LEUKEMIA TUJUAN Agar mahasiswa mampu memahami

advertisement
LEUKEMIA
TUJUAN
Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan terapi pada penyakit leukemia, serta
dapat menyampaikan informasi yang dibutuhkan.
DASAR TEORI
Kanker
Kanker merupakan suatu kelompok dari banyak penyakit-penyakit yang berhubungan.
Semua kanker-kanker mulai di sel-sel, yang membentuk darah dan jaringan-jaringan lain.
Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh
membutuhkan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menjadi tua, mereka mati, dan sel-sel baru
mengambil tempat mereka. Adakalanya proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru
terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka
seharusnya mati.
Kanker (suatu penyakit sel) ditandai dengan suatu pergeseran pada mekanisme
kontrol yang mengatur proliferasi dan diferensiasi sel. Sel yang sudah mengalami
transformasi neoplastik biasanya mengekspresikan antigen permukaan sel yang tampaknya
merupakan tipe normal dan memiliki tanda ketidakmatangan yang jelas dan dapat
menunjukkan kelainan kromoson baik kualitatif maupun kuantitatif, termasuk pelbagai
traslokasi dan munculnya pengerasan dari rangkaian gen. Sel-sel tadi berkembang dengan
cepat dan membentuk tumor lokal yang dapat menekan atau menyerang struktur jaringan
sehat di sekitarnya. Subpopulasi sel yang berada dalam tumor dapat digambarkan sebagai ’sel
induk tumor’, yang memiliki kemampuan untuk mengulangi siklus proliferasi berkali-kali
dan berpindah ke sisi yang jauh di dalam tubuh untuk membentuk koloni dalam berbgai
organ tubuh, proses ini disebut metastase. Induk sel tumor dapat mengekspresikan
klonogenik atau kemampuan untuk membentuk koloni. Sel induk memiliki kelainan
kromosom yang merefleksikan ketidakseimbangan genetiknya, yang mengarah pada seleksi
subklon yang progresif yang dapat bertahan dan berkembang lebih cepat dalam lingkungan
multiseluler tubuh. Kelainan kuantitatif dalam pelbagai alur metabolisme dan komponen
selular berkaitan dalam perkembangan neoplastik ini. Proses invasif dan metastatik demikian
pula kelainan metabolisme akibat kanker akan menyebabkan penyakit dan akhirnya kematian
kecuali kanker dapat disembuhkan dengan pengobatan.
Leukemia
Leukemia adalah suatu tipe dari kanker. Leukemia berasal dari kata Yunani leukosputih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai di sel-sel darah. Penyakit ini terjadi
ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol dan mengganggu
pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang
menyerang sel-sel darh putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow).
Sel-Sel Darah Normal
Sel-sel darah terbentuk di sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang adalah
material yang lunak dipusat dari kebanyakan tulang-tulang. Sel-sel darah yang belum menjadi
dewasa (matang) disebut sel-sel induk (stem cells) dan blasts. Kebanyakan sel-sel darah
menjadi dewasa didalam sumsum tulang dan kemudian bergerak kedalam pembuluhpembuluh darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah dan jantung
disebut peripheral blood.
Sumsum tulang membuat tipe-tipe yang berbeda dari sel-sel darah. Setiap tipe mempunyai
suatu fungsi yang khusus:
-
Sel-sel darah putih membantu melawan infeksi.
-
Sel-sel darah merah mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan diseluruh tubuh.
-
Platelet-platelet membantu membentuk bekuan-bekuan (gumpalan-gumpalan) darah
yang mengontrol perdarahan.
Sel-Sel Leukemia
Pada kondisi leukemia, sel darah putih tidak merespon signal yang dikirim oleh tubuh,
sehingga sel-sel pembentuk darah pada sumsum tulang dan jaringan limfoid memperbanyak
diri secara tidak normal atau mengalami transformasi maligna. Sel-sel normal pada sumsum
tulang diganti dengan sel abnormal yang kemudian keluar dari sumsum dan ditemukan di
dalam darah. Sel leukemia ini mempengaruhi hematopoiesis (pembentukan sel darah normal)
dan imunitas tubuh penderita. Sel leukemia menghasilkan FGFs (Fibroblast Growth Factors)
yang mengacaukan fungsi autokrin dan parakrin pada sumsum tulang dan menstimulasi
produksi sitokin oleh sel stroma dan endotelium. FGFs juga mengacaukan variasi tipe sel
mesodermal dan neuroectodermal yang berakibat perubahan proliferasi, pergerakan,
ketahanan dan diferensiasi sel. FGFs mengacaukan aktivitas tersebut dengan berikatan pada
reseptor protein kinase dan permukaan sel heparan sulfate proteoglycans. Sehingga penderita
mudah terkena infeksi, anemia dan pendarahan akibat gangguan pembentukan darah.
