KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DAN PERILAKU

advertisement
KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DAN PERILAKU FOBIA
(Studi Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Intrapersonal Hipnoterapi
dalam Mengubah Prilaku Fobia Klien di Klinik Tranzcare Jakarta)
Reno Caesar Olivier Sibarani
090904086
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Perilaku Fobia dalam Komunikasi Intrapersonal (Studi
Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Intrapersonal Hipnoterapi dalam
Mengubah Prilaku Fobia Klien di Klinik Tranzcare Jakarta). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik hipnoterapis, alasan informan menjadi
hipnoterapis dan proses komunikasi intrapersonal hipnoterapi dalam mengubah
perilaku fobia. Hipnoterapi adalah sebuah metode terapi yang menggunakan
hipnosis sebagai komunikasi intrapersonal. Teori yang relevan untuk membahas
penelitian ini adalah teori Komunikasi Intrapersonal, S–O–R (StimulusOrganisme-Respon), Konsep Diri, Disonansi Kognitif, Penilaian Sosial, Emosi,
Fobia, dan Hipnoterapi. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
yang menggambarkan tujuan penelitian dan dinarasikan secara interpretatif,
sehingga akan dapat dipahami bagaimana individu memberi makna terhadap
proses komunikasi intrapersonal hipnoterapi. Informasi diperoleh melalui
observasi dan wawancara mendalam terhadap 4 orang hipnoterapis dan 1 orang
klien hipnoterapi. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa fobia yang terjadi
di dalam diri seseorang adalah karena adanya persepsi pada sensasi yang
terasosiasi dengan emosi rasa takut yang berlebihan. Fobia tersebut menjadi
sebuah program S–R di pikiran bawah sadar yang kemudian berdampak pada
perilaku yang tidak diinginkan/terkontrol dan hipnoterapi adalah langkah yang
dapat diambil untuk mengubah perilaku fobia yang tidak diinginkan/terkontrol
tersebut.
Kata Kunci: hipnoterapi, proses komunikasi intrapersonal, fobia, emosi
PENDAHULUAN
Konteks Masalah
Dahulu dan sampai saat ini kata “hipnotis” di Indonesia masih memiliki
stigma buruk. Mendengar kata “hipnotis” sering kali kita terasosiasi dengan
berbagai hal yang berada di area “abu-abu”, mulai dari kejahatan, pemaksaan
kehendak, sampai dengan kuasa kegelapan, serta penggunaan kekuatan mistik dan
magis (Nurindra, 2008). Bahkan dalam kamus besar bahasa Indonesia hipnosis
diterjemahkan sebagai keadaan seperti tidur, yang pada taraf permulaan orang itu
berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf
berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali (Balai Pustaka, kamus besar bahasa
Indonesia, 2009). Bahkan ketika saat ini kita mengetahui bahwa hipnosis
merupakan salah satu bentuk komunikasi intrapersonal yang keberadaannya dapat
dijelaskan secara ilmiah dan sistematis, serta telah banyak buku mengenai
hipnosis yang menjelaskan tentang keilmiahan hipnosis dan pemanfaatnya, tetap
1
tidak dapat merubah pandangan yang negatif tersebut begitu saja. Stigma buruk
ini dapat dibuktikan dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki
ketakutan dan adanya sikap penolakan terhadap praktik-praktik hipnosis.
Praktik hipnosis ini ada bermacam-macam seperti, hipnosis untuk hiburan
(stage hypnosis) dimana stage hipnotis menghibur penonton dengan
mempertunjukan korban hipnosis yang mau melakukan apa saja ketika dirinya
dihipnosis, hipnosis untuk memudahkan dan menghilangkan rasa sakit saat
melahirkan (hypnobirthing), hipnosis untuk orang tua dalam mendidik anakanaknya (hypnoparenting), hipnosis yang digunakan untuk mengefektikan dan
meningkatkan penjualan (hypnoselling) serta hipnosis untuk terapi (hypnotherapy)
yang sesungguhnya memberikan sangat banyak manfaat positif bagi proses
penyembuhan emosional dan pemberdayaan kehidupan manusia.
