BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pengertian manajemen menurut Follet dalam Wijayanti (2008:1) mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Lalu, menurut Stoner dalam Wijayanti (2008:1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Gulick dalam Wijayanti (2008:1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. 2.1.1 Fungsi Manajemen Menurut Terry (2010:9), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan): 1. Planning (Perencanaan) a. Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, termasuk dalam pemilihan alternatif keputusan. karena Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang. 9 10 b. Proses Perencanaan Proses perencanaan berisi langkah-langkah: • Menentukan tujuan perencanaan. • Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan. • Mengembangkan dasar pemikiran kondisi mendatang. • Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan. • Mengimplementasi rencana tindakan dan mengevaluasi hasilnya. c. Elemen Perencanaan Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana (plan). • Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan. • Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaanya. d. Unsur-unsur Perencanaan Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam pertanyaan yang tercakup dalam unsur-unsur perencanaan yaitu: • Tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu mengidentifikasi segala sesuatu yang akan dilakukan. • Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan, yaitu merumuskan faktor penyebab dalam melakukan tindakan • Tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan tempat atau lokasi. • Kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan waktu pelaksanaan tindakan. • Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut, menentukan pelaku yang akan melakukan tindakan. yaitu 11 • Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut, yaitu menentukan metode pelaksanaan tindakan. e. Klasifikasi perencanaan Rencana dapat diklasifikasikan menjadi: • Rencana pengembangan. Rencana tersebut menunjukkan arah (secara grafis) tujuan dari lembaga atau perusahaan. • Rencana laba. Jenis rencana ini biasanya difokuskan kepada laba per produk atau sekelompok produk yang diarahkan oleh manajer. Maka seluruh rencana berusaha menekan pengeluaran supaya dapat mencapai laba secara maksimal. • Rencana pemakai. Rencana tersebut dapat menjawab pertanyaan sekitar cara memasarkan suatu produk tertentu atau memasuki pasaran dengan cara yang lebih baik. • Rencana anggota manajemen. Rencana yang dirumuskan untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan anggota manajemen menjadi lebih unggul. f. Tipe Perencanaan Tipe perencanaan terinci sebagai berikut: • Perencanaan jangka panjang (Long Range Plans), jangka waktu 5 tahun atau lebih. • Perencanaan jangka pendek (Short Range Plans), jangka waktu 1 s/d 2 tahun. • Perencanaan strategi, yaitu kebutuhan jangka panjang dan menentukan komprehensif yang telah diarahkan. • Perencanaan operasional, kebutuhan apa saja yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi tersebut. • Perencanaan tetap, digunakan untuk kegiatan yang terjadi berulang kali (terus-menerus). • Perencanaan sekali pakai, digunakan hanya sekali untuk situasi yang unik. g. Dasar Perencanaan yang Baik Dasar perencanaan yang baik meliputi: 12 • Forecasting, proses pembuatan asumsi yang akan terjadi pada masa yang akan datang. • Penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa alternatif skenario masa yang akan datang atau peristiwa yang mungkin terjadi. • Benchmarking, perbandingan eksternal untuk mengevaluasi secara lebih baik suatu arus kinerja dan menentukan kemungkinan tindakan yang dilakukan untuk masa yang akan datang. • Partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua orang yang mungkin akan mempengaruhi hasil dari perencanaan dan atau akan membantu mengimplementasikan perencanaan tersebut. • Penggunaan staf perencana, bertanggung jawab dalam mengarahkan dan mengkoordinasi sistem perencanaan untuk organisasi secara keseluruhan atau untuk salah satu komponen perencanaan yang utama. h. Tujuan Perencanaan • Untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan non-manajerial. • Untuk mengurangi ketidakpastian. • Untuk meminimalisasi pemborosan. • Untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya. i. Sifat Rencana yang Baik Rencana dikatakan baik jika memiliki sifat sifat sebagai berikut: • Pemakaian kata yang sederhana dan jelas. • Fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. • Stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami perubahan, sehingga harus dijaga stabilitasnya • Ada dalam pertimbangan. • Meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi fungsi yang ada dalam organisasi. 13 2. Organizing (Pengorganisasian) a. Pengertian Pengorganisasian Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan untuk mencapai tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer. Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. b. Ciri Organisasi Ciri-ciri organisasi adalah sebagai berikut: • Mempunyai tujuan dan sasaran • Mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati • Adanya kerjasama dari sekelompok orang • Mempunyai koordinasi tugas dan wewenang. c. Komponen Organisasi Ada empat komponen dari organisasi yang dapat diingat dengan kata “WERE” (Work, Employees, Relationship, dan Environment). • Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus dilaksanakan berasal dari sasaran yang telah ditetapkan. • Employees (pegawai) adalah setiap orang yang ditugaskan untuk melaksanakan bagian tertentu dari seluruh pekerjaan. • Relationship (hubungan) merupakan hal penting di dalam organisasi. Hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, interaksi antara satu pegawai dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan unit kerja pegawai dengan unit kerja lainnya merupakan hal yang peka. • Environment (lingkungan) adalah komponen terakhir yang mencakup sarana fisik dan sasaran umum di dalam lingkungan dimana para pegawai melaksanakan tugas mereka, lokasi, mesin, alat tulis kantor, dan sikap mental yang merupakan faktor pembentuk lingkungan. 14 d. Tujuan organisasi Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang akan dating melalui kegiatan organisasi. e. Prinsip organisasi Prinsip-prinsip organisasi meliputi: • Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas. • Prinsip skala hirarki. • Prinsip kesatuan perintah. • Prinsip pendelegasian wewenang. • Prinsip pertanggung jawaban. • Prinsip pembagian pekerjaan. • Prinsip rentang pengendalian. • Prinsip fungsional. • Prinsip pemisahan. • Prinsip keseimbangan. • Prinsip fleksibilitas. • Prinsip kepemimpinan. f. Manfaat pengorganisasian Pengorganisasian bermanfaat sebagai berikut: • Dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota satu dengan yang lain. • Setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab. • Setiap anggota organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi. • Dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang dalam organisasi secara tegas, sehingga setiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang. 15 • Akan tercipta pola hubungan yang baik antar anggota organisasi, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan dengan mudah. 3. Actuating (Pelaksanaan) Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama. 4. Controlling (Pengawasan) a. Pengertian Controlling Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. b. Tahap-tahap Pengawasan Tahap-tahap pengawasan terdiri atas • Penentuan standar. • Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. • Pengukuran pelaksanaan kegiatan. • Pembanding pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan. • Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. c. Tipe-tipe pengawasan • Feed forward control dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dan penyimpangan dari standar tujuan dan memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan tertentu diselesaikan. • Concurrent Control merupakan proses dalam aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan. • Feed back Control mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan. 16 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Rivai (2009:1) menyatakan bahwa ”Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”. Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu cabang manajemen yang menitik beratkan pada permasalahan manusia yang mempunyai kedudukan yang utama dalam setiap perusahaan dan organisasi. Sumber Daya Manusia merupakan asset yang sangat penting bagi suatu perusahaan, walaupun perusahaan mempunyai modal yang besar, modern, namun itu tidak berarti tanpa manusia. Oleh karena itu perusahaan mengkoordinir memberi bimbingan, memotivasi, mengevaluasi mereka sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang manajemen untuk membentuk tenaga kerja yang efektif dan efisien. Berikut dikemukakan beberapa definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut beberapa ahli, antara lain: Menurut Umar (2005:3) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangaan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara terpadu. Menurut Hasibuan (2007:6) berpendapat bahwa “manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan dan masyarakat”. Selanjutnya, manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (perusahaan) (Nawawi, 2011:42). 17 Dari beberapa definisi para ahli yang telah mengemukakan pendapatnya, menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, secara efisien, efektif dan produktif. 2.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Rivai (2010), manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan dari pada SDM. Adapun fungsi manajemen SDM, seperti halnya fungsi manajemen umum, yaitu: 1. Fungsi Manajerial • Fungsi Perencanaan (Planning) Merupakan fungsi manajemen yang mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas. • Fungsi Pengorganisasian (Organizing) Merupakan fungsi manajemen yang menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana caranya, dan siapa yang akan mengerjakannya. • Fungsi Memimpin (Leading) Merupakan fungsi manajemen yang memotivasi, memimpin, dan tindakan yang melibatkan interaksi dengan orang lain. • Fungsi Pengendalian (Controlling) Merupakan fungsi manajemen yang mengawasi aktivitas-aktivitas demi memastikan segala sesuatunya terselesaikan sesuai rencana. 