Etiologi
Penyebab dari penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Bagaimanapun, penelitian
telah menunjukan bahwa orang-orang dengan faktor-faktor risiko tertentu lebih mungkin
daripada yang lain-lain mengembangkan leukemia. Suatu faktor risiko adalah apa saja yang
meningkatkan kesempatan seseorang mengembangkan suatu penyakit.
Faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia yaitu:
1) Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa :

Para pegawai radiologi lebih beresiko untuk terkena leukemia

Pasien yang menerima radioterapi beresiko terkena leukemia

Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki,
Jepang
2) Faktor leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi
leukemia:

Racun lingkungan seperti benzena  Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari
benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia

Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde.

Obat untuk kemoterapi  Pasien-pasien kanker yang dirawat dengan obat-obat
melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari mengembangkan leukemia.
Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai agen-agen alkylating dihubungkan dengan
pengembangan leukemia bertahun-tahun kemudian.
3) Herediter
Penderita sindrom Down, suatu penyakit yang disebabkan oleh kromosom-kromosom
abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia. Ia memiliki insidensi leukemia
akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
4) Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1
pada dewasa.
Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita dengan
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai
dengan kebutuhan tubuh kita. Lekemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum
tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya. Sel lekemia memblok produksi sel darah putih yang normal ,
merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel lekemia juga merusak produksi sel darah
lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik
menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien
dengan
leukemia.
Perubahan
kromosom
dapat
meliputi
perubahan
angka,
yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang
termasuk translokasi ini, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks).
Penyusunan
kembali
kromosom
(translokasi
kromosom)
mengganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan menjadi
ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari selsel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.
Tipe-Tipe Leukemia
 Berdasarkan kecepatan perkembangannya, leukemia dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Leukemia Akut
Perjalanan penyakit pada leukemia akut sangat cepat, mematikan dan
memburuk. Dapat dikatakan waktu hidup penderita tanpa pengobatan hanya dalam
hitungan minggu bahkan hari. Leukemia kaut merupakan akibat dari terjadinya
komplikasi pada neoplasma hematopoietik secara umum.
2. Leukemia kronis
Berbeda dengan akut, leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang
tidak begitu cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa waktu hidup penderita tanpa
pengobatan dalam hitungan samapi 5 tahun.
 Berdasarkan jenis sel kanker, leukemia diklaifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Myelocytic/Myelogeneus leukemia
Sel kanker yang berasal dari sel darah merah, granulocytes, macrophages dan
keping darah.
2. Lymphocytic leukemia
Sel kanker yang berasal dari lymphocyte cell.
 Berdasarkan kedua klasifikasi di atas, maka leukemia dibagi menjadi 4 macam,
yaitu:
a. Leukemia limfositik akut (LLA).
Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga
terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.
b. Leukemia mielositik akut (LMA).
Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut
leukemia nonlimfositik akut.
c. Leukemia limfositik kronis (LLK).
Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun.
Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anakanak. Sebagian besar leukosit pasien di atas 50.000/µL.
d. Leukemia mielositik kronis (LMK)
Sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat
sedikit. Leukosit dapat mencapai lebih dari 150.000/ µL yang memerlukan
pengobatan.
Gejala-Gejala Leukemia
Seperti semua sel-sel darah, sel-sel leukemia berjalan keseluruh tubuh. Tergantung
pada jumlah sel-sel abnormal dan dimana sel-sel ini berkumpul, pasien-pasien dengan
leukemia mungkin mempunyai sejumlah gejala-gejala.
Gejala-gejala umum dari leukemia:
-
Demam-demam atau keringat-keringat waktu malam
-
Infeksi-infeksi yang seringkali
-
Perasaan lemah atau lelah
-
Sakit kepala
-
Perdarahan dan mudah memar (gusi-gusi yang berdarah, tanda-tanda keungu-unguan
pada kulit, atau titik-titik merah yang kecil dibawah kulit)
-
Nyeri pada tulang-tulang atau persendian-persendian
-
Pembengkakan atau ketidakenakan pada perut (dari suatu pembesaran limpa)
-
Pembengkakan nodus-nodus getah bening, terutama pada leher atau ketiak
-
Kehilangan berat badan
Gejala-gejala semacam ini bukanlah tanda-tanda yang pasti dari leukemia. Suatu
infeksi atau persoalan lain juga dapat menyebabkan gejala-gejala ini. Siapa saja dengan
gejala-gejala ini harus mengunjungi dokter sesegera mungkin. Hanya seorang dokter dapat
mendiagnosa dan merawat persoalannya.
