proposal penelitian - USU-IR

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gula Darah
Kadar gula darah adalah jumlah glukosa yang terdapat didalam darah.
Kadar gula ini juga disebut dengan kadar gula plasma. Kadar gula darah ini diukur
dengan satuan milimol per liter (mmol/L). kadar gula darah normal berkisar antar
4 sampai 8 mmol/L (Campbell, 2008).
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting. Glukosa merupakan bahan
baker dalam tubuh yang dapat dibentuk. Unsur ini diubah menjadi jenis
karbohidrat lain yang merupakan fungsi spesifik, misalnya glikogen untuk
simpanan, ribosa dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu (Sherwood,
2001).
Menurut Sherwood (2001) karbohidrat diklasifikasikan dalam beberapa
bentuk yaitu:
1. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat di hidrolisis menjadi
bentuk yang lebih sederhana lagi. Bentuk monosakarida ini dapat dibagi
lebih lanjut menjadi triosa, tetrosa, pentosa, heksosa, heptosa atau oktosa.
2. Disakarida menghasilkan dua molekul monasakarida yang sama atau
berbeda kalau di hirolisis.
3. Oligosakarida menghasilkan dua hingga sepuluh unit monosakarida pada
hidrolisis
4. Polisakarida menghasilkan lebih dari sepuluh unit monasakarida pada
hidrolisis
Devirat triosa dibentuk dalam proses pemecahan metabolik glukosa
melalui lintasan glikolisis. Devirat triosa, tetrosa dan pentosa, serta gula tujuh
karbon (sedoheptulosa) dibentuk didalam pemecahan glukosa lewat lintasan
pentosa fosfat. Gula pentosa merupakan unsur penting yang membentuk
nukleutida, asam nukleat dan banyak koenzim (Sherwood, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pati dibentuk oleh rantai ά-glikosidat. Senyawa tersebut yang pada
hidrolisis hanya menghasilkan glukosa, merupakan homopolimer yang dinamakan
glukosan atau glukan. Pati merupakan sumber karbohidrat paling penting dalam
makanan dan ditemukan didalam sereal, kentang, legume, serta jenis-jenis sayuran
lain. Dua unsur utama pati adalah amilosa dan amilopekin.Glikogen merupakan
polisakarida cadangan pada tubuh hewan dan manusia (Sherwood, 2001).
2.1.1. Proses Pencernaan Glukosa
Gula sederhana (monosakarida) tidak perlu dicerna sebelum diabsorpsi,
yang biasa berlangsung didalam usus halus. Disakarida dipecah oleh enzim yang
spesifik untuk masing-masing gula, saat disakarida melewati permukaan mukosa
usus halus. Pati matang (yang telah dimasak) dicerna oleh amilase ludah didalam
mulut. Rendah pH lambung mencengah proses pencernaan lebih lanjut, tetapi di
duodenum dan jejunum pH naik dan tersedia amilase pankreas. Amilase ini
menyebabkan pemecahan selang-seling pada ikatan α1-4 dalam pati metah atau
matang. Amilosa terutama didegradasi menjadi maltosa dan maltotriosa serta
dilepaskan sejumlah kecil glukosa. Amilopektin dipecah menjadi oligosakarida,
yang kemudian didegradasi oleh enzim oligosakaridase spesifik yang terikat pada
sel brush border dengan hasil akhirnya adalah glukosa. (Barasi, 2009)
Glukosa dan galaktosa diangkut dari usus halus, melintasi membran apikal
dan memasuki aliran darah dengan mekanisme 2 tahap.
1. Sekelompok protein pengankut glukosa berada pada membran sel. Pada
mulanya glukosa bergerak mengikuti penurunan gradient konsentrasi dari lumen
usus halus menuju sel apikal. Pengakut GLUT-1, yang berkaitan dengan natrium,
memfasilitasi difusi ini.
2. Ion natrium kemudian diangkut keluar secara aktif dari sel apikal. Molekul
glukosa berpindah dari sel apikal menuju aliran darah, mengunakan molekul
pengankut ke 2 GLUT-2 dan difusi yang terfasilitasi (Barasi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Glikogenolisis
Glikogen merupakan bentuk penyimpanan karbohidrat yang utama ditubuh
mamalia dan dijumpai terutama di hati dan otot (Mayes, 2003B).
