10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pesan Iklan Pesan iklan

advertisement
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pesan Iklan
Pesan iklan merupakan salah satu bentuk dari komunikasi pemasaran. Iklan,
personal selling, promosi, penjualan, dan publisitas semuanya merupakan komponen
promosi dalam marketing mix. Pesan iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan barang atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus
dibayar (Kotler dan Keller, 2013:277).
Menurut Kotler dan Keller (2013:658), Periklanan adalah segala bentuk
penyajian dan promosi ide, barang, atau jasa secara non-personal oleh suatu sponsor
tertentu yang memerlukan pembayaran. Tujuan periklanan adalah menjual atau
meningkatkan penjualan barang, jasa, atau ide.
Secara garis besar tujuan spesifik periklanan Uyung (2007:91-93)
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. Iklan informatif yang di mana dianggap sangat penting untuk peluncuran
kategori produk baru, dengan tujuan untuk merangsang permintaan awal.
2. Iklan persuatif yang merupakan iklan yang bertujuan membangun preferensi
tentu.
3. Iklan yang bertujuan untuk mengingatkan yang di mana lebih cocok untuk
produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan.
10
11
2.2. Kredibilitas Endorser (Endorser Credibility)
Penggunaan selebriti pendukung sebagai alat pemasaran sudah ada sejak tahun
1893, ketika Lilie Langtry tampil dalam iklan sabun “Pears Soap” (Bergstrom,
2004:1). Keberhasilan sebuah iklan tidak terlepas dari peran bintang iklan dalam
mempromosikan sebuah merek produk, terutama bila iklan tersebut ditayangkan dalam
media televisi. Penggunaan bintang iklan dalam sebuah media televisi merupakan
alternatif strategi yang tepat untuk memperkenalkan produk kepada konsumen.
Selebriti memiliki kekuatan untuk menghentikan (stopping power) dan dapat
menarik perhatian atas pesan iklan di tengah banyaknya iklan lain (Belch dan Belch,
2004:12). Selebriti dapat digunakan sebagai alat yang cepat untuk mewakili segmen
pasar yang dibidik (Royan, 2005:12). Endorser sering juga disebut direct source
(sumber langsung) yaitu seorang pembicara yang mengantarkan sebuah pesan atau
memperagakan sebuah produk atau jasa (Belch dan Belch, 2004:168). Endorser juga
diartikan sebagai orang yang dipilih mewakili image sebuah produk (product image).
Biasanya orang yang terpilih sebagai endorser tersebut berasal dari kalangan tokoh
masyarakat yang memiliki karakter menonjol dan daya tarik yang kuat (Hardiman,
2006). Keahlian yang dimiliki selebriti dengan merek produk yang diiklankan haruslah
relevan (Jewler dan Drewniany, 2005:10). Menurut Maulana (2005:2), kaitan antara
endorser selebriti dengan citra merek adalah untuk meningkatkan kredibilitas merek,
keuntungan utama menggunakan selebriti adalah kemampuan iklan untuk diingat
dalam waktu singkat. Citra (image) yang dimiliki oleh publik tentang bintang ini
secara tidak langsung ditransfer ke dalam merek (brand) yang dibintanginya
12
dibandingkan non-selebriti. Penggunaan bintang-bintang terkenal ini lebih efektif
untuk menghasilkan respon yang positif terhadap merek sekaligus meningkatkan
keinginan untuk membeli. Kredibilitas endorser selebriti menjadi salah satu faktor
yang dipertimbangkan oleh responden untuk mempercayai kebenaran isi pesan yang
disampaikan oleh pengiklan. Semakin besar tingkat penerimaan kredibilitas endorser,
semakin besar kemungkinan receiver menerima iklan (Kussudyarsana, 2004).
Menurut Royan (2005), penggunaan endorser dalam iklan perlu dievaluasi dengan
empat indikator, yaitu: visibility (popularitas), credibility (kredibilitas), attraction
(daya tarik), dan power (kekuatan untuk menggerakkan target).
Persepsi terhadap kredibilitas endorser ditentukan secara subjektif melalui
penilaian secara individu. Menurut Kussudyarsana (2004), ada 3 (tiga) faktor untuk
mengukur kredibilitas endorser iklan, yaitu: likeability, trustworthiness, dan
expertise.
Ketertarikan (likeability) menggambarkan daya tarik dari endorser.
Keahlian (expertise), yaitu pengetahuan khusus yang dimiliki oleh komunikator.
Kepercayaan (trustworthiness) berkaitan dengan seberapa objektif dan kejujuran dari
endorser bisa diterima. Saat memenuhi ketiga syarat komponen tersebut maka akan
meningkatkan kredibilitas seorang endorser selebriti. Hal yang sama dikemukakan
oleh Spry et al. (2011), bahwa terdapat 3 (tiga) komponen yang mempengaruhi
kredibilitas
endorser,
yaitu:
ketertarikan
(attractiveness),
kepercayaan
(trustworthiness), dan keahlian (expertise).
Berdasarkan konsep-konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa endorser selebriti
adalah suatu iklan sebagai penyampai pesan mengenai produk terutama merek untuk
13
lebih mengkomunikasikan produk tesebut kepada konsumen. Komponen yang dapat
dipakai dalam mengukur kredibilitas endorser adalah ketertarikan (attractiveness),
keahlian (expertise), dan kepercayaan (trustworthiness).
2.3 Kredibilitas merek (brand credibility)
Merek diciptakan untuk mewujudkan kredibilitas perusahaan yang hanya dapat
dibangun dari waktu ke waktu melalui interaksi pembelian ulang oleh pelanggan.