Proses penyembuhan emosional yang dapat dilakukan melalui hipnoterapi
salah satunya ialah mengubah perilaku fobia. Perilaku fobia adalah segala sesuatu
yang dilakukan dan dikatakan oleh manusia yang timbul sebagai akibat rasa takut
terhadap benda atau keadaan tertentu. Perilaku fobia ini menjadi sebuah kebiasaan
buruk disebabkan seseorang akan melakukan respon yang sama terhadap stimulus
fobianya. Pada umumnya seseorang mengalami fobia disebabkan karena orang
tersebut pernah mengalami ketakutan yang hebat atau pengalaman pribadi yang
disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya kemudian ditekan ke dalam
alam bawah sadar. (http://catatanmingguanku.blogspot.com/2012/02/pengertianmacam-dan-cara-mengatasi.html).
The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) adalah suatu organisasi
profesi di bidang Hypnotherapy yang didirikan pada tahun 2002 oleh sekelompok
Hypnotherapist Indonesia. Dalam lembaga ini telah banyak praktisi hipnoterapi
yang mendirikan klinik hipnoterapi secara mandiri dan telah melakukan praktik
hipnoterapi penyembuhan dan pemberdayaan diri. Tranzcare merupakan salah
satu dari klinik hipnoterapi yang ada di Indonesia. Didirikan pada tahun 2002 oleh
Bapak Yan Nurindra sebagai salah satu pelopor perkembangan hypnosis di
Indonesia. Dari mulai berdirinya hingga saat ini masyarakat Indonesia masih
belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai hipnosis dan
ini menjadi sebuah rujukan untuk kita agar dapat memperhatikan perkembangan
hipnosis dalam berbagai bidang.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti proses
komunikasi intrapersonal hipnoterapi dalam mengubah perilaku fobia klien di
Klinik Tranzcare Jakarta.
Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus
masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah proses komunikasi
intrapersonal hipnoterapi dalam mengubah perilaku fobia klien di Klinik
Tranzcare Jakarta?”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui karakteristik hipnoterapis di klinik Tranzcare.
2
2. Untuk mengetahui alasan informan menjadi hipnoterapis.
3. Untuk mengetahui proses komunikasi intrapersonal hipnoterapi dalam
mengubah perilaku fobia klien di Klinik Tranzcare Jakarta.
KAJIAN LITERATUR
Paradigma Kajian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
interpretatif (pandangan/pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Paradigma interpretatif digunakan karena paradigma ini
menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna
yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya sehari – hari
sehingga melalui paradigma interpretatif, dalam penelitian ini peneliti dapat
memahami bagaimana proses komunikasi intrapersonal hipnoterapi dalam
mengubah perilaku fobia seseorang.
Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari
individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi
pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri
dalam proses internal yang berkelanjutan. Proses internal dalam komunikasi
intrapersonal adalah proses pengolahan informasi yang melewati empat tahapan
yaitu, sensasi, persepsi, memori, dan berpikir (Rakhmat, 1985).
Stimulus – Organisme – Respon
Teori S–O–R beranggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku tertentu
jika ada stimulus tertentu pula. Jadi efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi yang ditimbulkan oleh
komunikan (Effendi, 2003).
Konsep Diri
Menurut William D. Brooks dalam Mulya (2009), konsep diri adalah
pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri dapat didefinisikan
secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap
dirinya (Mulya, 2009). Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku.
pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri
mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting pada teori interaksionisme
simbolik. Mead dalam West dan Turner (2011) berpendapat bahwa kerena
manusia memiliki diri, manusia memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan
dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap.
Mead juga melihat diri sebagai sebuah proses, bukan struktur (West, Turner,
2011).
