bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen
Pengertian manajemen menurut Follet dalam Wijayanti (2008:1) mengartikan
manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Lalu,
menurut Stoner dalam Wijayanti (2008:1) manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi
dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, Gulick dalam Wijayanti (2008:1) mendefinisikan manajemen
sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis
untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk
mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk
menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya
disebut managing dan orang yang melakukannya disebut manajer.
2.1.1 Fungsi Manajemen
Menurut Terry (2010:9), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat
bagian, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating
(pelaksanaan), dan controlling (pengawasan):
1. Planning (Perencanaan)
a.
Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan.
Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan,
termasuk
dalam
pemilihan
alternatif
keputusan.
karena
Diperlukan
kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna
merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
mendatang.
9
10
b. Proses Perencanaan
Proses perencanaan berisi langkah-langkah:
• Menentukan tujuan perencanaan.
• Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan.
• Mengembangkan dasar pemikiran kondisi mendatang.
• Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan.
• Mengimplementasi rencana
tindakan
dan
mengevaluasi
hasilnya.
c. Elemen Perencanaan
Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan
rencana (plan).
•
Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh individu, kelompok,
atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan.
Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan
membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
•
Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai skema
untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi
sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya.
Rencana
dibagi
berdasarkan
cakupan,
jangka
waktu,
kekhususan, dan frekuensi penggunaanya.
d. Unsur-unsur Perencanaan
Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam pertanyaan yang
tercakup dalam unsur-unsur perencanaan yaitu:
•
Tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu mengidentifikasi
segala sesuatu yang akan dilakukan.
•
Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan, yaitu
merumuskan faktor penyebab dalam melakukan tindakan
•
Tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan tempat atau
lokasi.
•
Kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan waktu
pelaksanaan tindakan.
•
Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut,
menentukan pelaku yang akan melakukan tindakan.
yaitu
11
•
Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut, yaitu
menentukan metode pelaksanaan tindakan.
e. Klasifikasi perencanaan
Rencana dapat diklasifikasikan menjadi:
•
Rencana pengembangan. Rencana tersebut menunjukkan arah
(secara grafis) tujuan dari lembaga atau perusahaan.
•
Rencana laba. Jenis rencana ini biasanya difokuskan kepada
laba per produk atau sekelompok produk yang diarahkan oleh
manajer.
Maka
seluruh
rencana
berusaha
menekan
pengeluaran supaya dapat mencapai laba secara maksimal.
•
Rencana
pemakai.
Rencana
tersebut
dapat
menjawab
pertanyaan sekitar cara memasarkan suatu produk tertentu atau
memasuki pasaran dengan cara yang lebih baik.
•
Rencana anggota manajemen. Rencana yang dirumuskan
untuk
menarik,
mengembangkan,
dan
mempertahankan
anggota manajemen menjadi lebih unggul.
f. Tipe Perencanaan
Tipe perencanaan terinci sebagai berikut:
•
Perencanaan jangka panjang (Long Range Plans), jangka
waktu 5 tahun atau lebih.
•
Perencanaan jangka pendek (Short Range Plans), jangka
waktu 1 s/d 2 tahun.
•
Perencanaan strategi, yaitu kebutuhan jangka panjang dan
menentukan komprehensif yang telah diarahkan.
•
Perencanaan operasional, kebutuhan apa saja yang harus
dilakukan untuk mengimplementasikan perencanaan strategi
untuk mencapai tujuan strategi tersebut.
•
Perencanaan tetap, digunakan untuk kegiatan yang terjadi
berulang kali (terus-menerus).
•
Perencanaan sekali pakai, digunakan hanya sekali untuk
situasi yang unik.
g. Dasar Perencanaan yang Baik
Dasar perencanaan yang baik meliputi:
12
•
Forecasting, proses pembuatan asumsi yang akan terjadi pada
masa yang akan datang.
•
Penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa alternatif
skenario masa yang akan datang atau peristiwa yang mungkin
terjadi.
•
Benchmarking, perbandingan eksternal untuk mengevaluasi
secara lebih baik suatu arus kinerja dan menentukan
kemungkinan tindakan yang dilakukan untuk masa yang akan
datang.
•
Partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua orang yang
mungkin akan mempengaruhi hasil dari perencanaan dan atau
akan membantu mengimplementasikan perencanaan tersebut.
•
Penggunaan staf perencana, bertanggung jawab dalam
mengarahkan dan mengkoordinasi sistem perencanaan untuk
organisasi secara keseluruhan atau untuk salah satu komponen
perencanaan yang utama.
h. Tujuan Perencanaan
•
Untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun
karyawan non-manajerial.
•
Untuk mengurangi ketidakpastian.
•
Untuk meminimalisasi pemborosan.
•
Untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam
fungsi selanjutnya.
i. Sifat Rencana yang Baik
Rencana dikatakan baik jika memiliki sifat sifat sebagai berikut:
•
Pemakaian kata yang sederhana dan jelas.
•
Fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan
keadaan yang sebenarnya.
•
Stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami
perubahan, sehingga harus dijaga stabilitasnya
•
Ada dalam pertimbangan.
•
Meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi fungsi
yang ada dalam organisasi.
13
2. Organizing (Pengorganisasian)
a. Pengertian Pengorganisasian
Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang
berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan untuk mencapai
tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer.
Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua
sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang
dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil.
b. Ciri Organisasi
Ciri-ciri organisasi adalah sebagai berikut:
•
Mempunyai tujuan dan sasaran
•
Mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus
ditaati
•
Adanya kerjasama dari sekelompok orang
•
Mempunyai koordinasi tugas dan wewenang.
c. Komponen Organisasi
Ada empat komponen dari organisasi yang dapat diingat dengan kata
“WERE” (Work, Employees, Relationship, dan Environment).
•
Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus dilaksanakan
berasal dari sasaran yang telah ditetapkan.
•
Employees (pegawai) adalah setiap orang yang ditugaskan
untuk melaksanakan bagian tertentu dari seluruh pekerjaan.
•
Relationship (hubungan) merupakan hal penting di dalam
organisasi. Hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya,
interaksi antara satu pegawai dengan pegawai lainnya dan unit
kerja lainnya dan unit kerja pegawai dengan unit kerja lainnya
merupakan hal yang peka.
•
Environment (lingkungan) adalah komponen terakhir yang
mencakup sarana fisik dan sasaran umum di dalam lingkungan
dimana para pegawai melaksanakan tugas mereka, lokasi,
mesin, alat tulis kantor, dan sikap mental yang merupakan
faktor pembentuk lingkungan.
14
d. Tujuan organisasi
Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi
yang tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada
waktu yang akan dating melalui kegiatan organisasi.
e. Prinsip organisasi
Prinsip-prinsip organisasi meliputi:
•
Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas.
•
Prinsip skala hirarki.
•
Prinsip kesatuan perintah.
•
Prinsip pendelegasian wewenang.
•
Prinsip pertanggung jawaban.
•
Prinsip pembagian pekerjaan.
•
Prinsip rentang pengendalian.
•
Prinsip fungsional.
•
Prinsip pemisahan.
•
Prinsip keseimbangan.
•
Prinsip fleksibilitas.
•
Prinsip kepemimpinan.
f. Manfaat pengorganisasian
Pengorganisasian bermanfaat sebagai berikut:
•
Dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota satu
dengan yang lain.
•
Setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia harus
bertanggung jawab.
•
Setiap anggota organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya dalam
struktur organisasi.
•
Dapat
dilaksanakan
pendelegasian
wewenang
dalam
organisasi secara tegas, sehingga setiap anggota mempunyai
kesempatan yang sama untuk berkembang.
15
•
Akan tercipta pola hubungan yang baik antar anggota
organisasi,
sehingga
memungkinkan
tercapainya
tujuan
dengan mudah.
3. Actuating (Pelaksanaan)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota kelompok sedemikian
rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan bersama.
4. Controlling (Pengawasan)
a. Pengertian Controlling
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara
dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
b. Tahap-tahap Pengawasan Tahap-tahap pengawasan terdiri atas
• Penentuan standar.
• Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan.
• Pengukuran pelaksanaan kegiatan.
• Pembanding
pelaksanaan
dengan
standar
dan
analisa
penyimpangan.
• Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.
c. Tipe-tipe pengawasan
• Feed forward control dirancang untuk mengantisipasi
masalah-masalah dan penyimpangan dari standar tujuan dan
memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan tertentu
diselesaikan.
• Concurrent Control merupakan proses dalam aspek tertentu
dari suatu prosedur harus disetujui dulu sebelum suatu
kegiatan
dilanjutkan
atau
untuk
menjamin
ketepatan
pelaksanaan suatu kegiatan.
• Feed back Control mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan
yang telah dilaksanakan.
16
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Rivai (2009:1) menyatakan bahwa ”Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang
meliputi segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), manajemen sumber daya manusia
adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu cabang manajemen
yang menitik beratkan pada permasalahan manusia yang mempunyai kedudukan
yang utama dalam setiap perusahaan dan organisasi. Sumber Daya Manusia
merupakan asset yang sangat penting bagi suatu perusahaan, walaupun perusahaan
mempunyai modal yang besar, modern, namun itu tidak berarti tanpa manusia. Oleh
karena
itu
perusahaan
mengkoordinir
memberi
bimbingan,
memotivasi,
mengevaluasi mereka sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang manajemen untuk
membentuk tenaga kerja yang efektif dan efisien. Berikut dikemukakan beberapa
definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut beberapa ahli, antara
lain:
Menurut Umar (2005:3) menyatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
atas pengadaan, pengembangaan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara
terpadu.
Menurut Hasibuan (2007:6) berpendapat bahwa “manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
agar efektif dan efisien untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan dan
masyarakat”.
Selanjutnya, manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan
manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang
dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (perusahaan)
(Nawawi, 2011:42).
17
Dari beberapa definisi para ahli yang telah mengemukakan pendapatnya,
menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang
mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya,
secara efisien, efektif dan produktif.
2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Rivai (2010), manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen
umum yang memfokuskan dari pada SDM. Adapun fungsi manajemen SDM, seperti
halnya fungsi manajemen umum, yaitu:
1. Fungsi Manajerial
•
Fungsi Perencanaan (Planning)
Merupakan fungsi manajemen yang mendefinisikan sasaran-sasaran,
menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana kerja untuk mengelola
aktivitas-aktivitas.
•
Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
Merupakan fungsi manajemen yang menentukan apa yang harus
diselesaikan, bagaimana caranya, dan siapa yang akan mengerjakannya.
•
Fungsi Memimpin (Leading)
Merupakan fungsi manajemen yang memotivasi, memimpin, dan
tindakan yang melibatkan interaksi dengan orang lain.
