Penerapan Teori Konstruktivisme Pada Kompetensi Dasar Berbicara Siswa SMK Pariwisata Putikecwara Batu Jawa Timur Oleh : Dwi Handayani, M.Pd. Dosen STKIP PGRI Ngawi ABSTRAK Kegiatan berbahasa merupakan sarana berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesamanya. Bahasa dapat menjadi sarana paling tepat untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran manusia. Salah satu cara pengungkapan tersebut melalui kegiatan berbicara. Berbagai jenis keterampilan berbicara harus dapat dikuasai agar memudahkan penyampaian informasi yang diperlukan. Siswa SMK Pariwisata dengan berbagai kompetensi dasar yang harus dikuasai (memandu tamu, kepala rombongan wisata, petugas penerima telepon, petugas penerima pemesanan tiket, dan sebagainya) dituntut untuk piawai dan matang penguasaan keterampilan berbicaranya. Salah satu cara untuk memudahkan mencapai keberhasilan dalam berbicara maka diterapkanlah teori konstruktivisme dalam mengajarkannya, dipadu dengan berbagai pengalaman dan kompetensi yang harus dikuasai seorang siswa sekolah kejuruan pariwisata. Kata kunci: keterampilan berbicara, SMK Pariwisata, teori konstruktivisme individu harus menguasaibahasa yang PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting bagi manusia, yang digunakan dalam sebuah masyarakat/ komunitas. terus Keterampilan berbahasa terdiri dari berkembang. Dalam kehidupan sehari- empat aspek, yaitu menyimak atau hari manusia menggunakan bahasa mendengarkan, berbicara, membaca, sebagai sarana untuk mengungkap dan menulis. Siswa harus menguasai pikiran, bersosialisasi, bahkan dapat keempat aspek tersebut agar terampil dikatakan bahwa berbahasa adalah berbahasa. kebutuhan pembelajaran keterampilan berbahasa sifatnya dinamis dasar sehingga setiap manusia. Dengan demikian, baik di sekolah tidak hanya menekankan menjadi tuntutan bagi individu yang pada teori saja, tetapi siswa dituntut ingin berkomunikasi, untuk itu setiap untuk mampu menggunakan bahasa Kemampuan berbahasa yang Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 27 sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai bermanfaat dalam kegiatan menyimak alat untuk berkomunikasi. dan memahami bacaan. Salah satu aspek berbahasa yang Pentingnya keterampilan berbicara harus dikuasai oleh siswa adalah atau bercerita dalam komunikasi juga berbicara, sebab keterampilan berbicara diungkapkan oleh Supriyadi (2005: menunjang lainnya 178) bahwa apabila seseorang memiliki (Tarigan, 1986: 86). Keterampilan ini keterampilan berbicara yang baik, dia bukanlah suatu jenis keterampilan yang akan memperoleh keuntungan sosial dapat diwariskan secara turun temurun maupun profesional. Keuntungan sosial walaupun berkaitan dengan kegiatan interaksi alamiah berbicara. keterampilan pada dasarnya secara setiap manusia dapat Namun, keterampilan sosial antarindividu. keuntungan Sedangkan profesional diperoleh berbicara secara formal memerlukan sewaktu menggunakan bahasa untuk latihan dan pengarahan yang intensif. membuat Stewart dan Kennert Zimmer (Haryadi menyampaikan dan Zamzani, 1997: 56) memandang pengetahuan, kebutuhan mendeskripsikan. akan komunikasi yang pertanyaan-pertanyaan, fakta-fakta dan menjelaskan dan Keterampilan efektif dianggap sebagai suatu yang berbahasa lisan tersebut memudahkan esensial untuk mencapai keberhasilan siswa setiap individu maupun kelompok. mengungkapkan Siswa yang mempunyai keterampilan kepada orang lain. berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah dipahami berkomunikasi ide atau Kemampuan seseorang tentu dan gagasan berkomunikasi saja dipengaruhi penyimaknya. Berbicara menunjang beberapa hal, antara lain bagaimana keterampilan membaca dan menulis. seseorang Menulis dan berbicara mempunyai kemampuan berkomunikasinya kesamaan yaitu berdasarkan pengalaman-pengalaman produksi bahasa sebagai kegiatan dan bersifat yang tersebut dimiliki. menyampaikan informasi. Kemampuan memungkinkan siswa dalam berbicara juga akan meningkatkan membangun Salah satu siswa yang dapat kemampuan berkomunikasinya adalah saat siswa Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 28 tersebut