bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sebagian besar pembangunan di segala bidang memerlukan tanah, baik sebagai
tempat untuk membangun maupun sebagai faktor produksi, yang pengadaan dan
pemanfaatannya dengan berwawasan lingkungan, antara lain dilaksanakan melalui
penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah. Pada lokasi-lokasi tertentu
penataan kembali tersebut akan efisien jika dilaksanakan melalui Konsolidasi Tanah,
sebagai perwujudan keinginan membangun “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan
untuk masyarakat” (Anonim A, 2008, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Konsolidasi
Tanah di Indonesia Jilid 1, Badan Pertanahan Nasional).
Perkembangan di wilayah Kota Semarang baik dalam hal kependudukan
maupun infrastruktur semakin tumbuh dengan pesat sehingga akan mempengaruhi
perubahan pola penggunaan dan pemanfaatan tanah. Hal tersebut juga akan
mempengaruhi berbagai aspek dari suatu bidang tanah, misalnya dalam aspek fisik
dan ekonomi dari suatu bidang tanah. Pembangunan suatu daerah yang tidak
dilakukan dengan baik akan menyebabkan berkembangnya lokasi yang tidak tertata
dengan baik dan pemukiman kumuh dengan lingkungan yang buruk sehingga nilai
tanahnya juga akan menurun. Untuk itu diperlukan penataan ruang dan penatagunaan
tanah agar suatu wilayah dapat tertata dengan baik, yang akan meningkatkan
berdasarkan kualitas lingkungan dan akses terhadap prasarana dan fasilitas umum.
Konsolidasi tanah merupakan salah satu cara penatagunaan tanah dalam suatu
pembangunan.
Konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali
penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Konsolidasi tanah bertujuan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal,
melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah. Sasarannya
1
2
adalah terwujudnya suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan
teratur yang meliputi penataan kembali bidang-bidang tanah termasuk hak atas tanah
dan atau penggunaan tanahnya dengan dilengkapi prasarana jalan, irigasi, fasilitas
lingkungan dan atau fasilitas lainnya yang diperlukan, dengan melibatkan partisipasi
para pemilik tanah dan atau penggarap (Anonim B, 2008, Naskah Akademik
Konsolidasi Tanah, Direktorat Konsolidasi Tanah Badan Pertanahan Nasional).
Sesuai dengan tujuan tersebut maka kegiatan konsolidasi tanah akan menghasilkan
suatu pola penguasaan dan perencanaan penggunaan atau penyelenggaraan
pemanfaatan tanah yang lebih baik. Seluruh kegiatan konsolidasi tanah didasarkan
pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991.
Pelaksanaan proyek-proyek konsolidasi tanah di Indonesia telah dilaksanakan
secara luas di seluruh wilayah tanah air sejak awal tahun 1980an. Penyelenggaraan
kegiatan konsolidasi tanah tersebut telah dilaksanakan terutama untuk tujuan
pengaturan penguasaan tanah-tanah serta pengelolaan penggunaan tanah daripada
untuk peningkatan infrastruktur. Walaupun banyak kegiatan konsolidasi tanah yang
telah dilaksanakan tidak cukup memberikan sumbangan bagi perbaikan lingkungan
perkotaan melalui pembangunan infrastruktur, diperkirakan bahwa unsur-unsur
penting yang perlu dalam sistem pembangunan daerah perkotaan yang maju telah
terpenuhi. Lagipula, pelaksanaan konsolidasi tanah di Indonesia akan ditingkatkan
secara progresif ke arah langkah-langkah yang
lebih berdaya-guna bagi
pembangunan perkotaan dan dikembangkan secara bertahap. Demi kemajuan lebih
lanjut bagi pelaksanaan konsolidasi tanah serta sumbangan yang lebih baik kepada
masyarakat di masa depan, maka sifat dari pelaksanaan konsolidasi tanah yang biasa
perlu dimodifikasi menjadi aspek-aspek sebagaimana mestinya dari suatu
perencanaan kota yang menyeluruh dan suatu prestasi pembangunan perkotaan yang
terpadu (Anonim, 2000, Pedoman Dasar Bagi Proyek K/T & Tata Cara Pelaksanaan
Proyek K/T, JICA Study Team bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional).
