengan alasan injeksi merupakan beban, ketidakpuasan dengan terapi insulin, injeksi menyebabkan dampak negatif terhadap kualitas hidup (Rubin, Peyrot, Kruger, Travis, 2009). Hasil studi lainnya, sebanyak 74% pasien menyatakan tidak menyukai injeksi insulin, merasa tidak nyaman, merasa kesulitan dalam menyiapkan pemberian insulin serta pengetahuan tentang injeksi insulin dirasakan kurang (Funnel, 2007; Oliveria, 2007; Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012). Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa 49% pasien merasa tidak mampu melakukan penatalaksanaan mandiri injeksi insulin (Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, 2011). Penolakan terhadap insulin pada pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Soohyun (2009) di Sanfransisco dengan judul faktor - faktor yang berhubungan dengan penolakan terhadap insulin dengan menggunakan desain cross sectional menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh adalah jenis kelamin, wanita lebih takut dengan injeksi (mean difference (MD) 4,5,p<.001) dan takut dengan stigma (MD 5,4,p=.01). Ras Asia memiliki tingkat ketakutan dengan injeksi insulin lebih dibanding dengan ras yang lain (MD 5.4,p=.003). Pasien dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki tingkat ketakutan yang lebih rendah terhadap kejadian hipoglikemia, pasien dengan usia yang lebih muda lebih memiliki harapan positif dengan insulin tetapi lebih merasa Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 5 kesulitan dalam tatalaksana pemberian insulin. Pasien yang percaya akan manfaat insulin lebih menerima insulin demikian pula dengan responden yang memiliki efikasi diri yang tinggi dan memiliki interaksi yang baik dengan petugas kesehatan. Hasil studi yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt (2006) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 me1alui studi kualitatif menyatakan bahwa hambatan yang dialami pasien dalam inisiasi insulin adalah keyakinan yang salah tentang insulin, ketidakpatuhan, kurangnya pengetahuan akan DM dan rendahnya ekonomi. Hasil studi ini seiring dengan studi yang dilakukan oleh Brod, Kongso, Lessard, Christensen, (2009) dengan systematic literature review 116 jurnal dari tahun 1985 - 2007 menyatakan bahwa hambatan psikologis dalam menggunakan insulin dipengaruhi oleh keyakinan serta pengetahuan tentang DM dan insulin, persepsi negatif, ketakutan akan efek samping penggunaan insulin, adaptasi dengan perubahan gaya hidup dan adanya stigma sosial Penelitian lain yang pemah dilakukan dengan judul ketidakpatuhan terhadap terapi insulin pada pasien DM dengan pendapatan rendah didapatkan hasil bahwa ketidakpatuhan terhadap terapi insulin lebih banyak adalah jenis ke1amin wanita (p = 0.05), rendahnya pengetahuan tentang DM (p = 0,02) dengan pengaruh terbesar adalah sikap (Lerman et al. 2009). Dampak dari penolakan insulin ataupun injeksi insulin akan mengakibatkan buruknya kontrol glukosa darah yang mengakibatkan komplikasi, komorbiditas psikologi, penurunan status kesehatan dan meningkatkan resiko kematian pasien DM (Alex,Yin, Radican, 2009). Peran perawat dalam inisiasi insulin merupakan faktor utama penentu transisi pasien karena perawat memiliki kesempatan lebih lama bersama dengan pasien dan memiliki posisi penting dalam menye1esaikan kesenjangan serta mampu untuk mengefektifkan penatalaksanaan DM. Namun demikian, keberhasilan dalam inisiasi insulin sangat bergantung pada pasien itu sendiri dan fenomena yang terjadi banyak yang menolak insulin dengan berbagai alasan. Upaya Asuhan keperawatan yang dapat diberikan perawat dalam mengatasi masalah tersebut adalah perawat perlu mengkaji adanya kesulitan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 6 dalam inisiasi insulin yang dialami pasien seperti hambatan, persepsi yang salah, kemampuan dalam memberikan insulin (Levich, 2011; Wallymahmed, 2012). Peran perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan inisiasi insulin diperlukan dalam tatanan layanan primer maupun sekunder termasuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kudus. RSUD Kabupaten Kudus adalah rumah sakit tipe B non pendidikan dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 271. Rata - rata kunjungan pasien DM juga mengalami peningkatan dari rata - rata 297 perbulan pada tahun 2005 meningkat menjadi 376 per bulan pada tahun 2011 (Rekam Medis, 2012). Fenomena yang terjadi di RSUD Kabupaten Kudus adalah sebagian besar pasien yang dirawat dengan indikasi pemberian insulin menolak diberikan insulin, menolak untuk melanjutkan terapi insulin setelah mereka pulang ataupun mereka sengaja melewatkan untuk memberikan insulin mandiri di rumah sehingga datang kembali dengan komplikasi yang lebih serius. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan beberapa perawat ruangan, kecenderungan pasien yang menolak untuk melanjutkan terapi insulin adalah pasien yang rawat inap di ruang kelas 3 padahal pasien mendapatkan pembiayaan secara penuh termasuk pembelian insulin dari dana Jamkesmas. Pasien yang dirawat sudah mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang diabetes termasuk manfaat insulin dan perawat mengajarkan cara pemberian injeksi insulin setiap kali perawat memberikan injeksi insulin namun pemberian informasi serta melatih pasien masih bersifat insidential (Zumiati, wawancara personal, 14 Juli 2012). 1.2. Rumusan Masalah DM dikategorikan sebagai penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikontrol untuk menghindari komplikasi yang lebih serius. Komplikasi tidak akan terjadi jika pasien mampu melakukan kontrol glukosa darah secara berkesinambungan. Upaya untuk mempertahankan glukosa darah dalam batas normal merupakan upaya yang sangat sulit dilakukan oleh hampir semua pasien. Keberhasilan dalam kontrol glukosa darah hampir semuanya bergantung pada keterlibatan pasien itu sendiri sehingga mereka harus dipersiapkan dalam inisiasi Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 7 insulin sehingga penatalaksanaan DM lebih efektif dan efisien. Perilaku pasien dalam inisiasi insulin dipengaruhi oleh beberapa fak:tor yang hams diketahui oleh perawat sebagai penyedia layanan kesehatan yang memiliki durasi waktu yang relatif lama dengan pasien. Dengan diketahuinya fak:tor - fak:tor yang mempengaruhi inisiasi insulin diharapkan perawat dapat melakukan intervensi yang tepat guna meningkatkan status kesehatan pasien DM. Berdasarkan fenomena tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah fak:tor - fak:tor apa saja yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ? 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui fak:tor - fak:tor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi : 1.3.2.1. Karak:teristik pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lamanya mengalami DM dan jumlah pendapatan. 1.3.2.2. Aspek psikososial pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus meliputi sikap, kepercayaan, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan 1.3.2.3. Hubungan karak:teristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lamanya mengalami dan jumlah pendapatan) dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 1.3.2.4. Hubungan aspek psikososial (sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi antara pasien dan petugas kesehatan ) dengan inisiasi insulin pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 1.3.2.5. Fak:tor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 8 104. Manfaat Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 104.1. Layanan dan Masyarakat Manfaat penelitian bagi layanan dan masyarakat adalah dengan diketahuinya faktor - faktor yang berpengaruh terhadap inisiasi insulin termasuk hambatan dalam penerimaan insulin maka hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi institusi terkait dalam menentukan rencana tindakan yang bertujuan agar pasien mampu melewati masa transisi dan mampu untuk mengambil keputusan secara tepat terkait dengan manajemen kontrol glukosa darah. 1.4.2. Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan Manfaat untuk pendidikan keperawatan adalah sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan keperawatan khususnya peningkatan caring serta meningkatkan interaksi dengan pasien sehingga perawat mengetahui berbagai masalah yang dialami pasien terutama dalam inisiasi insulin. Manfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan adalah sebagai acuan dalam mengembangakan riset keperawatan khususnya faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi isulin. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai intervensi keperawatan yang perlu dikembangkan terkait dengan hambatan dalam inisiasi insulin Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BAH2 TINJAUAN TEORI Bab ini menuliskan kajian kepustakaan yang berkaitan dengan konsep DM, Inisiasi insulin dan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2 2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1. Pengertian DM merupakan suatu bentuk kelainan kronik dan progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang dapat memicu teIjadinya hiperglikemia, Hiperglikemia mengakibatkan resistensi insulin, insulin yang diproduksi tidak dapat digunakan secara efektif sehingga glukosa tidak dapat digunakan oleh sel otot yang mengakibatkan glukosa dalam darah menjadi tinggi (Black, Hawks, Keene, 2009) 2.1.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus Secara umum DM klasifikasikan ke dalam DM tipe 1 dan DM ripe 2 (Black, Hawks, Keene, 2009). DM tipe 1 atau disebut juga IDDM (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) yang berarti pasien bergantung sepenuhnya terhadap terapi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin. DM tipe I adalah salah satu jenis DM yang mana pada tubuh penderita jenis DM ini memang tidak ada produksi insulin akibat adanya suatu peradangan ataupun kelainan pankreas sehingga terjadi reaksi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta. DM tipe 2 atau yang sering juga disebut NIIDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus). Insulin tetap diproduksi sehingga jumlah insulin cenderung normal atau lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang sehingga glukosa tidak dapat masuk sel akibatnya akan menumpuk dalam sirkulasi darah. 9 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 10 2.1.3. Patofisiologi Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 adalah menurunnya respon sel beta pankreas dan terjadi resistensi insulin. Penurunan respon sel beta pankreas disebabkan karena sel beta pankreas terpapar dengan kondisi hiperglikemia yang cukup lama sehingga saat terjadi peningkatan kadar glukosa darah responnya tidak efisien lagi. Resistensi insulin disebabkan penurunan aktifitas biologi baik di hepar maupun jaringan perifer sehingga resistensi insulin pada pasien DM tipe 2 mengakibatkan sensitifitas reseptor insulin akan menurun sehingga respon terhadap kadar glukosa darah menurun walaupun produksi glukosa oleh hepar meningkat. Kondisi ini juga sejalan dengan kegagalan otot dan jaringan lemak untuk: glukosa sebagai energi untuk: proses metabolisme. Penurunan respon sel beta pankreas dan resistensi insulin mengakibatkan berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel - sel tubuh sehingga konsentrasi glukosa darah akan naik, mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak akan meningkat sehingga terjadi metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya gejala atherosklerosis serta berkurangnya protein dalamjaringan tubuh (Guyton & Hall, 2007; Blacks, Hawks, Keene 2009) Skema2.1. Skema hubungan antara sekresi insulin dan resistensi insulin Defisiensi insulin n Penurunan glukosa berkurangnya Peningkatan produksi "Uk=OI~ Kegagalan fungsi sel ) pemakaij­ akibat sekresi Penurunan respon insuli pada jaringan U Resistensi Insulin hiperglikemia /~ Penurunan pemakaian Deject postreseptor glukosaoleh sel Sumber : Guyton & Hall (2007) dan Black, Hawks, Keene (2009) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 11 2.1.4. Manifestasi klinis Manifestasi klinis DM berkaitan dengan tingkat hiperglikemia yang dialami oleh pasien. Tanda dan gejala khas yang terjadi pada seluruh tipe diabetes meliputi trias poli, yaitu poliuria, polidipsi dan poliphagi. Poliuri dan polidipsi terjadi karena adanya diuresis osmotik yang mengakibatkan tubuh kehilangan cairan secara berlebihan. Poliphagi terjadi sebagai respon dari kondisi metabolik yang diinduksi oleh adanya defisiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein. Kadar glukosa yang meningggi akan diikuti dengan tingginya faktor penyulit terutama pada jaringan vaskuler seperti stroke, kebutaan dan gagal ginjal. Faktor penyulit tersebut akan membuat pasien mengalami kesulitan dalam menormalkan gula darah sehingga pencegahan dini perlu untuk dilakukan seperti mempertahankan diet yang seimbangan dengan membatasi makanan yang memiliki glikemik indeks tinggi, protein dan lemak, mempertahankan berat badan ideal dan olahraga (Black, Hawk, Keene, 2009; Smeltzer & Bare, 2010). 2.1.5. Faktor - Faktor Yang Menpengaruhi Terjadinya DM Tipe 2 Genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian DM. Kelainan yang diturunkan dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebar ransang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap faktor - faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas (Price & Wilson, 2006) DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin meningkat setelah usia 40 tahun dengan prevalensi sekitar 6% terjadi pada individu berusia 45-64 tahun dan 11 % individu diatas usia 65 tahun. Degenerasi akibat proses menua bisa mengakibatkan perubahan secara anatomis, fisiologis dan biokimia dimulai dari tingkat sel, jaringan maupun organ termasuk sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin (Ignatavicius & Workman, 2006). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 12 Obesitas juga berpengaruh pada kejadian DM tipe 2. Soegondo (2011) menyatakan obesitas dapat menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa menjadi berkurang, selain itu reseptor insulin di sel seluruh tubuh berkurang jumlah dan keaktifannya termasuk di otot. Stress juga merupakan faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemia, Dengan kondisi stress dapat membuat seseorang mengalami perubahan pola makan, latihan dan penggunaan obat yang biasanya dipatuhi (Smeltzer & Bare, 2010). Stress memicu terjadinya reaksi biokimia melalui sistem neuroendokrin. Saat seseorang mengalami stress respon awal yang terjadi adalah sekresi sitem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular, dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan. ACTH akan disekresi sehingga menstimulasi produksi kortisol yang akan meningkatkan kadar glukosa darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Guyton & Hall, 2007; Smeltzer & Bare, 2010). 2.1.6. Diagnosis ADA menetapkan kriteria diagnosis DM, yaitu kadar hemoglobin glikosilat (HbAIC) ~ 6,5% atau kadar glukosa darah puasa (FPG) ~ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) atau 2 jam glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) atau pasien mengalami krisis hiperglikemia. 2 jam glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmoVl) Pemeriksaan kadar HbAIC ini harus dilakukan di laboratorium yang sudah menggunakan metode yang tersertifikasi dari National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) atau Standarized or treaceble to the Diabetes Control and Complication Trial (DCCl). Sementara glukosa darah puasa didefinisikan sebagai tidak ada masukan kalori sedikitnya selama 8 jam atau 2 jam glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmoVl) selama TTGO. Test hams sesuai dengan yang diuraikan oleh WHO, menggunakan glukosa yang mengandung 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air ( ADA, 2012 ). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 13 2.1.7. Manajemen Kontrol Glukosa Darah Upaya kontrol glukosa darah bertujuan agar nilai HbAIC < 7%, kadar glukosa darah puasa 70 - 130 mg/dl dan 2 jam glukosa pasca pembebanan 2: 180 mg/dl sehingga akan mengurangi terjadi komplikasi vaskuler maupun neuropatik (ADA, 2012). Komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu manajemen nutrisi, latihan, pemantauan, terapi farmakologi dan pendidikan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2010). 2.2.3.1. Manajemen Nutrisi Landasan utama manajemen DM adalah pengaturan nutrisi, diet serta kontrol berat badan. Pengaturan nutrisi dan diet pada pasien DM berfokus pada pengaturan asupan kalori untuk menjaga berat badan agar tetap proporsional dan untuk menjaga kadar glukosa darah dalam rentang normal. Pengaturan diet bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan, untuk itu perawat dan semua tenaga kesehatan yang· terlibat harus mengetahui tentang pengaturan nutrisi dan memberikan motivasi kepada pasien. Pengaturan diet meliputi menyediakan sumber makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi tubuh, berupaya untuk tetap mempertahankan berat badan ideal, mencegah terjadinya fluktuasi glukosa darah yang terlalu jauh untuk mencegah terjadinya komplikasi dan yang terakhir menurunkan kadar lipid darah atau mempertahankannya dalam rentang normal untuk mencegah terjadinya komplikasi makrovaskuler. Pasien yang menggunakan insulin diupayakan secara konsisten untuk menjaga asupan kalori dan karbodidrat yang sudah disesuaikan dengan perencanaan program nutrisi guna mencegah terjadinya hipoglikemia. 2.2.3.2. Latihan Fisik Latihan atau olahraga merupakan bagian penting juga dalam penatalaksanaan DM tipe 2 karena dengan olahraga secara teratur dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin oleh jaringan tubuh yang lain, Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 14 memperbaiki sirkulasi darah dan juga tonus otot. Jenis olahraga ketahanan seperti angkat beban akan meningkatkan massa otot sehingga dapat meningkatkan metabolisme. Olahraga jenis tersebut juga mempunyai efek menurunkan berat badan, mengurangi stress serta mempertahankan perasaan sejahtera. 2.2.3.3. Pemantauan Pemantauan kadar glukosa darah sendiri atau self-monitoring blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta berperan dalam memelihara glukosa darah dalam rentang normal sehingga akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit diabetes yang tidak stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau hiperglikemia, serta hipoglikemia tanpa gejala ringan. Untuk paien yang tidak menggunakan insulin, 5MBG berguna untuk memantau efektifitas dari diet, olahraga dan obat anti diabetes oral. pasien dengan insulin, dianjurkan melakukan 5MBG dua sampai empat kali sehari sebelum makan atau tidur sebagai acuan untuk pemberian dosis insulin (Smeltzer & Bare, 2010). 2.2.3.4. Terapi Farmak.ologi Terapi farmakologi yang bisa diberikan kepada pasien DM tipe 2 meliputi obat hipoglikemik oral, dibagi menjadi 5 golongan yaitu a) pemicu sekresi insulin, obat ini berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin sehingga hanya efektifjika sel beta pankreas masih berfungsi book, contohnya adalah golongan sulfonileura dan glinida, efek samping obat golongan sulfonileura relatif ringan dan frekuensinya rendah antara lain gangguan pencemaan dan gangguan susunan saraf pusat; b) sensitizer insulin, obat - obat ini dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. Contohnya adalah golongan biguanida dan tiazolidindion, efek samping berupa nausea, muntah, diare dan asidosis laktat; c) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 15 penghambat glukoneogenesis, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Contohnya adalah metformin, efek samping metformin adalah mual sehingga dianjurkan waktu pemberian adalah pada saat atau setelah makan; d) Penghambat glukosidase alfa (acarbose), obat ini bekerja untuk menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Contohnya adalah golongan inhibitor a glukosidase dan efek samping yang ditimbulkan berupa perut tidak nyaman, flatus dan diare; e) DPP 4 Inhibitor, Glukagon like peptide-l(GLP-l) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. GLP-l merupakan perangsang kuat sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon tetapi DPP 4 akan mengubah GLP-l menjadi metabolit yang tidak aktif sehingga diperlukan DPP-4 inhibitor (Perkeni, 2011) Terapi farmakologi berikutnya adalah insulin. Insulin merupakan jenis terapi untuk DM tipe 1 tetapi dalam kondisi tertentu pasien DM tipe 2 membutuhkan insulin. Berdasarkan consensus guidelines yang dikembangkan oleh American Association of Clinical Endokrinologist /American College of Endocrinology (AACE/ACE) merekomendasikan bahwa insulin hams mulai diberikan pada pasien DM tipe 2 jika OHO yang diberikan gagal dalam mempertahankan euglikemia, nilai hemoglobin glikosilat mencapai lebih dari 9% atau pasien mengalami glucotoxicity yang ditandai dengan poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan secara drastis (Rodbard, Jellinger, Davidson, 2009). Menurut Perkeni (2011) insulin diperlukan dalam keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis, hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dasar optimal, Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 16 stress berat, kehamilan dengan DM, gangguan fungsi ginjal, kontraindikasi dan atau alergi OHO. Pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 dilandasi pertimbangan dengan beberapa alasan yang cukup kuat yaitu insulin merupakan satu - satunya upaya terapi yang digunakan untuk pasien dengan defisiensi sel beta pankreas dan insulin akan bekerja pada jaringan secara langsung untuk membuat keseimbangan kadar glukosa darah. Pertimbangan yang kedua, insulin tidak menimbulkan efek yang berbahaya asalkan diberikan secara tepat karena pemberian yang berlebihan akan mengakibatkan pasien mengalami hipoglikemia. Efek insulin dalam menurunkan glukosa darah juga bertahan cukup lama tidak seperti jenis terapi lainnya yang bergantung pada sekresi insulin dari dalam tubuh untuk mempertahankan efeknya. Insulin juga akan memperbaiki profil lemak terutama kadar trigliserida serta yang terakhir berkaitan dengan keamanan dan adaptasi tubuh terhadap pemakaian insulin dalam waktu yang cukup lama (Meneghini & Reid, 2012). Insulin tidak dianjurkan pada pasien yang mengalami gangguan sistem persyarafan, komplikasi permanen seperti kebutaan dan gagal ginjal kronis, hipoglikemia dan pasien yang tidak mampu melakukan aktifitas pemenuhan kebutuhan dasar