2. Fungsi Operasional • Pengadaan tenaga kerja (SDM) • Pengembangan • Kompensasi • Pengintegrasian • Pemeliharaan • Pemutusan hubungan kerja 18 2.2.3 Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia Ada tujuh aktifitas manajemen sumber daya manusia, menurut Mathis dan Jackson (2006), diantaranya: 1. Perencanaan dan analisis SDM Lewat perencanaan SDM, manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan 2. Kesetaraan kesempatan kerja Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (EEO) mempengaruhi semua aktifitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM. 3. Pengangkatan pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. 4. Pengembangan SDM Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi keterampilan pekerjaan. 5. Kompensasi dan tunjangan Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus memperbaiki dan mengembakan sistem upah dan gaji dasar mereka. 6. Kesehatan, keselamatan, dan keamanan Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan dan kesehatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. 7. Hubungan karyawan dan buruh atau hubungan manajemen Hubungan para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. 2.3 Job Design Desain pekerjaan atau job design merupakan faktor penting dalam manajemen terutama manajemen operasi karena selain berhubungan dengan produktifitas juga menyangkut tenaga kerja yang akan melaksanakan kegiatan 19 operasi perusahaan. Job design adalah suatu alat untuk memotivasi dan memberi tantangan pada karyawan. Oleh karena itu perusahaan perlu memiliki suatu sistem kerja yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien yang dapat merangsang karyawan untuk bekerja secara produktif, mengurangi timbulnya rasa bosan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja, desain pekerjaan terkadang digunakan untuk menghadapi stress kerja yang dihadapi karyawan. Perancangan pekerjaan (job design) adalah proses menentukan tugas tugas spesifik untuk dikerjakan, metode yang dipakai dalam menjalanakn tugas, dan cara pekerjaan yang bersangkutan berhubungan dengan pekerjaan lain dalam organisasi (Mondy, 2008). Menurut Rivai dan Jauvani (2009:127), job design adalah proses penentuan tugas yang akan dilaksanakan, metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas, dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam perusahaan. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job design adalah proses menentukan pekerjaan yang harus dilakukan untuk sebuah posisi, cara penyelesaian tugas, dan keterkaitan dengan pekerjaan lain. 2.3.1 Pertimbangan dalam Menyusun Job Design Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai cara tersendiri dalam membuat job design untuk setiap karyawannya sesuai bagiannya masing. Dalam membuat job design, komunikasi antara atasan dan bawahan harus diperhatikan karena job design dalam suatu organisasi dan proses komunikasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan (Sunarto, 2005). Inti dalam membuat job design adalah bagaimana membuat semua pekerjaan yang ada disusun secara sistematis. Job design membantu dalam menjelaskan pekerjaan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan pekerjaan tersebut, berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan bagaimana ketentuan yang harus dijalankan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan (Sunarto, 2005). Para penyusun desain pekerjaan harus mempertimbangkan beberapa hal berikut (Herjanto, 2008): • Perluasan tugas (job enlargement) meliputi pemberian tugas yang lebih besar secara horizontal, dimana pekerjaan tambahan itu berada pada tingkat kecakapan dan tanggung jawab yang setara dengan pekerjaan semula. 20 • Pengayaan tugas (job enrichment) mencakup penambahan tugas dengan tanggung jawab yang lebih tinggi seperti perencanaan dan pengendalian. • Perputaran tugas (job rotation) yaitu melakukan penukaran tugas antar pekerja secara periodik untuk menghindari seseorang bekerja secara monoton mengerjakan tugas yang sama setiap hari. Perputaran tugas ini memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memperbanyak pengalaman dan memungkinkan seorang pekerja untuk menggantikan pekerja lain yang tidak masuk. 2.4 Job Rotation 2.4.1 Pengertian Job Rotation Menurut Mondy (2008), job rotation adalah metode pelatihan dan pengembangan dimana pegawai berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya untuk memperluas pengalaman pegawai. Program pelatihan rotasi membantu pegawai memahami beragam pekerjaan dan saling ketergantungan diantara pekerjaan-pekerjaan tersebut, sehingga meningkatkan produktivitas. Job Rotation sering digunakan oleh organisasi-organisasi untuk mendorong efektivitas kerja tim. Job rotation merupakan suatu pergerakan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang biasanya tanpa mengakibatkan perubahan dalam hal gaji atau pangkat (Dessler 2009). Ada beberapa alasan mengapa terjadi rotasi pada karyawan, para karyawan boleh jadi ingin pindah karena alasan pengembangan pribadi, menginginkan pekerjaan yang lebih menyenangkan, menghendaki