Di hati, fungsi utama glikogen adalah untuk melayani jaringan tubuh lain
lewat pembentukan glukosa darah. Di otot unsur ini hanya memenuhi kebutuhan
organ itu sendiri sebagai sumber bahan bakar metabolik yang siap dipakai
(Mayes, 2003B).
Glikogen disintesi dari glukosa dan prekursor lainnya lewat lintasan
glikogenesis. Pemecahan terjadi melalui sebuah lintasan terpisah yang dikenal
sebagai glikogenolisis. Glikogenolisis menyebabkan pembentukan glukosa dihati
dan pembentukan laktat di otot yang masing-masing terjadi akibat adanya atau
tidak adanya enzim glukosa fosfatase (Mayes, 2003B).
AMP
siklik
mengintegrasikan
pengaturan
glikoneogenesis
dan
glikogenesis secara timbal balik dengan mendorong aktivitas enzim fosforilase
dan inhibisi enzim glikogen sintase (Mayes, 2003B).
2.1.3. Glukoneogenesis
Glukogenesis merupakan mekanisme untuk mengonvesikan unsur-unsur
nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Proses ini memberikan glukosa
pada tubuh disaat karbohidrat tidak tersedia. Substrat yang penting adalah asam
amino, glukogenik, laktat, gliserol dan propionate (Mayes, 2003C).
Lintasan
glukoneogenesis
yang
ditemukan
dihati
dan
diginjal
memanfaatkan reaksi pada glikolisis yang revesibel tambah 4 reaksi tambahan
untuk menghindari reaksi nonekuilibrium yang irrevesibel. Enzim yang mekatalisi
reaksi tambahan tersebut adalah piruvat karbosilase, fosfoenolpiruvat, fruktosa 1.6
bifosfatase dan glukosa 6 fosfatase (Mayes, 2003C).
Laktat membentuk piruvat yang memasuki mitokodria untuk menjalani
karbosilasi
menjadi
oksaloasetat
sebelum
terjadi
konversi
menjadi
fosfoenolpiruvat yang diikuti dengan biosintesis glukosa di sitosol (Mayes,
2003C).
Universitas Sumatera Utara
Karena glikolisis dan glukoneogenesis mengunakan lintsan yang sama
tetapi berkerja dengan arah yang berlawanan, maka aktivitas keduanya harus
diatur secara timbal balik. Cara ini dicapai dengan 3 mekanisme yang utama yang
mempegaruhi aktivitas enzim-enzim yang penting, yaitu (1) induksi atau represi
sistensi enszim (2) modifikasi kovalen oleh fosfolirasi yang revesibel dan (3) efek
alosterik (Mayes, 2003C).
Sel hati yang dapat dilewati glukosa dengan bebas merupakan utama untuk
mengatur glukosa darah karena sel tersebut mengandung enzim glukokinase
dengan nilai Km yang tinggi, yang secara specifik disesuaikan dengan fungsi
pengeluaran glukosa sesudah makan. Insulin disekresikan sebagai respon
langsung dari hiperglikemia; hormon ini akan membantu hati untuk menyimpan
glukosa dlam bentuk glikogen dan memfasilitasi pengambilan glukosa oleh
jaringan ekstrhepatik.glukagon disekresikan sebagai respon terhadap hipoglikemia
dan mengaktifkan glikogenesis serta glukoneogenesis dihati yang menyebabkan
pelepasan glukosa kedalam darah (Mayes, 2003C).
Enzim-enzim
glukoneogenesis
yang
cacat
akan
menimbulkan
hipoglikemia dan asidosis asam laktat. Penyebab oksidasi asam lemak merupkan
penyebab tambahan adanya gangguan pada glukoneogenesis dan hipoglikemia.
(Mayes, 2003C)
2.2. Olahraga
2.2.1 Exercise dan General Fitness
Fitness adalah suatu kondisi yang dapat secara efektif bekerja dalam
pekerjaannya sehari-hari. Memainkan dan berperan penting dalam kesegaran fisik
yang tidak diketahui. Physical fitness (kesegaran jasmani) dipengaruhi beberapa
factor seperti kekuatan dan daya tahan otot, koordinasi, fleksibilitas dan efesiensi,
organ vital (Fait, 1967).
Pengaruh kekuatan dan daya tahan otot pada kesegaran jasmani sangat
penting melakukan suatu pekerjaan sangat tidak mungkin dilakukan kecuali
seseorang memiliki kekuatan otot untuk melakukan pekerjaan tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
memiliki daya tahan otot untuk melanjutkannya tanpa megalami kelelahan (
fatique) yang bermakna (Fait, 1967).
