faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INISIASI
INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI RUMAH SAKIT ITMUM DAERAH
KABUPATEN KUDUS
TESIS
DIANA TRI LESTARI
1006833621
MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAMPASCASARJANAFAKULTASILMUKEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JANUARI 2013
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INISIASI
INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN KUDUS
TESIS
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Dmu Keperawatan
DIANA TRI LESTARI
1006833621
MAGISTERILMUKEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAMPASCASARJANAFAKULTASILMUKEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JANUARI 2013
1
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
SURAT PERNYATAAN DEDAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini
saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlak:u di
Universitas Indonesia
Jika dikemudian hari· temyata saya me1ak:ukan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia
kepadasaya
Jakarta, Januari 2013
Diana Tri Lestari
11
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
:
Diana Tri Lestari
NPM
:
1006833621
Tanda Tangan
:~I!\.
Tanggal
Januari 2013
111
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diaiukan oJeh ;
Nama
: Diana Tri Lestari
NP~
: 1006833621
Program Studi
: Magister Ilmu Keperawatan
Judul Tesis
: Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kudus
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister 11mu Keperawatan,
Fakultas 11mu Keperawatan Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: DR. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App.Sc
Pembimbing II
: Masfuri, S.Kp, MN
Penguji I
: Agung Waluyo, S.Kp, M.Sc, PhD
Penguji II
: Emawati,S.Kp, ~.Kep, Sp.Kep.MB
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: Januari 2013
~
..........
. . ..f.~~ .
iv
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
. . ff!tE.. .
HAL~PERNYATAANPERSETUSUANPlrnLlKASITUGAS~R
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama
NPM
Program Studi
Kekhususan
Fakultas
JenisKarya
Diana Tri Lestari
1006833621
Magister llmu Keperawatan
Keperawatan Medikal Bedah
Ilmu Keperawatan
Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Eksklusif Royalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul 'Faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi
insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kudus' beserta perangkat yang ada (jika diperlukan)
Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data
base), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal: Januari 2013
v
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
PROG~PASCASA]UANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Tesis, Januari 2013
Diana Tri Lestari
Faktor - faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kudus
xv + 89 hal + 20 tabel + 8 lampiran
ABSTRAK
Inisiasi insulin merupakan langkah awal yang diperlukan pasien diabetes mellitus (DM)
tipe 2 dalam menerlma insulin untuk mengendalikan glukosa darah. Penelitian
bertujuan untuk mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi iniasiai insulin
dengan menggunakan metode descriptive correlational dan desain cross sectional,
melibatkan sampel 110 pasien. Analisis menggunakan chi-square dan regresi logistik
ganda. Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik responden (usia, jenis kelamin,
pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM), keyakinan terhadap insulin tidak:
berhubungan dengan inisiasi insulin. Pengetahuan merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam inisiasi insulin (p : 0.00, a : 0.05, OR : 9.63). Variabel lain yang
memiliki hubungan signifikan dengan inisiasi insulin adalah sikap (p : 0.015,a : 0.05),
efikasi diri (p : 0.00, a : 0.05), interaksi dengan petugas kesehatan (p : 0.00, a : 0.05).
Perawat seharusnya meningkatkan pengetahuan dan efikasi diri melalui interaksi yang
baik dengan pasien guna mengubah sikap pasien dalam inisiasi insulin
KataKunci:
Inisiasi insulin, DM tipe 2, Peran Perawat
Referensi : 72 (1997 - 2012 )
VI
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
POST GRADUATE PROGRAM
FACULTY OF NURSING UNIVERSITAS INDONESIA
Thesis, December 2012
Diana Tri Lestari
Factors Affecting Insulin Initiation of patients with type 2 Diabetes Mellitus
at Kudus General Hospital
xv + 89 pages + 20 tables + 8 appendixes
ABSTRACT
Insulin initiation is a first stage of insulin acceptance for patients with Type 2 diabetes
mellitus to maintain blood glucose. The purpose of this study is to identifIed factors
that influence insulin initiation. Using cross sectional design and descriptive
correlational method, a total of 110 respondents participated in this study. Statistical
analysis used chi-square and multiple logistic regression. The result shows that
characteristic of respondents such as age, sex, education, income, duration of DM and
insulin's belief were not associated with insulin initiation. Knowledge was the most
predominant factor related to insulin initiation (p : O.OO,OR: 9.63). Other variables that
has significantly relationship to insulin initiation were attitude (p : 0.015), self efficacy
(p : 0.00), interaction between health care providers (p : 0.00). Nurses should increase
patient's knowledge, self efficacy by improving interaction in order to change patient's
attitude toward insulin initiation
Keyword:
Insulin initiation, Type 2 DM, Nurses's role
References: 72 (1997 - 2012)
Vll
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
KATAPENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul " Faktor-faktor
yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus".
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
2. Astuti Yuni Nursasi, SKp, MN selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Agung Waluyo, SKp, M.Sc, PhD selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi dan arahan selama proses pendidikan
4. DR. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App. Sc. selaku Pembimbing
I
yang telah
memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis
5. Masfuri, SKp, MN, selaku pembimbing II yang juga telah memberikan masukan
dan arahan selama penyusunan tesis
6. Mayor Ckm Totok Haryono, SKp, MH.Kes selaku Direktur Akper Kesdam
IV/Diponegoro Semarang yang telah memberikan dukungan selama proses
pendidikan
7. Drg. Syakib Arsalan, M.Kes. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kudus yang telah memberikan ijin penelitian
8. Orang tua, suamiku tercinta Efendi dan putri kecilku Jauza Bilqis Khasna yang
senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan.
Selanjutnya penulis sangat mengaharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan
tesis ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan
keperawatan
Depok, Januari 2013
Penulis
Vlll
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
DAFTARISI
Halaman
lIALAMAN" JlJDUL....................................................................................................
HALAMAN" PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME............................................
lIALAMAN" PERNYATAAN ORISINALITAS.........................................................
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................
HALAMAN" PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................
ABSTRAK.....................................................................................................................
ABSTRACT...................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI............
DAFTAR SKEMA........................................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................................................
DAFTAR LAMPlRAN...
DAFTAR SINGKATAN...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..........................................................................................
1.2. Rumusan Masalah. . . . .. . . . .. . . . . .. . .. . .. . . . .. . . .. . ... . . . .. . . .. . .. .. . .. . . .. . .. . . ..
1.3. Tujuan Penelitian. ..
. ... .. . .. . . . . .. .. .. . .. . .. .. . .. . ... ... .. . . .. ...
1.4. Manfaat Penelitian
'" . . . .. .
.. . .. . . .. .
. . .. . .. .. . . .. ..
BAB 2
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Melitus
2.1.1. Pengertian
2.1.2. Klasifikasi
2.1.3. Patofisiologi....................................................................
2.1.4. Manifestasi klinis
2.1.5. Faktor - faktor yang mempengaruhi DM.............................
2.1.6. Diagnosis...............
2.1.7. Manajemen Kontrol Glukosa Darah
2.1.8. Komplikasi DM..........................................................
2.2. Inisiasi Insulin
2.2.1. Pengertian
2.2.2. Teori yang mendukung inisiasi insulin
2.2.3. Hambatan dalam inisiasi insulin
2.2.4. Peran perawat dalam inisiasi insulin... . .. . . . .. . . .
2.2.5. Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin................
2.2.6. Pengukuran inisiasi insulin
, . .. .. . . .. . ... .. . . .. . .
2.3. Asuhan Keperawatan Pasien DM dengan inisiasi insulin
2.3.1. Pengkajian
2.3 .2. Diagnosa keperawatan
2.3.3. Intervensi Keperawatan..........
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep .
3.2. Hipotesis
3.3. Definisi Operasional
IX
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
I
u
111
IV
V
VI
vii
VUI
ix
Xl
xu
xiv
xv
1
6
7
8
9
9
10
11
11
12
13
20
21
21
25
26
28
32
34
34
35
38
38
40
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
4.2. Populasi dan Sampel
4.3. Tempat Penelitian
4.4. Waktu Penelitian
4.5. Etika Penelitian
4.6. Alat Pengumpul Data
4.7. Prosedur Pengumpulan Data
4.8. Validitas dan Reliabilitas
4.9. Pengolahan Data.......................................................................................
4.10. Analisis Data..........................................................................................
44
44
46
46
46
48
51
52
54
54
HASIL
5.1. Analisa Univariat......................................................................................
5.2. Analisa Bivariat........................................................................................
5.3. Analisa Multivariat...................................................................................
57
60
68
PEMBAHASAN
6.1. Interpretasi dan Hasil Diskusi..................................................................
6.2. Keterbatasan Penelitian............................................................................
6.3. Implikasi terhadap Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian.......................
72
84
85
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan..................................................................................................
7.2. Saran......
88
89
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
DAFTARSKEMA
Halaman
Skema
Skema
Skema
2.1 Hubungan Antara Sekresi Insulin dan Resistensi Insulin.
2.2 Kerangka Teori
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Xl
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
10
36
38
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
3.1
Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan
Skala ukur
41
Tabel
4.1
Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu dengan
TarafKesalahan 1%, 5% dan 10%
45
Tabel
4.2
Uji Statistik Berdasarkan Skala Variabel Independen dan
Variabel Dependen serta Uji Statistik
54
Tabel
5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
58
Tabel
5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek
Psikososial di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember
2012
59
Tabel
5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inisiasi
Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
60
Tabel
5.4
Analisa Hubungan Usia dan Inisiasi Insulin di RSUD
Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
60
Tabel
5.5
Analisa Hubungan Jenis Kelamin dan Inisiasi Insulin di
RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
61
Tabel
5.6
Analisa Hubungan Pendidikan dan Inisiasi Insulin di
RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
62
Tabel
5.7
Analisa Hubungan Pendapatan dan Inisiasi Insulin di
RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
63
Tabel
5.8
Analisa Hubungan Lama Mengalami DM dan Inisiasi
Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
63
Tabel
5.9
Analisa Hubungan Sikap dan Inisiasi Insulin di RSUD
Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
64
Tabel
5.10 Analisa Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dan
Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan
Desember 2012
65
Tabel
5.11 Analisa Hubungan Pengetahuan dan Inisiasi Insulin di
RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
66
XlI
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Tabel
5.12
Analisa Hubungan Efikasi Diri dan Inisiasi Insulin di
RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012
66
Tabel
5.13
Analisa Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan
dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan
Desember 2012
67
Tabel
5.14
HasH Uji Bivariat Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat
68
Tabel
5.15
Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap,
Kepercayaan Terhadap Insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri
dan Interaksi dengan Petugas Kesehatan
69
Tabel
5.16
Hasil Analisis Multivariat Variabel Interaksi Antara
Pengetahuan dan Pendidikan dengan Variabel Inisiasi
Insulin
70
Tabel
5.17
Hasil Akhir Analisis Multivariat Variabel Pendidikan,
Sikap, Kepercayaan terhadap insulin, Pengetahuan, Efikasi
Diri dan Interaksi dengan petugas kesehatan dengan
Variabel Inisiasi Insulin
71
Xlll
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPmAN
Lampiran 1
Waktu Penelitian
Lampiran2
Penjelasan Riset
Lampiran3
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran4
Kisi - kisi Instrumen
Lampiran5
Kuesioner Penelitian
Lampiran6
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7
Surat Keterangan Lolos Uji Etik
Lampiran 8
Daftar Riwayat Hidup
XIV
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
DAFTARSINGKATAN
AACE
: American Association ofDiabetes Educator
ADA
: American Diabetes Association
BRFSS
: Behavioral Risk Factor Surveillance System
BIT
: Barriers to Insulin Treatment Questionaire
DM
: Diabetes Mellitus
DCCT
: Diabetes Control and Complication Trial
DNA
: Deoxyribonucleaic Acid
GLP-1
: Glukagon Like Peptide -1
HbA1C
: Hemoglobin Glikosilat
HBM
: Helath BeliefModel
HCP
: Health Care Provider
ITAS
: Insulin Treatment Appraisal Scale
IDDM
: Insulin Dependen Diabetes Mellitus
NIDDM
: Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
NGSP
: National Glycohemoglobin Standardization Program
OHO
: Obat Hipoglikemik Oral
PJK
: Penyakit Jantung Koroner
5MBG
: SelfMonitoring Blood Glucose
T2DM
: Diabetes mellitus ripe 2
WHO
: World Health Organization
xv
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BABl
PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, perwnusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian yang menjadi acuan penelitian ini
1.1. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang memerlukan
penangganan medis, edukasi tentang self management serta dukungan secara
berkelanjutan untuk mencegah terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis
(American Diabetes Association[ADA], 2012). DM disebabkan oleh gangguan
pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh
karena kurangnya jumlah insulin ataupun kerja insulin. Menurunnya jumlah
insulin disebabkan kegagalan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin
berhubungan dengan masalah genetik serta adanya kadar glukosa darah dan asam
lemak yang tinggi dalam kurun waktu lama. Berkurangnya kerja insulin
disebabkan oleh resistensi insulin akibat kurangnya stimulasi transpor glukosa
dalam otot, jaringan adiposa serta tidak adekuatnya supresi glukosa di hati
(Guyton & Hall, 2007; Black, Hawks, Keene, 2009)
Angka kejadian DM terus meningkat, berdasarkan survey dari Behavioral Risk
Factor Surveillance System (BRFSS) di United State selama dekade tahun 2005
sampai dengan 2007 terdapat 9,1 setiap 1000 orang penduduk mengalami DM.
Angka ini meningkat hampir 90% dibandingkan dengan tahun 1995 sampai
dengan 1997 yang hanya 4,8 per 1000 orang penduduk (Kirtland, Geiss,
Thompson, n.d). Survey yang telah dilakukan pada beberapa negara pada tahun
2010 menunjukkan bahwa terdapat 6,4% atau 285 juta penduduk antara umur 20
sampai dengan 79 tahun mengalami DM dan angka tersebut diprediksi akan terns
meningkat sebesar 7,7% atau 439 juta pada tahun 2030. Dalam rentang tahun
2010 sampai dengan tahun 2030 terjadi peningkatan sebesar 69% terutama di
negara - negara berkembang karena adanya perubahan budaya dan sosial secara
cepat serta perubahan gaya hidup (Shaw, Sicree, Zimmet, 2010).
1
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
2
Peningkatan prevalensi DM diikuti pula dengan peningkatan prevalensi angka
kematian akibat DM. Angka kematian di beberapa negara pada tahun 2010,
hampir 4 juta kematian disebabkan DM pada rentang usia 20 sampai dengan 79
tahun. Jumlah angka terbesar kematian akibat DM terdapat di India, Cina, USA,
dan Rusia. Angka kematian ini meningkat sebesar 5,5% dari angka prakiraan di
tahun 2007 lalu ("Mortality", 2010). Demikian pula di Indonesia, prevalensi DM
dan kematian akibat DM juga mengalami peningkatan.
World Health Organization menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke
empat terbesar kasus DM dengan prevalensi mencapai 1,1% dan diperkirakan
akan mencapai 21,3 juta orang pada tahun 2030 dengan 80% diantaranya adalah
DM tipe 2 (Aditama, 2009). Prevalensi nasional DM berdasarkan pengukuran
kadar glukosa darah pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di daerah perkotaan
adalah 5,7 %, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk dengan umur
lebih atau sarna dengan 15 tahun mencapai 10,3%. Proporsi penyebab kematian
akibat DM pada kelompok usia 45 - 54 tahun di daerah perkotaan menduduki
rangking ke 2 yaitu sebesar 14,7% dan didaerah pedesaan menduduki ranking ke
6 yaitu sebesar 5,8% (Riskesdas, 2007). Angka kesakitan DM di Jawa Tengah
merupakan urutan ketiga setelah penyakit jantung dan pembuluh darah dengan
prevalensi mencapai 17% dari golongan penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan
Jawa Tengah, 2011). Hal ini perlu diwaspadai karena penyebab kematian DM
terbanyak tidak diakibatkan langsung karena hiperglikemia tetapi penyakit
jantung koroner (pJK) yang merupakan komplikasi DM (Capes & Brough, 2008)
Prevalensi komplikasi DM berupa gangguan kardiovaslruler mencapai 30.1%,
serebrovaslruler 6.8%, neuropathy 17.8%, nefropathy 10.7%, lesi okuler 14.8%
dan masalah kaki 0.8% (ZhaoIan et al. 2010). Komplikasi biasanya akan terjadi
dalam kurun waktu lima sampai dengan sepuluh tahun setelah diagnosis
ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2010). Dampak adanya komplikasi DM akan
memperburuk kualitas hidup pasien DM sehingga upaya penangganan perlu
segera dilakukan dan bentuk penangganan difokuskan untuk mencegah terjadinya
hiperglikemia yang merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi pada DM
tipe 1 maupun DM tipe 2 (ADA, 2012).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
3
DM tipe 2 (T2DM) dikategorikan dalam DM yang tidak tergantung dengan
insulin. Istilah tersebut menggambarkan bahwa insulin tidak harus diberikan jika
pasien mampu melaksanakan kontrol glukosa dengan pengaturan diet, olahraga
dan obat anti diabetes oral (OHO) secara tepat, namun dalam penelitian yang
dilakukan novonordisk di 10 Puskesmas wilayah Surabaya ditemukan 99 pasien
yang memakai OHO selama 6 tahun tetap tidak bisa mengendalikan kadar
glukosa darah ditandai dengan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1C) mencapai 11
%. Hal ini terjadi karena sel beta pankreas sudah mengalami kerusakan pada saat
didiagnosis sehingga insulin perlu diberikan secara dini (pranoto, 2012).
Insulin sangat efektif diberikan pada pasien karena mampu menurunkan kadar
HbA1C sebesar > 1% (Owen, Seetho, idris, 2010), menurunkan HbA1C dari
11,06% menjadi 8,04% setelah 12 minggu pemberian (pranoto, 2012), serta
mampu memperbaiki fungsi se1 beta dan remisi glikemik dengan pemberian lebih
dini pada pasien DM yang barn didiagnosa DM tipe 2 (Weng et al. 2008). Namun
demikian, inisiasi insulin masih menjadi masalah yang cukup besar sehingga
banyak pasien DM tidak mampu mengendalikan kadar glukosa darah.
Inisiasi
insulin adalah
suatu bentuk: keputusan dan persetujuan untuk:
menggunakan insulin antara healthcare provider (HCP) dan pasien dimana proses
pengambilan keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang
sosiokultural dan sistem pelayanan kesehatan (Tan, Muthusamy, Phoon, Ow, Tan
C, 2011). Masalah terbesar dalam inisiasi insulin adalah penolakan terhadap
terapi insulin. Hasil studi di Massachusetts menyatakan bahwa lebih dari 33%
pasien DM menolak insulin walaupun sudah disarankan untuk: menggunakan
insulin (Larkin et al. 2008). Penelitian lain di Netherland juga menunjukkan
angka yang hampir sama yaitu jumlah pasien DM yang menolak insulin sebesar
39% (Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, 2011). Hasil penelitian yang
dilakukan di Pakistan menunjukkan 210 dari 307 pasien DM menolak insulin
(Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009). Di Indonesia tidak
diketemukan secara pasti jumlah pasien DM yang menolak untuk: menggunakan
insulin. Hanya saja seperlima hingga sepertiga pasien menolak pemberian insulin
dengan alasan takut (Republika, 2011).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
4
Penelitian tentang alasan penolakan penggunaan insulin pada pasien DM tipe 2
dengan menggunakan Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) didapatkan data
bahwa 43,3% dari pasien DM yang menolak insulin mempercayai dengan insulin
menandakan adanya kegagalan dalam mengontrol glukosa darah serta rendahnya
keyakinan diri mereka dalam melakukan penatalaksanaan DM (polonsky, Fizher,
Guzman, Cabalerro, Edelman, 2005; Philips, 2007A; Funnel, 2007; Hermanns,
Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, 2010). Kekhawatiran akan peningkatan berat
badan dan persepsi yang salah tentang insulin juga mempengaruhi inisiasi insulin
pada pasien DM tipe 2 (Yew, Ping, Jenn, 2012).
Penelitian lain tentang penolakan insulin dengan menggunakan Barriers to Insulin
Treatment Questionaire (BIT) didapatkan bahwa ketakutan akan terjadi
hipoglikemia berkonstribusi paling dominan terhadap inisiasi insulin (Polonsky,
Fizher, Guzman, Cabalerro, Edelman, 2005). Pasien cenderung menolak injeksi
insulin dengan alasan injeksi merupakan beban, ketidakpuasan dengan terapi
insulin, injeksi menyebabkan dampak negatif terhadap kualitas hidup (Rubin,
Peyrot, Kruger, Travis, 2009). Hasil studi lainnya, sebanyak 74% pasien
menyatakan tidak menyukai injeksi insulin, merasa tidak nyaman, merasa
kesulitan dalam menyiapkan pemberian insulin serta pengetahuan tentang injeksi
insulin dirasakan kurang (Funnel, 2007; Oliveria, 2007; Lau, Tang, Halapy,
Thorpe, Yu, 2012). Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa 49% pasien
merasa tidak mampu melakukan penatalaksanaan mandiri injeksi insulin
(Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, 2011).
Penolakan terhadap insulin pada pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Soohyun (2009) di Sanfransisco dengan
judul faktor - faktor yang berhubungan dengan penolakan terhadap insulin dengan
menggunakan desain cross sectional menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh
adalah jenis kelamin, wanita lebih takut dengan injeksi (mean difference (MD)
4,5,p<.001) dan takut dengan stigma (MD 5,4,p=.01). Ras Asia memiliki tingkat
ketakutan dengan injeksi insulin lebih dibanding dengan ras yang lain (MD
5.4,p=.003). Pasien dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki tingkat
ketakutan yang lebih rendah terhadap kejadian hipoglikemia, pasien dengan usia
yang lebih muda lebih memiliki harapan positif dengan insulin tetapi lebih merasa
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
5
kesulitan dalam tatalaksana pemberian insulin. Pasien yang percaya akan manfaat
insulin lebih menerima insulin demikian pula dengan responden yang memiliki
efikasi diri yang tinggi dan memiliki interaksi yang baik dengan petugas
kesehatan.
Hasil studi yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt (2006)
tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 me1alui studi
kualitatif menyatakan bahwa hambatan yang dialami pasien dalam inisiasi insulin
adalah keyakinan yang salah tentang insulin, ketidakpatuhan, kurangnya
pengetahuan akan DM dan rendahnya ekonomi. Hasil studi ini seiring dengan
studi yang dilakukan oleh Brod, Kongso, Lessard, Christensen, (2009) dengan
systematic literature review 116 jurnal dari tahun 1985 - 2007 menyatakan bahwa
hambatan psikologis dalam menggunakan insulin dipengaruhi oleh keyakinan
serta pengetahuan tentang DM dan insulin, persepsi negatif, ketakutan akan efek
samping penggunaan insulin, adaptasi dengan perubahan gaya hidup dan adanya
stigma sosial
Penelitian lain yang pemah dilakukan dengan judul ketidakpatuhan terhadap
terapi insulin pada pasien DM dengan pendapatan rendah didapatkan hasil bahwa
ketidakpatuhan terhadap terapi insulin lebih banyak adalah jenis ke1amin wanita
(p
=
0.05), rendahnya pengetahuan tentang DM (p
=
0,02) dengan pengaruh
terbesar adalah sikap (Lerman et al. 2009).
Dampak dari penolakan insulin ataupun injeksi insulin akan mengakibatkan
buruknya kontrol glukosa darah yang mengakibatkan komplikasi, komorbiditas
psikologi, penurunan status kesehatan dan meningkatkan resiko kematian pasien
DM (Alex,Yin, Radican, 2009). Peran perawat dalam inisiasi insulin merupakan
faktor utama penentu transisi pasien karena perawat memiliki kesempatan lebih
lama bersama dengan pasien dan memiliki posisi penting dalam menye1esaikan
kesenjangan serta mampu untuk mengefektifkan penatalaksanaan DM. Namun
demikian, keberhasilan dalam inisiasi insulin sangat bergantung pada pasien itu
sendiri dan fenomena yang terjadi banyak yang menolak insulin dengan berbagai
alasan. Upaya Asuhan keperawatan yang dapat diberikan perawat dalam
mengatasi masalah tersebut adalah perawat perlu mengkaji adanya kesulitan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
6
dalam inisiasi insulin yang dialami pasien seperti hambatan, persepsi yang salah,
kemampuan dalam memberikan insulin (Levich, 2011; Wallymahmed, 2012).
Peran perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan inisiasi insulin
diperlukan dalam tatanan layanan primer maupun sekunder termasuk Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kudus. RSUD Kabupaten Kudus adalah
rumah sakit tipe B non pendidikan dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 271.
Rata - rata kunjungan pasien DM juga mengalami peningkatan dari rata - rata
297 perbulan pada tahun 2005 meningkat menjadi 376 per bulan pada tahun 2011
(Rekam Medis, 2012).
Fenomena yang terjadi di RSUD Kabupaten Kudus adalah sebagian besar pasien
yang dirawat dengan indikasi pemberian insulin menolak diberikan insulin,
menolak untuk melanjutkan terapi insulin setelah mereka pulang ataupun mereka
sengaja melewatkan untuk memberikan insulin mandiri di rumah sehingga datang
kembali dengan komplikasi yang lebih serius. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan beberapa perawat ruangan, kecenderungan pasien yang menolak untuk
melanjutkan terapi insulin adalah pasien yang rawat inap di ruang kelas 3 padahal
pasien mendapatkan pembiayaan secara penuh termasuk pembelian insulin dari
dana Jamkesmas. Pasien yang dirawat sudah mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan tentang diabetes termasuk manfaat insulin dan perawat mengajarkan
cara pemberian injeksi insulin setiap kali perawat memberikan injeksi insulin
namun pemberian informasi serta melatih pasien masih bersifat insidential
(Zumiati, wawancara personal, 14 Juli 2012).
