BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Interaksi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar
Interaksi adalah suatu pertukaran ide secara verbal atau timbal balik lainnya
antara orang perseorangan, perseorangan dengan kelompok, dan antara kelompok
dengan kelompok untuk saling mempengaruhi dalam proses belajar mengajar
(Surakhmad, 2003). Proses belajar mengajar merupakan proses interaksi
komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan (Arifin,
2003). Interaksi dalam proses belajar mengajar tidak hanya menyatakan hubungan
guru dengan siswa atau siswa dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif.
Interaksi edukatif merupakan proses interaksi yang disengaja, sadar akan tujuan
untuk mengantarkan siswa ke arah kedewasaanya (Surakhmad, 2003). Interaksi
dalam proses belajar mengajar melibatkan metode kerja kelompok. Metode ini
bertujuan agar siswa dapat bekerjasama membahas dan memecahkan masalah.
Agar terjadi interaksi belajar mengajar yang baik, ada beberapa faktor yang
harus dipenuhi, yaitu dasar-dasar interaksi belajar mengajar yang terdiri dari:
1.
Interaksi bersifat edukatif.
2.
Dalam interaksi terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sebagai hasil
belajar mengajar.
3.
Peranan dan kedudukan yang tepat dalam proses interaksi belajar mengajar.
4.
Interaksi sebagai proses belajar mengajar.
9
10
5.
Sarana kegiatan proses belajar mengajar yang tersedia, yang membantu
tercapainya interaksi belajar mengajar secara efektif dan efisien.
Menurut Piaget (Dahar, 1988) peranan guru dalam interaksi belajar
mengajar antara lain:
1.
Sebagai fasilitator, yaitu menyediakan situasi-situasi yang dibutuhkan
individu untuk belajar.
2.
Sebagai pembimbing, yaitu memberikan bimbingan siswa dalam interaksi
belajar, agar siswa mampu belajar dengan lancar dan berhasil secara efektif
dan efisien.
3.
Sebagai motivator, yaitu memberikan dorongan semangat agar siswa mau dan
giat belajar.
4.
Sebagai organisatoris, yaitu mengorganisasikan kegiatan belajar siswa
maupun guru.
Interaksi belajar mengajar ditandai pula oleh adanya aktifitas siswa, sebab
pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku,
jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktifitas. Itulah
sebabnya aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam
interaksi belajar-mengajar (Sardiman, 2009).
Lingren (Usman, 1995) menggambarkan pola keaktifan siswa dalam
interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya. Beliau
mengemukakan lima jenis interaksi antara guru dan siswa (Gambar 2.1), antara
lain:
11
a.
Pola Guru-Murid
Pola guru-murid menggambarkan komunikasi sebagai aksi (satu arah).
Artinya, kegiatan belajar mengajar didominasi oleh guru.
b.
Pola Guru-Murid-Guru
Pola guru-murid-guru menggambarkan komunikasi sebagai interaksi. Pada
pola ini ada balikan (feedback) bagi guru, tetapi tidak ada interaksi antar
siswa.
c.
Pola Guru-Murid-Murid
Pada pola guru-murid-murid, ada balikan bagi guru dan siswa saling belajar
satu sama lain.
d.
Pola Guru-Murid, Murid-Guru, Murid-Murid
Pola guru-murid, murid-guru, murid-murid menggambarkan komunikasi
sebagai transaksi (multi arah). Pada pola ini terjadi interaksi optimal antara
guru dengan murid, dan antara murid dengan murid.
e.
Pola Melingkar
Pada pola melingkar, setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan
jawaban atau pendapat, tidak diperkenankan berbicara dua kali apabila
setiap siswa belum mendapat giliran.
12
S
S
S
S
G
G
S
S
S
S
(1)
(2)
S
S
S
S
S
S
G
G
G
S
S
(3)
S
S
S
S
(4)
(5)
Keterangan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pola guru-murid
Pola guru-murid-guru
Pola guru-murid-murid
Pola melingkar
Pola guru-murid, murid-guru, murid-murid
G
= Guru
S
= siswa
Gambar 2.1 Jenis-jenis Interaksi Belajar Mengajar
Hasil belajar pola guru-murid, murid-guru, murid-murid (Gambar 2.1
bagian 5) diperoleh dari saling berbagi informasi antar teman dan antar kelompok.
