1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat 2

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Terdapat 2 jenis broadband berdasarkan jenis jaringan, yaitu mobile
broadband dan fixed broadband. Apabila dilihat dari perkembangannya, mobile
broadband memiliki pengguna sebanyak 127,25 juta, lebih besar bila dibandingkan
dengan pengguna fixed broadband yang hanya mencapai 6,1 juta di Indonesia pada
tahun 2016. Perkembangan keduanya di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan
pengguna internet masyarakat Indonesia yang mencapai angka 93,4 juta pada tahun
2015 atau naik 9,7 juta dari tahun 2014. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia
menempati peringkat 6 dunia setelah Jepang, Brazil, India, US, dan Cina yang
menempati peringkat pertama (eMarketer, 2014). Perkembangan antara mobile
broadband dan fixed broadband yang tidak seimbang tersebut mendorong
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika
Kementrian Komunikasi dan Informatika RI berencana mengembangkan fixed
broadband yang semula hanya dimiliki oleh 5% populasi pada tahun 2013 menjadi
30% populasi pada 2019 (Kominfo, 2015).
Persaingan untuk mengembangkan fixed broadband membuat beberapa
perusahaan di Indonesia yang mulanya hanya memberikan layanan internet wifi saja
kemudian berlomba-lomba menciptakan hal baru agar bisa menarik konsumen,
mulai dari pemberian diskon, peningkatan pelayanan, memberikan berbagai macam
promo, dan mengaplikasikan sistem bundling. Bundling merupakan gabungan
paket dimana perusahaan menjual beberapa produk terpisah berupa layanan
internet, layanan telepon dan layanan tv kabel dalam satu paket harga (Prince,
2012). Hal tersebut juga mendorong perusahaan seperti PT Telkom melakukan
berbagai inovasi. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah merubah nama produk
yang semula speedy menjadi IndiHome.
Seiring dengan perubahan nama menjadi IndiHome, maka terdapat
penambahan fasilitas yang diberikan, yaitu dengan perubahan jaringan dan
1
2
penambahan produk yang diusung. Jaringan yang semula menggunakan kabel
tembaga berubah menjadi jaringan fiber optik. Sedangkan produk yang ditawarkan
juga bertambah, yang mulanya hanya menawarkan layanan internet saja kemudian
berubah menjadi sistem bundling berupa layanan triple play, yaitu layanan suara
(phone), internet (internet on fiber), dan tv interaktif (useeTV cable). Dengan
adanya sistem bundling tersebut maka perusahaan maupun konsumen akan samasama diuntungkan. Prince (2012) memaparkan berbagai keuntungan yang didapat
oleh perusahaan maupun konsumen. Dari segi perusahaan antara lain yang pertama
triple play bundling bisa digunakan untuk memperluas kekuatan pasar dan yang
kedua bisa menutupi fixed cost yang tinggi antar konsumen yang memiliki
keberagaman preferensi. Sedangkan keuntungan yang didapat konsumen adalah
konsumen akan mendapatkan 3 layanan sekaligus dengan harga yang lebih
terjangkau apabila dibandingkan dengan berlangganan tiap satu produk, selain itu
konsumen bisa membayar ketiga produk dalam satu tagihan sekaligus.
Perusahaan harus memiliki langkah strategi yang sedemikian rupa agar
produk yang ditawarkan bisa laku dan diterima pasar dengan baik. Strategi
merupakan langkah untuk menuju perusahaan sukses maupun gagal (Porter, 1991).
Langkah strategi pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan pasar atau
segmentasi pasar (Kotler, 1991). Tujuan dari mendefinisikan pasar yaitu untuk
menentukan batas-batas pasar tertentu dan digunakan dalam menganalisis level
kompetisi pasar untuk kedepannya (Srinuan dkk, 2012). Menurut Schejter dkk
(2010) banyak manajer yang mempercayai konsep mass marketing dan meyakini
konsep tersebut akan menciptakan potensial pasar yang besar, mengeluarkan biaya
paling rendah dan menghasilkan revenue terbesar. Namun banyak perusahaan yang
berpindah dari mass marketing menjadi market segmentation dan market targetting
(Bickert, 1997). Strategi tersebut juga dilakukan oleh perusahaan seperti PT
Telkom. Pihak perusahaan melakukan strategi booking area atau segmentasi dan
penggolongan tingkat wilayah telekomunikasi pada banyak titik di Indonesia untuk
mendirikan jaringan fiber optik.