1.2. Rumusan Masalah
DM dikategorikan sebagai penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan tetapi
bisa dikontrol untuk menghindari komplikasi yang lebih serius. Komplikasi tidak
akan terjadi jika pasien mampu melakukan kontrol glukosa darah secara
berkesinambungan. Upaya untuk mempertahankan glukosa darah dalam batas
normal merupakan upaya yang sangat sulit dilakukan oleh hampir semua pasien.
Keberhasilan dalam kontrol glukosa darah hampir semuanya bergantung pada
keterlibatan pasien itu sendiri sehingga mereka harus dipersiapkan dalam inisiasi
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
7
insulin sehingga penatalaksanaan DM lebih efektif dan efisien. Perilaku pasien
dalam inisiasi insulin dipengaruhi oleh beberapa fak:tor yang hams diketahui oleh
perawat sebagai penyedia layanan kesehatan yang memiliki durasi waktu yang
relatif lama dengan pasien. Dengan diketahuinya fak:tor -
fak:tor yang
mempengaruhi inisiasi insulin diharapkan perawat dapat melakukan intervensi
yang tepat guna meningkatkan status kesehatan pasien DM. Berdasarkan
fenomena tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah fak:tor - fak:tor
apa saja yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui fak:tor - fak:tor yang
mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :
1.3.2.1. Karak:teristik pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
meliputi usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lamanya
mengalami DM dan jumlah pendapatan.
1.3.2.2. Aspek psikososial pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
meliputi sikap, kepercayaan, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi
dengan petugas kesehatan
1.3.2.3. Hubungan karak:teristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
lamanya mengalami dan jumlah pendapatan) dengan inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
1.3.2.4. Hubungan aspek psikososial (sikap, kepercayaan terhadap insulin,
pengetahuan, efikasi diri, interaksi antara pasien dan petugas
kesehatan ) dengan inisiasi insulin pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus
1.3.2.5. Fak:tor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada
pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
8
104. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
104.1. Layanan dan Masyarakat
Manfaat
penelitian
bagi
layanan
dan
masyarakat
adalah
dengan
diketahuinya faktor - faktor yang berpengaruh terhadap inisiasi insulin
termasuk hambatan dalam penerimaan insulin maka hasil penelitian ini
dapat menjadi masukan bagi institusi terkait dalam menentukan rencana
tindakan yang bertujuan agar pasien mampu melewati masa transisi dan
mampu untuk mengambil keputusan secara tepat terkait dengan manajemen
kontrol glukosa darah.
1.4.2. Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan
Manfaat untuk pendidikan keperawatan adalah sebagai acuan dalam
pengembangan pendidikan keperawatan khususnya peningkatan caring serta
meningkatkan interaksi dengan pasien sehingga perawat mengetahui
berbagai masalah yang dialami pasien terutama dalam inisiasi insulin.
Manfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan adalah sebagai acuan
dalam mengembangakan riset keperawatan khususnya faktor - faktor yang
mempengaruhi inisiasi isulin. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan
untuk penelitian selanjutnya mengenai intervensi keperawatan yang perlu
dikembangkan terkait dengan hambatan dalam inisiasi insulin
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BAH2
TINJAUAN TEORI
Bab ini menuliskan kajian kepustakaan yang berkaitan dengan konsep DM, Inisiasi
insulin dan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2
2.1. Diabetes Mellitus
2.1.1. Pengertian
DM merupakan suatu bentuk kelainan kronik dan progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang dapat memicu teIjadinya hiperglikemia, Hiperglikemia
mengakibatkan resistensi insulin, insulin yang diproduksi tidak dapat
digunakan secara efektif sehingga glukosa tidak dapat digunakan oleh sel
otot yang mengakibatkan glukosa dalam darah menjadi tinggi (Black,
Hawks, Keene, 2009)
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Secara umum DM klasifikasikan ke dalam DM tipe 1 dan DM ripe 2
(Black, Hawks, Keene, 2009). DM tipe 1 atau disebut juga IDDM (Insulin
Dependen Diabetes Mellitus) yang berarti pasien bergantung sepenuhnya
terhadap terapi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi
defisiensi insulin. DM tipe I adalah salah satu jenis DM yang mana pada
tubuh penderita jenis DM ini memang tidak ada produksi insulin akibat
adanya suatu peradangan ataupun kelainan pankreas sehingga terjadi
reaksi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta.
DM tipe 2 atau yang sering juga disebut NIIDM (Non Insulin Dependen
Diabetes Mellitus). Insulin tetap diproduksi sehingga jumlah insulin
cenderung normal atau lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat
pada permukaan sel berkurang sehingga glukosa tidak dapat masuk sel
akibatnya akan menumpuk dalam sirkulasi darah.
9
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
10
2.1.3. Patofisiologi
Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 adalah menurunnya respon sel
beta pankreas dan terjadi resistensi insulin. Penurunan respon sel beta
pankreas disebabkan karena sel beta pankreas terpapar dengan kondisi
hiperglikemia yang cukup lama sehingga saat terjadi peningkatan kadar
glukosa darah responnya tidak efisien lagi.
Resistensi insulin disebabkan penurunan aktifitas biologi baik di hepar
maupun jaringan perifer sehingga resistensi insulin pada pasien DM tipe 2
mengakibatkan sensitifitas reseptor insulin akan menurun sehingga respon
terhadap kadar glukosa darah menurun walaupun produksi glukosa oleh
hepar meningkat. Kondisi ini juga sejalan dengan kegagalan otot dan
jaringan lemak untuk: glukosa sebagai energi untuk: proses metabolisme.
Penurunan respon sel beta pankreas dan resistensi insulin mengakibatkan
berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel -
sel tubuh sehingga
konsentrasi glukosa darah akan naik, mobilisasi lemak dari daerah
penyimpanan lemak akan meningkat sehingga terjadi metabolisme lemak
yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah
yang mengakibatkan timbulnya gejala atherosklerosis serta
berkurangnya protein dalamjaringan tubuh (Guyton & Hall, 2007; Blacks,
Hawks, Keene 2009)
Skema2.1.
Skema hubungan antara sekresi insulin dan resistensi insulin
Defisiensi insulin
n
Penurunan
glukosa
berkurangnya
Peningkatan
produksi
"Uk=OI~
Kegagalan fungsi sel
)
pemakaij­
akibat
sekresi
Penurunan respon insuli
pada jaringan
U
Resistensi Insulin
hiperglikemia
/~
Penurunan pemakaian
Deject postreseptor
glukosaoleh sel
Sumber : Guyton & Hall (2007) dan Black, Hawks, Keene (2009)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
11
2.1.4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis DM berkaitan dengan tingkat hiperglikemia yang
dialami oleh pasien. Tanda dan gejala khas yang terjadi pada seluruh tipe
diabetes meliputi trias poli, yaitu poliuria, polidipsi dan poliphagi. Poliuri
dan polidipsi terjadi karena adanya diuresis osmotik yang mengakibatkan
tubuh kehilangan cairan secara berlebihan. Poliphagi terjadi sebagai
respon dari kondisi
metabolik yang diinduksi oleh adanya defisiensi
insulin serta pemecahan lemak dan protein. Kadar glukosa yang
meningggi akan diikuti dengan tingginya faktor penyulit terutama pada
jaringan vaskuler seperti stroke, kebutaan dan gagal ginjal. Faktor penyulit
tersebut akan membuat pasien mengalami kesulitan dalam menormalkan
gula darah sehingga pencegahan dini perlu untuk dilakukan seperti
mempertahankan diet yang seimbangan dengan membatasi makanan yang
memiliki glikemik indeks tinggi, protein dan lemak, mempertahankan
berat badan ideal dan olahraga (Black, Hawk, Keene, 2009; Smeltzer &
Bare, 2010).
2.1.5. Faktor - Faktor Yang Menpengaruhi Terjadinya DM Tipe 2
Genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian
DM. Kelainan yang diturunkan dapat langsung mempengaruhi sel beta
dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebar ransang
sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut
terhadap faktor - faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan
fungsi sel beta pankreas (Price & Wilson, 2006)
DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin meningkat
setelah usia 40 tahun dengan prevalensi sekitar 6% terjadi pada individu
berusia 45-64 tahun dan 11 % individu diatas usia 65 tahun. Degenerasi
akibat proses menua bisa mengakibatkan perubahan secara anatomis,
fisiologis dan biokimia dimulai dari tingkat sel, jaringan maupun organ
termasuk sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin
(Ignatavicius & Workman, 2006).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
12
Obesitas juga berpengaruh pada kejadian DM tipe 2. Soegondo (2011)
menyatakan obesitas dapat menyebabkan respon sel beta pankreas
terhadap peningkatan glukosa menjadi berkurang, selain itu reseptor
insulin di sel seluruh tubuh berkurang jumlah dan keaktifannya termasuk
di otot.
Stress juga merupakan faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperglikemia,
Dengan
kondisi
stress
dapat
membuat
seseorang
mengalami perubahan pola makan, latihan dan penggunaan obat yang
biasanya dipatuhi (Smeltzer & Bare, 2010). Stress memicu terjadinya
reaksi biokimia melalui sistem neuroendokrin. Saat seseorang mengalami
stress respon awal yang terjadi adalah sekresi sitem saraf simpatis yang
diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular, dan bila stress menetap
maka sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan. ACTH akan disekresi
sehingga menstimulasi produksi kortisol yang akan meningkatkan kadar
glukosa darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Guyton
& Hall, 2007; Smeltzer & Bare, 2010).
2.1.6. Diagnosis
ADA menetapkan kriteria diagnosis DM, yaitu kadar hemoglobin glikosilat
(HbAIC)
~
6,5% atau kadar glukosa darah puasa (FPG) ~ 126 mg/dl (7,0
mmol/l) atau 2 jam glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmol/l)
atau pasien mengalami krisis hiperglikemia. 2 jam glukosa pasca
pembebanan
~
200 mg/dl (11,1 mmoVl) Pemeriksaan kadar HbAIC ini
harus dilakukan di laboratorium yang sudah menggunakan metode yang
tersertifikasi dari National Glycohemoglobin Standardization Program
(NGSP) atau Standarized or treaceble to the Diabetes Control and
Complication Trial (DCCl). Sementara glukosa darah puasa didefinisikan
sebagai tidak ada masukan kalori sedikitnya selama 8 jam atau 2 jam
glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmoVl) selama TTGO. Test
hams sesuai dengan yang diuraikan oleh WHO, menggunakan glukosa
yang mengandung 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air ( ADA,
2012 ).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
13
2.1.7. Manajemen Kontrol Glukosa Darah
Upaya kontrol glukosa darah bertujuan agar nilai HbAIC < 7%, kadar
glukosa darah puasa 70 - 130 mg/dl dan 2 jam glukosa pasca pembebanan
2: 180 mg/dl sehingga akan mengurangi terjadi komplikasi vaskuler
maupun neuropatik (ADA, 2012). Komponen dalam penatalaksanaan DM
yaitu manajemen nutrisi, latihan, pemantauan, terapi farmakologi dan
pendidikan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2010).
2.2.3.1. Manajemen Nutrisi
Landasan utama manajemen DM adalah pengaturan nutrisi, diet
serta kontrol berat badan. Pengaturan nutrisi dan diet pada pasien
DM berfokus pada pengaturan asupan kalori untuk menjaga berat
badan agar tetap proporsional dan untuk menjaga kadar glukosa
darah dalam rentang normal. Pengaturan diet bukan merupakan
hal yang mudah untuk dilakukan, untuk itu perawat dan semua
tenaga kesehatan yang· terlibat harus mengetahui
tentang
pengaturan nutrisi dan memberikan motivasi kepada pasien.
Pengaturan diet meliputi menyediakan sumber makanan esensial,
memenuhi kebutuhan energi tubuh, berupaya untuk tetap
mempertahankan berat badan ideal, mencegah terjadinya fluktuasi
glukosa darah yang terlalu jauh untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan yang terakhir menurunkan kadar lipid darah atau
mempertahankannya dalam rentang normal untuk mencegah
terjadinya komplikasi makrovaskuler. Pasien yang menggunakan
insulin diupayakan secara konsisten untuk menjaga asupan kalori
dan karbodidrat yang sudah disesuaikan dengan perencanaan
program nutrisi guna mencegah terjadinya hipoglikemia.
2.2.3.2. Latihan Fisik
Latihan atau olahraga merupakan bagian penting juga dalam
penatalaksanaan DM tipe 2 karena dengan olahraga secara teratur
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin oleh jaringan tubuh yang lain,
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
14
memperbaiki sirkulasi darah dan juga tonus otot. Jenis olahraga
ketahanan seperti angkat beban akan meningkatkan massa otot
sehingga dapat meningkatkan metabolisme. Olahraga jenis
tersebut juga mempunyai efek
menurunkan berat
badan,
mengurangi stress serta mempertahankan perasaan sejahtera.
2.2.3.3. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah sendiri atau self-monitoring
blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan
mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta berperan dalam
memelihara glukosa darah dalam rentang normal sehingga akan
mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini
sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit diabetes yang
tidak stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau
hiperglikemia, serta hipoglikemia tanpa gejala ringan. Untuk
paien yang tidak menggunakan insulin, 5MBG berguna untuk
memantau efektifitas dari diet, olahraga dan obat anti diabetes
oral. pasien dengan insulin, dianjurkan melakukan 5MBG dua
sampai empat kali sehari sebelum makan atau tidur sebagai acuan
untuk pemberian dosis insulin (Smeltzer & Bare, 2010).
2.2.3.4. Terapi Farmak.ologi
Terapi farmakologi yang bisa diberikan kepada pasien DM tipe 2
meliputi obat hipoglikemik oral, dibagi menjadi 5 golongan yaitu
a) pemicu sekresi insulin, obat ini berfungsi untuk meningkatkan
sekresi insulin sehingga hanya efektifjika sel beta pankreas masih
berfungsi book, contohnya adalah golongan sulfonileura dan
glinida, efek samping obat golongan sulfonileura relatif ringan
dan frekuensinya rendah antara lain gangguan pencemaan dan
gangguan susunan saraf pusat; b) sensitizer insulin, obat - obat ini
dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga
dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih
efektif. Contohnya adalah golongan biguanida dan tiazolidindion,
efek samping berupa nausea, muntah, diare dan asidosis laktat; c)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
15
penghambat glukoneogenesis, obat ini mempunyai efek utama
mengurangi produksi glukosa hati disamping juga memperbaiki
ambilan glukosa perifer. Contohnya adalah metformin, efek
samping metformin adalah mual sehingga dianjurkan waktu
pemberian adalah pada saat atau setelah makan; d) Penghambat
glukosidase alfa (acarbose), obat ini bekerja untuk menghambat
absorbsi glukosa di usus halus sehingga dapat menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Contohnya adalah golongan
inhibitor a glukosidase dan efek samping yang ditimbulkan
berupa perut tidak nyaman, flatus dan diare; e) DPP 4 Inhibitor,
Glukagon like peptide-l(GLP-l) merupakan suatu hormon
peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. GLP-l
merupakan perangsang kuat sekresi insulin dan menghambat
sekresi glukagon tetapi DPP 4 akan mengubah GLP-l menjadi
metabolit yang tidak aktif sehingga diperlukan DPP-4 inhibitor
(Perkeni, 2011)
Terapi farmakologi berikutnya adalah insulin. Insulin merupakan
jenis terapi untuk DM tipe 1 tetapi dalam kondisi tertentu pasien
DM tipe 2 membutuhkan insulin. Berdasarkan consensus
guidelines yang dikembangkan oleh American Association of
Clinical Endokrinologist /American College of Endocrinology
(AACE/ACE) merekomendasikan bahwa insulin hams mulai
diberikan pada pasien DM tipe 2 jika OHO yang diberikan gagal
dalam mempertahankan euglikemia, nilai hemoglobin glikosilat
mencapai lebih dari 9% atau pasien mengalami glucotoxicity yang
ditandai dengan poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan
secara drastis (Rodbard, Jellinger, Davidson, 2009).
Menurut Perkeni (2011) insulin diperlukan dalam keadaan
penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang
disertai ketosis, hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan
asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dasar optimal,
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
16
stress berat, kehamilan dengan DM, gangguan fungsi ginjal,
kontraindikasi dan atau alergi OHO.
Pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 dilandasi pertimbangan
dengan beberapa alasan yang cukup kuat yaitu insulin merupakan
satu - satunya upaya terapi yang digunakan untuk pasien dengan
defisiensi sel beta pankreas dan insulin akan bekerja pada jaringan
secara langsung untuk membuat keseimbangan kadar glukosa
darah. Pertimbangan yang kedua, insulin tidak menimbulkan efek
yang berbahaya asalkan diberikan secara tepat karena pemberian
yang
berlebihan
akan
mengakibatkan
pasien
mengalami
hipoglikemia. Efek insulin dalam menurunkan glukosa darah juga
bertahan cukup lama tidak seperti jenis terapi lainnya yang
bergantung pada sekresi insulin dari dalam tubuh untuk
mempertahankan efeknya. Insulin juga akan memperbaiki profil
lemak terutama kadar trigliserida serta yang terakhir berkaitan
dengan keamanan dan adaptasi tubuh terhadap pemakaian insulin
dalam waktu yang cukup lama (Meneghini & Reid, 2012).
Insulin tidak dianjurkan pada pasien yang mengalami gangguan
sistem persyarafan, komplikasi permanen seperti kebutaan dan
gagal ginjal kronis, hipoglikemia dan pasien yang tidak mampu
melakukan aktifitas pemenuhan kebutuhan dasar secara mandiri
(Smeltzer & Bare, 2010).
Insulin sintesis yang diberikan merupakan hasil pengembangan
tekhnologi recombinan deoxyribonucleic acid (DNA). Tekhnologi
ini dikembangkan sebagai tekhnologi biosintesis insulin analog
yang lebih bisa diterima oleh tubuh dan insulin ini dikembangkan
untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang, memiliki efek yang
bertahan cukup lama serta pengaruhnya cukup bisa diandalkan
(Black, Hawks, lCeene, 2009)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
17
Efek sampmg yang sering terjadi dengan penggunaan insulin
adalah hipoglikemia, kejadian hipoglikemia pada pasien dengan
insulin bervariasi antara 6% sampai dengan 64 % dengan nilai
kadar glukosa darah 3,0-3,1 mmollL (Kann, Wascher, zackova,
2006). Penelitian lain juga membuktikan bahwa kejadian
hipoglikemia lebih besar dialami oleh pasien dengan pemberian
insulin dibandingkan dengan pemberian obat oral. Hipoglikemia
ini terjadi karena dosis, waktu pemberian dan tipe insulin yang
tidak tepat (Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012). Selain
hipoglikemia, efek yang mungkin terjadi adalah peningkatan berat
badan. Peningkatan berat badan bisa mencapai 0,3 - 6,4 kg yang
terjadi mulai minggu pertama sampai beberapa bulan setelah
menggunakan insulin (Owen, Seetho, Idris, 2010; Lau, Tang,
Halapy, Thorpe, Yu, 2012).
Ada beberapa jenis tipe insulin yang biasa digunakan untuk terapi
pada pasien DM (Lawton, 2000; Black, Hawks, Keene 2009).
Penggunaan jenis insulin disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi setiap individu. Untuk Insulin analog dengan kerja ekstra
cepat diberikan segera sebelum makan dan efek mulai muncul
setelah 15 menit. Jenis insulin ini memiliki efek yang cukup cepat
tetapi durasinya relatif lebih pendek. Contoh dari insulin jenis
extra rapid action adalah novorapid, humalog dan apidra
Insulin kerja cepat ( insulin soluble) diberikan ke pasien 30 menit
sebelum makan, efek maksimum dari jenis insulin ini adalah 1
sampai dengan 3 jam dan efeknya bisa bertahan selama 6 sampai
dengan 8 jam. Contoh insulin kerja cepat adalah actrapid,
insuman rapid. Untuk jenis Insulin kerja menengah seperti
humulin N dan humulin L ini, efeknya bisa bertahan selama 24
jam dengan efek maksimum setelah 4 sampai dengan 12 jam
setelah pemberian. Untuk sediaan insulin sekarang sudah ada
dalam bentuk campuran yang biasanya disebut sebagai premixed
insulin. Premixed insulin merupakan campuran dari jenis insulin
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
18
kerja ekstra cepat dan insulin kerja cepat. contoh novomix 30,
humalog mix 25, insuman komb 25, mixtard 30. Masih ada satu
lagi sediaan insulin yaitu jenis slow acting insulin. Kelebihan dari
insulin ini memiliki durasi kerja yang lama. Efeknya mulai terjadi
setelah 60 menit setelah diinjeksikan dan akan berlangsung
sampai 24 jam. Contoh : levemir, lantus
Penyimpanan
insulin
perlu
diperhatikan
karena
akan
mempengaruhi molekul insulin (Black, Hawk, Keene, 2009). Vial
insulin yang telah dipakai oleh pasien dapat disimpan dalam suhu
ruangan «30°C) dalam jangka waktu maksimal 4 minggu.
Hindari paparan sinar matahari terlalu lama dan penyimpanan
insulin yang belum dipakai sebaiknya dalam lemari es. Saat
melakukan perjalanan, insulin dapat disimpan dalam termos atau
tas pendingin bukan dibekukan
Jenis prefilled syringe dapat bertahan selama 30 hari jika
disimpan dalam lemari es. Jenis syringe ini sangat cocok dengan
pasien yang mengalami penurunan penglihatan atau penurunan
kemampuan
dalam
mengisi
insulin
ke
dalam
syringe.
Penyimpanan prefilled syringe dengan cairan yang berwarna putih
sebaiknya disimpan dalam posisi
vertikal
dengan jarum
menghadap keatas untuk menghindari pengumpalan atau suspensi
menumpuk padajarum
Kerja insulin tidak bisa aktifjika terkena cairan lambung sehingga
perlu diperhatikan cara pemberian. Insulin tidak bisa diberikan
lewat oral sehingga injeksi merupakan cara yang dipakai untuk
memberikan insulin secara mandiri dan akhir - akhir ini telah
dikembangkan pemberian melalui inhalasi.
Terdapat empat lokasi yang bisa dipilih sebagai lokasi pemberian
insulin yaitu perut, lengan, paha dan panggul. Absorbsi insulin
tercepat di bagian abdomen dibanding bagian yang lainnya.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
19
Pemilihan area injeksi dilakukan secara rotasi pada area yang
sarna misalnya pagi injeksi dilakukan pada bagian abdomen, sore
juga diberikan pada bagian abdomen tetapi lokasi injeksi dipilih
pada area injeksi yang berbeda dengan lokasi injeksi saat pagi
hari tadi. Penyuntikan insulin pada area kaki sesaat akan olahraga
juga perlu dihindari untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
karena absorbsi akan meningkat saat otot bekerja aktif
Insulin memiliki manfaat yang cukup besar apabila diberikan
dengan proporsional, narnun apabila dalarn penggunaannya tidak
diperhatikan dengan teliti maka akan timbul berbagai masalah
seperti lipodistrophy pada area injeksi yang dilakukan tanpa
memperhatikan rotasi, efek somogyi dan down phenomenown jika
insulin diberikan dengan dosis yang berlebihan. Beberapa
diabetes mungkin merasakan reaksi alergi dengan penggunaan
insulin, keluhan yang dirasakan berupa gatal, rasa terbakar dan
eritema pada area injeksi
2.2.3.5. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan faktor yang perlu diperhatikan
dalarn penatalaksanaan DM. Semakin tinggi pengetahuan pasien
diharapkan akan meningkatkan pula kesadaran diri untuk
melakukan upaya manajemen kontrol glukosa secara mandiri.
DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
sehingga memerlukan penanganan yang khusus seumur hidup.
Untuk itu pasien hams diajarkan untuk mengatur keseimbangan
berbagai faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar glukosa
darah seperti pengaturan nutrisi, aktifitas fisik, dan stress fisik
serta emosional. Pasien tidak hanya belajar keterarnpilan untuk
merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar glukosa
darah yang mendadak, tetapi juga hams memiliki perilaku
preventif dalarn gaya hidup untuk menghindari komplikasi
diabetik jangka panjang. Informasi yang harus diajarkan pada
pasien antara lain : Patofisiologi DM sederhana, cam terapi
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
20
termasuk efek samping obat, pengenalan dan pencegahan
hipoglikemi / hiperglikemi, tindakan preventif (perawatan kaki,
perawatan mata , hygiene umum ), meningkatkan kepatuhan
program diet dan obat (Smeltzer & Bare, 2010)
2.1.8. Komplikasi DM
Komplikasi DM dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi jangka
panjang. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum
(DKA) dan Sindrom Non Ketotik Hiperosmolar Hiperglikemia (IllINS).
Komplikasi
jangka
panjang
meliputi
komplikasi
makrovaskuler,
komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (Smeltzer & Bare, 2010)
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering dialami oleh pasien DM
dimana kadar glukosa darah dibawah 50-60mg/dl. Penggunaan insulin atau
OHO, makan terlalu sedikit atau aktifitas yang terlalu banyak merupakan
penyebab terjadinya hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia ini bisa
terjadi sewaktu - waktu.
DKA merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan hiperglikemia
(300 - 600 mg/dl, asidosis, dehidrasi, kehilangan elektrolit, osmolaritas
plasma meningkat (300 - 320 mOs/ml). Sedangkan IllINS merupakan
kondisi serius dimana tubuh mengalami hiperosmolaritas (330 - 380
mOs/ml) dan hiperglikemia (600 - 1200 mg/dl) serta penurunan kesadaran
tanpa tanda dan gejala asidosis. lllINS biasanya dialami oleh pasien
dengan usia lanjut antara umur 50 - 70 taboo dengan angka mortalitas
sebesar 10% - 40%.
Komplikasi makrovaskuler merupakan akibat adanya perubahan pada
pembuluh darah ditandai dengan pembuluh darah menebal, sklerosis dan
terjadi oklusi. Atherosklerosis lebih sering terjadi dan dialami pada usia
yang relatif lebih muda pada pasien DM dibanding non diabetes.