kesenangan lebih besar atau untuk mendapatkan kemungkinan peningkatan yang lebih besar. Perusahaan boleh jadi memindahkan karyawan dari suatu posisi dimana karyawan tersebut tidak lagi diperlukan, atau untuk mempertahankan karyawan senior, atau untuk menyesuaikan karyawan dalam perusahaan secara lebih baik. Robbins (2006:649) mengemukakan bahwa “Job Rotation adalah perubahan periodik karyawan dari satu tugas ke tugas yang lain dengan tujuan untuk mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi lewat penganekaragaman kegiatan karyawan.” Hariandja (2006:157) juga mengemukakan bahwa “Job Rotation adalah proses perpindahan posisi dalam pekerjaan secara horinzontal dengan tujuan 21 mengatasi kejenuhan dalam bekerja, dan meningkatkan pengetahuan, serta keahlian karyawan.” Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job rotation adalah perpindahan pegawai secara horizontal untuk menyelesaikan tugas yang berbeda di setiap jabatannya. 2.4.2 Prosedur Rotasi Karyawan Prosedur rotasi karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan sehingga berorientasi pada penempatan orang yang tepat pada posisi yang sesuai. Pengambilan keputusan penempatan karyawan diambil berdasarkan pertimbangan rasional dan objektif oleh manajer sumber daya manusia. Menurut Panggabean (2007:150) mengatakan bahwa untuk memulai prosedur penempatan, harus memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut: a. Harus ada wewenang untuk penempatan personalia yang datang dari daftar permintaan personalia, yang dikembangkan melalui analisis beban kerja dan analisis tenaga kerja. b. Harus mempunyai standar personalia yang digunakan untuk membandingkan calon pekerja, standar ini dikemukakan oleh spesifikasi jabatan yang dikembangkan melalui analisis jabatan. c. Harus mempunyai pelamar yang ditempatkan dibagian yang kosong, hal ini dapat menggunakan sumber-sumber dari perusahaan maupun dari luar perusahaan. Dengan prosedur penempatan yang tepat melalui penilaian yang rasional dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan karena kinerja karyawan yang baik pula. Hal ini dapat terjadi apabila prosedur penempatan karyawan digunakan dengan efektif. Meskipun pun job rotation memiliki perihal negatif, seperti biaya pelatihan yang meningkat, dan produktivitas dapat berkurang karena memindahkan karyawan ke posisi baru tepat ketika efisiensinya pada pekerjaan yang lama menciptakan nilai ekonomi organisasi. Job rotation juga merupakan tantangan bagi karyawan karena harus mampu beradaptasi menyesuaikan diri dengan kelompok kerja yang baru, penyelianya mungkin juga harus menghabiskan waktu untuk menjawab pertanyaan dan memantau pekerjaan karyawan yang baru saja dirotasikan. 22 2.4.3 Prinsip dan Tujuan Job Rotation Prinsip job rotation menurut Hasibuan (2007:102) adalah “merotasikan karyawan kepada posisi yang tepat dan pekerjaan yang sesuai, agar semangat dan produktivitas kerjanya meningkat”. Tujuan dari pelaksanaan job rotation ini pada intinya adalah untuk menciptakan atau meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam suatu organisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahyudi (2006:167) berikut ini, “memperhatikan pengertian dari job rotation, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan secara umum dilaksanakannya program ini adalah untuk menciptakan atau meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi”. Sedangkan tujuan khusus dari pelaksanaan job rotation menurut Wahyudi (2006:167) adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan jabatan yang ada dalam organisasi, sehingga dapat menjamin terjadinya kondisi ketenagakerjaan yang stabil (personal stability). 2. Membuka kesempatan untuk pengembangan karir. Tujuan ini dimaksudkan untuk mendorong atau merangsang tenaga kerja agar berupaya menjangkau karir yang lebih tinggi, yang berarti pula bahwa mereka akan berusaha mencurahkan kemampuannya yang ditopang oleh semangat kerja yang tinggi. 3. Memperluas dan menambah pengetahuan, merupakan kebutuhan yang perlu mendapat perhatian dalam satu organisasi. Dengan demikian tenaga kerja yang ada, wawasan dan pengetahuannya tidak terbatas atau terpaku hanya pada satu bidang tertentu saja. Dengan job rotation berarti terbuka kesempatan bagi tenaga kerja untuk memperluas wawasan dan pengetahuannya dalam organisasi yang bersangkutan. 4. Menghilangkan kejenuhan terhadap suatu jabatan. Apabila seorang tenaga kerja terus menerus dari tahun ke tahun memegang jabatan yang sama, maka akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang akibatnya sangat berbahaya. Kebosanan dan kejenuhan akan menimbulkan tenaga kerja yang bersangkutan terjebak pada rutinitas kerja dan menurunkan gairah serta semangat kerjanya. Untuk itu perlu terus diupayakan adanya penyegaran. 5. Memberikan imbalan terhadap prestasi kerja. Suatu job rotation dapat dipergunakan untuk memberikan imbalan sebagai penghargaan kepada tenaga kerja yang berprestasi. 23 6. Membuka kesempatan terjadinya persaingan dalam meningkatkan prestasi kerja. 