•
Fungsi Pengendalian (Controlling)
Merupakan fungsi manajemen yang mengawasi aktivitas-aktivitas demi
memastikan segala sesuatunya terselesaikan sesuai rencana.
2. Fungsi Operasional
•
Pengadaan tenaga kerja (SDM)
•
Pengembangan
•
Kompensasi
•
Pengintegrasian
•
Pemeliharaan
•
Pemutusan hubungan kerja
18
2.2.3
Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Ada tujuh aktifitas manajemen sumber daya manusia, menurut Mathis dan
Jackson (2006), diantaranya:
1.
Perencanaan dan analisis SDM
Lewat perencanaan SDM, manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang
akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan
2.
Kesetaraan kesempatan kerja
Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (EEO)
mempengaruhi semua aktifitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen
SDM.
3.
Pengangkatan pegawai
Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai
atas individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah
organisasi.
4.
Pengembangan SDM
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi
keterampilan pekerjaan.
5.
Kompensasi dan tunjangan
Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan
melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus memperbaiki dan
mengembakan sistem upah dan gaji dasar mereka.
6.
Kesehatan, keselamatan, dan keamanan
Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan dan kesehatan para
karyawan adalah hal yang sangat penting.
7.
Hubungan karyawan dan buruh atau hubungan manajemen
Hubungan para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila
para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.
2.3
Job Design
Desain pekerjaan atau job design merupakan faktor penting dalam
manajemen terutama manajemen operasi karena selain berhubungan dengan
produktifitas juga menyangkut tenaga kerja yang akan melaksanakan kegiatan
19
operasi perusahaan. Job design adalah suatu alat untuk memotivasi dan memberi
tantangan pada karyawan. Oleh karena itu perusahaan perlu memiliki suatu sistem
kerja yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien
yang dapat merangsang karyawan untuk bekerja secara produktif, mengurangi
timbulnya rasa bosan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja, desain pekerjaan
terkadang digunakan untuk menghadapi stress kerja yang dihadapi karyawan.
Perancangan pekerjaan (job design) adalah proses menentukan tugas tugas
spesifik untuk dikerjakan, metode yang dipakai dalam menjalanakn tugas, dan cara
pekerjaan yang bersangkutan berhubungan dengan pekerjaan lain dalam organisasi
(Mondy, 2008).
Menurut Rivai dan Jauvani (2009:127), job design adalah proses penentuan
tugas yang akan dilaksanakan, metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas,
dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam
perusahaan.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job design
adalah proses menentukan pekerjaan yang harus dilakukan untuk sebuah posisi, cara
penyelesaian tugas, dan keterkaitan dengan pekerjaan lain.
2.3.1 Pertimbangan dalam Menyusun Job Design
Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai cara tersendiri dalam membuat
job design untuk setiap karyawannya sesuai bagiannya masing. Dalam membuat job
design, komunikasi antara atasan dan bawahan harus diperhatikan karena job design
dalam suatu organisasi dan proses komunikasi adalah hal yang tidak dapat
dipisahkan (Sunarto, 2005).
Inti dalam membuat job design adalah bagaimana membuat semua pekerjaan
yang ada disusun secara sistematis. Job design membantu dalam menjelaskan
pekerjaan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan pekerjaan tersebut,
berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan bagaimana ketentuan yang harus
dijalankan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan (Sunarto, 2005). Para penyusun
desain pekerjaan harus mempertimbangkan beberapa hal berikut (Herjanto, 2008):
•
Perluasan tugas (job enlargement) meliputi pemberian tugas yang lebih besar
secara horizontal, dimana pekerjaan tambahan itu berada pada tingkat
kecakapan dan tanggung jawab yang setara dengan pekerjaan semula.
20
•
Pengayaan tugas (job enrichment) mencakup penambahan tugas dengan
tanggung jawab yang lebih tinggi seperti perencanaan dan pengendalian.
•
Perputaran tugas (job rotation) yaitu melakukan penukaran tugas antar
pekerja secara periodik untuk menghindari seseorang bekerja secara monoton
mengerjakan tugas yang sama setiap hari. Perputaran tugas ini memberikan
kesempatan
kepada
pekerja
untuk
memperbanyak
pengalaman
dan
memungkinkan seorang pekerja untuk menggantikan pekerja lain yang tidak
masuk.
2.4
Job Rotation
2.4.1 Pengertian Job Rotation
Menurut Mondy (2008), job rotation adalah metode pelatihan dan
pengembangan dimana pegawai berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya
untuk memperluas pengalaman pegawai. Program pelatihan rotasi membantu
pegawai memahami beragam pekerjaan dan saling ketergantungan diantara
pekerjaan-pekerjaan tersebut, sehingga meningkatkan produktivitas. Job Rotation
sering digunakan oleh organisasi-organisasi untuk mendorong efektivitas kerja tim.
Job rotation merupakan suatu pergerakan dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lain yang biasanya tanpa mengakibatkan perubahan dalam hal gaji atau pangkat
(Dessler 2009). Ada beberapa alasan mengapa terjadi rotasi pada karyawan, para
karyawan boleh jadi ingin pindah karena alasan pengembangan pribadi,
menginginkan pekerjaan yang lebih menyenangkan, menghendaki kesenangan lebih
besar atau untuk mendapatkan kemungkinan peningkatan yang lebih besar.
Perusahaan boleh jadi memindahkan karyawan dari suatu posisi dimana karyawan
tersebut tidak lagi diperlukan, atau untuk mempertahankan karyawan senior, atau
untuk menyesuaikan karyawan dalam perusahaan secara lebih baik.