Pada tingkat-tingkat awal dari leukemia kronis, sel-sel leukemia berfungsi hampir
secara normal. Gejala-gejala mungkin tidak nampak untuk suatu waktu yang lama. Dokterdokter seringkali menemukan leukemia kronis sewaktu suatu checkup rutin — sebelum ada
gejala-gejala apa saja. Ketika gejala-gejala nampak, mereka umumnya adalah ringan pada
permulaan dan memburuk secara berangsur-angsur.
Pada leukemia akut, gejala-gejala nampak dan memburuk secara cepat. Orang-orang
dengan penyakit ini pergi ke dokter karena mereka merasa sakit. Gejala-gejala lain dari
leukemia akut adalah muntah, bingung, kehilangan kontrol otot, dan serangan-serangan
(epilepsi). Sel-sel leukemia juga dapat berkumpul pada buah-buah pelir (testikel) dan
menyebabkan pembengkakan. Juga, beberapa pasien-pasien mengembangkan luka-luka pada
mata-mata atau pada kulit. Leukemia juga dapat mempengaruhi saluran pencernaan, ginjalginjal, paru-paru, atau bagian-bagian lain dari tubuh.
Mendiagnosa Leukemia
Jika seseorang mempunyai gejala-gejala yang menyarankan leukemia, dokter
mungkin melakukan suatu pemeriksaan fisik dan menanyakan tentang sejarah medis pribadi
pasien dan keluarga. Dokter juga mungkin meminta tes-tes laboratorium, terutama tes-tes
darah.
Pemeriksaan-pemeriksaan dan tes-tes mungkin termasuk yang berikut:
1. Pemeriksaan Fisik—Dokter memeriksa pembengkakan nodus-nodus getah bening, limpa,
dan hati.
2. Tes-Tes Darah—Laboratorium memeriksa tingkat sel-sel darah. Leukemia menyebabkan
suatu tingkatan sel-sel darah putih yang sangat tinggi. Ia juga menyebabkan tingkatantingkatan yang rendah dari platelet-platelet dan hemoglobin, yang ditemukan didalam selsel darah merah. Lab juga mungkin memeriksa darah untuk tanda-tanda bahwa leukemia
telah mempengaruhi hati dan ginjal-ginjal.
3. Biopsi—Dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang
besar lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa contoh dibahwah sebuah mikroskop.
Pengangkatan jaringan untuk mencari sel-sel kanker disebut suatu biopsi. Suatu biopsi
adalah cara satu-satunya yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada
didalam sumsum tulang.
Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa pasien-pasien akan
mempunyai kedua-duanya prosedur:

Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): Dokter menggunakan
sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari sumsum tulang.

Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter menggunakan suatu
jarum yang sangat tebal untuk mengangkat sepotong kecil dari tulang dan sumsum
tulang.
4.
Cytogenetics—Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel dari contoh-contoh
dari peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-nodus getah bening.
5.
Spinal tap—Dokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal (cairan yang
mengisi ruang-ruang di dan sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Dokter
menggunakan suatu jarum panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari kolom
tulang belakang (spinal column). Prosedur memakan waktu kira-kira 30 menit dan
dilaksanakan dengan pembiusan lokal. Pasien harus terbaring untuk beberapa jam
setelahnya untuk mempertahankannya dari mendapat sakit kepala. Lab memeriksa cairan
untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari persoalan-persoalan.
6.
Chest x-ray—X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di dada.
A. Penanganan dan pengobatan leukemia
Penanganan penyakit leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti
anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan leukemia
bisa dilakukan dengan tunggal ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini:
1. Chemotherapy/intrathecal medications
2. Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan
3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)
4. Pemberian obat-obatan tablet dan suntik
5. Transfusi sel darah merah atau platelet.
Pengobatan pada leukemia akut terdiri dari 3 fase, yaitu terapi induksi remisi
(bertujuan untuk mempercepat induksi remisi klinik dan hematologi lengkap), terapi
konsolidasi, dan terapi pemeliharaan pada ALL (untuk AML terdapat 2 pilihan, yaitu
transplantasi hematopoietic stem cell atau pemberhentian terapi).