7. Sebagai pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran. Apabila seorang tenaga kerja melakukan pelanggaran atau tidak mampu memperlihatkan prestasi yang baik, job rotation dapat dijadikan alat untuk menghukum. Hasibuan (2007:102) berpendapat bahwa tujuan dari job rotation adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 2. Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan. 3. Memperluas atau menambah pengetahuan karyawan. 4. Menghilangkan rasa jenuh atau bosan karyawan terhadap pekerjaannya. 5. Memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi. 6. Untuk pelaksanaan sanksi atau hukuman atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan karyawan. 7. Untuk memberikan pengakuan atau imbalan terhadap prestasinya. 8. Sebagai alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan terbuka. 2.4.4 Sebab dan Alasan Job Rotation Sebab-sebab pelaksanaan job rotation menurut Hasibuan (2007:104) antara lain sebagai berikut: 1. Permintaan sendiri Rotasi atas permintaan sendiri adalah rotasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dari karyawan yang bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan organisasi yang bersangkutan. Rotasi permintaan sendiri ini pada umumnya hanya kepada jabatan yang peringkatnya sama baiknya, artinya kekuasaan dan tanggung jawab maupun besarnya balas jasa tetap sama. Cara karyawan itu mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan kepada pimpinan organisasi yang bersangkutan. Adapun alasan tersebut dikarenakan: 24 a. Kesehatan, fisik dan mental karyawan bisa kurang mendukung untuk melaksanakan pekerjaan, misalnya karyawan yang minta dirotasikan dari dinas luar/lapangan ke dalam kantor. b. Keluarga, kepentingan karyawan akan hubungan keluarganya yang memaksanya untuk bertugas satu daerah dengan keluarganya, misalnya harus merawat orang tua yang sudah lanjut usia. c. Kerjasama, hubungan kerja dengan karyawan lain maupun dengan atasannya dapat mempengaruhi prestasi kerja sehingga diperlukan suatu penyesuaian ataupun perubahan posisi kerja, misalnya seorang karyawan yang tidak dapat bekerja sama dengan karyawan lainnya karena terjadi pertengkaran atau perkelahian. 2. Alih Tugas Produktif (ATP) Alih Tugas Produktif (ATP) adalah rotasi karena kehendak pimpinan perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan menempatkan karyawan yang bersangkutan kejabatan atau pekerjaan yang sesuai dengan kecakapannya. Alih tugas produktif ini didasarkan pada hasil penilaian prestasi kerja karyawan yang berprestasi baik di promosikan, sedangkan karyawan yang tidak berprestasidan tidak disiplin didemosikan. Alasan lain alih tugas produktif (production transfer) didasarkan kepada kecakapan, kemampuan, sikap dan disiplin karyawan. Hal senada juga dikatakan oleh Syadam (2005:545) bahwa job rotation dapat dilaksanakan atas keinginan perusahaan, maupun keinginan karyawan. 1. Job rotation atas keinginan perusahaan dilakukan atas pertimbangan sebagai berikut : • Usaha perusahaan untuk menghilangkan kejenuhan karyawan. • Kemampuan yang dimiliki karyawan kurang serasi dengan kualifikasi yang dituntut perusahaan. • Lingkungan pekerjaan yang kurang mendukung pekerjaan. • Sistem dan prosedur kerja yang berubah. • Diri karyawan yang sudah mengalami perubahan. • Sebagai sanksi bagi karyawan yang bersangkutan. pelaksanaan 25 2. Sedangkan job rotation atas keinginan karyawan disebabkan karena: • Alasan pribadi dan keluarga. • Kesehatan. • Lingkungan kerja yang kurang cocok. • Hubungan kerja yang kurang harmonis. • Beban tugas yang dirasa terlalu berat. • Tingkat pendidikan yang berubah. 2.4.5 Dimensi Job Rotation Menurut Kaymaz (2010), job rotation dibentuk dari lima dimensi, yaitu: 1. Monotony Monotony adalah tingkat seberapa monoton pekerjaan yang dilakukan pegawai. Hal ini dapat terjadi ketika suatu pekerjaan yang dilakukan pegawai kurang bervariasi, serta pegawai dituntut untuk melakukan repetisi dan rutinitas pekerjaan yang membosankan. 2. Knowledge, skill, and competency Job rotation dalam pengaplikasiannya harus dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi pegawai. Dalam konteks pengembangan, kemampuan, dan kompetensi pegawai, ketika job rotation dilakukan, pegawai pada akhirnya harus mengetahui koneksi pekerjaan antar departemen, mengetahui kondisi kerja dan teknik kerja departemen lain, mengetahui rincian prosedur yang digunakan dalam keseluruhan proses bisnis perusahaan, dan dapat merasakan efek potensial dari internal (shareholders) maupun eksternal perusahaan (pelanggan dan pemasok). 3. Managerial skills Pengaplikasian job rotation tidak hanya mencakup di lingkup produktifitas pegawai saja, namun juga dapat digunakan sebagai referensi kandidat calon manajer. Dengan adanya job rotation, pegawai berkesempatan membangun career path yang progresif, mempunyai kemampuan pengambilan keputusan di tingkat manajerial, dan mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan sebagai syarat kenaikan jabatan. 