Proses pelaksanaan konsolidasi tanah meliputi kegiatan penataan kembali
bentuk, luas, letak, penguasaan dan penggunaan tanah, serta hak atas bidang-bidang
tanah sehingga menjadi lebih tertib dan teratur dilengkapi dengan prasarana dan
fasilitas umum yang diperlukan dengan melibatkan partisipasi para pemilik tanah
secara langsung. Penataan ini menghasilkan bidang-bidang tanah yang mempunyai
3
akses terhadap prasarana dan fasilitas umum/sosial yang dibangun (Anonim C, 2009,
Penyusunan Pedoman Desain Konsolidasi Tanah, Direktorat Konsolidasi Tanah
Badan Pertanahan Nasional).
Desa Ngadirgo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Mijen,
Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah yang merupakan daerah pelaksanaan
Konsolidasi Tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang. Pemilik tanah Desa
Ngadirgo merupakan warga yang semula menempati areal sepanjang rel kereta api
Stasiun Poncol dan (daerah longsor) Deliksari Kelurahan Sukorejo, Kecamatan
Gunungpati, yang pada tahun 1996 oleh Walikota Semarang bekerja sama dengan
Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) direlokasi ke Dukuh Kuripan, Kelurahan
Ngadirgo (dh. Wonolopo), Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Pelaksanaan
konsolidasi tanah di Desa Ngadirgo ini dilakukan karena adanya dukungan dari
pemerintah daerah dan instansi terkait dan sudah dilaksanakan pada tahun 2012. Atas
dasar uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahanperubahan yang terjadi setelah pelaksanaan konsolidasi tanah berdasarkan aspek fisik
dan aspek ekonominya.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Seberapa besar perubahan luas, bentuk, jumlah, dan letak bidang yang
terjadi sebelum dan setelah pelaksanaan konsolidasi tanah berdasarkan
identifikasi desain konsolidasi tanah.
2. Seberapa besar perubahan harga tanah yang terjadi sebelum dan setelah
pelaksanaan konsolidasi tanah.
I.3. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian adalah di Desa Ngadirgo, Kecamatan Mijen, Kota
Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
4
2. Parameter yang dievaluasi pada aspek fisik adalah luas, bentuk, jumlah, dan
letak bidang pada keadaan sebelum dan setelah pelaksanaan konsolidasi
tanah.
3. Parameter yang dievaluasi pada aspek ekonomi adalah nilai tanah pada
keadaan sebelum dan setelah pelaksanaan konsolidasi tanah.
I.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi
setelah kegiatan konsolidasi tanah dilakukan pada Desa Ngadirgo, Kecamatan Mijen,
Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dilihat dari aspek fisik berupa perubahan luas,
bentuk, jumlah, dan letak bidang, serta aspek ekonomi berupa perubahan nilai tanah.
I.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diketahui hasil pelaksanaan konsolidasi tanah di Desa Ngadirgo,
Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dari aspek fisik
dan ekonominya.
2. Sebagai pedoman untuk peninjauan pelaksanaan konsolidasi tanah pada
daerah lainnya.
I.6. Tinjauan Pustaka
Utami (2012), telah melakukan penelitian tentang “Evaluasi Desain
Konsolidasi Tanah di Dusun Kragilan dan Rogoyudan Desa Sinduadi Sleman”.
Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah
konsolidasi tanah di Dusun Kragilan dan Rogoyudan, Desa Sinduadi, Kecamatan
Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses analisis yang
dilakukan menggunakan software ArcGIS 10 dengan perhitungan luas yang
dilakukan menggunakan fitur Calculate Geometry, dan proses seleksi data. Hasil
5
penelitiannya menunjukkan terjadinya perubahan luas, bentuk, jumlah, dan letak
bidang serta realisasi akses jalan dengan adanya proses konsolidasi tanah.