secara mandiri (Smeltzer & Bare, 2010). Insulin sintesis yang diberikan merupakan hasil pengembangan tekhnologi recombinan deoxyribonucleic acid (DNA). Tekhnologi ini dikembangkan sebagai tekhnologi biosintesis insulin analog yang lebih bisa diterima oleh tubuh dan insulin ini dikembangkan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang, memiliki efek yang bertahan cukup lama serta pengaruhnya cukup bisa diandalkan (Black, Hawks, lCeene, 2009) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 17 Efek sampmg yang sering terjadi dengan penggunaan insulin adalah hipoglikemia, kejadian hipoglikemia pada pasien dengan insulin bervariasi antara 6% sampai dengan 64 % dengan nilai kadar glukosa darah 3,0-3,1 mmollL (Kann, Wascher, zackova, 2006). Penelitian lain juga membuktikan bahwa kejadian hipoglikemia lebih besar dialami oleh pasien dengan pemberian insulin dibandingkan dengan pemberian obat oral. Hipoglikemia ini terjadi karena dosis, waktu pemberian dan tipe insulin yang tidak tepat (Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012). Selain hipoglikemia, efek yang mungkin terjadi adalah peningkatan berat badan. Peningkatan berat badan bisa mencapai 0,3 - 6,4 kg yang terjadi mulai minggu pertama sampai beberapa bulan setelah menggunakan insulin (Owen, Seetho, Idris, 2010; Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012). Ada beberapa jenis tipe insulin yang biasa digunakan untuk terapi pada pasien DM (Lawton, 2000; Black, Hawks, Keene 2009). Penggunaan jenis insulin disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setiap individu. Untuk Insulin analog dengan kerja ekstra cepat diberikan segera sebelum makan dan efek mulai muncul setelah 15 menit. Jenis insulin ini memiliki efek yang cukup cepat tetapi durasinya relatif lebih pendek. Contoh dari insulin jenis extra rapid action adalah novorapid, humalog dan apidra Insulin kerja cepat ( insulin soluble) diberikan ke pasien 30 menit sebelum makan, efek maksimum dari jenis insulin ini adalah 1 sampai dengan 3 jam dan efeknya bisa bertahan selama 6 sampai dengan 8 jam. Contoh insulin kerja cepat adalah actrapid, insuman rapid. Untuk jenis Insulin kerja menengah seperti humulin N dan humulin L ini, efeknya bisa bertahan selama 24 jam dengan efek maksimum setelah 4 sampai dengan 12 jam setelah pemberian. Untuk sediaan insulin sekarang sudah ada dalam bentuk campuran yang biasanya disebut sebagai premixed insulin. Premixed insulin merupakan campuran dari jenis insulin Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 18 kerja ekstra cepat dan insulin kerja cepat. contoh novomix 30, humalog mix 25, insuman komb 25, mixtard 30. Masih ada satu lagi sediaan insulin yaitu jenis slow acting insulin. Kelebihan dari insulin ini memiliki durasi kerja yang lama. Efeknya mulai terjadi setelah 60 menit setelah diinjeksikan dan akan berlangsung sampai 24 jam. Contoh : levemir, lantus Penyimpanan insulin perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi molekul insulin (Black, Hawk, Keene, 2009). Vial insulin yang telah dipakai oleh pasien dapat disimpan dalam suhu ruangan «30°C) dalam jangka waktu maksimal 4 minggu. Hindari paparan sinar matahari terlalu lama dan penyimpanan insulin yang belum dipakai sebaiknya dalam lemari es. Saat melakukan perjalanan, insulin dapat disimpan dalam termos atau tas pendingin bukan dibekukan Jenis prefilled syringe dapat bertahan selama 30 hari jika disimpan dalam lemari es. Jenis syringe ini sangat cocok dengan pasien yang mengalami penurunan penglihatan atau penurunan kemampuan dalam mengisi insulin ke dalam syringe. Penyimpanan prefilled syringe dengan cairan yang berwarna putih sebaiknya disimpan dalam posisi vertikal dengan jarum menghadap keatas untuk menghindari pengumpalan atau suspensi menumpuk padajarum Kerja insulin tidak bisa aktifjika terkena cairan lambung sehingga perlu diperhatikan cara pemberian. Insulin tidak bisa diberikan lewat oral sehingga injeksi merupakan cara yang dipakai untuk memberikan insulin secara mandiri dan akhir - akhir ini telah dikembangkan pemberian melalui inhalasi. Terdapat empat lokasi yang bisa dipilih sebagai lokasi pemberian insulin yaitu perut, lengan, paha dan panggul. Absorbsi insulin tercepat di bagian abdomen dibanding bagian yang lainnya. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 19 Pemilihan area injeksi dilakukan secara rotasi pada area yang sarna misalnya pagi injeksi dilakukan pada bagian abdomen, sore juga diberikan pada bagian abdomen tetapi lokasi injeksi dipilih pada area injeksi yang berbeda dengan lokasi injeksi saat pagi hari tadi. Penyuntikan insulin pada area kaki sesaat akan olahraga juga perlu dihindari untuk mencegah terjadinya hipoglikemia karena absorbsi akan meningkat saat otot bekerja aktif Insulin memiliki manfaat yang cukup besar apabila diberikan dengan proporsional, narnun apabila dalarn penggunaannya tidak diperhatikan dengan teliti maka akan timbul berbagai masalah seperti lipodistrophy pada area injeksi yang dilakukan tanpa memperhatikan rotasi, efek somogyi dan down phenomenown jika insulin diberikan dengan dosis yang berlebihan. Beberapa diabetes mungkin merasakan reaksi alergi dengan penggunaan insulin, keluhan yang dirasakan berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada area injeksi 2.2.3.5. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalarn penatalaksanaan DM. Semakin tinggi pengetahuan pasien diharapkan akan meningkatkan pula kesadaran diri untuk melakukan upaya manajemen kontrol glukosa secara mandiri. DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan sehingga memerlukan penanganan yang khusus seumur hidup. Untuk itu pasien hams diajarkan untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah seperti pengaturan nutrisi, aktifitas fisik, dan stress fisik serta emosional. Pasien tidak hanya belajar keterarnpilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga hams memiliki perilaku preventif dalarn gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain : Patofisiologi DM sederhana, cam terapi Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 20 termasuk efek samping obat, pengenalan dan pencegahan hipoglikemi / hiperglikemi, tindakan preventif (perawatan kaki, perawatan mata , hygiene umum ), meningkatkan kepatuhan program diet dan obat (Smeltzer & Bare, 2010) 2.1.8. Komplikasi DM Komplikasi DM dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum (DKA) dan Sindrom Non Ketotik Hiperosmolar Hiperglikemia (IllINS). Komplikasi jangka panjang meliputi komplikasi makrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (Smeltzer & Bare, 2010) Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering dialami oleh pasien DM dimana kadar glukosa darah dibawah 50-60mg/dl. Penggunaan insulin atau OHO, makan terlalu sedikit atau aktifitas yang terlalu banyak merupakan penyebab terjadinya hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia ini bisa terjadi sewaktu - waktu. DKA merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan hiperglikemia (300 - 600 mg/dl, asidosis, dehidrasi, kehilangan elektrolit, osmolaritas plasma meningkat (300 - 320 mOs/ml). Sedangkan IllINS merupakan kondisi serius dimana tubuh mengalami hiperosmolaritas (330 - 380 mOs/ml) dan hiperglikemia (600 - 1200 mg/dl) serta penurunan kesadaran tanpa tanda dan gejala asidosis. lllINS biasanya dialami oleh pasien dengan usia lanjut antara umur 50 - 70 taboo dengan angka mortalitas sebesar 10% - 40%. Komplikasi makrovaskuler merupakan akibat adanya perubahan pada pembuluh darah ditandai dengan pembuluh darah menebal, sklerosis dan terjadi oklusi. Atherosklerosis lebih sering terjadi dan dialami pada usia yang relatif lebih muda pada pasien DM dibanding non diabetes. Komplikasi makrovaskuler biasanya berupa gangguan arteri koroner, gangguan serebrovaskuler dan gangguan vaskuler perifer. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 21 Komplikasi mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang terjadi dimana kapiler basal membran mengalami penebalan. Para pakar mempercayai bahwa kondisi glukosa darah yang meningkat menyebabkan perubahan biokimiawi yang berakibat menebalnya lapisan sel endothelial pada membrana basalis kapiler. Dua area yang mengalami komplikasi mikrovaskuler adalah retina dan ginjal sehingga bisa menyebabkan terjadinya kebutaan serta gagal ginjal. Neuropati diabetik merupakan sekumpulan penyakit yang mempengaruhi semua jenis saraf termasuk saraf sensorik, otonom maupun spinal. Neuropati dialami oleh 50% pasien dengan lama mengalami DM selama 25 tahun. Gangguan ini secara klinis akan muncul tergantung pada area yang diinervasi oleh saraf yang mengalami gangguan. 2.2. Inisiasi insulin 2.2.1. Pengertian lnisiasi insulin adalah suatu bentuk keputusan dan persetujuan untuk menggunakan insulin antara healthcare provider (Hf'P) dan pasien (Tan et al, 2011). Orem (2001) dalam teori self care menyatakan bahwa terdapat 3 kemampuan kompleks dalam self care agency, salah satunya yaitu operational capabilities mencakup pemahaman dan pengetahuan yang diperlukan untuk memastikan dan memutuskan apa yang harus dilakukan dalam perawatan diri. Dari beberapa pengertian diatas inisiasi insulin dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pemyataan persetujuan ataupun kemampuan memutuskan untuk menggunakan insulin. 2.2.2. Teori yang mendukung tentang inisiasi insulin 2.2.2.1. Teori selfcare Teori selfcare adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh Dorothea Orem. Orem mengembangkan Teori Keperawatan Self­ Care Deficit (teori umum) terdiri dari 3 teori yang saling berhubungan, yaitu : a) Teori Self-Care; b) Teori Self-Care Deficit; c) Theory of nursing systems. Teori self-care Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 22 menggambarkan dan menjelasakan mengapa dan bagaimana orang-orang melakukan perawatan dirinya. Sedangkan teori self­ care deficit menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia dapat ditolong melalui ilmu keperawatan. Sementara teori Nursing systems; menggambarkan dan menjelaskan hubungan interpersonal yang harus dilakukan dan dipertahankan oleh seorang perawat agar dapat berupaya secara produktif. Secara konseptual, Orem mendefinisikan self care sebagai suatu bentuk langkah nyata yang diprakarsai oleh individu dalam memulai atau melakukan upaya untuk mempertahankan hidup, sehat serta kondisi sejahtera (Orem, 2001). Semua tindakan dalam Self care bertujuan untuk mengetahui kebutuhan akan self care dan hasil akhir yang diinginkan adalah dapat bertahan hidup, sehat dan sejahtera. Perubahan kesehatan atau status kesehatan dapat terjadi setiap saat dan hal ini membutuhkan tindakan self care yang spesifik pula sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan untuk self care tergantung dengan kebutuhan akan self care (Orem, 2001) Sama halnya dengan pasien DM tipe 2, mereka mengalami perubahan memerlukan dalam status kesehatannya perawatan diri sehingga berkaitan dengan mereka DM yang dialaminya Kebutuhan akan perawatan diri pada pasien DM tipe 2 meliputi monitor glukosa darah mandiri, mengatur pola nutrisi, melakukan serangkaian latihan fisik dan mengatur regimen terapeutik mandiri meliputi insulin, OHO, anti hipertensi serta obat untuk menurunkan kadar lemak (ADA, 2012) Dalam teori self care juga dikenalkan adanya self care agency yaitu kemampuan yang komplek dari pendewasaan dan orang­ orang yang dewasa (matur) untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang ditujukan untuk mengatur fungsi dan perkembangan manusia (Orem, 2001). Pengembangan konsep self Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 23 care agency didasarkan karena adanya asumsi bahwa self care agency adalah sumber kekuatan atau kemampuan individu untuk memperkirakan, mengubah dan me1akukan upaya produktif dalam self care Hal ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman hidup, orientasi sosial kultural tentang kesehatan dan sumber-sumber lain yang ada pada dirinya. Self care agency meliputi 3 tipe kemampuan kompleks yang diperlukan dalam self care yaitu foundational capabilities, enabling capabilities dan operational capabilities. Foundational capabilities yang dimaksud dalam self care agency adalah kemampuan secara umum berkenaan dengan sensasi, atensi, memori, persepsi dan orientasi sedangkan enabling capabilities atau kekuatan komponen dalam self care agency meliputi kemampuan untuk me1akukan keterampilan selfcare, menilai arti kesehatan, energy untuk selfcare dan pengetahuan akan selfcare. Sementara operational capabilities adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengetahui seharusnya dilakukan dan memahami berkaitan dengan apa yang perawatan diri, kemampuan yang diperlukan untuk memastikan dan memutuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk perawatan diri dan kemampuan untuk me1akukan perawatan diri sete1ah memutuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk perawatan dirinya (Orem, 2001). Kemampuan self care agency pada pasien DM juga dipengaruhi oleh adanya faktor psikososial sehingga pengkajian akan kondisi psikologis dan situasi sosial pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 diperlukan sebagai bagian dari manajemen DM (ADA, 2012). Skrining psikososial dan tindak lanjutnya me1iputi sikap, harapan, perasaan, kualitas hidup serta sumber - sumber yang lain seperti sumber finansial, social dan emosional. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kondisi psikososial seperti depresi, kecemasan, gangguan makan dan gangguan kognitif apabila Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 24 ditemukan bahwa pasien mengalami keterpurukan dalam manajemen mandiri DM (ADA, 2012) Orem juga mengemukakan tentang basic conditioning factors yaitu faktor internal dan ekternal individu yang dapat dalam kurun waktu tertentu mempengaruhi kemampuan individu untuk: terlibat dalam perawatan dirinya atau jenis dan jumlah dari kebutuhan self care yang diinginkan. Basic conditioning factors yang dimaksud adalah umur, jenis kelamin, riwayat perkembangan, status kesehatan, orientasi sosisokultural, faktor sistem layanan kesehatan dan sumber - sumber yang tersedia (Orem, 2001) 2.2.2.3. Konsep Health BeliefModel Health belief model (HBM) adalah suatu bentuk: model yang mencoba untuk: menjelaskan dan memperkirakan perilaku berkenaan dengan kesehatan dan telah banyak digunakan sebagai kerangka teori sebagai bentuk: intervensi yang mempengaruhi perilaku individu. Teori ini menjelaskan tentang motivasi dalam upaya promosi kesehatan serta upaya dalam pencegahan penyakit kemudian teori ini dikembangkan untuk: mengetahui beberapa bentuk: perilaku termasuk kepatuhan regimen tempi. Dalam pengembangannya teori ini memasukan teori efikasi diri yang digunakan sebagai kekuatan dalam HBM (Stretcher & Rosenstock, 1997) Komponen utama dalam teori HBM meliputi persepsi subyektif terhadap kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, efikasi diri dan isyarat untuk: melakukan tindakan. Persepsi subyektif terhadap kerentanan adalah persepsi individu akan terkena kondisi sakit serta perubahan status kesehatan, sementara persepsi keparahan merujuk pada persepsi individu akan dampak yang ditimbulkan baik secara klinis maupun sosial berkenaan dengan penyakit. Sedangkan persepsi akan manfaat dijabarkan sebagai persepsi individu berkenaan dengan adanya harapan akan adanya Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 25 sesuatu yang baik akan terjadi apabila seseorang itu melakukan perilaku spesifik terutama perilaku yang mengurangi ancaman terhadap kesehatan. Persepsi akan hambatan adalah persepsi adanya kesulitan dalam melakukan perilaku tertentu yang menarik dan sebagai dampaknya sesuatu yang negatif akan terjadi (Stretcher & Rosenstock, 1997). Selain keempat kepercayaan atau persepsi tersebut, HBM menyatakan bahwa perilaku sesorang juga dipengaruhi oleh cues to action. Cues to action didefmisikan sebagai suatu kejadian, seseorang atau sesuatu yang mengerakkan seseorang untuk melakukan perubahan. Contoh, ada anggota keluarga yang sakit, berita dari media, saran dari orang lain atau petugas kesehatan Komponen yang dikembangkan lagi yaitu efikasi diri. Efikasi diri didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang atau kepercayaan diri seseorang dalam melakukan tindakan berkenaan dengan perilaku sehat sedangkan isyarat melakukan tindakan berkenaan dengan faktor fisik ataupun lingkungan yang mempengaruhi motivasi untuk sehat (Rosenstock et al. 2004) 2.2.3. Hambatan dalam Inisiasi Insulin Inisiasi insulin dipengaruhi oleh adanya hambatan yang dirasakan oleh pasien DM yang mengakibatkan pasien cenderung menolak insulin. Penolakan terhadap insulin mengakibatkan tidak efektifnya terapi yang diberikan sehingga perawat perlu mengetahui berbagai hambatan yang dialami pasien, seperti : 2.2.3.1.Hipoglikemia Ketakutan terjadi hipoglikemia setelah pemberian insulin merupakan alasan terbesar yang dikemukakan oleh pasien yang menolak insulin. Kejadian hipoglikemia dengan insulin bervariasi antara 6% sampai dengan 64 % dengan nilai kadar glukosa darah 3,0 - 3,1 mmol/L (Kann, Wascher, Zackova, 2006) dan terjadi karena pemberian imsulin dengan dosis, waktu serta penggunaan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 26 tipe insulin yang tidak tepat (Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012). 2.2.3.2.Penambahan Berat Badan Penambahan berat badan sering terjadi pada pasien setelah pemberian insulin. Peningkatan berat badan bisa mencapai 0,3 - 6,4 kg yang terjadi mulai minggu pertama sampai beberapa bulan setelah menggunakan insulin (Owen, Seetho, Idris, 2010; Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012) dan setelah satu tahun peningkatan berat badan menjadi semakin rendah (Smith, 2004). Peningkatan berat badan terjadi karena glukosuria tidak terjadi sehingga sumber kalori tidak terbuang serta efek lainnya yang disebabkan terkendalinya glukosa darah (AADE, 2011) 2.2.3.3.Mitos dan persepsi yang salah tentang insulin Adanya persepsi yang salah pada sebagian besar pasien yang menganggap terapi insulin diberikan karena adanya kegagalan dalam kontrol glukosa darah sebelumnya dan hal ini menjadikan hambatan dalam inisiasi insulin (AADE, 2011) 2.2.3.4.Efektifitas penggunaan terapi Pemberian terapi insulin dirasa menyulitkan bagi pasien karena adanya rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul karena kurangnya informasi dan ketidaktahuan pasien sehingga menjadi hambatan dalam penggunaan insulin (Funnel, 2006). Terapi insulin juga membuat ketidaknyamanan bagi pasien karena pemberiannya hams memakaijarum suntik (AADE, 2011) 2.2.4. Peran perawat dalam inisiasi insulin Peran perawat cukup penting untuk menghadapai hambatan dalam inisiasi insulin, perawat perlu mengkaji berbagai hal yang dianggap hambatan oleh pasien untuk menggunakan insulin (Clark, 2007) serta mengkaji adanya persepsi yang salah tentang insulin (Levich, 2011). Perawat juga Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 27 perlu mengkaji kemarnpuan pasien dalarn memberikan insulin secara mandiri dan pengkajian ulang juga perlu dilakukan sebagai bentuk follow up apabila terjadi perubahan kondisi pasien (Wallymahmed, 2012). Peran perawat dalarn mengatasi ketakutan akan hipoglikemia adalah mendiskusikan tentang faktor resiko hipoglikemia dan upaya untuk mencegah serta mengatasi hipoglikemi. Monitoring glukosa darah lebih sering akan mencegah terjadinya hipoglikemia dan memberikan keterarnpilan mengatasi hipoglikemia juga perlu diberikan (Clark, 2011; Funnel, 2007). Untuk mengatasi ketakutan akan adanya penarnbahan berat badan, perawat perlu melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengidentifikasi cam pencegahan penambahan berat badan (Cheyette, 2004; Funnel, 2007). Selain itu perlu juga dikaji adanya ketakutan akan hipoglikemia, depresi, penggunaan obat penenang karena hal tersebut ikut memicu peningkatan berat badan (Funnel, 2007) Perawat memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan pasien terkait pengetahuan tentang DM secara menyeluruh, efektifitas penggunaan insulin termasuk mengajarkan, memonitor dan mengevaluasi keterarnpilan injeksi insulin mandiri (Smith, 2004; Philips, 2007A; Funnel, 2007 ). Perawat memiliki posisi penting untuk menyelesaikan kesenjangan dan memperbaiki efisiensi penatalaksanaan DM dengan membantu pasien dalarn inisiasi insulin dan keseluruhan aspek kontrol glukosa darah (Levich, 2011). Upaya yang dapat dilakukan perawat adalah dengan memberikan pelatihan, dukungan dan bimbingan kepada rekan perawat ataupun dokter yang sarna - sarna memiliki keinginan untuk menyelesaikan masalah terkait inisiasi insulin pada pasien (philips, 2007B). Perawat juga perlu meyakinkan bahwa pasien yang berada dalarn tanggung jawabnya sudah merasa mengalami perkembangan kearah yang Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 28 lebih baik dan merasa nyaman dengan beberapa peralatan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien (Smith, 2004) 2.2.5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin Perilaku individu merupakan respon dari stimulus baik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari luar. Pengolahan stimulus dari luar tidak akan langsung menimbulkan respon, untuk menerima stimulus tersebut dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu meliputi persepsi, emosi, perasaan, pemikiran, kondisi fisik dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Faktor internal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dikelompokkan ke dalam faktor biologis dan sosiopsikologis. Beberapa perilaku manusia merupakan bawaan biologis yang dipengaruhi oleh kerja DNA yang tidak hanya membawa warisan fisiologis tetapi warisan perilaku dan kegiatan manusia termasuk agama, kebudayaan dan sebagainya. Motif biologis pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh kebutuhan fisiologis serta kebutuhan lain seperti mempertahankan kelangsungan hidup. Persepsi akan keparahan kondisi DM akan membuat pasien tergerak untuk me1akukan perilaku yang bertujuan mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat DM. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia mencakup faktor lingkungan dimana manusia itu berada atau bertempat tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Dari beberapa hasil penelitian sebe1umnya tentang penolakan insulin pada pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 2.2.5.1. Usia Orang dengan usia dewasa lebih memiliki harapan yang positif dengan penggunaan insulin sehingga orang dengan usia dewasa lebih bisa menerima insulin dibanding usia lanjut (Soohyun, 2009). Penelitian yang sama menyatakan pasien dengan usia 40­ 59 tahun dan usia lanjut cenderung menolak inisiasi insulin (Oliveria et al. 2007; Owen, Seetho, Idris, 2010; Peyrot, Rubin, Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 29 Kruger, Travis, 2010; Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009) Penelitian lain justru menunjukkan perbedaan yaitu pasien dengan usia dewasa menolak insulin karena mereka cenderung belum mengalami komplikasi (Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak:, 2010) 2.2.5.2. Jenis Kelamin Wanita lebih banyak menolak insulin dibandingkan dengan laki­ laki (Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005; Soohyun, 2009; Lerman et al. 2009). Penolakan tersebut didasari oleh kekhawatiran akan terjadi peningkatan berat badan, adanya stigma sosial dan takut dengan injeksi (Soohyun, 2009), selain itu wanita lebih merasa kesulitan dalam memberikan injeksi insulin mandiri (Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009). Pene1itian yang dilak:ukan oleh Oliveria et al. (2007) juga menyatakan hasil yang sarna yaitu wanita lebih menolak insulin dibanding laki - laki tetapi setelah melewati tahap inisiasi justru laki - laki lebih banyak yang berhenti menggunakan insulin. 2.2.5.3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan seseorang menyerap informasi yang diberikan guna perubahan untuk mencapai hidup sehat (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2011). Pasien dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak: begitu takut dengan hipoglikemia akibat pemakaian insulin sehingga pasien dengan tingkat pendidikan tinggi lebih menerima insulin (Soohyun, 2009) sebaliknya pasien dengan tingkat pendidikan rendah cenderung menolak insulin (Makine et al. 2009; Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter 2009). Penelitian lain justru berkebalikan, pasien dengan tingkat pendidikan setara perguruan tinggi atau tingkat pendidikan tinggi lebih menolak inisiasi insulin (Oliveria et al. 2007; Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, 20 I0) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 30 2.2.5.4. Lama Mengalami DM Lama waktu mengalami DM berkaitan dengan pengalaman dalam penatalaksanaan DM dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi jangka panjang akan terjadi setelah kurun waktu 5 - 10 tahun sejak diagnosis awal yang disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas (Smeltzer & Bare, 2010). Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan durasi sakit yang lebih pendek justru lebih menolak insulin karena mereka belum mengalami komplikasi (Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, 2010) 2.2.5.5. Pendapatan Faktor rendahnya sosioekonomi berpengaruh terhadap inisiasi insulin (Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, 2005; Lerman et al. 2009; Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, 2010). Kondisi sosisoekonomi erat kaitannya dengan kemampuan pasien untuk mendapatkan insulin (Funnel, mengakses pendidikan 2007B), kesehatan, kemampuan untuk mendapatkan informasi kesehatan, kemampuan kontrol diluar rutinitas harlan dan keterampilan untuk mengatasi masalah (Link, Phelan, Miech, Westin, 2008) 2.2.5.6. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tau seseorang terhadap suatu objek melalui indra yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2010). Pengetahuan tingkat awal yang harus diperkenalkan pada pasien DM adalah perjalanan penyakit DM, pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, terapi farmakologis dan non farmakologis, interaksi antara asupan makanan dengan aktifitas fisik serta olahraga, cara pemantauan glukosa darah mandiri, mengatasi hipoglikemia, pentingnya olahraga, perawatan kaki dan mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada (perkeni, 2011). Beberapa penelitian menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan tentang DM menyebabkan pasien cenderung menolak insulin Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 31 (Haque, Navsa , Emerson, Dennison, Levitt, 2005; Lerman et al. 2009; Kong, Yein, Jenn, 2012). 2.2.5.7. Sikap Sikap adalah respon tertutup individu terhadap suatu stimulus atau objek yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Campbell, 1950 dalam Notoadmodjo, 2010). Sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa, mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek kognitif. Sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut. Berbagai sikap yang perlu diketahui dari pasien DM meliputi sikap terhadap diet, jenis pengobatan, kontrol glukosa darah olahraga, manajemen mandiri, bahkan sampai pada sikap terhadap dokter atau perawat (Basuki dalam Soegondo, 2011). Hasil penelitian menunjukkan penolakan terhadap insulin dipengaruhi juga oleh adanya sikap negatif karena mereka merasa terapi insulin akan diberikan secara permanen, membatasi ruang gerak serta permasalahan hipoglikemia (Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005; Brod, Kongso, Lessard, Cristensen, 2009) 2.2.5.8. Kepercayaan terhadap insulin Kepercayaan adalah bentuk kebenaran yang dipersepsikan individu tentang penyakit dan strategi untuk mengurangi timbulnya penyakit (Hochbaum, 1958 dalam stretcher & Rosenstock, 1997). Kepercayaan itu sendiri dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan untuk memastikan benar atau salah (Notoadmodjo, 2010). Kepercayaan akan insulin dipengaruhi oleh persepsi terhadap kerentanan, keparahan, manfaat serta hambatan seperti ketakutan akan efek samping, nyeri, kesulitan dalam memberikan terapi (stretcher & Rosenstock, 1997). Beberapa penelitian menyatakan kepercayaan yang salah pada pasien menyebabkan pasien menolak pemberian Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 32 insulin (polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005; Navsa, Emerson, Levitt, 2005; Brod, Kongso, Lessard, Cristensen, 2009 ) 2.2.5.9. Efikasi diri Efikasi diri adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dalam melakukan sesuatu hal (Bandura dalam Strecher & Rosenstock, 1997). Efikasi diri seseorang dipengaruhi oleh persepsi adanya manfaat dan hambatan yang mempengaruhi seseorang untuk bertindak (Strecher & Rosenstock, 1997). Pasien DM dengan efikasi diri yang rendah cenderung menolak terapi insulin yang diberikan (polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005) 2.2.5.10. Interaksi dengan petugas kesehatan Interaksi adalah suatu tindakan yang terjadi antara dua orang atau lebih dan saling menguntungkan. Interaksi terbentuk karena adanya komunikasi, peran berupa perilaku yang diharapkan, adanya upaya untuk mempertahankan diri dari stress, adanya stressor dan transaksi yaitu perilaku yang dapat diobservasi saat interaksi terjadi (King dalam Alligood & Tomay, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soohyun, (2009) menyatakan bahwa pasien yang memiliki interaksi yang baik dengan petugas kesehatan memiliki penerimaan yang baik terhadap insulin 2.2.6. Pengukuran Inisiasi Insulin Beberapa alat ukur yang dapat digunakan dalam pengukuran inisiasi insulin: 2.2.6.1. Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) ITAS adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur penilaian pasien DM tipe 2 terhadap terapi insulin. ITAS dikembangkan oleh Snoeck (2007), terdiri dari 20 pertanyaan dengan 4 pertanyaan tentang penilaian negatif dan 16 pertanyaan penilaian positif. Validitas ITAS dilakukan dengan validitas Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 33 dikriminan antara pasien yang menerima insulin dengan pasien yang menolak insulin, hasilnya sesuai dengan fakta dimana pasien yang menerima pemberian insulin memiliki skor penilaian negatif terhadap inisiasi insulin lebih rendah dibanding dengan pasien yang menolak insulin. Uji reliabilitas yang dilakukan memiliki nilai koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,89 untuk semua item pertanyaan, 0,90 untuk pertanyaan penilaian negatif dan 0,68 untuk pertanyaan penilaian positif. Instrument ini telah digunakan dalam penelitian oleh Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, (2010); Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, (2010); Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005); Lerman et al. (2009); Makine et al. (2009). 2.2.6.2. Barrier Of Insulin Treatment (BIT) BIT dikembangkan oleh Petrak, et.al, (2007) yang digunakan untuk mengukur adanya hambatan psikologis terkait dengan pemberian insulin pada pasien DM tipe 2. Kuesioner ini terdiri dari 14 item pertanyaan yang terbagi menjadi 5 sub skala yaitu (1) ketakutan akan injeksi insulin dan 5MBG, terdiri dari 3 item pertanyaan; (2) harapan yang positif akan hasil terkait pemberian insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (3) kesulitan dalam pemberian terapi insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (4) stigma terkait injeksi insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (5) ketakutan dengan hipoglikemia, terdiri dari 2 pertanyaan. Hasil uji validitas menunjukkan interkorelasi sub skala dengan nilai uji pearson's ­ 0.05 dan 0,36. Uji reliabiitas yang dilakukan memiliki nilai koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,62 - 0,85 dengan korelasi Cronbach Alpha keseluruhan 0,78. Instrumen ini telah dipergunakan oleh Sohyun (2009) 2.3. Asuhan Keperawatan pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Inisiasi Insulin Asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin dilakukan melalui tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian, perumusan diagnosa Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 34 keperawatan, merumuskan rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi. 2.3.1. Pengkajian Pengkajian yang perIu dilakukan pada pada yang mendapatkan terapi insulin adalah aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Pengkajian aspek kognitif meliputi pengetahuan tentang alasan mengapa insulin diberikan sebagai bagian dari penatalaksanaan DM, pengetahuan tentang konsep asepsis, kombinasi insulin, kerja insulin, dan efek samping insulin. Pengkajian lain terkait fungsi kognitif yang perIu diketahui perawat adalah kemampuan mengingat apabila mendapatkan lebih dari satu dosis setiap harinya serta menggunakan insulin tepat pada waktunya. Pengkajian psikomotor meliputi kemampuan fisik dalam menyiapkan pemberian insulin dan memberikan dosis secara tepat.untuk fungsi afektif perIu dilakukan pengkajian aspek emosional serta sikap terhadap DM dan insulin (Robbins, Shaw, Lewis, 2007) Sebelum inisiasi insulin, pasien perIu dikaji tentang riwayat penggunaan OHO secara tepat sebelumnya, upaya yang pemah dilakukan untuk menurunkan berat badan karena keberhasilan menurunan berat badan yang dilakukan sebelumnya memberikan efek secara signifikan berkaitan dengan penolakan insulin. Aktifitas fisik atau olahraga juga perIu dikaji karena berkaitan dengan sensitifitas insulin ( Everett, 2007) Pengkajian fisik terkait faktor yang mempengaruhi kemampuan diabetesi dalam melakukan perawatan mandiri seperti penurunan fungsi penglihatan, fungsi koordinasi serta defisit neurologi juga perIu dikaji karena kondisi fisik ikut berpengaruh terhadap inisiasi insulin (Robbins, Shaw, Lewis, 2007; Smeltzer & Bare, 2010; Black, Hawks, Keene, 2009 ; AADE, 2011). 2.3.2. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang terjadi pada pasien DM dengan inisiasi insulin yaituk Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terkait diabetes dan penatalaksanaannya dan menyatakan kebingungan tentang patofisiologi penyakit (Nanda, 2012) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 35 2.3.3. Intervensi Keperawatan Nursing Outcome (NOC) untuk mengatasi masalah ketidakefektifan manajemen terapeutik adalah meningkatkan pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan DM serta menyiapkan upaya penatalaksanaan mandiri insulin (self care). Kriteria hasil yang diharapkan, pasien mampu mendeskripsikan fungsi insulin, mendeskripsikan pentingnya diet untuk mengontrol kadar glukosa darah, mendeskripsikan pentingnya olahraga dalam mengontrol kadar glukosa darah, mendeskripsikan hiperglikemi berikut tanda dan gejalanya, mendeskrisikan hipoglikemia berikut tanda dan gejalanya, mendeskripsikan cara untuk mengatasi hipoglikemia, mendeskripsikan pengaruh adanya penyakit lain yang bisa mempengaruhi kadar glukosa darah dan mendeskripsikan kapan hams pergi ke layanan kesehatan (Moorhead, Johnson, Mass, Swanson, 2006) Nursing Intervention (NIC) yang dilakukan merupakan upaya unuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang DM yaitu dengan cara : berikan pendidikan kesehatan tentang proses penyakit meliputi kaji pengetahuan pasien tentang proses penyakit untuk menentukan informasi yang akan diberikan perawat, jelaskan tentang proses penyakit, diskusikan rasionalisasi tentang pemberian tempi dan upayakan pasien mengerti alasan mengapa terapi itu diberikan berikut tatalaksana pemberian tempi termasuk kemungkinan adanya perubahan gaya hidup, diskusikan tentang upaya untuk merubah gaya hidup guna mencegah terjadinya komplikasi, jelaskan tentang komplikasi jangka panjang sehingga pasien memiliki kesadaran diri untuk mencegah terjadinya komplikasi, jelaskan kepada pasien tentang adanya tanda dan gejala yang menghamskan pasien datang ke layanan kesehatan (Closkey & Bulechek, 2006) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 36 Skema2.2 Kerangka teori r------------- : Resiko: : Usia : Obesitas 11 stress - ~fu~i klin""ik -., Poliuria Polifagi Polidipsi Penurunan harlan • DM Tipe 2 1- _ .- - - - - - - - - - - - "j : Ketoasidosis : 1 1 Ketosis 1 1 1 :_ ~~:r~~~~l~ __ I 1 1 • 1- • I 1 1 1 1 I : Glukosa : terkontrol : : 1 1- I1 I--­ Inisiasi +--­ insulin t .- - - - - - - - - - - - "j 1 insulin ----------'"1 1 1 1 I : Mikroangiopati I-- ----------'"1 .- - - - - - - - - - - - "j Makroangiopati nutrisi : Komplikasi : ' DM : 1 1 1 -------------------------, Asuhan Keperawatan : 1. Pengkajian meliputi aspek dan kognitif, afektif psikomotor tentang iniasiasi insulin 2. Perumusan diagnosa keperawatan : ketidakefektifan . . manajemen regimen terapeutik 3. Intervensi Keperawatan pendidikan kesehatan 1I Dukungan keluarga, perawat, sistem layanan kesehatan, Asuransi kesehatan --------------­ --- 1- 1 1 1 1- --- : 2. Olabraga I--------:----~ ~ 3. OHO 1 4. Pemantauan : Glukosa tidak 1 : :.. _ - -terkontrol : --1 1 5. Edukasi _ .- - - - - - - - - - - - "i Non 1- - - - - - - - - - :---+ : Penatalaksanaan I - - - - - - - - - - - - .. : Diabetikum 1 1 1 "i ~ 1I : : 1. M~a~emen : berat : : : .. 1- - - - - - - - - - - - ~ Support system: ------------------~ :: Defisiensi Insulin :: Resistensi insulin :: 1I 1 !.. Faktor Psikososial : 1. Sikap 2. Kepercayaan 3. Pengetahuan 4. Efikasidiri 5. Depresi Karakterisitik individu: 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Pendapatan 5. Lama mengalami DM ---------------, Status kesehatan secara urnum seperti gangguan penglihatan, pendengaran dan koordinasi Keterangan : = tidak diteliti = diteliti Surnber :Smeltzer (2010), Black, Hawk, Keene, (2009), Guyton & Hall Robbins, Shaw, Lewis (2007), Oliveria et al (2007), Owen, Seetho, Idris Peyrot, Rubin, Kruger, Travis (2010), Ahmed et al (2010) Hermanns, Mahr, Skovlund, Haak (2010) Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman Soohyun (2009), Lerman et al (2009) Makine et al (2009) (2007), (2010), Kulzer, (2005) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BAB3 KERANGKA KONSEP, IDPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional. Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk: oleh generalisasi dari hal ­ hal yang khusus dan kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan terhadap topik yang dipilih dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian dan definisi operasional memberlkan batasan terhadap variabel agar pengukuran variabel dapat konsisten disamping itu dapat menjelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur atau kategorinya serta skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2010) 3.1. Kerangka Konsep Komplikasi DM terjadi sebagai akibat ketidakmampuan pasien dalam mengontrol kadar glukosa darah. Salah satu upaya dalam kontrol glukosa darah adalah penggunaan insulin tetapi inisiasi insulin tidak begitu saja dapat dilakukan oleh pasien. Inisiasi insulin dipengaruhi oleh aspek fisik, psikologis dan sosial (AADE, 2011; Black, Hawk, Keene, 2009). Kerangka konsep penelitian ini digambarkan dalam bentuk: bagan yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen sebagai berikut : 37 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 38 Skema3.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel dependen Karakterisitik individu : • Usia • Jenis kelamin • Tingkat pendidikan • Pendapatan • Lama mengalami DM Inisiasi Insulin Faktor Psikososial : • Sikap • Kepercayaan • Pengetahuan • Efikasi diri • Interaksi dengan petugas kesehatan -----~ Kerangka konsep dalam penelitian ini meliputi 2 komponen yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah karakteristik individu dan faktor psikososial meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengalami DM, pendapatan, sikap, kepercayaan, pengetahuan, efikasi diri, dan interaksi dengan petugas kesehatan. Variabel terikat adalah inisiasi insulin 3.2. Hipotesis Hipotesis untuk penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 6.1.1. Hipotesis Mayor Terdapat hubungan antara karakteristik demografi dan aspek psikososial pasien DM tipe 2 terhadap inisiasi insulin di RSUD Kabupaten Kudus 6.1.2. Hipotesis Minor 3.2.2.1. Terdapat hubungan antara usia pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin di RSIJD Kabupaten Kudus. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 39 3.2.2.2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan inisiasi insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.3. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan inisiasi insulin pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.4. Terdapat hubungan antara lama mengalami DM dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.5. Terdapat hubungan antara pendapatan dengan inisiasi insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.6. Terdapat hubungan antara sikap dengan inisiasi insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.7. Terdapat hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.8. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.9. Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan inisiasi insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 3.2.2.10. Terdapat hubungan antara interaksi dengan petugas kesehatan dengan inisiasi insulin pada pasien ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 40 c. Def'misi Operasional Tabel3.l Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala ukur Variabel 1 Independen Usia Def'misi Operasional 2 Hasil Ukur Skala 3 4 ukur 5 Umur yang telah Kuesioner dilalui oleh pasien DM tipe 2 dari sejak lahir sampai wang tahun terakhir Jenis Kelamin AlatUkur Dinyatakan dalam tahun, karakteristik Untuk analisa responden tentang bivariat dikategorikan umur dalam tahun berdasarkan cut offpoint mean 55, dinyatakan dalam kategori : 1. 2: 55 tahun O. <55 tahun Sifat atau keadaan Kuesioner yang karakteristik membedakan responden berbeda responden jenis yaitu laki - laki laki perempuan dan - Nominal tentang kelamin 1. Perempuan O. Laki - laki berupa pasien DM tipe 2 jenis yang Jenis kelamin responden dinyatakan dalam Ordinal laki atau perempuan Tingkat Pendidikan Dinyatakan dalam 1. SD formal yang telah karakteristik 2. SMP dilalui pasien DM responden tentang 3. SMA 4. Perguruan tingkat pendidikan tipe 2 Tinggi berupa pendidikan Kuesioner Pendidikan rendah Ordinal dan pendidikan tinggi Lama Lama waktu sejak mengalami pertama DM didiagnosa kali Kuesioner Dinyatakan dalam Ordinal tahun. karakteristik Untuk analisa responden tentang bivariat dikategorikan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 41 mengalami DM lama mengalami berdasarkan cut off median sampai waktu saat DM dalam taboo pengambilan data Pendapatan dinyatakan kategori : 1. 2: 3 taboo O. <3 taboo Jumlah Kuesioner pendapatan rata - karakteristik rata pasien DM responden tipe 2 didapat yang jumlah tentang pendapatan dalam rata - rata per bulan satu bulan Sikap Kepercayaan Terhadap Insulin pasien Kuesioner mengenai sikap pasien terhadap penyakit modifikasi dari Attitude yang Diabetes DM Scale (DAS) berupa melibatkan 20 pemyataan dengan skala 1ikert kemampuan untuk pemyataan untuk mencerap positif: tidak dan berperi1aku 1. Sangat setuju terkait DM yang 2. Tidak setuju 3. Ragu - ragu dialaminya 4. Setuju 5. Sangat setuju Untuk pemyataan negatif: 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Ragu - ragu 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju Suatu bentuk Kuesioner mengenai Respon nilai point 3, dalam Dinyatakan dalam Ordinal rupiah Untuk analisa bivariat dikategorikan berdasarkan UMR Kabupaten Kudus tahun 2012 dinyatakan dalam kategori : 1. 