Penggolongan tingkat wilayah telekomunikasi IndiHome terbagi menjadi
golongan high, medium, dan low affordability. Strategi pembagian golongan ini
3
berguna untuk mendirikan jaringan telekomunikasi berupa jaringan fiber optik
produk IndiHome. Penggolongan tersebut awalnya dilakukan PT Telkom untuk
memetakan wilayah yang dinilai memiliki kecenderungan calon pemakai indiHome
berdasarkan tingkat daya belinya, sehingga jaringan fiber optik banyak dibangun
berdasar tingkatan golongan tersebut. Untuk wilayah dengan golongan high
affordability maka jaringan akan lebih banyak dibangun daripada wilayah dengan
golongan medium atau low affordability seperti pada Gambar 1.1, 1.2, dan 1.3 yang
menunjukkan perbandingan jumlah kapasitas dan NJOP. Hal ini dikarenakan pada
golongan high affordability dinilai akan memberikan jumlah penjualan yang lebih
banyak dibandingkan dengan tingkatan di bawahnya. Golongan high affordability
sendiri merupakan golongan wilayah yang memiliki nilai jual objek pajak (NJOP)
terbesar, sedangkan golongan medium dan low affordability merupakan golongan
wilayah yang memiliki nilai NJOP dengan tingkat dibawahnya.
Di sisi lain strategi segmentasi yang dilakukan PT Telkom tersebut tentu
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Salah satu kelebihannya yaitu
PT Telkom bisa menembak pasar dengan golongan tertentu. Namun yang menjadi
kekurangan dari strategi tersebut adalah karena melakukan segmentasi hanya
dengan menggunakan faktor NJOP dan tidak memperhitungkan demand, maka
jaringan yang dibangun bisa kurang atau lebih di beberapa titik. Segmentasi yang
hanya mempertimbangkan NJOP walaupun memberikan hasil yang linier seperti
pada Gambar 1.4 namun mengakibatkan besarnya jumlah produk yang tidak terjual
pada masing-masing wilayah seperti pada Gambar 1.5, 1.6, dan 1.7 sehingga
segmentasi yang hanya mempertimbangkan faktor NJOP dinilai kurang tepat.
Selain itu segmentasi yang dilakukan PT Telkom tidak memperhatikan faktor
consumer behavior, sehingga yang menjadi permasalahan adalah jaringan yang
didirikan di wilayah tertentu menjadi kurang tepat sasaran.
4
SLEMAN
18000
16000
600
14000
500
12000
400
10000
8000
300
6000
200
KAPASITAS (buah)
PBB/LUAS WILAYAH (Rp/km2)
700
4000
100
2000
0
0
PBB/LUAS WILAYAH
KAPASITAS
Linear (KAPASITAS)
Gambar 1.1 Rasio Kapasitas Jaringan dan PBB/Luas Wilayah Kabupaten Sleman
8000
3500
7000
3000
6000
2500
5000
2000
4000
1500
3000
1000
2000
500
1000
0
KAPASITAS (buah)
PBB/LUAS WILAYAH (Rp/km2)
YOGYAKARTA
4000
0
PBB/LUAS WILAYAH
KAPASITAS
Linear (KAPASITAS)
Gambar 1.2 Rasio Kapasitas Jaringan dan PBB/Luas Wilayah Kota Yogyakarta
5
BANTUL
4500
250
3600
200
2700
150
1800
100
KAPASITAS (buah)
PBB/LUAS WILAYAH (Rp/km2)
300
900
50
0
0
PBB/LUAS WILAYAH
KAPASITAS
Linear (KAPASITAS)
Gambar 1.3 Rasio Kapasitas Jaringan dan PBB/Luas Wilayah Kabupaten Bantul
GABUNGAN
0,4
PBB/LUAS WILAYAH (%)
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
PENJUALAN (%)
Gambar 1.4 Hubungan Tingkat Penjualan dan PBB/Luas Wilayah Gabungan
6
SLEMAN
18000
16000
JUMLAH (BUAH)
14000
8151
12000
10000
8000
6000
4000
9713
1309 1580
1744 276
252 189 91 157 78 42 50 49
2608 1970 1671
820 724 507 269 195 178 118 111 79
2000
0
SISA
72
72
11
29
59
29
TERJUAL
Gambar 1.5 Rasio Produk Terjual dan Tidak Terjual Kabupaten Sleman
YOGYAKARTA
8000
7000
2096
JUMLAH (BUAH)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
1135
5609
1390 1417
3316
780
732
489
1984 1829 1718 1684 1778
0
SISA
234 392
864
336
393 198
159
121
43
414
36
9
7
232
TERJUAL
Gambar 1.6 Rasio Produk Terjual dan Tidak Terjual Kota Yogyakarta
7
BANTUL
4200
JUMLAH (BUAH)
3600
749
3000
803
2400
1800
1200
600
0
3399
733
2348
1244
417
80
649 856
58
214
SISA
52
17
52
79
27
17
37
15
16
8
12
12
15
15
9
1
7
1
TERJUAL
Gambar 1.7 Rasio Produk Terjual dan Tidak Terjual Kabupaten Bantul
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk membagi segmen pasar antara lain
dibagi berdasarkan aspek geografi, demografi, psikografi, ataupun aspek perilaku.