mengasah kompetensi tidak selalu melibatkan berbicaranya. Teori konstruktivisme keterampilan mempunyai melainkan dapat belajar yang lebih menekankan pada menggabungkan dua proses daripada hasil. berbahasa saja sepanjang pemahaman Kostruktivisme terhadap tentang merupakan respon berkembangnya yang menginginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri Teori ini akan tepat diterapkan pada proses pembelajaran untuk mengasah kompetensi berbicara siswa, terutama SMK bidang pariwisata yang dituntut secara meningkatkan dinamis kemampuan dapat “public hanya keterampilan aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas masih terkesan bahwa guru terlalu banyak menyuapi materi, guru kurang mengajak siswa untuk lebih aktif menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Proses pembelajaran di kelas yang tidak relevan dengan diharapkan, yang mengakibatkan kemampuan berbicara siswa menjadi speaking” nya. Menurut sekaligus, harapan- harapan baru berkaitan dengan proses pembelajaran berbahasa keempat pandangan whole languange berbicara tidak diajarkan rendah. Pengertian sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan Keterampilan berbicara pembelajaran Menurt Nurgiyantoro (1995: 276) bahasa bersama dengan keterampilan berbicara adalah aktivitas berbahasa berbahasa Kenyataan kedua yang dilakukan manusia dalam tersebut dapat dilihat bahwa dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah proses aktivitas mendengarkan. Berdasarkan satu kesatuan dalam yang lain. pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat bunyi-bunyi dikaitkan kemudian berbahasa dengan yang keterampilan lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud yang manusia didengar belajar itu, untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara. Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 29 Berbicara diartikan sebgai Tujuan berbicara Setiap kegiatan berbicara yang kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi untuk dilakukan manusia selalu mempunyao dan maksud dan tujuan.Menurut Tarigan menyampaiakan pikiran, gagasan, serta (1983:15) tujuan uatama berbicara perasaan (Tarigan, 1983: 14). Dapat adalah untuk berkomunikasi. Agar dikatakan bahwa berbicara merupakan dapar menyampaikan pikiran secara suatu sistem tanda-tanda yang dapat efektif, didengar (audible) dan yang kelihatan pembicara memahami makna segala (visible) yang memanfaatkan sejumlah sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia otot tubuh manusia demi maksud dan harus tujuan, gagasan, atau ide-ide yang komunikasi terhadap pendengarnta, dan dikombinasikan. Berbicara merupakan dia harus mengetahui prinsip-prinsip suatu bentuk perilaku manusia yang yang mendasari segala segala sesuatu memanfaatkan fisik, situasi pembicaraan biasanya dapat psikologis, neurologis, semantik, dan dibedakan atas lima golongan yaitu (1) linguistik. menghibur, (2) menginformasikan, (3) artikulasi atau kata-kata mengekspresikan, menyatakan, faktor-faktor Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara maka mampu sebaiknya sang mengevaluasi efek menstimulasi, (4) meyakinkan), dan (5) menggerakkan. meupakan alat untuk mengombinasikan Berdasarkan uraian diatas maka gagasan-gagasan yang disusun serta dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikembangkan sesuai dengan melakukan kegaitan berbicara selain kebutuhan-kebutuhan sang pendengar utnuk berkomunikasi juga bertujuab atau penyimak. Berbicara merupakan untuk mempengaruh orang lain dengan aktivitas secara langsung yang terjadi maksud apa yang dibicarakan dapat antara pembicara dan penyimak dan diterima oleh lawan bicaranya dengan akan terdeteksi segala sesuatu yang baik. Adanya hubungan timbal balik berhubungan dengan penguasaanbahan secara aktif dalam kegiatan berbicara pembicaraan maupun pemahaman pada antara pembicara dengan pendengar penyimak oleh pembicara. akan membentuk Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 kegiatan 30 berkomunikasi menjadi lebih efektif wajar, tenang dan tidak kaku, b) dan efisien. pandangan harus diarahkan ke lawan bicara, c) kesediaan menghargai orang Faktor-faktor Penunjang Kegiatan lain, d) gerak-gerik dan mimik yang berbicara tepat, Berbicara atau kegiatan e) kenyaringan suara, f) kelancaran, g) relevansi, penalaran, h) komunikasi lisan merupakan kegiatan penguasaan topik. individu dalam usaha menyampaikan Berdasarkan uraian tersebut, pesan secara lisan kepada sekelompok maka dapat disimpulkan bahwa faktor- orang, yang disebut audience atau faktor yang mempengaruhi kegiatan majelis.Supaya tujuan pembicara atau berbicara pesan dapat sampai kepada audience kebahasaan dengan kebahasaan (nonlinguistik). baik, perlu diperhatikan adalah faktor (linguistik) urutan dan non beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara.Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang diperlukan (a) penguasaan bahasa, (b) mengakibatkan pesan yang diterima bahasa, (c) keberanian dan ketenangan, oleh pendengar tidak sama dengan apa (d) kesanggupan menyampiakan ide yang dimaksudkan oleh pembicara. dengan lancar dan teratur. Tiga faktor penyebab gangguan dalam Faktor penunjang pada kegiatan berbicara kebahasaan sebagai meliputi berikut. a) kegiatan berbicara, yaitu : 1) Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada Faktor ketepatan ucapan, b) penempatan tekanan nada, partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan. 2) Faktor media, yaitu faktor linguistik sendi atau durasi yang sesuai, c) pilihan kata, d) ketepatan penggunaan kalimat dan faktor nonlinguistik, misalnya serta tata bahasanya, e) ketepatan lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat sasaran pembicara. Sedangkan faktor gerakan bagian tubuh, dan nonkebahasaan, meliputi a) sikap yang Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 31 3) Faktor kejiawaan misalnya kondisi Selain penekanan dan tahap- komunikasi, tahap tertentu yang perlu diperhatikan psikologis, partisipan dalam keadaan marah, menangis, dan sakit. konstruktivisme, teori balajar pengetahuan Hanbury (1996:3) sejumlah aspek mengemukkan dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu : Teori Belajar Konstruktivisme Menurut dalam teori belajar konstruktivisme, 1. Siswa mengonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide tidak yang mereka miliki. dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.Artinya, 2. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya 3. Strategi siswa lebih bernilai, dan berdasarkan kematangan kognitif yang 4. Siswa mempunyai dimilikinya. Dengan kata lain, siswa untuk berdiskusi tidak diharapakan sebagai botol-botol bertukar pengalaman dan ilmu kecil yang siap diisi dengan berbagai pengetahuan dengan temannya. ilmu pengetahuan sesuai Sehubungan kan saling teori belajar konstruksivisme, hal Tytler (1996:20) mengajukan beberapa (1992:30) saran yang berkaitan dengan rancangan dengan tersebut,Taker dan Dalam upaya mengimplementasi dengan kehendak guru. kesempatan mengemukakan tiga penekanan dalam pembelajaran, sebagai berikut : teori belajar konstruktivisme sebagai 1. Memberi kesempatan kepada siswa berikut.Pertama adalah peran aktif untuk siswa dengan bahasa sendiri. dalam mengonstruksi pengetahuan secara bermakna.Kedua mengemukakan gagasan 2. Memberi kesempatan kepada siswa adalah pentingnya membuat kaitan untuk antara gagasan dalam pengonstruksian pengalamannya sehingga menjadi secara lebih kreataif dan imajinatif. bermakna.Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru. berfikir tentang 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 32 yang hasil “pemberian” dari orang lain berhubungan dengan gagasan yang seperti guru, akan tetapi hasil dari telah dimiliki siswa. proses mengonstruksi yang dilakukan 4. Memberi pengalaman 5. Mendorong siswa untuk memikirkan setiap individu. Pengetahuan hasil dari perubahan gagasan mereka, dan “pemberian” tidak akan bermakna. menciptakan Adapun pengetahuan yang diperoleh lingkungan belajar melalui yang kondusif. proses mengonstruksi pandangan pengetahuan itu setiap individu akan tersebut, dapat disimpulkan bahwa memberikan makna mendalam atau pembelajaran yang mengacu kepada lebih teori belajar konstruktivisme lebih tersimpan/diingat