Komplikasi makrovaskuler biasanya berupa gangguan arteri koroner,
gangguan serebrovaskuler dan gangguan vaskuler perifer.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
21
Komplikasi mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang terjadi dimana
kapiler basal membran mengalami penebalan. Para pakar mempercayai
bahwa kondisi glukosa darah yang meningkat menyebabkan perubahan
biokimiawi yang berakibat menebalnya lapisan sel endothelial pada
membrana basalis kapiler. Dua area yang mengalami komplikasi
mikrovaskuler adalah retina dan ginjal sehingga bisa menyebabkan
terjadinya kebutaan serta gagal ginjal.
Neuropati diabetik merupakan sekumpulan penyakit yang mempengaruhi
semua jenis saraf
termasuk saraf sensorik, otonom maupun spinal.
Neuropati dialami oleh 50% pasien dengan lama mengalami DM selama 25
tahun. Gangguan ini secara klinis akan muncul tergantung pada area yang
diinervasi oleh saraf yang mengalami gangguan.
2.2. Inisiasi insulin
2.2.1. Pengertian
lnisiasi insulin adalah suatu bentuk keputusan dan persetujuan untuk
menggunakan insulin antara healthcare provider (Hf'P) dan pasien (Tan et
al, 2011). Orem (2001) dalam teori self care menyatakan bahwa terdapat 3
kemampuan kompleks dalam self care agency, salah satunya yaitu
operational capabilities mencakup pemahaman dan pengetahuan yang
diperlukan untuk memastikan dan memutuskan apa yang harus dilakukan
dalam perawatan diri. Dari beberapa pengertian diatas inisiasi insulin dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk pemyataan persetujuan ataupun
kemampuan memutuskan untuk menggunakan insulin.
2.2.2. Teori yang mendukung tentang inisiasi insulin
2.2.2.1. Teori selfcare
Teori selfcare adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh
Dorothea Orem. Orem mengembangkan Teori Keperawatan Self­
Care Deficit (teori umum) terdiri dari 3 teori yang saling
berhubungan, yaitu : a) Teori Self-Care; b) Teori Self-Care
Deficit;
c)
Theory of nursing systems.
Teori
self-care
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
22
menggambarkan dan menjelasakan mengapa dan bagaimana
orang-orang melakukan perawatan dirinya. Sedangkan teori self­
care deficit menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia
dapat ditolong melalui ilmu keperawatan. Sementara teori
Nursing systems; menggambarkan dan menjelaskan hubungan
interpersonal yang harus dilakukan dan dipertahankan oleh
seorang perawat agar dapat berupaya secara produktif.
Secara konseptual, Orem mendefinisikan self care sebagai suatu
bentuk langkah nyata yang diprakarsai oleh individu dalam
memulai atau melakukan upaya untuk mempertahankan hidup,
sehat serta kondisi sejahtera (Orem, 2001). Semua tindakan dalam
Self care bertujuan untuk mengetahui kebutuhan akan self care
dan hasil akhir yang diinginkan adalah dapat bertahan hidup,
sehat dan sejahtera. Perubahan kesehatan atau status kesehatan
dapat terjadi setiap saat dan hal ini membutuhkan tindakan self
care yang spesifik pula sehingga dapat disimpulkan bahwa
tindakan untuk self care tergantung dengan kebutuhan akan self
care (Orem, 2001)
Sama halnya dengan pasien DM tipe 2, mereka mengalami
perubahan
memerlukan
dalam
status
kesehatannya
perawatan diri
sehingga
berkaitan dengan
mereka
DM
yang
dialaminya Kebutuhan akan perawatan diri pada pasien DM tipe
2 meliputi monitor glukosa darah mandiri, mengatur pola nutrisi,
melakukan serangkaian latihan fisik dan mengatur regimen
terapeutik mandiri meliputi insulin, OHO, anti hipertensi serta
obat untuk menurunkan kadar lemak (ADA, 2012)
Dalam teori self care juga dikenalkan adanya self care agency
yaitu kemampuan yang komplek dari pendewasaan dan orang­
orang yang dewasa (matur) untuk mengetahui dan memenuhi
kebutuhannya yang
ditujukan untuk mengatur fungsi
dan
perkembangan manusia (Orem, 2001). Pengembangan konsep self
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
23
care agency didasarkan karena adanya asumsi bahwa self care
agency adalah sumber kekuatan atau kemampuan individu untuk
memperkirakan, mengubah dan me1akukan upaya produktif dalam
self care Hal ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia,
pengalaman hidup, orientasi sosial kultural tentang kesehatan dan
sumber-sumber lain yang ada pada dirinya.
Self care agency meliputi 3 tipe kemampuan kompleks yang
diperlukan dalam self care yaitu foundational capabilities,
enabling capabilities dan operational capabilities. Foundational
capabilities yang dimaksud dalam self care agency adalah
kemampuan secara umum berkenaan dengan sensasi, atensi,
memori, persepsi dan orientasi sedangkan enabling capabilities
atau kekuatan komponen dalam self care agency meliputi
kemampuan untuk me1akukan keterampilan selfcare, menilai arti
kesehatan, energy untuk selfcare dan pengetahuan akan selfcare.
Sementara operational capabilities adalah kemampuan yang
diperlukan
untuk mengetahui
seharusnya
dilakukan
dan memahami
berkaitan
dengan
apa
yang
perawatan
diri,
kemampuan yang diperlukan untuk memastikan dan memutuskan
apa yang seharusnya dilakukan untuk perawatan diri dan
kemampuan untuk me1akukan perawatan diri sete1ah memutuskan
apa yang seharusnya dilakukan untuk perawatan dirinya (Orem,
2001).
Kemampuan self care agency pada pasien DM juga dipengaruhi
oleh adanya faktor psikososial sehingga pengkajian akan kondisi
psikologis dan situasi sosial pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
diperlukan sebagai bagian dari manajemen DM (ADA, 2012).
Skrining psikososial dan tindak lanjutnya me1iputi sikap, harapan,
perasaan, kualitas hidup serta sumber - sumber yang lain seperti
sumber finansial, social dan emosional. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah kondisi psikososial seperti depresi,
kecemasan, gangguan makan dan gangguan kognitif apabila
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
24
ditemukan bahwa pasien mengalami keterpurukan dalam
manajemen mandiri DM (ADA, 2012)
Orem juga mengemukakan tentang basic conditioning factors
yaitu faktor internal dan ekternal individu yang dapat dalam kurun
waktu tertentu mempengaruhi kemampuan individu untuk: terlibat
dalam perawatan dirinya atau jenis dan jumlah dari kebutuhan self
care yang diinginkan. Basic conditioning factors yang dimaksud
adalah umur, jenis kelamin, riwayat perkembangan, status
kesehatan, orientasi sosisokultural, faktor
sistem layanan
kesehatan dan sumber - sumber yang tersedia (Orem, 2001)
2.2.2.3. Konsep Health BeliefModel
Health belief model (HBM) adalah suatu bentuk: model yang
mencoba untuk: menjelaskan dan memperkirakan perilaku
berkenaan dengan kesehatan dan telah banyak digunakan sebagai
kerangka teori sebagai bentuk: intervensi yang mempengaruhi
perilaku individu. Teori ini menjelaskan tentang motivasi dalam
upaya promosi kesehatan serta upaya dalam pencegahan penyakit
kemudian teori ini dikembangkan untuk: mengetahui beberapa
bentuk: perilaku termasuk kepatuhan regimen tempi. Dalam
pengembangannya teori ini memasukan teori efikasi diri yang
digunakan
sebagai
kekuatan
dalam
HBM
(Stretcher &
Rosenstock, 1997)
Komponen utama dalam teori HBM meliputi persepsi subyektif
terhadap kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, efikasi diri
dan isyarat untuk: melakukan tindakan. Persepsi subyektif
terhadap kerentanan adalah persepsi individu akan terkena kondisi
sakit serta perubahan status kesehatan, sementara persepsi
keparahan merujuk pada persepsi individu akan dampak yang
ditimbulkan baik secara klinis maupun sosial berkenaan dengan
penyakit. Sedangkan persepsi akan manfaat dijabarkan sebagai
persepsi individu berkenaan dengan adanya harapan akan adanya
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
25
sesuatu yang baik akan terjadi apabila seseorang itu melakukan
perilaku spesifik terutama perilaku yang mengurangi ancaman
terhadap kesehatan. Persepsi akan hambatan adalah persepsi
adanya kesulitan dalam melakukan perilaku tertentu yang menarik
dan sebagai dampaknya sesuatu yang negatif akan terjadi
(Stretcher & Rosenstock, 1997).
Selain keempat kepercayaan atau persepsi tersebut, HBM
menyatakan bahwa perilaku sesorang juga dipengaruhi oleh cues
to action. Cues to action didefmisikan sebagai suatu kejadian,
seseorang atau sesuatu yang mengerakkan seseorang untuk
melakukan perubahan. Contoh, ada anggota keluarga yang sakit,
berita dari media, saran dari orang lain atau petugas kesehatan
Komponen yang dikembangkan lagi yaitu efikasi diri. Efikasi diri
didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang atau kepercayaan
diri seseorang dalam melakukan tindakan berkenaan dengan
perilaku sehat sedangkan isyarat melakukan tindakan berkenaan
dengan faktor fisik ataupun lingkungan yang mempengaruhi
motivasi untuk sehat (Rosenstock et al. 2004)
2.2.3. Hambatan dalam Inisiasi Insulin
Inisiasi insulin dipengaruhi oleh adanya hambatan yang dirasakan oleh
pasien DM yang mengakibatkan pasien cenderung menolak insulin.
Penolakan terhadap insulin mengakibatkan tidak efektifnya terapi yang
diberikan sehingga perawat perlu mengetahui berbagai hambatan yang
dialami pasien, seperti :
2.2.3.1.Hipoglikemia
Ketakutan
terjadi
hipoglikemia
setelah
pemberian
insulin
merupakan alasan terbesar yang dikemukakan oleh pasien yang
menolak insulin. Kejadian hipoglikemia dengan insulin bervariasi
antara 6% sampai dengan 64 % dengan nilai kadar glukosa darah
3,0 - 3,1 mmol/L (Kann, Wascher, Zackova, 2006) dan terjadi
karena pemberian imsulin dengan dosis, waktu serta penggunaan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
26
tipe insulin yang tidak tepat (Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu,
2012).
2.2.3.2.Penambahan Berat Badan
Penambahan berat badan sering terjadi pada pasien setelah
pemberian insulin. Peningkatan berat badan bisa mencapai 0,3 - 6,4
kg yang terjadi mulai minggu pertama sampai beberapa bulan
setelah menggunakan insulin (Owen, Seetho, Idris, 2010; Lau,
Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012) dan setelah satu tahun
peningkatan berat badan menjadi semakin rendah (Smith, 2004).
Peningkatan berat badan terjadi karena glukosuria tidak terjadi
sehingga sumber kalori tidak terbuang serta efek lainnya yang
disebabkan terkendalinya glukosa darah (AADE, 2011)
2.2.3.3.Mitos dan persepsi yang salah tentang insulin
Adanya persepsi yang salah pada sebagian besar pasien yang
menganggap terapi insulin diberikan karena adanya kegagalan
dalam kontrol glukosa darah sebelumnya dan hal ini menjadikan
hambatan dalam inisiasi insulin (AADE, 2011)
2.2.3.4.Efektifitas penggunaan terapi
Pemberian terapi insulin dirasa menyulitkan bagi pasien karena
adanya rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara
mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul karena kurangnya
informasi dan ketidaktahuan pasien sehingga menjadi hambatan
dalam penggunaan insulin (Funnel, 2006). Terapi insulin juga
membuat ketidaknyamanan bagi pasien karena pemberiannya hams
memakaijarum suntik (AADE, 2011)
2.2.4. Peran perawat dalam inisiasi insulin
Peran perawat cukup penting untuk menghadapai hambatan dalam inisiasi
insulin, perawat perlu mengkaji berbagai hal yang dianggap hambatan
oleh pasien untuk menggunakan insulin (Clark, 2007) serta mengkaji
adanya persepsi yang salah tentang insulin (Levich, 2011). Perawat juga
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
27
perlu mengkaji kemarnpuan pasien dalarn memberikan insulin secara
mandiri dan pengkajian ulang juga perlu dilakukan sebagai bentuk follow
up apabila terjadi perubahan kondisi pasien (Wallymahmed, 2012).
Peran perawat dalarn mengatasi ketakutan akan hipoglikemia adalah
mendiskusikan tentang faktor resiko hipoglikemia dan upaya untuk
mencegah serta mengatasi hipoglikemi. Monitoring glukosa darah lebih
sering akan mencegah terjadinya hipoglikemia dan memberikan
keterarnpilan mengatasi hipoglikemia juga perlu diberikan (Clark, 2011;
Funnel, 2007).
Untuk mengatasi ketakutan akan adanya penarnbahan berat badan,
perawat
perlu
melakukan
kolaborasi
dengan
ahli
gizi
untuk
mengidentifikasi cam pencegahan penambahan berat badan (Cheyette,
2004; Funnel, 2007). Selain itu perlu juga dikaji adanya ketakutan akan
hipoglikemia, depresi, penggunaan obat penenang karena hal tersebut ikut
memicu peningkatan berat badan (Funnel, 2007)
Perawat memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan
pasien terkait pengetahuan tentang DM secara menyeluruh, efektifitas
penggunaan insulin termasuk mengajarkan, memonitor dan mengevaluasi
keterarnpilan injeksi insulin mandiri (Smith, 2004; Philips, 2007A;
Funnel, 2007 ).
Perawat memiliki posisi penting untuk menyelesaikan kesenjangan dan
memperbaiki efisiensi penatalaksanaan DM dengan membantu pasien
dalarn inisiasi insulin dan keseluruhan aspek kontrol glukosa darah
(Levich, 2011). Upaya yang dapat dilakukan perawat adalah dengan
memberikan pelatihan, dukungan dan bimbingan kepada rekan perawat
ataupun dokter yang sarna -
sarna memiliki keinginan untuk
menyelesaikan masalah terkait inisiasi insulin pada pasien (philips,
2007B). Perawat juga perlu meyakinkan bahwa pasien yang berada dalarn
tanggung jawabnya sudah merasa mengalami perkembangan kearah yang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
28
lebih baik dan merasa nyaman dengan beberapa peralatan yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien (Smith, 2004)
2.2.5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin
Perilaku individu merupakan respon dari stimulus baik yang berasal dari
dalam diri individu maupun dari luar. Pengolahan stimulus dari luar tidak
akan langsung menimbulkan respon, untuk menerima stimulus tersebut
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu meliputi persepsi, emosi,
perasaan, pemikiran, kondisi fisik dan lain sebagainya (Notoatmodjo,
2010).
Faktor internal
yang
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku
dikelompokkan ke dalam faktor biologis dan sosiopsikologis. Beberapa
perilaku manusia merupakan bawaan biologis yang dipengaruhi oleh kerja
DNA yang tidak hanya membawa warisan fisiologis tetapi warisan perilaku
dan kegiatan manusia termasuk agama, kebudayaan dan sebagainya. Motif
biologis pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh kebutuhan fisiologis serta
kebutuhan lain seperti mempertahankan kelangsungan hidup. Persepsi akan
keparahan kondisi DM akan membuat pasien tergerak untuk me1akukan
perilaku yang bertujuan mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat DM. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia
mencakup faktor lingkungan dimana manusia itu berada atau bertempat
tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Dari beberapa hasil penelitian sebe1umnya tentang penolakan insulin pada
pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
2.2.5.1. Usia
Orang dengan usia dewasa lebih memiliki harapan yang positif
dengan penggunaan insulin sehingga orang dengan usia dewasa
lebih bisa menerima insulin dibanding usia lanjut (Soohyun,
2009). Penelitian yang sama menyatakan pasien dengan usia 40­
59 tahun dan usia lanjut cenderung menolak inisiasi insulin
(Oliveria et al. 2007; Owen, Seetho, Idris, 2010; Peyrot, Rubin,
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
29
Kruger, Travis, 2010; Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter,
2009) Penelitian lain justru menunjukkan perbedaan yaitu pasien
dengan usia dewasa menolak insulin karena mereka cenderung
belum mengalami komplikasi (Hermanns, Mahr, Kulzer,
Skovlund, Haak:, 2010)
2.2.5.2. Jenis Kelamin
Wanita lebih banyak menolak insulin dibandingkan dengan laki­
laki (Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005;
Soohyun, 2009; Lerman et al. 2009). Penolakan tersebut didasari
oleh kekhawatiran akan terjadi peningkatan berat badan, adanya
stigma sosial dan takut dengan injeksi (Soohyun, 2009), selain itu
wanita lebih merasa kesulitan dalam memberikan injeksi insulin
mandiri (Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009).
Pene1itian yang dilak:ukan oleh Oliveria et al. (2007) juga
menyatakan hasil yang sarna yaitu wanita lebih menolak insulin
dibanding laki - laki tetapi setelah melewati tahap inisiasi justru
laki - laki lebih banyak yang berhenti menggunakan insulin.
2.2.5.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan seseorang
menyerap informasi yang diberikan guna perubahan untuk
mencapai hidup sehat (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2011).
Pasien dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak: begitu takut
dengan hipoglikemia akibat pemakaian insulin sehingga pasien
dengan tingkat pendidikan tinggi lebih menerima insulin
(Soohyun, 2009) sebaliknya pasien dengan tingkat pendidikan
rendah cenderung menolak insulin (Makine et al. 2009; Ahmed,
Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter 2009). Penelitian lain justru
berkebalikan, pasien dengan tingkat pendidikan setara perguruan
tinggi atau tingkat pendidikan tinggi lebih menolak inisiasi insulin
(Oliveria et al. 2007; Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, 20 I0)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
30
2.2.5.4. Lama Mengalami DM
Lama waktu mengalami DM berkaitan dengan pengalaman dalam
penatalaksanaan DM dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
jangka panjang akan terjadi setelah kurun waktu 5 - 10 tahun
sejak diagnosis awal yang disebabkan karena kerusakan sel beta
pankreas (Smeltzer & Bare, 2010). Hasil penelitian menunjukkan
pasien dengan durasi sakit yang lebih pendek justru lebih menolak
insulin karena mereka belum mengalami komplikasi (Hermanns,
Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, 2010)
2.2.5.5. Pendapatan
Faktor rendahnya sosioekonomi berpengaruh terhadap inisiasi
insulin (Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, 2005; Lerman
et al. 2009; Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, 2010). Kondisi
sosisoekonomi erat kaitannya dengan kemampuan pasien untuk
mendapatkan insulin (Funnel,
mengakses
pendidikan
2007B),
kesehatan,
kemampuan untuk
mendapatkan
informasi
kesehatan, kemampuan kontrol diluar rutinitas harlan dan
keterampilan untuk mengatasi masalah (Link, Phelan, Miech,
Westin, 2008)
2.2.5.6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tau seseorang terhadap suatu objek
melalui
indra
yang
dimilikinya
(Notoadmodjo,
2010).
Pengetahuan tingkat awal yang harus diperkenalkan pada pasien
DM
adalah
perjalanan
penyakit
DM,
pengendalian
dan
pemantauan DM, penyulit DM, terapi farmakologis dan non
farmakologis, interaksi antara asupan makanan dengan aktifitas
fisik serta olahraga, cara pemantauan glukosa darah mandiri,
mengatasi hipoglikemia, pentingnya olahraga, perawatan kaki dan
mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada (perkeni, 2011).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan
tentang DM menyebabkan pasien cenderung menolak insulin
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
31
(Haque, Navsa , Emerson, Dennison, Levitt, 2005; Lerman et al.
2009; Kong, Yein, Jenn, 2012).
2.2.5.7. Sikap
Sikap adalah respon tertutup individu terhadap suatu stimulus
atau objek yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (Campbell, 1950 dalam Notoadmodjo, 2010).
Sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa,
mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek
kognitif. Sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan
tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut.
Berbagai sikap yang perlu diketahui dari pasien DM meliputi
sikap terhadap diet, jenis pengobatan, kontrol glukosa darah
olahraga, manajemen mandiri, bahkan sampai pada sikap terhadap
dokter atau perawat (Basuki dalam Soegondo, 2011). Hasil
penelitian menunjukkan penolakan terhadap insulin dipengaruhi
juga oleh adanya sikap negatif karena mereka merasa terapi
insulin akan diberikan secara permanen, membatasi ruang gerak
serta permasalahan hipoglikemia (Polonsky, Fisher, Guzman,
Caballero, Edelman, 2005; Brod, Kongso, Lessard, Cristensen,
2009)
2.2.5.8. Kepercayaan terhadap insulin
Kepercayaan adalah bentuk kebenaran yang dipersepsikan
individu tentang penyakit dan strategi untuk mengurangi
timbulnya penyakit (Hochbaum, 1958 dalam stretcher &
Rosenstock, 1997). Kepercayaan itu sendiri dibentuk oleh
pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan untuk memastikan
benar atau salah (Notoadmodjo, 2010). Kepercayaan akan insulin
dipengaruhi oleh persepsi terhadap kerentanan, keparahan,
manfaat serta hambatan seperti ketakutan akan efek samping,
nyeri,
kesulitan
dalam
memberikan
terapi
(stretcher
&
Rosenstock, 1997). Beberapa penelitian menyatakan kepercayaan
yang salah pada pasien menyebabkan pasien menolak pemberian
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
32
insulin (polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005;
Navsa, Emerson, Levitt,
2005;
Brod,
Kongso, Lessard,
Cristensen, 2009 )
2.2.5.9. Efikasi diri
Efikasi
diri
adalah
keyakinan
diri
individu
tentang
kemampuannya dalam melakukan sesuatu hal (Bandura dalam
Strecher & Rosenstock, 1997). Efikasi diri seseorang dipengaruhi
oleh persepsi adanya manfaat dan hambatan yang mempengaruhi
seseorang untuk bertindak (Strecher & Rosenstock, 1997). Pasien
DM dengan efikasi diri yang rendah cenderung menolak terapi
insulin yang diberikan (polonsky, Fisher, Guzman, Caballero,
Edelman, 2005)
2.2.5.10. Interaksi dengan petugas kesehatan
Interaksi adalah suatu tindakan yang terjadi antara dua orang atau
lebih dan saling menguntungkan. Interaksi terbentuk karena
adanya komunikasi, peran berupa perilaku yang diharapkan,
adanya upaya untuk mempertahankan diri dari stress, adanya
stressor dan transaksi yaitu perilaku yang dapat diobservasi saat
interaksi terjadi (King dalam Alligood & Tomay, 2006). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Soohyun, (2009) menyatakan
bahwa pasien yang memiliki interaksi yang baik dengan petugas
kesehatan memiliki penerimaan yang baik terhadap insulin
2.2.6. Pengukuran Inisiasi Insulin
Beberapa alat ukur yang dapat digunakan dalam pengukuran inisiasi
insulin:
2.2.6.1. Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS)
ITAS adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur
penilaian pasien DM tipe 2 terhadap terapi insulin. ITAS
dikembangkan oleh Snoeck (2007), terdiri dari 20 pertanyaan
dengan 4 pertanyaan tentang penilaian negatif dan 16 pertanyaan
penilaian positif. Validitas ITAS dilakukan dengan validitas
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
33
dikriminan antara pasien yang menerima insulin dengan pasien
yang menolak insulin, hasilnya sesuai dengan fakta dimana pasien
yang menerima pemberian insulin memiliki skor penilaian negatif
terhadap inisiasi insulin lebih rendah dibanding dengan pasien
yang menolak insulin. Uji reliabilitas yang dilakukan memiliki
nilai koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,89 untuk semua item
pertanyaan, 0,90 untuk pertanyaan penilaian negatif dan 0,68 untuk
pertanyaan penilaian positif. Instrument ini telah digunakan dalam
penelitian oleh Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, (2010); Ahmed,
Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, (2010); Polonsky, Fisher,
Guzman, Caballero, Edelman, (2005); Lerman et al. (2009);
Makine et al. (2009).
2.2.6.2. Barrier Of Insulin Treatment (BIT)
BIT dikembangkan oleh Petrak, et.al, (2007) yang digunakan
untuk mengukur adanya hambatan psikologis terkait dengan
pemberian insulin pada pasien DM tipe 2. Kuesioner ini terdiri dari
14 item pertanyaan yang terbagi menjadi 5 sub skala yaitu (1)
ketakutan akan injeksi insulin dan 5MBG, terdiri dari 3 item
pertanyaan; (2) harapan yang positif akan hasil terkait pemberian
insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (3) kesulitan dalam
pemberian terapi insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (4) stigma
terkait injeksi insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (5) ketakutan
dengan hipoglikemia, terdiri dari 2 pertanyaan. Hasil uji validitas
menunjukkan interkorelasi sub skala dengan nilai uji pearson's ­
0.05 dan 0,36. Uji reliabiitas yang dilakukan memiliki nilai
koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,62 - 0,85 dengan korelasi
Cronbach Alpha
keseluruhan
0,78.
Instrumen
ini
telah
dipergunakan oleh Sohyun (2009)
2.3. Asuhan Keperawatan pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Inisiasi Insulin
Asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin dilakukan
melalui tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian, perumusan diagnosa
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
34
keperawatan, merumuskan rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan
evaluasi.