2: 900000 O. < 900000 Skor nilai dalam Ordinal rentang 20 - 100. Pengkategorian berdasarkan nilai cut offpoint mean 67,dinyatakan dalam 2 kategori yaitu : 1. Sikap positif (skor2:67) O. Sikap negatif (skor<67) Skor nilai dalam Ordinal rentang 0 - 10. kebenaran untuk kepercayaan Pengkategorian terhadap memutuskan insulin berdasarkan nilai benar atau salah berupa terkait insulin pemyataan 10 cut off point mean 6, dinyatakan dengan dalam 2 kategori Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 42 oleh pasien DM skala Guttman : tipe 2 O. Salah 1. Benar yaitu : 1. Kepercayaan benar (skor ~6) O. Kepercayaan salah (skor <6 ) Pengetahuan total 14, Ordinal Kuesioner mengenai Skor pengkategorian pasien DM tipe 2 pegetahuan berupa berdasarkan cut 0.0 8, akan informasi 14 pertanyaan dalam point mean dinyatakan dalam DM bentuk pilihan ganda tentang 2 kategori yaitu : dengan 1 jawaban 1. Pengetahuan beserta baik (skor ~8) penatalaksanaann benar O. Pengetahuan kurang(skor<8) ya Efikasi diri Kepercayaan diri Kuesioner mengenai efikasi diri berupa pasien DM tipe 2 10 pemyataan dalam untuk melakukan bentuk skala Guttman dengan penatalaksanaan jawaban: DM dengan O. Tidak 1. Iya insulin Interaksi Bentuk dengan petugas kesehatan Pemahaman tindakan Kuesioner mengenai interaksi pasien DM yang terjadi dengan petugas pasien kesehatan berupa 10 setelah pertanyaan dalam DM tipe 2 dan bentuk skala likert : petugas kesehatan 1. Tidak pemah 2. Jarang dan bertemu 3. Kadang - kadang 4. Sering saling 5. Selalu mempengaruhi Skor dalam Ordinal rentang 0 - 10, pengkategorian berdasarkan cut 0.0 point mean 6, dinyatakan dalam 2 kategori yaitu : 1. Efikasi diri baik (skor ~6) O. Efikasi diri kurang (skor<6) Skor nilai dalam Ordinal rentang 10 - 50 , Pengkategorian berdasarkan cut 0.0 point mean 35, dinyatakan dalam 2 kategori: 1. Interaksi baik (skor ~ 35) O. Interaksi kurang (skor<35) untuk tujuan yang saling menguntungkan Dependen Inisiasi insulin Suatu keputusan Kuesioner mengenai Skor nilai dalam Ordinal insulin rentang 13 - 65, atau pemyataan inisiasi Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 43 persetujuan oleh pasien DM tipe 2 untuk menggunakan insulin menggunakan modifikasi insulin treatment appraisal scale (ITAS) berupa 13 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala likert. Untuk pemyataan positif : 1. Sangat tidak setuju 2. Tidak setuju 3. Ragu - ragu 4. Setuju 5. Sangat setuju Untuk pemyataan negatif: 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Ragu - ragu 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju pengkategorian berdasarkan cut off point median 38, dinyatakan dalam 2 kategori yaitu: 1. Menerima (skor~ 38) O. Menolak (skor<38) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BAB4 METODE PENELITIAN Uraian dalam metodologi ini mencakup desain penelitian, populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan data dan analisa data 4.1. Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arab. terhadap jalannya penelitian (Dharma, 20 11). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive correlational karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan melihat hubungan antar variabel pada situasi tertentu, dengan menggunakan desain cross sectional karena diidentifikasi pada satu satuan waktu (Burn & Grove, 2009). Rancangan tersebut peneliti gunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menjelaskan serta melihat hubungan antara karakteristik dan psikososial pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin di RSlID Kabupaten Kudus dalam satu kali pengukuran dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Keuntungan yang dapat peneliti peroleh dengan menggunakan cross sectional adalah desain ini relatif lebih mudah, praktis karena dapat meneliti banyak variabel sekaligus, ekonomis dan hasilnya cepat diperoleh. Peneliti juga mempunyai kemungkinan kecil untuk kehilangan subjek karena penelitian dilakukan dalam satu waktu (Sastroasmoro & Ismail, 20 I0). 4.2. Populasi dan Sampel Populasi adalah subjek penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (polit & Beck, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien DM tipe 2 dengan indikasi pemberian insulin yang dirawat atau berobat jalan di RSUD Kabupaten Kudus dengan rata - rata kunjungan setiap bulan sebanyak 136 orang selama kurun waktu I tahun Sampel adalah sebagian dari kuantitas dan karakteristik dari populasi yang telah ditetapkan oleh peneliti atau wakil dari populasi yang diteliti (polit dan Beck, 44 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 45 2006; Dharma, 2011). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Dharna, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang dirawat di RSUD Kabupaten Kudus, dengan kriteria inklusi sebagai berikut : 4.2.1. Pasien DM tipe 2 yang bersedia ikut penelitian 4.2.2. Pasien DM tipe 2 yang diberlkan saran untuk menggunakan insulin 4.2.3. Tidak dalam kondisi mengalami serangan akut komplikasi DM Kriteria eksklusi : 4.2.1. Mengalami gangguan fisik (pendengaran, penglihatan, dan koordinasi) 4.2.2. Tidak mendapatkan asuransi kesehatan Besarnya sampel dihitung dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5%, untuk N=136 dilakukan pembulatan pada N=140 maka jumlah sampelnya adalah 100 orang. Untuk perkiraan drop out ditambah 10% sehingga jumlah sampel yang diperlukan adalah 110 orang (Sugiyono, 2009) Tabel4.1 Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu Dengan Taraf Kesalahan 1%, 5% dan 10% S 1% 5% 10 10 10 20 19 19 29 28 30 40 38 36 44 47 50 51 60 55 58 70 63 80 71 65 72 90 79 100 87 78 Sumber : Sugiyono (2009) N 10% 10 19 27 35 42 49 56 62 68 73 N 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 1% 94 102 109 116 122 129 135 142 148 154 S 5% 84 89 95 100 105 110 114 119 123 127 10% 78 83 88 92 97 101 105 108 112 115 Pada saat penelitian tidak terdapat responden yang drop out yang berarti semua responden yang memenuhi kriteria sampel ikut dalam penelitian. Peneliti tetap mengambil semua sampel secara keseluruhan yaitu 110 responden. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 46 4.3. Tempat Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di RSUD Kabupaten Kudus yaitu di ruang rawat inap penyakit dalam meliputi Cempaka I, Cempaka II, Cempaka III dan Bougenville I. Tempat penelitian ini dipilih karena RSUD Kudus merupakan rumah sakit dengan jumlah pasien DM yang dirawat cukup banyak dan merupakan rumah sakit rujukan untuk karisedenan Pati. Rumah sakit memiliki prosedur tetap tentang indikasi pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 serta menerima layanan pasien dengan Askes dan Jamkesmas dan hal ini merupakan kebijakan dalam support system pasien DM tipe 2 untuk mendapatkan insulin. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit yang mendukung pengembangan dalam bidang penelitian 4.4. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama 5 bulan yaitu mulai September 2012 sampai dengan Januari 2013. Jadwal penelitian secara lengkap terlampir 4.5. Etika Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan usulan atau proposal penelitian untuk mendapatkan rekomendasi dari komite etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Selanjutnya mengajukan izin kepada pihak-pihak yang terkait dengan proses penelitian ini yaitu direktur dan komite etik RSUD Kabupaten Kudus serta pihak-pihak di tempat dilakukannya penelitian berikut responden yang terlibat dalam kegiatan penelitian. Sebagai bentuk pertimbangan etik, peneliti berupaya untuk memenuhi The Five Rights OfHuman Subjek in Research (ANA, 1985 dalam Wood & Haber, 2006). Lima hak tersebut meliputi hak untuk self detemination; hak terhadap Privacy dan martabat; hak terhadap anonimity dan confidentiality; hak untuk mendapatkan penagganan yang adil dan hak terhadap perlindung Kemudian dilakukan penelitian dengan menekankan pada aspek etika sebagai berikut: 4.8.1. SelfDetermination Responden yang memenuhi kriteria sampel diberikan penjelasan terkait dengan penelitian meliputi tujuan, manfaat, cara pengambilan data termasuk hak responden untuk terlibat ataupun tidak: dalam penelitian ini. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 47 Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada calon responden, calon responden diberikan kesempatan untuk bertanya sebelum memberikan persetujuan untuk menjadi responden. Selama proses pengambilan data, tidak terdapat pasien yang menolak sebagai responden 4.8.2. Privacy Selama proses pengambilan data, peneliti menggunakan ruang tertutup atau ruang konseling yang disediakan disetiap ruangan sehingga kerahasiaan informasi akan terjaga. Setelah informasi didapatkan, peneliti berupaya menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dan mempergunakannya hanya untuk kepentingan penelitian atau sebagai alat bukti jika diminta oleh pengadilan. 4.8.3. Anonimity dan Confidentiality Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama sampel penelitian tetapi digunakan inisial nama atau kode responden pada lembar kuesioner dan setelah pengambilan data, lembar persetujuan dipisahkan dengan lembar kuesioner selanjutnya data tersebut disimpan oleh peneliti. Kerahasiaan informasi dan responden dijamin peneliti dan hanya kelompok data yang dilaporkan sebagai hasil penelitian bukan dalam bentuk data masing-masing sampel penelitian. 4.8.4. Fear Treatment Untuk memenuhi prinsip keadilan, peneliti memberikan hal dan perlakuan yang sarna kepada semua responden dari tahap penentuan responden sampai akhir penelitian. Peneliti melibatkan responden yang memenuhi kriteria sarnpel tanpa memandang latar belakang sosial termasuk didalamnya suku, agarna, ras dan budaya. Selama dan setelah penelitian, peneliti juga akan memberikan hal yang sama kepada semua responden meliputi penjagaan privasi, menjaga kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan oleh responden. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 48 4.8.5. Protection From Discomfort Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada ruang tertutup atau ruang konseling sehingga bisa meningkatkan kenyamanan responden selain untuk menjaga privasi. Untuk membatasi adanya ketidaknyamanan yang mungkin terjadi saat mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk mengutarakan ketidaknyamanan dan memberikan kesempatan kepada responden untuk istirahat serta melanjutkan kembali pengisian kuesioner apabila responden sudah merasa siap. Untuk menghindari ketidaknyamanan dalam membaca kuesioner, peneliti menawarkan kepada responden untuk memilih melakukan pengisian kuesioner secara langsung atau dengan wawancara namun pada saat pengambilan data, semua responden meminta dalam bentuk wawancara 4.6. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari 7 kuesioner yaitu kuesioner tentang demografi responden, kuesioner sikap, kuesioner kepercayaan, kuesioner pengetahuan, kuesioner efikasi diri, kuesioner interaksi dengan petugas kesehatan dan kuesioner tentang inisiasi insulin 4.6.1. Kuesioner demografi responden Kuesioner karakteristik demografi responden terdiri dari USIa, jems kelamin, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan dan lama mengalami DM. Data demografi responden masuk dalam kuesioner A yang terdiri dari 6 pertanyaan dan diisi dengan menuliskan jawaban singkat atau check list (--1) padajawaban yang dipilih oleh responden 4.6.2. Kuesioner Sikap Pengukuran sikap menggunakan kuesioner B. Instrumen sikap dalam penelitian ini menggunakan modifikasi Diabetes Attitude Scale (DAS) karena DAS merupakan kuesioner yang memiliki validitas berkisar antara 0.40 sampai dengan 0.60 dan reliabilitas yang ideal dengan nilai croncbach alpha 0.8 sehingga cukup baik dalam mengukur sikap seseorang terkait DM (Anderson, Fitzgerald, Funnel, Gruppen, 1998). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 49 Pengukuran kuesioner dengan menggunakan skala likert yaitu 1= sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, 5= sangat setuju. Kuesioner ini berisi 20 pemyataan dengan 4 pemyataan yang bertentangan (unfavourable) yaitu pertanyaan nomor 2, 12, 16 dan 18. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin baik sikap pasien dengan skor dalam rentang 20 - 100. Untuk analisis selanjutnya sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif jika skor jawaban ~ 67 dan sikap negatifjika skor jawaban < 67. Pembagian ini berdasarkan nilai cut offpoint mean karena data berdistrubusi normal 4.6.3. Kuesioner Kepercayaan Terhadap Insulin Kuesioner kepercayaan menggunakan kuesioner C, memuat pemyataan tentang kepercayaan terhadap insulin dengan pemyataan yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan referensi dari The BeliefAbout Medicines Questionnaire oleh Home, Weinman, Hankins, (2007) dan teori tentang insulin. Kuesioner ini memiliki validitas antara 0.44 sampai 0.46 untuk setiap iten dengan nilai croncbach alpha 0.78. Kuesioner ini berisi 10 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala Guttman yaitu benar dan salah. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin benar kepercayaan pasien tentang insulin dengan skor total 10. Untuk analisis selanjutnya keyakinan dikategorikan menjadi 2 yaitu kepercayaan benar jika skor jawaban ~ 6 dan kepercayaan salah jika skor jawaban <6 . Pembagian ini berdasarkan nilai cut off point mean karena data berdistrubusi normal 4.6.4. Kuesioner Pengetahuan Kuesioner pengetahuan menggunakan kuesioner D yang memuat pertanyaan tentang pengetahuan tentang DM dan insulin dengan pertanyaan yang dibuat sendiri oleh peneliti menggunakan referensi dari Diabetes Knowledge Test oleh Fitzgerald, et.al (1998) dan berbagai teori terkait. Kuesioner memiliki nilai cronbach alpha ~ 0.70 sehingga cukup reliabel. Kuesioner ini berisi 14 pertanyaan pilihan ganda dengan 1 jawaban benar. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin tinggi pengetahuan pasien dengan skor total 14. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 50 Untuk analisis selanjutnya pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori berdasarkan cut offpoint mean karena data berdistibusi normal sehingga didapatkan kategori berupa pengetahuan tinggi jika skor jawaban 2: 8 dan pengetahuan rendahjika skor jawaban <8. 4.6.5. Kuesioner Efikasi diri Kuesioner efikasi diri menggunakan kuesioner E yang memuat pemyataan tentang efikasi diri pasien DM dalam tatalaksana insulin dengan pemyataan yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan referensi dari Diabetes Management Self Efficacy Scale (DMSES) oleh Sturt, Heamshaw, Wakelin, (2009) dan teori terkait. Kuesioner ini cukup baik untuk mengukur efikasi diri pasien DM karena hasil Pearson's correlation coefficient 0.46 (P,O.OOOl) dengan cronbach alpha 0.89. Kuesioner ini berisi 10 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala Guttman yaitu ya dan tidak. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin baik efikasi diri responden dengan skor total 10. Untuk: analisis selanjutnya efikasi diri dikategorikan berdasarkan cut offpoint mean 6 sehingga didapatkan kategori efikasi diri baik jika skor jawaban 2: 6 dan efikasi diri kurang jika skor jawaban < 6 4.6.6. Kuesioner Interaksi Kuesioner interaksi menggunakan kuesioner F yang memuat pertanyaan tentang interaksi responden dengan petugas kesehatan (dokter, perawat) yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan referensi dari Interpersonal Processes Of Care Questionnaire (IPC-I) oleh Steward, (2002). Kuesioner ini berisi 10 pertanyaan dengan pengukuran menggunakan skala likert yaitu 1= tidak pemah, 2 = jarang, 3 = kadang ­ kadang, 4 = sering, 5= selalu. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin baik interaksi responden dengan skor dalam rentang 10 - 50. Untuk analisis selanjutnya interaksi dikategorikan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai cut off point mean 35 sehinggadidapatkan kategori interaksi baik jika skor jawaban 2: 35 dan interaksi kurang jika skor jawaban <35 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 51 4.6.7. Kuesioner Inisiasi Insulin Pengukuran inisiasi insulin menggunakan kuesioner G. Instrumen inisiasi insulin menggunakan modifikasi Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) dari Snoeck (2007). Uji reliabilitas yang dilakukan memiliki nilai koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,89 untuk: semua item pertanyaan, 0,90 untuk: pertanyaan penilaian negatif dan 0,68 untuk pertanyaan penilaian positif. Peneliti memakai kuesioner ITAS untuk: mengukur inisiasi insulin karena kuesioner ini telah banyak dipakai oleh beberapa peneliti pada penelitian sebelumnya dan ITAS memiliki validitas konstruk yang baik dan nilai reliabilitas yang tinggi. Penggunaan instrument ITAS dalam penelitian ini, dengan pengukuran menggunakan skala likert yaitu 1= sangat setuju, 2 = setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = tidak setuju, 5= sangat tidak setuju. Kuesioner ini berisi 13 pemyataan dengan 4 pemyataan positif dan 9 pemyataan negatif. Untuk: analisis selanjutnya inisiasi insulin dikategorikan menjadi 2 yaitu menerimajika skor jawaban 2:38 dan menolakjika skor jawaban < 38. Pengkategorian ini didasarkan pada nilai cut offpoint median 38 karena distribusi data tidak normal 4.7. Prosedur Pengumpulan data Prosedur dalam pengumpulan data digunakan untuk: mengumpulkan data penelitian. Cara yang digunakan dalam pengumpulan data hams objektif yang berarti bebas dari bias, keyakinan, nilai - nilai atau sikap pribadi peneliti dan sistematik yang berarti pengumpulan data hams dilakukan secara resmi, konsisten dan sesuai standar (Wood & Haber, 2010). Langkah - langkah dalam pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi 4.7.1. Prosedur administratif Peneliti mengajukan uji etik ke komite etik penelitian keperawatan Fakultas Imu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) yang dilanjutkan dengan proses perijinan oleh Dekan ke Direktur RSUD Kabupaten Kudus dengan meminta rekomendasi penelitian kepada Kepala Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Barat dilanjutkan ke Kepala Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Tengah kemudian dilanjutkan lagi ke Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus dan Bupati Kudus melalui kepala Bappeda. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 52 4.7.2. Prosedur Teknis Peneliti meminta ijm kepada penanggung jawab ruangan kemudian mensosialisasikan maksud dan tujuan penelitian. Selama proses pengumpulan data peneliti dibantu oleh 2 orang perawat, sebelum pengumpulan data peneliti menjelaskan tentang tehnik dan cara pengumpulan data serta melakukan persamaan persepsi terhadap isi kuesioner kepada asisten peneliti. Saat pengumpulan data peneliti menentukan responden yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eklusi terlebih dahulu. Setelah mendapatkan responden, peneliti memberikan penjelasan penelitian meliputi semua aspek yang tercantum dalam lembar penjelasan penelitian dan peneliti meminta tanda tangan responden apabila responden bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Selanjutnya, peneliti menawarkan kepada responden untuk mengisi kuesioner secara langsung atau dengan wawancara. Selama proses pengambilan data, responden memilih untuk wawancara sehingga data yang terkumpul lengkap dan langkah selanjutnya adalah mengolah data. 4.8. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui tingkat kesahihan dan konsistensi instrumen (Sugiyono, 2007). Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas pada 30 responden di RSUD Kabupaten Kudus agar karakteristik respondennya sama 4.8.1. Validitas Instrumen yang valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengukuran validitas secara statistik dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing - masing pemyataan dengan menggunakan core/asi product moment. Kuesioner dinyatakan valid jika nilai korelasi masing - masing item pertanyaan dengan nilai total setiap variabel menunjukkan angka 2: r tabel (n : 30, r tabel : 0.361) (Sugiyono, 2010). Setelah dilakukan uji validitas, apabila diketemukan item pertanyaan tidak valid, peneliti akan membuang item pertanyaan tersebut apabila jumlah item yang tersisa masih bisa mewakili indikator pertanyaan dan peneliti akan merevisi apabila item pertanyaan yang Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 53 mewakili indikator pertanyaan memiliki jumlah yang terbatas. Uji validitas terhadap kuesioner sikap didapatkan 13 item yang tidak valid kemudian peneliti membuang item tersebut sehingga tersisa 20 item dengan nilai r hitung antara 0.501 sampai dengan 0.748 untuk tiap item pernyataan. Uji validitas terhadap 10 item kuesioner kepercayaan terhadap insulin didapatkan semua item valid dengan nilai r hitung antara 0.465 sampai dengan 0 .815. Uji validitas kuesioner pengetahuan didapatkan 8 item tidak valid kemudian peneliti membuang 6 item dan melakukan revisi 2 item, tersisa 14 item dengan nilai r hitung antara 0.469 sampai dengan 0.774 untuk. Uji validitas terhadap 10 kuesioner efikasi diri didapatkan semua item valid dengan nilai r hitung antara 0.508 sampai dengan 0.789, demikian pula uji validitas terhadap kuesioner interaksi dengan petugas kesehatan didapatkan semua 10 item valid dengan nilai r hitung 0.451 sampai dengan 0.687, sedangkan uji validitas terhadap kuesioner inisiasi insulin didapatkan 14 item valid dengan nilai r hitung 0.488 sampai dengan 0.687 sehingga jumlah keseluruhan item kuesioner yang valid adalah 83 item 4.8.2. Reliabilitas Kuesioner reliabel jika kuesioner yang dipakai menunjukkan hasil pengukuran yang relatif konsisten apabila pengukuran digunakan secara berulang (Dharma, 2011). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan item kuesioner yang valid. Pengukuran reliabilitas menggunakan Cronbach alpha. Uji ini dilakukan untuk mengukur rata - rata konsistensi internal diantara item pertanyaan dengan hasil perhitungan statistik dalam rentang 0-1. Kuesioner dinyatakan reliable jika instrumen memiliki nilai reliabilitas > 0,70 (Sugiyono, 2010). Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner sikap mendapakan hasil nilai cronbach alpha sebesar 0.753, kuesioner kepercayaan terhadap insulin 0.763, kuesioner pengetahuan 0.767, kuesioner efikasi diri 0.770, kuesioner interaksi dengan petugas kesehatan 0.757 dan kuesioner inisiasi insulin 0.924. dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kuesioner dalam penelitian ini reliabel karena memiliki nilai cronbach alpha lebih dari 0.70. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 54 4.9. Pengolahan Data Sete1ah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan sebagai berikut (Hastono & Luknis, 2008): 4.9.1. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa atau mengoreksi data yang telah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, keje1asan, dan kekonsistenan jawaban. 4.9.2. Pemberian kode (coding), yaitu memberi kode pada setiap komponen variabel, dilakukan untuk: mempermudah proses tabulasi dan analisis data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data. 4.9.3. Memasukan data (entry), setelah kuesioner terisi seluruhnya, dan te1ah dilakukan pengkodean, se1anjutnya dilakukan pemprosesan data dengan memasukkan data dalam program komputer agar dapat dianalisis. 4.9.4. Pembersihan data (cleaning),memeriksa kembali data yang sudah di­ entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan atau tidak sebelum dilakukan analisis. 4.10. Analisis data 4.10.1. Analisis univariat Tujuan dari analisis univariat adalah untuk: mendeskripsikan masing­ masing variabel yang diteliti. Peringkasan data kategorik hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase masing ­ masing kelompok. Penyajian masing - masing variabel dengan menggunakan tabe1 dan diinterpretasi berdasarkan hasil yang diperoleh. 4.10.2. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk: membuktikan hipotesis pene1itian pada a: 0.05 yaitu menguji hubungan masing - masing variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik untuk: analisis bivariat penelitian ini menggunakan chi square karena bentuk: data kategorik (Hastono, 2007). Uji analisis untuk: setiap variabel disajikan dalam tabel4.2 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 55 Tabel4.2 Tabel uji statistik berdasarkan skala variabel independen dan variabel dependen serta jenis uji statistik No Variabel Independen Variabel Jenis Uji Statistik Dependen 1 Usia ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 2 Jenis Kelamin ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 3 Tingkat pendidikan ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik) Uji Chi Square 4 Pendapatan ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 5 Lama mengalami DM ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 6 Sikap ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 7 Kepercayaan ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 8 Pengetahuan ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 9 Efikasi diri ( data kategorik ) Inisiasi insulin ( data kategorik ) Uji Chi Square 10 Interaksi dengan Inisiasi insulin petugas kesehatan ( data kategorik ) (data kategorik) Uji Chi Square 4.10.3. Analisis multivariat Analisis multivariat digunakan untuk mempelajari beberapa variabel bebas dengan dengan satu atau beberapa variabel terikat. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda karena variabel terikat merupakan data kategorik dikotomi (Hastono, 2007) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 56 Analisa multivariat dalam penelitian 1111 digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2. Analisis multivariat dilakukan melalui model prediksi yaitu untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel prediktor yang terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen (Hastono, 2007). Prosedur pemodelan dapat dijelaskan sebagai berikut : 4.10.3.1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dan dependen. Bila hasil uji variat mempunyai nilai p < 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat. Variabel dengan p > 0,25 dapat masuk dalam model multivariat jika secara substansi variabel tersebut penting. 4.10.3.2. Memilih variabel yang dianggap penting dengan cara mempertahankan variabel yang mempunyai p < 0,05 dan mengeluarkan variabel yang mempunyai p > 0,05 secara bertahap mulai dari variabel yang memiliki p paling besar. 4.10.3.3. Setelah variabel-variabel penting didapatkan, langkah selanjutnya adalah memeriksa kembali OR masing ­ masing variabel untuk menentukan mana yang paling berinteraksi dengan variabel dependen. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BAB5 HASIL PENELITIAN Bab 5 ini menjelaskan hasil penelitian mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kudus. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 dengan jumlah responden 110 responden pasien DM tipe 2 yang diberikan saran untuk menggunakan insulin, diperoleh dari ruang rawat inap meliputi ruang Cempaka I, II, III dan Baougenville II sebanyak 77 responden dan melalui kunjungan rumah sebanyak 33 responden. Hasil penelitian berupa analisis univariat, bivariat dan multivariat. 5.1. Analisis Univariat Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengalami DM, jumlah pendapatan) dan aspek psikososial (sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan) serta inisiasi insulin. 57 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 58 5.1.1. Karakteristik responden Tabel5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012 n: 110 Variabel Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pendapatan Lama mengalami DM Jumlah Persentase (%) 2: 55 tahun 49 44.5 < 55 tahun 61 55.5 Total 110 100 Lakilaki 49 44.5 Perempuan 61 55.5 Total 110 100 SD 39 35.5 SMP 32 29.1 SMA 22 20 PT 17 15.5 Total 110 100 2: 900000 50 45.4 < 900000 60 54.6 Total 110 100 2: 3 tabun 52 47.2 < 3 tabun 58 52.8 Total 110 100 Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah pasien dengan usia < 55 (55.5%), berjenis kelamin perempuan (55.5%), pendidikan SD (35.5%), memiliki pendapatan < Rp 900.000,00 (54.6%) dan lama mengalami DM < 3 tahun (52.8 %) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 59 5.1.2. Aspek Psikososial Responden Tabel5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Psikososial di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012 (n: 110) Variabel Sikap Kepercayaan Terhadap Insulin Pengetahuan Efikasi Diri Interaksi Dengan Petugas Kesehatan Jumlah Persentase (%) Negatif 79 71.8 Positif 31 28.2 Total 110 100 Salah 38 34.5 Benar 72 65.5 Total 110 100 Kurang 49 44.5 Baik 61 55.5 Total 110 100 Kurang 55 50 Baik 55 50 Total 110 100 Kurang 33 30 Baik 77 70 Total 110 100 Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah pasien yang memiliki sikap negatif (71.8%), kepercayaan benar terhadap insulin (65.5%), pengetahuan yang baik (55.5%), efikasi diri baik (50%) dan interaksi yang baik dengan petugas kesehatan (70%) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 60 5.1.3. Inisiasi Insulin Tabel5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012 (n: 110) Inisiasi Insulin Jumlah Persentase (%) Menolak 61 55.5 Menerima 49 45.5 Total 110 100 Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menolak insulin (55.5%) 5.2. Analisis Bivariat Analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan masing - masing variabel independen meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, lama mengalami DM, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan dengan variabel dependen yaitu inisiasi insulin. 5.2.1. Hubungan Usia Pasien dengan Inisiasi Insulin Tabel5.4 Analisis Hubungan Usia Pasien dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) p 0.899 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia dan inisiasi insulin pada tabel 5.4 dengan menggunakan chi square memperlihatkan bahwa ada Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 61 sebanyak 28 (57.1%) pasien DM berusia 2: 55 tahun menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM berusia < 55 tahun terdapat 33 (54.1%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.899, a : 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM berusia 2: 55 tahun dan pasien DM berusia < 55 tahun ( tidak ada hubungan antara usia dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ). 5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Inisiasi Insulin Tabe15.5 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Jenis Laki -laki Inisiasi Insulin Total Menolak Menerima % n % n % n 26 53.1 23 46.9 49 100 Kelamin Perempuan 35 57.4 26 42.6 61 100 61 55.5 49 45.5 110 100 Variabel Total p 0.795 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dan inisiasi insulin pada tabel 5.5 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 26 (53.1%) pasien DM berjenis kelamin laki - laki menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM berjenis kelamin perempuan, terdapat 35 (57.4%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilaip = 0.795, a:0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak: ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara jenis kelamin laki ­ laki dengan perempuan (tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 62 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dan inisiasi insulin pada tabel 5.6 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 25 (64.1%) pasien DM dengan pendidikan SD menolak insulin, 20 (62.5%) pasien DM dengan pendidikan SMP menolak insulin sedangkan pasien DM dengan pendidikan SMA terdapat 9 (40.9%) pasien menolak insulin dan 7(41.2%) pasien DM dengan pendidikan Perguruan tinggi menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.16, a : 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 63 5.2.4. Hubungan Pendapatan dengan Inisiasi Insulin Tabe15.7 Analisis Hubungan Pendapatan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Variabel ~ Pendapatan Rp.900.000 < Rp.900.000 Total Inisiasi Insulin Menolak Menerima n % % N 28 56 22 44 Total n 50 % 100 33 55 27 45 60 100 61 55.5 49 44.5 110 100 p 1.00 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendapatan dan inisiasi insulin pada tabel5.7 dengan chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 28 (56%) pasien DM dengan pendapatan ~ Rp.900.000 menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan pendapatan < Rp.900.000, terdapat 33 (55%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1.00, u:0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM dengan pendapatan ~ Rp.900.000 dan pasien DM dengan pendapatan < Rp.900.000 (tidak ada hubungan antara pendapatan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus). 5.2.5. Hubungan Lama Mengalami DM dengan Inisiasi Insulin Tabe15.8 Analisis Hubungan Lama Mengalami DM dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Lama Mengalami ;;:: 3 taboo Inisiasi Insulin Menolak Menerima n n % % 26 50 26 50 DM < 3 taboo 35 60.3 23 61 55.5 49 Variabel Total Total n 52 % 100 39.7 58 100 44.5 110 100 p 0.369 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama mengalami DM dan inisiasi insulin pada tabel 5.8 dengan analisis chi square memperlihatkan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 64 bahwa ada sebanyak 26 (50%) pasien DM dengan lama mengalami DM 2: 3 taboo menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan lama mengalami DM < 3 taboo, terdapat 35 (60.3%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.369, a:0.05 maka dapat = disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM dengan lama mengalami DM 2: 3 taboo dan pasien dengan lama mengalami DM < 3 taboo (tidak ada hubungan antara lama mengalami DM dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus). 5.2.6. Hubungan Sikap dengan Inisiasi Insulin Tabel5.9 Analisis Hubungan Sikap dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Negatif Inisiasi Insulin Menolak Menerima n % % n 50 63.3 29 36.7 n 79 % 100 Positif 11 35.5 20 64.5 31 100 61 55.5 49 44.5 110 100 Variabel Sikap Total Total p 0.015 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara sikap dan inisiasi insulin pada tabel 5.9 dengan menggunakan analisis chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 50 (63.3%) pasien DM yang memiliki sikap negatifmenolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan sikap positif, terdapat 11 (35.5%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.015, a: 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara responden yang memiliki sikap negatif dan sikap positif (ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 65 5.2.7. Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dengan Inisiasi Insulin Tabel5.10 Analisis Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Kepercayaan Salah Inisiasi Insulin Menolak Menerima % n % n 44.7 21 55.3 17 Terhadap Benar 44 61.1 28 38.9 72 100 61 55.5 49 44.5 110 100 Variabel Total n 38 % 100 Insulin Total p 0.149 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dan inisiasi insulin pada tabel 5.10 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 17 (44.7%) pasien DM dengan kepercayaan yang salah terhadap insulin menolak penggunaan insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan kepercayaan yang benar terhadap insulin, terdapat 44 (61.1%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.149, a: 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM yang memiliki kepercayaan salah terhadap insulin dengan pasien DM yang memiliki kepercayaan yang benar terhadap insulin (tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 66 5.2.8. Hubungan Pengetahuan dengan Inisiasi Insulin Tabel5.11 Analisis Hubungan Pengetahuan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Kurang Inisiasi Insulin Menolak Menerima n % % n 38 77.6 11 22.4 n 49 % 100 Baik 23 37.7 38 62.3 61 100 61 55.5 49 44.5 110 100 Variabel Pengetahuan Total Total p 0.0001 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengetahuan dan inisiasi insulin pada tabel 5.11 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 38 (77.6%) pasien DM dengan pengetahuan kurang menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM yang memiliki pengetahuan baik, terdapat 23 (37.7%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.00, a:0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM yang memiliki pengetahuan kurang dengan pasien DM yang memiliki pengetahuan baik (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus). 5.2.9. Hubungan Efikasi Diri dengan Inisiasi Insulin Tabel5.12 Analisis Hubungan Efikasi Diri dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Kurang Inisiasi Insulin Menerima Menolak n % n % 41 74.5 14 25.5 n 55 % 100 Baik 20 36.4 35 63.6 55 100 61 55.5 49 45.5 110 100 Variabel Efikasi Diri Total Total p 0.0001 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 67 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara efikasi diri dan inisiasi insulin pada tabel 5.18 dengan chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 41 (74.5%) pasien DM dengan efikasi diri kurang menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM yang memiliki efikasi diri baik, terdapat 20 (36.4%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.00, u:0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus. 5.2.10. Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dengan Inisiasi Insulin Tabel5.13 Analisis Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012 (n: 110) Kurang Inisiasi Insulin Menolak Menerima % n % n 28 84.8 5 15.2 Baik 33 42.9 44 61 55.5 49 Variabel Interaksi Total Total n 33 % 100 57.1 77 100 44.5 110 100 p 0.0001 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara interaksi dengan petugas kesehatan dan inisiasi insulin pada tabel 5.13 memperlihatkan bahwa ada sebanyak 28 (84.8%) pasien DM yang kurang berinteraksi dengan petugas kesehatan menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM berinteraksi baik dengan petugas kesehatan, terdapat 33 (42.9%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.00 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM yang memiliki interaksi kurang dengan pasien DM yang memiliki interaksi baik (ada hubungan yang signifikan antara interaksi dengan petugas kesehatan dan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ). Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 68 5.3. Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan semua variabel independen meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan dengan variabel dependen yaitu inisiasi insulin dan mencari variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini digunakan regresi logistik dengan model prediksi. Langkah pemodelannya adalah sebagai berikut : 5.3.1. Pemilihan variabel kandidat multivariat Pemilihan dilakukan dengan melakukan analisis bivariat masing masing variabel independen dengan variabel dependen. Bila hasil uji mempunyai p < 0.25, maka variabel tersebut dapat masuk pada model multivariat. Variabel yang diduga berhubungan dengan inisiasi insulin adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan. Hasil analisis bivariat variabel - variabel penelitian ditampilkan pada tabel 5.14 berikut ini : Tabel5.14 Hasil Uji Bivariat Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat No Variabel 1 Usia 0.52 2 Jenis Kelamin 0.65 3 Pendidikan 0.14* 4 Lamamengalami DM 0.94 5 Pendapatan 0.29 6 Sikap 0.01* 7 Kepercayaan terhadap insulin 0.10* 8 Pengetahuan 0.0001* 9 Efikasidiri 0.0001* 10 Interaksi dengan petugas kesehatan 0.0001* P Ket:* = Variabel dengan p < 0.25 (kandidat multivariat) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 69 Berdasarkan basil analisis bivariat didapatkan bahwa variabel yang masuk dalam pemodelan selanjutnya adalah variabel pendidikan, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan 5.3.2. Memilih variabel yang dianggap penting untuk: masuk kedalam model dengan cara mempertahankan variabel yang mempunyai p < 0.05 dan mengeluarkan variabel yang mempunyai p > 0.05 seperti tercantum dalam tabel 5.15 Tabel5.15 Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan Terhadap Insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan Petugas Kesehatan p OR 95%CI Pendidikan 0.53 0.67 0.20-2.28 2 Sikap 0.10 2.88 0.79-10.5 3 Kepercayaan 0.04 0.31 0.10-0.94 4 Pengetahuan 0.0001 9.63 3.11-29.76 5 Efikasi Diri 0.0001 8.25 2.67-25.49 6 Interaksi Dengan Petugas Kesehatan 0.016 5.13 1.35-19.44 No Variabel 1 Berdasarkan tabel 5.15 terlihat ada 2 variabel memiliki p > 0.05 yaitu pendidikan dan sikap, yang terbesar adalah pendidikan sehingga pemodelan selanjutnya variabel pendidikan dikeluarkan dari model kemudian dilakukan pengujian ulang, dengan tahapan yang sama dilakukan pengujian terhadap variabel sikap. Hasil analisis perbandingan OR setelah variabel pendidikan dikeluarkan, OR variabel sikap berubah > 10% sehingga variabel pendidikan dimasukan lagi kedalam model. Sementara basil analisis perbandingan OR setelah variabel sikap dikeluarkan, OR variabel pendidikan dan interaksi dengan petugas kesehatan berubah > 10% sehingga variabel sikap dimasukkan lagi kedalam model. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 70 5.3.3. Setelah memperoleh model yang memuat variabel - variabel penting, langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel kedalam model Uji interaksi dilakukan untuk menilai variabel yang diduga secara substansi ada interaksi. Dalam penelitian ini uji interaksi dilakukan untuk variabel pendidikan dan pengetahuan. Hasil uji didapatkan bahwa tidak ada interaksi antara pendidikan dan pengetahuan (p : 0.529, a : 0.05) sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antar variabel independen yang masuk pemodelan seperti yang terlihat dalam tabel 5.16 Tabe15.16 Hasil Analisis Multivariat Variabel Interaksi Antara Pengetahuan dan Pendidikan dengan Variabel Inisiasi Insulin p OR 95%CI Pendidikan 0.38 0.43 0.06-2.77 2 Sikap 0.10 2.90 0.79-10.6 3 Kepercayaan 0.03 0.29 0.09-0.91 4 Pengetahuan 0.0001 7.53 1.97-28.77 5 Efikasi Diri 0.0001 8.10 2.61-25.13 6 Interaksi Dengan Petugas Kesehatan by Pendidikan pengetahuan 0.016 4.94 1.32-18.45 0.529 2.07 0.21-20.15 No Variabel 1 7 Setelah dilakukan anaisis lanjut, variabel yang masuk pemodelan adalah pendidikan, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi. Model secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.17 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 71 Tabel5.17 Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan terhadap insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan petugas kesehatan dengan Variabel Inisiasi Insulin No Variabel p OR 95%CI 1 Pendidikan 0.53 0.67 0.20-2.28 2 Sikap 0.10 2.88 0.79-10.5 3 Kepercayaan 0.04 0.31 0.10-0.94 4 Pengetahuan 0.0001 9.63 3.11-29.76 5 Efikasi Diri 0.0001 8.25 2.67-25.49 6 Interaksi Dengan Petugas Kesehatan 0.016 5.13 1.35-19.44 Dari analisis multivariat pada tabel 5.25 didapatkan kesimpulan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap inisiasi insulin dengan OR : 9.63 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BAB6 PEMBAHASAN Bab 6 ini membahas tentang interpretasi dan hasil diskusi, keterbatasan penelitian dan implikasi basil untuk keperawatan 6.1. Interpretasi dan Hasil Diskusi 6.1.1. Usia dan Inisiasi Insulin Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata - rata umur pasien adalah 55 tahun dan penolakan insulin justru hampir sarna besarnya baik pada pasien dengan usia ~ 55 dan < 55 tahun dengan melihat hasil terdapat 28 (57.1%) pasien DM berusia ~ 55 tahun menolak insulin dan 33 (54.1%) pasien berusia < 55 tahun yang menolak insulin. Nilai p = 0.899 sehingga dapat diarnbil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus. Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Soohyun, (2009) dengan rata - rata usia responden 64.3 tahun dan standar deviasi 13.5 tahun, Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien DM dengan usia yang lebih muda lebih bisa menerima insulin dibanding usia lanjut karena pasien DM dengan usia muda lebih memiliki harapan positif dengan pemberian insulin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Peyrot, Rubin, Lauritzen, Snoeks, Matthews, Skovlund, (2004) tentang hambatan untuk mengembangkan penatalaksanaan DM yang melibatkan beberapa Negara. Hasil penelitian tersebut mengambarkan bahwa penerimaan pasien untuk melakukan penatalaksanaan DM tidak dipengaruhi oleh usia karena dengan rentang rata - rata usia 54.6 sampai dengan 64.1 justru persentase penerimaan penatalaksanaan DM tidak mengikuti rentang umur yang ada. Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara tersebut memperkuat hasil penelitian ini bahwa usia tidak berpengaruh terhadap perilaku pasien. Menurut peneliti, usia tidak lagi menjadi pengaruh walaupun usia mampu mempengaruhi kematangan berpikir seseorang tetapi persepsi pasien 72 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 73 tentang keparahan penyakit lebih memotivasi pasien berperilaku. Pemyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Owen, Seetho, Idris, (2010) yang menyatakan pasien DM berusia dewasa cenderung menolak insulin karena pasien DM dengan usia dewasa belum mengalami komplikasi dibanding usia lanjut. Sementara dalam penelitian ini, berdasarkan pengamatan dari catatan medis pasien memperlihatkan komplikasi sudah terjadi saat pasien tersebut masuk RS dari rentang usia yang termuda sampai tertua. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah rata - rata usia pasien dalam penelitian ini lebih muda dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan bisa dilihat komplikasi terjadi lebih awal, kondisi ini bisa disebabkan kesadaran diri pasien yang kurang dan lebih memprihatinkan lagi kurangnya kesadaran ini mengakibatkan keterlambatan untuk datang ke layanan kesehatan sehingga pasien datang ke layanan kesehatan sudah dalam keadaan terjadi komplikasi serius. Gambaran serupajuga didapatkan oleh Pranoto, (2012) dari hasil survey yang dilakukan memperlihatkan hasil bahwa pasien datang ke layanan kesehatan sudah dalam kondisi penurunan fungsi pankreas. Fenomena tersebut merupakan tantangan bagi perawat untuk meningkatkan pengetahuan pasien karena dengan semakin tinggi pengetahuan pasien diharapkan meningkat pula kesadaran diri pasien. 