Robbins (2006:649) mengemukakan bahwa “Job Rotation adalah perubahan
periodik karyawan dari satu tugas ke tugas yang lain dengan tujuan untuk
mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi lewat penganekaragaman
kegiatan karyawan.”
Hariandja (2006:157) juga mengemukakan bahwa “Job Rotation adalah
proses perpindahan posisi dalam pekerjaan secara horinzontal dengan tujuan
21
mengatasi kejenuhan dalam bekerja, dan meningkatkan pengetahuan, serta keahlian
karyawan.”
Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa job rotation adalah perpindahan pegawai secara horizontal untuk
menyelesaikan tugas yang berbeda di setiap jabatannya.
2.4.2 Prosedur Rotasi Karyawan
Prosedur rotasi karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
sehingga berorientasi pada penempatan orang yang tepat pada posisi yang sesuai.
Pengambilan keputusan penempatan karyawan diambil berdasarkan pertimbangan
rasional dan objektif oleh manajer sumber daya manusia. Menurut Panggabean
(2007:150) mengatakan bahwa untuk memulai prosedur penempatan, harus
memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:
a. Harus ada wewenang untuk penempatan personalia yang datang dari daftar
permintaan personalia, yang dikembangkan melalui analisis beban kerja dan
analisis tenaga kerja.
b. Harus mempunyai standar personalia yang digunakan untuk membandingkan
calon pekerja, standar ini dikemukakan oleh spesifikasi jabatan yang
dikembangkan melalui analisis jabatan.
c. Harus mempunyai pelamar yang ditempatkan dibagian yang kosong, hal ini
dapat menggunakan sumber-sumber dari perusahaan maupun dari luar
perusahaan.
Dengan prosedur penempatan yang tepat melalui penilaian yang rasional dan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan akan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan
karena kinerja karyawan yang baik pula. Hal ini dapat terjadi apabila prosedur
penempatan karyawan digunakan dengan efektif. Meskipun pun job rotation
memiliki perihal negatif, seperti biaya pelatihan yang meningkat, dan produktivitas
dapat berkurang karena memindahkan karyawan ke posisi baru tepat ketika
efisiensinya pada pekerjaan yang lama menciptakan nilai ekonomi organisasi. Job
rotation juga merupakan tantangan bagi karyawan karena harus mampu beradaptasi
menyesuaikan diri dengan kelompok kerja yang baru, penyelianya mungkin juga
harus menghabiskan waktu untuk menjawab pertanyaan dan memantau pekerjaan
karyawan yang baru saja dirotasikan.
22
2.4.3 Prinsip dan Tujuan Job Rotation
Prinsip job rotation menurut Hasibuan (2007:102) adalah “merotasikan
karyawan kepada posisi yang tepat dan pekerjaan yang sesuai, agar semangat dan
produktivitas kerjanya meningkat”. Tujuan dari pelaksanaan job rotation ini pada
intinya adalah untuk menciptakan atau meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
dalam suatu organisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahyudi (2006:167)
berikut ini, “memperhatikan pengertian dari job rotation, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan secara umum dilaksanakannya program ini adalah untuk
menciptakan atau meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi”.
Sedangkan tujuan khusus dari pelaksanaan job rotation menurut Wahyudi
(2006:167) adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan jabatan yang ada
dalam
organisasi,
sehingga
dapat
menjamin
terjadinya
kondisi
ketenagakerjaan yang stabil (personal stability).
2. Membuka kesempatan untuk pengembangan karir. Tujuan ini dimaksudkan
untuk mendorong atau merangsang tenaga kerja agar berupaya menjangkau
karir yang lebih tinggi, yang berarti pula bahwa mereka akan berusaha
mencurahkan kemampuannya yang ditopang oleh semangat kerja yang tinggi.
3. Memperluas dan menambah pengetahuan, merupakan kebutuhan yang perlu
mendapat perhatian dalam satu organisasi. Dengan demikian tenaga kerja
yang ada, wawasan dan pengetahuannya tidak terbatas atau terpaku hanya
pada satu bidang tertentu saja. Dengan job rotation berarti terbuka
kesempatan
bagi
tenaga
kerja
untuk
memperluas
wawasan
dan
pengetahuannya dalam organisasi yang bersangkutan.
4. Menghilangkan kejenuhan terhadap suatu jabatan. Apabila seorang tenaga
kerja terus menerus dari tahun ke tahun memegang jabatan yang sama, maka
akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang akibatnya sangat
berbahaya. Kebosanan dan kejenuhan akan menimbulkan tenaga kerja yang
bersangkutan terjebak pada rutinitas kerja dan menurunkan gairah serta
semangat kerjanya. Untuk itu perlu terus diupayakan adanya penyegaran.
5. Memberikan imbalan terhadap prestasi kerja. Suatu job rotation dapat
dipergunakan untuk memberikan imbalan sebagai penghargaan kepada
tenaga kerja yang berprestasi.
23
6. Membuka kesempatan terjadinya persaingan dalam meningkatkan prestasi
kerja.
7. Sebagai pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran. Apabila seorang tenaga
kerja melakukan pelanggaran atau tidak mampu memperlihatkan prestasi
yang baik, job rotation dapat dijadikan alat untuk menghukum.
Hasibuan (2007:102) berpendapat bahwa tujuan dari job rotation adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
2. Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan
atau jabatan.
3. Memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.
4. Menghilangkan rasa jenuh atau bosan karyawan terhadap pekerjaannya.
5. Memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier
yang lebih tinggi.
6. Untuk pelaksanaan sanksi atau hukuman atas pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan karyawan.
7. Untuk memberikan pengakuan atau imbalan terhadap prestasinya.
8. Sebagai alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan
terbuka.
2.4.4 Sebab dan Alasan Job Rotation
Sebab-sebab pelaksanaan job rotation menurut Hasibuan (2007:104) antara
lain sebagai berikut:
1. Permintaan sendiri
Rotasi atas permintaan sendiri adalah rotasi yang dilakukan atas keinginan sendiri
dari karyawan yang bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan
organisasi yang bersangkutan. Rotasi permintaan sendiri ini pada umumnya hanya
kepada jabatan yang peringkatnya sama baiknya, artinya kekuasaan dan tanggung
jawab maupun besarnya balas jasa tetap sama. Cara karyawan itu mengajukan
permohonan dengan mengemukakan alasan kepada pimpinan organisasi yang
bersangkutan. Adapun alasan tersebut dikarenakan:
24
a. Kesehatan, fisik dan mental karyawan bisa kurang mendukung untuk
melaksanakan pekerjaan, misalnya karyawan yang minta dirotasikan
dari dinas luar/lapangan ke dalam kantor.
b. Keluarga, kepentingan karyawan akan hubungan keluarganya yang
memaksanya untuk bertugas satu daerah dengan keluarganya,
misalnya harus merawat orang tua yang sudah lanjut usia.
c. Kerjasama, hubungan kerja dengan karyawan lain maupun dengan
atasannya dapat mempengaruhi prestasi kerja sehingga diperlukan
suatu penyesuaian ataupun perubahan posisi kerja, misalnya seorang
karyawan yang tidak dapat bekerja sama dengan karyawan lainnya
karena terjadi pertengkaran atau perkelahian.
2.
Alih Tugas Produktif (ATP)
Alih Tugas Produktif (ATP) adalah rotasi karena kehendak pimpinan
perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karyawan
yang
bersangkutan
kejabatan
atau
pekerjaan
yang
sesuai
dengan
kecakapannya. Alih tugas produktif ini didasarkan pada hasil penilaian
prestasi kerja karyawan yang berprestasi baik di promosikan, sedangkan
karyawan yang tidak berprestasidan tidak disiplin didemosikan. Alasan lain
alih tugas produktif (production transfer) didasarkan kepada kecakapan,
kemampuan, sikap dan disiplin karyawan.
Hal senada juga dikatakan oleh Syadam (2005:545) bahwa job rotation dapat
dilaksanakan atas keinginan perusahaan, maupun keinginan karyawan.
1. Job rotation atas keinginan perusahaan dilakukan atas pertimbangan sebagai
berikut :
•
Usaha perusahaan untuk menghilangkan kejenuhan karyawan.
•
Kemampuan yang dimiliki karyawan kurang serasi dengan kualifikasi
yang dituntut perusahaan.
•
Lingkungan
pekerjaan
yang
kurang
mendukung
pekerjaan.
•
Sistem dan prosedur kerja yang berubah.
•
Diri karyawan yang sudah mengalami perubahan.
•
Sebagai sanksi bagi karyawan yang bersangkutan.
pelaksanaan
25
2. Sedangkan job rotation atas keinginan karyawan disebabkan karena:
•
Alasan pribadi dan keluarga.
•
Kesehatan.
•
Lingkungan kerja yang kurang cocok.
•
Hubungan kerja yang kurang harmonis.
•
Beban tugas yang dirasa terlalu berat.
•
Tingkat pendidikan yang berubah.
2.4.5 Dimensi Job Rotation
Menurut Kaymaz (2010), job rotation dibentuk dari lima dimensi, yaitu:
1. Monotony
Monotony adalah tingkat seberapa monoton pekerjaan yang dilakukan
pegawai. Hal ini dapat terjadi ketika suatu pekerjaan yang dilakukan pegawai
kurang bervariasi, serta pegawai dituntut untuk melakukan repetisi dan
rutinitas pekerjaan yang membosankan.
2. Knowledge, skill, and competency
Job rotation dalam pengaplikasiannya harus dapat mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi pegawai. Dalam konteks
pengembangan, kemampuan, dan kompetensi pegawai, ketika job rotation
dilakukan, pegawai pada akhirnya harus mengetahui koneksi pekerjaan antar
departemen, mengetahui kondisi kerja dan teknik kerja departemen lain,
mengetahui rincian prosedur yang digunakan dalam keseluruhan proses bisnis
perusahaan, dan dapat merasakan efek potensial dari internal (shareholders)
maupun eksternal perusahaan (pelanggan dan pemasok).
3. Managerial skills
Pengaplikasian job rotation tidak hanya mencakup di lingkup produktifitas
pegawai saja, namun juga dapat digunakan sebagai referensi kandidat calon
manajer. Dengan adanya job rotation, pegawai berkesempatan membangun
career path yang progresif, mempunyai kemampuan pengambilan keputusan
di tingkat manajerial, dan mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan sebagai
syarat kenaikan jabatan.
4. Social Interaction
Pengaplikasian job rotation akan membuat pegawai berinteraksi langsung
dengan rekan kerja dari departemen lain. Hal ini akan membuat pegawai
26
berkesempatan untuk membangun relasi antar departemen. Dalam tingkat job
rotation ke daerah atau negara tertentu, pegawai dituntut untuk beradaptasi di
kehidupan sosial yang baru.