2.3.1. Pengkajian
Pengkajian yang perIu dilakukan pada pada yang mendapatkan terapi insulin
adalah aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Pengkajian aspek kognitif
meliputi pengetahuan tentang alasan mengapa insulin diberikan sebagai
bagian dari penatalaksanaan DM, pengetahuan tentang konsep asepsis,
kombinasi insulin, kerja insulin, dan efek samping insulin. Pengkajian lain
terkait fungsi kognitif yang perIu diketahui perawat adalah kemampuan
mengingat apabila mendapatkan lebih dari satu dosis setiap harinya serta
menggunakan insulin tepat pada waktunya. Pengkajian psikomotor meliputi
kemampuan fisik dalam menyiapkan pemberian insulin dan memberikan
dosis secara tepat.untuk fungsi afektif perIu dilakukan pengkajian aspek
emosional serta sikap terhadap DM dan insulin (Robbins, Shaw, Lewis,
2007)
Sebelum inisiasi insulin, pasien perIu dikaji tentang riwayat penggunaan
OHO secara tepat sebelumnya, upaya yang pemah dilakukan untuk
menurunkan berat badan karena keberhasilan menurunan berat badan yang
dilakukan sebelumnya memberikan efek secara signifikan berkaitan dengan
penolakan insulin. Aktifitas fisik atau olahraga juga perIu dikaji karena
berkaitan dengan sensitifitas insulin ( Everett, 2007)
Pengkajian fisik terkait faktor yang mempengaruhi kemampuan diabetesi
dalam melakukan perawatan mandiri seperti penurunan fungsi penglihatan,
fungsi koordinasi serta defisit neurologi juga perIu dikaji karena kondisi
fisik ikut berpengaruh terhadap inisiasi insulin (Robbins, Shaw, Lewis,
2007; Smeltzer & Bare, 2010; Black, Hawks, Keene, 2009 ; AADE, 2011).
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang terjadi pada pasien DM dengan inisiasi insulin
yaituk Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan terkait diabetes dan penatalaksanaannya dan
menyatakan kebingungan tentang patofisiologi penyakit (Nanda, 2012)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
35
2.3.3. Intervensi Keperawatan
Nursing Outcome (NOC) untuk mengatasi masalah ketidakefektifan
manajemen terapeutik adalah meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penatalaksanaan DM serta menyiapkan upaya penatalaksanaan mandiri
insulin (self care). Kriteria hasil yang diharapkan, pasien mampu
mendeskripsikan fungsi insulin, mendeskripsikan pentingnya diet untuk
mengontrol kadar glukosa darah, mendeskripsikan pentingnya olahraga
dalam mengontrol kadar glukosa darah, mendeskripsikan hiperglikemi
berikut tanda dan gejalanya, mendeskrisikan hipoglikemia berikut tanda dan
gejalanya,
mendeskripsikan
cara
untuk
mengatasi
hipoglikemia,
mendeskripsikan pengaruh adanya penyakit lain yang bisa mempengaruhi
kadar glukosa darah dan mendeskripsikan kapan hams pergi ke layanan
kesehatan (Moorhead, Johnson, Mass, Swanson, 2006)
Nursing Intervention (NIC) yang dilakukan merupakan upaya unuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang DM yaitu dengan cara : berikan
pendidikan kesehatan tentang proses penyakit meliputi kaji pengetahuan
pasien tentang proses penyakit untuk menentukan informasi yang akan
diberikan perawat, jelaskan tentang proses penyakit, diskusikan rasionalisasi
tentang pemberian tempi dan upayakan pasien mengerti alasan mengapa
terapi itu diberikan berikut tatalaksana pemberian tempi termasuk
kemungkinan adanya perubahan gaya hidup, diskusikan tentang upaya untuk
merubah gaya hidup guna mencegah terjadinya komplikasi, jelaskan tentang
komplikasi jangka panjang sehingga pasien memiliki kesadaran diri untuk
mencegah terjadinya komplikasi, jelaskan kepada pasien tentang adanya
tanda dan gejala yang menghamskan pasien datang ke layanan kesehatan
(Closkey & Bulechek, 2006)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
36
Skema2.2
Kerangka teori
r-------------
: Resiko:
: Usia
: Obesitas
11 stress
- ~fu~i klin""ik -.,
Poliuria
Polifagi
Polidipsi
Penurunan
harlan
•
DM Tipe 2
1-
_
.- - - - - - - - - - - - "j
: Ketoasidosis
:
1
1
Ketosis
1
1
1
:_ ~~:r~~~~l~ __
I
1
1
•
1-
•
I
1
1
1
1
I
: Glukosa
: terkontrol
:
:
1
1-
I1
I--­
Inisiasi
+--­
insulin
t
.- - - - - - - - - - - - "j
1
insulin
----------'"1
1
1
1
I
: Mikroangiopati
I--
----------'"1
.- - - - - - - - - - - - "j
Makroangiopati
nutrisi
: Komplikasi :
' DM
:
1
1
1
-------------------------,
Asuhan Keperawatan :
1. Pengkajian meliputi aspek
dan
kognitif,
afektif
psikomotor tentang iniasiasi
insulin
2. Perumusan
diagnosa
keperawatan : ketidakefektifan
.
.
manajemen
regimen
terapeutik
3. Intervensi Keperawatan
pendidikan kesehatan
1I
Dukungan keluarga,
perawat,
sistem
layanan kesehatan,
Asuransi kesehatan
--------------­
---
1-
1
1
1
1-
---
: 2. Olabraga
I--------:----~ ~ 3. OHO
1 4. Pemantauan
: Glukosa tidak 1
:
:.. _ - -terkontrol
:
--1
1 5. Edukasi _
.- - - - - - - - - - - - "i
Non
1- - - - - - - - - -
:---+ : Penatalaksanaan
I - - - - - - - - - - - - ..
: Diabetikum
1
1
1
"i
~
1I
: : 1. M~a~emen
:
berat
:
:
:
..
1- - - - - - - - - - - -
~
Support system:
------------------~
:: Defisiensi Insulin
:: Resistensi insulin
::
1I 1
!..
Faktor Psikososial :
1. Sikap
2. Kepercayaan
3. Pengetahuan
4. Efikasidiri
5. Depresi
Karakterisitik
individu:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat
pendidikan
4. Pendapatan
5. Lama
mengalami DM
---------------,
Status kesehatan
secara
urnum
seperti gangguan
penglihatan,
pendengaran dan
koordinasi
Keterangan :
= tidak diteliti
= diteliti
Surnber :Smeltzer (2010), Black, Hawk, Keene, (2009), Guyton & Hall
Robbins, Shaw, Lewis (2007), Oliveria et al (2007), Owen, Seetho, Idris
Peyrot, Rubin, Kruger, Travis (2010), Ahmed et al (2010) Hermanns, Mahr,
Skovlund, Haak (2010) Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman
Soohyun (2009), Lerman et al (2009) Makine et al (2009)
(2007),
(2010),
Kulzer,
(2005)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BAB3
KERANGKA KONSEP, IDPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi
operasional. Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk: oleh generalisasi dari hal ­
hal yang khusus dan kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian
yang dilakukan dan memberi landasan terhadap topik yang dipilih dalam penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga
atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian dan definisi
operasional memberlkan batasan terhadap variabel agar pengukuran variabel dapat
konsisten disamping itu dapat menjelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur
atau kategorinya serta skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2010)
3.1. Kerangka Konsep
Komplikasi DM terjadi sebagai akibat ketidakmampuan pasien dalam mengontrol
kadar glukosa darah. Salah satu upaya dalam kontrol glukosa darah adalah
penggunaan insulin tetapi inisiasi insulin tidak begitu saja dapat dilakukan oleh
pasien. Inisiasi insulin dipengaruhi oleh aspek fisik, psikologis dan sosial (AADE,
2011; Black, Hawk, Keene, 2009). Kerangka konsep penelitian ini digambarkan
dalam bentuk: bagan yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen
sebagai berikut :
37
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
38
Skema3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel dependen
Karakterisitik individu :
• Usia
• Jenis kelamin
• Tingkat pendidikan
• Pendapatan
• Lama mengalami DM
Inisiasi Insulin
Faktor Psikososial :
• Sikap
• Kepercayaan
• Pengetahuan
• Efikasi diri
• Interaksi
dengan
petugas kesehatan
-----~
Kerangka konsep dalam penelitian ini meliputi 2 komponen yaitu variabel
bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah
karakteristik individu dan faktor psikososial meliputi usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama mengalami DM, pendapatan, sikap, kepercayaan,
pengetahuan, efikasi diri, dan interaksi dengan petugas kesehatan. Variabel
terikat adalah inisiasi insulin
3.2.
Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
6.1.1. Hipotesis Mayor
Terdapat hubungan antara karakteristik demografi dan aspek
psikososial pasien DM tipe 2 terhadap inisiasi insulin di RSUD
Kabupaten Kudus
6.1.2. Hipotesis Minor
3.2.2.1. Terdapat hubungan antara usia pasien DM tipe 2 dengan
inisiasi insulin di RSIJD Kabupaten Kudus.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
39
3.2.2.2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan inisiasi
insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.3. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
inisiasi insulin pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus
3.2.2.4. Terdapat hubungan antara lama mengalami DM dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus
3.2.2.5. Terdapat hubungan antara pendapatan dengan inisiasi
insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.6. Terdapat hubungan antara sikap dengan inisiasi insulin
pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.7. Terdapat hubungan antara kepercayaan terhadap insulin
dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus
3.2.2.8. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.9. Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan inisiasi
insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.10. Terdapat hubungan antara interaksi dengan petugas
kesehatan dengan inisiasi insulin pada pasien ripe 2 di
RSUD Kabupaten Kudus
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
40
c. Def'misi Operasional
Tabel3.l
Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala ukur
Variabel
1
Independen
Usia
Def'misi
Operasional
2
Hasil Ukur
Skala
3
4
ukur
5
Umur yang telah Kuesioner
dilalui oleh pasien
DM tipe 2 dari
sejak lahir sampai
wang
tahun
terakhir
Jenis Kelamin
AlatUkur
Dinyatakan dalam
tahun,
karakteristik
Untuk
analisa
responden tentang bivariat
dikategorikan
umur dalam tahun
berdasarkan cut
offpoint mean 55,
dinyatakan dalam
kategori :
1. 2: 55 tahun
O. <55 tahun
Sifat atau keadaan Kuesioner
yang
karakteristik
membedakan
responden
berbeda responden
jenis yaitu laki -
laki
laki
perempuan
dan
-
Nominal
tentang
kelamin 1. Perempuan
O. Laki - laki
berupa
pasien DM tipe 2 jenis
yang
Jenis
kelamin
responden
dinyatakan dalam
Ordinal
laki
atau
perempuan
Tingkat
Pendidikan
Dinyatakan dalam
1. SD
formal yang telah karakteristik
2. SMP
dilalui pasien DM responden tentang 3. SMA
4. Perguruan
tingkat pendidikan
tipe 2
Tinggi
berupa pendidikan
Kuesioner
Pendidikan
rendah
Ordinal
dan
pendidikan tinggi
Lama
Lama waktu sejak
mengalami
pertama
DM
didiagnosa
kali
Kuesioner
Dinyatakan dalam Ordinal
tahun.
karakteristik
Untuk
analisa
responden tentang bivariat
dikategorikan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
41
mengalami
DM lama
mengalami berdasarkan
cut
off
median
sampai waktu saat DM dalam taboo
pengambilan data
Pendapatan
dinyatakan
kategori :
1. 2: 3 taboo
O. <3 taboo
Jumlah
Kuesioner
pendapatan rata -
karakteristik
rata pasien DM responden
tipe
2
didapat
yang jumlah
tentang
pendapatan
dalam rata - rata per bulan
satu bulan
Sikap
Kepercayaan
Terhadap
Insulin
pasien Kuesioner mengenai
sikap
pasien
terhadap penyakit
modifikasi
dari
Attitude
yang Diabetes
DM
Scale (DAS) berupa
melibatkan
20
pemyataan
dengan skala 1ikert
kemampuan
untuk
pemyataan
untuk mencerap
positif:
tidak
dan berperi1aku 1. Sangat
setuju
terkait DM yang
2. Tidak setuju
3. Ragu - ragu
dialaminya
4. Setuju
5. Sangat setuju
Untuk
pemyataan
negatif:
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Ragu - ragu
4. Tidak setuju
5. Sangat
tidak
setuju
Suatu
bentuk Kuesioner mengenai
Respon
nilai
point
3,
dalam
Dinyatakan dalam Ordinal
rupiah
Untuk
analisa
bivariat
dikategorikan
berdasarkan UMR
Kabupaten Kudus
tahun
2012
dinyatakan dalam
kategori :
1. 2: 900000
O. < 900000
Skor nilai dalam Ordinal
rentang 20 - 100.
Pengkategorian
berdasarkan nilai
cut offpoint mean
67,dinyatakan
dalam 2 kategori
yaitu :
1. Sikap
positif
(skor2:67)
O. Sikap negatif
(skor<67)
Skor nilai dalam Ordinal
rentang 0 - 10.
kebenaran untuk kepercayaan
Pengkategorian
terhadap
memutuskan
insulin berdasarkan nilai
benar atau salah berupa
terkait
insulin pemyataan
10 cut off point mean
6,
dinyatakan
dengan dalam 2 kategori
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
42
oleh pasien DM skala Guttman :
tipe 2
O. Salah
1. Benar
yaitu :
1. Kepercayaan
benar (skor ~6)
O. Kepercayaan
salah (skor <6 )
Pengetahuan
total
14, Ordinal
Kuesioner mengenai Skor
pengkategorian
pasien DM tipe 2 pegetahuan berupa
berdasarkan cut 0.0
8,
akan
informasi 14 pertanyaan dalam point mean
dinyatakan dalam
DM bentuk pilihan ganda
tentang
2 kategori yaitu :
dengan 1 jawaban 1. Pengetahuan
beserta
baik (skor ~8)
penatalaksanaann benar
O. Pengetahuan
kurang(skor<8)
ya
Efikasi diri
Kepercayaan diri
Kuesioner mengenai
efikasi diri berupa
pasien DM tipe 2
10 pemyataan dalam
untuk melakukan bentuk
skala
Guttman
dengan
penatalaksanaan
jawaban:
DM
dengan O. Tidak
1. Iya
insulin
Interaksi
Bentuk
dengan
petugas
kesehatan
Pemahaman
tindakan Kuesioner mengenai
interaksi pasien DM
yang
terjadi
dengan
petugas
pasien kesehatan berupa 10
setelah
pertanyaan
dalam
DM tipe 2 dan
bentuk skala likert :
petugas kesehatan 1. Tidak pemah
2. Jarang
dan
bertemu
3. Kadang - kadang
4. Sering
saling
5. Selalu
mempengaruhi
Skor
dalam Ordinal
rentang 0 - 10,
pengkategorian
berdasarkan cut 0.0
point mean 6,
dinyatakan dalam
2 kategori yaitu :
1. Efikasi
diri
baik (skor ~6)
O. Efikasi
diri
kurang
(skor<6)
Skor nilai dalam Ordinal
rentang 10 - 50 ,
Pengkategorian
berdasarkan cut 0.0
point mean 35,
dinyatakan dalam
2 kategori:
1. Interaksi baik
(skor ~ 35)
O. Interaksi
kurang
(skor<35)
untuk tujuan yang
saling
menguntungkan
Dependen
Inisiasi insulin
Suatu keputusan Kuesioner mengenai Skor nilai dalam Ordinal
insulin rentang 13 - 65,
atau pemyataan inisiasi
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
43
persetujuan oleh
pasien DM tipe 2
untuk
menggunakan
insulin
menggunakan
modifikasi insulin
treatment appraisal
scale (ITAS) berupa
13
pemyataan
dengan
jawaban
menggunakan skala
likert.
Untuk
pemyataan positif :
1. Sangat
tidak
setuju
2. Tidak setuju
3. Ragu - ragu
4. Setuju
5. Sangat setuju
Untuk
pemyataan
negatif:
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Ragu - ragu
4. Tidak setuju
5. Sangat
tidak
setuju
pengkategorian
berdasarkan cut off
point median 38,
dinyatakan dalam
2 kategori yaitu:
1. Menerima
(skor~ 38)
O. Menolak
(skor<38)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BAB4
METODE PENELITIAN
Uraian dalam metodologi ini mencakup desain penelitian, populasi dan sampel, tempat
dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan
data dan analisa data
4.1. Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian yang memberikan arab. terhadap jalannya penelitian
(Dharma, 20 11). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive
correlational karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan melihat
hubungan antar variabel pada situasi tertentu, dengan menggunakan desain cross
sectional karena diidentifikasi pada satu satuan waktu (Burn & Grove, 2009).
Rancangan tersebut peneliti gunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
untuk menjelaskan serta melihat hubungan antara karakteristik dan psikososial
pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin di RSlID Kabupaten Kudus dalam satu
kali pengukuran dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner.
Keuntungan yang dapat peneliti peroleh dengan menggunakan cross sectional
adalah desain ini relatif lebih mudah, praktis karena dapat meneliti banyak
variabel sekaligus, ekonomis dan hasilnya cepat diperoleh. Peneliti juga
mempunyai kemungkinan kecil untuk kehilangan subjek karena penelitian
dilakukan dalam satu waktu (Sastroasmoro & Ismail, 20 I0).
4.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah subjek penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik
tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
suatu kesimpulan (polit & Beck, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh pasien DM tipe 2 dengan indikasi pemberian insulin yang dirawat atau
berobat jalan di RSUD Kabupaten Kudus dengan rata - rata kunjungan setiap
bulan sebanyak 136 orang selama kurun waktu I tahun
Sampel adalah sebagian dari kuantitas dan karakteristik dari populasi yang telah
ditetapkan oleh peneliti atau wakil dari populasi yang diteliti (polit dan Beck,
44
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
45
2006; Dharma, 2011). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan
ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Dharna, 2011). Sampel
pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang dirawat di RSUD Kabupaten
Kudus, dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
4.2.1.
Pasien DM tipe 2 yang bersedia ikut penelitian
4.2.2.
Pasien DM tipe 2 yang diberlkan saran untuk menggunakan insulin
4.2.3.
Tidak dalam kondisi mengalami serangan akut komplikasi DM
Kriteria eksklusi :
4.2.1.
Mengalami gangguan fisik (pendengaran, penglihatan, dan koordinasi)
4.2.2.
Tidak mendapatkan asuransi kesehatan
Besarnya sampel dihitung dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel
dari populasi tertentu yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dengan tingkat
kesalahan 5%, untuk N=136 dilakukan pembulatan pada N=140 maka jumlah
sampelnya adalah 100 orang. Untuk perkiraan drop out ditambah 10% sehingga
jumlah sampel yang diperlukan adalah 110 orang (Sugiyono, 2009)
Tabel4.1
Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu
Dengan Taraf Kesalahan 1%, 5% dan 10%
S
1%
5%
10
10
10
20
19
19
29
28
30
40
38
36
44
47
50
51
60
55
58
70
63
80
71
65
72
90
79
100
87
78
Sumber : Sugiyono (2009)
N
10%
10
19
27
35
42
49
56
62
68
73
N
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
1%
94
102
109
116
122
129
135
142
148
154
S
5%
84
89
95
100
105
110
114
119
123
127
10%
78
83
88
92
97
101
105
108
112
115
Pada saat penelitian tidak terdapat responden yang drop out yang berarti semua
responden yang memenuhi kriteria sampel ikut dalam penelitian. Peneliti tetap
mengambil semua sampel secara keseluruhan yaitu 110 responden.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
46
4.3. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di RSUD Kabupaten Kudus yaitu di ruang rawat
inap penyakit dalam meliputi Cempaka I, Cempaka II, Cempaka III dan
Bougenville I. Tempat penelitian ini dipilih karena RSUD Kudus merupakan
rumah sakit dengan jumlah pasien DM yang dirawat cukup banyak dan
merupakan rumah sakit rujukan untuk karisedenan Pati. Rumah sakit memiliki
prosedur tetap tentang indikasi pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 serta
menerima layanan pasien dengan Askes dan Jamkesmas dan hal ini merupakan
kebijakan dalam support system pasien DM tipe 2 untuk mendapatkan insulin.
Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit yang mendukung pengembangan
dalam bidang penelitian
4.4. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan selama 5 bulan yaitu mulai September 2012
sampai dengan Januari 2013. Jadwal penelitian secara lengkap terlampir
4.5. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan usulan atau
proposal penelitian untuk mendapatkan rekomendasi dari komite etik Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Selanjutnya mengajukan izin kepada
pihak-pihak yang terkait dengan proses penelitian ini yaitu direktur dan komite
etik RSUD Kabupaten Kudus serta pihak-pihak di tempat dilakukannya penelitian
berikut responden yang terlibat dalam kegiatan penelitian. Sebagai bentuk
pertimbangan etik, peneliti berupaya untuk memenuhi The Five Rights OfHuman
Subjek in Research (ANA, 1985 dalam Wood & Haber, 2006). Lima hak tersebut
meliputi hak untuk self detemination; hak terhadap Privacy dan martabat; hak
terhadap anonimity dan confidentiality; hak untuk mendapatkan penagganan yang
adil dan hak terhadap perlindung
Kemudian dilakukan penelitian dengan
menekankan pada aspek etika sebagai berikut:
4.8.1. SelfDetermination
Responden yang memenuhi kriteria sampel diberikan penjelasan terkait
dengan penelitian meliputi tujuan, manfaat, cara pengambilan data
termasuk hak responden untuk terlibat ataupun tidak: dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
47
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada calon responden, calon
responden diberikan kesempatan untuk bertanya sebelum memberikan
persetujuan untuk menjadi responden. Selama proses pengambilan data,
tidak terdapat pasien yang menolak sebagai responden
4.8.2. Privacy
Selama proses pengambilan data, peneliti menggunakan ruang tertutup atau
ruang konseling yang disediakan disetiap ruangan sehingga kerahasiaan
informasi akan terjaga. Setelah informasi didapatkan, peneliti berupaya
menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dan
mempergunakannya hanya untuk kepentingan penelitian atau sebagai alat
bukti jika diminta oleh pengadilan.
4.8.3. Anonimity dan Confidentiality
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama sampel
penelitian tetapi digunakan inisial nama atau kode responden pada lembar
kuesioner dan setelah pengambilan data, lembar persetujuan dipisahkan
dengan lembar kuesioner selanjutnya data tersebut disimpan oleh peneliti.
Kerahasiaan informasi dan responden dijamin peneliti dan hanya kelompok
data yang dilaporkan sebagai hasil penelitian bukan dalam bentuk data
masing-masing sampel penelitian.
4.8.4. Fear Treatment
Untuk memenuhi prinsip keadilan, peneliti memberikan hal dan perlakuan
yang sarna kepada semua responden dari tahap penentuan responden
sampai akhir penelitian. Peneliti melibatkan responden yang memenuhi
kriteria sarnpel tanpa memandang latar belakang sosial termasuk
didalamnya suku, agarna, ras dan budaya. Selama dan setelah penelitian,
peneliti juga akan memberikan hal yang sama kepada semua responden
meliputi penjagaan privasi, menjaga kerahasiaan identitas dan informasi
yang diberikan oleh responden.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
48
4.8.5. Protection From Discomfort
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada ruang tertutup atau
ruang konseling sehingga bisa meningkatkan kenyamanan responden selain
untuk menjaga privasi. Untuk membatasi adanya ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi saat mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan
kepada responden untuk mengutarakan ketidaknyamanan dan memberikan
kesempatan kepada responden untuk istirahat serta melanjutkan kembali
pengisian kuesioner apabila responden sudah merasa siap. Untuk
menghindari
ketidaknyamanan dalam
membaca
kuesioner,
peneliti
menawarkan kepada responden untuk memilih melakukan pengisian
kuesioner secara langsung atau dengan wawancara namun pada saat
pengambilan data, semua responden meminta dalam bentuk wawancara
4.6. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri
dari 7 kuesioner yaitu kuesioner tentang demografi responden, kuesioner sikap,
kuesioner kepercayaan, kuesioner pengetahuan, kuesioner efikasi diri, kuesioner
interaksi dengan petugas kesehatan dan kuesioner tentang inisiasi insulin
4.6.1. Kuesioner demografi responden
Kuesioner karakteristik demografi responden terdiri dari
USIa,
jems
kelamin, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan dan lama mengalami
DM. Data demografi responden masuk dalam kuesioner A yang terdiri
dari 6 pertanyaan dan diisi dengan menuliskan jawaban singkat atau
check list (--1) padajawaban yang dipilih oleh responden
4.6.2. Kuesioner Sikap
Pengukuran sikap menggunakan kuesioner B. Instrumen sikap dalam
penelitian ini menggunakan modifikasi Diabetes Attitude Scale (DAS)
karena DAS merupakan kuesioner yang memiliki validitas berkisar
antara 0.40 sampai dengan 0.60 dan reliabilitas yang ideal dengan nilai
croncbach alpha 0.8 sehingga cukup baik dalam mengukur sikap
seseorang terkait DM (Anderson, Fitzgerald, Funnel, Gruppen, 1998).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
49
Pengukuran kuesioner dengan menggunakan skala likert yaitu 1= sangat
tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, 5= sangat setuju.
Kuesioner ini berisi 20 pemyataan dengan 4 pemyataan yang
bertentangan (unfavourable) yaitu pertanyaan nomor 2, 12, 16 dan 18.
Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin baik sikap pasien
dengan skor dalam rentang 20 - 100. Untuk analisis selanjutnya sikap
dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif jika skor jawaban
~
67 dan
sikap negatifjika skor jawaban < 67. Pembagian ini berdasarkan nilai cut
offpoint mean karena data berdistrubusi normal
4.6.3. Kuesioner Kepercayaan Terhadap Insulin
Kuesioner kepercayaan menggunakan kuesioner C, memuat pemyataan
tentang kepercayaan terhadap insulin dengan pemyataan yang dibuat
sendiri oleh peneliti dengan menggunakan referensi dari The BeliefAbout
Medicines Questionnaire oleh Home, Weinman, Hankins, (2007) dan
teori tentang insulin. Kuesioner ini memiliki validitas antara 0.44 sampai
0.46 untuk setiap iten dengan nilai croncbach alpha 0.78. Kuesioner ini
berisi 10 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala Guttman yaitu
benar dan salah. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin benar
kepercayaan pasien tentang insulin dengan skor total 10. Untuk analisis
selanjutnya keyakinan dikategorikan menjadi 2 yaitu kepercayaan benar
jika skor jawaban
~
6 dan kepercayaan salah jika skor jawaban <6 .
