INSIGHT 3 Edisi Minggu Bisnis Indonesia 16 Januari 2011 Menyegarkan model bisnis P esatnya perkembangan teknologi komunikasi dan perubahan peta bisnis dunia secara drastis membawa dinamika baru pula terhadap model bisnis yang berlaku saat ini. Korporasi global, seperti ditunjukkan oleh studi Ramon Casasedus-Masanell dan Joan E. Ricart di Harvard Business Review edisi bulan ini, harus menyesuaikan lagi model bisnis mereka seiring dengan pengalihan fokus bisnis mereka yang semula lebih banyak menoleh ke negara-negara maju tetapi kini berpaling ke negara-negara berkembang. Hal itu tidak terelakkan mengingat ekonomi di negara-negara maju sedang mengalami kelesuan, sementara potensi bisnis dan investasi di negara berkembang begitu menjanjikan. Dari studi lanjutan dua pakar tersebut Bisa dibedakan apakah model pada 2009 juga terungkap bahwa bisnis suatu perusahaan tujuh dari 10 tergolong, meminjam istilah perusahaan global sekarang, gaul atau kurang gaul. sedang sibuk melakukan inovasi terhadap model bisnis mereka. Bahkan hampir semua perusahaan yang disurvei juga melakukan serangkaian modifikasi pada model bisnis. Tidak heran bila dewasa ini terjadi transformasi model bisnis yang cukup radikal. Bagaimana cara perusahaan dikelola selama satu dekade terakhir mengalami perubahan drastis dari masa sebelumnya. Salah satu faktor pemicu percepatan tersebut adalah perkembangan teknologi di bidang informasi. Siapa yang menguasai teknologi, merekalah yang tampil sebagai pemenang. Reputasi ini dijaga oleh orang-orang yang memiliki kompetensi tinggi di bidangnya, sehingga fasilitas yang mereka nikmati umumnya diatas rata-rata. Faktor penentu ini semakin disadari oleh manajemen korporasi global yang menuntut mereka berinteraksi dengan mitra bisnis selama 24 jam terus menerus. Adapun pesaing juga tidak tinggal diam. Dengan keyakinan yang tinggi, para kompetitor juga melakukan pembenahan di segala lini, sehingga pada akhirnya bisnis mereka bisa berbasis pada teknologi dan menjelma sebagai perusahaan berbiaya rendah (low cost). Selama kurang lebih satu dekade, 14 dari 19 perusahaan yang masuk dalam jajaran Fortune 500 meraih kesuksesan berkat inovasi model bisnis, sehingga mentransformasi industri yang ada atau menciptakan industri baru. Namun merancang model bisnis bukan pekerjaan mudah. Perusahaan sebagai organisasi kerap bingung dan gamang untuk menentukan cara dan strategi berkompetisi sesuai model bisnis yang dianut. Menurut Casasedus dan Ricart, kondisi demikian lazim terjadi dan umumnya disebabkan karena manajemen kurang fokus dalam INRIA ZULFIKAR Bisnis Indonesia menetapkan model bisnis. Andaikata model bisnis sudah dibangun, manajemen kerap abai untuk mengevaluasinya. Sebaliknya mereka lebih asyik pada aspek-aspek yang menyangkut produksi dan teknologi pendukung yang bisa melipatgandakan volume produksi. Kunci keberhasilan menerapkan model bisnis tidak bisa berjalan dalam ruang hampa. Casasedus dan Ricart menegaskan bahwa berhasil atau gagalnya model bisnis perusahaan sangat tergantung pada tingkat interaksinya dengan model lain dari para pelaku industri lainnya. Artinya, bisa dibedakan apakah model bisnis suatu perusahaan tergolong, meminjam istilah sekarang, gaul atau kurang gaul. Persoalannya, apakah sebuah model bisnis akan mampu berjalan baik bila perusahaan cukup beruntung sebagai satu-satunya yang menerapkan di pasar? Studi kedua pakar manajemen itu menyebutkan bahwa apabila perusahaan dalam bersaing menggunakan model bisnis yang berbeda dari para kompetitor maka tingkat keberhasilannya akan sulit diperkirakan. Sebuah model bisnis bisa saja tampak lebih baik dan unggul dibanding lainnya bila dianalisasi secara terpisah (isolation). Namun bila ditelaah dalam ruang yang saling berinteraksi hasilnya justru kurang bagus. Model bisnis sering dijabarkan sebagai salah satu dari tiga faktor utama yang menentukan kinerja suatu bisnis selain lingkungan dimana suatu bisnis dijalankan dan perubahan. Di sinilah perusahaan membangun dan menggunakan sumber dayanya untuk menawarkan pelanggannya nilai yang lebih baik dibanding kompetitornya dan juga tentu saja untuk menghasilkan uang. Suatu model bisinis menggambarkan pemikiran tentang bagaimana sebuah organisasi menciptakan, memberikan, dan menangkap nilainilai, baik itu ekonomi, sosial, ataupun bentukbentuk nilai lainnya. Oleh karena