4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak 2.1.1. Definisi anak Anak merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang dimulai dari neonatus (< 4 minggu), infant (< 1 tahun), balita (1-2 tahun), pra-sekolah (2-5 tahun), usia sekolah (6-11 tahun) hingga remaja (12-18 tahun) (Lissauer et al., 2007). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2.1.2 Status gizi anak 2.1.2.1. Definisi status gizi Menurut Supariasa (2002) status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dari bentuk variabel-variabel tertentu. Status gizi juga merupakan hasil dari keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi didalam tubuh. 2..1.2.2. Pengkajian status gizi Pengkajian status gizi merupakan suatu tindakan evaluasi secara komprehensif dalam menilai status nutrisi, termasuk riwayat medis, riwayat nutrisi/diet, pemeriksaan antropometri, dan penunjang/laboratorium. Penilaian status gizi merupakan salah satu langkah awal dalam penanganan pasien rawat inap karena status nutrisi ikut mempengaruhi perjalanan dan prognosis penyakit, sehingga sebaiknya dilakukan pada pasien saat masuk dan selama perawatan secara berkala. Status nutrisi yang baik telah terbukti dapat mempercepat kesembuhan pasien dan mengurangi komplikasi penyakit, sehingga Universitas Sumatera Utara 5 mempersingkat masa perawatan dan menurunkan biaya perawatan pada pasien yang dirawat di rumah sakit (Nasar et al., 2007). 2.1.2.3. Penilaian Status Gizi Status gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak langsung (Widardo, 1997). Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu : 1. Antropometri Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini dapat terlihat pada pola pertumbuhan fisik. 2. Klinis Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu, survei tersebut juga digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit. 3. Biokimia Penilaian satus gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai Universitas Sumatera Utara 6 macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja, hati dan otot. Metode ini digunakan sebagai suatu peringatan awal bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, sehingga penentuan secara tepat dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. 4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Secara umum, dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness), dimana cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. Menurut Supriasa (2002) penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : 1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang di konsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. 2. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan angka kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan penilaian status gizi dengan statistik vital dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. Universitas Sumatera Utara 7 3. Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. 2.1.2.4. Penilaian antropometri Penilaian antropometri merupakan pemeriksaan yang tidak mahal, tidak invasif dan dapat digunakan untuk menilai status nutrisi seseorang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penilaian ini dilakukan untuk memeriksa jaringan tubuh terkatabolisasi selama proses kelaparan ataupun dalam keadaan stress, yaitu otot, lemak, dan cadangan protein viseral. Pemeriksaan antropometri yang umum dilakukan pada anak dan remaja meliputi: Berat badan Tinggi badan (terlentang pada bayi berusia dibawah 2 tahun) Lingkar kepala (sampai anak berusia 6 tahun) Lingkar