4. Social Interaction Pengaplikasian job rotation akan membuat pegawai berinteraksi langsung dengan rekan kerja dari departemen lain. Hal ini akan membuat pegawai 26 berkesempatan untuk membangun relasi antar departemen. Dalam tingkat job rotation ke daerah atau negara tertentu, pegawai dituntut untuk beradaptasi di kehidupan sosial yang baru. 5. Determining the correct job/position Dengan adanya pengaplikasian job rotation, perusahaan dapat mengobservasi kinerja pegawai sebagai alat untuk menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuannya. Jadi ketika ada seorang pegawai yang memiliki kinerja yang rendah, perusahaan dapat merotasi pegawai tersebut ke departemen lain dengan maksud mencari posisi yang dapat membuat kinerja pegawai tersebut meningkat. 2.5 Job Enrichment 2.5.1 Pengertian Job Enrichment Menurut Gibson, Ivanevich dan Konopaske (2011), Job Enrichment adalah desain pekerjaan berdasarkan kedalamannya dan merupakan aplikasi dari two-factor theory dari Herzberg. Basis teorinya adalah faktor – faktor yang memenuhi kebutuhan individu untuk pertumbuhan psikologis seperti tanggung jawab, tantangan pekerjaan dan pencapaian (achievement). Menurut Kreitner dan Kinicki (2009:339), Job Enrichment adalah memodifikasi pekerjaan sehingga memberikan pekerja kesempatan untuk berprestasi, mendapat rekognisi, tanggung jawab dan pengembangan. Menurut Leach dan Wall dalam Martocchio (2008:181), Job Enrichment adalah sebuah tipe dari job redesign yang ditujukan untuk membalikkan efek dari tugas-tugas yang berulang-ulang yang membutuhkan otonomi yang kecil. Beberapa dari efek ini adalah kebosanan, kurangnya fleksibilitas dan ketidakpuasan. Jadi dari berbagai definisi tersebut terlihat bahwa job enrichment adalah suatu metode modifikasi kerja yang bersifat pendalaman atau vertikal terhadap pekerjaan yang dimiliki. Job enrichment membuat pegawai terlibat dalam fungsi-fungsi manajerial yang lebih tinggi pada sebuah perusahaan. 2.5.2 Dimensi Job Enrichment Menurut Hackman dan Oldham dalam Aninkan (2014), job enrichment dibentuk dari 5 dimensi, yaitu: 27 1. Skill Variety Tingkat dimana pegawai dituntut untuk melaksanakan suatu aktivitas yang menantang kemampuan pegawai. Selain itu, pengaplikasian job enrichment juga harus membuat pegawai menyelesaikan tugas dengan cara yang bervariasi. 2. Task Identity Tingkat dimana sebuah pekerjaan menuntut penyelesaian secara keseluruhan dengan hasil yang dapat terlihat. Pengaplikasian job enrichment harus membuat pegawai berpartisipasi dalam pengambilan keputusan operasional. 3. Task Significane Tingkat dimana sebuah pekerjaan memiliki pengaruh terhadap kehidupan orang lain dan perusahaan. Pegawai akan merasa pekerjaan yang ia lakukan sangat penting untuk diselesaikan. Karena efek pekerjaan tersebut akan berpengaruh ke kehidupan atau pekerjaan orang lain. 4. Autonomy Enrichment Tingkat dimana sebuah pekerjaan memberikan kebebasan pada pegawai untuk merancang penyelesaian pekerjaan tersebut. Pengaplikasian job enrichment harus membuat pegawai mampu mengatur kinerjanya sendiri dengan cara dan standar yang ia tentukan sendiri, serta mampu mengevaluasi kinerjanya sendiri tanpa keterlibatan orang lain, khususnya atasan. 5. Feedback Tingkat dimana sebuah pegawai mendapatkan informasi mengenai efektifitas kinerjanya ketika menyelesaikan pekerjaan. 2.6 Job Enlargement 2.6.1 Pengertian Job Enlargement Job enlargement merupakan penambahan pekerjaan bagi karyawan berupa penambahan variasi pekerjaan dengan mengombinasikan atau menyatukan dua pekerjaan atau lebih. Job enlargement merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman karyawan, terutama pada karyawan yang berpotensi untuk berkembang atau berpotensi untuk dipromosikan. 28 Job enlargement juga dapat diterapkan pada karyawan yang dinilai masih dapat ditambah beban kerjanya (Wijayanto, 2012:144). Job enlargement menurut Griffin dan Moorhead (2010:122) adalah perluasan kerja atau perluasan kerja horizontal yang memperluas pekerjaan untuk memasukkan tugas yang sebelumnya dilakukan oleh pekerjaan lainnya. Job enlargement menurut Mathis dan Jackson (2006:172) adalah memperluas lingkup pekerjaan dengan memperluas jumlah tugas yang berbeda yang akan dilakukan. Perluasan kerja (job enlargement) didefinisikan sebagai pekerjaan menetapkan kegiatan tingkat tambahan yang sama, sehingga meningkatkan jumlah kegiatan yang mereka lakukan (Dessler, 2005:138) Dari beberapa definisi menurut para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa job enlargement merupakan peningkatan lingkup pekerjaan melalui perluasan jangkauan tugas, pekerjaan dan tanggung jawab umum dalam tingkat dan batasan yang sama. 2.6.2 Dimensi Job Enlargement Menurut Dessler (2005) dalam penelitian yang dilakukan oleh Zareen, Razzaq dan Mutjaba (2013) dalam penjelasannya yang terdapat 3 indikator di dalam job enlargement: 1. Keragaman pekerjaan (Job Variety). Berupa tugas tambahan secara kuantitas, serta penambahan metode cara penyelesaiannya untuk menambah variasi pekerjaan. 2. Perluasan otonomi kerja (Autonomy Enlargement). Berupa perluasan tanggung jawab yang diberikan dan perbedaan batas-batas kerja yang berlaku. 3. Signifikansi perubahan kerja (Job Change Significane). Berupa situasi kerja yang baru ketika perluasan pekerjaan diberlakukan seperti kantor, pabrik, bertambahnya rekan kerja yang berhubungan penambahan jam kerja dan perluasan hari kerja. dengan pekerjaan, 29 2.7 Employee Performance 2.7.1 Pengertian Employee Performance Kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirements). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job standard). Untuk menentukan kinerja pegawai baik atau tidak, tergantung pada hasil perbandingannya dengan standar pekerjaan (Bangun, 2012:231). Adapun pendapat lain mengenai definisi kinerja yaitu menurut Fahmi (2013:127) sebagai “hasil yang diperoleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu.” Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding (benchmarks) atas tujuan atau target yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh seorang pegawai dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kerja. Seorang pegawai dikatakan berhasil melaksanakan pekerjaannya atau memiliki kinerja yang baik, apabila hasil kerja yang diperoleh labih tinggi dari standar kinerja. Penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai pegawai dengan standar pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi standar pekerjaan dapat dikatakan kinerja seorang pegawai termasuk pada kategori baik. Demikian sebaliknya, seorang pegawai yang hasil pekerjaannya tidak mencapai standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah. Menurut Bernadin dan Russel (2010:147), Kinerja didefinisikan sebagai hasil yang dapat dari fungsi pekerjaan atau aktivitas tertentu dalam jangka waktu tertentu Berdasarkan penjelasan mengenai employee performance di atas, maka dapat disimpulkan bahwa employee performance adalah hasil kerja pegawai yang didapatkan dari aktivitas kerja yang ia lakukan selama periode tertentu. 30 2.7.2 Manfaat Penilaian Employee Performance Menurut Bangun (2012:232), manfaat dilakukannya penilaian employee performance adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi antar individu dalam organisasi Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu dalam organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan jenis kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi. Kepentingan lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar dalam memutuskan pemindahan pekerjaan (job transferring) pada posisi yang tepat, promosi pekerjaan, mutasi atau demosi sampai tindakan pemberhentian. 2. Pengembangan diri setiap individu dalam organisasi Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan pegawai. Setiap individu dalam organisasi dinilai kinerjany, bagi pegawai yang memiliki kinerja rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan maupun pelatihan. Pegawai yang berkinerja rendah disebabkan kurangnya pengetahuan atas pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya, sedangkan bagi pegawai yang kurang terampil dalam pekerjaanya akan diberi pelatihan yang sesuai. 3. Pemeliharaan sistem Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, stiap subsistem yang ada saling berkaitan anta satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu subsistem yang tidak berfungsi dengan baik akan menganggu jalnnya subsistem yang lain. Oleh karena itu, sistem dalam organisasi perlu dipelihara dengan baik. Tujuan pemeliharaan sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain, pengembangan perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh individu atau tim, perencanaan sumber daya manusia, penentuan dan identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi, dan audit atas sistem sumber daya manusia. 4. Dokumentasi Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam posisi pekerjaan pegawai dimasa akan datang. Manfaat penilaian kinerja disini berkaitan dengan keputusan manajemen sumber daya manusia, pemenuhan secara legal manajemen sumber daya manusia, dan sebagai kriteria untuk pengujian validitas. 31 Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini diharapkan dapat memenuhi semua aspek manfaat penilaian employee performance di atas. 2.7.3 Pentingnya Menilai Employee Performance Menurut Dessler (2006:325), ada beberapa alasan untuk menilai employee performance yaitu dijelaskan sebagai berikut: 1) Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha. Jika manajer menerjemahkan tujuan strategis pengusaha ke dalam tujuan spesifik, kemudian melatih para pegawai tetapi tidak meninjau kembali kinerja pegawai secara berkala, hal itu hanya memberikan sedikit manfaat. 2) Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan. 3) Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik. Akhirnya, penilaian hampir selalu berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan promosi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diharapkan penelitian ini dapat memenuhi semua aspek pentingnya penilaian employee performance. 