Pembagian ini berdasarkan nilai cut off point mean karena data
berdistrubusi normal
4.6.4. Kuesioner Pengetahuan
Kuesioner pengetahuan menggunakan kuesioner D yang memuat
pertanyaan tentang pengetahuan tentang DM dan insulin dengan
pertanyaan yang dibuat sendiri oleh peneliti menggunakan referensi dari
Diabetes Knowledge Test oleh Fitzgerald, et.al (1998) dan berbagai teori
terkait. Kuesioner memiliki nilai cronbach alpha
~
0.70 sehingga cukup
reliabel. Kuesioner ini berisi 14 pertanyaan pilihan ganda dengan 1
jawaban benar. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin tinggi
pengetahuan pasien dengan skor total 14.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
50
Untuk analisis selanjutnya pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori
berdasarkan cut offpoint mean karena data berdistibusi normal sehingga
didapatkan kategori berupa pengetahuan tinggi jika skor jawaban 2: 8 dan
pengetahuan rendahjika skor jawaban <8.
4.6.5. Kuesioner Efikasi diri
Kuesioner efikasi diri menggunakan kuesioner E yang memuat
pemyataan tentang efikasi diri pasien DM dalam tatalaksana insulin
dengan pemyataan yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan referensi dari
Diabetes Management Self Efficacy Scale (DMSES) oleh Sturt,
Heamshaw, Wakelin, (2009) dan teori terkait. Kuesioner ini cukup baik
untuk mengukur efikasi diri pasien DM karena hasil Pearson's
correlation coefficient 0.46 (P,O.OOOl) dengan cronbach alpha 0.89.
Kuesioner ini berisi 10 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala
Guttman yaitu ya dan tidak. Semakin tinggi total nilai menunjukkan
semakin baik efikasi diri responden dengan skor total 10. Untuk: analisis
selanjutnya efikasi diri dikategorikan berdasarkan cut offpoint mean 6
sehingga didapatkan kategori efikasi diri baik jika skor jawaban 2: 6 dan
efikasi diri kurang jika skor jawaban < 6
4.6.6. Kuesioner Interaksi
Kuesioner interaksi menggunakan kuesioner F yang memuat pertanyaan
tentang interaksi responden dengan petugas kesehatan (dokter, perawat)
yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan referensi dari
Interpersonal Processes
Of Care Questionnaire (IPC-I) oleh Steward,
(2002). Kuesioner ini berisi
10 pertanyaan dengan pengukuran
menggunakan skala likert yaitu 1= tidak pemah, 2 = jarang, 3 = kadang ­
kadang, 4 = sering, 5= selalu. Semakin tinggi total nilai menunjukkan
semakin baik interaksi responden dengan skor dalam rentang 10 - 50.
Untuk analisis selanjutnya interaksi dikategorikan menjadi 2 kategori
berdasarkan nilai cut off point mean 35 sehinggadidapatkan kategori
interaksi baik jika skor jawaban 2: 35 dan interaksi kurang jika skor
jawaban <35
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
51
4.6.7. Kuesioner Inisiasi Insulin
Pengukuran inisiasi insulin menggunakan kuesioner G. Instrumen inisiasi
insulin menggunakan modifikasi Insulin Treatment Appraisal Scale
(ITAS) dari Snoeck (2007). Uji reliabilitas yang dilakukan memiliki nilai
koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,89 untuk: semua item pertanyaan,
0,90 untuk: pertanyaan penilaian negatif dan 0,68 untuk pertanyaan
penilaian positif. Peneliti memakai kuesioner ITAS untuk: mengukur
inisiasi insulin karena kuesioner ini telah banyak dipakai oleh beberapa
peneliti pada penelitian sebelumnya dan ITAS memiliki validitas
konstruk yang baik dan nilai reliabilitas yang tinggi. Penggunaan
instrument ITAS dalam penelitian ini, dengan pengukuran menggunakan
skala likert yaitu 1= sangat setuju, 2 = setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = tidak
setuju, 5= sangat tidak setuju. Kuesioner ini berisi 13 pemyataan dengan
4 pemyataan positif dan 9 pemyataan negatif. Untuk: analisis selanjutnya
inisiasi insulin dikategorikan menjadi 2 yaitu menerimajika skor jawaban
2:38 dan menolakjika skor jawaban < 38. Pengkategorian ini didasarkan
pada nilai cut offpoint median 38 karena distribusi data tidak normal
4.7. Prosedur Pengumpulan data
Prosedur dalam pengumpulan data digunakan untuk: mengumpulkan data
penelitian. Cara yang digunakan dalam pengumpulan data hams objektif yang
berarti bebas dari bias, keyakinan, nilai - nilai atau sikap pribadi peneliti dan
sistematik yang berarti pengumpulan data hams dilakukan secara resmi, konsisten
dan sesuai standar (Wood & Haber, 2010). Langkah -
langkah dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi
4.7.1. Prosedur administratif
Peneliti mengajukan uji etik ke komite etik penelitian keperawatan
Fakultas Imu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) yang
dilanjutkan dengan proses perijinan oleh Dekan ke Direktur RSUD
Kabupaten Kudus dengan meminta rekomendasi penelitian kepada
Kepala Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Barat dilanjutkan ke Kepala
Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Tengah kemudian dilanjutkan lagi ke
Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus dan Bupati Kudus melalui
kepala Bappeda.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
52
4.7.2. Prosedur Teknis
Peneliti meminta
ijm
kepada penanggung jawab ruangan kemudian
mensosialisasikan maksud dan tujuan penelitian. Selama proses
pengumpulan data peneliti dibantu oleh 2 orang perawat, sebelum
pengumpulan data peneliti menjelaskan tentang tehnik dan cara
pengumpulan data serta melakukan persamaan persepsi terhadap isi
kuesioner kepada asisten peneliti. Saat pengumpulan data peneliti
menentukan responden yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eklusi
terlebih dahulu. Setelah mendapatkan responden, peneliti memberikan
penjelasan penelitian meliputi semua aspek yang tercantum dalam lembar
penjelasan penelitian dan peneliti meminta tanda tangan responden
apabila responden bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Selanjutnya,
peneliti menawarkan kepada responden untuk mengisi kuesioner secara
langsung atau dengan wawancara. Selama proses pengambilan data,
responden memilih untuk wawancara sehingga data yang terkumpul
lengkap dan langkah selanjutnya adalah mengolah data.
4.8. Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui tingkat kesahihan dan konsistensi
instrumen (Sugiyono, 2007). Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas pada
30 responden di RSUD Kabupaten Kudus agar karakteristik respondennya sama
4.8.1. Validitas
Instrumen yang valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur
apa yang seharusnya diukur. Pengukuran validitas secara statistik
dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing - masing pemyataan
dengan menggunakan core/asi product moment. Kuesioner dinyatakan
valid jika nilai korelasi masing - masing item pertanyaan dengan nilai
total setiap variabel menunjukkan angka 2: r tabel (n : 30, r tabel : 0.361)
(Sugiyono, 2010). Setelah dilakukan uji validitas, apabila diketemukan
item pertanyaan tidak valid, peneliti akan membuang item pertanyaan
tersebut apabila jumlah item yang tersisa masih bisa mewakili indikator
pertanyaan dan peneliti akan merevisi apabila item pertanyaan yang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
53
mewakili indikator pertanyaan memiliki jumlah yang terbatas. Uji
validitas terhadap kuesioner sikap didapatkan 13 item yang tidak valid
kemudian peneliti membuang item tersebut sehingga tersisa 20 item
dengan nilai r hitung antara 0.501 sampai dengan 0.748 untuk tiap item
pernyataan. Uji validitas terhadap
10 item kuesioner kepercayaan
terhadap insulin didapatkan semua item valid dengan nilai r hitung antara
0.465 sampai dengan 0 .815. Uji validitas kuesioner pengetahuan
didapatkan 8 item tidak valid kemudian peneliti membuang 6 item dan
melakukan revisi 2 item, tersisa 14 item dengan nilai r hitung antara 0.469
sampai dengan 0.774 untuk. Uji validitas terhadap 10 kuesioner efikasi
diri didapatkan semua item valid dengan nilai r hitung antara 0.508 sampai
dengan 0.789, demikian pula uji validitas terhadap kuesioner interaksi
dengan petugas kesehatan didapatkan semua 10 item valid dengan nilai r
hitung 0.451 sampai dengan 0.687, sedangkan uji validitas terhadap
kuesioner inisiasi insulin didapatkan 14 item valid dengan nilai r hitung
0.488 sampai dengan 0.687 sehingga jumlah keseluruhan item kuesioner
yang valid adalah 83 item
4.8.2. Reliabilitas
Kuesioner reliabel jika kuesioner yang dipakai menunjukkan hasil
pengukuran yang relatif konsisten apabila pengukuran digunakan secara
berulang (Dharma, 2011). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini
dilakukan setelah peneliti mendapatkan item kuesioner yang valid.
Pengukuran reliabilitas menggunakan Cronbach alpha. Uji ini dilakukan
untuk mengukur rata - rata konsistensi internal diantara item pertanyaan
dengan hasil perhitungan statistik dalam rentang 0-1. Kuesioner
dinyatakan reliable jika instrumen memiliki nilai reliabilitas > 0,70
(Sugiyono, 2010). Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner sikap mendapakan
hasil nilai cronbach alpha sebesar 0.753, kuesioner kepercayaan terhadap
insulin 0.763, kuesioner pengetahuan 0.767, kuesioner efikasi diri 0.770,
kuesioner interaksi dengan petugas kesehatan 0.757 dan kuesioner inisiasi
insulin 0.924. dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kuesioner
dalam penelitian ini reliabel karena memiliki nilai cronbach alpha lebih
dari 0.70.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
54
4.9. Pengolahan Data
Sete1ah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan
sebagai berikut (Hastono & Luknis, 2008):
4.9.1. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa atau mengoreksi data yang
telah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, keje1asan, dan
kekonsistenan jawaban.
4.9.2. Pemberian kode (coding), yaitu memberi kode pada setiap komponen
variabel, dilakukan untuk: mempermudah proses tabulasi dan analisis
data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data.
4.9.3. Memasukan data (entry), setelah kuesioner terisi seluruhnya, dan te1ah
dilakukan pengkodean, se1anjutnya dilakukan pemprosesan data dengan
memasukkan data dalam program komputer agar dapat dianalisis.
4.9.4. Pembersihan data (cleaning),memeriksa kembali data yang sudah di­
entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan atau tidak
sebelum dilakukan analisis.
4.10. Analisis data
4.10.1. Analisis univariat
Tujuan dari analisis univariat adalah untuk: mendeskripsikan masing­
masing variabel yang diteliti. Peringkasan data kategorik hanya
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase masing ­
masing kelompok. Penyajian masing -
masing variabel dengan
menggunakan tabe1 dan diinterpretasi berdasarkan hasil yang diperoleh.
4.10.2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk: membuktikan hipotesis pene1itian pada
a: 0.05 yaitu menguji hubungan masing - masing variabel independen
dengan variabel dependen. Uji statistik untuk: analisis bivariat penelitian
ini menggunakan chi square karena bentuk: data kategorik (Hastono,
2007). Uji analisis untuk: setiap variabel disajikan dalam tabel4.2
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
55
Tabel4.2
Tabel uji statistik berdasarkan skala variabel independen dan variabel
dependen serta jenis uji statistik
No
Variabel Independen
Variabel
Jenis Uji Statistik
Dependen
1
Usia
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
2
Jenis Kelamin
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
3
Tingkat pendidikan
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik)
Uji Chi Square
4
Pendapatan
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
5
Lama mengalami DM
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
6
Sikap
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
7
Kepercayaan
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
8
Pengetahuan
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
9
Efikasi diri
( data kategorik )
Inisiasi insulin
( data kategorik )
Uji Chi Square
10
Interaksi
dengan Inisiasi insulin
petugas
kesehatan ( data kategorik )
(data kategorik)
Uji Chi Square
4.10.3. Analisis multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mempelajari beberapa variabel
bebas dengan dengan satu atau beberapa variabel terikat. Uji statistik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda
karena variabel terikat merupakan data kategorik dikotomi (Hastono,
2007)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
56
Analisa
multivariat
dalam
penelitian
1111
digunakan
untuk
mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2. Analisis multivariat dilakukan
melalui model prediksi yaitu untuk memperoleh model yang terdiri
dari beberapa variabel prediktor yang terbaik untuk memprediksi
kejadian variabel dependen (Hastono, 2007). Prosedur pemodelan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.10.3.1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel
independen dan dependen. Bila hasil uji variat mempunyai
nilai p < 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam
model multivariat. Variabel dengan p > 0,25 dapat masuk
dalam model multivariat jika secara substansi variabel
tersebut penting.
4.10.3.2. Memilih variabel yang dianggap penting dengan cara
mempertahankan variabel yang mempunyai p < 0,05 dan
mengeluarkan variabel yang mempunyai p > 0,05 secara
bertahap mulai dari variabel yang memiliki p paling besar.
4.10.3.3. Setelah variabel-variabel penting didapatkan, langkah
selanjutnya adalah memeriksa kembali OR masing ­
masing variabel untuk menentukan mana yang paling
berinteraksi dengan variabel dependen.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BAB5
HASIL PENELITIAN
Bab 5 ini menjelaskan hasil penelitian mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kudus. Penelitian
dilakukan pada bulan Desember 2012 dengan jumlah responden 110 responden pasien
DM tipe 2 yang diberikan saran untuk menggunakan insulin, diperoleh dari ruang rawat
inap meliputi ruang Cempaka I, II, III dan Baougenville II sebanyak 77 responden dan
melalui kunjungan rumah sebanyak 33 responden. Hasil penelitian berupa analisis
univariat, bivariat dan multivariat.
5.1. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan
karakteristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengalami DM,
jumlah pendapatan) dan aspek psikososial (sikap, kepercayaan terhadap insulin,
pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan) serta inisiasi
insulin.
57
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
58
5.1.1. Karakteristik responden
Tabel5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012
n: 110
Variabel
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pendapatan
Lama mengalami
DM
Jumlah
Persentase (%)
2: 55 tahun
49
44.5
< 55 tahun
61
55.5
Total
110
100
Lakilaki
49
44.5
Perempuan
61
55.5
Total
110
100
SD
39
35.5
SMP
32
29.1
SMA
22
20
PT
17
15.5
Total
110
100
2: 900000
50
45.4
< 900000
60
54.6
Total
110
100
2: 3 tabun
52
47.2
< 3 tabun
58
52.8
Total
110
100
Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden adalah pasien dengan usia < 55 (55.5%), berjenis kelamin
perempuan (55.5%), pendidikan SD (35.5%), memiliki pendapatan < Rp
900.000,00 (54.6%) dan lama mengalami DM < 3 tahun (52.8 %)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
59
5.1.2. Aspek Psikososial Responden
Tabel5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Psikososial
di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012
(n: 110)
Variabel
Sikap
Kepercayaan
Terhadap Insulin
Pengetahuan
Efikasi Diri
Interaksi Dengan
Petugas
Kesehatan
Jumlah
Persentase (%)
Negatif
79
71.8
Positif
31
28.2
Total
110
100
Salah
38
34.5
Benar
72
65.5
Total
110
100
Kurang
49
44.5
Baik
61
55.5
Total
110
100
Kurang
55
50
Baik
55
50
Total
110
100
Kurang
33
30
Baik
77
70
Total
110
100
Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden adalah
pasien yang
memiliki
sikap
negatif (71.8%),
kepercayaan benar terhadap insulin (65.5%), pengetahuan yang baik
(55.5%), efikasi diri baik (50%) dan interaksi yang baik dengan petugas
kesehatan (70%)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
60
5.1.3. Inisiasi Insulin
Tabel5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012
(n: 110)
Inisiasi Insulin
Jumlah
Persentase (%)
Menolak
61
55.5
Menerima
49
45.5
Total
110
100
Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden menolak insulin (55.5%)
5.2. Analisis Bivariat
Analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan masing - masing variabel
independen meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, lama mengalami DM, sikap,
kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan
petugas kesehatan dengan variabel dependen yaitu inisiasi insulin.
5.2.1. Hubungan Usia Pasien dengan Inisiasi Insulin
Tabel5.4
Analisis Hubungan Usia Pasien dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
p
0.899
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia dan inisiasi insulin pada
tabel 5.4 dengan menggunakan chi square memperlihatkan bahwa ada
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
61
sebanyak 28 (57.1%) pasien DM berusia 2: 55 tahun menolak insulin.
Sedangkan diantara pasien DM berusia < 55 tahun terdapat 33 (54.1%)
pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
=
0.899,
a : 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi
kejadian penolakan insulin antara pasien DM berusia 2: 55 tahun dan
pasien DM berusia < 55 tahun ( tidak ada hubungan antara usia dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ).
5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Inisiasi Insulin
Tabe15.5
Analisis Hubungan Jenis Kelamin dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Jenis
Laki -laki
Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima
%
n
%
n
%
n
26 53.1 23 46.9 49
100
Kelamin
Perempuan
35
57.4
26
42.6
61
100
61
55.5
49
45.5
110
100
Variabel
Total
p
0.795
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dan inisiasi
insulin pada tabel 5.5 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 26 (53.1%) pasien DM berjenis kelamin laki - laki menolak
insulin. Sedangkan diantara pasien DM berjenis kelamin perempuan,
terdapat 35 (57.4%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik
diperoleh nilaip
=
0.795, a:0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak: ada
perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara jenis kelamin laki ­
laki dengan perempuan (tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
62
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dan inisiasi
insulin pada tabel 5.6 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 25 (64.1%) pasien DM dengan pendidikan SD menolak
insulin, 20 (62.5%) pasien DM dengan pendidikan SMP menolak insulin
sedangkan pasien DM dengan pendidikan SMA terdapat 9 (40.9%) pasien
menolak insulin dan 7(41.2%) pasien DM dengan pendidikan Perguruan
tinggi menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
=
0.16, a : 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
63
5.2.4. Hubungan Pendapatan dengan Inisiasi Insulin
Tabe15.7
Analisis Hubungan Pendapatan dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Variabel
~
Pendapatan
Rp.900.000
< Rp.900.000
Total
Inisiasi Insulin
Menolak
Menerima
n
%
%
N
28
56
22
44
Total
n
50
%
100
33
55
27
45
60
100
61
55.5
49
44.5
110
100
p
1.00
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendapatan dan inisiasi insulin
pada tabel5.7 dengan chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 28
(56%) pasien DM dengan pendapatan
~
Rp.900.000 menolak insulin.
Sedangkan diantara pasien DM dengan pendapatan < Rp.900.000, terdapat
33 (55%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p = 1.00, u:0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM dengan pendapatan
~
Rp.900.000 dan pasien DM dengan pendapatan < Rp.900.000 (tidak ada
hubungan antara pendapatan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2
di RSUD Kabupaten Kudus).
5.2.5. Hubungan Lama Mengalami DM dengan Inisiasi Insulin
Tabe15.8
Analisis Hubungan Lama Mengalami DM dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Lama Mengalami
;;:: 3 taboo
Inisiasi Insulin
Menolak
Menerima
n
n
%
%
26
50
26
50
DM
< 3 taboo
35
60.3
23
61
55.5
49
Variabel
Total
Total
n
52
%
100
39.7
58
100
44.5
110
100
p
0.369
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama mengalami DM dan
inisiasi insulin pada tabel 5.8 dengan analisis chi square memperlihatkan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
64
bahwa ada sebanyak 26 (50%) pasien DM dengan lama mengalami DM 2:
3 taboo menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan lama
mengalami DM < 3 taboo, terdapat 35 (60.3%) pasien DM yang menolak
insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
0.369, a:0.05 maka dapat
=
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan
insulin antara pasien DM dengan lama mengalami DM 2: 3 taboo dan
pasien dengan lama mengalami DM < 3 taboo (tidak ada hubungan antara
lama mengalami DM dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di
RSUD Kabupaten Kudus).
5.2.6. Hubungan Sikap dengan Inisiasi Insulin
Tabel5.9
Analisis Hubungan Sikap dan Inisiasi Insulin di RSUD
Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Negatif
Inisiasi Insulin
Menolak
Menerima
n
%
%
n
50
63.3 29 36.7
n
79
%
100
Positif
11
35.5
20
64.5
31
100
61
55.5
49
44.5
110
100
Variabel
Sikap
Total
Total
p
0.015
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara sikap dan inisiasi insulin pada
tabel 5.9 dengan menggunakan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 50 (63.3%) pasien DM yang memiliki sikap negatifmenolak
insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan sikap positif, terdapat 11
(35.5%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
=
0.015, a: 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi
kejadian penolakan insulin antara responden yang memiliki sikap negatif
dan sikap positif (ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
65
5.2.7. Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dengan Inisiasi Insulin
Tabel5.10
Analisis Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Kepercayaan
Salah
Inisiasi Insulin
Menolak
Menerima
%
n
%
n
44.7
21 55.3
17
Terhadap
Benar
44
61.1
28
38.9
72
100
61
55.5
49
44.5
110
100
Variabel
Total
n
38
%
100
Insulin
Total
p
0.149
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kepercayaan terhadap insulin
dan inisiasi insulin pada tabel 5.10 dengan analisis chi square
memperlihatkan bahwa ada sebanyak 17 (44.7%) pasien DM dengan
kepercayaan yang salah terhadap insulin menolak penggunaan insulin.
Sedangkan diantara pasien DM dengan kepercayaan yang benar terhadap
insulin, terdapat 44 (61.1%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p
=
0.149, a: 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM
yang memiliki kepercayaan salah terhadap insulin dengan pasien DM
yang memiliki kepercayaan yang benar terhadap insulin (tidak ada
hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan inisiasi insulin pada
pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
66
5.2.8. Hubungan Pengetahuan dengan Inisiasi Insulin
Tabel5.11
Analisis Hubungan Pengetahuan dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Kurang
Inisiasi Insulin
Menolak
Menerima
n
%
%
n
38 77.6 11 22.4
n
49
%
100
Baik
23
37.7
38
62.3
61
100
61
55.5
49
44.5
110
100
Variabel
Pengetahuan
Total
Total
p
0.0001
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengetahuan dan inisiasi
insulin pada tabel 5.11 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 38 (77.6%) pasien DM dengan pengetahuan kurang menolak
insulin. Sedangkan diantara pasien DM yang memiliki pengetahuan baik,
terdapat 23 (37.7%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p
= 0.00, a:0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM yang
memiliki pengetahuan kurang dengan pasien DM yang memiliki
pengetahuan baik (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus).
5.2.9. Hubungan Efikasi Diri dengan Inisiasi Insulin
Tabel5.12
Analisis Hubungan Efikasi Diri dan Inisiasi Insulin
di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Kurang
Inisiasi Insulin
Menerima
Menolak
n
%
n
%
41
74.5 14 25.5
n
55
%
100
Baik
20
36.4
35
63.6
55
100
61
55.5
49
45.5
110
100
Variabel
Efikasi Diri
Total
Total
p
0.0001
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
67
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara efikasi diri dan inisiasi insulin
pada tabel 5.18 dengan chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak
41 (74.5%) pasien DM dengan efikasi diri kurang menolak insulin.
Sedangkan diantara pasien DM yang memiliki efikasi diri baik, terdapat
20 (36.4%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p
=
0.00, u:0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara efikasi diri dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2
di RSUD Kabupaten Kudus.
5.2.10. Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dengan Inisiasi Insulin
Tabel5.13
Analisis Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dan Inisiasi
Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012
(n: 110)
Kurang
Inisiasi Insulin
Menolak
Menerima
%
n
%
n
28
84.8
5
15.2
Baik
33
42.9
44
61
55.5
49
Variabel
Interaksi
Total
Total
n
33
%
100
57.1
77
100
44.5
110
100
p
0.0001
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara interaksi dengan petugas
kesehatan dan inisiasi insulin pada tabel 5.13 memperlihatkan bahwa ada
sebanyak 28 (84.8%) pasien DM yang kurang berinteraksi dengan petugas
kesehatan menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM berinteraksi
baik dengan petugas kesehatan, terdapat 33 (42.9%) pasien yang menolak
insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
=
0.00 maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien
DM yang memiliki interaksi kurang dengan pasien DM yang memiliki
interaksi baik (ada hubungan yang signifikan antara interaksi dengan
petugas kesehatan dan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus ).
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
68
5.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan semua variabel
independen meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami
DM, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi
dengan petugas kesehatan dengan variabel dependen yaitu inisiasi insulin dan
mencari variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Pada
penelitian ini digunakan regresi logistik dengan model prediksi. Langkah
pemodelannya adalah sebagai berikut :
5.3.1. Pemilihan variabel kandidat multivariat
Pemilihan dilakukan dengan melakukan analisis bivariat masing masing
variabel independen dengan variabel dependen. Bila hasil uji mempunyai p
< 0.25, maka variabel tersebut dapat masuk pada model multivariat.