6.1.2. Jenis kelamin dan inisiasi insulin Penelitian ini mengikutsertakan pasien DM berjenis kelamin laki laki sebanyak 49 orang dan perempuan sebanyak 61 orang. Pasien DM berjenis kelamin laki - laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama untuk menolak insulin dengan melihat hasil penolakan insulin dilakukan oleh 53.1% pasien laki laki dan 57.44% pasien perempuan. Hasil analisis bivariat memperlihatkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2. Hasil Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 74 dimana hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2, hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa perempuan lebih menolak insulin dibandingkan dengan pasien berjenis kelamin laki - laki. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Kwang, Hsu, Yu, Yuh, (2012) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di Taiwan menyatakan hambatan yang dialami oleh pasien DM perempuan adalah ketakutan akan injeksi serta masalah psikologis seperti perasaan bersalah, merasa gagal, cemas dengan penatalaksanaan insulin serta takut efek samping insulin. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelurnnya yang dilakukan oleh Lerman et al. (2009) di Meksiko dengan melibatkan 62% pasien DM perempuan. Hasil analisa antara jenis kelamin perempuan dengan penolakan insulin menunjukkan p = 0.06, a : 0.05 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan penolakan insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, (2011) di Amsterdam dengan rata - rata jenis kelamin laki - laki 54% juga menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keputusan untuk menerima insulin (p = 0.727, a : 0.05) Hasil penelitian ini dapat menumbangkan pendapat tentang perempuan yang cenderung lemah dari sisi fisik maupun psikologis seperti yang tercermin dalam penelitian yang dilakukan di Taiwan. Peran gender tidak bisa diartikan secara sempit hanya terkait peran kodrati saja tetapi peran secara luas meliputi sosial budaya dan psikologis. Secara sosial budaya dan psikologis peran gender lebih memfokuskan pada persamaan dan perbedaan agresifitas, percaya diri dan kecemasan. Sosiopsikologis pasien erat kaitannya dengan persepsi pasien akan keparahan penyakit, resiko, hambatan dan manfaat. Persepsi pasien dibentuk dari pengalaman baik dari diri sendiri atau orang lain sehingga pasien tahu tentang masalah kesehatannya (Stretcer & Rosenstock, 1997). Pernyataan tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pengetahuan pasien terhadap penyakit akan mempengaruhi kondisi sosiopsikologis pasien lebih dibanding perbedaan jenis kelamin. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 75 Dari pemyataan diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan tidak berpengaruhnya jenis kelamin terhadap inisiasi insulin dalam penelitian ini terletak pada pengetahuan sehingga pasien tidak mengalami masalah sosiopsikologi terutama pada pasien dengan pengetahuan kurang. Pemikiran peneliti diperkuat dengan hasil penelitian yang memperlihatkan pengetahuan memiliki pengaruh terbesar dalam inisiasi insulin dimana pasien yang memiliki pengetahuan kurang lebih banyak menolak insulin yaitu sebesar 77.6%. Pemyataan ini diperkuat oleh teori self care menurut Orem (1990), yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki faktor penentu dasar seperti jenis kelamin tetapi faktor tersebut tidak bisa secara langsung mempengaruhi perilaku seseorang, diperlukan kemampuan dasar (foundational capabilities) yang meliputi persepsi, sensasi, atensi, memori dan orientasi individu untuk seseorang itu dapat memutuskan dan melakukan upaya perawatan mandiri (self care). 6.1.3. Pendidikan dan inisiasi insulin Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SD 39 (35.5%). Presentase penolakan insulin tidak memperlihatkan hasil dengan alur yang sesuai dengan tingkat pendidikan. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSlJD Kabupaten Kudus. Hasil penelitian yang berkebalikan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, (2010) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada komunitas muslim di Pakistan menyatakan bahwa pasien DM dengan tingkat pendidikan tinggi lebih menerima insulin karena pasien yang berpendidikan tinggi menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 76 Penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007) tentang hambatan dalam inisiasi insulin dan penolakan terhadap terapi insulin di Amerika Serikat. Hasil yang didapatkan sebanyak 82% pasien menolak insulin yang terdistribusi di setiap tingkat pendidikan dengan persentase penolakan tertinggi adalah pasien dengan pendidikan setara sarjana, kemudian SMA, diploma, paska sarjana, sekolah kejuruan dan yang terkecil persentasenya adalah pendidikan profesi. Penelitian ini memperlihatkan pendidikan tidak mempengaruhi penolakan insulin Penelitian yang dilakukan oleh Lerman et al. (2009) tentang ketidakpatuhan terapi insulin pada masyarakat berpenghasilan rendah di Meksiko dengan melibatkan kurang dari 50% pasien yang telah menyelesaikan pendidikan dasar. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan terapi insulin (p = 0.54) Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lerman et al. (2009) dimana pendidikan tidak selalu berkorelasi positif dengan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebagai contoh adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007), hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penolakan insulin justru lebih banyak terjadi pada pasien dengan pendidikan setara perguruan tinggi barn disusul oleh pasien yang berpendidikan SMA. Pandangan secara umum, semakin tinggi tingkat pendidikan pasien akan menunjukkan semakin baik pula perilaku kesehatan karena tingkat pendidikan selalu dikaitan dengan kemampuan seseorang untuk menyerap informasi guna perubahan perilaku hidup sehat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007) memperlihatkan bahwa bukan pendidikan yang menjadi elemen penting dalam perubahan perilaku pasien, tetapi informasi atau ketersediaan informasi yang memiliki pengaruh kuat. Hal yang menjadi pembeda adalah penelitian tersebut dilakukan di negara maju dengan tekhnologi informasi yang juga tinggi, sedangkan penelitian ini berada dalam kondisi yang berkebalikan dimana menurut peneliti akses informasi dan ketersediaan informasi kurang. Hal tersebut berdasarkan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 77 pengamatan selama mengambil data memperlihatkan infonnasi yang diberikan ke pasien masih bersifat lisan dan belum terstruktur. Dari asumsi tersebut menurut peneliti, tidak berpengaruhnya pendidikan terhadap inisiasi insulin dalam penelitian ini lebih dipengaruhi oleh kurangnya ketersediaan sumber infonnasi. 6.1.4. Pendapatan dan inisiasi insulin Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden adalah pasien dengan pendapatan kurang dari Rp. 900.000,00. Hasil analisis bivariat menyatakan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan inisiasi insulin. Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, (2005), Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, (2010). Kedua penelitian ini menyatakan hasil yang sama dimana rendahnya sosioekonomi berpengaruh terhadap penolakan insulin pada pasien DM. Penelitian yang dilakukan oleh Larkin et al. (2009) dengan kriteria responden adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah, menyatakan hasil bahwa sikap memiliki pengaruh terbesar pada kepatuhan pasien terhadap insulin. Untuk mendapatkan insulin diperlukan dana yang cukup besar sehingga pasien DM cenderung menolak insulin karena kesulitan mendapatkan insulin. Pemyataan ini diperkuat oleh pendapat dari Funnel (2007B) yang menyatakan bahwa sosioekonomi erat kaitannya dengan kemampuan pasien dalam mendapatkan insulin. Peneliti sebenamya ingin melihat kaitan antara pendapatan dengan kemampuan untuk mengakses infonnasi dan keterampilan untuk mengatasi masalah seperti yang diungkapkan oleh Link, Phelan, Miech, Westin, (2008) sehingga penolakan terhadap insulin tidak berdasarkan hanya pada kemampuan untuk mendapat insulin saja. Namun, hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan tidak memiliki pengaruh terhadap inisiasi kecenderungan insulin. penolakan Hal ini justru insulin memperlihatkan dipengaruhi oleh bahwa kemampuan mendapatkan insulin lebih dibanding kemampuan untuk mengakses Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 78 infonnasi serta keterampilan untuk mengatasi masalah. Peneliti menyatakan kesimpulan tersebut karena dalam penelitian ini peneliti telah membatasi kriteria sampel penelitian yaitu hanya pasien yang mendapatkan asuransi kesehatan sehingga pasien bisa mengakses insulin secara gratis. Hal yang lebih menarik bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Lerman et al. (2009) yang telah mengkhususkan penelitiannya tentang kepatuhan terapi insulin pada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Diantara masyarakat yang berpenghasilan rendah justru sikap pasien terhadap DM yang memiliki pengaruh kuat. Sikap pasien dibentuk: oleh persepsi, pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan (Notoadmodjo, 2010). Berdasarkan hal tersebut, peneliti memiliki pemikiran, dalam inisiasi insulin sosioekonomi merupakan hal yang penting tetapi sikap pasien adalah yang terpenting. 6.1.5. Lama mengalami DM dan Inisiasi insulin Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden adalah pasien yang mengalami DM kurang dari 3 tahun, Hasil analisa bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara lama mengalami DM dengan inisiasi insulin. Penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, (2010) tentang hambatan dalam terapi insulin pada pasien DM tipe2 di Jerman. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pasien dengan periode sakit yang lebih pendek dengan rata - rata lama DM 6,8 tahun justru lebih menolak insulin dibandingkan pasien yang memiliki rata - rata lama sakit 12.7 tahun. Hal tersebut terjadi karena pada pasien dengan periode waktu yang lebih lama menunjukkan lebih banyak mengalami komplikasi dibanding dengan periode waktu yang relatif pendek. Penelitian yang dilakukan oleh memperlihatkan hubungan antara Kwang, Hsu, Yu, Yuh, (2012) karakteristik durasi sakit dengan hambatan dalam menerima insulin dalam perawatannya. Penelitian itu memperlihatkan hasil bahwa pasien dengan durasi waktu terpendek yaitu 2 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 79 tahun dengan pasien dengan durasi waktu terlama yaitu 16 tahun memiliki hambatan yang sama dalam penerimaan insulin. Hal ini membuktikan bahwa durasi sakit tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Peyrot, Rubin, Lauritzen, Snoeks, Matthews, Skovlund, (2004) dengan sampel penelitian dari beberapa negara. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan rata - rata durasi mengalami DM dari yang terpendek secara berurutan yaitu India kemudian Australia, Jepang, Belanda, Scandinavia, Amerika Serikat, Inggris dan Jerman merupakan negara dengan durasi mengalami DM terlama. Lama waktu mengalami DM seiring dengan komplikasi, dalam arti semakin lama mengalami DM maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi yang dialami oleh pasien seperti yang terlihat dalam penelitian Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, (2010). Dari pemyataan tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa lama mengalami DM tidak mempengaruhi inisiasi insulin disebabkan komplikasi sudah terjadi pada pasien dengan rentang waktu terpendek sampai terlama. Data tersebut berdasarkan catatan medis pasien. Lama waktu mengalami DM berkaitan dengan penurunan fungsi sel beta pankreas sehingga menimbulkan komplikasi yang secara umum terjadi pada pasien dengan lama sakit 5 - 10 tahun (Smeltzer & Bare, 2010). Sementara dalam penelitian ini memperlihatkan komplikasi sudah terjadi pada durasi waktu yang relatif lebih pendek. Menurut peneliti, waktu yang disebutkan oleh pasien tidak menjamin bahwa waktu tersebut menggambarkan waktu sebenarnya pasien mengalami DM, hanya saja pasien baru mengetahui mengalami DM setelah terjadi komplikasi yang memaksa pasien untuk datang ke layanan kesehatan. Seperti terlihat dalam penelitian yang dilakukan pada beberapa negara menunjukkan India memiliki rata - rata durasi waktu terpendek diantara negara - negara lainnya. Pada dasarnya India dan Indonesia memiliki karakteristik yang sama dari segi budaya dan sosial karena sama - sama negara berkembang Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 80 6.1.6. Hubungan Sikap dengan inisasi insulin Hasil penelitian memperIihatkan pasien DM yang bersikap negatif cenderung menolak insulin dibanding pasien DM yang bersikap positif, dengan melihat hasil 63.3% yang memiliki sikap negatif menolak insulin dan pasien dengan sikap positif hanya 35.5% yang menolak insulin. Hasil analisa bivariat menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan inisiasi insulin. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelunya yang dilakukan oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) dan Brod, Kongso, Lessard, Cristensen, (2009). Kedua penelitian ini menyatakan hal yang sama yaitu penolakan terhadap insulin dipengaruhi juga oleh adanya sikap negatif karena mereka merasa terapi insulin akan diberikan secara permanen, membatasi ruang gerak serta permasalahan hipoglikemia. Hasil penelitian ini menguatkan pemyataan bahwa sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut (Campbell, 1950 dalam Notoadmodjo, 2010). Sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa, mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek kognitif. Sikap yang positif terhadap DM akan mendukung pasien dalam inisiasi insulin. Berbagai sikap yang perIu diketahui dari pasien DM meliputi sikap terhadap diet, jenis pengobatan, kontrol glukosa darah olahraga, manajemen mandiri, bahkan sampai pada sikap terhadap dokter atau perawat (Basuki dalam Soegondo,2011). 6.1.7. Hubungan kepercayaan terhadap insulin dengan iniasi insulin Hasil penelitian menunjukkan pasien DM yang memiliki kepercayaan yang benar terhadap insulin cenderung menolak insulin dibanding pasien yang memiliki kepercayaan salah terhadap insulin. Hasil analisa bivariat menyatakan tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dan inisiasi insulin. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 81 Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) yang menyatakan bahwa kepercayaan yang salah pada pasien menyebabkan pasien menolak pemberian insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Brod, Kongso, Lessard, Christensen, (2009) tentang resistensi psikologis : kepercayaan pasien dan implikasi terhadap DM memperlihatkan hasil bahwa kepercayaan dan pengetahuan, persepsi negatif dan sikap berpengaruh terhadap resistensi psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, (2005) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 melalui studi kualitatif menyatakan hasil bahwa beberapa pasien mempunyai kepercayaan yang salah terhadap insulin disebabkan karena pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang DM dan tidak mengetahui bagaimana cara aman menggunakan insulin. Hasil penelitian ini cukup unik karena penolakan insulin justru lebih besar pada pasien yang memiliki kepercayaan benar tentang insulin. Peneliti memiliki pendapat hal tersebut terjadi karena tidak adanya faktor penggerak untuk mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Pemyataan tersebut berdasarkan konsep teori HBM yang menyatakan bahwa perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh kepercayaan atau persepsi akan adanya manfaat, hambatan, keparahan dan kerentanan suatu penyakit tetapi untuk mencapai suatu perubahan perilaku diperlukan faktor penggerak yang mampu mengarahkan pasien dan dalam teori HBM dikatakan sebagai cues to action. Cues to action diartikan sebagai suatu kejadian, seseorang atau sesuatu yang menggerakan seseorang seperti nasehat orang lain atau petugas kesehatan (Stretcher & Rosenstock, 1997). Nasehat dari petugas kesehatan ini akan tersampaikan jika ada interaksi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan, sementara dalam penelitian ini memperlihatkan penolakan terhadap insulin cenderung dilakukan oleh pasien yang memiliki interaksi kurang dengan petugas kesehatan sehingga peneliti memiliki pendapat bahwa fenomena unik ini terjadi karena kurangnya interaksi pasien dengan petugas kesehatan menyebabkan perubahan perilaku yang diharapkan tidak Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 82 terjadi padahal pasien sudah memiliki dasar yang baik dengan memuuo kepercayaan yang benar terkait insulin. Selain itu, tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan inisiasi insulin mungkin disebabkan pengetahuan pasien tentang insulin secara umum masih rendah walaupun dalam penelitian ini peneliti tidak mengukur pengetahuan pasien tentang insulin secara khusus tetapi dari hasil pengamatan saat pengumpulan data memperlihatkan pasien kesulitan dalam menjawab pertanyaan tentang insulin sehingga peneliti memiliki pendapat bahwa kepercayaan pasien terhadap insulin tidak dilandasi dengan pengetahuan yang benar tentang insulin sehingga untuk penelitian selanjutnya peneliti merekomendasikan untuk melihat pengetahuan yang dikhususkan tentang insulin. 6.1.8. Hubungan pengetahuan dengan inisiasi insulin Hasil penelitian memperlihatkan kecenderungan penolakan insulin dilakukan oleh pasien yang memiliki pengetahuan rendah dengan melihat hasil bahwa pasien DM yang memiliki pengetahuan baik 37.7% menolak insulin dan pasien DM yang memiliki pengetahuan kurang 77.6 % menolak insulin. Hasil analisa bivariat menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan inisiasi insulin dan hasil analisa multivariat menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin Hasil penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haque, Navsa , Emerson, Dennison, Levitt, (2005) ; Lerman et al. (2009) dan Kong, Vein, Jenn, (2012). Ketiga penelitian tersebut menyatakan hasil bahwa kurangnya pengetahuan tentang DM menyebabkan pasien cenderung menolak insulin. Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui indra yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2010). Dalam teori self care yang dikemukakan oleh Orem (2001), pengetahuan merupakan bagian dari operational capabilities yang akan menguatkan kemampuan individu (self Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 83 care agency) untuk mencapai perilaku self care. Dari hasil penelitian yang menguatkan teori diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan pasien DM untuk mengambil keputusan termasuk dalam inisiasi insulin. Pengetahuan tingkat awal yang harus diperkenalkan pada pasien DM adalah perjalanan penyakit DM, pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, terapi farmakologis dan non farmakologis, interaksi antara asupan makanan dengan aktifitas fisik serta olahraga, cara pemantauan glukosa darah mandiri, mengatasi hipoglikemia, pentingnya olahraga, perawatan kaki dan mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada (Perkeni, 2011). 6.1.9. Efikasi diri tentang inisiasi insulin Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan penolakan insulin dilakukan oleh pasien dengan efikasi diri kurang. Hal tersebut terlihat dari persentase pasien DM yang memiliki efikasi diri kurang terdapat 74,5% pasien yang menolak insulin sedangkan pasien dengan efikasi diri baik hanya 36,4% pasien yang menolak insulin. Hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan insiasi insulin. Hasil penelitian menyatakan bahwa pasien DM dengan efikasi diri kurang memiliki kecenderungan lebih besar untuk menolak insulin. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) yang menyatakan bahwa pasien dengan efikasi diri rendah cenderung menolak terapi insulin yang diberlkan. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pasien dengan efikasi diri kurang cenderung menolak insulin. Hal tersebut menguatkan pemyataan yang dikemukakan oleh Bandura, (1977) terkait kepercayaan diri individu tentang kemampuan dalam melakukan sesuatu. Secara umum seseorang tidak akan pemah mencoba untuk melakukan sesuatu sampai orang tersebut yakin untuk melakukannya, walaupun seseorang yakin bahwa perubahan yang dilakukan akan bermanfaat tetapi apabila seseorang tersebut merasa Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 84 tidak bisa untuk melakukannya maka perubahan tidak akan terjadi (Strecher & Rosenstock, 1997). 6.1.10. Interaksi dengan petugas kesehatan tentang inisiasi insulin Hasil penelitian memperlihatkan kecenderungan penolakan insulin dilakukan oleh pasien yang memiliki interaksi kurang dengan petugas kesehatan, dengan melihat hasil 84,8% pasien yang menolak insulin adalah pasien dengan interaksi yang kurang. Hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara interaksi dengan petugas kesehatan dan inisiasi insulin. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Soohyun, (2009) tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan penolakan insulin, memperlihatkan hasil bahwa pasien dengan interaksi yang baik dengan petugas kesehatan memiliki penerimaan yang baik terhadap insulin dan interaksi dengan petugas kesehatan ini merupakan faktor yang paling dominan. Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan yang dikemukakan oleh King bahwa dalam interaksi ada upaya untuk saling mempengaruhi dan saling menguntungkan karena didalamnya terdapat komunikasi, peran berupa perilaku yang diharapkan, adanya upaya untuk mempertahankan diri dari stress, adanya stressor dan transaksi yaitu perilaku yang dapat diobservasi saat interaksi terjadi (Alligood dan Tomay, 2006). 6.2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu variabel yang diteliti hanya faktor internal pasien sedangkan faktor eksternal seperti support system baik berupa dukungan keluarga dan perawat serta sistem layanan kesehatan belum dilakukan penelitian. Faktor eksternal tersebut mungkin saja memiliki pengaruh yang kuat dalam inisisiasi insulin. Selain itu, dalam penelitian ini peneliti membatasi sampel penelitian adalah pasien yang mendapatkan asuransi sehingga kondisi yang tergambar dalam penelitian ini hanya mencerminkan pasien yang mendapat asuransi. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 85 6.3. Implikasi Hasil Untuk Keperawatan 6.3.1. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 adalah sikap, efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan dan pengetahuan memberikan pengaruh terbesar dalam inisiasi insulin. Berdasarkan penelitian ini sebagai perawat spesialis medikal bedah diharapkan mampu memberikan layanan keperawatan secara menyeluruh. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui penambahan program layanan yaitu dengan memberikan edukasi secara terstruktur dengan metode yang tepat sehingga informasi bisa dipahami oleh pasien. Pelaksanaan edukasi tersebut melibatkan beberapa pasien dengan kondisi yang sarna sehingga bisa saling memberikan dukungan dan bimbingan. Selain itu, perlu dilakukan pelatihan edukator untuk perawat termasuk profesi lain yang berkeinginan untuk menyelesaikan masalah pasien. Hal yang terpenting adalah perawat spesialis harus berperan sebagai role model baik: bagi perawat generalis maupun pasien sehingga hambatan dalam inisiasi insulin dapat terselesaikan. Hal lain yang perlu dilakukan perawat adalah mengaplikasikan asuhan keperawatan secara komprehensif dari pengkajian sampai evaluasi. Sikap, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan merupakan prediktor inisiasi insulin. Inisiasi insulin merupakan tahap awal pasien DM tipe 2 untuk terlibat dalam perawatan diri berkaitan dengan upaya pengendalian gula darah. Dengan ketepatan inisiasi insulin diharapkan gula darah pasien bisa terkendali yang berimbas pada peningkatan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Pada pengkajian kognitif perlu diperdalam pengetahuan tentang alasan mengapa insulin diberikan sebagai bagian dari penatalaksanaan DM, pengetahuan tentang konsep asepsis, kombinasi insulin, kerja insulin, dan efek samping insulin. Selain itu pengkajian psikososial perlu ditambahkan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 86 pengkaj ian tentang sikap, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan. Pengkajian tersebut sebagai dasar untuk membuat perencanaan dan intervensi asuhan keperawatan. Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien DM tipe 2 untuk mengatasi hambatan dalam inisiasi insulin adalah meningkatkan pengetahuan tentang proses penyakit dan meningkatkan efikasi diri. Seluruh tahap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien membutuhkan interaksi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan terutama perawat yang memiliki waktu lebih lama bersama pasien sehingga perawat memiliki peran yang cukup penting sebagai rujukan untuk pasien DM dengan inisiasi insulin 6.3.2. Penelitian Keperawatan Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang berfokus pada inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2. Penelitian selanjutnya bisa mengembangkan penelitian tentang faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 diluar variabel yang telah diteliti pada penelitian ini seperti faktor komplikasi, pengetahuan yang dikhususkan tentang insulin, dukungan informasi dan layanan kesehatan. Selain itu, penelitian bisa dikembangkan sampai bentuk intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pasien dalam inisiasi insulin. 6.3.3. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based practice untuk pengembangan pendidikan perawatan. Kurikulum tentang keperawatan bisa memasukkan materi yang dapat mendukung peningkatan interaksi dengan pasien karena interaksi dengan pasien merupakan faktor utama perawat untuk melakukan asuhan keperawatan. Keseluruhan aspek seperti upaya untuk merubah sikap pasien, meningkatkan pengetahuan, meningkatkan efikasi diri dapat dicapai dengan meningkatkan interaksi dengan pasien. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 87 Tahapan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi memerlukan keterlibatan pasien dan perawat baik dalam bentuk komunikasi, upaya untuk menyampaika peran yang diharapkan sampai koping terhadap stress Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 BAB7 SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan disampaikan hasil simpulan dan saran 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Kudus tentang faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus dapat disimpulkan sebagai berikut : 7.1.1. Karakteristik Responden di RSUD Kabupaten Kudus mayoritas adalah pasien dengan usia < 55, pasien dengan jenis kelamin perempuan, pendidikan SD, memiliki pendapatan < Rp 900.000,00 dan lama mengalami DM < 3 tahun 7.1.2. Aspek psikososial pasien di RSUD Kabupaten Kudus secara umum adalahpasien dengan sikap negatif, memiliki kepercayaan yang benar tentang insulin, memiliki pengetahuan yang baik, efikasi diri yang baik serta interaksi yang baik pula dengan petugas kesehatan, namun demikian sebagian besar pasien menolak insulin. Kecenderungan penolakan insulin dilakukan oleh pasien yang memiliki sikap negatif terhadap DM, memiliki kepercayaan yang benar terhadap insulin, memiliki pengetahuan yang kurang tentang DM dan insulin, efikasi diri yang rendah dan kurang interaksi dengan petugas kesehatan 7.1.3. Tidak ada hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM) dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 7.1.4. Terdapat hubungan yang signifikan antara aspek psikososial (sikap, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan) dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus sedangkan kepercayaan terhadap insulin tidak ada hubungan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus 7.1.5. Faktor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus adalah pengetahuan. 88 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 89 7.2. Saran Berdasarkan simpulan diatas, saran yang peneliti sampaikan adalah sebagai berikut: 7.2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan 7.2.1.1. Perawat perIu meningkatkan pengetahuan pasien tentang insulin dan DM secara keseluruhan untuk meminimalkan hambatan dalam inisiasi insulin. Upaya peningkatan pengetahuan tersebut berupa pemberian edukasi secara terstruktur sehingga pasien mendapatkan infonnasi yang tepat. Adanya informasi yang tepat dapat mengubah persepsi pasien sehingga pasien bisa bersikap positif dalam inisiasi insulin yang pada akhirnya efikasi diri pasien juga akan meningkat 7.2.1.2. Perawat perIu meningkatkan interaksi dengan pasien karena dengan interaksi yang baik, komunikasi akan terjalin dengan baik dan infonnasi tentang DM dan insulin akan tersampaikan dengan baik pula sehingga pengetahuan pasien akan meningkat 7.2.1. Bagi Penelitian Keperawatan 7.2.2.1. Penelitian 1nI dapat digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan penelitian selanjutnya tentang intervensi yang tepat dalam mengatasi hambatan pasien dalam inisiasi insulin. 7.2.2.2. Variabel penelitian yang perIu dikembangkan lagi dari penelitian ini adalah faktor komplikasi penyakit, pengetahuan khusus tentang insulin, ketersediaan infonnasi serta dukungan layanan kesehatan 7.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan PerIu adanya pengembangan kurikulum yang bertujuan agar mahasiswa terIatih untuk dapat melakukan interaksi yang baik dengan pasien. Pengembangan tersebut bisa berupa penambahan materi caring dan pengembangan soft skill seperti kepribadian Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 DAFfAR PUSTAKA Alligood, M.R, Tomay, A.M. (2006). Nursing Theories ang Their Work. (6th Edition). USA : Mosby Elsevier American Diabetes Association. (2012). Standard of Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes Care, January 2012. American Association of Diabetes Educator. (2011). Strategis for Insulin Therapy in Diabetes Self Management. Simenerio, L., Kulkarni, K., Meece, 1., Williams, A., Cypress, M., Haas, L, Pearson, T., Rodbard, H., Lavemia, F. Diabetes Care, April 2011 Anonim. (2009). Morbidity and Mortality. www.idf.org . Diunduh pada tanggal20 Juli 2012 Anderson, R.M, Fitzgerald, J.T, Funnel, M.M, Gruppen, L.D. (1998). The Third Version Of The Diabetes Attitude Scale. Diabetes Care, September 1998. Aditama, Tjandra. (2009, November). Prevalensi di Indonesia. Makalah disampaikan dalam seminar memperingati hari diabetes sedunia. Jakarta. Alex, Z.F, Ying, Q., Radican L. (2009). Impact of Fear of Insulin or Fear of Injection on Treatment Outcomes of Patients with Diabetes. Current Medical Research and Opinions, 25(6),1413-1433 Ahmed, U.S, Junaidi, A.W, Akhter, O. Salahuddin, Achter, J. (2009). Barriers Initiation of Insulin Tharpy Among Asian Diabetes. Diabetic Medicine Journal Compilation, 27, 169-174. Basuki, E. (2011). Teknik Penyuluhan Diabetes Mellitus dalam S. Soegondo, P. Soewondo, I. Subekti. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI Black, J., Hawks J., Keene A. M. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes. USA: Elsevier Saunders Company Brod, M., Kongso, J.H., Lessard, S., Christensen, T.L. (2008). Psychological Insulin Resistence: Patient Beliefs and Implications for Diabetes Management. Quality Life Research, 18, 23-32. Capes, S., Bourgh, S. (2008). Preventing Coronary Artery Disease in People with Diabetes. Canadian Diabetes Association, 21(4),27-35 Clark, Marie. (2007). Psychological insulin resistance: A guide for practice nurses. Journal ofDiabetes Nursing, 11( 2),53-56 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Cheyette, Chris. (2004) .Weight management programme for type 2 diabetes patients on insulin. Journal ofDiabetes Nursing, 8(2), 52-56. Dharma, Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2011). Profil Kesehatan 2011. www. Dinkesjateng prov.go.id Diunduh pada tanggal12 Oktober 2012 Everett, Joan. (2007). Insulin initiation in type 2 diabetes: experience and insights. Journal ofDiabetes Nursing,II(8), 311-318 Fitzgerald, J.T, Funnel, M.M, Hess, G.E, Barr, P.A, Anderson, RM, Hiss, RG, Davis, W.K. (1998). The Reliability and Validity ofa Brief Diabetes Knowledge Test. Diabetes Care, May 1998. Funnel,Martha. (2006). The Diabetes Attitudes, Wishes and Needs (DAWN) Study. Clinical Diabetes, 24(4), 154-155 Funnel,Martha. (2007). Overcoming Barriers to The Initiation of Insulin Therapy. Clinical Diabetes, 25(1), 36-38 Guyton, C.A., Hall, J.E. (2007). Texbook of Medical Physiology. (9 Philadelphia: W.B Saunders Company th Edition). Haque, M., Navsa, M., Emerson, S.H, Dennison, c.R, Levitt, N.S. (2005). Barriers to initiating insulin therapy in patients with type 2 diabetes mellitus in public sector primary health care center in Cape town. Journal of Endocrinology Metabolism and Diabetes ofSouth Africa, 95 (10),798-802 Hastono,Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hastono, S.P, Sabri,L. (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafmdo Perkasa Hermanns, N, Mahr, M., Kulzer ,B., Skovlund, S.E, Haak,T. (2010). Barriers Toward Insulin Tharapy in Type 2 Diabetic Patients: Result of an Observational Longitudinal Study. Health and Quality ofLife Outcomes, 8(113), 1-6. Home, R, Weinman, J., Hankins, M. (2007). The beliefs about medicines questionnaire : The development and evaluation of a new method for assessing the cognitive representation of medication. Psychology & Health, 14(1), 1-24. Ignatavicius, D., Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing.Critical Thinking for Collaborative Care. (5 th Edition). St. Louis: Missouri Kirtland, K.A, Li, Y.F, Geiss, L.S, Thompson, T.J. State Specific Incident of Diabetes Among Adult, Participating States, 1995-1997 dan 2005 - 2007. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 http://apps.nccd.cdc.gov/ddt_strs2/nationaldiabetesprevalenceestimates.aspx. Diunduh pada tanggal13 Agustus 2012 Lau, A.N., Tang, T., Halapy, H., Thorpe, K., Yu, C.H. (2012). Initiating Insulin in Patients with Type 2 Diabetes. Canadian Medical Association Journal,184(7),767-775. Larkin, M., Capasso, V., Chen, C., Mahoney, E., Hazard, B., Cagliero, E., & Nathan, D. (2008). Measuring psychological insulin resistance: Barriers to insulin use. Diabetes Educator, 34(3), 511-517. Lewis, S.L., Heitkemper, M.M, Dirksen, S.R, O'brien, P.G, Bucher, L. (2000). Medical Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. (2nd edition). USA: Mosby Lerman, I, Diaz, J.P, Ibarguengoitia, M.L, Perez, F.J, Villa, A.R, Velasco, M.L, Cruz, R.B, Rodrigo, J.A. (2009). Nonadherence to insulin therapy in low-income, type 2 diabetes. Endocrine Practice. 15(1),41- 46. Levich,Bridget. (2011). Diabetes management; optimizing roles for nurses in insulin initiation. Journal ofMultidisiplinary Healthcare,4,15-24. McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. (2006). Nursing Intervention Classification (NIC) 2nd ed. St Louis: Mosby Years Book Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L, Swanson, E. (2006). Nursing outcomes classification. 4th ed. St Louis: Mosby Years Book Nakar,Yithzaki, Rosenberg, Vinker. (2007). Transition to Insulin in Type 2 Diabetes: Family Physicians' Misconception of Patients' Fears Contributes to Existing Barriers,21 (4), 220-226. Nanda Intemasional. (2012). Nursing Diagnosis Definition and Classification 2012 ­ 2014. United Kingdom: Wiley Blackwell Publishing Ltd Nichols,G.A., Kimes, T.M., Harp, J.B., Tzuyung, D.K., Brodovics, K.G. (2012). Glycemic Response and Attainment of Al C Goals Following Newly Initiated Insulin Therapy for Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 35(3),495-502 Notoadmodjo,Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoadmodjo,Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Orem,Dorotha. (2001). Nursing: Concepts of Practice. (6 th Edition). St Louis: Mosby Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Oliveria,S.A, Menditto, L.A, Yood, M.U, Yuri, H.K, Wells, K.E, McCarthy, B.D. (2007). Barriers to The Initiation of, and Persistence with, Insulin Therapy. Current Medical research and opinion, 23( 1),1-7 Owen,V., Seetho,I., Idris,I. (2010). Predictors of Responders to Insulin Therapy at 1 Year Among Adults with Type 2 Diabetes. Diabetes, Obesity and Metabolism Journal, 12(10),865-870 Peyrot, M. Rubin, R.R, Lauritzen, T., Snoeks, F.J, Matthews, D.R, Skovlund, S.B. (2004). Psychosocial Problems and Barriers to Improved Diabetes Management : Result of The Cross-National Diabetes Attitudes, Wishes and Needs (DAWN) Study. Diabetes Medicine Insulin Therapy, 22(10), 1379-1452 Petrak, F.Stridde, B., Leverkus, F., Crispin, A.A, Forst, T. Pfutzner, A. (2007). Development and Validation of a New Measure to Evaluate Psychological Resistance to Insulin Treatment. Diabetes Care, September 2007. Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta Pranoto,Agung. (2012). Insulin Daily Practice. Disampaikan dalam diabetes workshop VII. Surabaya Prices, S.A, Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Klinis Konsep - Konsep Penyakit. Jakarta: EGC Philips,Atone.(2007A). Experiences of Patients with Type 2 Diabetes Starting Insulin Therapy. Nursing Standard, 21(3),35-39. Phillips, Atone. (20018). Starting patients on insulin therapy: Diabetes nurse specialist views. Nursing Standard, 21(30), 35-40. Polonsky,W.H., Fisher,L., Guzman,S., Caballero,L.V., Edelman. (2005). Psychological Insulin Resintance in Patients With Type 2 Diabetes. Diabates Care, 28(10), 2543-2548 Polit, D.F, Beck, C.T (2010). Essentials of Nursing Research Appraising Evidence for Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Polit, D.F, Hungler,G. (2001). Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal and Utilization. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins Riskesdas. (2007). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes RI Rubin, R.R., Peyrot, M., Kruger, D.F., Travis, L.B. (2009). Barriers to Insulin Injection Therapy : Patient and Health Care Provider Perspectives. The Diabetes Educator, 35(6), 1014-1036 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Sastroasmoro & Ismail.(2011). Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV Sagung Seto Siminerio, L.M., Funnell, M.M., Peyrot, M., Richard, R., Rubin. (2005). A us Nurses' Perceptions of Their Role in Diabetes Care, Results of the Cross-national Diabetes Attitudes Wishes and Needs (DAWN) Study. The Diabetes Educator, 33(1), 152-162 Smeltzer & Bare,. (2010). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelpia: Lippincott Smith.Mark. (2004). How can the DSN help overcome barriers to insulin use? Journal of Diabetes Nursing, 8(4), 152-155 Snook, F.J., Skovlund, S.E., Pouwer, F. (2007). Development and Validation of The Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) in Patients with Type 2 Diabetes. Health and Quality ofLife Outcomes. 18(2), 104-110 Soohyun, N. (2009). Factors Associated with Insulin Reluctane in Individuals with Type 2 Diabetes. Diabetes care, 33(8),1747-1749 Shaw, J.E., Sicree, R.A., Zimmet, P.Z. (20lOkGlobal estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research And Clinical Practice, 87 (1), 4­ 14 Strecher, V., Rosenstock, LM. (1997). The Health Belief Model. In Glanz K, Lewis, F.M, Rimer, B.K. Health Behaviour and Health Education: Theory, Research and Practice. San Fransisco : Jossey Bass Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta Tan, A.M., Muthusamy, L., Phoon, K.Y., Ow, J.H, Tan, N.C. (2011). Initiation of Insulin for Type 2 Diabetes Mellitus Patients; What are the Issues? A Qualitative Study. Singapore Medicine Journal, 52(11), 801-810 Wallymahmed, Ian MacFarlane. (2005). The value of group insulin starts in people with type 2 diabetes. Journal ofDiabetes Nursing, 9(8), 287-290 Weng,J., Li,Y., Shi, Y., Zheng, Q., Zhu, D., Hu, Y., Zhou, Y.,...Cheng, H., (2008). Effect of Intensive Insulin Therapy on Beta Cell Function and Glycaemic Control in Patient with Newly Diagnosed Type 2 Diabetes: a Multicentre Randomised Parallel Group Trial. Lancet, 371, 1753-1813 Woudenberg, YJ.C., Lucas, C., Latour, C., Reimer, S.O., (2011). Education and Psychological Issues Acceptance of Insulin Therapy a Long Shot ? Psychological Insulin Resintance in Primary Care. Diabetic Medicine Journal, 29, 796-802 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Wood, J., Haber. (2010). Nursing Research: Methods and Critical Appraisalfor Evidence Based Practice. USA: Mosby Yew,K.L,Ping,Y.L,Chirk,J.N.(2012). A Qualitative Study on Healthcare Professionals Perceived Barriers to Insulin Initiation in a Multi Ethnic Population. BMC Family Practice Journal, July 2012. Zhaolan, L., Ewen, L.N., Kim, C., Ettner, S.L., Herman, W.H., Karter, A.J., ...Brown, A.F. (2010). Prevalence of Cronic Complications of Type 2 Diabetes Mellitus Outpatients- A Cross Sectional Hospital Based Survey in Urban China. Health and Quality ofLife Outcomes, 8(1),62-67. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 WAKTU PELAKSANAAN TESIS No IWaktulKegiatan H Oktober 2 I 3 I 4 1 Nonember 2 I 3 I 4 I 1 Pengajuan Fenomena & judul 2 Penyusunan Bab 1 dan 2 3 IPenyusunan Bab 3 dan 4 4 ISidang proposal 5 IUji Etik 6 lBirokrasi perijinan 7 IPenzambilan data 8 ITabulasi 9 IPembahasan hasil 10 ISidang hasil 11 ISidang Tesis Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Desember 2 I 3 I 4 Januari 1 I 2 I 3 Lampiran 2 PENJELASAN PENELITIAN Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Peneliti Minta kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku untuk menerima dan memulai penggunaan insulin (inisiasi insulin) sebagai salah satu upaya perawatan dengan tujuan mengendalikan kadar gula darah. Nama peneliti adalah Diana Tri Lestari, peneliti pengajar di Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Semarang dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424. Peneliti dapat dihubungi di nomor telepon 08156537538. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk Program Pendidikan Magister di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah DR. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App. Sc dan Masfuri, S.Kp, MN dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penelitian ini melibatkan pasien DM Tipe 2 (kencing Manis) yang diberikan saran untuk menggunakan insulin dan mendapatkan asuransi kesehatan serta tidak dalam kondisi mengalami komplikasi (akibat lanjut) mendadak DM. Keputusan bapak/ibu untuk ikut ataupun tidak dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap perawatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di RSD Kabupaten Kudus. Dan apabila bapak/ibu memutuskan berpartisipasi, bapak/ibu bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian kapan pun. Sekitar llO pasien DM tipe 2 (kencing Manis) akan terlibat dalam penelitian ini. Penelitian ini akan dilakukan di ruang rawat inap dan poliklinik penyakit dalam di RSD Kabupaten Kudus. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Kuesioner yang akan peneliti berikan terdiri dari 7 bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan dan lama mengalami DM. Bagian kedua berisi pemyataan tentang sikap terhadap DM dan upaya penatalaksanaannya, bagian ketiga berisi pemyataan tentang kepercayaan terhadap insulin, bagian keempat berisi pertanyaan mengenai pengetahuan DM dan insulin, bagian kelima berisi pemyataan tentang kepercayaan diri dalam penatalaksanaan insulin, bagian keenam berisi pemyataan tentang interaksi dengan petugas kesehatan dan bagian ketujuh berisi pemyataan tentang keputusan/persetujuan menggunakan insulin (inisiasi insulin). Pengisian kuesioner ini bisa dilakukan secara langsung oleh bapak/ibu atau dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti/asisten peneliti. Jika bapak/ibu memilih mengisi kuesioner secara langsung diharapkan bapak/ibu dapat menyelesaikan kuesioner dalam waktu 30-45 menit. Saya akan menjaga kerahasiaan bapak/ibu dan keterlibatan bapak/ibu dalam penelitian ini. Nama bapak/ibu tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner yang telah terisi hanya akan diberikan nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi identitas bapak/ibu. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satu identifikasi yang berkaitan dengan bapak/ibu akan ditampilkan dalam publikasi tersebut. Siapapun yang bertanya tentang keterlibatan bapak/ibu dan apa yang bapak/ibu jawab di penelitian ini, bapak/ibu berhak untuk tidak menjawabnya. Namun, jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan memintanya. Keterlibatan bapak/ibu dalam penelitian ini, sejauh peneliti ketahui tidak menyebabkan risiko yang lebih besar daripada risiko yang biasa bapak/ibu hadapi sehari - han. Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung pada bapak/ibu, namun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi keputusan/persetujuan untuk menggunakan insulin (inisiasi insulin) sehingga dapat dijadikan landasan bagi perawat dalam merencanakan dan membantu pasien untuk menggunakan insulin. Apabila setelah terlibat penelitian ini bapak/ibu masih memiliki pertanyaan, bapak/ibu bisa telepon atau SMS peneliti di nomor yang telah peneliti sebutkan sebelumnya. Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Lampiran 3 SURAT PERNYATAAN BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN Yang bertandatangan di bawah ini saya: Nama Umur Alamat TIp: Setelah membaca informasi diatas dan memahami tujuan penelitian dan peran yang diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul " Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus". Adapun bentuk kesediaan saya ini adaIah: 1. Bersedia untuk meluangkan waktu untuk diwawancarai atau mengisi kuesioner 2. Memberikan informasi yang benar dan sejujumya terhadap apa yang diminta atau ditanyakan oleh peneliti Keikutsertaan saya ini sukarela tidak ada unsur paksaan dari pihakmanapun. Demikian surat pemyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.. Kudus, Mengetahui .2012 Yang membuat pemyataan Peneliti Diana Tri Lestari Nama & Tanda tangan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Lampiran4 KISI - KISI INSTRUMEN PENELITIAN Variabel Independen Sikap Indikator Pengetahuan manajemen mandiri Pengobatan No item Jumlah 1, 13, 6 14, 15, 17, 18 3, 12 2 2, 5, 7, 5 9, 10 gula 8, 16, 3 Kontrol 19 darah Dukunga Petugas 4,6, 11, 4 kesehatan & 20 Keluarga Pemahaman 2,3, 7 3 Komplikasi Kepercayaan Kebutuhan Kepentingan Pengetahuan 2 2,3 Pengendalian DM dengan diet dan olahraga 2 9,10 2 Terapi farmakologi Item 1, 13, 14, 15, 17 Item 3 Item 5, 7, 9, 10 Item 8, 19 item 18 item 12 item 2 item 16 1, 6, 8, 4 10 4,5,9 3 5,6 Perjalanan penyakit Keterangan Favorable Unfavorable Interaksi insulin 4,11 dengan asupan makanan &olahraga Pemantauan gula 1,8 darah mandiri Mengatasi 2, 7, 12 penyulit 2 Perawatan kaki 14 I Fasilitas Kesehatan 13 1 2 3 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Efikasi diri Manfaat Hambatan Interaksi dengan petugas kesehatan Dependen Inisiasi insulin Komunikasi 1, 4, 6, 6 8,9, 10 2, 3, 5, 4 7 1,3 2 yang 2, 4, 5, 4 Peran diharapkan 8 Coping stress 7,10 2 Stressor 6,9 2 Persepsi kerentanan 4, 6, 11, 4 13 Persepsi keparahan 1 Persepsi Hambatan Persepsi Manfaat 3, 7, 8, 5 9, 10 2, 5, 12 3 6, 11, 13 4 1 1 3,7,8,9,10 2,5, 12 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Kode: KUESIONER PENELITIAN Kuesioner A PETUNJUK PENGISIAN Kuesioner diisi langsung oleh responden atau digunakan oleh peneliti sebagai pedoman wawancara dalam mengumpu/kan data Pengisian di/akukan dengan memberi tanda ceklis (-.J) atau menu/is singkat I. Biodata Responden 1. 2. 3. 4. Nama (inisial) Umur Jenis kelamin Pendidikan: Tidak tamat SD Tamat SD/sederajat SLTP/sederajat tahun LIP o o o o SLTA/sederajat o AkademiIPT o Lain-lain 5. Berapa rata-rata pendapatan perbulan 6. Sudah berapa lama mengalami sakit DM . . . Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 KuesionerB Il. Sikap Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis yang sesuai menu rut pendapat bpklibu f") pada salah satu jawaban Keterangan : 1 : Sangat tidak setuju 2 : Tidak Setuj u 3 : Ragu - ragu 4 : Setuju 5 : Sangat Setuju PERNYATAAN NO Pasien DM yang tidak mendapatkan anjuran untuk 1 menggunakan insulin adalah pasien DM yang ringan Pasien DM tidak perlu mengontrol gula darah 2 karena komplikasi (akibat lanjut) pasti akan terjadi. 3 Semua keputusan yang berkenaan dengan perawatan DM dibuat oleh pasien itu sendiri 4 Petugas kesehatan seharusnya memikirkan bagaimana perawatan DM akan mempengaruhi kehidupan pasien disetiap harinya Pasien DM perlu menjaga kadar gula darah dalam 5 rentang normal agar tidak mengalami komplikasi DM 6 Petugas kesehatan harus memberitahukan beberapa pilihan kepada pasien yang berkaitan dengan rencana perawatan pasien 7 Pasien DM yang telah memilih perawatannya hanya dengan mengatur pola makan tidak perlu khawatir akan terjadi komplikasi jangka panjang Semua pasien DM harus berusaha dengan berbagai 8 cara untuk menjaga agar gula darahnya dalam rentang normal 9 Pasien DM memiliki kemungkinan sangat kecil mengalami gangguan emosional (stress, depresi) 10 Sebagian besar orang memiliki resiko mengalami kadar gula yang rendah 11 Petugas kesehatan harus merencanakan tujuan perawatan DM dengan pasien dan tidak hanya memberitahu saja ke pasien tentang apa yang seharusnya dilakukan 12 DM merupakan penyakit yang berat karena pasien tidak akan pemah sembuh 1 2 3 4 5 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 NO PERNYATAAN 13 DM tipe 2 merupakan jenis penyakit yang sangat serius 14 Pasien DM hams belajar banyak tentang penyakitnya sehingga mereka dapat bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya. 15 DM tipe 2 sarna seriusnya dengan DM tipe 1 16 Mengontrol gula darah secara ketat merupakan pekerjaan yang sangat berat 17 Perawatan yang dilakukan pasien akan lebih bermanfaat dibandingkan petugas kesehatan 18 Pasien DM akan mengalarni frustasi dalarn melakukan perawatan untuk melawan penyakitnya 19 Pasien DM memiliki hak untuk memutuskan usaha untuk mengendalikan kadar gula darah 20 Dukungan dari keluarga dan ternan penting dalam melawanDM 1 2 3 4 5 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 KuesionerC ill. Kepercayaan terkait insulin Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (V) pada salah satu jawaban yang sesuai dengan keyakinan bpklibu PERNYATAAN NO Saya Jercaya: Kondisi kesehatan saya sekarang tergantung dengan insulin I 2 Insulin merupakan obat untuk menurun kadar gula darah 3 Pemberian insulin menimbulkan efek samping 4 Penggunaan insulin akan menganggu kehidupan saya 5 Saya khawatir akan bergantung pada insulin 6 Insulin akan melindungi saya dari komplikasi akibat kegagalan dalam mengendalikan gula darah 7 Sangat sulit bagi saya untuk memberikan insulin tepat sesuai saran dati petugas kesehatan (dokter/perawat) 8 Tanpa insulin saya tidak bisa mengendalikan gula darah 9 Untuk mengetahui kemajuan penggunaan insulin saya harus datang ke rumah sakit 10 Saya senang untuk merubah perawatan saya dengan menggunakan insulin YA TlDAK Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 Kuesioner D IV. Pengetahuan tentang DM dan insulin Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (...JJ pada salah satu jawaban 1 Pemeriksaan kadar gula darah yang menggunakan bahan berupa ? efektif adalah pemeriksaan dengan oA. darah oB. urin (kencing) oC. Kedua cukup efektif 2. Apakah upaya yang perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi DM? oA. Olahraga oB. Mengatur pol a makan oC. Kedua jawaban benar 3. Bagaimanakah pengaturan makan pada pasien DM ? o A. Pengaturan pola makan sehat dengan memperhitungkan jumlah makanan yang dimakan oB. Pengaturan makan dengan makan nasi aking o C. Pengaturan makan dengan hanya menghindari makanan manis - manis dan gula 4. Bagaimanakah efek dati olahraga dalam mempengaruhi kadar gula darah ? oA. Menaikkan kadar gula darah oB. Menurunkan kadar gula darah oC. Tidak berimbas pada perubahan gula darah 5. Penyebab luka yang sulit sembuh pada pasien DM adalah ? oA. Meningkatnya kadar gula.darah oB. Menurunnya kadar gula darah oC. Tidak ada kaitan dengan gula darah 6. Pcrtanda apakah mati rasa dan kcscmutan (gringingcn) pada pasicn DM ? oA. Masalah pada ginjal oB. Masalah pada saraf oC. Masalah pada hati 7. Apakah tanda dan gejala kadar gula darah dibawah normal ? oA. Merasa baal (mati rasa) oB. Sering merasa pusing oC. Tidak berkeringat 8. Berapakah kadar gula darah normal ? oA. 30 - 60 mg/dl oB. 60 - 90 mg/dl oC. 80 - 110 mg/dl 9. Dimanakah lokasi yang paling aman untuk penyuntikan insulin? oA. Paha oB. Lengan atas oC. Perut Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 10. Berapa lama insulin yang sudah dibuka masih bisa digunakan ? A.I minggu DB. I bulan Dc. I tahun II. Apakah kemungkinan yag terjadi dengan gula darah pasienjika pasien DM lupa sarapan padahal sebelumnya telah menyuntikkan insulin ? A.menurun B. meningkat C. Tidak ada perubahan 12. Tindakan apa yang harus dilakukanjika sehabis menyuntikkan insulin tiba - tiba merasa pusing dan lemas ? A. Minum teh manis DB. Tidur c. Menambah dosis insulin 13. Berapa lama kontrol ke rumah sakit dilakukan? A. 1 bulan sekali B. 3 bulan sekali C. hanya jika sakit saja 14. Berikut adalah alas kaki yang sebaiknya digunakan oleh pasien DM kecuali A.lentur B. Pas/tidak terlalu sempit C. alasnya tidak rata/ada tonjolan o o o o o o o o o o o o Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 KuesionerE v. Efikasi diri (kepercayaan diri) Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (..J) pada salah satu jawaban Pernyataan : NO I PERNYATAAN Saya mampu untuk melakukan pemeriksaan gula darah sendiri saat saya merasakan tubuh saya lemas 2 Saya mampu untuk menormalkan gula darah jika hasil pemeriksaan menunjukkan gula darah saya tinggi walaupun hams meninggalkan segala hal yang saya sukai 3 Saya mampu untuk mempertahankan berat badan saya setelah menggunakan insulin 4 Saya mampu untuk rutin memeriksakan diri minimal sebulan sekali ke rumah sakit 5 Saya mampu untuk memberikan obat secara teratur sesuai dengan aturan walaupun saat sedang bepergian 6 Saya mampu untuk menyuntikkan insulin sendiri sebagai upaya untuk mengendalikan gula darah saya 7 Saya mampu menyiapkan merepotkan orang lain 8 Saya mampu untuk menentukan lokasi injeksi (suntikan) sendiri 9 Saya mampu untuk menyimpan insulin dengan benar agar khasiat insulin tidak berubah 10 Saya mampu menanggani kemungkinan efek samping penggunaan insulin insulin sendiri agar YA TIDAK tidak Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 KuesionerF VI. Interaksi dengan petugas kesehatan Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (V) pada salah satu jawaban Keterangan : 1 : tidak pernah 2 : jarang 3 : kadang - kadang 4 : sering 5 : selalu NO 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 PERTANYAAN 1 Seberapa sering petugas kesehatan menggunakan kata - kata medis yang bpk/ibu kesulitan untuk mengerti? Seberapa sering petugas kesehatan mau menyempatkan waktu untuk mendengarkan keluhan atau pertanyaan bpk/ibu ? Seberapa sering petugas kesehatan memberikan informasi mengenai perkembangan masalah DM yang bpk/ibu alami ? Seberapa sering petugas kesehatan mengajari bpk/ibu untuk melakukan perawatan dirumah secara mandiri terkait dengan DM ? Seberapa sering petugas kesehatan mengajari bpk/ibu untuk memberikan insulin sendiri di rumah ? Seberapa sering petugas kesehatan mengabaikan apa yang bpk/ibu sampaikan ? Seberapa sering petugas kesehatan mencoba untuk melibatkan bpk/ibu dalam mengambil keputusan terkait dengan perawatan bpk/ibu ? Seberapa sering petugas kesehatan merawat bpk/ibu dengan ramah? Seberapa sering petugas kesehatan membeda­ bedakan bpk/ibu dengan pasien yang lain? Seberapa sering petugas kesehatan menenangkan bpk/ibu terkait sakit yang bpk/ibu alami ? 2 3 4 5 Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 KuesionerG VI. Inisiasi Insulin Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (~ pada salah satu jawaban Keterangan : 1 : 8angat tidak setuju 2 : Tidak Setuju 3 : Ragu ­ ragu 4 : Setuju 5 : 8angat Setuju NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 PERNYATAAN Saya menilai dengan menggunakan insulin menandakan bahwa DM yang saya alami semakin memburuk Saya menilai dengan menggunakan insulin akan mencegah terjadinya komplikasi (akibat lanjut) dati DM Saya takut memberikan suntikan insulin sendiri 1 2 3 4 Pemakaian insulin akan meningkatkan resiko penurunan kadar gula darah dibawah normal (hipoglikemi) Saya percaya dengan menggunakan insulin kondisi kesehatan saya akan membaik Insulin dapat meningkatkan berat badan Saya menilai bahwa dengan menggunakan suntikan insulin akan menghabiskan banyak tenaga dan wak:tu Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan tidak bisa menikmati aktifitas yang saya sukai Saya menilai bahwa memberikan suntikan insulin adalah hal yang rnenyakitkan Saya menilai bahwa akan sangat sulit untuk memberikan suntikan insulin dengan dosis dan waktu yang tepat setiap harinya Saya menilai dengan menggunakan insulin membuat saya kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab saya baik ditempat kerja maupun dirumah Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan mampu menjaga kadar gula darah saya dalam batas normal Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan lebih bergantung kepada petugas kesehatan Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Diana Tri Lestari Tempat, tanggallahir Kudus, 16 Oktober 1980 Jenis Kelamin Perempuan Pekerjaan Staf pengajar Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang Alamat Rumah Dk. Krajan RT 003IRW 001, Desa Glagah Kulon, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Riwayat Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 01 Glagah Kulon Tahun 1986 - 1992 Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Pati Tahun 1992 - 1995 Sekolah Menengah Umum Negeri 02 Pati Tahun 1995 - 1998 D III Keperawatan di Akper Depkes Semarang Tahun 1998 - 2001 SI Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Tahun 2002 - 2004 Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Profesi Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Tabun 2004 - 2005 Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Riwayat Pekerjaan Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Tahun 2001 - 2002 Semarang Staf Pengajar di Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Tahun 2004 Semarang Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 PEMERINTAH KABUpATEN KUDUS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JI. Dr Lukmonohadi No 19 Telp. 0291 444001 Fax. 0291438195 KUDUS 59348 Kudus, ? Desember 2012. Nomor :4!2.1J {;27~ {:<3 .01.0 ((;20\2-­ Kepada Yth : Yth. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Sifat Universitas Indonesia Lampiran Perihal di : Ijin Penelitian JAKARTA Menunjuk surat Saudara tanggal 07 November 2012, nomor : 4364/H2.F12.D/PDP.04.00/2012, perihal Permohonan Ijin Penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut kami beritahukan bahwa pada prinsipnya kami tidak keberatan mahasiswa Saudara : Nama : Diana Tri Lestari NPM : 1006833621 Program Studi : Magister IImu Keperawatan Universitas Indonesia melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus dalam rangka pembuatan Tesis dengan judirl "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus", sepanjang tidak mengganggu tugas-tugas kedinasan, mentaati segala ketentuan dan peraturan yang berlaku serta bermanfaat bagi kedua belah pihak. Demikian kami beritahukan untuk menjadikan maklum dan atas kerjasamanya diucapkan terima kasih. RUMAH -IT UMUM DAERAH ~ c Tembusan: 1. Kabid Keperawatan RSUO Kab. Kudus 2. Ka Ruang Cempaka 2 RSUO Kab. Kudus. Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BADANPERENCANAANPEMrnANGUNANDAERAH JI. Simpang Tujuh No.1 Kudus II (0291) 430080 Fax. 445324 KUDU S 59312 SURAT REKOMENDASI RESEARCH I SURVEY Nomor : 072/29311S12012 I. II. DASAR Menunjuk Surat 1. Sural Menleri Dalam Negeri Nomor 070 1 225 Tanggal 18 Juni 1981, Perihal Surat Keputusan Direkloral Jenderal Sosial Polilik Nomor 14 1 1981 Tenlang Surat Pemberitahuan Penelitian. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Ke~a Inspektorat, Sadan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Kudus. 1. Surat Rekomendasi Survey dari Kepala Kantor Kesbangpollinmas Provinsi Jawa Tengah Tanggal 26 Nopember 2012 Nomor. 070/2438/2012. Legalisasi izin survey dan Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Kudus tanggal 27 Nopember 2012 Nomor 070/283/20.02/2012. 2. III. Yang bertandatangan di bawah ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus bertindak atas nama Supati Kudus, bahwa pada prinsipnya menyatakan tidak keberatan t dapat mengijinkan atas pelaksanaan Research t Survey datam Wilayah Kabupaten Kudus yang dilaksanakan oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Pekerjaan Satuan Kerja Penanggung Jawab Maksud TUjuan Research 1 Survey Lakasi DIANA TRI LESTARI Mahasiswa Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia DR. Ratna Sitorus, S.Kpf M.App.Sc Perminlaan Data dan Informasi lerkait persiapan penyusunan Tesls jUdul : "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inislasi Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dl Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus" Rumah Sakit Daerah Kudus. dengan kelentuan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Research I Survey tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah. b. Sebelum melaksanakan Research I Survey langsung kepada responden harus terlebih dahulu melaporkan kepada pimpinan wilayah setempat, c. Setelah Research t Survey selesai, supaya melaporkan dan menyerahkan hasilnya ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus. IV. Surat Rekomendasi ini berlaku dari langgal 27 Nopember 2012 sampai dengan tanggal 28 Pebruari 2012. Dikeluarkan di Kudus Pada tanggal : 27 Napember 2012 KEPALA BAPPEDA TEMBUSAN Yth. : 1. Kepala Kanlor Kesaluan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupalen Kudus. 2. Kepafa Dinas Ilnslansi lerkai!. Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKA" JI. A" YANI NO, 160TELP. (024) 8454990 FAA, (024) 84i 4205, 8~1312~ '; SEMARANG - 50136 SURAT REKOMENDASI SURVEY / RISET Nomor : 070/2439 t 2012 I. DASAR 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Nomor 64 Tahun 2011. Tanqqal 20 Desember 2011. 2. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah. Nomor 070 / 265/2004. Tanggal 20 Februari 2004. II. MEMBACA Surat dari Gubernur Jawa Barat. Nomor 070 / 1344 / MHS / HAL. Tanggal 21 November 2012. III. Pada Prinsipnya kami TIOAK KEBERATAN / Oapat Menerima atas Pelaksanaan Penelitian I Survey di Kabupaten Kudus. IV. Yang dilaksanakan oleh 1. Nama : OIANATRI LESTARI. 2. Kebangsaan : Indonesia. 3. Alamat : Os. Glagah Kulon 14.03/ RW .01 Kec: Oawe Kab. Kudus 4. Pekerjaan : Mahasiswa. 5. Penanggung Jawab : Dr. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App, Sc. 6. Judul Penelitian : Faktor - factor Yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien OM Tipe 2 di RSUD Kbupaten Kudus. 7. Lokasi : Kabupaten Kudus. V. KETENTUAN SEqAGAI BERIKUT : 1. Sebelum melakukan keqiatan terlebih dahulu melaporkan kepada Setempat / Lembaga Swasta yang akan dijadikan obyek Pejabat lokasi untuk mendapatkan petunjuk seperlunya dengan menunjukkan Surat Pemberitahuan ini. 2. Pelaksanaan survey / riset tidak disalah gunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan pemerintahan. Untuk penelitian yang mendapat dukungan dana dari sponsor baik dari dalam negeri maupun luar negeri, agar dijelaskan pada saat mengajukan perijinan. Tidak membahas masalah Politik dan / atau agama yang 1japat menimbulkan terganggunya stabilitas keamanan dan ketertiban. 3. Surat Rekomendasidapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku apabila pemegang Surat Rekomendasi ini tidak mentaati / mengindahkan peraturan yang berlaku atau obyek penelitian menolak untuk menerima Peneliti. Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 4. Setelah survey / riset selesai, supaya menyerahkan hasilnya kepada Badan Kesbangpol Dan Linmas Provinsi Jawa Tengah. Surat Rekomendasi'Penelitian / Riset ini berlaku dar; : November 2012 s.d Pebruari 2013. Demikian harap menjadikan perhatian dan maklum. Semarang, 26 November 2012 ""I+--~' : Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAERAH Jalan Supratman No. 44 Telp. 720674 -7106286 BANDUNG Kode Pos 40121 SURAT KETERANGAN Nomor 070/1344IMHSIHAL 1. Yang bertanda tangan di bawah ini : Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerab Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Surat dari Dekan Universitas Indonesia Fakultas llmu., Keperawatan No.44561H2.F.12.DIPDP.04.00/2012 Tanggal, 14 Nopember 2012. .. Menerangkan bahwa a Nama B lIP c; Tempat/tgl lahir d. Agama e. Pekerjaan f. Alamat g. Peserta h. Maksud l. Untuk Keperluan ·· DIANA TRI LESTARI ·· 08156537538 · ·· Kudus, 16 Oktober 1980 Islam Dosen Ds. Glagah Kulon 14.03/RW.Ol Kec. Dawe Kab. Kudus ·· ·· ·· ·· Penelitian ·· Penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus" J. Lokasi k Lembaga/Instansi Yang Dituju ·· ·· Provinsi Jawa Tengah Badan Kesbang Pol Linmas Provinsi Jawa Tengah 2. Sehubungan dengan maksud tersebut, diharapkan agar pihak yang terkait dapat memberikan bantuan/ fasilitas yang diperlukan. 3. Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, dan berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2012. Bandung, 21 Nopember 2012 ~!~EFtAONO, '~--r<":610126 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 SH. 199103 1003 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Kampus UI Depok Telp. (021 )78849120.78849121 Faks.7864124 . Email: [email protected] Web Site: www.fik.ui.ac.id . Nomor l.arnpiran Perihal : t..fLfSt /H2.F12.D/PDP.04.00/2012 14 November 2012 : Permohonan Ijin Penelitian Yth. Gubernur Jawa Barat Up.Ka.Badan Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Sarat Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Tesis mahasiswa Program Pendidikan Magister Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) dengan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah atas nama: Sdr. Diana Tri Lestari NPM 1006833621 akan mengadakan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi" Inisiasi Insulin pada Pasien OM Tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus". Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami mohon dengan horrnat kesediaan Saudara mengijinkan yang bersangkutan untuk mengadakan penelitian di Wilayah Jawa Tengah. Atas perhatian Saudara dan kerjasama yang baik, disampaikan terima kasih Tembusan Yth. : 1. Sekretaris FIK-UI 2. ManajerPendidikan dan Riset FIK-UI 3. Ketua Program Magister dan Spesialis FIK-UI 4. Gubernur Jawa Tengah 5. Bupati Kudus Jawa Tengah 6. Koordinator M.A.Tesis FIK-UI 7. Pertinqqal Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN Kampus UI Depok Telp. (021)78849120, 78849121 Faks.7864124 Email: [email protected] Web Site: www.fik.uLac.id KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK No. 56/H2.F12.D/HKP.02.04/2012 Komite Etik Penelitian, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dalam upaya melindungi hak azasi dan kesejahteraan subyek penelitian keperawatan, telah mengkaji dengan teliti proposal berjudul : Faktor-faktor yang mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSD Kabupaten Kudus. Nama peneliti utama : Diana Tri Lestari Nama institusi : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Dan telah menyetujui proposal tersebut. Jakarta,8 Desember 2012 Ke a, ,~Q~,k.a:rw), {t)''>1 --', -: .>,~ .' -:'::Q~wi.ka~aty, MA, PhD "'" . NIP. 195206011974112001 ~rDra.s NIP. 19511427 197703 2001 Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013