LEUKEMIA TUJUAN Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan terapi pada penyakit leukemia, serta dapat menyampaikan informasi yang dibutuhkan. DASAR TEORI Kanker Kanker merupakan suatu kelompok dari banyak penyakit-penyakit yang berhubungan. Semua kanker-kanker mulai di sel-sel, yang membentuk darah dan jaringan-jaringan lain. Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh membutuhkan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menjadi tua, mereka mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka. Adakalanya proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Kanker (suatu penyakit sel) ditandai dengan suatu pergeseran pada mekanisme kontrol yang mengatur proliferasi dan diferensiasi sel. Sel yang sudah mengalami transformasi neoplastik biasanya mengekspresikan antigen permukaan sel yang tampaknya merupakan tipe normal dan memiliki tanda ketidakmatangan yang jelas dan dapat menunjukkan kelainan kromoson baik kualitatif maupun kuantitatif, termasuk pelbagai traslokasi dan munculnya pengerasan dari rangkaian gen. Sel-sel tadi berkembang dengan cepat dan membentuk tumor lokal yang dapat menekan atau menyerang struktur jaringan sehat di sekitarnya. Subpopulasi sel yang berada dalam tumor dapat digambarkan sebagai ’sel induk tumor’, yang memiliki kemampuan untuk mengulangi siklus proliferasi berkali-kali dan berpindah ke sisi yang jauh di dalam tubuh untuk membentuk koloni dalam berbgai organ tubuh, proses ini disebut metastase. Induk sel tumor dapat mengekspresikan klonogenik atau kemampuan untuk membentuk koloni. Sel induk memiliki kelainan kromosom yang merefleksikan ketidakseimbangan genetiknya, yang mengarah pada seleksi subklon yang progresif yang dapat bertahan dan berkembang lebih cepat dalam lingkungan multiseluler tubuh. Kelainan kuantitatif dalam pelbagai alur metabolisme dan komponen selular berkaitan dalam perkembangan neoplastik ini. Proses invasif dan metastatik demikian pula kelainan metabolisme akibat kanker akan menyebabkan penyakit dan akhirnya kematian kecuali kanker dapat disembuhkan dengan pengobatan. Leukemia Leukemia adalah suatu tipe dari kanker. Leukemia berasal dari kata Yunani leukosputih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai di sel-sel darah. Penyakit ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darh putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sel-Sel Darah Normal Sel-sel darah terbentuk di sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang adalah material yang lunak dipusat dari kebanyakan tulang-tulang. Sel-sel darah yang belum menjadi dewasa (matang) disebut sel-sel induk (stem cells) dan blasts. Kebanyakan sel-sel darah menjadi dewasa didalam sumsum tulang dan kemudian bergerak kedalam pembuluhpembuluh darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah dan jantung disebut peripheral blood. Sumsum tulang membuat tipe-tipe yang berbeda dari sel-sel darah. Setiap tipe mempunyai suatu fungsi yang khusus: - Sel-sel darah putih membantu melawan infeksi. - Sel-sel darah merah mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan diseluruh tubuh. - Platelet-platelet membantu membentuk bekuan-bekuan (gumpalan-gumpalan) darah yang mengontrol perdarahan. Sel-Sel Leukemia Pada kondisi leukemia, sel darah putih tidak merespon signal yang dikirim oleh tubuh, sehingga sel-sel pembentuk darah pada sumsum tulang dan jaringan limfoid memperbanyak diri secara tidak normal atau mengalami transformasi maligna. Sel-sel normal pada sumsum tulang diganti dengan sel abnormal yang kemudian keluar dari sumsum dan ditemukan di dalam darah. Sel leukemia ini mempengaruhi hematopoiesis (pembentukan sel darah normal) dan imunitas tubuh penderita. Sel leukemia menghasilkan FGFs (Fibroblast Growth Factors) yang mengacaukan fungsi autokrin dan parakrin pada sumsum tulang dan menstimulasi produksi sitokin oleh sel stroma dan endotelium. FGFs juga mengacaukan