BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Darah Kadar gula darah adalah jumlah glukosa yang terdapat didalam darah. Kadar gula ini juga disebut dengan kadar gula plasma. Kadar gula darah ini diukur dengan satuan milimol per liter (mmol/L). kadar gula darah normal berkisar antar 4 sampai 8 mmol/L (Campbell, 2008). Glukosa merupakan karbohidrat terpenting. Glukosa merupakan bahan baker dalam tubuh yang dapat dibentuk. Unsur ini diubah menjadi jenis karbohidrat lain yang merupakan fungsi spesifik, misalnya glikogen untuk simpanan, ribosa dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu (Sherwood, 2001). Menurut Sherwood (2001) karbohidrat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk yaitu: 1. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat di hidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Bentuk monosakarida ini dapat dibagi lebih lanjut menjadi triosa, tetrosa, pentosa, heksosa, heptosa atau oktosa. 2. Disakarida menghasilkan dua molekul monasakarida yang sama atau berbeda kalau di hirolisis. 3. Oligosakarida menghasilkan dua hingga sepuluh unit monosakarida pada hidrolisis 4. Polisakarida menghasilkan lebih dari sepuluh unit monasakarida pada hidrolisis Devirat triosa dibentuk dalam proses pemecahan metabolik glukosa melalui lintasan glikolisis. Devirat triosa, tetrosa dan pentosa, serta gula tujuh karbon (sedoheptulosa) dibentuk didalam pemecahan glukosa lewat lintasan pentosa fosfat. Gula pentosa merupakan unsur penting yang membentuk nukleutida, asam nukleat dan banyak koenzim (Sherwood, 2001). Universitas Sumatera Utara Pati dibentuk oleh rantai ά-glikosidat. Senyawa tersebut yang pada hidrolisis hanya menghasilkan glukosa, merupakan homopolimer yang dinamakan glukosan atau glukan. Pati merupakan sumber karbohidrat paling penting dalam makanan dan ditemukan didalam sereal, kentang, legume, serta jenis-jenis sayuran lain. Dua unsur utama pati adalah amilosa dan amilopekin.Glikogen merupakan polisakarida cadangan pada tubuh hewan dan manusia (Sherwood, 2001). 2.1.1. Proses Pencernaan Glukosa Gula sederhana (monosakarida) tidak perlu dicerna sebelum diabsorpsi, yang biasa berlangsung didalam usus halus. Disakarida dipecah oleh enzim yang spesifik untuk masing-masing gula, saat disakarida melewati permukaan mukosa usus halus. Pati matang (yang telah dimasak) dicerna oleh amilase ludah didalam mulut. Rendah pH lambung mencengah proses pencernaan lebih lanjut, tetapi di duodenum dan jejunum pH naik dan tersedia amilase pankreas. Amilase ini menyebabkan pemecahan selang-seling pada ikatan α1-4 dalam pati metah atau matang. Amilosa terutama didegradasi menjadi maltosa dan maltotriosa serta dilepaskan sejumlah kecil glukosa. Amilopektin dipecah menjadi oligosakarida, yang kemudian didegradasi oleh enzim oligosakaridase spesifik yang terikat pada sel brush border dengan hasil akhirnya adalah glukosa. (Barasi, 2009) Glukosa dan galaktosa diangkut dari usus halus, melintasi membran apikal dan memasuki aliran darah dengan mekanisme 2 tahap. 1. Sekelompok protein pengankut glukosa berada pada membran sel. Pada mulanya glukosa bergerak mengikuti penurunan gradient konsentrasi dari lumen usus halus menuju sel apikal. Pengakut GLUT-1, yang berkaitan dengan natrium, memfasilitasi difusi ini. 2. Ion natrium kemudian diangkut keluar secara aktif dari sel apikal. Molekul glukosa berpindah dari sel apikal menuju aliran darah, mengunakan molekul pengankut ke 2 GLUT-2 dan difusi yang terfasilitasi (Barasi, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.1.2. Glikogenolisis Glikogen merupakan bentuk penyimpanan karbohidrat yang utama ditubuh mamalia dan dijumpai terutama di hati dan