Variabel yang diduga berhubungan dengan inisiasi insulin adalah usia, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM, sikap, kepercayaan
terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas
kesehatan. Hasil analisis bivariat variabel - variabel penelitian ditampilkan
pada tabel 5.14 berikut ini :
Tabel5.14
Hasil Uji Bivariat Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat
No
Variabel
1
Usia
0.52
2
Jenis Kelamin
0.65
3
Pendidikan
0.14*
4
Lamamengalami DM
0.94
5
Pendapatan
0.29
6
Sikap
0.01*
7
Kepercayaan terhadap insulin
0.10*
8
Pengetahuan
0.0001*
9
Efikasidiri
0.0001*
10
Interaksi dengan petugas kesehatan
0.0001*
P
Ket:* = Variabel dengan p < 0.25 (kandidat multivariat)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
69
Berdasarkan basil analisis bivariat didapatkan bahwa variabel yang masuk
dalam
pemodelan
selanjutnya
adalah
variabel
pendidikan,
sikap,
kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan
petugas kesehatan
5.3.2. Memilih variabel yang dianggap penting untuk: masuk kedalam model
dengan cara mempertahankan variabel yang mempunyai p < 0.05 dan
mengeluarkan variabel yang mempunyai p > 0.05 seperti tercantum dalam
tabel 5.15
Tabel5.15
Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan
Terhadap Insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan
Petugas Kesehatan
p
OR
95%CI
Pendidikan
0.53
0.67
0.20-2.28
2
Sikap
0.10
2.88
0.79-10.5
3
Kepercayaan
0.04
0.31
0.10-0.94
4
Pengetahuan
0.0001
9.63
3.11-29.76
5
Efikasi Diri
0.0001
8.25
2.67-25.49
6
Interaksi Dengan Petugas
Kesehatan
0.016
5.13
1.35-19.44
No
Variabel
1
Berdasarkan tabel 5.15 terlihat ada 2 variabel memiliki p > 0.05 yaitu
pendidikan dan sikap, yang terbesar adalah pendidikan sehingga pemodelan
selanjutnya variabel pendidikan dikeluarkan dari model kemudian dilakukan
pengujian ulang, dengan tahapan yang sama dilakukan pengujian terhadap
variabel sikap. Hasil analisis perbandingan OR setelah variabel pendidikan
dikeluarkan, OR variabel sikap berubah > 10% sehingga variabel
pendidikan dimasukan lagi kedalam model. Sementara basil analisis
perbandingan OR setelah variabel sikap dikeluarkan, OR variabel
pendidikan dan interaksi dengan petugas kesehatan berubah > 10% sehingga
variabel sikap dimasukkan lagi kedalam model.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
70
5.3.3. Setelah memperoleh model yang memuat variabel - variabel penting,
langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel kedalam
model
Uji interaksi dilakukan untuk menilai variabel yang diduga secara substansi
ada interaksi. Dalam penelitian ini uji interaksi dilakukan untuk variabel
pendidikan dan pengetahuan. Hasil uji didapatkan bahwa tidak ada interaksi
antara pendidikan dan pengetahuan (p : 0.529, a : 0.05) sehingga
disimpulkan tidak ada interaksi antar variabel independen yang masuk
pemodelan seperti yang terlihat dalam tabel 5.16
Tabe15.16
Hasil Analisis Multivariat Variabel Interaksi Antara Pengetahuan dan
Pendidikan dengan Variabel Inisiasi Insulin
p
OR
95%CI
Pendidikan
0.38
0.43
0.06-2.77
2
Sikap
0.10
2.90
0.79-10.6
3
Kepercayaan
0.03
0.29
0.09-0.91
4
Pengetahuan
0.0001
7.53
1.97-28.77
5
Efikasi Diri
0.0001
8.10
2.61-25.13
6
Interaksi Dengan Petugas
Kesehatan
by
Pendidikan
pengetahuan
0.016
4.94
1.32-18.45
0.529
2.07
0.21-20.15
No
Variabel
1
7
Setelah dilakukan anaisis lanjut, variabel yang masuk pemodelan adalah
pendidikan, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan
interaksi. Model secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.17
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
71
Tabel5.17
Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan terhadap
insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan petugas kesehatan
dengan Variabel Inisiasi Insulin
No
Variabel
p
OR
95%CI
1
Pendidikan
0.53
0.67
0.20-2.28
2
Sikap
0.10
2.88
0.79-10.5
3
Kepercayaan
0.04
0.31
0.10-0.94
4
Pengetahuan
0.0001
9.63
3.11-29.76
5
Efikasi Diri
0.0001
8.25
2.67-25.49
6
Interaksi Dengan
Petugas Kesehatan
0.016
5.13
1.35-19.44
Dari analisis multivariat pada tabel 5.25 didapatkan kesimpulan bahwa
pengetahuan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap inisiasi insulin
dengan OR : 9.63
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BAB6
PEMBAHASAN
Bab 6 ini membahas tentang interpretasi dan hasil diskusi, keterbatasan penelitian dan
implikasi basil untuk keperawatan
6.1. Interpretasi dan Hasil Diskusi
6.1.1. Usia dan Inisiasi Insulin
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata - rata umur pasien adalah 55
tahun dan penolakan insulin justru hampir sarna besarnya baik pada pasien
dengan usia ~ 55 dan < 55 tahun dengan melihat hasil terdapat 28 (57.1%)
pasien DM berusia
~
55 tahun menolak insulin dan 33 (54.1%) pasien
berusia < 55 tahun yang menolak insulin. Nilai p = 0.899 sehingga dapat
diarnbil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus.
Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Soohyun, (2009) dengan rata - rata usia responden 64.3 tahun dan standar
deviasi 13.5 tahun, Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien DM
dengan usia yang lebih muda lebih bisa menerima insulin dibanding usia
lanjut karena pasien DM dengan usia muda lebih memiliki harapan positif
dengan pemberian insulin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Peyrot, Rubin, Lauritzen, Snoeks,
Matthews, Skovlund, (2004) tentang hambatan untuk mengembangkan
penatalaksanaan DM yang melibatkan beberapa Negara. Hasil penelitian
tersebut mengambarkan bahwa penerimaan pasien untuk melakukan
penatalaksanaan DM tidak dipengaruhi oleh usia karena dengan rentang
rata - rata usia 54.6 sampai dengan 64.1 justru persentase penerimaan
penatalaksanaan DM tidak mengikuti rentang umur yang ada. Hasil
penelitian yang dilakukan di beberapa negara tersebut memperkuat hasil
penelitian ini bahwa usia tidak berpengaruh terhadap perilaku pasien.
Menurut peneliti, usia tidak lagi menjadi pengaruh walaupun usia mampu
mempengaruhi kematangan berpikir seseorang tetapi persepsi pasien
72
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
73
tentang
keparahan penyakit lebih
memotivasi pasien berperilaku.
Pemyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Owen,
Seetho, Idris, (2010) yang menyatakan pasien DM berusia dewasa
cenderung menolak insulin karena pasien DM dengan usia dewasa belum
mengalami komplikasi dibanding usia lanjut. Sementara dalam penelitian
ini, berdasarkan pengamatan dari catatan medis pasien memperlihatkan
komplikasi sudah terjadi saat pasien tersebut masuk RS dari rentang usia
yang termuda sampai tertua.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah rata - rata usia pasien dalam
penelitian ini lebih muda dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan
bisa dilihat komplikasi terjadi lebih awal, kondisi ini bisa disebabkan
kesadaran diri pasien yang kurang dan lebih memprihatinkan lagi
kurangnya kesadaran ini mengakibatkan keterlambatan untuk datang ke
layanan kesehatan sehingga pasien datang ke layanan kesehatan sudah
dalam keadaan terjadi komplikasi serius. Gambaran serupajuga didapatkan
oleh Pranoto, (2012) dari hasil survey yang dilakukan memperlihatkan
hasil bahwa pasien datang ke layanan kesehatan sudah dalam kondisi
penurunan fungsi pankreas. Fenomena tersebut merupakan tantangan bagi
perawat untuk meningkatkan pengetahuan pasien karena dengan semakin
tinggi pengetahuan pasien diharapkan meningkat pula kesadaran diri
pasien.
6.1.2. Jenis kelamin dan inisiasi insulin
Penelitian ini mengikutsertakan pasien DM berjenis kelamin laki laki
sebanyak 49 orang dan perempuan sebanyak 61 orang. Pasien DM berjenis
kelamin laki - laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama
untuk menolak insulin dengan melihat hasil penolakan insulin dilakukan
oleh 53.1% pasien laki laki dan 57.44% pasien perempuan. Hasil analisis
bivariat memperlihatkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2.
Hasil Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
74
dimana hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa jenis kelamin
berhubungan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2, hasil penelitian
tersebut menjelaskan bahwa perempuan lebih menolak insulin dibandingkan
dengan pasien berjenis kelamin laki - laki. Studi kualitatif yang dilakukan
oleh Kwang, Hsu, Yu, Yuh, (2012) tentang hambatan dalam inisiasi insulin
pada pasien DM tipe 2 di Taiwan menyatakan hambatan yang dialami oleh
pasien DM perempuan adalah ketakutan akan injeksi serta masalah
psikologis seperti perasaan bersalah, merasa gagal, cemas
dengan
penatalaksanaan insulin serta takut efek samping insulin.
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelurnnya yang dilakukan oleh
Lerman et al. (2009) di Meksiko dengan melibatkan 62% pasien DM
perempuan. Hasil analisa antara jenis kelamin perempuan dengan penolakan
insulin menunjukkan p
=
0.06, a : 0.05 yang berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan penolakan insulin. Penelitian
yang dilakukan oleh Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, (2011) di
Amsterdam dengan rata - rata jenis kelamin laki - laki 54% juga
menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keputusan
untuk menerima insulin (p = 0.727, a : 0.05)
Hasil penelitian ini dapat menumbangkan pendapat tentang perempuan
yang cenderung lemah dari sisi fisik maupun psikologis seperti yang
tercermin dalam penelitian yang dilakukan di Taiwan. Peran gender tidak
bisa diartikan secara sempit hanya terkait peran kodrati saja tetapi peran
secara luas meliputi sosial budaya dan psikologis. Secara sosial budaya dan
psikologis peran gender lebih memfokuskan pada persamaan dan perbedaan
agresifitas, percaya diri dan kecemasan. Sosiopsikologis pasien erat
kaitannya dengan persepsi pasien akan keparahan penyakit, resiko,
hambatan dan manfaat. Persepsi pasien dibentuk dari pengalaman baik dari
diri sendiri atau orang lain sehingga pasien tahu tentang masalah
kesehatannya (Stretcer & Rosenstock, 1997). Pernyataan tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa pengetahuan pasien terhadap penyakit akan
mempengaruhi kondisi sosiopsikologis pasien lebih dibanding perbedaan
jenis kelamin.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
75
Dari pemyataan diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan tidak
berpengaruhnya jenis kelamin terhadap inisiasi insulin dalam penelitian ini
terletak pada pengetahuan sehingga pasien tidak mengalami masalah
sosiopsikologi terutama pada pasien dengan pengetahuan kurang. Pemikiran
peneliti
diperkuat
dengan
hasil
penelitian
yang
memperlihatkan
pengetahuan memiliki pengaruh terbesar dalam inisiasi insulin dimana
pasien yang memiliki pengetahuan kurang lebih banyak menolak insulin
yaitu sebesar 77.6%.
Pemyataan ini diperkuat oleh teori self care menurut Orem (1990), yang
menyatakan bahwa setiap orang memiliki faktor penentu dasar seperti jenis
kelamin tetapi faktor tersebut tidak bisa secara langsung mempengaruhi
perilaku seseorang, diperlukan kemampuan dasar (foundational capabilities)
yang meliputi persepsi, sensasi, atensi, memori dan orientasi individu untuk
seseorang itu dapat memutuskan dan melakukan upaya perawatan mandiri
(self care).
6.1.3. Pendidikan dan inisiasi insulin
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
berpendidikan SD 39 (35.5%). Presentase penolakan insulin tidak
memperlihatkan hasil dengan alur yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSlJD
Kabupaten Kudus.
Hasil penelitian yang berkebalikan dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter,
(2010) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada komunitas muslim di
Pakistan menyatakan bahwa pasien DM dengan tingkat pendidikan tinggi
lebih menerima insulin karena pasien yang berpendidikan tinggi
menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
76
Penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007) tentang hambatan
dalam inisiasi insulin dan penolakan terhadap terapi insulin di Amerika
Serikat. Hasil yang didapatkan sebanyak 82% pasien menolak insulin yang
terdistribusi di setiap tingkat pendidikan dengan persentase penolakan
tertinggi adalah pasien dengan pendidikan setara sarjana, kemudian SMA,
diploma, paska sarjana, sekolah kejuruan dan yang terkecil persentasenya
adalah pendidikan profesi. Penelitian ini memperlihatkan pendidikan tidak
mempengaruhi penolakan insulin
Penelitian yang dilakukan oleh Lerman et al. (2009) tentang ketidakpatuhan
terapi insulin pada masyarakat berpenghasilan rendah di Meksiko dengan
melibatkan kurang dari 50% pasien yang telah menyelesaikan pendidikan
dasar. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan terapi insulin (p = 0.54)
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Lerman et al. (2009) dimana pendidikan tidak selalu berkorelasi positif
dengan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebagai contoh adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007), hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa penolakan insulin justru lebih banyak terjadi
pada pasien dengan pendidikan setara perguruan tinggi barn disusul oleh
pasien yang berpendidikan SMA.
Pandangan secara umum, semakin tinggi tingkat pendidikan pasien akan
menunjukkan semakin baik pula perilaku kesehatan karena tingkat
pendidikan selalu dikaitan dengan kemampuan seseorang untuk menyerap
informasi guna perubahan perilaku hidup sehat. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh
Oliveria et al. (2007) memperlihatkan bahwa bukan
pendidikan yang menjadi elemen penting dalam perubahan perilaku pasien,
tetapi informasi atau ketersediaan informasi yang memiliki pengaruh kuat.
Hal yang menjadi pembeda adalah penelitian tersebut dilakukan di negara
maju dengan tekhnologi informasi yang juga tinggi, sedangkan penelitian ini
berada dalam kondisi yang berkebalikan dimana menurut peneliti akses
informasi dan ketersediaan informasi kurang. Hal tersebut berdasarkan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
77
pengamatan selama mengambil data memperlihatkan infonnasi yang
diberikan ke pasien masih bersifat lisan dan belum terstruktur. Dari asumsi
tersebut menurut peneliti, tidak berpengaruhnya pendidikan terhadap inisiasi
insulin dalam penelitian ini lebih dipengaruhi oleh kurangnya ketersediaan
sumber infonnasi.
6.1.4. Pendapatan dan inisiasi insulin
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden adalah
pasien dengan pendapatan kurang dari Rp. 900.000,00. Hasil analisis
bivariat menyatakan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan
inisiasi insulin.
Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, (2005), Peyrot, Rubin,
Kruger, Travis, (2010). Kedua penelitian ini menyatakan hasil yang sama
dimana rendahnya sosioekonomi berpengaruh terhadap penolakan insulin
pada pasien DM. Penelitian yang dilakukan oleh Larkin et al. (2009) dengan
kriteria responden adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menyatakan hasil bahwa sikap memiliki pengaruh terbesar pada kepatuhan
pasien terhadap insulin.
Untuk mendapatkan insulin diperlukan dana yang cukup besar sehingga
pasien DM cenderung menolak insulin karena kesulitan mendapatkan
insulin. Pemyataan ini diperkuat oleh pendapat dari Funnel (2007B) yang
menyatakan bahwa sosioekonomi erat kaitannya dengan kemampuan pasien
dalam mendapatkan insulin. Peneliti sebenamya ingin melihat kaitan antara
pendapatan
dengan
kemampuan
untuk
mengakses
infonnasi
dan
keterampilan untuk mengatasi masalah seperti yang diungkapkan oleh Link,
Phelan, Miech, Westin, (2008) sehingga penolakan terhadap insulin tidak
berdasarkan hanya pada kemampuan untuk mendapat insulin saja. Namun,
hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan tidak memiliki pengaruh
terhadap
inisiasi
kecenderungan
insulin.
penolakan
Hal
ini justru
insulin
memperlihatkan
dipengaruhi
oleh
bahwa
kemampuan
mendapatkan insulin lebih dibanding kemampuan untuk mengakses
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
78
infonnasi serta keterampilan untuk mengatasi masalah. Peneliti menyatakan
kesimpulan tersebut karena dalam penelitian ini peneliti telah membatasi
kriteria sampel penelitian yaitu hanya pasien yang mendapatkan asuransi
kesehatan sehingga pasien bisa mengakses insulin secara gratis.
Hal yang lebih menarik bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh
Lerman et al. (2009) yang telah mengkhususkan penelitiannya tentang
kepatuhan terapi insulin pada masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Diantara masyarakat yang berpenghasilan rendah justru sikap pasien
terhadap DM yang memiliki pengaruh kuat. Sikap pasien dibentuk: oleh
persepsi, pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan (Notoadmodjo, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti memiliki pemikiran, dalam inisiasi insulin
sosioekonomi merupakan hal yang penting tetapi sikap pasien adalah yang
terpenting.
6.1.5. Lama mengalami DM dan Inisiasi insulin
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden adalah pasien yang
mengalami DM kurang dari 3 tahun, Hasil analisa bivariat menunjukkan
tidak ada hubungan antara lama mengalami DM dengan inisiasi insulin.
Penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, (2010) tentang hambatan dalam
terapi insulin pada pasien DM tipe2 di Jerman. Hasil penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa pasien dengan periode sakit yang lebih pendek
dengan rata - rata lama DM 6,8 tahun justru lebih menolak insulin
dibandingkan pasien yang memiliki rata - rata lama sakit 12.7 tahun. Hal
tersebut terjadi karena pada pasien dengan periode waktu yang lebih lama
menunjukkan lebih banyak mengalami komplikasi dibanding dengan
periode waktu yang relatif pendek.
Penelitian yang
dilakukan
oleh
memperlihatkan hubungan antara
Kwang,
Hsu,
Yu,
Yuh,
(2012)
karakteristik durasi sakit dengan
hambatan dalam menerima insulin dalam perawatannya. Penelitian itu
memperlihatkan hasil bahwa pasien dengan durasi waktu terpendek yaitu 2
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
79
tahun dengan pasien dengan durasi waktu terlama yaitu 16 tahun memiliki
hambatan yang sama dalam penerimaan insulin. Hal ini membuktikan
bahwa durasi sakit tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan
insulin.
Penelitian yang dilakukan oleh Peyrot, Rubin, Lauritzen, Snoeks, Matthews,
Skovlund, (2004) dengan sampel penelitian dari beberapa negara. Hasil
penelitian tersebut memperlihatkan rata - rata durasi mengalami DM dari
yang terpendek secara berurutan yaitu India kemudian Australia, Jepang,
Belanda, Scandinavia, Amerika Serikat, Inggris dan Jerman merupakan
negara dengan durasi mengalami DM terlama.
Lama waktu mengalami DM seiring dengan komplikasi, dalam arti semakin
lama mengalami DM maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi yang
dialami oleh pasien seperti yang terlihat dalam penelitian Hermanns, Mahr,
Kulzer, Skovlund, Haak, (2010). Dari pemyataan tersebut, peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa lama mengalami DM tidak mempengaruhi
inisiasi insulin disebabkan komplikasi sudah terjadi pada pasien dengan
rentang waktu terpendek sampai terlama. Data tersebut berdasarkan catatan
medis pasien.
Lama waktu mengalami DM berkaitan dengan penurunan fungsi sel beta
pankreas sehingga menimbulkan komplikasi yang secara umum terjadi pada
pasien dengan lama sakit 5 - 10 tahun (Smeltzer & Bare, 2010). Sementara
dalam penelitian ini memperlihatkan komplikasi sudah terjadi pada durasi
waktu yang relatif lebih pendek. Menurut peneliti, waktu yang disebutkan
oleh pasien tidak menjamin bahwa waktu tersebut menggambarkan waktu
sebenarnya pasien mengalami DM, hanya saja pasien baru mengetahui
mengalami DM setelah terjadi komplikasi yang memaksa pasien untuk
datang ke layanan kesehatan. Seperti terlihat dalam penelitian yang
dilakukan pada beberapa negara menunjukkan India memiliki rata - rata
durasi waktu terpendek diantara negara - negara lainnya. Pada dasarnya
India dan Indonesia memiliki karakteristik yang sama dari segi budaya dan
sosial karena sama - sama negara berkembang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
80
6.1.6. Hubungan Sikap dengan inisasi insulin
Hasil penelitian memperIihatkan pasien DM yang bersikap negatif
cenderung menolak insulin dibanding pasien DM yang bersikap positif,
dengan melihat hasil 63.3% yang memiliki sikap negatif menolak insulin
dan pasien dengan sikap positif hanya 35.5% yang menolak insulin. Hasil
analisa bivariat menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sikap
dengan inisiasi insulin.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelunya yang dilakukan
oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) dan Brod,
Kongso, Lessard, Cristensen, (2009). Kedua penelitian ini menyatakan hal
yang sama yaitu penolakan terhadap insulin dipengaruhi juga oleh adanya
sikap negatif karena mereka merasa terapi insulin akan diberikan secara
permanen, membatasi ruang gerak serta permasalahan hipoglikemia.
Hasil penelitian ini menguatkan pemyataan bahwa sikap yang tidak
mendukung perilaku yang diharapkan tentunya akan menghambat
dilaksanakannya perilaku tersebut (Campbell, 1950 dalam Notoadmodjo,
2010). Sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa,
mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek kognitif. Sikap
yang positif terhadap DM akan mendukung pasien dalam inisiasi insulin.
Berbagai sikap yang perIu diketahui dari pasien DM meliputi sikap terhadap
diet, jenis pengobatan, kontrol glukosa darah olahraga, manajemen mandiri,
bahkan sampai pada sikap terhadap dokter atau perawat (Basuki dalam
Soegondo,2011).
6.1.7. Hubungan kepercayaan terhadap insulin dengan iniasi insulin
Hasil penelitian menunjukkan pasien DM yang memiliki kepercayaan yang
benar terhadap insulin cenderung menolak insulin dibanding pasien yang
memiliki kepercayaan salah terhadap insulin. Hasil analisa bivariat
menyatakan tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dan
inisiasi insulin.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
81
Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) yang
menyatakan bahwa
kepercayaan yang salah pada pasien menyebabkan
pasien menolak pemberian insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Brod,
Kongso, Lessard, Christensen, (2009) tentang resistensi psikologis :
kepercayaan pasien dan implikasi terhadap DM memperlihatkan hasil
bahwa
kepercayaan dan pengetahuan,
persepsi negatif dan
sikap
berpengaruh terhadap resistensi psikologis.
Penelitian yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt,
(2005) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2
melalui
studi
kualitatif menyatakan
hasil
bahwa beberapa pasien
mempunyai kepercayaan yang salah terhadap insulin disebabkan karena
pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang DM dan tidak
mengetahui bagaimana cara aman menggunakan insulin.
Hasil penelitian ini cukup unik karena penolakan insulin justru lebih besar
pada pasien yang memiliki kepercayaan benar tentang insulin. Peneliti
memiliki pendapat hal tersebut terjadi karena tidak adanya faktor penggerak
untuk mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Pemyataan tersebut
berdasarkan konsep teori HBM yang menyatakan bahwa perubahan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh kepercayaan atau persepsi akan adanya manfaat,
hambatan, keparahan dan kerentanan suatu penyakit tetapi untuk mencapai
suatu perubahan perilaku diperlukan faktor penggerak yang mampu
mengarahkan pasien dan dalam teori HBM dikatakan sebagai cues to action.
Cues to action diartikan sebagai suatu kejadian, seseorang atau sesuatu yang
menggerakan seseorang seperti nasehat orang lain atau petugas kesehatan
(Stretcher & Rosenstock, 1997). Nasehat dari petugas kesehatan ini akan
tersampaikan jika ada interaksi yang baik antara pasien dan petugas
kesehatan, sementara dalam penelitian ini memperlihatkan penolakan
terhadap insulin cenderung dilakukan oleh pasien yang memiliki interaksi
kurang dengan petugas kesehatan sehingga peneliti memiliki pendapat
bahwa fenomena unik ini terjadi karena kurangnya interaksi pasien dengan
petugas kesehatan menyebabkan perubahan perilaku yang diharapkan tidak
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
82
terjadi padahal pasien sudah memiliki dasar yang baik dengan memuuo
kepercayaan yang benar terkait insulin.
Selain itu, tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan
inisiasi insulin mungkin disebabkan pengetahuan pasien tentang insulin
secara umum masih rendah walaupun dalam penelitian ini peneliti tidak
mengukur pengetahuan pasien tentang insulin secara khusus tetapi dari hasil
pengamatan saat pengumpulan data memperlihatkan pasien kesulitan dalam
menjawab pertanyaan tentang insulin sehingga peneliti memiliki pendapat
bahwa kepercayaan pasien terhadap insulin tidak dilandasi dengan
pengetahuan yang benar tentang insulin sehingga untuk penelitian
selanjutnya peneliti merekomendasikan untuk melihat pengetahuan yang
dikhususkan tentang insulin.
6.1.8. Hubungan pengetahuan dengan inisiasi insulin
Hasil
penelitian
memperlihatkan kecenderungan penolakan
insulin
dilakukan oleh pasien yang memiliki pengetahuan rendah dengan melihat
hasil bahwa pasien DM yang memiliki pengetahuan baik 37.7% menolak
insulin dan pasien DM yang memiliki pengetahuan kurang 77.6 % menolak
insulin. Hasil analisa bivariat menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dan inisiasi insulin dan hasil analisa multivariat
menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap inisiasi insulin
Hasil penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Haque, Navsa , Emerson, Dennison, Levitt, (2005) ; Lerman et al. (2009)
dan Kong, Vein, Jenn, (2012). Ketiga penelitian tersebut menyatakan hasil
bahwa kurangnya pengetahuan tentang DM menyebabkan pasien cenderung
menolak insulin.
Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui indra
yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2010). Dalam teori self care yang
dikemukakan oleh Orem (2001), pengetahuan merupakan bagian dari
operational capabilities yang akan menguatkan kemampuan individu (self
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
83
care agency) untuk mencapai perilaku self care. Dari hasil penelitian yang
menguatkan teori diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan
akan mempengaruhi kemampuan pasien DM untuk mengambil keputusan
termasuk dalam inisiasi insulin.
Pengetahuan tingkat awal yang harus diperkenalkan pada pasien DM adalah
perjalanan penyakit DM, pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM,
terapi farmakologis dan non farmakologis, interaksi antara asupan makanan
dengan aktifitas fisik serta olahraga, cara pemantauan glukosa darah
mandiri, mengatasi hipoglikemia, pentingnya olahraga, perawatan kaki dan
mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada (Perkeni, 2011).