Ghorban (2012) menyatakan bahwa kredibilitas harus menjadi pendahulu untuk setiap
tindakan atau sinyal sehingga dapat mempengaruhi pelanggan dalam cara yang sangat
baik, pengakuan kepercayaan adalah faktor utama dan terpenting yang mendorong
orang untuk membuat keputusan, kredibilitas adalah kunci untuk memiliki hubungan
jangka panjang di lingkungan bisnis.
Kredibilitas secara umum didefinisikan oleh Erdem dan Swait (2004) sebagai
berikut: “The believeability of an entity’s intentions at a particular time and is posited
to have to main components; trustworthiness and expertise.” Berdasarkan definisi
kredibilitas, maka Erdem dan Swait (2004) mendefinisikan kredibilitas merek sebagai
berikut: “Brand credibility is defined as the believeability of the product information
contained in a brand, which requires that consumers perceive that the brand have the
ability (i.e., expertise) and willingness (i.e., trustworthiness) to continuously deliver
what has been promised.”. Kredibilitas merek didefinisikan sebagai kepercayaan
terhadap informasi produk yang terkandung dalam sebuah merek, yang diperlukan
konsumen untuk memahami bahwa merek memiliki kemampuan (yaitu, keunggulan)
14
dan kemauan (yaitu, kepercayaan) untuk terus-menerus memberikan apa yang telah
dijanjikan.
Erdem et al. (2006) menganggap 2 (dua) aspek utama untuk kredibilitas merek
adalah
keahlian/keunggulan
(expertise)
dan
kepercayaan
(trustworthiness).
Kepercayaan mengimplikasikan bahwa sebuah merek bersedia memberikan sesuatu
yang telah dijanjikan, sementara keahlian/keunggulan mengimplikasikan sebuah
merek mampu memberikan sesuatu yang telah dijanjikan (Erdem dan Swait, 2004).
Erdem et al. (2006) menjelaskan kepercayaan sebagai tujuan dari sebuah merek yang
dapat dipercaya, dan keahlian/keunggulan sebagai kapasitas untuk menyampaikan
komitmen merek.
2.4 Ekuitas merek (brand equity)
2.4.1 Pengertian ekuitas merek (brand equity)
Colwell (2007) menyatakan bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah intisari
dari profitabilitas karena mempresentasikan nilai dari merek di pasaran. Keller (2005)
mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai nilai yang secara langsung atau
tidak langsung dimiliki oleh merek. Durianto dkk (2004:4) mendefinisikan ekuitas
merek (brand equity) sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait
dengan suatu merek, nama simbol yang mampu menambah ataupun mengurangi nilai
yang diberikan oleh sebuah produk jasa baik pada perusahaan maupun pada
pelanggan. Menurut Kotler dan Keller (2013:86), ekuitas merek (brand equity) adalah
efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap
15
tanggapan pelanggan atas produk atau jasa tersebut. Menurut Kotler dan Keller
(2013:461), ekuitas merek (brand equity) sangat berkaitan dengan seberapa banyak
pelanggan suatu merek merasa puas dan merasa rugi bila berganti merek (brand
switching), menghargai merek itu dan mengganggapnya sebagai teman, dan merasa
terkait pada merek itu. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa ekuitas merek
(brand equity) adalah kekuatan suatu merek yang sangat menjanjikan nilai yang
diharapkan oleh konsumen atas suatu produk sehingga pada akhirnya kosumen akan
dapat merasakan kepuasan yang lebih bila dibandingkan dengan produk lainnya.
2.4.2 Elemen-elemen ekuitas merek
Menurut Tjiptono (2006:40) mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek,
kedalam lima kategori, yaitu: kesetiaan merek, kesadaran merek, persepsi kualitas,
asosiasi merek, dan aset merek lainnya. Definisi dan elemen ekuitas merek (brand
equity) menurut Tjiptono (2006:40) ini mengintegrasikan dimensi sikap dan perilaku,
sementara kebanyakan operasionalisasi brand equity cenderung hanya berfokus pada
salah satu diantara dimensi persepsi konsumen (contoh: brand awareness, brand
association, dan perceived quality) dan dimensi perilaku konsumen (contoh: kesetiaan
merek dan kesediaan untuk membayar harga yang lebih mahal).
Menurut Durianto dkk (2004:4), ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam
lima kategori, yaitu:
16
1) Kesadaran merek (brand awarenes) - Menunjukkan kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tersebut.
2) Asosiasi merek (brand association) - Mencerminkan pencitraan seseorang
terhadap kesan tertentu pada merek dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya
hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lainlain.
3) Persepsi kualitas (perceived quality) - Mencerminkan persepsi konsumen
terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk/jasa layanan berkenaan
dengan maksud yang diharapkan.
4) kesetiaan merek (brand loyalty) - Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen
dengan suatu merek produk/jasa.
5) Aset-aset merek lainnya (Other proprietary brand assets)
Empat elemen ekuitas merek selain aset-aset merek lainnya dikenal dengan
elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang terakhir
secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama
tersebut (Durianto dkk., 2004:4). Konsep ekuitas merek ditampilkan
pada
Gambar 2.1 yang menggambarkan bahwa ekuitas merek menciptakan nilai
bagi
perusahaan
disebutkan.
atau
pelanggan
atas
dasar
lima kategori yang telah
17
Gambar 2.1 Konsep Brand Equity Menurut David A. Aaker
Sumber: Durianto dkk. (2004, 5)
Download