Pilihan terapi pada ALL, sebagai berikut:
Sedangkan terapi pada AML, terapi induksi menggunakan obat yang toksik untuk sel
sumsum yang normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang intensif
selama periode toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh. Antara lain transfuse
trombosit untuk mencegah pendarahan. G-CSF untuk memperpendek periode neutropenia
dan antibiotic bakterisid dan tranfusi granulosit untuk melawan infeksi. Rancangan
pengobatan AML sebagai berikut:
Setelah dilakukan terapi induksi remisi, jika terjadi remisi, pasien melakukan terapi
berikutnya, akan tetapi apabila terjadi kekambuhan pada saat pasien dalam keadaan remisi,
obat yang sama dapat digunakan untuk melakukan terapi induksi ulang. Jika terjadi resistensi,
maka dilakukan terapi ulang induksi dengan menggunakan obat lain dalam berbagai
kombinasi.
Sedangkan untuk terapi leukemia mielogenus kronis, terapi bertujuan untuk
menurunkan granulosit ke dalam jumlah yang normal, meningkatkan konsentrasi hemoglobin
sampai normal, dan menghilangkan gejala metabolik. Sediaan yang digunakan untuk
memperoleh remisi adalah dengan interferon alfa IV atau busulfan IV, dengan alkilator oral
atau dengan hidroksiurea. Terapi penyinaran local pada limpa juga digunakan. Tahap awal
penyakit, pengobatan dimaksudkan untuk mengecilkan ukuran limpa dengan cepat,
menurunkan jumlah leukosit dan meningkatkan perasaan sehat pada pasien. Untuk pasien
berumur < 55 tahun sebaiknya melakukan transplantasi sumsum tulang alogenik ketika
pasien remisi dan sebaiknya dalam tahun pertama setelah diagnosis ditegakkan.
Pada LLK, pengobatan berbeda dengan LMK. Pada LMK, neoplasma proliferative
memerlukan pengobatan sistemik untuk simptomatik, sedangkan pada LLK hasil dari
akumulasi lambat limfosit monoclonal B. Pada pasien yang penyakitnya terbatas pada
limfositosis darah perifer, sebaiknya tidak dilakukan pengobatan, kecuali jumlah limfosit di
atas 150.000/µL. terapi menggunakan kortikosteroid, alkilator atau fludarabin. Tujuan
pengobatan adalah menghilangkan manifestasi sistemik penyakit. Terapi dihentikan ketika
keadaan pasien sudah stabil, dengan tetap melakukan monitoring untuk mendeteksi gejala
yang kembali timbul.
DESKRIPSI KASUS
Seorang wanita 50 tahun, masuk RS dengan keluhan mual dan muntah yang menetap, rigor,
nyeri mulut yang parah satu minggu setelah kemoterapi dimulai. Tiga minggu yang lalu dia masuk
UGD dengan fatigue yang progresif, kurang energy dalam beberapa minggu, sakit tenggorokan,
kongesti nasal dan radang gusi. Hasil pemeriksaan dia didiagnosis AML (Acut Myelogenous
Leukimia) dan dimulai kemoterapi induksi dengan cytarabine dan daunorubicin.
Hasil pemeriksaan fisik :
KU
: diaphoretic, lemah
VS
:
-
TB 168 cm
-
BB 55,5 kg
-
BP 110/56 mmHg
-
Suhu badan 39,50 C
-
RR 20 (12-18x/menit)
-
HR 100 (60-80 x/menit)
-
BSA 1,6 m2
HEENT
: Gingival hyperplasia, erythematous buccal cavity
COR, CHEST, EXT, NEURO : Normal
Hasil tes pemeriksaan
:
Normal:
Na
: 138 (normal)
135-150 mmol/L
K
: 3.1
(rendah)
3,5-5 mmol/L
Cl
: 115
(tinggi)
98-107 mmol/L
(rendah)
24 mEq/L
HCO3 : 22
BUN
:9
(normal)
8-20 mg/dL
Cr
:1
(normal)
0,6-1,2 mg/dL
Hct
: 21
(rendah)
35-45 %
Hgb
:8
(rendah)
12-15,5g/dL
Lkc
: 0.3 x 103 (rendah)
4,8-10,8 x 103/mm3
Plts
: 134 x 103 (rendah)
150-450 x 103/mm3
Ca
: 8.0
(rendah)
8,5-10 mg/dL
PO4
:2
(rendah)
2,5-4,5 mg/dL
PT
: 10
(rendah)
11,5-14,5 detik
INR
: 1.8
(rendah)
2,0-2,5
Bone marrow biopsy
: hypocellular marrow
Peripheral smear
: no blast
Blood culture
: negatif
CXR
: normal
PEMILIHAN OBAT RASIONAL
Kemoterapi
a. Sitotoksis / antibiotik
Mekanisme
:
dapat mengikat DNA secara kompleks, sehingga
sintesisnya terhenti.(Tjay, 2007)
 Drug of choice : doksorubisin
KI : hipersensitif, kehamilan dan menyusui
ES : kardiotoksis, mielotoksis, rontok rambut dan mual muntah
 Drug of choice : daunorubisin
KI : penyakit jantung
ES : sama dengan doksorubisin
b. Antimetabolit
 Drug of choice : cytarabin
Mekanisme : kerjanya mengganggu sintesis pirimidin dan digunakan terutama
untuk menimbulkan remisi leukimia mioblastik akut. (IONI, 2000)
KI : hipersensitif
ES : toksisitas hematologi, leukopenia, mual, muntah, anoreksidan inflamasi mulut
serta anus
 Drug of choice : metotreksat
Mekanisme : menghambat reduksi asam folat menjadi THFA dengna jalan
pengikatan enzim reduktase.