lengan atas Tebal lipatan kulit (trisep, subskapula, toraks dan daerah lainnya) Peneliti memilih metode penilaian antropometri lingkar lengan atas untuk menilai status gizi anak karena selain penilaian antropometri merupakan pemeriksaan yang tidak mahal dan tidak invasif, penilaian ini juga tidak dibatasi oleh usia anak (Tabel 2.1). Universitas Sumatera Utara 8 Tabel 2.1. Perbandingan berbagai indikator untuk skrining dan deteksi kasus malnutrisi Indikator Sifat Klinis BB/U TB/U BB/TB LiLA LiLA/U LiLA/ TB Sederhana Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Akseptabilitas Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Biaya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Objektivitas Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Kuantitatif Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Reliabilitas Tidak Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Akurasi Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Sensitivitas Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Spesifisitas Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Nilai Prediktif Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya bergantung usia Sumber: Nasar et al., 2007. 2.1.2.5. Penilaian status gizi anak penderita kanker Walaupun terdapat banyak cara untuk mendeskripsikan malnutrisi, tidak terdapat konsensus yang secara spesifik mengidentifikasi anak yang beresiko. WHO merekomendasikan pengukuran indeks BB/TB untuk menilai status gizi anak dan remaja. Akan tetapi, anak penderita keganasan tidak dapat dinilai berdasarkan indeks yang direkomendasikan WHO tersebut. Kehilangan berat badan ≥ 5% mengidentifikasikan sebagai malnutrisi akut dan perbandingan berat badan dengan umur dibawah persentil 5 mengidentifikasikan sebagai malnutrisi kronis. Ironisnya, banyak anak penderita kanker tidak memenuhi kriteria tersebut khususnya pada anak yang menderita tumor solid dengan masa pada bagian abdomen. Mereka dapat memiliki berat Universitas Sumatera Utara 9 badan normal meskipun mereka mengalami malnutrisi berat. Penurunan nutrisi/gizi pada anak penderita kanker mungkin juga dapat tertutupi oleh penggunaan kortikosteroid yang dapat menimbulkan edema (Bauer et al., 2011). Penilaian status gizi sangat sulit karena tidak ada standar baku yang ditetapkan. Penilaian ini dapat dilakukan dalam beberapa dimensi baik dari diet, antropometrik, biokimia, dan metode-metode lain. Penggunaan pengukuran antropometri untuk lengan dalam menilai status gizi anak penderita kanker dapat dilakukan karena pengukuran lengan tidak dipengaruhi masa tumor. Akan tetapi, penilaian diet telah dibuktikan memiliki keterbatasan dan kegunaan yang sedikit (Sala et al., 2004). Sehingga, dalam karya tulis ini akan dilakukan pengukuran antropometri lengan. 2.2. Kanker 2.2.1. Definisi Kanker Menurut WHO (2013), kanker atau yang disebut juga sebagai tumor ganas atau neoplasma merupakan suatu istilah umum yang digunakan dalam suatu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Menurut National Cancer Institute (2013), kanker adalah suatu istilah untuk penyakit dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa terkendali dan dapat menyerang jaringan disekitarnya. Neoplasma adalah massa jaringan yang abnormal yang pertumbuhannya berlebihan, tidak terkoordinasi dan terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al., 2007). Kanker merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan terdapat banyak jenis tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker (Price et al., 2006). Neoplasma adalah