Disonansi Kognitif
Terdapat dua ide penting yang menjadi dasar teori disonansi kognitif ini
yaitu: pertama, adanya disonansi akan menimbulkan ketegangan dan stress yang
3
membuat seseorang tertekan dan mencari jalan untuk berubah. Kedua, kondisi
disonansi membuat seseorang tidak hanya berupaya untuk menguranginya tetapi
juga menghindarinya.
Menurut Leon Festinger (1957) dalam West & Turner (2011) perasaan
ketidakseimbangan kognisi yang timbul atas ketidaksesuaian rangsangan dengan
pola rangsangan yang sudah ada sebelumnya disebut sebagai disonansi kognitif. Ia
juga berpendapat inti dari teori disonansi kognitif adalah adanya sebuah perasaan
tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi
ketidaknyamanan tersebut. Ketika seseorang menemui orang lain dalam rangka
mengurangi disonansi maka hal tersebut merupakan cara dan usahanya untuk
mempengaruhi dirinya sendiri demi mengalami perubahan dalam dirinya (West,
Turner, 2011).
Penilaian Sosial
Menurut Sherif dan Hovland (1961) dalam Morrisan (2010), Teori penilaian
sosial memberikan penjelasan bagaimana orang memberikan penilaian mengenai
segala informasi atau pernyataan yang didengarnya. Dengan kata lain teori ini
juga dapat menjelaskan bagaimana seseorang beropini terhadap sesuatu hal. Tiga
hal yang mempengaruhi seseorang dalam memberi penilaian yaitu:
1. Keterlibatan ego
Menurut Sherif keterlibatan ego mengacu pada seberapa penting suatu isu
dalam kehidupan seseorang.
2. Jangkar sikap
Sherif mengatakan seseorang cenderung memberikan penilaian dengan acuan
internal yang dimilikinya.
3. Efek kontras
Distorsi terjadi jika seseorang menilai suatu pesan menjadi lebih jauh atau
bertentangan dengan pandangannya sendiri dari pada yang seharusnya,
penilaian yang menjadi lebih jauh dari yang seharusnya ini di sebut sebagai
efek kontras. (Morrisan, 2010).
Emosi
Emosi adalah perasaan yang ditujukan kepada seseorang, atau reaksi
terhadap seseorang atau kejadian. Rasa sedih, senang, bahagia, marah, dan depresi
merupakan rasa yang berbeda dan diungkapkan dengan cara yang berbeda pula.
Emosi dan perasaan adalah dua konsep yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya
tidak dapat dinyatakan secara tegas. Ada dua jenis emosi yaitu:
1. Emosi Positif adalah emosi menyenangkan yang bisa menimbulkan perasaan
positif pada orang yang mengalaminya, yaitu jatuh cinta, senang, gembira,
kagum dan sebagainya.
2. Emosi Negatif adalah emosi tidak menyenangkan, yaitu emosi yang
menimbulkan perasaan negatif, di antaranya sedih, marah, benci, takut, dan
sebagainya.
Masih dalam Khodijah, Emosi positif atau negatif sebenarnya tidak
memaksa kita untuk bertingkah laku secara tertentu. Tetapi, karena kita memberi
arti pada emosi itulah yang menyebabkan kita bertingkah laku tertentu. Itulah
4
yang dinamakan motif. Motif adalah sesuatu yang menggerakkan orang baik
dalam keadaan sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan. (Khodijah,
2006).
Fobia
Fobia adalah perasaan takut yang irasional berlebihan dan bersifat terus
menerus terhadap sesuatu atau situasi (Gunawan, 2009). Davison & Neale (2001)
dalam Hadjam (2001) Fobia adalah ketakutan luar biasa yang tidak masuk akal
yang mengganggu kehidupan seseorang yang sebenarnya normal. Sedangkan
fobia sosial adalah ketakutan terhadap situasi sosial dimana seseorang mungkin
diamati oleh orang lain. Fobia spesifik adalah ketakutan yang tidak diinginkan
karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik
(Hadjam, 2011: 70).
Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah terapi yang menggunakan hipnosis sebagai sarana untuk
menjangkau pikiran bawah sadar seseorang. Hipnosis dapat diartikan sebagai
sebuah kondisi rileks, fokus, atau konsentrasi. Selain itu hipnosis juga dapat
diartikan sebagai komunikasi verbal atau nonverbal yang bersifat persuasif dan
sugestif sehingga adanya keterbukaan wawasan internal yang menimbulkan
respon. Pada dasarnya, semua hipnosis adalah self hypnosis dan peran
penghipnosis hanyalah sebagai pembimbing untuk menuju kondisi hipnosis lebih
dalam, yaitu gelombang otak yang rendah (Wong dan Hakim, 2009). Self hypnosis
adalah proses penyampaian pesan kepada diri sendiri kedalam pikiran bawah
sadar untuk mengarahkan perilakunya di masa mendatang (Kahija, 2007).
Metode Penelitian
Objek Penelitian
Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek
penelitian ini adalah komunikasi intrapersonal hipnoterapi dan perilaku fobia pada
klien di Klinik Tranzcare Jakarta Selatan.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini merujuk pada responden ataupun informan yang akan
dimintai informasi berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Yang menjadi
subjek penelitian, yang disebut juga informan adalah hipnoterapis di klinik
Tranzcare Jakarta Selatan. Kemudian peneliti juga memakai informan tambahan
yaitu klien yang menjalani sesi hipnoterapi untuk mengubah perilaku fobianya di
klinik Tranzcare Jakarta untuk mendukung validitas informasi yang diberikan oleh
hipnoterapis.
Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan
akan dilakukan terus menerus hingga data jenuh. Teknik analisis data selama di
lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman.
5
Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diproleh dari lapangan
yang sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan
berfokus pada hal-hal penting saja. Data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan
data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2005:92).
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama dan tangan
pertama di lapangan dengan cara wawancara mendalam dan Observasi atau
suatu pengamatan. (Kriyantono, 2006: 43).
2. Data sekunder
Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi
oleh lembaga tertentu (ruslan 2003: 138) pengumpulan data dilakukan dengan
cara studi kepustakaan, yaitu mencari, melihat dan membuka dokumen, situssitus atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.
Penetuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive sampling ). Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu ( Sugiyono, 2005 : 96 ).
Adapun kriteria yang harus dimiliki oleh informan:
1. Informan adalah orang-orang yang terlibat dalam sesi hipnoterapi.
2. Informan adalah hipnoterapis di Klinik Tranzcare yang telah memberikan
terapi penyembuhan kepada klien yang memiliki perilaku fobia dan informan
tambahan adalah klien yang baru akan menjalani proses penyembuhan
perilaku fobianya.
3. Hipnoterapis di Klinik Tranzcare adalah hipnoterapis yang sudah memiliki
pengalaman minimal 5 kali dalam menerapi klien yang memiliki perilaku
fobia sehingga peneliti dapat memperoleh data mengenai karakteristik
hipnoterapis, alasan informan menjadi hipnoterapis, serta proses komunikasi
intrapersonal hipnoterapi dalam mengubah perilaku fobia klien.
Keabsahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data untuk mengecek
keabsahan data penelitian. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara
terhadap objek penelitian.
Triangulasi data sumber adalah teknik pemeriksaan data dengan cara
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,
1987). Dalam mencapai kepercayaan tersebut, maka diambil langkah sebagai
berikut:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
6
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi dengan apa
yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
(Moleong, 2009).
Analisis Data
Kegiatan analisis data ini, akan dimulai pengumpulan data-data, kemudian
menelaah semua data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder.