KI : kehamilan, psoriasis, leukopenia dan anemia
ES : mual dan muntah
Terapi suportif
a. Pemberian Nutrisi
 Infus Parenteral
Mekanisme aksi : memperbaiki kondisi tubuh dengan menyediakan kebutuhan nutrisi
yang hilang akibat dari kemoterapi
Efek samping : hiperglikemia, glukosuria, sindrom hiperosmolar
KI : b. Manajemen nyeri
 Morfin
.
Mekanisme aksi
: Morfin berinteraksi dengan reseptor opiate sterospesifik pada
CNS dan jaringan lain. Efek analgetik yang ditimbulkan terutama bekerja di reseptor
µ.
Efek Samping
: konstipasi, retensi urin, mual,muntah, retensi urine, halusinasi,
prurutis, euphoria.
Kontraindikasi
: depresi pernafasan, sensitive terhadap morfin.
 Methadone
Mekanisme aksi
: berikatan dengan reseptor opiate di CNS, menyebabkan
penghambatan jalur nyeri, merubah persepsi dan respon nyeri dan menyamarkan
depresi CNS
Efek Samping
: konstipasi,
retensi
urin, mual,muntah, retensi
urine,
halusinasi, prurutis, euphoria.
Kontraindikasi
: depresi pernafasan, sensitive terhadap morfin.
c. Pemberian anti mual-muntah (antiemetik)
 SSRI (dolansetron, ondansetron, granisetron)
Mekanisme aksi
: antagonis selektif reseptor serotonin (5HT3). Memblokir
serotonin di perifer dan sentral (chemotherapy trigger zone)
Efek samping
: pusing, diare
Kontraindikasi
: hipersensitivitas
 Dexametason
Mekanisme aksi
:
meningkatkan
efek
antiemetik
SSRI.
Mekanisme
sesungguhnya masih belum dapat dipastikan
Efek samping
: aritmia, malaise, insomnia
Kontraindikasi
: hipersensitivitas
EVALUASI OBAT TERPILIH
Kemoterapi  post remission  siklus 1
Diket  TB = 168 cm, BB = 55,5 kg
BSA =
= 1,61 m2
Daunorubicin HCl DBL®
Tempo Scan Pacific/DBL
Komposisi
: Daunorubicin HCl
Indikasi
: Treatment untuk leukemia ALL dan NALL
Efek Samping
: Mual, muntah, imunosupresif, depresi sum-sum tulang.
Interaksi Obat
:-
Frekuensi
: 1 x sehari
Durasi
: 2 hari
Dosis
: 60 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2
= 60 mg x 1,61 m2
= 96,6 mg
Analisis Biaya
: sediaan = 20 mg x 1 (Rp 203.000)
1 hari  butuh 5 vial ~ 100 mg
2 hari  butuh 10 vial = 10 x Rp 203.000 = Rp 2.030.000
Alasan Pemilihan : Daunorubicin dan cytarabin merupakan 1st line therapy untuk
leukemia yang baru dideteksi.
Cytosar-U®
Pfizer
Komposisi
: Cytarabine
Indikasi
: Induksi dan pemeliharaan untuk leukemia non limfositik akut,
leukemia limfositis akut, leukemia mielositik kronik yang mengalami remisi, profilaksis
untuk pengobatan leukemia meningeal.
Efek Samping
: Anoreksia, gangguan GI, inflamasi dan ulserasi pada mulut,gangguan
fungsi hati, demam, supresi sum-sum tulang
Interaksi Obat
:-
Frekuensi
: 1 x sehari
Durasi
: 5 hari
Dosis
: 200 mg/m2 IV pada hari 1 s.d. 5
=200 x 1,61 m2
= 322 mg
Analisis Biaya
: sediaan = 100 mg x 1 (Rp 84.000)
1 hari  butuh 3,5 vial ~ 400 mg
5 hari  butuh 17,5 vial ~ 18 vial = 18 x Rp 84.000 = Rp 1.512.000
Alasan Pemilihan : Daunorubicin dan cytarabin merupakan 1st line therapy untuk
leukemia yang baru dideteksi.