Pentingnya koordinasi dan fleksibilitas juga dipahami ketika seseorang
menyadari bahwa suatu kemampuan untuk bergerak dengan baik dan efesien
adalah dengan adanya energi. Koordinasi dan fleksibilitas menyebabkan pekerjaan
fisik menjadi lebih muda dan tidak melelahkan (Fait, 1967).
Hal ini dipengaruhi oleh suplai oksigen oleh jantung dan paru-paru ke sel
dan mengangkut sisa-sisa metabolisme sel, kapasitas jantung dan paru-paru untuk
melakukan kegiatan tersebut dikenal dengan daya tahan kardiorespiratorik. Tanpa
adanya daya tahan kardiorespiratorik yang tinggi, pekerjaan fisik tidak akan
bertahan lama secara konsekuen, daya tahan kardiorespiratorik berhubungan
langsung dengan kesegaran jasmani (Fait, 1967).
Pada pekerjaan masyarakat modern yang dibutuhkan kerja fisik manusia
sekarang dilakukan dengan cepat dan efesien oleh mesin. Sebagai contohnya,
kebanyakan orang tidak dapat bergantung pada pekerjaan mereka untuk memberi
mereka latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmani (Fait, 1967).
Program regular olahraga meningkatkan kesegaran dan efesien jasmani
dengan bekerja lebih keras dari biasanya. Ini bukan berarti bahwa pekerjaan
tersebut harus pekerjaan yang ekstra kasar dan berat. Ini berarti pekerjaan tersebut
harus lebih kuat dari pekerjaan yang biasa dilakukan tubuh (Fait, 1967).
Meningkatkan kekuatan fisik menyebabkan timbulnya upaya tuntutan
yang lebih besar dari kerja tubuh yang biasanya secara bertahap. Karena mereka
terpanggil untuk melakukan pekerjaan lebih, mereka menjadi lebih efesien dalam
pelaksanaan kerja masing-masing. Program regular aktifitas fisik memungkin
lebih sehat secara fisik dan efesien tubuh dengan (1) meningkatkan kekuatan dan
ketahan otot (2) mengembangkan korsinasi otot (3) meningkatkan fleksibilitas (4)
meningkatkan kardiorespiratorik (Fait, 1967).
Ventilasi permenit akan meningkat dengan adanya aktifitas otot.
Peningkatan ventilasi
adalah awal yang harus dicapai untuk meningkatkan
volume tidal. Dengan olahraga yang berat, volume tidal mencapai 50 % dari
kapasitas vital dan frekuensi pernapasan akan meningkat 40 sampai 50
Universitas Sumatera Utara
permenit(lihat gambar 2.3). Awal peningkatan ventilasi untuk meningkatkan
pengambilan
oksigen
dengan
peningkatan
ventilasi
yang
lebih
lanjut
mencermikan respon fisiologi untuk mengurangi produksi asam laktat selama
berolahraga. Sistolik, diastolik dan arteri pulmonal utama akan meningkat akan
meningkat seiring dengan peningkatan olahraga. Penurunan PCO2 yang sedikit
dengan olahraga yang ringan dan sedang dan sangat signifikan (serendah
30mmHg) dengan olahraga yang berat, hal ini disebabkan oleh peningkatan
ventilasi yang distimulasi oleh asam laktat(lihat gambar 2.4). Perbedaan PO2 pada
arteri pulmonal pada dasarnya tidak berubah karena adanya perubahan dalam
sirkulasi paru. Agar dapat memenuhi kebutuhan akan oksigen selama berolah raga
maka ada 2 yang utama yang perlu berubah (1) meningkatkan cardiac output
(lihat gambar 2.2) (2) restribusi aliran darah dari organ yang tidak aktif untuk otot
rangka yang aktif (Fox, 1984)(Lihat gambar 2.1).
Gambar 2.1. Physiology of Exercise and Physical Fitness
Sumber: (Fox, Sport Medicine, 1984)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Physiology of Exercise and Physical Fitness
Sumber: (Fox, Sport Medicine 1984)
Gambar 2.3. Physiology of Exercise and Physical Fitness
Sumber: (Fox, Sport Medicine. 1984)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Physiology of Exercise and Physical Fitness
Sumber: (Fox, Sport Medicine 1984)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Metabolic Responses to Exercise in Normal
Sumber: Sport Medicine (Sutton, 1984)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Metabolic Responses to Exercise in Normal
Sumber: (Sutton, Sport Medicine 1984)
Salah satu tujuan berolahraga adalah untuk meningkatkan kekuatan.