5. Determining the correct job/position
Dengan adanya pengaplikasian job rotation, perusahaan dapat mengobservasi
kinerja pegawai sebagai alat untuk menempatkan pegawai sesuai dengan
kemampuannya. Jadi ketika ada seorang pegawai yang memiliki kinerja yang
rendah, perusahaan dapat merotasi pegawai tersebut ke departemen lain
dengan maksud mencari posisi yang dapat membuat kinerja pegawai tersebut
meningkat.
2.5
Job Enrichment
2.5.1 Pengertian Job Enrichment
Menurut Gibson, Ivanevich dan Konopaske (2011), Job Enrichment adalah
desain pekerjaan berdasarkan kedalamannya dan merupakan aplikasi dari two-factor
theory dari Herzberg. Basis teorinya adalah faktor – faktor yang memenuhi
kebutuhan individu untuk pertumbuhan psikologis seperti tanggung jawab, tantangan
pekerjaan dan pencapaian (achievement).
Menurut Kreitner dan Kinicki (2009:339), Job Enrichment adalah
memodifikasi pekerjaan sehingga memberikan pekerja kesempatan untuk berprestasi,
mendapat rekognisi, tanggung jawab dan pengembangan.
Menurut Leach dan Wall dalam Martocchio (2008:181), Job Enrichment
adalah sebuah tipe dari job redesign yang ditujukan untuk membalikkan efek dari
tugas-tugas yang berulang-ulang yang membutuhkan otonomi yang kecil. Beberapa
dari efek ini adalah kebosanan, kurangnya fleksibilitas dan ketidakpuasan.
Jadi dari berbagai definisi tersebut terlihat bahwa job enrichment adalah suatu
metode modifikasi kerja yang bersifat pendalaman atau vertikal terhadap pekerjaan
yang dimiliki. Job enrichment membuat pegawai terlibat dalam fungsi-fungsi
manajerial yang lebih tinggi pada sebuah perusahaan.
2.5.2 Dimensi Job Enrichment
Menurut Hackman dan Oldham dalam Aninkan (2014), job enrichment
dibentuk dari 5 dimensi, yaitu:
27
1. Skill Variety
Tingkat dimana pegawai dituntut untuk melaksanakan suatu aktivitas yang
menantang kemampuan pegawai. Selain itu, pengaplikasian job enrichment
juga harus membuat pegawai menyelesaikan tugas dengan cara yang
bervariasi.
2. Task Identity
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menuntut penyelesaian secara keseluruhan
dengan hasil yang dapat terlihat. Pengaplikasian job enrichment harus
membuat pegawai berpartisipasi dalam pengambilan keputusan operasional.
3. Task Significane
Tingkat dimana sebuah pekerjaan memiliki pengaruh terhadap kehidupan
orang lain dan perusahaan. Pegawai akan merasa pekerjaan yang ia lakukan
sangat penting untuk diselesaikan. Karena efek pekerjaan tersebut akan
berpengaruh ke kehidupan atau pekerjaan orang lain.
4. Autonomy Enrichment
Tingkat dimana sebuah pekerjaan memberikan kebebasan pada pegawai
untuk merancang penyelesaian pekerjaan tersebut. Pengaplikasian job
enrichment harus membuat pegawai mampu mengatur kinerjanya sendiri
dengan cara dan standar yang ia tentukan sendiri, serta mampu mengevaluasi
kinerjanya sendiri tanpa keterlibatan orang lain, khususnya atasan.
5. Feedback
Tingkat dimana sebuah pegawai mendapatkan informasi mengenai efektifitas
kinerjanya ketika menyelesaikan pekerjaan.
2.6
Job Enlargement
2.6.1 Pengertian Job Enlargement
Job enlargement merupakan penambahan pekerjaan bagi karyawan berupa
penambahan variasi pekerjaan dengan mengombinasikan atau menyatukan dua
pekerjaan atau lebih. Job enlargement merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman karyawan, terutama pada
karyawan yang berpotensi untuk berkembang atau berpotensi untuk dipromosikan.
28
Job enlargement juga dapat diterapkan pada karyawan yang dinilai masih dapat
ditambah beban kerjanya (Wijayanto, 2012:144).
Job enlargement menurut Griffin dan Moorhead (2010:122) adalah perluasan
kerja atau perluasan kerja horizontal yang memperluas pekerjaan untuk memasukkan
tugas yang sebelumnya dilakukan oleh pekerjaan lainnya.
Job enlargement menurut Mathis dan Jackson (2006:172) adalah memperluas
lingkup pekerjaan dengan memperluas jumlah tugas yang berbeda yang akan
dilakukan.
Perluasan
kerja
(job
enlargement)
didefinisikan
sebagai
pekerjaan
menetapkan kegiatan tingkat tambahan yang sama, sehingga meningkatkan jumlah
kegiatan yang mereka lakukan (Dessler, 2005:138)
Dari beberapa definisi menurut para ahli di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa job enlargement merupakan peningkatan lingkup pekerjaan
melalui perluasan jangkauan tugas, pekerjaan dan tanggung jawab umum dalam
tingkat dan batasan yang sama.