Siswa belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang
13
terlibat dalam kegiatan belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman
bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman
belajarnya. Pola interaksi antar siswa dalam kelompok digambarkan oleh Hamner
(Indrawijaya, 1986). Hamner mengemukakan lima jenis interaksi tersebut seperti
yang tampak pada Gambar 2.2.
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
(1)
(2)
S
S
S
S
S
(3)
S
S
S
S
S
(4)
(5)
Keterangan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pola Lingkaran
Pola Y
Pola Roda
Pola All Channel
Pola Rantai
Gambar 2.2 Jenis-jenis Interaksi antar Siswa dalam Kelompok
14
Pola-pola interaksi siswa dengan kelompoknya sesuai dengan pola interaksi
menurut Hamner (Indrawijaya, 1986) yang mengelompokkan pola komunikasi
terpusat dan pola komunikasi tersebar. Pola roda, pola rantai, dan pola Y
dikategorikan ke dalam pola komunikasi terpusat, sedangkan pola lingkaran dan
pola all channel dikategorikan ke dalam pola tersebar.
B.
Peranan Interaksi Belajar dalam Model Pembelajaran Two Stay Two
Stray (TSTS)
Model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Kagan (1992) dan dapat
digunakan dengan teknik kepala bernomor. Teknik ini dapat digunakan untuk
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie,2002).
Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap
anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender,
dan karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggungjawab hasil
kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1990) mengatakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar
dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.
Potensi siswa di kelas muncul akibat adanya kondisi dimana siswa bisa bertanya
tidak hanya pada guru tetapi juga pada teman sekelompok maupun lintas
kelompok. Sehingga siswa dapat terbantu lewat interaksi dengan teman sejawat,
sebagai output dari adanya ketergantungan positif yang menjadi salah satu konsep
15
dasar pembelajaran kooperatif. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung
pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan
mereka untuk mengutarakan pendapat mereka (Lie, 2002).
Johnson dan Johnson (1975) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
menuntut siswa lebih dekat secara psikologis dengan siswa lain, mendiskusikan
bahan pelajaran dengan siswa lain atau berbagi bahan pelajaran diantara siswa.
Model pembelajaran TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Metode ini pun
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran dan membangun
keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar melalui mengajar. Sehingga siswa dilatih untuk
berbagi dan tidak hanya mampu bekerja secara individu. Adapun tahap-tahap pada
model pembelajaran TSTS adalah :
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok (empat orang).
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya masing-masing dan bertamu ke dua kelompok lainnya sesuai
dengan alur pada Gambar 2.3.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas untuk membagikan hasil
diskusi dan informasi kelompok mereka kepada tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok asalnya dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok yang dikunjunginya.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
16
A1
A2
A3
A4
A3
A4
B3
C3
C1
C2
B1
B2
B3
B4
B4
C3
C4
C4
Gambar 2.3
Alur Kunjungan Siswa Tamu pada Model Pembelajaran TSTS
Menjelaskan merupakan pemberian informasi secara lisan yang diorganisasi
secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara yang
sudah dialami dan yang belum dialami, antara generalisasi dengan konsep, antara
konsep dengan data, atau sebaliknya (Djamarah, 2005). Berdasarkan tahapan
pembelajaran TSTS dapat ditemukan pola interaksi yang menggambarkan pola
keaktifan siswa dalam interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa yang
lainnya menurut Usman (1995), dan pola komunikasi yang terjadi antara siswa
dalam kelompoknya menurut Hamner (Indrawijaya, 1986).
Melalui model pembelajaran TSTS, siswa dikondisikan aktif mempelajari
bahan diskusi atau hal yang akan dilaporkan karena setiap siswa memiliki peran
dan tanggung jawab untuk mempelajari bahan tersebut bersama kelompok ketika
menjadi ‘tamu’ maupun ‘tuan rumah’. Dengan demikian, pengetahuan dan
wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik diskusi itu sehingga
kemampuan berinteraksi siswa dapat ditingkatkan (Rizal, 2011).
17
C.