Kekuatan otot meningkat ketika otot melakukan suatu pekerjaan yang lebih berat
dari yang biasanya. Jika seseorang mengunakan ototnya lebih keras, seperti
berolahraga basket atau angkat beban yang lebih berat dari sebelumnya, maka otot
akan menjadi lebih kuat (Fait, 1967).
Ukuran otot akan bertambah dengan bertambahnya kekuatan. Otot juga
akan lebih efesien sehingga dapat dipergunakan pada pekerjaan yang lebih sedikit
mengunakan energi. Otot tidak dapat menjadi lebih kuat adalah otot yang terikat.
Tidak mungkin menjadi lebih kuat jika tidak bergerak lebih cepat dari
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Pada kenyataanya, percobaan menunjukan otot-otot lebih kuat adalah
otot-otot yang lebih cepat (Fait, 1967).
Seiring bertambahnya kekutan otot tersebut, kekuatan otot tersebut,
ketahanan otot juga meningkat artinya otot akan bekerja lebih sebelum mengalami
kelelahan. Otot akan bekerja lebih lama karena otot tersebut lebih kuat. Selain itu
olahraga yang teratur dan berat akan membuat otot lebih tahan terhadap cedera
(Fait, 1967).
Otot tidak hanya akan lebih besar dan kuat jika berolahraga. Otot, bahkan
pada saat relaksasi juga akan berkontraksi ringan. Kontraksi parsial ini disebut
tonus. Berolahraga akan meningkatkan tonus otot jika seseorang gagal untuk
berolahraga secara teratur, otot akan menjadi lembek dan kehilangan kekuatanya
untuk berkerja dan berkontraksi secara efisien (Fait, 1967).
Tonus sangat penting dalam menjaga bentuk tubuh. Otot lurus melapisi
abdomen yang disebut dengan musculus rectus rectus abdominis. Dengan
meningkatnya tonus otot, otot menjadi lebih kuat dan menjaga perut tetap datar
dengan demikian membuat pinggang menjadi lebih kecil. Hal ini sering mungkin
untuk mencapai pinggang yang lebih kecil tanpa mengurangi berat badan dengan
latihan otot tersebut (Fait, 1967).
Olahraga akan meningkatkan ukuran, kekutan dan tonus otot. Oleh karena
itu, ukuran lengan, kaki, dan banyak bagian tubuh lain dapat meningkat dengan
berolahraga. Peningkatan akan lebih cepat jika otot berkerja sampai kapasitasnya
(Fait, 1967).
Aktifitas seperti berlari akan meningkatkan ukuran dan kekuatan otot.
Namun kenaikan yang paling cepat dan paling jelas ketika otot dipaksa untuk
menarik, mengangkut atau mendorong yang membutuhkan upaya maximal (Fait,
1967).
Disamping kekuatan dan tonus otot, keterampilan otot dipengaruhi oleh
faktor lain seperti yang diketahui, seseorang yang bermain tennis misalnya, harus
bisa mengunakan otot yang benar pada saat yang benar. Koordinasi berkembang
dengan adanya latihan mengunakan otot yang benar untuk menghasilkan suatu
Universitas Sumatera Utara
keterampilan. Koordinasi dapat menjadi lebih baik dengan berolahraga yang
teratur (Fait, 1967).
2.2.2. Glikolisis
Glikolisis bukan saja merupakan jalur utama bagi metabolisme glukosa
yang menghasilkan produksi asetil-KoA dan oksidasi dalam siklus sitrat, tetapi
juga menjadi lintasan utama bagi metabolisme fruktosa dan galaktosa yang
berasal dari makanan. Salah satu makna biomedis glikolisis menghasilkan ATP
dalam keadaan tanpa oksigen karena lintasan ini memungkinkan otot rangka
bekerja pada tingkat kerja yang sangat tinggi saat oksidasi aerob tidak mencukupi,
dan memungkinkan jaringan yang memiliki kemampuan glikolisis bermakna tetap
bertahan hidup melewati kondisi anoksia (Mayes, 2003A).