pertumbuhan jaringan yang bersifat otonom dimana sel-sel mengalami proliferasi dan menunjukkan berbagai tingkat ketaatan terhadap prekursor mereka. (Rubin et al., 2009). Secara umum, neoplasma bersifat permanen dan sebagian besar mengalami pertumbuhan yang autonom. Menurut Rubin et al. (2009) beberapa hal penting yang perlu diobservasi dalam neoplasma: Universitas Sumatera Utara 10 Neoplasma berasal dari sel-sel yang memiliki kapasitas proliferasi. Oleh karena itu, neuron yang matang dan miosit jantung tidak menimbulkan tumor. Tumor dapat menunjukan berbagai tingkat diferensiasi sehingga sel asal tidak dapat diidentifikasi. Stimulus pasti yang bertanggungjawab terhadap proliferasi yang tidak terkendali mungkin tidak dapat diidentifikasi. Neoplasia terjadi akibat mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan sel, apoptosis, atau perbaikan DNA. 2.2.2. Karsinogenesis Dua golongan utama gen yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal pertumbuhan dan siklus sel, yaitu protoonkogen yang mendorong pertumbuhan dan antionkogen yang merupakan gen penekan kanker (tumor suppressor gene) yang menghambat pertumbuhan (Kumar et al., 2007). Protoonkogen merupakan gen seluler yang sangat penting dalam mempertahankan fungsi normal sel dan mengkode banyak jenis protein, termasuk faktor-faktor transkripsi, faktor pertumbuhan, dan reseptor-reseptor faktor pertumbuhan. Protein-protein tersebut merupakan komponen vital dalam mempengaruhi signal transduksi yang meregulasi pertumbuhan sel, pembelahan dan diferensiasi. Protoonkogen dapat diubah menjadi onkogen yang dapat memicu pertumbuhan sel menjadi ganas. Gen penekan kanker (contohnya TP53) mendeteksi adanya kerusakan DNA melalui mekanisme yang belum diketahui dan membantu perbaikan DNA dengan menyebabkan penghentian G1 dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut pengawal genom. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-arah menuju transformasi keganasan (Kumar et al., 2007). Universitas Sumatera Utara 11 Hubungan antara kelainan genetik yang mendasari dengan kejadian keganasan menimbulkan dugaan tentang mekanisme selain onkogen dan gen penekan tumor yang bertangggung jawab terhadap karsinogenesis. Anak dengan kelainan perbaikan DNA seperti xeroderma pigmentosum, sindrom Bloom, dan anemia Fanconi mempunyai resiko meningkat untuk menderita keganasan. Demikian pula, anak dengan berbagai status imunodefisiensi, seperi sindrom Wiskott-Aldrich atau imunodefisiensi terkait-X kongenital, mempunyai keganasan limfoid yang berkembang dengan kecepatan yang nyata lebih tinggi daripada anak normal. 2.2.3. Kanker pada Anak Kanker pada anak berbeda dengan dewasa dalam sifat, penyebaran, dan prognosis. Kanker pada anak secara garis besar berupa keganasan limfohematopoetik (seperti leukemia limfoblastik akut, limfoma) tercatat sekitar 40%, keganasan sistem saraf pusat sekitar 30% serta embrional dan sarkoma tercatat sekitar 10%. Sebaliknya, tumor epitel pada organ seperti paru, payudara, usus besar, dan prostat lebih sering terjadi pada usia dewasa. Pada dewasa dimana kecenderungan terjadi kanker meningkat sebanding dengan meningkatnya usia sedangkan pada anak kecenderungan terjadinya kanker meningkat pada anak usia dini dan remaja (Lootick, 2007). Keganasan pada anak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tumor solid nonhematologi dan keganasan hematologi. Tumor solid nonhematologi terdiri dari osteosarkoma, tumor-tumor pada sistem saraf pusat, neuroblastoma III dan IV, tumor Wilms III dan IV, rabdomiosarkoma, Ewing’s sarcoma dan sebagainya. Keganasan hematologi terdiri dari acute lympocytic leukemia, acute myelocytic leukemia, non-Hodgkin’s lymphoma dan Hodgkin’s disease. 