otot (Mayes, 2003B). Di hati, fungsi utama glikogen adalah untuk melayani jaringan tubuh lain lewat pembentukan glukosa darah. Di otot unsur ini hanya memenuhi kebutuhan organ itu sendiri sebagai sumber bahan bakar metabolik yang siap dipakai (Mayes, 2003B). Glikogen disintesi dari glukosa dan prekursor lainnya lewat lintasan glikogenesis. Pemecahan terjadi melalui sebuah lintasan terpisah yang dikenal sebagai glikogenolisis. Glikogenolisis menyebabkan pembentukan glukosa dihati dan pembentukan laktat di otot yang masing-masing terjadi akibat adanya atau tidak adanya enzim glukosa fosfatase (Mayes, 2003B). AMP siklik mengintegrasikan pengaturan glikoneogenesis dan glikogenesis secara timbal balik dengan mendorong aktivitas enzim fosforilase dan inhibisi enzim glikogen sintase (Mayes, 2003B). 2.1.3. Glukoneogenesis Glukogenesis merupakan mekanisme untuk mengonvesikan unsur-unsur nonkarbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Proses ini memberikan glukosa pada tubuh disaat karbohidrat tidak tersedia. Substrat yang penting adalah asam amino, glukogenik, laktat, gliserol dan propionate (Mayes, 2003C). Lintasan glukoneogenesis yang ditemukan dihati dan diginjal memanfaatkan reaksi pada glikolisis yang revesibel tambah 4 reaksi tambahan untuk menghindari reaksi nonekuilibrium yang irrevesibel. Enzim yang mekatalisi reaksi tambahan tersebut adalah piruvat karbosilase, fosfoenolpiruvat, fruktosa 1.6 bifosfatase dan glukosa 6 fosfatase (Mayes, 2003C). Laktat membentuk piruvat yang memasuki mitokodria untuk menjalani karbosilasi menjadi oksaloasetat sebelum terjadi konversi menjadi fosfoenolpiruvat yang diikuti dengan biosintesis glukosa di sitosol (Mayes, 2003C). Universitas Sumatera Utara Karena glikolisis dan glukoneogenesis mengunakan lintsan yang sama tetapi berkerja dengan arah yang berlawanan, maka aktivitas keduanya harus diatur secara timbal balik. Cara ini dicapai dengan 3 mekanisme yang utama yang mempegaruhi aktivitas enzim-enzim yang penting, yaitu (1) induksi atau represi sistensi enszim (2) modifikasi kovalen oleh fosfolirasi yang revesibel dan (3) efek alosterik (Mayes, 2003C). Sel hati yang dapat dilewati glukosa dengan bebas merupakan utama untuk mengatur glukosa darah karena sel tersebut mengandung enzim glukokinase dengan nilai Km yang tinggi, yang secara specifik disesuaikan dengan fungsi pengeluaran glukosa sesudah makan. Insulin disekresikan sebagai respon langsung dari hiperglikemia; hormon ini akan membantu hati untuk menyimpan glukosa dlam bentuk glikogen dan memfasilitasi pengambilan glukosa oleh jaringan ekstrhepatik.glukagon disekresikan sebagai respon terhadap hipoglikemia dan mengaktifkan glikogenesis serta glukoneogenesis dihati yang menyebabkan pelepasan glukosa kedalam darah (Mayes, 2003C). Enzim-enzim glukoneogenesis yang cacat akan menimbulkan hipoglikemia dan asidosis asam laktat. Penyebab oksidasi asam lemak merupkan penyebab tambahan adanya gangguan pada glukoneogenesis dan hipoglikemia. (Mayes, 2003C) 2.2. Olahraga 2.2.1 Exercise dan General Fitness Fitness adalah suatu kondisi yang dapat secara efektif bekerja dalam pekerjaannya sehari-hari. Memainkan dan berperan penting dalam kesegaran fisik yang tidak diketahui. Physical fitness (kesegaran jasmani) dipengaruhi beberapa factor seperti kekuatan dan daya tahan otot, koordinasi, fleksibilitas dan efesiensi, organ vital (Fait, 1967). Pengaruh kekuatan dan daya tahan otot pada kesegaran jasmani sangat penting melakukan suatu pekerjaan sangat tidak mungkin dilakukan kecuali seseorang memiliki kekuatan otot untuk melakukan pekerjaan tersebut dan Universitas Sumatera Utara memiliki daya tahan otot untuk melanjutkannya