variasi tipe sel mesodermal dan neuroectodermal yang berakibat perubahan proliferasi, pergerakan, ketahanan dan diferensiasi sel. FGFs mengacaukan aktivitas tersebut dengan berikatan pada reseptor protein kinase dan permukaan sel heparan sulfate proteoglycans. Sehingga penderita mudah terkena infeksi, anemia dan pendarahan akibat gangguan pembentukan darah. Etiologi Penyebab dari penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Bagaimanapun, penelitian telah menunjukan bahwa orang-orang dengan faktor-faktor risiko tertentu lebih mungkin daripada yang lain-lain mengembangkan leukemia. Suatu faktor risiko adalah apa saja yang meningkatkan kesempatan seseorang mengembangkan suatu penyakit. Faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia yaitu: 1) Radiasi Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa : Para pegawai radiologi lebih beresiko untuk terkena leukemia Pasien yang menerima radioterapi beresiko terkena leukemia Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang 2) Faktor leukemogenik Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia: Racun lingkungan seperti benzena Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde. Obat untuk kemoterapi Pasien-pasien kanker yang dirawat dengan obat-obat melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari mengembangkan leukemia. Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai agen-agen alkylating dihubungkan dengan pengembangan leukemia bertahun-tahun kemudian. 3) Herediter Penderita sindrom Down, suatu penyakit yang disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia. Ia memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal. 4) Virus Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa. Patofisiologi Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita dengan infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Lekemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel lekemia memblok produksi sel darah putih yang normal , merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel lekemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari selsel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak. Tipe-Tipe Leukemia Berdasarkan kecepatan perkembangannya, leukemia dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Leukemia Akut Perjalanan penyakit pada leukemia akut sangat cepat, mematikan dan memburuk. Dapat dikatakan waktu hidup penderita tanpa pengobatan hanya dalam hitungan minggu bahkan hari. Leukemia kaut merupakan akibat dari terjadinya komplikasi pada neoplasma hematopoietik secara umum. 2. Leukemia kronis Berbeda dengan akut, leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa waktu hidup penderita tanpa pengobatan dalam hitungan samapi 5 tahun. Berdasarkan jenis sel kanker, leukemia diklaifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Myelocytic/Myelogeneus leukemia Sel kanker yang berasal dari sel darah merah, granulocytes, macrophages dan keping darah. 2. Lymphocytic leukemia Sel kanker yang berasal dari lymphocyte cell. Berdasarkan kedua klasifikasi di atas, maka leukemia dibagi menjadi 4 macam, yaitu: a. Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih. b. Leukemia mielositik akut (LMA). Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut. c. Leukemia limfositik kronis (LLK). Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anakanak. Sebagian besar leukosit pasien di atas 50.000/µL. d. Leukemia mielositik kronis (LMK) Sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit. Leukosit dapat mencapai lebih dari 150.000/ µL yang memerlukan pengobatan. Gejala-Gejala Leukemia Seperti semua sel-sel darah, sel-sel leukemia berjalan keseluruh tubuh. Tergantung pada jumlah sel-sel abnormal dan dimana sel-sel ini berkumpul, pasien-pasien dengan leukemia mungkin mempunyai sejumlah gejala-gejala. Gejala-gejala umum dari leukemia: - Demam-demam atau keringat-keringat waktu malam - Infeksi-infeksi yang seringkali - Perasaan lemah atau lelah - Sakit kepala - Perdarahan dan mudah memar (gusi-gusi yang berdarah, tanda-tanda keungu-unguan pada kulit, atau titik-titik merah yang kecil dibawah kulit) - Nyeri pada tulang-tulang atau persendian-persendian - Pembengkakan atau ketidakenakan pada perut (dari suatu pembesaran limpa) - Pembengkakan nodus-nodus getah bening, terutama pada leher atau ketiak - Kehilangan berat badan Gejala-gejala semacam ini bukanlah tanda-tanda yang pasti dari leukemia. Suatu infeksi atau persoalan lain juga dapat menyebabkan gejala-gejala ini. Siapa saja dengan gejala-gejala ini harus mengunjungi dokter sesegera mungkin. Hanya seorang dokter dapat mendiagnosa dan merawat persoalannya. Pada tingkat-tingkat awal dari leukemia kronis, sel-sel leukemia berfungsi hampir secara normal. Gejala-gejala mungkin tidak nampak untuk suatu waktu yang lama. Dokterdokter seringkali menemukan leukemia kronis sewaktu suatu checkup rutin — sebelum ada gejala-gejala apa saja. Ketika gejala-gejala nampak, mereka umumnya adalah ringan pada permulaan dan memburuk secara berangsur-angsur. Pada leukemia akut, gejala-gejala nampak dan memburuk secara cepat. Orang-orang dengan penyakit ini pergi ke dokter karena mereka merasa sakit. Gejala-gejala lain dari leukemia akut adalah muntah, bingung, kehilangan kontrol otot, dan serangan-serangan (epilepsi). Sel-sel leukemia juga dapat berkumpul pada buah-buah pelir (testikel) dan menyebabkan pembengkakan. Juga, beberapa pasien-pasien mengembangkan luka-luka pada mata-mata atau pada kulit. Leukemia juga dapat mempengaruhi saluran pencernaan, ginjalginjal, paru-paru, atau bagian-bagian lain dari tubuh. Mendiagnosa Leukemia Jika seseorang mempunyai gejala-gejala yang menyarankan leukemia, dokter mungkin melakukan suatu pemeriksaan fisik dan menanyakan tentang sejarah medis pribadi pasien dan keluarga. Dokter juga mungkin meminta tes-tes laboratorium, terutama tes-tes darah. Pemeriksaan-pemeriksaan dan tes-tes mungkin termasuk yang berikut: 1. Pemeriksaan Fisik—Dokter memeriksa pembengkakan nodus-nodus getah bening, limpa, dan hati. 2. Tes-Tes Darah—Laboratorium memeriksa tingkat sel-sel darah. Leukemia menyebabkan suatu tingkatan sel-sel darah putih yang sangat tinggi. Ia juga menyebabkan tingkatantingkatan yang rendah dari platelet-platelet dan hemoglobin, yang ditemukan didalam selsel darah merah. Lab juga mungkin memeriksa darah untuk tanda-tanda bahwa leukemia telah mempengaruhi hati dan ginjal-ginjal. 3. Biopsi—Dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa contoh dibahwah sebuah mikroskop. Pengangkatan jaringan untuk mencari sel-sel kanker disebut suatu biopsi. Suatu biopsi adalah cara satu-satunya yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada didalam sumsum tulang. Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa pasien-pasien akan mempunyai kedua-duanya prosedur: Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): Dokter menggunakan sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari sumsum tulang. Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter menggunakan suatu jarum yang sangat tebal untuk mengangkat sepotong kecil dari tulang dan sumsum tulang. 4. Cytogenetics—Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel dari contoh-contoh dari peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-nodus getah bening. 5. Spinal tap—Dokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang-ruang di dan sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Dokter menggunakan suatu jarum panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari kolom tulang belakang (spinal column). Prosedur memakan waktu kira-kira 30 menit dan dilaksanakan dengan pembiusan lokal. Pasien harus terbaring untuk beberapa jam setelahnya untuk mempertahankannya dari mendapat sakit kepala. Lab memeriksa cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari persoalan-persoalan. 