2.6.2 Dimensi Job Enlargement
Menurut Dessler (2005) dalam penelitian yang dilakukan oleh Zareen,
Razzaq dan Mutjaba (2013) dalam penjelasannya yang terdapat 3 indikator di dalam
job enlargement:
1. Keragaman pekerjaan (Job Variety). Berupa tugas tambahan secara kuantitas,
serta penambahan metode cara penyelesaiannya untuk menambah variasi
pekerjaan.
2. Perluasan otonomi kerja (Autonomy Enlargement). Berupa perluasan
tanggung jawab yang diberikan dan perbedaan batas-batas kerja yang
berlaku.
3. Signifikansi perubahan kerja (Job Change Significane). Berupa situasi kerja
yang baru ketika perluasan pekerjaan diberlakukan seperti kantor, pabrik,
bertambahnya
rekan
kerja
yang
berhubungan
penambahan jam kerja dan perluasan hari kerja.
dengan
pekerjaan,
29
2.7
Employee Performance
2.7.1 Pengertian Employee Performance
Kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirements). Suatu pekerjaan
mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang
disebut juga sebagai standar pekerjaan (job standard). Untuk menentukan kinerja
pegawai baik atau tidak, tergantung pada hasil perbandingannya dengan standar
pekerjaan (Bangun, 2012:231).
Adapun pendapat lain mengenai definisi kinerja yaitu menurut Fahmi
(2013:127) sebagai “hasil yang diperoleh suatu organisasi baik organisasi tersebut
bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode
waktu.”
Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk
dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding (benchmarks) atas tujuan atau target
yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh seorang pegawai
dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kerja.
Seorang pegawai dikatakan berhasil melaksanakan pekerjaannya atau memiliki
kinerja yang baik, apabila hasil kerja yang diperoleh labih tinggi dari standar kinerja.
Penilaian
kinerja
adalah
proses
yang
dilakukan
organisasi
untuk
mengevaluasi atau menilai keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai pegawai
dengan standar pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi
standar pekerjaan dapat dikatakan kinerja seorang pegawai termasuk pada kategori
baik. Demikian sebaliknya, seorang pegawai yang hasil pekerjaannya tidak mencapai
standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah.
Menurut Bernadin dan Russel (2010:147), Kinerja didefinisikan sebagai hasil
yang dapat dari fungsi pekerjaan atau aktivitas tertentu dalam jangka waktu tertentu
Berdasarkan penjelasan mengenai employee performance di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa employee performance adalah hasil kerja pegawai yang
didapatkan dari aktivitas kerja yang ia lakukan selama periode tertentu.
30
2.7.2 Manfaat Penilaian Employee Performance
Menurut Bangun (2012:232), manfaat dilakukannya penilaian employee
performance adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi antar individu dalam organisasi
Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu dalam
organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan jenis
kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi. Kepentingan
lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar dalam memutuskan pemindahan pekerjaan
(job transferring) pada posisi yang tepat, promosi pekerjaan, mutasi atau demosi
sampai tindakan pemberhentian.
2. Pengembangan diri setiap individu dalam organisasi
Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan pegawai. Setiap
individu dalam organisasi dinilai kinerjany, bagi pegawai yang memiliki kinerja
rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
Pegawai yang berkinerja rendah disebabkan kurangnya pengetahuan atas
pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya, sedangkan bagi pegawai yang
kurang terampil dalam pekerjaanya akan diberi pelatihan yang sesuai.
3. Pemeliharaan sistem
Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, stiap subsistem yang ada saling
berkaitan anta satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu subsistem yang
tidak berfungsi dengan baik akan menganggu jalnnya subsistem yang lain. Oleh
karena itu, sistem dalam organisasi perlu dipelihara dengan baik. Tujuan
pemeliharaan sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain, pengembangan
perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh individu atau tim,
perencanaan sumber daya manusia, penentuan dan identifikasi kebutuhan
pengembangan organisasi, dan audit atas sistem sumber daya manusia.
4. Dokumentasi
Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam posisi
pekerjaan pegawai dimasa akan datang. Manfaat penilaian kinerja disini berkaitan
dengan keputusan manajemen sumber daya manusia, pemenuhan secara legal
manajemen sumber daya manusia, dan sebagai kriteria untuk pengujian validitas.
31
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
diharapkan dapat memenuhi semua aspek manfaat penilaian employee performance
di atas.
2.7.3 Pentingnya Menilai Employee Performance
Menurut Dessler (2006:325), ada beberapa alasan untuk menilai employee
performance yaitu dijelaskan sebagai berikut:
1) Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen
kinerja pengusaha. Jika manajer menerjemahkan tujuan strategis pengusaha
ke dalam tujuan spesifik, kemudian melatih para pegawai tetapi tidak
meninjau kembali kinerja pegawai secara berkala, hal itu hanya memberikan
sedikit manfaat.
2) Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana
untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan
untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.
3) Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan
kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan
kekuatan dan kelemahannya secara spesifik. Akhirnya, penilaian hampir
selalu berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan promosi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diharapkan
penelitian ini dapat memenuhi semua aspek pentingnya penilaian employee
performance.
2.7.4 Mengukur Employee Performance
Menurut Bangun (2012:233-234), untuk memudahkan penilaian employee
performance, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu
pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan, waktu mengerjakannya,
kehadiran, dan kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu oekerjaan tertentu.
Berikut penjelasannya:
1. Jumlah pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok
sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki
persyaratan yang berbeda sehingga menuntut pegawai harus memenuhi persyaratan
32
tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai.
Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah pegawai yang
dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap pegawai dapat mengerjakan
berapa unit pekerjaan.
2. Kualitas pekerjaan
Setiap pegawai dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat
menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap
pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh pegawai
untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Pegawai memiliki kinerja baik bila
dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan
tersebut.
3. Ketepatan waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu
harus diselesaikan tepat waktu, akrena memilikin ketergantungan atas pekerjaan
lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan
menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan
kualitas hasil pekerjaan. Demikian pula, suatu pekerjaan harus diselesaikan tepat
waktu karena batas waktu pesanan pelanggan dan penggunaan hasil produksi.
Pelanggan sudah melakukan pemesanan produk sampai batas waktu tertentu. Untuk
memenuhi tuntutan tersebut, pihak perusahaan harus menghasilkannya tepat waktu.
Suatu jenis produk tertentu hanya dapat digunakan sampai batas waktu tertentu saja,
ini menuntut agar diselesaikan tepat waktu, karena akan berpengaruh atas
penggunaanya. Pada dimensi ini, pegawai dituntut untuk dapat menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran pegawai dalam mengerjakannya
sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran pegawai
selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja pegawai
ditentukan oleh tingkat kehadiran pegawai dalam mengerjakannya.
5. Kemampuan kerja sama
Idak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang pegawai saja. Untuk jenis
pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang pegawai atau lebih,
sehingga membutuhkan kerja sama antarpegawai sangat dibutuhkan. Kinerja
33
pegawai dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan sekerja
lainnya.
2.7.5 Dimensi Employee Performance
Menurut Mondy, Sharplin dan Filippo dalam Kambu et al (2012) kinerja
karyawan dapat di ukur dengan menggunakan dimensi sebagai berikut:
1. Punctuality
Standar waktu berkaitan dengan nilai waktu yang dimiliki oleh karyawan dalam
perusahaan meliputi standar waktu yang ditetapkan perusahaan untuk menyelesaikan
pekerjaan dan kesulitan untuk dapat memenuhi standar kehadiran yang ditetapkan
perusahaan.
2. Job Result Quantity
Yaitu hasil yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, dimensi ini berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang dituntut serta jumlah
jam kerja yang diterima karyawan yang dapat menentukan banyaknya pekerjaan
yang dapat diselesaikan.
3. Job Result Quality
Yaitu proses kerja yang menjadi hal pembentuk kinerja dan dimensi ini berkaitan
dengan proses dalam bekerja (process) meliputi kesulitan untuk mengikuti tujuan
utama perusahaan dalam bekerja dan sulitnya untuk mengikuti standarisasi hasil
yang ditetapkan perusahaan dalam bekerja.
34
2.8
Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang menjadi dasar dari penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
Pembahasan
Zareen dan
Job Design and Employee
Penelitian ini menjelaskan
Razzaq (2013)
Performance: the Moderating Role
bahwa job design yang
of Employee Psychological
terbentuk atas job rotation, job
Perception
enrichment dan job
enlargement secara serentak
berpengaruh terhadap employee
performance
Saleem et al
The impact of job enrichment and
Penelitian ini menjelaskan
(2012)
job enlargement on Employee
bahwa job enrichment dan job
satisfaction keeping employee
enlargement mampu
performance as Intervening
memengaruhi employee
variable: a correlational study from
performance secara signifikan.
Pakistan
Tarus (2013)
Effects of Job Rotation Strategy on
Penelitian ini menjelaskan
High Performance Workplace, in
bahwa job rotation mampu
Lake Victoria North Water Services
memengaruhi employee
Board, Kenya
performance secara signifikan.
35
2.9
Model Penelitian
JOB DESIGN
Job Rotation
(X1)
•
•
•
•
•
Monotony
Knowledge/skill/competency
Management skills
Social relation
Determine correct
job/position
T-1
Employee
Performance
(Y)
Job Enrichment
(X2)
•
Skill Variety
•
Task Identity
•
Task Significane
•
Autonomy Enrichment
•
Feedback
Job Enlargement
(X3)
•
•
•
T-2
T-3
Keragaman pekerjaan
Otonomi kerja Enlargement
Signifikansi kerja
Gambar 2.1 Ilustrasi Model Penelitian
Sumber: pengolahan data, 2014
•
Punctuality
•
Job Result Quantity
•
Job Result Quality
36
2.10
Rancangan Uji Hipotesis
Pengertian hipotesis menurut Kuncoro (2003:48) adalah sebagai berikut:
“Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.”
Hipotesis untuk tujuan pertama:
Ho = Job Rotation tidak berpengaruh terhadap Employee Performance pada PT.
Millenia Outsourcing Company
Ha = Job Rotation berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia
Outsourcing Company
Hipotesis untuk tujuan kedua
Ho = Job Enrichment tidak berpengaruh terhadap Employee Performance PT.
Millenia Outsourcing Company
Ha = Job Enrichment berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia
Outsourcing Company
Hipotesis untuk tujuan ketiga
Ho = Job Enlargement tidak berpengaruh terhadap Employee Performance PT.
Millenia Outsourcing Company
Ha = Job Enlargement berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia
Outsourcing Company
Hipotesis untuk tujuan keempat
Ho = Job Rotation, Job Enrichment, Job Enlargement secara simultan dan secara
signifikan tidak berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia
Outsourcing Company
Ha = Job Rotation, Job Enrichment, Job Enlargement secara simultan dan secara
signifikan berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing
Company
Download