Terapi suportif
a. Pemberian Nutrisi
CLINIMIX® (asam amino, gukosa, elektrolit)
Alasan : selama siklus terapi, pasien mengalami kehilangan nutrisi dan kesulitan
untuk mengkonsumsi makanan, maka dibutuhkan asupan nutrisi tambahan
Dosis : 0.35 g nitrogen/kgBB/hari = 19,25g/hari
Durasi : 20 jam/ hari
Frekuensi : 1 x sehari
IO : Biaya : Rp 250.000 / 1 L
b.Manajemen nyeri
 Morfin ( MST Continus)
Alasan :Merupakan first line pada terapi paliatif. Karena pasien sudah berada
dalam level intensely severe pain ( dilihat dari skala Mc Caffery M Pasero C),
maka terapi yang dilakukan dengan pengobatan paliatif sudah pada step 3 yakni
menggunakan opioid kuat yakni morfin.
Dosis: 10 mg
Frekuensi: 2 x sehari 1 tab
Durasi: 1 bulan
IO: Biaya: 1 tab Rp 3.639,00. 1 bulan= Rp 218.350,00
c.Pemberian anti mual-muntah (antiemetik)
 Ondansetron (DANTROXAL®)
Alasan : membutuhkan dosis yang lebih kecil dalam menghasilkan efek yang sama
dibanding dengan Dolansetron, serta terdapat di Indonesia.
Dosis : 0,15mg/kg IV = 8,25 mg/IV
Durasi:
Frekuensi: 1 x sehari
IO: Biaya: 8,25 mg x 7 = 57,75 mg = 7 ampul (8mg) + 1 ampul (4 mg) = (7 x 125.000)
+ (1x 77.000) = Rp 952.000
 Deksametason (Dexa-M®)
Dosis
: 12 mg IV
Frekuensi
: 1x sehari
Durasi
:
IO: Analisis biaya: 1 ampul 4mg/ml = Rp 2.500,Alasan Pemilihan :
- Cytarabin menginduksi mual muntah dengan level emetogenesis 2 (ringan), sedangkan
daunorubicin level emetogenesis kuat. Sehingga dibutuhkan kombinasi antiemetik yang
merupakan kombinasi SSRI dengan kortikosteroid (emetogenicity moderate—high)
- Ondansetron,dolasetron,granisetron  efikasi dan keamanannya >>> metoklopramid.
- Kortikosteroid dikombinasikan dengan SSRI karena dengan penambahan kortikosteroid
akan meningkatkan efek antiemetik.
- Biasanya kombinasi yg diberikan Ondansetron—dexametasone.
(Dipiro, 2005)
PEMBAHASAN
Kanker merupakan kelompok penyakit yang dikarakterisasi oleh pertumbuhan sel
yang tidk terkontrol, disertai dengan invasi pada jaringan lokal atau penyebaran sistemik, atau
keduanya. Pada kasus kali ini, pasien didiagnosis menderita kanker leukimia mieloid akut.
Leukimia merupakan suatu bentuk keganasan hematologi heterogen yang ditandai dengan
proliferasi sel darah yang tidak terkendali yang terbentuk di tulang sumsum. Perkembangan
sel-sel leukimia yang belum matang ini akan menghambat maturasi sel-sel normal dalam
tulang sumsum, sehingga menyebabkan timbulnya anemia, neutropenia, dan trombositopenia.
Sel-sel leukimia ini juga dapat menginfiltrasi berbagai macam jaringan, seperti kelenjar getah
bening, kulit, hati, limpa, ginjal, testis, dan sistem saraf pusat. Disebut leukimia akut jika selsel yang berproliferasi adalah sel immatur yang belum terdiferensiasi. Jika tidak segera
ditangani, leukimia akut dapat berkembang secara cepat dan progresif, dan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 2 sampai 3 bulan. (Leather and Poon, 2005)
Tipe sel predominan yang terlibat pada leukemia adalah limfoid dan myeloid.
Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah
tepi. Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia
limfositik. Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan
eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.
Manajemen kanker dapat dibedakan menjadi 4, yaitu preventif, deteksi dini, terapi
yang efektif, serta terapi suportif. Untuk kasus kali ini, preventif dan deteksi dini sudah tidak
mungkin dilakukan karena diagnosis sudah ditegakkan. Jadi, manajemen yang masih dapat
diaplikasikan adalah terapi yang efektif dan terapi suportif.