Metode Pembelajaran Ekspositori
Metode pembelajaran ekspositori adalah metode pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru
kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal. Killen (Sanjaya, 2006) menanamkan strategi ekspositori
ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung, karena dalam strategi ini materi
disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut menemukan materi.
Sanjaya (2006) juga mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran ekspositori
merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru
(teacher centered approach).
Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori. Pertama, strategi
ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal. Artinya
bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh
karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah. Kedua, biasanya
materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi yang
tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran
adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses
pembelajaran siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara
dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan (Sanjaya, 2006). Salah
satu kelemahan metode ceramah adalah membuat suasana kelas monoton
(Munthe, 2009).
18
D.
Tinjauan Materi Senyawa Hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang hanya tersusun atas unsur
karbon dan hidrogen. Berdasarkan jenis ikatan antara karbon dengan karbon lain
yang terdapat pada rantai karbon, senyawa hidrokarbon dibagi menjadi dua yaitu
hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Hidrokarbon jenuh adalah
hidrokarbon yang memiliki ikatan tunggal pada rantai karbonnya, misalnya
senyawa-senyawa alkana. Hidrokarbon tidak jenuh adalah hidrokarbon yang
memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya, misalnya senyawa-senyawa
alkena dan alkuna. Atom karbon dapat membentuk tiga jenis ikatan, yaitu:
a. Ikatan tunggal
Kelompok senyawa hidrokarbon yang hanya memiliki ikatan tunggal
dinamakan alkana.
C
C
Contoh: C2H6
b. Ikatan rangkap dua
Kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap dua dinamakan
alkena.
C
C
Contoh: C2H4
c. Ikatan rangkap tiga
Kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap tiga dinamakan
alkuna.
C
C
Contoh: C2H2
19
1. Alkana
Alkana adalah hidrokarbon alifatik jenuh. Alkana merupakan senyawa
hidrokarbon jenuh yang seluruh ikatannya tunggal. Sebagai hidrokarbon jenuh,
alkana memiliki jumlah atom H yang maksimum. Alkana mempunyai rumus
umum CnH2n+2, adapun deret homolog alkana berdasarkan jumlah atom C dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Deret Homolog Alkana
Jumlahatom C (n)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rumus molekul
CH4
C2H6
C3H8
C4H10
C5H12
C6H14
C7H16
C8H18
C9H20
C10H22
C11H24
C12H26
Nama Alkana
Metana
Etana
Propana
Butana
Pentana
Heksana
Heptana
Oktana
Nonana
Dekana
Undekana
Dodekana
a. Tata nama Alkana
1.
Tentukan rantai C terpanjang sebagai rantai utama. Bila terdapat dua atau
lebih rantai terpanjang harus dipilih yang mempunyai cabang terbanyak.
2.
Beri nomor rantai utama. Atom C ujung yang paling dekat alkil (cabang)
diberi nomor terkecil 1,2,3 dan seterusnya.
3.
Lingkari cabang-cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil
(metil, etil, propil, dan seterusnya) dengan simbol R.
20
4.
Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih
sehingga cabang/ alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor
terkecil.
5.
Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali dengan
diberi awalan (di=2,
(di=2 tri=3, tetra=4, penta=5 dan
an seterusnya).
6.
Alkil-alkil
alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil-etil-isobutil
(butil
isobutil-isopropilmetil-propil-sekunderbutil
sekunderbutil-tersierbutil).
b. Penulisan Nama Alkana
A
(posisi + nama cabang/alkil (urut abjad))) + nama rantai utama
CH3
Contoh :
3-etil-2,5-dimetil
metilheptana
C2H5
Warna merah : posisi
CH CH
CH3
CH2
CH
CH3
CH2
CH3
Warna hijau : nama alkil
Warna biru : jumlah alkil
Warna hitam : rantai utama
Contoh :
Cara penulisan nama IUPAC (International Union Of Pure and Applied
Chemistry) suatu senyawa
1.
2,2,4-trimetilheksana
21
2.