tanpa megalami kelelahan ( fatique) yang bermakna (Fait, 1967). Pentingnya koordinasi dan fleksibilitas juga dipahami ketika seseorang menyadari bahwa suatu kemampuan untuk bergerak dengan baik dan efesien adalah dengan adanya energi. Koordinasi dan fleksibilitas menyebabkan pekerjaan fisik menjadi lebih muda dan tidak melelahkan (Fait, 1967). Hal ini dipengaruhi oleh suplai oksigen oleh jantung dan paru-paru ke sel dan mengangkut sisa-sisa metabolisme sel, kapasitas jantung dan paru-paru untuk melakukan kegiatan tersebut dikenal dengan daya tahan kardiorespiratorik. Tanpa adanya daya tahan kardiorespiratorik yang tinggi, pekerjaan fisik tidak akan bertahan lama secara konsekuen, daya tahan kardiorespiratorik berhubungan langsung dengan kesegaran jasmani (Fait, 1967). Pada pekerjaan masyarakat modern yang dibutuhkan kerja fisik manusia sekarang dilakukan dengan cepat dan efesien oleh mesin. Sebagai contohnya, kebanyakan orang tidak dapat bergantung pada pekerjaan mereka untuk memberi mereka latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmani (Fait, 1967). Program regular olahraga meningkatkan kesegaran dan efesien jasmani dengan bekerja lebih keras dari biasanya. Ini bukan berarti bahwa pekerjaan tersebut harus pekerjaan yang ekstra kasar dan berat. Ini berarti pekerjaan tersebut harus lebih kuat dari pekerjaan yang biasa dilakukan tubuh (Fait, 1967). Meningkatkan kekuatan fisik menyebabkan timbulnya upaya tuntutan yang lebih besar dari kerja tubuh yang biasanya secara bertahap. Karena mereka terpanggil untuk melakukan pekerjaan lebih, mereka menjadi lebih efesien dalam pelaksanaan kerja masing-masing. Program regular aktifitas fisik memungkin lebih sehat secara fisik dan efesien tubuh dengan (1) meningkatkan kekuatan dan ketahan otot (2) mengembangkan korsinasi otot (3) meningkatkan fleksibilitas (4) meningkatkan kardiorespiratorik (Fait, 1967). Ventilasi permenit akan meningkat dengan adanya aktifitas otot. Peningkatan ventilasi adalah awal yang harus dicapai untuk meningkatkan volume tidal. Dengan olahraga yang berat, volume tidal mencapai 50 % dari kapasitas vital dan frekuensi pernapasan akan meningkat 40 sampai 50 Universitas Sumatera Utara permenit(lihat gambar 2.3). Awal peningkatan ventilasi untuk meningkatkan pengambilan oksigen dengan peningkatan ventilasi yang lebih lanjut mencermikan respon fisiologi untuk mengurangi produksi asam laktat selama berolahraga. Sistolik, diastolik dan arteri pulmonal utama akan meningkat akan meningkat seiring dengan peningkatan olahraga. Penurunan PCO2 yang sedikit dengan olahraga yang ringan dan sedang dan sangat signifikan (serendah 30mmHg) dengan olahraga yang berat, hal ini disebabkan oleh peningkatan ventilasi yang distimulasi oleh asam laktat(lihat gambar 2.4). Perbedaan PO2 pada arteri pulmonal pada dasarnya tidak berubah karena adanya perubahan dalam sirkulasi paru. Agar dapat memenuhi kebutuhan akan oksigen selama berolah raga maka ada 2 yang utama yang perlu berubah (1) meningkatkan cardiac output (lihat gambar 2.2) (2) restribusi aliran darah dari organ yang tidak aktif untuk otot rangka yang aktif (Fox, 1984)(Lihat gambar 2.1). Gambar 2.1. Physiology of Exercise and Physical Fitness Sumber: (Fox, Sport Medicine, 1984) Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Physiology of Exercise and Physical Fitness Sumber: (Fox, Sport Medicine 1984) Gambar 2.3. Physiology of Exercise and Physical Fitness Sumber: (Fox, Sport Medicine. 