2.7.4 Mengukur Employee Performance Menurut Bangun (2012:233-234), untuk memudahkan penilaian employee performance, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan, waktu mengerjakannya, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu oekerjaan tertentu. Berikut penjelasannya: 1. Jumlah pekerjaan Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut pegawai harus memenuhi persyaratan 32 tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap pegawai dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan. 2. Kualitas pekerjaan Setiap pegawai dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh pegawai untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Pegawai memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut. 3. Ketepatan waktu Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, akrena memilikin ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Demikian pula, suatu pekerjaan harus diselesaikan tepat waktu karena batas waktu pesanan pelanggan dan penggunaan hasil produksi. Pelanggan sudah melakukan pemesanan produk sampai batas waktu tertentu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pihak perusahaan harus menghasilkannya tepat waktu. Suatu jenis produk tertentu hanya dapat digunakan sampai batas waktu tertentu saja, ini menuntut agar diselesaikan tepat waktu, karena akan berpengaruh atas penggunaanya. Pada dimensi ini, pegawai dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 4. Kehadiran Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran pegawai dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran pegawai selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja pegawai ditentukan oleh tingkat kehadiran pegawai dalam mengerjakannya. 5. Kemampuan kerja sama Idak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang pegawai saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang pegawai atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarpegawai sangat dibutuhkan. Kinerja 33 pegawai dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan sekerja lainnya. 2.7.5 Dimensi Employee Performance Menurut Mondy, Sharplin dan Filippo dalam Kambu et al (2012) kinerja karyawan dapat di ukur dengan menggunakan dimensi sebagai berikut: 1. Punctuality Standar waktu berkaitan dengan nilai waktu yang dimiliki oleh karyawan dalam perusahaan meliputi standar waktu yang ditetapkan perusahaan untuk menyelesaikan pekerjaan dan kesulitan untuk dapat memenuhi standar kehadiran yang ditetapkan perusahaan. 2. Job Result Quantity Yaitu hasil yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, dimensi ini berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang dituntut serta jumlah jam kerja yang diterima karyawan yang dapat menentukan banyaknya pekerjaan yang dapat diselesaikan. 3. Job Result Quality Yaitu proses kerja yang menjadi hal pembentuk kinerja dan dimensi ini berkaitan dengan proses dalam bekerja (process) meliputi kesulitan untuk mengikuti tujuan utama perusahaan dalam bekerja dan sulitnya untuk mengikuti standarisasi hasil yang ditetapkan perusahaan dalam bekerja. 34 2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang menjadi dasar dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Pembahasan Zareen dan Job Design and Employee Penelitian ini menjelaskan Razzaq (2013) Performance: the Moderating Role bahwa job design yang of Employee Psychological terbentuk atas job rotation, job Perception enrichment dan job enlargement secara serentak berpengaruh terhadap employee performance Saleem et al The impact of job enrichment and Penelitian ini menjelaskan (2012) job enlargement on Employee bahwa job enrichment dan job satisfaction keeping employee enlargement mampu performance as Intervening memengaruhi employee variable: a correlational study from performance secara signifikan. Pakistan Tarus (2013) Effects of Job Rotation Strategy on Penelitian ini menjelaskan High Performance Workplace, in bahwa job rotation mampu Lake Victoria North Water Services memengaruhi employee Board, Kenya performance secara signifikan. 35 2.9 Model Penelitian JOB DESIGN Job Rotation (X1) • • • • • Monotony Knowledge/skill/competency Management skills Social relation Determine correct job/position T-1 Employee Performance (Y) Job Enrichment (X2) • Skill Variety • Task Identity • Task Significane • Autonomy Enrichment • Feedback Job Enlargement (X3) • • • T-2 T-3 Keragaman pekerjaan Otonomi kerja Enlargement Signifikansi kerja Gambar 2.1 Ilustrasi Model Penelitian Sumber: pengolahan data, 2014 • Punctuality • Job Result Quantity • Job Result Quality 36 2.10 Rancangan Uji Hipotesis Pengertian hipotesis menurut Kuncoro (2003:48) adalah sebagai berikut: “Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.” Hipotesis untuk tujuan pertama: Ho = Job Rotation tidak berpengaruh terhadap Employee Performance pada PT. Millenia Outsourcing Company Ha = Job Rotation berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company Hipotesis untuk tujuan kedua Ho = Job Enrichment tidak berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company Ha = Job Enrichment berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company Hipotesis untuk tujuan ketiga Ho = Job Enlargement tidak berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company Ha = Job Enlargement berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company Hipotesis untuk tujuan keempat Ho = Job Rotation, Job Enrichment, Job Enlargement secara simultan dan secara signifikan tidak berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company Ha = Job Rotation, Job Enrichment, Job Enlargement secara simultan dan secara signifikan berpengaruh terhadap Employee Performance PT. Millenia Outsourcing Company