CH3
CH2
1CH
2CH
3
2
CH3
3CH
4CH
5CH
3-etil-4-metilheksana
2
6CH
3
3-etil-4-metilheksana
Penomoran sama dari kedua ujung, tetapi karena etil ditulis lebih dulu dari
metil, maka penomoran harus dimulai dari ujung kiri.
c. Gugus Alkil
Gugus alkil adalah alkana yang telah kehilangan satu atom H. Gugus alkil
mempunyai rumus umum CnH2n+1. Beberapa rumus struktur gugus alkil dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Beberapa Rumus Struktur dan Nama Gugus Alkil
Gugus alkil
Nama alkil
Metil
CH3
CH3
CH2
Atau C2H5
CH3
CH2
CH2
CH3
CH2
CH2
Etil
AtauC3H7
CH2
Propil
atau C4H9
Butil
2. Alkena
Alkena merupakan hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan ikatan rangkap
dua (-C=C-). Kelompok alkena mempunyai rumus umum CnH2n, adapun deret
homolog alkena berdasarkan jumlah atom C yang dimilikinya dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
22
Tabel 2.3 Deret Homolog Alkena.
a. Tata nama Alkena
lkena
1. Tentukan rantai C terpanjang yang mengandung ikatan rangkap sebagai
rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih
yang mempunyai cabang terbanyak.
2. Beri nomor rantai utama. Atom C ujung yang paling dekat dengan ikatan
rangkap diberi
beri nomor terkecil, 1,2,3 dan seterusnya.
3. Posisi ikatan rangkap ditunjukan dengan angka didepan rantai alkena.
alkena
4. Lingkari cabang-cabang
cabang cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil
(metil, etil, propil,
propil dan seterusnya) dengan simbol R.
5. Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih
sehingga cabang/ alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor
terkecil.
6. Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali dengan
diberi awalan (di=2,
(di=2 tri=3, tetra=4, penta=5 dan seterusnya).
23
7. Alkil-alkil
alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil-etil-isobutil
(butil
isobutil-isopropilmetil-propil-sekunderbutil
sekunderbutil-tersierbutil).
b. Penulisan Nama Alkena:
Alkena
( posisi + nama alkil (urut abjad)) + posisi ikatan rangkap + nama alkena
C2H5
CH3
C
CH3
C
3-etil-2,5-dimetil
metil-2-heptena
CH2
CH
CH3
CH2
CH3
Warna merah : posisi
Warna hijau : nama alkil
Warna biru : jumlah alkil
Warna hitam : rantai utama
3. Alkuna
Alkuna merupakan hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan
rangkap tiga (-C≡C-).
). Nama alkuna sesuai dengan nama alkana dengan mengganti
akhiran –ana menjadi –una. Alkuna mempunyai rumus umum CnH2n-2, adapun
deret homolog alkuna
na berdasarkan jumlah atom C yang dimilikinya dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Deret Homolog Alkuna
Deret Alkuna
24
a. Tata nama Alkuna
Aturan tata nama alkuna menurut aturan IUPAC sama seperti pada alkana atau
alkena. Nama alkuna diturunkan dari nama alkana yang sesuai dengan
mengganti akhiran -ana menjadi -una. Tata nama alkuna bercabang sama
seperti pemberian nama alkena.
1. Tentukan rantai C terpanjang yang mengandung ikatan rangkap sebagai
rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih
yang mempunyai cabang terbanyak.
2. Beri nomor rantai utama. Atom C ujung yang paling dekat dengan ikatan
rangkap diberi nomor terkecil, 1,2,3 dan seterusnya.
3. Posisi ikatan rangkap ditunjukan dengan angka didepan rantai alkuna.
4. Lingkari cabang-cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil (metil,
etil, propil) dan seterusnya dengan simbol R.
5. Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih
sehingga cabang/ alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor
terkecil.
6. Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali dengan
diberi awalan (di=2, tri=3, tetra=4, penta=5 dan seterusnya).
7. Alkil-alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil-etil-isobutil-isopropilmetil-propil-sekunderbutil-tersierbutil).
b. Penulisan Nama Alkuna:
( posisi + nama alkil (urut abjad)) + posisi ikatan rangkap + nama alkuna
25
5-etil-6-metil-3-heptuna
C2H5
CH3
CH
CH3
CH
C
C
CH2
CH3
Warna merah : posisi
Warna hijau : nama alkil
Warna biru : jumlah alkil
Warna hitam : rantai utama
Download