Hasil data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data kemudian akan
disusun membentuk laporan yang sistematis. Selanjutnya data yang disusun akan
dibagi menjadi data yang utama dan data penjelas. Hasil penelitian kemudian
disajikan didalam pembahasan secara deskripsi yang didukung dengan teori dan
kemudian akan dianalisis untuk mengetahui “Bagaimanakah proses komunikasi
intrapersonal hipnoterapi dalam mengubah perilaku fobia klien di klinik Tranzcare
Jakarta?” serta selanjutnya akan ditarik beberapa kesimpulan hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari keempat Informan, peneliti mendapati bahwa karakteristik seorang
hipnoterapis adalah orang yang memiliki pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1)
dan ternyata untuk menjadi seorang hipnoterapis selain mempelajari tentang
hipnosis dan hipnoterapi mereka juga harus memperlengkapi dirinya dengan
berbagai ilmu pemberdayaan diri lainnya.
Menjadi seorang hipnoterpis saat ini tidak terbatas pada kepercayaan, suku
(budaya), maupun agama, karena hipnosis modern sejatinya adalah bidang
keilmuan yang universal dan dapat dipelajari secara ilmiah. Untuk menjadi
seorang hipnoterapis mereka mempelajari hipnosis dan hipnoterapi melalui
berbagai pelatihan non akademik yang tergolong cukup mahal, oleh sebab itu
hipnoterpis di klinik Tranzcare memang orang-orang yang tingkat kesejahteraan
hidupnya adalah menengah ke atas (cukup mampu).
Peneliti juga mendapati kesamaan dari keempat hipnoterapis di klinik
Tranzcare mengenai alasan mereka menjadi seorang hipnoterapis. Kesamaan
alasan mereka terletak pada keinginan mereka untuk dapat membantu orang lain
dalam menyelesaikan permasalahan yang dimilikinya.
Melalui wawancara dengan para hipnoterpis peneliti mendapati bahwa
mereka yang miliki fobia pada umumnya menyadari akan perilaku fobianya yang
tidak wajar namun tetap tidak dapat mengontrolnya. Pernyataan para hipnoterapis
ini juga secara tidak langsung dibenarkan oleh pernyataan dari informan tambahan
yang peneliti wawancarai, Mbak Vita menyatakan ia sadar bahwa perilaku
fobianya tidak wajar namun walaupun ia sadar ia tetap tidak dapat mengontrol
dirinya sendiri. Kenyataan seseorang tersebut tidak dapat mengontrol dirinya
untuk tidak berperilaku yang berlebihan dan irasional terhadap stimulus fobianya,
membawa orang tersebut pada ketidakselarasan batin di dalam dirinya.
7
Ketidakselarasan inilah yang menjadi perasaan yang tidak menyenangkan
dan perasaan terganggu di dalam diri individu yang memiliki fobia. Selain hal
tersebut, orang yang memiliki perilaku fobia merasa memiliki perasaan tidak
menyenangkan dan terganggu juga kerena adanya penilaian yang negatif atau
ketidaksesuaian perilakunya yang dibandingkan dengan kecenderung perilaku
sosial pada umumnya.
Dalam teori disonansi kognitif, ketidakselarasan atau ketidakseimbangan
kognisi mendorong seseorang mengambil langkah demi mengurangi perasaan
ketidaknyaman, tidak menyenangkan dan perasaan terganggu tersebut. Alasan
untuk bisa kembali menjalani aktivitas sehari-harinya secara normal merupakan
konsep diri yang positif yang juga mendorong mereka untuk mengambil upaya
menghilangkan fobianya (dalam hal ini dengan datang ke klinik hipnoterapi).
Biasanya mereka yang memandang baik praktik hipnoterapi, datang ke klinik
hipnoterapi dengan tidak ada paksaan dari orang lain atau dapat dikatakan datang
atas kesadaran dirinya sendiri. Dengan datang atas kesadaran sendiri, dalam
menjalani proses hipnoterapi maka secara tidak langsung klien sudah siap untuk
mengalami perubahan yang diharapkan dalam dirinya.