Sedangkan tujuan terapi kanker sendiri adalah kuratif, yaitu menyembuhkan kanker
dan paliatif, yaitu menghilangkan gejala untuk memperbaiki kualitas hidup dan atau
memperpanjang kemampuan hidup. Jenis terapi yang digunakan dalam kasus kali ini adalah
kemoterapi dan terapi simtomatik.
Tujuan jangka pendek dari pengobatan untuk AML adalah untuk mencapai remisi
lengkap dengan cepat secara klinis dan hematologi. Dengan tidak adanya remisi lengkap,
maka hasil yang fatal dan cepat tidak dapat dielakkan. Remisi lengkap sendiri didefinisikan
sebagai hilangnya semua bukti klinis pada sumsum tulang (sel normal> 20% dan pertmbuhan
<
5%)
dengan
pemulihan
hematopoiesis
yang
normal
(neutrofil
≥ 1.000 sel/mm3 dan trombosit > 100.000 sel/mm3). (Leather and Poon, 2005)
Pengobatan pada leukemia akut terdiri dari 3 fase, yaitu:

Fase 1:Terapi induksi remisi (bertujuan untuk mempercepat induksi remisi klinik dan
hematologi lengkap)

Fase 2:Terapi konsolidasi

Fase 3:
 Pada ALL
: terapi pemeliharaan
 Pada AML
: terdapat 2 pilihan, yaitu transplantasi hematopoietic stem cell atau
pemberhentian terapi).
Terapi induksi pada AML menggunakan obat yang toksik untuk sel sumsum yang
normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang intensif selama periode
toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh. Antara lain transfusi trombosit untuk
mencegah pendarahan. G-CSF untuk memperpendek periode neutropenia dan antibiotic
bakterisid dan tranfusi granulosit untuk melawan infeksi. Rancangan pengobatan AML
sebagai berikut:
Setelah dilakukan terapi induksi remisi, jika terjadi remisi, pasien melakukan terapi
berikutnya, akan tetapi apabila terjadi kekambuhan pada saat pasien dalam keadaan remisi,
obat yang sama dapat digunakan untuk melakukan terapi induksi ulang. Jika terjadi resistensi,
maka dilakukan terapi ulang induksi dengan menggunakan obat lain dalam berbagai
kombinasi.
Pada kasus ini pasien sudah terdiagnosa AML dan telah menjalani terapi kemoterapi
induksi dengan cytarabine dan daunorubicin. Pasien megalami efek samping kemoterapi
‘tertunda/delayed (seminggu setelah kemoterapi)’. Terapi induksi menggunakan obat yang toksik
untuk sel sumsum yang normal. Oleh karena itu pasien memerlukan pelayanan suportif yang
intensif selama periode toksik kemoterapi induksi sebelum remisi diperoleh.
Untuk mengatasi nyeri karena kanker, digunakan morfin. Morfin merupakan first line
pada terapi paliatif. Karena pasien sudah berada dalam level intensely severe pain ( dilihat
dari skala Mc Caffery M Pasero C), maka terapi yang dilakukan dengan pengobatan paliatif
sudah pada step 3 yakni menggunakan opioid kuat yakni morfin. Morfin menjadi pilihan
karena tersedia dalam berbagai sediaan, memiliki banyak rute pemberian seperti oral, rectal,
IM, SC, IV, epidural, intratekal. Morfin memiliki efek adiksi yang lebih tinggi dari yang
lainnya.
Cytarabin menginduksi mual muntah dengan level emetogenesis 2 (ringan),
sedangkan daunorubicin level emetogenesis kuat. Sehingga dibutuhkan kombinasi antiemetik
yang merupakan kombinasi SSRI dengan kortikosteroid (emetogenicity moderate—high).
Ondansetron, dolasetron, dan granisetron efikasi dan keamanannya jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan metoklopramid. Kortikosteroid biasanya dikombinasikan dengan SSRI
karena dengan penambahan kortikosteroid akan meningkatkan efek antiemetik. Kombinasi
yang biasa diberikan adalah Ondansetron—dexametasone. (Leather and Poon, 2005)
Selain itu, diperlukan juga penambahan nutrisi pada pasien, karena pasien mengalami
kehilangan nutrisi dan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan, diakibatkan oleh mual
muntah karena kemoterapi yang diterima pasien. Nutrisi diberikan secara parenteral, yaitu
Clinimix yang berisi glukosa, asam amino, dan elektrolit. Dengan diberikannya tambahan
nutrisi, diharapkan kondisi pasien dapat segera membaik, sehingga kemoterapi dapat
dilanjutkan ke fase berikutnya.