6. Chest x-ray—X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di dada. A. Penanganan dan pengobatan leukemia Penanganan penyakit leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan leukemia bisa dilakukan dengan tunggal ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini: 1. Chemotherapy/intrathecal medications 2. Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan 3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang) 4. Pemberian obat-obatan tablet dan suntik 5. Transfusi sel darah merah atau platelet. Pengobatan pada leukemia akut terdiri dari 3 fase, yaitu terapi induksi remisi (bertujuan untuk mempercepat induksi remisi klinik dan hematologi lengkap), terapi konsolidasi, dan terapi pemeliharaan pada ALL (untuk AML terdapat 2 pilihan, yaitu transplantasi hematopoietic stem cell atau pemberhentian terapi). Pilihan terapi pada ALL, sebagai berikut: Sedangkan terapi pada AML, terapi induksi menggunakan obat yang toksik untuk sel sumsum yang normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang intensif selama periode toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh. Antara lain transfuse trombosit untuk mencegah pendarahan. G-CSF untuk memperpendek periode neutropenia dan antibiotic bakterisid dan tranfusi granulosit untuk melawan infeksi. Rancangan pengobatan AML sebagai berikut: Setelah dilakukan terapi induksi remisi, jika terjadi remisi, pasien melakukan terapi berikutnya, akan tetapi apabila terjadi kekambuhan pada saat pasien dalam keadaan remisi, obat yang sama dapat digunakan untuk melakukan terapi induksi ulang. Jika terjadi resistensi, maka dilakukan terapi ulang induksi dengan menggunakan obat lain dalam berbagai kombinasi. Sedangkan untuk terapi leukemia mielogenus kronis, terapi bertujuan untuk menurunkan granulosit ke dalam jumlah yang normal, meningkatkan konsentrasi hemoglobin sampai normal, dan menghilangkan gejala metabolik. Sediaan yang digunakan untuk memperoleh remisi adalah dengan interferon alfa IV atau busulfan IV, dengan alkilator oral atau dengan hidroksiurea. Terapi penyinaran local pada limpa juga digunakan. Tahap awal penyakit, pengobatan dimaksudkan untuk mengecilkan ukuran limpa dengan cepat, menurunkan jumlah leukosit dan meningkatkan perasaan sehat pada pasien. Untuk pasien berumur < 55 tahun sebaiknya melakukan transplantasi sumsum tulang alogenik ketika pasien remisi dan sebaiknya dalam tahun pertama setelah diagnosis ditegakkan. Pada LLK, pengobatan berbeda dengan LMK. Pada LMK, neoplasma proliferative memerlukan pengobatan sistemik untuk simptomatik, sedangkan pada LLK hasil dari akumulasi lambat limfosit monoclonal B. Pada pasien yang penyakitnya terbatas pada limfositosis darah perifer, sebaiknya tidak dilakukan pengobatan, kecuali jumlah limfosit di atas 150.000/µL. terapi menggunakan kortikosteroid, alkilator atau fludarabin. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan manifestasi sistemik penyakit. Terapi dihentikan ketika keadaan pasien sudah stabil, dengan tetap melakukan monitoring untuk mendeteksi gejala yang kembali timbul. DESKRIPSI KASUS Seorang wanita 50 tahun, masuk RS dengan keluhan mual dan muntah yang menetap, rigor, nyeri mulut yang parah satu minggu setelah kemoterapi dimulai. Tiga minggu yang lalu dia masuk UGD dengan fatigue yang progresif, kurang energy dalam beberapa minggu, sakit tenggorokan, kongesti nasal dan radang gusi. Hasil pemeriksaan dia didiagnosis AML (Acut Myelogenous Leukimia) dan dimulai kemoterapi induksi dengan cytarabine dan daunorubicin. Hasil pemeriksaan fisik : KU : diaphoretic, lemah VS : - TB 168 cm - BB 55,5 kg - BP 110/56 mmHg - Suhu badan 39,50 C - RR 20 (12-18x/menit) - HR 100 (60-80 x/menit) - BSA 1,6 m2 HEENT : Gingival hyperplasia, erythematous buccal cavity COR, CHEST, EXT, NEURO : Normal Hasil tes pemeriksaan : Normal: Na : 138 (normal) 135-150 mmol/L K : 3.1 (rendah) 3,5-5 