1984) Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Physiology of Exercise and Physical Fitness Sumber: (Fox, Sport Medicine 1984) Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5. Metabolic Responses to Exercise in Normal Sumber: Sport Medicine (Sutton, 1984) Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6. Metabolic Responses to Exercise in Normal Sumber: (Sutton, Sport Medicine 1984) Salah satu tujuan berolahraga adalah untuk meningkatkan kekuatan. Kekuatan otot meningkat ketika otot melakukan suatu pekerjaan yang lebih berat dari yang biasanya. Jika seseorang mengunakan ototnya lebih keras, seperti berolahraga basket atau angkat beban yang lebih berat dari sebelumnya, maka otot akan menjadi lebih kuat (Fait, 1967). Ukuran otot akan bertambah dengan bertambahnya kekuatan. Otot juga akan lebih efesien sehingga dapat dipergunakan pada pekerjaan yang lebih sedikit mengunakan energi. Otot tidak dapat menjadi lebih kuat adalah otot yang terikat. Tidak mungkin menjadi lebih kuat jika tidak bergerak lebih cepat dari Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Pada kenyataanya, percobaan menunjukan otot-otot lebih kuat adalah otot-otot yang lebih cepat (Fait, 1967). Seiring bertambahnya kekutan otot tersebut, kekuatan otot tersebut, ketahanan otot juga meningkat artinya otot akan bekerja lebih sebelum mengalami kelelahan. Otot akan bekerja lebih lama karena otot tersebut lebih kuat. Selain itu olahraga yang teratur dan berat akan membuat otot lebih tahan terhadap cedera (Fait, 1967). Otot tidak hanya akan lebih besar dan kuat jika berolahraga. Otot, bahkan pada saat relaksasi juga akan berkontraksi ringan. Kontraksi parsial ini disebut tonus. Berolahraga akan meningkatkan tonus otot jika seseorang gagal untuk berolahraga secara teratur, otot akan menjadi lembek dan kehilangan kekuatanya untuk berkerja dan berkontraksi secara efisien (Fait, 1967). Tonus sangat penting dalam menjaga bentuk tubuh. Otot lurus melapisi abdomen yang disebut dengan musculus rectus rectus abdominis. Dengan meningkatnya tonus otot, otot menjadi lebih kuat dan menjaga perut tetap datar dengan demikian membuat pinggang menjadi lebih kecil. Hal ini sering mungkin untuk mencapai pinggang yang lebih kecil tanpa mengurangi berat badan dengan latihan otot tersebut (Fait, 1967). Olahraga akan meningkatkan ukuran, kekutan dan tonus otot. Oleh karena itu, ukuran lengan, kaki, dan banyak bagian tubuh lain dapat meningkat dengan berolahraga. Peningkatan akan lebih cepat jika otot berkerja sampai kapasitasnya (Fait, 1967). Aktifitas seperti berlari akan meningkatkan ukuran dan kekuatan otot. Namun kenaikan yang paling cepat dan paling jelas ketika otot dipaksa untuk menarik, mengangkut atau mendorong yang membutuhkan upaya maximal (Fait, 1967). Disamping kekuatan dan tonus otot, keterampilan otot dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang diketahui, seseorang yang bermain tennis misalnya, harus bisa mengunakan otot yang benar pada saat yang benar. Koordinasi berkembang dengan adanya latihan mengunakan otot yang benar untuk menghasilkan suatu Universitas Sumatera Utara keterampilan. Koordinasi dapat menjadi lebih baik dengan berolahraga yang teratur (Fait, 1967). 2.2.2. Glikolisis Glikolisis bukan saja merupakan jalur utama bagi metabolisme glukosa yang menghasilkan produksi asetil-KoA dan oksidasi dalam siklus sitrat, tetapi juga menjadi lintasan utama bagi metabolisme fruktosa dan galaktosa yang berasal dari makanan. Salah satu makna biomedis glikolisis menghasilkan ATP dalam keadaan tanpa oksigen karena lintasan ini memungkinkan otot rangka bekerja pada tingkat kerja yang sangat tinggi saat oksidasi aerob tidak mencukupi, dan memungkinkan jaringan yang memiliki kemampuan glikolisis bermakna tetap bertahan hidup melewati kondisi anoksia (Mayes, 2003A). Menurut Mayes (2003A) Semua enzim lintasan glikolisis ditemukan dalam fraksi