itu, model bisnis dipakai untuk ruang lingkup luas dalam konteks formal dan informal guna menunjukkan aspek inti suatu bisnis, termasuk mencakup maksud dan tujuan, apa yang ditawarkan, strategi, infrastruktur, struktur organisasi, praktik-praktik bisnis, dan berbagai kebijaan serta proses operasional. Perumusan bisnis sangat beragam. Alexander Osterwalder misalnya, mengajukan sebuah model rujukan tunggal berdasarkan kesamaan-kesamaan di antara berbagai macam perumusan bisnis. Melalui templat desain model bisnisnya itu, sebuah perusahaan dapat dengan mudah menggambarkan model bisnis mereka. Dari catatan yang ada, sejarah singkat mengenai model bisnis kemungkinan besar diawali kegiatan usaha pemilik toko. Buka toko di lokasi di mana pelanggan potensial mungkin berada, lalu pajang produk dan jasa di sana. Hal itu sangat berbeda sekali dengan model bisnis yang diterapkan korporasi dewasa ini. Model bisnis ’kail dan umpan’, yang juga dirujuk sebagai model bisnis ’gunting dan pisau cukur’, atau model bisnis ’produk-produk terikat’ telah diperkenalkan pada awal abad ke-20. Model ini bekerja dengan menawarkan produk dasar di level harga yang rendah, seringnya dalam harga rugi (umpan), lalu mengenakan biaya untuk produk isi ulangnya, atau produk-produk dan layanan lain yang terkait. Contohnya gunting (umpan) dan pisau cukur (kail); ponsel (umpan) dan pulsa bicara (kail), printer (umpan) dan tinta isi ulang (kail) serta kamera (umpan) dan hasil fotonya (kail). ebuah variasi menarik dari model ini adalah seorang pengembang peranti lunak yang memberikan peranti lunak pembaca dokumen secara gratis tetapi mengenakan sejumlah biaya untuk peranti lunak penulis dokumennya. Pada 1950-an, model bisnis baru telah muncul dari restoran McDonald dan Toyota. Pada 1960-an, inovatornya adalah WalMart dan Hypermarkets. Masa 1970-an, dunia menyaksikan model bisnis baru dari FedEx dan Toys R Us. Era 1980-an dari Blockbuster, Home Depot, Intel, dan Dell Computer. Kemudian di era 1990-an ada Southwest Airlines, Netflix, eBay, Amazon.com, dan Starbucks. Memasuki era dotcom, model bisnis berubah lagi. Kini, tipe model bisnis bergantung kepada bagaimana teknologi digunakan. Pebisnis di dunia maya misalnya, juga telah menciptakan model baru secara keseluruhan yang sepenuhnya bergantung kepada teknologi yang ada atau sedang berkembang. Mengenai hal itu, pakar manajemen A.B. Sutanto menggarisbawahi pula bahwa dengan memanfaatkan teknologi, pebisnis dapat menjangkau pasar dalam jumlah besar tapi dengan ongkos minimal. Selain itu mengamati dan mengantisipasi sinyal-sinyal yang menandakan diperlukannya perubahan. Berkaitan dengan hal ini, inovasi dalam model bisnis perlu dilakukan saat perusahaan melihat peluang untuk memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dalam jumlah besar, karena produk yang hadir saat ini terlalu mahal dan rumit. ([email protected]) S FEEDBACK Merancang dana pensiun Saya sebagai pembaca sangat terbantu dengan contoh perhitungan yang dimuat di kolom Fund edisi 19 Desember 2010 berjudul Merancang dana pensiun. Saya rasa seharusnya memang demikian untuk memudahkan pembaca memahami ulasan yang disampaikan. Kebetulan saya juga sedang dalam masa persiapan pensiun sehingga memerlukan informasi yang valid mengenai masalah itu. Apa yang disampaikan penulis (Eko Endarto) paling tidak bisa menjadi panduan bagi saya untuk menentukan langkah selanjutnya. Apalagi pihak yang harus bertanggungjawab dengan pensiun adalah kita sendiri, bukan bank tertentu, asuransi tertentu atau Jamsostek. Saya sependapat dengan penulis bahwa membuat perencana dana pensiun tidak akan berhasil bila orang tidak mengetahui tujuannya. Hal itu yang menjadi persoalan, yaitu seberapa besar dana pensiun yang kita butuhkan kelak. Tersedianya dua opsi dirasakan sangat membantu pula karena, pertama, berdasarkan pendekatan biaya hidup. Artinya dana pensiun dihitung dengan gambaran besaran biaya hidup yang dibutuhkan saat pensiun kelak. Opsi lainnya tidak kalah bermanfaat karena berangkat dari pengganti penghasilan, yaitu kebutuhan dana pensiun dihitung dengan gambaran besaran penghasilan yang diharapkan diperoleh kelak sebagai pengganti penghasilan saat ini. SUNARTO HARTADI M. [email protected] Semarang Pertanyaan, saran, kritik, dan komentar dapat disampaikan ke redaksi melalui: [email protected] dan www.bisnis.com