mmol/L Cl : 115 (tinggi) 98-107 mmol/L (rendah) 24 mEq/L HCO3 : 22 BUN :9 (normal) 8-20 mg/dL Cr :1 (normal) 0,6-1,2 mg/dL Hct : 21 (rendah) 35-45 % Hgb :8 (rendah) 12-15,5g/dL Lkc : 0.3 x 103 (rendah) 4,8-10,8 x 103/mm3 Plts : 134 x 103 (rendah) 150-450 x 103/mm3 Ca : 8.0 (rendah) 8,5-10 mg/dL PO4 :2 (rendah) 2,5-4,5 mg/dL PT : 10 (rendah) 11,5-14,5 detik INR : 1.8 (rendah) 2,0-2,5 Bone marrow biopsy : hypocellular marrow Peripheral smear : no blast Blood culture : negatif CXR : normal PEMILIHAN OBAT RASIONAL Kemoterapi a. Sitotoksis / antibiotik Mekanisme : dapat mengikat DNA secara kompleks, sehingga sintesisnya terhenti.(Tjay, 2007) Drug of choice : doksorubisin KI : hipersensitif, kehamilan dan menyusui ES : kardiotoksis, mielotoksis, rontok rambut dan mual muntah Drug of choice : daunorubisin KI : penyakit jantung ES : sama dengan doksorubisin b. Antimetabolit Drug of choice : cytarabin Mekanisme : kerjanya mengganggu sintesis pirimidin dan digunakan terutama untuk menimbulkan remisi leukimia mioblastik akut. (IONI, 2000) KI : hipersensitif ES : toksisitas hematologi, leukopenia, mual, muntah, anoreksidan inflamasi mulut serta anus Drug of choice : metotreksat Mekanisme : menghambat reduksi asam folat menjadi THFA dengna jalan pengikatan enzim reduktase. KI : kehamilan, psoriasis, leukopenia dan anemia ES : mual dan muntah Terapi suportif a. Pemberian Nutrisi Infus Parenteral Mekanisme aksi : memperbaiki kondisi tubuh dengan menyediakan kebutuhan nutrisi yang hilang akibat dari kemoterapi Efek samping : hiperglikemia, glukosuria, sindrom hiperosmolar KI : b. Manajemen nyeri Morfin . Mekanisme aksi : Morfin berinteraksi dengan reseptor opiate sterospesifik pada CNS dan jaringan lain. Efek analgetik yang ditimbulkan terutama bekerja di reseptor µ. Efek Samping : konstipasi, retensi urin, mual,muntah, retensi urine, halusinasi, prurutis, euphoria. Kontraindikasi : depresi pernafasan, sensitive terhadap morfin. Methadone Mekanisme aksi : berikatan dengan reseptor opiate di CNS, menyebabkan penghambatan jalur nyeri, merubah persepsi dan respon nyeri dan menyamarkan depresi CNS Efek Samping : konstipasi, retensi urin, mual,muntah, retensi urine, halusinasi, prurutis, euphoria. Kontraindikasi : depresi pernafasan, sensitive terhadap morfin. c. Pemberian anti mual-muntah (antiemetik) SSRI (dolansetron, ondansetron, granisetron) Mekanisme aksi : antagonis selektif reseptor serotonin (5HT3). Memblokir serotonin di perifer dan sentral (chemotherapy trigger zone) Efek samping : pusing, diare Kontraindikasi : hipersensitivitas Dexametason Mekanisme aksi : meningkatkan efek antiemetik SSRI. Mekanisme sesungguhnya masih belum dapat dipastikan Efek samping : aritmia, malaise, insomnia Kontraindikasi : hipersensitivitas EVALUASI OBAT TERPILIH Kemoterapi post remission siklus 1 Diket TB = 168 cm, BB = 55,5 kg BSA = = 1,61 m2 Daunorubicin HCl DBL® Tempo Scan Pacific/DBL Komposisi : Daunorubicin HCl Indikasi : Treatment untuk leukemia ALL dan NALL Efek Samping : Mual, muntah, imunosupresif, depresi sum-sum tulang. Interaksi Obat :- Frekuensi : 1 x sehari Durasi : 2 hari Dosis : 60 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 = 60 mg x 1,61 m2 = 96,6 mg Analisis Biaya : sediaan = 20 mg x 1 (Rp 203.000) 1 hari butuh 5 vial ~ 100 mg 2 hari butuh 10 vial = 10 x Rp 203.000 = Rp 2.030.000 Alasan Pemilihan : Daunorubicin dan cytarabin merupakan 1st line therapy untuk leukemia yang baru dideteksi. Cytosar-U® Pfizer Komposisi : Cytarabine Indikasi : Induksi dan pemeliharaan untuk leukemia non limfositik akut, leukemia limfositis akut, leukemia mielositik kronik yang mengalami remisi, profilaksis untuk pengobatan leukemia meningeal. Efek Samping : Anoreksia, gangguan GI, inflamasi dan ulserasi pada mulut,gangguan fungsi hati, demam, supresi sum-sum tulang Interaksi Obat :- Frekuensi : 1 x sehari Durasi : 5 hari Dosis : 200 mg/m2 IV pada hari 1 s.d. 5 =200 x 1,61 m2 = 322 mg Analisis Biaya : sediaan = 100 mg x 1 (Rp 84.000) 1 hari butuh 3,5 vial ~ 400 mg 5 hari butuh 17,5 vial ~ 18 vial = 18 x Rp 84.000 = Rp 1.512.000 Alasan Pemilihan : Daunorubicin dan cytarabin merupakan 1st line therapy untuk leukemia yang baru dideteksi. Terapi suportif a. Pemberian Nutrisi CLINIMIX® (asam amino, gukosa, elektrolit) Alasan : selama siklus terapi, pasien mengalami kehilangan nutrisi dan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan, maka dibutuhkan asupan nutrisi tambahan Dosis : 0.35 g nitrogen/kgBB/hari = 19,25g/hari Durasi : 20 jam/ hari Frekuensi : 1 x sehari IO : Biaya : Rp 250.000 / 1 L b.Manajemen nyeri Morfin ( MST Continus) Alasan :Merupakan first line pada terapi paliatif. Karena pasien sudah berada dalam level intensely severe pain ( dilihat dari skala Mc Caffery M Pasero C), maka terapi yang dilakukan dengan pengobatan paliatif sudah pada step 3 yakni menggunakan opioid kuat yakni morfin. Dosis: 10 mg Frekuensi: 2 x sehari 1 tab Durasi: 1 bulan IO: Biaya: 1 tab Rp 3.639,00. 1 bulan= Rp 218.350,00 c.Pemberian anti mual-muntah (antiemetik) Ondansetron (DANTROXAL®) Alasan : membutuhkan dosis yang lebih kecil dalam menghasilkan efek yang sama dibanding dengan Dolansetron, serta terdapat di Indonesia. Dosis : 0,15mg/kg IV = 8,25 mg/IV Durasi: Frekuensi: 1 x sehari IO: Biaya: 8,25 mg x 7 = 57,75 mg = 7 ampul (8mg) + 1 ampul (4 mg) = (7 x 125.000) + (1x 77.000) = Rp 952.000 Deksametason (Dexa-M®) Dosis : 12 mg IV Frekuensi : 1x sehari Durasi : IO: Analisis biaya: 1 ampul 4mg/ml = Rp 2.500,Alasan Pemilihan : - Cytarabin menginduksi mual muntah dengan level emetogenesis 2 (ringan), sedangkan daunorubicin level emetogenesis kuat. Sehingga dibutuhkan kombinasi antiemetik yang merupakan kombinasi SSRI dengan kortikosteroid (emetogenicity moderate—high) - Ondansetron,dolasetron,granisetron efikasi dan keamanannya >>> metoklopramid. - Kortikosteroid dikombinasikan dengan SSRI karena dengan penambahan kortikosteroid akan meningkatkan efek antiemetik. - Biasanya kombinasi yg diberikan Ondansetron—dexametasone. (Dipiro, 2005) PEMBAHASAN Kanker merupakan kelompok penyakit yang dikarakterisasi oleh pertumbuhan sel yang tidk terkontrol, disertai dengan invasi pada jaringan lokal atau penyebaran sistemik, atau keduanya. Pada kasus kali ini, pasien didiagnosis menderita kanker leukimia mieloid akut. Leukimia merupakan suatu bentuk keganasan hematologi heterogen yang ditandai dengan proliferasi sel darah yang tidak terkendali yang terbentuk di tulang sumsum. Perkembangan sel-sel leukimia yang belum matang ini akan menghambat maturasi sel-sel normal dalam tulang sumsum, sehingga menyebabkan timbulnya anemia, neutropenia, dan trombositopenia. Sel-sel leukimia ini juga dapat menginfiltrasi berbagai macam jaringan, seperti kelenjar getah bening, kulit, hati, limpa, ginjal, testis, dan sistem saraf pusat. Disebut leukimia akut jika selsel yang berproliferasi adalah sel immatur yang belum terdiferensiasi. Jika tidak segera ditangani, leukimia akut dapat berkembang secara cepat dan progresif, dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2 sampai 3 bulan. (Leather and Poon, 2005) Tipe sel predominan yang terlibat pada leukemia adalah limfoid dan myeloid. Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah tepi. Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, maka disebut leukemia mielositik. Manajemen kanker dapat dibedakan menjadi 4, yaitu preventif, deteksi dini, terapi yang efektif, serta terapi suportif. Untuk kasus kali ini, preventif dan deteksi dini sudah tidak mungkin dilakukan karena diagnosis sudah ditegakkan. Jadi, manajemen yang masih dapat diaplikasikan adalah terapi yang efektif dan terapi suportif. Sedangkan tujuan terapi kanker sendiri adalah kuratif, yaitu menyembuhkan kanker dan paliatif, yaitu menghilangkan gejala untuk memperbaiki kualitas hidup dan atau memperpanjang