Menurut Mayes (2003A) Semua enzim lintasan glikolisis ditemukan dalam
fraksi ekstramitokondria sel yang bersifat larut air, yaitu sitosol. Enzim-enzim ini
mengatalisis berbagai reaksi yang terlibat didalam glikolisis menjadi piruvat dan
laktat adalah sebagai berikut :
Glukosa memasuki lintasan glikolisis melalui fosfolirasi menjadi glukosa
6 fosfat, yang diselenggarakan oleh enzim heksokinase. Meskipun demikian,
dalam sel parenkim hati dan sel pulau langerhans pancreas, fungsi tersebut
dilaksanankan oleh enzim glukokinase, yang aktivitasnya didalam hati dapat
dipicu serta dipengaruhi oleh perubahan status gizi. ATP diperlukan sebagai donor
fosfat, dan seperti reaksi yang melibatkan fosforilasi, ATP beraksi kompleks MgATP. Terminal fosfat berenergi tinggi pada ATP akan digunakan dan
dihasilkanlah ADP. Reaksi ini akan disertai dengan hilangnya energi bebas dalam
jumlah besar sebagai panas dan dengan demikian dalam kondisi fisiologi, reaksi
tersebut bisa dianggap tidak revesibel. Heksokinase dapat dihambat secara
alosterik oleh produk reaksi glukosa 6 fosfat (Mayes, 2003A).
Heksokinase yang pada dasarnya terdpat didalam semua sel ekstrahepatik,
memiliki afinitas tinggi terhadap substratnya, yaitu glukosa. Enzim ini berfungsi
menjamin pasokan glukosa bagi jaringan sekalipun pada konsentrasi glukosa
darah yang rendah, melalui fosforilasi semua glukosa yang masuk kedalam sel,
Universitas Sumatera Utara
dan dengan demikian mempertahankan gradient konsentrasi glukosa yang besar
antara darah dengan lingkungan intrasel. Heksokinase bekerja pada anomer-ά dan
β-glukosa dan juga akan mengatalisis reaksi fosfolirasi jenis-jenis heksosa lain
sekalipun pada kecepatan yang jauh lebih rendah dibandingkan glukosa (Mayes,
2003A).
Glukokinase berfungsi mengeluarkan glukosa dari dalam darah setelah
makan. Berbeda dengan heksokinase, enzim ini mempunyai nilai aktifitas yang
tinggi terhadap glukosa dan bekerja pada konsentrasi glukosa darah diatas 5
mmol/L. merupakan enzim yang spesifik untuk glukosa (Mayes, 2003A).
Glukosa 6 fosfat merupakan senyawa penting yang dijumpai pada titik
temu antara berbagai lintasan metabolik. Dalam glikolisis, senyawa ini diubah
menjadi fruktosa 6 fosfat dengan bantuan enzim fosfoheksosaisomerase, yang
melibatkan reaksi isomerasi aldosa-ketosa. Enzim ini hanya berkeja pada anomerά glukosa 6 fosfat (Mayes, 2003A).
Reaksi ini dikuti oleh reaksi fosforilasi lain dengan ATP, yang dikatalisis
oleh enzim fosfofruktokinase untuk menjadi frukstosa 1,6 bifosfat. Enzim ini yang
aktifitasnya dianggap memiliki peran penting dalam refulasi laju glikolisis
(Mayes, 2003A).
Fruktosa 1,6 bifosfat akan dipecah menjadi dua senyawa triosa fosfat yaitu
gliseraldehid 3 fosfat dan dihirosiaston oleh enzim aldolase (Mayes, 2003A).
Gliseraldehid 3 fosfat dan hidrosiaseton fosfat akan mengalami
interkonvesi dengan bantuan enzim fosfotriosa isomerase. Glikolisis berlangsung
melalui oksidasi gliseraldehid 3 fosfat menjadi 1,3 bifosfogliserat dan karena
aktivitas enzim fosfotriosa isomerase senyawa dihidrosiaseton juga dioksidasi
menjadi 1,3 bifosfogliserat lewat gliseraldehip 3 fosfat (Mayes, 2003A).
Enzim yang bertanggung jawab atas proses oksidasi tersebut yaitu
gliseraldehid 3 fosfat dehidroginase, merupakan enzim yang bertanggung jawab
pada NAD. Akhirnya melalui fosforolisis, ditambahkan fosfat anorganik sehingga
terbentuk 1,3 bifosfogliserat dan enzim bebas dengan gugus –SH yang sudah
dibentuk kembali kemudian dibebaskan. Energi yang dibebaskan selama oksidasi
disimpan melalui pembentukan ikatan sulfur berenergi tinggi dalam posisi 1
Universitas Sumatera Utara
senyawa 1,3 bisfosfogliserat. Fosfat berenergi tinggi ini ditangkap dengan ADP
yang dikatalisis oleh fosfogliserat kinase menyisakan senyawa 3 fosfogliserat.