2.2.4. Faktor pencetus kanker pada anak Perkembangan dari kebanyakan kanker melibatkan faktor lingkungan maupun genetik. Namun, kanker pada anak cenderung berasal dari jaringan yang Universitas Sumatera Utara 12 tidak langsung terpajan dengan lingkungan. Hal ini menunjukan bahwa faktor hospes mungkin lebih penting dibandingkan dengan faktor lingkungan. Tabel 2.2. Faktor Lingkungan Pemicu Kanker Penyebab Kanker Agen fisik Radiasi pengionisasi Leukemia, tiroid, payudara Radiasi ultraviolet Melanoma, sel basal dan sel gepeng dalam seroderma pigmentosum Agen Kimia Rokok, tembakau Paru, orofaring, laring Dietilstilbestrol Karsinoma vagina pada anak perempuan Asbestos Mesotelioma Androgen Hepatoma Obat alkilasi Leukemia Obat imunosupresan Limfoma Aflatoksin Karsinoma hati Vinil klorida Angiokarsinoma hati Fenitoin Limfoma Fenitoin prenatal Neuroblastoma Siklofosfamid Kanker kandung kemih, leukemia Alkohol (janin sindrom alkohol) Neuroblastoma Benzen Leukemia Kloramfenikol Leukemia Besi intramuskular Sarkoma pada tempat injeksi Agen mikrobiologik Hepatitis B, C Karsinoma hati Human Immunodeficiency Virus Sarkoma kaposi, limfoma Schistosoma haematobium Karsinoma kandung kemih Clonorsis sinensis Kanker saluran empedu Universitas Sumatera Utara 13 Virus Ebstein-Barr Limfoma Burkitt Afrika, karsinoma nasofaring Papillomavirus Kanker serviks Virus limfotropik-T manusia I Limfoma sel T Virus monyet 40 Tumor pleksus koroid Sumber: Crist et al., 2000 Tabel 2.3. Faktor Genetik Pemicu Kanker Kelainan Kanker Keterangan Sindrom Kromosomal Kromosom 11p—(delesi) Tumor Wilms Berkaitan dengan aniridia sporadik anomali dengan urogenital, retardasi mental Kromosom 13q—(delesi) Retinoblastoma Berkaitan retardasi malformasi dengan mental , skeletal, dominan autosomal atau mutasi baru sporadik Trisomi 21 Leukemia limfositik Mempunyai atau nonlimfositik resiko 15 kali dibandingkan orang normal Sindrom Klinefelter (47, Kanker XXY) tumor payudara, sel induk ekstragonad Disgenesis gonad Gonadoblastoma Gonad harus dibuang XO/XY Trisomi 8 Preleukemia Sindrom Noonan Schwannoma Monosomi 5 atau 7 Sindrom mielodisplasia Infeksi berulang dapat mendahului neoplasia Universitas Sumatera Utara 14 Fragilitas DNA Xeroderma pigmentosum Kanker kulit sel basal Resesif autosomal dan gepeng Anemia fanconi Leukemia Resesif autosomal Sindrom Bloom Leukemia, limfoma Resesif autosomal Ataksia-telangiektasia Limfoma, leukemia Resesif autosomal Sindrom nevus displastik Melanoma Dominan autosomal Sindrom immunodefisiensi Sindrom Wiskott-Aldrich Limfoma, leukemia Imunodefisiensi, resesif terkait-X Imunodefisiensi terkait-X Limfoma Virus (Sindrom ducan) adalah Epstein-Barr agen yang mendorong Agamaglobulinemian Limfoma, leukemia Imunodefisiensi Leukemia, limfoma Imunodefisiensi, terkait-X Imunodefisiensi gabungan berat resesif terkait-X Lain-lain Neurofibromatosis 1 Neurofibroma, glioma, Dominan autosom optik, neuroma Hemokromatosis Hepatoma sirosis Retinoblastoma Sarkoma Peningkatan resiko keganasan sekunder 1020 tahun kemudian. Sumber: Crist et al., 2000. 