Kondatana (2011), telah melakukan penelitian yang berjudul “Tinjauan Peta
Rencana Konsolidasi Tanah Perkotaan Berdasarkan Peta Dasar Pendaftaran Tanah di
Kota Soe Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui
perubahan bentuk dan perubahan luas bidang tanah serta perubahan penggunaan
tanah yang terjadi pada lokasi pelaksanaan konsolidasi tanah. Penelitian tersebut
dilakukan dengan cara meninjau/membandingkan peta rencana konsolidasi tanah
berdasarkan peta dasar pendaftaran tanah. Proses pengolahan datanya dilakukan
dengan menggunakan software ArcView. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi perubahan bentuk dan luas luas persil, serta adanya perubahan penggunaan
tanah.
Laksono (2011), telah melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi
Konsolidasi Tanah di Kelurahan Karang Pule Kecamatan Sekarbela Kota Mataram”.
Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui pemahaman, peranan, dan kepuasan
masyarakat terhadap hasil yang dicapai dalam kegiatan konsolidasi tanah serta untuk
mengetahui perubahan yang terjadi setelah dilakukannya kegiatan konsolidasi tanah
dilihat dari aspek fisik dan aspek ekonomi. Hasil yang diperoleh berupa
dampak/perubahannya pada aspek fisik dan ekonomi, perubahan pada aspek fisik
berupa perubahan luas dan besarnya pergeseran bidang.
Sutopo (2004), telah melakukan penelitian tentang “Tinjauan Peta Pada
Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan di Kota Pekan Baru”. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan peninjauan terhadap peta sebelum dan sesudah kegiatan
konsolidasi tanah hasil pekerjaan Badan Pertanahan Nasional pada konsolidasi tanah
perkotaan. Penelitian dilakukan dengan pengolahan data berupa scanning dan
digitasi untuk mengubah data analog menjadi data digital, kemudian dilakukan
tinjauan/analisis terhadap peta rencana dan peta hasil konsolidasi tanah. Hasil yang
diperoleh berupa keadaan lokasi sebelum dan setelah konsolidasi tanah serta
perhitungan luas persil setelah kegiatan konsolidasi tanah perkotaan. Dari hasil
tersebut, disimpulkan bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah tersebut telah sesuai
dengan sasaran konsolidasi tanah yang terkait dengan (Rencana Umum Tata Ruang
Kota) RUTRK, dan terdapat perbedaan pada peta sebelum dan setelah konsolidasi
6
tanah perkotaaan yaitu berupa perbedaan sistem koordinat yang digunakan,
perbedaan luas, dan perbedaan bentuk persil. Dalam hal perbedaan luas, terdapat
perbedaan perhitungan luas persil hasil penelitian menggunakan software Autocad
Map dengan perhitungan luas dari Badan Pertanahan Nasional.
Pada penelitian ini, secara spesifik akan menganalisis perbandingan luas,
jumlah, dan harga nilai tanah sebelum dan setelah pelaksanaan konsolidasi tanah
dengan data luas sesuai sertifikat. Penelitian dilakukan menggunakan peta sebelum
konsolidasi tanah, peta sesudah konsolidasi tanah, peta zonasi nilai tanah sebelum
konsolidasi tanah, dan peta zonasi nilai tanah setelah konsolidasi tanah yang
diperoleh dari Kantor Pertanahan Kota Semarang.
I.7. Landasan Teori
I.7.1. Konsolidasi tanah
I.7.1.1. Pengertian konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah menurut Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 merupakan kebijaksanaan
pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta
usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan
kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat (Anonim A, 2008, Himpunan Peraturan Pelaksanaan
Konsolidasi Tanah di Indonesia Jilid 1, Badan Pertanahan Nasional).
Paling tidak ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam kebijakan
konsolidasi tanah yang meliputi (Anonim B, 2008, Naskah Akademik Konsolidasi
Tanah, Direktorat Konsolidasi Tanah Badan Pertanahan Nasional):
1. Penentuan lokasi dan inventarisasi obyek konsolidasi tanah.
2. Identifikasi subyek (pemilik dan pemegang hak atas tanah) konsolidasi
tanah.