Pada tahap ini satu molekul glukosa menhasilkan dua molekul ATP (Mayes,
2003A).
Senyawa 3 fosfogliserat yang dibentuk dari reasi diatas diubah menjadi 2
fosfogliserat oleh enzim fosfogliserat mutase. Senyawa 2,3 bifosfogliserat
merupakan intermedieat didalam reaksi ini (Mayes, 2003A).
Tahap berikutnya dikatalisis oleh enzim enolase dan melibatkan dehidrasi
serta pendistribusian energi didalam molekul, menaikan valensi fosfat dari posisi
2 ke status berenergi tinggi, sehingga terbentuk fosfoenolpiruvat. Enolase di
hambat oleh fluorida (Mayes, 2003A).
Fosfat berenergi tinggi pada fosfoenolpiruvat dipindahkan kepada ADP
oleh enzim piruvat kinase sehingga menghasilkan, pada tahap ini, dua molekul
ATP per glukosa teroksidasi. Enolpiruvat yang terbantuk dalam reaksi ini
mengalami konversi menjadi keto piruvat. Peristiwa ini merupakan reaksi
ninekuilibrium yang disertai hilangnya energi bebas dalam jumlah besar sebagai
panas, dan harus dianggap sebagai yang secara fisiologi tidak revesibel (Mayes,
2003A).
2.3. Obesitas
Obesitas merupakan masalah nutrisi di Eropa dan Negara-negara lainya
dengan prevalensi yang berbeda. Pada Konfrensi Internasional Kontrol Berat
Badan pertama telah disimpulkan berat badan ideal atau optimum adalah berat
badan dengan indeks massa tubuh (IMT) 20-25. Hal ini telah dikonfirmasikan
oleh Konferensi Fogarty di Amerika serikat dan oleh British Royal College of
Physicians (Uwaifo, 2009).
Overweight dapat diklasifikan dengan IMT lebih dari 25 (obesitas tingkat
1). IMT dikatas 30 dapat diklasifikasikan sebagai obesitas tingkat 2 dan Garrow
menyatakan obesitas tingkat 3 jika IMT lebih dari 40. Hal ini belum diaplikasikan
secara universal banyak penelitian eropa mengunakan indeks Broca yang lebih
sulit, yaitu berat badan normal (Kg) merupakan hasil dari tinggi badan (cm)
Universitas Sumatera Utara
dikurang 100 dan obesitas jika berat badan 20% blebih besar dari hasilnya
(Uwaifo, 2009).
Pada tahun 1981, penelitian yang lebih konfrehensif di Inggris ditemukan
bahwa perempuan lebih sering menderita obesitas tingkat 2 dan 3 daripada pria.
Prevalesi berubah dengan bertambahnya usia. Wanita lebih sering menderita
overweight pada usia pertengahan (middle age) dan pada usia 60-64 49% wanita
di Inggis mengalami IMT lebih dari 25. Hal yang sama juga terdapat di Norwegia
berdasarkan pengukuran Waaler pada 1.8 juta Norwegia 1963-1975. Di Inggis
rata-rata pria berumur 40 tahun mengalami overweigth. Pada penduduk Norwegia
laki laki rata-rata mengalami 40 tahun juga mengalami overweigth kecuali pada
wanita Norwegia yang lebih tua. Hal yang sama juga terdapat di Austria (Uwaifo,
2009).
2.3.1. Signifikasi Obesitas
Penurunan berat badan menyebabkan penurunan gula darah dan kolesterol
darah oleh sebab itu, kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit jantung koroner. Orang yang kelebihan lemak pada daerah
abdomen (tipe android) daripada orang yang mengalami kelebihan lemak pada
pinggul (tipe ginekoid) hal ini dapat di monitor dengan membandingkan rario
pinggang dan pinggul (Uwaifo, 2009).
Obesitas tidak hanya merupakan penyebab kematian tinggi, tetapi juga
menyebabkan penyakit lainnya. Obesitas pada pria dan wanita beresiko tinggi
terkena Diabetes Melitus dan batu empedu. Pada pria dewasa dengan IMT diatas
30, angka kejadian timbulnya Diabetes Melitus tinggi. Pada wanita resiko
terjadinya
penyakit
pada
kantung
empedu
meningkat
seiring
dengan
bertambahnya usia (Uwaifo, 2009).