Kesadaran dan kemauan seseorang untuk menjalani hipnoterapi untuk
mengubah perilaku fobia yang sejatinya adalah self hypnosis, dapat sangat
membantu proses keberhasilan hipnoterapi. Selain pandangan yang baik terhadap
praktik hipnosis serta adanya kesadaran dan kemauan dari diri sendiri, mereka
yang datang ke klinik Tranzcare untuk menjalani hipnoterapi adalah juga mereka
yang memiliki tingkat kesejahteraan hidup yang baik dan berpendidikan. Peneliti
melihat adanya hubungan yang erat antara tingkat pendidikan dengan pandangan
seseorang terhadap praktik hipnosis.
Fobia bisa terjadi kepada siapa saja tanpa mengenal adanya batasan usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan juga tingkat kesejahteraan hidup seseorang.
Begitu banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku fobia
seseorang namun penggunaan teknik sangat bergantung pada jenis fobia yang
ditangani dan keunikan dari klien itu sendiri. Artinya fobia yang sama belum tentu
bisa ditangani dengan cara yang sama terhadap individu yang berbeda, sebab
setiap individu adalah pribadi yang unik dalam membentuk dunia internalnya.
Dengan demikian hipnoterapis sangat dituntut untuk melakukan proses
hipnoterapi yang berpusat kepada klien itu sendiri (client centered therapy).
Agar dapat memahami bagaimana proses komunikasi intrapersonal
hipnoterapi dalam mengubah perilaku fobia maka peneliti akan membahas proses
terjadinya fobia melalui proses pengolahan informasi memakai permodelan dari
buku Adi W. Gunawan sebagai berikut:
Dalam kasus fobia, pemberian makna terhadap sensasi (persepsi) yang
disertai dengan intensitas emosi negatif yang berlebihan (tinggi) akan
menyebabkan sensasi dari stimulus tersebut menjadi berbeda dari yang
seharusnya. Biasanya fobia terbentuk melalui dua proses. Proses pertama
dinamakan sensitizing event (kejadian/peristiwa yang membuat seseorang menjadi
sensitif) dan yang kedua dinamakan activating event (peristiwa yang
mengaktifkan). Kedua proses tersebut bisa ada dalam satu peristiwa yang sama
ataupun merupakan peristiwa-peristiwa yang terpisah.
8
Sebuah fobia erat kaitannya dengan hukum asosiasi (low of association).
Hukum asosiasi menjelaskan bahwa orang yang mengalami kejadian berbahaya
dan menakutkan akan mungkin menjadi sangat takut pada kejadian yang serupa
dan merasakan intensitas emosi yang sama pada hal-hal yang berhubungan
dengan peristiwa atau kejadian tersebut. Dengan memahami hukum ini dapat
dimengerti bahwa ketakutan atau fobia sangat tergantung pada konsep diri
seseorang. Ini berarti setiap orang sangat mungkin memiliki respon yang berbeda
terhadap peristiwa yang sama, ada yang terpengaruh sangat kuat sehingga menjadi
fobia dan ada juga yang sama sekali tidak terpengaruh. Setelah berada di bawah
sadar, persepsi dengan emosi negatif yang berlebihan dalam peristiwa yang
menimbulkan fobia ini menjadi sebuah program stimulus respon (S – R) yang
tertanam di bawah sadar sehingga dikemudian hari, jika seseorang berhadapan
dengan stimulus itu kembali maka orang tersebut secara bawah sadar akan
melakukan proses shortcut (jalan pintas) dalam proses pengolahan informasi
untuk segera merespon stimulus tersebut.