ekstramitokondria sel yang bersifat larut air, yaitu sitosol. Enzim-enzim ini mengatalisis berbagai reaksi yang terlibat didalam glikolisis menjadi piruvat dan laktat adalah sebagai berikut : Glukosa memasuki lintasan glikolisis melalui fosfolirasi menjadi glukosa 6 fosfat, yang diselenggarakan oleh enzim heksokinase. Meskipun demikian, dalam sel parenkim hati dan sel pulau langerhans pancreas, fungsi tersebut dilaksanankan oleh enzim glukokinase, yang aktivitasnya didalam hati dapat dipicu serta dipengaruhi oleh perubahan status gizi. ATP diperlukan sebagai donor fosfat, dan seperti reaksi yang melibatkan fosforilasi, ATP beraksi kompleks MgATP. Terminal fosfat berenergi tinggi pada ATP akan digunakan dan dihasilkanlah ADP. Reaksi ini akan disertai dengan hilangnya energi bebas dalam jumlah besar sebagai panas dan dengan demikian dalam kondisi fisiologi, reaksi tersebut bisa dianggap tidak revesibel. Heksokinase dapat dihambat secara alosterik oleh produk reaksi glukosa 6 fosfat (Mayes, 2003A). Heksokinase yang pada dasarnya terdpat didalam semua sel ekstrahepatik, memiliki afinitas tinggi terhadap substratnya, yaitu glukosa. Enzim ini berfungsi menjamin pasokan glukosa bagi jaringan sekalipun pada konsentrasi glukosa darah yang rendah, melalui fosforilasi semua glukosa yang masuk kedalam sel, Universitas Sumatera Utara dan dengan demikian mempertahankan gradient konsentrasi glukosa yang besar antara darah dengan lingkungan intrasel. Heksokinase bekerja pada anomer-ά dan β-glukosa dan juga akan mengatalisis reaksi fosfolirasi jenis-jenis heksosa lain sekalipun pada kecepatan yang jauh lebih rendah dibandingkan glukosa (Mayes, 2003A). Glukokinase berfungsi mengeluarkan glukosa dari dalam darah setelah makan. Berbeda dengan heksokinase, enzim ini mempunyai nilai aktifitas yang tinggi terhadap glukosa dan bekerja pada konsentrasi glukosa darah diatas 5 mmol/L. merupakan enzim yang spesifik untuk glukosa (Mayes, 2003A). Glukosa 6 fosfat merupakan senyawa penting yang dijumpai pada titik temu antara berbagai lintasan metabolik. Dalam glikolisis, senyawa ini diubah menjadi fruktosa 6 fosfat dengan bantuan enzim fosfoheksosaisomerase, yang melibatkan reaksi isomerasi aldosa-ketosa. Enzim ini hanya berkeja pada anomerά glukosa 6 fosfat (Mayes, 2003A). Reaksi ini dikuti oleh reaksi fosforilasi lain dengan ATP, yang dikatalisis oleh enzim fosfofruktokinase untuk menjadi frukstosa 1,6 bifosfat. Enzim ini yang aktifitasnya dianggap memiliki peran penting dalam refulasi laju glikolisis (Mayes, 2003A). Fruktosa 1,6 bifosfat akan dipecah menjadi dua senyawa triosa fosfat yaitu gliseraldehid 3 fosfat dan dihirosiaston oleh enzim aldolase (Mayes, 2003A). Gliseraldehid 3 fosfat dan hidrosiaseton fosfat akan mengalami interkonvesi dengan bantuan enzim fosfotriosa isomerase. Glikolisis berlangsung melalui oksidasi gliseraldehid 3 fosfat menjadi 1,3 bifosfogliserat dan karena aktivitas enzim fosfotriosa isomerase senyawa dihidrosiaseton juga dioksidasi menjadi 1,3 bifosfogliserat lewat gliseraldehip 3 fosfat (Mayes, 2003A). Enzim yang bertanggung jawab atas proses oksidasi tersebut yaitu gliseraldehid 3 fosfat dehidroginase, merupakan enzim yang bertanggung jawab pada NAD. Akhirnya melalui fosforolisis, ditambahkan fosfat anorganik sehingga terbentuk 1,3 bifosfogliserat dan enzim bebas dengan gugus –SH yang sudah dibentuk kembali kemudian dibebaskan. Energi yang dibebaskan selama oksidasi disimpan melalui pembentukan ikatan sulfur berenergi tinggi dalam posisi 1 Universitas Sumatera Utara senyawa 1,3 bisfosfogliserat. Fosfat berenergi tinggi ini ditangkap dengan ADP yang dikatalisis oleh fosfogliserat kinase menyisakan senyawa 3 fosfogliserat. Pada tahap ini satu molekul glukosa menhasilkan dua molekul ATP (Mayes, 2003A). Senyawa 3 fosfogliserat yang dibentuk dari reasi diatas diubah menjadi 2 fosfogliserat oleh enzim fosfogliserat mutase. Senyawa 2,3 bifosfogliserat merupakan intermedieat didalam reaksi ini (Mayes, 2003A). Tahap berikutnya dikatalisis oleh enzim enolase dan melibatkan dehidrasi serta pendistribusian energi didalam molekul, menaikan valensi fosfat dari posisi 2 ke status berenergi tinggi, sehingga terbentuk fosfoenolpiruvat. Enolase di hambat oleh fluorida (Mayes, 2003A). Fosfat berenergi tinggi pada fosfoenolpiruvat dipindahkan kepada ADP oleh enzim piruvat kinase sehingga menghasilkan, pada tahap ini, dua molekul ATP per glukosa teroksidasi. Enolpiruvat yang terbantuk dalam reaksi ini mengalami konversi menjadi keto piruvat. Peristiwa ini merupakan reaksi ninekuilibrium yang disertai hilangnya energi bebas dalam jumlah besar sebagai panas, dan harus dianggap sebagai yang secara fisiologi tidak revesibel (Mayes, 2003A). 2.3. Obesitas Obesitas merupakan masalah nutrisi di Eropa dan Negara-negara lainya dengan prevalensi yang berbeda. Pada Konfrensi Internasional Kontrol Berat Badan pertama telah disimpulkan berat badan ideal atau optimum adalah berat badan dengan indeks massa tubuh (IMT) 20-25. Hal ini telah dikonfirmasikan oleh Konferensi Fogarty di Amerika serikat dan oleh British Royal College of Physicians (Uwaifo, 2009). Overweight dapat diklasifikan dengan IMT lebih dari 25 (obesitas tingkat 1). IMT dikatas 30 dapat diklasifikasikan sebagai obesitas tingkat 2 dan Garrow menyatakan obesitas tingkat 3 jika IMT lebih dari 40. Hal ini belum diaplikasikan secara universal banyak penelitian eropa mengunakan indeks Broca yang lebih sulit, yaitu berat badan normal (Kg) merupakan hasil dari tinggi badan (cm) Universitas Sumatera Utara dikurang 100 dan obesitas jika berat badan 20% blebih besar dari hasilnya (Uwaifo, 2009). Pada tahun 1981, penelitian yang lebih konfrehensif di Inggris ditemukan bahwa perempuan lebih sering menderita obesitas tingkat 2 dan 3 daripada pria. Prevalesi berubah dengan bertambahnya usia. Wanita lebih sering menderita overweight pada usia pertengahan (middle age) dan pada usia 60-64 49% wanita di Inggis mengalami IMT lebih dari 25. Hal yang sama juga terdapat di Norwegia berdasarkan pengukuran Waaler pada 1.8 juta Norwegia 1963-1975. Di Inggis rata-rata pria berumur 40 tahun mengalami overweigth. Pada penduduk Norwegia laki laki rata-rata mengalami 40 tahun juga mengalami overweigth kecuali pada wanita Norwegia yang lebih tua. Hal yang sama juga terdapat di Austria (Uwaifo, 2009). 2.3.1. Signifikasi Obesitas Penurunan berat badan menyebabkan penurunan gula darah dan kolesterol darah oleh sebab itu, kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Orang yang kelebihan lemak pada daerah abdomen (tipe android) daripada orang yang mengalami kelebihan lemak pada pinggul (tipe ginekoid) hal ini dapat di monitor dengan membandingkan rario pinggang dan pinggul (Uwaifo, 2009). Obesitas tidak hanya merupakan penyebab kematian tinggi, tetapi juga menyebabkan penyakit lainnya. Obesitas pada pria dan wanita beresiko tinggi terkena Diabetes Melitus dan batu empedu. Pada pria dewasa dengan IMT diatas 30, angka kejadian timbulnya Diabetes Melitus tinggi. Pada wanita resiko terjadinya penyakit pada kantung empedu meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Uwaifo, 2009). Obesitas juga meningkatkan resiko terjadinya penyakit Gout, arthritis dan beberapa kanker, Hernia dan masalah kulit seiring dengan bertambahnya stress fisiologi. Selain itu, obesitas juga mengkatkan resiko terjadinya trombosis