Obesitas juga meningkatkan resiko terjadinya penyakit Gout, arthritis dan
beberapa kanker, Hernia dan masalah kulit seiring dengan bertambahnya stress
fisiologi. Selain itu, obesitas juga mengkatkan resiko terjadinya trombosis vena,
infeksi dada dan penyembuhan luka yang kurang sempurna (Uwaifo, 2009).
Obesitas merupakan masalah kesehatan di Amerika dan di negara
berkembang. Prevalensi ini meningkat dengan cepat terutama di negara
Universitas Sumatera Utara
berkembang. Angka
pertumbuhan ini menunjukkan suatu keadaan pandemik
yang harus dicegah untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas (Uwaifo,
2009).
Gambar 2.7. Mekanisme Siklus Lapar dan Kenyang yang Dikontrol oleh
Sistem Saraf Pusat
Sumber: www.emedicine.com (Uwaifo, 2009)
2.3.2. Indeks Massa Tubuh
Obesitas menunjukkan suatu keadaan berlebih dalam penyimpanan lemak
tubuh. Meskipun mirip, istilah overweight menunjukkan keadaan berlebihnya
berat badan bila dibandingkan dengan komposisi tinggi badan. Pria memiliki
lemak tubuh sebanyak 15-20% dari berat tubuh dan wanita memiliki 25-30%.
Oleh karena perbedaan berat badan, maka pada setiap orang jumlah lemak
tubuhnya pun bervariasi (Uwaifo, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Indeks massa tubuh (IMT), yang juga dikenal dengan indeks Quatelet,
lebih sering digunakan untuk mengidentifikasi obesitas daripada persentase lemak
tubuh. IMT sangat erat hubungannya dengan tingkat lemak tubuh. IMT = berat
badan/(tinggi badan)2, dimana berat badan dinyatakan dalam kilogram dan tinggi
badan dalam meter (Uwaifo, 2009).
Persentase lemak tubuh dapat diestimasikan dengan menggunakan
perhitungan Durenberg, yaitu persentase lemak tubuh = 1.2(IMT) + 0.23(umur) 10.8(jenis kelamin) - 5.4, dimana umur dinyakatakan dalam tahun, jenis kelamin
pria dinyatakan 1 dan wanita 0. Perhitungan ini memiliki standar error 4% dan
perhitungan sampai mencapai 80% dari variasi lemak tubuh (Uwaifo, 2009).
Beberapa penulis mendefinisikan obesitas berdasarkan persentase lemak
tubuh. Dikatakan obesitas pada pria jika persentase lemak tubuh lebih dari 25%
dan 21-25% merupakan nilai ambang batas. Pada wanita, persentase lemak tubuh
lebih dari 35% merupakan obesitas dan nilai ambang batasnya adalah 31-35%
(Uwaifo, 2009).
2.3.3. Klasifikasi Obesitas
Meskipun beberapa klasifikasi dan definisi untuk tingkat obesitas telah
diterima, klasifikasi obesitas yang digunakan adalah kriteria World Helath
Organization (WHO) berdasarkan IMT. Berdasarkan kriteria ini, obesitas untuk
dewasa dapat diklasifikasikan menjadi obesitas tingkat 1, 2, dan 3. Overweight
tingkat 1 atau yang sering disebut dengan overweight saja jika IMT 25-29.9
kg/m2. Overweight tingkat 2 atau yang disebut obesitas ringan jika IMT 30-39.9
kg/m2. Overweight tingkat 3 atau yang disebut dengan obesitas berat jika IMT
lebih atau sama dengan 40 kg/m2 (Uwaifo, 2009).
Literatur bedah seing menggunakan klasifikasi yang berbeda untuk
menentukan derajat keparahan obesitas/ jika IMT lebih dari 40 kg/m2 dikatakan
sebagai obesitas berat dengan kriteria IMT 40-50 kg/m2 merupakan obesitas
morbid dan IMT lebih dari 50 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas super (Uwaifo,
2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
klinis
dilakukan
dengan
menggunakan
parameter
antropometrik untuk mengevaluasi orang-orang dengan diabetes. Lingkar
pinggang dan pinggul sangat penting digunakan dalam menentukan estimasi
lemak visceral. Lingkar leher dapat digunakan untuk memprediksi risiko sleep
apnea. Pemeriksaan kulit dilakukan untuk menilai hirsutisme pada wanita, ruam,
akantosis nigrikans dan kemungkinan dermatitis kontak. Pemeriksaan jantung dan
paru-paru dilakukan untuk menyingkirkan adanya kardiomegali dan insufisiensi
pernapasan. Pemeriksan abdomen dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kemngkinan
hepatomegali
(yang
data
disebabkan
oleh
non-alcoholic
steatohepatitis) dan melihat adanya striae. Pemeriksaan ekstremitas dilakukan
untuk melihat ada tidaknya osteoarthritis dan ulserasi.