3. Aspek
kelembagaan
yang
mencakup
prosedur,
pembiayaan kegiatan konsolidasi tanah.
4. Mekanisme penyelesaian sengketa konsolidasi tanah.
mekanisme,
dan
7
I.7.1.2. Tujuan dan sasaran konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah bertujuan
untuk memanfaatkan tanah secara optimal, seimbang, dan lestari dengan
meningkatkan efisiensi penggunaan tanah di wilayah perkotaan dan meningkatkan
produktifitas penggunaan tanah di wilayah pedesaan. Peningkatan yang demikian itu
mengarah kepada tercapainya suatu tatanan penggunaan dan penguasaan yang tertib
dan teratur. Sasaran konsolidasi tanah terutama ditujukan pada wilayah-wilayah
sebagai berikut (Anonim A, 2008, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Konsolidasi
Tanah di Indonesia Jilid 1, Badan Pertanahan Nasional):
1. Wilayah perkotaan:
a. Wilayah pemukiman kumuh.
b. Wilayah pemukiman yang tumbuh pesat secara alami.
c. Wilayah pemukiman yang mulai tumbuh.
d. Wilayah yang direncanakan menjadi pemukiman baru.
e. Wilayah yang relatif kosong di bagian pinggiran kota yang diperkirakan
akan berkembang sebagai daerah pemukiman.
2. Wilayah pedesaan:
a. Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan tetapi belum
tersedia jaringan irigasi.
b. Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi pemanfaatannya
belum merata.
c. Wilayah yang berpengairan cukup baik namun masih perlu ditunjang
oleh pengadaan jaringan jalan yang memadai.
Konsolidasi tanah hakekatnya adalah kebijaksanaan pembangunan daerah,
untuk menata bagian wilayahnya yang tidak teratur menjadi teratur sesuai rencana
Tata Ruang Daerah. Secara operasional, konsolidasi tanah ini digunakan untuk
menata
pertanahan
dalam
rangka
mengakomodasikan
kegiatan-kegiatan
pembangunan baik di perkotaan maupun pertanian/ pedesaan yang menuntut
terwujudnya suatu bidang/persil tanah yang tertib dan teratur sesuai dengan Rencana
Tata Ruang seperti pada kegiatan sebagai berikut (Anonim A, 2008, Himpunan
Peraturan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Indonesia Jilid 1, Badan Pertanahan
Nasional):
1. Di Perkotaan antara lain:
8
a. Pembangunan kawasan permukiman/perumahan baru.
b. Penataan kembali kawasan perumahan/permukiman yang tidak
teratur.
c. Penataan
kawasan
dalam
rangka
pengembangan/penyediaan/
penambahan sarana dan prasarana perkotaan.
d. Pengadaan jalan, pelebaran jalan, pembuatan saluran drainase, dan
lain-lain.
e. Pembangunan kembali kawasan yang mengalami musibah seperti
kebarakaran, banjir, dan gempa bumi.
f. Proyek-proyek pembangunan perkotaan lainnya.
2. Di Pertanian/Perdesaan antara lain:
a. Pembangunan kawasan perkebunan pola plasma.
b. Pengembangan dan perluasan perkebunan rakyat.
c. Pembukaan areal pertanian baru.
d. Penataan, pengadaan, peningkatan sistem pengairan usaha pertanian.
e. Penataan kembali kawasan permukiman dan tanah pertanian di
perdesaan.
f. Proyek-proyek pembangunan di wilayah perdesaan/pertanian lainnya.
Pelaksanaan konsolidasi tanah di lokasi penelitian ini merupakan konsolidasi
tanah non-pertanian/perkotaan, karena (1) merupakan daerah pemukiman baru/mulai
tumbuh, (2) dilakukan pelebaran jalan, pembuatan saluran drainase, dan penambahan
sarana dan prasarana (fasilitas umum) perkotaan, (3) latar belakang beberapa peserta
pemukiman yang dahulu mengalami musibah sehingga direlokasi ke desa Ngadirgo.