vena, infeksi dada dan penyembuhan luka yang kurang sempurna (Uwaifo, 2009). Obesitas merupakan masalah kesehatan di Amerika dan di negara berkembang. Prevalensi ini meningkat dengan cepat terutama di negara Universitas Sumatera Utara berkembang. Angka pertumbuhan ini menunjukkan suatu keadaan pandemik yang harus dicegah untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas (Uwaifo, 2009). Gambar 2.7. Mekanisme Siklus Lapar dan Kenyang yang Dikontrol oleh Sistem Saraf Pusat Sumber: www.emedicine.com (Uwaifo, 2009) 2.3.2. Indeks Massa Tubuh Obesitas menunjukkan suatu keadaan berlebih dalam penyimpanan lemak tubuh. Meskipun mirip, istilah overweight menunjukkan keadaan berlebihnya berat badan bila dibandingkan dengan komposisi tinggi badan. Pria memiliki lemak tubuh sebanyak 15-20% dari berat tubuh dan wanita memiliki 25-30%. Oleh karena perbedaan berat badan, maka pada setiap orang jumlah lemak tubuhnya pun bervariasi (Uwaifo, 2009). Universitas Sumatera Utara Indeks massa tubuh (IMT), yang juga dikenal dengan indeks Quatelet, lebih sering digunakan untuk mengidentifikasi obesitas daripada persentase lemak tubuh. IMT sangat erat hubungannya dengan tingkat lemak tubuh. IMT = berat badan/(tinggi badan)2, dimana berat badan dinyatakan dalam kilogram dan tinggi badan dalam meter (Uwaifo, 2009). Persentase lemak tubuh dapat diestimasikan dengan menggunakan perhitungan Durenberg, yaitu persentase lemak tubuh = 1.2(IMT) + 0.23(umur) 10.8(jenis kelamin) - 5.4, dimana umur dinyakatakan dalam tahun, jenis kelamin pria dinyatakan 1 dan wanita 0. Perhitungan ini memiliki standar error 4% dan perhitungan sampai mencapai 80% dari variasi lemak tubuh (Uwaifo, 2009). Beberapa penulis mendefinisikan obesitas berdasarkan persentase lemak tubuh. Dikatakan obesitas pada pria jika persentase lemak tubuh lebih dari 25% dan 21-25% merupakan nilai ambang batas. Pada wanita, persentase lemak tubuh lebih dari 35% merupakan obesitas dan nilai ambang batasnya adalah 31-35% (Uwaifo, 2009). 2.3.3. Klasifikasi Obesitas Meskipun beberapa klasifikasi dan definisi untuk tingkat obesitas telah diterima, klasifikasi obesitas yang digunakan adalah kriteria World Helath Organization (WHO) berdasarkan IMT. Berdasarkan kriteria ini, obesitas untuk dewasa dapat diklasifikasikan menjadi obesitas tingkat 1, 2, dan 3. Overweight tingkat 1 atau yang sering disebut dengan overweight saja jika IMT 25-29.9 kg/m2. Overweight tingkat 2 atau yang disebut obesitas ringan jika IMT 30-39.9 kg/m2. Overweight tingkat 3 atau yang disebut dengan obesitas berat jika IMT lebih atau sama dengan 40 kg/m2 (Uwaifo, 2009). Literatur bedah seing menggunakan klasifikasi yang berbeda untuk menentukan derajat keparahan obesitas/ jika IMT lebih dari 40 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas berat dengan kriteria IMT 40-50 kg/m2 merupakan obesitas morbid dan IMT lebih dari 50 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas super (Uwaifo, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.3.4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan klinis dilakukan dengan menggunakan parameter antropometrik untuk mengevaluasi orang-orang dengan diabetes. Lingkar pinggang dan pinggul sangat penting digunakan dalam menentukan estimasi lemak visceral. Lingkar leher dapat digunakan untuk memprediksi risiko sleep apnea. Pemeriksaan kulit dilakukan untuk menilai hirsutisme pada wanita, ruam, akantosis nigrikans dan kemungkinan dermatitis kontak. Pemeriksaan jantung dan paru-paru dilakukan untuk menyingkirkan adanya kardiomegali dan insufisiensi pernapasan. Pemeriksan abdomen dilakukan untuk menyingkirkan adanya kemngkinan hepatomegali (yang data disebabkan oleh non-alcoholic steatohepatitis) dan melihat adanya striae. Pemeriksaan ekstremitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya osteoarthritis dan ulserasi. 