Untuk itu dalam menangani perilaku fobia seseorang, hipnoterapis dengan
berbagai teknik hipnoterapi mengubah atau melakukan adjustment (penyesuaian)
terhadap persepsi yang telah menjadi program stimulus respon di bawah sadar
seseorang. Dengan mengubah atau melakukan adjustment (penyesuaian), persepsi
dengan emosi negatif yang berlebihan tersebut menjadi netral sehingga sensasi
dalam menangkap stimulus juga akan menjadi netral dan kemudian akan
menghasilkan respon yang seharusnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasi penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Seseorang yang ingin menjadi hipnoterpis tidak hanya harus memiliki
pengetahuan mengenai ilmu hipnosis saja tetapi juga berbagai ilmu
pemberdayaan diri lainnya. Hipnosis dapat disejajarkan dengan bidang ilmu
pengetahuan umum lainnya karena hipnosis modern sejatinya merupakan
bidang keilmuan yang universal dan dapat dipelajari secara ilmiah.
2. Alasan informan pokok menjadi hipnoterpis adalah karena ingin bisa
membantu orang lain dalam menyelesaikan permasalahan mereka. Walaupun
dikatakan hipnoterapis yang membantu klien dalam menyelesaikan
permasalahannya, dalam hipnoterapi sebenarnya klienlah yang memegang
peranan tersebut.
3. Fobia yang terjadi di dalam diri seseorang adalah karena adanya persepsi
(pemberian makna) yang salah pada sensasi (saat penangkapan stimuli). Klien
memberikan intensitas emosi takut yang berlebihan terhadap sesuatu objek
atau peristiwa dan terasosiasi dalam emosi tersebut. Dalam proses
komunikasi internal hipnoterapi untuk mengubah perilaku fobia, hipnoterapis
mengubah atau melakukan adjustment (penyesuaian) terhadap persepsi
dengan intensitas emosi negatif yang berlebihan. Dengan mengubah atau
melakukan adjustment (penyesuaian), maka persepsi yang bermuatan emosi
negatif tersebut akan menjadi netral dan kemudian akan menghasilkan respon
yang seharusnya, yang sesuai dengan stimulus tersebut.
9
Saran
Peneliti memiliki beberapa saran yang kiranya bisa bermanfaat bagi
berbagai pihak, yaitu sebagai berikut:
1. Peneliti dalam Penelitian ini mendorong pihak akademisi untuk bisa
membantu mahasiswa departemen ilmu komunikasi melakukan penelitian
serupa sehingga bisa menambah kekurangan-kekurangan yang masih ada
dalam penelitian ini atau bahkan memperluas kajian penelitian ini.
2. Peneliti mengajak setiap mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi untuk bisa
memperluas pengetahuan dan wawasannya mengenai hipnoterapi dan NLP
guna memiliki keterampilan komunikasi efektif yang dapat diterapkan di
berbagai bidang.
3. Peneliti mendorong setiap orang memiliki pandangan yang baik mengenai
praktik-praktik hipnosis sehingga kita bisa memperoleh setiap manfaat yang
bisa didapatkan melalui metode hipnoterapi.
4. Peneliti juga mendorong seluruh praktisi hipnosis dan hipnoterapi agar dapat
memberikan edukasi yang benar dan tepat serta menjadikan hipnosis di
Indonesia berada dalam lingkup akademik.
DAFTAR REFERENSI
Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti
Gunawan, Adi W. 2009. Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hadjam, M. Noor Rochman. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: Cv. Lubuk
Agung
Kahija, Y. F. LA. 2007. Hipnoterapi: Prinsip-prinsip Dasar Praktik psikotrapi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Khodijah, Nyayu. 2006. Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden Fatah Press
Krisyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Morrisan, M. A. 2010. Psikologi Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia
Mulya, Rizki Rahman. 2009. Konsep Diri. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Nurindra, Yan. 2008. Hypnosis For Dummies: Cara mudah Belajar hypnosis
(ebook). Yan Nurindra School of Hypnotism
Rakhmat, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV
Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarata : PT. Raja
Grafindo Persada
Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
West, Richard & Lynn H Turner. 2011. Pengantar Teori komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika
SUMBER LAIN
http://catatanmingguanku.blogspot.com/2012/02/pengertian-macam-dan-caramengatasi.html
10
Download