Jika kondisi pasien sudah membaik, maka terapi kanker dapat dilanjutkan dengan fase
konsolidasi (fase 2). Terapi yang direkomendasikan untuk 1 siklus adalah Daunorubicin HCl
selama 2 hari (1x sehari, dosis 96,6 mg) dan Cytarabine selama 5 hari (1x sehari, dosis 322
mg). obat-obat ini dipilih karena merupakan first line terapi pada AML. Lagipula,
sebelumnya pasien pernah menjalani kemoterapi dengan obat-obat ini, sehingga diharapkan
pasien sudah lebih dapat menoleransi efek samping yang diakibatkan oleh pemakaian obatobat ini.
MONITORING DAN FOLLOW UP
1. Pemeriksaan fisik setiap hari
2. CBC dan kimia serum (asam urat, kalium, kalsium, posfat) secara intense setiap hari
selama kemoterapi
3. Biopsy dan aspirasi sumsum tulang belakang 7-10 hari setelah berakhirnya
kemoterapi
4. Monitoring demam pada penggunaan antibiotik pada celulitis
5. Monitoring setiap hari bahwa infeksi celulitis sudah terkontrol, perlu dilakukan
pemeriksaan ulang pada celulitis jika luka infeksi tidak membaik atau semakin terasa
nyeri dan demam meningkat.
6. Monitoring mual muntah setelah kemoterapi, jika masih terjadi dalam waktu kurang
dari 24 jam akan diberikan terapi akut mual muntah dan jika lebih dari 24 jam dengan
penanganan delay mual muntah akibat kemoterapi
7. jika kadar platelet kurang dari 5000-10.000/mm3 maka harus dilakukan transfusi
platelet
8. Jika kadar Hct kurang dari 25 % maka pasien harus diberi transfusi sel darah merah
9. Dilakukan monitoring EKG karena kemoterapi yang digunakan mengakibatkan
toksisitas kepada jantung
KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI KEPADA PASIEN
1. Bersihkan daerah luka infeksi celulitis dengan air hangat selama 15 menit
2. Penyimpanan obat dalam vial berupa larutan di refrigerator dan dihindarkan dari
sinar matahari
3. Allopurinol diambil sesudah makan
4. Pasien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan bergizi seperti buah-buahan
dan sayur-sayuran
5. Diperlukan dukungan dari keluarga untuk membantu kesembuhan pasien
6. Komunikasikan bahwa penggunaan obat (daunorubisin) akan menyebabkan urin
berwarna kemerahan yang menandakan obat sedang bekerja
7. Rambut rontok akibat kemoterapi merupakan hal yang wajar dan bersifat reversible
setelah kemoterapi berakhir.
KESIMPULAN
1.
Pasien menderita leukemia AML
2.
Regimen kemoterapi yang digunakan untuk fase konsolidasi adalah kombinasi
Daunorubicin dan Cytarabin, dimana Daunorubicin digunakan selama 2 hari dan
Cytarabin selama 5 hari.
3.
Terapi suportif yang diberikan adalah antiemesis untuk mengatasi emesis kuat yang
terjadi akibat penggunaan obat-obat kemoterapi, disini digunakan kombinasi antiemesis
Ondansetron dan Dexamethason.
4.
Untuk mengatasi nyeri kanker, digunakan analgetik step 3, yaitu morfin.
5.
Diberikan infus Clinimix untuk penambah nutrisi pasien
6.
Perlu dilakukan monitoring terhadap fungsi ginjal, hati dan jantung pasien, serta
beberapa efek samping yang mungkin terjadi akibat obat-obat yang digunakam.
7.
Pengobatan leukemia cukup memakan waktu yang lama, maka perlu diberikan
komunikasi kepada keluarga pasien untuk selalu memberikan dukungan pada pasien,
karena hal tersebut sangat berpengaruh pada kebehasilan terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam 1994.
Surabaya : Tim Dokter RSUD dr.Sutomo
Anonim, 2009, Leukemia, http://leukemia-akut.html, 18 Desember 2010
Anonim, 2009, Leukemia, http://penyakit-leukemia-kanker-darah.html, 18 Desember 2010
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Unair & RSUD dr Soetomo, Surabaya
Leather, Helen L. and Betsy Bickert Poon, in Acute Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert, R.L.,
Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing
Division, New York
Pick, Amy M., Marcel Devetten, and Timothy R. McGuire, in Chronic Leukimias, Dipiro,
J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition, McGraw Hill,
Medical Publishing Division, New York
Robbins dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Simon, Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia, Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
Underwood, J. C. E.,1999, Patologi Umum dan Sistemik.VOL.1. Ed. 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Widmann.F.K, 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Download