I.7.1.3. Pelaksanaan konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan
apabila paling sedikit 85% dari pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi paling
sedikit 85% dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi, telah menyatakan
persetujuannya dalam Surat Pernyataan Persetujuan.
Karena konsolidasi tanah memerlukan koordinasi lintas sektoral sejak
perencanaan hingga pelaksanaannya, maka dibentuk Tim Pengendalian Konsolidasi
Tanah di tingkat Provinsi dan Tim Koordinasi serta Satuan Tugas Pelaksanaan
Konsolidasi Tanah di Tingkat Kabupaten/Kotamadya (Anonim A, 2008, Himpunan
9
Peraturan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Indonesia Jilid 1, Badan Pertanahan
Nasional).
I.7.1.4. Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan (STUP). Sumbangan Tanah
untuk Pembangunan adalah bagian dan obyek konsolidasi tanah yang disediakan
untuk pembangunan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya, serta untuk Tanah
Pengganti Biaya Pelaksanaan. Setiap peserta konsolidasi tanah dikenakan
Sumbangan Tanah untuk Pembangunan yang besarnya ditentukan melalui
musyawarah dengan para pemilik tanah. Peserta konsolidasi tanah yang persil
tanahnya terlalu kecil sehingga tidak mungkin memberikan Sumbangan Tanah untuk
Pembangunan, sumbangan tersebut dapat berbentuk uang yang senilai atau bentuk
lainnya, misalnya tenaga kerja yang dapat dinilai dengan uang.
I.7.1.5. Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP). Tanah Pengganti Biaya
Pelaksanaan adalah bagian dan Sumbangan Tanah untuk Pembangunan yang
diserahkan kepada pihak ketiga dengan pembayaran kompensasi berupa uang yang
dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan pelaksanaan konsolidasi tanah sesuai
dengan Daftar Rencana Kegiatan Konsolidasi Tanah (DRKK).
I.7.1.6. Penyusunan desain konsolidasi tanah dan perhitungan Luas kaveling
baru. Penyusunan desain konsolidasi tanah dimaksudkan untuk merencanakan letak,
bentuk, dan luas kaveling-kaveling baru pada areal konsolidasi setelah dikurangi
dengan sumbangan tanah untuk pembangunan (STUP). Luas masing-masing
kaveling diupayakan agar sesuai dengan hasil perhitungan yang telah disepakati oleh
peserta.
Hasil Desain Konsolidasi Tanah dituangkan dalam peta skala 1:1.000 yang
menggambarkan letak, luas, bentuk, dan batas kaveling perumahan (tanaman pada
Konsolidasi Tanah Pertanian) pada masing-masing blok.
Desain Konsolidasi Tanah meliputi rencana masing-masing kaveling pada blok
yang ada, rencana jaringan jalan, rencana kaveling fasilitas umum/sosial, dan daftar
perhitungan luas masing-masing kaveling menurut jenis peruntukan tanah.
Cara penyusunan desain konsolidasi tanah, sebagai berikut:
10
1. Siapkan peta rincikan/pemilikan tanah semula dan Draft Block Plan serta
Daftar Perhitungan Rencana Luas Peruntukan Tanah yang telah disepakati
oleh peserta.
2. Setelah disepakati oleh peserta, maka Draft Block Plan dan Daftar
Perhitungan Rencana Luas Peruntukan Tanah dijadikan sebagai acuan dalam
penyusunan Desain Konsolidasi Tanah. Peta rincikan semula digunakan
terutama untuk acuan dalam penempatan letak kaveling baru.
3. Mengacu pada daftar perhitungan tersebut, selanjutnya dihitung dan
ditetapkan luas masing-masing kaveling baru yang akan diberikan kepada
peserta setelah dikonsolidasi (setelah dikurangi besar sumbangan untuk
STUP yang telah disepakati peserta). Luas masing-masing kaveling baru
tersebut disajikan dalam suatu Daftar Luas Pemilikan Kaveling baru. Daftar
luas kaveling baru tersebut merupakan pedoman luas dalam merencanakan
kaveling baru pada Desain Konsolidasi Tanah maupun pada saat stakingout/realokasi di lapangan.