2.2.5. Malnutrisi pada Anak penderita Kanker Malnutrisi merupakan suatu gangguan yang berhubungan dengan status nutrisi, termaksud defisiensi asupan nutrisi (gizi kurang), gangguan metabolisme, dan gizi lebih (American Society for Parenteral and Enteral Nutrition Board of Universitas Sumatera Utara 15 D Directors, 19995). Dalam m karya tulis ini, malnutrrisi didefinissikan sebagaai defisiensi aasupan nutriisi (gizi kuraang). Penyyebab malnuutrisi pada peenderita kankker bukanlahh merupakan n penyebab ttunggal melaainkan menccakup beberapa faktor, yyaitu (1) Inteeraksi komppleks antara eenergi dan metabolisme m e substrat, (22) Komponenn hormonal dan inflamaasi, dan (3) G Gangguan pada p komppartemen metabolik. m H ini mem Hal mpercepat mobilisasi, ooksidasi darii substrat ennergi dan kehhilangan prottein tubuh (B Bauer et al., 2011). G Gambar 2.1.. Patogenesiss Malnutrisi (Tsang et al., 1997, dalaam Sala et al., a 2004) 22.2.5.1.Efek k Metabolik k pada pengoobatan kanker Penggobatan yangg digunakann dalam pennanganan kaanker pada anak a dapat m mengakibatkkan efek sisttemik yang lluas yang daapat memperrberat gejala dari tumor iitu sendiri. Kombinasi dari pengobbatan radioteerapi, obat-oobatan kemo oterapi dan ooperasi, yanng biasa diggunakan dalam mengobbati kanker ppada anak, khususnya ppenyakit-pen nyakit yang beresiko tinggi. Universitas Sumatera Utara 16 Radioterapi, biasa digunakan dalam terapi leukemia dan tumor otak, diketahui dapat mengakibatkan kerusakan organ fokal. Diare dan malabsorbsi dengan kehilangan cairan dan elektrolit dapat terjadi sebagai efek samping dari dilakukannya radiasi pada daerah abdomen dan pelvis. Radiasi pada daerah kepala dan leher mungkin memiliki efek yang sama dalam mengakibatkan kerusakan pengecapan, mengunyah dan fungsi menelan. Status nutrisi juga dapat dipengaruhi oleh intervensi pembedahan yang bergantung pada lokasi tumor dan luasnya daerah reseksi. Proses digestif, ingesti, absorbsi dan utilisasi merupakan proses yang kompleks. Gangguan pembedahan dengan terganggunya proses menelan, penurunan reserve lambung, atau penurunan panjang intestinal dapat mengakibatkan penurunan pemasukan oral sama seperti absorbsi nutrisi. Agen-agen kemoterapi diketahui dapat mengakibatkan anorexia, dengan atau tanpa nausea dan muntah, enteritis dengan malabsorpsi dan diare, mukositis dan konstipasi. Persepsi pengecapan juga mengalami gangguan pada pasien kanker yang menerima kemoterapi; fenomena ini dapat mengakibatkan anoreksia dan penurunan intake makanan. Tabel 2.4. Efek Samping pada Penggunaan Agen Kemoterapi pada Anak penderita Kanker Toksisitas Agen Kemoterapi Target Pengobatan Alkylating agents Mechlorethamine Penyakit Hodgkin Mual dan (nitrogen mustard) mukositis Cyclosphosphamide Limfoma, Mual dan muntah, Plebitis, muntah, sistitis, leukemia, sarkoma, retensi cairan, jantung (Dosis neuroblastoma Ifosfamide Melphalan Sarkoma, tinggi) sel Mual dan muntah, sistitis, renal, germinal jantung (dosis tinggi) Rabdomiosarkoma, Mual dan muntah, mukositis, sarkoma, diare (dosis tinggi) Universitas Sumatera Utara 17 neuroblastoma, leukemia (Dosis tinggi) Lomustine, Tumor otak, Mual dan carmustine limfoma, penyakit pulmonari (CCNU, BCNU) Hodgkin Busulfan CML, muntah, renal, leukemia Pulmonari, Mual dan Muntah, (HSCT) mukositis, hepatik (Dosis tinggi) Cisplatin Testikular, germinal sel Mual dan muntah, renal lainnya, tumor otak, osteosarkoma, neuroblastoma Carboplatin Tumor otak, sel Mual dan muntah, hepar germinal, neuroblastoma, sarkoma Dacarbazine Neuroblastoma, Mual dan muntah, flulike sarkoma, Penyakit syndrome, hepar Hodgkin Temozolomide Mual dan Muntah Procarbazine Tumor Tumor otak otak, Mual dan muntah, ruam, Penyakit Hodgkin mukositis Leukemia, Mukositis, ruam, hepar, renal Antimetabolites Methotrexate limfoma, osteosarkoma Mercaptopurine Leukemia (6MP) CML) (ALL, Hepar, mukositis Universitas Sumatera Utara 18 Thioguanine Leukemia (ALL, Mual dan muntah, mukositis, AML) Cytarabine (Ara-C) hepar (VOD) Leukemia, limfoma Mual dan muntah, mukositis, gastrointestinal, flulike syndrome, okular, kulit (Dosis tinggi) Fluorouracil (5FU) Karsinoma, tumor Mukositis, Mual dan muntah, hepar diare, kulit, okular, jantung Antitumor antibiotics Doxorubicin Leukemia (ALL, Mukositis, Mual dan muntah, (adriamycin), ANLL), daunomycin, tumor solid limfoma, diare, jantung idarubicin Mitoxantrone Leukimia (ALL, Mukositis, mual dan muntah, ANLL), limfoma warna biru pada urin, vena, sklera, kuku Bleomycin Limfoma, Paru, kulit, demam, mukositis, testikular, sel Raynaud’s, mual dan muntah germinal lainnya Dactinomycin Sarkoma Wilm (actinomycin-D) Mual dan muntah, mukositis, hepar (VOD) Plant products Vincristine Leukemia (ALL), SIADH, hipotensi, konstipasi limfoma, tumor solid Vinblastine Histiositosis, Mukositis penyakit Hodgkin, testikular Etoposide Leukemia ANLL), (ALL, Mual dan muntah, mukositis, limfoma, hipotensi, leukemia sekunder, Universitas Sumatera Utara 19 neuroblastoma, sarkoma, diare (dosis peroral) tumor otak Teniposide Leukemia (ALL) Mual dan muntah, mukositis, hipotensi Topotecan Irinotecan Neuroblastoma, Diare, mukositis, mual dan rabdomiosarkoma muntah, ruam, hepar Rabdomiosarkoma Diare, mual dan muntah, hepar, dehidrasi, ileus Other agents Corticosteroid Leukemia, (prednisone, limfoma, Peningkatan tumor centripedal methylprednisolone, otak osteoporosis, dexamethasone, hipertensi, decardon) tumbuh, nafsu makan, obesity, miopati, pankreatitis, diabetes, gagal gangguan penyembuhan luka Asparaginase Leukemia (ALL), Pankreatitis, hepar limfoma, All-trans-Retinoic acid Retinoic Acute (ATRA, promyelocytic tretinoin) (Peningkatan miopati, leukemia acid gagal berat badan, respiratory distress, jantung cheilitis, syndrome dan kulit ginjal), kering, peningkatan trigliserida 13-cis-Retinoic acid Penyakit residual cheilitis, mulut kering, nyeri (isotretionin, neuroblastoma tulang dan sendi, peningkatan accutane) minimal trigliserida, peningkatan Ca2+ Imatinib (gleevec) mesylate Kromosom Ph + Mual dan muntah, lelah, hepar CML Sumber: Bechard et al., 2008. Universitas Sumatera Utara 20 2.2.5.2. Efek Metabolik pada kanker Keberadaan kanker mengakibatkan beberapa perubahan penting pada metabolisme makronutrien dan gangguan metabolik yang dapat mengganggu keseimbangan energi. Efek metabolik sangat bervariasi dan tergantung pada tipe dan ukuran tumor, protokol pengobatan kemoterapi, faktor individu, dan status nutrisi. Terdapat beberapa nutrien yang mengalami gangguan metabolisme, yaitu: 1. Karbohidrat Pergeseran metabolik multipel dalam homeostasis glukosa mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah pada kanker. Hal ini termaksud peningkatan glukoneogenesis. Peningkatan konversi laktat menjadi glukosa mungkin disebabkan oleh peningkatan produksi laktat pada tumor-tumor tertentu. Hal ini diikuti dengan resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa sehingga menyediakan substrat yang cukup bagi tumor yang siap untuk dimetabolisme dalam kondisi aerobik dan anaerobik. 2. Lemak Perubahan multipel dalam metabolisme lemak pada kanker termasuk peningkatan pemecahan asam lemak bebas, peningkatan oksidasi asam lemak bebas, peningkatan pemecahan gliserol, lipolisis yang meningkat, dan penurunan laju lipogenesis. Faktor yang memobilisasi lemak telah didapati dalam urin pasien penderita kanker kaheksia dan menunjukan bioaktivitas dengan mengisolasi adiposit murine. 3. Protein Kanker sering dihubungkan dengan respon fase akut profil darah dengan sintesis yang rendah dari albumin, prealbumin dan transferin, dan peningkatan laju sintesis protein C-reaktif, fibrinogen dan ferritin. Beberapa tumor seperti kanker hepatoseluler menunujukan laju pemecahan protein yang sangat cepat dan meningkatkan degradasi protein. Peningkatan pemecahan protein otot memobilisasi asam amino yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor sama seperti bahan bakar Universitas Sumatera Utara 21 gllukoneogeneesis. Peninggkatan pemeecahan prottein pada anak a yang menderita m kaanker munggkin berhubbungan denggan penuruunan kadar in nsulin-like growth g factoor-1 (IGF-1), dan insulin-like growth factor biinding protein. Pada passien lain, pennurunan sinttesis protein otot skelet merupakan m haal utama yaang penting. Walaupun mekanismenya belum diiketahui secaara pasti, kehilangan prootein dalam otot skelet merupakan m haal yang seriing ditemukkan pada keeganasan daan hal ini merupakan m masalah m dalam m pertumbuhhan anak. 4. Siitokin Sitokin proinflamasi p i yang biasaanya berhubbungan denggan kanker kaaheksia adallah TNF, IL L-6, dan IL L-1. Sitokin--sitokin ini diproduksi olleh makrofaag dan limfosit sebagaai respon hhost terhadaap kanker. Peemberian TNF T kepadaa manusia menunjukann gejala sepperti pada kaanker kaheeksia yaituu peningkaatan pemeccahan asam m lemak, peeningkatan pemecahan p gliserol, dann peningkataan pemecahhan seluruh prrotein tubuhh. TNF dann IL-6 mennghambat lipoprotein lipase dan meningkatkan m n lipolisis. Gambar 2.2. Efek E Metabolit pada Kaanker (Suskind et al., 1993 dalam Saala et al., 2004) Universitas Sumatera Utara 22 2.2.6. Epidemiologi malnutrisi pada anak penderita tumor solid dan anak penderita keganasan hematologi Kejadian kanker pada anak di United States selama tahun 2000 — 2003 adalah 16,4 kasus per 100.000 anak dibawah 18 tahun. Keganasan yang paling sering terjadi pada anak adalah leukemia limfositik akut diikuti dengan tumor pada otak dan sistem saraf pusat (Bechard et al., 2008). Pada penelitian Garofalo et al. pada tahun 2005 dari 59 anak yang menderita keganasan hematologi didapati 15 anak mengalami malnutrisi yaitu sekitar 25,4% sedangkan dari 68 anak yang menderita tumor solid nonhematologi didapati 30 anak yang mengalami malnutrisi yaitu sekitar 44,1%. Beberapa data mengidentifikasikan malnutrisi berhubungan dengan tipe, tingkat, dan status metastasis dari penyakit dan juga efek toksisitas dari terapi kanker. Secara umum, terdapat dua klasifikasi pasien dengan resiko tinggi dan resiko sedang untuk terjadinya malnutrisi, dan faktor resiko terjadinya obesitas akibat terapi kanker (Bauer et al., 2011). Tabel 2.5. Jenis-jenis tumor yang berhubungan dengan malnutrisi pada pasien onkologi anak. Resiko Tinggi Malnutrisi Tumor solid tahap lanjut Resiko Sedang Resiko Tinggi Akumulasi Malnutrisi Lemak Tumor solid Leukemia limphoblastik akut nonmetastasis yang menerima irradiasi kranial - Tumor Wilms Leukemia Kraniofaringeoma limphoblastik akut nonkomplikasi - Neuroblastoma III Remisi penyakit Keganasan dengan pemakaian dan IV yang berat selama kortikosteroid dosis tinggi dan mendapat terapi berkepanjangan atau obat-obat Universitas Sumatera Utara 23 perawatan lain yang memicu peningkatan penumpukan lemak tubuh - Rabdomiosarkoma Irradiasi kranial atau abdomen Sarkoma Ewing Meduloblastoma Multipel leukemia kambuh dan limfoma Tumor kepala dan leher Paska Transplantasi sel induk Tumor diencephalik Sumber: Bauer et al., 2011. Universitas Sumatera Utara