2.3.5. Etiologi Etiologi obesitas disebabkan oleh bermacam-macam faktor atau multifaktorial. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor metabolik, genetik, dan endokrin. Selain itu obesitas juga dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan, tingkah laku, kebiasaan baik makan dan merokok. Obesitas juga dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, ras, etnis, budaya, dan psikologi. Kehamilan, menopause, riwayat diabetes saat hamil, riwayat laktasi juga mempengaruhi timbulnya obesitas pada seseorang (Uwaifo, 2009). Salah satu penyebab obesitas adalah resistensi insulin. Resistensi insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. Resistensi insulin pada sel-sel lemak mengurangi efek insulin dan mengakibatkan peningkatan hidrolisis cadangan trigliserida, jika tidak ada langkah-langkah yang baik untuk meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau dengan memberikan insulin tambahan. Peningkatan mobilisasi cadangan lipid akan meningkatkan asam lemak bebas dalam plasma darah. Resistansi insulin pada sel-sel otot mengurangi ambilan glukosa (serta menurunkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen). Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi Universitas Sumatera Utara insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya. Penelitian terbaru menyelidiki peran adipokin (sitokin yang dihasilkan oleh jaringan adiposa) dalam resistensi insulin. Insulin itu sendiri dapat menyebabkan resistensi insulin; setiap kali sel terpapar ke insulin, produksi GLUT4 (reseptor glukosa tipe 4) pada membran sel berkurang. Hal ini menyebabkan kebutuhan yang lebih besar untuk insulin, yang lagi-lagi mengarah pada reseptor glukosa lebih sedikit. Latihan fisik membalikkan proses ini dalam jaringan otot, tetapi jika dibiarkan, dapat bergulir menjadi resistensi insulin. Resistensi insulin sering ditemukan pada orang dengan adipositas visera (yaitu, kandungan jaringan lemak yang tinggi di bawah dinding otot perut - yang berbeda dengan adipositas subkutan atau lemak antara kulit dan dinding otot , khususnya di tempat lain pada tubuh, seperti pinggul atau paha), hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia yang disertai trigliserida tinggi, partikel small dense low-density lipoprotein (sdLDL) partikel, dan penurunan kadar kolesterol HDL. Sehubungan dengan adipositas viseral , banyak bukti menunjukkan dua hubungan erat dengan resistensi insulin. Pertama, tidak seperti jaringan adiposa subkutan, sel-sel adiposa viseral menghasilkan sejumlah besar sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha (TNF-a), dan interleukin-1 dan -6, dll. Pada banyak model eksperimental, sitokin pro-inflamasi ini sangat mengganggu aksi normal insulin dalam lemak dan sel-sel otot, dan mungkin menjadi faktor utama dalam menyebabkan resistensi insulin seluruh tubuh yang diamati pada pasien dengan adipositas viseral. Banyak perhatian ke produksi sitokin pro-inflamasi berfokus pada jalur IKK-beta/NF-kappa-B, jaringan protein yang meningkatkan transkripsi gen sitokin. Kedua, adipositas viseral terkait dengan akumulasi lemak dalam hati, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD). Hasil yang berlebihan NAFLD adalah pelepasan asam lemak bebas ke dalam aliran darah (karena meningkatnya lipolisis), dan peningkatan produksi glukosa hepatik, yang keduanya mempunyai efek memperburuk resistensi perifer insulin dan meningkatkan kecenderungan diabetes mellitus tipe 2 (Darmawan, 2008). Universitas Sumatera Utara