4. Perhitungan luas kaveling baru dilaksanakan sebagai berikut:
Besar STUP yang telah dihitung sebelumnya merupakan jumlah
keseluruhan sumbangan yang diperlukan. Besar sumbangan yang dibebankan
pada tiap kaveling sehubungan STUP tersebut perlu dihitung kembali.
Metoda perhitungan tersebut diupayakan agar menempuh cara yang seadil
mungkin sehingga mudah diterima oleh peserta/pemilik tanah. Untuk itu
perlu dipilih metoda yang paling sesuai dengan kondisi pada tiap lokasi.
Sebagai pertimbangan terdapat tiga metoda paling lazim yang digunakan
untuk menghitung beban besar sumbangan tiap kaveling, yaitu:
a. Metoda Luas Tanah.
b. Metoda Nilai Tanah.
c. Metoda Gabungan Luas Tanah dan Nilai Tanah.
Secara umum Metoda Luas Tanah dimaksudkan adalah bahwa besar
sumbangan yang dibebankan pada masing-masing kaveling dihitung dengan
besar persentase yang sama untuk keperluan fasilitas umum/sosial dan TPBP.
Sedangkan besar sumbangan tiap kaveling untuk prasarana jalan bervariasi
dengan mempertimbangkan faktor jalan pada kaveling tersebut. Pada Metoda
11
Nilai Tanah besar sumbangan tiap kaveling dihitung berdasarkan nilai tanah.
Besarnya sumbangan dapat bervariasi, proporsional dengan nilai tanah
masing-masing kaveling sebelum dan sesudah konsolidasi. Nilai tanah
kaveling
sebelum
konsolidasi
dapat
diperhitungkan
dengan
mempertimbangkan antara lain kelas tanah, harga dasar, dan lainnya.
Sedangkan nilai tanah sesudah konsolidasi diperkirakan dengan
menggunakan teknik tertentu. Secara detail metoda perhitungan luas kaveling
baru ini akan disampaikan dalam petunjuk khusus.
5. Setelah Daftar Luas Kaveling Baru selesai dihitung, maka sesuai dengan
luasnya, masing-masing kaveling diletakkan pada masing-masing blok
kaveling di peta Block Plan. Dalam meletakkan kaveling tersebut diupayakan
agar kaveling baru sedekat mungkin letaknya dengan kaveling sebelum
konsolidasi dengan memperhatikan peta rincikan semula.
6. Selain letak kaveling, diperhatikan pula bentuk dan batas kavelingnya.
Bentuk kaveling ideal umumnya memiliki panjang kedalaman minimal 1,5
kali lebar depan jalan. Batas kaveling sebaiknya sampai pada sisi depan atau
sedekat mungkin dengan jalan. Batas kaveling juga harus ditarik selurus
mungkin. (Anonim A, 2008, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Konsolidasi
Tanah di Indonesia Jilid 1, Badan Pertanahan Nasional)
I.7.1.7. Musyawarah tentang rencana penetapan kaveling baru. Setelah dibuat
Desain Konsolidasi Tanah dan perhitungan luas masing-masing peserta, selanjutnya
perlu dilakukan musyawarah kepada peserta untuk lebih meyakinkan bahwa akibat
realokasi kaveling masing-masing peserta setelah dikurangi Sumbangan Tanah untuk
Pembangunan (STUP) akan terjadi perubahan bentuk, luas kaveling baru, dan
kemungkinan terjadi pergeseran letak kaveling masing-masing peserta setelah
dikonsolidasikan.Selain itu akibat pergeseran tersebut dimungkinkan terjadi
pembongkaran baik pagar, bangunan, ataupun tanaman yang ada.