memfokuskan pada kesuksesan siswa individu. Dari beberapa dikuasai dan lebih dalam lama setiap dalam mengorganisasikan pengalaman Tanpa mengabaikan keterampilan mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam berbahasa yang lainnya, keterampilan refleksi telah berbicara dipandang memiliki peranan diperintahkan dan dilakukan oleh guru. sentral dalam tujuan pembelajaran Dengan lebih bahasa, karena hakikat belajar bahasa mengutamakan untuk mengonstruksi adalah belajar komunikasi, terutama sendiri pengetahuan mereka. komunikasi atas apa kata yang lain, Sebagai siswa upaya memperoleh dengan lisan.Demikian hakikat pula pembelajaran pemahaman atau pengetahuan, siswa bahasaIndonesia.Hakikat pembelajaran “mengonstruksi” atau bahasa Indonesia ialah peningkatan pemahamannya terhadap membangun fenomena kemampuan siswa untuk yang ditemui dengan menggunakan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia pengalaman, struktur kognitif, dan yang baik dan benar secara lisan dan keyakinan yang tulisan demikian, belajar konstruktivisme dimiliki. Dengan menurut com/2009/03/08/). Keterampilan sekedar berbicara bisa menunjang keterampilan proses bahasa lainnya.Keterampilan berbicara mengkonstruksi pengetahuan melaluo juga sering dipandang sebagai tolok menghafal, pengalaman. bukanlah teori (http://tarmizi.wordpress. akan tetapi Pengetahuan bukanlah Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 33 ukur utama untuk menilai keberhasilan bisa melecut semangat untuk lebih dalam pembelajaran bahasa. meningkatkan pengajaran bahasa Ironisnya, seperti dinyatakan oleh benar-benar bisa mencapai tujuan yang harian Kompas edisi 5 Juli 2004, diinginkan, yaitu membekali subyek “Belum semua guru bahasa menyadari didik dengan berbagai keterampilan pembelajaran berbahasa bahasa meningkatkan bertujuan keterampilan berbahasa.Keterampilan yang yang sangat diperlukan dalam hidup di tengah masyarakat kelak. dimaksudkan itu adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk PENERAPAN TEORI berkomunikasi secara lisan dan tulisan. KONSTRUKTIVISME (http://www2.kompascetak/0407/06/hu KOMPETENSI manioral). BERBICARA PADA DASAR Kritik senada disampaikan pula Sebagaimana dijelaskan pada bab oleh pakar bahasa, Anton M. Moeliono pengertian bahwa teori konstruktivisme sebagaimana harian berpijak pada bahwa seorang peserta Kompas tersebut, “Selama ini, guru didik berkembang dengan diisi atau belum diberi pengetahuan dasar yang telah dilansir memberikan oleh ruang kepada peserta didik untuk mengembangkan dimilikinya berdasar keterampilan pengalaman yang tersebut berbicara). Guru pelajaran bahasa, (keterampilan dalam mengajar baik bahasa hal formal seperti ditemuinya dan dibangun menjadi sebuah konstruksi yang lebih lengkap. Berbicara merupakan salah satu Indonesia atau bahasa asing, lebih mengutamakan pengalaman- kompetensi berbahasa yang harus dikuasai siswa. Kompetensi berbicara struktur dan tatanan bahasa.” Indonesia, tidak akan terbentuk begitu saja pada kritik yang bersifat konstruktif tersebut seorang peserta didik, tetapi akan harus disikapi secara lapang dada, terbentuk terbuka, introspektif, akomodatif dan diawali dengan bekal yang diberikan apresiatif.Semua itu harus dipandang oleh sebagai cambuk dan tantangan yang berbicarabaik secara formal maupun Bagi guru bahasa guru melalui tentang sebuah proses, bentuk-bentuk Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 34 Kompetensi yang akan ditemui seorang peserta didik dalam komunikasi kesehariannya, penting dalam dilengkapi pula oleh guru bagaimana karena mengekspresikan kehidupan setiap bentuk berbicara kehidupan sebagaian besar manusia sangat manusia aktivitas membutuhkan dukungan kompetensi berbicara. Hal kompetensi berbicara tersebut. Dalam praktik berikutnya, setelah ini akan semakin diperlukan pengetahuan kompetensi berkecimpung di dunia pariwisata. berbicara, maka dalam komunikasi Seorang peserta didik yang mendalami sehari-hari ilmu mereka secara formal pariwisata seseorang sangat peserta didik mendapat bekal tentang dasar oleh terasa dituntut yang untuk maupun nonformal peserta didik akan menguasai berbagai ilmu yang nantinya menemui berbagai bentuk komunikasi bermuara pada kompetensi berbicara dan mereka akan menyesuaikan bentuk sebagai kompetensi berbicara mana yang akan keberhasilan mereka pariwisata.Seorang pakai dalam komunikasi salah satu mereka pendukung di dunia peserta didik cara dibidang pariwisata antara lain dituntut bahasa untuk dapat menjadi seorang pemandu mana yang akan dipakai sesuai dengan wisata (guide), pemimpin perjalanan mitra bicara yang dihadapi : usia, status wisata (tour leader), tenaga pemasaran sosial, situasi). Berawal dari bekal yang paket diberi oleh guru, seorang peserta didik tiket.Keseluruhan kompetensi tersebut membangun kompetensi berbicaranya tentu saja membutuhkan kepiawaian dipadu dalam berbicara. tersebut lengkap mengekspresikannya dengan dengan (ragam pengalaman- wisata, petugas pemesanan pengalaman yang secara nyata mereka Apa yang dapat dilakukan oleh temui dalam komunikasi sehari-hari seorang guru bahasa Indonesia jika berinteraksi dengan lingkungannya. dihadapkan pada kenyataan bahwa kompetensi berbicara seorang peserta Penerapan Teori Konstruktivisme didik di bidang pariwisata merupakan Pada Kompetensi Berbicara di SMK tuntutan yang tidak dapat ditawar dan Pariwisata Putikecwara Batu diabaikan? Berbekal berbagai macam bentuk komunikasi formal dan tidak Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 35 formal yang sudah terangkum dalam lapangan, sehingga terbentuklah kompetensi dasar pelajaran bahasa kompetensi berbicara yang utuh. Indonesia yang harus dikuasai peserta didik seorang guru bahasa Indonesia dapat membekali mereka dengan pengetahuan dasar tentang kompetensi berbicara ; misalnya, pada saat kelas X sudah dibekali nantinya macam berbagai bagaimana akan orang menemui yang macam mereka berbagai menggunakan logat dan cara pengucapan yang berbeda meskipun sama-sama berbahasa Indonesia, pada saat kelas XI lebih bervariasi lagi bentuk-bentuk kompetensi berbicara yang harus mereka kuasai; bercakapcakap dengan mitra secara sopan, bagaimana cara menerapkan pola gilir yang baik, berdiskusi, negoisasi, dan Pengetahuan dikuasai dasar berbicara peserta tentang yang telah didik dapat diaplikasikan pada berbagai macam kompetensi dasar yang harus dikuasai seorang peserta didik di bidang pariwisata. Peserta didik akan dengan sendirinya membangun pengetahuan yang sudah dimilikinya bersama-sama dengan Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara.Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuanberbicara.Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara. Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian.Penilaian hendaknya perbaikan sebagainya. kompetensi Penilain Keterampilan Berbicara pengalaman mereka di yang ditujukan prestasi dilakukan pada siswa usaha sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya.Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dannonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan kelancaran, dan meliputi gaya materi, (Haryadi, 1997:95). Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 36 Dalam mengevaluasi Lembar Penilaian Berbicara keterampilan berbicara seseorang pada Nama prinsipnya harus memperhatikan lima Tanggal : Apakah bunyi-bunyi (vokal, konsonan) 4 3 2 1 diucapkan Kosakata 5 4 3 2 1 Struktur 5 4 3 2 1 Materi 5 4 3 2 1 Kelancara n Gaya 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 Jumlah 5 4 3 2 1 Apakah pola-pola intonasi, naik suku kata memuaskan? Apakah ketepatan mencerminkan bahwa bahasa sang yang Aspek Kebahasaan a. dan intonasi jelas Apakah kata-kata yang diucapkan 4 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi kurang jelas tepat? 3 Pelafalan fonem kurang jelas, Sejauh manakah “kewajaran” dan terpengaruh dialek, dan intonasi “kelancaran” ataupun “kenative- kurang tepat speaker-an” yang tercermin bila 2 Pelafalan fonem kurang jelas seorang berbicara ? terpengaruh dialek, dan intonasi Penilaian yang digunakan untuk tidak tepat mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui bercerita.Untuk kemampuan dibutuhkan Lafal 5 Pelafalan fonem jelas, standar, itu dalam bentuk dan urutan yang 5. Keterangan Kriteria Penilaian : digunakan? 