kemampuan hidup. Jenis terapi yang digunakan dalam kasus kali ini adalah kemoterapi dan terapi simtomatik. Tujuan jangka pendek dari pengobatan untuk AML adalah untuk mencapai remisi lengkap dengan cepat secara klinis dan hematologi. Dengan tidak adanya remisi lengkap, maka hasil yang fatal dan cepat tidak dapat dielakkan. Remisi lengkap sendiri didefinisikan sebagai hilangnya semua bukti klinis pada sumsum tulang (sel normal> 20% dan pertmbuhan < 5%) dengan pemulihan hematopoiesis yang normal (neutrofil ≥ 1.000 sel/mm3 dan trombosit > 100.000 sel/mm3). (Leather and Poon, 2005) Pengobatan pada leukemia akut terdiri dari 3 fase, yaitu: Fase 1:Terapi induksi remisi (bertujuan untuk mempercepat induksi remisi klinik dan hematologi lengkap) Fase 2:Terapi konsolidasi Fase 3: Pada ALL : terapi pemeliharaan Pada AML : terdapat 2 pilihan, yaitu transplantasi hematopoietic stem cell atau pemberhentian terapi). Terapi induksi pada AML menggunakan obat yang toksik untuk sel sumsum yang normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang intensif selama periode toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh. Antara lain transfusi trombosit untuk mencegah pendarahan. G-CSF untuk memperpendek periode neutropenia dan antibiotic bakterisid dan tranfusi granulosit untuk melawan infeksi. Rancangan pengobatan AML sebagai berikut: Setelah dilakukan terapi induksi remisi, jika terjadi remisi, pasien melakukan terapi berikutnya, akan tetapi apabila terjadi kekambuhan pada saat pasien dalam keadaan remisi, obat yang sama dapat digunakan untuk melakukan terapi induksi ulang. Jika terjadi resistensi, maka dilakukan terapi ulang induksi dengan menggunakan obat lain dalam berbagai kombinasi. Pada kasus ini pasien sudah terdiagnosa AML dan telah menjalani terapi kemoterapi induksi dengan cytarabine dan daunorubicin. Pasien megalami efek samping kemoterapi ‘tertunda/delayed (seminggu setelah kemoterapi)’. Terapi induksi menggunakan obat yang toksik untuk sel sumsum yang normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang intensif selama periode toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh. Untuk mengatasi nyeri karena kanker, digunakan morfin. Morfin merupakan first line pada terapi paliatif. Karena pasien sudah berada dalam level intensely severe pain ( dilihat dari skala Mc Caffery M Pasero C), maka terapi yang dilakukan dengan pengobatan paliatif sudah pada step 3 yakni menggunakan opioid kuat yakni morfin. Morfin menjadi pilihan karena tersedia dalam berbagai sediaan, memiliki banyak rute pemberian seperti oral, rectal, IM, SC, IV, epidural, intratekal. Morfin memiliki efek adiksi yang lebih tinggi dari yang lainnya. Cytarabin menginduksi mual muntah dengan level emetogenesis 2 (ringan), sedangkan daunorubicin level emetogenesis kuat. Sehingga dibutuhkan kombinasi antiemetik yang merupakan kombinasi SSRI dengan kortikosteroid (emetogenicity moderate—high). Ondansetron, dolasetron, dan granisetron efikasi dan keamanannya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan metoklopramid. Kortikosteroid biasanya dikombinasikan dengan SSRI karena dengan penambahan kortikosteroid akan meningkatkan efek antiemetik. Kombinasi yang biasa diberikan adalah Ondansetron—dexametasone. (Leather and Poon, 2005) Selain itu, diperlukan juga penambahan nutrisi pada pasien, karena pasien mengalami kehilangan nutrisi dan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan, diakibatkan oleh mual muntah karena kemoterapi yang diterima pasien. Nutrisi diberikan secara parenteral, yaitu Clinimix yang berisi glukosa, asam amino, dan elektrolit. Dengan diberikannya tambahan nutrisi, diharapkan kondisi pasien dapat segera membaik, sehingga kemoterapi dapat dilanjutkan ke fase berikutnya. Jika kondisi pasien sudah membaik, maka terapi kanker dapat dilanjutkan dengan fase konsolidasi (fase 2). Terapi yang direkomendasikan untuk 1 siklus adalah