Hasil musyawarah dibuat dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh
anggota Satgas Pelaksana serta beberapa orang wakil dari para peserta. (Anonim A,
2008, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Indonesia Jilid 1,
Badan Pertanahan Nasional)
12
I.7.2. Analisis data
I.7.2.1. Pengertian analisis data. Analisis data adalah suatu kegiatan untuk
meneliti, memeriksa, mempelajari, membandingkan data yang ada dan membuat
interpretasi yang diperlukan. Selain itu, analisis data dapat digunakan untuk
mengindentifikasi ada tidaknya masalah. Kalau ada, masalah tersebut harus
dirumuskan dengan jelas dan benar. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif yang memberikan gambaran dengan jelas makna dari indikator-indikator
yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara indikator yang satu dengan
indikator lain (http://pakguruonline.pendidikan.net/datordik_6.html).
I.7.2.2. Analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah aktivitas intensif yang
memerlukan pengertian yang
mendalam, kecerdikan, kreativitas, kepekaan
konseptual, dan pekerjaan berat. Analisa kualitatif tidak berproses dalam suatu
pertunjukan linier dan lebih sulit dan kompleks dibanding analisis kuantitatif sebab
tidak diformulasi dan distandardisasi (Ahmad Kurnia, 2010, Teknik Analisis Data).
I.7.2.3. Analisis kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian
yang analisisnya secara umum memakai analisis statistik. Berbeda dengan penelitian
kualitatif yang menekankan pada studi kasus, penelitian kuantitatif bermuara pada
survey (Ahmad Kurnia, 2010, Teknik Analisis Data).
I.7.2.4. Penelitian Deskriptif. Metode deskripsi adalah suatu metode dalam
penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomenafenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Fenomena-fenomena
dengan menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentum, sehingga banyak ahli
menamakan metode ini dengan nama survei normatif. Dengan metode ini juga
diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan memilih hubungan antara
satu faktor dengan faktor ang lain. Karenanya metode ini juga dinamakan studi kasus.
Dalam metode ini juga dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan
13
masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antarfenomena
(Anonim, 2012, Teknik Pengolahan Data Analisis Data).
Dalam penelitian ini, analisis dilakukan berdasarkan aspek yang diteliti sebagai
berikut:
1. Aspek fisik, analisis ini bersifat deskriptif kuantitatif dan dilakukan secara:
a. Visual, yaitu dengan melihat tampilan objek pada layar monitor.
b. Tabel, yaitu dengan melihat data spasial yang berupa luas, bentuk,
jumlah, dan letak bidang pada sebelum dan setelah konsolidasi tanah.
2. Aspek ekonomi, analisis ini bersifat kuantitatif dan dilakukan dengan tabel
deskriptif, yaitu dengan membandingkan data atribut yang berupa nilai
tanah dalam tabel pada saat sebelum dan setelah konsolidasi tanah.
I.7.3. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian secara sistemik untuk menentukan atau menilai
kegunaan, keefektifan sesuatu yang didasarkan pada kriteria tertentu dari program.
Evaluasi harus memiliki tujuan yang jelas, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
dalam
program.
Ada
tiga
elemen
penting
dalam
evaluasi
yaitu
(1)
kriteria/pembanding yaitu merupakan ciri ideal dari situasi yang diinginkan yang
dapat dirumuskan melalui tujuan operasional, (2) bukti/kejadian adalah kenyataan
yang ada yang diperoleh dari hasil penelitian, dan (3) penilaian (judgement) yang
dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian (Anonim C, ----,
Evaluasi)
Dalam penelitian ini, evaluasi dilakukan pada aspek fisik dan aspek ekonomi.
Pada aspek fisik, yang dievaluasi berupa perubahan luas, bentuk, jumlah, dan letak
bidang yang terjadi sebelum dan setelah pelaksanaan konsolidasi tanah berdasarkan
prinsip dasar konsolidasi tanah. Sedangkan pada aspek ekonomi, yang dievaluasi
berupa perubahan harga tanah yang terjadi sebelum dan setelah pelaksanaan
konsolidasi tanah.
Download