2.3.5. Etiologi
Etiologi obesitas disebabkan oleh bermacam-macam
faktor
atau
multifaktorial. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor metabolik, genetik, dan
endokrin. Selain itu obesitas juga dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan,
tingkah laku, kebiasaan baik makan dan merokok. Obesitas juga dipengaruhi oleh
faktor umur, jenis kelamin, ras, etnis, budaya, dan psikologi. Kehamilan,
menopause, riwayat diabetes saat hamil, riwayat laktasi juga mempengaruhi
timbulnya obesitas pada seseorang (Uwaifo, 2009).
Salah satu penyebab obesitas adalah resistensi insulin. Resistensi insulin
(IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk
menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati.
Resistensi insulin pada sel-sel lemak mengurangi efek insulin dan mengakibatkan
peningkatan hidrolisis cadangan trigliserida, jika tidak ada langkah-langkah yang
baik untuk meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau dengan memberikan
insulin tambahan. Peningkatan mobilisasi cadangan lipid akan meningkatkan
asam lemak bebas dalam plasma darah. Resistansi insulin pada sel-sel otot
mengurangi ambilan glukosa (serta menurunkan penyimpanan glukosa sebagai
glikogen). Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi
Universitas Sumatera Utara
insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk
komplikasinya. Penelitian terbaru menyelidiki peran adipokin (sitokin yang
dihasilkan oleh jaringan adiposa) dalam resistensi insulin. Insulin itu sendiri dapat
menyebabkan resistensi insulin; setiap kali sel terpapar ke insulin, produksi
GLUT4 (reseptor glukosa tipe 4) pada membran sel berkurang. Hal ini
menyebabkan kebutuhan yang lebih besar untuk insulin, yang lagi-lagi mengarah
pada reseptor glukosa lebih sedikit. Latihan fisik membalikkan proses ini dalam
jaringan otot, tetapi jika dibiarkan, dapat bergulir menjadi resistensi insulin.
Resistensi insulin sering ditemukan pada orang dengan adipositas visera
(yaitu, kandungan jaringan lemak yang tinggi di bawah dinding otot perut - yang
berbeda dengan adipositas subkutan atau lemak antara kulit dan dinding otot ,
khususnya di tempat lain pada tubuh, seperti pinggul atau paha), hipertensi,
hiperglikemia dan dislipidemia yang disertai trigliserida tinggi, partikel small
dense low-density lipoprotein (sdLDL) partikel, dan penurunan kadar kolesterol
HDL. Sehubungan dengan adipositas viseral , banyak bukti menunjukkan dua
hubungan erat dengan resistensi insulin. Pertama, tidak seperti jaringan adiposa
subkutan, sel-sel adiposa viseral menghasilkan sejumlah besar sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha (TNF-a), dan interleukin-1 dan -6,
dll. Pada
banyak model
eksperimental, sitokin pro-inflamasi
ini sangat
mengganggu aksi normal insulin dalam lemak dan sel-sel otot, dan mungkin
menjadi faktor utama dalam menyebabkan resistensi insulin seluruh tubuh yang
diamati pada pasien dengan adipositas viseral. Banyak perhatian ke produksi
sitokin pro-inflamasi berfokus pada jalur IKK-beta/NF-kappa-B, jaringan protein
yang meningkatkan transkripsi gen sitokin. Kedua, adipositas viseral terkait
dengan akumulasi lemak dalam hati, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyakit
hati berlemak nonalkohol (NAFLD). Hasil yang berlebihan NAFLD adalah
pelepasan asam lemak bebas ke dalam aliran darah (karena meningkatnya
lipolisis), dan peningkatan produksi glukosa hepatik, yang keduanya mempunyai
efek memperburuk resistensi perifer insulin dan meningkatkan kecenderungan
diabetes mellitus tipe 2 (Darmawan, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Download