Dari aspek-aspek tersebut nantinya akan bisa diukur apakah segmen yang dituju
akan memenuhi kriteria dan memiliki daya beli atau tidak. Apabila segmentasi yang
dilakukan juga mempertimbangkan consumer behavior maka pemetaaan dan
pengelompokkan pasar yang dilakukan akan lebih tepat sehingga sasaran pasar
menjadi lebih optimal. Faktor demografi dan gaya hidup juga secara tidak langsung
juga berpengaruh terhadap segmentasi yang dilakukan. Selain itu perusahaan juga
harus mempertimbangkan ada atau tidaknya kompetitor yang ada di wilayah
tersebut. Dengan melihat banyaknya aspek yang harus dipertimbangkan tersebut
maka segmentasi produk bundling yang dilakukan oleh PT Telkom menjadi tidak
tepat sasaran karena hanya mempertimbangkan satu aspek saja.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
segmentasi bisa dilihat melalui analisis model matematis berupa regresi. Dengan
model matematis tersebut maka hubungan antara masing-masing faktor bisa dilihat
kuat atau tidak pengaruhnya terhadap kesuksesan produk. Namun dalam
8
menentukan faktor-faktor yang berpengaruh seringkali menemukan faktor yang
memiliki korelasi yang tinggi antar faktor atau yang biasa disebut sebagai
multikolinieritas. Hal tersebut menyebabkan hasil analisis menjadi bias atau bisa
salah prediksi. Untuk meminimalisir hal tersebut maka ada berbagai cara yang bisa
dilakukan untuk menghilangkan dampak multikolinieritas dalam analisis regresi.
Maka pada penelitian ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kesuksesan strategi segmentasi produk bundling indiHome dengan pembangunan
model matematis tanpa mengandung multikolinieritas.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka penelitian
ini akan berfokus pada pengelompokkan wilayah ulang dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kesuksesan segmentasi selain menggunakan faktor NJOP sebagai
satu-satunya strategi, agar jaringan fiber optik yang dipasang bisa tepat sasaran.
1.3
Asumsi dan Batasan Maslah
Asumsi dan batasan pada penelitian ini, yaitu :
1.
Tidak mempertimbangkan consumer behavior.
2.
Analisis NJOP menggunakan pendekatan nilai total PBB tiap wilayah
dibagi dengan luas wilayah tiap kecamatan.
3.
Analisis pengelompokkan wilayah ulang hanya sampai tingkat
administratif kecamatan.
1.4
4.
Analisis strategi tidak mempertimbangkan targeting dan positioning.
5.
Analisis hanya dilakukan di wilayah DIY.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk menjawab rumusan masalah di atas adalah
sebagai berikut :
1.
Mengetahui perbandingan model apabila hanya menggunakan faktor
NJOP.
9
2.
Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kesuksesan strategi
segmentasi produk bundling selain menggunakan faktor NJOP dengan
membangun model matematis menggunakan multiple linier regression
(MLR) dan KANO
3.
Mengetahui pengaruh multikolinieritas dengan menghapus variabel dan
ridge regression.
1.5
Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat untuk evaluasi kepada perusahaan
terkait dalam menentukan strategi bisnis yang berhubungan dengan segmentasi
produk agar nantinya penggolongan wilayah yang dilakukan untuk mendefinisikan
pasar potensial tidak hanya mengacu pada satu faktor NJOP saja namun bisa
mempertimbangkan faktor-faktor lain.
10
Download