4. Skala Nilai ucapan pembicara tanpa referensi internal memahami : 5 dan turunya suara serta rekaman 3. Hasil tersendiri dengan tepat ? 2. Pengamat : Kompon en yang Dinilai Lafal faktor, yaitu : 1. : 1 Pelafalan fonem tidak jelas, tugas banyak dipengaruhi dialek, dan mengevaluasi berbicara format intonasi tidak tepat. siswa penilaian berbicara.Berikut merupakan format b. Kosakata penilaian berbicara/bercerita. Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 37 5 Pengusaan kata-kata, 5 Topik istilah, uraian sesuai, dan ungkapan yang tepat, sesuai mendalam, dan variatif dan unsur wacana lengkap mudah dipahami 4 Penggunaan kata, istilah dan 4 Topik dan uraian sesuai, kurang ungkapan kurang tepat, kurang mendalam, agak sulit dipahami, sesuai meskipun variatif unsur wacana tidak lengkap 3 Topik dan uraian sesuai, kurang 3 Pengguaan kata, istilah dan ungkapan kurang dan kurang mendalam, sesuai serta kurang bervariatif unsur wacana tidak lengkap sulit dipahami, 2 Topik dan uraian kurang sesuai, 2 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang tepat, kurang kurang sesuai dan sangat terbatas dipahami, unsur wacana tidak sulit 1 Topik dan uraian tidak sesuai, ungkupan tidak tepat, tidak tidak mendalam, sulit dipahami, sesuai, dan sangat terbatas unsur wacana tidak lengkap. Struktur 5 Hampir tidak terjadi kesalahan mendalam, lengkap 1 Penggunaan kata, istilah dan c. dan b. Kelancaran 5 pembicaraan lancar sejak awal struktur sampai akhir, jeda tepat 4 Sekali-kali terdapat kesalahan 4 pembicaraan lancar, jeda struktur kurang tepat 3 Kesalahan struktur terjadi 3 pembicaraan agak tersendat, berulang-ulang dan tepat jeda kurang tepat 2 Kesalahan strutur terjadi berulang-ulang dan banyak 2 pembicaraan sering tersendat, jenisnya jeda tidak tepat 1 pembicaraan tersendat-sendat, 1 Kesalahan struktur banyak, dan jeda tidak tepat berulang-ulang sehingga mengganggu pemahaman c. Gaya 5 gerakan, busana santun, wajar, Aspek Nonkebahasaan a. Materi tepat, luwes 4 gerakan, busana santun, wajar, Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 38 luas untuk membangun sebuah tepat, kurang luwes 3 gerakan, busana santun, wajar, konstruksi berdasarkan pengetahuan kurang tepat, kurang luwes 2 gerakan, busana kurang santun, berbicara dasar pada kompetensi saat bahasa proses kurang wajar, kurang tepat, pembelajaran Indonesia kurang luwes dengan tuntutan kompetensi dasar yang harus mereka kuasai dalam 1 gerakan dan busana tidak santun, tidak wajar, tidak tepat, bidang pariwisata dipadu dengan dan tidak luwes pengalaman saat terjun secara langsung di lapangan. KESIMPULAN Dari hasil penerapan konstruktivisme pada keterampilan merupakan pelajaran bahasa Daftar Pustaka pengajaran berbicara bagian teori yang penyajian Indonesia mata dapat disimpulkan bahwa: Burhan Nurgiyantoro.1995. Penilaian dalam Pengajaran bahasa dan sastra Indonseia. Yogyakarta: BPFE Haryadi. 1997 Berbicara Pengantar) Perkuliahan : Yogyakarta. Haryadi dan Zamzani.1996/1997.Peningkat an Keterampilan Berbahasa Indonesia. Depdikbud Dirjen Dikti bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 1. Kemampuan berbahasa yang baik menjadi tuntutanbagi individu yang berkomunikasi. Kemampuan berbahasa itu terutama melibatkan keterampilan berbicara. 2. Sebagai upaya pemahaman atau memperoleh pengetahuan, siswa ‘mengonstruksi’ pemahaman nya terhadap ditemui fenomena dengan yang menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. (Suatu Diktat IKIP http://www2.kompascetak/0407/06/humanioral http://tarmizi.wordpress.com/2009/03/0 8/ 3. Seorang peserta didik di bidang pariwisata memiliki kesempatan Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 39 Supriyadi, dkk.2005.Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakartta:Depdikbud. Tarigan, H.G. 1983. Berbicara. Bandung: Angkasa. Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa. Bandung: Tarigan, Djago.1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Depdikbud. Media Prestasi Vol. XV No.2 Desember 2015 / P-ISSN 1979 - 9225 e-ISSN 2356-2692 40