Daunorubicin HCl selama 2 hari (1x sehari, dosis 96,6 mg) dan Cytarabine selama 5 hari (1x sehari, dosis 322 mg). obat-obat ini dipilih karena merupakan first line terapi pada AML. Lagipula, sebelumnya pasien pernah menjalani kemoterapi dengan obat-obat ini, sehingga diharapkan pasien sudah lebih dapat menoleransi efek samping yang diakibatkan oleh pemakaian obatobat ini. MONITORING DAN FOLLOW UP 1. Pemeriksaan fisik setiap hari 2. CBC dan kimia serum (asam urat, kalium, kalsium, posfat) secara intense setiap hari selama kemoterapi 3. Biopsy dan aspirasi sumsum tulang belakang 7-10 hari setelah berakhirnya kemoterapi 4. Monitoring demam pada penggunaan antibiotik pada celulitis 5. Monitoring setiap hari bahwa infeksi celulitis sudah terkontrol, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada celulitis jika luka infeksi tidak membaik atau semakin terasa nyeri dan demam meningkat. 6. Monitoring mual muntah setelah kemoterapi, jika masih terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam akan diberikan terapi akut mual muntah dan jika lebih dari 24 jam dengan penanganan delay mual muntah akibat kemoterapi 7. jika kadar platelet kurang dari 5000-10.000/mm3 maka harus dilakukan transfusi platelet 8. Jika kadar Hct kurang dari 25 % maka pasien harus diberi transfusi sel darah merah 9. Dilakukan monitoring EKG karena kemoterapi yang digunakan mengakibatkan toksisitas kepada jantung KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI KEPADA PASIEN 1. Bersihkan daerah luka infeksi celulitis dengan air hangat selama 15 menit 2. Penyimpanan obat dalam vial berupa larutan di refrigerator dan dihindarkan dari sinar matahari 3. Allopurinol diambil sesudah makan 4. Pasien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan bergizi seperti buah-buahan dan sayur-sayuran 5. Diperlukan dukungan dari keluarga untuk membantu kesembuhan pasien 6. Komunikasikan bahwa penggunaan obat (daunorubisin) akan menyebabkan urin berwarna kemerahan yang menandakan obat sedang bekerja 7. Rambut rontok akibat kemoterapi merupakan hal yang wajar dan bersifat reversible setelah kemoterapi berakhir. KESIMPULAN 1. Pasien menderita leukemia AML 2. Regimen kemoterapi yang digunakan untuk fase konsolidasi adalah kombinasi Daunorubicin dan Cytarabin, dimana Daunorubicin digunakan selama 2 hari dan Cytarabin selama 5 hari. 3. Terapi suportif yang diberikan adalah antiemesis untuk mengatasi emesis kuat yang terjadi akibat penggunaan obat-obat kemoterapi, disini digunakan kombinasi antiemesis Ondansetron dan Dexamethason. 4. Untuk mengatasi nyeri kanker, digunakan analgetik step 3, yaitu morfin. 5. Diberikan infus Clinimix untuk penambah nutrisi pasien 6. Perlu dilakukan monitoring terhadap fungsi ginjal, hati dan jantung pasien, serta beberapa efek samping yang mungkin terjadi akibat obat-obat yang digunakam. 7. Pengobatan leukemia cukup memakan waktu yang lama, maka perlu diberikan komunikasi kepada keluarga pasien untuk selalu memberikan dukungan pada pasien, karena hal tersebut sangat berpengaruh pada kebehasilan terapi. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam 1994. Surabaya : Tim Dokter RSUD dr.Sutomo Anonim, 2009, Leukemia, http://leukemia-akut.html, 18 Desember 2010 Anonim, 2009, Leukemia, http://penyakit-leukemia-kanker-darah.html, 18 Desember 2010 Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo, Surabaya Leather, Helen L. and Betsy Bickert Poon, in Acute Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York Pick, Amy M., Marcel Devetten, and Timothy R. McGuire, in Chronic Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York Robbins dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Simon, Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta Underwood, J. C. E.,1999, Patologi Umum dan Sistemik.VOL.1. Ed. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Widmann.F.K, 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta