penggunaan ramuan herbal sebagai feed additive untuk

advertisement
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
PENGGUNAAN RAMUAN HERBAL SEBAGAI FEED
ADDITIVE UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANS
BROILER
LAILY AGUSTINA
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Kampus Tamalanrea Km 10 Makassar
ABSTRAK
Penelitin ramuan herbal pada broiler untuk mengetahui efek penggunaannya sebagai feed additive
terhadap performans dan menguji kemampuan daya hambat antibakteri yang dikandung dalam ramuan herbal
tersebut. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap 3 (tiga) dosis ramuan herbal P0 (0 ml per liter air
minum); P1 (2.5 ml per liter air minum) dan P2 (5 ml per liter air minum) dengan 5 (lima) ulangan dan setiap
unit perlakuan terdiri dari 5 (lima) ekor DOC. yang dipelihara sampai umur 35 hari. Parameter performans
yang diukur meliputi: konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, rasio efisiensi protein,
persentase karkas dan persentase lemak abdominal. Disamping itu dilakukan uji daya hambat antibakteri
terhadap 3 (tiga) jenis bakteri yaitu Staphylococus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa
serta analisis kolesterol yang terkandung dalam darah ayam. Berdasarkan hasil dan pembahasan, disimpulkan
bahwa ramuan herbal mengandung antibakteri, mampu menurunkan kadar kolesterol darah dan bobot badan
tertinggi diperoleh pada pemberian 2.5 ml ramuan herbal per liter air minum.
Kata kunci: Ramuan herbal, Additive, performans broiler
PENDAHULUAN
Ramuan herbal telah sejak dahulu dikenal
oleh masyarakat Indonesia sebagai obat
maupun untuk memperbaiki metabolisme.
Laporan ilmiah popular menunjukkan bahwa
penggunaan berbagai bahan ramuan herbal
untuk manusia juga ampuh menekan berbagai
penyakit pada ternak, namun fakta ilmiah
belum banyak mengungkapkannya. Perbaikan
metabolisme melalui pemberian ramuan herbal
secara tidak langsung akan meningkatkan
performans ternak melalui zat bioaktif yang
dikandungnya. Dengan demikian ternak akan
lebih sehat karena memiliki daya tahan tubuh
yang lebih baik, dan menurut pengamatan
peternak aroma daging dan telur ayam yang
diberi jamu tidak amis dibandingkan dengan
ayam yang tidak diberi jamu (ZAINUDDIN dan
WAKRADIHARDJA, 2001).
Kunyit mengandung minyak atsiri yang
dapat memberi efek anti mikroba dan
kurkumin sebagai anti inflamasi, meningkatkan
kerja organ pencernaan (HADI dan SIDIK, 1992;
HADI, 1996 serta WINARTO, 2003). ROSTIANA
et al. (1989) menyatakan bahwa kunyit
mengandung kurkuminoid dan minyak atsiri,
sedangkan menurut SIDIK (1988), aktifitas
biologis kunyit berspektrum luas diantaranya
antioksidan, antibakteri dan hipokolesteremik,
mempunyai
sifat
kolagogum
(peluruh
empedu), sehingga dapat meningkat-kan
penyerapan vitamin A, D, E dan K (SANGAT
dan RUMANTYO, 1989). Kandungan minyak
atsiri dalam kencur telah digunakan untuk
mengobati infeksi saluran nafas atas (HEYNE,
1991) dan berperan sebagai penambah nafsu
makan (AFRIASTINI, 2004 dan HERDJOKO,
2005), belimbing wuluh dapat memperbanyak
pengeluaran cairan empedu (WIJAYAKUSUMA
dan DALIMARTHA, 2001). Sirih berfungsi
sebagai antiseptik, antioksidan dan fungisida,
sedangkan minyak atsiri yang terkandung
mampu melawan beberapa bakteri gram positif
dan gram negatif (MOELJANTO dan MULYONO,
2003 serta MARWATI et al., 1995). Demikian
pula dengan temulawak (HADI dan SIDIK, 1992
serta HADI, 1996), bawang putih mengandung
alisin berfungsi sebagai antibiotik alami yang
sanggup
membasmi
berbagai
mikroba
(SYAMSIAH dan TAJUDDIN, 2005), minyak
atsirinya mengan-dung daya antiseptika
(SUNDARI et al., 1992) serta menyembuhkan
berbagai jenis penyakit (HERNANI dan
47
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
temu kunci,
YULIANI, 1992), kemangi,
lengkuas, temu hitam bawang merah,
bengkuang, sereh dan jahe merupakan ramuan
herbal yang dapat dijadikan sebagai obat
tradisional karena mengandung berbagai zat
bioaktif (SASTROAMIDJOJO, 2001).
Pada era globalisasi produk pangan yang
mengandung antibiotik akan ditolak, karena
adanya persyaratan harus bebas residu
antibiotik dan pestisida. Disamping itu
konsumen menginginkan produk ayam dengan
kandungan lemak sedikit, karena adanya
kecenderungan penduduk dunia semakin
mengurangi konsumsi lemak untuk menghindari penyakit degeneratif seperti penyakit
darah tinggi dan jantung koroner. Telah diteliti
bahwa kurkumin dapat meningkatkan ekskresi
asam empedu dan kolesterol (HADI dan SIDIK,
1992 serta HADI, 1996). Hasil penelitian
SAENAB et al. (2006) menunjukkan pemberian
jamu cenderung meningkatkan persentase
karkas akibat pembentukan daging dada pada
ayam yang diberi jamu lebih tinggi dari pada
perlakuan kontrol.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji
daya hambat antimikroba yang terkandung
dalam ramuan herbal terhadap 3 (tiga)
mikroorganisme yang mewakili (sebagai
penelitian pendahuluan) dan mengukur jumlah
kolesterol dalam darah broiler serta mengukur
performans broiler yang mendapat berbagai
level penggunaan ramuan herbal. Target yang
ingin dicapai adalah mengetahui kemampuan
daya hambat antibakteri yang terkandung
dalam ramuan herbal terhadap mikroorganisme dan level optimal penggunaan ramuan
herbal untuk menekan kematian tanpa
memakai obat antibiotik serta menghasilkan
performans yang terbaik termasuk penurunan
kadar kolesterol darah.
MATERI DAN METODE
Materi dan metode penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas
Peternakan Universitas Hasanudin selama 2
(dua) bulan dari Desember 2005 sampai
Februari 2006. Materi menggunakan DOC
broiler sebanyak 75 ekor, terdiri dari 3 (tiga)
perlakuan yaitu PO (tanpa ramuan herbal
dalam air minum), P1 (2.5 ml ramuan herbal
per liter air minum), P2 (5 ml ramuan herbal
per liter air minum) dengan 5 (lima) ulangan
dan setiap unit perlakuan terdiri dari 5 (lima)
ekor. Penelitian menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan data hasil penelitian
dianalisis dengan sidik ragam, selanjutnya
perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji BNT (GASPERSZ, 1991).
0.25 kg tiap bahan dicuci sampai bersih diiris tips
kemudian dihaluskan (blender)
Masukkan dalam jerigen 20 liter sampai penuh
1 liter molases + 1 liter EM 4 + air sumur
untuk
mengencerkan molases
Campur homogen dan tutup rapat
Fermentasi selama 2 minggu sampai tidak terbentuk gas.
Gas yang terbentuk selama proses dikeluarkan dengan membuka
tutup jerigen, setelah itu ditutup rapat kembali
Ramuan herbal disaring
Simpan dalam keadaan anaerob ditempat sejuk
dan siap untuk digunakan
Gambar 1. Prosedur pembuatan ramuan herbal
48
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Parameter yang diukur adalah: kemampuan
daya hambat antibakteri yang terkandung
dalam ramuan herbal terhadap mikroorganisme
yang diuji, konsumsi pakan, pertambahan
bobot badan, konversi pakan, rasio efisiensi
protein persentase karkas, kadar lemak
abdominal dan kadar kolesterol darah serta
mortalitas.
Komposisi pakan terdiri dari jagung
kuning, bungkil kedele, tepung ikan, tepung
tulang, minyak kelapa, CaCO3, mineral BR
dan garam, dengan kadar protein 22.54% dan
energi metabolis 3002 Kkal per kg pakan.
Bahan ramuan herbal yang digunakan terdiri
dari: kencur, temu kunci, lengkuas, jahe,
kunyit, bawang merah, bawang putih,
bengkuang, daun sirih, sereh, belimbing wuluh,
kemangi, temulawak dan temu hitam, masing
–masing terdiri dari 0.25 kg, molasses 1 liter,
EM-4 1 liter dan air sumur sampai seluruhnya
berjumlah 1 (satu) jerigen berkapasitas 20 liter.
Semua bahan difermentasi secara anaerob
sampai tidak terbentuk lagi gas dan kemudian
disaring, selanjutnya disimpan dalam keadaan
anaerob (Gambar 1).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh penggunaan ramuan herbal
terhadap 3 (tiga) strain bakteri yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa menunjukkan bahwa ketiga
bakteri dapat dihambat oleh antibakteri yang
terkandung dalam ramuan herbal yang diuji.
Hasil uji daya hambat antibakteri dalam
ramuan herbal terhadap bakteri Staphylococus
aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji daya hambat antibakteri dalam ramuan herbal terhadap bakteri Staphylococus aureus,
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa (mm)*
Strain bakteri
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Volume bahan
(ul)
20
10
20
10
20
10
Daya hambat (mm)
I
12
7
11
8
8
-
II
12
7
11
8
8
-
*BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN (2006)
Volume bahan ramuan herbal yang lebih
banyak (20 ul) memiliki daya hambat lebih
kuat dari pada volume yang lebih rendah (10
ul), akan tetapi untuk Pseudomonas aeruginosa
dengan volume 10 ul bahan, antibakteri yang
terkandung dalam ramuan herbal tidak mampu
menghambat pertumbuhannya. Daya hambat
antibakteri pada volume bahan 20 ul dari yang
terkuat berturut-turut adalah Staphylococcus
aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa. Ketiga strain bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit pada ternak unggas,
seperti tertera pada A handbook of DIAGNOSIS
and THERAPY for the VETERINARIAN (1979),
bahwa Staphylococcus dan Escherichia coli
dapat menyebabkan infeksi pada kantong telur
dan Escherichia coli juga menyebabkan
pericarditis, infeksi saluran pernafasan,
peritonitis dan salpingitis. Pseudomonas
aeruginosa dapat menyebabkan penyakit
sekunder pada hewan yang sakit dan
menimbulkan penyakit pada hewan yang
mengalami stress.
Semakin banyak volume bahan yang
digunakan dalam pengujian, maka antibakteri
yang terkandung juga semakin tinggi. Adanya
zat kurkumin bersifat antibakteri dalam
temulawak menyebabkan adanya daya hambat
antibakteri yang cukup kuat dalam ramuan
herbal (WINARTO, 2003 dan MAHENDRA,
2005); dan dapat digunakan sebagai obat
antibakteri
pada
saluran
pencernaan,
sedangkan minyak atsiri bersifat antibakteri
(HADI, 1996), demkian pula adanya berbagai
kombinasi ramuan herbal seperti sirih
(MOELJANTO dan MULYONO, 2003); bawang
49
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
putih (SYAMSIAH dan TAJUDIN, 2005); bawang
merah (RAHAYU dan BERLIAN, 2004); sereh
(SARWONO, 2002); kunyit berfungsi
mematikan kuman mengandung komponen
kurkuminoid yang mempunyai efek antibakteri
cukup kuat terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif serta kencur mengandung
antibakteri (ANONIM, 2005 dan MAHENDRA,
2005).
Jadi berdasarkan hasil pengujian daya
hambat antimikroba dalam ramuan herbal yang
diteliti dapat direkomendasikan sebagai feed
additive untuk ternak broiler.
Perlakuan pemberian ramuan herbal tidak
memberi pengaruh yang nyata pada konsumsi
pakan, konversi pakan, rasio efisiensi protein,
persentase karkas dan persentase lemak
abdominal (Tabel 2). Namun ditinjau dari
aspek biologis konsumsi pakan dan rasio
efisiensi protein serta konversi pakan terbaik
pada perlakuan 2.5 ml per liter air minum.
Diduga zat bioaktif dalam ramuan herbal yang
sangat tepat dosisnya dalam kombinasi ramuan
dan adanya efek dari kombinasi bahan yang
bersifat saling melengkapi (sparing effect),
berefek positif terhadap beberapa parameter
performans.
Tabel 2. Rataan konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, rasio efisiensi protein,
persentase bobot karkas dan persentase lemak abdominal broiler dengan pemberian ramuan herbal
perekor selama penelitian
Parameter
P0
419,0
256,0a
1,63
2,71
69,1
2,1
140
Konsumsi paka (gram/ekor/minggu)
Pertambahan bobot badan (gram/ekor/minggu)
Konversi pakan
Rasio efisiensi protein
Persentase karkas (%)
Lemak abdominal (%)
Total kolesterol (mg per dl)*
Perlakuan
P1
415,5
278,8b
1,49
2,93
67,1
2,6
125
P2
404,5
254,2a
1,59
2,78
68,3
2,6
111
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P <0,05)
Sumber: *BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN (2006)
Pertambahan bobot badan tertinggi
diperoleh pada perlakuan P1 (P <0,05), hal ini
dapat disebabkan karena selain mengandung
antibiotik, ramuan herbal juga mengandung
minyak atsiri dan kurkumin yang berperan
meningkatkan kerja organ pencernaan,
merangsang dinding empedu mengeluarkan
cairan empedu dan merangsang keluarnya
getah pankreas yang mengandung enzim
amilase,
lipase
dan
protease
untuk
meningkatkan pencernaan bahan pakan
karbohidrat, lemak dan protein (WINARTO,
2003 dan SASTROAMIDJOJO, 2001). Antibakteri
akan dapat melisiskan racun yang menempel
pada dinding usus, sehingga penyerapan zat
nutrisi menjadi lebih baik, sebagaimana
mekanisme kerja antibiotik sebagai growth
promotant.
Total kolesterol darah menurun seiring
dengan meningkatnya pemberian dosis ramuan
herbal dalam air minum P0 (140 mg per dl), P1
50
(125 mg per dl) dan P2 (111 mg per dl). Kunyit
dan temulawak mempunyai aktivitas kolagoga
(AFIFAH, 2003). Meningkatnya produksi dan
sekresi empedu, bila masuk kedalam
duodenum dan banyak ekskresi asam empedu,
maka kolesterol keluar bersama feses,
menyebabkan kolesterol darah dan tubuh
menurun karena kolesterol merupakan salah
satu bahan baku empedu. WIDODO (2002)
menyatakan bahwa dalam ramuan herbal
khususnya temulawak dapat memetabolisir
lemak tubuh, demikian pula HADI dan SIDIK
(1992) serta SANGAT dan RUMANTYO (1989)
menyatakan bahwa temulawak dan kunyit
dapat menurunkan kadar kolesterol, juga
bersifat hipokolesteremik (ROSTIANA et al.,
1989), hal ini diperkuat oleh ATMOMARSONO
dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro, bahwa
terjadi penurunan lemak karkas dan lemak
abdominal, kolesterol darah, kolesterol daging
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
dada dan kolesterol daging paha dibanding
dengan ayam yang tanpa menggunakan ransum
tepung kunyit (ANONIM, 2004).
Jumlah kematian pada perlakuan PO
sebanyak 2 ekor dan pada perlakuan P1 dan P2
tidak terdapat kematian. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan ramuan herbal
akan meningkatkan daya tahan tubuh karena
mengandung zat bioaktif, dan salah satu bahan
(temulawak dan temu ireng) dalam ramuan
herbal yang digunakan, diduga mengandung
zat yang dapat memperbaiki kerja system
hormonal khususnya metabolisme karbohidrat
dan memetabolisir lemak dalam tubuh
(WIDODO, 2002), disamping itu kandungan
antibiotik yang dikandung oleh ramuan herbal
meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah
pertumbuhan parasit seperti cacing gelang dan
kremi.
Hasil uji serologi BALAI SEROLOGI WATES
YOKYAKARTA pada awal Agustus 2005
menunjukkan bahwa jamu mengandung
senyawa yang dapat melemahkan virus flu
burung sehingga terbentuk antibody (SINAR
HARAPAN, 29 Agustus 2005). Demikian pula
data emperis pada peternakan kemitraan di
Maros yang dilakukan pada tahun 2005,
menunjukkan bahwa ayam yang diberi ramuan
herbal dari penelitian, ini dapat ditekan jumlah
kematiannya dibanding dengan yang tidak
diberi ramuan herbal. Disamping itu
penggunaan obat antibiotik tidak lagi diberikan
kecuali vitamin (DATA PRIBADI PS MARANNU,
2005)
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan disimpulkan
bahwa:
Ramuan herbal mengandung antibakteri
yang dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa dan menekan jumlah kematian
broiler. Penggunaan ramuan herbal pada level
2.5 ml per liter air minum dapat memberi
pengaruh terbaik terhadap pertambahan bobot
badan. Ditinjau dari aspek biologis, level
ramuan herbal sebanyak 2.5 ml per liter air
minum cenderung memperbaiki konsumsi
pakan, konversi pakan maupun rasio efisiensi
protein.
SARAN
Perlu penelitian lebih mendalam mengenai
kemampuan daya hambat ramuan herbal
terhadap jenis mikroba penyebab penyakit
pada unggas terutama dalam menanggulangi
penyebaran penyakit flu burung.
DAFTAR PUSTAKA
AFIFAH, E. dan T. LENTERA. 2003. Khasiat dan
Manfaat Temulawak. Rimpang Penyembuh
Aneka Penyakit. Cetakan l. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
AFRIASTINI, J. J. 2004. Bertanam Kencur. Penebar
Swadaya, Jakarta.
ANONIM. 2004. Kunyit Turunkan Kadar Lemak
Broiler. SUARA MERDEKA, Kamis 7 Oktober
2004.
http://www–Suara
Merdeka.Com/
harian/04 10/ 07/kol. 20 hlm, Semarang.