6.1.9. Efikasi diri tentang inisiasi insulin
Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan penolakan insulin dilakukan
oleh pasien dengan efikasi diri kurang. Hal tersebut terlihat dari persentase
pasien DM yang memiliki efikasi diri kurang terdapat 74,5% pasien yang
menolak insulin sedangkan pasien dengan efikasi diri baik hanya 36,4%
pasien yang menolak insulin. Hasil analisa bivariat menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan insiasi insulin.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pasien DM dengan efikasi diri kurang
memiliki kecenderungan lebih besar untuk menolak insulin. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Polonsky,
Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) yang menyatakan bahwa
pasien dengan efikasi diri rendah cenderung menolak terapi insulin yang
diberlkan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pasien dengan efikasi diri
kurang cenderung menolak insulin. Hal tersebut menguatkan pemyataan
yang dikemukakan oleh Bandura, (1977) terkait kepercayaan diri individu
tentang kemampuan dalam melakukan sesuatu. Secara umum seseorang
tidak akan pemah mencoba untuk melakukan sesuatu sampai orang tersebut
yakin untuk melakukannya, walaupun seseorang yakin bahwa perubahan
yang dilakukan akan bermanfaat tetapi apabila seseorang tersebut merasa
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
84
tidak bisa untuk melakukannya maka perubahan tidak akan terjadi (Strecher
& Rosenstock, 1997).
6.1.10. Interaksi dengan petugas kesehatan tentang inisiasi insulin
Hasil
penelitian
memperlihatkan kecenderungan penolakan
insulin
dilakukan oleh pasien yang memiliki interaksi kurang dengan petugas
kesehatan, dengan melihat hasil 84,8% pasien yang menolak insulin adalah
pasien dengan interaksi yang kurang. Hasil analisa bivariat menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara interaksi dengan petugas kesehatan
dan inisiasi insulin.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Soohyun,
(2009) tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan penolakan insulin,
memperlihatkan hasil bahwa pasien dengan interaksi yang baik dengan
petugas kesehatan memiliki penerimaan yang baik terhadap insulin dan
interaksi dengan petugas kesehatan ini merupakan faktor yang paling
dominan.
Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan yang dikemukakan oleh King
bahwa dalam interaksi ada upaya untuk saling mempengaruhi dan saling
menguntungkan karena didalamnya terdapat komunikasi, peran berupa
perilaku yang diharapkan, adanya upaya untuk mempertahankan diri dari
stress, adanya stressor dan transaksi yaitu perilaku yang dapat diobservasi
saat interaksi terjadi (Alligood dan Tomay, 2006).
6.2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu variabel yang diteliti hanya faktor
internal pasien sedangkan faktor eksternal seperti support system baik berupa
dukungan keluarga dan perawat serta sistem layanan kesehatan belum dilakukan
penelitian. Faktor eksternal tersebut mungkin saja memiliki pengaruh yang kuat
dalam inisisiasi insulin. Selain itu, dalam penelitian ini peneliti membatasi sampel
penelitian adalah pasien yang mendapatkan asuransi sehingga kondisi yang
tergambar dalam penelitian ini hanya mencerminkan pasien yang mendapat
asuransi.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
85
6.3. Implikasi Hasil Untuk Keperawatan
6.3.1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan
mutu asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor
yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 adalah sikap,
efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan dan pengetahuan
memberikan pengaruh terbesar dalam inisiasi insulin. Berdasarkan
penelitian ini sebagai perawat spesialis medikal bedah diharapkan mampu
memberikan layanan keperawatan secara menyeluruh. Upaya tersebut
dapat dilakukan melalui penambahan program layanan yaitu dengan
memberikan edukasi secara terstruktur dengan metode yang tepat
sehingga informasi bisa dipahami oleh pasien. Pelaksanaan edukasi
tersebut melibatkan beberapa pasien dengan kondisi yang sarna sehingga
bisa saling memberikan dukungan dan bimbingan. Selain itu, perlu
dilakukan pelatihan edukator untuk perawat termasuk profesi lain yang
berkeinginan untuk menyelesaikan masalah pasien. Hal yang terpenting
adalah perawat spesialis harus berperan sebagai role model baik: bagi
perawat generalis maupun pasien sehingga hambatan dalam inisiasi
insulin dapat terselesaikan.
Hal lain yang perlu dilakukan perawat adalah mengaplikasikan asuhan
keperawatan secara komprehensif dari pengkajian sampai evaluasi. Sikap,
pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan
merupakan prediktor inisiasi insulin. Inisiasi insulin merupakan tahap
awal pasien DM tipe 2 untuk terlibat dalam perawatan diri berkaitan
dengan upaya pengendalian gula darah. Dengan ketepatan inisiasi insulin
diharapkan gula darah pasien bisa terkendali yang berimbas pada
peningkatan kualitas hidup pasien DM tipe 2.
Pada pengkajian kognitif perlu diperdalam pengetahuan tentang alasan
mengapa insulin diberikan sebagai bagian dari penatalaksanaan DM,
pengetahuan tentang konsep asepsis, kombinasi insulin, kerja insulin, dan
efek samping insulin. Selain itu pengkajian psikososial perlu ditambahkan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
86
pengkaj ian tentang sikap, efikasi diri dan interaksi dengan petugas
kesehatan. Pengkajian tersebut sebagai dasar untuk membuat perencanaan
dan intervensi asuhan keperawatan. Intervensi yang dapat dilakukan pada
pasien DM tipe 2 untuk mengatasi hambatan dalam inisiasi insulin adalah
meningkatkan pengetahuan tentang proses penyakit dan meningkatkan
efikasi diri.
Seluruh tahap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
membutuhkan interaksi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
terutama perawat yang memiliki waktu lebih lama bersama pasien
sehingga perawat memiliki peran yang cukup penting sebagai rujukan
untuk pasien DM dengan inisiasi insulin
6.3.2. Penelitian Keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya
yang berfokus pada inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2. Penelitian
selanjutnya bisa mengembangkan penelitian tentang faktor - faktor yang
mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 diluar variabel yang
telah diteliti pada penelitian ini seperti faktor komplikasi, pengetahuan
yang dikhususkan tentang insulin, dukungan informasi dan layanan
kesehatan. Selain itu, penelitian bisa dikembangkan sampai bentuk
intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pasien dalam
inisiasi insulin.
6.3.3. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based practice untuk
pengembangan pendidikan perawatan. Kurikulum tentang keperawatan
bisa memasukkan materi yang dapat mendukung peningkatan interaksi
dengan pasien karena interaksi dengan pasien merupakan faktor utama
perawat untuk melakukan asuhan keperawatan. Keseluruhan aspek seperti
upaya
untuk
merubah
sikap
pasien,
meningkatkan pengetahuan,
meningkatkan efikasi diri dapat dicapai dengan meningkatkan interaksi
dengan pasien.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
87
Tahapan
asuhan
keperawatan
dari
pengkajian
sampai
evaluasi
memerlukan keterlibatan pasien dan perawat baik dalam bentuk
komunikasi, upaya untuk menyampaika peran yang diharapkan sampai
koping terhadap stress
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
BAB7
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan disampaikan hasil simpulan dan saran
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Kudus tentang
faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di
RSUD Kabupaten Kudus dapat disimpulkan sebagai berikut :
7.1.1.
Karakteristik Responden di RSUD Kabupaten Kudus mayoritas adalah
pasien dengan usia < 55, pasien dengan jenis kelamin perempuan,
pendidikan SD, memiliki pendapatan < Rp 900.000,00 dan lama
mengalami DM < 3 tahun
7.1.2.
Aspek psikososial pasien di RSUD Kabupaten Kudus secara umum
adalahpasien dengan sikap negatif, memiliki kepercayaan yang benar
tentang insulin, memiliki pengetahuan yang baik, efikasi diri yang baik
serta interaksi yang baik pula dengan petugas kesehatan, namun demikian
sebagian besar pasien menolak insulin. Kecenderungan penolakan insulin
dilakukan oleh pasien yang memiliki sikap negatif terhadap DM,
memiliki
kepercayaan
yang
benar
terhadap
insulin,
memiliki
pengetahuan yang kurang tentang DM dan insulin, efikasi diri yang
rendah dan kurang interaksi dengan petugas kesehatan
7.1.3.
Tidak ada hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan, lama mengalami DM) dengan inisiasi insulin pada pasien
DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
7.1.4.
Terdapat hubungan yang signifikan antara aspek psikososial (sikap,
pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan) dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
sedangkan kepercayaan terhadap insulin tidak ada hubungan dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
7.1.5.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada pasien DM
tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus adalah pengetahuan.
88
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
89
7.2. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, saran yang peneliti sampaikan adalah sebagai
berikut:
7.2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
7.2.1.1. Perawat perIu meningkatkan pengetahuan pasien tentang insulin
dan DM secara keseluruhan untuk meminimalkan hambatan
dalam inisiasi insulin. Upaya peningkatan pengetahuan tersebut
berupa pemberian edukasi secara terstruktur sehingga pasien
mendapatkan infonnasi yang tepat. Adanya informasi yang tepat
dapat mengubah persepsi pasien sehingga pasien bisa bersikap
positif dalam inisiasi insulin yang pada akhirnya efikasi diri
pasien juga akan meningkat
7.2.1.2. Perawat perIu meningkatkan interaksi dengan pasien karena
dengan interaksi yang baik, komunikasi akan terjalin dengan baik
dan infonnasi tentang DM dan insulin akan tersampaikan dengan
baik pula sehingga pengetahuan pasien akan meningkat
7.2.1. Bagi Penelitian Keperawatan
7.2.2.1. Penelitian
1nI
dapat
digunakan
sebagai
dasar
dalam
mengembangkan penelitian selanjutnya tentang intervensi yang
tepat dalam mengatasi hambatan pasien dalam inisiasi insulin.
7.2.2.2. Variabel penelitian yang perIu dikembangkan lagi dari penelitian
ini adalah faktor komplikasi penyakit, pengetahuan khusus tentang
insulin, ketersediaan infonnasi serta dukungan layanan kesehatan
7.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan
PerIu adanya pengembangan kurikulum yang bertujuan agar mahasiswa
terIatih untuk dapat melakukan interaksi yang baik dengan pasien.
Pengembangan tersebut bisa berupa penambahan materi caring dan
pengembangan soft skill seperti kepribadian
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
DAFfAR PUSTAKA
Alligood, M.R, Tomay, A.M. (2006). Nursing Theories ang Their Work. (6th Edition).
USA : Mosby Elsevier
American Diabetes Association. (2012). Standard of Medical Care in Diabetes 2012.
Diabetes Care, January 2012.
American Association of Diabetes Educator. (2011). Strategis for Insulin Therapy in
Diabetes Self Management. Simenerio, L., Kulkarni, K., Meece, 1., Williams,
A., Cypress, M., Haas, L, Pearson, T., Rodbard, H., Lavemia, F. Diabetes Care,
April 2011
Anonim. (2009). Morbidity and Mortality. www.idf.org . Diunduh pada tanggal20 Juli
2012
Anderson, R.M, Fitzgerald, J.T, Funnel, M.M, Gruppen, L.D. (1998). The Third
Version Of The Diabetes Attitude Scale. Diabetes Care, September 1998.
Aditama, Tjandra. (2009, November). Prevalensi di Indonesia. Makalah disampaikan
dalam seminar memperingati hari diabetes sedunia. Jakarta.
Alex, Z.F, Ying, Q., Radican L. (2009). Impact of Fear of Insulin or Fear of Injection
on Treatment Outcomes of Patients with Diabetes. Current Medical Research
and Opinions, 25(6),1413-1433
Ahmed, U.S, Junaidi, A.W, Akhter, O. Salahuddin, Achter, J. (2009). Barriers Initiation
of Insulin Tharpy Among Asian Diabetes. Diabetic Medicine Journal
Compilation, 27, 169-174.
Basuki, E. (2011). Teknik Penyuluhan Diabetes Mellitus dalam S. Soegondo, P.
Soewondo, I. Subekti. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta :
FKUI
Black, J., Hawks J., Keene A. M. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical
Management for Positive Outcomes. USA: Elsevier Saunders Company
Brod, M., Kongso, J.H., Lessard, S., Christensen, T.L. (2008). Psychological Insulin
Resistence: Patient Beliefs and Implications for Diabetes Management. Quality
Life Research, 18, 23-32.
Capes, S., Bourgh, S. (2008). Preventing Coronary Artery Disease in People with
Diabetes. Canadian Diabetes Association, 21(4),27-35
Clark, Marie. (2007). Psychological insulin resistance: A guide for practice nurses.
Journal ofDiabetes Nursing, 11( 2),53-56
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Cheyette, Chris. (2004) .Weight management programme for type 2 diabetes patients
on insulin. Journal ofDiabetes Nursing, 8(2), 52-56.
Dharma, Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan
dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2011). Profil Kesehatan 2011. www. Dinkesjateng
prov.go.id Diunduh pada tanggal12 Oktober 2012
Everett, Joan. (2007). Insulin initiation in type 2 diabetes: experience and insights.
Journal ofDiabetes Nursing,II(8), 311-318
Fitzgerald, J.T, Funnel, M.M, Hess, G.E, Barr, P.A, Anderson, RM, Hiss, RG, Davis,
W.K. (1998). The Reliability and Validity ofa Brief Diabetes Knowledge Test.
Diabetes Care, May 1998.
Funnel,Martha. (2006). The Diabetes Attitudes, Wishes and Needs (DAWN) Study.
Clinical Diabetes, 24(4), 154-155
Funnel,Martha. (2007). Overcoming Barriers to The Initiation of Insulin Therapy.
Clinical Diabetes, 25(1), 36-38
Guyton, C.A., Hall, J.E. (2007). Texbook of Medical Physiology. (9
Philadelphia: W.B Saunders Company
th
Edition).
Haque, M., Navsa, M., Emerson, S.H, Dennison, c.R, Levitt, N.S. (2005). Barriers to
initiating insulin therapy in patients with type 2 diabetes mellitus in public
sector primary health care center in Cape town. Journal of Endocrinology
Metabolism and Diabetes ofSouth Africa, 95 (10),798-802
Hastono,Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Hastono, S.P, Sabri,L. (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafmdo Perkasa
Hermanns, N, Mahr, M., Kulzer ,B., Skovlund, S.E, Haak,T. (2010). Barriers Toward
Insulin Tharapy in Type 2 Diabetic Patients: Result of an Observational
Longitudinal Study. Health and Quality ofLife Outcomes, 8(113), 1-6.
Home, R, Weinman, J., Hankins, M. (2007). The beliefs about medicines questionnaire
: The development and evaluation of a new method for assessing the cognitive
representation of medication. Psychology & Health, 14(1), 1-24.
Ignatavicius, D., Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing.Critical Thinking
for Collaborative Care. (5 th Edition). St. Louis: Missouri
Kirtland, K.A, Li, Y.F, Geiss, L.S, Thompson, T.J. State Specific Incident of Diabetes
Among Adult, Participating States, 1995-1997 dan 2005 - 2007.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
http://apps.nccd.cdc.gov/ddt_strs2/nationaldiabetesprevalenceestimates.aspx.
Diunduh pada tanggal13 Agustus 2012
Lau, A.N., Tang, T., Halapy, H., Thorpe, K., Yu, C.H. (2012). Initiating Insulin in
Patients with Type 2 Diabetes. Canadian Medical Association
Journal,184(7),767-775.
Larkin, M., Capasso, V., Chen, C., Mahoney, E., Hazard, B., Cagliero, E., & Nathan,
D. (2008). Measuring psychological insulin resistance: Barriers to insulin use.
Diabetes Educator, 34(3), 511-517.
Lewis, S.L., Heitkemper, M.M, Dirksen, S.R, O'brien, P.G, Bucher, L. (2000). Medical
Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. (2nd
edition). USA: Mosby
Lerman, I, Diaz, J.P, Ibarguengoitia, M.L, Perez, F.J, Villa, A.R, Velasco, M.L, Cruz,
R.B, Rodrigo, J.A. (2009). Nonadherence to insulin therapy in low-income, type
2 diabetes. Endocrine Practice. 15(1),41- 46.
Levich,Bridget. (2011). Diabetes management; optimizing roles for nurses in insulin
initiation. Journal ofMultidisiplinary Healthcare,4,15-24.
McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. (2006). Nursing Intervention Classification (NIC) 2nd
ed. St Louis: Mosby Years Book
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L, Swanson, E. (2006). Nursing outcomes
classification. 4th ed. St Louis: Mosby Years Book
Nakar,Yithzaki, Rosenberg, Vinker. (2007). Transition to Insulin in Type 2 Diabetes:
Family Physicians' Misconception of Patients' Fears Contributes to Existing
Barriers,21 (4), 220-226.
Nanda Intemasional. (2012). Nursing Diagnosis Definition and Classification 2012 ­
2014. United Kingdom: Wiley Blackwell Publishing Ltd
Nichols,G.A., Kimes, T.M., Harp, J.B., Tzuyung, D.K., Brodovics, K.G. (2012).
Glycemic Response and Attainment of Al C Goals Following Newly Initiated
Insulin Therapy for Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 35(3),495-502
Notoadmodjo,Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Notoadmodjo,Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Orem,Dorotha. (2001). Nursing: Concepts of Practice. (6 th Edition). St Louis:
Mosby
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Oliveria,S.A, Menditto, L.A, Yood, M.U, Yuri, H.K, Wells, K.E, McCarthy, B.D.
(2007). Barriers to The Initiation of, and Persistence with, Insulin Therapy.
Current Medical research and opinion, 23( 1),1-7
Owen,V., Seetho,I., Idris,I. (2010). Predictors of Responders to Insulin Therapy at 1
Year Among Adults with Type 2 Diabetes. Diabetes, Obesity and Metabolism
Journal, 12(10),865-870
Peyrot, M. Rubin, R.R, Lauritzen, T., Snoeks, F.J, Matthews, D.R, Skovlund, S.B.
(2004). Psychosocial Problems and Barriers to Improved Diabetes Management
: Result of The Cross-National Diabetes Attitudes, Wishes and Needs (DAWN)
Study. Diabetes Medicine Insulin Therapy, 22(10), 1379-1452
Petrak, F.Stridde, B., Leverkus, F., Crispin, A.A, Forst, T. Pfutzner, A. (2007).
Development and Validation of a New Measure to Evaluate Psychological
Resistance to Insulin Treatment. Diabetes Care, September 2007.
Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta
Pranoto,Agung. (2012). Insulin Daily Practice. Disampaikan dalam diabetes workshop
VII. Surabaya
Prices, S.A, Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Klinis Konsep - Konsep Penyakit.
Jakarta: EGC
Philips,Atone.(2007A). Experiences of Patients with Type 2 Diabetes Starting Insulin
Therapy. Nursing Standard, 21(3),35-39.
Phillips, Atone. (20018). Starting patients on insulin therapy: Diabetes nurse specialist
views. Nursing Standard, 21(30), 35-40.
Polonsky,W.H., Fisher,L., Guzman,S., Caballero,L.V., Edelman. (2005). Psychological
Insulin Resintance in Patients With Type 2 Diabetes. Diabates Care, 28(10),
2543-2548
Polit, D.F, Beck, C.T (2010). Essentials of Nursing Research Appraising Evidence for
Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Polit, D.F, Hungler,G. (2001). Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal
and Utilization. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins
Riskesdas. (2007). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes
RI
Rubin, R.R., Peyrot, M., Kruger, D.F., Travis, L.B. (2009). Barriers to Insulin Injection
Therapy : Patient and Health Care Provider Perspectives. The Diabetes
Educator, 35(6), 1014-1036
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Sastroasmoro & Ismail.(2011). Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :
CV Sagung Seto
Siminerio, L.M., Funnell, M.M., Peyrot, M., Richard, R., Rubin. (2005). A us Nurses'
Perceptions of Their Role in Diabetes Care, Results of the Cross-national
Diabetes Attitudes Wishes and Needs (DAWN) Study. The Diabetes Educator,
33(1), 152-162
Smeltzer & Bare,. (2010). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia: Lippincott
Smith.Mark. (2004). How can the DSN help overcome barriers to insulin use? Journal
of Diabetes Nursing, 8(4), 152-155
Snook, F.J., Skovlund, S.E., Pouwer, F. (2007). Development and Validation of The
Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) in Patients with Type 2 Diabetes.
Health and Quality ofLife Outcomes. 18(2), 104-110
Soohyun, N. (2009). Factors Associated with Insulin Reluctane in Individuals with
Type 2 Diabetes. Diabetes care, 33(8),1747-1749
Shaw, J.E., Sicree, R.A., Zimmet, P.Z. (20lOkGlobal estimates of the prevalence of
diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research And Clinical Practice, 87 (1), 4­
14
Strecher, V., Rosenstock, LM. (1997). The Health Belief Model. In Glanz K, Lewis,
F.M, Rimer, B.K. Health Behaviour and Health Education: Theory, Research
and Practice. San Fransisco : Jossey Bass
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV
Alfabeta
Tan, A.M., Muthusamy, L., Phoon, K.Y., Ow, J.H, Tan, N.C. (2011). Initiation of
Insulin for Type 2 Diabetes Mellitus Patients; What are the Issues? A
Qualitative Study. Singapore Medicine Journal, 52(11), 801-810
Wallymahmed, Ian MacFarlane. (2005). The value of group insulin starts in people
with type 2 diabetes. Journal ofDiabetes Nursing, 9(8), 287-290
Weng,J., Li,Y., Shi, Y., Zheng, Q., Zhu, D., Hu, Y., Zhou, Y.,...Cheng, H., (2008).
Effect of Intensive Insulin Therapy on Beta Cell Function and Glycaemic
Control in Patient with Newly Diagnosed Type 2 Diabetes: a Multicentre
Randomised Parallel Group Trial. Lancet, 371, 1753-1813
Woudenberg, YJ.C., Lucas, C., Latour, C., Reimer, S.O., (2011). Education and
Psychological Issues Acceptance of Insulin Therapy a Long Shot ?
Psychological Insulin Resintance in Primary Care. Diabetic Medicine Journal,
29, 796-802
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Wood, J., Haber. (2010). Nursing Research: Methods and Critical Appraisalfor
Evidence Based Practice. USA: Mosby
Yew,K.L,Ping,Y.L,Chirk,J.N.(2012). A Qualitative Study on Healthcare Professionals
Perceived Barriers to Insulin Initiation in a Multi Ethnic Population. BMC
Family Practice Journal, July 2012.
Zhaolan, L., Ewen, L.N., Kim, C., Ettner, S.L., Herman, W.H., Karter, A.J., ...Brown,
A.F. (2010). Prevalence of Cronic Complications of Type 2 Diabetes Mellitus
Outpatients- A Cross Sectional Hospital Based Survey in Urban China. Health
and Quality ofLife Outcomes, 8(1),62-67.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
WAKTU PELAKSANAAN TESIS
No IWaktulKegiatan
H
Oktober
2 I 3 I 4
1
Nonember
2 I 3 I 4 I 1
Pengajuan Fenomena & judul
2 Penyusunan Bab 1 dan 2
3 IPenyusunan Bab 3 dan 4
4 ISidang proposal
5 IUji Etik
6 lBirokrasi perijinan
7 IPenzambilan data
8 ITabulasi
9 IPembahasan hasil
10 ISidang hasil
11 ISidang Tesis
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Desember
2 I 3 I 4
Januari
1 I 2 I 3
Lampiran 2
PENJELASAN PENELITIAN
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus
Peneliti Minta kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku untuk
menerima dan memulai penggunaan insulin (inisiasi insulin) sebagai salah satu upaya
perawatan dengan tujuan mengendalikan kadar gula darah.
Nama peneliti adalah Diana Tri Lestari, peneliti pengajar di Akademi Keperawatan
Kesdam IV/Diponegoro Semarang dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424. Peneliti dapat dihubungi di
nomor telepon 08156537538. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk
Program Pendidikan Magister di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah DR.
Ratna Sitorus, S.Kp, M.App. Sc dan Masfuri, S.Kp, MN dari Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Penelitian ini melibatkan pasien DM Tipe 2 (kencing Manis) yang diberikan saran
untuk menggunakan insulin dan mendapatkan asuransi kesehatan serta tidak dalam
kondisi mengalami komplikasi (akibat lanjut) mendadak DM. Keputusan bapak/ibu
untuk ikut ataupun tidak dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap perawatan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan di RSD Kabupaten Kudus. Dan apabila
bapak/ibu memutuskan berpartisipasi, bapak/ibu bebas untuk mengundurkan diri dari
penelitian kapan pun.
Sekitar llO pasien DM tipe 2 (kencing Manis) akan terlibat dalam penelitian ini.
Penelitian ini akan dilakukan di ruang rawat inap dan poliklinik penyakit dalam di RSD
Kabupaten Kudus.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Kuesioner yang akan peneliti berikan terdiri dari 7 bagian. Bagian pertama berisi
pertanyaan tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah
pendapatan dan lama mengalami DM. Bagian kedua berisi pemyataan tentang sikap
terhadap DM dan upaya penatalaksanaannya, bagian ketiga berisi pemyataan tentang
kepercayaan terhadap insulin, bagian keempat berisi pertanyaan mengenai pengetahuan
DM dan insulin, bagian kelima berisi pemyataan tentang kepercayaan diri dalam
penatalaksanaan insulin, bagian keenam berisi pemyataan tentang interaksi dengan
petugas kesehatan dan bagian ketujuh berisi pemyataan tentang keputusan/persetujuan
menggunakan insulin (inisiasi insulin). Pengisian kuesioner ini bisa dilakukan secara
langsung oleh bapak/ibu atau dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti/asisten
peneliti. Jika bapak/ibu memilih mengisi kuesioner secara langsung diharapkan
bapak/ibu dapat menyelesaikan kuesioner dalam waktu 30-45 menit.
Saya akan menjaga kerahasiaan bapak/ibu dan keterlibatan bapak/ibu dalam penelitian
ini. Nama bapak/ibu tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner yang telah terisi
hanya akan diberikan nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi
identitas bapak/ibu. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satu
identifikasi yang berkaitan dengan bapak/ibu akan ditampilkan dalam publikasi
tersebut. Siapapun yang bertanya tentang keterlibatan bapak/ibu dan apa yang
bapak/ibu jawab di penelitian ini, bapak/ibu berhak untuk tidak menjawabnya. Namun,
jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan
memintanya. Keterlibatan bapak/ibu dalam penelitian ini, sejauh peneliti ketahui tidak
menyebabkan risiko yang lebih besar daripada risiko yang biasa bapak/ibu hadapi
sehari - han.
Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung
pada bapak/ibu, namun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui
faktor - faktor yang mempengaruhi keputusan/persetujuan untuk menggunakan insulin
(inisiasi insulin) sehingga dapat dijadikan landasan bagi perawat dalam merencanakan
dan membantu pasien untuk menggunakan insulin. Apabila setelah terlibat penelitian
ini bapak/ibu masih memiliki pertanyaan, bapak/ibu bisa telepon atau SMS peneliti di
nomor yang telah peneliti sebutkan sebelumnya.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 3
SURAT PERNYATAAN BERSEDIA
BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini saya:
Nama
Umur
Alamat
TIp:
Setelah membaca informasi diatas dan memahami tujuan penelitian dan peran yang
diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam
penelitian yang berjudul " Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus".
Adapun bentuk kesediaan saya ini adaIah:
1. Bersedia untuk meluangkan waktu untuk diwawancarai atau mengisi kuesioner
2. Memberikan informasi yang benar dan sejujumya terhadap apa yang diminta atau
ditanyakan oleh peneliti
Keikutsertaan saya ini sukarela tidak ada unsur paksaan dari pihakmanapun.
Demikian surat pemyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya..
Kudus,
Mengetahui
.2012
Yang membuat pemyataan
Peneliti
Diana Tri Lestari
Nama & Tanda tangan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran4
KISI - KISI INSTRUMEN PENELITIAN
Variabel
Independen
Sikap
Indikator
Pengetahuan
manajemen
mandiri
Pengobatan
No item
Jumlah
1, 13, 6
14, 15,
17, 18
3, 12
2
2, 5, 7, 5
9, 10
gula 8, 16, 3
Kontrol
19
darah
Dukunga Petugas 4,6, 11, 4
kesehatan
& 20
Keluarga
Pemahaman
2,3, 7
3
Komplikasi
Kepercayaan
Kebutuhan
Kepentingan
Pengetahuan
2
2,3
Pengendalian
DM dengan diet
dan olahraga
2
9,10
2
Terapi
farmakologi
Item
1, 13, 14, 15,
17
Item
3
Item
5, 7, 9, 10
Item
8, 19
item
18
item
12
item
2
item
16
1, 6, 8, 4
10
4,5,9
3
5,6
Perjalanan
penyakit
Keterangan
Favorable
Unfavorable
Interaksi insulin 4,11
dengan
asupan
makanan
&olahraga
Pemantauan gula 1,8
darah mandiri
Mengatasi
2, 7, 12
penyulit
2
Perawatan kaki
14
I
Fasilitas
Kesehatan
13
1
2
3
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Efikasi diri
Manfaat
Hambatan
Interaksi
dengan
petugas
kesehatan
Dependen
Inisiasi
insulin
Komunikasi
1, 4, 6, 6
8,9, 10
2, 3, 5, 4
7
1,3
2
yang 2, 4, 5, 4
Peran
diharapkan
8
Coping stress
7,10
2
Stressor
6,9
2
Persepsi
kerentanan
4, 6, 11, 4
13
Persepsi
keparahan
1
Persepsi
Hambatan
Persepsi Manfaat
3, 7, 8, 5
9, 10
2, 5, 12 3
6, 11, 13
4
1
1
3,7,8,9,10
2,5, 12
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Kode:
KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner A
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner diisi langsung oleh responden atau digunakan oleh peneliti sebagai
pedoman wawancara dalam mengumpu/kan data
Pengisian di/akukan dengan memberi tanda ceklis (-.J) atau menu/is singkat
I. Biodata Responden
1.
2.
3.
4.
Nama (inisial)
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan:
Tidak tamat SD
Tamat SD/sederajat
SLTP/sederajat
tahun
LIP
o
o
o
o SLTA/sederajat
o AkademiIPT
o Lain-lain
5. Berapa rata-rata pendapatan perbulan
6. Sudah berapa lama mengalami sakit DM
.
.
.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
KuesionerB
Il. Sikap
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis
yang sesuai menu rut pendapat bpklibu
f") pada salah satu jawaban
Keterangan :
1
: Sangat tidak setuju
2
: Tidak Setuj u
3
: Ragu - ragu
4
: Setuju
5
: Sangat Setuju
PERNYATAAN
NO
Pasien
DM
yang
tidak mendapatkan anjuran untuk
1
menggunakan insulin adalah pasien DM yang
ringan
Pasien DM tidak perlu mengontrol gula darah
2
karena komplikasi (akibat lanjut) pasti akan terjadi.
3
Semua keputusan yang berkenaan dengan
perawatan DM dibuat oleh pasien itu sendiri
4
Petugas
kesehatan
seharusnya
memikirkan
bagaimana perawatan DM akan mempengaruhi
kehidupan pasien disetiap harinya
Pasien DM perlu menjaga kadar gula darah dalam
5
rentang normal agar tidak mengalami komplikasi
DM
6
Petugas kesehatan harus memberitahukan beberapa
pilihan kepada pasien yang berkaitan dengan
rencana perawatan pasien
7
Pasien DM yang telah memilih perawatannya hanya
dengan mengatur pola makan tidak perlu khawatir
akan terjadi komplikasi jangka panjang
Semua pasien DM harus berusaha dengan berbagai
8
cara untuk menjaga agar gula darahnya dalam
rentang normal
9
Pasien DM memiliki kemungkinan sangat kecil
mengalami gangguan emosional (stress, depresi)
10 Sebagian besar orang memiliki resiko mengalami
kadar gula yang rendah
11 Petugas kesehatan harus merencanakan tujuan
perawatan DM dengan pasien dan tidak hanya
memberitahu saja ke pasien tentang apa yang
seharusnya dilakukan
12 DM merupakan penyakit yang berat karena pasien
tidak akan pemah sembuh
1
2
3
4
5
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
NO
PERNYATAAN
13 DM tipe 2 merupakan jenis penyakit yang sangat
serius
14 Pasien DM hams belajar banyak tentang
penyakitnya sehingga mereka dapat bertanggung
jawab terhadap perawatan dirinya.
15 DM tipe 2 sarna seriusnya dengan DM tipe 1
16 Mengontrol gula darah secara ketat merupakan
pekerjaan yang sangat berat
17 Perawatan yang dilakukan pasien akan lebih
bermanfaat dibandingkan petugas kesehatan
18 Pasien DM akan mengalarni frustasi dalarn
melakukan perawatan untuk melawan penyakitnya
19 Pasien DM memiliki hak untuk memutuskan usaha
untuk mengendalikan kadar gula darah
20
Dukungan dari keluarga dan ternan penting dalam
melawanDM
1
2
3
4
5
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
KuesionerC
ill. Kepercayaan terkait insulin
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (V) pada salah satu jawaban yang
sesuai dengan keyakinan bpklibu
PERNYATAAN
NO
Saya Jercaya:
Kondisi kesehatan saya sekarang tergantung dengan insulin
I
2
Insulin merupakan obat untuk menurun kadar gula darah
3
Pemberian insulin menimbulkan efek samping
4
Penggunaan insulin akan menganggu kehidupan saya
5
Saya khawatir akan bergantung pada insulin
6
Insulin akan melindungi saya dari komplikasi akibat kegagalan
dalam mengendalikan gula darah
7
Sangat sulit bagi saya untuk memberikan insulin tepat sesuai saran
dati petugas kesehatan (dokter/perawat)
8
Tanpa insulin saya tidak bisa mengendalikan gula darah
9
Untuk mengetahui kemajuan penggunaan insulin saya harus
datang ke rumah sakit
10
Saya senang untuk merubah perawatan saya dengan menggunakan
insulin
YA
TlDAK
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Kuesioner D
IV. Pengetahuan tentang DM dan insulin
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (...JJ pada salah satu jawaban
1 Pemeriksaan kadar gula darah yang
menggunakan bahan berupa ?
efektif adalah pemeriksaan dengan
oA. darah
oB. urin (kencing)
oC. Kedua cukup efektif
2. Apakah upaya yang perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi DM?
oA. Olahraga
oB. Mengatur pol a makan
oC. Kedua jawaban benar
3. Bagaimanakah pengaturan makan pada pasien DM ?
o A. Pengaturan pola makan sehat dengan memperhitungkan jumlah makanan
yang dimakan
oB. Pengaturan makan dengan makan nasi aking
o C. Pengaturan makan dengan hanya menghindari makanan manis - manis dan
gula
4. Bagaimanakah efek dati olahraga dalam mempengaruhi kadar gula darah ?
oA. Menaikkan kadar gula darah
oB. Menurunkan kadar gula darah
oC. Tidak berimbas pada perubahan gula darah
5. Penyebab luka yang sulit sembuh pada pasien DM adalah ?
oA. Meningkatnya kadar gula.darah
oB. Menurunnya kadar gula darah
oC. Tidak ada kaitan dengan gula darah
6. Pcrtanda apakah mati rasa dan kcscmutan (gringingcn) pada pasicn DM ?
oA. Masalah pada ginjal
oB. Masalah pada saraf
oC. Masalah pada hati
7. Apakah tanda dan gejala kadar gula darah dibawah normal ?
oA. Merasa baal (mati rasa)
oB. Sering merasa pusing
oC. Tidak berkeringat
8. Berapakah kadar gula darah normal ?
oA. 30 - 60 mg/dl
oB. 60 - 90 mg/dl
oC. 80 - 110 mg/dl
9. Dimanakah lokasi yang paling aman untuk penyuntikan insulin?
oA. Paha
oB. Lengan atas
oC. Perut
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
10. Berapa lama insulin yang sudah dibuka masih bisa digunakan ?
A.I minggu
DB. I bulan
Dc. I tahun
II. Apakah kemungkinan yag terjadi dengan gula darah pasienjika pasien DM lupa
sarapan padahal sebelumnya telah menyuntikkan insulin ?
A.menurun
B. meningkat
C. Tidak ada perubahan
12. Tindakan apa yang harus dilakukanjika sehabis menyuntikkan insulin tiba - tiba
merasa pusing dan lemas ?
A. Minum teh manis
DB. Tidur
c. Menambah dosis insulin
13. Berapa lama kontrol ke rumah sakit dilakukan?
A. 1 bulan sekali
B. 3 bulan sekali
C. hanya jika sakit saja
14. Berikut adalah alas kaki yang sebaiknya digunakan oleh pasien DM
kecuali
A.lentur
B. Pas/tidak terlalu sempit
C. alasnya tidak rata/ada tonjolan
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
KuesionerE
v. Efikasi diri (kepercayaan diri)
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (..J) pada salah satu jawaban
Pernyataan :
NO
I
PERNYATAAN
Saya mampu untuk melakukan pemeriksaan gula darah
sendiri saat saya merasakan tubuh saya lemas
2
Saya mampu untuk menormalkan gula darah jika hasil
pemeriksaan menunjukkan gula darah saya tinggi walaupun
hams meninggalkan segala hal yang saya sukai
3
Saya mampu untuk mempertahankan berat badan saya setelah
menggunakan insulin
4
Saya mampu untuk rutin memeriksakan diri minimal sebulan
sekali ke rumah sakit
5
Saya mampu untuk memberikan obat secara teratur sesuai
dengan aturan walaupun saat sedang bepergian
6
Saya mampu untuk menyuntikkan insulin sendiri sebagai
upaya untuk mengendalikan gula darah saya
7
Saya mampu menyiapkan
merepotkan orang lain
8
Saya mampu untuk menentukan lokasi injeksi (suntikan)
sendiri
9
Saya mampu untuk menyimpan insulin dengan benar agar
khasiat insulin tidak berubah
10
Saya mampu menanggani kemungkinan efek samping
penggunaan insulin
insulin
sendiri
agar
YA
TIDAK
tidak
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
KuesionerF
VI. Interaksi dengan petugas kesehatan
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (V) pada salah satu jawaban
Keterangan :
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang - kadang
4 : sering
5 : selalu
NO
1.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
PERTANYAAN
1
Seberapa sering petugas kesehatan menggunakan
kata - kata medis yang bpk/ibu kesulitan untuk
mengerti?
Seberapa
sering
petugas
kesehatan
mau
menyempatkan waktu untuk mendengarkan keluhan
atau pertanyaan bpk/ibu ?
Seberapa sering petugas kesehatan memberikan
informasi mengenai perkembangan masalah DM
yang bpk/ibu alami ?
Seberapa sering petugas kesehatan mengajari bpk/ibu
untuk melakukan perawatan dirumah secara mandiri
terkait dengan DM ?
Seberapa sering petugas kesehatan mengajari bpk/ibu
untuk memberikan insulin sendiri di rumah ?
Seberapa sering petugas kesehatan mengabaikan apa
yang bpk/ibu sampaikan ?
Seberapa sering petugas kesehatan mencoba untuk
melibatkan bpk/ibu dalam mengambil keputusan
terkait dengan perawatan bpk/ibu ?
Seberapa sering petugas kesehatan merawat bpk/ibu
dengan ramah?
Seberapa sering petugas kesehatan membeda­
bedakan bpk/ibu dengan pasien yang lain?
Seberapa sering petugas kesehatan menenangkan
bpk/ibu terkait sakit yang bpk/ibu alami ?
2
3
4
5
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
KuesionerG
VI. Inisiasi Insulin
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (~ pada salah satu jawaban
Keterangan :
1
: 8angat tidak setuju
2
: Tidak Setuju
3
: Ragu ­ ragu
4
: Setuju
5
: 8angat Setuju
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
PERNYATAAN
Saya menilai dengan menggunakan insulin
menandakan bahwa DM yang saya alami semakin
memburuk
Saya menilai dengan menggunakan insulin akan
mencegah terjadinya komplikasi (akibat lanjut) dati
DM
Saya takut memberikan suntikan insulin sendiri
1
2
3
4
Pemakaian insulin akan meningkatkan resiko
penurunan kadar gula darah dibawah normal
(hipoglikemi)
Saya percaya dengan menggunakan insulin kondisi
kesehatan saya akan membaik
Insulin dapat meningkatkan berat badan
Saya menilai bahwa dengan menggunakan suntikan
insulin akan menghabiskan banyak tenaga dan wak:tu
Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan
tidak bisa menikmati aktifitas yang saya sukai
Saya menilai bahwa memberikan suntikan insulin
adalah hal yang rnenyakitkan
Saya menilai bahwa akan sangat sulit untuk
memberikan suntikan insulin dengan dosis dan waktu
yang tepat setiap harinya
Saya menilai dengan menggunakan insulin membuat
saya kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab saya
baik ditempat kerja maupun dirumah
Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan
mampu menjaga kadar gula darah saya dalam batas
normal
Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan
lebih bergantung kepada petugas kesehatan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
Diana Tri Lestari
Tempat, tanggallahir
Kudus, 16 Oktober 1980
Jenis Kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Staf pengajar Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang
Alamat Rumah
Dk. Krajan RT 003IRW 001, Desa Glagah Kulon,
Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan
Sekolah Dasar Negeri 01 Glagah Kulon
Tahun 1986 - 1992
Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Pati
Tahun 1992 - 1995
Sekolah Menengah Umum Negeri 02 Pati
Tahun 1995 - 1998
D III Keperawatan di Akper Depkes Semarang
Tahun 1998 - 2001
SI Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Tahun 2002 - 2004
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Profesi Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Tabun 2004 - 2005
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Riwayat Pekerjaan
Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi
Tahun 2001 - 2002
Semarang
Staf Pengajar di Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro
Tahun 2004
Semarang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
PEMERINTAH KABUpATEN KUDUS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JI. Dr Lukmonohadi No 19 Telp. 0291 444001 Fax. 0291438195
KUDUS 59348
Kudus, ? Desember 2012.
Nomor
:4!2.1J {;27~ {:<3 .01.0 ((;20\2-­
Kepada Yth :
Yth. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Sifat
Universitas Indonesia
Lampiran
Perihal
di
: Ijin Penelitian
JAKARTA
Menunjuk surat Saudara tanggal 07 November 2012, nomor :
4364/H2.F12.D/PDP.04.00/2012, perihal Permohonan Ijin Penelitian.
Sehubungan dengan hal tersebut kami beritahukan bahwa
pada prinsipnya kami tidak keberatan mahasiswa Saudara :
Nama
: Diana Tri Lestari
NPM
: 1006833621
Program Studi
: Magister IImu Keperawatan
Universitas Indonesia
melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kudus dalam rangka pembuatan Tesis dengan judirl "Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien DM Tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus", sepanjang tidak
mengganggu tugas-tugas kedinasan, mentaati segala ketentuan dan
peraturan yang berlaku serta bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Demikian kami beritahukan untuk menjadikan maklum dan
atas kerjasamanya diucapkan terima kasih.
RUMAH
-IT UMUM DAERAH
~
c
Tembusan:
1. Kabid Keperawatan RSUO Kab. Kudus
2. Ka Ruang Cempaka 2 RSUO Kab. Kudus.
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS
BADANPERENCANAANPEMrnANGUNANDAERAH
JI. Simpang Tujuh No.1 Kudus II (0291) 430080 Fax. 445324
KUDU S 59312
SURAT REKOMENDASI RESEARCH I SURVEY
Nomor : 072/29311S12012
I.
II.
DASAR
Menunjuk Surat
1.
Sural Menleri Dalam Negeri Nomor 070 1 225 Tanggal 18 Juni 1981, Perihal
Surat Keputusan Direkloral Jenderal Sosial Polilik Nomor 14 1 1981 Tenlang
Surat Pemberitahuan Penelitian.
2.
Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Organisasi
dan Tata Ke~a Inspektorat, Sadan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Kantor Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Kudus.
1.
Surat Rekomendasi Survey dari Kepala Kantor Kesbangpollinmas Provinsi
Jawa Tengah Tanggal 26 Nopember 2012 Nomor. 070/2438/2012.
Legalisasi izin survey dan Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan
Masyarakat Kabupaten Kudus tanggal 27 Nopember 2012 Nomor
070/283/20.02/2012.
2.
III.
Yang bertandatangan di bawah ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus bertindak
atas nama Supati Kudus, bahwa pada prinsipnya menyatakan tidak keberatan t dapat mengijinkan atas
pelaksanaan Research t Survey datam Wilayah Kabupaten Kudus yang dilaksanakan oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nama
Pekerjaan
Satuan Kerja
Penanggung Jawab
Maksud TUjuan
Research 1 Survey
Lakasi
DIANA TRI LESTARI
Mahasiswa
Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia
DR. Ratna Sitorus, S.Kpf M.App.Sc
Perminlaan Data dan Informasi lerkait persiapan penyusunan Tesls jUdul :
"Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inislasi Insulin Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 dl Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus"
Rumah Sakit Daerah Kudus.
dengan kelentuan sebagai berikut :
a.
Pelaksanaan Research I Survey tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu
kestabilan Pemerintah.
b. Sebelum melaksanakan
Research I Survey langsung kepada responden harus terlebih dahulu
melaporkan kepada pimpinan wilayah setempat,
c.
Setelah
Research t Survey selesai, supaya melaporkan dan menyerahkan hasilnya ke Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus.
IV.
Surat Rekomendasi ini berlaku dari langgal 27 Nopember 2012 sampai dengan tanggal 28 Pebruari 2012.
Dikeluarkan di Kudus
Pada tanggal : 27 Napember 2012
KEPALA BAPPEDA
TEMBUSAN Yth. :
1.
Kepala Kanlor Kesaluan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat Kabupalen Kudus.
2.
Kepafa Dinas Ilnslansi lerkai!.
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKA"
JI. A" YANI NO, 160TELP. (024) 8454990 FAA, (024) 84i 4205, 8~1312~
';
SEMARANG - 50136
SURAT REKOMENDASI SURVEY / RISET
Nomor : 070/2439 t 2012
I.
DASAR
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Nomor
64 Tahun 2011. Tanqqal 20 Desember 2011.
2. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah. Nomor 070 /
265/2004. Tanggal 20 Februari 2004.
II.
MEMBACA
Surat dari Gubernur Jawa Barat. Nomor 070 / 1344 / MHS /
HAL. Tanggal 21 November 2012.
III.
Pada
Prinsipnya
kami
TIOAK
KEBERATAN
/
Oapat
Menerima
atas
Pelaksanaan Penelitian I Survey di Kabupaten Kudus.
IV.
Yang dilaksanakan oleh
1. Nama
: OIANATRI LESTARI.
2. Kebangsaan
: Indonesia.
3. Alamat
: Os. Glagah Kulon 14.03/ RW .01 Kec: Oawe Kab. Kudus
4. Pekerjaan
: Mahasiswa.
5. Penanggung Jawab
: Dr. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App, Sc.
6. Judul Penelitian
: Faktor - factor Yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin
pada Pasien OM Tipe 2 di RSUD Kbupaten Kudus.
7. Lokasi
: Kabupaten Kudus.
V. KETENTUAN SEqAGAI BERIKUT :
1. Sebelum melakukan keqiatan terlebih dahulu melaporkan kepada
Setempat
/
Lembaga
Swasta
yang
akan
dijadikan
obyek
Pejabat
lokasi
untuk
mendapatkan petunjuk seperlunya dengan menunjukkan Surat Pemberitahuan ini.
2. Pelaksanaan survey / riset tidak disalah gunakan untuk tujuan tertentu yang dapat
mengganggu kestabilan pemerintahan. Untuk penelitian yang mendapat dukungan
dana dari sponsor baik dari dalam negeri maupun luar negeri, agar dijelaskan
pada saat mengajukan perijinan. Tidak membahas masalah Politik dan / atau
agama
yang 1japat
menimbulkan
terganggunya
stabilitas
keamanan
dan
ketertiban.
3. Surat Rekomendasidapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku apabila pemegang
Surat Rekomendasi ini tidak mentaati / mengindahkan peraturan yang berlaku atau
obyek penelitian menolak untuk menerima Peneliti.
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
4. Setelah survey / riset selesai, supaya menyerahkan hasilnya kepada Badan
Kesbangpol Dan Linmas Provinsi Jawa Tengah.
Surat Rekomendasi'Penelitian / Riset ini berlaku dar; :
November 2012 s.d
Pebruari 2013.
Demikian harap menjadikan perhatian dan maklum.
Semarang, 26 November 2012
""I+--~'
:
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK
DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAERAH
Jalan Supratman No. 44 Telp. 720674 -7106286
BANDUNG
Kode Pos 40121
SURAT KETERANGAN
Nomor 070/1344IMHSIHAL
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerab Provinsi
Jawa Barat.
Berdasarkan Surat dari
Dekan
Universitas
Indonesia
Fakultas
llmu., Keperawatan
No.44561H2.F.12.DIPDP.04.00/2012 Tanggal, 14 Nopember
2012.
..
Menerangkan bahwa
a
Nama
B lIP
c; Tempat/tgl lahir
d. Agama
e. Pekerjaan
f. Alamat
g. Peserta
h. Maksud
l.
Untuk Keperluan
·· DIANA TRI LESTARI
·· 08156537538
·
··
Kudus, 16 Oktober 1980
Islam
Dosen
Ds. Glagah Kulon 14.03/RW.Ol Kec. Dawe Kab. Kudus
··
··
·· ·· Penelitian
·· Penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi
Insulin pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus"
J.
Lokasi
k
Lembaga/Instansi
Yang Dituju
··
··
Provinsi Jawa Tengah
Badan Kesbang Pol Linmas Provinsi Jawa Tengah
2. Sehubungan dengan maksud tersebut, diharapkan agar pihak yang terkait dapat memberikan bantuan/
fasilitas yang diperlukan.
3. Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, dan berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 2012.
Bandung, 21 Nopember 2012
~!~EFtAONO,
'~--r<":610126
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
SH.
199103 1003
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Kampus UI Depok Telp. (021 )78849120.78849121 Faks.7864124
.
Email: [email protected] Web Site: www.fik.ui.ac.id .
Nomor
l.arnpiran
Perihal
: t..fLfSt /H2.F12.D/PDP.04.00/2012
14 November 2012
: Permohonan Ijin Penelitian
Yth. Gubernur Jawa Barat
Up.Ka.Badan Kesbangpolinmas
Provinsi Jawa Sarat
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Tesis mahasiswa Program Pendidikan
Magister Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) dengan
Peminatan Keperawatan Medikal Bedah atas nama:
Sdr. Diana Tri Lestari
NPM 1006833621
akan mengadakan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi"
Inisiasi Insulin pada Pasien OM Tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus".
Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami mohon dengan horrnat
kesediaan Saudara mengijinkan yang bersangkutan untuk mengadakan
penelitian di Wilayah Jawa Tengah.
Atas perhatian Saudara dan kerjasama yang baik, disampaikan terima kasih
Tembusan Yth. :
1. Sekretaris FIK-UI
2. ManajerPendidikan dan Riset FIK-UI
3. Ketua Program Magister dan Spesialis FIK-UI
4. Gubernur Jawa Tengah
5. Bupati Kudus Jawa Tengah
6. Koordinator M.A.Tesis FIK-UI
7. Pertinqqal
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Kampus UI Depok Telp. (021)78849120, 78849121 Faks.7864124
Email: [email protected] Web Site: www.fik.uLac.id
KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK
No. 56/H2.F12.D/HKP.02.04/2012
Komite Etik Penelitian, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dalam upaya
melindungi hak azasi dan kesejahteraan subyek penelitian keperawatan,
telah mengkaji
dengan teliti proposal berjudul :
Faktor-faktor yang mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di RSD Kabupaten Kudus.
Nama peneliti utama : Diana Tri Lestari
Nama institusi
: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Dan telah menyetujui proposal tersebut.
Jakarta,8 Desember 2012
Ke a,
,~Q~,k.a:rw), {t)''>1
--',
-:
.>,~
.'
-:'::Q~wi.ka~aty, MA, PhD
"'"
.
NIP. 195206011974112001
~rDra.s
NIP. 19511427 197703 2001
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
Download