ANONIM. 2004. Kunyit dan Jahe, Natural Antibiotic
untuk Broiler. http www. Poultry Ina. com
modules.php name =News& fik = arbec & sid
= 879.
ANONIM. 2005. Terapi Herba, Buah, Sayuran Flu
Burung dan Demam Berdarah. Cetakan
Pertama. Majalah Flona PT Samindra Utama,
Jakarta.
ANONYMOUS. 1979. The Merck Veterinary Manual
A Handbook of Diagnosis and Theraphy for
the Veterinarian. Fifth Edition. Merck and Co.
Inc., U.S.A.
GASPERSZ, V. 1991. Metode Perancangan
Percobaan. CV. Armico, Bandung.
HADI. S. dan SIDIK. 1992. Pengobatan Hepatitis
dengan Fitofarmaka. Simposium Nasional
Hepatitis, Yokyakarta.
HADI. S. 1996. Khasat Fitofarmaka pada Hepatitis.
Simposium Hepatitis dalam Rangka HUT ke
50 Fakultas Kedokteran UGM, Yokyakarta.
HERDJOKO, S. U. 2003. Ditemukan Jamu Penangkal
Flu Burung. Copyright@Sinar Harapan. http//
www sinarharapan co.id/berita/0508/29/sh05.
Hml.
HERNANI dan S. YULIANI. 1992. Peranan Sirih
sebagai Obat Tradisional. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia. Prosiding Seminar Sirih 1991.
Kelompok KERJA Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia. Vol 1 no 1 :13.
51
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
HEYNE, K. 1991. Tumbuhan Berguna. Jilid 1. Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
MAHENDRA, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat
Ampuh. Cetakan 1. Penebar Swadaya, Jakarta.
MARWATI, T., S. YULIANI dan C. WINARTI. 1995.
Manfaat makan sirih bagi kesehatan gigi dan
mulut. Prosiding Simposium Penelitian Bahan
Obat Alami Vlll. Perhimpunan Peneliti Bahan
Obat Alami (Perhipba) kerjasama dengan
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
(Balitro). Bogor. Hal 263 – 268.
MOELYANTO, R. D. dan MULYONO. 2003. Khasiat
dan Manfaat Daun Sirih, Obat Mujarab dari
Masa Kemasa. Agromedia Pustaka, Jakarta.
RAHAYU, E. dan N. BERLIAN. 2004. Bawang Merah.
Penebar Swadaya, Jakarta.
ROSTIANA, O., E. A. HADAT dan TARYONO. 1989.
Evaluasi dan pemanfaatan plasma nuftah
kunyit. Simposium Tanaman Industri Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri. Bogor.
SAENAB, A. B. BAKRIE, T. RAMADHAN dan
NASRULLAH. 2006. Pengaruh pemberian jamu
terhadap kualitas karkas ayam buras. Buletin
Ilmu Peternakan dan Perikanan. Fakultas
Peternakan
Universitas
Hasanuddin,
Makassar. Vol X(2) :133 – 143.
SANGAT, H. dan RUMANTYO. 1989. Etnobotani
Kunyit (Curcuma domestica Val). Kongres
Nasional Biologi lX. Universitas Andalas,
Padang.
SARWONO. 2002. Jamu untuk Ternak. Penebar
Swadaya, Jakarta.
52
SASTROAMIDJOJO, S. 2001. Obat Asli Indonesia.
Cetakan keenam. Dian Rakyat, Jakarta.
SIDIK. 1988. Tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat
sebagai hepatoprotektor. Makalah Simposium
dan Diskusi Panel Hepatitis, Penanggulangan
serta Pemanfaatan Tumbuhan Obat sebagai
Hepatoprotektor. Universitas Padjadjaran,
Bandung.
SYAMSIAH, I. S. dan S. TAJUDIN. 2005. Khasiat dan
Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami.
Cetakan lV. Agromedia Pustaka, Jakarta.
SUNDARI, S. KOENSOEMARDIJAH dan NUSRATINI.
1992. Minyak atsiri daun sirih dalam pasta
gigi stabilitas fisik dan daya antibakteri. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia. Vol 1 no 1.
WIDODO, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas
Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian
Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.
WIJAYAKUSUMA, H. M. H. dan S. DALIMARTHA.
2001. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan
Darah Tinggi. Penebar Swadaya, Jakarta.
WINARTO, W. P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
ZAINUDDIN, D dan E. WAKRADIHARDJA. 2001.
Racikan ramuan tanaman obat dalam bentuk
larutan jamu dapat meningkatkan kesehatan
hewan serta produktifitas ternak ayam buras.
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
XIX. April 2001. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Bogor.
Download